GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA YANG MENIKAH...
Transcript of GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA WANITA YANG MENIKAH...
GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN
PADA WANITA YANG MENIKAH DI BAWAH TANGAN
Oleh: RAUDATUL FARIDA NIM. 103070029015
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian per.:•yaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikolot~i
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H /2008 M
GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN
PADA WANITA YANG MENIKAH DI BAWAH TANGAN
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Pembi ring I, I .
-\
Ora. N Hartati M. Si NIP. 15 2 5938
Oleh:
RAUDATUL FARIOA
NIM. 103070029015
Di Bawah Bimbingan
Pembimbin91 II,
Yunita Faela Nisa, M. Psi NIP. 150368i'48
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H /2008 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA
WANITA YANG MENIKAH DI BAWAH TANGAN telah diujikan dalam sidang
munaqosah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 18 Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 18 Februari 2008
M.Si
8
Sidang Munaqosah
Sekretaris Merangkap Anggota
NIP. 150238773
Anggota: i Penguji I J
Pembimbing II
Yunita Faela Nis~\11. Psi NIP. 150368748
MOTTO
<Barangsiapa yang mengetjakgn ama( shalefi, 6aiftpria maupun wanita cfatam ~adaan 6eriman, mak,g sesunggunya ak,gn 'Kflmi
6erikgn ~padanya ~fiUfupan yang (e6ifi 6aili.:, <Dan sesunggufinya akgn 'Kfl,mi 6erikgn 6atasan ~pai{a merefta dengan
pafiata yang (e6ifi 6aiftdari apa yang merekg ~tjakgn
{Jln-:N"afi(: 9 7)
<Ber6aik.,liati/afi, kgrena semua orang yang ftamu temui sedang 6ery·uang datam pertempuran yang (e6ifi suEi.t
(P!ato)
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Kupersembahkan kepada yang tercinta: Ayahanda dan lbunda, Kakak dan Adik, serta Keponakan-Keponakan,
Atas segala cinta, inspirasi dan motivasi
iv
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi (B) Januari 2008 (C) Raudatul Farida (D) Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Wanita yang Menikah di
Bawah Tangan (E) 132 halaman +iv lampiran (F) Nikah di bawah tangan yaitu pernikahan yang sah menurut Islam, karena
rukun nikahnya mencukupi, seperti wali, saksi, ijab dan qabul, hanya saja tidak tertulis secara resmi dan tidak diberitahukan ke masyarakat. Tidak diakuinya pemikahan di bawah tangan secara hukum negara, memiliki dampak negatif bagi pihak wanita atau istri dan anak yang dilahirkan. Dampak secara hukum yaitu, jika suami meninggal dunia maka hak waris istri dan anaknya akan hilang. Bisa juga jil<a terjadi perceraian hidup, sang suami mengingkari hak-hal< istri menyangkut nafkah atau harta bersama mereka. Dampak secara sosial yaitu dapat menimbulkan isu-isu negatif terhadap pasangan pria dan wanita, yang sebenarnya telah menikah, tetapi oleh masyarakat diduga belum menikah sehingga dinilai melakukan pelanggaran agama. Namun, dampak negatif yang timbul dari pernikahan di bawah tangan dapat saja mempengaruhi kepuasan pernil<ahan pada wanita. Pada wanita yang menikah di bawah tangan, kepuasan pernikahan menjadi suatu hal yang dapat memperkuat il<atan pemikahannya. Hal ini terutama dirasal<an secara psikologis. Kepuasan pernikahan merupakan suatu pengalaman subyektif, perasaan yang kuat, dan sikap yang didasarkan pada faktor dalam individu yang mempengaruhi l<ualitas yang dirasakan dari interaksi pernikahan. Kebahagiaan dan kepuasan pernikahan yang ingin dicapai oleh setiap orang tidal< muncul dengan sendirinya, tetapi kedua hal tersebut harus diusahakan dan diciptakan oleh individu yang ada dalam pernikahan. Kepuasan pernikahan dapat diidentifikasi dari indikator kepuasan pernikahan, yaitu persahabatan, l<omitmen, persamaan dan perasaan positif (Lauer & Lauer, dalam Baron & Byrne, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kepuasan pernil<ahan pada wanita yang menikah di bawah tangan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, metode yang digunakan yaitu studi kasus dengan desain multikasus. Subyek dalam penelitian ini yaitu wanita yang menikah di bawah tangan sebanyak tiga orang.
v
Subyek dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam pengumpulan data teknik yang digunakan yaitu wawancara serta observasi sebagai pendukung. Ketika wawancara, instrumen yang digunakan yaitu pedoman waawancara, lembar observasi dan alat perekam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang menikah di bawah tangan cukup merasakan kepuasan pernikahan. Namun, walaupun wanita yang menikah di bawah tangan cukup merasakan kepuasan pernikahan, tetapi mereka juga merasakan kekhawatiran terhadap pernikahan di bawah tangan yang mereka jalani. Kekhawatiran tersebut lebih dirasakan karena dampak yang akan dialami anak. Selain itu. ketakutan akan ditinggal suami serta tidak ada perlindungan hukum terhadap pernikahan di bawah tangan juga dirasakan subyek. Saran yang diajukan dalam penelitian ini yaitu untuk penelitian lanjutan, dalam pemilihan subyek sebaiknya dilihat juga dari faktor lainnya seperti tingkat pendidikan, penghasilan keluarga dan usia pernikahan. Untuk mempermudah menjalin hubungan dengan keluarga besar pasangan yang tempat tinggalnya jauh, dapat dilakukan subyek dengan cara komunikasi melalui telepon atau media lain. Agar tercipta keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, dapat dilakukan dengan menjalankan kewajiban sebagai suami-istri yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
(G) Daftar Bacaan: 33 (1980-2006)
VI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi Robbil 'aalamiin, dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah kepada penulis, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda Nabi Muhammad Saw., keluarga dan sahabatnya, serta para pengikutnya yang tetap istiqomah dijalannya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan Program Pendidikan Strata 1 Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pengetahuan yang penulis dapatkan, dengan segala kesabaran dan optimisme. Hal ini berkat dukungan dan bantuan berbagai pihak sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai, semoga Allah membalasnya dengan berlipat ganda.
Pada kesempatan ini, penulis sampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada:
1. lbu Dra. Netty Hartati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi dan dosen pembimbing I dalam penelitian ini, yang telah membimbing dengan penuh perhatian dan keikhlasan serta motivasi kepada penulis,
2. lbu Dra. Zahrotun Nihayah, M. Si., selaku Pembantu C+ekan I dan Prof. DR. Hamdan Yasun, M. Si. selaku dosen penasehat akademik.
3. lbu Yunita Faela Nisa, M. Psi., selaku dosen pembimbing II, yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, keikhlasan, pmhatian, serta motivasi kepada penulis.
4. Kedua orang tuaku. Ayahanda H. Mansur, Ks. dan lbunda Hj. Nurmanih. Segala doa dan usaha dari kalian adalah cahaya kehiclupan bagi kami anak-anakmu. Cinta kalian tak bersyarat. Semoga Allah SWT. selalu melindungi Ayahanda dan lbunda.
5. Kakak-kakakku Armani dan R. Alip S., Zulhijah dan Syarif H., Fauziah dan Khairuddin, adikku Upik Nurul Iman dan Suaibatul Aslcimiyah, se1ta keponakan-keponakanku, Liza Aftriani, M. Daffa Al-Hafizh, M Zahran Syahza, M. Khairi Dzamir dan Fairuz Dzikra, yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. Semoga penulis juga dapat menjadi motivasi untuk kalian semua.
vii
6. Kepada sahabatku Etty Marwati terima kasih atas inspirasinya. 7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN yang telah memberikan banyak
pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga. lnsya Allah dapat bermanfaat dan penulis dapat mengamalkannya.
8. Seluruh staf dan karyawan akademik Fakultas psikologi, serta Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN, Perpustakaan Utama UIN, Perpustakaan Fakultas Psikologi UI, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Islam Iman Jama', Perpumda DKI Jakarta. Perpustakaan LIPI, atas segala pelayanan yang prima.
9. Teman-teman angkatan 2003, mulai dari kelas A sampai kelas D. Khususnya teman-temanku: Nurhidayati, Qurratu Aini, lkcha Maulidya, Rini Haryani, Evi Nurfaryanti, Ade Susanti, Siti Aisyah, Ira Kumiawati, Ersyali Saptianisari, Catur Tresna R., Fakhrunnisa, Maya Damayanti & Dani Widarsa, Nurul lsyana Sholihah, Zahrotul Hurnairoh, Ayi Widiyastuti, dan lain-lain yang tidak tertulis satu persatu, tetapi tidak rnengurangi rasa sayang serta terirnakasih atas kebersamaan dan kenangan yang rnanis.
10. Ketiga responden yang ikhlas rnernbantu penulis dengan mencurahkan perasaan serta berbagi pengalaman. Semoga selalu menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah dan lindungan Allah SWT.
11. Bapak Drs. Choliludin, MA., rasa hormat dan terima kasih khusus dari penulis untuk bapak.
Akhimya, hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri. Semoga skripsi ini berguna dan menjadi amal shaleh. Amiin yaa robbal alamiin.
Jakarta, 18 Februari 2008
Penulis
Vlll
DAFTAR ISi
HALAMAN JUDUL .•........•...............•....................................•..•.......•. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................•..•...•...............•..........•...••..•. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................••..•........•.......•.. iii
MOTTO ......•......•..•.......•.........•..•.....•..................•.......•........•...........•. .iv
ABSTRAK ..........•.................•.......................•.........•....•...•............•..... v
KA TA PENGANTAR ................................•..........•.....•..•...•...•............. vii
DAFT AR ISi ...........................••.......••......•......•...••..•..•....................... .ix
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
DAFT AR LAMPIRAN .......................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1-13
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2. ldentifikasi Masalah .................................................................... 10
1.3. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................ 10
1.3.1. Batasan Masalah ............................................................ 10
1.3.2. Rumusan Masalah ........................................................... 11
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 12
1.4.1. Tujuan Penelitian ............................................................ 12
1.4.2. Manfaat Penelitian .......................................................... 12
1. 5. Sistematika Penulisan ................................................................ 13
ix
BAB II KAJIAN PUSTAKA 15-50
2.1. Pernikahan ................................................................................. 15
2.1.1. Pengertian Pernikahan .................................................... 15
2.1.2. Alasan dan Tujuan Pernikahan ....................................... 17
2.2. Kepuasan Pernikahan ............................................................... 21
2.2.1. Pengertian Kepuasan Pernikahan .................................. 21
2.2.2. lndikator Kepuasan Pernikahan ...................................... 24
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Pernikahan ...................................................................... 28
2.2.4. Kapuasan Pernikahan dalam Perspektif lslam ................. 36
2.3. Nikah di Bawah Tangan ............................................................. .44
2.3.1. Pengertian Nikah di Bawah Tangan .............................. .44
2.3.2. Hukum Nikah di Bawah Tangan ..................................... 45
2.3.3. Sebab-Sebab Terjadinya Nikah di Bawah Tangan ........ .47
2.3.4. Dampak Negatif Nikah di Bawah Tangan ...................... .48
2.4. Kerangka Berpikir ................................................................... 50
BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN 54-64
3.1. Jenis Penelitian ....................................................................... 54
3.1.1. Pendekatan Penelitian ................................................. 54
3.1.2. Metode Penelitian ........................................................ 55
x
3.2. Subyek Penelitian ................................................................... 56
3.2.1. Karakteristik Subyek .................................................... 56
3.2.2. Jumlah Subyek ............................................................ 56
3.2.3. Teknik Pemilihan Subyek ............................................. 56
3.3. Teknik dan lnstrumen Pengurnpulan Data ............................. 57
3.3.1. Teknik Pengumpulan Data ........................................... 57
3.3.2. lnstrumen Pengumpulan Data ...................................... 59
3.4. Analisis Data ........................................................................... 61
3.5. Prosedur Penelitian .................................................................. 63
3.5.1. Tahap Persiapan .......................................................... 63
3.5.2. Tahap Pelaksanaan ...................................................... 63
3.6. Kode Etik Penelitian ................................................................. 64
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 66-118
4.1. Gamba ran Umum Subyek Penelitian .......................................... 66
4.2. Gambaran dan Analisis Kasus .................................................... 67
4.2.1. Kasus M ............................................................................ 67
4.2.2. Kasus S ............................................................................ 83
4.2.3. Kasus E ........................................................................... 101
4.3. Analisis Antar Kasus ................................................................... 118
XI
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 127-126
5.1. Kesirnpulan ................................................................................. 127
5.2. Diskusi ........................................................................................ 129
5.3. Saran .......................................................................................... 131
5.3.1. Saran Teoritis .................................................................. 131
5.3.2. Saran Praktis ................................................................... 132
DAFT AR PUST AKA
LAMPI RAN
XU
DAFTAR TABEL
TABEL Ha la man
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subyek ..................................... GB
Tabel 4.2.1.A Riwayat Pernikahan M ............................................. 78
Tabel 4.2.1.B Gambaran Kepuasan Pernikahan M ...................... 80
Tabel 4.2.1.C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepuasan Pernikahan M ......................................... 83
Tabel 4.2.2.A Riwayat Pernikahan S ............................................. 94
Tabel 4.2.2.B Gambaran Kepuasan Pernikahan S ........................ 97
Tabel 4.2.2.C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepuasan Pernikahan S .......................................... 100
Tabel 4.2.3.A Riwayat Pernikahan E ............................................. 112
Tabel 4.2.3.B Gambaran Kepuasan Pernikahan E ....................... :113
Tabel 4.2.3.C Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepuasan Pernikahan E ......................................... 11 G
Tabel 4.3.1 Analisis Antar Kasus:
Riwayat Pernikahan ................................................ 119
Tabel 4.3.2 Analisis Antar Kasus:
Gambaran Kepuasan Pernikahan ............................ 121
Tabel 4.3.3. Analisis Antar Kasus:
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan ..... 123
xm
DAFTAR LAMPIRAN
Uunpiran 1 : Surat Pengtmtar Persetujuan
Lampiran 2 : Surat Pernyataan Persetujuan
Lampiran 3 : Lembar Obs~tvasi
Lampiran 4 : Pedoman Wawancara
xiv
BAB1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya orang mempunyai keinginan untuk menikah, karena dengan
menikah banyak kebutuhan pribadi yang dapat dipenuhi. Pemenuhan
kebutuhan psikologis adalah alasan terpenting untuk mennasuki pernikahan.
Kebutuhan psikologis ini diantaranya adalah kebutuhan akan adanya
companionship, kebutuhan untuk menerima dan memberijkan cinta kasih, dan
kebutuhan akan adanya komitmen.
Pernikahan adalah hubungan dyadic atau berpasangan antara seorang pria
dan seorang wanita, walaupun tidak menutup kemungkinan terdapat
pernikahan dalam budaya tertentu yang membolehkan poiigami. Pernikahan
adalah hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang
menyediakan pemenuhan akan hubungan seksual, dapat mengasuh anak
secara sah, dan terdapat pembagian tugas di antara mereka (Duvall & Miller,
1985).
1
2
Sejalan dengan perkembangan hidup manusia, ada tahap ketika seseorang
akan dihadapkan pada pernikahan, begitu juga dalam kehidupan seorang
wanita, karena tujuan sebagian besar wanita yang belum menikah adalah
pernikahan (Hurlock, 1980).
Tekanan dari orang tua atau lingkungan dapat menjadi tuntutan bagi seorang
wanita untuk segera menikah (Hurlock, 1980). Bisa saja karena tuntutan
tersebut, seorang wanita memilih menikah di bawah tangan, dengan alasan
pernikahan ini dianggap lebih mudah daripada pernikahan secara resmi. Hal
ini karena pernikahan di bawah tangan tidak harus mendaftar ke Pegawai
Pencatat Nikah atau ke Kantor Urusan Agama (KUA).
Nikah di bawah tangan yaitu pernikahan yang sah menurut Islam, karena
rukun nikahnya mencukupi, seperti wali, saksi, ijab dan qabu/, hanya saja
tidak tertulis secara resmi dan tidak diberitahukan (M. Fu'ad Syakir, 2002).
Dijelaskan dalam Undang- Undang Perkawinan (1989), Pasal 2 ayat (1) dan
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang menegaskan:
"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu", "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan PP. No. 9 Tahun 1975 pasal 2 ayat (1) menyatakan "Pencatatan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat seba9aimana dimaksud
3
dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan Nikah, talak dan Rujuk"
Pernikahan di bawah tangan sah secara hukum agama Islam. Namun, tidak
mendapat pengakuan resmi dari negara, sehingga tidak ada perlindungan
hukum negara jika terjadi masalah dalam pernikahan.
Mendapatkan ketentraman dan kasih sayang merupakan tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap pasangan yang menikah untuk mewujudkan suatu
keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah (Sudarsono, 1991).
Tujuan pernikahan ini terdapat dalam Al-Quran surat Ar-Huum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Dalam hal pernikahan, Islam memberikan tuntunan kepada pemeluknya,
tuntunan tersebut lengkap dengan tata cara dan aturan-aturannya. Hal ini
karena sesungguhnya pernikahan merupakan ketetapan lllahi atas segala
makhluk (M. Quraish Shihab, 1997). Hakikat ini ditegaskan dalam Al-Quran
Surat Adz-Dzariyat ayat 49:
"Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah."
Dalam pernikahan di bawah tangan, beragam alasan yang
4
melatarbelakanginya. Data dari hasil penelitian, alasan seseorang melakukan
pernikahan di bawah tangan, yaitu: faktor biaya/ekonomi f<arena tidak mampu
mengeluarkan biaya untuk mendaftarkan pernikahannya ke KUA yang
dianggapnya begitu mahal, faktor biologis dilakukan oleh orang yang tidak
dapat menahan hasrat biologisnya, faktor keluarga yang tidak mengenal
proses hukum negara yang harus dilakukan ketika seseorang melakukan
pernikahan, dan faktor lain-lain/poligami karena khawatir pernikahannya
tersebar luas, sehingga mereka mengurungkan niat untuk mendaftar
pernikahannya secara resmi ke KUA (Ai Tita Kusumawati, 2006).
Bila kita perhatikan, pernikahan di bawah tangan cenderung lebih banyak
dilakukan oleh mereka yang tidak ingin pernikahannya diketahui orang lain,
terutama para pria yang melakukan poligami. Bisa jadi karena kuatnya
penolakan terhadap poligami merupakan salah satu alasan yang
melatarbelakangi seseorang menikah di bawah tangan.
Seperti yang sering diberitakan media massa tentang pemikahan di bawah
tangan yang dilakukan oleh Bambang Trihatmojo dengan Mayang Sari
sebagai istri kedua, yang akhirnya Bambang menceraikan istri pertamanya.
Ada juga Rhoma lrama dengan Angel Lelga sebagai istri muda, setelah
diketahui oleh masyarakat yang menimbulkan pro dan kontra pernikahan
mereka berakhir. Kasus lainnya yaitu Farhat Abbas suami dari Nia Daniati
yang menikahi Ani Muryadi secara di bawah tangan, pernikahan ini pun
berakhir dengan perpisahan, dan Farhat Abbas lebih memilih Nia Daniati
sebagai istri yang sah (Jalu, 2005). Jika dilihat dari kasus-·kasus yang
merebak di masyarakat, kebanyakan pernikahan di bawah tangan dilakukan
dengan sengaja agar tidak diketahui orang lain, dan pada akhirnya
perpisahan menjadi ujung dari pernikahan ini, kemungkinan tidak adanya
kepuasan memicu perpecahan dalam hubungan pernikahan.
5
Beragam alasan yang melatarbelakangi pernikahan di bawah tangan. Namun,
bukan berarti seseorang yang melakukan pernikahan di bawah tangan
dianggap melanggar hukum. Walaupun tidak melanggar hukum, tentunya ada
pihak yang dirugikan dalam pernikahan ini. Pihak wanita atau istri merasakan
dampak yang lebih berat, begitu juga dengan anak yang clilahirkan.
6
Nikah di bawah memiliki dampak negatif terhadap status anak yang
dilahirkan. Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan (1989),
menyebutkan bahwa "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah." Sedangkan pemikahan di bawah
tangan adalah pernikahan yang tidak tercatat di KUA dan tidak diakui secara
hukum negara, sehingga di mata hukum negara status anak yang dilahirkan
dianggap sebagai anak yang tidak sah. Konsekuensinya, anak yang
dilahirkan dari pernikahan di bawah tangan, hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini dijelaskan dalam pasal
selanjutnya yaitu pasal Pasal 43 ayat (1).
Kesulitan lain yang akan dialami oleh anak dari pernikahan di bawah tangan
adalah tidak dicatatkannya kelahiran anak, yang menjadi pengakuan dari
hukum negara atas kelahirannya dan merupakan hak dasar bagi anak
sebagai langkah pertama untuk mendapatkan perlindungan serta status
dalam hukum negara (lnayatul Anisah, 2005). Hal ini karena akte kelahiran
dibuat dengan menyertakan surat nikah orang tua, sedangkan pernikahan di
bawah tangan tidak tercatat secara resmi, se11a tidal< memperoleh surat
nikah, maka anak dari pernikahan ini tidak bisa membuat akte kelahiran. Akte
kelahiran biasanya selalu diminta untuk melengkapi administrasi sekolah, dan
untuk kepentingan administrasi lainnya.
7
Seorang ayah dapat saja menyangkal bahwa anak dari hasil pernikahan di
bawah tangan yang dilakukan bukan anak kandungnya, karena asal-usul
seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik,
yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang (Undang-Undang
Perkawinan No.1/1974 Pasal 55 ayat (1). 1989). Tidak adanya akte kelahiran
yang menunjukkan status anak, maka anak pun tidak dapat menuntut haknya
atas kewajiban orang tuanya, terutama dari ayahnya. ltu berarti anak tidak
berhak atas biaya kehidupan dan pendidikan, nafkah dan warisan dari
ayahnya karena ia tidak mempunyai status sebagai anak yang sah (lnayatul
Anisah, 2005).
Pernikahan di bawah tangan sah secara hukum agama Islam. Namun,
pernikahan ini tidak memiliki kekuatan hukum negara serta tidak dianggap
sah. Hal ini karena pernikahan tersebut dilakukan di luar pengetahuan dan
pengawasan pencatat nikah. Wanita yang menikah di bawah tangan secara
hukum negara tidak dianggap sebagai istri yang sah, serta tidak berhal< atas
nafkah dan warisan dari suami jika wanita tersebut ditinggal meninggal dunia
oleh suaminya. Selain itu, jika terjadi perceraian, istri tidak. berhak atas harta
gono-gini, karena secara hukum negara pernikahan tersebut tidak pernah
terjadi (Jalu, 2005).
8
Ketika wanita berada di tengah-tengah masyarakat, secara sosial wanita
akan sulit untuk bersosialisasi, karena wanita yang melakukan pernikahan di
bawah tangan dianggap tinggal serumah dengan laki-laki tanpa adanya
ikatan pernikahan, atau sering juga disebut sebagai istri simpanan. Hal ini
karena tidak ada surat nikah yang membuktikan bahwa wanita tersebut telah
menikah {Jalu, 2005).
Dalam suatu pernikahan, seseorang ingin memperoleh kepuasan. Pada
setiap pernikahan memberikan tingkat kepuasan yang berbeda, dimana
kepuasan yang dirasakan satu pasangan belum tentu sama dengan
pasangan yang lain. Kepuasan pernikahan merupakan suatu pengalaman
subyektif, perasaan yang kuat, dan sikap yang didasarkan pada faktor dalam
individu yang mempengaruhi kualitas interaksi dalam pernikahan {Weiss,
2005).
