Ganggan Kognitif Dan Gangguan Mental Organik

63
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KOGNITIF DAN GANGGUAN MENTAL ORGANIK MAKALAH oleh: KELOMPOK 8A

description

Ganggan Kognitif Dan Gangguan Mental Organik

Transcript of Ganggan Kognitif Dan Gangguan Mental Organik

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KOGNITIF DAN GANGGUAN MENTAL ORGANIK MAKALAH

oleh:

KELOMPOK 8A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KOGNITIF DAN MENTAL ORGANIK MAKALAH

disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIII

Dosen Pembina: Ns. NurWidayati , MNoleh:

YulfaIntanLukitaNIM 122310101034

Lidatu Nara SNIM 122310101048

Fakhrun Nisa FNIM 122310101064PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi pada kemampuan berpikir dan rasional sesorang. Repon kognitif yang ditimbulkan berbeda dan tergantung pada bagian yang mengalami gangguan. Perubahan dalam perilaku juga akan terjadi. Pada kasus delirium akan terjadi gangguan pada proses pikir, sedangkan pada demensia akan mengalami respon kognitif yang mal adaptiF. Untuk mengetahui lebih lanjut masalah yang terjadi pada pasien perlu dkaji lebih lanjut tentang gangguan kognitif dan mental organik pada pasien. Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan gangguan kognitif, sehingga dapat membantu perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan yang diaplikasikan dalam hal pengkajian, penegakan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pemberian asuhan keperawatan yang maksimal dapat membantu pasien untuk menghadapi masalahnya dan meminimalkan resiko yang akan terjadi.

1.1 Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut mahasiswa keperawatan mampu memahami dengan baik dan menerapkan di lapangan mengenai asuhan keperawatan klien dengan gangguan kognitif dan gangguan mental organik

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengertian

Menurut Santoso & Ismail (2009) fungsi kognitif adalah proses mental dalam memperoleh pengetahuan atau kemampuan kecerdasan yang meliputi cara berpikir, daya ingat, pengertian, perencanaan, dan pelaksanaan. Gangguan kognitif merupakan ketidakmampuan untuk membuat keputusan, kerusakan memori dan penilaian, disorientasi, salah persepsi, penurunan rentan perhatian, dan kesulitan berfikir logis. Respon tersebut dapat terjadi secara episodik atau terus menerus. Proses menua merupakan salah satu penyebab gangguan kognitif. Menurut Yatim (2003) gangguan kognitif merupakan kelainan saraf pusat yang menyebabkan berkurangnya daya ingat dan kognitif, gangguan berbahasa, kurang mampu melakukan gerakan motorik, kurang mampu mengenal dan mengidentifikasi benda asing meskipun fungsi sensori utuh, dan gangguan fungsi eksekutif (merencanakan, mengorganisir, serta mengurutkan).

Menurut Semiun (2006) gangguan mental organik merupakan gangguan mental berat yang disebabkan oleh faktor fisik atau organik sehingga individ secara sosial menjadi lumpuh dan sama sekali tidak mampu untuk menyesuaikan diri, fungsi-fungsi intelektual lemah dan emosi tidak stabil. Tingkah laku umum individu mudah tersinggung atau suasana hati yang selalu berubah-ubah tanpa penyebab yang jelas, tidak memperhatikan penampilan pribadi, mengabaikan tanggung jawab, dan antisosial. Dalam masyarakat secara umum penderita gangguan mental berat disebut sebagai orang gila.

Fungsi kognitif dapat berfluktuasi sepanjang rentang respons adaptif dan maladaptive (lihat gambar 1). Fluktuasi fungsi kognitif ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kecemasan klien. Gangguan kognitif kebanyakan dialami oleh klien dengan gangguan mental organik dan gangguan ini dapat terjadi secara episodik atau terus menerus.

Gambar 1. Rentang repon adaptif

Keterangan dari rentang respon sosial:

1) Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Dalam rentang respon sosial, respon adaptif terdiri dari:

a) Solitude (menyendiri)

Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan suatu kegiatan.

b) Otonomi

Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam ubungan social.

c) Bekerja sama (mutualisme)

Merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.

d) Saling ketergantungan (interdependen)

Merupakan suatu kondisi saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

2) Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan berbagai tingkat keparahan. Dalam rentang respon sosial, respon maladaptif terdiri dari:

a) Menarik diri

Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.

b) Manipulasi

Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

c) Impulsif

Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, dan tidak dapat diandalkan.

d) Narkisisme

Pada individu narkisisme, terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.

e) Tergantung (dependen)

Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.

f) Curiga

Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-tanda cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan individu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.2.2 Delirium A. Pengertian

Menurut Dewanto,dkk (2009), Delirium adalah kegiatan akut atau subakut neuropsikiatri berupa penurunan fungsi kognitif dengan gangguan irama sirkardian dan bersifat reversibel. Penyakit ini disebabkan oleh disfungsi serebral dan bermanifestasi secara klinis berupa kelainan neuropsikiatri. Menurut Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR), delirium adalah sindrom yang memiliki banyak penyebab dan berhubungan dengan derajat kesadaran serta gangguan kognitif.

Menurut Ginsberg (2005), delirium atau kadang disebut sindrom otak organik akut merupakan masalah yang sering terdapat ada orang usia lanjut yang digambarkan dengan pikiran yang keruh dan cara berbicara yang tidak jelas, gangguan siklus tidur-bangun, serta gangguan mood dan ganggan memori. Pasien mungkin terlihat resah, atau akan terlihat lemah dan apatis. Dari anatominya dapat diprediksi bahwa penyebab delirium sama dengan penyebab perubahan tingkat kesadaran. Sindrom ini dapat berlanjut menjadi koma, tergantung dari penyebabnya.

