GAMBARAN KADAR MALONDIALDEHID DALAM URIN …
Transcript of GAMBARAN KADAR MALONDIALDEHID DALAM URIN …
SKRIPSI
2017
GAMBARAN KADAR MALONDIALDEHID DALAM URIN
PEROKOK DAN BUKAN PEROKOK PADA MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN ANGKATAN
2015
OLEH :
Fahmi Maulana Ibrahim
C 111 14 083
Pembimbing:
Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
GAMBARAN KADAR MALONDIALDEHID DALAM URIN
PEROKOK DAN BUKAN PEROK PADA MAHASISWA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
ANGKATAN 2015
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
Fahmi Maulana Ibrahim
C 111 14 083
Pembimbing:
Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin dengan judul;
“Gambaran Kadar Malondialdehid dalam Urin Perokok dan Bukan Perokok pada
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Angkatan 2015”
Hari/ Tanggal : Kamis/14 Desember 2017
Waktu : 13.00 - selesai
Tempat : Departemen Biokimia Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar, 14 Desember 2017
(Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D)
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama : Fahmi Maulana Ibrahim
NIM : C111 14 083
Fakultas/ Program Studi : Kedokteran / Pendidikan Kedokteran
Judul Skripsi : “Gambaran Kadar Malondialdehid dalam Urin Perokok
dan Bukan Perokok pada Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin Angkatan 2015”
Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran pada
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
DEWAN PENGUJI
Pembimbing :Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D
.
Penguji : dr. Marhaen Hardjo, Ph.D, M.Biomed
Dr. dr. Ika Yustisia, M.Sc
Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 14 Desember 2017
BAGIAN BIOKIMA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK
Skripsi dengan judul:
“GAMBARAN KADAR MALONDIALDEHID DALAM URIN PEROKOK DAN
BUKAN PEROK PADA MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
HASANUDDIN ANGKATAN 2015”
Makassar, 14 Desember 2017
(Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D)
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Desember, 2017
Fahmi Maulana Ibrahim
Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D
GAMBARAN KADAR MALONDIALDEHID DALAM URIN PEROKOK DAN
BUKAN PEROK PADA MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
HASANUDDIN ANGKATAN 2015
ABSTRAK
Latar Belakang: Masyarakat Indonesia kini telah menganggap rokok sebagai hal
yang umum. Lebih memprihatinkan lagi adalah kebiasaan buruk merokok juga
meningkat pada generasi muda. Merokok diketahui dapat meningkatkan level radikal
bebas yang memicu perusakan DNA dan berbagai basa teroksidasi (contohnya, 8-
oxoguanosine). Pada umumnya radikal bebas bersifat sebagai perantara yang dapat
diubah menjadi substansi lain dengan cepat. Namun, jika bereaksi dengan Poly
Unsaturated Fatty Acid (PUFA) akan menghasilkan peroksida lipid. Senyawa ini
bersifat tidak stabil dan akan terurai menghasilkan sejumlah senyawa, antara lain
Malondialdehid (MDA). Reaksi tersebut terjadi secara berantai dan terus-menerus
sehingga menghasilkan radikal bebas yang mengakibatkan peroksidasi lebih lanjut.
Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dan dilaksanakan di
Fakulatas Kedokteran dan Fakultas Hukum UNHAS dengan tujuan melihat gambaran
Malondialdehid (MDA) dalam urin perokok dan bukan perokok pada mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 2015.
Hasil Penelitian: Uji analisis menunjukkan bahwa hasil penelitian tidak bermakna /
tidak terdapat perbedaan signifikan pada kadar MDA urin perokok dan bukan
perokok. Namun terdapat perbedaan kadar rata-rata MDA, dimana kadar rata-rata
MDA urin pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Faktor perancu
seperti kebiasaan mengkonsumsi buah, sayur, vitamin, aktifitas olahraga, paparan
asap kendaraan bermotor, dan lain-lain dapat menjadi penyebab yang mempengaruhi
hasil penelitian ini.
Kesimpulan: Kadar rata-rata MDA urin mahasiswa perokok yaitu 5.32 μmol/L,
sedangkan kadar rata-rata MDA urin mahasiswa bukan perokok yaitu 3.92 μmol/L.
Dapat disimpulkan bahwa nilai kadar rata-rata MDA urin mahasiswa perokok lebih
tinggi dibandingkan bukan perokok.
Kata Kunci: Rokok, MDA, radikal bebas, PUFA.
THESIS
FACULTY OF MEDICINE
HASANUDDIN UNIVERSITY
December, 2017
Fahmi Maulana Ibrahim
Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D
DESCRIPTION OF MALONDIALDEHYDE IN SMOKERS AND NON-
SMOKERS URINE IN LAW FACULTY STUDENTS OF HASANUDDIN
UNIVERSITY BATCH 2015
ABSTRACT
Background: Indonesian society has now regarded smoking as a common thing.
More ironic is the bad habit of smoking is also increasing in the younger generation.
Smoking is known can increase the level of free radicals that trigger the destruction
of DNA and various oxidized bases (eg, 8-oxoguanosine). In general, free radicals are
intermediate which can be converted into other substances quickly. However, if
reacting with Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA) will produce lipid peroxide. This
compound is unstable and will biodegrade to produce a number of compounds,
including Malondialdehyde (MDA). These reactions occur in a chain and
continuously resulting free radicals that also resulting further peroxidation.
Method : This research is analytical descriptive and conducted in Faculty of
Medicine and Faculty of Law UNHAS with purpose to see the description of
Malondialdehyde (MDA) in smokers and non-smokers urine at Hasanuddin
University Faculty of Law class of 2015.
Result : The analysis test showed that there was no significant or no significant
difference in urine MDA content of smokers and non-smokers. However, there is a
difference in mean MDA levels, where the mean MDA level of urine in smokers is
higher than nonsmokers. Confounding factors such as the habit of consuming fruits,
vegetables, vitamins, sports activities, exposure to motor vehicle fumes, and others
may be the cause that affects the results of this study.
Conclusion : The mean level of MDA urine of smokers students is 5.32 μmol / L,
while the mean MDA level of non-smoker students is 3.92 μmol / L. It can be
concluded that the mean grade of MDA of the smokers students urine is higher than
nonsmokers.
Keywords: Cigarettes, MDA, free radicals, PUFA.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penulisan
skripsi ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan jenjang strata 1 pada Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang
tua, saudara-saudara, serta keluarga yang selalu memberikan dukungan selama masa
studi penulis. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada
Prof. dr Rosdiana Natzir, Ph.D selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu untuk member arahan dan nasihat dalam penyusunan skripsi ini. Tak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses
pembuatan skripsi ini, antara lain:
1. Mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2015 yang telah membantu dan
bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.
2. Pimpinan dan staf-staf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
3. Dosen-dosen penguji yang juga memberikan bimbingan dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Laboran laboratorium FK Unhas, Ibu Siti Ramliah yang banyak membantu
selama pengerjaan sampel di laboratorium.
5. Teman penelitian, Widya Astuti Muslimin sebagai parner dalam penelitian
ini.
