Gambaran faktor Kusta rEVISI

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan pada hakekatnya yaitu penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan derajat kesehatan dengan menekan angka kematian dan meningkatkan umur harapan hidup atau penyakit merupakan faktor penting dalam masalah kesehatan dimana penyakit itu sendiri akan mempengaruhi produktivitas kehidupan sehari-hari (Hidayat, 2006). Timbulnya Penyakit kusta merupakan suatu interaksi antara beberapa faktor penyebab yaitu faktor Agents dalam hal ini Mycobacterium Leprae, Faktor Host/pejamu yakni umur dan jenis kelamin, dan Faktor Environment yang terdiri dari Lingkungan dan sosial ekonomi. (Departemen Kesehatan RI, 2007). 1

Transcript of Gambaran faktor Kusta rEVISI

Page 1: Gambaran faktor Kusta rEVISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan pada hakekatnya yaitu penyelenggaraan

upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dalam

mewujudkan derajat kesehatan dengan menekan angka kematian dan

meningkatkan umur harapan hidup atau penyakit merupakan faktor penting

dalam masalah kesehatan dimana penyakit itu sendiri akan mempengaruhi

produktivitas kehidupan sehari-hari (Hidayat, 2006).

Timbulnya Penyakit kusta merupakan suatu interaksi antara beberapa

faktor penyebab yaitu faktor Agents dalam hal ini Mycobacterium Leprae,

Faktor Host/pejamu yakni umur dan jenis kelamin, dan Faktor Environment

yang terdiri dari Lingkungan dan sosial ekonomi. (Departemen Kesehatan

RI, 2007).

Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan

masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari

segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan

dan ketahanan nasional. Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang

menahun disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae) menyerang

saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat.

(Depertemen Kesehatan RI, 2005).

1

Page 2: Gambaran faktor Kusta rEVISI

Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu

resolusi yaitu eliminasi kusta tahun 2000, sehingga penyakit kusta tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat. Indonesia sudah mencapai eliminasi

pada tahun 2000, namun demikian berdasarkan data yang dilaporkan jumlah

penderita baru sampai saat ini tidak menunjukkan adanya penurunan yang

bermakna.

Kondisi ini juga terjadi di Negara-negara lain di dunia, sehingga pada tahun

2006 ILEP/WHO mengeluarkan ”Strategi Global untuk menurunkan beban

penyakit dan kesinambungan program pemberantasan penyakit kusta(2006-

2010)”(Departemen Kesehatan RI, 2007).

Salah satu misi Depertemen Kesehatan dalam pemberantasan penyakit

kusta adalah menghilangkan stigma sosial (ciri negatif yang menempel pada

pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya) dengan mengubah

persepsi masyarakat terhadap penyakit kusta melalui pembelajaran secara

intensif tentang penyakit kusta (Depertemen Kesehatan RI, 2005).

Hingga tahun 2004 di Indonesia ditemukan 16.572 penderita penyakit

yang menggerogoti kulit ini. Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada

tahun 2003 menyebutkan Indonesia sebagai negara urutan ketiga terbesar

penyumbang penderita kusta di seluruh dunia. Pemerintah berencana

menghapuskan penyebaran penyakit ini pada tahun 2010. Penyebaran kusta di

Indonesia terjadi di 140 kabupaten pada 12 provinsi dengan angka penderita

terdaftar (prevalensi rate) di atas satu penderita dalam populasi 10.000 orang.

Namun tidak menutup kemungkinan terdapat penderita di kabupaten lain

2

Page 3: Gambaran faktor Kusta rEVISI

yang angka perbandingannya lebih kecil dari 1:10.000 (Suara Pembaruan

Daily, 2005).

Pengidap kusta di seluruh Tanah Air pada tahun 2004 berjumlah 16

ribu orang, dari 16 ribu, sebanyak 14.554 ada di Indonesia Timur. Angka ini

menempatkan Indonesia di peringkat tiga besar dunia setelah India dan Brasil

sebagai negara dengan penderita kusta terbanyak. Walau termasuk tiga besar

dunia, jumlah penderita kusta atau lepra di Indonesia sudah jauh menurun

dibandingkan dengan awal tahun 90-an. Penurunan drastis berlangsung dalam

kurun waktu 1994-2004.

