GAMBARAN DARAH KOMODO (Varanus komodoensis DI … · terbesar di dunia, ... satu dari tujuh...
Transcript of GAMBARAN DARAH KOMODO (Varanus komodoensis DI … · terbesar di dunia, ... satu dari tujuh...
GAMBARAN DARAH KOMODO (Varanus komodoensis)
DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
YENSEN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Gambaran Darah
Komodo (Varanus komodoensis) di Taman Margasatwa Ragunan adalah karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, September 2012
Yensen
B04080163
ABSTRACT
YENSEN. Blood Profile of Komodo Dragons (Varanus komodoensis) at Ragunan
Zoo. Under direction of RETNO WULANSARI dan EKOWATI
HANDHARYANI.
This study was conducted to get the hematology and blood biochemistry
profile of Komodo dragons at Ragunan Zoo. A total of 18 adult dragons were
used. Blood was drawn as much as 2 mL whole blood for hematology and 3 mL
for blood biochemistry in serum. Hematology examinations were done by
automatic hemavet® machine except differential leukocytes were done manually
and blood biochemistry examinations were done by biosystem® machine.
Examinations results of erythrocyte parameters of total erythrocytes, hematocrit,
hemoglobin, MCV, MCH, and MCHC in row are (1,24±0,21) × 106/mm
3,
(38,0±4,6) %, (13,3±1,6) g/dL, (311,4±49,9) fL, (109,4±18,7) pg, and
(35,1±1,2) g/dL. Trombocytes count is (3,1±1.6) × 103/mm
3 and erythrocyte
sedimentation rate is (3,9 ± 1.7) mm/h. Leukocytes parameters indicate the values
of total leukocytes, heterophils, lymphocytes, monocytes, eosinophils, and
basophils in row are (6,53±9,47) × 103/mm
3, (3,478±4,972) × 10
3/mm
3,
(2,959±4,694) × 103/mm
3, (0,096±0,187) × 10
3/mm
3, (0,00) /mm
3, and
(0,00) /mm3. Biochemical parameters indicate the values of total protein, albumin,
globulin, AST, ALT, urea, and creatinine in row are (10,19±3,39) g/dL,
(2,51±0,39) g/dL, (7,68±3,07) g/dL, (49,39±20,71) IU/L, (45,39±27,88) IU/L,
(13,53±5,88) mg/dL, and (0,29±0,11) mg/dL. The result of examinations
averagely showed values tend to normal. Some individual results demonstrated
abnormalities which are suspected as acute infection in 1 dragon, foliculogenesis
in 1 dragon, muscle disease in 2 dragons, and liver disease in 5 dragons.
Key words: Komodo dragon, Varanus komodoensis, hematology, blood
biochemistry, clinical pathology
RINGKASAN
YENSEN. Gambaran Darah Komodo (Varanus komodoensis) di Taman
Margasatwa Ragunan. Dibimbing oleh RETNO WULANSARI dan EKOWATI
HANDHARYANI.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hematologi dan
biokimia darah komodo di Taman Margasatwa Ragunan. Sebanyak 18 ekor
komodo dewasa digunakan dalam penelitian ini. Darah diambil sebanyak 2 mL
darah utuh untuk pemeriksaan hematologi dan 3 mL untuk biokimia darah pada
serum. Pemeriksaan hematologi dilakukan dengan mesin automatic hemavet®
kecuali diferensial leukosit secara manual dan pemeriksaan biokimia darah
dengan mesin biosystem®. Hasil pemeriksaan parameter eritrosit antara lain total
eritrosit, hematokrit, hemoglobin, MCV, MCH, dan MCHC berturut-turut yaitu
(1,24±0,21) × 106/mm
3, (38,0±4,6) %, (13,3±1,6) g/dL, (311,4±49,9) fL,
(109,4±18,7) pg, dan (35,1±1,2) g/dL. Jumlah trombosit adalah
(3,1±1,6) × 103/mm
3 dan laju endap darah adalah (3,9±1,7) mm/jam. Parameter
leukosit menunjukkan nilai total leukosit, heterofil, limfosit, monosit, eosinofil,
dan basofil berturut-turut yaitu (6,53±9,47) × 103/mm
3, (3,478±4,972) × 10
3/mm
3,
(2,959±4,694) × 103/mm
3, (0,096±0,187) × 10
3/mm
3, (0,00) /mm
3, dan
(0,00) /mm3. Parameter biokimia darah menunjukkan nilai total protein, albumin,
globulin, AST, ALT, urea, dan kreatinin berturut-turut yaitu (10,19±3,39) g/dL,
(2,51±0,39) g/dL, (7,68±3,07) g/dL, (49,39±20,71) IU/L, (45,39±27,88) IU/L,
(13,53±5,88) mg/dL, dan (0,29±0,11) mg/dL. Hasil pemeriksaan hematologi dan
biokimia darah rata-rata menunjukkan nilai yang cenderung normal. Beberapa
hasil pemeriksaan individual menunjukkan adanya kelainan nilai yang diduga
antara lain 1 ekor mengalami infeksi akut, 1 ekor sedang folikulogenesis, 2 ekor
mengalami penyakit otot, dan 5 ekor mengalami penyakit hati.
Kata kunci: komodo, Varanus komodoensis, hematologi, biokimia darah, patologi
klinik
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
GAMBARAN DARAH KOMODO (Varanus komodoensis) DI
TAMAN MARGASATWA RAGUNAN
YENSEN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Gambaran Darah Komodo (Varanus komodoensis) di Taman
Margasatwa Ragunan
Nama : Yensen
NRP : B04080163
Disetujui
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Drh. Retno Wulansari, MS, PhD. Drh. Ekowati Handharyani, MS, PhD, APVet.
NIP. 19620220 198803 2 001 NIP. 19591217 198601 2 001
Diketahui
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Drh. H. Agus Setiyono, MS, PhD, APVet.
NIP. 19630810 198803 1 004
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dimulai
pada bulan Desember 2010 dengan judul Gambaran Darah Komodo (Varanus
komodoensis) di Taman Margasatwa Ragunan. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, terima kasih penulis ucapkan kepada
pimpinan, dokter hewan, dan paramedis Taman Margasatwa Ragunan yang telah
memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian pada hewan yang digunakan
dan pimpinan Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor (RSH IPB) yang telah
memberikan izin dalam pemeriksaan laboratorium. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Drh. Retno Wulansari, MS, PhD selaku dosen pembimbing 1 dan
Drh. Ekowati Handharyani, MS, PhD, APVet selaku dosen pembimbing 2 dan
pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan. Tidak
lupa ucapan terima kasih penulis ucapan kedua orang tua, Wiwie Hartanto dan
Rinda Kwantana, yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat. Serta
terima kasih penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat seperjuangan Avenzoar 45,
Himpro Satwaliar FKH IPB, UKM Uni Konservasi Fauna, UKM Keluarga
Mahasiswa Buddhis IPB, Wcc Veteriner, dan segala pihak yang telah sangat
banyak membantu serta menemani perjalanan saya menuntut ilmu selama di IPB
sampai saatnya skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tanah air tercinta Indonesia demi
kepentingan nusa dan bangsa.
Bogor, September 2012
Yensen
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 15 Juni 1990 dari ayah Wiwie
Hartanto dan ibu Rinda Kwantana. Penulis merupakan putra ke tiga dari tiga
bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Swasta Hang Kesturi Medan
dan lulus tahun 2002. Pendidikan penulis dilanjutkan ke SMP Swasta Santo
Thomas 1 Medan (2002-2005). Masa SMA penulis diselesaikan di SMA Swasta
Santo Thomas 1 Medan dan lulus pada tahun 2008 dan melanjutkan kuliah di
Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur SNMPTN. Mayor
yang dipilih penulis di IPB adalah Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran
Hewan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan di IPB antara lain UKM Keluarga Mahasiswa Buddhis, UKM Uni
Konservasi Fauna, dan Himpro Satwaliar FKH IPB. Penulis juga pernah
berkesempatan menjadi ketua Cluster Wild Carnivore dalam Himpro Satwaliar
selama satu tahun masa jabatan.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................................. 2
Manfaat ............................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
Biologi Umum Komodo ...................................................................................... 3
Fisiologi Umum Darah ........................................................................................ 4
Hematologi .......................................................................................................... 6
Eritrosit ............................................................................................................ 6
Leukosit ........................................................................................................... 8
Trombosit ...................................................................................................... 10
Biokimia darah .................................................................................................. 11
Total Protein .................................................................................................. 12
Albumin ........................................................................................................ 12
Globulin ........................................................................................................ 12
AST/SGOT .................................................................................................... 12
ALT/SGPT .................................................................................................... 13
Urea ............................................................................................................... 13
Kreatinin ........................................................................................................ 14
MATERI DAN METODE .................................................................................... 14
Waktu dan Tempat ............................................................................................ 15
Alat dan Bahan .................................................................................................. 15
Besaran dan Cara Pengambilan Sampel Darah ................................................. 15
Pemeriksaan Sampel Darah............................................................................... 15
Analisis Data ..................................................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 17
Hematologi ........................................................................................................ 17
Biokimia darah .................................................................................................. 22
Morfologi Sel Darah ......................................................................................... 26
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 28
Simpulan ........................................................................................................... 28
Saran .................................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29
LAMPIRAN .......................................................................................................... 32
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Hasil pemeriksaan hematologi komodo ................................................... 17
Tabel 2 Hasil pemeriksaan biokimia darah komodo ............................................. 23
Tabel 3 Dugaan kisaran normal hematologi dan biokimia darah komodo ........... 26
Tabel 4 Kisaran referensi hematologi dan biokimia darah komodo ..................... 32
Tabel 5 Hasil pemeriksaan individual hematologi komodo .................................. 33
Tabel 6 Hasil pemeriksaan pemeriksaan individual biokimia darah komodo ...... 34
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Naga komodo Varanus komodoensis ..................................................... 3
Gambar 2 Eritrosit kura-kura Rusia (Agrionemys horsfieldii) ................................ 8
Gambar 3 Morfologi dan ukuran relatif sel-sel leukosit normal bangsa kadal. .... 10
Gambar 4 Trombosit kura-kura Rusia (Agrionemys horsfieldii) .......................... 11
Gambar 5 Eritrosit komodo ................................................................................... 27
Gambar 6 Heterofil komodo ................................................................................. 27
Gambar 7 Limfosit kecil komodo ......................................................................... 27
Gambar 8 Limfosit besar komodo ........................................................................ 27
Gambar 9 Monosit komodo .................................................................................. 27
Gambar 10 Trombosit komodo ............................................................................. 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang luar biasa. Sumber
daya alam berupa keanekaragaman hayati mencakup flora dan fauna yang sangat
melimpah adalah salah satu buktinya. Komodo (Varanus komodoensis), kadal
terbesar di dunia, mewakili bukti keanekaragaman fauna Indonesia yang harus
dilindungi dan dilestarikan. Satwa langka ini merupakan satwa endemik Indonesia
yang secara alami hanya berada di alam Indonesia tepatnya di kawasan Taman
Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Perkiraan populasinya di alam
hanyalah sekitar 3000-4000 ekor (Ciofi 1999; Gillespie et al. 2000). Menurut
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES), komodo digolongkan sebagai spesies Appendix 1 (Auffenburg
1981; Gillespie et al. 2000), sedangkan menurut International Union for
Conservation of Nature (IUCN), komodo berada dalam daftar merah dengan
status rentan punah (IUCN 1996; Gillespie et al. 2000).
