gambaran umum kota batu
description
Transcript of gambaran umum kota batu
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Letak Geografis dan Administrasi
Letak geografis Kota Batu ± 100 Km sebelah Selatan Kota Surabaya.
Secara geografis Kota Batu terletak pada posisi antara 7°55´30" sampai dengan
7°57´30" Lintang Selatan dan 150°7´0" sampai dengan 118°19´0" Bujur Timur.
Topografi Kota Batu merupakan wilayah pegunungan dengan ketinggian 600-
3000 mdpl, dengan suhu udara antara 17° C - 25° C. Kota Batu memiliki luas
151,37 km2 dan berpenduduk 159.617 jiwa, berbatasan dengan:
- Sebelah Selatan : Kecamatan Dau dan Kecamatan Wagir
- Sebelah Barat : Kecamatan Pujon
- Sebelah Timur : Kecamatan Karangploso dan Kecamatan Dau
- Sebelah Utara : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Prigen
Kota Batu adalah kota pemekaran dari Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Status Kota administratif Batu menjadi Kota Batu ditetapkan sejak turunnya Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri pada akhir Oktober 2001 dan mulai aktif dalam
kegiatan pemerintahan tahun 2002. Sampai saat ini, dalam format administrasi
pemerintahan masih dalam pembenahan, hal tersebut terlihat jelas dari beberapa
kantor Dinas Pemerintahan yang sampai sekarang masih bergabung antar satu
dengan yang lain.
Kota Batu memiliki 19 desa dan empat kelurahan yang tersebar di tiga
Kecamatan (Kecamatan Batu; empat Desa dan empat Kelurahan, Kecamatan
Bumiaji; delapan Desa, Kecamatan Junrejo; tujuh Desa) dengan rata-rata laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,83 persen per tahun dari total penduduk pada
tahun 2003 sebesar 158.854 jiwa (Kota Batu, 2003).
5.2 Kondisi Umum Agroindustri Pangan Olahan
Sesuai dengan topografi wilayah dan iklim, pertanian Kota Batu
didominasi oleh komoditas hortikultura yang meliputi: sayur-sayuran, buah-
buahan dan tanaman bunga. Di samping itu pada beberapa wilayah juga
diusahakan tanaman pangan seperti: padi, jagung, palawija dan tanaman pangan
lainnya. Luas areal dan produksi komoditas pertanian Kota Batu disajikan dalam
Tabel 5 berikut ini:
Tabel 5. Jenis, Luas dan Produksi Tanaman Sayur Kota Batu
No Komoditi Luas (Ha) Produksi (Ton)
1. Bawang Merah 1.054 11.673
2. Bawang Putih 53 532
3. Bawang Daun 130 1.800
4. Kentang 929 11.031
5. Kubis 561 10.246
6. Sawi Putih 5650 9.100
7. Wortel 991 14.929
8. Cabe Merah 84 1.008
9. Buncis 59 708
10. Labu Siam 13 132
11. Tomat 119 2.023
12. Seledri 15 225
Sumber: Dinas Pertanian Kota Batu Tahun 2004
Pada Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa berbagai jenis komoditas sayur-
sayuran diusahakan oleh petani Kota Batu dengan jenis yang dominan antara lain:
Wortel, Kentang, Bawang Merah, Kubis dan Sawi Putih. Hal ini menunjukkan
bahwa komoditas sayur-sayuran merupakan komoditas andalan bagi sebagian
besar petani sebagai sumber penghasilannya. Sebagian besar sayur-sayuran
diusahakan di wilayah Kecamatan Bumiaji karena sesuai dengan topografinya
yang memungkinkan komoditas tersebut diusahakan. Disamping sayur-sayuran
Kota Batu juga menghasilkan berbagai jenis buah-buahan dataran tinggi,
sebagaimana dalam tabel berikut:
Tabel 6. Jenis, Jumlah Pohon dan Produksi Tanaman Buah Kota Batu
No Komoditi Jumlah Pohon Produksi (Ton)
1 Apel 2.631.919 14.744
2 Jeruk 29.840 136
3 Alpokat 14.830 224
4 Kesemek 2.319 58
Sumber: Dinas Pertanian Kota Batu Tahun 2004
Kota Batu sangat dikenal sebagai penghasil buah apel yang mempunyai
ciri khas tersendiri dibandingkan dengan buah apel dari daerah lain. Pada tabel
diatas menunjukkan bahwa apel masih menjadi buah-buahan dominan yang
diusahakan oleh para petani di Kota Batu, diikuti oleh jeruk, alpokat dan kesemek.