Bagi wanita yang menikah di bawah tangan, kepuasan pernikahan menjadi
suatu hal yang dapat memperkuat ikatan pernikahannya. Hal ini terutama
dirasakan secara psikologis, meskipun secara hukum negara pernikahan ini
tidak memiliki kekuatan. Namun, dampak negatif yang timbul dari pernikahan
di bawah tangan dapat saja mempengaruhi kepuasan pernikahan pada
wanita.
9
Pernikahan di bawah tangan dapat menjadi pernikahan yang rentan terhad~p
konflik. Hal ini karena tidak kuatnya ikatan pernikahan dengan tidak adanya
surat resmi. Masalah atau konflik akan selalu ada dalam setiap pernikahan.
Namun, dengan pengendalian konflik secara efektif pernikahan dapat
dianggap berhasil (Kazdin, 2000), sehingga seseorang da1pat merasakan
kepuasan pernikahan.
Kepuasan pernikahan yang ingin dicapai oleh setiap orang tidak muncul
dengan sendirinya, tetapi kedua hal tersebut harus diusahakan dan
diciptakan oleh individu yang ada dalam pernikahan. Dalam kepuasan
pernikahan faktor yang mempengaruhi yaitu: faktor personal, pemuasan
kebutuhan psikologis, anak, kehidupan seksual di dalarn pernikahan,
ekonomi, kebersamaan, interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik,
hubungan dengan keluarga besar pasangan, penyesuaian penyelesaian
konflik dan pengambilan keputusan dalam pernikahan.
Walaupun menirnbulkan pro dan kontra di masyarakat, praktek pernikahan di
bawah tangan hingga kini masih banyak dilakukan. Bahkan sebenarnya tidak
sedikit wanita yang mengetahui "ruginya" jika melaksanakan pernikahan di
bawah tangan. Namun, tetap saja banyak yang bersedia rnelakukannya
dengan berbagai alasan. Padahal akibatnya bukan hanya ditanggung oleh
wanita, juga berimbas pada anak yang dilahirkan.
10
1.2. ldentifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran masalah yang terjadi dalam pernikahan di bawah
tangan dan kepuasan pernikahan, maka beberapa masalah yang ditetapkan
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pernikahan di bawah tan~1an?
2. Bagaimana dampak pernikahan di bawah tangan terhadap istri, suami dan
anak?
3. Bagaimana riwayat pernikahan wanita yang menikah di bawah tangan?
4. Apa yang dimaksud clengan kepuasan pernikahan?
5. Bagaimana kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah
tangan?
6. Bagaimana Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan pada
wanita yang menikah di bawah tangan?
1.3. Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tetap fokus pada masalah yang akan diungkap, maka pada
penelitian ini dibatasi pada permasalahan-permasalahan:
1. Kepuasan pernikahan adalah suatu pengalaman suby,ektif, perasaan yang
kuat, dan sikap dari semua yang didasarkan pada faktor individu yang
rnempengaruhi kualitas dari interaksi dalam pernikahan (Weiss, 2005).
2. Nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang sah menurut Islam,
karena rukun nikahnya mencukupi, seperti wali, saksi, ijab dan qabu/,
hanya saja tidak tertulis secara resmi dan tidak diberitahukan (M. Fu'ad
Syakir, 2002).
3. Wanita yang dimaksud adalah wanita yang menikah bawah tangan.
1.3.2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana gambaran
kepuasan pemikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan?
Secara lebih spesifik perumusan masalah yang ingin diketahui dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana riwayat pernikahan wanita yang menikah di bawah tangan?
2. Bagaimana kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah
tangan?
11
3. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan pada
wanita yang menikah di bawah tangan?
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
12
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada
perumusan masalah dalam penelitian, yaitu untuk memperoleh pengetahuan,
pemahaman dan hal-hal yang berkaitan dengan gambaran kepuasan
pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan dihasilkan pada penelitian ini yaitu:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian ini mempunyai manfaat sebagai pengembangan
ilmu pengetahuan dalam penelitian bidang psikologi, terutama Psikologi
Sosial.
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini mempunyai manfaat yaitu sebagai media
informasi mengenai kepuasan pernikahan, bagaimana kepuasan pernikahan
pada wanita yang menikah di bawah tangan, dan mengetahui hukum
pernikahan di bawah tangan, serta dampak-dampak pernikahan di bawah
tangan.
1.5. Sistematika Penulisan
Berdasarkan Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi, Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2004), pembahasan penelitan ini
dibagi ke dalam lima bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BABIPENDAHULUAN
13
Secara keseluruhan, isi pendahuluan merupakan penjelasan-penjelasan yang
erat hubungannya dengan masalah yang di bahas. Pada bab ini berisikan
latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dari rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis serta
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka memuat berbagai sumber dari teori-teori yang berkaitan
dengan topik penelitian. Teori yang digunakan dalam pern~litian ini yaitu
pernikahan, kepuasan pernikahan, dan nikah di bawah tangan serta kerangka
berpikir.
BAB Ill METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan secara terperinci bagaimana dan melalui pendekatan
apa penelitian akan dilakukan. Antara lain, jenis penelitian, teknik pemilihan
14
subyek, pengumpulan data, prosedur penelitian, dan analisis data, serta kode
etik penelitian.
BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
Bab ini terdiri dari tiga subbab. Subbab pertama membahas gambaran umum
subyek penelitian, subbab kedua membahas gambaran dan analisis kasus,
dan subbab ketiga membahas analisis antar kasus.
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini ada tiga hal yang perlu dikemukakan, yaitu kesimpulan yang
mengemukakan uraian gambaran dari jawaban masalah yang diteliti, diskusi
mengenai temuan-temuan dalam penelitian, dan saran untuk penelitian
lanjutan, baik teoritis maupun praktis.
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini terdiri dari empat subbab. Subbab pertama mernbahas pernikahan,
meliputi pengertian, alasan dan tujuan. Subbab kedua mE~mbahas kepuasan
pernikahan, meliputi pengertian, indikator dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan pernikahan, serta kepuasan pernikahan dalam
perspektif Islam. Subbab ketiga membahas nikah di bawah tangan, meliputi
pengertian, hukurn, sebab-sebab dan dampak nikah di bawah tangan.
Subbab keempat kerangka berpikir.
2.1. Pernikahan
2.1.1. Pengertian Pernikahan
lstilah "nikah" berasal dari bahasa Arab yang artinya berhimpun, sedangkan
menurut bahasa Indonesia adalah "kawin". Dewasa ini kerap kali dibedakan
antara "nikah" dengan "kawin", akan tetapi pada prinsipnya sama (Sudarsono,
1991).
Apabila ditinjau dari segi hukum, pernikahan adalah suatu akad suci dan
luhur antara pria dan wanita yang menjadi sebab sahnya status sebagai
15
suami-istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mencapai
keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni
(Sudarsono, 1991).
16
Menurut Duvall dan Miller (1985), "Marriage is the dyadle of pair relationship
between one man and one woman." Pernikahan merupakan suatu peristiwa
alamiah yang terjadi antara dua orang, yaitu antara pria dan wanita secara
berpasangan yang disebut hubungan dyadic.
Selanjutnya Duvall dan Miller (1985) mengatakan, " ... perhaps marriage can
be most accurately define as the socially recognized relationship between a
man and woman that provides for sexual relation, legitimizes childbearing,
and establishes a division of labor between spouses." Dalam pernikahan
selain adanya hak legal dalam membesarkan anak, juga berdapat pengakuan
sosial, legitimasi dalam hubungan seksual, dan adanya pembagian kerja
yang sesuai antara pasangan tersebut.
Menurut Bernard (dalam Santrock, 2002), pemikahan biasanya digambarkan
sebagai bersatunya dua individu, tetapi pada kenyataannya adalah
persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan peimbangunan
sebuah sistem ketiga yang baru.
17
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah
hubungan antara seorang pria dan wanita sehingga membentuk sistem
keluarga baru, serta menjadi sebab sahnya status sebagai suami-istri dalam
membesarkan anak dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan
mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling
menyantuni.
2.1.2. Alasan dan Tujuan Pernikahan
Stinnet (dalam Turner & Helms, 1987) menyusun hal-hal yang umum
dikemukakan sebagai alasan dilangsungkannya suatu pernikahan, yaitu:
1. Commitment (Komitmen). Banyak orang menginginkan adanya
seseorang yang mau mendedikasikan dirinya pada pasangannya dengan
tulus. Pernikahan merupakan suatu ekspresi dari tipe cledikasi ini, dan
upacara pernikahan menjacli simbol clari komitmen ini.
2. One-to-one Relationship (Hubungan pribacli antara seseorang clengan
seseorang yang lain). Banyak inclividu yang menclambakan suatu bentuk
hubungan one-to-one yang bersifat intim clan berlangsung selamanya.
Banyak juga yang ingin hiclup bersama clengan seseorang untuk
menclapatkan clukungan secara emosional dalam bentuk afeksi, respek,
kepercayaan clan keintiman.
3. Companionship and Sharing (Persahabatan clan Berbagi). Pernikahan
menyecliakan kesempatan untuk menanggulangi kesepian clan
18
pengasingan diri atau isolation, dengan potensi akan adanya
companionship (persahabatan) dan kesernpatan untuk berbagi aktifitas di
dalarn pernikahan tersebut. Riset rnenunjukkan bahwa sharing (berbagi)
rnerupakan sarana yang penting dari keseluruhan hubungan. Apabila
kebutuhan sarna-sarna terpenuhi dan ada saling rnernbagi aktifitas, rnaka
suatu hubungan rnenjadi lebih terintegrasi dan pasangan suarni-istri akan
rnendapatkan kepuasan yang lebih baik dalarn kehidupan rnereka.
4. Love (Cinta). Hidup banyak orang akan sernakin rnernuaskan apabila
rnereka rnenjadi berarti bagi orang lain. Banyak orang ingin rnendapatkan
seseorang yang akan rnernberi rnereka cinta yang tak bersyarat dan
rnereka dapat rnernbalas cinta tersebut. Pernikahan rnenawarkan
kesernpatan untuk rnernenuhi kebutuhan dasar akan cinta.
5. Happiness (Kebahagiaan). Adanya kebahagiaan dalarn berbagai fase
kehidupan sangatlah penting bagi setiap orang. Banyak orang
rnengharapkan pernikahan sebagai surnber kebahagiaan. Narnun, harus
disadari bahwa kebahagiaan tidak terletak pada institusi pernikahan,
rnelainkan pada orang-orang yang rnenjalaninya dan hal tersebut
tergantung pada cara rnereka berinteraksi di dalam hubungan tersebut.
6. Legitimization of sex and children (Pengesahkan hubungan seksual dan
anak). Pernikahan menyediakan persetujuan sosial dengan respek
terhadap suatu perilaku seksual. Pengesahan akan adanya anak juga
merupakan salah satu alasan untuk menikah.
Menurut Atwater (1983), kebanyakan orang pada saat ini cenderung
menikah karena alasan persahabatan dan untuk mencapai kepuasan
kebutuhan psikologis dibanding untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi dan
kebutuhan sosial, karena kebutuhan psikologis adalah alasan terpenting
untuk memasuki pernikahan. Dengan menikah orang akan memperoleh
tanggung jawab yang besar terhadap pasangannya, memberi dukungan
emosional dan rasa aman. Selain itu juga akan memperoleh cinta, kasih
sayang dan pemberian kebutuhan romantik dan kebersarnaan.
19
Tujuan pernikahan dimuat dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 BAB I Pasal 1 yang berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975,
yaitu: "Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ke-Tuhan-an Yang Maha Esa" (Undang
Undang Perkawinan, 1989). Dari batasan ini jelaslah bahwa tujuan
pernikahan adalah kesatuan, dengan adanya ikatan lahir batin antara suami
dalam membentuk keluarga. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan
melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya dan
kesejahteraan (Yuwana & Maramis, 1991).
20
Tujuan pernikahan juga terdapat dalam Al-Quran surat Ar··Ruum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Tujuan penting lainnya menurut Atwater (1983) yaitu keterbukaan dan
fleksibilitas yang lebih besar dalam pernikahan, ini meliputi berbagai hal
seperti peran keluarga yang lebih fleksibel, karir keluarga, hubungan yang
erat dengan pasangan, kebenaran dan kejujuran dalam p1:irnikahan. Dalam
hubungan pernikahan, sebagian besar pasangan berharap untuk terus
tumbuh dan berkembang sebagai pribadi secara individual.
Dapat disimpulkan bahwa alasan dilangsungkannya suatu pernikahan adalah
untuk mengadakan komitmen agar terjalin suatu hubungan dengan
seseorang, sehingga dapat berbagi aktifitas dan kasih sayang guna
mendapatkan kebahagiaan, serta pengesahan terhadap hubungan seksual
dan anak.
21
Tujuan dari pernikahan adalah membentuk keluarga yan~1 bahagia dan kekal
serta keterbukaan dan fleksibilitas dalam pernikahan. Sedangkan Agama
Islam menegaskan bahwa suami istri itu berada di dalam pergaulan yang sah
menurut hukum Islam untuk menjaga kehormatan dan martabat umat
manusia, mendapatkan keturunan yang sah, serta memperoleh ketentraman,
kenyamanan baik lahir maupun bathin, karena di dalam pernikahan penuh
dengan rasa kasih sayang.
2.2. Kepuasan Pernikahan
Lederer & Jackson (dalam Atwater, 1983) menggolongkan pernikahan
menurut dua dimensi: memuaskan-tidak memuaskan (sal'isfactory
unsatisfactory) dan stabil-tidak stabil (stable-unstable).
Berbagai nama digunakan untuk mengidentifikasi kepuasan pernikahan,
yaitu: kebahagiaan pernikahan, kualitas pernikahan, suks13s pernikahan dan
penyesuaian pernikahan (Bird &Melville, 1994).
2.2.1 Pengertian Kepuasan Pernikahan
Kepuasan pernikahan berasal dari dua kata yaitu kepuasan dan pernikahan.
Dalam Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2006), kepuasan (satisfaction)
24
subyektif, dalam hal ini berarti bahwa hal-hal yang membuat satu pasangan
merasa bahagia, belum tentu membuat pasangan lainnya merasa bahagia
juga.
2.2.2 lndikator Kepuasan Pernikahan
Pernikahan memberikan pengalaman dan implikasi yang berbeda-beda pada
suami dan istri (Thompson & Walker, dalam Santrock, 2002). Hal ini karena
sosialisasi antara wanita dan pria berbeda sejak masih kanak-kanak,
sehingga dalam pernikahan pun wanita dan pria mengalami hal yang
berbeda serta mendapatkan efek yang berbeda dari pernikahannya.
Mutu suatu pernikahan dikatakan tergantung pada interaksi antara pasangan,
yang dinilai tidak hanya oleh self-report, tetapi juga oleh pengamatan yang
dikendalikan (Weiss, 2005).
Lauer dan Lauer mengidentifikasi indikator kepuasan pernikahan (dalam
Baron & Byrne, 2003). lndikator kepuasan pernikahan ini merupakan
indikator yang digunakan dalam penelitian, yang selanjutnya menjadi rujukan
sebagai pedoman wawancara, yaitu:
25
1. Persahabatan (friendship)
a. Menganggap pasangan sebagai teman baik
Pasangan dapat dianggap sebagai teman baik, yaitu dengan adanya
kerja sama dalam suatu hubungan yang bersifat suka rela (Abu Ahmadi,
1999).
b. Menyukai pribadi pasangan
Dalam pernikahan, kecenderungan seseorang memilih pasangan
yang memiliki kesamaan. Kita cenderung menyukai oran~t yang memiliki
kesamaan sikap, minat, latar belakang, termasuk kepribadian yang sama
dengan kita (Sears, et al., 1994). Namun, kesamaan bukanlah segalanya.
Ditemukan juga bahwa disposisi kepribadian yang spesifik berkaitan dengan
keberhasilan pernikahan. Kebutuhan-kebutuhan tertentu dari seseorang
dapat dipenuhi secara paling baik bukan oleh pasangan hidup yang serupa,
tetapi oleh seseorang yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan
tersebut (Baron & Byrne, 2005).
2. Komitmen (commitment)
a. Menganggap pernikahan sebagai komitmen jangka panjang
Banyak orang menginginkan adanya seseorang yang mau
mendedikasikan dirinya pada pasangannya dengan tulus. Pernikahan
merupakan suatu ekspresi dari tipe dedikasi ini (Stinnet, dalam Turner &
Helms, 1987).
26
b. Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci
lkatan pernikahan pada budaya kita dipandang sebagai ikatan yang
langgeng dan suci. Dalarn pernikahan seperti ini, rnasing-rnasing rnenjadi
rnilik pasangan hidupnya, kebutuhan pribadi agak diabail<an; tetap berusaha
rnempertahanl<an l<esatuan suarni-istri (Davidoff, 1991 ).
c. Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial
Pernil<ahan menyedial<an persetujuan sosial dengan respek terhadap
suatu perilaku seksual (Stinnet, dalam Turner & Helms, 1987).
3. Persamaan (similarity)
a. Mempunyai persamaan tujuan
Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan hasil pernikahan sering
membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian terhadap
tugas dan tanggung jawab pernikahan (Hurlock, 1980). Untul< itu,
rnempunyai persamaan tujuan penting dalam pernikahan.
b. Mernpunyai persamaan dalarn rnenunjukkan l<asih sayang
Keluhan umum yang disampaikan wanita dalam suatu pernil<ahan
adalah bahwa suami mereka tidak peduli pada kehidupan ernosional mereka
dan tidak mengekspresikan perasaan dan pikiran mereka sendiri, rnereka
harus rnembuat suami rnereka rnengatakan apa yang rnerel<a rasal<an dan
rnendorong mereka untuk terbuka. Pria seringkali menanngapi bahwa
mereka terbul<a atau mereka tidak mengerti apa yang diiniginkan istri rnerel<a
dari dirinya. Wanita juga mengatakan bahwa mereka meinginginkan
kehangatan lebih banyak seperti halnya keterbukaan dari suami mereka
(Blumstein & Schwartz, dalam Santrock, 2002).
c. Mempunyai persamaan tentang kehidupain seksu~ll
Kehidupan seksual merupakan salah satu masalalh yang paling sulit
dalam pernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan
pertengkaran dan ketidakbahagiaan pernikahan apabila kesepakatan ini
tidak dapat dicapai dengan memuaskan. (Hurlock, 1980) ..
4. Perasaan positif (positive feeling)
a. Merasa pasangan menjadi lebih menarik
27
Cinta merupakan salah satu bentuk terpenting darii ketertarikan antar
pribadi. Hubungan cinta ini juga mendasari berlangsungnya pernikahan (Abu
Ahmadi, 1999).
b. Merasakan kebahagiaan bersama pasangan
Adanya kebahagiaan dalam berbagai fase kehidupan sangatlah
penting bagi setiap orang. Banyak orang mengharapkan pernikahan sebagai
sumber kebahagiaan. Namun, harus disadari bahwa kebahagiaan tidak
terletak pada institusi pernikahan, melainkan pada orang-orang yang
menjalaninya dan hal tersebut tergantung pada cara mereka berinteraksi di
dalam hubungan tersebut. Wanita yang menikah melaporkan mendapatkan
kebahagiaan lebih tinggi dibanding wanita yang masih sendiri. Tetapi, pada
sisi lain mereka juga mengeluh ketidakbahagiaan yang lebih dalam
pernikahan dibanding para suami mereka (Atwater, 1983).
c. Merasa bangga akan prestasi pasangan
28
Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus memenuhi
kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Apabila orang dewasa perlu
pengenalan, pertimbangan prestasi dan status sosial agar bahagia,
pasangan harus membantu pasangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan
tersebut (Hurlock, 1980).
Perlu penulis kemukakan bahwa indikator kepuasan pernikahan
menurut Islam secara dasar sebagaimana ditunjukkan di dalam Al-Quran
Surat Ar-Rum Ayat 21 yaitu kata 4-:}llJ ;< • .,1\ memberi pengertian bahwa
pernikahan menciptakan ketentraman lahir dan bathin antara suami dan istri
dalam kehidupan rumah tangga yang tentram, nyaman, damai dan sejahtera,
sebagai akibat terpenuhinya hak dan kewajiban suami··istri dengan baik.
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
Baik suami maupun istri mengembangkan karakteristik-k~irakteristik tertentu
yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya level kepuasan pernikahan
(Duvall & Miller, 1985). Karakteristik-karakteristik yang mendatangkan
kepuasan pernikahan dibagi menjadi dua:
29
1. Karakteristik masa lalu (background characteristics)
a. Kebahagiaan dalam pernikahan orang tua
b. Tingginya level kebahagiaan ketika masa kanak-kanak
c. Tingkat disiplin yang tidak terlalu tinggi namun c:ukup tegas dengan
pemberian hukuman yang moderate
d. Adanya pendidikan seks yang memadai dari oran!! tua
e. Pendidikan minimal SMU atau sederajat
f. Masa perkenalan yang cukup sebelum berlanjut ke pernikahan
2. Karakteristik masa kini (current characteristics)
a. Adanya keterbukaan dalam mengungkapkan afeksi antara suami dan
istri
b. Adanya saling percaya dan keyakinan antara kedua belah pihak
c. Adanya persamaan antara suami dan istri (equalitarian), tidal< ada
pihak yang mendominasi pihak lain, keputusan dibuat bersama.
d. Adanya keterbukaan, kebebasan dalam berkomunikasi antara kedua
belah pihak baik secara emosional, sosial, maupun seksual
e. Hubungan seksual yang saling dinikmati kedua belah pihak
f. Adanya kebersamaan dalam kehidupan sosial (minat dan teman)
g. Adanya tempat tinggal yang relatif permanen
h. Penghasilan yang memadai
Duvall dan Miller (1985) menambahkan bahwa diantara dua macam
karakteristik tersebut, karakteristik masa kini merupakan faktor yang lebih
berpengaruh terhadap tercapainya kepuasan pernikahan.
Davidoff (1991) mengutarakan faktor penunjang kebaha~1iaan pernikahan
yaitu:
30
a. Taraf sosial ekonomi yang relatif tinggi. Dengan ta1raf sosial ekonomi
yang telatif tinggi orang tidak terlalu sering harus menghadapi frustrasi.
Bila salah satu menghadapi stres maka hal ini clapat menjadikan
beban dalam pernikahan.
b. Mempunyai orang tua yang bahagia. Bila mempunyai orang tua yang
bahagia berarti dia telah memperoleh guru yang baik. Anak-anak
dengan orang tua bahagia akan lebih mementingkan kedamaian.
c. Kebahagiaan pribadi. Orang yang selalu hidup dengan senang dan
ceria barangkali akan dapat hidup bersama dengan siapapun.
Sedangkan orang yang sudah cukup puas lebih menekankan pada
aspek positif meskipun pernikahannya dihadang dengan berbagai
kesulitan.
d. Jalinan kasih mesra yang lama dengan kedamaian. Hal ini bisa
menandakan bahwa masing-masing pihak saling rnengenal satu sama
lain dengan baik, dan selalu siap mengambil keputusan yang rasional
serta bertanggung jawab tentang seluruh masalah yang dihadapi.
31
e. Pernikahan yang tidak terlalu muda. Orang yang sudah dewasa
biasanya tidak akan terlalu gegabah dalam mengambil keputusan atas
satu permasalahan, dan pernikahan yang tidak terlalu muda biasanya
diiringi keadaaan sosial ekonomi yang sudah lebih baik.
