Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

download Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

of 63

Transcript of Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    1/63

    KEMBALINYA SANG MUMI

    Ebook by Raynold

    1

    "GABE, sebentar lagi kita akan mendarat," si pramugari berkata sambil membungkuk

    sedikit. "Kau dijemput di bandara?"

    "Ya. Dan yang menjemputku kemungkinan besar firaun Mesir kuno," jawabku. "Tapi

    mungkin- juga mumi tua yang mengerikan." .

    Si pramugari memicingkan matanya. "Aku serius, lho," katanya. "Siapa yang akan

    menjemputmu setelah kita tiba di Kairo?" .

    "Pamanku, Paman Ben," aku menyahut. "Tapi. dia suka membuat lelucon konyol.

    Kadang-kadang dia sengaja pakai kostum yang aneh-aneh untuk menakut-nakutiku."

    "Kau bilang pamanmu ilmuwan terkenal."

    "Memang," aku mengakui. "Tapi dia juga agak aneh."

    Si pramugari tertawa. Aku menyukainya. Aku suka rambutnya yang pirang. Dan aku

    suka cara dia memiringkan kepalanya ke samping sewaktu berbicara.

    Namanya Nancy, dan sepanjang penerbangan dari Amerika ke Mesir dia sangat baik

    padaku. Dia tahu ini pertama kali aku terbang tanpa ditemani.

    Berulang kali Nancy mendatangiku untuk menanyakan apakah aku memerlukan

    sesuatu. Tapi dia memperlakukanku seperti orang dewasa. Dia tidak membawakan

    buku gambar konyol atau pin plastik berbentuk sayap yang biasa diberikan kepada

    anak-anak di dalam pesawat terbang. Dan dia terus memberiku camilan kacang

    goreng, walaupun itu sebenarnya tidak boleh.

    "Dalam rangka apa kau mengunjungi pamanmu?" tanyanya. "Sekadar untuk

    berlibur?"

    Aku mengangguk. "Musim panas tahun lalu aku juga ke Mesir," aku bercerita. "Asyiksekali, deh! Tapi tahun ini Paman Ben sedang meneliti piramida yang belum pernah

    diselidiki. Dia menemukan makam keramat kuno, dan dia mengundangku untuk hadir

    waktu makam itu dibuka."

    Nancy tertawa dan memiringkan kepala. "Wah, daya khayalmu hebat juga, Gabe,"

    komentarnya.

    Kemudian dia berpaling untuk menjawab pertanyaan penumpang lain.

    Aku memang suka berkhayal. Tapi kali ini aku tidak mengada-ada. Pamanku bernama

    Ben Hassad. Dia arkeolog terkemuka. Sudah bertahun-tahun ia mengabdikan

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    2/63

    hidupnya untuk meneliti berbagai piramida. Aku sudah sering membaca artikel koran

    tentang dirinya. Ia bahkan pernah masuk majalah National Geographic.

    Musim panas tahun lalu, aku dan orangtuaku juga berlibur ke Kairo. Aku dan Sari -

    anak perempuan Paman Ben - sempat mengalami petualangan seru di lorong-lorong

    Piramida Agung. Nanti aku bakal ketemu lagi dengan Sari, kataku dalam hati. Akumemandang ke luar jendela dan mengamati langit yang biru sekali. Moga-moga kali

    ini kami bisa lebih akur dari tahun lalu.

    Sebenarnya Sari dan aku cukup kompak, hanya saja dia selalu tak mau kalah! Selalu

    mau jadi pemenang, yang terkuat, yang terpintar, dan yang terbaik. Setahuku dia satu-

    satunya gadis tiga belas tahun yang bisa mengubah acara sarapan jadi perlombaan!

    "Awak pesawat dipersilakan bersiap-siap menghadapi pendaratan," terdengar suara

    pilot melalui pengeras suara.

    Aku langsung duduk tegak,supaya bisa melihat lebih jelas lewat jendela. Ketikapesawat mulai turun aku bisa melihat kota Kairo di bawah kami.

    Sebuah pita biru tampak meliuk-liuk membelah kota. Aku langsung tahu, itu Sungai

    Nil. Kota Kairo membentang dari tepi sungai. Aku mengintip ke luar, dan melihat

    gedung-gedung pencakar langit yang terbuat dari kaca serta mesjid-mesjid berkubah.

    Jauh di pinggir kota kulihat hamparan gurun. Pasir kuning tampak membentang

    sampai ke cakrawala.

    Mendadak aku agak gelisah. Piramida-piramida itu ada di gurun sana. Satu atau dua

    hari lagi aku bakal masuk ke salah satunya, mengikuti pamanku ke sebuah makam

    yang tak pernah dibuka selama ribuan tahun.

    Apa yang akan kami temukan di sana?

    Aku mengeluarkan tangan mumi mungil dari saku T-shirtku. Tangan itu kecil sekali

    kira-kira seukuran tangan anak-anak. Aku membelinya waktu ada obral barang bekas.

    Harganya cuma dua dolar. Anak yang menjualnya bilang tangan itu dinamakan

    "Pemanggil". Katanya, tangan itu bisa memanggil roh-roh jahat yang sudah tua sekali.

    Kelihatannya memang seperti tangan mumi. Jari-jemarinya dibalut kain kasa yang

    sudah kotor, dan di sela-sela kain terlihat tar berwarna hitam.

    Tadinya aku yakin tangan. itu palsu, dan terbuat dari karet atau plastik. Aku sama

    sekali tidak percaya tangan itu berasal dari mumi sungguhan.

    Tapi musim panas tahun lalu, tangan itu ternyata menyelamatkan nyawa kami semua.

    Anak yang menjualnya tidak bohong. Tangan itu benar-benar bisa menghidupkan

    mumi-mumi! Hebat, bukan?

    Orangtuaku dan teman-temanku di rumah tentu saja tidak percaya waktu mendengar

    ceritaku. Dan mereka juga tidak percaya bahwa Pemanggil-ku memang ampuh.

    Mereka bilang, tangan itu cuma mainan yang dibuat sebagai cenderamata.Kemungkinan besar dibuat di Taiwan.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    3/63

    Tapi sejak itu, aku selalu membawanya ke mana pun aku pergi. Tangan itu kuanggap

    sebagai jimatku. Tapi itu tidak berarti aku percaya takhayul.

    Aku tidak percaya bahwa kucing hitam membawa sial dan sebagainya. Angka

    keberuntunganku saja tiga belas.

    Tapi aku yakin benar bahwa tangan mumi yang mungil itu bisa melindungiku dari

    marabahaya.

    Anehnya, tangan mumi itu selalu terasa hangat. Kalau dipegang-pegang, rasanya

    bukan seperti terbuat dari plastik. Tangan itu hangat, persis seperti tangan manusia. .

    Sebelum berangkat, aku sempat kalang kabut waktu orangtuaku memasukkan barang-

    barangku ke dalam koper. Aku tidak tahu tangan mumi-ku ada di mana. Dan tanpa

    tangan mumi itu, aku tidak mungkin berangkat ke Mesir!

    Aku lega sekali ketika akhirnya menemukannya. Ternyata tangan itu terselip di

    kantong belakang celana jeans-ku yang baru mau dicuci. Kini, ketika pesawat kami

    hendak mendarat aku merogoh saku T-shirt-ku untuk meraih tangan itu.

    Aku mengeluarkannya-dan memekik tertahan. Tangan itu dingin sekali. Sedingin es!

    2

    KENAPA tangan mumi itu mendadak dingin membeku?

    Mungkinkah. itu suatu pertanda buruk? Semacam peringatan bagiku?

    Mungkinkah ada bahaya yang sedang menantiku?

    Aku tidak sempat memikirkannya lebih lanjut. Pesawat kami sudah menuju ke

    terminal bandara. Para penumpang segera berdiri untuk mengambil barang bawaan

    masing-masing, lalu mulai mengantre di gang.

    Tangan mumi-ku kuselipkan ke kantong celana Jeans-ku. Kemudian aku meraih

    ranselku dan berjalan ke pintu depan. Aku berpamitan pada Nancy dan mengucapkan

    terima kasih untuk semua camilan yang dihadiahkannya selama penerbangan. Setelahitu aku mengikuti para penumpang lain melewati belalai terminal yang landai, masuk

    ke gedung terminal.

    Uih, ternyata ramai sekali!

    Dan sepertinya semua orang sedang terburu-buru. Mereka saling menabrak dan

    mendesak-desak. Aku melihat pria-pria dengan setelan jas berwarna gelap. Wanita-

    wanita dengan jubah longgar, wajah tersembunyi di balik cadar. Gadis-gadis remaja

    dengan T-shirt dan celana jeans. Sekelompok pria bertampang serius, dengan .baju

    sutra putih yang mirip piyama. Sebuah keluarga dengan tiga anak kecil, dan ketiga-

    tiganya sedang merengek dan menangis.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    4/63

    Tiba-tiba aku mulai waswas. Bagaimana aku bisa menemukan Paman Ben di tengah

    keramaian seperti ini?

    Ranselku seakan-akan bertambah berat. Dengan kalut aku memandang ke sana

    kemari. Aku dikelilingi suara-suara asing, dan semuanya bicara begitu keras. Dari

    sekian banyak orang, tak seorang pun yang berbahasa Inggris.

    "Aduh!" aku memekik ketika ditabrak dari samping.

    Aku menoleh, dan melihat seorang wanita yang sedang mendorong kereta barang.

    Tenang saja, Gabe, kataku dalam hati. Tenang saja.

    Paman Ben pasti ada di sini. Dia pasti sedang mencarimu. Pokoknya, tenang saja, deh.

    Tapi bagaimana kalau pamanku lupa bahwa aku mau datang? aku bertanya-tanya.

    Bagaimana kalau dia keliru mengingat tanggal kedatanganku? Atau bagaimana kalaudia begitu sibuk di dalam piramida sehingga lupa waktu?

    Asal tahu saja, aku memang cepat kuatir.

    Dan saat ini kekuatiranku berlipat ganda!

    Kalau Paman Ben tidak ada di sini, aku akan cari te1epon umum dan menelepon dia!

    pikirku.

    Ya, coba saja.

    Dalam hati aku membayangkan diriku berkata, "Pak Operator, tolong sambungkan

    dengan paman saya di piramida, ya?"

    Rasanya takkan berhasil.

    Aku tidak tahu nomor telepon Paman Ben. Aku bahkan tidak tahu apakah dia punya

    telepon di tempat tinggalnya. Aku cuma ingat bahwa dia tinggal di dalam tenda di

    dekat piramida yang sedang ditelitinya.

    Aku semakin bingung. Sambil berharap-harap cemas, aku mengamati kerumunanorang yang memadati Terminal Kedatangan. Aku sudah mulai panik ketika seorang

    laki-laki berbadan besar menghampiriku.

    Wajahnya tidak kelihatan. Dia mengenakan jubah bertudung yang panjang dan

    berwarna putih, pakaian khas Mesir. Wajahnya tersembunyi di balik kerudung itu.

    "Taksi?" ia bertanya dengan suara melengking tinggi. "Taksi? Taksi Amerika?"

    Aku langsung tergelak. "Paman Ben!" aku memekik dengan gembira.

    "Taksi? Taksi Amerika? Mau pakai taksi?" orang itu terus bertanya.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    5/63

    "Paman Ben! Oh, untung saja kita bisa ketemu!" aku berseru. Tanpa pikir panjang aku

    merangkulnya dan mendekapnya erat-erat. Lalu, sambil menertawakan samarannya

    yang konyol, aku meraih ke atas dan menarik tudungnya ke belakang.

