GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG SIBLING …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Anisa...
Transcript of GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG SIBLING …balitbang.pemkomedan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Anisa...
1
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG SIBLING RIVALRY
DI LINGKUNGAN II KELURAHAN TANJUNG GUSTA MEDAN TAHUN 2013
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Ahli Madya Kebidanan
Diajukan Oleh
Annisa Putri Manafri 10330206058
PROGRAM STUDI KEBIDANAN (D-III) FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA MEDAN
Juli, 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sibling rivalry adalah adanya rasa persaingan saudara kandung
terhadap kelahiran adiknya. Biasanya, hal tersebut terjadi pada anak
dengan usia toddler (2- 3 tahun), yang juga dikenal dengan “ usia nakal”
pada anak. Anak mendemonstrasikan sibling rivalry- nya dengan
berprilaku temperamental, misalnya menangis keras tanpa sebab,
berprilaku ekstrim untuk menarik perhatian orangtuanya, atau dengan
melakukan kekerasan terhadap adiknya (Sulistyawati, 2009).
Salah satu peristiwa kunci dalam kehidupan adalah kelahiran adik
baru. Kehamilan itu sendiri merupakan waktu yang ideal untuk memahami
dari mana bayi berasal dan bagaimana bayi itu dilahirkan. Anak mungkin
memiliki reaksi campuran terhadap adik baru, bergairah karena mendapat
teman baru, takut akan ditelantarkan, dan sering kecewa ketika adik tidak
mau segera bermain (Dewi dan Sunarsih, 2011).
Kehadiran anggota keluarga baru (bayi) dalam keluarga dapat
menimbulkan krisis situasi yang perlu diantisipasi dan anak toddler (1-3
tahun) di persiapkan, terutama untuk anak pertama yang telah merasakan
posisi yang menyenangkan menjadi “yang nomor satu’’ (Bahiyatun, 2009).
Lahirnya bayi biasanya menarik bagi orangtua, tetapi belum tentu
bagi anak sulung. Anak sulung akan merasa cemburu dan kehilangan,
2
khususnya saat melihat “ sang pendatang baru” secara fisik berada
dalam gendongan orangtua seperti anak sulung dulu mengalaminya
sebagai tanda dirinya diterima. Anak sulung akan merasa terancam
dengan kehadiran bayi yang mungkin lebih banyak memperoleh
perhatian. Kecemburuan terhadap adiknya bisa membuat anak sulung
membenci adiknya atau bahkan memusuhinya (Sudilarsih, 2009).
Menurut Adelar dalam Sudilarsih (2009), orangtua sebaiknya tidak
membuat kesan anak sulung disingkirkan dan menjelaskan bahwa anak
sulung juga mengalami proses yang sama. Melibatkan anak sulung dalam
banyak aktifitas bersama bayi akan menolongnya belajar berbagi.
Meyakinkan bahwa anak sulung tetap menjadi bagian dalam kehidupan.
Orangtua sebaiknya tidak membandingkan salah satu anak dengan
yang lain baik keunggulannya maupun kekurangannya. Anak-anak harus
didorong untuk senang bersama, dan saling membantu. Orangtua
sebaiknya tidak menanggapi secara berlebihan laporan salah satu
saudaranya yang berlebihan dan menyalahkan salah satunya. Laporan-
laporan negatif harus dicek dengan benar dan dinetralkan dengan
keadilan dan diarahkan pada kerukunan. Cerita-cerita agama tentang
kebaikan, kerukunan, sayang-menyayangi, sangat baik untuk mendidik
anak-anak agar menjadi rukun dan mengurangi perselisihan (Suherni dkk,
2009).
Menurut Shinto, selain memberi tahu anak tentang bakal datangnya
adik bayi, beritahu anak sulung untuk mengikuti perkembangan kehamilan
3
ibunya. Ceritakan apa adanya, meski orangtua tidak yakin anak sulung
akan mengerti, apalagi jika umurnya baru setahun. Orangtua juga tidak
perlu menunggu sampai anak sulung bertanya lebih dulu (Sudilarsih,
2009).
Berbagai kesulitan dalam hubungan antarsaudara yang tidak
terselesaikan selama masa anak-anak, kesulitan tersebut bisa terus
terbawa sepanjang masa dewasa. Orangtua perlu membuat anak-anak
mampu berhubungan baik sejak awal. Di lain pihak, saudara-saudara
kandung bisa memiliki hubungan yang kurang harmonis dan terus
berlanjut. Namun hubungan yang kurang harmonis tidak muncul begitu
saja, melainkan tergantung banyak faktor, yaitu kepribadian dan minat.
Hubungan yang kurang harmonis juga tergantung pada cara orang tua
membantu anak untuk bergaul satu sama lain (Woolfson, 2004).
Penelitian psikologi menunjukkan bahwa anak kedua dan ketiga
bisa merasa benci kepada adiknya. Anak-anak yang lebih muda
cenderung merasa iri hati, khususnya bila anak yang paling kecil
menganggap anak yang lebih besar diberi lebih banyak kebebasan, boleh
tidur lebih malam, atau lebih banyak mendapatkan pakaian baru. Bentuk
iri hati seperti ini, mungkin akan terjadi adu mulut yang ditunjukkan
dengan saling berteriak bahkan menjerit satu sama lain. Kemungkinan
terburuk, adik dan kakak akan saling mengayunkan tangan saat mencoba
saling memukul (Woolfson, 2004).