6. Teman-teman PSM Unhas di Fakultas Hukum yang telah membantu dalam
pencarian sampel.
7. Kawan-kawan Sunny, FKUHancur, Anak Sholeh, dan PSM Unhas yang
selalu memberi dukungan dan menghibur penulis ketika merasa jenuh.
8. Teman-teman sejawat Neutrof14vine yang meramaikan hari-hari penulis.
9. Semua pihak yang membantu pengerjaan skripsi ini, yang penulis tak dapat
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari yang diharapkan, untuk itu
dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian, dengan segala keterbatasan yang
ada, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang banyak. Akhirnya
penulis berdoa semoga Allah SWT. senantiasa memberikan imbalan yang setimpal
kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Amin.
Makassar, 12 Desember 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN JUDUL iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.3.1 Tujuan Umum 3
1.3.2 Tujuan Khusus 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok 5
2.1.1 Pengertian Rokok 5
2.1.2 Jenis Rokok 5
2.1.3 Kandungan Rokok 6
2.1.4 Kategori Perokok 10
2.1.5 Jumlah Rokok Yang Dihisap 10
2.1.6 Lama Menghisap Rokok 11
2.2 Radikal Bebas 11
2.3 Malondialdehid 15
2.4 Antioksidan 16
2.5 Urin Pagi Hari Porsi Tengah 18
2.6 Metode Pemeriksaan MDA 19
2.6.1 Tes Thiobarbituric Acid-Reactive Substance 19
2.6.2 HPLC (High Performance Liquid Chromatography) 20
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori 22
3.2 Kerangka Konsep 23
3.3 Definisi Operasional 24
3.3.1 Status Perokok 24
3.3.2 Kadar Malondialdehid 24
3.4 Hipotesis Penelitian 24
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tipe dan Desain Penelitian 25
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 25
4.3 Variabel 25
4.3.1 Variabel Dependen 25
4.3.2 Variabel Independen 25
4.4 Populasi dan Sampel 25
4.4.1 Populasi 25
4.4.2 Jumlah Sampel 26
4.4.3 Metode Sampling 26
4.5 Kriteria Seleksi 26
4.5.1 Kriteria Inklusi 26
4.5.2 Kriteria Ekslusi 26
4.6 Manajemen Data 27
4.6.1 Teknik Pengumpulan Data 27
4.6.2 Analisis Data 28
4.7 Alur Penelitian 28
4.8 Etika Penelitian 29
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian 30
5.2 Kadar MDA Perokok dan Bukan Perokok 31
5.2.1 Kadar MDA Perokok 31
5.2.2 Kadar MDA Bukan Perokok 32
5.2.3 Perbandingan Kadar MDA Perokok dan Bukan Perokok 32
5.3 Analisis Hasil Penelitian 33
5.3.1 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas 33
5.3.2 Uji Statistik 34
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Gambaran Penelitian Secara Umum 36
6.2 Pembahasan Hasil Penelitian 37
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 38
7.2 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Kadar MDA Urin pada Mahasiswa Perokok dan
Bukan Perokok.
Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Data Kadar MDA Urin pada Mahasiswa Perokok dan
Bukan Perokok.
Tabel 5.3 Gambaran Deskriptif Kadar MDA Urin Perokok dan Bukan Perokok.
Diagram 5.1 Distribusi Mahasiswa Perokok Berdasarkan Usia.
Diagram 5.2 Distribusi Mahasiswa Bukan Perokok Berdasarkan Usia.
Diagram 5.3 Kadar Rata-rata MDA Urin Mahasiswa Perokok dan Bukan Perokok.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penentuan Sampel
Lampiran 2. Formulir Persetujuan
Lampiran 3. Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 4. Tabel Karakteristik Responden dan Hasil Penghitungan Kadar MDA
(μmol/L)
Lampiran 5. Tabel Hasil Uji Statistik
Lampiran 6. Biodata Penulis
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi perokok dari
27% pada tahun 1995, meningkat menjadi 36,3% pada tahun 2013. Artinya, jika 22
tahun yang lalu dari setiap 3 orang Indonesia 1 orang di antaranya adalah perokok,
maka dewasa ini dari setiap 3 orang Indonesia 2 orang di antaranya adalah perokok.
Lebih memprihatinkan lagi adalah kebiasaan buruk merokok juga meningkat pada
generasi muda. Data Kemenkes menunjukkan bahwa prevalensi remaja usia 16-19
tahun yang merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di tahun 1995 menjadi 20,5%
pada tahun 2014. Dan yang lebih mengejutkan, usia mulai merokok semakin muda
(dini). Perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurun
waktu kurang dari 20 tahun, yaitu dari 8,9% di tahun 1995 menjadi 18% di tahun
2013.
Data di atas menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia kini telah menganggap
rokok sebagai hal yang umum. Sebagian besar masyarakat telah menjadi perokok
aktif dan mengetahui bahwa rokok akan menyebabkan dampak buruk seperti yang
tertera pada kemasan bahwa rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi
dan gangguan kehamilan dan janin. Sebenarnya tidak hanya itu, jika diteliti lebih
lanjut mengenai kandungan dari rokok masih banyak lagi dampak atau akibat yang
ditimbulkan oleh rokok.
2
Paparan terhadap asap rokok memiliki relasi yang kuat dengan kerusakan DNA
yang dipicu oleh cekaman oksidatif (oxidative stress) dan karsinogenesis (Patel, et
al., 2008). Merokok diketahui dapat meningkatkan level radikal bebas yang memicu
perusakan DNA dan berbagai basa teroksidasi (contohnya, 8-oxoguanosine).
Beberapa studi mengindikasikan peranan utama merokok dalam pertumbuhan
kanker pada manusia, seperti kanker paru-paru, mulut, faring, laring, esofagus,
kandung kemih, lambung, pankreas, ginjal, uterus, serviks, dan leukimia myeloid
(Lodovici & Bigagli, 2009). Diketahui pula bahwa radikal bebas yang dihasilkan
selama proses autooksidasi polifenol dalam cairan saliva para perokok sangat krusial
terhadap tahap inisiasi kanker mulut, faring, laring, dan esofagus. Lebih spesifik lagi,
merokok juga dapat menyebabkan oksidasi glutation (GSH, antioksidan yang
melindungi DNA dari kerusakan akibat ROS), menurunkan level antioksidan dalam
darah, dan meningkatkan pelepasan radikal superoksida (Ziech, et al., 2011). Pada
umumnya radikal bebas bersifat sebagai perantara yang dapat diubah menjadi
substansi lain dengan cepat. Namun, jika bereaksi dengan Poly Unsaturated Fatty
Acid (PUFA) akan menghasilkan peroksida lipid. Senyawa ini bersifat tidak stabil
dan akan terurai menghasilkan sejumlah senyawa, antara lain Malondialdehid
(MDA). Reaksi tersebut terjadi secara berantai dan terus-menerus sehingga
menghasilkan radikal bebas yang mengakibatkan peroksidasi lebih lanjut.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Muchtar Leonardi (2013) melaporkan
sementara bahwa terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap timbulnya radikal
bebas dalam tubuh dan kebiasaan merokok memiliki hubungan linear dengan
3
konsentrasi malondialdehid (MDA) plasma. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan
hasil yang signifikan pada kadar MDA plasma perokok. Survei menunjukkan bahwa
rokok adalah pemicu utama peningkatan MDA plasma dan F2-isoprostanes, dua
biomarker umum dari proses peroksidasi lipid (Blok et al. 2002).
