Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di...

22
Resume GAMBARAN KERAGAMAN MAKANAN DAN SUMBANGANNYA TERHADAP KONSUMSI ENERGI PROTEIN PADA BALITA PENDEK DI INDONESIA Hermina dan Sri Prihatini ABSTRAK Kondisi yang memiliki efek potensial dari pemenuhan nutrisi,khususnya energy dan protein pada anak usia 0-3 tahun akan memiliki dampak pada pertumbuhan perkembangan pada anak balita (24–59 bulan). Tujuannya untuk menilai proporsi keragaman makanan dan kontribusi untuk konsumsi energy dan protein pada anak usia balita (24-59 bulan). Data yang digunakan pada analisis ini berasal dari data RISKESDAS tahun 2010.Sejumlah 6796 anak usia 24 – 59 bulan termasuk usia anak, tinggi badan, konsumsi nutrisi dan kakrakteristik keluarga (pendidikan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendapatan). Data intake nutrisi dianalisa dengan program nutrisoft sedangkan status nutrisi di proses dengan program antro dari WHO,2007. Analisis data menggunakan chi square dan anova. Konsumsi anak normal usia 24-59 bulan lebih beragam dibandingkan anak yang pendek. Keragaman makanan ini di nilai dengan pola pangan harapan (PPH), dengan angka PPH anak normal 96,6 sedangkan anak pendek 88,4. Hasilnya anak pendek lebih banyak menderita deficit energy dan protein dibandingkan anak normal (p=0,000). PENDAHULUAN Hasil RISKESDAS 2010 ditemukan anak balita yang menderita gizi kurang dan buruk sebanyak 17,9%; balika yang kurus dan sangat kurus sebanyak 13,3%; serta balita yang pendek dan sangat pendek sebanyak 35,6%. 1

description

tugas

Transcript of Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di...

Page 1: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

Resume

GAMBARAN KERAGAMAN MAKANAN DAN SUMBANGANNYA TERHADAP KONSUMSI ENERGI PROTEIN PADA BALITA PENDEK DI INDONESIA

Hermina dan Sri Prihatini

ABSTRAK

Kondisi yang memiliki efek potensial dari pemenuhan nutrisi,khususnya energy dan protein pada anak usia 0-3 tahun akan memiliki dampak pada pertumbuhan perkembangan pada anak balita (24–59 bulan). Tujuannya untuk menilai proporsi keragaman makanan dan kontribusi untuk konsumsi energy dan protein pada anak usia balita (24-59 bulan). Data yang digunakan pada analisis ini berasal dari data RISKESDAS tahun 2010.Sejumlah 6796 anak usia 24 – 59 bulan termasuk usia anak, tinggi badan, konsumsi nutrisi dan kakrakteristik keluarga (pendidikan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendapatan). Data intake nutrisi dianalisa dengan program nutrisoft sedangkan status nutrisi di proses dengan program antro dari WHO,2007. Analisis data menggunakan chi square dan anova. Konsumsi anak normal usia 24-59 bulan lebih beragam dibandingkan anak yang pendek. Keragaman makanan ini di nilai dengan pola pangan harapan (PPH), dengan angka PPH anak normal 96,6 sedangkan anak pendek 88,4. Hasilnya anak pendek lebih banyak menderita deficit energy dan protein dibandingkan anak normal (p=0,000).

PENDAHULUAN

Hasil RISKESDAS 2010 ditemukan anak balita yang menderita gizi kurang dan buruk sebanyak 17,9%; balika yang kurus dan sangat kurus sebanyak 13,3%; serta balita yang pendek dan sangat pendek sebanyak 35,6%.

Kondisi tinggi badan anak yang pendek menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu yang lama (kronis). Kurang energi protein (zat gizi makro) dan zat gizi mikro merupakan salah satu penyebab dari terjadinya stunting (pendek) disamping adanya factor genetic, lingkungan dan social ekonomi.

Seorang anak sampai umur 2 tahun belum mampu mengekspresikan keinginan mereka, sehingga keberadaan orang tua dalam merawat dan mengasuh anak menjadi dominan. Maka dalam membiasakan pola makan yang baik dan benar pada anak balita, sebaiknya mendapat perhatian utama dari orang tuanya agar anak tidak mengalami defisit energi dan protein. Keragaman jenis-jenis makanan yang dikonsumsi oleh anak balita umur 24-59 bulan sangat menentukan sumbangan atau kontribusi zat-zat gizi dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak.