    Laki-laki di balik tudung itu ternyata berkepala botak dan berkumis tebal. Dia

    menatapku sambil mendelik.

    Dia bukan Paman Ben! Aku belum pernah melihatnya!

    3

    "GABE! Gabe! Sebelah. sini!"

    Seseorang memanggil-manggil namaku. Aku mengintip dari. samping laki-laki yang

    sedang melototiku itu, dan melihat Paman Ben dan Sari berdiri di depan meja

    informasi. Mereka melambaikan tangan padaku.

    Wajah laki-laki di hadapanku merah padam, lalu dia marah-marah dalam bahasa

    Arab. Aku tidak mengerti yang dikatakannya. Untung saja. Kemudian dia

    mengenakan tudungnya kembali, sambil terus menggerutu.

    "Maaf!" seruku, lalu cepat-cepat melewatinya dan bergegas ke arah Paman Ben dan

    sepupuku.

    Paman Ben menyalamiku dan berkata, "Selamat datang di Kairo, Gabe." Dia

    memakai kaus polo putih berlengan pendek dan celana baggy. .

    Sari memakai jeans belel yang kakinya dipotong serta kaus oblong berwarna hijau

    menyala. Belum apa-apa dia sudah menertawakanku. Gawat. "Temanmu, ya?" dia

    mengolok-olokku sambil memandang ke arah laki-laki tadi.

    "Aku-aku keliru," aku mengakui. Aku menoleh ke belakang.. Laki-laki itu masih

    melotot.

    "Masa sih kaupikir dia Daddy?" tanya Sari.

    Aku bergumam tak jelas. Sari dan aku sebaya. Tapi kini dia satu inci lebih tinggi

    dariku. Dan rambutnya yang hitam dibiarkan tumbuh panjang, dan dikepang.

    Matanya yang besar dan gelap tampak berbinar-binar. Dia memang paling senang

    mengolok-olokku.

    Kami menuju ke tempat pengambilan koper, dan aku bercerita mengenai

    pengalamanku selama penerbangan. Aku bercerita bagaimana Nancy,si pramugari,

    terus memberikan camilan padaku.

    "Aku baru minggu lalu ke sini," sahut Sari. Tapi aku diizinkan duduk di kelas satu.

    Kau tahu, di kelas satu kita diberi es krim sundae."

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    6/63

    Tidak, aku tidak tahu. Tapi aku langsung sadar bahwa Sari belum berubah sedikit pun.

    Dia bersekolah di sekolah berasrama di Chicago karena Paman Ben selalu berada di

    Mesir. Tentu saja Sari selalu memperoleh nilai A. Dan dia juga juara ski dan tenis.

    Kadang-kadang aku agak kasihan padanya. Ibunya meninggal ketika dia baru berusia

    lima tahun. Dan dia ketemu ayahnya hanya saat liburan sekolah dan selama musimpanas.

    Tapi ketika kami menunggu sampai koperku muncul di ban berjalan, aku sama sekali

    tidak kasihan padanya. Dia sibuk menggembar-gemborkan bahwa piramida ini dua

    kali lebih besar dari piramida yang kukunjungi tahun lalu. Dia sudah dua kali masuk

    ke dalamnya, dan dia menawarkan untuk mengantarku berkeliling-kalau aku berani.

    Akhirnya koper biruku yang penuh sesak muncul juga. Aku menyeretnya dari ban

    berjalan dan menurunkannya ke lantai. Beratnya minta ampun!

    Aku mencoba mengangkatnya, tapi koper itu nyaris tak bergerak.

    Sari langsung mendorongku ke samping. "Biar aku saja," katanya. Dia meraih

    pegangan koper, mengangkat koperku dari lantai, lalu mulai menghampiri pintu

    keluar.

    "Hei-!" seruku. Dasar tukang pamer!

    Paman - Ben menatapku sambil nyengir. "Rupanya Sari sering latihan angkat besi,"

    katanya. Dia memegang pundakku dan menggiringku ke pintu.

    "Ayo, kita ke mobil saja."

    Ternyata Paman Ben masih memakai jip yang sama seperti tahun lalu. Koperku

    segera dinaikkan ke bangku belakang, dan kemudian kami berangkat ke kota.

    "Belakangan ini panasnya minta ampun kalau siang," ujar Paman Ben sambil

    menyeka keningnya dengan saputangan. "Baru setelah malam udara mulai sejuk."

    Lalu lintas merayap perlahan. Suara klakson terdengar dari segala arah. Para

    pengemudi terus menekan klakson, tak peduli apakah mereka sedang maju atau

    berhenti. Kebisingannya terasa mekakkan telinga.

    "Nanti saja," jawab Paman Ben ketika aku bertanya apakah kita akan mampir' dulu di

    Kairo.

    "Kita langsung saja ke AL-Jizah. Kami berkemah di depan piramida di sana, supaya

    jangan jauh-jauh dari tempat kerja."

    "Mudah-mudahan kau tidak lupa bawa semprotan nyamuk," Sari berkomentar.

    "Nyamuk di sana sebesar kodok lho."

    Jangan mengada-ada," Paman Ben menegurnya. "Gabe tidak takut,nyamuk-ya, kan?"

    "Ah, kalau cuma nyamuk, sih...," aku bergumam pelan-pelan.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    7/63

    "Kalau kalajengking?" Sari langsung bertanya lagi.

    Lalu lintas mulai lebih lancar setelah kami meninggalkan kota dan menuju ke gurun

    pasir, yang kuning tampak berkilau-kilau. di bawah sinar matahari sore yang terik.

    Panasnya minta ampun ketika jip kami. melaju menyusuri jalan dua arah yang sempit.

    Tidak lama kemudian sebuah piramida mulai kelihatan. Aku menahan napas. Musim

    panas lalu aku memang sudah mengunjungi beberapa piramida, namun pemandangan

    tersebut tetap saja menakjubkan.

    "Aku belum juga bisa percaya bahwa umur piramida-piramida itu sudah lebih dari

    empat ribu tahun!" seruku.

    "Yeah. Bayangkan saja, aku pun kalah tua!" Paman berkelakar. Tapi kemudian -

    roman mukanya jadi serius. "Setiap kali aku berdiri di hadapan piramida, aku selalu

    diliputi perasaan bangga, Gabe," mengakuinya. "Leluhur kita ternyata cukup cerdasdan terampil untuk membangun keajaiban seperti ini."

    Paman Ben benar. Piramida mempunyai tempat khusus di hatiku, sebab keluargaku

    memang berasal dari sini. Kakek dan nenekku semuanya orang Mesir. Mereka pindah

    ke Amerika Serikat sekitar tahun 1930-an. Ayah dan ibuku lahir di Michigan.

    Aku sendiri merasa sebagai anak Amerika sejati. Tapi kunjungan ke tanah leluhurku

    tetap saja merupakan sesuatu yang istimewa.

    Ketika kami mendekat, piramida itu seakan-akan bertambah tinggi di hadapan kami.

    Bayangannya menimbulkan segitiga gelap yang panjang pada pasir yang kuning.

    Aku melihat pelataran parkir yang dipenuhi mobil dan bis wisata. Di satu sisinya ada

    sekelompok unta-unta berpelana. Serombongan turis tampak menyebar. Ada yang

    menatap piramida, ada yang sibuk mengambil foto, ada pula yang tengah berbincang-

    bincang dengan ramai sambil menunjuk-nunjuk.

    Paman Ben membelok ke sebuah jalan kecil. Kami menjauhi rombongan turis tadi,

    menuju ke bagian belakang piramida. Ketika kami masuk ke bayangannya, udara

    mendadak terasa lebih sejuk.

    "Uh, aku mau berbuat apa saja demi semangkuk es krim," Sari mengeluh, "Seumur

    hidup aku belum pernah kepanasan seperti sekarang."

    Jangan bicara soal panas," Paman Ben menyahut. Aku melihat keringatnya mengalir

    dari kening ke alisnya yang tebal. "Lebih baik kaubilang betapa seriangnya kau

    melihat ayahmu setelah sekian bulan tak pernah bertemu."

    Sari mengerang tertahan. "Aku bakal lebih senang lagi melihatmu, Dad, kalau kulihat

    kau menenteng es krim."

    Paman Ben tertawa.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    8/63

    Seorang penjaga berseragam cokelat mencegat jip kami. Paman Ben memperlihatkan

    kartu pengenal berwarna biru, dan si penjaga segera membiarkan kami lewat.

    Kami menyusuri jalan di belakang piramida sampai ke deretan tenda kanvas putih.

    "Selamat datang di Pyramid Hilton!" Paman Ben bergurau. "Nah, itu kamar eksklusif

    kami." Ditunjuknya tenda terdekat.

    "Tempatnya lumayan nyaman," katanya lagi sambil memarkir jipnya di samping

    tenda. "Tapi layanan kamarnya payah."

    "Dan kita harus berhati-hati terhadap kalajengking," Sari memberi peringatan.

    Dia tak bosan-bosannya berusaha menakut-nakuti aku.

    Kami menurunkan koperku. Kemudian aku diajak Paman Ben ke kaki piramida.

    Para kru kamera sedang membereskan perlengkapan. Seorang laki-laki muda yangberselubung debu muncul dari pintu masuk rendah di antara dua bongkahan batu. Dia

    melambaikan tangan kepada pamanku, lalu bergegas ke arah tenda-tenda.

    "Salah satu anak buahku," Paman Ben bergumam. Dia menunjuk ke piramida. "Nah,

    ini dia, Gabe. Lain sekali dengan Michigan, bukan?"

    Aku mengangguk. "Luar biasa," ujarku. Dengan sebelah tangan kulindungi mataku

    dari cahaya yang menyilaukan agar bisa melihat puncaknya.

    "Aku lupa bahwa piramida bisa sebesar ini kalau dilihat langsung."

    "Besok, kalian akan kuajak ke makam di dalamnya," Paman Ben berjanji. "Kau

    datang pada waktu yang tepat. Sudah berbulan-bulan kami melakukan penggalian di

    sini. Dan sekarang, akhirnya kami siap membuka segel dan masuk ke makam itu."

    "Wow!" aku berseru. Sebenarnya aku tidak mau kelihatan terlalu bersemangat di

    depan Sari. Tapi aku tidak bisa menahan diri. Aku sudah tak sabar menunggu sampai

    besok.

    "Daddy bakal jadi sangat terkenal setelah masuk ke makam, bukan?" tanya Sari. Dia

    menepuk seekor lalat yang hinggap di lengannya. "Aduh."

    "Aku akan begitu terkenal, sampai lalat-lalat pun takkan berani mengganggumu,"

    balas Paman Ben.

    "Ngomong-ngomong, kalian tahu sebutan untuk lalat di Mesir kuno dulu?"

    Sari dan aku menggelengkan kepala.

    "Aku juga tidak," Paman Ben menyahut sambil nyengir lebar. Dasar tukang bercanda.

    Dia tak pernah kehabisan lelucon. Tiba-tiba roman mukanya berubah. "Oh ya,

    sebelum aku lupa, aku punya hadiah untukmu, Gabe."

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    9/63

    "Hadiah?"

    "Tunggu-wah, di mana aku menyimpannya tadi?" Dia merogoh-rogoh kantong

    celananya.

    Sementara dia mencari-cari, aku melihat sesuatu bergerak di belakangnya. Sebuahbayangan, di pintu masuk ke piramida.

    Aku memicingkan mata.

    Bayangan itu bergerak. Sebuah sosok muncul sambil terseok-seok.

    Pertama-tama aku menyangka aku salah lihat. Tapi kemudian aku sadar bahwa aku

    tidak keliru.

    Sosok itu melangkah keluar dari piramida wajahnya terbungkus kain usang berwarna

    kuning. Begitu pula lengannya. Dan kakinya.