Pada tahun 2009 Penderita penyakit kusta seluruh Indonesia berjumlah

21.026 penderita, di Provinsi Gorontalo berjumlah 170 orang, yang terdiri

dari 56 untuk penderita kusta Pausie Basiler(PB) dan 114 untuk penderita

kusta Multi Basiler(MB), sedangkan untuk Kabupaten Pohuwato penderita

kusta berjumlah 20 orang dengan penderita kusta PB berjumlah 2 orang dan

penderita kusta MB berjumlah 18 orang (Profil Dinas Kesehatan Provinsi

Gorontalo, 2009). Berdasarkan data yang di peroleh dari Puskesmas Marisa,

untuk Kecamatan Marisa sendiri jumlah penderita kusta 10 orang yang

keseluruhannya adalah penderita kusta MB.

Dari data-data di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta masih menjadi

masalah di Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian tentang ”Gambaran Faktor Faktor Yang

Mempengaruhi Kejadian Penyakit Kusta”.

3

Page 4: Gambaran faktor Kusta rEVISI

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang masalah, maka masalah dalam

penelitian ini yaitu : ”Apakah faktor jenis kelamin, umur, sosial ekonomi dan

lingkungan merupakan faktor faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit

kusta di wilayah Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato

Provinsi Gorontalo ? ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit

kusta di wilayah Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa Kabupaten

Pohuwato Provinsi Gorontalo.

2. Tujuan Khusus

Mendiskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit

kusta di wilayah Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa Kabupaten

Pohuwato Provinsi Gorontalo.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah referensi dan bahan bacaan dan pengembangan

pendidikan serta sebagai rujukan dasar untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi Institusi Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat menggambarkan jumlah penderita kusta dan

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit kusta di wilayah

Puskesmas Marisa di Wilayah Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato

Provinsi Gorontalo, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi

4

Page 5: Gambaran faktor Kusta rEVISI

untuk pelaksanaan program kerja dalam menurunkan angka kesakitan

akibat penyakit kusta

3. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit kusta di wilayah

Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato Provinsi

Gorontalo.

5

Page 6: Gambaran faktor Kusta rEVISI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar Penyakit

1. Definisi Penyakit Kusta

Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh

mycobacterium leprae, yang pertama kali menyerang saraf tepi, setelah

itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf

pusat (Sain, 2009)

Penyakit Kusta yang juga dikenal sebagai lepra atau Morbus Hansen

merupakan penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta

(Mycobacterium lepra) yang terutama menyerang saraf tepi dan organ

tubuh kecuali susunan saraf pusat (Soedarjatmi, 2008).

Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya

ialah Mycobacterium Leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf

perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus

respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan

saraf pusat (Kosasih dkk, 2009).

2. Etiologi

Penyebab utama penyakit kusta yaitu kuman Mycobacterium leprae,

yang pertama kali ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1873. kuman

ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 8 mic, lebar 0,2 – 0,5

mic, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu – satu, hidup dalam

sel serta bersifat tahan asam. Waktu pembelahan sangat lama yaitu 2 – 3

6

Page 7: Gambaran faktor Kusta rEVISI

minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dapat

bertahan sampai 9 hari (Soedarjatmi, 2008)

M. leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat

intraselular, menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti

mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali

susunan saraf pusat. Masa membelah diri M. leprae 12-21 hari dan masa

tunasnya antara 40 hari – 40 tahun (Sain, 2009).

3. Sumber Penularan

Sampai saat ini hanya manusia yang dianggap sebagai sumber

penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada Armandillo, Simpanse

dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar Thymus. Kulit

dan mukosa hidung telah lama diketahui sebagai sumber dari kuman.