Sektor pertanian masih merupakan sumber penghasilan sebagian besar
masyarakat perdesaan di Kota Batu. Masyarakat Kota Batu sebagian besar bekerja
sebagai petani sebanyak 29.882 orang atau sebesar 53.52 %. Dalam distribusi
persentase PDRB Kota Batu tahun 2005, sektor pertanian menempati urutan
terbesar kedua dengan konstribusi sebesar 21,17 % (ADHB) dan 23,54 %
(ADHK). Sementara sektor industri pengolahan (didominasi oleh konstribusi sub
sektor makanan dan minuman olahan) memberikan 8,34 % (ADHB) dan 8,33 %
(ADHK).
Seiring dengan keberadaan Kota Batu yang tumbuh secara alami sebagai
sebuah kawasan agropolitan, menjadi pendorong adanya integrasi pembangunan
ekonomi wilayah, terutama melalui pengembangan sistem agribisnis terpadu. Masyarakat
petani di Kota Batu telah cukup lama menggeluti industri kecil rumah tangga yang
bergerak dalam usaha agroindustri pangan olahan.
Menjamurnya usaha agroindustri pangan olahan selama lima tahun
terakhir di Kota Batu sangat berpotensi menjadi pendorong Kota Batu sebagai
Kota Pengembangan Kawasan Agropolitan. Penetapan Kota Batu sebagai
Kawasan Agropolitan memungkinkan tumbuhnya usaha budidaya (on farm) yang
meliputi usaha Agribisnis hulu berupa penyediaan sarana pertanian, Agribisnis
hilir (prosessing dan pemasaran hasil pertanian) dan jasa-jasa pendukungnya.
Kota Batu terbagi dalam 3 (tiga) Kawasan Agropolitan berdasarkan
pembagian wilayah Kecamatan yang ada. Masing-masing Kecamatan memiliki
titik tekan yang berbeda antara satu dengan yang lain, dikarenakan adanya
perbedaan tipologi kawasan, jenis produk unggulan dan keterkaitan wilayah
terhadap pertumbuhan Kota Batu secara umum. Sesuai dengan topografi wilayah
dan iklim, pertanian Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Batu didominasi oleh
komoditas hortikultura yang meliputi: sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman
bunga. Sedangkan di Kecamatan Junrejo banyak diusahakan budidaya sayur-
sayuran dan tanaman pangan seperti: padi, jagung dan palawija.
Tabel 7. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Banyaknya Pelaku usaha
Agroindustri Pangan Olahan
No Kecamatan Desa/Kelurahan
Luas
Wilayah
(Km2)
Jml.Pelaku
Usaha
(orang) 1. Batu 1. Kel Songgokerto 5,17 7
Lw = 482,50 2. Kel Ngaglik 3,78 3
Pddk : 3. Kel Sisir 8,89 12
74.749 4. Kel Temas 4,23 3
5. Desa Sumberejo 4,39 3
6. Desa Sidomulyo 3,39 6 7. Desa Pesangrahan 5,94 4
8. Desa Oro-Oro Ombo 12,46 3
2. Bumiaji 1. Desa Punten 2,81 14
Lw = 553,30 2. Desa Tulung Rejo 12,49 6
Pddk = 3. Desa Sumber Gondo 5,73 1
47.546 4. Desa Bulukerto 5,48 1
5. Desa Gunungsari 3,42 -
6. Desa Bumiaji 4,78 12
7. Desa Pandanrejo 3,34 1
8. Desa Giripurno 17,26 -
3. Junrejo 1. Desa Torongrejo 5,19 1
Lw = 331,60 2. Desa Beji 3,18 15 Pddk = 3. Desatlekung 9,67 1
36.559 4. Desa Mojorejo 2,63 11
5. Desa Junrejo 4,88 1
6. Desa Dadaprejo 2,89 1
7. Desa Pendem 4,72 1
Jumlah 108
Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006
Tabel 7 diatas menggambarkan keberadaan kegiatan agroindustri pangan
olahan secara umum di Kota Batu, meliputi antara lain: produksi krupuk ikan,
minyak kacang, tahu, tempe, kue kering, mi bihun, jahe instan, kacang telur,
kripik kentang, kripik apel, jenang apel, jenang strawberry, sari apel, sari jeruk,
dan lain-lain. Dalam penelitian ini, keberadaan kegiatan produksi di bidang
agroindustri pangan olahan di Kota Batu dikelompokkan lagi secara lebih spesifik
ke dalam kelompok kegiatan produksi pangan olahan yang memiliki keterkaitan
erat dengan keberadaan bahan baku lokal di Kota Batu antara lain sebagai berikut:
1. Usaha Kripik: Kripik Kentang, Kripik Apel, Kripik Nangka, Kripik
Wortel, Kripik Kesemek, Kripik Salak dan Kripik Nanas.