Oleh karena itu, peneliti kali ini ingin menggambarkan kadar MDA perokok dan
bukan perokok pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan
2015 dengan menggunakan sampel urin. Urin dipilih menjadi sampel karena darah
hanya berisi sejumlah MDA yang beredar dalam tubuh pada waktu tertentu.
Sebaliknya, jumlah MDA dalam urin dapat digunakan untuk menilai total output
MDA.
1.2 Rumusan Masalah
Ditinjau dari latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
Bagaimana gambaran kadar Malondialdehid (MDA) dalam urin perokok dan bukan
perokok pada mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Melihat gambaran Malondialdehid (MDA) dalam urin perokok dan bukan
perokok pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 2015.
4
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengetahui gambaran kadar MDA dalam urin perokok dan bukan perokok.
2. Mengetahui adakah perbedaan yang signifikan antara kadar MDA dalam urin
perokok dan bukan perokok.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok
2.1.1 Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.
2.1.2 Jenis Rokok
Menurut Sitepoe, M. (1997), rokok berdasarkan bahan baku atau isi di bagi
tiga jenis:
1. Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang
diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
2. Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
3. Rokok Klembak : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau,
cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma
tertentu.
6
Rokok berdasarkan penggunaan filter dibagi dua jenis :
1. Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
2. Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat
gabus.
2.1.3 Kandungan Rokok
Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen
lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama-sama
dengan komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok
yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel (15%).
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 jenis bahan kimia, dengan 40 jenis di
antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan setidaknya 200
diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin,
dan karbon monoksida (CO). Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung
bahan-bahan kimia lain yang tak kalah beracunnya (David E, 2003). Zat-zat beracun
yang terdapat dalam rokok antara lain adalah sebagai berikut :
1. Nikotin
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin yang terkandung
di dalam asap rokok antara 0.5-3 ng, dan semuanya diserap, sehingga di dalam cairan
darah atau plasma antara 40-50 ng/ml. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat
stimulan dan pada dosis tinggi bersifat racun. Zat ini hanya ada dalam tembakau,
7
sangat aktif dan mempengaruhi otak atau susunan saraf pusat. Nikotin juga memiliki
karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Dalam jangka panjang, nikotin akan
menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan
selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat
kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan adanya
jurang antara jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil
berhenti (Pdpersi, 2006). Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang
terdapat dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang
sintesisnya bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat
meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer
dan menyebabkan ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya.
2. Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida (CO) adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur
ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon.
Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam
transpor maupun penggunaannya. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat
mencapai 3-6%, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah
400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin
dalam darah sejumlah 2-16% (Sitepoe, M., 1997).
8
3. Tar
Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air
diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat
karsinogenik. Dengan adanya kandungan tar yang beracun ini, sebagian dapat
merusak sel paru karena dapat lengket dan menempel pada jalan nafas dan paru-paru
sehingga mengakibatkan terjadinya kanker. Pada saat rokok dihisap, tar masuk
kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi
padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran
pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang
rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi rokok yang
menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi
filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok
hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan
bertambah banyak (Sitepoe, M., 1997).
4. Timah Hitam (Pb)
Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug.
Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan
menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang masuk ke
dalam tubuh adalah 20 ug per hari (Sitepoe, M., 1997).
9
5. Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang
ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam peredaran darah akan
mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
6. Hidrogen Sianida (HCN)
Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan
sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran pernapasan.
Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit
saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian.
7. Nitrous Oxide
Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terhisap dapat
menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa sakit.
8. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat
organik seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan
membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas enzim.
10
9. Hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar dengan
bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi pigmen).
2.1.4 Kategori Perokok
1. Perokok Pasif
Perokok pasif dalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok
(Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan
sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok
aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok
pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih
banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).
2. Perokok Aktif
Menurut Bustan (1997) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan
perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan
langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri
sendiri maupun lingkungan sekitar.
2.1.5 Jumlah Rokok Yang Dihisap
Menurut Bustan (1997) jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang,
bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :
11
1. Perokok Ringan : Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang
per hari.
2. Perokok Sedang : Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari.
3. Perokok Berat : Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang.
2.1.6 Lama Menghisap Rokok
Menurut Bustan (1997) merokok dimulai sejak umur kurang dari 10 tahun atau lebih
dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti
merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia
merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak
usia remaja, merokok dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko
kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal
merokok yang lebih dini ( Smet, Bart, 1994). Merokok sebatang setiap hari akan
meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali
per menit (Sitepoe, M., 1997). Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca
digunakan.
2.2 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul yang relatif tidak stabil dengan atom yang
pada orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan
(Robins, 2007). Molekul yang kehilangan pasangan tersebut menjadi tidak stabil dan
radikal, supaya stabil molekul ini selalu berusaha mencari pasangan elektronnya
12
dengan cara merebut elektron dari molekul lain secara membabi buta. Karena itulah
disebut radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS). Tipe radikal bebas turunan
oksigen reaktif sangat signifikan dalam tubuh. Oksigen reaktif ini mencakup
superoksida (O’2), hidroksil (‘OH), peroksil (ROO’), hidrogen peroksida (H2O2),
singlet oksigen (O2), oksida nitrit (NO’), peroksinitrit (ONOO’) dan asam hipoklorit
(HOCl). (Fessenden dan Fessenden, 1982). Sadikin (2008) menjelaskan bahwa
perbuatan radikal bebas tersebut akan berakibat destruktif bagi molekul sel lain yang
elektronnya dirampas. Aksi perampasan itu akan menimbulkan reaksi berantai
sehingga radikal bebas terlahir semakin banyak. Radikal bebas akan merusak molekul
makro pembentuk sel yaitu protein, karbohidrat (polisakarida), lemak dan deoxyribo
nucleic acid (DNA).
Senyawa radikal bebas merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan DNA di
samping penyebab lain seperti virus, bila kerusakan tidak terlalu parah, masih dapat
diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA. Namun, bila sudah menyebabkan rantai DNA
terputus di berbagai tempat, kerusakan ini tidak dapat diperbaiki lagi sehingga
pembelahan sel akan terganggu. Bahkan terjadi perubahan abnormal yang mengenai
gen tertentu dalam tubuh yang dapat menimbulkan penyakit kanker (Suryo, 2008).