Kebahagiaan suami-istri dapat mereka rasakan tergantung pada kepuasan
dalam hubungan pernikahan. Ada empat hal yang paling umum dan paling
penting bagi terwujudnya kepuasan pernikahan yang dilakukan melalui
penyesuaian (Hurlock, 1980), yaitu:
a. Penyesuaian terhadap pasangan
Penyesuaian hubungan interpersonal dalam pernikahan lebih sulit dilakukan
dari bentuk-berituk hubungan sosial yang lain karena banyaknya faktor yang
mempengaruhi. Diantaranya adalah konsep tentang pasangan ideal,
pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, adanya aktifitas atau hal
tertentu yang menjadi minat kedua belah pihak, kesamaan nilai-nilai yang
dipegang, konsep tentang peran, serta perubahan dalam pola hidup.
b. Penyesuaian seksual
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual antara lain adalah
sikap terhadap seks, pengalaman tentang seks di masa lalu, keinginan atau
gairah seksual, pengalaman melakukan hubungan seks pra-nikah, sikap
32
terhadap penggunaan alat-alat kontrasepsi, serta efek dari vasektorni pada
pria.
c. Penyesuaian keuangan
Ketersediaan maupun kekurangan uang mempunyai pen9aruh terhadap
penyesuaian pernikahan yang harus dilakukan seseoran(J. Situasi finansial
bisa membahayakan penyesuaian pernikahan dalam dua area penting.
Pertama, jika istri mengharapkan suami untuk berbagi beban kerja karena
istri mulai mengalami bum out dalam mengurusi rumah tangga. Kedua, jika
ada keinginan untuk memiliki barang-barang tertentu sebagai simbol
kesuksesan, dan suami tidak mampu memenuhinya.
d. Penyesuaian terhadap keluarga besar pasangan
Di dalam pernikahan, seseorang sekaligus juga mendapatkan sebuah
keluarga besar baru. Meskipun banyak yang mengidentifikasikan pernikahan
sebagai penyatuan dua individu, namun pada kenyataannya pernikahan juga
merupakan penyatuan dua keluarga secara menyeluruh (Santrock, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap keluarga besar
adalah adanya stereotype mengenai anggota keluarga te1tentu, keinginan
akan independensi, kohesivitas keluarga, mobilitas sosial, perawatan
terhadap anggota keluarga yang lebih tua, serta adanya tanggung jawab
finansial terhadap keluarga.
Dari penyesuaian pernikahan di atas, Hurlock (1980) mengemukakan
beberapa kriteria dari penyesuaian pernikahan yang berhiasil:
a. Kebahagiaan suami dan istri
33
Suami dan istri yang bahagla memperoleh kepuasan peran yang mereka
jalankali dan dijalankan oleh pasangannya. Mereka juga mempunyai cinta
yang stabil dan matang antara keduanya, mempllnyai penyesuaian seksUal
yang baik, serta telah menerima perannya sebagai orang tua.
b. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak
Adanya hubungan yang baik antara anak dan orang tua rnerefleksikan
penyesuaian pernikahan yang berhasil, sekaligus turut mienyumbang pada
keberhasilan penyesuaian pernikahan itu sendiri. Jika hubungan orang tua
dan l:lnak kurang begitu baik, suasana dalam rumah akan banyak diwarnai
oleh perselisihan, dimana pada akhirnya membuat penyesuaian pernikahan
menjadi sulit.
c. Adanya penyesuaian yang baik pada anal<
Anak-anak yang memiliki penyesuaian diri yang baik, disukai oleh teman
temannya, berhasil dan bahagia di sekolah merupakan bukti dari
penyesuaian pernikahan dan peran orang tuanya yang berhasil dilakukan
dengan baik.
34
d. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan pendapat
Perbedaan pendapat di antara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan,
biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu: adanya
ketegangan tanpa pemecahan, adanya salah seorang yang mengalah demi
terciptanya perdamaian, atau masing-masing anggota keluarga berusaha
untuk memahami pendapat anggota keluarga yang lain. Untuk jangka
panjang hanya kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan
dalam penyesuaian pernikahan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua
dapat juga mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang
meningkat.
e. Kebersamaan
Jika penyesuaian pernikahan dapat berhasil maka keluari~a dapat rnenikmati
waktu yang digunakan untuk berkumpul bersama. Apabila hubungan
keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal tahun pernikahan, rnaka
keduanya dapat mengikatkan tali persahabatan lebih erat lagi setelah
mereka dewasa, menikah dan membangun rumah tangga atas usahanya
sendiri.
f. Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan
Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perse~isihan adalah
seputar masalah uang. Berapapun jumlah pendapatan yang diterima oleh
35
suatu keluarga, keluarga perlu mempelajari cara mengatur pengeluaran
pengeluaran sehingga dapat menghindari terjadinya hutang dan dapat
menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang S(~baik-baiknya,
daripada menjadi seorang istri yang selalu mengeluh kan9na pendapatan
suaminya tidak memadai. Bisa juga dia bekerja untuk membantu pendapatan
suaminya demi pemenuhan kebutuhan keluarga.
g. Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan
Apabila suami istri mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga
pasangan, kecil kemungkinan terjadi perselisihan dengani mereka.
McGinnis (dalam Yuwana & Maramis, 1991), mengatakan bahwa setiap
pernikahan yang berhasil selalu mengandung sikap bersEidia melakukan dan
menghadapi hal-hal yang tidak kita sukai. Yang dimaksuclkan di sini ialah
bahwa bilamana terjadi perubahan-perubahan kebutuhan, hendaknya tiap
tiap pasangan suami istri membicarakan lagi hubungan rnereka, bagaimana
cara mereka dapat saling memenuhi kebutuhannya, saling member! dan
menerima dalam kehidupan pernikahannya.
Berdasarkan teori dari Duvall dan Miller (1985), Hurlock ('1980), dan Davidoff
(1991) yang telah diuraikan sebelumnya, faktor-faktor yanig secara teoritis
mempengaruhi kepuasan pernikahan dapat disimpulkan ~;ebagai berikut:
1. Faktor personal
2. Faktor pemuasan kebutuhan psikologis melalui hubungan interpersonal
3. Faktor anak
4. Faktor seksual
5. Faktor ekonomi/finansial (pendapatan, tersedianya tempat tinggal)
6. Faktor kebersamaan
7. Faktor interaksi yang efektif serta komunikasi yang baik
8. Faktor hubungan dengan keluarga besar pasangan
9. Faktor penyesuaian penyelesaian konflik dan pengambilan keputusan
dalam pernikahan
10. Faktor peran
2.2.4. Kepuasan Pernikahan dalam Perspektif Islam
36
Kepuasan pernikahan dapat disebut juga dengan kebahagiaan pernikahan.
Dalam Islam, kunci kebahagiaan pernikahan yaitu adanya keseimbangan
hak dan kewajiban antara suami dan istri. Hal ini karena jika hak dan
kewajiban itu seimbang atau sejalan, maka terwujudlah k1eserasian dan
keharmonisan dalam pernikahan, kebahagiaan semakin terasa dan kasih
sayang akan terjalin dengan baik (Sidi Nazar Bakry, 1993).
Oleh karena itu, antara suami dan istri harus mengetahui dan melaksanakan
kewajiban serta haknya masing-masing. Jika kewajiban sebagai suami atau
37
istri dilaksanakan dengan baik, maka hak akan diterima oleh suami atau istri
(Sidi Nazar Bakry, 1993). Kewajiban dan hak suami-istri tersebut yaitu:
1. Kewajiban Suami terhadap lstri
a. Memperlakukan istri dengan cara yang baik dan bijaksana, yaitu
dengan menghargai serta menghormati hak-hal< istri.
Firman Allah SWT. dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 19:
"Dan bergaul/ah dengan mereka (istrimu) secara baik."
b. Jangan menyal<iti istri dan mensia-sial<annya, bail< jasmani maupun
rohani. Rasulullah Saw. bersabda:
"Cukup berat (dosanya) seseorang yang mensia-siakan apa yang menjadi tanggung jawabnya." (HR. Abu Daud)
c. Memberi nafkah sesuai dengan l<emampuan yang ada secara tulus
ikhlas. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.
,,,,.,... ,... ,,. ,,. ,., J. ,... ,,,
a.i~ ~ j# <\;>::G:.j o..lljj ~(, ·~ J ~~\ JAJI ~ ,....... ,,.,... ,,.,... ,...
''Tidaklah menafkahkan seorang pria (suami) kepada rumah tangganya dan keluarganya dan anak-anaknya dan pembantunya, maka ha/ itu merupakan sedekah baginya." (H.R. Thabrani)
d. Membantu istri dalam melaksanakan pekerjaan rumah tangga.
38
"Dan /aki-/aki (suami) itu bertanggung jawab ates rumah tangganya." (H.R. Bukhari & Muslim)
e. Menjauhkan perasaan cemburu yang tidak pada tempatnya (cemburu
tahpa alasan).
,... ;;J ,,. "' 0 ,... ,... J. ,... ,... } J.
~_? ')II £.WI f:f'i ~ ~ ')' ;.s-_;;:. ll"lj .J.ft. ')' ;.s-~c .~_';;:. ,... ,... ,... ,,. ,...,. ,,.
,,. ((; .-: ,,
(_J'l...s- 011 o\Jj) .~ )'~ 0~lft,\ ~J
"Yang sebaik-baiknya kamu terhadap ke/uarganya dan saya (Muhammad) sebaik-baiknya di antara kamu bagi keluargaku -Tidaklah melnuliakan wanita kecuali orang-orang yang mulia, dan tidaklah menghinakan wanita kecuali orang-orang yang tercela." (H.R. lbnu Assakir)
f. Mengajari istri dan anak-anak tentang hukum-hukum agama, dan
memperingatkannya agar menjadi manusia-manusia yang baik serta
mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Firman Allah SWf. dalam Al-Quran Surat At-Tahrim ayat 6:
39
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka . "
g. Bijaksana ketika timbul pertengkaran/perselisihan dalam rumah
tangga dan jangan cepat marah. Rasulullah Saw. bersabda:
"Berkata Nabi Muhammad Saw. - Janganlah engkau pemarah dan sorga untukmu." (Al-Hadist)
h. Menghormati orang tua dan keluarga dari pihak istri. Pada hakikatnya
orang tua istri itu adalah juga orang tua dari pihak suami begitu juga
sebaliknya.
2. KeWajiban lstri terhadap Suami
a. Setia dan patuh kepada suami, baik waktu senang maupun waktu
susah, dalam suka dan duka.
Firman Allah SWT. dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 34:
'Wanita yang sa/eh, ialah yang taat kepada Allah /agi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, sebagaimana Allah Te/ah memelihara dirinya."
40
b. Berwajah cerah dan simpatik. Hindarilah bermuka masam dan sering
menggerutu atau suka cemberut.
,.. ,., ,.. ,... ,.., ,,. .... ,.. J.
~\.kl Lft./1 l~lj ,;_;:,::. ~)j te)I p l~I:;. (.-S'J~ ~ ,.. ,.. ,.. ,., ....
0 ,.. ,.. ,..
(tsWI olJJ) . .JG.j µ J ~ te'.c y\P blj ,,.,,., ,., ,.. ,,. ,..
"Sebaik-baiknya perempuanmu ialah; yang menggembirakan kepada engkau apabila melihatnya, dan patuh apabila disuruh, dan memelihara dirinya sendiri dan hartamu apabila engkau tidak di rumah." (H.R. Nasaai)
c. Janganlah bepergian tanpa izin suami. Bila ada suatu keperluan untuk
bepergian ke luar rumah, mintalah izin suami terlebih dahulu. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan fitnah-fitnah dan lain-lainnya.
"Dunia itu adalah tempat kesenangan (pethiasan) dan sebaik-baiknya pethiasan ialah wanita yang sha/ihah." (H.R. Muslim)
d. Memegang rahasia suami dan rumah tangganya. h~tri yang baik
tidaklah mau membuka rahasia suami dan rumah tangganya kepada
orang lain, karena hal itu memang dilarang oleh ajaran agama dan
akibatnya adalah dosa. lstri wajib memelihara kehormatan dirinya,
suaminya dan rumah tangganya. Simaklah sabda Hasulullah Saw. di
bawah ini:
41
" ... Dan wanita itu adalah penggembala (penanggungjawab) atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya." (H.R. Bukhari & Muslim)
e. Pandai berhemat dan bijaksana dalam mengatur p1:irekonomian
rumah tangga. lstri yang bijaksana memiliki kemampuan untuk
mengatur kehidupan rumah tangganya, mampu memyesuaikan
dengan keadaan dan kemampuan suaminya.
,,,.. ,... 0 J ,,.. J 0 ,, 0 J .,,,,
(~w::.J-1) ,:::_,~ :::.i:J.:.J 0(, ,~ ~ 01 ,~JWI ~~ ~wl ,... ... ,, ,,.. ,,
"Wanita itu tiang negara, apabi/a wanita itu baik, maka baiklah ia dan jika wanita-wanitanya rusak, maka binasa/ah negara itu."
f. Memelihara hubungan kekeluargaan antara pihak suami dan pihak
istri. lstri yang baik selalu menjaga hubungan baik l<edua belah pihak.
g. Selalu menghargai pemberian suami.
Firman Allah SWT. dalam Al-Quran Surat Ibrahim ayat 7:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
42
h. Tidak meninggalkan ibadah dan selalu hormat pada suaminya.
Rasulullah Saw. bersabda:
,.,. ,.,. ,,., 0 (fl ,,.
:;,;,_) ;. \;, ,;;,_J Lft,fi:':. C..::~j l~:..;_ o~:;.JI ..::..L,o bl , , ,
(})I olJJ) .it.JI ..:.j;c; ~JJ ~tb\j I ,
"Apabila seorang wanita melaksanakan shalat yang lima waktu dan berpuasa pada bu/an Ramadhan dan mem/ihara k•9hormatannya dan mematuhi suaminya, ia masuk sorga." (H.R. Al Bazar)
i. Mengurus rumah tangga dan mendidik anak. Hal ini sudah menjadi
fitrah bagi seorang wanita. Namun, pada hakikatnya adalah kewajiban
bersama antara suami dan istri.
"Mu/iakan/ah anak-anakmu dan didil</ah agar mereka beral<hlal< mu/ia." (Al-Hadist)
j. Berhati-hati terhadap fitnah. lstri yang baik tidaklah segera menerima
suatu fitnah (berita), kecuali diselidiki dan diperiksanya secara cermat
terlebih dahulu.
Firman Allah Swr. dalam Al-Quran Surat Al-Hujurnt ayat 6:
43
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang jahat membawa suatu berita, maka periksa/ah dengan f1'3liti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."
k. Pandai membagi waktu dan memanfaatkannya
"Waktu itu bagaikan pedang, jika engkau tidak memotongnya, ia akan memotong engkau."
I. Selalu menjaga kebersihan dan kerapihan.
"Sesungguhnya Allah itu indah, Dia menyukai keindahan." (HR. Muslim mela/ui /bnu Abbas)
0 J,- .... /. ,,.
c...:.....l)-1) .0~~1 ~ ~lJ2.D1 , ,
"Kebersihan adalah bagian dari keimanan." (Al-Hadist)
2.3. Nikah di Bawah Tangan
2.3.1. Pengertian Nikah di Bawah Tangan
Menurut M. Fu'ad Syakir (2002), nikah di bawah tangan adalah pernikahan
yang sah menurut Islam, karena rukun nikahnya mencukupi, seperti wali,
saksi, ijab dan qabul, hanya saja tidak tertulis secara n:ismi dan tidak
diberitahukan.
44
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2), "Tiap-tiap
pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Pasal ini mewajibkan agar semua pernikahan dicatat. Nikah di bawah tangan
merupakan suatu pernikahan yang tidak menjalankan kewajiban dalam pasal
tersebut, itu berarti pernikahan tidak disertai adanya dokumen resmi. Bagi
umat Islam pencatatan pernikahan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
dari Kantor Urusan Agama (KUA) (Undang-Undang Perkawinan, 1989).
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa nikah di bawah
tangan adalah pernikahan yang sah secara hukum Islam, tetapi tidak
dicatatkan ke Pegawai Pencatat Nikah atau tidak terdaftar dan tidak sah
secara hukum negara.
45
2.3.2. Hukum Nikah di Bawah Tangan
Nikah di bawah tangan hukumnya sah secara syariat kamna mencukupi
rukun dan syarat tatkala dilakukannya akad, akan tetapi tidak diakui secara
resmi jika ada pertikaian di hadapan hukum dalam permasalahan pernikahan,
begitu juga tidak diakui oleh pihak-pihak resmi lainnya sebagai sanclaran
pernikahan (M. Fu'ad Syakir, 2002).
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa nikah di bawah tangan adalah
pernikahan yang sah menurut Islam, karena rukun nikahnya mencukupi,
seperti wali, saksi, ijab dan qabu/, hanya saja tidak tertulis secara resmi clan
ticlak diberitahukan.
Pernikahan hendaklah diumumkan/diberitahukan. Begitulah yang dianjurkan
syariat Islam. Nabi saw. bersabda:
,,,. ... 0 J. ,,. <I! -;;
~j.9111 9P 1j;_;p(, ..G,-\:.:JI J ~1:,i;.;,-1) C ~;31 I~\ / ,,. ,,,. .... ,,., ,,.
.(:i..!J\.t:. if ($~ _rll o\JJ)
"Umumkanlah pemikahan dan jadikantah akad nikah itu <ii masjid, serta puku/lah rebana." (HR. at-Tirmidzi mela/ui Aisyah ra.).
Pernikahan yang dilakukan tanpa ada pemberitahuan/clirs1hasiakan para
ulama mempunyai pendapat yang berbeda. Imam Malik berpendapat bahwa
46
penikahan ini termasuk pernikahan sini, yakni terlarang, s•edangkan Imam
Syafi'i dan Abu Hanifah menoleransi hal tersebut (M. Qurciish Shihab, 2006).
Selain sah secara agama hendaknya pernikahan juga sah secara hukum
negara, sehingga seorang warga telah mematuhi hukum niegara dengan
mengikuti undang-undang yang ada yakni dalam Undang-Undang
Perkawinan No. 1Tahun.1974 Pasal 2 ayat (1) (1989), yang menyatakan
bahwa "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing
masing agamanya dan kepercayaannya itu." Selanjutnya clalam ayat (2)
yang menyatakan "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku." Berdasarkan pasal tersebut, suatu
pernikahan dapat dikatakan sah jika dilakukan menurut hukum agama atau
kepercayaan, serta pernikahan tersebut dicatat menurut undang-undang
yang berlaku.
Meskipun secara hukum Islam dianggap sah, namun pernikahan di bawah
tangan yang dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan Pegawai
Pencatat Nikah tidak memiliki kekuatan hukum negara dani dianggap tidak
sah di mata hukum negara.
47
2.3.3. Sebab-Sebab Terjadinya Nikah di Bawah Tangan
M. Fu'ad Syakir (2002), menjelaskan tentang sebab-sebab terjadinya nikah
di bawah tangan, yaitu:
a. Kebanyakan laki-laki yang mencari cara pernikahan se•perti ini
dikarenakan ikatannya dengan beberapa keluarga dan beberapa istri
serta anak-anaknya, dan ia takut jika ketahuan akan menghancurkan
bangunan rumah tangganya.
b. Pandangan masyarakat yang kejam terhadap laki-laki yang beristri dua,
bahwa dia adalah laki-laki yang suka beristri dan mencari kenikmatan
dunia, hingga akhirnya pernikahan itu disembunyikan clari mata orang
ban yak.
c. Permasalahan intern keluarga, biasanya terjacli setelah anak-anak besar
dan kesibukan istri mengasuh anaknya, hal ini menimbulkan kebosanan
dan keletihan, hingga suami merasa butuh perempuan lain yang bisa
mengembalikan vitalitas dan semangatnya.
d. Sebagian laki-laki ada yang mempunyai akhlak mulia dan memiliki
kemampuan beristri dua, sementara istrinya yang ada ticlak bisa
memenuhi hasrat biologisnya, sehingga mendorongnya untuk
melaksanakan pernikahan seperti ini agar tidak jatuh kE~ dalam perbuatan
dosa.
e. Banyaknya kuantitas perempuan di sebagian masyara~:at Islam,
sementara laki-laki sedikit, hingga menjadi suatu hal yang urgen di suatu
48
daerah, bahwa laki-laki semestinya beristri banyak, agar bisa menjauhkan
kedua belah pihak dari perbuatan yang dilarang Allah SWT.
Dilihat dari berbagai penyebab di atas, hal yang perlu dianalisa kembali
adalah sesungguhnya pernikahan dengan cara ini tidak memenuhi anjuran
anjuran yang diarahkan oleh Islam yang semestinya dilakukan.
2.3.4. Dampak Nikah di Bawah Tangan
Nikah di bawah tangan berdampak sangat merugikan ba!Ji pihak wanita atau
istri dan anak baik secara hukum maupun sosiall. Telah diketahui
sebelumnya bahwa nikah di bawah tangan dilakukan secara hukum Islam
tanpa pencatatan hukum negara, dalam pernikahan ini pun tidak ada
pemberitahuan, sehingga tidak ada penyebarluasan beriita pernikahan yang
berfungsi menapik isu-isu negatif terhadap pasangan pria dan wanita - yang
sebenarnya telah menikah, tetapi diduga orang belum menikah sehingga
dinilai melakukan pelanggaran agama (M. Quraish Shihab, 2006).
Dampak secara hukum yaitu, jika suami meninggal dunia tanpa ada bukti
tentang pernikahannya dengan seorang wanita, ketika itu hak waris istri dan
anaknya akan hilang. Bisa juga jika terjadi perceraian hidup, sang suami
mengingkari hak-hak istri menyangkut nafkah atau harta bersama mereka
(M. Quraish Shihab, 2006).
49
Tidak diakuinya pernikahan di bawah tangan secara hukum negara, memiliki
dampak negatif terhadap status anak yang dilahirkan. Hal ini karena
berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan (1989). menyebutkan
bahwa "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalarn atau sebagai
akibat perkawinan yang sah". Sedangkan nikah di bawah tangan adalah
pernikahan yang tidak tercatat secara resmi dan tidak diakui secara hukum
negara, sehingga di mata hukum negara status anak yan!l dilahirkan
dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak yang dilahirkan dari
pernikahan di bawah tangan ini, hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya, hal tersebut dijelaskan dalam pasal
selanjutnya yaitu pasal Pasal 43 ayat (1 ).
Selama hubungan dalam pernikahan berlangsung ham1onis, maka hal ini
tidak akan menjadi masalah. Namun, jika mulai terjadi perselisihan dah salah
satu pihak ingin mengadakan pemutusan hubungan ikatan pernikahan, maka
timbullah masalah. Bentuk masalah yang terjadi biasanya berhubungan
dengan status anak dan harta bersama yang diperoleh selama pernikahan.
Hal ini karena tidak dalam pernikahan di bawah tangan tidakmempunyai alat
bukti keabsahan pernikahan.
Dalam memahami hukum bagi masyarakat tertentu/awam mungkin agak sulit,
hal ini dikarenakan taraf pendidikan dan taraf ekonomi yang rendah. Bagi
50
masyarakat ini, tidak melaksanakan hukum selama tidak membahayakan
bagi dirinya bukan merupakan suatu masalah. Begitu juga bagi sebagian
masyarakat tertentu yang menikah di bawah tangan, sebagian dari rnereka
bukan tidak mengetahui bahwa ada ketentuan hukum yang harus
dilaksanakan, tetapi karena kesadaran mereka yang rendah terhadap hukum.
Selain itu, karena sebagian dari mereka menganggap prosedur untuk
menikah melalui KUA begitu rumit dan biaya yang harus dibayar oleh mereka
cukup mahal.
Dengan melihat dampak-dampak yang ditimbulkan dari pE~rnikahan di bawah
tangan, Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di lndonesi~1 mengharuskan
adanya pencatatan pernikahan demi terjaminnya ketertiban dan menghalangi
terjadinya persengketaan tanpa penyelesaian (M. Quraish Shihab, 2006).
2.4. Kerangka Berpikir
Ketika seorang wanita menikah, mereka menginginkan kepuasan dalam
pernikahannya. Tetapi status pernikahan dapat saja mempengaruhi
kepuasan pernikahan, seperti pada wanita yang menikah di bawah tangan,
karena pernikahan ini mempunyai dampak negatif terhadaip wanita atau istri
juga terhadap anak yang dilahirkan.