1

Page 2: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

TUJUAN

Umum

Menilai keragaman makanan dan sumbangannya terhadap konsumsi energy dan protein pada balita pendek (24-59 bulan) di Indonesia.

Khusus

1. Menilai keragaman makanan berdasarkan skor PPH menurut status gizi balita.2. Menilai sumbangan energy dan protein dari 8 kelompok bahan makanan menurut status

gizi balita.

BAHAN DAN CARA

Penelitian ini dilakukan dengan desain deskriptif analitik, menggunakan data konsumsi makanan individu RISKESDAS 2010. Data konsumsi dikumpulkan dengan metode recall 1 x 24 jam.

Sampel analisis ini adalah anak balita umur 24-59 bulan, yang mempunyai data lengkap status gizi dan data konsumsi gizi yang mencakup 33 provinsi di Indonesia. Jumlah sampel anak balita umur 24-59 bulan dalam RISKESDAS 2010 berjumlah 11.690 anak, namun yang datanya lengkap dan dapat dianalisis data status gizi dan konsumsi gizi sebanyak 6796 anak.

Variabel data konsumsi bahan makanan diperoleh dari kuesioner RKD10.GIZI. sedangkan data tinggi badan, umur dan jenis kelamin untuk menentukan status gizi anak diperoleh dari kuesioner RKD10.IND. data social ekonomi rumah tangga (pendidikan, jenis pekerjaan maupun kuintil tingkat pendapatan keluarga) diperoleh dari kuesioner RKD10.RT.

Teknik Analisis

Pada tahap awal analisis data, dilakukan verifikasi data apakah variabel yang diperlukan tersedia datanya. Selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap sebaran data dari setiap variabel data konsumsi dan status gizi balita dengan cara membuat frekuensi distribusi masing-masing variabel.

Jenis makanan yang dikonsumsi anak balita kemudian dikelompokkan menjadi 14 jenis makanan, yaitu :

1. Beras atau serealia dan hasil olahannya2. Sagu3. Umbi-umbian4. Protein hewani berupa daging, ikan dan telur5. Ikan asin6. Susu7. Protein nabati berupa tempe, tahu dan kacang-kacangan8. Sayuran

2

Page 3: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

9. Kuah sayur10. Buah-buahan11. Bumbu berupa kecap, garam dan sambal12. Jajanan bergizi berupa kue dan sejenisnya13. Jajanan kurang bergizi berupa ciki, cilok bersaos dan sejenisnya14. Makanan atau minuman manis seperti sirup, es, jeli, permen

Selanjutnya ke 14 jenis makanan yang dikonsumsi anak balita dikelompokkan ke dalam 8 kelompok bahan pangan untuk melihat skor pola pangan harapan (PPH) yaitu :

1. Kelompok padi-padian2. Kelompok umbi-umbian3. Kelompok pangan hewani4. Kelompok kacang-kacangan5. Kelompok minyak atau lemak6. Kelompok buah/biji berlemak7. Kelompok gula8. Kelompok sayuran dan buah

Selanjutnya dihitung skor pola pangan harapan (PPH) dengan menghitung sumbangan energy dan persentase terhadap angka kecakupan gizi nasional (%AKG) dari 8 kelompok bahan pangan, kemudian dikalikan dengan bobot dari masing-masing kelompok. Bobot masing-masing kelompok berturut-turut adalah :

1. 0,5 untuk padi-padian, umbi, minyak dan lemak, buah/biji berminyak dan gula)2. 2,0 untuk hewani dan kacang-kacangan3. 5,0 untuk sayuran dan buah

Konsumsi energi dan protein dihitung menggunakan program Nutrisoft. Data konsumsi hasil RISKESDAS 2010 merupakan data konsumsi individu dalam sehari sesuai waktu makan anak yaitu makan pagi, siang, malam dan selingan. Bahan makanan yang sama sesuai waktu makan kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total dari 8 kelompok bahan makanan yang dikonsumsi dalam sehari.

Tingkat konsumsi energi dan protein dihitung dengan membandingkan jumlah konsumsi makanan dalam sehari terhadap angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan untuk anak sesuai umurnya menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004.Pada analisis ini kategori anak yang mengalami deficit energi bila konsumsi energi <70% AKG, dan defisit protein bila konsumsi protein <80% AKG. Selanjutnya dari masing-masing kelompok bahan makanan dihitung sumbangannya terhadap konsumsi energi dan protein anak umur 24-59 bulan.

Status gizi anak pendek diolah dengan kriteria tinggi badan anak terhadap umur (TB/U), yang ditransformasi dengan program antropometri WHO 2007 sebagai baku rujukan.