Manurut Isselbacher (2009) delirium adalah keadaan bingung yang ditandai dengan gelisah, aktifitas mental yang meninggi, mudah terbangun, halusinasi visual yang mengganggu, dan hiperaktivitas motorik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa delirium adalah perubahan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif yang bersifat reversibel dan ditandai dengan keadaan bingng, gelisah, gangguan halusinasi visual yang mengganggu.

B. Psikopatologi / Psikodinamik

1. Etiologi

Banyak kondisi sistemik dan obat-obatan serta stress bisa menyebabkan delirium. Stres dari penyebab apapun dapat meningkatkan kerja syaraf simpatikus sehingga mengganggu fungsi kolinergik dan menyebabkan delirium. Usia lanjut rentan terhdap penurunan transmisi kolinergik sehingga labih mudah terjadi delirium. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya delirium adalah :

a. Faktor prespitasi

Penyebab-penyebab delirium yang reversibel adalah

1) Hipoksi

2) Hipoglikemi

3) Hipertermi

4) Delirium antikolinergik

Penyebab lain :

1) Infeksi virus

2) Gangguan metabolik

3) Lesi struktural otak

4) Operasi :

a) Preoperatif (dimensia, polifarmasi, putus obat, gangguan elektrolit,dan cairan)

b) Intraoperatif (meperidin, benzodiazepine long-acting, dan antikolinergik seperti atropin)

c) Pascaoperatif (hipoksia dan hipotensi)

5) Intoksikasi :

a) Intoksikasi zat : alkohol, heroin, kanabis

b) Intoksikasi obat : antikolinergik (antidepresan trisklik), narkotik (meperidin), hipnotik sedatif (benzodiazepin), histamin-2 (H-2) blocker (simetidin), kortikostreoid, antihipertensi sentral (metildopa dan reserpin), antiparkinsonisme (levedopa)

c) Sindrom putus zat : alkohol, opiat, dan benzodiazepin

b. Faktor predisposisi

Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan syaraf pusat (SSP). SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan pengiriman nutrisi mengakibatkan gangguan fungsi SSP . faktor yang dapat menyebabkan adalah penyakit infeksi sistemik, gangguan peredaran darah. Banyak faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat menimbulkan gangguan kognitif, seperti kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan jiwa fungsional.2. Tanda Gejala

Menurut Dewanto (2009), Tanda gejala yang khas adalah penurunan kesadaran dan gangguan kognitif. Adanya gangguan mood (suasana hati), persepsi dan perilaku merupakan gejala dari defisit kejiawaan. Tremor, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala defisit neurologis.

Gejala-gejala utama :

a) Kesadaran berkabut

b) Kesulitan mempertahankan perhatian

c) Disorientasi

d) Ilusi

e) Halusianasi

f) Perubahan kesadaran yang fluktuatif

Gejalagejala sering berfluktuasi dalam satu hari, pada banyak kasus, siang hari terjadi perbaikan sedangkan pada malam hari tampak sangat terganggu. Siklus tidurbangun sering terbalik. Gejala-gejala neurologis adalah :

a) Disfasia

b) Disartria

c) Tremor

d) Asteriksis pada ensalopati hepatikum dan uremia

e) Kelahiran motorik.Menurut Gleadle (2005), perubahan penyakit yang fluktuatif nampak pada malam hari. Biasanya terdapat penurunan kemampuan mempertahankan perhatian pada stimulush eksternal : pasien mudah terganggu dan sulit utntuk terlibat dalm sebuah percakapan.

3. Patofisiologi

Delirium dapat timbul dari bermacam-macam kelaian fisiologis maupun struktural. Pada pasien dengan enselopati hepatikum dan gejala putus alkohol, terjadi kelainan metabolisme oksidatif serebral dan abnormalitas neurotransmiter multiple. Delirium merupakan manifestasi disfungsi neurologis, terutama di daerah yang peka di korteks dan sistem retikular, jarang di serebelum. Dua mekanisme neuronal yang mencetuskan delirium, yaitu pelepasan neurotransmiter yang berlebihan dan pengaturan sinyal abnormal. Patofisiologi terbaru untuk menjelaskan keadaan delirium adalah ketidakseimbangan neurotransmitter berupa defisit kolinergik dan kelebihan dopamin.

C. Diagnosa Medis dan Diagnosa KeperawatanDiagnosa medis : Delirium

Diagnosa Keperawatan :

1. Hambatan interaksi sosial

2. Resiko cidera

3. Defisit perawatan diri

D. Penatalaksanaan Medis1. Nonfarmakologis

Target utama adalah meminimalkan faktor lingkungan yang menyebabkan delirium, kebingungan dan kesalahan persepsi serta mengoptimalkan stimulasi lingkungan.