51
Nikah di bawah tangan yaitu pernikahan yang sah menurut Islam, karena
rukun nikahnya mencukupi, hanya saja tidak tertulis secara resmi dain tidak
diberitahukan atau tanpa sepengetahuan pihak resmi (KUA). Dalam
pernikahan di bawah tangan, kemungkinan permasalahan yang akan
dijumpai berkaitan dengan status pernikahan tersebut yang tidak tercatat
secara resmi. Jika ada konflik ataupun pengingkaran tanggung jawab di
dalam keluarga, terutama dilakukan suami terhadap istri clan anak,
pernikahan tersebut tidak mendapatkan perlindungan hukum negara.
Masyarakat pun tidak mengetahui bahwa telah dilangsun~1kan suatu
pernikahan antara pria dan wanita, akibat ketidaktahuan masyarakat itu
dapat menimbulkan isu-isu negatif terhadap pasangan tersebut.
Kepuasan pernikahan merupakan perasaan subyektif yang diperoleh
pasangan yang menikah terhadap kualitas pernikahannya, sehingga
kepuasan pernikahan dirasakan berbeda pada setiap orang. Sementara itu,
kepuasan pernikahan yang ingin dicapai oleh setiap oran£1 tidak muncul
dengan sendirinya, tetapi harus diusahakan dan diciptakan oleh setiap
individu.
Beragam alasan yang melatarbelakangi seorang wanita menikah di bawah
tangan. Kepuasan pernikahan yang dirasakan pun berbeda-beda, karena
banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Adapun faktor-
52
faktor tersebut adalah faktor personal, pemuasan kebutuhan psikologis, anak,
kehidupan seksual di dalam pernikahan, ekonomi, kebersamaan, interaksi
yang efektif serta komunikasi yang baik, hubungan dengan keluarga besar
pasangan, penyesuaian penyelesaian konflik dan pengarnbilan keputusan
dalam pernikahan.
Wanita yang merasakan dampak negatif pernikahan di bawah tangan, jika
mempengaruhi kepuasan pernikahannya, kernungkinan wanita tersebut
merasakan ketidakpuasan dalam pernikahannya. Salah satu contohnya yaitu
akibat tidak ada pemberitahuan dalam pernikahan di bawah tangan
menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat, sehing!~a pasangan yang
menikah di bawah tangan dinilai melakukan pelanggaran hukum agama.
Sedangkan menganggap pernikahan sebagai suatu hal yang penting untuk
menjaga stabilitas sosial merupakan salah satu indikator kepuasan
pernikahan. Sebaliknya, jika dampak negatif pernikahan di bawah tangan
tidak mempengaruhi kepuasan pernikahan, maka wanita tersebut dapat
merasakan kepuasan pernikahan.
53
Bagan Kerangka Berpikir·
Wanita
i Nikah di bawah tangan
Kepuasan pernikahan
Puas
BAB3
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari enam subbab. Subbab pertama membahas jenis penelitian.
Subbab kedua membahas subyek penelitian. Subbab ketiga membahas
teknik dan instrumen pengumpulan data. Subbab keempat membahas
analisis data. Subbab kelima membahas prosedur penelitian. Subbab
keenam mambahas kode etik penelitian.
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan Penelitian
Data yang hendak dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang
gambaran kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan.
lnformasi yang didapatkan berbentuk deskripsi yang memikankan pentingnya
konteks, setting, serta kerangka pemikiran subyek penelitian itu sencliri (Lexy
J. Moleong, 2004). Karena bersifat deskripsi, maka penuli:s berusaha untuk
menemukan makna yang berada di dalam ungkapan konsep tersebut,
54
55
sehingga penelitian ini lebih sesuai jika menggunakan pendekatan kualitatif,
karena pendekatan kualitatif dapat digunakan untuk men~1ungkap, memahami,
memberi wawasan serta rincian yang kompleks tentang s13buah fenomena
yang baru sedikit diketahui (Strauss dan Corbin, 2003).
3.1.2. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah
fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yan~1 teirbatasi (bounded
conteks) (Kristi Poewandari, 2001). Secara umum studi kasus merupakan
strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan
dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk
mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bila fokus
penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam
konteks kehidupan nyata (Yin, 2006).
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain multikasus, yaitu
jika penelitian berisi lebih dari sebuah kasus tunggal dan s13tiap tempat bisa
menjadi subyek studi kasus individual (Yin, 2006).
3.2. Subyek Penelitian
3.2.1. Karakteristik Subyek
56
Karkteristik subyek dalam penelitian ini yaitu wanita yang menikah di bawah
tangan. Sesuai dengan tempat tinggal subyek, penelitian dilakukan di dua
tempat, yaitu satu orang bertempat tinggal di Kelurahan Cilandak Barat,
Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, dan dua orang bertempat tinggal di
Kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Kota Depok.
3.2.2. Jumlah Subyek
Jumlah subyek dalam penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan secara tegas
di awal penelitian. Beberapa peneliti menyarankan untuk lebih mementingkan
tercapainya "titik jenuh" dimana peneliti melakukan pengambilan sampel
teoritis akan terus menambahkan unit-unit baru dalam sarnpelnya (Sarantoks
dalam Kristi Poerwandari, 2001 ). Untuk penelitian ini ditetapkan jumlah
subyek terdiri dari tiga orang.
3.2.3. Teknik Pemilihan Subyek
Untuk memilih subyek yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka teknik
khusus yang digunakan dalam pemilihan subyek pada penelitian ini adalah
purposive sampling (sampel bertujuan), yaitu subyek penelitian yang dipilih
57
berdasarkan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian yang
telah ditetapkan.
3.3. Teknik dan lnstrumen Pengumpulan Data
3.3.1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pendekatan atau tipe penelitian studi kasus, metocle pengumpulan
data dapat dilakukan dari berbagai sumber dengan berag:am cara, bisa
berupa wawancara, observasi, maupun studi dokumen tertentu yang terkait
dengan kasus (Kristi Poerwandari, 2001 ).
Oalam penelitian ini, teknik pengumpulan data utama yan!J digunakan adalah
wawancara dengan observasi sebagai metode penunjang.
a. Wawancara
Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangat penting ialah
wawancara. Wawancara merupakan sumber bukti yang esensial bagi studi
kasus, !<arena studi kasus umumnya berkenaan dengan urusan kemanusiaan.
Urusan-urusan kemanusiaan tersebut harus dilaporkan dan diinterpretasikan
melalui penglihatan pihak yang diwawancarai (Yin, 2006).
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui gambaran
kepuasan pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan, dengan
58
rnenggali inforrnasi diri subyek, rnaka wawancara yang a~~an dilakukan adalah
wawancara rnendalarn, serta terfokus untuk rnengarahkan pernbicaraan pada
hal-hal atau aspek-aspek tertentu dari kehidupan atau pengalarnan subyek,
dan rnenggunakan pedornan wawancara (Kristi Poerwandari, 2001).
Agar wawancara tidak rnenyirnpang dari tujuan penelitian, rnaka pedornan
wawancara yang akan digunakan disusun berdasarkan tujuan penelitian serta
dikaitkan dengan teori-teori yang terdapat dalarn kajian pustaka, berkaitan
dengan rnasalah yang diteliti dan digunakan sebagai pegangan bagi
pewawancara agar tetap pada tujuan penelitian yang berfungsi untul<
rnengingatkan akan topik-topik yang ingin digali serta apa yang belurn dan
sudah ditanyakan.
b. Observasi
Observasi disebut juga dengan pengarnatan, yang pentin~r dilakukan untuk
rnengarnati apakah ada faktor-faktor lingkungan tersebut yang dapat
rnernpengaruhi sikap dan perilaku yang ditarnpilkan serta inforrnasi yang
disarnpaikan subyek. Sedangkan yang kedua adalah observasi terhadap
subyek yang diwawancarai. Terhadap subyek dapat dilakukan faktor-faktor
paralinguistik yang disarnpaikannya, sebagai contoh intonasi dan keras
lernahnya suara subyek dalarn rnernberikan keterangan, p1snekanan pada
inforrnasi tertentu, saat-saat diam, gerak tubuh dan penampilan. Secara
59
keseluruhan metode observasi ini berasumsi bahwa tingkah laku seseorang
mempunyai maksud. Dengan observasi diharapkan pene~iti dapat lebih
menangkap intensitas emosi subyek terhadap pengalama1n-pengalamannya
serta hal-hal yang tidak tercakup dalam inforrnasi verbal y·ang diberikan
subyek, sehingga dapat memperkaya data yang diperoleh.
3.3.2. lnstrumen Pengumpulan Data
a. Pedoman wawancara
Seperti yang telah disinggung, pedoman wawancara digunakan sebagai
pegangan bagi pewawancara agar tetap pada tujuan pemilitian juga
berfungsi untuk mengingatkan akan topik-topik yang ingin digali serta
memudahkan kategorisasi dalam melakukan analisis data. Pedoman ini
disusun berdasarkan konsep-konsep teoritis yang telah dibangun dalam
kajian pustaka.
Wawancara yang akan dilakukan bersifat mendalam dan terfokus dengan
menggunakan pedoman wawancara. Wawancara mendalam digunakan
ketika peneliti mengajukan pertanyaan mengenai berbagai segi kehidupan
subyek, secara utuh dan mendalam, dan wawancara terfolkus digunakan
ketika peneliti melakukan wawancara yang mengarahkan pembicaraan pada
hal-hal atau aspek-aspek tertentu dari kehidupan atau pengalaman subyek.
60
Dalam penelitian ini, wawancara yang dilakukan adalah untuk memperoleh
pengetahuan, pemahaman dan hal-hal yang berkaitan gambaran kepuasan
pernikahan pada wanita yang menikah di bawah tangan.
Dalam wawancara yang sesungguhya, pewawancara tidak perlu memberikan
pertanyaan secara urut dan ketat mengikuti pedoman wawancara, tetapi
diberikan peluang untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan subyek yang
dihadapi, mengembangkan pertanyaan dan melakukan probing untuk
memperjelas dan mengelaborasi jawaban subyek. Penggunaan kata-kata
pun tidak terlalu ketat dalam hal aturan bahasa, pendeknya fleksibilitas
ditekankan di sini (Lexy J. Moleong, 2004). Oleh karena itu, tidak tertutup
kemungkinan pedoman wawancara yang satu ke wawancara berikutnya. Hal
ini penting dalam usaha peneliti menjalin hubungan yang ll:>aik dengan subyek,
membangun rasa percaya subyek kepada peneliti, mempElrjelas pertanyaan
yang akan diajukan bilamana diperlukan, serta pada akhimya mendapatkan
informasi selengkap dan sedalam mungkin dari subyek sesuai dengan tujuan
penelitian.
b. Lembar observasi
Digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting, dapat membantu
menerangkan lebih lanjut yang diperoleh atau berpengaruh terhadap
jalannya wawancara. Hal-hal yang dicatat meliputi setting, tempat wawancara
61
berlangsung, lama wawancara, hal-hal yang terjadi selama wawancara yang
mungkin berpengaruh terhadap hasil wawancara, penampilan subyek secara
keseluruhan, respon subyek terhadap pertanyaan-pertanyaan dan cara
menyampaikan informasi.
c. Alat perekam
Agar memperoleh data yang lengkap dan akurat, maka digunakan alat
perekam sebagai alat bantu agar tidak ada data yang terlewatkan selama
wawancara, peneliti dapat berkonsentrasi pada apa yang ditanyakan tanpa
harus mencatat. Alat ini juga memudahkan peneliti mengulang kembali hasil
wawancara agar dapat diperoleh data yang utuh sesuai diengan apa yang
disampaikan subyek dalam wawancara. Hal ini berguna untuk meminimalkan
bias yang mungkin terjadi karena keterbatasan subyektifit:as. Alat perekam ini
digunakan dengan izin responden.
3.4. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya, yaitu mengolah hasil penelitian
menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan
pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
62
disarankan oleh Lexy J. Moleong (2004). Untuk itu dalam teknik analisis data,
langkah-langkah yang penulis ambil adalah:
1. Memindahkan hasil rekaman ke dalam transkip verbatim selama
pelaksanaan wawancara. Jawaban-jawaban yang diberikan oleh subyek
direkam dengan tape recorder hasil rekaman dipindahkan secara verbatim
ke dalam bentuk teks. Sistematika penulisan teks yano digunakan adalah
dengan memilah-milah hasil wawancara berdasarkan ipedoman
wawancara.
2. Data-data yang telah diperoleh dari hasil wawancara akan dianalisis
secara kualitatif yaitu menggambarkan data dengan kata atau kalimat
yang dipisah-pisahkan menurut kategori tertentu untuk memperoleh
kesimpulan dan gambaran secara umum.
3. Kemudian analisis dilakukan per kasus untuk melihat k:eunikan masing
masing masalah yang dihadapi individu, dan dibuat ringkasan untuk
memudahkan melihat karakteristik khas pada masing-rnasing subyek.
Serta dilakukan analisis dengan berbagai pendekatan secara keseluruhan.
Pada tahap akhir semua data diinterpretasikan dengan bahasa yang
mudah dipahami.
3.5. Prosedur penelitian
3.5.1. Tahap persiapan
1. Menghubungi calon-calon responden yang sesuai dengan karakteristik
subyek.
63
2. Menjelaskan mengenai penelitian dan meminta kesediaan untuk menjadi
responden.
3. Berdasarkan teori yang terangkum dalam kajian pustaka, membuat
kerangka wawancara dan menyusun pedoman wawancara sementara
yang berisi berbagai pertanyaan meliputi aspek-aspek yang terdapat
dalam kajian pustaka.
3.5.2. Tahap Pelaksanaan
1. Melakukan konfirmasi ulang kepada calon responden dan membuat janji
wawancara.
2. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawanc:ara yang telah
dibuat.
3. Memindahkan hasil wawancara ke dalam bentuk verbatim tertulis.
4. Menshortir hasil wawancara untuk mendapatkan hasil yang relevan
dengan penelitian.
5. Melakukan analisis data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan
dalam metodologi penelitian.
64
6. Membuat kesimpulan.
7. Membuat diskusi terhadap kesimpulan dan seluruh hasil penelitian.
8. Dengan memperhatikan hasil penelitian, kesimpulan dan diskusi yang
telah dilakukan, mengajukan saran-saran dan rekomendasi bagi penelitian
selanjutnya
3.6. Kode Etik Penelitian
Neuman mengutarakan prinsip dasar penelitian sosial yang etis (dalam Kristi
Poerwandari, 2001), yaitu:
1. Tanggung jawab etis ada pada peneliti
2. Peneliti tidak mengeskploitasi subyek penelitian atau mahasiswa untuk
kepentingan pribadinya
3. Bentuk-bentuk informed consent sangat diperlukan/din~komendasikan
4. Peneliti menjunjung tinggi jaminan pribadi, kerahasiaan, dan anonimitas
5. Peneliti tidak memaksa secara langsung ataupun terselubung, juga tidak
merendahkan subyek penelitiannya
6. Peneliti menggunakan cara terselubung hanya bila itu :sangat diperlukan,
dan selalu menyertainya dengan debriefing
7. Peneliti menggunakan metode-metode pengumpulan data yang sesuai
dengan topik penelitiannya
8. Peneliti mendeteksi dan menjauhkan konsekuensi-konsekuensi tidal<
diinginkan dari subyek penelitiannya
9. Peneliti mengantisipasi dan mengambil langkah untuk mengatasi
kemungkinan-kemungkinan merugikan dari penelitian dan dari publikasi
hasilnya
10. Peneliti menyebutkan dengan jelas penyandang dana penelitiannya
11. Peneliti bekerjasama dengan lembaga berwenang bila1 melakukan studi
komparatatif
12. Peneliti menyampaikan secara terbuka detil dari desain saat
mempublikasikan hasil penelitiannya
13. Peneliti mengembangkan interpretasi yang memang konsisten dengan
data yang diperoleh
14. Peneliti menggunakan pendekatan metodologis yang dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik, dan mengupayakan akurasi
15. Peneliti tidak mengadakan peneltian secara rahasia
65
BAB4
PRESENTASI DAN ANALISIS DATA
Bab ini terdiri dari tiga subbab. Subbab pertama membahas gambaran umum
subyek penelitian, subbab kedua membahas gambaran dan analisis kasus,
dan subbab ketiga membahas analisis antar kasus.
4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian
Subyek penelitian berjumlah tiga orang, dengan karakteri8tik yang sudah
ditentukan sebelumnya, yaitu wanita yang menikah di bawah tangan. Nama-
nama subyek penelitian ini sengaja disamarkan dengan inisial huruf. Hal ini
untuk menjamin kerahasiaan subyek sesuai dengan kode etik penelitian.
Gambaran ketiga subyek dalam penelitian, secara singkat disajikan dalam
bentuk tabel berikut ini:
67
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subyek
No. Nam a Ag a ma Usia Pendidikan Pekerjaa11 Lama
Pernikahan
30 Pembantu
1. M Islam thn
SD Rumah 4 tahun Tanq~
2. s Islam 32 SMP Pedagang 10 bulan
thn Savuran
3. E Islam 26
SMA Penyanyi
7 tahun thn Panggun~J
Penelitian dilakukan pada tanggal 1 sampai 3 Oktober sebagai wawancara
pertama dan 8 sampai 9 Oktober 2007 sebagai wawanr.ara kedua.
4.2. Gambaran dan Analisis Kasus
Uraian mengenai gambaran masing-masing kasus disajikan dalam bentuk
gambaran kasus yang terdiri dari riwayat pernikahan, gambaran kepuasan
pernikahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan,
serta analisis kasus.
4.2.1. Kasus M
M berusia 30 tahun. la berperawakan ramping dengan berat badan ± 46 kg
dan tinggi badan ± 160 cm. M cenderung berwajah oval, borkulit putih,
rambut lurus di bawah telinga. Pada saat wawancara, M menggunakan
celana panjang berwarna hitarn, baju lengan pendek berwarna biru tua
dengan motif bunga berwarna putih dan terlihat tanpa make up.
68
Wawancara pertarna dilakukan pada hari Senin, 1 Oktober 2007, pukul 10.13
sarnpai 11.08 WIB dan wawancara kedua dilakukan pada hari Senin, 8
Oktober 2007, pukul 9.40 sarnpai 10.10 WIB. Kedua wawancara dilakukan di
ruang tarnu rurnah M.
Sehari sebelurn rnelakukan wawancara pertarna, penulis terlebih dahulu
rnerninta kesediaan M untuk diwawancarai. M rnenanyakan rnasalah yang
akan dibahas dalarn wawancara, setelah penulis rnenjelaskan, kernudian M
rnenyetujui dengan rnengatakan 'ya bo/eh."
Selarna wawancara M terlihat santai dan terbuka dalam rnenjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. M rnendengarkan clengan rnata lurus
ke arah penulis dan M rnenjawab pertanyaan langsung dengan nada suara
yang rendah.
M rnerniliki dua orang anak. Anak pertarna M yaitu perernpuan berusia 15
tahun dari suarni pertarna yang telah rneninggal dunia. Anak kedua M yaitu
laki-laki berusia tiga tahun dari suarni kedua. M rnenikah di bawah tangan
69
dengan suami kedua. Mereka berbeda usia dua tahun. Saat ini suarni M
bekerja sebagai wiraswastawan di bidang pengobatan alternatif.
Gambaran Kasus
A. Riwayat Pernikahan
M menikah pada tahun 2003. M pertama kali bertemu dengan suaminya di
tempat kerja. Setelah berkenalan, mereka menjalani masa pacaran selama
satu tahun. Walaupun secara ekonomi pada saat itu belurn siap untuk
menikah, mereka memutuskan melanjutkan masa pacaran ke jenjang
pernikahan. Ketidaksiapan secara ekonomi ini menjadi salah satu alasan M
menikah di bawah tangan. Alasan lainnya yaitu karena pernikahan ini
merupakan pernikahan kedua bagi M. Setelah suami pertama M meninggal
dunia.
"Ya pengennya waktu itu kan apa maksudnya pengen nikah kantor, tapi karena kita udah ini udah kedua kalinya ya biar aja dah nikah di bawah tangan, ya lagi keuangan juga waktu itu be/um siap."
Walaupun sebenarnya M mempunyai keinginan untuk menikah secara resmi
di KUA, namun karena keluarga M mendukung dan ikut memutuskan
pernikahan ini, maka M memilih menikah di bawah tangan.
"Keluarga ya tahu, keluarga saya mutusin juga enggak saya sendiri. Tanggapan ke/uarga sendiri ya udah enggak apa-ap8t biarin gitu."
70
Setelah suami pertama M meninggal dunia, M mempunya1i keinginan untuk
menikah lagi karena merasa membutuhkan teman dalam hidupnya. M juga
menganggap bahwa kebersamaan dengan suami merupakan suatu hal yang
penting, dimana jika bersama suami M dapat memenuhi kebutuhannya, M
juga dapat berbincang-bincang dengan suami, mencurahlcan isi hatinya.
"Karena kita butuh dia (suami), kita butuh teman ngobrol, butuh sega/agalanya."
M mengetahui bahwa nikah di bawah tangan merupakan pernikahan yang
sah secara hukum agama, tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum negara.
Hal ini membuat M merasakan ketakutan dan penyesalan karena menikah di
bawah tangan, terutama dampaknya terhadap anak. Karena nikah di bawah
tangan tidak mempunyai surat nikah dari KUA, maka anak dari pernikahan ini
pun tidak mempunyai akte kelahiran yang dibutuhkan ketil<a anak mulai
memasuki masa sekolah.
"Kita kan ngerasain takut, kalo di bawah tangan kan enggak ada kekuatan gitu ... , kalo kantor kan ada kekuatan. Buat cli anak kita juga kan entar dia ada apa-apa gitu, kayak kalau dia mau masuk sekolah gitu, kalau nikah di bawah tangan kan susah juga, enggak ada jaminan." "Ya ... ada penyesalan juga sih nikah di bawah tangan, /agi anak kita juga kesian, jadi mo bikin akte tuh enggak bisa kan harus ada surat nikah, jadi enggak bisa karena enggak punya surat nikah, makanya sayang gitu."
B. Gambaran Kepuasan Pernikahan
1. Persahabatan (friendship)
a. Menganggap pasangan sebagai teman baik.
Aktifitas dalam keluarga M salah satunya adalah melak.ukan pekerjaan
rumah tangga. Semua pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh M atas
keinginannya.
"Enggak ada, kebanyakan saya ngerjain sendiri, ya karena apa ya ... karena saya pengen sendiri."
b. Menyukai pribadi pasangan.
M menyukai sifat baik dari suaminya yang pengertian dan penyabar.
"Kala dia sih ngertiin kita, ya sabar dia, kalo saya marah paling dia diem."
2. Komitmen (commitment)
a. Menganggap pernikahan sebagai komitmen jangka panjang.
Menurut M, jika saat ini mendaftarkan pernikahannya ke KUA itu sudah
terlambat, karena kalaupun dapat membuat surat nikah, Ml tidak bisa
membuatkan akte kelahiran anaknya yang kini telah berusia tiga tahun.
"Tapi mo bikin (surat nikah) juga udah terlambat ini dia (anak) enggak terdaftar, maksudnya enggak masuk, nama dia enggak masuk, tahunnya enggak bisa sama ama tahun dia (anak) /ahir."
71
"Ada niatan nikah ke kantor tapi kalo ini (anak) enggak masuk kayaknya susah juga."
72
b. Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci.
Pernikahan bagi M adalah karena kebutuhan akan adanya teman hidup.
''Arti berumah tangga karena kita butuh teman hidup gitu."
c. Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial.