Kategori pendek (stunting) bila < -2 z-score dan normal bila ≥ - 2 z-score TB/U Antro 2007. Dalam analisi ini kategori pendek merupakan gabungan dari pendek dan sangat pendek. Analisis data menggunakan uji statistic chi square dan anova.

3

Page 4: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

HASIL

1. Karakteristik anak

VariabelStatus Gizi (TB/U)

TotalPendek Normal

n % n % n %Kelompok Umur

24-35 bulan 553 23,9 1756 76,1 2309 34,036-47 bulan 511 20,5 1984 79,5 2495 36,748-59 bulan 364 18,3 1628 81,7 1992 29,3

Wilayah tinggalPerkotaan 619 18,0 2828 82,0 3447 50,7Pedesaan 809 24,2 2540 75,8 3349 49,3

Total 1428 21,0 5368 79,0 6796 100,0

Jumlah anak balita pendek yang berumur 24-59 bulan sebanyak 21,0%, dan ditemukan yang terbanyak pada kelompok umur 24-35 bulan (23,9%). Dapat disimpulkan semakin bertambahnya umur jumlah anak balita pendek semakin sedikit. Anak balita yang pendek lebih banyak ditemukan di perdesaan(24,2%).

2. Karakteristik Rumah Tangga

VariabelStatus Gizi (TB/U)

Pendek Normal Totaln % n % n %

Pendidikan≤ Tamat SD 789 25,0 2371 75,0 3160 46,5Tamat SLTP 262 21,5 955 78,5 1217 17,9Tamat SLTA 316 17,3 1510 82,7 1826 26,9

D1-Perguruan Tinggi 61 10,3 532 89,7 593 8,7Jenis Pekerjaan

Tidak Kerja 56 21,1 210 78,9 266 3,9Pegawai 114 14,2 690 85,8 804 11,8

Wiraswasta/Pedagang 410 17,9 1883 82,1 2293 33,7Buruh/Petani/Nelayan 794 25,4 2334 74,6 3128 47,0

Lainnya 54 17,7 251 82,3 305 4,5Kuintil Pengeluaran

Kuintil 1 447 26,3 1250 73,7 1697 25,0Kuintil 2 387 25,3 1145 74,7 1532 22,5Kuintil 3 275 19,3 1151 80,7 1426 21,0Kuintil 4 208 17,1 1011 82,9 1219 17,9Kuintil 5 111 12,0 811 88,0 922 13,6

Total 1428 21,0 5368 79,0 6796 100,0

4

Page 5: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

Sebagian besar pendidikan kepala keluarga yang mempunyai anak balita pendek adalah tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD. Jumlah anak balita pendek lebih banyak ditemukan pada rumah tangga dengan jenis pekerjaan kepala keluarganya yang berpendapatan tidak tetap dan ditemukan lebih sedikit pada rumah tangga dengan kepala keluarga yang bekerja sebagai pegawai atau yang berpenghasilan tetap. Anak balita pendek juga ditemukan pada kelompok kuantil 1 dan kuantil 2. Semakin tinggi kuantil tingkat pengeluaran keluarga jumlah anak balita pendek semakin sedikit.

3. Keragaman Jenis Makanan Yang Dikonsumsi

Keragaman jenis makanan yang dikonsumsi anak balita umur 24 – 59 bulan, bahwa susu lebih banyak dikonsumsi oleh anak normal (39,3%) dibandingkan anak pendek (27,6%). Selain susu,makanan hewani lebih banyak dikonsumsi oleh anak yang normal (61,9%) dibandingkan anak pendek (56,3%). Tidak semua anak balita mengkonsumsi sayuran,yaitu hanya 56,1% yang mengonsumsi sayuran,baik pada anak normal maupun pada anak yang pendek. Pada anak normal konsumsi buah hanya 13,7% dan hanya 12,4% anak pendek yang mengkonsumsi buah.

Anak – anak yang suka mengkonsumsi makanan kudapan seperti kue-kue, gorengan dan sejenisnya. Anak pendek lebih sedikit mengonsumsi kue-kue (41%) dibandingkan anak balita normal (51%). Anak balita pendek maupun yang normalmengkonsumsi es, sirup, jelly, permen hampir sama yaitu sekitar 33-34%. Demikian juga jajanan kurang bergizi seperti chiki, cilok/pentol bersaos dan sejenisnya (21-22%).