Telah terbukti bahwa saluran nafas bagian atas dari penderita lepramatous

(tipe MB, yang jumlah bakterinya banyak) merupakan sumber kuman yang

terpenting di dalam lingkungan (Soedarjatmi, 2008).

4. Cara Penularan

Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian

besar ahli melalui saluran pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung

yang lama dan erat). Kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel

rambut, kelenjar keringat, dan diduga juga melalui air susu ibu. Tempat

implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Timbulnya penyakit

kusta pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu ditakuti.

Kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta tipe MB

(Multi Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur berobat, akan mudah

7

Page 8: Gambaran faktor Kusta rEVISI

tertular. Bila seseorang terinfeksi M. leprae, sebagian besar (95%) akan

sembuh sendiri dan 5% akan menjadi menjadi indeterminate. Dari 5%

indeterminate, 30% bermanifestasi klinis menjadi determinate dan 70%

sembuh. Insidens tinggi pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan

lembab. Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan

daripada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah

umur 25-35 tahun, sedangkan pada kelompok anak umur 10-12 tahun.

5. Patogenesis

Setelah M leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit

kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa

tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular

mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas selular tinggi, penyakit

berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang ke arah

lepromatosa. M leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih

dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat

penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons

imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan

tingkatreaksi selular daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit

kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.

6. Manifestasi Klinik

Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis, dan

histopatologis. Menurut WHO (1995). diagnosis kusta ditegakkan bila

terdapat satu dari tanda kardinal berikut:

8

Page 9: Gambaran faktor Kusta rEVISI

a. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.

Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi

kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat

bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul.

Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas.

Kerusakan saraf terutama saraf tepi,bermanifestasi sebagai kehilangan

sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa

disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga

merupakan tanda kusta.

b. BTA positif.

Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan

kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan

diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau

penyakit lain.

7. Klasifikasi Penyakit

Klasifikasi penyakit kusta berdasarkan Ridley dan Jopling adalah :

a. Tipe TT (tuberkuloid)

b. BT (borderline tuberculoid)

c. BB (mid borderline)

d. BL (borderline lepromatous)

e. LL (lepromatosa)

Departemen Kesehatan Ditjen P2MPLP ( 1999) dan WHO ( 1995)

membagi penyakit kusta menjadi 2 tipe yaitu :

a. Tipe Pause Basiler (PB)

9

Page 10: Gambaran faktor Kusta rEVISI

b. Multi Basiler (MB).

8. Pemeriksaan Klinis

a. Inspeksi

Pasien diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan

tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit di

seluruh tubuh diperhatikan, seperti adanya makula, nodul, jaringan

parut, kulit yang keriput, penebalan kulit, dan kehilangan rambut tubuh

(alopesia dan madarosis).

b. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan

kapas(rasa raba), jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta

air panas dan dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu).

c. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: n.

auricularis magnus, n. ulnaris, n. radialis, n. medianus, n. peroneus,

dan n.tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat

adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan.

Perhatikan raut muka pasien apakah ia kesakitan atau tidak saat

saraf diraba.

d. Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu memeriksa ada

tidaknya kekeringan pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar

keringat dengan menggunakan pensil tinta (uji Gunawan).

9. Penatalaksanaan

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan

pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata

10

Page 11: Gambaran faktor Kusta rEVISI

rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada

orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.

a. MDT (Multi Drug Therapy )

Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,

klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan

untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat,

mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan

mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi

WHO (1995) sebagai berikut:

1) Tipe PB

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa

a) Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.

b) DDS tablet 100 mg/hari di rumah

Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. dan setelah

selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment

= berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya

masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT

tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan

pasien tidak lagi dalam pengawasan.

2) Tipe MB

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

a) Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.

11

Page 12: Gambaran faktor Kusta rEVISI

b) Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas

dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah.

c) DDS 100 mg/hari diminum dirumah

Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal

36 bulan. Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT

meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan

bakteri positif Menurut WHO ( 1998) pengobatan MB diberikan

untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien

langsung dinyatakan RFT.