4
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti tanggal 31 Mei
2013 di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta di jumpai 5 orang tua dan
dilakukan wawancara tentang sibling rivalry, dari hasil wawancara tersebut
terdapat 3 orang tua yang tidak mengerti tentang sibling rivalry dan
dampaknya pada anak, sedangkan 2 orangtua hanya sekedar tahu dan
tidak memahaminya. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pengetahuan
orang tua tentang sibling rivalry.
Dari masalah tersebut maka peniliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “ Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Sibling Rivalry di
Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta Tahun 2013”.
B. Perumusan Masalah
Sibling rivalry terjadi karena banyak faktor, salah satu penyebabnya
adalah kelahiran adiknya. Persaingan terjadi karena anak sulung merasa
cemburu dan posisinya digantikan didalam keluarga oleh adiknya. Anak
mendemonstrasikan sibling rivalry dengan berprilaku tempramental,
seperti memukul adiknya, menangis tanpa sebab untuk mencari perhatian
orangtua dan melakukan kekerasan.
Orangtua diharapkan bisa mengatasi persaingan yang terjadi dan
memahami perilaku setiap anak. Dengan cara orangtua memberitahu
sejak awal kehamilannya kepada anak sulung dan menjalin hubungan
yang baik sehingga, bisa terjalin hubungan yang harmonis antara saudara
kandung.
5
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan
masalah “ Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Sibling
Rivalry di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta Tahun 2013”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan
ibu tentang sibling rivalry di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta
Tahun 2013.
D. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang gambaran pengetahuan
ibu tentang sibling rivalry di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta belum
pernah dilakukan. Penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini
adalah:
1. Siregar (2012), dengan judul penelitian,” Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Tentang Sibling Rivalry di klinik Bersalin Hanafi Kelurahan Tanjung
Gusta Kecamatan Medan-Helvetia Tahun 2012.”
2. Ivana (2011), dengan judul penelitian,” Gambaran Peran Orang Tua
(Ibu) Dalam Menghadapi Sibling Rivalry Anak Usia 4-6 Tahun Atas
Kehadiran Adiknya di TK Dharma Wanita Persatuan Desa Kraton
Kecamatan Krian Sidoarjo Tahun 2011.”
Perbedaan dengan penelitian sekarang terdapat pada lokasi
penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel.
6
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi responden
Sebagai bahan masukan dan tambahan informasi bagi orang tua untuk
memahami tentang sibling rivalry pada anak serta pencegahan
masalah sibling rivalry.
2. Bagi instansi pendidikan
Sebagai referensi dan bahan bacaan mahasiswa di perpustakaan
Universitas Prima Indonesia untuk meningkatkan pengetahuan tentang
sibling rivalry.
3. Bagi tempat penelitian
Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta tentang sibling rivalry.
4. Bagi peneliti
Dapat mengaplikasikan ilmu kesehatan yang telah didapatkan selama
mengikuti perkuliahan di UNPRI. Serta menambah pengalaman dan
pengetahuan peneliti dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Defenisi
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna, dalam memahami
alam sekitarnya terjadi proses yang bertingkat dari pengetahuan (sebagai
hasil dari tahu manusia), ilmu, dan filsafat. Pengetahuan (knowledge)
adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan
“what” , misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.
Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu
(Notoatmodjo, 2010).
Menurut Gazalba dalam Bakhtiar (2011), pengetahuan adalah apa
yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah
hasil kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah
semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan
hasil dari proses usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek)
memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif
sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya
sendiri dalam kesatuan aktif (Bakhtiar, 2012).
8
2. Jenis pengetahuan
Menurut Bakhtiar ( 2012), jenis pengetahuan terdiri dari beberapa
yaitu:
Pertama, pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam
filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan
dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia
menerima secara baik. Common sense dapat diperoleh dari pengalaman
sehari- hari, seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan
dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan mengeringkan sawah
tadah hujan.
Kedua, pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari
science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk
menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan
objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan
dan mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang berasal
dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari – hari.
Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh
dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan
filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian
tentang sesuatu.
Keempat, pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya
diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat
mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
9
3. Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010) ada berbagai macam cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Cara memperoleh kebenaran non ilmiah
Pertama, cara coba salah (trial and error), dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain.
Kedua, secara kebetulan, penemuan kebenaran secara kebetulan
terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.
Ketiga, cara kekuasaan atau otoritas, diperoleh berdasarkan pada
pemegang kekuasaan atau otoritas, yakni orang yang mempunyai wibawa
atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin
agama, maupun ahli ilmu pengetahuan atau ilmuan.
Keempat, berdasarkan pengalaman pribadi, hal ini dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
Kelima, secara akal sehat (common sense), akal sehat atau
common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran.
Keenam, kebenaran melalui wahyu, ajaran dan dogma adalah
suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para nabi.
Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama
10
yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau
tidak.