Disajikan skor pola pangan harapan (pph) dari keragaman makanan yang dikonsumsi anak balita umur 24 – 59 bulan menurut status gizi pendek dan normal. Terlihat konsumsi makanan anak yang pendek mempunyai skor PPH sebesar 88,35% lebih rendah dari skor PPH anak dengan status gizi normal yaitu 96,6%.

4. Sumbangan Makanan Terhadap Konsumsi Energi Dan Protein

Pada anak pendek kontribusi padi-padian lebih banyak (46,2%) Pada anak nomal konsumsi padi padian (45,5%)

Namun pada anak pendek konsumsi dari kelompok hewani lebih sedikit (19,0%) di banding dengan anak normal (23,2%)

Pada anak normal konsumsi protein dari kelompok hewani (41,9%) Pada anak pendek konsumsi protein dari kelompok hewani (39%)

Namun pada anak pendek konsumsi protein lebih besar pada padi-padian 33,8% sedangkan anak normal 31,1%

Rata-rata konsumsi energi pada anak usia 24-59 bulan adalah 97,5% AKG. Pada anak pendek konsumsi energi di bawah batas normal yaitu 92,8% sedangkan anak yang normal 98,8%. Dan rata-rata konsumsi energi terendah pada anak pendek umur 48-59 bulan yaitu 84,8%

5

Page 6: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

Pada anak pendek 31,5% mengalami defisit energi sedangkan anak normal mengalami defisit energi sebanyak 24,9%. Demikian juga tingkat defisit protein pada anak pendek mengalami defisit protein sebanyak 23,0% sedangkan anak yang normal mengalami defisit protein sebanyak 17,5%.

PEMBAHASAN

Bila dilihat dari kelompok umur, balita pendek terbanyak ditemukan pada kelompok umur 24-35 bulan yaitu sebanyak 23,9% dibandingkan pada kelompok umur diatasnya yaitu pada umur 37-48 bulan yaitu 20,5% dan umur 49-59 bulan sebanyak 18,3%, sehingga terlihat bahwa semakin bertambah umur, jumlah anak pendek semakin kecil.

Pola konsumsi pangan ideal dicerminkan oleh :

1. Pola Pangan Harapan (PPH)

Adalah susunan beragam makanan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama, dalam hal ini setelah dikelompokkan menjadi 8 kelompok bahan pangan.

2. Standar keragaman pangan yang ditunjukkan oleh skor PPH

Tingginya skor PPH menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi maupun mutu gizinya.

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa konsumsi makanan anak balita umur 24-59 bulan yang normal ternyata lebih beragam yaitu dengan skor 96,60 dibandingkan dengan anak yang pendek yaitu dengan skor 88,35.

Keragaman makanan yang lebih rendah dikonsumsi oleh balita pendek kemungkinan disebabkan oleh rendahnya daya beli keluarga dalam menyediakan makanan bagi anak balitanya, yang dapat dilihat dari rendahnya tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.

Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat kecukupan gizi, yang di hitung berdasarkan besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Rata-rata konsumsi energi dibutuhkan pada anak balita usia 24-59 bulan adalah 97,5% AKG hampi mendekati standar kecukupan yaitu 100%. Pada balita pendek nilainya lebih rendah yaitu 92,7% AKG sedangkan pada balita normal 98,8% AKG.

Bila dilihat dari proporsi anak balita yang konsumsi energinya rendah (defisit energi) menunjukkan bahwa anak balita pendek mengalami defisit energi sebanyak 31,5%, lebih banyak dibanding balita normal (24,9%). Selain itu balita pendek juga dapat mengalami defisit protein yang lebih banyak dibanding balita normal. Selain defisit energy dan protein, anak balita pendek kemungkinan mengalami defisit zat gizi mikro seperti zat besi, kalsium dan zat seng (Zinc).

6

Page 7: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

KESIMPULAN

1. Jumlah anak balita pendek (24-59 bulan) yang mengalami defisit energi dan defisit protein lebih banyak dibandingkan dengan anak balita yang normal. Perbedaan defisit energi dan protein pada anak balita cukup bermakna menurut status gizi.

2. Konsumsi makanan anak balita normal (24-59 bulan) lebih beragam dibandingkan dengan anak balita pendek dengan skor pola pangan harapan (PPH) lebih tinggi pada anak balita normal dibandingan dengan anak balita pendek.

3. Sumbangan energi dari padi-padian pada anak balita pendek lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang normal. Sumbangan protein dari hewani pada anak balita pendek lebih rendah dibandingkan dengan anak yang normal. Pada anak balita pendek sumbangan protein dari padi-padian lebih banyak dibandingkan pada anak balita normal.