Jenis obat dan Dosis untuk anak :

a) Klofazimin

Umur di bawah 10 tahun: bulanan 100 mg/bulan harian 50

mg/2 kali/minggu. Umur 11-14 tahun:  bulanan 100

mg/bulan harian 50 mg/3 kali/minggu

b) DDS: 1-2 mg/kg berat badan

c) Rifampisin: 10-15 mg/kg berat badan

b. Pengobatan MDT terbaru

Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO

( 1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satu) cukup

diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, olloksasin 400 mg, dan

minosiklin I 00 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan

untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk

12

Page 13: Gambaran faktor Kusta rEVISI

tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan

sebanyak 24 dosis dalam 24 bulan.

c. Putus Obat

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4

dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien

kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari

yang seharusnya.

d. Evaluasi Pengobatan

Depkes ( 1999) adalah sebagai berikut:

1) Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam

waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani

pemeriksaan laboratorium.

2) Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis

dalam waktu 24-36 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan

menjalani pemeriksaan laboratorium.

3) RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpadiperlukan

pemeriksaan laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan

dimasukkan dalam register pengamatan (surveillance) dan dapat

dilakukan oleh petugas kusta.

4) Masa Pengamatan.

Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif:

a) Tipe PB selama 2 tahun.

b) Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan

pemeriksaan laboratorium.

13

Page 14: Gambaran faktor Kusta rEVISI

5) Hilang/Out of Control (OOC).

Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1

tahun tidak mengambil obat dan dikeluarkan dari register pasien.

6) Relaps (kambuh)

Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh

atau RFT.

10. Komplikasi

Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta

baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu

terjadi reaksi kusta. Proses terjadinya cacat kusta dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Kusta

Penyebaran penyakit menular bergantung pada keberhasilan

interaksi antara agent infeksius (perantara infeksi), host (tuan rumah) dan

environment(lingkungan). Ketidak seimbangan antara agent, host dan

lingkungan sering terjadi, yang kadang-kadang tidak disengaja dan dapat

menimbulkan gangguan. Faktor agents sangat berpengaruh dalam terjadinya

serta berat ringannya penyakit. Faktor host manusia atau hewan dapat

dimasuki agent infeksius. Faktor lingkungan berhubungan dengan

keseluruhan eksternal host manusia . Faktor lingkungan ini memudahkan

keadaan transmisi agent infeksius dari suatu host yang terinfeksi kepada host

yang lain (Sumijatun, 2005).

Menurut Cocrane dalam Zulkifli (2003), terlalu sedikit orang yang

tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.

14

Page 15: Gambaran faktor Kusta rEVISI

Menurut Ress dalam Zulkifli (2003) dapat ditarik kesimpulan bahwa

penularan dan perkembangan panyakit kusta hanya tergantung dari dua hal

yakni jumlah atau keganasan Mycobacterium Leprae dan daya tahan tubuh

penderita, disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini

yaitu:

1. Umur

Kebanyakan penelitian melaporkan distribusi penyakit kusta menurut

umur berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden

karena pada saat timbulnya penyakit sangat sulit diketahui. Dengan kata

lain kejadian penyakit sering terkait pada umur pada saat diketemukan dari

pada saat timbulnya penyakit. Kusta diketahui terjadi pada semua umur

berkisar antara bayi sampai umur tua ( 3 minggu sampai lebih dari 70

tahun). Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25-35 tahun,

sedangkan pada kelompok anak umur 10-12 tahun.

2. Jenis kelamin

Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan laporan,

sebagian besar Negara di dunia, kecuali di beberapa Negara di Afrika

menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang dari pada perempuan.

Rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor

lingkungan atau faktor biologi. Seperti penyakit menular lainnya laki-laki

lebih banyak terpapar dengan faktor resiko sebagai akibat gaya hidupnya.