Ketujuh, kebenaran secara intuitif, kebenaran yang diperoleh
melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan
cara-cara yang rasional dan yang sistematis. Kebenaran ini diperoleh
seseorang hanya dengan berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan
hati saja.
Kedelapan, melalui jalan pikiran, hal ini manusia memperoleh
pengetahuannya dengan menggunakan jalan pikirannya, baik melalui
induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan
cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-
pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga
dapat dibuat suatu kesimpulan.
Kesembilan, induksi, proses penarikan kesimpulan yang dimulai
dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan umum.
Kesepuluh, deduksi, proses penarikan kesimpulan yang dimulai
dari pernyataan-pernyataan yang umum ke khusus.
2. Cara ilmiah dalam memperoleh pengetahuan, dengan cara modern
lebih mudah memperoleh pengetahuan karena lebih sistematis, logis, dan
ilmiah. Cara ini disebut metodelogi penelitian. Dalam hal ini pengetahuan
diperoleh melalui pengamatan, kemudian hasil pengamatan tersebut
dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya diambil kesimpulan alam.
11
4. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat kita ketahui dengan cara sejauh
mana seseorang tersebut tahu tentang pengetahuannya. Menurut
Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif 6
tingkatan, yaitu:
Pertama, tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap situasi yang sangat
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah di
terima. Oleh sebab itu, ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
Kedua, memahami (comprehention), diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang
telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang
dipelajari.
Ketiga, aplikasi (application), suatu kemampuan menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Keempat, analisis (analysis), suatu kemampuan menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih
12
didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
Kelima, sintesis (syntesis), suatu komponen untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Merupakan kemampuan menyusun, merencanakan, meringkaskan,
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang ada.
Keenam, evaluasi (evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan
melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri,
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
5. Sumber pengetahuan
Pengetahuan yang didapatkan seseorang bisa dari berbagai
sumber, tetapi lewat apa pengetahuan itu diperoleh. Menurut Bakhtiar
(2011), pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan
berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal
ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
Empirisme, kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya
pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan
melalui pengalamnnya. Dan bila dikembalikan kepada kata yunaninya,
pengalaman yang dimaksud ialah inderawi. Dengan inderanya, manusia
dapat mengisi taraf hubungan yang semata-mata fisik dan masuk ke
13
dalam medan internasional, walaupun masih sangat sederhana. Indera
menghubungkan manusia dengan hal-hal konkret-material. Pengetahuan
inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan inderawi
yang satu dengan yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis
indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya.
Masing-masing indera menangkap aspek yang berbeda mengenai barang
atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi, pengetahuan inderawi berada
menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ
tertentu.
Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur
dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan
menangkap objek. Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang
disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi, apabila akal
digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam
memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk
merangsang akal dam memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal
dapat bekerja, tetapi sampainya manusia kepada kebenaran adalah
semata-mata akal.
Intuisi, hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan
ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan
kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan
suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan
14
yang langsung, yang mutlak bukan pengetahuan yang nisbi. Intuisi
mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya
bersifat analis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh
penggambaran secara simbolis. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk
mengetahui secara langsung seketika. Intuisi bersifat personal dan tidak
bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara
teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. Pengetahuan intuisi dapat
dipergunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam
menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan.
Wahyu, pengetahuan yang disampaikan Allah kepada manusia
lewat perantaraan para nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari
Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu
untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan
semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa
mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu. Wahyu Allah
(agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang
yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah
transedental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia,
dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.
6. Cara mengukur pengetahuan
Pengetahuan seseorang bisa diketahui dengan cara melakukan
berbagai cara pengukuran supaya diketahui baik atau tidaknya
15
pengetahuan seseorang tersebut. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Mubarak,
2012).
Wawacara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau
informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden),
atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to
face) (Notoadmodjo, 2010).
7. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Pengetahuan yang didapatkan seseorang banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor, karena dari faktor tersebut bisa diketahui bagaimana
pengetahuan seseorang tersebut. Menurut Mubarak (2012), terdapat 7
faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu:
Pertama, pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
kepada orang lain agar dapat memahami sesuatu hal. Tidak dapat
dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah
pula mendapat informasi, dan pada akhirnya pengetahuan yang dimiliki
akan semakin banyak. Sebaliknya, jika seseorang memiliki pengetahuan
yang rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap orang
tersebut terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru
diperkenalkan.
16
Kedua, pekerjaan, lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Ketiga, umur, dengan bertambahnya umur seseorang akan
mengalami aspek fisik dan psikologis (mental). Secara garis besar,
pertumbuhan fisik terdiri atas empat kategori perubahan yaitu perubahan
ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri
baru. Perubahan ini terjadi karena pematangan fungsi organ. Pada aspek
psikologis atau mental, taraf berpikir seseorang menjadi semakin matang
dan dewasa.
Keempat, minat, sebagai suatu kecenderungan atau keinginan
yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk
mencoba dan menekuni suatu hal, sehingga seseorang memperoleh
pengetahuan yang lebih dalam.