Komodo telah banyak memberi manfaat bagi Indonesia, misalnya dengan
menambah devisa negara melalui daya tarik pariwisata dan penelitian, membuat
Indonesia lebih dikenal dunia, dan memberi kebanggaan bagi bangsa, terlebih lagi
setelah belakangan ini ditentukan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia.
Selain itu, komodo juga turut menjadi bagian dari jati diri bangsa melalui
hubungannya yang kuat dengan adat dan budaya masyarakat lokal. Singkatnya,
komodo merupakan aset negara, kebanggaan dan jati diri bangsa yang harus
dilindungi dan dilestarikan melalui berbagai upaya konservasi.
Taman Nasional Komodo didirikan tahun 1980 dan dinyatakan sebagai
Situs Warisan Dunia dan Cagar Manusia dan Biosfir oleh UNESCO pada tahun
1986 (Erdmann 2004). Hal ini berarti tanggung jawab konservasi komodo ini
merupakan beban bangsa Indonesia. Selain itu terpilihnya komodo sebagai salah
satu dari tujuh keajaiban dunia, dapat saja memberi dampak baik atau buruk,
antara meningkatnya upaya pelestarian atau malah tindakan ekplositatif. Dalam
hal ini, bidang kedokteran hewan dapat turut berperan penting mendukung
2
kelestarian komodo dengan upaya medik konservasi, penelitian, studi, dll.
Komodo telah sejak lama menarik minat banyak ilmuwan dalam dan luar negeri
untuk menjadikannya objek penelitian. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya buku
dan dokumentasi tentang biologi dan ekologi komodo yang telah dipublikasikan.
Namun studi medis, referensi, dan data dasar yang dapat digunakan untuk menilai
kesehatan komodo sangat jarang, sedangkan data dasar seperti nilai fisiologis
darah sangat diperlukan sebagai acuan dalam interpretasi kesehatan. Penelitian ini
dilakukan pada pemeriksaan hematologi dan biokimia darah sebagai salah satu
alat bantu diagnostik yang sangat umum dan mudah diterapkan, terutama untuk
mengawali pengetahuan medis pada satwa liar seperti komodo. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberi gambaran darah komodo di Indonesia dan daerah-
daerah lain dengan iklim serupa.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran darah dan kesehatan
komodo di Taman Margasatwa Ragunan.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan acuan untuk menginterpretasikan
hasil pemeriksaan darah komodo, memberi gambaran darah komodo di daerah
beriklim tropis, menambah khasanah pengetahuan medis tentang komodo, dan
mendukung upaya konservasi komodo.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Komodo
Naga komodo (bahasa Inggris : Komodo dragon) secara fisik tampak
seperti hewan naga dalam berbagai mitologi bangsa seperti Cina dan Barat. Masih
banyak nama lain yang dimiliki komodo misalnya komodo monitor. Hal ini karena
komodo termasuk dalam famili kadal monitor Varanidae dan genus Varanus.
Beberapa masyarakat lokal di pulau Komodo, Rinca, dan Flores, menyebutnya
sebagai buaya darat, sedangkan yang lain menyebutnya biawak raksasa. Namun,
umumnya orang secara sederhana menyebutnya komodo (Ciofi 1999). Komodo
merupakan satwa purba, jenis kadal tertua yang masih hidup, dan diduga
merupakan keturunan dari kadal yang lebih besar Megalania presca dari Jawa
atau Australia yang hidup 30.000 tahun lalu (Erdmann 2004).
Menurut Hutchins et al. (2003), klasifikasi komodo dalam taksonomi
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Squamata
Famili : Varanidae
Subfamili : Varanine
Genus : Varanus
Spesies : Varanus komodoensis (Ouwens 1912)
Gambar 1 Naga komodo Varanus
komodoensis (Anonim 2012).
4
Taman Nasional Komodo berada di antara Pulau Sumbawa dan Pulau
Flores di Kepulauan Sunda Kecil, Wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten
Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia (Erdmann 2004). Secara
alami, komodo hanya ditemukan di beberapa pulau-pulau kecil beriklim arid
dalam kawasan Taman Nasional Komodo antara lain pulau Komodo, Rinca, Gili
Motang, Padar, dan Flores (O’Shea & Halliday 2001). Komodo memiliki ukuran
tubuh raksasa, kaki yang kokoh, dan kepala yang lebar dan kuat. Rata-rata
panjang tubuhnya dapat mencapai 2,5-3,1 m (O’Shea & Halliday 2001). Bobot
badan dewasa berkisar antara 45-140 kg dan pertumbuhan tubuhnya terus
bertambah seiring bertambahnya umur dengan jangka hidup mencapai 50 tahun
(Welsbacher 2002). Komodo dewasa berwarna abu-abu, sedangkan anakannya
mempunyai pola tubuh lebih terang dan hidup arboreal (di atas pohon) demi
keamanan. Komodo adalah pemangsa, ia memangsa mamalia besar (babi, rusa,
kuda, kerbau), burung, reptil (temasuk komodo yang lebih kecil), bahkan manusia
dan bangkai (O’Shea & Halliday 2001). Meskipun komodo dapat berlari sampai
kecepatan 20 km/jam, ia lebih suka berburu dengan bersembunyi dan menunggu
mangsanya selama berjam-jam pada satu titik (Ciofi 1999). Hewan yang berhasil
kabur namun sempat tergigit dan terluka akan diintai sampai mati lalu dimangsa.
Kematian mangsanya disebabkan infeksi bakteri virulen pada air ludah komodo
yang dengan cepat menyebabkan kelemahan (O’Shea & Halliday 2001). Komodo
melakukan perkawinan antara bulan Mei sampai Agustus. Komodo betina
kemudian bertelur pada bulan September (Ciofi 1999) dengan jumlah telur
berkisar antara 8-27 butir. Komodo aktif pada siang hari dan sering berada di
savana dan hutan (O’Shea & Halliday 2001) sedangkan pada malam hari satwa ini
tidak aktif dan biasanya menghabiskan waktu di dalam liang, cekungan, lereng
berbatu, atau semak belukar yang menjalar (Lutz & Lutz 1997).
Fisiologi Darah
Total volume darah reptil adalah sebanyak 5-8 % dari bobot badan dan
sebanyak 10 % dari volume tersebut dapat diambil untuk pemeriksaan darah
(Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Menurut Rastogi (2007), darah adalah
5
cairan yang beredar melalui saluran-saluran tertutup yang membentuk jejaring.
Darah umumnya berwarna merah karena mengandung hemoglobin, yaitu zat
pigmen merah di dalam sel darah. Darah vena berwarna lebih gelap dan kebiruan
jika dibandingkan dengan darah arteri karena pengaruh oksigenasi. Tekanan
osmotik darah kurang lebih sebesar 28 mmHg. Tekanan osmotik dipengaruhi oleh
jumlah garam, sisa metabolit, protein, dan gula yang terlarut dalam plasma darah.
Darah memiliki pH sekitar 7,35 dan mempunyai kemampuan sebagai penyangga
(buffer) sehingga pH dapat dipertahankan dalam batasan tertentu. Akibat fatal
dapat dialami individu jika terjadi peningkatan pH sampai 8 atau penurunan jauh
dibawah 7. Hampir semua organ memerlukan darah untuk menjalankan fungsi
penting tubuh yaitu :
Respirasi : transportasi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan dan
karbon dioksida dari berbagai jaringan ke paru-paru.
Transpor zat-zat makanan : darah adalah satu-satunya medium pembawa zat-
zat makanan yang ke berbagai jaringan tubuh.
Ekskresi : sisa metabolisme seperti urea, asam urat, kreatin, air, karbon
dioksida, dll. dibawa darah ke ginjal, paru-paru, kulit, dan usus untuk dibuang.
Pengaturan suhu tubuh : darah berperan penting dalam menyalurkan panas
tubuh yang dihasilkan oleh otot melalui oksidasi karbohidrat dan lemak.
Menjaga keseimbangan asam basa : darah mempunyai daya penyangga
(buffer) dan mampu menjaga keseimbangan normal asam basa tubuh.
Pengaturan keseimbangan cairan : keseimbangan cairan tubuh dijaga dengan
pertukaran dengan cairan pada jaringan.
Pertahanan : darah mampu melindungi tubuh terhadap infeksi dengan sistem
imun.
Transpor hormon : darah adalah satu-satunya medium pembawa hormon ke
bagian tubuh yang berjauhan.
Penggumpalan : mekanisme penggumpalan dilakukan trombosit untuk
mencegah kehilangan darah karena cedera.