Asap rokok di samping banyak sekali mengandung bahan-bahan yang bersifat
toksik, terdapat juga zat- zat radikal bebas, di antaranya adalah peroksinitrit, hidrogen
peroksida, dan superoksida. Oleh sebab itu, tubuh kita memiliki sistem pertahanan
berupa enzim atau substrat yang berfungsi sebagai antioksidan, seperti superoksida
dismutase, hidrogen peroksidase, gluthatione, dan lain-lain (Murray, 2006).
13
Keseimbangan antara produksi radikal bebas dan zat antioksidan dalam tubuh dapat
bergeser ke arah meningkatnya konsentrasi radikal bebas jika kondisi tubuh kita
terpapar oleh berbagai macam substansi dalam lingkungan yang mengandung banyak
sekali radikal bebas, dalam hal ini asap rokok.
Peran radikal pada asap rokok dalam meningkatkan kerusakan sistem biologis
adalah sama dengan peran radikal bebas yang dihasilkan dalam tubuh. Radikal bebas
merupakan molekul yang mengandung elektron tidak berpasangan pada orbit
terluarnya. Elektron tidak berpasangan ini membuatnya sangat reaktif. Oleh karena
radikal bebas dapat menyerang molekul penting seperti DNA, protein dan lipid, dan
oleh karena mereka juga cenderung dapat memperbanyak diri, mereka dapat
menciptakan kerusakan yang signifikan. Radikal bebas dapat dibentuk dalam
berbagai macam reaksi seperti misalnya fragmentasi, substitusi, oksidasi, addisi, dan
reduksi.
Oleh karena sifat reaksinya yang acak (random), beberapa produk kimiawi radikal
bebas benar-benar asing bagi sel untuk dapat diperbaiki atau digunakan kembali oleh
sel melalui proses daur ulang. Contoh dari peristiwa ini adalah ketika 2 protein
menjadi berikatan silang (cross-link), mereka dapat menjadi resisten oleh enzim
proteolitik dan molekul seperti ini dapat terakumulasi secara progresif dalam sel
seperti pigmen penuaan yang dapat meningkat jumlahnya ketika sel dalam tubuh
organisme mengalami penuaan. Pigmen penuaan ini jika terakumulasi sampai
mencapai kadar yang signifikan akan dapat mengganggu fungsi sel secara umum.
14
Bukti oksidasi DNA lainnya antara lain kematian sel, mutasi DNA, kesalahan
replikasi, dan ketidakstabilan genomik dapat terjadi jika kerusakan DNA oksidatif
tidak diperbaiki sebelum replikasi DNA. Kerusakan DNA dapat menghasilkan satu
atau untai ganda kerusakan, modifikasi dasar, modifikasi deoksiribosa, dan DNA
cross-linking. (Marnett, 2000; JP Cooke, 2003; Klaunig dan Kamendulis, 2004;
Valko et al., 2006).
Contoh lain kerusakan akibat stress oksidatif adalah oksidasi basa nitrogen
guanosin menjadi 8- oxoguanosine, yang tidak lagi membentuk ikatan hidrogen
dengan cytosine namun membentuk ikatan hidrogen dengan adenosine, dengan
demikian terjadi mutasi dalam DNA. Sama halnya dengan produksi radikal bebas,
mutasi DNA hampir terjadi sepanjang waktu, dan mengingat sebagian besar mutasi
adalah merugikan sebab ia merusak fungsi gen, akumulasi kerusakan akibat oksidasi
seperti ini akan mengarah pada menurunnya fungsi seluler atau bahkan munculnya sel
kanker (Hyde, 2009).
Radikal bebas juga dapat mengoksidasi berbagai macam protein dalam sel dan
mengganggu fungsinya, misalnya ia dapat mengoksidasi apolipoprotein dalam LDL
sehingga LDL yang tertimbun dalam dinding sel akan memulai rantai proses
pembentukan plak atheroma. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa asap rokok
mempercepat proses atherosclerosis yang umumnya terjadi sepanjang proses
penuaan. Selain radikal bebas, metabolit nikotin dapat membentuk ikatan pada basa
nitrogen DNA dan menyebabkan mutasi (Hyde, 2009). Kondisi ini memperburuk
proses mutasi akibat oksidasi yang sudah terjadi.
15
2.3 Malondialdehid
Salah satu penyebab kerusakan sel atau jaringan adalah karena terjadinya stress
oksidatif oleh radikal bebas. Sistem biologic dapat terpapar oleh radikal bebas baik
yang terbentuk endogen oleh proses metabolisme tubuh maupun eksogen seperti
pengaruh paparan asap rokok. Radikal bebas bersifat sangat reaktif, dapat
menimbulkan perubahan biokimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup
seperti protein, lipid, karbohidrat dan nukleat. Membran sel terutama terdiri dari
komponen-komponen lipid. Serangan radikal bebas terhadap komponen lipid akan
menimbulkan reaksi peroksidasi lipid yang menghasilkan produk yang bersifat toksik
terhadap sel. Dengan bertambahnya usia, kerusakan sel akibat stress oksidatif tadi
menumpuk selama bertahun-tahun sehingga terjadi penyakit-penyakit degeneratif,
keganasan, kematian sel-sel vital tertentu yang pada akhirnya akan menyebabkan
proses penuaan. (Gitawati, R, 1995 ; Purnomo S, 2000)
Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu senyawa produk dari rekasi
peroksidasi lipid yang digunakan sebagai marker (petanda) terjadinya stress oksidatif.
Pada keadaan stress oksidatif yang tinggi, terjadi peningkatan kadar MDA serum
secara signifikan. Bila keadaan stress oksidatif teratasi, kadar MDA kembali
menurun. (Papas, A.M, 1999)
16
2.4 Antioksidan
Antioksidan dalam pengertian kimia adalah senyawa pemberi elektron (electron
donors) dan secara biologis antioksidan merupakan senyawa yang mampu mengatasi
dampak negatif oksidan dalam tubuh seperti kerusakan elemen vital sel tubuh.
Keseimbangan antara oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan
dengan kerja fungsi sistem imunitas tubuh, terutama untuk menjaga integritas dan
berfungsinya membran lipid, protein sel, dan asam nukleat, serta mengontrol
tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun. Produksi antioksidan di dalam
tubuh manusia terjadi secara alami untuk mengimbangi produksi radikal bebas.
Antioksidan tersebut kemudian berfungsi sebagai sistem pertahanan terhadap radikal
bebas, namun peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk akibat faktor
stress, radiasi UV, polusi udara dan lingkungan mengakibatkan sistem
pertahanan tersebut kurang memadai, sehingga diperlukan tambahan antioksidan dari
luar. Antioksidan di luar tubuh dapat diperoleh dalam bentuk sintesis dan alami.
Antioksidan sintetis seperti buthylatedhydroxytoluene (BHT), buthylated
hidroksianisol (BHA) dan ters-butylhydroquinone (TBHQ) secara efektif dapat
menghambat oksidasi. Namun, penggunaan antioksidan sintetik dibatasi oleh aturan
pemerintah karena, jika penggunaannya melebihi batas justru dapat menyebabkan
racun dalam tubuh dan bersifat karsinogenik, sehingga dibutuhkan antioksidan alami
yang aman. Salah satu sumber potensial antioksidan alami adalah tanaman karena
mengandung senyawa flavonoid, klorofil dan tanin.