2. Farmakologis

a. Antispikotik Tipikal

Haloperidol masih merupakan pilihan utama. Untuk lansia atau delirium hipoaktif dimulai dengan dosis 0,5-1 mg/12 jam, sementara untuk usia muda dan keadaan agitasi yang berat serta delirium hiperaktif digunakan dosis 10 mg/2 jam IV. Jika dosis awal tidak efektif, maka dapat digandakan 30 menit kemudian selama tidak ditemukan efek samping. Pengaruh terhadap jantung memberikan gambaran interval QT memanjang pada EKG, sehingga pemberian haloperidol disertai dengan monitor EKG.

b. Antipsikotik Atipikal

Dosis risperidon untuk orang tua 0,25-0,5 mg/12 jam, ollanzapin 2,5-5 mg malam hari, quetiapin 12,5 mg malam hari (peningkatan dosis bertahap sesuai indikasi).

c. Benzodiazepin

Pada pasien yang mengalami agitasi dan tidak responsif terhadap monoterapi antipsikotik, dapat digunakan diazepam 5-10 mg IV, dapat diulang sesuai kebutuhan. Pasien delirium dengan gejala putus alkohol diberi tiamin 100 mg/hari dan asam folat 1 mg/hari. Pemberian tiamin mendahului pemberian glukosa IV. Benzodiazepin memberikan efek sedasi berlebih, depresi pernapasan, ataksia dan amnesia.

d. Preparat anestetik

Propofol dapat digunakan pada pasien yang tidak responsif terhadap psikotropik tipikal. Efek sampingnya berupa depresi pernapasan. Propofol bekerja cepat dan waktu paruhnya singkat. Dosis maksimum 75 ug/kg/menit. Efek samping lain berupa hipertrigliseridemia, bradikardi, peningkatan enzim pankreas dan asam laktat (Dewanto, 2009).

3. Penatalaksanaan Keperawatan

Diagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria Hasil(NOC)Intervensi(NIC)

Hambatan interaksi sosial

Definisi :

Keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami respon interaksi yang negatif, tidak adekuat, atau tidak memuaskanPeningkatan kepuasan dalam bersosialisai

Kriteria hasill :

a. Meningkatkan keterampilan interaksi sosial, kerja sama, dan saling memahami

b. Menggunakan aktifitas yang menenangkan, menarik, dan menyenangkan untuk meningkatkan kesejahteraan.

c. Berhubungan dengan orang lain

d. Mengungkapkan keinginan

Socialization enhancement :

a. Buat interaksi terjadwal

b. Dorong pasien ke kelompok atau program keterampilan interpersonal yang membantu meningkatkan pemahaman tentang pertukaran informasi atau sosialisasi

c. Identifikasi adanya perubahan perilaku

d. Berikan umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan orang lain

e. Minta dan harapkan adanya komunikasi verbal

Resiko cidera

Definisi :

Peningkaan resiko cidera jaringan yang tidak disengajaa. Safty behavior : fall prevention

b. Knowladge : personal safety

Kriteria hasil :

a. Pasien terbebas dari trauma fisik

b. Lingkungan sekitar aman

c. Dapat mendeteksi resiko

Environmental management safty

a. Sediakan lingkungan yang aman bagi pasien

b. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya

c. Memasang side rail temapt tidur

d. Menyediakan penerangan yang cukup

e. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan

Kurangnya perawatan diri

Definisi :

Hamatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas merawat diri seperti berpakaian, eliminasi, makan, mandi.a. Self care deficit hygieneKriteria hasil :

a. Mampu melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu

b. Mampu untuk mengenakan pakaian, mandi, makan, dan eleminasi secara mandiri tanpa alat bantu

Mampu mempertahankan kebersihan diri.Self care assistance

a. Pantau peningkatan dan penurunan kemampuan untuk berpakaian dan melakukan perawatan diri

b. Pertimbangkan budaya pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri

c. Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktifitas perawatan diri

d. Bantu pasien melakukan aktifitas perawatan diri

e. Fasilitasi pasien untuk melakukan perawatan diri

Bantu pasien menggunakan alat bantu

2.2 Dimensia

A. PengertianDemensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008). Sementara itu menurut Lumbantobing (1995) demensia adalah himpunan gejala penurunan fungsi intelektual, umumnya ditandai terganggunya minimal tiga fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial, dan emosional. Demensia merupakan suatu penyakit yang mencakup kehilangan memori dan deficit kognitif multiple, seperti deteriorasi bahasa (afasia), kerusakan motorik (apraksia), atau ketidakmampuan untuk menyebutkan nama atau mengenai benda-benda (agnosia) (Videbeck, 2008). Demensia adalah hilangnya kemampuan-kemampuan intelektual dengan penyebabnya faktor-faktor organik (Yustinus, 2006).Berdasarkan beberapa definisi mengenai demensia di atas, dapat disimpulkan bahwa demensia merupakan suatu gangguan dengan gejala mengalami kehilangan fungsi kodnitif secara progresif sehingga menyebabkan penurunan memoriingatan jangka pendek. Demensia merupakan gangguan yang bersifat irreversibel dan progresif, dan dapat terjadi penurunan berbagai fungsi lainnya apabila tidak dilakukan tindakan penanganan.

B. Etiologi

Adapun beberapa faktor-faktor yang menyebabkan demensia yaitu faktor predisposisi (faktor risiko) dan faktor presipitasi (faktor pencetus), yaitu sebagai berikut:1. Faktor Predisiposisi

Terdapat beberapa faktor predisposisi yang melatarbelakangi atau menyebabkan individu mengalami demensia sebagai berikut.

a) Riwayat keluarga;

b) Sindrom Down;

c) Trauma kepala;

d) Penyakit tiroid;

e) Stroke (Tamher, 2009).