    Aku hendak berteriak - tapi suaraku tersangkut di tenggorokkan.

    Dan sementara aku berusaha menarik perhatian pamanku, mumi itu berjalan dengan

    lengan terjulur ke depan, menghampirinya dari belakang.

    4

    Aku melihat Sari membelalakkan mata karena ngeri. Dia memekik tertahan.

    Paman, Ben-!" aku akhirnya menjerit. "Awas! Di belakang! Ada-ada-!"

    Ia menatapku dengan bingung.

    Mumi itu semakin dekat. Tangannya seakan-akan hendak meraih tengkuk Paman Ben.

    "Ada mumi!" aku berteriak.

    Paman Ben membalikkan dan berseru kaget. "Dia bisa jalan! Dengan jari gemetarania menunjuk mumi itu, lalu mundur selangkah. "Dia bisa jalan!"

    "Ohhh!" Sari mengerang.

    Aku membalik dan langsung kabur.

    Tapi sekonyong-konyong mumi itu mulai tertawa. Dia menurunkan tangannya yang

    kuning. "Buu!" seru mumi itu, lalu terbahak-bahak.

    Aku menoleh dan melihat bahwa Paman Ben juga tertawa. Matanya yang gelap

    tampak berbinar-binar. "Dia bisa jalan! Dia bisa jalan!" katanya sambil geleng-gelengkepala. Dengan santai Paman merangkul pundak murni itu.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    10/63

    Aku menatap keduanya sambil terheran-heran. Jantungku masih berdegup kencang.

    "Ini John," ujar Paman Ben. Sepertinya ia benar-benar menikmati leluconnya. "Dia

    membuat iklan TV di sini. Iklan untuk plester baru dengan perekat 1ebih kuat." ,

    "Sticky Bird Bandages," kata John. "Cocok untuk mumi Anda."

    Ia dan Paman Ben kembali tertawa. Kemudian pamanku menunjuk kru kamera yang

    sedang menaikkan peralatan mereka ke truk kecil, "Pekerjaan mereka sebenarnya

    sudah selesai. Tapi John bersedia menunggu di sini untuk ikut menakut-nakuti

    kalian."

    Sari tersenyum kecut. "Ha-ha," katanya singkat. "Dad pikir begitu saja aku sudah

    takut? Lalu dia menambahkan, "Tapi kasihan Gabe, lho. Dad lihat tampangnya tadi?

    Dia hampir kaku karena ngeri! Aku sudah kuatir dia bakal ambruk seperti pohon

    tumbang!"

    Paman Ben dan John tertawa.

    "Hei-enak saja!" aku membantah. Telingaku mulai terasa panas.

    Seenaknya saja Sari menudingku. Padahal dia sendiri kaget setengah mati waktu

    mumi itu muncul sambil terseok-seok. Dia sama takutnya seperti aku!

    "Kau juga menjerit tadi!" ujarku sengit. "Aku dengar kok." .

    "Aku sengaja menjerit supaya kau tambah ngeri," dalihnya. Dengan angkuh dia

    memindahkan kepangannya yang panjang ke belakang.

    "Aku sudah ditunggu, nih," John berkata sambil menatap arlojinya. "Begitu sampai di

    hotel, aku langsung mencebur ke kolam renang. Aku bakal berendam selama

    seminggu!" Dia melambaikan tangannya yang terbalut kain kusam, lalu bergegas ke

    truk kecil tadi.

    Brengsek, kenapa baru sekarang aku melihat arloji di pergelangan tangannya? Aku

    merasa tolol sekali. "Oke," aku. berseru dengan gusar, "mulai sekarang aku takkan

    mau ditipu lagi!"

    Pamanku tersenyum dan mengedipkan mata. "Berani taruhan?"

    "Eh, bagaimana dengan hadiah Gabe?" tanya Sari. "Apa sih hadiahnya?"

    Paman Ben mengeluarkan sesuatu dari kantong dan memperlihatkannya padaku.

    Sebuah mata kalung yang diikat tali. Terbuat dari kaca tembus pandang berwarna

    jingga. Mata kalungnya tampak berkilau-kilau.

    Paman Ben menyerahkannya padaku. Aku memegang-megangnya dengan sebelah

    tangan. Permukaan mata kalung itu ternyata licin sekali. "Apa ini?" tanyaku. "Jeniskaca apa ini?'" .

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    11/63

    "Itu bukan kaca," jawab Paman Ben. "Itu sejenis batu yang dinamakan amber." Paman

    menghampiriku, ikut mengamati mata kalung itu. "Coba kauangkat, lalu perhatikan

    baik-baik." .

    Aku mengangkat mata kalungku, dan melihat seekor serangga besar terperangkap didalamnya.

    "Kelihatannya seperti kumbang," aku berkomentar.

    "Betul," ujar Paman Ben. Ia memicingkan sebelah mata agar darat melihat lebih jelas.

    "Itu kumbang tanduk purba: Namanya scarab. Kumbang itu terperangkap empat ribu

    tahun yang lalu. Tapi kaulihat sendiri, badannya masih utuh sampai sekarang."

    "Idih," kata Sari sambil meringis. Dia menepuk punggung ayahnya. "Hadiah.bagus,

    Dad. Kumbang mati. Pokoknya, kalau Natal nanti, jangan Daddy yang cari hadiah!"

    Paman Ben tertawa, kemudian kembali berpaling padaku. "Scarab sangat penting bagi

    orang Mesir di zaman Firaun," katanya menjelaskan. "Mereka menganggap scarab

    sebagai lambang kehidupan abadi."

    Aku mengamati punggung kumbang, itu, keenam kakinya yang masih utuh.

    "Menurut kepercayaan mereka, orang yang memelihara scarab akan hidup selama-

    lamanya," pamanku melanjutkan. "Tapi orang yang digigit scarab akan mati

    seketika."

    "Aneh," Sari bergumam.

    "Bentuknya bagus juga," aku berkomentar. "Betulkah umurnya sudah empat ribu

    tahun?"

    Paman Ben mengangguk. "Pakai saja sebagai kalung, Gabe. Siapa tahu sisa-sisa

    kekuatannya masih ada."

    Aku mengenakan kalung itu dan menyelipkannya ke balik T-shirt-ku. "Terima kasih,

    Paman," ujarku.

    Paman menyeka keringat di keningnya dengan saputangan yang telah diremas-remas.

    "Oke, sekarang kita balik dulu ke tenda. Kalian pasti mau minuman dingin, bukan?"

    Kami berjalan beberapa langkah---lalu berhenti karena melihat Sari.

    Seluruh tubuhnya gemetaran. Mulutnya terbuka lebar ketika dia menunjuk-nunjuk

    dadaku.

    "Sari ada apa?" seru Paman Ben.

    "S-scarab itu," dia tergagap-gagap. "Dia... terlepas! Aku melihatnya!" Dia menunjukke bawah. "Itu dia!"

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    12/63

    "Hah?" Aku langsung membalik dan membungkuk untuk mencari serangga itu.

    Aduh!" aku memekik. Betisku seperti disengat. Dan kemudian aku sadar bahwa

    scarab itu telah menggigitku. .

    5

    AKU menahan napas. Ucapan Paman Ben,tadi masih terngiang-ngiang di telingaku.

    "Orang yang memelihara scarab akan hidup selama-lamanya, Tapi orang yang digigit

    scarab akan mati seketika. "

    Mati seketika?

    "Ahhh!" aku melolong, lalu berbalik.

    Dan kemudian aku melihat Sari berlutut. Dia nyengir lebar. Tangannya masih terjulur

    ke depan.

    Seketika aku sadar bahwa dia telah mencubit betisku.

    Jantungku masih berdebar-debar ketika aku melihat kalungku dan menatap batu

    berwarna jingga itu. Scarab-nya ternyata masih terperangkap di dalam.

    "Uuu-huuhh!" aku berseru dengan jengkel. Aku kesal pada diriku sendiri.

    Apakah aku akan tertipu setiap kali Paman Ben dan Sari menjailiku? Wah, kalau

    begitu, liburan kali ini bakal terasa lama sekali.

    Seperti yang sudah kukatakan tadi, aku menyukai sepupuku yang satu ini. Kecuali

    kalau dia lagi sok jago dan mau menang sendiri, kami sebenarnya akur-akur saja.

    Tapi sekarang aku ingin menonjoknya. Aku ingin menyemprotnya dengan kata-kata

    pedas.

    Sayangnya, aku tidak berhasil menemukan kata-kata yang cukup pedas.

    "Kau keterlaluan, Sari," aku bergumam. Sambil mendongkol kalungku kuselipkan

    lagi ke balik T-shirt. .

    Memang - dan kau ketipu lagi," sahutnya sambil nyengir lebar.

    Malam itu, aku berbaring di ranjang dan menatap langit-langit tenda yang rendah

    sambil mendengarkan suara-suara di sekelilingku. Aku mendengarkan suara angin

    yang berembus pelan, suara tiang-tiang tenda yang berderak-derak, suara dinding

    tenda yang mengepak-ngepak.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    13/63

    Aku menoleh, dan melihat cahaya bulan yang pucat melalui celah di pintu tenda. Aku

    melihat rumput kering yang tumbuh di gundukan-gundukan pasir di luar. Aku melihat

    bercak air pada dinding tenda di atas ranjangku.

    Aku takkan bisa tidur, pikirku dengan galau.

    Untuk kedua puluh kali aku menepuk-nepuk bantalku yang kempis supaya

    mengembang. Selimut wol yang kasar terasa gatal di daguku.

    Aku sudah sering menginap di tempat orang lain. Tapi aku selalu tidur di dalam

    ruangan tertutup. Bukan di tengah gurun pasir yang luas, di dalam tenda kecil yang

    mengepak-ngepak dan berderak-derak.

    Aku bukannya takut. Pamanku tidur mendengkur di ranjangnya, yang berjarak

    beberapa meter aja dari ranjangku.

    Aku cuma tidak bisa tidur.

    Aku mendengar daun-daun palem di luar berdesir-desir. Aku mendengar bunyi ban

    mobil-mobil yang berjarak puluhan kilometer dari tendaku.

    Dan aku juga mendengar detak jantung ketika ada sesuatu yang bergerak di dadaku.

    Aku langsung merasakan gerakan itu.

    Rasanya seperti digelitik.

    Hanya ada satu jawaban. Scarab di dalam mata kalungku sedang menggeliat-geliat.

    Kali ini bukan lelucon.

    Bukan lelucon. Binatang itu benar-benar bergerak.

    Aku meraba-raba dalam kegelapan dan menyingkirkan selimut. Kemudian kuangkat

    kalungku menentang cahaya bulan, Aku melihat kumbang gendut yang terperangkap

    di dalamnya.

    "Kamu bergerak, ya?" bisikku. "Kamu habis menggerak-gerakkan kakimu?"

    Tiba-tiba aku malu sendiri. Kenapa aku sampai berbisik-bisik kepada serangga

    berumur empat ribu tahun? Kenapa aku bisa menyangka bahwa dia masih hidup?

    Sambil menggerutu dalam hati kukembalikan kalungku ke balik baju tidurku.

    Sama sekali tak terbayang olehku bahwa tak lama lagi kalung itu akan menjadi sangat

    penting untukku.

    Sama sekali tak terbayang olehku bahwa kalung itu menyimpan rahasia yang akan

    menyelamatkan nyawaku-atau mencabutnya.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    14/63

    6

    UDARA di tendaku sudah panas ketika aku, terbangun keesokan paginya. Sinar

    matahari yang terang benderang masuk lewat pintu tenda yang terbuka lebar. Sambil

    memicing karena si1au aku menggosok-gosok mata dan meregangkan badan.