Transpor metabolit : darah menyediakan zat kimia dan metabolit penting bagi
tubuh.
6
Hematologi
Pemeriksaan hematologi dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan
darah seperti anemia, peradangan, parasitemia, gangguan hematopoetik,
hemostatik, dll. Nilai normal hematologi reptil dari berbagai laboratorium dan
referensi berbeda-beda. Hal ini disebabkan sel darah reptil sangat peka terhadap
berbagai perbedaan perlakuan (cara pengambilan, penanganan, teknik analisis
darah, dan penggunaan anasthesia) dan lingkungan (habitat, status fisiologi, umur,
dan jenis kelamin). Pemeriksaan hemotologi reptil meliputi pemeriksaan terhadap
total eritrosit, hematokrit, total leukosit, dan diferensial leukosit (Campbell 2006).
Sebagian besar darah tersusun dari plasma dan sel-sel darah. Jika darah
disentrifugasi, akan terlihat dua bagian terpisah yang jelas yaitu sekitar 2/3 bagian
plasma dan 1/3 sisanya sel-sel darah (Rastogi 2007). Volume plasma pada
kebanyakan jenis reptil berkisar antara 60-75 mL/kg bobot badan sedangkan
volume eritrosit berkisar antara 10-14 mL/kg bobot badan (Dessauer 1970).
Plasma adalah bagian darah yang berwujud cair (Rogers 2011). Plasma darah
pada kebanyakan reptil tidak berwarna (Campbell 2006). Plasma darah terdiri dari
90 % air dan 10 % zat-zat terlarut. Kandungan utama zat terlarut dalam plasma
adalah protein yaitu mencapai 70 % (Nelson & Cox 2004). Selain itu, dalam
jumlah kecil, plasma juga mengandung karbohidrat, lemak, ion-ion anorganik,
nitrogen, gas, hormon, enzim, dan vitamin. Sel-sel darah terdiri dari eritrosit (sel
darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (platelet) (Rastogi 2007).
Eritrosit
Eritrosit reptil berbentuk lonjong dan melengkuk dengan penonjolan di
sekitar inti sel. Sitoplasmanya berwarna kekuningan atau merah bata. Inti selnya
sangat tidak beraturan dengan kromatin yang kasar dan padat (Frye 1991).
Kromatin intinya akan semakin padat dan gelap seiring pertambahan umur sel
(Gambar 2) (Irizarry-Rovira 2010).
Ada beberapa parameter untuk evaluasi eritrosit antara lain jumlah
eritrosit, hematokrit (Hct) atau packed cell volume (PCV), kadar hemoglobin
(Hb), mean corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH),
7
mean corpuscular haemoglobin concentration (MCHC), dan laju endap darah
(LED).
Eritrosit reptil berukuran lebih besar (MCV 200-1200 fL) dan berjumlah
lebih sedikit (0,3-2,5 × 106/mm
3) dibandingkan eritrosit burung dan mamalia.
Jumlah eritrosit pada reptil berbanding terbalik dengan ukuran selnya. Bangsa
kadal cenderung memiliki ukuran eritrosit paling kecil (MCV di bawah 300 fL)
namun jumlah eritrositnya paling banyak (1-1,5 × 106/mm
3). Reptil jantan
cenderung memiliki jumlah eritrosit lebih tinggi daripada betina (Campbell 2006).
Eritrosit reptil mempunyai jangka hidup rata-rata (600-800 hari) lebih lama
dibandingkan eritrosit mamalia karena laju metaboliknya yang lebih lambat
(Irizarry-Rovira 2010).
Hematokrit adalah persentase volume eritrosit dalam darah utuh setelah
proses sentrifugasi (Rastogi 2007). Hematokrit digunakan untuk memeriksa
kesehatan umum dan tingkat hidrasi reptil (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl
2006). Selang Hct normal reptil adalah sekitar 20-40 % dengan rata-rata 30 %
(Campbell 2006).
Hemoglobin adalah protein mengandung besi yang ada dalam sel darah
merah. Sebagian besar (95 %) berat kering dari eritrosit adalah Hb. Hemoglobin
berfungsi untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Hampir semua jaringan tubuh
memerlukan oksigen sehingga Hb sangat penting untuk mempertahankan fungsi
fisiologis normal tubuh. Hemoglobin yang teroksigenasi berwarna merah terang
dan disebut oksihemoglobin, sedangkan Hb yang tereduksi berwarna kebiruan dan
disebut deoksihemoglobin (Rogers 2011). Selang nilai kadar hemoglobin darah
reptil berkisar antara 6-10 g/dL (Campbell 2006). Hasil pemeriksaan kadar Hb
tergantung pada banyaknya jumlah eritrosit dan jumlah Hb per setiap eritrosit
(Rastogi 2007).
Nilai total eritrosit, Hct, dan Hb pada setiap individu reptil dapat sangat
berbeda karena pengaruh berbagai faktor meliputi musim, temperatur lingkungan,
jenis kelamin, status nutrisi, dan faktor-faktor lain (Irizarry-Rovira 2010). Setelah
mengetahui nilai total eritrosit, Hct, dan Hb, maka nilai indeks eritrosit (MCV,
MCHC, MCHC) dapat dihitung dengan rumus (Rastogi 2007). Nilai MCV
menentukan volume rata-rata dari setiap butir eritrosit, MCH menentukan jumlah
8
hemoglobin rata-rata pada setiap butir eritrosit dan MCHC menentukan
konsentrasi hemoglobin rata-rata pada setiap butir eritrosit (Rosenfeld & Dial
2010). Selang normal MCHC reptil adalah sekitar 22-41 g/dL dengan rata-rata 30
g/dL (Campbell 2006).
Laju endap darah (LED) didapatkan dari lamanya waktu pengendapan
eritrosit dalam darah utuh dan tidak menggumpal. LED berguna untuk
menandakan adanya penyakit organ yang belum diketahui (Rastogi 2007).
Gambar 2 Eritrosit kura-kura Rusia
(Agrionemys horsfieldii), diamati dengan
pewarnaan Pappenheim dan perbesaran
mikroskop 10 × 100 (Knotkova et al. 2002).
Leukosit
Leukosit umumnya berukuran sedikit lebih besar daripada eritrosit, tidak
berwarna/transparan, dan dapat didiferensiasi dengan mudah pada sediaan ulas
darah di bawah pengamatan mikroskop. Leukosit dapat berinti satu, dua, atau
lebih (Rastogi 2007). Leukosit reptil memiliki variasi morfologi yang tinggi antar
spesies sehingga dapat terjadi kesalahan pengenalan jenis sel. Leukosit reptil
digolongkan menjadi heterofil, limfosit, monosit, azurofil, eosinofil, dan basofil
(Irizarry-Rovira 2010). Leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil adalah
heterofil dan limfosit, sedangkan pada beberapa spesies tertentu seperti kura-kura
dan penyu didominasi oleh basofil (Fry 2009).
Heterofil adalah leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil (Slomka
2005). Heterofil berbentuk sel bulat dan sitoplasmanya tidak berwarna namun
9
memiliki granul-granul kemerahan (eosinofilik) berbentuk batang pendek
(Gambar 3a) (Campbell 2006). Warna dan morfologi granul berbeda-beda antar
spesies reptil, namun umumnya berbentuk lonjong dan berwarna merah jingga
atau coklat (Irizarry-Rovira 2010). Inti heterofil berbentuk bulat atau lonjong,
berada di tengah, dan kromatinnya padat. Beberapa jenis kadal memiliki inti
heterofil yang bergelambir (Campbell 2006). Fungsi heterofil reptil diduga sama
dengan neutrofil mamalia. Bersama monosit, ia merespon peradangan akut dan
berperan penting untuk fagositosis. Jumlahnya dipengaruhi oleh banyak faktor
salah satunya musim. Seperti neutrofil mamalia, heterofil reptil juga menunjukkan
perubahan morfologi saat peradangan seperti left shift dan bentuk toksik
(Irizarry-Rovira 2010).
Limfosit juga merupakan leukosit yang dominan pada kebanyakan reptil
(Slomka 2005). Fungsi limfosit reptil sama dengan limfosit mamalia (Redrobe
dan MacDonald 1999; Stahl 2006). Secara morfologi, limfosit reptil terlihat mirip
dengan limfosit mamalia. Bentuknya bulat dengan sedikit sitoplasma berwarna
kebiruan (Irizarry-Rovira 2010) dan tidak memiliki granul maupun vakuola
(Campbell 2006). Inti selnya dapat berbentuk bulat atau sedikit melekuk, terletak
di tengah, dan kromatin intinya sangat padat pada sel dewasa (Campbell 2006).
Reptil biasanya mempunyai limfosit besar dan kecil (Gambar 3b) (Irizarry-Rovira
2010). Volume sitoplasma limfosit besar lebih banyak dan berwarna pucat
sedangkan sitoplasma limfosit kecil lebih sedikit dan warnanya agak kebiruan
(Campbell 2006). Limfosit kecil terkadang sulit dibedakan dengan trombosit
karena bentuknya mirip (Irizarry-Rovira 2010). Trombosit biasanya terlihat
bergerombol (Campbell 2006) dan sitoplasmanya tidak berwarna (Fry 2009).
Selain itu, tepi inti sel dan sitoplasma pada limfosit mempunyai tepi yang jelas
dan rapi sedangkan pada trombosit tidak beraturan (Redrobe & MacDonald 1999;
Stahl 2006). Jumlah limfosit reptil dapat berbeda-beda sesuai musim dan berbagai
faktor lain (Irizarry-Rovira 2010).
Monosit adalah leukosit dengan ukuran terbesar (Campbell 2006). Bentuk
dan fungsi monosit reptil mirip dengan monosit mamalia (Fry 2009). Inti selnya
dapat berbentuk bulat, oval, atau menekuk. Kromatin inti selnya kurang padat dan
biasanya berwarna lebih pucat dibandingkan inti sel limfosit (Campbell 2006).