2. Faktor Presipitasi

Penyebab-penyebab tersering demensia:

a) Penyakit Alzheimer;

b) Demensia vaskular;

c) Penyakit Pick;

d) Obat-obatan dan toksin;

e) Hidrosefalus (Hibbert, 2008)C. Tanda dan Gejala

Menurut Maryam (2008), gejala-gejala demensia adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari;

2. Mengabaikan kebersihan diri;

3. Sering lupa akan kejadian-kejadian yang dialami, dalam keadaan yang semakin berat, nama orang atau keluarga dapat dilupakan;

4. Pertanyaan atau kata-kata sering diulang-ulang;

5. Tidak mengenal demensia waktu, misalnya bangun dan berpakaian pada malam hari;

6. Tidak dapat mengenal demensia ruang dan tempat;

7. Sifat dan perilaku berubah menjadi keras kepala dan cepat marah;

8. Menjadi depresi dan menangis tanpa alasan yang jelasD. Diagnosa Keperawatan

1. Ganggguan proses berfikir

2. Kerusakan memory

3. Risiko cedera

4. Harga diri rendah

5. Defisit perawatan diri

6. Ansietas

7. Isolasi sosial

E. Penatalaksanaaan Medis dan Keperawatan

1. Penatalaksanaan MedisLangkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya padapasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.

Sebagai farmakoterapi, benzodiazepin diberikan untuk ansietas dan insomnia, antidepresan untuk depresi, serta antipsikotik untuk gejala waham dan halusinasi. Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif termasuk penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan agen serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat perkembangan penyakit ini. Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya bertujuan untuk melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit.2. Penatalaksanaan KeperawatanNoDiagnosaTujuan / Kriteria Hasil

NOCIntervensi

NIC

1.Perubahan proses berpikir

Definisi:

Keadaan ketika individu mengalami suatu gangguan dalam aktivitas mental, seperti berpikir sadar, orientasi realitas, pemecahan masalah, penilaian,dan pemahaman yang berhubungan dengan kping, kepribadian, dan/ gangguan jiwaa. Reality orientation

b. Communication

Kriteria hasil :

a. Mengenali perubahan dalam berpikir/ berperilaku

b. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan penurunan kemampuan mengambil keputusan

c. Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah yang dialami

d. Melakukan aktivitas yang direncanakan

a. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.b. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.c. Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat.d. Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.e. Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan benar.f. Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari.g. Beri kesempatan kepada pasien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.h. Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnyai. Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.j. Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.k. Bersama pasien membuat jadwal kegiatan sehari-hari.l. Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat pada pasienm. Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besarn. Bantu keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat ini.o. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan terhadap kemampauan yang masih dimiliki oleh pasienp. Anjurkan keluarga untuk memantu lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki

2.Kerusakan memori

Definisi: ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau keterampilan perilakua. Tissue perfusion cerebral

b. Acute confusion level

c. Environment interpretation syndrome impaired

Kriteria Hasil:

a. Mampu untuk melakukan proses mental yang kompleks

b. Orientasi kognitif: mampu untuk mengidentifikasi orang, tempat, dan waktu secara akurat

c. Ingatan (memori): mampu untuk mendapatkan kembali informasi yang disimpan sebelumnya.

d. Kondisi neurologis: kemampuan sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat untuk menerima, memproses,dan memberi respon eksternala. Memantau tingkat kesadaran pasien

b. Memantau tingkat orientasi

c. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.d. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.e. Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat.f. Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.g. Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan benar.h. Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari.i. Beri kesempatan kepada pasien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.j. Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnyak. Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.

3.Risiko cedera

Definisi :

Beresiko mengalami cidera sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individua. Risk control

Kriteria hasil :

a. Klien terbebas dari cidera

b. Klien mampu menjelaskan metode untuk mencegah injury

c. Klien mampu menjelaskan daktor resiko lingkungan/ perilaku personal

d. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injurya. Sediakan lingkunhan yang aman untuk pasien

b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

c. Bantu pasien menghindari lingkungan yang berbahaya

d. Memasang side rail tempat tidur

e. Menempatkan saklar lampu di tempat yang mudah dijangkau

f. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan

4.Isolasi sosial

Definisi :

Kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancama. Social interaction skills

b. Stresss level

c. Sosial support

Kriteria hasil :

a. Penyesuaian tepat tekanan emosi sebagai respon terhadap keadaan tertentu

b. Meningkatkan hubungan yang efektif dalam perilaku pribadi

c. Mengungkapkan penurunan perasaan atau pengalaman diasingkana. Fasilitasi dukungan oleh keluarga, teman, dan komunitas

b. Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat dan tujuan yang sama

c. Dorong melakukan aktivitas sosial dan komunitas

d. Berikan uji pembatasan intrapersonal

e. Berikan umpan balik terhadap peningkatan dalam perawatan dan penampilan diri atau aktivitas lain

f. Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti pergi jalan-jalan dan ke bioskop

2.4 AlzheimerA. Pengertian

Alzheimer merupakan penyakit kronis, progresif, dan merupakan gangguan degeratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif, dan kemampuan untuk merawat diri (Suddart & Brunner, 2002). Alzheimer merupakanpenyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita (Kumala dkk, 2008). Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun. Penyakit alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas. Penyakit alzheimer ditandai oleh hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.

B. Psikopatologi/Psikodinamika

1. Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.

Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga faktor utama mengenai penyebabnya, yaitu:

a. Virus lambat

Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dariensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit alzheimer.

b. Proses autoimun

Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaktif terhadap otakpada penderita penyakit alzheimer. Ada dua tipe amigaloid (suatu kempleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakab bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan didalam lisosom, sehingga terbentuk deposit amigaliod ekstraseluler.

c. Keracunan aluminium

Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologis yang meyerupai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium. Kebanyakan penyelidik menyakini dengan alasan utama aluminium merupakan logam yang terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak dapat mencernanya. Predisposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan penyakit alzheimer. Diperkirakan 10-30% klien alzheimer mengalami tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit alzheimer familiar(FAD). Dipihak lain, benzodiazepin dibuktikan mengganggu fungsi kognitif selain memiliki efek anti-ansietas, mungkin melalui reseptor GABA yang menghambat pelepas muatan neuron-neuron kolinergik di nukleus basalis. Terdapat bukti-bukti awal bahwa obat yang menghambat reseptor GABA memperbaiki ingatan.2. Tanda GejalaKejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik kepikunan yang dialami pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah. Gejala klinis pada penyakit Alzheimer dapat terlihat sebagai berikut :a. Kehilangan daya ingat/memoriPada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.

b. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa

Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan makan.

c. Kesulitan berbahasa.

Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.

d. Disorientasi waktu dan tempat.Orang pada umumnya terkadang lupa kemana akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.

e. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutifMisalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.

f. Salah menempatkan barang.Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula.

g. Perubahan tingkah laku.Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.

h. Perubahan perilakuPenderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.

i. Kehilangan inisiatifDuduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.Awitan dari perubahan mental penderita alzheimer sangat perlahan-lahan, sehingga pasien dan keluarganya tidak mengetahui secara pasti kapan penyakit ini mulai muncul. Terdapat beberapa stadium perkembangan penyakit alzheimer yaitu:a. Stadium I (lama penyakit 1-3 tahun)

Memori: ingatan terganggu

Kepribadian: ketidakpedulian, lekas marah sesekali

Motor sistem: normal

EEG

: normal

CT/MRI: normal

PET

: hipometabolisme posterior bilateral

b. Stadium II (lama penyakit 3-10 tahun)

Memori: ingatan terakhir sangat terganggu

Kepribadian: ketidakpedulian, lekas marah sesekali

Motor sistem: gelisah, mondar-mandir

EEG

: latar belakang irama lambat

CT/MRI: normal

PET

: hipometabolisme frontal dan parietal bilateral

c. Stadium III (lama penyakit 8-12 tahun)

Fungsi intelektual: sangat memburuk

Motor sistem

: anggota tubuh kaku dan postur fleksi

EEG

: difus lambat

PET

: hipometabolisme frontal dan parietal bilateral

3. PatofisiologiSecara patologis, pasien dengan penyakit alzheimer mengalami beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi. Diantaranya yaitu terdapat kekusutan pada serabut neuron (massa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senil atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prekursor amiloid). Kerusakan pada neuron tersebut dapat terjadi secara primer pada kortek serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Secara makroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron- neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intracelular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama-sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing-masing terluka. Dengan kolapsnya sistema transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membran neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel-sel gila yang akhirnya membentuk fibril-fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan di yakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD.secara neurokimia kelainan pada otak

C. Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan

1. Diagnosa Medis : Alzheimer

2. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko cidera berhubungan dengan resiko kelemahan, ketidakmampuan untuk mengenali/ mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan.

b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible

c. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)

D. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.

a) Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer.

b) Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.

c) Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.

d) Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.

e) Haloperiodol

Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).

f) Acetyl L-Carnitine (ALC)

Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

3. Penatalaksanaan Keperawatan

NoDiagnosa KeperawatanNOCNIC

1. Risiko Cidera

Definisi: berisiko mengalami cidera sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif dahuluRisk Control

Kriteria Hasil:

a. Klien terbatas dari cedera

b. Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cidera

c. Memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury

d. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu

c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya

d. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien

e. Mengontrol lingkungan dari kebisingan

2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible

Kriteria Hasil:

Klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir / tingkah laku dan factor-faktor penyebab jika memungkinkan

a. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat waktu, rentang perhatian dan kemampuan berpikir

b. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang

c. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang

d. Tatap wajah ketika bercakap-cakap dengan pasien

e. Gunakan kata-kata yang pendek dan kalimat yang sederhana dan berikan instruksi sederhana. Ulangi instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.

3. Hambatan interaksi sosiala. Self esteem, situational

b. Communication impaired verbal

Kriteria hasill :

e. Meningkatkan keterampilan interaksi sosial, kerja sama, dan saling memahami

f. Menggunakan aktifitas yang menenangkan, menarik, dan menyenangkan untuk meningkatkan kesejahteraan.

g. Berhubungan dengan orang lain

h. Mengungkapkan keinginanf. Beri individu hubungan suportif

g. Buat interaksi terjadwal

h. Identifikasi adanya perubahan perilaku

i. Berikan umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan orang lain

j. Minta dan harapkan adanya komunikasi verbal

k. Bantu anggota keluarga dalam memahami dan memberikan dukungan

1) Penatalaksanaan KeperawatanNo.Diagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria HasilNOCIntervensiNIC

1.Kurangnya interaksi sosial

Definisi :

Insufisiensi atau kelebihan kuantitas atau ketidakefektifan kualitas pertukaran social.c. Self esteem, situationald. Communication impaired verbal