15

Page 16: Gambaran faktor Kusta rEVISI

3. Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadian kusta,

penyakit kusta banyak menyerang golongan masyarakat dengan sosial

ekonomi rendah, hal ini juga terbukti pada negara-negara di Eropa, seperti

Negara Inggris, Jerman, Italia, Perancis, Spanyol, Belanda, Norwegia dan

Skotlandia, dengan adanya peningkatan sosial ekonomi di Negara-negara

tersebut, maka kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan hilang,

penderita kusta impor pada Negara tersebut ternyata tidak menularkan

kepada orang yang sosial ekonominya tinggi.

4. Lingkungan

Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal

di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang

tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk.

Daerah yang panas dengan kelembaban tinggi merupakan faktor

mempermudah penularan penyakit. Hal ini terbukti karena Mycobacterium

Leprae hidup optimal pada suhu 30-33 Celcius dan kelembaban tinggi.

M.Leprae mampu hidup beberapa minggu(2-4 minggu) di lingkungan

khususnya pada keadaan lembab. Penelitian di Norwegia juga

membuktikan penurunan angka kejadian kusta, seiring dengan perbaikan

lingkungan hidup. Penelitian lain di Filipina menunjukkan ada hubungan

luas lantai perorang dengan prevalensi kusta, hal ini menunjukkan

banyaknya kusta pada daerah-daerah dengan perumahan yang padat,

hygiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.

16

Page 17: Gambaran faktor Kusta rEVISI

BAB III

KERANGKA KERJA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi

dari hal-hal khusus (Notoatmodjo, 2005). Adapun kerangka konsep dalam

penelitian ini yakni:

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan Gambar :

: Yang Diukur : Yang Tidak Diukur

17

F Variabel Independen Ff Variabel Dependen

a AGENT:

m Mycobacterium Leprae

HOST:

UmurJenis Kelamin

ENVIRONMENT:

Sosial EkonomiLingkungan

K Kejadian Penyakit Kusta

dd di Wilayah Puskesmas

M Marisa

Page 18: Gambaran faktor Kusta rEVISI

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel lain yang menentukan variabel lain.

Variabel independen biasanya dimanipulasi, diamati dan diukur untuk

diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lainnya (Nursalam,

2008). Pada penelitian ini yang dinilai Faktor host dan Faktor environment.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2008). Yang menjadi variabel dependen pada penelitian ini

yaitu kejadian penyakit kusta.

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan

pengamatan yang dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat, 2007). Definisi

operasional dari kerangka kerja penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Kategori Skala

1. Variabel

Independen : Umur

Lama waktu hidup atau

ada (sejak dilahirkan

atau diadakan)

- Umur Dewasa

: 25– 35 tahun

dan

Umur Anak:

10-12 tahun

- Umur > 35

Ordinal

18

Page 19: Gambaran faktor Kusta rEVISI

tahun

Jenis kelamin Identitas yg di bawa sejak

lahir yg menentukan laki-

laki dan perempaun

- Perempuan

- Laki-laki

Nominal

Sosial Ekonomi Sratifikasi sosial dan taraf

hidup dalam masyarakat

yang berpengaruh pada

tingkat kemakmuran

- Ya

- Tidak

1= Tidak

2= Ya

Ordinal

Lingkungan Kondisi fisik yg

mencakup sumber daya

alam yang berhubungan

dengan kesehatan

- Ya

- Tidak

1= Tidak

2= Ya

Ordinal

2. Variabel

Dependen :

Kejadian penyakit

kusta

Jumlah kasus yang

ditemukan berdasarkan

hasil survey

Lembar Observasi Nominal

19

Page 20: Gambaran faktor Kusta rEVISI

BAB IV

METODE PENELITIAN

Metodelogi penelitian merupakan cara yang akan dilakukan dalam proses

penelitian (Hidayat, 2007). Pada bab ini akan dibahas tentang rancangan

penelitian.

A. Rancangan/Design Penelitian

Rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan

yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa

diterapkan yang memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi akurasi suatu hasil.

Design penelitian yang digunakan yaitu ”deskriptif survey” yang bertujuan

untuk menjelaskan situasi atau fenomena yang disajikan secara apa adanya

tanpa manipulasi dan tidak menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena

bisa terjadi (Nursalam, 2008).