2. Usaha Sari Buah: Sari Apel, Sari Jeruk, Sari Strawberry, Cuka Apel, Sari
Tamarillo, Sirup Tamarillo.
3. Usaha Jenang: Jenang Apel, Strawberry, Nanas dan Jenang Wortel.
5.3 Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Pangan Olahan
Perkembangan usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu
menunjukkan adanya peningkatan jumlah pelaku usaha perorangan sebesar 31,42
%, sedangkan Organisasi Kelompok Usaha tidak mengalami peningkatan, seperti
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Jumlah Pelaku Usaha Agroindustri Pangan Olahan Kodya Batu
No. Organisasi Usaha Tahun
2005
Tahun
2006 Persentase Kenaikan
1.
2.
Perorangan
Kelompok
35
4
46
4
31,42
-
Jumlah 39 50 Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006
Dari data Tabel 8 menunjukkan bahwa karakteristik pelaku usaha
perorangan adalah 24 orang berjenis kelamin laki-laki (52,17%), 22 orang
perempuan (47,83%). Kemudian dari 46 (100%) pelaku usaha perorangan,
terdapat 11 orang atau 23,9 % pelaku usaha non pribumi (cina). Hal ini dapat
mengindikasikan adanya pasar yang cukup kompetitif dalam usaha agroindustri
pangan olahan di Kota Batu. Menurut keterangan yang diperoleh selama
penelitian, keberadaan pelaku usaha non pribumi (cina) bahkan telah lama eksis
dan tampil sebagai pioner perkembangan beberapa jenis komoditas agroindustri
pangan olahan, hingga kemudian juga berkembang di tengah-tengah masyarakat
luas.
Untuk pelaku usaha kelompok, sebagian besar terdiri dari para Ibu Rumah
Tangga/Remaja Putri, yaitu sebanyak 104 orang atau sebesar 89,65%. Kemudian
sisanya sebanyak 12 orang laki-laki, atau sebesar 10,35%. Keberadaan para
pelaku usaha agroindustri pangan olahan kelompok yang terdiri dari mayoritas
kaum perempuan, menunjukkan adanya korelasi positif pemanfaatan tenaga kerja
perempuan yang umumnya kurang produktif menjadi jauh lebih produktif dengan
adanya kegiatan pengolahan produk-produk agroindustri pangan olahan tersebut.
Kegiatan di sektor agroindustri pangan olahan ini, membawa manfaat adanya
peningkatan nilai tambah dari produk-produk pertanian yang mereka hasilkan.
Tabel 9. Data Pelaku Usaha Perorangan Tahun 2006
No Nama Alamat Jenis Usaha 1 CV. Jawara Torongrejo Sari Apel
2 Marsilah Sisir Kripik Kentang
3 Ngatmini Sisir Kripik Kentang
4 Lilik Sisir Kripik Kentang
5 Miati. Hj Ngaglik Sari Apel, strawberry
6 Edi Antoro, Ir Ngaglik Sari-Jenang Apel, strawberry, jeruk, jambu,
cuka apel.