SARAN

Diperlukan adanya perbaikan tingkat sosial ekonomi di masyarakat agar masalah anak pendek dapat diturunkan dan dapat meningkatkan penyediaan makanan yang beragam untuk balita.

7

Page 8: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

KOMPONEN YANG DITELAAH

1. Judul

a. Judul tidak lebih dari 20 kata

b. Judul menggambarkan topik utama penelitian, karena isi jurnalnya tentang konsumsi energi dan protein pada bayi pendek dan itu tercantum di judul

c. Judul menarik minat untuk di baca, karna bisa menambah wawasan tentang perkembangan anak dan gizi pada anak.

d. Judul menggunakan bahasa yang baku.

Tetapi pada judul tidak memenuhi kriteria 4 W. Dalam judul tidak di sebutkan tahun penelitian di lakukan

2. Pengarang

Nama pengarang tertulis jelas dan dengan format penulisan yang benar

3. Abstrak

a. Komponen IMRAD tidak terpenuhi karena pada abstrak tidak di jelaskan tentang result (hasil) dari penelitian

b. Abstrak kurang jelas, karena tidak di jelaskan hasil dari penelitiannya

4. Pendahuluan, memuat

a. Alasan tertera jelas, yaitu karena masalah gizi yang sangat tinggi pada bayi.

b. Tujuan penelitian juga sangat jelas yaitu :Tujuan Umum :Menilai keragaman makanan dan sumbangannya terhadap konsumsi energy dan protein pada balita pendek (24-59 bulan) di Indonesia.Tujuan Khusus : Menilai keragaman makanan berdasarkan skor PPH menurut status gizi balita. Menilai sumbangan energy dan protein dari 8 kelompok bahan makanan menurut

status gizi balita.

c. Tidak terdapat adanya pustaka yang mendasari dan relevan

5. Metodologi, memuat

a. Desain, Lokasi dan waktu penelitian.

8

Page 9: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

Penelitian ini dilakukan untuk menelaah lagi hasil Rikesdas 2010 yang menunjukkan bahwa adanya anak balita yang menderita gizi kurang dan buruk sebanyak 17,9 persen, balita kurus dan sangat kurus sebanyak 13,3 persen dan balita pendek dan sangat pendek sebanyak 35,6 persen.

Penelitian ini dilakukan dengan desain Deskriptif Analitik dengan menggunakan data konsumsi makanan individu Riset Kesehatan Dasar tahun 2010. Data yang ada dikumpulkan dengan metode recall 1 x 24 jam.

Untuk lokasi dan waktu penelitian, penelitian tidak menuliskan secara jelas didalam jurnal ini. Didalam jurnal hanya dituliskan bahwa penelitian ini berdasarkan data Rikesdas tahun 2010 yang dikumpulkan dari 33 provinsi dan data yang dapat dianalisis sebanyak 6.796 anak.

b. Populasi Penelitian.

Populasi penelitian adalah anak balita yang berusia 24-59 bulan 33 provinsi seluruh Indonesia.

c. Kriteria Pemilihan Populasi.

Kriteria populasi berdasarkan data Riskesdas 2010 yang menunjukan anak pendek, anak dengan pasokan protein kurang dan anak gizi kurang berdasarkan quisioner yang berusia 24-59 bulan yang tinggal di pendesaan dan perkotaan.

d. Teknik sampling dan perkiraan besar sampel.

Pada tahap awal dilakukan verifikasi terhadap semua variabel yang diperlukan. Selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap sebaran data dari setiap variabel data konsumsi dan status gizi balita dengan membuat frekuensi distribusi masing-masing variabel.

Jenis makanan yang dikonsumsi anak balita dikelompokkan menjadi 14 jenis makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi perhari kemudian dijumlahkan untuk melihat sumbangan dalam memenuhi tingkat asupan energi dan protein.

Dari 14 jenis makanan yang ada dikelompokkan menjadi 8 kelompok bahan pangan untuk melihat skor pola pangan (PPH), lalu dihitung skor pola pangan harapan (PPH) dengan menghitung sumbangan energi dan persentase terhadap angka kecukupan gizi nasional. Hasil dari 8 kelompok makanan kemudian dikalikan dengan bobot dari masing masing kelompok. 0,5 (untuk padi-padian, umbi, minya/lemak, buah/biji berminyak dan gula), 2,0 (untuk hewani dan kacang-kacangan) dan 5,0 (untuk sayur dan buah). Konsumsi energi dan protein dihitung menggunakan program Nutrisoft.