    Punggungku pegal. Ranjangku ternyata keras sekali!

    Tapi aku terlalu bersemangat untuk mengkhawatirkan punggungku. Pagi ini aku akan

    masuk ke dalam piramida, ke pintu makam tua di tengah-tengahnya.

    Cepat-cepat aku mengenakan T-shirt bersih serta jelana jeans yang kemarin kupakai.

    Kemudian kuatur letak kalung di balik T-shirt-ku, dan menyelipkan tangan mumiku

    ke kantong belakang celana.

    Kalung dan tangan mumi ini sudah cukup melindungiku, kataku dalam hati. Tak

    mungkin terjadi apa-apa.

    Setelah menyisir rambut, aku memakai topi kebanggaanku yang berlambang

    Michigan Wolverines, lalu bergegas ke tenda mes untuk ikut sarapan.

    Matahari seakan-akan melayang di atas pohon-pohon palem di kejauhan. Hamparan

    pasir yang membentang sampai ke cakrawala tampak berkilau-kilau. Aku menarik

    napas dalam-dalam untuk menghirup udara segar.

    Uh. Rupanya ada kawanan unta di sekitar perkemahan, aku menyadari. Udaranya

    tidak bisa disebut segar.

    Sari dan Paman Ben ternyata sudah mulai sarapan. Mereka duduk di meja panjang di

    tenda mes. Seperti kemarin, Paman Ben mengenakan celana baggy dan kaus putih.

    Tapi pagi ini sudah ada noda kopi di bagian dadanya.

    Rambut Sari yang hitam dan panjang disisir ke belakang dan dikuncir. Dia memakai

    celana tenis serta kaus oblong berwarna merah cerah.

    Mereka menyapaku ketika aku memasuki tenda. Aku menuang segelas air jeruk dan

    mengisi mangkukku dengan raisin bran, berhubung tidak ada Frosted Flakes.

    Tiga anak buah Paman Ben sedang makan di ujung meja. Mereka asyik

    membicarakan pekerjaan mereka. "Hari ini kita bakal masuk," aku mendengar salah

    satu dari mereka berkata.

    "Mungkin perlu waktu berhari-hari untuk membongkar segel di pintu makam,"

    seorang wanita muda berkomentar. .

    Aku mengambil tempat di samping Sari. "Tolong ceritakan semuanya tentang makam

    itu," aku berkata kepada Paman Ben. "Makam siapa sih itu? Siapa yang dimakamkan

    di situ?"

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    15/63

    Pamanku tertawa. "Kalau boleh, aku ingin mengucapkan selamat pagi dulu sebelum

    mulai berceramah."

    Sari mengintip ke mangkukku. "Eh, coba lihat, nih," dia berkata sambil menunjuk.

    "Aku dapat lebih banyak kismis daripada kau!"

    Aku kan sudah bilang, dia bisa mengubah acara sarapan jadi perlombaan!

    "Ya, tapi aku dapat lebih banyak daging buah dalam air jerukku," aku membalas.

    Aku cuma bercanda, tapi dia langsung memperhatikan gelasnya untuk memastikan.

    Paman Ben menyeka mulut dengan tisu, lalu menghirup kopi. "Kalau aku tidak

    salah," Paman mulai bercerita, "makam yang kami temukan adalah makam seorang

    pangeran. Dia masih sepupu Raja Tutankhamen."

    "Raja Tut, maksudnya," Sari menyela.

    "Aku tahu!" balasku ketus.

    "Makam Raja Tut ditemukan tahun 1922," Paman Ben melanjutkan. "Makamnya

    yang luas sebagian besar berisi harta firaun itu. Temuan tersebut adalah temuan

    arkeologi paling menakjubkan abad ini." Senyumnya terkembang. "Sampai sekarang."

    "Jadi temuan Paman akan lebih menakjubkan lagi?" tanyaku. Aku sama sekali belum

    menyentuh makananku. Seluruh perhatianku terfokus pada cerita Paman Ben.

    Paman mengangkat bahu. "Tak seorang pun bisa memastikan apa yang terdapat di

    balik pintu makam itu, Gabe. Kita terpaksa menunggu sampai pintunya berhasil

    dibuka. Tapi aku punya firasat bagus. Kurasa makam ini -makam Pangeran Khor-Ru.

    Dia sepupu sang firaun. Dan konon hartanya tak kalah banyak."

    "Dan menurut Daddy, semua mahkota dan permata dan harta Pangeran Khor-Ru ini

    ikut dikubur bersama dia?" tanya Sari.

    Paman Ben menghabiskan kopinya, lalu menggeser cangkir yang telah kosong itu.

    "Siapa tahu?" ujarnya. "Bisa jadi kita akan menemukan harta karun di sana: Tapi

    mungkin juga ruangan itu tak berisi apa-apa."

    "Bagaimana mungkin?" aku menyanggah. "Mana ada makam kosong di sebuah

    piramida?"

    "Penjahat," jelas Paman Ben sambil mengerutkan kening. "Jangan lupa, Pangeran

    Khor-Ru dimakamkan sekitar 1300 SM. Dalam abad-abad sesudah itu, tidak sedikit

    makam kuno dibongkar penjahat, yang lalu menjarah semua harta yang mereka

    temukan di sana."

    Paman bangkit dan menghela napas. "Bukan tidak mungkin jerih payah kita selama

    berbulan-bulan tidak membuahkan hasil apa pun selain ruangan kosong. "

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    16/63

    "Tidak mungkin!" seruku dengan berapi-api. "Aku yakin kita bakal menemukan

    mumi sang pangeran di sana. Dan permata-permata bernilai jutaan dolar!"

    Paman Ben menatapku sambil tersenyum. "Sudahlah, jangan bicara terus," katanya.

    "Habiskan dulu sarapanmu, supaya kita bisa segera mulai bekerja."

    Tidak lama setelah itu Sari dan aku meninggalkan tenda mes bersama Paman Ben. Ia

    melambaikan tangan kepada dua anak muda yang baru keluar dari tenda perlengkapan

    sambil membawa alat-alat gali. Kemudian ia menghampiri mereka untuk

    membicarakan sesuatu.

    Sari dan aku menunggu. Dia berpaling kepadaku, dan roman mukanya tampak serius.

    "Eh, Gabe," katanya pelan-pelan, "sori kalau aku menyebalkan selama ini."

    "Kau? Menyebalkan?" aku menyahut dengan nada menyindir.

    Dia tidak tertawa. "Aku agak kuatir;" dia memberitahuku. "Tentang Daddy."

    "Ada apa, sih?" tanyaku. "Ayahmu sehat-sehat saja, kan? Dia kelihatan riang

    gembira,"

    "Justru itu yang membuatku kuatir," bisik Sari. "Daddy terlalu. riang gembira dan

    bersemangat. Dia yakin temuan ini bakal membuatnya terkenal."

    "Terus?" aku kembali bertanya.

    "Bagaimana kalau ternyata cuma ada ruangan kosong?" balas Sari. Dia menoleh dan

    memperhatikan ayahnya. "Bagaimana kalau makam itu sudah dijarah penjahat? Atau

    malah bukan makam si pangeran? Bagaimana kalau Dad membongkar segel,

    membuka pintu dan cuma menemukan ruangan berdebu yang penuh ular?"

    Dia menarik napas panjang. "Dad pasti akan patah semangat. Seluruh tenaga dan

    pikirannya dicurahkan pada proyek ini. Aku tidak tahu apakah ia sanggup menahan

    kekecewaan yang mungkin bakal dialaminya."

    "Kenapa kau jadi pesimis begini, sih?" sahutku. "Bagaimana kalau-"

    Aku mendadak terdiam, karena Paman Ben sudah kembali berjalan ke arah kami."Ayo, kita masuk saja," katanya penuh semangat. "Menurut para pekerja, kita sudah

    dekat sekali ke pintu ruang makam."

    Paman merangkul Sari dan aku, lalu menggiring kami memasuki piramida.

    Udara langsung terasa lebih sejuk ketika kami melangkah ke bayangan bangunan

    raksasa itu.

    Aku melihat pintu masuk yang rendah di kaki dinding belakang. Pintunya kecil sekali,

    sehingga kami terpaksa mengantre. Aku mengintip ke dalam lubang yang sempit itu,

    dan melihat bahwa terowongan di baliknya menurun curam.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    17/63

    Moga-moga aku tidak terpeleset nanti, pikirku waswas. Dalam hati aku

    membayangkan diriku jatuh ke lubang gelap tanpa dasar.

    Yang paling penting, aku jangan sampai jatuh di depan Sari. Soalnya aku yakin,

    sampai kapan pun dia akan terus mengungkit-ungkit kejadian itu.

    Paman Ben menyerahkan helm proyek berwarna kuning kepada Sari dan aku.

    Masing-masing helm dilengkapi lampu senter, seperti helm yang dipakai di tambang

    batubara. "Kalian harus terus mengikuti aku," ia berpesan. "Aku masih ingat musim

    panas tahun lalu, kalian memisahkan diri dari rombongan dan membuat repot semua

    orang."

    "Ka-kami takkan merepotkan Paman," aku tergagap-gagap. Sebenarnya aku malu

    juga karena ketahuan gugup, tapi bagaimana lagi? Suaraku tidak mau diajak bekerja

    sama.

    Aku melirik ke arah Sari. Dia sedang mengatur letak helmnya, Dia tampak tenang danpenuh percaya diri,

    "Aku akan berjalan di depan," ujar Paman Ben.

    Ia menarik tali pengikat helmnya ke bawah dagu. Kemudian berbalik hendak

    memasuki terowongan. Tapi sebuah teriakan melengking membuat kami Semua

    berhenti mendadak dan menoleh ke belakang.

    ''Jangan! Tunggu! Jangan masuk!"

    7

    SEORANG wanita muda bergegas melintasi lapangan di muka piramida. Rambutnya

    yang hitam dan panjang melambai-lambai tertiup angin. Ia membawa tas kerja

    berwarna cokelat. Kameranya, yang dikalungkannya di leher, tampak berayun-ayun.

    Ia berhenti di depan kami dan tersenyum kepada Paman Ben. "Doktor Hassad?" ia

    bertanya sambil tersengal-sengal.

    Pamanku mengangguk. "Ya?" Ia menunggu sampai napas wanita itu kembali normal.

    Wow, ia cantik sekali, aku berkata dalam hati. Rambutnya hitam, panjang, lurus dan

    berkilau-kilau. Beberapa helai terurai di keningnya. Matanya berwarna hijau, dan aku

    belum pernah melihat mata seindah itu.

    Pakaiannya serba putih-jas putih dan blus putih dan celana panjang putih. Orangnya

    termasuk pendek, hanya satu atau dua inci lebih tinggi dari Sari. Ia pasti bintang film

    atau sebangsanya, pikirku.

    Ia meletakkan tas kerjanya di pasir, lalu menyibakkan rambutnya ke belakang. "Maaf,

    saya berteriak-teriak tadi, Doktor Hassad," ia berkata kepada pamanku, "tapi saya

    memang perlu bicara dengan Anda. Saya takut Anda keburu masuk ke dalampiramida sebelum saya sempat menemui Anda."

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    18/63

    Paman Ben menatapnya sambil mengerutkan kening. "Bagaimana Anda bisa

    melewati pos jaga?"

    Paman bertanya sambil melepaskan helm proyeknya."

    "Saya menunjukkan kartu pers saya, Jawab wanita itu. "Saya wartawati Cairo Sun.

    Nama saya Nila Rahmad. Saya berharap-"

    "Nila?" Paman Ben memotong. "Nama yang indah."