M tidak menyukai kebiasaan suaminya yang sering keluar malam bahkan
sampai pagi. Namun, ketika ada masalah M selalu mernbicarakan langsung
dengan suaminya. M berusaha memberikan nasehat kepada suaminya agar
merubah sifat buruknya. Jika suaminya tidak berubah, M tidak dapat berbuat
apa-apa, hanya diam dan berharap suaminya dapat memyadari perilakunya
yang buruk. M tidak ingin terjadi keributan. Meskipun M merasakan
kekesalan, M tidak ingin mengalami kegagalan dalam pernikahannya,
"Dia sering keluar malem ... pulang pagi, yang saya enggak suka. Kita udah bilang kalo bisa mah dirubah, kalo enggak bisa yah apa boleh buat. Ya kesel kalo enggak ngerti juga, udah diemin aja emang udah wataknya begitu, entar juga bisa berubah sendiri. Ha!fapan saya, ya ini ... semoga dia menyadari apa yang dia perbuat, jangan sampe tua kayak gitu, jangan ribut terus. Kita kan enggak mau gaga/."
3. Persamaan (similarity)
a. Mempunyai persamaan tujuan.
Setelah empat tahun menikah, M sebenarnya mempunyai rencana untuk
memperkuat ikatan pernikahannya dengan mendaftar ke KUA. Hal ini juga
didukung suaminya.
"/ya ada rencana nikah kantor. Suami juga ngedukunfJ kita nikah kantor."
""~u•n UTAMA HillAfATllLUUI JAIUUITA
b. Mernpunyai persarnaan dalarn rnenunjukkan kasih sayang.
73
Dalarn rnengungkapkan kasih sayang kepada suarninya, 1111 berusaha untuk
rnenyenangkan suarni. Salah satu caranya adalah dengan rnenyediakan kopi
di waktu pagi sebagai tanda perhatiannya terhadap suarni.
"Ya ... bikinin kopi kalo pagi gitu, bikin dia seneng."
Sedangkan M rnerasa bahagia jika ia dirnanja oleh suaminya dengan kata-
kata yang rnanis.
"Ya ka/o dia nyenengin saya, kalo saya dimanja saya seneng, kalo dia ngomongnya manis."
c. Mernpunyai persarnaan tentang kehidupan seks.
Dalarn kehidupan seksual, M dan suarni tidak rnengalarni harnbatan. M
rnerasakan kepuasan dalarn rnenjalani hubungan seksual, begitu juga
dengan suarninya.
"Selama ini sih enggak ada hambatan, ya saya sih puas aja, suami juga keliatannya begitu."
4. Perasaan positif (positive feeling)
a. Merasa pasangan rnenjadi lebih rnenarik.
Setelah rnenikah, M rnenganggap suarninya tidak lebih rnemarik daripada
ketika pacaran.
"/ya sama aja enggak melebihi dari sebelumnya."
74
b. Merasakan kebahagiaan bersama pasangan.
M dan suami beserta anak-anaknya biasa mengisi waktu luang dengan pergi
bersama ke tempat yang mereka sukai. M dapat merasakan kebahagiaan
jika dapat berkumpul bersama anak dan suaminya.
"Keluar ja/an-jalan ama anak juga, kemana aja yang bikin santai. Ya bahagia ya kalo lagi kumpu/ sama-sama."
c. Merasa bangga akan prestasi pasangan.
M menganggap suaminya sudah menjalankan tugas sesuai dengan yang
diharapkan, yakni dengan mencukupi kebutuhan
"Suami ya ... bekerja nyari du it nyari nafkah buat anak-istri, ya semua udah sesuai. Ya baik, ya ... maksudnya mencukupi s1~mua kebutuhan."
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
1. Faktor Personal
Sifat positif dari suami M yaitu pengertian dan penyabar. Sedangkan sifat
negatif suaminya yaitu kebiasaan keluar malam.
"Kato dia sih ngertiin kita, ya sabar dia, kalo saya m~1rah paling dia diem. Yang enggak seneng itu ke dia, dia tuh ini ya pulang pagi itu yang saya enggak suka, itu di disitu."
2. Faktor Pemuasan Kebutuhan Psikologis melalui Hubungan Interpersonal
M menyatakan suasana kemesraan dengan suami terjalin dengan
pengungkapan kasih sayang melalui komunikasi verbal maupun non verbal.
Dalam mengungkapkan kasih sayang terhadap suaminya, M berusaha untuk
75
menyenangkan suami dengan cara menyediakan kopi di waktu pagi dan
suami M memanjakannya dengan kata-kata manis.
"Ya ... bikinin kopi kalo pagi gitu, bikin dia seneng." "Ya kalo dia nyenengin saya, kalo saya dimanja saya seneng, kalo dia
ngomongnya manis."
3. Faktor Anak
Anak mempunyai arti yang sangat penting, karena anak bagi M adalah masa
depan. M berharap agar anaknya dapat menjadi anak yang berguna dan
patuh terhadap orang tua ..
"Bagi saya anak itu penting gitu, karena anak sebagai masa depan saya." "Semoga biar jadi anak yang berguna, ama orang tua enggak ngebantah, ya gitu aja."
4. Faktor Seksual
Dalam kehidupan seksual M dan suami tidak mengalami hambatan. M
merasakan kepuasan dalam hubungan seksual, begitu juga dengan
suaminya.
"Se/ama ini sih enggak ada hambatan, ya saya sih puas aja, suami juga keliatannya begitu."
5. Faktor Ekonomi/Finansial (pendapatan, tersedianya tempat tinggal)
Saat ini M dan suami beserta anak menempati rumah mililc sendiri yang baru
direnovasi sehingga rumahnya terlihat lebih besar dan rapih.
75
menyenangkan suami dengan cara menyediakan kopi cli waktu pagi dan
suami M memanjakannya dengan kata-kata manis.
"Ya ... bikinin kopi kalo pagi gitu, bikin dia seneng." "Ya kalo dia nyenengin saya, kalo saya dimanja saya seneng, kalo dia
ngomongnya manis."
3. Faktor Anak
Anak mempunyai arti yang sangat penting, karena anak bagi M adalah masa
depan. M berharap agar anaknya dapat menjadi anak yan![l berguna dan
patuh terhadap orang tua ..
"Bagi saya anak itu penting gitu, karena anak sebagai masa depan saya." "Semoga biar jadi anak yang berguna, ama orang luat enggak ngebantah, ya gitu aja."
4. Faktor Seksual
Dalam kehidupan seksual M dan suami tidal< mengalami hambatan. M
merasakan kepuasan dalam hubungan seksual, begitu juga dengan
suaminya.
"Selama ini sih enggak ada hambatan, ya saya sih puas aja, suami juga keliatannya begitu."
5. Faktor Ekonomi/Finansial (pendapatan, tersedianya ternpat tinggal)
Saat ini M dan suami beserta anal< menempati rumah milik sendiri yang baru
direnovasi sehingga rumahnya terlihat lebih besar dan rapih.
76
Tingkat ekonomi keluarga M tergolong cukup, dalam arti dapat memenuhi
semua kebutuhan. Hal ini karena M dan suami masing-masing mempunyai
penghasilan. Penghasilan yang diperoleh suami M digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan penghasilan yang diperoleh M
ditabung, sehingga M mempunyai simpanan uang untuk hari depan.
"Ya baik, kalo uang yang saya dapet saya tabung, kalo ini suami untuk makan untuk kebutuhan sehari-hari."
6. Faktor Kebersamaan
M dan suami beserta anak biasa mengisi waktu luang dengan pergi ke
tempat yang disukai. M merasakan kebahagiaan jika berkumpul bersama
anak dan suami.
"Ke/uar jalan-jalan ama anak juga, kemana aja yang bikin santai. Ya bahagia ya ka/o lagi kumpul sama-sama."
7 Faktor Komunikasi
Komunikasi antara M dan suami dapat berjalan dengan lancar dan terbuka.
"Kato saya ada apa-apa, misalnya ada perlu gitu ya ngomong /angsung biar je/as. Sama ama suami saya juga gitu.
8. Faktor Hubungan dengan Keluarga Besar Pasangan
Hubungan antara M dengan keluarga besar pasangan berjalan dengan baik,
meskipun jarang bertemu karena jarak yang jauh dengan lkeluarga pasangan.
"Saya juga baik dengan ke/uarga suami, cuman karena jauh jadi jarang berhubungan, soa/nya kan ke/uarga suami jauh di kampung."
9. Faktor Penyesuaian Penyelesaian Konflik dan Pengarnbilan Keputusan
M rnernilih rnenyelesaikan rnasalah yang ia hadapi dengan cara berbicara
langsung dengan suarninya. M juga rnengatakan, dalam pengarnbilan
keputusan dilakukan dengan rnusyawarah bersarna suarnii.
"Kato ada apa-apa yang harus diputusin yang kita ngomong samasama."
10. Faktor Peran
77
Peran yang dijalankan suarni telah sesuai dengan harapan M, yakni dengan
rnencukupi kebutuhan.
"Su a mi ya ... beketja nyari du it, nyari nafkah bu at anak istri, ya semua udah sesuai. Ya baik, ya ... maksudnya mencukupi semua kebutuhan."
Analisis Kasus
A. Riwayat Pernikahan
Tabel 4.2.1.A
Riwayat Pernikahan M Ekonorni
Alasan Pernikahan kedua
Dukungan dari keluarga
Tujuan Mendapatkan ternan hidup
Ketakutan dan penyesalan
Darnpak yang dirasakan rnenikah di bawah tangan berkaitan dengan anak
78
Alasan M untuk rnenikah di bawah tangan yaitu keadaan 1:ikonorni yang
belurn siap. Selain itu, karena pernikahan ini rnerupakan yang kedua bagi M,
serta dukungan dari keluarga rnernperkuat M untuk rnenikah di bawah
tangan.
Ketika M rnenikah untuk kedua kalinya, M berharap dapat rnerniliki teman
dalarn hidup yang dapat berbagi dengannya. Tujuan pernikahan adalah
kesatuan, dengan adanya ikatan lahir batin antara suami dalam membentuk
keluarga, sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1Tahun1974
BAB I Pasal 1. Untuk itu suami-istri perlu saling rnembantu dan melengkapi
agar rnasing-masing dapat mengernbangkan kepribadian dan kesejahteraan
(Yuwana & Maramis, 1991).
Dampak negatif menikah di bawah tangan yang dirasakan M yaitu
penyesalan M, karena menikah di bawah tangan tidak merniliki kekuatan
hukum negara. Hal lain yang dirasakan M yaitu khawatir anaknya akan sulit
dalarn pendaftaran sekolah. Hal ini karena anaknya tidak rnerniliki akte
kelahiran yang harus disertakan ketika resgistrasi sekolah. Anak M tidak
rnerniliki akte kelahiran karena tidak ada surat nikah dalarn pernikahan di
bawah tangan orang tuanya. Menurut Stinnet (dalam Helms & Turner),
pengesahan terhadap anak merupakan salah satu alasan pernikahan. Anak
79
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan
(Hurlock, 1980).
B. Gambaran Kepuasan Pernikahan
Tabel 4.2.1.B
lndikator Kepuasan Pernikahan
Menganggap pasangan
Persahabatan sebagai teman baik
(friendship)
Menyukai pribadi pasangan
Menganggap pernikahan sebagai komitmen jangka
panjang
Komitmen Menganggap pernikahan (commitment)
sebagai sesuatu yang suci
Menganggap suatu pernikahan penting sebagai
stabilitas sosial
Persamaan Mempunyai persamaan (similarity) tujuan
Mempunyai persamaan dalam menuniukkan kasih
sayang
M Tidak a,da kerja sama
dalam i!lldifil£1~. ~eluarga yaitu tidak ada
pernba~ian.•.tqgas·~al~.m • oeke.tl!!an• rumahtanaaa
Men~1anggap suami sebagai seorang yang
penoertian dan penvabar I Tidi!lk.ada\usaha. . · .... I
irJi9n&aff~rJ{~h .. · ....... ·. I
pel'lik~1na,nnya src,ara.. .·· 1
\ l"e.srryi•~a.t~f!a> / .· ·.·· m~n~'pgg~p~q~ah >
. •· .·. • .. · ... · Jerlambat • • < Menganggap pernikahan
untuk: mendapatkan teman hidup
Menyel1esaikan masalah dengan cara berbicara
langsung dan memberikan nasehat
kepada suami Subyek dan suami
mernpunyai keinginan untuk menikah secara resrni, walaupun tidak disertai dengan usaha
Subyek menunjukkan kasih savang dengan
t1ngkah laku non verbal, sedangkan suami
80
dengan tingkah laku verbal
Mempunyai persamaan Ticlak ada hambatan
dalam kehidupan seksual
Merasa pasangan menjadi Menganggap suami tidak
lebih menarik • lebih nierlarik daripada . .· ketika pacaran. ·
Perasaan Merasakan kegembiraan Mengisi waktu luang
positif bersama pasangan dengan pergi bersama ke tempat yang disukai (positive
Menoanggap suami feeling) Merasa bangga akan
sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan
prestasi pasangan yang diharapkan, dengan
mencukupi kebutuhan
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ada empat hal yan~1 dirasakan M yang
tidak memenuhi indikator kepuasan pernikahan. Pertama yaitu dalam
aktifitas keluarga tidak ada pembagian pekerjaan rumah tangga, M
mengatakan pekerjaan rumah tangga semua dilakukan oleh M atas
keinginannya sendiri. Adanya kerjasama secara sukarela menunjukkan
pasangan sebagai teman baik (Abu Ahmadi, 1999). lstri biasanya melakukan
pekerjaan rumah tangga lebih banyak daripada suami. Ketidakadilan yang
dipersepsikan mengenai pembagian tugas diasosiasikan dengan konflik dan
ketidakpuasan pernikahan (Grote & Clark, dalam Baron & Byrne, 2005).
Namun, pada kenyataannya, bagi wanita pekerjaan rumah tangga berkaitan
erat dengan cinta dan merupakan bagian dari hubungan keluarga. Hal ini
memiliki makna yang kompleks clan saling bertentangan (Marshall & Banett,
dalam Santrock, 2002). Sebagian besar perempuan seringkali menikmati
merawat kebutuhan orang yang mereka cintai dan menja1~a agar aktifitas
keluarga terus berlangsung.
81
Kedua yaitu tidak ada usaha M untuk memperkuat ikatan pernikahan dengan
mendaftarkannya secara resmi ke KUA, karena menurutnya sudah terlambat.
Pernikahan yang tidak tercatat secara resmi, tidak diakui jika ada pertikaian
di hadapan hukum dalam permasalahan pernikahan, begitu juga tidak diakui
oleh pihak-pihak resmi lainnya sebagai sandaran pernikahan (M. Fu'ad
Syakir, 2002).
Keempat yaitu, M tidak merasakan ketertarikan yang lebih terhadap
suaminya. la merasakan suaminya sama seperti ketika pacaran.
Dapat disimpulkan bahwa M cukup merasakan kepuasan pernikahan. Hal ini
bisa dilihat secara kuantitatif dari sebelas indikator hanya tiga indikator yang
tidak mendukung kepuasan pernikahan. ltu berarti lebih banyak indikator
yang mendukung kepuasan pernikahan M.
82
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
Tabel 4.2.1.C
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 1111
Kepuasan Pernikahan Sifat positif dari suami yaitu
Faktor Personal pengertian dan sabar dan sifat
negatifnya yaitu ~tebiasaan keluar ma lam
Faktor Pemuasan Kebutuhan Pengungkapan kasih sayang melalui Psikologis melalui Hubungan komunikasi verbal maupun non
Interpersonal verbal Anak mempunyai arti sangat penting
Faktor Anak dan berharap agar menjadi anak yang berguna dan patuh terhadap
oranq tua Faktor Seksual Tidak menaalami hambatan
Faktor Ekonomi Memiliki rumah sendiri, serta tingkat
ekonom~mg cukup
Faktor Kebersamaan Mengisi waktu luang dengan pergi
ke tempat_yana disukai Faktor Komunikasi Berialan denaan lancar dan terbuka
Faktor Hubungan dengan Mempunyai hubungan baik, Keluaraa Besar Pasanaan meskipun jarana bertemu
Faktor Penyesuaian Penyelesaian Konflik dan Dilakukan dengan musyawarah Pengambilan Keputusan
Faktor Peran Suami menjalankan peran sesuai denaan harapan
Semua faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan mendukung pada
pencapaian kepuasan pernikahan M.
83
4.2.2. Kasus S
S berusia 32 tahun. la berperawakan sedang, dengan berat badan ± 45 kg
dan tinggi badan ± 150 cm. S memiliki wajah bundar. la berkulit putih dan
rambut ikal di bawah telinga. Pada saat wawancara, S mEmggunakan celana
pendek berwarna biru dan ia menggunakan baju lengan pendek berwarna
coke lat.
Wawancara pertama dilakukan pada hari Selasa, 2 Oktober 2007 pukul 9.00
sampai 11.00 WIB dan wawancara kedua dilakukan pada hari Selasa,
tanggal 9 Oktober 2007 pukul 10.20 sampai 10.45 di ruang tamu rumah S.
Awai pertemuan, S sedang istirahat di rumahnya setelah selesai berdagang.
Pada hari sebelumnya, penulis telah meminta izin untuk melakukan
wawancara dan menjelaskan keperluan dari wawancara tiersebut. Kemudian
S menyetujuinya. Namun, pada esok harinya saat akan dilaksanakan
wawancara, S bertanya tentang keperluan wawancara dan bagaimana
seharusnya ia menjawab pertanyaan, penulis memberikan penjelasan
kembali yang kemudian dapat dimengerti S.
Selama wawancara, S terlihat santai dan terbuka dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penulis. S selalu tewlihat tersenyum
dan menjawab pertanyaan langsung dengan nada suara yang rendah.
84
Hampir setiap jawaban yang S berikan disertai dengan contoh. Hal ini
memudahkan penulis memahami jawaban.
Pernikahan di bawah tangan yang sekarang dijalani S adalah pernikahan
kedua. Pada pernikahan pertama S menikah secara resmi. Namun, S
mengalami kegagalan dalam pernikahan pertama, karena1 suami
meninggalkan S serta anaknya dan lebih memilih wanita lain. Dari
pernikahan pertama, S dikaruniai satu orang anak yang kini berusia 12 tahun.
Dari pernikahan kedua secara di bawah tangan, S belum dikaruniai anak.
Gambaran Kasus
A. Riwayat Pernikahan
S menikah pada awal tahun 2007. Pertama kali S bertemu dengan suaminya
pada saat S berdagang sayuran yang lokasinya dekat dengan tempat kerja
suaminya. Untuk mengenal lebih dekat S menjalani masa pacaran selama
tiga tahun.
"Pacaran sampe tiga tahun saya jalanin, pengen fiat gimana dia gitu, saya enggak mau /angsung kenal /angsung jadi."
Walaupun mempunyai rencana untuk menikah, S memerlukan waktu cukup
lama untuk meyakinkan diri bahwa suaminya adalah orang yang tepat
menjadi pendamping hidupnya. Setelah S merasa yakin bahwa suaminya
menyayangi S dan anaknya, S memutuskan untuk menikath.
''Tapi rencana kan ada mau nikah gitu. Ya udah p«Js saya udah /ihat semua dia sifatnya gimana ... sama saya ... sama anak saya ... , ya udah saya baru percaya bahwa dia tuh bener-bener sayang sama saya."
S rnernpunyai keinginan untuk rnenikah secara resrni. Narnun, pernikahan
85
sebelurnnya rnenjadi halangan. Hal ini karena suarni pertarna rneninggalkan
S tanpa perceraian resrni. Hal ini rnenjadi alasan S untuk rnenikah di bawah
tangan. Alasan lain yang rnelatarbelakangi pernikahan S karena ia
rnernpunyai pertirnbangan untuk rnenghindari perbuatan closa setelah lama
berpacaran.
"Saya maunya nikah kantor, terus katanya (suami), ya udah nikah bawah tangan aja dulu daripada kita bikin dosa, karena sayanya be/um bisa (nikah resmi), ka/o dia (suami) udah bisa, kalo saya kan yang namanya suami saya sebelumnya kan nyerein saya kan nggak sampe ke atas (KUA). Jadi saya enggak bisa nikah kantor k.arena saya enggak punya surat cere."
S rnernpunyai keinginan untuk rnenikah lagi, karena rnera:sa rnernbutuhkan
pendamping hidup yang dapat membantu dalam mengums anak dan secara
ekonomi.
"Saya juga enggak mau sendiri gitu kan ... , pengennya ada yang dampingin, ada yang bantuin (ekonomi), ada yang ngurusin anak saya."
Menurut S, nikah di bawah tangan sah secara agarna. Dalam pernikahan ini
tidak ada surat nikah. Dengan tidak adanya surat nikah, S mengalami
kesulitan jika ada keperluan administrasi negara, seperti pembuatan KTP
atau keperluan lain yang mernbutuhkan penyertaan surat nikah.
86
"Ya nikah di bawah tangan enggak ada surat dari atasan (KUA). Cuma sah secara agama aja. Kato kita mo bikin apa-apa, misalnya dari RT mo bi kin KTP a tau apa gitu, harus pake surat nikah, yah. .. pen ting surat nikah."
Kecemasan dan ketakutan ditinggal suami dirasakan S dalam pernikahan di
bawah tangan ini. Hal ini karena nikah di bawah tangan tidak mempunyai
kekuatan hukum negara. Apalagi S masih merasakan sal<it hati ditinggalkan
suami pertama. Untul< itu, S tidak ingin merasal<an sal<it hati lagi pada
pernil<ahannya yang kedua. Akibat l<ecemasan dan ketakutan itu, S tidak
menginginkan kehadiran anak dalam pernikahan di bawah tangan.
"Ya ada khawatir, takut, jadi kadang saya bilang ke fiia, saya enggak mau punya anak dah ... saya takut nanti ditinggal lagi kayak yang sebe/umnya (suami pertama). /tu yang namanya saya nikah kantor saya ditinggal, apalagi yang nikah di bawah tangan. Yang namanya nikah di bawah tangan kan bisa juga dia pergi, terus dia engfJak pulang-pulang, kan enggak ada ... apa namannya surat-surat yang bisa dibuktiin."
Kecemasan lain yang dialami S, karena jika ia mempunyai anak dari
pernikahan di bawah tangan, anaknya tidak mempunyai akte kelahiran yang
akan digunakan ketika mulai sekolah. S juga sempat merasakan ketakutan
jika ia mempunyai anak nantinya tidak mendapatkan hak waris dari suaminya.
"Misalnya saya punya anak, kesian di anak saya aja, entar dia mo bikin akte untuk sekolah kan harus pake surat nikah, jadi susah juga kalo nikah di bawah tangan. Kadang-kadang sepintas nanti kalo ada warisan takut enggak diakuin gitu anak saya."
B. Gambaran Kepuasan Pernikahan S
1. Persahabatan (friendship)
a. Menganggap pasangan sebagai teman baik.
Suami S banyak membantu dalam melakukakan pekerjaan rumah tangga,
hal tersebut dilakukan suaminya atas keinginannya sendiri
"/ya dia suka bantu-bantu, kalo saya pulang dagang saya senengnya udah rapih. .. udah nyuci, udah nyuci piring, kadang-kadang dia masak sendiri. Jadi kalo saya udah capek dia masak, bikin teh sendiri."
b. Menyukai pribadi pasangan.
87
S menyukai suaminya karena suaminya perhatian dan penyayang. Suami S
juga banyak mengajarkan berbagai hal kepada S dan anaknya.
"Orangnya baik, sayang, perhatian, misa/nya ada yang saya enggak saya bisa dia suka ngajarin. Suami suka ngajarin anak saya. Suka nasehatin buat kebaikan dia."
2. Komitmen (commitment)
a. Menganggap pernikahan sebagai komitmen jangka panjang.