7 Harianti Ngaglik Sari Apel, Kripik Apel 8 Sadi Songgo Kerto Sari Apel
9 Alam Sarana Makmur Songgo Kerto Sari Apel
10 Sismurtiana Ngaglik Sari Apel
11 Edi Suprapto Sisir Kripik Apel, Nangka
12 Khotob Sidomulyo Kripik Kentang
13 Rudi Kuswoyo Sidomulyo Kripik Nangka
14 Eko Suparisno Sidomulyo Kripik Kentang
15 Sucipto Gunawan Temas Sari Apel
16 Jayadi Temas Kripik Nangka, Apel, salak, nanas
17 Mashudi Bumiaji Jenang Apel, strawberry
18 Samsul Bumiaji Sari Apel, Jenang Apel, Kripik Apel, Kripik Nangka
19 Istana Tlekung Kripik Kentang
20 Rumanah Beji Kripik Kentang
21 Ismail Sisir Sari Apel, Jenang Apel, Jenang Wortel
22 Mastika Temas Sari Apel
23 Kadir Rasidi Tulungrejo Kripik Apel, Nangka, Nanas, Kesemek,
Sirup Tamarillo
24 Sriwidayati Junrejo Kripik Nangka, Salak, Wortel
25 Mindarto Tulungrejo Sari-Sirup-Jenang Tamarillo,
26 Elly Sisir Cuka Apel
27 Panorama Sisir Sari Apel 28 Marsilah Sisir Kripik Kentang
29 Agrofood Junrejo Sari Apel
30 Sukadi Bumiaji Sari Apel, Jenang Apel, Kripik Apel
31 Kartodirjo Junrejo Kripik Kentang
32 Ngatemi Junrejo Kripik Kentang
33 Nur Junrejo Kripik Kentang
34 Dua Putra Jaya Beji Sari Apel
35 Tirta Agro Songgokerto Sari Apel
36 Agrokonta Bumiaji Sari Apel, Jenang Apel
37 GG Ngaglik Kripik Kentang
38 Batu Bumi Bulukerto Sari Apel
39 Agro Mandiri Bumiaji Kripik Nangka, Apel 40 Lovina Ngaglik Kripik Nangka
41 Agro 2000 Mojorejo Sari Apel
42 Artika Dwipa Oro-oro Ombo Sari Apel
43 Srianah Tirtatama Beji Kripik Kentang
44 Diplomat Temas Sari Apel, Jenang Apel
45 AF Bumiaji Sari Apel, Jenang Apel
46 Arum Sari Bumiaji Sari Apel
Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006
Tabel 10. Data Kelompok Pelaku Usaha Pangan Olahan 2006
No Nama Alamat Jenis Usaha Jumlah
Anggota 1 Kelompok Wanita
Tani ”Bromo Semeru” Sisir Sari Apel, Jenang Apel,
Jenang Nanas, Jenang
Wortel, Kripik Kentang.
25
2 Kelompok Wanita PKK Mahkota Alam
Temas Sari Apel, Kripik Kentang, Kripik Pisang (rasa coklat,
rasa jagung bakar), Kripik
Singkong.
16
3 Pusat Pelatihan Pertanian dan
Pedesaan Swadaya
(P4S) Tulungkaryo
Tulungrejo Kripik Apel, Nangka, Nanas, Kentang dan Kesemek, Sari
Apel, Sirup Tamarillo.
45
4 Kelompok Wanita
Tani ”Sri Rejeki”
Junrejo Kripik Nangka, Apel, Salak,
Kentang, Wortel, Singkong.