Kriteria hasill :

i. Meningkatkan keterampilan interaksi sosial, kerja sama, dan saling memahami

j. Menggunakan aktifitas yang menenangkan, menarik, dan menyenangkan untuk meningkatkan kesejahteraan.

k. Berhubungan dengan orang lain

l. Mengungkapkan keinginan

l. Buat interaksi terjadwalm. Dorong pasien ke kelompok atau program keterampilan interpersonal yang membantu meningkatkan pemahaman tentang pertukaran informasi atau sosialisasi

n. Identifikasi adanya perubahan perilaku

o. Berikan umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan orang lain

p. Minta dan harapkan adanya komunikasi verbal

2.Kurangnya perawatan diri

Definisi :

Hamatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas merawat diri seperti berpakaian, eliminasi, makan, mandi.b. Self care statusc. Activity tolerance

Kriteria hasil :

c. Mampu melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu

d. Mampu untuk mengenakan pakaian, mandi, makan, dan eleminasi secara mandiri tanpa alat bantu

e. Mampu mempertahankan kebersihan diri.a. Pantau peningkatan dan penurunan kemampuan untuk berpakaian dan melakukan perawatan dirib. Pertimbangkan budaya pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri

c. Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktifitas perawatan diri

d. Antu pasien melakukan aktifitas perawatan diri

e. Fasilitasi pasien untuk melakukan perawatan diri

f. Bantu pasien menggunakan alat bantu

3Ansietas

Definisi :

Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom ( sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yg disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.a. Anxiety self-controlb. Anxiety level

c. Coping

Kriteria hasil :

a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

b. Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas

c. Vital sign dalam batas normal

d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh a. Gunakan pendekatan yang menenangkanb. Temani pasien untuk mengurangi rasa taut dan memberikan keamanan

c. Identifikasi tingkat kecemasan

d. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, persepsi, dan ketakutan

e. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.

2.5 Analisis KasusSeorang pria, Tn.A merupaan juru gambar berusia 65 tahun mulai mengalami masalah dalam mengingat detail yang penting dalam pekerjaan; di rumah ia mulai mengalami kesulitan untuk terus memperbarui catatan keuangannya dan membayar tagihan - tagihannya tepat waktu. Kemampuan intelektualnya berkurang secara progresif, memaksanya untuk akhirnya pensiun dari pekerjaannya. Masalah perilaku mulai tampak di rumah, dimana ia menjadi semakin keras kepala dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang lain ketika ia merasa terganggu.Lama kelamaan orang-orang sekitarnya menjauhinya karena tidak ingin menjadi sasaran kemarahannya.

Sebelumnya, Tn.A sering mengalami stres karena pekerjaan yang terus menumpuk dan selalu disalahkan oleh atasannya. Dia juga merasa malu pada tetangga sekitar karena jabatannya yang tak juga naik sedangkan masa abdinya sudah lebih dari 20 tahun. Tn.A bertempat tinggal di perumahan dimana orang sekitar rumahnya membeda-bedakan seseorang menurut kasta dan jabatannya.

Pemeriksaan neurologis menunjukkan bahwa ia mengalami disorientasi terhadap tempat dan waktu, meyakini bahwa ruang konsltasi merupakan tempat kerjanya dan tahun itu adalah "tahun 1960 atau sekitarnya", ketika sesungguhnya saat itu adalah tahun 1982. Ia mengalami kesulitan dalam tes ingatan sederhana, gagal mengingat salah satu dari enam objek yang diperlihatkan padanya sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat nama orang tua atau saudara kandungnya, atau nama presiden Amerika Serikat. Bicaranya tidak jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti. Ia tidak dapat melakukan penghitungan aritmetika sederhana, tetapi ia dapat menginterpretasikan peribahasa dengan benar. Keluarganya sudah merasa tidak mampu untuk mengurus Tn.A. beberapa tahun ini penurunan mentalnya terus bertambah parah dan sebagian besar perilaku agresif dikontrol dengan obat penenang. a. Pengkajian

1) Identitas pribadi

Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, golongan darah, tanggal pengkajian, dn lain sebagainya.

2) Keluhan utama :

3) Pengkajian psikopatologi/psikodinamik

1. Faktor predisposisi

a. Faktor biologis : usia Tn.A yang semakin tua yaitu 65 tahun mempengaruhi kemampuannya dalam berpikir dan mengingat. Sebelumnya Tn.A tidak mempunyai riwayat dimensia dari keluarganya. b. Faktor psikologis : Tn.A mengalami tekanan dari pekerjaanya yang terus menmpuk dan tekanan dari atasan. Selain itu dia sering dicibir oleh tetangganya karena jabatan yang tidak kunjung naik meskipun masa abdi yang sudah lebih dari 20 tahun

c. Faktor sosiokultural : tetangga sekitar rumahnya mempunyai kebiasaan untuk membeda-bedakan kasta dan jabatan seseorang.