10
Sitoplasmanya berwarna kebiruan atau keabuan, dengan atau tanpa vakuola
(Gambar 3c). Selain itu, terdapat juga monosit dengan granulasi halus seperti debu
dan berwarna merah muda (azurofilik) yang disebut azurofil (Irizarry-Rovira
2010). Azurofil adalah sel turunan monosit yang fungsinya belum diketahui (Fry
2009). Monosit berperan dalam respon peradangan kronis (Redrobe &
MacDonald 1999; Stahl 2006).
Eosinofil mempunyai sitoplasma dan granul-granul yang berbentuk bulat.
Inti selnya berbentuk bulat atau bergelambir (Gambar 3d). Ukuran, warna granul,
bentuk inti sel, dan jumlah eosinofil reptil berbeda-beda antar spesies. Umumnya,
granulnya berwarna merah terang atau jingga. Perbedaan jumlah eosinofil
dipengaruhi berbagai faktor antara lain spesies, musim, dan infestasi parasit
(Irizarry-Rovira 2010). Bangsa kadal biasanya mempunyai ukuran eosinofil yang
paling kecil (Campbell 2006) dan jumlahnya sangat sedikit. Fungsi eosinofil reptil
diduga sama dengan eosinofil mamalia (Fry 2009).
Basofil berbentuk bulat dan kecil (Campbell 2006). Inti selnya bulat atau
lonjong dan terletak di tengah. Sitoplasmanya memiliki granul-granul bulat dan
padat berwarna ungu gelap hingga menutupi inti sel (Gambar 3e) (Irizarry-Rovira
2010). Jika terlihat, inti selnya berbentuk bulat tidak bergelambir. Ukuran dan
jumlah basofil reptil berbeda-beda antar spesies. Ukuran basofil kadal cenderung
lebih kecil daripada kura-kura dan buaya (Campbell 2006). Jumlah basofil
dipengaruhi spesies, infestasi parasit, dan faktor-faktor lain (Irizarry-Rovira
2010). Fungsi basofil reptil diduga sama dengan basofil mamalia (Fry 2009).
Gambar 3 Morfologi dan ukuran relatif sel-sel leukosit normal bangsa kadal, (a) heterofil,
(b) limfosit kecil dan besar, (c) monosit, (d) eosinofil, (e) basofil (Reagan et al. 2008).
Trombosit
Trombosit reptil berbentuk lonjong atau fusiform. Intinya berada di
tengah, dengan kromatin inti padat dan berwarna ungu. Sitoplasmanya tidak
11
berwarna atau biru sangat pucat dan terkadang terdapat granul-granul azurofilik.
Trombosit aktif sering ditemukan dan membentuk gerombol dalam sediaan ulas
darah (Gambar 4). Tepi dan vakuola sitoplasmanya tidak beraturan. Trombosit
tanpa sitoplasma sama sekali tampak saat bergerombol. Trombosit berperan
penting dalam pembentukan trombus dan fungsinya sama dengan platelet mamalia
dan burung (Campbell 2006). Reptil normal mempunyai 25-350 trombosit/100
leukosit (Slomka 2005). Trombosit berbentuk mirip dengan limfosit kecuali
trombosit tepi inti selnya dan sitoplasmanya yang tidak beraturan, sedangkan
limfosit mempunyai tepi yang jelas dan rapi (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl
2006).
Gambar 4 Trombosit yang bergerombol pada kura-kura
Rusia (Agrionemys horsfieldii), diamati dengan
pewarnaan Pappenheim dan perbesaran mikroskop
10 × 100 (Knotkova et al. 2002).
Biokimia darah
Secara umum, interpretasi hasil biokimiawi darah pada reptil dan hewan
domestik dianggap sama, namun interpretasi pada reptil memerlukan lebih banyak
pertimbangan. Hal ini disebabkan darah reptil sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain kondisi lingkungan, spesies, umur, jenis kelamin, status nutrisi,
musim, dan status fisiologi. Uji biokimiawi darah reptil yang paling berguna
untuk diagnostik meliputi total protein, albumin, glukosa, asam urat, aspartate
aminotransferase (AST), kreatinin kinase (CK), kalsium, dan fosfor (Campbell
2006). Namun, uji-uji yang dilakukan pada penelitian ini adalah total protein,
albumin, globulin, AST/SGOT, ALT/SGPT, urea, dan kreatinin.
12
Total Protein
Kandungan utama plasma darah sebagian besar, yaitu mencapai 70%,
adalah protein. Protein darah terutama terdiri dari albumin dan globulin. Protein
plasma lainnya antara lain fibrinogen, haptoglobin, apolipoprotein, transferin, dan
prothrombin (Rastogi 2007). Protein darah memiliki banyak peranan penting bagi
tubuh antara lain mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma, melakukan
reaksi imunitas, mencegah defisiensi protein, dan menggumpalkan darah pada
luka dengan fibrinogen (Rastogi 2007). Total protein plasma normal reptil
berkisar antara 3-7 g/dL (Campbell 2006).
Albumin
Albumin adalah salah satu dari protein darah utama selain globulin.
Setengah bagian dari total protein darah adalah albumin. Albumin menjalankan
banyak fungsi penting bagi tubuh antara lain membantu penggunaan asam lemak
bebas, menjaga osmolalitas plasma darah dan cairan interstisial, dan membantu
ekskresi bilirubin (Nelson & Cox 2004). Albumin dibentuk di hati dan dilepaskan
ke darah. Selain mendeteksi penyakit hati, kadar albumin juga dapat digunakan
untuk mendeteksi penyakit ginjal (Rosenfeld & Dial 2010).
Globulin
Globulin adalah salah satu dari protein darah utama selain albumin
(Nelson & Cox 2004). Globulin terbagi menjadi tiga subfraksi yaitu -, -, dan
-globulin, - dan -globulin melaksanakan tugas pengangkutan fraksi lemak
dalam protein, sedangkan -globulin mengandung antibodi untuk respon imun.
Globulin dibentuk di sistem retikuloendotelial, makrofag, dan limfosit (Rastogi
2007).
AST/SGOT
Aspartate aminotransferase (AST) atau serum glutamic oxaloacetic
transaminase (SGOT) merupakan uji yang sangat sensitif terhadap kerusakan
hepatoseluler dibandingkan uji alanin aminotransferase (ALT) (Fry 2009). Hal ini
disebabkan aktivitas AST tinggi di jaringan hati reptil. Secara umum, karakteristik
13
enzim hati pada reptil mirip dengan enzim mamalia dan burung (Campbell 2006).
Meskipun sangat sensitif, AST bersifat tidak spesifik karena aktivitas enzim ini
dapat ditemukan pada banyak jaringan selain hati seperti otot, paru-paru, dan
ginjal (Reavill 2005). Umumnya, nilai normal AST pada reptil berada di bawah
250 IU/L (Campbell 2006).
ALT/SGPT
Alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamic pyruvic transaminase
(SGPT) adalah enzim yang dihasilkan oleh hati. Enzim ALT reptil bersifat tidak
spesifik terhadap organ tertentu karena aktivitas ALT juga tinggi pada ginjal
reptil. Meskipun demikian, uji ALT pada reptil tidak sensitif untuk mendeteksi
penyakit ginjal karena kebanyakan enzim ini terbuang di urin dan sedikit yang
masuk ke darah. Uji ALT juga kurang sensitif untuk mendeteksi penyakit
hepatoseluler dibandingkan AST. Umumnya, nilai normal ALT pada reptil berada
di bawah 20 IU/L (Campbell 2006).
Urea
Urea pada darah adalah hasil metabolit hati yang dilepaskan ke darah
untuk diekskresikan melalui ginjal (Rosenfeld & Dial 2010) sehingga uji terhadap
urea dapat digunakan untuk memeriksa fungsi ginjal. Namun, fisiologi ginjal
reptil berbeda dengan ginjal mamalia. Zat yang diekskresikan oleh ginjal reptil
meliputi asam urat, urea, dan ammonia. Kebanyakan protein diubah oleh ginjal
reptil menjadi asam urat namun yang menjadi urea sedikit. Oleh karena itu, uji
urea untuk mendeteksi penyakit ginjal lebih baik menggunakan uji plasma urea
nitrogen (PUN) daripada blood urea nitrogen (BUN). Nilai BUN tidak akan
meningkat banyak pada reptil dengan penyakit ginjal. Nilai normal BUN pada
kebanyakan reptil berada dibawah 10 mg/dL. Kadar urea normal pada reptil
berada dibawah 15 mg/dL. Nilai PUN dapat mencapai 30-100 mg/dL pada spesies
reptil yang tinggal di daerah kering. Hal ini merupakan mekanisme untuk
mengurangi kehilangan cairan tubuh dengan meningkatkan osmolalitas plasma
(Campbell 2006).
14
Kreatinin
Kreatinin adalah asam amino hasil metabolisme otot. Peningkatan kadar
kreantinin disebabkan langsung oleh penurunan fungsi filtrasi glomerulus
(Rosenfeld & Dial 2010) sehingga uji terhadap kreatinin dapat digunakan untuk
memeriksa fungsi ginjal. Namun fisiologi ginjal reptil berbeda dengan ginjal
mamalia sehingga uji ini tidak dapat menjadi indikator penyakit ginjal yang baik
pada reptil. Hal ini karena kadar kreatinin yang dibentuk dalam tubuh reptil
sangatlah sedikit yaitu dibawah 1 mg/dL (Campbell 2006). Kadar kreatinin
berbeda-beda antar spesies reptil. Kreatinin pada reptil karnivora cenderung lebih
tinggi (Reavill 2005).
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama bulan Desember 2010 sampai Agustus
2011 di Taman Margasatwa Ragunan dan Laboratorium Rumah Sakit Hewan
Institut Pertanian Bogor (RSH IPB). Sebanyak 18 ekor komodo (5 jantan dan 13
betina) dewasa berumur 5-18 tahun yang ditempatkan pada kandang terbuka
digunakan dalam penelitian ini.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain adalah syringe dan needle, tabung
penampung darah tanpa antikoagulan dan dengan antikoagulan EDTA, mesin
automatic hemavet®, mesin biosystem®, gelas objek, mikroskop, kertas saring,
kapas, dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metanol, pewarna Giemsa, akuades, minyak imersi, dan alkohol 70%.