    Wanita itu tersenyum. ''Ya. Ibu saya mengambil nama saya dari Sungai

    Kehidupan.Sungai Nil."

    "Hmm, indah sekali," ujar Paman Ben. Matanya berbinar-binar. "Tapi untuk

    sementara saya belum bisa mengizinkan wartawan mana pun meliput pekerjaan kami

    di sini."

    Nila mengerutkan kening dan menggigit bibir.

    "Beberapa hari lalu saya sempat berbicara dengan Doktor Fielding," katanya.

    Pamanku langsung membelalakkan mata. "Oh, ya?"

    "Doktor Fielding memberi izin kepada saya untuk menulis tentang temuan Anda,"

    Nila berkeras sambil menatap pamanku.

    "Hmm, sejauh ini kami belum menemukan apa-apa!" Paman Ben menyahut dengan

    ketus. "Mungkin bahkan tidak ada apa-apa untuk ditemukan."

    "Informasi yang saya terima dari Doktor Fielding berbeda," balas Nila. "Ia tampak

    yakin bahwa temuan Anda akan menggemparkan dunia."

    Paman Ben tertawa. "Rekan saya itu kadang-kadang terbawa semangatnya sendiri dan

    terlalu banyak bicara," katanya kepada Nila.

    Wanita itu menatap pamanku dengan pandangan memohon. "Bolehkah saya ikut

    masuk ke dalam piramida bersama Anda?" Ia melirik Sari dan aku.

    "Sepertinya Anda sudah punya tamu lain."

    "Putri saya, Sari, dan keponakan saya, Gabe,"

    Paman Ben memperkenalkan kami.

    "Izinkan saya ikut bersama mereka," Nila mendesak. "Saya berjanji takkan menulis

    sepatah kata pun tanpa persetujuan Anda."

    Paman Ben menggaruk-garuk dagu. Ia kembali memasang helm. "Dan jangan ambilfoto," gumamnya.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    19/63

    "Apakah ini berarti bahwa saya boleh ikut?" Nila bertanya penuh harap.

    Paman Ben mengangguk. "Sebagai pengamat."

    Paman berusaha menampilkan diri sebagai orang yang keras. Tapi aku langsung tahubahwa ia menyukai wanita itu.

    Nila tersenyum hangat, "Terima kasih, Doktor Hassad."

    Paman Ben meraih ke dalam kotak penyimpan dan menyerahkan helm proyek kepada

    Nila. "Jangan berharap terlalu banyak. Takkan ada temuan menakjubkan hari ini. Tapi

    kami sudah mulai dekat."

    Nila mengenakan helmnya, lalu berpaling kepada Sari dan aku. "Kalian juga baru

    pertama kali masuk ke dalam piramida ini?" ia bertanya.

    "Oh, tidak. Saya sudah tiga kali masuk," ujar Sari sambil membusungkan dada.

    "Pokoknya seru sekali."

    "Saya baru tiba kemarin," kataku. "Jadi ini memang pertama kali saya-"

    Aku terdiam ketika melihat roman muka Nila mendadak berubah.

    Kenapa ia menatapku seperti itu?

    Aku menunduk dan menyadari bahwa ia menatap kalungku. Ia sampai terbengong-

    bengong.

    "Oh! Tidak mungkin! Tidak mungkin! Ini betul-betul aneh!" serunya.

    8

    A-ADA apa?" aku tergagap-gagap.

    "Kita kembar!" Nila berseru. Ia meraih ke balik jasnya, dan mengeluarkan kalung

    yang melingkar di lehernya.

    Mata kalungnya terbuat dari batu transparan berwarna jingga, dan bentuknya persis

    seperti mata kalungku.

    "Wah, kok bisa sama, ya?" ujar Paman Ben.

    Nila meraih mata kalungku dan membungkuk untuk memeriksanya. "Mata kalungmu

    berisi scarab," katanya sambil mengamatinya dari segala arah. Kemudian ia

    mendekatkan mata kalungnya ke wajahku. "Coba lihat, Gabe. Punyaku tidak ada

    isinya."

    Aku memperhatikan mata kalungnya. Kelihatannya seperti kaca berwarna jingga.Tidak ada apa-apa di dalamnya.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    20/63

    "Menurut saya, sih, mata kalung Anda lebih bagus," Sari berkata kepada Nila. "Saya

    tidak suka kalau ada kumbang mati menggelantung di leher saya."

    "Tapi kalau saya tidak salah, kumbang itu semacam lambang keberuntungan," balas

    Nila. Ia mengembalikan kalungnya ke balik jas, "Moga-moga mata kalung yangkosong bukan lambang nasib buruk!"

    "Mudah-mudahan saja," Paman Ben menimpali.

    Kemudian ia berbalik dan mengajak kami memasuki piramida.

    Aku tidak mengerti bagaimana itu bisa terjadi, Tapi nyatanya aku tersesat.

    Semula Sari dan aku berjalan di belakang Paman Ben dan Nila. Persis di belakang

    mereka. Aku mendengar penjelasan pamanku tentang dinding terowongan yang

    terbuat dari batu granit dan batu kapur.

    Lampu senter di helm masing-masing telah menyala. Berkas sinar yang kekuning-

    kuningan menerangi lantai dan dinding terowongan yang berselubung debu, ketika

    kami semakin jauh menerobos ke perut piramida itu.

    Langit-langitnya rendah, dan kami semua terpaksa berjalan sambil membungkuk.

    Terowongannya berkelok-kelok, dan beberapa kali kami menemui titik-titik

    percabangan. "Jalan buntu untuk menyesatkan," Paman Ben berkomentar.

    Sorot lampu yang berkedap-kedip sebenarnya tidak banyak membantu. Aku sempat

    tersandung, dan lenganku lecet karena tergores dinding terowongan yang kasar. Udara

    di dalam piramida ternyata lebih dingin dari yang kusangka, dan aku menyesal tidak

    membawa sweter atau jaket.

    Di depan, Paman Ben sedang bercerita mengenai Raja Tut dan Pangeran Khor-Ru

    kepada Nila. Sepertinya pamanku sedang berusaha membuat wanita itu terkesan,

    Jangan-jangan Paman menaruh hati padanya?

    "Wah, ini benar-benar mengasyikkan!" aku mendengar seruan Nila. '''Doktor Fielding

    dan Anda begitu baik sudah mengizinkan saya melihat semua ini."

    "Siapa sih Doktor Fielding itu?" aku berbisik kepada Sari.

    "Rekan kerja Dad," balas Sari. "Tapi mereka tidak cocok. Dad tidak menyukainya.

    Kau pasti akan ketemu dia nanti, Ia selalu ada di sekitar piramida. Aku juga tidak

    menyukainya."

    Aku berhenti untuk mengamati gambar aneh di dinding terowongan. Kelihatannya

    seperti kepala binatang. "Hei-Sari!" bisikku. "Ada gambar kuno, nih."

    Sari geleng-geleng kepala. "Itu kan Bart Simpson," dia bergumam, "Pasti ada anak

    buah Dad yang iseng. "

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    21/63

    "Aku juga tahu!" aku berbohong. "Aku cuma mau mengujimu, kok."

    Aduh, kenapa sih aku selalu mempermalukan diriku sendiri di depan sepupuku itu?

    Aku mengalihkan pandanganku dari gambar di dinding terowongan dan

    membelalakkan mataku.

    Sari telah lenyap.

    Samar-samar aku melihat berkas cahaya senternya di depan. Tapi kemudian cahaya

    itu pun menghilang.

    Aku mempercepat langkah untuk mengejar Sari.

    Tahu-tahu kakiku tersandung lagi.

    Topiku membentur dinding terowongan. Dan senternya langsung padam.

    "Hei-Sari? Paman Ben?" aku memanggil sambil bersandar ke dinding, Keadaan di

    sekelilingku gelup gulita, sehingga aku tidak berani beranjak.

    "Hei-! Ke mana kalian?" Suaraku bergema di terowongan yang sempit.

    Namun tak ada yang menyahut,

    Aku melepaskan helm proyekku, lalu mengotak-atik lampu senternya. Mula-mula

    kuputar untuk mengencangkannya. Kemudian helm itu kuguncang-guncang dengan

    keras. Tapi senternya tak mau menyala lagi.

    Sambil menarik napas panjang, helmnya kupasang kembali ke kepalaku.

    Sekarang bagaimana? aku bertanya dalam hati.

    Aku mulai ngeri. Perutku seperti terisi batu besar, dan tenggorokanku mendadak

    kering kerontang.

    "Hei-tolong!" aku berseru. "Aku di sini. Senterku mati. Aku tidak bisa jalan!"

    Tak ada jawaban.

    Ke mana mereka? Masa sih, mereka tidak sadar bahwa aku menghilang?

    "Hmm, kalau begitu aku tunggu di sini saja," aku bergumam sendiri.

    Aku bersandar ke dinding terowongan. Tahu-tahu dinding itu ambruk, dan aku

    langsung terjatuh.

    Tanganku menggapai-gapai, tapi tidak menemukan tempat berpegang. Tubuhku

    meluncur ke bawah, menembus kegelapan yang pekat.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    22/63

    9

    TANGANKU mendayung-dayung selama aku meluncur, mencari-cari tempat untuk

    berpegang.

    Semuanya, terjadi begitu cepat. Berteriak pun aku tak sempat.

    Kemudian aku terempas dengan keras. Seketika rasa nyeri menjalar pada punggung

    ke kaki dan lenganku. Mataku sampai berkunang-kunang.

    Aku tak bisa bernapas. Sepintas lalu cahaya berwarna merah cerah menari-nari di

    depan mataku, kemudian semuanya kembali gelap. Aku megap-megap, tapi paru-

    paruku tak kunjung terisi udara. Dadaku sesak. Rasanya persis seperti kalau perut kita

    dihantam bola basket,

    Akhirnya aku berhasil duduk tegak dan menoleh ke kiri-kanan. Perlahan-lahan

    terdengar bunyi gesekan di sekelilingku. Sepertinya ada sesuatu yang bergerak-gerakdi lantai tanah yang keras.

    "Hei-ada yang mendengar, tidak?" Sebenarnya aku hendak berteriak lantang, namun

    yang keluar dari mulutku hanya bisikan parau.

    Kepalaku mulai berdenyut-denyut, tapi, napasku sudah hampir normal kembali.

    "Hei-aku ada di bawah sini!" aku memanggil, sedikit lebih keras,

    Tak ada jawaban.

    Masa mereka belum sadar juga bahwa aku menghilang? Masa mereka belum mulai

    mencariku?

    Aku duduk sambil menyandarkan tanganku ke belakang. Tiba-tiba tangan kananku

    terasa gatal.

    Langsung saja kugaruk. Tanpa sengaja tangan kiriku menepis sesuatu. Kemudian aku

    sadar bahwa kakiku juga gatal. Dan aku merasakan sesuatu merayap di pergelangan

    tangan kiriku.

    Aku segera menggoyang-goyangkan tangan.

    "Ada apa ini?" bisikku pelan.

    Seluruh tubuhku mulai gatal. Lengan dan kakiku seperti ditusuk-tusuk.

    Cepat-cepat aku berdiri dan mengayun-ayunkan lengan. Helmku membentur langit-

    langit yang rendah,

    Dan lampu senternya menyala lagi.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    23/63

    Aku memekik tertahan ketika melihat makhluk-makhluk kecil merayap-rayap di

    sekitarku.

    Labah-labah. Ratusan labah-labah putih berbadan gemuk memadati lantai. Mereka

    merayap kian kemari, bertumpang tindih.