17
Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi radikal
bebas penyebab penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaan dalam tubuh
manusia. Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak memiliki sistem
pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila terjadi paparan radikal
berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (berasal dari luar).
Fungsi utama antioksidan adalah memperkecil terjadinya proses oksidasi dari
lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan,
memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas
lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori
dan nutrisi.
Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga macam, yaitu
antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier:
a. Antioksidan Primer:
Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat menghentikan reaksi
berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan hidrogen. Antioksidan primer
dapat berasal dari alam atau sintetis. Contoh antioksidan primer adalah Butylated
hidroxytoluene (BHT).
Reaksi antioksidan primer terjadi pemutusan rantai radikal bebas yang sangat
reaktif, kemudian diubah menjadi senyawa stabil atau tidak reaktif. Antioksidan ini
dapat berperan sebagai donor hidrogen atau CB-D (Chain breaking donor) dan dapat
berperan sebagai akseptor elektron atau CB-A (Chain breaking acceptor).
18
b. Antioksidan Sekunder:
Antioksiden sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non enzimatis.
Antioksidan ini menghambat pembentukan senyawa oksigen reatif dengan cara
pengelatan metal, atau dirusak pembentukannya. Prinsip kerja sistem antioksidan
non enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas
atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi
dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder di antaranya adalah vitamin E,
vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam lipoat, asam urat, bilirubin, melatonin dan
sebagainya.
c. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan metionin
sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan biomolekuler yang
rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa
radikal bebas dicirikan oleh rusaknya Single dan Double strand baik gugus non-basa
maupun basa.
2.5 Urin Pagi Hari Porsi Tengah
Urin porsi tengah adalah sampel urin yang diambil saat bangun dari tidur pagi
hari dengan cara membuang urin beberapa milliliter pertama dan terakhir serta
menampung urin yang keluar diantara dua waktu tersebut sampai mencukupi volume
yang ditentukan. Adapun cara pengambilan urin porsi tengah yaitu :
19
a. siapkan wadah / pot urin steril yang dapat tertutup rapat,
b. responden meyiapkan sampel urinnya dengan cara membuang beberapa milliliter
urin yang keluar, kemudian menampung urin yang keluar berikutnya ke dalam
wadah steril terisi 1/3 sampai 1/2 dan membuang beberapa milliliter urin terakhir,
c. setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan bagian luar
wadah. Tulis nama identitas penderita pada wadah tersebut dan dikerjakan di
laboratorium biokimia.
2.6 Metode Pemeriksaan MDA
2.6.1 Tes thiobarbituric acid-reactive subtance (TBARS)
Dasar pemeriksaan adalah reaksi spektrofotometrik sederhana, dimana satu
molekul MDA akan terpecah menjadi 2 molekul 2-asam thiobarbiturat. Reaksi ini
berjalan pada pH 2-3. TBA akan memberikan warna pink-chromogen yang dapat
diperiksa secara spektrofotometrik. Tes TBA selain mengukur kadar MDA yang
terbentuk karena proses peroksidasi lipid juga mengukur produk aldehid lainnya
termasuk produk non-volatil yang terjadi akibat panas yang ditimbulkan pada saat
pengukuran kadar MDA serum yang sebenarnya. Kadar MDA dapat diperiksa baik di
plasma, jaringan maupun urin. Beberapa metode pengukuran TBA adalah sebagai
berikut :
a. Pengukuran reaksi TBA
a.1. Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri
20
Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri dengan spektrofotometer
merupakan kadar MDA yang paling sering dilakukan. Metode yang digunakan adalah
metode Yagi. Metode ini mudah dilakukan akan tetapi bersifat tidak spesifik oleh
karena mengukur produk aldehid lainnya.
a.2. Pengukuran reaksi TBA dengan metode fluorosens
Metode ini memiliki keunggulan dibanding metode kolorimetri oleh karena
tidak terganggu oleh beberapa substansi produk reaksi TBA yang larut air.
Pemeriksaan dilakukan dengan metode spektrofluorometri.
b. Pengukuran MDA-TBA dengan HPLC (High Performance Liqiud
Chromatography)
Metode ini secara spesifik dapat mengukur kompleks MDA-TBA, sehingga
pengukuran kadar MDA lebih akurat. Namun demikian metode ini membutuhkan
kondisi asam dengan suhu tinggi sehingga tetap ada kemungkinan terbentuknya
MDA yang bukan karena peroksidasi lipid.
2.6.2 Pengukuran kadar MDA serum bebas dengan metode HPLC (High
Performance Liqiud Chromatography)
Merupakan metode pengukuran kadar MDA serum yang paling sensitif dan
spesifik. MDA bukan produk yang spesifik dari proses peroksidasi lipid sehingga
dapat menimbulkan positif palsu yang berakibat nilai duga positif yang rendah, dan
21
telah dilaporkan dapat meningkatkan spesifisitas pada pemeriksaan kadar MDA
serum.
22
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Teori
Perokok aktif Perokok pasif
Fase tar, Gas CO dan Nikotin
(radikal bebas eksogen)
Komponen tersebut berdeposit di paru
Aktivasi radikal bebas endogen dan
aktivasi neutrofil, monosit dan sel T
Stress oksidatif (O2, H2O2, ONOO-)
Peningkatan lipid peroksidasi
MDA ˃˃ di dalam plasma darah
Penyaringan di dalam glomerulus
MDA tersaring di dalam glomerulus
MDA di ekskresikan bersama dengan urin
23
3.2 Kerangka Konsep
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
Radikal Eksogen Radikal Endogen
Polutan: asap kendaraan, asap
pabrik, asap rokok, asap
rumah tangga dan sinar UV.
Sakit, stress, mempunyai
riwayat penyakit.
Perokok :
- Mahasiswa FH-UH angkatan
2015
- Lama merokok : ˃ 6 bulan
- Jumlah rokok : ˃ 5 batang / hari
Bukan perokok :
Mahasiswa FH-UH angkatan
2015 yang belum pernah
sama sekali merokok
↑ Peroksidasi lipid
Radikal bebas dalam tubuh (OH-, ROO-, NO-)
dan apabila ROS ˃ antioksidan endogen
MDA ˂˂
Konsumsi antioksidan;
suplemen, sayur dan
buah, multivitamin,
olahraga rutin, obesitas.
MDA ↑↑
Kerusakan oksidatif sel
Stress oksidatif
24
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Status Perokok
Perokok pada penelitian ini didefinisikan sebagai kelompok mahasiswa FH-
UH angkatan 2015 yang merokok aktif. Perokok ringan yaitu perokok yang merokok
lebih dari 5 batang / hari. Perokok sedang yaitu perokok yang merokok 10-20 batang
/ hari. Perokok berat yaitu perokok yang merokok lebih dari 20 batangng / hari.