S mempunyai keinginan untuk menikah secara resmi. Namun, untuk saat ini
ia merasa cukup menikah di bawah tangan.
"Biar di bawah tangan juga, nanti sewaktu-waktu pengen nikah di kantor."
b. Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci.
Pernikahan bagi M adalah untuk mendapatkan teman hidup.
"Arti pemikahan karena kita butuh teman hidup gitu."
88
c. Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial.
Adanya masalah dalam pemikahan dapat menimbulkan salah paham antara
S dengan suami. Untuk menyelesaikan masalah, biasan~1a S mengalah dan
introspeksi diri. Hal ini karena menurutnya jika ia dan suami tidak acla yang
mengalah justru masalah yang mereka hadapi tidak terselesaikan.
"Saya ngalah sendiri, entar saya yang mikir apa saya yang sa/ah. Saya coba ngerli daripada marah dua-duanya kan enggak bisa ngatasin. Jadi saya minta maaf du/uan, jadi dia yang ngerli sendiri."
3. Persamaan (similarity)
a. Mempunyai persamaan tujuan.
S dan suami mempunyai rencana untuk merenovasi rumah mereka,
sehingga dapat terlihat lebih rapih.
"Kita juga pengen bangun rumah, rumah yang ini pengen dirapihin, berdua (suami) sama saya pengen gitu."
b. Mempunyai persamaan dalam menunjukkan kasih sayang.
Dalam mengungkapkan kasih sayang kepada suami, S biasanya
memanjakan suami dengan membuatkan masakan yang menjadi kesukaan
suaminya.
"/ya misalnya nih ... di manjain, misa/nya kesukaan makannya apa entar saya masakin."
Hal yang paling membuat S bahagia yang didapat dari suaminya yaitu ketika
suaminya tersenyum dan S dapat bersenda gurau dengari suami.
89
"Ya bahagianya kalo dia lagi sama saya senyum, ta~ri seneng. Terus kadang-kadang kalo tagi bercanda ama dia (suami) kayaknya seneng banget."
c. Mempunyai persamaan tentang kehidupan seks.
Dalam kehidupan seksual, S mengatakan hal itu dilakukan tergantung
kondisi tubuh S. Hal ini karena S bekerja sebagai pedagang, sehingga ia
merasakan keletihan yang membuatnya terkadang tidak rnenginginkan
hubungan seksual dengan suaminya.
"Gimana fit badan aja. Kadang dua kali seminggu, kadang nggak sama sekali."
4. Perasaan positif (positive feeling)
a. Merasa pasangan menjadi lebih menarik.
S merasa suaminya lebih romantis ketika pacaran. Hal ini karena S
merasakan suaminya biasa-biasa saja setelah menikah.
"Ada yang beda, dia /ebih romantis pas pacaran, sekarang biasa-biasa aja. Mendingan dulu-dutu."
b. Merasakan kebahagiaan bersama pasangan
S dan suami mengisi waktu luang dengan menonton televisi. Kebersamaan
dengan suami membuat S banyak mendapatkan pengetahuan dan
mencurahkan segala isi hatinya serta bertukar pikiran dengan suami.
"Ya nyantai aja, nonton TV. Dia sering kasih tahu ap~1 yang saya enggak tahu jadi. Penting sekali bagi saya, ya pentingnya jadi ada sating tukar pikiran. Misalnya kato ada apa-apa saya enggak sendiri ada yang buat tukar pikiran, curhat."
90
c. Merasa bangga akan prestasi pasangan.
Tugas seorang suarni bagi S adalah rnernberi nafkah secara lahir dan batin.
Tugas yang selarna ini dijalankan suarni S terkadang rnernenuhi, tetapi
terkadang tidak rnernenuhi kebutuhan.
"Ya tugasnnya ngasih nafkah fahir batin, kasih makan kefuarga. Ya kadang-kadang terpenuhi tugasnya, kadang-kadang enggak."
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
1. Faktor Personal
Sifat positif dari suarni S yaitu penyayang dan perhatian, sielain itu suami
dapat mengajarkan S dalam banyak hal.
"Orangnya baik, sayang, perhatian, misalnya ada yang saya enggak saya bisa dia, suka ngajarin."
Sedangkan sifat negatif dari suarni S yaitu ketika rnarah berlangsung lama.
Selain itu, suarninya sering rnengeluarkan kata-kata yang rnernbuat S
rnerasa sakit hati.
"Yang enggak nyenengin ada juga yah, kafo /agi marah suka ngomong yang enggak enak, ka/o marah lama, awet, diem, kafo sekalinya ngomong kata-katanya pedes, terus saya suka nyesek rasanya."
2. Faktor Pernuasan Kebutuhan Psikologis rnelalui Hubuniian Interpersonal.
Kernesraan antara S dan suarni dapat terjalin dengan kemampuan S untuk
mengungkapkan kasih sayang secara non verbal. S biasanya mernbuatkan
rnasakah kesukaan suarninya.
91
"/ya misatnya nih. .. di manjain, misatnya kesukaan makannya apa entar saya masakin."
3 Faktor Anak
Anak bagi S sangat berarti dan menganggap anak sebagai teman yang
dapat mengisi kesepian. S mempunyai harapan agar anaknya dapat sekolah
sampai tingkat yang tinggi dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
"Anak bagi saya berarti banget, seperti kayak ada teman, rame." "Harapan saya anak biar sekotahnya tinggi, biar nant.i ketjanya enak."
4. Faktor Seksual
Hubungan seksual pada S, dilakukan tergantung kondisi tubuh S. Hal ini
karena S bekerja sebagai pedagang, sehingga ia merasakan keletihan yang
membuatnya terkadang tidak menginginkan hubungan seksual.
"Gimana fit badan aja. Kadang dua kati seminggu, kadang nggak sama sekali."
5. Faktor Ekonomi/Finansial (pendapatan, tersedianya ternpat tinggal)
Penghasilan yang diperoleh suami, dalam pengelolaannya semua
diserahl<an kepada S yang diatur untul< mencul<upi kebutuhan selama satu
bulan. Namun, S terkadang mengalami kesulitan dalam pengelolaannya.
"Kato suami nyerahin keuangan ke saya, ya buat listrik, buat tetpon, buat anak sekotah, buat makan saya harus bisa ngatur, semua perbutan. Kato suami dapat borongan ya ... dikasih saya semua. Ya ada sedikit buat simpenan. Ya kadang-kadang pusing juga ngelola sendiri ..
92
Saat ini, S dan keluarga memiliki rumah. Rumah tersebut rencananya akan
direnovasi.
"Kita juga pengen bangun rumah, rumah yang ini pengen dirapihin."
6. Faktor Kebersamaan
S dan suami mengisi waktu luang dengan menonton televisi. Kebersamaan
dengan suami membuat S banyak mendapatkan pengetahuan dan
mencurahkan segala isi hatinya serta bertukar pikiran den9an suami.
"Ya nyantai aja, nonton TV. Dia sering kasih tahu apa yang saya enggak tahu jadi. Penting sekali bagi saya, ya pentinanya jadi ada saling tukar pikiran. Misalnya kalo ada apa-apa saya enggak sendiri ada yang buat tukar pikiran, curhat."
7. Faktor Komunikasi
Komunikasi dalam pemikahan S berjalan baik dengan adanya keterbukaan
antara S dan suami
"Ya ngomong langsung aja ka/o saya mau apa-apa,
8. Faktor Hubungan dengan Keluarga Besar Pasangan
Hubungan S dengan keluarga besar pasangan belum terjalin. Hal ini karena
S belum bertemu dengan keluarga besar pasangan.
"Kato saya ama keluarga suami karena be/um pemah ketemu, baru besok /ebaran mao dateng kesana. Karena saudaranya semua di Bandung, orangtuanya di Majalengka."
93
9. Faktor Penyesuaian Penyelesaian Konflik dan Pengambilan Keputusan
Dalam menyelesaikan masalah pernikahan, biasanya S mengalah dan
introspeksi diri. Hal ini karena menurutnya jika ia dan suarni tidak ada yang
mengalah, justru masalah yang mereka hadapi tidak dapat terselesaikan.
"Saya nga/ah sendin; entar saya yang mikir apa saya yang salah. Saya coba ngerti daripada marah dua-duanya kan enggak bisa ngatasin. Jadi saya minta maaf du/uan, jadi dia yang ngerti sendiri."
Pengambilan keputusan dalam penikahan S, dilakukan dengan musyawarah.
"Kato mao mutusin apa-apa juga, misalnya saya pengen modal /agi, pengen buka usaha /agi. Dia juga sama kalo ada pendapat, ngomong langsung apa adanya."
10. Faktor Peran
S mengatakan tugas seorang suami adalah memberi nafkah secara lahir dan
batin. Selama ini tugas suami tersebut belum sepenuhnya dijalankan dengan
baik.
"Ya tugasnnya ngasih nafkah /ahir batin. Kasih makan keluarga. Ya kadang-kadang terpenuhi tugasnya, kadang-kadang imggak."
Analisis Kasus
A. Riwayat Pernikahan
Tabel 4.2.2.A
Riwavat Pernikahan s Belum ada peceraiian secara resmi
Alasan dari suami pertama dan untuk menahindari dosa
Tuiuan Mendaoatkan teman hiduo, serta
94
suami dapat membantu dalam menQurus anak dan ekonomi Kesulitan jika ada keperluan
administra:si negara. Ketakutan ditinggal suami.
Dampak yang dirasakan Kecemasan mempunyai anak Dan anak tersebut tidak
mempunyai al<te kelahiran serta tidak mendapaltkan hak waris
Menikah di bawah tangan dilakukan S, karena ia belum bmcerai secara
resmi dari suami pertama setelah berpisah setelah lima taihun. Hal ini yang
menghalangi S untuk menikah secara resmi. Alasan lainnya yaitu karena ia
mempunyai pertimbangan untuk menghindari perbuatan dosa setelah
menjalani masa pacaran selama tiga tahun. Stinnet (dalam Turner & Helms,
1987) menyatakan salah satu alasan lain dilangsungkannya suatu
pernikahan yaitu menyediakan persetujuan sosial dengan respek terhadap
suatu perilaku seksual. S mengatakan ia menikah di bawah tangan karena ia
membutuhkan seorang pendamping dalam hidup yang dapat membantu
mengurus anak dan secara ekonomi. Atwater (1983) menyatakan,
kebanyakan orang pada saat ini cenderung menikah karena alasan
persahabatan dan untuk mencapai kepuasan kebutuhan p:sikologis dibanding
untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial. Hal ini karena
kebutuhan psikologis adalah alasan terpenting untuk memasuki pernikahan.
Dengan menikah, orang akan memperoleh tanggung jawab yang besar
terhadap pasangannya, memberi dukungan emosional da111 rasa aman.
95
Selain itu, akan memperoleh cinta, kasih sayang dan pemberian kebutuhan
romantik dan kebersamaan. Namun, bagi S selain untuk memenuhi
kebutuhan psikologis, ia juga berharap dengan menikah k·ebutuhan
ekonominya dapat terbantu oleh suaminya.
Dampak negatif menikah di bawah tangan yang dirasakan S yaitu, S
mendapatkan kesulitan ketika ia berurusan dengan dengan administrasi
negara, contohnya pembuatan KTP yang harus menyertaf•an surat nikah
sedangkan S tidak mempunyai surat nikah.
S mengatakan, ia merasa takut untuk mempunyai anak ketika menikah di
bawah tangan. Hal ini karena anaknya tidak mempunyai al<te kelahiran. Akte
kelahiraran dikatakan dibutuhkan ketika anaknya masuk sekolah. Selain itu,
S juga merasakan khawatir anaknya tidak mendapatkan hak waris. M.
Quraish Shihab (2006) menyatakan, tidak diakuinya anak dan hilangnya hak
waris merupakan salah satu dampak nikah di bawah tangan secara hukum.
Hal ini dialami anak atau istri jika suami meninggal dunia. Bila itu terjadi, hak
waris istri dan anaknya akan hilang. Jika terjadi perceraian hidup, sang
suami saja mengingkari hak-hak istri menyangkut nafkah atau harta bersama
mereka.
96
B. Gambaran Kepuasan Pernikahan
r·---·~· ~······-······ ......... -··-·-· I u ~· ~JIN l"l'!DAYATUlL~H ,IJIKARTA ---·-~"-'"·--·---·---·-------
Tabel 4.2.2.B
lndikator Kepuasan Pernikahan s Suarni mempunyai
Menganggap pasangan keinginan sendiri untuk sebagai teman baik membantu istri dalam
pekeriaanrumahtanaaa
Persahabatan Men~1anggap suami
(friendship) sebagai seorang yang dapat rnembimbing dan
Menyukai pribadi pasangan mengajari dalam banyak hal. Serta menganggap suami penyayang dan
oerhatian Untuk saat ini nierasa
cukup dengan menikah Menganggap pernikahan di bawah tangan, sebagai komitmen jangka sehingga tidakada
panjang usaha mendaftarkan pernikahallnya secara
Komitmen .. resmi ' .
(commitment) Menganggap pernikahan
· Menganggap pernikahan ' untuK.mendapatkan sebagai sesuatu yang suci
.pendampini:i hiduo
Menganggap suatu Menyeh3saikan masalah
pernikahan penting sebagai dengan mengalah serta
stabilitas sosial meminta maaf kepada
suami
Mempunyai persamaan Mempunyai rencana
tujuan untuk memperbaiki rum ah
Mempunyai persamaan Mem.mjukkan kasih
Persamaan dalam menunjukkan kasih sayang dengan tingkah
(similarity) savana laku non verbal Tergantungk9ndisi fisik · .
Mempunyai persamaan . . istriyang .sering •. ·.
dalam kehidupan seksual 1T1er1:1sak1:1n'.kelelahan akibatbekerj$1. ' . . ' '
97
Merasa pasangan menjadi suami lebi.h roma.ntis lebih menarik ketika oa.c:a.ran .·
Perasaan Merasakan kegembiraan Mengisi waktu luang
positif bersama pasangan den!1an menonton televisi bersama (positive
Menganggap suami feeling) Merasa bangga akan terkadang .• memenuhi
prestasi pasangan kebutuhan, tetapi terlcadang tidak ·
Ada empat hal yang dirasakan S yang tidak memenuhi inclikator kepuasan
pernikahan. Pertama, saat ini S merasa cukup menikah di bawah tangan,
padahal jika ia tidak mendaftarkan pernikahannya secara resmi, maka
konsekuensinya adalah suami S dapat meninggalkannya sewaktu-waktu, Hal
ini seperti yang ditakutkan S. Pernikahan ini pun tidak mernpunyai kekuatan
secara hukum negara.
Kedua, dalam kehidupan seksual, S mengatakan hal tersebut dilakukan
tergantung kondisi tubuh S. Hal ini karena S bekerja seba(Jai pedagang,
sehingga ia merasakan keletihan yang membuatnya terkadang tidak
menginginkan hubungan seksual. Sears, et. al. (1994) menyatakan, banyak
wanita mengerjakan beban tugas yang berat, walaupun m1~reka hanya
mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seorang wanita selalu merasakan
letih dan kondisi seperti ini mempengaruhi respon seksualnya. Terutama
bagi wanita, sikap seperti ini mengakibatkan respon seksualnya lebih
menurun.
98
Ketiga, S merasa suaminya lebih romantis ketika pacaran. Hurlock (1980)
menyatakan kesanggupan dan kemampuan suami dan istri untuk
berhubungan dengan mesra, saling memberi dan menerirna cinta merupakan
sesuatu hal yang penting dalam penyesuaian pernikahan demi terciptanya
kebahagiaan pernikahan.
Keempat, suami S belum sepenuhnya menjalankan tugas sebagai seorang
suami. Hurlock (1980) menyatakan, bahwa suami dan istri yang bahagia
memperoleh kepuasan dari peran yang mereka jalankan clan dijalankan oleh
pasangannya.
Dapat disimpulkan bahwa S cukup merasakan kepuasan pernikahan. Hal ini
bisa dilihat secara kuantitatif dari sebelas indikator hanya 13mpat indikator
yang tidak mendukung kepuasan pernikahan. ltu berarti lebih banyak
indikator yang mendukung kepuasan pernikahan S.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepuasan Pernikahan
Faktor Personal
Tabel 4.2.2.C
s
Sifat positif suami penyayang, perhatian dan suami mengajarkan
dalam banyak hal. Sifat negatif suami yaitu ketika marah belangsung lama serta mengeluarkan kata-kata yang
membuat sakit hati
99
Faktor Pemuasan Kebutuhan Psikologis melalui Hubungan
Interpersonal
Terjalin dengan kemampuan S untuk mengungkapkan kasih
Faktor Anak
Faktor Seksual
Faktor Ekonomi
Faktor Kebersamaan
Menganggap anak: sebagai teman yang dapat mengisi kesepian dan berharap agar dapat sekolah serta mendapatkan pekerjaan yang layak · . t'H~ungarj ~E3~~14a1 dilakukan ·
... terriantung oada ko11ciisi tub.uh S .. Mengalami k:esulitan dalam
pengelolaan keuangan. Namun, saat ini telah meimiliki rumah Mengisi waktu luang dengan menonton televisi bersama
Faktor Komunikasi Terjalin baik dengan adanya keterbul<aan
!--~~~~~~~~~~~-+-~~~~~,=.:._
Faktor Hubungan dengan · .. ~l3E!!1.1rrli~Q~lit];~~t~l'.l~ij~fl:l~:X~l19··•< Keluarga Besar Pasangan Jaulj sehj(laaa•beluiJJ :CJl:ioat l)ettem1.f
Faktor Penyesuaian Menyelesaikan masalah dengan Penyelesaian Konflik dan mengalah dan introspeksi cliri Pengambilan Keputusan
Dalam kehidupan seksual, S mengatakan hal tersebut dilakukan tergantung
pada kondisi tubuh S. Hal ini karena S bekerja sebagai peclagang, sehingga
100
ia merasakan keletihan yang membuatnya terkadang tidal< menginginkan
hubungan seksual. Sears, et. al. (1994) menyatakan banyak wanita yang
mengerjakan beban tugas yang berat walaupun meraka hanya mengerjakan
pekerjaann rumah tangga, seorang wanita selalu merasakan letih dan
kondisi seperti ini mempengaruhi respon seksualnya. Terutama bagi wanita,
sikap seperti ini mengakibatkan respon seksualnya lebih rnenurun.
Kehidupan ekonomi keluarga S tergolong cukup, tapi terkadang dirasakan
kurang. Penghasilan yang diperoleh suarni, dalam pengelolaannya semua
diserahkan kepada S, yang diatur untuk mencukupi kebutuhan selama satu
bulan. Namun, S terkadang mengalami kesulitan dalam pEmgelolaannya.
Hurlock (1980) menyatakan masalah keuangan mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap penyesuaian orang dewasa dengan pemika.han. Banyak istri
merasa sulit menyesuaikan keuangan dengan pendapatan suaminya setelah
terbiasa membelanjakan uang sesuka hatinya. Dalam keluarga pada
umumnya salah satu sumber perselisihan adalah seputar masalah uang.
Berapapun jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu k13luarga, keluarga
perlu mempelajari cara mengatur pengeluaran-pengeluaran sehingga dapat
menghindari terjadinya hutang dan dapat menikmati kepus1san atas
usahanya dengan cara yang sebaik-baiknya. S dan suami memiliki sebuah
rumah. Mereka mempunyai rencana untuk rnerenovasi rumah tersebut,
sehingga terlihat lebih rapih. Duvall dan Miller (1985), menyatakan bahwa
101
adanya tempat tinggal yang relatif permanen serta penghasilan yang
memadai merupakan salah satu unsur bagi terciptanya kepuasan pernikahan.
S menyatakan, suami belum sepenuhnya menjalankan tU!Jas sebagai
seorang suami. Hurlock (1980) menyatakan, suami dan istri yang bahagia
memperoleh kepuasan dari peran yang mereka jalankan clan dijalanl<an oleh
pasangannya. Dalam hal ini S menilai bahwa suaminya telah menjalankan
perannya sebagai seorang suami dengan cul<up bail<.
4.2.3. Kasus E
E berusia 26 tahun. la berperawakan padat berisi dengan berat badan ± 46
kg dan tinggi badan ± 150 cm. E memilil<i wajah berbentuk oval. la berl<ulit
putih dan rambut lurus sebahu yang diwarnai dengan warna merah
kekuning-l<uningan. Pada saat wawancara E memakai t~shirt ketat lengan
pendek berwarna hitam dan rok berwarna putih di bawah lutut
Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 3 Oktober 2007 pukul 12.00-13.45
WIB di salah satu kamar di rumah adik ipar E. Hal ini karena tempat tersebut
lebih tenang daripada rumah E. E tinggal di sebuah rumah kontrakan. Awai
pertemuan E sedang merapikan rumahnya. Pada hari sebi~lumnya penulis
telah meminta izin pada E untuk melakukan wawancara dan menjelaskan
keperluan dari wawancara tersebut. E menyetujuinya den1~an
mengatakan "Ya udah dateng aja ke rumah."
102
Selama wawancara E terlihat santai dan terbuka dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. E selalu terlihat bersemangat dalam
menjawab pertanyaan dengan nada suara yang sedikit tinggi.
Gambaran Kasus
A. Riwayat Pernikahan
E menikah pada tahun 2000. Pertama kali E bertemu dengan suaminya
ketika ia bergabung di grup musik dangdut sebagai penyanyi dan suaminya
adalah pemilik grup musik ini. Saat pertama kali melihat E, suami E langsung
jatuh hati. Hal ini membuat E selalu mendapat perhatian lebih, sehin~1ga E
diangkat sebagai bendahara grup musik dangdut itu.
Ketika suami E menyatakan cinta, E tidak langsung menerima. Hal ini karena
saat itu suaminya telah memiliki istri. Selain itu, E juga mempertimbangkan
perbedaan usia yang jauh diantara mereka, yaitu suami E delapan belas
tahun lebih tua. Tapi karena mereka sering bertemu, maka kebersamaan
dirasakan sebagai awal dari tumbuhnya cinta di hati E, clan kemudian E
menerima lamaran suaminya.
103
"Ya ada sih perlimbangan, gua pikir gua kan masih muda dia udah tua, terus kenapa gua jadi istri muda, padahal gua masih bisa dapat suami yang tanpa istri. Cuman, gue pikir udah takdir, selain itu ya karena kebersamaan."
E menikah tanpa izin dari istri pertama suami E. Hal ini yang menjadi alasan
E menikah di bawah tangan. Selain itu, suami E merupakan seorang tentara
yang tidak boleh memiliki istri lebih dari satu, karena jika istri pertama
melapor ke kantor suaminya, maka suaminya dapat dipecat dari kantornya
tersebut.
"Karena dia kan tentara, dia punya istri, kalo istrinya tau, terus dia sakit hati, dia ngadu ke kantor, entar suaminya bisa dipecat."
S mempunyai harapan pernikahannya dapat berjalan den~1an baik, walaupun
ia menikah di bawah tangan.
"Ya paling pengennya baik-baik aja, kayak rumah tangga lain, kayak orang-orang."
Menurut E nikah di bawah tangan adalah pernikahan yang sah secara
agama tetapi tidak dicatat secara resmi di KUA. la pun rnengakui bahwa
pernikahan ini tidak memiliki kekuatan hukum negara. Hal ini membuat E
merasa takut ditinggal suami.
"Ya ada juga sih, ada juga ketakutan ditinggalin .. ., soalnya kan nikah di bawah tangan itu kan cereinya enggak pake acara gugat-gugat, jadi dia langsung talak aja, pulangin ke orang tua, se/esai."
104
Hal lain yang dirasakan E dalam pernikahan di bawah tan!Jan yaitu merasa
khawatir terhadap anaknya yang tidak memiliki akte kelahiran dan kartu
keluarga.
"Ya khawatir juga untuk anak karena enggak ada akt•:J, enggak ada KK."