    Aku menengadah, dan sorot lampu senter di helmku Ikut bergerak ke atas. Ternyata

    dinding-dinding batu pun penuh labah-labah. Binatang-binatang itu membuat dinding

    tampak seperti bergerak, seolah-olah bernyawa.

    Puluhan labah-labah bergelantungan dari benang-benang halus yang menempel di

    langit-langit. Mereka seakan-akan sedang melayang di udara.

    Aku menepis seekor labah-labah dari kepalaku.

    Baru sekarang aku sadar kenapa kakiku terasa gatal. Kakiku penuh labah-labah.

    Begitu pula lenganku. Dan punggungku.

    "Tolong! Tolong!" aku menjerit. "Hei! Ada yang bisa mendengarku, tidak?"

    Tiba-tiba aku melihat sesuatu yang lebih menakutkan lagi. Jauh lebih menakutkan.

    Seekor ular muncul di atas dan meluncur ke arah wajahku.

    10

    AKU merunduk dan berusaha melindungi kepalaku ketika ular itu semakin dekat.

    "Tangkap!" aku mendengar seseorang berseru. Tangkap ujungnya!"

    Aku memekik kaget, dan menoleh ke atas. Sorot senter mengikuti gerakan kepalaku.

    Dan kemudian aku melihat bahwa yang turun itu bukan ular-melainkan tali tambang.

    "Tangkap, Gabe! Cepat!" Sari berseru dari atas.

    Sambil menggoyang-goyangkan kaki dan tangan agar semua labah-labah yang

    menempel di tubuhku terlepas, aku berusaha meraih ujung tali itu.

    Dan kemudian tubuhku mulai terangkat.

    Beberapa detik setelah itu, Paman Ben mengulurkan tangannya, lalu mencengkeram

    pundakku.

    Jika dia menarikku naik, aku melihat Sari dan Nila menghela tali dengan sekuat

    tenaga.

    Aku berseru dengan gembira ketika kakiku kembali menginjak lantai yang kokoh.

    Tapi kegembiraanku tidak bertahan lama. Seluruh tubuhku serasa terbakar!

    Aku kembali menendang-nendang dan menepis-nepis, lalu menginjak-injak semualabah-labah yang berjatuhan.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    24/63

    Kemudian aku sadar bahwa Sari sedang menertawakanku. "Wah, Gabe, apa sih nama

    tarian itu? dia bertanya.

    Paman Ben dan Nila ikut tertawa. "Bagaimana kau bisa jatuh ke situ, Gabe?" tanya

    pamanku, sambil menatap ke lubang yang penuh labah-labah itu.

    "Dindingnya ambruk," aku menyahut sambil menggaruk-garuk:kaki.

    "Aku pikir kau masih di belakangku," ujar Sari. "Waktu aku menengok..." suaranya

    melemah.

    Berkas sinar dari lampu senter di helm Paman Ben menyorot ke bawah. "Wah, dalam

    juga," Paman berkomentar sambil kembali berpaling padaku. "Kau betul tidak apa-

    apa?"

    Aku mengangguk. "Yeah. Aku cuma sempat tidak bisa napas tadi, Dan kemudianlabah-labah itu-"

    "Di sini ada ratusan ruang seperti itu," pamanku berkata kepada Nila. "Orang-orang

    yang membangun piramida sengaja membuat lorong-lorong buntu dan jebakan-

    jebakan untuk mengelabui para penjarah agar mereka tidak dapat menemukan ruang

    makam yang sesungguhnya,"

    "Idih! Labah-labahnya gemuk sekali!" Sari bergumam sambil mundur selangkah.

    "Di bawah sana ada, sejuta," aku bercerita. "Di dinding, di langit-langit-di mana-

    mana."

    "Oh, aku pasti akan bermimpi buruk," ujar Nila pelan-pelan sambil bergeser lebih

    dekat ke pamanku.

    "Kau yakin baik-baik saja?" Paman Ben bertanya sekali lagi.

    Aku sudah hendak menjawab, tapi tiba-tiba aku ingat sesuatu. Tangan mumi-ku.

    Tangan itu terselip di kantong belakang celanaku.

    Jangan-jangan remuk waktu aku terjatuh tadi?

    Jantungku hampir copot. Aku tidak mau tangan mungil itu rusak. Tangan mungil itu

    jimat keberuntunganku.

    Aku segera merogoh kantong dan menariknya ke luar. Kemudian aku memeriksanya

    dengan saksama sambil mengarahkan berkas sinar dari senterku.

    Ternyata masih utuh. Aku menarik napas lega.

    Tangan itu ternyata tidak remuk, namun tetap terasa dingin ketika kupegang.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    25/63

    "Apa itu?" Nila bertanya sambil membungkuk sedikit agar dapat melihat lebih jelas.

    Ia menyibakkan rambutnya yang panjang. "Kelihatannya seperti Pemanggil."

    "Bagaimana Anda tahu itu?" aku balik bertanya.

    Nila memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. "Saya tahu banyak tentang Mesirkuno," sahutnya. "Seumur hidup saya mempelajari sejarah Mesir."

    "Ini mungkin benda upacara. yang sudah tua sekali," Paman Ben angkat bicara.

    "Atau sekadar cenderamata murahan," Sari menimpali.

    "Tangan mumi ini sakti," aku berkata sambil membersihkannya dengan hati-hati.

    "Tangannya tertimpa badanku waktu aku jatuh tadi, tapi nyatanya tidak rusak. "

    "Mungkin memang jimat keberuntungan," ujar Nila. Ia kembali berpaling pada Paman

    Ben.

    "Kalau begitu, kenapa Gabe bisa sampai jatuh? Sari mempertanyakan dengan nada

    menantang.

    Sebelum aku sempat menjawab, aku melihat tangan mumi-ku bergerak-gerak. Jari-

    jemarinya yang mungil menekuk pelan-pelan, lalu kembali lurus.

    Aku memekik kaget.

    "Gabe-apa lagi sekarang?" Paman Ben bertanya dengan ketus.

    "Ehm..,tidak ada apa-apa," jawabku.

    Mereka toh takkan percaya.

    "Rasanya penjelajahan kita hari ini sudah cukup, kata Paman Ben.

    Tangan mumi-ku kugenggam erat-erat ketika kami menuju pintu keluar.

    Aku yakin aku tidak salah lihat tadi. Aku yakin seratus persen. Jari-jemarinya

    memang bergerak.

    Tapi kenapa?

    Apakah tangan itu hendak memberi tanda padaku? Apakah aku hendak diberi

    peringatan?

    11

    DUA hari kemudian, anak buah Paman Ben mencapai pintu ruang makam.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    26/63

    Sari dan aku menghabiskan dua hari itu dengan bermain-main di perkemahan dan

    menjelajahi daerah di sekitar piramida, Tapi berhubung, sebagian besar gurun pasir,

    maka tidak banyak yang bisa kami jelajahi.

    Suatu sore kami terus-menerus bermain scrabble.

    Bermain scrabble dengan Sari betul-betul menjemukan. Dia tipe pemain bertahan, dan

    dia menghabiskan berjam-jam untuk memikirkan cara memenuhi papan permainan

    dan menghalangiku membuat kata-kata yang akan meraih nilai tinggi.

    Setiap kali aku menyusun kata yang hebat, Sari lalu berdalih kata itu sebenarnya tidak

    ada, dan karena itu tidak boleh dipakai, Dan karena di tenda kami tidak ada kamus,

    maka biasanya dia yang keluar sebagai pemenang dalam perdebatan sengit yang

    menyusul.

    Sementara itu, Paman Ben kelihatan tegang sekali. Sepertinya ia merasa gelisah

    karena saat untuk membuka ruang makam akhirnya tiba.

    Ia jarang berbicara dengan Sari dan aku. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk

    menemani orang-orang yang tidak kukenal. Sikap Paman Ben sangat serius. Ia sama

    sekali tidak bersenda-gurau dan berkelakar seperti biasanya.

    Paman Ben juga sering berbicara dengan Nila. Mula-mula wanita itu hendak membuat

    artikel mengenai temuan Paman Ben di dalam piramida. Tapi sekarang dia berubah

    pikiran, dan akan menulis tentang Paman Ben sendiri. Hampir setiap ucapan pamanku

    dicatatnya dalam buku kecil yang selalu dibawa-bawanya.

    Lalu, saat sarapan, Paman tersenyum untuk pertama kali dalam dua hari terakhir ini.

    "Inilah hari yang ditunggu-tunggu," dia mengumumkan.

    Sari dan aku langsung bersemangat sekali. "Kami juga boleh ikut?" aku bertanya.

    Paman Ben mengangguk. Aku ingin kalian hadir," sahutnya. "Barangkali kita akan

    membuat sejarah hari ini. Barangkali saja hari ini akan menjadi hari yang akan kalian

    kenang seumur hidup.

    Paman mengangkat bahunya seraya menambahkan "Siapa tahu?"

    Beberapa menit kemudian, kami bertiga mengikuti sejumlah pekerja ke piramida.

    Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, langit tampak mendung. Awan tebal tampak

    bergumpal-gumpal. Piramida di hadapan kami menjulang tinggi. Puncaknya hampir

    menyentuh lapisan awan.

    Ketika kami mendekati pintu kecil di dinding belakang, Nila berlari menghampiri

    kami. Kameranya terayun-ayun di dadanya. Ia mengenakan kemeja denim berlengan

    panjang dan celana jeans belel berpotongan longgar.

    Paman Ben menyapanya dengan hangat. "Tapi jangan ambil foto dulu!" ia

    menambahkan. "Janji?"

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    27/63

    Nila menatapnya sambil tersenyum. Matanya nampak berbinar-binar. Ia

    menempelkan tangan kanannya ke dada. "Janji."

    Semua mengambil helm proyek berwarna kuning dari kotak penyimpanan. Paman

    Ben juga membawa palu godam. Ia masuk lebih dulu ke terowongan. Yang lain

    menyusulnya satu per satu.

    Jantungku berdebar-debar ketika bergegas supaya tidak ketinggalan lagi. Sorot lampu

    dari senter-senter kami menyapu lantai dan dinding terowongan yang sepit. Jauh di

    depan terdengar suara para pekerja serta bunyi gesekan alat-alat gali mereka.

    "Wah, ini benar-benar menegangkan!" aku berkata kepada Sari.

    "Mungkin saja ruang makam itu penuh permata," ujar sepupuku itu, ketika kami

    melewati sebuah tikungan. "Batu safir dan mirah delima dan zamrud. Siapa tahu aku

    bisa mencoba mahkota intan yang pernah dipakai salah satu putri kerajaan."

    "Dan barangkali kita akan menemukan mumi di sana," kataku. Terus terang, aku

    memang tidak terlalu tertarik pada batu permata. "Siapa tahu kita akan menemukan

    mumi Pangeran Khor-Ru yang sudah empat ribu tahun terbaring di sana."

    Sari langsung meringis. "Yang kaupikirkan kok mumi melulu, sih?" dia bertanya

    dengan nada mengejek.

    "Habis, ini kan piramida Mesir kuno!" aku membalas dengan sengit.

    "Ruang makam itu mungkin berisi permata dan benda antik bernilai jutaan dolar,"

    Sari menggerutu. "Tapi kau malah sibuk memikirkan tubuh bulukan yang terbungkus

    tar dap. kain kumal." Dia menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau kau anak umur

    delapan atau sembilan tahun, aku masih maklum deh. Tapi kau kan sudah terlalu

    besar untuk tergila-gila pada mumi."

    "Paman Ben belum bosan meneliti mumi, padahal ia sudah dewasa," sahutku.

    Sari langsung terdiam.