30
Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006
Keberadaan Kelompok-kelompok Wanita Tani memberikan pengaruh positif
dalam memberdayakan ibu-ibu dan remaja putri. Adanya keterlibatan peranan
wanita sebagai pelaku usaha mandiri dalam kegiatan agroindustri di Kawasan-
kawasan Agropolitan Kota Batu, jelas berdampak positif terhadap meningkatnya
kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Secara umum, dengan aktivitas usaha
agroindustri tersebut, para kaum wanita dapat memperoleh manfaat yang cukup
besar, baik dari aspek sosial maupun aspek ekonomi. Hal ini pada gilirannya dapat
membuka peluang tercapainya standar kualitas hidup yang lebih baik. Keterlibatan
kaum wanita dalam Kelompok-kelompok Usaha Agroindustri yang cukup dominan,
menunjukkan bahwa para wanita di Kota Batu memiliki ketertarikan yang lebih
besar dibandingkan kaum pria untuk bergabung ke dalam Kelompok Usaha
Agroindustri. Padahal, sebelum adanya aktivitas usaha agroindustri tersebut,
umumnya para kaum wanita hanya melakukan kerja-kerja domestik rumah tangga
saja.
Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Todaro (2000), bahwa
generalisasi penting mengenai kemiskinan adalah bahwasanya kemiskinan itu lebih
banyak diderita oleh kaum wanita. Terungkap fakta di berbagai negara-negara Dunia
Ketiga, yang paling menderita adalah kaum wanita dan anak-anak. Merekalah yang
paling menderita kekurangan gizi dan paling sedikit menerima pelayanan kesehatan.
Selain itu, akses kaum wanita ternyata juga sangat terbatas dalam memperoleh
pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, tunjangan-tunjangan sosial dan
program-program penciptaan lapangan kerja yang dilancarkan oleh pemerintah.
Kenyataan ini turut mempersempit sumber-sumber keuangan bagi mereka, sehingga
posisi mereka secara finansial jauh kurang stabil dibandingkan dengan kaum pria.
Berkembangnya kegiatan usaha agroindustri pangan olahan diatas, apabila
dibina dan diarahkan dengan sungguh-sungguh, akan menimbulkan iklim yang
menguntungkan bagi dunia usaha dan daya serap tenaga kerja yang cukup besar.
Tetapi upaya pembinaan selama kurun waktu 2 tahun terakhir yang dilakukan oleh
Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian & Perdagangan Kota Batu baru dalam
tahap pembinaan dibidang ketahanan pangan, pembinaan pengembangan pangan
olahan non beras disektor pertanian. Oleh karena itu, perlu diupayakan pembinaan
yang lebih intensif dan dukungan kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan
Agroindustri pangan olahan tersebut.
Kondisi potensi sumber daya alam yang dimiliki Kota Batu sayangnya masih
belum diimbangi oleh potensi sumber daya manusia yang lebih produktif agar dapat
mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Ini terlihat dari data
Departemen Pendidikan Kota Batu menunjukkan 36,24 persen (57,571 Orang)
penduduk Kota Batu yang berpendidikan SD, angka tersebut adalah angka terbesar
pertama yang kemudian diikuti penduduk berpendidikan Tamat SLTP sebesar
32.257 orang (20,50%). Sisanya menunjukkan tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat
SLTA dan sarjana sebesar 11,67 persen. Tabel berikut menunjukkan komposisi
penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Batu tahun 2003.
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2003
No Tingkat Pendidikan Jumlah
(Orang) Persentase
1.
2.
3. 4.
5.
6.
Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SD Tamat SLTP
Tamat SLTA
Sarjana
15.606
10.655
57.571
32.257
24.221
18.544
9,82
6,70
20,50
36,24
1,25
11,67
Jumlah 158.854 100
Sumber: Pemerintah Kota Batu, 2003
Selanjutnya, potensi sumber daya manusia yang terus mengalami kenaikan
sebesar 1,8 persen per tahun di Kota Batu sayangnya tidak dimbangi dengan
ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap angkatan kerja. Kondisi
tersebut kemudian memunculkan tekanan (push factor) inovasi baru dari
masyarakat untuk menciptakan usaha baru yang mampu memberikan pendapatan
untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Latar belakang pendidikan pelaku usaha
agroindustri memiliki korelasi positif dengan kreatifitas dan inisiatif membuka
peluang sektor ekonomi produktif.
Untuk mendukung pertumbuhan kegiatan agroindustri Kota Batu, langkah
strategis yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia Kota Batu sebagai mesin penggerak kebijakan yang sudah ditetapkan.