Besaran dan Cara Pengambilan Sampel Darah
Sebanyak 5 mL darah komodo diambil menggunakan syringe berukuran
5 mL dari vena coccygealis ventralis pada 1/3 kranial pangkal ekor. Sebanyak
2 mL darah ditampung dalam tabung dengan antikoagulan ethylenediamine
tetra-acetic acid (EDTA) untuk pemeriksaan hematologi dan 3 mL lainnya dalam
tabung tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan biokimia darah pada serum. Cara
pengambilan darah pada vena coccygealis ventralis adalah yang paling mudah
pada reptil. Vena ini terletak di ventral garis tengah ekor di antara vertebrae
coccygealis. Bagian terbaik untuk mengambil darah adalah antara 1/4 sampai 1/2
bagian dari pangkal ekor (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006).
Pemeriksaan Sampel Darah
Pemeriksaan sampel darah terdiri dari pemeriksaan hematologi dan
biokimia darah. Pemeriksaan hematologi terdiri dari total eritrosit, Hct, kadar Hb,
MCV, MCH, MCHC, total leukosit, diferensial leukosit (limfosit, monosit,
16
heterofil, eosinofil, dan basofil), total trombosit, dan LED. Pemeriksaan biokimia
darah terdiri dari total protein, albumin, globulin, AST/SGOT, ALT/SGPT, urea,
dan kreatinin. Sampel yang diperoleh diperiksa menggunakan mesin automatic
hemavet® untuk hematologi dan mesin biosystem® untuk biokimia darah.
Pemeriksaan diferensial leukosit dilakukan dengan metode pembuatan sediaan
ulas darah dan diamati menggunakan mikroskop. Pembuatan sediaan ulas dibuat
dari darah tanpa antikoagulan, lalu difiksasi dengan metanol, dan diwarnai dengan
pewarna Giemsa. Pengamatan dengan mikroskop dilakukan dengan perbesaran
10 × 100 lalu jenis-jenis leukosit yang tampak dihitung sampai didapat total 100
sel.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari setiap parameter disajikan dalam bentuk
rataan±simpangan baku. Analisis dilakukan secara deskriptif dan dibandingkan
dengan referensi yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hematologi
Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan
baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat
pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada
lampiran.
Tabel 1 Hasil pemeriksaan hematologi komodo
Parameter Rataan±Simpangan Baku Rataan±Simpangan Baku
Referensi*
Eritrosit (× 106/mm
3) 1,24 ± 0,21 1,46 ± 0,42
Hematokrit (%) 38,00 ± 4,57 39,40 ± 5,00
Hemoglobin (g/dL) 13,33 ± 1,59 13,80 ± 1,90
MCV (fL) 311,43 ± 49,88 290,10 ± 135,70
MCH (pg) 109,37 ± 18,74 128,00 ± 30,70
MCHC (g/dL) 35,09 ± 1,22 37,50 ± 7,90
Leukosit (× 103/mm
3) 6,53 ± 9,47 7,23 ± 5,24
Heterofil (× 103/mm
3) 3,48 ± 4,97 3,19 ± 2,73
Limfosit (× 103/mm
3) 2,96 ± 4,69 2,82 ± 2,65
Monosit (× 103/mm
3) 0,10 ± 0,19 0,42 ± 0,52
Eosinofil (× 103/mm
3) 0,00 ± 0,00 0,01 ± 0,10
Basofil (× 103/mm
3) 0,00 ± 0,00 0,09 ± 0,07
Trombosit (× 103/mm
3) 3,11 ± 1,60 -
LED (mm/jam) 3,94 ± 1,70 1,00 ± 0,00
*Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002).
Hasil pemeriksaan total eritrosit menunjukkan nilai rataan
1,24±0,21 × 106/mm
3. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut
Teare (2002) yaitu 1,46±0,42 × 106/mm
3. Kisaran nilai yang didapat berkisar
antara 0,85-1,77 × 106/mm
3 dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu
0,42-2,61 × 106/mm
3 (Teare 2002). Hal ini menandakan tidak ada kelainan jumlah
eritrosit. Kelainan jumlah eritrosit yang paling sering terjadi adalah penurunan
18
jumlah eritosit (anemia). Anemia pada reptil dapat disebabkan hemoragi,
hemolisis, dan depresi. Anemia hemoragik dapat disebabkan oleh trauma, parasit
penghisap darah, koagulopati, dan lesi ulseratif. Anemia hemolitik dapat
disebabkan oleh septisemia, parasitemia, dan toksemia. Anemia depresi dapat
disebabkan oleh agen infeksius, penyakit hati dan ginjal kronis, zat kimia, dan
hipotiroidismus (Campbell 2006). Anemia pada reptil juga dapat disebabkan
infeksi kronis dan malnutrisi (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Kelainan
jumlah eritrosit juga dapat berupa peningkatan (eritrositosis/polisitemia) yang
dapat disebabkan dehidrasi, kontraksi limpa, hipertiroidismus, dan neoplasia
(Stockham & Scott 2008).
Nilai rataan dari hasil pemeriksaan hematokrit adalah 38,00±4,57 %, nilai
ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu
39,40±5,00 %. Kisaran nilai yang didapat dari seluruh komodo adalah
28,50-48,20 %, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 25,00-50,00 % (Teare
2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu
29,00-45,00 %, terdapat 1 ekor dengan nilai diatas kisaran yaitu 48,20 %.
Komodo ini (nomor 8) diduga mengalami sedikit kekurangan cairan tubuh. Nilai
hematokrit dapat menentukan tingkat hidrasi reptil (Redrobe & MacDonald 1999;
Stahl 2006). Nilai hematokrit yang tinggi dapat menandakan polisitemia atau
dehidrasi sedangkan nilai yang rendah menandakan anemia atau overhidrasi
(Rastogi 2007).
Kadar hemoglobin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan
13,33±1,59 g/dL.Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002)
yaitu 13,80±1,90 g/dL. Kisaran nilai hemoglobin dari 16 ekor komodo adalah
11,70-16,20 g/dL, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 11,00-17,40 g/dL
(Teare 2002). Dua ekor (nomor 1 dan 16) menunjukkan nilai yang sedikit lebih
rendah dari kisaran yaitu sebesar 10,90 dan 10,10 g/dL. Penurunan ini tidak terlalu
berarti sehingga masih dianggap normal. Namun jika dibandingkan dengan
kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 9,70-12,50 g/dL, hanya 5 ekor
(nomor 1, 3, 7, 15, dan 16) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu antara
10,10-12,40 g/dL sedangkan 13 ekor lainnya menunjukkan nilai diatas kisaran
yaitu antara 12,60-16,20 g/dL. Hal ini menandakan kondisi kadar hemoglobin
19
yang cukup baik. Kelainan Hb yang mungkin terjadi adalah penurunan kadar Hb.
Nilai Hb yang rendah dapat menandakan anemia (Rastogi 2007).
Hasil pemeriksaan MCV menunjukkan nilai rataan 311,43±49,88 fL. Nilai
ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu
290,00±135,70 fL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 233,12-443,53 fL
dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 134,10-952,40 fL (Teare
2002). Hal ini berarti tidak ada kelainan ukuran sel eritrosit. Kelainan nilai MCV
dapat berupa penurunan ataupun peningkatan. Nilai MCV yang rendah
menandakan ukuran eritrosit kecil (mikrositik), kelainan ini biasanya disebabkan
defisiensi zat besi. Nilai MCV yang tinggi menandakan ukuran eritrosit besar
(makrositik), kelainan ini dapat disebabkan defisiensi vitamin B12 atau asam folat
(Rastogi 2007).
Nilai rataan dari hasil pemeriksaan MCH adalah 109,37±18,74 pg. Nilai
ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu
128,00±30,70 pg. Sebanyak 14 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara
98,6-158,8 pg, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 94,0-174,4 pg (Teare
2002). Empat ekor (nomor 6, 7, 8, dan 16) menunjukkan nilai lebih rendah dari
kisaran yaitu antara 83,44-93,52 pg, namun penurunan ini tidak terlalu berarti
sehingga masih dianggap normal. Hal ini menandakan kondisi jumlah hemoglobin
yang cukup baik pada setiap eritrosit. Nilai MCH sangat dipengaruhi kadar
hemoglobin dan total eritrosit.
Hasil pemeriksaan MCHC menunjukkan nilai rataan 35,09±1,22 g/dL.
Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu
37,50±7,90 g/dL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 33,01-37,72 g/dL dan
seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 26,90-52,70 g/dL (Teare 2002). Hal
ini menandakan kondisi konsentrasi Hb yang cukup baik dalam eritrosit. Kelainan
yang sering terjadi adalah penurunan nilai MCHC. Nilai MCHC yang rendah
menandakan eritrosit hipokromik (Rastogi 2007) yang biasanya disebabkan status
nutrisi buruk (Reavill 2005).
Total leukosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan
6,53±9,47 × 103/mm
3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan
menurut Teare (2002) yaitu 7,23±5,24 × 103/mm
3. Sebanyak 17 ekor komodo
20
menunjukkan kisaran nilai antara 1,60-6,60 × 103/mm
3, nilai ini berada dalam
kisaran normal 1,00-24,00 × 103/mm
3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan
kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 3,00-10,90 × 103/mm
3,
sebanyak 3 ekor (nomor 2, 7, dan 12) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu
antara 1,60-2,80 × 103/mm
3. Nilai ini diduga normal karena penurunan yang
terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya
mengalami penurunan jumlah leukosit (leukopenia) ringan. Leukopenia dapat
disebabkan stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan
gangguan sumsum tulang (Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5)
menunjukkan nilai 44,00 × 103/mm
3, nilai ini jauh diatas kisaran baik menurut
Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan
jumlah leukosit (leukositosis) yang dipengaruhi oleh peningkatan heterofil
(heterofilia) dan limfosit (limfositosis). Dengan demikian, komodo diduga kuat
mengalami infeksi akut. Menurut Mitchell & Tully (2009), leukositosis dapat
disebabkan infeksi akut, neoplasia, penyakit imun, trauma, dan gangguan
endokrin.