    Sambil membisu kami mengikuti Nila dan Paman Ben. Setelah beberapa saat,

    terowongan sempit yang kami telusuri membelok tajam. Udaranya bertambah panas.

    Aku melihat cahaya lampu di depan. Dua lampu sorot bertenaga baterai menerangi

    dinding di ujung terowongan. Ketika kami mendekat, aku menyadari dinding itu

    bukan dinding, melainkan sebuah pintu.

    Empat pekerja-dua pria dan dua wanita-tampak berlutut sambil menggali-gali dengan

    sekop dan cangkul kecil. Mereka sedang membersihkan sisa-sisa tanah yang masih

    melekat di pintu tersebut.

    "Oh, betapa indahnya!" seru Paman. Ia bergegas menghampiri para pekerja. Mereka

    menoleh dan menyapanya dengan gembira. "Luar biasa!" Paman Ben berkomentarsambil berdecak-decak kagum.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    28/63

    Nila, Sari, dan aku menyusulnya. Paman Ben benar. Pintu kuno itu memang

    mengesankan.

    Tingginya tidak seberapa. Paman Ben harus menunduk jika ingin melewatinya. Tapi

    bentuk pintu itu memang pantas untuk makam seorang pangeran.

    Kayu mahoninya-yang kini sudah membatu-pasti diangkut dari tempat yang jauh

    sekali. Aku yakin bahwa jenis kayu itu tidak berasal dari pohon-pohon yang tumbuh

    di Mesir.

    Pintu itu dihiasi hieroglif-hieroglif -aksara Mesir kuno - dari atas sampai bawah. Aku

    mengenali gambar burung, kucing, dan binatang-binatang lain, semuanya berupa

    ukiran pada permukaan kayu.

    Tapi yang paling mengesankan adalah segel yang mengunci pintu itu - sebuah kepala

    singa yang sedang menyeringai, dan terbuat dari emas. Cahaya lampu sorot membuatkepala singa itu bersinar-sinar bagaikan matahari.

    "Emasnya tidak keras," aku mendengar salah satu pekerja berkata kepada Paman Ben.

    "Segel ini takkan sulit dibuka."

    Paman Ben menurunkan palu godamnya. Sejenak dia menatap kepala singa yang

    berkilau-kilau itu, lalu kembali berpaling kepada kami. "Mereka pikir kepala singa ini

    akan menghalau orang-orang dari ruang makam," katanya. "Dan kelihatannya

    berhasil. Sampai sekarang."

    "Doktor Hassad, saya harus mengabadikan pembukaan segel ini," ujar Nila. Ia

    menghampiri Paman Ben. "Anda harus mengizinkan saya mengambil foto, Peristiwa

    besar Semacam ini tidak boleh berlalu begitu saja."

    Paman Ben menatapnya sambil mengerutkan kening. "Ehm... baiklah," ia akhirnya

    setuju.

    Nila tersenyum gembira ketika mengangkat kameranya. "Terima kasih, Ben."

    Para pekerja mundur. Salah satu dari mereka menyerahkan palu dan sebuah alat kecil

    yang menyerupai pisau bedah. "Silakan, Doktor Hassad, katanya.

    Paman Ben menerima alat-alat tersebut, lalu menghampiri pintu. . "Setelah segel ini

    saya bongkar, kita akan membuka pintu dan memasuki sebuah ruangan yang selama

    empat ribu tahun tak pernah dilihat orang," ia mengumumkan.

    Nila mengintip melalui kameranya dan mengatur-atur lensa.

    Sari dan aku menepi mendekati para pekerja.

    Singa emas itu seakan-akan semakin mengilap ketika Paman Ben mengambil ancang-

    ancang untuk mengayunkan palu. Suasana menjadi hening. Ketegangan yang begitukental terasa melingkupi kami semua.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    29/63

    Tanpa sengaja aku menahan napas. Ketika sadar udara di paru-paruku langsung

    kuembuskan pelan pelan. Kemudian aku menghela napas lagi.

    Aku melirik Sari. Dia sedang menggigit-gigit bibir. Kedua tangannya merapat di

    pinggangnya.

    "Ayo, siapa yang lapar? Bagaimana kalau urusan ini kita tunda dan pesan pizza

    dulu?" Paman Ben berkelakar.

    Kami semua tertawa keras-keras.

    Begitulah Paman Ben-di saat yang mungkin paling penting dalam hidupnya, dia

    masih juga melontarkan lelucon konyol.

    Suasana kembali hening dan tegang. Roman muka Paman Ben berubah menjadi serius

    ketika dia berkeling ke segel kuno di pintu. Dia menempelkan pahat dan mulaimengayunkan palu.

    Sekonyong-konyong sebuah suara menggelegar, OHIHH-BIARKAN AKU

    BERISTIRAHAT DENGAN TENANG!"

    12

    AKU memekik kaget.

    "BIARKAN AKU BERISTIRAHAT DENGAN TENANG!" suara itu kembali

    menggelegar.

    Aku melihat Paman Ben menurunkan pahat. Dan membalikkan badan, dan

    membelalakkan mata dengan bingung.

    Kemudian aku sadar bahwa suara itu berasal dari belakang kami. Aku menoleh dan

    melihat seorang pria yang sebelumnya belum pernah kulihat setengah tersembunyi

    dalam keremangan. Ia menghampiri kami dengan langkah panjang.

    Orangnya tinggi kurus, bahkan begitu tinggi sehingga terpaksa membungkuk agar

    kepalanya tidak terbentur di langit-langit terowongan. Kepalanya botak, kecuali disekitar telinga. Wajahnya sempit, dan tampak merengut.

    Ia mengenakan jas safari yang disetrika licin, serta kemeja dan dasi. Matanya yang

    kecil dan hitam, yang sepintas lalu mirip kismis, mendelik ke arah pamanku. Aku

    menatapnya dengan heran. Sepertinya orang itu tak pernah makan. Ia kurus sekali,

    sekurus mumi!

    "Omar-!" - Paman Ben berseru. "Aku tidak menyangka kau sudah kembali dari

    Kairo!"

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    30/63

    "Biarkan aku beristirahat dengan tenang," Dr. Fielding mengulangi, kali ini lebih

    pelan. "Itulah pesan Pangeran Khor-Ru yang tertulis pada prasasti kuno yang kita

    temukan bulan lalu. Itulah kehendak sang Pangeran."

    "Omar, kita sudah membahas semua ini," pamanku menyahut sambil menghela napas

    panjang. Ia menurunkan pahat dan palu di tangannya.

    Dr. Fielding melewati Sari dan aku tanpa menggubris sedikit pun. Ia berhenti di

    hadapan pamanku dan mengusap kepalanya yang botak .Hmm, kalau begitu, kenapa

    kau nekat mau membongkar segel ini?" tanyanya dengan ketus. .

    "Aku ilmuwan," Paman Ben menjawab dengan tegas. "Aku tidak bisa membiarkan

    takhayul menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan, Omar."

    "Aku juga ilmuwan," balas Dr. Fielding, sambil mengencangkan dasinya dengan

    kedua tangan. "Tapi aku tidak mau mencemari makam tua ini. Aku tidak mau

    menentang kehendak Pangeran Khor-Ru. Dan aku tidak bersedia menganggap tulisanhieroglif sebagai takhayul belaka."

    "Dan ini merupakan pangkal perselisihan kita," kata Paman Ben. Ia menunjuk

    keempat pekerja tadi. "Kita sudah bekerja keras selama berbulan-bulan, bahkan

    bertahun-tahun. Tidak seharusnya jerih payah kita berakhir di depan pintu ini, Omar.

    Usaha kita harus diteruskan sampai tuntas."

    Dr. Fielding menggigit-gigit bibir. Ia menunjuk ke bagian atas pintu. "Lihat, Ben.

    Hieroglif yang sama seperti yang kita temukan pada prasasti itu. Peringatan yang

    sama. Biarkan aku beristirahat dengan tenang."

    "Aku tahu, aku tahu," ujar pamanku sambil mengerutkan kening.

    "Peringatannya jelas sekali," Dr. Fielding melanjutkan dengan sengit. "Jika ada yang

    berani mengganggu istirahat abadi sang Pangeran, jika ada yang nekat mengucapkan

    mantra di peti mayatnya sebanyak lima kali maka mumi sang Pangeran akan hidup

    kembali. Dan ia akan membalas dendam kepada mereka yang mengganggunya."

    Aku langsung merinding ketika mendengar kata-kata itu. Seketika aku menoleh

    kepada Paman Ben. Kenapa ia tidak pernah menceritakan ancaman pangeran itu

    kepada Sari dan aku? Kenapa peringatan yang mereka temukan pada prasasti kuno itutak pernah disinggungnya?

    Apakah karena kuatir kami bakal takut?

    Ataukah ia sendiri yang gentar?

    Tidak mungkin. Mustahil.

    Paman Ben sama sekali tidak kelihatan takut ketika berdebat dengan Dr. Fielding.

    Segera kelihatan bahwa mereka sudah sering membahas persoalan ini. Dan aku

    langsung sadar bahwa Dr. Fielding takkan sanggup menghalangi Paman Benmembongkar segel dan masuk ke ruang makam.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    31/63

    "Ini peringatanku yang terakhir, Ben," ujar Dr. Fielding. Demi keselamatan semua

    orang yang ada di sini. Ia menunjuk keempat pekerja yang sejak tadi membisu.

    "Takhayul," balas Paman Ben. "Aku tidak mau menghalangi takhayul. Aku ilmuwan."

    Ia kembali mengangkat pahat dan palu. "Segel ini akan kubongkar."

    Dr. Fielding angkat tangan. "Aku tidak mau ambil bagian," ia berkata dengan gusar.

    Serta-merta dia berbalik. Kepalanya nyaris terbentur langit-langit yang rendah. Lalu,

    sambil bergumam sendiri, ia bergegas pergi. Dalam sekejap Dr. Fielding telah lenyap

    dalam kegelapan yang menyelubungi terowongan,

    Paman Ben mencoba mengejarnya. "Omar-? Omar?

    Tapi suara langkah Dr. Fielding semakin jauh.

    Paman Ben menghela napas panjang. "Orang itu tidak bisa dipercaya," iaberkomentar. "Sebenarnya ia tidak peduli pada takhayul lama. Ia hanya mau merebut

    temuan ini untuk dirinya sendiri. Karena itulah ia berusaha menghentikanku sebelum

    pintu ini dibuka."

    Aku tidak tahu harus berkata apa. Ucapan pamanku sungguh mengejutkan. Tadinya

    kupikir kaum ilmuwan sudah punya peraturan tentang siapa yang berhak atas suatu

    temuan.

    Paman Ben berbisik kepada Nila. Kemudian ia kembali menghampiri keempat anak

    buahnya. "Kalau di antara kalian ada yang sependapat dengan Doktor Fielding," ia

    berkata kepada mereka, "maka kalian boleh menyusulnya."

    Para pekerja berpandangan satu sama lain.

    "Kalian sudah dengar tentang peringatan yang tercantum di pintu makam. Saya tidak

    mau memaksa kalian melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani

    kalian."

    "Tapi kita sudah bekerja begitu keras," ujar salah satu dari mereka. "Kita tidak bisa

    berhenti sekarang. Kita tidak punya pilihan. Kita harus membuka pintu itu."

    Pamanku mengembangkan senyum. "Saya setuju," dia berkata, la,lu kembali

    berpaling pada kepala singa di pintu.

    Aku melirik Sari, tapi ternyata ia sudah lebih dulu menatapku. "Gabe, kalau kau takut,

    kau keluar saja. Dad pasti maklum, kok," bisiknya. "Kau tidak perlu, malu.

    Huh, dasar!