Kondisi tersebut bila diusahakan secara sungguh-sungguh memungkinkan terjadinya
keseimbangan antara potensi sumberdaya alam dan potensi sumber daya manusia,
agar tidak terjadi efek pemborosan sumberdaya (environmental degradation)
kawasan Kota Batu. Potensi sumber daya alam yang dimiliki seharusnya masih bisa
dioptimalkan dengan baik apabila mutu sumber daya manusia manusia pelaku
Agroindustri dapat ditingkatkan lebih baik. Tabel 12 berikut menunjukkan dari
pengamatan terhadap 38 responden tingkat pendidikan pelaku usaha Agroindustri
Kota Batu pertengahan tahun 2006.
Tabel 12. Tingkat Pendidikan Responden Pelaku Usaha Agroindustri Kota Batu
No Tingkat Pendidikan Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1.
2.
3. 4.
5.
6.
Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SD Tamat SLTP
Tamat SLTA
Sarjana
-
-
5 9
9
15
-
-
13,17 23,68
23,68
39,47
Jumlah 38 100
Sumber: Survei lapangan, 2006
Dari Tabel 12 diatas, dapat dilihat bahwa berbeda dengan keberadaan tingkat
pendidikan masyarakat Kota Batu pada umumnya, maka justru mayoritas pelaku
usaha agroindustri pangan olahan secara berturut-turut didominasi oleh Sarjana
sebanyak 39,47 persen, Tamat SLTP 23,68 persen dan Tamat SLTA 23,68 persen,
Tamat SD 13,17 persen.
Tingkat pendidikan pelaku usaha agroindustri pangan olahan yang relatif
tinggi terbukti dapat mempengaruhi pengelolaan usaha, baik dalam kegiatan
produksi, penerapan inovasi-inovasi baru, kebersihan dan kesehatan lingkungan
produksi, sanitasi maupun kegiatan pengembangan usaha dan pemasaran. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara tingkat pendidikan dengan
munculnya inovasi produk agroindustri yang dihasilkan di Kota Batu.
Selanjutnya, mengenai pengalaman berusaha yang dimiliki oleh para pelaku
usaha agroindustri pangan olahan dalam menjalankan usahanya bervariasi antara 2-
40 tahun, seperti terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 13. Karakteristik pengalaman berusaha responden pelaku usaha agroindustri
pangan olahan
No Lama Usaha
(Tahun)
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
1-5
6-10
11-15
15-20
>20
33
2
1
1
1
86,84
5,26
2,63
2,63
2,63
Jumlah 38 100 Sumber: Survei lapangan, 2006
Dari Tabel 13 diatas, dapat dilihat bahwa karakteristik pengalaman berusaha
responden pelaku usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu sebagian besar
telah menjalankan usahanya selama 1-5 tahun sebanyak 33 orang (86,84 %).
Menurut keterangan yang diperoleh selama penelitian, faktor adanya krisis moneter
berkepanjangan dan kenaikan harga BBM yang berdampak pada pemutusan
hubungan kerja, ternyata membuat para ibu rumah tangga bangkit menyelamatkan
keluarganya dengan membuat usaha di bidang agroindustri pangan olahan, mulai
dari skala rumah tangga.
Kemudian secara berturut-turut lama usaha antara 6-10 tahun sebanyak 2
orang (5,26 %), dan selama 11-15 tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Sedangkan
untuk lama usaha antara 15-20 tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Serta lebih dari 20
tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Lamanya pengalaman berusaha yang dimiliki
dalam menjalankan usaha agroindustri pangan olahan akan mempengaruhi seberapa
besar optimalisasi kegiatan pengelolaan usaha yang dijalankan. Keadaan ini dapat
juga dilihat dari seberapa baik keteraturan proses produksi dengan menggunakan
teknologi yang sudah ada, maupun pemasaran produksi yang dihasilkan.