2. Faktor prespitasia. Stressor psikologis: tanggung jawab Tn. A sebagai kepala keluarga bagi keluarganya selama ini cukup membebani Tn. A. Selain itu bebean pekerjaan yang terus menumpuk dan teguran dari atasannya juga sangat membebani Tn. A.b. Stressor sosial budaya: tetangga lingkungan sekitar tempat tinggalTn. A suka membeda-bedakan orang berdasarkan penghasilan dan jabatan.3. Respon terhadap stress

a. Kognitif : Tn. A merasa dirolak keberadaanya oleh orang lain, merasa orang lain tidak mengerti akan dirinya.

b. Afektif : klien sering merasa sedih karena orang lain menghindar dari dirinya, dia juga sering merasa kecewa terhadap perilaku tetangganya ang menjauhinya.

c. Fisiologis : klien sering merasa pusing dan tekanan darah tinggi. Klien sering merasa using jika ia berusaha mengingat barang-barang yang ia letakkan sebelumnya. Tekanan darahnya naik karena ia sering memikirkan kondisinya yang seperti saat ini.

d. Perilaku : klien nampak menjauh dari orang-orang sekitarnya dan malu untuk berinteraksi

e. Social : klien sering menolak untk diajak berkumpul dengan tetangga ataupun pergi ke kegiatan pengajian

4. Kemampuan mengatasi masalah/sumber kopinga. Kemampuan personal: klien merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga.b. Dukungan sosial: klien tidak mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar baik dukungan moril maupun bantuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.c. Asset material: klien dan keluarganya merupakan keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah sehingga mengalami berat dan kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan.d. Keyakinan positif: Tn. A tidak memiliki keyakinan positif terhadap keadaan yang dialaminya. Beliau juga merasa pesimis dengan kondisinya saat ini.5. Mekanisme koping.

Berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, pada rentang respon konsep diri dapat disimpulkan bahwa klien mengalami respon yang maladaptif. Rentang respon tersebut ditunjukkan dengan keadaan pasien yang sering mara-marah kepadaorang lain, tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya secara mandiri.

b. Diagnosa :

1. Kerusakan memori berhubungan dengan proses terjadinya penyakit2. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain berhubungan dengan kondisi emosional yang tidak stabil

3. Isolasi sosialc. Intervensi KeperawatanNo.Diagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria Hasil (NOC)Intervensi NIC

1.Kerusakan memori

Definisi: ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau keterampilan perilakua. Tissue perfusion cerebral

b. Acute confusion level

c. Environment interpretation syndrome impaired

Kriteria Hasil:

a. Mampu untuk melakukan proses mental yang kompleks

b. Orientasi kognitif: mampu untuk mengidentifikasi orang, tempat, dan waktu secara akurat

c. Ingatan (memori): mampu untuk mendapatkan kembali informasi yang disimpan sebelumnya.

d. Kondisi neurologis: kemampuan sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat untuk menerima, memproses,dan memberi respon eksternala. Memantau tingkat kesadaran

b. Memantau tingkat orientasi

c. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.

d. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.

e. Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat.

f. Beri kesempatan kepada klien untuk mengenal dimana dia berada.

g. Berikan pujian jika pasien bila pasien dapat menjawab dengan benar.

h. Observasi kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari.

i. Beri kesempatan kepada pasien untuk memilih aktifitas yang dapat dilakukannya.

j. Bantu pasien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilihnya

k. Beri pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.

2.Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain

Definisi: beresiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan/ atau seksuala. Impulse self control

Kriteria hasil:

a. Dapat mengidentifikasi faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan

b. Dapat mengidentifikasi cara alternative untuk mengatasi masalah

c. Tidak menganiaya orang lain secara fisik, emosi atau seksuala. Tahan/ mengontrol pasien untuk bertanggung jawab atas perilaku dan tindakannya

b. Komunikasi tentang harapan bahwa pasien akan mempertahankan kontrol/ kondisinya

c. Tetapkan batas dengan pasien

d. Menahan dari diri berdebat atau tawar-menawar mengenai batas yang ditetapkan dengan pasien

e. Menetapkan rutinitas

f. Menghindari gangguan peningkatan aktifitas fisik, yang sesuai

3. Isolasi sosial

Definisi :

Kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancama. Social interaction skills

b. Stresss level

c. Sosial support

Kriteria hasil :

a. Penyesuaian tepat tekanan emosi sebagai respon terhadap keadaan tertentu

b. Meningkatkan hubungan yang efektif dalam perilaku pribadic. Mengungkapkan penurunan perasaan atau pengalaman diasingkana. Fasilitasi dukungan oleh keluarga, teman, dan komunitas

b. Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat dan tujuan yang sama

c. Dorong melakukan aktivitas sosial dan komunitas

d. Berikan uji pembatasan intrapersonal

e. Berikan umpan balik terhadap peningkatan dalam perawatan dan penampilan diri atau aktivitas lain

f. Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti pergi jalan-jalan dan ke bioskop

b. Implementasi keperawatan

No.DiagnosaHari/ TanggalImplementasi

1.Kerusakan memoriJumat, 06 Maret 2015a. Memantau tingkat kesadaran

b. Memantau tingkat orientasi

c. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya misalnya tempat tidur, lemari, pakaian dll.

d. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengenal waktu dengan menggunakan jam besar, kalender yang mempunyai lembar perhari dengan tulisan besar.

e. Beri kesempatan kepada pasien untuk menyebutkan namanya dan anggota keluarga terdekat.