Rataan nilai dari hasil pemeriksaan jumlah heterofil adalah
3,48±4,97 × 103/mm
3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan
menurut Teare (2002) yaitu 3,19±2,73 × 103/mm
3. Sebanyak 17 ekor komodo
menunjukkan kisaran nilai antara 0,25-4,46 × 103/mm
3, nilai ini berada dalam
kisaran normal 0,06-17,30 × 103/mm
3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan
kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 0,70-5,00 × 103/mm
3,
sebanyak 1 ekor (nomor 3) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu
0,25 × 103/mm
3. Namun nilai ini diduga normal atau mungkin komodo ini hanya
mengalami penurunan jumlah heterofil (heteropenia) ringan. Penyebab
heteropenia cenderung sama dengan penyebab leukopenia antara lain stres, infeksi
virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang
(Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai
22,88 × 103/mm
3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002)
maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah
heterofil (heterofilia) yang dapat disebabkan infeksi, peradangan, dan stres
(Irizarry-Rovira 2010).
21
Hasil pemeriksaan jumlah limfosit menunjukkan nilai rataan
2,96±4,69 × 103/mm
3. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare
(2002) yaitu 2,82±2,65 × 103/mm
3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan
kisaran nilai antara 0,42-5,52 × 103/mm
3, nilai ini berada dalam kisaran normal
0,13-16,60 × 103/mm
3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut
Gillespie et al. (2000) yaitu 1,10-6,30 × 103/mm
3, sebanyak 4 ekor (nomor 7, 10,
12, dan 16) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 0,42-0,84 × 103/mm
3.
Namun, nilai ini masih dianggap normal karena penurunan yang terjadi tidak
terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan
jumlah limfosit (limfopenia) ringan. Limfopenia dapat disebabkan peradangan
akut, endotoksinemia, gangguan limfoid, atau obat imunosupresif (Stockham &
Scott 2008). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 21,12 × 103/mm
3, nilai ini
cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al.
(2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) yang
dapat disebabkan adanya penyembuhan luka, infeksi virus, dan infestasi parasit
tertentu (Irizarry-Rovira 2010).
Jumlah monosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan
0,01±0,19 × 103/mm
3. Rataan jumlah monosit menurut Teare (2002) adalah
0,42±0,52 × 103/mm
3. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara
0,00-0,54 × 103/mm
3. Hanya 6 ekor dari keseluruhan komodo yang menunjukkan
adanya monosit dengan kisaran antara 0,05-0,54 × 103/mm
3, nilai ini
berada dalam
kisaran normal yaitu 0,02-2,40 × 103/mm
3 (Teare 2002). Namun, tidak
ditemukannya monosit pada 12 ekor komodo lainnya dapat dikatakan normal
karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah monosit menurut Teare (2002) telah
mendekati nilai nol. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran
jumlah monosit adalah 0,00-1,10 × 103/mm
3. Kelainan yang mungkin terjadi
adalah peningkatan jumlah monosit (monositosis) yang dapat disebabkan infeksi
akut maupun kronis, hemolisis, trauma, dan stres (Stockham & Scott 2008).
Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya
eosinofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah
eosinofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu
0,01±0,10 × 103/mm
3 dan 0,04-0,37 × 10
3/mm
3. Selain itu, Gillespie et al. (2000)
22
juga melaporkan tidak ditemukan eosinofil dalam pemeriksaan darah komodo.
Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah eosinofil (eosinofilia)
yang biasanya disebabkan reaksi hipersensitifitas terhadap parasit (Stockham &
Scott 2008).
Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya
basofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah
basofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu 0,09±0,07 × 103/mm
3
dan 0,01-0,26 × 103/mm
3. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan
kisaran jumlah basofil hanya 0,00-0,10 × 103/mm
3. Kelainan yang mungkin
terjadi adalah peningkatan jumlah basofil (basofilia) yang dapat disebabkan reaksi
alergi dan infestasi parasit (Stockham & Scott 2008).
Hasil pemeriksaan jumlah trombosit menunjukkan nilai rataaan
3,11±1,60 × 103/mm
3. Nilai yang didapat dari seluruh komodo berkisar antara
1,00-6,00 × 103/mm
3. Tidak ada nilai referensi yang didapat sebagai perbandingan
untuk parameter ini sehingga nilai yang didapat dianggap normal. Kelainan yang
mungkin terjadi pada trombosit adalah penurunan jumlah (trombositopenia).
Trombositopenia pada dapat disebabkan penggunaan yang berlebih pada darah
perifer, penurunan produksi (Campbell 2006), dan hemoragi (Redrobe dan
MacDonald 1999), splenomegali, dan endotoksemia (Stockham & Scott 2008).
Rataan nilai dari hasil pemeriksaan LED adalah 3,94±1,70 mm/jam
dengan kisaran 2,00-8,00 mm/jam. Nilai LED dari seluruh komodo berada jauh
diatas nilai normal LED menurut Teare (2002) yaitu 1,00 mm/jam. Namun nilai
LED ini diduga normal karena tidak ada peningkatan jumlah sel darah yang
sangat tinggi pada kebanyakan komodo. Peningkatan nilai LED dapat saja
disebabkan infeksi akut maupun kronis atau kondisi rheumatoid (Rastogi 2007).
Biokimia darah
Hasil pemeriksaan biokimia darah disajikan dalam bentuk
rataan±simpangan baku (Tabel 2). Hasil pemeriksaan biokimia darah individual
(Tabel 6) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi
(Tabel 4) pada lampiran.
23
Tabel 2 Hasil pemeriksaan biokimia darah komodo
Parameter Rataan±Simpangan Baku Rataan±Simpangan Baku
Referensi*
Total Protein (g/dL) 10,19 ± 3,39 8,10 ± 1,20
Albumin (g/dL) 2,51 ± 0,39 2,90 ± 0,60
Globulin (g/dL) 7,68 ± 3,07 5,10 ± 1,00
AST/SGOT (IU/L) 49,39 ± 20,71 16,00 ± 18,00
ALT/SGPT (IU/L) 45,39 ± 27,88 18,00 ± 14,00
Urea (mg/dL) 13,53 ± 5,88 3,00 ± 1,00
Kreatinin (mg/dL) 0,29 ± 0,11 0,30 ± 0,10
*Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002).
Hasil pemeriksaan total protein menunjukkan nilai rataan
10,19±3,39 g/dL. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002)
yaitu 8,10±1,20 g/dL. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai
antara 7,06-10,82 g/dL, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 5,30-11,40
g/dL (Teare 2002). Empat ekor (nomor 10, 12, 15, dan 17) menunjukkan nilai
sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 11,60-12,06, namun nilai ini masih dianggap
normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti dan nilai parameter lainnya
dari keempat komodo tersebut tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Satu ekor
(nomor 14) menunjukkan peningkatan total protein yang jauh lebih tinggi diatas
kisaran (hiperproteinemia) yaitu 22,05 g/dL. Hiperproteinemia pada reptil dapat
disebabkan dehidrasi, hiperglobulinemia, atau hiperalbuminemia (Campbell
2006). Hiperproteinemia pada komodo ini dipengaruhi oleh peningkatan globulin
(hiperglobulinemia). Nilai kadar albumin pada komodo ini normal sehingga
penyebab hiperproteinemia diyakini tidak dipengaruhi oleh hiperalbuminemia.
Selain itu, dapat juga terjadi hipoproteinemia yang disebabkan malnutrisi kronis,
malabsorbsi, maldigesti, penyakit usus (enteropati), parasitisme, kehilangan darah
berlebih, dan penyakit hati atau ginjal kronis (Campbell 2006).
Total albumin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan
2,51±0,39 g/dL. Nilai ini lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002)
yaitu 2,90±0,60 g/dL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 1,93-3,40 g/dL
dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,90-4,80 g/dL (Teare 2002).
Kelainan jumlah albumin dapat berupa peningkatan (hiperalbuminemia) ataupun
24
penurunan (hipoalbuminemia). Hiperalbuminemia dapat disebabkan dehidrasi
atau folikulogenesis pada reptil betina karena kebutuhan protein yang tinggi untuk
pembentukan telur. Kadar total proteinnya akan kembali normal setelah ovulasi
(Campbell 2006). Hipoalbuminemia dapat disebabkan penurunan sintesis,
kehilangan darah, penyakit hati dan ginjal, malabsorbsi, dan maldigesti (Stockham
& Scott 2008).
Hasil pemeriksaan total globulin menunjukkan nilai rataan
7,68±3,07 g/dL. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002)
yaitu 5,10±1,00 g/dL. Sebanyak 11 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai
antara 5,13-7,26 g/dL, nilai ini masih berada dalam kisaran normal 3,40-7,40 g/dL
(Teare 2002). Enam ekor menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu
7,47-9,47 g/dL. Namun nilai ini dianggap normal karena peningkatannya tidak
terlalu berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai kadar globulin jauh diatas
kisaran (hiperglobulinemia) yaitu 18,65 g/dL. Komodo ini adalah betina sehingga
diduga hiperglobulinemia yang terjadi disebabkan aktifnya siklus reproduksinya.
Menurut Campbell (2006), hiperglobulinemia pada reptil betina dapat disebabkan
folikulogenesis karena peningkatan kebutuhan globulin untuk produksi kuning
telur. Selain itu, hiperglobulinemia dapat juga disebabkan oleh peradangan kronis
oleh agen infeksius. Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh parameter
leukosit yang cenderung normal pada komodo ini.
Rataan nilai dari hasil pemeriksaan AST adalah 49,39±20,71 IU/L. Nilai
ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu
16,00±18,00 IU/L. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 16,00-108,00 IU/L
dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,00-112,00 IU/L (Teare 2002).
Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu
7,00-30,00 IU/L, hanya 1 ekor (nomor 14) yang menunjukkan nilai didalam
kisaran yaitu 16,00 IU/L. Empat ekor (nomor 2, 10, 15, dan 16) menunjukkan
nilai yang jauh diatas kisaran yaitu 55,00-76,00 IU/L. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan penyakit hati karena keempat komodo ini juga menunjukkan nilai
ALT yang relatif tinggi. Dua ekor (nomor 8 dan 17) menunjukkan nilai 108,00
dan 75,00 IU/L dengan nilai ALT normal sehingga diduga komodo ini mengalami
kerusakan otot. Menurut Campbell (2006), peningkatan AST dapat menandakan
25
penyakit hati atau otot. Selain itu kerusakan eritrosit juga dapat meningkatkan
kadar AST (Rosenfeld & Dial 2010). Namun kemungkinan ini tidak didukung
oleh eritrosit yang cenderung normal dari seluruh parameter maupun komodo
yang diperiksa. Nilai AST dari 11 ekor lainnya juga menunjukkan nilai diatas
kisaran yaitu 32,00-47,00, namun nilai ini diduga masih normal karena rataan
yang didapat pada komodo yang diperiksa cenderung lebih tinggi dibandingkan
nilai baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000).
Hasil pemeriksaan ALT menunjukkan nilai rataan 45,39±27,88 IU/L. Nilai
ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu
18,00±14,00 IU/L. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara
18,00-44,00 IU/L, nilai ini berada dalam kisaran normal 2,00-62,00 IU/L (Teare
2002). Lima ekor (nomor 2, 10, 15, 16, dan 18) menunjukkan nilai diatas dari
kisaran yaitu 73,00-102,00 IU/L. Komodo ini diduga mengalami penyakit hati
seperti yang telah dijelaskan di atas karena peningkatan ALT pada kelima komodo
ini juga disertai nilai AST yang cenderung tinggi. Menurut Rosenfeld & Dial
(2010), peningkatan nilai ALT dapat menandakan penyakit hati.
Hasil pemeriksaan urea menunjukkan nilai rataan 13,53±5,88 mg/dL. Nilai
ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu
3,00±1,00 mg/dL. Kisaran normal blood urea nitrogen (BUN) adalah
1,00-9,00 mg/dL (Teare 2002). Hanya sebanyak 4 ekor komodo (nomor 4, 5, 7,
dan 8) menunjukkan nilai dalam kisaran normal 7,60-8,90 mg/dL. Sebanyak 13
ekor menunjukkan nilai lebih tinggi dari kisaran yaitu 9,40-18,70 mg/dL.
Tingginya nilai urea ini kemungkinan besar karena pemeriksaan urea pada
penelitian ini dilakukan pada serum sehingga memiliki sensitivitas yang lebih
tinggi dibandingkan pemeriksaan BUN pada darah utuh. Oleh karena itu, nilai ini
diduga masih normal. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai yang sangat tinggi
dibandingkan rataan yaitu 32,80 mg/dL. Tingginya kadar urea (azotemia) pada
komodo ini kemungkinan besar dipengaruhi tingginya kadar protein dan globulin
(hiperproteinemia dan hiperglobulinemia). Kemungkinan lain adalah adanya dapat
disebabkan penyakit ginjal, pakan tinggi protein (Campbell 2006), peningkatan
metabolisme protein (Stockham & Scott 2008), dehidrasi, dan puasa (Reavill
26
2005). Penurunan kadar urea juga dapat terjadi karena penyakit hati dan pakan
rendah protein (Rosenfeld & Dial 2010).
Kadar kreatinin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataaan
0,29±0,11 mg/dL. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002)
yaitu 0,30±0,10 mg/dL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara
0,17-0,60 mg/dL dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 0,10-0,60 mg/dL
(Teare 2002). Peningkatan kreatinin dapat terjadi saat dehidrasi (Reavill 2005).
Sebagai inisiasi untuk data dasar komodo, data yang diperoleh dari penelitian ini
ditentukan kisaran normalnya yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Dugaan kisaran normal hematologi dan biokimia darah komodo
Hematologi Biokimia Darah
Eritrosit (× 106/mm
3) 0,85 - 1,77 Total Protein (g/dL) 7,06 - 12,06
Hematokrit (%) 28,50 - 42,50 Albumin (g/dL) 1,93 - 3,40
Hemoglobin (g/dL) 10,10 - 16,20 Globulin (g/dL) 5,13 - 9,47
MCV (fL) 233,12 - 443,53 AST/SGOT (IU/L) 16,00 - 47,00
MCH (pg) 83,44 - 158,82 ALT/SGPT (IU/L) 18,00 - 44,00
MCHC (g/dL) 33,01 - 37,72 Urea (mg/dL) 7,60 - 18,70
Leukosit (× 103/mm
3) 2,60 - 6,60 Kreatinin (mg/dL) 0,17 - 0,60
Heterofil (× 103/mm
3) 0,94 - 3,96
Limfosit (× 103/mm
3) 0,42 - 5,52
Monosit (× 103/mm
3) 0,00 - 0,50
Eosinofil (× 103/mm
3) 0,00 - 0,00
Basofil (× 103/mm
3) 0,00 - 0,00
Trombosit (× 103/mm
3) 1,00 - 6,00
LED (mm/jam) 2,00 - 8,00
Morfologi Sel Darah
Pemeriksaan terhadap ulas darah dan hematologi reptil cukup sulit. Hal ini
karena perbedaan morfologi sel darah reptil dengan mamalia maupun antar
spesies reptil, kurangnya teknologi penghitungan sel otomatis yang baik untuk
reptil, dan pemahaman yang masih kurang baik terhadap fisiologi darah dan
hematologi reptil. Pemeriksaan yang baik diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang baik (Calle et al. 1994; Gillespie et al. 2000). Oleh karena itu, morfologi
27
sel-sel darah dari hasil penelitian ini ditampilkan pada Gambar 5-10. Seluruh
gambar yang ditampilkan difoto dari sediaan ulas darah komodo yang diwarnai
Giemsa dan diamati dengan perbesaran mikroskop 10 × 100.
Gambar 10 Trombosit
Gambar 9 Monosit
Gambar 8 Limfosit besar
Gambar 7 Limfosit kecil
Gambar 6 Heterofil Gambar 5 Eritrosit
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Hasil pemeriksaan hematologi dan biokimia darah komodo di Taman
Margasatwa Ragunan rata-rata menunjukkan nilai yang cenderung normal.
2. Beberapa hasil pemeriksaan individual komodo menunjukkan adanya
kelainan nilai antara lain :
a. Satu dari 18 (5,56 %) ekor mengalami leukositosis, heterofilia, dan
limfositosis
b. Satu dari 18 (5,56 %) ekor mengalami hiperproteinemia,
hiperglobulinemia, dan peningkatan kadar urea (azotemia)
c. Dua dari 18 (11,1 %) ekor mengalami peningkatan AST
d. Lima dari 18 (27,8 %) ekor mengalami peningkatan nilai AST dan ALT
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai fisiologi dan patologi klinik
darah komodo (meliputi nilai normal, respon terhadap penyakit, pengaruh
lingkungan, umur, jenis kelamin, dll.) yang lebih memadai untuk mendapat
nilai referensi dan melakukan interpretasi hasil pemeriksaan yang lebih baik.
2. Perlu dilakukan penelitian dari berbagai fokus bidang kedokteran hewan pada
komodo selain hematologi dan biokimia darah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Komodo Dragons. [terhubung berkala].
http://www.dinosaurtypes.org/images/other_prehistoric-creatures/reptiles/
komodo/komodo/komodo_dragons.html. [30 Juli 2012].
Auffenburg W. 1981. The behavioral ecology of the Komodo monitor. Di dalam :
Gillespie D, Frye FL, Stockham SL, Fredeking T. 2000. Blood Values in
Wild and Captive Komodo Dragons (Varanus komodoensis). Zoo Biol 19 :
495-509.
Campbell TW. 2006. Clinical Pathology of Reptiles. Di dalam : Mader DR,
editor. 2006. Reptile Medicine and Surgery. Ed ke-2. St. Louis : Elsevier
Inc. hlm 453-470.
Ciofi C. 1999. The Komodo Dragon. Di dalam : Gillespie D, Frye FL, Stockham
SL, Fredeking T. 2000. Blood Values in Wild and Captive Komodo
Dragons (Varanus komodoensis). Zoo Biol 19 : 495-509.
Ciofi C. 1999. The Komodo Dragon. Sci Am 399: 1-8.
Dessauer HC. 1970. Blood Chemistry of Reptiles : Physiological and
Evolutionary Aspects. Di dalam : Frye FL. 1991. Reptile Care : An Atlas
of Diseases and Treatments. Volume ke-1. New Jersey : T.F.H.
Publications, Inc.
Erdmann AM. 2004. Panduan Sejarah Ekologi Taman Nasional Komodo.
Wasistini Baitoningsih, penerjemah. Bali : The Nature Conservancy,
Indonesia Coastal and Marine Program. Terjemahan dari : A Natural
History Guide to Komodo National Park.
Fry M. 2009. Avian and Reptile Hematology and Clinical Chemistry. Proceeding
of the Latin American Veterinary Conference (LAVC); Lima, 16-19 Okt
2009. Tennessee : College of Veterinary Medicine, University of
Tennessee. hlm 293-304.
Frye FL. 1991. Reptile Care : An Atlas of Diseases and Treatments. Volume ke-1.
New Jersey : T.F.H. Publications, Inc.
Gillespie D, Frye FL, Stockham SL, Fredeking T. 2000. Blood Values in Wild
and Captive Komodo Dragons (Varanus komodoensis). Zoo Biol 19 : 495-
509.
Hutchins M, Murphy JB, Schlager N, editor, 2003. Grzimek’s Animal Life
Encyclopedia. Ed. ke-2. Volume ke-7. Reptiles. Farmington Hills : Gale
Group.