Kelima, pengalaman, suatu kejadian yang pernah dialami
seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Orang cenderung
berusaha melupakan pengalaman yang kurang baik. Sebaliknya, jika
pengalaman tersebut menyenangkan, maka secara psikologis mampu
menimbulkan kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi
kejiwaan seseorang. Pengalaman baik ini akhirnya dapat membentuk
sikap positif dalam kehidupannya.
Keenam, kebudayaan lingkungan sekitar, lingkungan sangat
berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
17
Kebudayaan lingkungan tempat kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
Ketujuh, Informasi, suatu informasi dapat mempercepat seseorang
memperoleh pengetahuan yang baru.
B. Sibling Rivalry
1. Defenisi
Sibling rivalry adalah persaingan antara saudara kandung dalam
memperebutkan perhatian dan kasih sayang dari orangtua. Sibling rivalry
menjadi fenomena tersendiri, karena sebagai mahkluk sosial yang
menuntut manusia hidup berkelompok dan bermasyarakat. Meskipun
ruang lingkupnya kecil, keluarga adalah kumpulan orang, persaingan
antara saudara kandung otomatis tidak bisa dihindarkan, baik positif
maupun negatif (Marmi, 2012).
Sibling rivalry adalah rasa persaingan saudara kandung terhadap
kelahiran adiknya. Biasanya terjadi pada anak dengan usia toddler (2- 3
tahun), yang juga dikenal dengan ”usia nakal” pada anak. Anak
mendemonstrasikan sibling rivalry dengan berperilaku tempramental,
misalnya menangis keras tanpa sebab, berperilaku ekstrim untuk menarik
perhatian orangtuanya, atau dengan melakukan kekerasan terhadap
adiknya (Sulistyawati, 2009).
Sibling rivalry adalah kecemburuan dan kemarahan yang lazim
terjadi pada anak karena kehadiran anggota keluarga baru dalam
18
keluarga, yang dalam hal ini adalah saudara kandungnya (Bahiyatun,
2009).
2. Penyebab sibling rivalry
Menurut Marmi (2012), banyak faktor yang menyebabkan sibling
rivalry, yaitu masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi,
anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan merasa
hubungan dengan orangtua terancam oleh kedatangan anggota keluarga
baru atau adiknya.Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi
dapat mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu
sama lain. Faktor lain karena tidak memilki waktu untuk berbagi,
berkumpul bersama dengan anggota keluarga baru, orangtua stres dalam
menjalani hidupnya dan cara orangtua memperlakukan anak dalam
menangani konflik yang terjadi pada kakak dan adik.
Menurut Suherni dkk (2009), sibling rivalry bisa terjadi karena
beberapa hal yaitu:
Pertama, kompetensi (kemampuan) kaitannya dengan
kecemburuan. Kedua, ciri emosional, yakni temperamen seperti halnya
mudah bosan, mudah frustasi, mudah marah, atau sebaliknya, tidak
mudah bosan atau tidak mudah frustasi. Ketiga, sifat perasaan anak
sesuai sampai dengan 2-3 tahun, yakni apa yang disenangi adalah
miliknya, harus dipahami benar oleh orangtua. Keempat, kelemahan
perkembangan seperti halnya lemahnya atau lambatnya kemampuan
19
bahasa, kurang bisanya dalam hal interaksi sosial, sehingga mudah terjadi
friksi dan konflik. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
persaingan saling menonjolkan diri. Terjadinya kekerasan fisik, mungkin
karena pengaruh dari televisi yang menayangkan kekerasan fisik. Sifat
meniru anak-anak sangat besar.
3. Bentuk perilaku sibling rivalry
Menurut (Bahiyatun, 2009; Sulistyawati, 2009; Woolfson, 2004)
bentuk respon sibling rivalry yang dilakukan oleh anak yaitu, berperilaku
temperamental, misalnya menangis tanpa sebab, dan dengan melakukan
kekerasan terhadap adiknya. Memukul bayi (adiknya), mendorong bayi
dari pangkuan ibu, menjauhkan puting susu dari mulut bayi, secara verbal
menginginkan bayi kembali lagi keperut ibu, ngompol, kembali bergantung
pada susu botol dan bertingkah agresif. Bentuk perilaku lain yaitu
perkelahian fisik sering terjadi daripada pertengkaran mulut bila salah satu
anak berusia 2 atau 3 tahun, ketika kakak adik berusia 3 atau 4 tahun
saling berdebat karena permainan atau mainan.
4. Dampak sibling rivalry
Menurut Woolfson (2004), suka atau tidak anak sulung akan
terkena dampak atas kehadiran saudara yang lebih muda dalam keluarga.
Dampak tersebut ada dalam berbagai bentuk, misalnya:
20
Pertama, perhatian, suatu kenyataan bahwa orangtua tidak bisa
memberi anak sulung perhatian sebesar yang dulu ketika anak sulung
masih merupakan anak satu-satunya dalam keluarga. Adik barunya
membutuhkan perhatian orangtua, ini membuat waktu dengan anak yang
lebih tua menjadi berkurang.
Kedua, kesabaran, mengasuh dua anak memang melelahkan.
Orangtua mungkin merasa lebih mudah marah dan kurang sabar,
khususnya dalam minggu-minggu dan bulan-bulan pertama. Orangtua
mudah membentak anak sulung hanya karena orangtua kurang tidur.