2.Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lainJumat, 06 Maret 2015a. Tahan/ mengontrol pasien untuk bertanggung jawab atas perilaku dan tindakannya

b. Komunikasi tentang harapan bahwa pasien akan mempertahankan kontrol/ kondisinya

c. Tetapkan batas dengan pasien

d. Menahan dari diri berdebat atau tawar-menawar mengenai batas yang ditetapkan dengan pasien

e. Menetapkan rutinitas

3.Isolasi sosialJumat, 06 Maret 2015a. Fasilitasi dukungan oleh keluarga, teman, dan komunitas

b. Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat dan tujuan yang sama

c. Dorong melakukan aktivitas sosial dan komunitas

d. Berikan uji pembatasan intrapersonal

e. EvaluasiS : keluarga mengatakan Tn.A masih sering lupa dalam mengingat aktifitas apa saja yang sudah dilakukan dan belum dilakukan namun Tn.A sudah mulai bersikap lembut terhadap orang sekitar

O : Tn.A mampu untuk berinteraksi secara baik dengan orang di sekitarnya

A : Tn.A mampu menjalin komunikasi yang baik denga orang di sekitarnya, Tn.A masih susah mengingat kegiatan-kegiatannya.

P : lanjutkan intervensi dengan memberi kesempatan pada pasien untuk mengingat-ingat aktifitas, tempat dan barang-barang miliknya, ajarkan keluarga untuk memantau perkembangan klien dalam hal mengingat, dan monitoring evaluasi interaksi soaial klien.BAB 3. PENUTUP

1.1 KesimpulanGangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, erat hubungannnya dengan gangguan mental organik. Hal ini terlihat dari gambaran secara umum perilaku/ gejala yang timbul akan dipengaruhi pada bagian otak yang mengalami gangguan. Gangguan kognitif spesifik yang perlu mendapat perhatian adalah delirium dan demensia. Delirium disebut keadaan bingung akut adalah suatu sindrom klinis umum ditandai dengan kesadaran terganggu, fungsi kognitif atau persepsi, yang memiliki onset akut dan berfluktuasi. Ini biasanya terjadi selama 1-2 hari. Ini adalah kondisi serius yang berkaitan dengan hasil buruk. Namun, hal itu dapat dicegah dan diobati jika ditangani dengan segera. Demensia secara harfiah berarti de (kehilangan) mensia (jiwa). Tetapi lebih umum diartikan sebagai penurunan intelektual karena menurunnya fungsi bagian luar jaringan otak (cortex).Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien , hal utama yang dilakukan adalah: selalu menerapkan tehnik komunikasi terapeutik. Pendekatan secara individu dan kelompok, juga keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting untuk mencapai kesembuhan pasien. Berdasarkan hal diatas masalah dengan gangguan kognitif sangat penting diketahui apa penyebab terjadinya . Sehinngga intervensi yang diberikan tepat dan sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dan terhindar dari kecelakaan yang ,membahayakan keselamatan pasien.

3.1 SaranSalah satu masalah kesehatan jiwa yang sering muncul dan terjadi di kalangan lansia saat ini adalah masalah gangguan kognitif dan mental organik. Hal ini dapat diakibatkan karena banyak hal termasuk kerusakan neuron otak karena bertambahnya usia. Klien dengan masalah kejiwaan atau psikologi memiliki kekhususan dalam melakukan penatalaksanaannya, untuk itu hendaknya para perawat dan calon perawat dapat memahami tindakan secara lebih mendalam dalam treatment pada pasien dengan gangguan kognitif dan mental organik.DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.

Carpenito & Moyet. 2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Copel, Linda Carman. 2007.Kesehatan Jiwa dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat. Jakarta: EGC

Darmojo, B. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut Edisi 4. Jakarta: FKUI.

Dewanto, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnostik & Tata Laksana Penyakit Syaraf. [serial on line] diakses melalui https://books.google.co.id/books?id=tGxScqToUfYC&pg=PA8&dq=delirium+adalah&hl=en&sa=X&ei=vvT3VKfZKJLHuASN-IDABQ&redir_esc=y#v=onepage&q=delirium%20adalah&f=false pada tanggal 05 Maret pukul 13.50

Ginsberg, L. 2005. Lecture Notes : Neurologi. [serial on line] diakses malalui https://books.google.co.id/books?id=-8fn_73yc6cC&pg=PA13&dq=delirium+adalah&hl=en&sa=X&ei=vvT3VKfZKJLHuASN-IDABQ&redir_esc=y#v=onepage&q=delirium%20adalah&f=false pada tanggal 05 Maret 2015 pukul 13.50

Gleadle, jonathan. 2005. At a Glance : Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. [serial on line] diakses melalui https://books.google.co.id/books?id=DesM50iZsucC&pg=PA88&dq=delirium+adalah&hl=en&sa=X&ei=Zf73VJjWI9C7uATcz4HYBQ&redir_esc=y#v=onepage&q=delirium%20adalah&f=true pada tanggal 05 Maret 2015 pada pukul 14.40

Herdman T, Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Hibbert. 2008. Rujukan Cepat Psikiatri. Jakarta: EGC.

Isselbacher dkk,. 2009. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 1. Jakarta:EGC.

Maryam, R.Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika [Serial Online] https://books.google.co.id/ (diakses pada tanggal 5 Maret 2015 pukul 22.15)

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Edisi-3. Jakarta:EGC [serial on line] diakses melalui http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-sitiaminah-5527-3-babiip-f.pdf pada tanggal 5 Maret 2015 pukul 15.00

Nurarif, Amin H & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasrkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC.Yogjakarta: Media Action

Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W. 2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Sunaryo. 2004.Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Tamher. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. 2007.Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Rentang Respon Sosial

Respon adaptif Respon maladaptif

SolitudeMenarik diri

OtonomiManipulasi

Bekerja samaImpulsif

Saling ketergantunganNarkisisme

Tergantung

Curiga