E juga mendapat pandangan yang negatif terhadap dirinya dari orang lain.
"Ban yak, omongan yang enggak enak dari orang ... "
Lain halnya dengan hak waris, hal tersebut tidak membuat E merasakan
kekhawatiran. Hal ini karena E mempunyai keyakinan bahwa anaknya akan
mendapatkan hak waris dari suaminya. E mempunyai keyakinan seperti itu
karena anaknya merupakan anak laki-laki pertama. Dari istri pertama suami
E tidak memiliki anak laki-laki.
"Kato harta warisan gua enggak khawatir, karena udah ada anak. Enggak perlu ca ta tan negara. Anak gua juga anak /aki satu-satun ya, kalo dari istri pertama anaknya perempuan semua."
B. Gambaran Kepuasan Pernikahan
1. Persahabatan (friendship)
a. Menganggap pasangan sebagai teman baik.
Aktifitas dalam keluarga salah satunya adalah melakukan pekerjaan rumah
tangga. Pekerjaan rumah tangga tersebut semua dilakukan E, karena
menurutnya pekerjaan rumah tangga adalah tugas seoran~1 istri.
"Enggak, enggak ada pembagian tugas di rumah, semua yang ngerjain gua, karena itu udah kewajiban seorang istri menurut gua."
105
b. Menyukai pribadi pasangan.
Menurut E suarninya adalah seorang yang pengertian dani bertanggung
jawab.
"Kalo dia orangnya ngertiin gua, tanggung jawab."
2. Kornitrnen (commitment)
a. Menganggap pernikahan sebagai kornitrnen jangka panjang.
S rnenganggap bahwa pernikahannya tidak dapat dilakukan secara resrni.
Hal ini karena ia adalah istri kedua seorang tentara yang tndak boleh merniliki
istri lebih dari satu. Selain itu, istri pertarna tidak rnengizinkan suarninya
rnenikah lagi.
"Karena dia kan tentara, dia punya istri, kalo istrinya tau, terus dia sakit hati, dia ngadu ke kantor, entar suaminya bisa dipecat."
b. Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci.
Pernikahan bagi E adalah ikatan yang sakral antara suarni dan istri.
"Pemikahan itu ikatan yang sakral. Pemikahan itu ikatan suami istri."
c. Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial.
Ketika ada salah paharn antara E dan suarni, E berusaha untuk menjelaskan
rnasalah yang sebenarnya terjadi. Narnun, jika suarninya tidak dapat
menerirna penjelasannya, E pergi ke rurnah orang tua atau ke rumah teman.
"Ya ... kan biasanya kalo gitu kan ribut ya, Kala misalnya dia yang enggak ngerti terus gua udah jelasin ya ... gua tinggal, paling gua jalan ke rumah emak atau gua ke temen. Kala dia enggak ngerti juga sebel
106
juga sih rasanya, tapi mo gimana lagi, tapi ya bodo amat dah, entar dia juga diem sendiri."
3. Persamaan (similarity)
a. Mempunyai persamaan tujuan.
Suami dan istri harus mempunyai satu tujuan dalam pemikahan. Hal ini
dapat dilakukan dengan patuh kepada suami. Menurut E clengan patuh
kepada suami akan ditemukan persamaan tujuan dalam pernikahan.
"Suami istri itu kan satu tujuan, makanya kalo suami .ada kemauan ya istri nurut."
b. Mempunyai persamaan dalam menunjukkan kasih sayang.
Dalam mengungkapkan kasih sayang, E berusaha melayaini suaminya
dengan sebaik mungkin. Menyediakan minum ketika suami pulang kerja
merupakan salah satu ungkapan kasih sayang E. Selain itu, E juga berusaha
patuh kepada suami.
"Ya melayani suami. Ka/o suami pulang, enggak perlu pake ditanya kita bikinin teh, terus apa yang enggak dia mao jangan d~ialanin."
Hal yang dapat membuat E merasakan bahagia dalam pemikahan adalah
ketika ia mendapatkan jatah uang yang banyak dari suaminya. Hal lainnya
yaitu ketika suaminya berbicara dengan kata-kata yang manis dan sering
mengajaknya jalan-jalan.
"Apa ya ... kalo lagi bagi duit ban yak, dia ngomongya manis, dia juga sering ngajak jalan-jalan."
c. Mempunyai persamaan tentang kehidupan seks.
Hubungan seksual dalam pernikahan E dilakukan tergantung keinginan
suami.
''Tergantung maunya suami, karena kalo nolak kemauan suami kan dosa."
4. Perasaan positif (positive feeling)
a. Merasa pasangan menjadi lebih menarik.
Setelah menikah, E merasa suaminya lebih pengertian dan lebih
bertanggung jawab
107
"Dia juga /ebih ngertiin gua banget ya, jadi dia lebih bertanggung jawab banget."
b. Merasakan kebahagiaan bersama pasangan.
Kebersamaan dengan suami sangat penting bagi E. Hal inii karena jika ia
bersama suami semua yang ia lakukan jadi menyenangkan.
"O ... penting banget dong ... soa/nya kalo kita sama-sama orang yang kita cintain itu bikin semua yang kita /akuin juga jadi nyenengin."
c. Merasa bangga akan prestasi pasangan.
Tugas suami menurut E adalah memberikan nafkah. Baik secara lahir
maupun batin, serta memberikan perhatian kepada keluarga. Tugas yang
selama ini dijalankan suaminya menurut E belum sepenuhnya tepenuhi.
"Menurut gua tugas-tugas suami ya ngasih nafkah, nafkah /ahir batin, terus ngasih perhatian ke keluarga. Ya be/um sih, be/um terpenuhi."
108
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan E
1. Faktor Personal
E manyukai suaminya karena bertanggung jawab dan pengertian. Selain itu,
suaminya sering berkata-kata dengan manis dan sering mengajaknya jalan-
jalan.
"Kalo dia orangnya ngertiin gua, tanggung jawab, ngomongya manis, dia juga sering ngajak jalan-jalan."
E mengatakan, sifat yang tidak disukai dari suaminya yaitu cemburu yang
berlebihan.
"Kalo yang enggak nyenengin juga ada, ya ... cemburunya juga gede banget.
2. Faktor Pemuasan Kebutuhan Psikologis melalui Hubungan Interpersonal
Suasana penuh keintiman terbangun dengan adanya keterbukaan antara E
dan suami. Baik melalui perkataan maupun perbuatan.
"Banyak cara sih ya ... ya kita ambil waktu-waktu santai aja, misa/nya lagi makan bareng ... "
3. Faktor Anal<
E menganggap anak sebagai harta yang tak terhingga dan E merasa
bersyukur telah dikaruniai anal<. Hal ini !<arena menurut E ltidak semua orang
bisa mempunyai anal<.
"Anak kalo buat gua harta yang tak terhingga, soalnnya kan banyak orang yang kepengen punya anak tapi enggak bisa, kalo gua alhamdulil/ah."
109
E berharap agar anaknya rnenjadi anak yang sholeh, patuh terhadap orang
tua, serta rnenjadi anak yang pintar.
"Mudah-mudahan anak gua jadi anak yang sho/eh, taat ama orang tua ya ... terusjadi anak pinter."
4. Faktor Seksual
Hubungan seksual dalarn pernikahan E dilakukan tergantung keinginan
suarni.
"Tergantung maunya suami, karena kalo nolak kemauan suami kan dosa."
5. Faktor Ekonorni/Finansial (pendapatan, tersedianya ternpat tinggal)
Saat ini E tinggal di rurnah kontrakan. E juga rnengatakan kebutuhannya
belurn sernua dapat dipenuhi oleh suarninya.
"Menurut gua tugas-tugas suami ya ngasih nafkah, nafkah Jahir batin, terus ngasih pethatian ke keluarga. ya be/um sih, be/um terpenuhi."
6. Faktor Kebersarnaan
Kebersarnaan dengan suarni sangat penting bagi E. Hal ini karena jika
bersarna suarni sernua yang ia lakukan jadi rnenyenangkan. E dan suarni
rnengisi waktu luang dengan pergi berbelanja.
"O ... penting banget dong ... soa/nya ka/o kita sama-sama orang yang kita cintain itu bikin semua yang kita lakuin juga jadi nyemmgin." "Kalo ada waktu ya paling jalan-jalan belanja."
7. Faktor Komunikasi
Komunikasi dalam pernikahan E berjalan dengan baik. E sering
mencurahkan isi hatinya kepada suami, sedangkan suaminya banyak
bercerita tentang kegiatannya sehari-hari.
"Paling banyaknya dia cerita kegiatan dia sehari-hari. Gua sering sih curhat sama dia, apa juga gua curhatin."
8. Faktor Hubungan dengan Keluarga Besar Pasangan
110
Sejak menikah, E belum bertemu dengan keluarga suaminya yang tinggal di
luar kota, sehingga E belum mengenal serta berhubungan baik dengan
keluarga suaminya.
"Dia kebetulan orang tuanya di Jawa, jadi gua be/um kenal sama keluarganya."
9. Faktor Penyesuaian Penyelesaian Konflik dan Pengarnbilan Keputusan
Penyelesaian masalah dalam pernikahan E, berakhir tanpa ada pemecahan.
Hal ini karena E biasanya menghindar dari masalah yang belum diselesaikan
dengan pergi ke rumah orang tua atau teman.
"Ya ... kan biasanya kalo gitu kan ribut ya, Kato misa/nya dia yang enggak ngerli terus gua udah jelasin ya ... gua tingga/, paling gua jalan ke rumah emak atau gua ke temen. Kato dia enggak ngerli juga sebel juga sih rasanya, tapi mo gimana /agi, tapi ya bodo amat dah, entar dia juga diem sendiri."
111
Sedangkan dalam pengambilan keputusan, biasanya E yang mengambil
keputusan tersebut. Hal ini karena menurut E suaminya ja1rang memberikan
pendapat.
"Kalo dia jarang kasih pendapat ... paling kalo ada yang perlu diputusin ya gua yang mutusin, entar dia setuju aja."
10.Faktor Peran
Tugas suami menurut E adalah memberikan nafkah secara lahir dan batin,
serta memberikan perhatian kepada keluarga. Tugas yan1i selama ini
dijalankan suami E belum semuanya tepenuhi.
"Menurut gua tugas-tugas suami ya ngasih nafkah, nafkah lahir batin, terus ngasih perhatian ke keluarga. ya be/um sih, beJ'um terpenuhi."
Analisa Kasus E
A. Riwayat Pernikahan
Tabel 4.2.3.A
Riwavat Pernikahan E Sebagai istri kedua dari seorang
Alasan tentara tidak bisa menikah secara resmi
Pernikahannya dapat berjalan Tujuan dengan baik walaupun ia menikah
di bawah tanoan Pandangan negatif orang lain
Dampak yang dirasakan Merasa takut ditinggal suami. Khawatir terhadap anak yang tidak
memiliki akte kelahiran serta KK
112
E merupakan istri kedua dari seorang tentara, yang tidak diperbolehkan
mempunyai istri lebih dari satu. Hal ini menjadi halangan E menikah secara
resmi. M. Fu'ad Syakir (2002) menyatakan, kebanyakan laki-laki yang
mencari cara pernikahan seperti ini dikarenakan ikatannya dengan beberapa
istri serta anak-anaknya, dan ia takut jika ketahuan akan menghancurkan
bangunan rumah tangganya. E berharap walaupun ia menikah di bawah
tangan, tetapi ia dapat menjalankan pernikahan dengan baik.
Seperti pada wanita lain yang menikah di bawah tangan, E merasakan
ketakutan dan kekhawatiran terhadap pernikahannya. E merasakan
ketakutan jika suaminya meninggalkan ia dan anaknya. Hal ini karena nikah
di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan hukum negara. Pada
pernikahan di bawah tangan perceraian dapat terjadi dengan mudah.
Kekhawatiran yang dirasakan E yaitu anaknya tidak mempunyai akte
kelahiran dan keluarganya pun tidak memiliki kartu keluar~1a.
B. Gambaran Kepuasan Pernikahan
Tabel 4.2.3.B
lndikator Kepuasan Pernikahan E Tidak ada kerja sama
Persahabatan Menganggap pasangan dalarn aktifitas keluarga,
(friendship) sebagai teman baik yaitu semua pekerjaan rumah dilakukan oleh
istri
113
Menganggap suami Menyukai pribadi pasangan bertan~1gung jawab dan
penoertian
Menganggap pernikahan Tidak bisa untuk
menikah secara resmi sebagai komitmen jangka
karena sebagai istri panjang
kedua seorana tentara
Komitmen Menganggap pernikahan
(commitment) Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang sebagai sesuatu yang suci sakral, ikatan antara
swami dan istri Menganggap suatu Penyelesaian masalah
pernikahan penting sebagai beralchir tanpa ada stabilitas sosial _e;emecahan
Menganggap jika istri Mempunyai persamaan menuruti suami maka
tujuan akan mempunyai oersamaan tujuan
Persamaan Mempunyai persamaan
Menunjukkan kasih (similarity) sayang dengan tingkah
dalam menunjukkan kasih laku verbal dan non
sayang verbal
Mempunyai persamaan Tergantung keinginan dalam kehiduoan seksual suami Merasa pasangan menjadi Suami lebih pengertian
lebih menarik dan bertanaaunQ iawab Perasaan
Merasakan kegembiraan Mengisi waktu luang positif dengan pergi berbelanja
(positive bersama pasangan bersama
feeling) Merasa bangga akan Suami belum
prestasi pasangan sepenuhnya memenuhi k1ebutuhan
Dalam pernikahan E ada lima hal yang tidak memenuhi inclikator kepuasan
pernikahan. Pertama. E mengatakan pekerjaan rumah tan!Jga semua
dilakukan olehnya. Hal ini karena menurut E pekerjaan rumah tangga adalah
tugas istri, sedangkan tugas suami adalah mencari nafkah secara lahir dan
114
batin, serta memberikan perhatian kepada keluarga. Dalam suatu penelitian
(Sears, et. al. 1994), banyak responden wanita tampaknya merasa bahwa
pekerjaan rumah dan perhatian terhadap anak adalah tanggung jawab alami
kaum wanita. Hal ini karena pekerjaan rumah tangga berkaitan erat dengan
cinta dan merupakan bagian dari hubungan keluarga (Ma1rshall & Banett,
dalam Santrock, 2002). Sebagian besar perempuan seringkali menikmati
merawat kebutuhan orang yang mereka cintai dan menja~1a agar aktifitas
keluarga terus berlangsung. Namun, adanya kerja sama clalam suatu
hubungan menujukkan bahwa pasangan dapat dianggap :sebagai teman baik
(Abu Ahmadi, 1999), dan hal tersebut tidak terdapat dalam pernikahan E.
Kedua. E manganggap pernikahannya tidak dapat dilakiukan secara resmi.
Hal ini karena suaminya adalah seorang tentara yang tidak boleh memiliki
istri lebih dari satu. lkatan pernikahannya pun tidak kuat Hal ini menimbulkan
kekhawatiran ditinggal suami pada E.
Ketiga. E mengatakan ketika ada salah paham, E berusaha untuk
menjelaskan masalah yang sebenarnya terjacli. Namun, jika suaminya tidak
menerima penjelasannya, E pergi ke rumah orang tua atau ke rumah teman.
Hurlock (1980) mengatakan perbedaan pendapat di antara anggota keluarga
tidak dapat dielakkan. Perbedaan pendapat yang dialami E dengan suami
berakhir dengan adanya ketegangan tanpa pemecahan.
115
Keempat. Hubungan seksual dalam pernikahan E dilakukan tergantung
keinginan suami. Hal ini memperlihatkan bahwa tidak ada kesamaan atau
kesepakatan di antara suami dan istri.
Kelima. Suami E belum sepenuhnya menjalankan tugas sebagai seorang
suami. Hurlock (1980) menyatakan bahwa suami dan istri yang bahagia
memperoleh kepuasan dari peran yang mereka jalankan dan dijalankan oleh
pasangannya.
Dapat disimpulkan bahwa E cukup merasakan kepuasan pernikahan. Hal ini
bisa dilihat secara kuantitatif dari sebelas indikator ada lirna indikator yang
tidak mendukung kepuasan pernikahan. Hal ini menunjukl<an lebih banyak
indikator yang mendukung kepuasan pernikahan daripada yang tidak
mendukung.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
Tabel 4.2.3.C
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi E
Kepuasan Pernikahan Sifat positif suami yaitu bertanggung jawab pengertian, berbicara dengan
Faktor Personal manis, serta serin!~ mengajalmya jalan-jalan. Sifat negatifnya yaitu
sangat ~encemburu Faktor Pemuasan Kebutuhan Keintiman terbanaun denaan
116
Psikologis melalui Hubungan adanya keterbukaan melalui lnteroersonal oerkataan maurtun oerbuatan
Anak adalah harta yang tak
Faktor Anak terhingga, serta berharap agar
menjadi anak yang sholeh, patuh terhadao orana tua, dan ointar
Faktor Seksual Teraantuna keinainan suami Tinggal di rumah kontrakan dan
Faktor Ekonomi kebutuhannya belum semua teroenuhi
Mempunyai arti sangat panting,
Faktor Kebersamaan karena bersama suami semua jadi
menyenangkan. Mengisi waktu luana denaan oerai berbelanja
Faktor Komunikasi Komunikasi berE!_!an denaan baik
Faktor Hubungan dengan Belum pernah bertemu, sehingga belum mengenal serta berhubungan Keluarga Besar Pasangan
bail<
Faktor Penyesuaian Penyelesaian ma!1alah, biasanya berakhir tanpa ad'a pemecahan. Penyelesaian Konflik dan Dalam pengambilan keputusan Pengambilan Keputusan
biasanva dilakukan oleh E
Faktor Peran Suami belum sepenuhnya menialankan tuaasnva
Perbedaan-perbedaan yang sering terjadi dalam kehidupan pernikahan E
lebih dikarenakan perbedaan usia dengan suami. Perbedaan itu biasanya
terjadi karena suami E sering merasakan cemburu jika E berbicara dengan
laki-laki lain, padahal menurut E itu hal yang biasa, pembicaraannya pun
bukan masalah pribadi dan menurut E kecemburuan suarninya itu berlebihan.
White (dalam Sears, 1994) menyatakan, rasa cemburu muncul bila orang
menganggap pasangannya tertarik pada orang lain. Misalnya, bila seorang
suami menemukan bahwa istrinya telah terlibat dalam hubungan dengan pria
117
lain. Cemburu merupakan campuran dari rasa takut dan marah karena
adanya ancaman terhadap harga diri seseorang dan terhadap hubungan itu
sendiri. Cemburu yang tidak pada tempatnya merupakan 1Perasaan yang
harus dijauhkan dalam hubungan suami-istri (Sidi Nazar Elakry, 1993). Hal ini
sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Salovey dan Rodin (dalam Baron
& Byrne, 1994), kecemburuan membahayakan suatu hubungan, karena
dengan adanya perasaan cemburu dan memiliki yang berlebihan, membuat
masing-masing merasa kurang mendapatkan kebebasan {Davidoff, 1991).
Duvall dan Miller (1985) mengatakan, adanya saling percaya dan keyakinan
antara kedua belah pihak dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan.
E mengatakan ketika ada salah paham, E berusaha untuk menjelaskan
masalah yang sebenarnya terjadi. Namun, jika suaminya tidak dapat
menerima penjelasannya, E pergi ke rumah orang tua atau ke rumah teman.
Hurlock (1980) mengatakan perbedaan pendapat di antara anggota keluarga
tidak dapat dielakkan. Perbedaan pendapat yang dialami E dengan suami
berakhir dengan adanya ketegangan tanpa pemecahan.
Dalam pengambilan keputusan biasanya dilakukan oleh E. Duvall dan Miller
(1985) menyatakan, pasangan yang merasa bahagia dalam pernikahannya
ditandai dengan tidak adanya pihak yang mendominasi pihak lain dalam
pengambilan keputusan.
118
Saat ini E beserta suami dan anak menempati rumah kontrakan. Duvall dan
Miller (1985) menyatakan, adanya tempat tinggal yang relatif permanen serta
penghasilan yang memadai merupakan salah satu unsur bagi terciptanya
kepuasan pernikahan.
Suami E belum sepenuhnya menjalankan tugas sebagai seorang suami.
Hurlock (1980) menyatakan, suami dan istri yang bahagia memperoleh
kepuasan dari peran yang mereka jalankan dan dijalankan oleh
pasangannya.
4.3. Analisis Antar Kasus
4.3.1. Riwayat Pernikahan
Tabel 4.3.1.
Riwayat Subvek Pernikahan M s E
Ketidaksiapan Belum ada Sebagai istri kedua dari
ekonomi. peceraian secara seorang tentara
Pernikahan resmi dengan Alasan
kedua. suami pertama. yang tidak
boleh Dukungan dari Untuk menhindari
mempunyai istri keluarga. perbuatan dosa
lebih dari satu Mempunyai pernikahan
Mendapatkan Mendapatkan yang baik
Tujuan teman hidup teman hidup walaupun menikah di
bawah tangan
119
Kesulitan jika ada Pandangan keperluan negatif orang
Ketakutan dan administrasi
lain penyesalan
negara. Takut ditinggal
Dampak menikah di Ketakutan ditinggal
suami. suami.
yang bawah tangan Kecemasan
Khawatir dirasakan berkaitan
terhadap anak yang terhadap anak
dengan dampak tidak memiliki akte
yang tidak terhadap anak
kelahiran serta memiliki akte
tidak mendapatkan kelahiran serta
KK hak waris
Alasan yang mendasari ketiga subyek untuk menikah di bawah tangan
adalah karena pernikahan ini merupakan pernikahan kedu1a. Pada M,
keadaan ekonomi yang belum ada kesiapan juga mendasari alasan ia
menikah di bawah tangan. Selain itu, keluarga M mendukung dan ikut
memutuskan penikahan di bawah tangan yang dilakukan M. Pada S,
perceraian dengan suami pertama yang tidak dilakukan seicara resmi
menjadi hambatan menikah secara resmi. Pada E, pernikahan secara resmi
tidak dapat dilakukan karena suami E adalah seorang tentara yang telah
mempunyai istri. Sebagai seorang tentara, suami E tidak diperbolehkan
mempunyai istri lebih dari satu. Untuk itu, E dan suami menyembunyikan
pernikahannya dari istri pertama. Hal ini karena menurut E jika istri pertama
mengetahui dan melaporkan suaminya ke kantor, maka suami dapat dipecat
dari kantornya.
120
Dari ketiga subyek, dua diantaranya yakni M dan S menikah dengan tujuan
agar dapat mendapatkan teman dalam hidup, sehingga dapat berbagi dalam
kahidupan pernikahan. Pada E, ia berharap mempunyai p1ernikahan dapat
berjalan dengan baik, walaupun ia menikah di bawah tangan.
Pada ketiga subyek mempunyai persamaan dampak negatif menikah di
bawah tangan, yaitu berkaitan dengan anak yang tidak me)miliki akte
kelahiran. Pada S, khawatir anaknya tidak mendapatkan harta warisan.
Selain itu, tidak adanya surat nikah, membuat S merasa kt~sulitan berkaitan
dengan administrasi negara seperti ketika ia ingin membuat KTP. Pada S
dan E, merasakan ketakutan ditinggal suami karena tidak ada kekuatan
hukum dalam pernikahan di bawah tangan.