Adanya perbedaan komposisi yang cukup tajam mengenai lama usaha para
responden mencerminkan fenomena umum agroindustri yang berkembang di Kota
Batu. Jika menilik tentang sejarah munculnya kegiatan agroindustri di Kota Batu,
maka akan diperoleh keterangan-keterangan dan data bahwa sebenarnya kegiatan
agroindustri seperti itu memang telah lama berkembang. Hanya saja, munculnya
keterlibatan masyarakat belakangan ini, terutama dalam kurun 1-5 tahun,
menunjukkan adanya pertumbuhan yang sangat signifikan. Beberapa faktor
pendorong yang menjadikan masyarakat petani di Kota Batu tergerak untuk
mengusahakan sektor agroindustri, adalah karena faktor rendahnya harga jual hasil
produk pertanian dan kebutuhan untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas.
Faktor rendahnya harga jual produk pertanian yang terkadang tidak
sebanding dengan biaya produksi, menyebabkan masyarakat petani di Kota Batu
mulai mencari alternatif usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah produk-
produk pertanian yang mereka hasilkan. Kegiatan usaha agroindustri muncul
terutama setelah krisis ekonomi berkepanjangan di tanah air. Keadaan tersebut
mendorong masyarakat petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dengan jalan meningkatkan kemampuan daya saing produk pertanian, dari kegiatan
pengolahan yang dilakukan. Selanjutnya, dengan kegiatan usaha agroindustri
tersebut secara bersamaan memberikan multiplier effect terhadap pemanfaatan
tenaga kerja yang lebih luas.
Keberadaan mayoritas pelaku usaha memiliki latar belakang keluarga yang
bekerja sebagai petani. Ini menunjukkan fenomena Kota Batu sebagai sebuah
kawasan agropolitan, telah selangkah lebih maju karena tidak hanya berhenti pada
lapang produksi-pasar agribisnis saja. Berkembangnya kesadaran keluarga petani
untuk menjalankan usaha agroindustri tentunya merupakan jaminan adanya nilai
tambah (vallue added) produk-produk pertanian. Lebih lanjut, komposisi pelaku
usaha agroindustri pangan olahan kaitannya dengan latar belakang pekerjaan petani
seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 14. Latar Belakang Pekerjaan Pelaku Usaha Agroindustri
No Profesi Sebelumnya Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
Petani
Pedagang
Pegawai Negeri
Lain-lain
21
9
5
3
55,26
23,68
13,16
7,89
Jumlah 38 100 Sumber: Survei lapangan, 2006
Dari Tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar pelaku usaha agroindustri
memiliki pekerjaan sebagai petani sebanyak 21 orang (55,26 %), pedagang sebanyak
9 orang (23,68), Pegawai Negeri 5 orang (13,16%), dan beragam pekerjaan lainnya
sebanyak 3 orang (7,89 %). Keadaan ini memberikan gambaran ideal adanya
keterlibatan masyarakat petani secara optimal dalam kegiatan agroindustri pangan
olahan di Kota Batu, sehingga para petani dapat memperoleh manfaat paling besar
dari meningkatnya nilai tambah (value added) produk-produk pertanian yang
dihasilkan.
Selanjutnya, adanya keterlibatan pedagang (23,68 %) dalam kegiatan usaha
agroindustri ini, menunjukkan bahwa secara umum usaha agroindustri pangan
olahan memberikan prospek yang sangat cerah. Kemampuan produk agroindustri
melakukan penetrasi pasar hingga ke luar daerah menjadi pertimbangan utama
bahwa perkembangan agroindustri pangan olahan ini masih memiliki peluang pasar
yang sangat besar. Apalagi, jika menilik terhadap kekhususan produk agroindustri
yang memiliki ciri khas tersendiri, terkait dengan ketersediaan bahan baku pertanian
yang menjadi komoditas unggulan Kota Batu.
Sedangkan adanya keterlibatan Pegawai Negeri dalam usaha agroindustri ini,
menjadi jawaban tersendiri bahwa kegiatan agroindustri dapat dilakukan sebagai
pekerjaan sampingan yang dapat memberikan keuntungan yang menjanjikan.
Bahkan, dari beberapa responden yang memiliki pekerjaan sebelumnya sebagai
PNS, menyatakan bahwa mereka bersedia mundur dari status PNS agar dapat lebih
leluasa mengembangkan potensi bisnis usaha agroindustri yang mereka kelola secara
mandiri.