3.3.2 Kadar Malondialdehid (MDA)
Malondialdehid merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid yang
merupakan parameter dari stress oksidatif. MDA diukur langsung dengan
menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang λ = 532 nm.
Perhitungan kadar MDA = 𝐴
𝜀 , ε = 153.000 M – 1 cm – 1
3.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah gambaran Malondialdehid (MDA) perokok
lebih tinggi dibandingkan MDA bukan perokok dalam urin pada mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 2015.
25
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Tipe dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.
Peneliti akan mencoba untuk menggambarkan kadar molandialdehid dalam urin
perokok dan bukan perokok pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin angkatan 2015.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2017 sampai Oktober 2017.
Pengumpulan sampel dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan
diteliti di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
4.3 Variabel
4.3.1 Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kadar Molandialdehid (MDA)
dalam urin.
4.3.2 Variabel independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah status merokok yang
merupakan kelompok mahasiswa FH-UH perokok dan bukan perokok.
4.4 Populasi dan Sampel
4.4.1 Populasi
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil populasi yakni mahasiwa
Fakultas Hukum Unhas angkatan 2015.
26
4.4.2 Jumlah Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah mahasiswa FH-UH yang merokok dan
tidak merokok serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini. Gay
dan Diehl menuliskan, untuk penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen dari
populasi sehingga besar sampel penelitian ini sebanyak 30 orang responden, terdiri
dari 15 mahasiswa peokok dan 15 mahasiswa bukan perokok. Besar sampel yang
diambil didapatkan dari kuisioner yang disebarkan kepada mahasiswa FH-UH
angkatan 2015.
4.4.3 Metode sampling
Sampel dipilih dengan metode purposive sampling.
4.5 Kriteria Seleksi
4.5.1 Kriteria Inklusi
- Mahasiswa (laki-laki) FH-UH angkatan 2015 yang mempunyai kebiasaan merokok
lebih dari 5 batang / hari.
- Mahasiswa (laki-laki) FH-UH angkatan 2015 yang belum pernah merokok sama
sekali.
- Telah menandatangani informed consent atau lembar persetujuan dan bersedia untuk
menjadi sampel penelitian.
4.5.2 Kriteria Ekslusi
- Mengalami infeksi virus, bakteri dan jamur.
- Memiliki riwayat penyakit paru, jantung, hati, ginjal.
- Mengkonsumsi suplemen vitamin rutin setiap hari.
- Seorang atlet (berolahraga teratur, lebih 3x / minggu).
27
4.6 Manajemen Data
4.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Ada 2 jenis data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini, yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data Malondialdehid (MDA) dalam
urin yang di ukur dengan menggunakan alat spektrofotometer. Data sekunder adalah
informasi tentang mahasiswa FH-UH angkatan 2015 yang masih aktif, yang
diperoleh dari BEM FH-UH.
Prosedur analisis kadar MDA dalam urin :
Urin porsi tengah pagi hari 1 ml
Tambahkan larutan TCA 10% dingin sebanyak 1 ml
Sentrifugasi 4000 rpm 15 menit
Ambil bagian supernatan
Tambahkan 0,75 ml TBA 0,67%
Masukkan tabung dalam penangas
air mendidih selama 10 menit
Dinginkan
Baca pada panjang gelombang 532 nm
Perhitungan kadar MDA = 𝐴
𝜀 ,
ε = 153.000M-1cm-1
Mengendap
28
4.6.2 Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk menggambarkan kadar MDA mahasiswa perokok
dan mahasiswa bukan perokok, dengan menyajikan data dalam bentuk diagram pie
dan tabel.
b. Analisis Bivariat
Analisis ini merupakan suatu analis untuk melihat hubungan antara variabel
dependen dan independen dengan melakukan uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney
dilakukan untuk menganalisis variabel status merokok yang bersifat kategorik dengan
kadar malondialdehid yang bersifat numerik.
Melalui uji Mann-Whitney akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini
digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variable dikatakan
bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan
dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p ˃ 0,05 yang berarti Ho diterima dan
Ha ditolak.
Menggunakan uji Mann-Whitney karena kedua data (status perokok) merupakan 2
kelompok yang berbeda.
4.7 Alur Penelitian
1. Persiapan penelitian
2. Pengumpulan populasi
3. Penentuan sampel sesuai kriteria
4. Informed consent
5. Pengambilan sampel urin
6. Pengukuran kadar Malondialdehid (MDA) dalam urin dengan
spektrofotometer
7. Pengolahan data
8. Pengelolaan SPSS
29
4.8 Etika Penelitian
- Setiap subjek akan dimintai persetujuan melalui Informed Consent terlebih dahulu.
- Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari kuesioner
yang dijawab.
Persiapan
penelitian
Pengelolaan SPSS
Pengukuran kada MDA
dalam urin dengan
spektrofotometer
Bersedia
Tidak bersedia Informed consent
Penentuan sampel
sesuai kriteria
Pengambilan sampel urin
Pengolahan data
Pengumpulan populasi Kuisioner
30
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian ini melibatkan 39 orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin angkatan 2015 sebagai responden. Sebanyak 30 responden penelitian
memenuhi kriteria inklusi, dan sebanyak 9 responden memenuhi kriteria ekslusi.
Berikut merupakan diagram yang menggambarkan karakteristik responden
berdasarkan usia.
Diagram 5.1 Distribusi Mahasiswa Perokok Berdasarkan Usia
20%
60%
20%
19 tahun
20 tahun
21 tahun
31
Diagram 5.2 Distribusi Mahasiswa Bukan Perokok Berdasarkan Usia
Berdasarkan diagram di atas, pada mahasiswa perokok dibagi menjadi 3
kelompok yaitu kelompok usia 19, 20, dan 21 tahun. Dari kelompok usia tersebut,
didapatkan hasil bahwa terdapat 20% mahasiswa berusia 19 tahun yang berjumlah 3
orang, 60% mahasiswa berusia 20 tahun yang berjumlah 9 orang, dan 20%
mahasiswa berusia 21 tahun yang berjumlah 3 orang. Sedangkan pada mahasiswa
bukan perokok dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok usia 18, 19, 20, dan 21
tahun. Dari kelompok usia tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat 7% mahasiswa
berusia 18 tahun yang berjumlah 1 orang, 13% mahasiswa berusia 19 tahun yang
berjumlah 2 orang, 73% mahasiswa berusia 20 tahun yang berjumlah 11 orang, dan
7% mahasiswa berusia 21 tahun yang berjumlah 1 orang.
5.2 Kadar Malondialdehid (MDA) Perokok dan Bukan Perokok
5.2.1 Kadar MDA Perokok
Kadar MDA urin mahasiswa perokok bervariasi pada setiap individu.
Kadar tertinggi yaitu 12,09 μmol/L, sedangkan kadar MDA mahasiswa perokok
7%
13%
73%
7%
18 tahun
19 tahun
20 tahun
21 tahun
32
terendah yaitu 1,37 μmol/L. Variasi kadar MDA pada mahasiswa perokok ini
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor perancu seperti kebiasaan mengkonsumsi buah,
sayur, dan vitamin, juga aktifitas olahraga meskipun dilakukan tidak rutin.