B. Populasi, Sampel, dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, pasien) yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini populasi

yang diambil yaitu penderita kusta yang ada di kecamatan Marisa.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel terdiri dari bagian

20

Page 21: Gambaran faktor Kusta rEVISI

populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian

melalui sampling (Notoatmojo, 2005). Pada penelitian ini sampel yang

digunakan yaitu Penderita kusta yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas

Marisa Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo.

3. Sampling

Sampling adalah proses penyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili

populasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik Total Sampling

yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara menjadikan seluruh

populasi sebagai sampel dalam penelitian (Nursalam, 2008).

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian (jadwal) merupakan rencana tentang tempat

dan jadwal yang akan dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatan

penelitian. Penelitian ini dilakukan di Wilayah Puskesmas Marisa Kecamatan

Marisa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo pada bulan Januari 2010.

D. Kriteria Sampel

a. Bersedia menjadi responden

b. Penderita penyakit kusta dengan umur dewasa 25-35 tahun dan umur anak

10-12 tahun.

b. Penderita penyakit kusta di wilayah Kecamatan Marisa Kabupaten

Pohuwato Provinsi Gorontalo

E. Instrumen Penelitian

21

Page 22: Gambaran faktor Kusta rEVISI

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara dan

lembar observasi yang di dalamnya berisi umur, jenis kelamin, sosial ekonomi

dan lingkungan.

F. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2008). Pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk

mengumpulkan data (Hidayat, 2007). Pada penelitian ini data dikumpulkan

berdasarkan data yang didapatkan dari hasil survey yang dilakukan di

Puskesmas Marisa kemudian dideskripsikan.

Setelah mendapatkan ijin dari institusi pendidikan dan pihak Puskesmas

Marisa Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, peneliti

mengadakan pendekatan kepada calon responden untuk mendapatkan

persetujuan sebagai responden. Apabila calon responden bersedia maka

dipersilahkan menandatangani inform consent. Data didapatkan dengan cara

wawancara yang berstruktur.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Data Primer, yaitu

suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil

pengukuran, pengamatan dan survey, serta Data Sekunder yang diperoleh dari

instansi terkait yaitu Puskesmas Marisa.

G. Teknik Analisis Data

Metode analisa data merupakan suatu metode yang digunakan untuk diuji

kebenarannya, kemudian akan diperoleh suatu kesimpulan dari penelitian

tersebut (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini hasil wawancara dan observasi

22

Page 23: Gambaran faktor Kusta rEVISI

yang yang telah dikumpulkan dilakukan analisis deskriptif. Berikut ini

merupakan proses Analisa Data yang digunakan pada penelitian ini:

1. Pemeriksaan kembali (editing), yaitu untuk memastikan kebenaran data.

2. Pengkodean (koding), yaitu merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka/bilangan. Kegunaan dari koding ini adalah untuk

mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry

data.

3. Proses/Entry data (processing), yaitu memasukkan data-data dari lembar

observasi ke dalam komputer.

4. Pembersihan data (cleaning), yaitu pengecekan kembali data yang sudah

dientry apakah ada kesalahan atau tidak.

Selanjutnya melakukan analisis data secara univariat yaitu mendeskripsikan

setiap variabel secara tunggal melalui distribusi frekwensi dan disajikan secara

deskriptif.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat adanya rekomendasi

dari institusinya atau pihak lain dengan mengajukan permohonan ini kepada

institusi atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah

melekukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi:

1. Lembar persetujuan penelitian (informed consent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan agar

responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak yang

akan terjadi selama proses pengumpulan data. Jika responden bersedia

23

Page 24: Gambaran faktor Kusta rEVISI

diteliti mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika tidak

peneliti harus menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa Nama (anonymity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama subjek, lembar tersebut hanya akan diberi kode

tertentu.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin

kerahasiaannya, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau

dilaporkan pada riset.