Ketiga, rutinitas, sulit untuk melanjutkan kehidupan keluarga seperti
sebelum kelahiran anak kedua. Acara jalan-jalan siang untuk orangtua
dan anak sulung harus ditunda beberapa bulan lagi.
Keempat, kegaduhan, bayi menangis, itulah cara bayi
berkomunikasi. Anak sulung bisa saja merasa tidak nyaman dengan hal
ini. Bisa saja kegaduhan membuat jengkel karena anak sulung
menganggap adik bayinya sedang marah, atau karena jeritan tersebut
menganggu atau membingungkannya.
5. Pencegahan sibling rivalry
Menurut Dewi dan Sunarsih (2011), hal yang terpenting untuk
meminimalkan masalah yang akan datang anak perlu dipersiapkan untuk
menerima saudaranya yang baru lahir dimulai sejak masa kehamilan. Hal
yang dapat dilakukan adalah menginformasikan kehamilan, dengan
21
memperkenalkan kakaknya kepada bayi didalam kandungan sehingga
melibatkan anak sulung dalam kehamilan seperti: mengantar ke dokter,
belanja baju bayi. Perluas lingkup sosial anak pertama, jujurlah soal
perubahan fisik dan mental seperti gampang lelah, disertai minta maaf
karena tidak bisa menggendongnya sesuka hati. Pada hari-hari pertama
kelahiran bayi bersikaplah sewajarnya seperti biasa dan melibatkan anak
sulung dalam menyambut tamu dan tugas-tugas ringan perawatan bayi.
Menurut Bahiyatun (2009), cara mengantisipasi perubahan anak
dan perilaku anak adalah dengan menyiapkan anak untuk kelahiran
adiknya, yaitu mulai memperkenalkan pada organ reproduksi dan seksual,
memberi penjelasan yang konkret tentang pertumbuhan bayi dalam rahim
dengan menujukkan gambar sederhana tentang uterus dan
perkembangan janin. Memberi kesempatan anak untuk ikuti gerakan janin,
melibatkan anak dalam perawatan bayi, memberi pengertian mendasar
tentang perubahan suasana rumah, seperti alasan pindah kamar. Pada
hari biasa, melakukan aktifitas seperti biasa dan melakukan bersama
dengan anak, seperti mendongeng sebelum tidur atau piknik bersama.
Menurut Woolfson (2004), petunjuk penting untuk mencegah sibling
rivalry setelah bayi lahir yaitu:
Pemberitahuan awal, memberitahu anak sulung lebih dahulu bahwa
akan memilki saudara dan tidak menunggu sampai detik terakhir. Tapi
juga tidak memberi tahu terlalu awal, misalnya bila ibu hamil beberapa
minggu.
22
Penentuan waktu itu penting, mulai dengan memperkenalkan
gagasan tentang bayi yang baru lahir bila perut ibu sudah cukup besar.
Memilih tingkat yang sesuai, sesuaikan percakapan pada tingkat
usia anak dan tahap pemahamannya.
Mengantisipasi reaksinya, orangtua bisa mengharapkan banyak
pertanyaan darinya. Pertanyaan apa saja mulai dari apakah bayinya laki-
laki atau perempuan. Sebagai orangtua harus siap menerima reaksi anak
sulung sehingga bisa menjawab dengan baik.
Memperkenalkan anak sulung dengan bayi-bayi lainnya, anak
sulung akan merasa nyaman berada disekitar bayi bila sering bersama-
sama adiknya. Membawa ke kelompok bayi dan anak kecil atau
pertemuan dengan teman ibu-ibu yang memiliki bayi.
Membiarkan bayi merasakan gerakan bayi diperut bayi, bila
kehamilan berjalan dengan baik dan gerakan bayi dapat dirasakan,
biarkan anak lebih tua meletakkan tangannya dengan lembut di perut ibu
sehingga bisa merasakan kegiatan bayi.
6. Segi positif sibling rivalry
Menurut (Marmi, 2012; Suherni dkk, 2009), meskipun sibling rivalry
mempunyai pengertian negatif tetapi ada segi positifnya yaitu mendorong
anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan keterampilan
penting, diantaranya adalah bagaimana menghargai nilai dan perspektif
23
(pandangan) orang lain. Disamping itu sibling rivalry juga merupakan cara
cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi dan mengontrol dorongan
untuk bertindak agresif. Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat
dicapai, maka orangtua harus menjadi fasilisator.
7. Adaptasi kakak sesuai tahap perkembangan
Menurut Marmi (2012), respon anak terhadap kelahiran seorang
bayi perempuan atau laki-laki bergantung pada umur dan tingkat
perkembangan. Biasanya anak-anak kurang sadar akan adanya kelahiran
anggota baru, sehingga menimbulkan persaingan dan perasaan takut
kehilangan kasih sayang orangtua. Tingkah laku dapat muncul dan
merupakan petunjuk derajat stres pada anak- anak. Tingkah laku tersebut
adalah masalah tidur, peningkatan upaya menarik perhatian orangtua
maupun anggota lain dan kembali pada pola tingkah laku kekanak-
kanakan seperti: mengompol, dan mengisap jempol.