9

Page 10: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

6. Hasil, memuat

a. Tabel deskripsi subyek penelitian

Sebaran anak balita (24-59 bulan) menurut status gizi (TB/U), kelompok umur dan wilayah tempat tinggal

Variabel

Status Gizi (TB/U)Total

Pendek Normal

n % n % n %

Kelompok Umur

24-35 bulan 553 23,9 1756 76,1 2309 34,0

36-47 bulan 511 20,5 1984 79,5 2495 36,7

48-59 bulan 364 18,3 1628 81,7 1992 29,3

Wilayah tinggal

Perkotaan 619 18,0 2828 82,0 3447 50,7

Pedesaan 809 24,2 2540 75,8 3349 49,3

Total 1428 21,0 5368 79,0 6796 100,0

Sebaran anak balita menurut status gizi, pendidikan, jenis pekerjaan KK dan kuintil pengeluaran rumah tangga

Variabel

Status Gizi (TB/U)

Pendek Normal Total

n % n % n %

Pendidikan

≤ Tamat SD 789 25,0 2371 75,0 3160 46,5

Tamat SLTP 262 21,5 955 78,5 1217 17,9

Tamat SLTA 316 17,3 1510 82,7 1826 26,9

D1-Perguruan Tinggi 61 10,3 532 89,7 593 8,7

Jenis Pekerjaan

Tidak Kerja 56 21,1 210 78,9 266 3,9

10

Page 11: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

Pegawai 114 14,2 690 85,8 804 11,8

Wiraswasta/Pedagang 410 17,9 1883 82,1 2293 33,7

Buruh/Petani/Nelayan 794 25,4 2334 74,6 3128 47,0

Lainnya 54 17,7 251 82,3 305 4,5

Kuintil Pengeluaran

Kuintil 1 447 26,3 1250 73,7 1697 25,0

Kuintil 2 387 25,3 1145 74,7 1532 22,5

Kuintil 3 275 19,3 1151 80,7 1426 21,0

Kuintil 4 208 17,1 1011 82,9 1219 17,9

Kuintil 5 111 12,0 811 88,0 922 13,6

Total 1428 21,0 5368 79,0 6796 100,0

b. Tabel dan ilustrasi ditulis dengan tepat dan informatif

Semua tabel yang disajikan dalam naskah sudah ditulis dengan tepat dan dari membaca tabelnya pun kita sudah dapat mengerti maksud dari table tersebut.

c. Semua hasil penelitian yang penting:

• Jumlah anak balita pendek yang berumur 24-29 bulan sebanyak 21% dan terbanyak pada usia 24-35 bulan.

• Anak balita pendek lebih banyak di temukan di pedesaan dibandingkan di perkotaan

• Sebagian besar pendidikan kepala keluarga yg mempunyai anak balita pendek adalah tidak sekolah,tidak tamat SD, dan tamat SD. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan KK jumlah anak balita pendek semakin sedikit.

• Jumlah anak balita pendek lebih banyak ditemukan pada rumah tangga dengan jenis pekerjaan KK yang berpendapatan tidak tetap (buruh, petani, nelayan)

• Terlihat bahwa semakin tinggi kuintil tingkat pengeluaran keluargajumlah anak balita pendek semakin sedikit.

11

Page 12: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

• Susu dan makanan hewani lebih banyak dikonsumsi oleh anak status gizi normal, anak-anak lebih suka mengkonsumsi kue-kue, gorengan dan sejenisnya dibandingkan dengan sayuran dan buah-buahan.

• Konsumsi makanan anak yang pendek mempunyai skor pola pangan harapan lebih rendah dibandingkan dengan skor PPH anak dengan status gizi normal.

• Kontribusi energi terbanyak berasal dari kelompok padi-padian, hewani, dan kacang-kacangan.

• Pada anak pendek kontribusi energi dari padi-padian lebih banyak dibandingkan dengan anak status gizi normal. Tetapi sebaliknya, sumbangan energi dari hewani lebih sedikit pada anak pendek.

• Sumbangan protein terbanyak diperoleh dari makanan hewani dan padi-padian. Pada anak gizi normal protein lebih banyak diperoleh dari hewani, sedangkan pada gizi pendek protein lebih banyak diperoleh dari padi-padian.

• Rata-rata konsumsi energi pada anak umur 24-59 bulan adalah 97,5% AKG. Pada anak pendek konsumsi energinya masih di bawah rata-rata.