5.2.2 Kadar MDA Bukan Perokok
Kadar MDA urin mahasiswa bukan perokok tertinggi adalah 8,58 μmol/L,
sedangkan kadar MDA urin mahasiswa bukan perokok terendah adalah 0,51 μmol/L.
Juga terdapat variasi pada kadar MDA mahasiswa bukan perokok, hal tersebut
kemungkinan disebabkan adanya faktor perancu, antara lain paparan asap rokok dan
asap kendaraan bermotor, stress dan aktifitas berlebihan ataupun mengkonsumsi
makanan yang berlemak.
5.2.3 Perbandingan Kadar MDA Perokok dan Bukan Perokok
Pada penelitian ini didapatkan hasil kadar rata-rata MDA pada mahasiswa
perokok dan bukan perokok sebagai berikut.
Diagram 5.3 Kadar Rata-rata MDA Urin Mahasiswa Perokok dan Bukan Perokok
0
1
2
3
4
5
6
Perokok Bukan Perokok
Kad
ar M
DA
Uri
n (
μm
ol/
L)
33
Pada diagram di atas terlihat kadar rata-rata MDA urin mahasiswa perokok yaitu 5.32
μmol/L, sedangkan kadar rata-rata MDA urin mahasiswa bukan perokok yaitu 3.92
μmol/L. Dapat disimpulkan bahwa nilai kadar rata-rata MDA urin mahasiswa
perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Penelitian ini mengambil sampel
mahasiswa dengan rentang usia 18-21 tahun untuk meningkatkan validitas hasil
penelitian sebab usia yang terlampau jauh dapat mempengaruhi kadar Malondialdehid
(MDA) sebab berbagai faktor perancu yang semakin banyak seiring bertambahnya
usia.
5.3 Analisis Hasil Penelitian
5.3.1 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
Sebelum melakukan uji statistik terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
dan uji homogenitas sebagai syarat uji statistic pada penelitian ini. Test of Normality
atau tes normalitas dan tes homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-
Wilk karena jumlah sampel yang menjadi objek penelitian berjumlah kurang dari 50
(n<50) yaitu berjumlah 30 sampel saja.
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Kadar MDA Urin pada Mahasiswa Perokok dan
Bukan Perokok
Variabel P - value Keterangan
Kadar MDA Perokok 0,215 Terdistribusi normal
Kadar MDA Bukan Perokok 0,605 Terdistribusi normal
34
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa hasil dari tes normalitas dengan uji
Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi data kadar MDA urin pada mahaiswa perokok
dan bukan perokok terdistribusi normal yaitu P > 0,05.
Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas Data Kadar MDA Urin pada Mahasiswa Perokok
dan Bukan Perokok
Variabel P – value Keterangan
Kadar MDA berdasarkan Nilai Rata-rata 0,880 Homogen
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa hasil dari tes homogenitas dengan uji
Lavene’s untuk melihat varians kedua kelompok sama atau berbeda pada data kadar
MDA urin mahasiswa perokok dan bukan perokok yaitu sama atau disebut homogen
karena P – value > 0,05.
5.3.2 Uji Statistik
Untuk menganalisis data pada penelitian ini digunakan uji Mann-Whitney
sehingga didapatkan nilai p, dimana tingkat kemaknaan penelitian ini sebesar 0,05.
Penelitian antara dua variabel yang merupakan kategorik dan numerik dikatakan
bermakna jika mempunyai p ≤ 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan
dikatakan tidak bermakna jika mempunyai p˃0,05 yang berarti Ho diterima dan Ha
ditolak.
35
Tabel 5.3 Gambaran Deskriptif Kadar MDA Urin Perokok dan Bukan Perokok
Status Merokok N Mean Rank P-value
Perokok 15 18
0,120
Bukan Perokok 15 13
Berdasarkan tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa hasil uji analisis dengan
metode Mann-Whitney menggunakan SPSS versi 18.0 for windows tidak bermakna
P=0,120 (p>0,05) sehingga tidak terdapat perbedaan signifikan pada kadar MDA urin
perokok dan bukan perokok. Namun terdapat perbedaan kadar rata-rata MDA,
dimana kadar rata-rata MDA urin pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan
perokok.
36
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Gambaran Penelitian Secara Umum
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran Malondialdehid (MDA) dalam
urin perokok dan bukan perokok pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin angkatan 2015. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 mahasiswa
yang ditentukan secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan
mengambil responden yang ada selama waktu pengambilan data serta memenuhi
kriteria yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan alat spektrofotometer dengan reagen TBA, karena
TBARs pada tubuh manusia merupakan produk yang tidak spesifik, sehingga dapat
bereaksi dengan aldehid lain termasuk malondialdehid (MDA). Metode HPLC dan
spektrofotometer adalah salah satu metode yang dapat memisahkan ikatan MDA-
TBA dengan kromogen yang dapat menjadi faktor pengganggu, sehingga akan
meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas dari hasil metode tersebut.
Kadar rata-rata MDA pada perokok yaitu 5.32 μmol/L, sedangkan kadar rata-rata
MDA bukan perokok yaitu 3.92 μmol/L. Hal ini sesuai dengan teori pada referensi
yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap timbulnya
radikal bebas dalam tubuh dan kebiasaan merokok memiliki hubungan linear dengan
konsentrasi malondialdehid (MDA) (Muchtar Leonardi, 2013).
37
6.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil uji analisis statistik dengan menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan
perbedaan yang tidak signifikan pada kadar MDA urin mahasiswa perokok dan bukan
perokok, dimana p-value = 0,120 (p > 0,05).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tommy
Wibowo, 2013, yang menyebutkan bahwa kadar MDA urin perokok dan bukan
perokok menunjukkan perbedaan yang signifikan, melalui analisis data yang juga
menggunakan metode mann-whitney, p-value < 0,05.
Namun pada penelitian ini terdapat perbedaan kadar rata-rata MDA, dimana kadar
rata-rata MDA urin pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Faktor
perancu seperti kebiasaan mengkonsumsi buah, sayur, vitamin, aktifitas olahraga,
paparan asap kendaraan bermotor, dan lain-lain dapat menjadi penyebab yang
mempengaruhi hasil penelitian ini.
38
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dan pengolahan data mengenai gambaran kadar
malondialdehid dalam urin perokok dan bukan perokok pada mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin angkatan 2015, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kadar rata-rata MDA urin mahasiswa perokok yaitu 5.32 μmol/L,
sedangkan kadar rata-rata MDA urin mahasiswa bukan perokok yaitu 3.92
μmol/L. Dapat disimpulkan bahwa nilai kadar rata-rata MDA urin
mahasiswa perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
2. Penelitian antara dua variabel yang merupakan kategorik dan numeric
menggunakan uji Mann-Whitney dikatakan bermakna jika mempunyai p ≤
0,05. Hasil uji analisis pada penelitian ini tidak bermakna P=0,120
(p>0,05) sehingga tidak terdapat perbedaan signifikan pada kadar MDA
urin perokok dan bukan perokok.