30
Irizarry-Rovira AR. 2010. Hematology of Reptiles. Di dalam : Weiss DJ,
Wardrop KJ, editor. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6.
Iowa : Blackwell Publishing Ltd. hlm 1004-1012.
IUCN. 1996. IUCN red list of threatened animals. Di dalam : Gillespie D, Frye
FL, Stockham SL, Fredeking T. 2000. Blood Values in Wild and Captive
Komodo Dragons (Varanus komodoensis). Zoo Biol 19 : 495-509.
Knotkova Z, Doubek J, Knotek Z, Hajkova P. 2002. Blood Cell Morphology and
Plasma Biochemistry in Russian Tortoises (Agrionemys horsfieldi). Acta
Vet Brno 71: 191–198.
Lutz D, Lutz JM. 1997. Komodo : The Living Dragon. Salem : Dimi Press.
Mitchell MA, Tully TNJr. 2009. Manual of Exotic Pet Practice. St. Louis :
Elsevier Inc.
Nelson DL, Cox MM. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry. Ed ke-4.
New York : W. H. Freeman
O’Shea M, Halliday T. 2001. Reptiles and Amphibians. New York : Dorling
Kindersley Publishing, Inc.
Rastogi SC. 2007. Essential of Animal Physiology. Ed ke-4. New Delhi : New
Age International (P) Ltd.
Reagan W, Irizarry Rovira AR, DeNicola D. 2008. Veterinary Hematology : Atlas
of Common Domestic and Non-Domestic Species. Di dalam : Weiss DJ,
Wardrop KJ, editor. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6.
Iowa : Blackwell Publishing Ltd. hlm 1006.
Reavill D. 2005. Selected Topics in Reptile Clinical Pathology. U. C. Davis
Avian/Exotic Animal Symposium; Davis, 1994. Citrus Heights : Avian
Medical Center of Sacramento and California Avian Laboratory. hlm 1-12.
Redrobe S, MacDonald J. 1999. Sample Collection and Clinical Pathology of
Reptiles. Di dalam : Stahl SJ. 2006. Reptile Hematology and Serum
Chemistry. Proceeding of the North American Veterinary Conference
(NAVC). Volume ke-20; Orlando, Florida, 7-11 Jan 2006. Vienna : Stahl
Exotic Animal Veterinary Services. hlm 1673-1676.
Rogers K, editor. 2011. Blood Physiology and Circulation. New York : Britannica
Educational Publishing.
Rosenfeld AJ, Dial SM. 2010. Clinical Pathology for the Veterinary Team.
Iowa : Blackwell Publishing Ltd.
Slomka EF. 2005. Hematology - Avian and Reptile. Proceeding of the North
American Veterinary Conference (NAVC); Orlando, 8-12 Jan 2005.
Marathon : Marathon Veterinary Hospital. hlm 106-107.
31
Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology.
Ed ke-2. Iowa : Blackwell Publishing.
Teare JA, editor. 2002. Reference Ranges for Physiological Values in Captive
Wildlife. Apple Valley : International Species Information System (ISIS).
Welsbacher A. 2002. Komodo Dragons. Mankato : Capstone Press.
LAMPIRAN
Tabel 4 Kisaran referensi hematologi dan biokimia darah komodo
Parameter Kisaran1 Kisaran
2
Hematologi
Eritrosit (× 106/mm
3) 0,42 - 2,61 -
Hematokrit (%) 25,00 - 50,00 29,00 - 45,00
Hemoglobin (g/dL) 11,00 - 17,40 9,70 - 12,50
MCV (fL) 134,10 - 952,40 -
MCH (pg) 94,00 - 174,40 -
MCHC (g/dL) 26,90 - 52,70 -
Leukosit (× 103/mm
3) 1,00 - 24,00 3,0 - 10,9
Heterofil (× 103/mm
3) 0,06 - 17,30 0,70 - 5,00
Limfosit (× 103/mm
3) 0,13 - 16,60 1,10 - 6,30
Monosit (× 103/mm
3) 0,02 - 2,40 0,00 - 1,10
Eosinofil (× 103/mm
3) 0,04 - 0,37 0,00 - 0,00
Basofil (× 103/mm
3) 0,01 - 0,26 0,00 - 0,10
Trombosit (× 103/mm
3)
- -
LED (mm/jam) 1,00 - 1,00 -
Biokimia Darah
Total Protein (g/dL) 5,30 - 11,40 -
Albumin (g/dL) 1,90 - 4,80 -
Globulin (g/dL) 3,40 - 7,40 2,60 - 7,00
AST/SGOT (IU/L) 1,00 - 112,00 7,00 - 30,00
ALT/SGPT (IU/L) 2,00 - 62,00 -
Urea (mg/dL) 1,00 - 9,00 -
Kreatinin (mg/dL) 0,10 - 0,60 -
1Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002).
2Hasil pemeriksaan pada komodo yang ditempatkan pada kandang terbuka
(Gillespie et al. 2000).
33
Tabel 5 Hasil pemeriksaan individual hematologi komodo
Parameter Nomor Hewan
1 2 3* 4 5 6 7 8* 9 10* 11 12 13* 14 15* 16 17 18
Eritrosit (× 106/mm
3) 1,11 1,15 1,09 1,37 1,19 1,57 1,36 1,77 1,33 0,85 1,39 1,23 1,34 1,11 1,02 1,08 1,27 1,15
Hematokrit (%) 30,00 37,80 33,40 38,80 41,20 36,60 36,20 48,20 39,50 37,70 40,00 38,00 41,50 42,50 34,70 28,50 38,50 41,00
Hemoglobin (g/dL) 10,90 12,60 11,70 13,60 14,90 13,10 12,40 16,20 14,90 13,50 13,90 13,10 13,70 15,60 11,80 10,10 13,40 14,50
MCV (fL) 271,49 328,70 306,15 283,21 346,22 233,12 266,18 273,09 296,99 443,53 288,81 308,94 310,86 384,62 340,20 263,89 303,15 356,52
MCH (pg) 98,64 109,57 107,34 99,27 125,21 83,44 91,18 91,78 112,03 158,82 100,36 106,50 102,62 141,18 115,69 93,52 105,51 126,09
MCHC (g/dL) 36,33 33,33 35,06 35,05 36,2 35,79 34,25 33,61 37,72 35,81 34,75 34,47 33,01 36,71 34,01 35,44 34,81 35,37
Leukosit (× 103/mm
3) 6,60 2,60 6,20 3,00 44,00↑ 5,00 2,80 4,20 6,20 3,20 6,60 1,60 4,80 3,80 3,40 3,40 5,00 5,20
Heterofil (%) 39 27 4 57 52 66 52 42 72 87 60 59 72 55 56 63 57 65
Limfosit (%) 59 73 89 41 48 33 30 58 28 13 40 41 28 45 44 21 43 35
Monosit (%) 2 0 7 2 0 1 18 0 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0
Eosinofil (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Basofil (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Heterofil (× 103/mm
3) 2,57 0,70 0,25 1,71 22,88↑ 3,30 1,46 1,76 4,46 2,78 3,96 0,94 3,46 2,09 1,90 2,14 2,85 3,38
Limfosit (× 103/mm
3) 3,89 1,90 5,52 1,23 21,12↑ 1,65 0,84 2,44 1,74 0,42 2,64 0,66 1,34 1,71 1,50 0,71 2,15 1,82
Monosit (× 103/mm
3) 0,13 0 0,43 0,06 0 0,05 0,50 0 0 0 0 0 0 0 0 0,54 0 0
Eosinofil (× 103/mm
3) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Basofil (× 103/mm
3) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Trombosit (× 103/mm
3) 2,00 3,00 2,00 5,00 1,50 4,00 2,00 6,00 3,00 3,50 1,00 5,00 2,00 1,00 4,00 6,00 3,00 2,00
LED (mm/jam) 5,00 5,00 8,00 6,00 4,00 2,00 5,00 5,00 4,00 3,00 3,00 2,00 2,00 3,00 6,00 2,00 3,00 3,00
* hewan jantan ↑ nilai yang menunjukkan peningkatan yang nyata dan dianggap sebagai perubahan patologis
34
Tabel 6 Hasil pemeriksaan pemeriksaan individual biokimia darah komodo
Parameter Nomor Hewan
1 2 3* 4 5 6 7 8* 9 10* 11 12 13* 14 15* 16 17 18
Protein (g/dL) 7,96 7,85 7,30 8,47 9,27 8,38 7,06 9,91 8,15 11,60 10,82 12,06 8,78 22,05↑ 12,05 9,54 11,99 10,26
Albumin (g/dL) 2,23 2,12 1,96 2,30 2,56 2,34 1,93 2,95 2,17 2,89 2,68 2,92 2,36 3,40 2,58 2,28 2,74 2,79
Globulin (g/dL) 5,73 5,73 5,34 6,16 6,71 6,04 5,13 6,96 5,98 8,71 8,14 9,14 6,42 18,65↑ 9,47 7,26 9,25 7,47
AST/SGOT (IU/L) 42,00 55,00↑ 35,00 41,00 35,00 46,00 47,00 108,00↑ 32,00 76,00↑ 41,00 34,00 44,00 16,00 60,00↑ 55,00↑ 75,00↑ 47,00↑
ALT/SGPT (IU/L) 18,00 83,00↑ 31,00 24,00 27,00 24,00 31,00 38,00 20,00 73,00↑ 34,00 44,00 33,00 20,00 102,00↑ 91,00↑ 38,00 86,00↑
Urea (mg/dL) 9,40 9,50 12,10 8,90 8,30 10,50 7,60 8, 30 12,90 14,30 14,00 13,30 17,10 32,80↑ 15,40 17,50 18,70 12,90
Kreatinin (mg/dL) 0,17 0,20 0,17 0,21 0,21 0,19 0,18 0,40 0,38 0,29 0,29 0,25 0,33 0,60 0,23 0,40 0,36 0,36
* hewan jantan ↑ nilai yang menunjukkan peningkatan yang nyata dan dianggap sebagai perubahan patologis