• Rata-rata konsumsi protein anak balita 24-59 bulan, baik pada anak pendek maupun normal sudah melebihi kecukupannya yaitu sudah diatas 100% AKG.

d. Hasil uji statistik, nilai p, dan interval kepercayaan

e. Komentar dan Pendapat

Dari hasil penelitian terlihat bahwa balita pendek lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan dan ditemukan pada keluarga dengan latar belakang pendidikan yang masih rendah serta pendapatan yang tidak tetap.

Oleh karena itu, pola asuh orang tua mempunyai peranan yang sangat penting terhadap kebiasaan konsumsi makanan balita, untuk membangun pola asuh yang baik maka pengetahuan mengenai status gizi dan faktor – faktor yang mempengaruhinya perlu disosialisasikan kepada orang tua terutama di daerah pedesaan. Upaya tersebut diharapkan dapat memperbaiki status gizi balita di daerah yang bersangkutan.

7. Diskusi

a. Membahas semua hal yang relevan

Iya, semua yang dibahas dalam jurnal relevan. Pembahasan ini dapat dilihat pada jurnal halaman 71-72 pada setiap paragrafnya.

12

Page 13: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

b. Dikemukakan keterbatasan penelitian dan kemungkinan dampaknya terhadap hasil

Keterbatasan penelitian ini adalah hanya dilakukannya pendataan selama satu kali dua puluh empat jam, dimana peneliti hanya tau makanan yang di makan oleh anak hanya pada satu hari saja sehingga peneliti tidak mempunyai data makanan yang dimakan anak dengan lengkap. Pada saat melakukan penelitian makanan yang dikonsumsi anak kebanyakan sudah tidak ada. Karna bukan makanan jadi. Sehingga peneliti tidak dapat melihat dan menimbang recara terperinci jumlah protein atau gizi yang tekandung dalam makanan tersebut. Dampak dari keterbatasan penelitian ini terhadap hasil penelitian adalah dapat terjadi kesalahan dalam menentukan hasil penelitian dan juga dapat terjadi ke tidakrelevanan antara hasil dengan apa yang ada di lapangan.

c. Menghubungkan antara teori dan hasil penelitian

Uji chi-square:Uji chi-square adalah salah satu uji statistic non parametik yang cukup sering digunakan dalam penelitian. Uji chi-square ini bias diterapkan untuk pengujian kenormalan data, pengujian data yang berlevel nominal atau untuk menguji perbedaan dua atau lebih proporsi sampel. Uji chi-square diterapkan pada kasus dimana akan diuji apakah frekuensi yang akan di amati (data observasi) bebeda secara nyata ataukah tidak dengan frekuensi yang diharapkan (expected value). Chi-square Test atau Uji Chi-square adalah teknik analisis yang digunakan untuk menentukan perbedaan frekuensi observasi (Oi) dengan frekuensi ekspektasi atau frekuensi harapan (Ei) suatu kategori tertentu. Uji ini dapatdilakukan pada data diskrit atau frekuensi. Pengertian chi square atau chi kuadrat lainnya adalah sebuah uji hipotesis tentang perbandingan antara frekuensi observasi dengan frekuensi harapan yang didasarkan oleh hipotesis tertentu pada setiap kasus atau data (diktat 2009). Chi kuadrat adalah pengujian hipotesis tentang perbandingan antara frekuensi sampel yang benar–benar terjadi (Haryono,1994).

Uji anova:Uji anova merupakan lanjutan dari uji-t independen dimana kita memiliki dua kelompok percobaan atau lebih. ANOVA biasa digunakan untuk membandingkan mean dari dua kelompok sampel independen (bebas). Uji ANOVA ini juga biasa disebut sebagai One Way Analysis of Variance. Asumsi yang digunakan adalah subjek diambil secara acak menjadi satu kelompok n. Distribusi mean berdasarkan kelompok normal dengan keragaman yang sama. Ukuran sampel antara masing-masing kelompok sampel tidak harus sama, tetapi perbedaan ukuran kelompok sampel yang besar dapat mempengaruhi hasil uji perbandingan keragaman.

13

Page 14: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

Jadi teori yang di pakai pada jurnal ini yaitu chi-square dan anova, didapatkan relevan dengan hasil penelitian yang terdapat dalam jurnal. Hal ini dapat di lihat dalam hasil tabel dan pembahasan.

d. Menghubungkan dengan pertanyaan penelitian

Keragaman makanan yang dikonsumsi oleh anak balita didekati dengan skor PPH. PPH adalah susunan beragam makanan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama, dalam hal ini setelah dikelompokkan menjadi 8 kelompok bahan pangan. Standar keragaman pangan ditunjukkan oleh skor PPH sebesar 100. Tingginya skor PPH menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisinya maupun mutu gizinya.Pada penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan anak balita umur 24-59 bulan yang normal temyata lebih beragam yaitu dengan skor 96,60 dibandingkan dengan anak yang pendek yaitu dengan skor 88,35.