7.2 Saran
1. Sebaiknya Malondialdehid dibuatkan kurva standar dan urin dikonfirmasi
dengan metode pemeriksaan lain seperti HPLC.
2. Cara pengumpulan sampel sebaiknya lebih diperhatikan.
39
3. Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan jumlah
sampel yang lebih banyak, waktu lebih lama, serta memperluas variabel
yang diteliti seperti kadar antioksidan endogen agar terlihat pengaruh
merokok terhadap kadar MDA dan hal lain yang mempengaruhi.
4. Diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat menyadari dampak buruk yang
dapat ditimbulkan sebagai akibat dari kebiasaan merokok.
40
DAFTAR PUSTAKA
Azwin Apriandi, Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Keong Ipong-Ipong
(Fasciolaria salmo), skripsi, (Bogor : Institut Pertanian Bogor, 2011).
Bustan, M.N, 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta, Jakarta.
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1982, Kimia Organik, diterjemahkan oleh
Pudjaatmakan, A. H., Edisi Ketiga, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Gitawati, R., 1995, Radikal Bebas : Sifat dan Peran dalam Menimbulkan Kematian
Sel, Cermin Dunia Kedokteran.
Hery Winarsi. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.
HTTS Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Suarakan kebenaran jangan
bunuh dirimu dengan candu rokok. Jakarta.
Hyde, D. 2009. Introduction to Genetics Principles. Boston: McGraw-Hill.
Khaira, Kuntum. 2010. Menangkal Radikal Bebas dengan Anti-Oksidan : Jurnal
Sainstek Vol. II No. 2.
Klauning and Kamendulis. 2004. Assays of Oxidation DNA Damage Biomarkers.
Meth. Enzymol.
Larson, David E., 2003. Mayo Clinic Family Health Book: The Ultimate Home
Medical Reference. 3rd ed. USA: Mayo Clinic.
Leonardi, Muchtar. 2013. Pengaruh Kebiasaan Merokok dengan Timbulnya Radikal
Bebas. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Lie Jin,dkk, Phenolic Compound and Antioxidan Activity of Bulb Extract of Six
Lilium Species Native to China, Molecules (2012).
Lodovici, M., E. Bigagli. 2009. Biomarkers of induced active and passive smoking
damage. International Journal of Environment Research and Public Health.
Marnett et al., 2000. Effects of Prototypical Microsomal Enzyme Inducers on
Cytochrome P 450 Expression in Cultured Human Hepatocytes. Drug
Metabolism and Disposition. Vol. 31, No.4.
Muchtadi, Deddy. 2013. Antioksidan dan Kiat Sehat di Usia Produktif. Alfabeta.
Bandung.
Murray R.K., Granner D.K., Mayes P.A., Rodwell V.W. 2006. Biokimia Harper.
Edisi 25. Jakarta: EGC.
41
Papas AM. 1999a. Determinant of Antioxidant Status in Human. In : Papas A(Ed.).
Antioxidant Status, Diet, Nutrition, and Health. CRC Press: New York.
Patel, B.P., U.M. Rawal et al., 2008. Tobacco, antioxidant enzymes, oxidative stress,
and genstic susceptibility in oral cancer. Am.J. Clin Oncol.
Robbins Sl, Kumar V, Cotran RZ. 2007. Buku Ajar Patalogi 7 th ed Vol I.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sitepoe, Manulu. 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sitepoe, M. (2000). Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta : PT Grasindo.
Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta.
Suryo. (2008). Genetika Strata I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryohandono, Purnomo. 2000. Oksidan, Antioksidan, dan Radikal Bebas. Buku
Naskah Lengkap Simposium Pengaruh Radikal Bebas Terhadap Penuaan
dalam Rangka Lustrum IX FKUA 7 September 1955-2000.
Triyem, Aktivitas Antioksidan dari Kulit Batang Manggis Hutan (Garcinia cf.
bancana Miq), tesis, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2010).
Valko et al., 2006. Genes and Population. In I.D. Young (Eds), Medical Genetics, 1st
Edition. New York: Oxford University Press, Inc.
Wardoyo, 1996. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Solo: Toko Buku Agency.
Wibowo, Tommy. 2013. Gambaran Kadar MDA Dalam Urin Perokok Dan Bukan
Perokok Pada Mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Tahun
2013. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ziech, D., R. Franco et al., 2011. Reactive Oxygen Species (ROS) – Induced Genetic
and Epigenetic. Alterations in Human Carcinogenesis. Mutation Research.
42
Lampiran 1. Kuisioner Penentuan Sampel
43
Lampiran 2. Formulir Persetujuan
44
Lampiran 3. Rekomendasi Persetujuan Etik
45
Lampiran 4. Tabel Karakteristik Responden dan Hasil Penghitungan Kadar
MDA (μmol/L)
46
Lampiran 5. Tabel Hasil Uji Statistik
Tests of Normality
Status Merokok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kadar MDA
dimensi on1
Tidak .164 15 .200* .955 15 .605
Ya .194 15 .132 .923 15 .215
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Kadar MDA Based on Mean .023 1 28 .880
Based on Median .030 1 28 .863
Based on Median and with
adjusted df
.030 1 26.777 .863
Based on trimmed mean .019 1 28 .892
Mann-Whitney Test
Ranks
Status Merokok N Mean Rank Sum of Ranks
Hasil Kadar MDA
dimensi on1
Ya 15 18.00 270.00
Tidak 15 13.00 195.00
Total 30
Test Statisticsb
Hasil Kadar
MDA
Mann-Whitney U 75.000
Wilcoxon W 195.000
Z -1.555
Asymp. Sig. (2-tailed) .120
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .126a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Status Merokok
47
Lampiran 6. Biodata Penulis
BIODATA PENULIS
Data Pribadi:
Nama Lengkap : Fahmi Maulana Ibrahim
Nama Panggilan : Fahmi
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 02 Desember 1996
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Gol. Darah : O
Nama Orang Tua
Ayah : Ir. H. Ibrahim Chairuddin
Ibu : Hj. A. Erniati, SE.
Alamat saat ini : Jalan Dr. Leimena Perum. Taman Dataran Indah Blok D
No. 100
No. Telp : 085298439828
Email : [email protected]
48
Riwayat Pendidikan Formal
Periode Sekolah/Institusi/Universitas Jurusan
2002 – 2008 SD Negeri 80 Lalebata Palopo -
2008 – 2011 SMP Negeri 3 Palopo -
2011 – 2014 SMA Negeri 3 Palopo IPA
2014 - sekarang Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
Pendidikan Dokter
Riwayat Organisasi
Periode Organisasi Jabatan
2015 - sekarang AMSA-UNHAS Anggota
2015 - sekarang M2F-UNHAS Anggota
2015 - sekarang Paduan Suara Mahasiswa Unhas Anggota