Pertama, batita (bawah tiga tahun), pada tahap perkembangan ini,
yang termasuk batita (bawah tiga tahun) ini adalah usia 1-2 tahun. Cara
beradaptasi pada tahap perkembangan ini antara lain merubah pola tidur
bersama dengan anak-anak beberapa minggu sebelum kelahiran,
mempersiapkan keluarga dengan menanyakan perasaannya terhadap
kehadiran anggota baru, mengajarkan kepada orang tua untuk menerima
perasaan yang ditunjukkan oleh anaknya dan memperkuat kasih sayang
terhadap anaknya.
24
Kedua, anak yang lebih tua, tahap perkembangan pada anak yang
lebih tua, dikategorikan pada umur 3-12 tahun. Pada anak seusia ini jauh
lebih sadar akan perubahan-perubahan ibu dan mungkin menyadari akan
kelahiran bayi. Anak akan memberikan perhatian terhadap perkembangan
adiknya. Terdapat pula, kelas-kelas yang mempersiapkan anak sulung
sebagai kakak sehingga dapat mengasuh adiknya.
Ketiga, remaja, respon pada remaja juga bergantung kepada
tingkat perkembangan remaja. Ada remaja yang merasa senang dengan
kehadiran anggota baru, tetapi ada juga yang larut dalam
perkembangannya sendiri. Adaptasi yang ditunjukkan pada remaja yang
menghadapi kehadiran anggota baru dalam keluarganya, misalnya
berkurangnya ikatan kepada orang tua, remaja menghadapi
perkembangan seks sendiri, ketidakpedulian terhadap kehamilan kecuali
bila menganggu kegiatannya, keterlibatan dan ingin membantu dengan
persiapan untuk bayi.
8. Urutan kelahiran dan kepribadian
Menurut Woolfson (2004), urutan kelahiran (baik anak pertama,
kedua, dan sebagainya) bisa berdampak besar pada perkembangan sifat,
ciri-ciri, dan kemampuan pribadinya. Urutan kelahiran mempengaruhi
anak-anak melalui beberapa cara. Misalnya, anak pertama mendapatkan
perhatian sepenuhnya, setidaknya sampai kelahiran anak berikutnya. Ciri
–ciri khas anak sesuai urutan kelahiran:
25
Anak pertama, cenderung menjadi anak yang cerdas dalam
keluarga. Anak sulung mencapai prestasi tertinggi dan cenderung sangat
serius.
Anak kedua, cenderung santai dan tidak peduli terhadap
keberhasilan disekolah, dan lebih peduli terhadap persahabatan.
Anak bungsu, cenderung percaya diri dan mampu menangani
berbagai kecemasan sendiri tanpa bantuan, juga tahu bagaimana
mengambil manfaat terbesar dari suatu keadaan dimana berada.
Anak tunggal, bergaul lebih baik dengan anak yang lebih tua
daripada dengan rekan-rekannya. Anak tunggal meminta persetujuan
atas tindakan, kemungkinan akan menjadi pemimpin yang baik.
9. Peran bidan
Menurut (Marmi, 2012; Suherni dkk, 2009) peran bidan dalam
mengatasi sibling rivalry, antara lain membantu menciptakan terjadinya
ikatan antara ibu pada bayinya dalam jam pertama sesudah kelahiran dan
memberikan dorongan pada ibu, keluarga untuk memberikan respon
positif tentang bayinya, baik melalui sikap maupun ucapan dan tindakan.
C. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian tentang Gambaran
Pengetahuan Ibu Tentang Sibling Rivalry di Lingkungan II Kelurahan
Tanjung Gusta Tahun 2013”.
26
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel tunggal
Gambaran pengetahuan Ibu tentang
sibling rivalry
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk
mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang sibling rivalry di
Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta Tahun 2013.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Lokasi yang dipilih untuk tempat penelitian adalah Lingkungan II
Kelurahan Tanjung Gusta, karena Lingkungan II merupakan salah satu
lingkungan yang memilki anak yang berumur dibawah lima tahun (balita)
sehingga memudahkan untuk melakukan penelitian.
2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5-13 Juni 2013.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Notoatmodjo (2010), populasi adalah keseluruhan objek
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memilki
28
anak balita di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta pada bulan April
sebanyak 207 orang.
2. Sampel
a. Besar sampel
Menurut Notoatmodjo (2010), sampel adalah objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi, pengambilan sampel dalam
penelitian ini dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2006) yaitu, jika
jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%.
= 25 % dari populasi (25% x 207= 51,75= 52) . Jadi, jumlah sampel
sebanyak 52 orang.
b. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik random sampling, yaitu pengambilan sampel secara
random atau acak sehingga setiap populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk diambil sebagai sampel. Teknik random sampling yang
digunakan yaitu simple random sampling (cara acak sederhana) dengan
cara undian/lotre. Dengan membuat nomor 1 sampai dengan 207 di
kertas. Kemudian dicabut undian sebanyak 52 kali sesuai dengan jumlah
sampel yang diinginkan dan kemudian nomor yang ada diundian yang
akan dijadikan sampel sesuai dengan data yang ada. Setelah itu
penelitian dilakukan dengan door to door (rumah ke rumah).