4.3.2. Gambaran Kepuasan Pemikahan
Tabel 4.3.2.
lndikator Kepuasan Pernikahan Subyek
M s E
Persahabatan Menganggap pasangan sebagai
l< v" Jc teman baik (friendship)
Menvukai oribadi oasanaan ./ ./ ,/
Menganggap pernikahan sebagai Jc Jc l<
komitmen ianaka paniana Komitmen Menganggap pernikahan sebagai ./ ./ ./
(commitment) sesuatu vanQ suci Menganggap suatu pernikahan ./ ./ Jc penting sebaQai stabilitas sosial Mempunvai persamaan tuiuan ./ ./ ./
121
Memounvai oersamaan tuiuan ,/ ,/ ,/
Persamaan Mempunyai persamaan dalam ,/ ,I' ,/
(similarity) menuniukkan kasih savanq Mempunyai persamaan dalam ,/ J< J< kehidupan seksual Merasa pasangan menjadi lebih
Perasaan menarik J< J< ,/
positif Merasakan kegembiraan bersama ,/ ,/ ,/ (positive pasangan feeling) Merasa bangga akan prestasi ,/ JC J<
oasanoan
Persahabatan (friendship). Pada M dan E, tidak ada pembagian tugas rumah
tangga secara sukarela dari suami. Kerja sama secara sukarela dalam suatu
hubungan menujukkan bahwa pasangan dapat dianggap sebagai teman bail<
(Abu Ahmadi, 1999).
Komitmen (commitment). Pada M, tidak ada usaha mendaftarkan
pernikahannya ke KUA. Pada S, walaupun ada keinginan untuk menikah
secara resmi. Namun, untuk saat ini ia merasa cukup dengan menikah di
bawah tangan. Selain itu, perceraian dengan suami perltama yang tidak
dilakukan secara resmi juga menghambat S menikah secara resmi untuk
yang kedua kali. Pada E, status suami sebagai tentara yang sudah memiliki
istri menjadi hambatan untuk menikah secara resmi. Cara penyelesaian E
dalam menghadapi masalah yaitu berakhir dengan ketegangan tanpa ada
penyelesaian masalah mendukung rentannya pernikahan. Pada ketiga
subyek, tidal< adanya usaha untuk memperkuat ikatan pernikahan di bawah
123
Faktor kebersamaan ./ ./ ./
Faktor komunikasi ./ ./ ./
Faktor hubungan dengan keluarga besar ./ )C )C
oasanaan Faktor penyesuaian penyelesaian konflik dan ./ ./ )C
oenaambilan keoutusan Faktor oeran ./ )C )C
Berikut ini akan diuraikan kehidupan pernikahan di bawah tangan subyek
sesuai dengan faktor-faktor yang secara teoritis mempen~1aruhi kepuasan
pernikahan pada umumnya.
1. Faktor Personal
Pad a ketiga subyek selain sifat positif, adapula sifat negatif yang dimiliki
suami mereka. Pada M sifat positif suaminya yaitu menyenangkan,
pengertian dan sabar, sedangkan sifat negatif dari suaminya yaitu kebiasaan
keluar malam. Pada S sifat positif suaminya yaitu dapat membimbing dan
mengajari dalam banyak hal, serta menganggap suami penyayang dan
perhatian, sedangkan sifat negatif dari suaminya yaitu ketika marah
belangsung lama, dan sesekali mengeluarkan kata-kata yang membuat S
merasa sakit hati. Pada E sifat positif suaminya yaitu bertanggung jawab dan
pengertian, sedangkan sifat negatif suaminya yaitu pencemburu.
124
2. Faktor Pemuasan Kebutuhan Psikologis melalui Hubungan Interpersonal
Pada ketiga subyek suasana penuh keintiman terbangun dengan adanya
pengungkapan afeksi secara terbuka, baik melalui perkataan maupun
perbuatan.
3. Faktor Anak
Ketiga subyek mendapatkan kebahagiaan dari anak. M menganggap anak
adalah masa depan baginya dan ia berharap anaknya menjadi anak yang
berguna serta patuh terhadap orang tua. S menganggap anak sebagai
teman yang dapat mengisi kesepian. S mempunyai harapan agar anaknya
dapat sekolah sampai tingkat yang tinggi, sehingga mendapatkan pekerjaan
yang layak. Pada E, menganggap anak sebagai harta yan~1 tak terhingga dan
bersyukur telah dikaruniai anak, karena menu rut E tidak semua orang bisa
mempunyai anak.
4. Faktor Seksual
Pada M, tidak mengalami hambatan dalam hubungan seksual. Pada S,
hubungan seksual dilakukan tergantung pada kondisi tubuh S. Hal ini karena
S merupakan seorang istri yang bekerja sebagai pedagang, sehingga ia
merasakan keletihan yang membuatnya terkadang tidak m13nginginkan
hubungan seksual. Pada E, hubungan seksual tergantung lceinginan suami.
5. Faktor ekonomi/finansial (pendapatan, tersedianya tempat tinggal)
Kedua subyek yakni pada M dan S memiliki rumah sencliri. Pada M,
kebutuhan sehari-hari dirasakan telah tercukupi bahkan ia dapat
menyisihkan uang untuk ditabung. Pada S, mengalami kesulitan dalam
pengelolaan keuangannya. Pada E, selain tinggal di rumah kontrakan, ia
juga merasakan kebutuhan ekonominya belum sepenuhnya tercukupi.
6. Faktor Kebersamaan
Ketiga subyek mempunyai waktu luang yang dihabiskan b1~rsama suami
serta merasakan kebahagiaan dari kebersamaan tersebut.
7. Faktor Komunikasi
Ketiga subyek mengatakan, komunikasi dengan suami dapat berjalan
125
dengan baik, serta menganggap bahwa suami adalah teman untuk berbicara.
8. Faktor Hubungan dengan Keluarga Besar Pasangan
Pada S dan E, hubungan dengan keluarga besar pasangan belum dapat
terjalin dengan baik karena jarak yang jauh sehingga belum pernah bertemu.
Pada M, hubungan dengan keluarga besar pasangan dapat terjalin dengan
baik walaupun jarang bertemu.
126
9. Faktor Penyesuaian Penyelesaian Konflik dan Pengambilan Keputusan
Pada M dan S, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan clilakukan
dengan musyawarah. Pacla E, pengambilan keputusan dilakukan olehnya,
dan dalam penyelesaian masalah, berakhir tanpa ada pemecahan.
10. Faktor peran
Kecuali M, kedua subyek lain menilai suaminya belum menjalankan
perannya sebagai seorang suami dengan cukup baik dan kurang puas.
Meskipun pada S hal itu terkadang saja.
BABS
KESIMPULAN, DISKUSI DAN ~>ARAN
Bab ini terdiri dari tiga subbab. Subbab pertama yaitu kesimpulan yang
mengemukakan uraian gambaran dari jawaban masalah yang diteliti. Subbab
kedua yaitu diskusi tentang temuan-temuan dalam penelitian. Subbab ketiga
yaitu saran untuk penelitian lanjutan, baik teoritis maupun praktis.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa alasan yang
melatarbelakangi ketiga subyek menikah di bawah tangani adalah karena
pernikahan ini merupakan pernikahan kedua. Pada S dan E, pernikahan
kedua ini menjadi hambatan untuk menikah secara resmi. Alasan lain pada
ketiga subyek yaitu keadaan ekonomi. Mendapatkan teman hidup menjadi
tujuan pernikahan pada dua orang subyek yal<ni pada M dan S, sedangkan
pada E, kehidupan pemikahan yang normal dan baik sepeirti pernikahan pada
umumnya menjadi tujuannya walaupun ia menil<ah di bawah tangan. Subyek
yang menikah di bawah tangan mengalami kel<hawatiran terhadap
pernikahan di bawah tangan yang mereka jalani. Kekhawatiran tersebut lebih
dirasal<an karena dampak terhadap anak. Selain itu, l<etakutan ditinggal
127
suami, serta tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap
pernikahannya juga dirasakan subyek.
128
Ketiga subyek cukup merasakan kepuasan pernikahan. Hal ini dapat dilihat
dari indikator kepuasan pernikahan secara kuantitaf menunjukkan lebih
banyak indikator yang mendukung kepuasan pernikahan dari pada yang tidak.
lndikator kepuasan pernikahan yang tidak sesuai yaitu, pada indikator
pertama, persahabatan (friendship). Ketidaksesuaian dialami M dan E karena
tidak ada pembagian tugas rumah tangga, ini menunjukkan tidak ada kerja
sama secara sukarela dalam pernikahan. lndikator kedua yaitu komitmen
(commitment). Tidak ada usaha untuk memperkuat ikatan pernikahan di
bawah tangan, yaitu dengan cara mendaftarkan pernikahannya ke KUA
menunjukkan bahwa ketiga subyek cukup bisa menerima konsekuensi
menikah di bawah tangan, yaitu pernikahan tersebut tidak terjamin
kelangsungannya. lndikator ketiga yaitu persamaan (similiirity). Dari ketiga
subyek, hanya M yang mempunyai persamaan dalam kehidupan seksual
dengan suami. sedangkan pada S dan E tidak mengalaminya. lndikator
keempat yaitu perasaan positif (positive feeling). Pada kedua subyek, yakni M
dan S tidak merasakan ketertarikan yang lebih terhadap suami setelah
menikah. Lain halnya dengan E yang merasakan ketertarikan yang lebih
terhadap suami. Hal ini karena suaminya lebih pengertian serta bertanggung
jawab.
129
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan pada wanita yang
menikah di bawah tangan cukup mempengaruhi tingginya level kepuasan
pernikahan. Pada M, semua faktor mendukung kepuasan pernikahannya.
Pada S dan E, faktor yang tidak mendukung kepuasan pemikahannya yaitu
faktor seksual, faktor hubungan dengan keluarga besar pasangan, dan faktor
peran. Pada E, faktor ekonomi dan faktor penyesuaian penyelesaian konflik
dan pengambilan keputusan dalam pernikahan juga tidak mendukung
kepuasan pernikahannya.
5.2. Diskusi
Penelitlan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kepuasan pernikahan
pada wanita yang menikah di bawah tangan. Dari hasil penelitian diperoleh
gambaran bahwa wanita yang menikah di bawah tangan cukup merasakan
kepuasan pernikahan, meskipun terdapat perbedaan pada masing-masing
subyek. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Weiss (2005), bahwa kepuasan
pernikahan adalah suatu pengalaman subyektif, perasaan yang kuat, dan
sikap yang didasarkan pada faktor individu yang mempengaruhi kualitas dari
interaksi pernikahan.
Kepuasan pernikahan cukup dirasakan masing-masing subyek. Hal ini tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mendukung kepuasan pemikahan tersebut.
130
Dalam suatu pernikahan, seorang istri mengembangkan karakteristik
karakteristik tertentu yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya level
kepuasan pernikahan seperti yang dinyatakan oleh Duvall dan Miller (1985).
Pada ketiga subyek, walaupun cukup merasakan kepuasan pada pernikahan
di bawah tangan, tetapi mereka juga merasakan kekhawatiran dan ketakutan
dalam pernikahannya. Sedangkan di dalam Al-Quran Surat Ar-Rum Ayat 21
dinyatakan bahwa pernikahan bertujuan untuk memperoleh ketentraman
serta kenyamanan baik lahir maupun bathin, karena di dalam pernikahan
penuh dengan rasa kasih sayang.
Kekhawatiran yang dirasakan ketiga subyek yaitu karena dampak terhadap
anak yang tidak mempunyai akte kelahiran. Hal ini menjadi salah satu
kesulitan pada anak. Pencatatan kelahiran anak menjadi pengakuan dari
hukum negara atas kelahirannya dan merupakan hak dasar bagi anal<
sebagai langkah pertama untuk mendapatkan perlindungan serta status
dalam hukum negara (lnayatul Anisah, 2005). Pada S, ditambah
kekhawatiran pada anaknya jika tidak mendapatkan harta waris. M. Quraish
Shihab (2006) menyatakan, tidak diakuinya anak dan hilangnya hak waris
merupakan salah satu dampak nikah di bawah tangan secara hukum.
131
Hal lain yang dirasakan subyek yaitu ketakutan akan ditinggal suami. Hal ini
karena tidak kuatnya ikatan pernikahan di bawah tangan, sehingga suami
sewaktu-waktu dapat saja mengingkari hak-hak istri menyangkut nafkah atau
harta bersama mereka, seperti yang dinyatakan oleh M. Quraish Shihab
(2006).
5.3. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengajukan saran untuk penelitian
lanjutan. Saran yang diajukan yaitu secara teoritis yang berkenaan dengan
metodologi dalam penelitian, dan secara praktis yang berkenaan dengan
subyek dalam penelitian.
5.3.1. Saran Teoritis
Apabila hendak melakukan penelitian lanjutan, dalam pemilihan subyek
sebaiknya dilihat juga dari faktor lainnya seperti tingkat pendidikan,
penghasilan keluarga dan usia pernikahan yang dimungkinkan dapat
mempengaruhi kepuasan pernikahan.
132
5.3.2. Saran Praktis
1. Hubungan dengan keluarga besar pasangan merupakan salah satu faktor
dalam kepuasan pernikahan, oleh sebab itu perlu dibina. Untuk
mempermudah menjalin hubungan dengan keluarga beisar pasangan
yang tempat tinggalnya jauh, dapat dilakukan subyek dengan cara
komunikasi melalui telepon atau media lain.
2. Agar tercipta keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, dapat
dilakukan dengan menjalankan kewajiban sebagai suami-istri yang sesuai
dengan ajaran Islam.
DAFTAR PUSl"AKA
Abu Ahmadi. (1999). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Ai Tita Kusumawati. (2006). Faktor penyebab kawin bawah tangan. Jakarta: Fakultas Syariah dah Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Baron, R. A., & Byrne, D. Social psychology, Psikologi sosial. Ji/id I. Wisnu C Kristiaji & Ratri Medya (terj). 2004. Jakarta: Erlangga.
Bird, G & Melville, K. (1994). Families and intimate relationships. New York: McGraw-Hill, Inc.
Calhoun, J. F. & Acocella J. R. Psychology of adjustment and human relationship, Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan, R.S. Satmoko (terj). 1990. Semarang: !KIP Press.
Chaplin, J. P. Dictionary of psychology, Kamus lengkap psikologi, Kartini Kartono (terj). 2006. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Davidoff, L. L. Introduction of psychology. Psikologi suatu pengantar, Ji/id II, Mari Juniati (terj). 1991. Jakarta: Erlangga.
Deddy Mulyana. (2003). Metodologi penelitian kualitatif, paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Duvall, E.M. & Miller, B.C. (1985). Marriage and family development. New York: Harper & Row Publishers.
Hurlock, E. B. A life-span approach. Psikologi perkembangan, suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. lstiwidayanti, (terj). 1980. Jakarta: Erlangga.
lnayatul Anisah. (2005). Perlindungan hukum terhadap anak dari perkawinan sirri. Fenomena, Jumal Penelitian STAIN Jember. 4. 3. 25.
Jalu. (2005). Menikah di bawah tangan sangat merugikan perempuan. Retrieved Desember 8, 2006, from http://www.pikiranrakyatcybermedia.com.
Kaplan & Sadock. Synopsis of psychiatry, Sinopsis psikiatti. Ji/id II. /made Wiguna S. (terj). 1997. Jakarta: Binarupa Aksara.
Kazdin, A. E. (ed). (2000). Encyclopedia of psychology. Washington OC./New York: American Psychological Assocation & Oxford University Press.
Kristi Poerwandari. (2001 ). Pendekatan kua/itatif untuk peri/aku manusia. Depok: LPSP3 UI.
Lexy J. Moleong. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
M. Fu'ad Syakir. (2002). Perkawinan terlarang. Jakarta: Ceindekia.
M. Quraish Shihab. (2006). Perempuan. Jakarta: Lentera Hati.
_______ . (1997). WawasanAl-Quran. Bandung: Mizan.
-------· (2003). Tafsir a/-mishbah. Jakarta: L.entera Hati.
Santrock, J. W. (2002). Life span development. Perkembangan masa hidup, Ji/id II, Wisnu Chandra, (terj). Jakarta: Erlangga.
Sears, 0. 0. et. al. Social psychology, Psikologi sosial. Ji/icf /, Michael Andryanto (terj). 1994. Jakarta: Erlangga.
______ . Social psychology, Psiko/ogi sosial. Ji/id' II, Michael Andryanto (terj). 1999. Jakarta: Erlangga.
Sidi Nazar Bakry. (1993). Kunci keutuhan rumah tangga (k•eluarga yang sakinah). Jakarta: Pedomana llmu Jaya.
Solusi Hukum. (2003). Dampak pemikahan di bawah tangan. Retrieved 22 Mei 2007. www.solusihukum.com.
Strauss, A, & Corbin, J. Basics of quality research, Dasar-clasar penelitian kualitatif, M. Shodiq & Imam Muttaqin (terj). 2003. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudarsono. (1991). Hukum kekeluargaan nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Penyusun. (2004). Pedoman penyusunan dan penulisan skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.
Turner, J.S., & Helms, D.B. (1987). Lifespan development New York: Holt, Rinehart and Winston.
Uhdang-Undang Perkawinan. (1989). Jakarta: Bumi Aksara
Weiss, R.L. (2005). Chapter one: A critical view of marital satisfaction. Dalam Pinsof, W. M. & Lebow, J. L. (ed). Family Psychology (24-26). New York: Oxford University Press.
Yuwana, T. A., & Maramis, W. F. (1991). Dinamika perkawinan masa kini. Malang: Dioma.
Lampiran 1
Jakarta, 1 Oktober 2007
Hal : Surat Pengantar Persetujuan Responden
Assalamu'alaikum wr. wb.
Dalam rangka menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya bermaksud mengadakan
penelitian mengenai "Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Wanita yang
Menikah di Bawah Tangan." Oleh karena itu saya:
Nama : Raudatul Farida
Nim : 103070029015
Mengharapkan kesediaan Saudari untuk menjadi subyel< dan bersedia
diwawancarai untuk mendapatl<an data mengenai permasalahan yang terjadi
berkaitan dengan kepuasan pernil<ahan pada wanita yang menikah di bawah
tangan. Semua jawaban yang Saudari beril<an akan dijamin l<erahasiaannya
dan hanya dipergunakan untuk penelitian.
Bersama ini saya sertakan pula lembar persetujuan responden untuk
menyertal<an data diri Saudari. Saya ucapkan terima kasih, semoga Allah
SWT membalas kebaikan Saudari dan semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmat, hidayah dan l<asih sayangnya l<epada kita semua.
Amiin ya rabbal alamiin.
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Lampiran 2
PERNYAT AAN KESEDIAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Nam a
Tempat, tanggal lahir
Ala mat
Ag a ma
Suku
Pekerjaan
Bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian yang berjudul
"Gambaran Kepuasan Pernikahan pada Wanita yan~1 llllenikah di Bawah
Tangan." Saya bersedia diwawancarai tanpa ada paksaar1 dari siapapun.
Dan jika ada data yang kurang lengkap, maka saya bersedia untuk
diwawancarai kembali.
Jakarta, Oktober 2007
Respond en
Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI
Tanggal,W Subyek
aktu & Observasi M s E
Tempat
Tenang
Suara Sedang Keadaan tempat
Berisik wawancara
Kehadiran pihak Ada
lain Tidak ada
Ba ju Panjang
Pendek
Penampilan Celana/rok
Panjang
subyek Pendek
Pakai Makeup
Tidak
Pelan
Suara Sedang
Lantang
Rendah
lntonasi Sedang
Sikap subyek Tinggi
selama Tetap
wawancara Bergerak Sikap tubuh
sesekali
Banyak gerak
Sikap kepada Kooperatif
Tidak pewawancara
kooperatif
Hambatan selama Ada
wawancara Tidalc ada
Lampiran 4
PEDOMAN WAWANCARA KEPUASAN PERNIKAHAN
A. Persahabatan (friendship)
• Menganggap pasangan sebagai teman terbaik
1. Bagaimana pembagian tugas dalam pekerjaan rumah tangga
antara Anda dan suami? Apakah ada pengertian dari suami untuk
melakukan tugas rumah tangga yang sama dengan Anda?
2. Ketika tidak ada saling pengertian antara Anda dan suami,
bagaimana Anda mengatasi hal itu? Dan bagaimana pula perasaan
Anda tentang hal itu?
• Menyukai pribadi pasangan
3. Bagaimana pendapat Anda tentang suami? Sifat apa saja yang
menyenangkan serta tidak menyenangkan dari suami Anda?
Bagaimana harapan Anda terhadap suami?
4. Bagaimana hubungan suami dengan keluarga besar Anda?
Bagaimana pula hubungan Anda dengan keluarga besar pasangan
(mertua, ipar, dll)?
B. Komitmen (commitment)
• Menganggap pernikahan sebagai komitmen jangka panjang
5. Apakah Anda mempunyai tujuan agar bisa mEimperkokoh ikatan
pernikahan Anda?
• Menganggap pernikahan sebagai sesuatu yang suci
6. Apa arti pernikahan menurut Anda? Bagaimana harapan Anda?
7. Apa yang menjadi sebab sehingga Anda menikah di bawah tangan?
8. Bagaimana pendapat Anda mengenai nikah di bawah tangan?
• Menganggap suatu pernikahan penting sebagai stabilitas sosial
9. Dalarn kehidupan pernikahan yang Anda jalani selarna ini, apakah
ada perbedaan-perbedaan yang rnengganggu? Kalau ada seperti
apakah perbedaan itu? Dan bagairnana cara pemyelesaiannya>
10.Adakah kekhawatiran yang Anda rasakan dalarn pernikahan Anda
selarna ini? Kekhawatiran seperti apakah itu?
11.Apakah rnenurut Anda nikah di bawah tangan sesuai atau tidak
dengan hukurn negara?
12.Selarna Anda rnenikah di bawah tangan, sejauh rnana Anda
rnerasakan dampak negatifnya? bagairnana Anda rnengantisipasi
darnpak negatif tersebut?
C. Persarnaan (similarity)
• Mernpunyai persarnaan tujuan
13.Apa yang Anda harapkan dari pernikahan di bawah tangan yang
Anda jalani?
14.Apakah Anda dan suarni rnenghendaki hal yang sarna dalarn
kehidupan pernikahan?
• Mernpunyai persarnaan dalarn rnenunjukkan kasih sayang
15. Bagairnana hubungan Anda dengan suarni? Seperti apa bentuk
interaksi dan kornunikasi Anda dan suarni selama ini?
16. Bagairnana rnengekspresikan rasa sayang dan kedekatan satu
sarna lain?
17. Bagairnana Anda rnengisi waktu luang bersarna suarni?
18.Apa arti seorang anak bagi Anda?
19. Bagairnana pula pola asuh yang selarna ini diberikan kepada anak?
20. Bagairnana hubungan Anda dengan anak? Bagairnana harapan
Anda terhadap anak?
21. Apakah ada perbedaan pendapat mengenai anak dengan suami
Anda?
• Mempunyai persamaan tentang kehidupan seks
22. Bagaimana kehidupan seksual dalam pernikahan Anda (frekuensi,
kualitas)? Bagaimana harapan Anda terhadap kehidupan seksual
dalam perkawinan? Apakah harapan itu sesuai dengan harapan
suami?
D. Perasaan positif (positive feeling)
• Merasa pasangan menjadi lebih menarik
23.Apakah Anda merasakan ketertarikan yang lebih pada suami
setelah Anda menikah?
• Merasakan kegembiraan bersama pasangan
24. Kapan Anda merasakan saat paling membahagiakan dalam
kehidupan pernikahan Anda?
25. Hal-ha! apa yang paling membahagiakan dalam kehidupan
pernikahan Anda yang didapat dari suami?
26. Seberapa penting arti kebersamaan Anda dengan suami?
• Merasa bangga akan prestasi pasangan?
27. Bagaimana pendapat Anda tentang peran pasangan sebagai suami?
Apakah peran suami sudah sesuai dengan harapan Anda?
28. Bagaimana menu rut Anda mengenai nafkah yang selama ini
diberikan oleh suami Anda?
29.Bagaimana pengelolaan keuangan keluarga? Bagaimana kondisi
ekonomi/finansial selama ini? Apakah hal tersebut sudah sesuai
dengan harapan Anda?