I. Rencana Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Kegiatan yang dilakukan meliputi: survey pendahuluan, pengajuan

judul, pembuatan proposal, dan konsultasi usulan proposal.

b. Dilakukan seminar proposal serta perbaikan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pengajuan izin kepada instansi tempat melakukan penelitian dalam hal ini

Kepala Puskesmas Marisa.

b. Pengajuan surat permohonan untuk bersedia menjadi subjek penelitian pada

calon responden.

c. Melakukan wawancara pada responden serta melakukan observasi.

d. Setelah data terkumpul peneliti melakukan pemeriksaan tentang

kelengkapan data.

24

Page 25: Gambaran faktor Kusta rEVISI

3. Tahap Penyajian Hasil

Hasil pengumpulan data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekwensi serta penjelasan.

4. Tahap Penyusunan

Menyusun hasil dalam bentuk skripsi, seminar hasil penelitian dan revisi

skripsi.

J. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2

No Waktu

Uraian Kegiatan

Okt 2010 Nov 2010 Des 2010 Jan 2011 Feb 2011

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Menyusun Proposal Penelitian

X x x

25

Page 26: Gambaran faktor Kusta rEVISI

2. Seminar Proposal x

3. Perbaikan Proposal x x x

4. Pelaksanaan Penelitian

x x x x

5. Pengolahan dan analisis data

x x x

6. Menyusun hasil Penelitian

x X

7. Seminar hasil Penelitian

x

8. Perbaikan hasil penelitian

x x

Tabel 2 : Jadwal pelaksanaan Penyusunan Proposal Dan Skripsi

DAFTAR PUSTAKA

Chandra Budiman. 2006. ”Pengantar Kesehatan Lingkungan” EGC, Jakarta

Depertemen Kesehatan RI. 2005. ”Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta”, Cetakan XVII Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta

26

Page 27: Gambaran faktor Kusta rEVISI

Departemen Kesehatan RI. 2007. ”Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta”, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta

Hidayat Alimul Aziz A. 2006. ’’Pengantar Konsep Dasar Keperawatan”. Salemba Medika. Jakarta

Hidayat Alimul Aziz A. 2007. ”Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data” Salemba Medika, Jakarta

Ifan. 2009. ”Kusta” dari http://ifan050285.wordpress.com. Diakses tanggal 20/09/2010

Kosasih A, Wisnu Made I, Daili-Sjamsoe Emmy, Menaldi Linuwih Sri, Editor Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti. 2009. ”Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima”, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Laporan Bulanan Program P2M Kusta Puskesmas Marisa (2010). Marisa

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. ”Metodologi Penelitian Kesehatan”, Rineka Cipta, Jakarta

Nursalam. 2008. ”Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan” Salemba Medika, Jakarta

Profil Dinas Kesehatan Gorontalo. 2009. ”Kebijakan Pembangunan Kesehatan dan cakupan Program Tahun 2009 Provinsi Gorontalo”. http://dinkes.gorontalo.web.co.id. Diakses 26/10/2010.

Sain Iwan (2009) “Morbus Hansen (Kusta, Lepra)” dari http://iwansaing.wordpress.com/2009/06/09/morbus-hansen-kusta-lepra Diakses tanggal 10/10/2010

Soedarjatmi. 2008. ”Faktor-Faktor Yang Melatar Belakangi Persepsi penderita Kusta Terhadap Stigma Penyakit Kusta (studi kualitatif)”, Naskah Publikasi Program Studi Magister Promosi Kesehatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang

Suara Pembaruan Daily (2005) “Kusta Masih Menjadi Ancaman” dari http://suara pembaruan.com. Diakses tanggal 13/09/2010

Sumijatun, 2005. ”Konsep dasar Keperawatan Komunitas” EGC, Jakarta

27

Page 28: Gambaran faktor Kusta rEVISI

Wikipedia Indonesia. 2007. ”Kusta” dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kusta 2007. Diakses 01/10/2010.

Zulkifli, 2003. ”Penyakit Kusta dan Masalah yang ditimbulkannya”. http://www.google.co.id. Diakses 01/10/2010

28