29
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan disusun dan dimodifikasi peneliti dengan
mengacu kepada kerangka konsep. Instrumen penelitian yang dimaksud
berupa kuesioner yang disebarkan kepada responden.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diambil
langsung dari responden dengan cara membagikan kuesioner kepada
responden. Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh
peneliti dengan cara mengambil data yang sudah ada. Sebelum
membagikan kuesioner kepada ibu, terlebih dahulu dilakukan undian/lotre
dengan membuat nomor 1 sampai dengan 207 di kertas. Kemudian
dicabut undian sebanyak 52 kali sesuai dengan jumlah sampel yang
diinginkan dan kemudian nomor yang ada diundian yang akan dijadikan
sampel sesuai dengan data yang ada. Setelah itu penelitian dilakukan
dengan door to door (rumah ke rumah).
F. Defenisi Operasional Tabel 3.1
Variabel Defenisi Operasional
Paremeter Alat Ukur Skala Skor
Pengetahuan
ibu tentang
sibling rivalry
Adalah segala
sesuatu yang
yang diketahui
ibu tentang
1. Defenisi
sibling
rivalry
2. Penyebab
Kuesioner Ordinal 1. Baik, Jika respon den
mampu menja
30
sibling rivalry sibling
rivalry
3. Bentuk
perilaku sibling rivalry
4. Dampak sibling rivalry
5. Pencegahan sibling
rivalry 6. Segi positif
sibling rivalry 7. Adaptasi
kakak sesuai tahap
perkembangan 8. Urutan kelahiran
10. dan 11. kepribadian
wab pertanya an dengan benar 16- 20 (76-
100%) (kode1)
2. Cukup,jika responden mampu menjawab
pertanya an dengan benar 12- 15 (56- 75%) (kode 2)
3. Kurang, jika respon den mampu menja wab pertanyaaan dengan benar ≤11 (≤55%) (kode 3)
G. Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran yang dilakukan terhadap tingkat pengetahuan
berdasarkan jawaban responden dan semua pertanyaan yang diberikan
dengan jumlah 20 pertanyaan. Menurut Nursalam (2008), skala
pengukuran pengetahuan dapat dikategorikan:
1. Baik, Jika responden mampu menjawab pertanyaan dengan benar 16-
20 (76%-100%) (kode1)
2. Cukup, jika responden mampu menjawab pertanyaan dengan benar 12-
15 (56-75%) (kode 2)
31
3. Kurang, jika responden mampu menjawab pertanyaaan dengan benar
≤11 (≤55%) (kode 3)
H. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengolahan data
Menurut Notoatmodjo (2010), pengolahan data merupakan proses
yang dilakukan setelah data diperoleh dari penelitian melalui kuesioner
dan harus dikelompokkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Editing ( penyuntingan data)
Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta persetujuan calon
responden untuk menjadi responden. Setelah responden bersedia
menjadi responden dan menandatangani lembar persetujuan, peneliti
menjelaskan cara pengisian kuesioner dan kemudian membagikan
kuesionernya. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti
melakukan pemeriksaan ulang ditempat penelitian untuk memastikan
kuesioner telah terisi semua.
b. Membuat lembaran kode (coding sheet) atau kartu kode
Setelah melakukan pengeditan, peneliti melakukan pengkodean pada
setiap jawaban yang dijawab responden dengan memberi kode 1
apabila jawaban benar dan kode 0 apabila jawaban salah.
Pengetahuan ibu dikategorikan baik jika responden mampu menjawab
pertanyaan dengan benar 16- 20 (76%-100%) (kode 1), dikategorikan
cukup jika responden mampu menjawab pertanyaan dengan benar 12-
32
15 (56-75%) (kode 2), dikategorikan kurang jika responden mampu
menjawab pertanyaaan dengan benar ≤11 (≤55%) (kode 3).
c. Tabulasi
Setelah dikelompokkan dan dijumlahkan kemudian dimasukkan
kedalam tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan melihat
persentase data yang telah terkumpul dan dinyatakan dalam tabel
distribusi frekuensi. Kemudian dicari besar persentase jawaban masing-
masing responden selanjutnya dilakukan pembahasan dengan
menggunakan teori kepustakaan yang ada.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Setelah penelitian dilakukan mengenai gambaran pengetahuan ibu
tentang sibling rivalry di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta Tahun
2013 maka peneliti memperoleh hasil penellitian sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu Tentang Sibling Rivalry di Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta Tahun 2013
No Pengetahuan Jumlah (n) Persentasi (%)
1 Baik 5 9,6
2 Cukup 15 28,9
3 Kurang 32 61,5
Total 52 100
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa dari 52 orang ibu
yang memilki anak balita yang diteliti, diperoleh mayoritas ibu dengan
berpengetahuan kurang 32 responden (61,5%) dan minoritas ibu dengan
berpengetahuan baik sebanyak 5 responden (9,6%).