Salah satu indikator untuk me-nunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitung berdasarkan besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Anak balita umur 24-59 bulan sudah bisa mengonsumsi makanan seperti makanan anggota keluarga lainnya. Dari hasil analisis konsumsi gizi, rata-rata konsumsi energi pada anak balita umur 24-59 bulan adalah 97,5% AKG hampir mendekati standar kecukupan (100% AKG). Rata-rata konsumsi energi anak balita pendek lebih rendah yaitu 92,7% AKG, sedangkan pada anak balita yang normal 98,8% AKG. Konsumsi terendah ditemukan pada anak balita pendek kelompok umur 48-59 bulan, yaitu 84,8% AKG. Tampak bahwa semakin bertambah umur, rata-rata tingkat konsumsi energi anak balita pendek semakin kecil. Namun rata-rata tingkat konsumsi protein, baik pada anak yang pendek maupun normal sudah melebihi standar kecukupan di semua kelompok umur.

Bila dilihat dari proporsi anak balita (24-59 bulan) yang konsumsi energinya rendah (defisit energi), dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak balita pendek yang mengalami defisit energi sebanyak 31,5%, lebih banyak dibandingkan anak balita normal (24,9%). Demikian juga anak balita pendek yang mengalami defisit protein adalah 23,0% lebih banyak dari anak balita yang normal (17,5%). Kondisi ini menggambarkan bahwa konsumsi energi dan protein anak balita yang status gizinya pendek berbeda signifikan dengan anak balita normal, dan anak pendek cenderung lebih banyak yang defisit.

e. Mengemukakan kesimpulan yang sahih berdasarkan data penelitian

Jumlah anak balita pendek (24-59 bulan) yang mengalami defisit energi lebih banyak (31,5%) dibandingkan dengan anak balita yang normal (24,9%). Demikian juga anak balita pendek yang mengalami defisit protein lebih banyak (23,0%) dibandingkan dengan anak balita yang normal (17,5%).

14

Page 15: Gambaran Keragaman Makanan Dan Sumbangannya Terhadap Konsumsi Energi Protein Pada Balita Pendek Di Indonesia

Perbedaan defisit energi dan protein pada anak balita cukup bermakna menurut status gizi.

Konsumsi makanan anak balita normal (24-59 bulan) lebih beragam dibandingkan dengan anak balita pendek dengan skor pola pangan harapan (PPH) pada anak balita normal sebesar 96,6, sedangkan pada anak balita pendek sebesar 88,4.

Sumbangan energi dari padi-padian pada anak balita pendek lebih tinggi (46,2%) dibandingkan dengan anak yang normal (45,5%). Sumbangan protein dari hewani pada anak balita pendek lebih rendah (39,0%) di-bandingkan dengan anak yang normal (41,9%). Pada balita pendek sumbangan protein dari padi-padian lebih banyak yaitu 33,8% sedangkan pada balita normal 31,1 %.

f. Mengemukakan saran penelitian selanjutnya disertai dengan anjuran metodologis yang tepat

Diperlukan adanya cara yang lebih baik lagi dalam melakukan data konsumsi sehingga hasil gambaran gambaran kondisi konsumsi penduduk dan penghitungan proporsi penduduk yang menonsumsi energi dan protein lebih akurat lagi.Selain itu diperlukan adanya perbaikan tingkat sosial ekonomi di masyarakat agar masalah pendek (stunting) pada anak-anak bisa diturunkan. Dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat diharapkan penyediaan makanan untuk anak-anak balita akan lebih beragam. Sehingga kebutuhan energi dan protein serta zat-zat gizi lainnya dapat terpenuhi, yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangan anakanak balita sejak janin di dalam kandungan ibunya.

8. Ucapan terima kasih

Pada penelitian tidak dicantumkan ucapan terima kasih kepada siapapun

9. Daftar pustaka

a. Semua yang tertulis di daftar pustaka kurang lebih terdapat di dalam naskahb. Daftar pustaka dalam naskah tidak disusun sesuai dengan format yang benar, tetapi

teracak.

10. Lain-lain

a. Pada naskah terlalu banyak terdapat pengulangan kalimat, cenderung banyak kata-kata, namun masih dapat di mengerti.

b. Pada naskah bahasa yang dipergunakan sudah menggunakan ejaan yang baku

15