34
BAB V
PEMBAHASAN
Hasil penelitian gambaran pengetahuan ibu tentang sibling rivalry di
Lingkungan II Kelurahan Tanjung Gusta Medan Tahun 2013.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 distribusi frekuensi
gambaran pengetahuan ibu tentang sibling rivalry dapat diketahui bahwa
dari 52 responden yang diteliti, mayoritas responden memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 32 responden dan minoritas memiliki
pengetahuan baik sebanyak 5 responden.
Menurut Sidi Gazalba pengetahuan adalah apa yang diketahui atau
hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal,
sadar, insaf, atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan
hasil proses dari usaha manusia untuk tahu (Bakhtiar, 2012).
Hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan
baik sebanyak 5 orang. Menurut asumsi peneliti hal ini dikarenakan ibu
mengerti tentang pertanyaan sibling rivalry atau persaingan/kecemburuan
yang terjadi sesama saudara kandung dan ibu juga mengetahui apa yang
terjadi jika pertengkaran sesama saudara kandung terjadi.
Hasil penellitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan
cukup sebanyak 15 responden. Menurut asumsi peneliti hal ini
dikarenakan ibu hanya sekedar tahu tetapi tidak memahami tentang
sibling rivalry. Dan ibu juga tidak menyadari apa yang terjadi bila tidak
35
diatasi sejak awal. Apalagi menerima kehadiran adik baru yang
membutuhkan penyesuaian sejak awal.
Hasil penelitian dapat diketahui responden yang berpengetahuan
kurang sebanyak 32 responden. Menurut asumsi peneliti hal ini
dikarenakan ibu tidak mengerti tentang sibling rivalry dan sikap ibu yang
tidak peduli dan menganggap sibling rivalry atau persaingan/kecemburuan
sesama saudara kandung adalah hal yang tidak perlu dikhawatirkan dan
ibu sering memarahi dan menyalahkan anak sulung jika ada perkelahian
sesama saudara kandung. Padahal jika sibling rivalry tidak diatasi akan
memilki dampak bagi anak sulung ataupun anak bungsu.
Dari hasil penelitian, dari 20 pertanyaan dikuesioner responden
banyak menjawab benar pada nomor 1 sebanyak 47 orang. Menurut
asumsi peneliti, karena pertanyaan tersebut mudah dimengerti apalagi
sebelum mengisi kusioner ibu mendapat penjelasan sedikit tentang
pertanyaan yang diberikan. Responden banyak menjawab salah pada
nomor 7 sebanyak 38 orang. Menurut asumsi peneliti, ini dikarenakan
banyak ibu menganggap pertanyaan tersebut salah, padahal sebenarnya
pertanyaan tersebut benar, apalagi ibu memang tidak memahami tentang
sibling rivalry.
36
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan pengetahuan ibu tentang sibling rivalry di Lingkungan II
Kelurahan Tanjung Gusta Medan Tahun 2013 berpengetahuan kurang.
B. Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat
disampaikan saran-saran yaitu sebagai berikut:
1. Bagi responden
Disarankan ibu agar lebih memahami setiap perilaku, sifat dan
perkembangan anak sehingga bisa mencegah dan mengatasinya
apabila terjadi sibling rivalry. Disarankan ibu juga mencari informasi
tentang sibling rivalry (persaingan/kecemburuan pada anak) dari media
cetak, misalnya buku-buku panduan bagi orangtua yang membahas
mengenai dunia anak.
2. Bagi tenaga kesehatan
Disarankan bagi tenaga kesehatan agar lebih memahami tentang
sibling rivalry sehingga bisa memberikan penyuluhan-penyuluhan
kepada ibu-ibu di lingkungan II, misalnya pada saat imunisasi.
37
3. Bagi instansi pendidikan
Disarankan kepada Program Studi DIII Kebidanan melakukan
pengabdian ke masyarakat, seperti penyuluhan-penyuluhan langsung
mengenai sibling rivalry sehingga pengetahuan ibu bertambah dan bisa
mencegah terjadinya sibling rivalry.
38
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi IV , Rineka Cipta, Jakarta.
Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal, EGC,
Jakarta. Bakhtiar, A., 2012. Ilmu Filsafat, Rajawali Pers, Jakarta.
Dewi, V. N. L., Sunarsih, T., 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Salemba Medika, Jakarta.
Ivana., 2011. Gambaran Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Sibling
Rivalry Anak Usia 4-6 Tahun Atas Kehadiran Adiknya Di Tk Dharma Wanita Persatuan Desa Kraton Kecamatan Krian Sidoarjo.
Marmi., 2012. Asuhan Kebidanan Masa Nifas’’ Puerperium’’, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta. Mubarak, W. I., 2012. Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan, Salemba
Medika, Jakarta. Notoadmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta. Nursalam., 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta. Siregar., 2012. Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Sibling Rivalry di
Klinik Bersalin Hanafi Kelurahan Tanjung Gusta Medan. Suherni., Widyasih, H., Rahmawati, A., 2009. Perawatan Masa Nifas,
Cetakan Ketiga, Fitramaya, Yogyakarta. Sudilarsih, F., 2009. Buku Pintar Dunia Batita, Cetakan Pertama,
Garailmu, Yogyakarta. Sulistyawati, A., 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Edisi
Pertama, Andi, Yogyakarta. Woolfson, R. C., 2004. Persaingan Saudara Kandung, Erlangga, Jakarta.