    "Aku sih mau tetap di sini," sahutku, juga sambil berbisik: "Tapi kalau kau mau

    kembali ke tenda ayo, kuantar saja sebentar."

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    32/63

    Bunyi kling yang keras membuat kami berdua menoleh. Paman Ben sudah mulai

    membongkar segel di pintu. Nila telah siap dengan kameranya.

    Para pekerja tampak tegang. Tanpa berkedip mereka memperhatikan setiap gerakan

    pamanku.

    Paman Ben bekerja dengan hati-hati. Ia menyorongkan pahat ke balik kepala singa,

    dan mengungkitnya pelan-pelan sambil mengetukkan palu.

    Beberapa menit kemudian, segel itu sudah terlepas. Dengan cekatan Paman Ben

    menangkapnya sebelum Jatuh ke lantai. Nila menjepret-jepret tanpa henti. Paman Ben

    menyerahkan segelnya kepada salah satu pekerja. "Ini bukan hadiah Natal, lho,"

    kelakarnya. "Ini mau saya simpan untuk dipajang di atas perapian."

    Semua tertawa.

    Paman menggenggam tepi pintu dengan kedua tangannya. "Saya masuk pertama," diamemberi tahu yang lain. "Kalau dalam dua puluh menit saya belum muncul lagi,

    tolong beritahu Doktor Fielding bahwa dia benar! Leluconnya kembali disambut

    tawa berderai.

    Dua pekerja membantu Paman Ben menggeser pintu. Mereka mendorong dengan

    sekuat tenaga. Tapi pintu itu tidak bergerak sedikit pun.

    "Mungkin perlu dilumuri minyak dulu," Paman Ben bergurau. "Habis, pintu ini sudah

    empat ribu tahun tertutup rapat dan tak pernah dibuka."

    Selama beberapa menit mereka kembali sibuk dengan cangkul dan pahat. Kemudian

    mereka sekali lagi mendorong pintu mahoni yang berat itu.

    "Yes!" Paman Ben berseru ketika pintunya bergeser satu inci.

    Lalu satu inci lagi. Dan satu lagi.

    Semuanya berdesak-desakan agar dapat mengintip ke dalam ruang makam kuno.

    Dua pekerja memindahkan lampu-lampu sorot dan mengarahkannya ke celah pintu.

    Sari dan aku berdiri di samping Nila ketika Paman Ben mendorong pintu itu dengan

    bantuan anak buahnya. "Wah, ini menegangkan sekali!" seru Nila. "Dan aku satu-

    satunya wartawan di sini! Beruntung sekali aku!"

    Aku juga beruntung, pikirku. Berapa banyak anak yang memperoleh kesempatan

    seperti aku? Berapa banyak anak yang termasuk orang pertama yang memasuki

    makam berusia empat ribu tahun di dalam piramida Mesir?

    Tiba-tiba terbayang wajah-wajah temanku. Uh!

    Rasanya tak sabar lagi aku ingin menceritakan segala pengalamanku ini pada mereka!

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    33/63

    Pintu itu berderak-derak. Satu inci lagi. Dan satu lagi.

    Bukaannya sudah hampir cukup lebar untuk dilewati orang.

    "Coba lampu-lampu digeser sedikit, Paman Ben menginstruksikan. "Beberapa inci

    lagi, dan kita bisa masuk dan bersalaman dengan sang Pangeran."

    Paman Ben, dan para pekerjanya mengerahkan segenap tenaga dan berhasil

    mendorong pintu berapa inci lagi.

    "Yes!" ia berseru dengan riang,

    Nila mengambil foto.

    Semuanya mendesak maju.

    Paman Ben masuk paling dulu.

    Sari mendorongku ke samping, lalu menyelinap menduluiku.

    Jantungku berdebar-debar. Tanganku mendadak dingin seperti es.

    Aku tidak peduli siapa yang masuk pertama.

    Yang penting, aku bisa masuk!

    Satu per satu kami menyusup ke ruang makam yang teramat tua itu.

    Akhirnya aku mendapat giliran. Setelah menarik napas, aku menerobos masuk, dan

    melihat--aku tidak melihat apa-apa.

    Selain sarang labah-labah di mana-mana, ruangan itu ternyata kosong.

    Kosong melompong.

    13

    Aku mendesah perlahan. Kasihan Paman Ben. Semua jerih payahnya ternyata sia-sia.Aku jadi ikut patah semangat. .

    Kemudian aku memandang berkeliling. Semua sarang labah-labah tampak mengilap

    keperakan karena terkena sorot lampu. Bayangan-bayangan kami tampak

    membentang di lantai tanah, menyerupai hantu.

    Aku berpaling kepada Paman Ben.

    Ia pasti kecewa sekali, aku berkata dalam hati. Tapi di luar dugaanku, Paman Ben

    malah tersenyum lebar. "Pindahkan lampu-lampu," ia menyuruh salah satu anak

    buahnya. "Dan bawa alat-alat ke dalam. Ada satu segel lagi yang harus kita bongkar."

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    34/63

    Ia menunjuk dinding belakang di ruangan yang kosong itu. Samar-samar aku melihat

    garis tepi sebuah pintu. Pintu tersebut juga bersegel kepala singa.

    "Sudah kuduga bahwa ini bukan ruang makam sesungguhnya!" Sari berseru. Ia

    menatapku sambil nyengir lebar.

    "Seperti yang kukatakan tadi, orang Mesir kuno sering melakukan hal ini," Paman

    Ben menjelaskan. "Mereka membangun beberapa ruangan palsu untuk

    menyembunyikan ruang makam sesungguhnya dari para penjarah." Ia melepaskan

    helmnya dan menggaruk-garuk kepala. "Bukan tidak mungkin kita harus melewati

    beberapa ruangan kosong lainnya sebelum sampai di tempat peristirahatan terakhir

    Pangeran Khor-Ru."

    Nila mengambil foto Paman Ben yang sedang memeriksa pintu yang baru ditemukan,

    Kemudian ia menatapku sambil tersenyum. "Sayang kau tidak bisa melihat

    tampangmu tadi, Gabe," katanya. "Kau kelihatan begitu kecewa."

    "Kupikir-" aku mulai menyahut. Tapi bunyi pahat yang menggores-gores segel pintu

    membuatku terdiam lagi.

    Semuanya menoleh dan memperhatikan Paman Ben bekerja. Aku menebak-nebak apa

    yang menanti kami di balik pintu itu.

    Ruangan kosong lagi? Atau pangeran Mesir berumur empat ribu tahun, yang

    dikelilingi seluruh harta dan miliknya?

    Segel yang satu ini ternyata lebih keras dari yang pertama. Kami memutuskan untuk

    beristirahat dulu dan kembali setelah makan siang.

    Sore itu, Paman Ben dan anak buahnya bekerja beberapa jam lagi. Dengan hati-hati

    mereka berusaha membuka segel itu tanpa merusaknya.

    Sari dan aku duduk di lantai dan memperhatikan mereka. Udaranya panas dan berbau

    agak asam. Mungkin karena udaranya juga sudah tua sekali. Sari dan aku mengobrol

    tentang musim panas tahun lalu serta petualangan-petualangan yang kami alami di

    Piramida Agung. Nila mengambil foto kami.

    "Sudah hampir selesai," Paman Ben mengumumkan.

    Seketika semangat kami mulai bangkit lagi. Sari dan aku segera berdiri, lalu melintasi

    ruangan agar dapat melihat lebih jelas.

    Kepala singa itu copot dari pintu. Dua pekerja menyimpannya di sebuah peti beralas

    jerami. Kemudian Paman Ben dan kedua pekerja lain mulai mendorong pintu.

    Pintu ini ternyata lebih berat lagi dari yang pertama. "Uh... pintunya... macet... total,"

    Paman Ben bergumam sambil mendorong. Ia dan para pekerja meraih peralatan

    masing-masing dan mulai mengerik-ngerik tanah yang terkumpul di celah-celah pintu

    selama berabad-abad.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    35/63

    Satu jam kemudian, mereka berhasil menggeser pintu sejauh satu inci. Lalu satu inci

    lagi. Dan satu lagi.

    Ketika pintunya sudah setengah terbuka, Paman Benmencabut lampu senter dari

    helmnya. Ia mengarahkan sinarnya ke ruangan di balik pintu dan mengintip. Tak

    sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

    Sari dan aku maju beringsut-ingsut. Jantungku kembali berdebar-debar.

    Apa yang dilihat Paman Ben? aku bertanya dalam hati. Kenapa dia diam saja?

    Akhirnya, Paman Ben mengalihkan senternya dan berpaling kepada kami. "Kita telah

    membuat kesalahan besar," katanya pelan-pelan.

    14

    SUASANA menjadi hening. Semua orang menahan napas. Aku sampai menelanludah karena terkejut mendengar ucapan pamanku.

    Tapi tiba-tiba dia tersenyum lebar, "Kita keliru menilai temuan kita ini!" serunya.

    "Makam ini bahkan lebih mencengangkan dari makam Raja Tut!"

    Seketika terdengar sorak-sorai yang memantul-mantul pada dinding-dinding batu.

    Para pekerja segera menghampiri Paman Ben untuk memberi selamat padanya.

    "Selamat untuk kita semua!" seru Paman Ben dengan riang.

    Kami semua tertawa dengan gembira ketika menyusup lewat celah yang sempit, dan

    masuk ke ruangan berikut.

    Dan dalam cahaya lampu sorot yang menerangi ruangan luas itu, aku melihat sesuatu

    yang takkan pernah kulupakan. Lapisan debu yang tebal pun tak sanggup

    menyembunyikan harta luar biasa yang mengisi ruangan tersebut.

    Aku memandang berkeliling. Ternyata begitu banyak yang harus dilihat! Kepalaku

    menjadi pening.

    Dinding-dinding dipenuhi hieroglif dari lantai sampai ke langit-langit. Lantainyadipadati perabot dan benda-benda lainnya. Ruangan itu lebih mirip gudang daripada

    ruang makam!

    Sebuah singgasana tinggi bersandaran lurus menarik perhatianku. Sandaran

    punggungnya dihiasi ukiran berbentuk matahari emas yang memancarkan sinar ke

    segala arah. Di belakangnya aku melihat sejumlah kursi dan bangku, serta sebuah sofa

    panjang.

    Lusinan bejana batu dan tanah liat ditumpuk di dinding. Ada beberapa yang sudah

    retak dan pecah. Tapi sebagian besar masih utuh dan dalam kondisi sempurna.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    36/63

    Sebuah kepala monyet yang terbuat dari emas tergeletak di tengah-tengah ruangan. Di

    belakangnya ada peti-peti besar.

    Dengan hati-hati Paman Ben dan anak buahnya membuka salah satu peti. Aku melihat

    mereka membelalakkan mata ketika menatap ke dalamnya.

    "Perhiasan!" seru Paman Ben. "Peti ini penuh perhiasan emas!"

    Sari muncul di sampingku. Dia tersenyum lebar.

    "Ini benar-benar gila!" bisikku.

    Dia mengangguk. "Ya, gila!"

    Kami bicara sambil- berbisik-bisik. Selain kami tak ada yang bersuara. Semua

    tercengang-cengang karena pemandangan menakjubkan yang terbentang di hadapan

    kami. Bunyi paling keras adalah bunyi "klik" dari kamera Nila.

    Paman Ben melangkah ke antara Sari dan aku, lalu merangkul kami berdua. "Ini

    betul-betul luar biasa ya?" ujarnya dengan semangat berkobar-kobar.

    "Semuanya masih utuh. Tak tersentuh selama empat ribu tahun."

    Waktu aku menoleh, aku melihat matanya berkaca-kaca. Aku menyadari, inilah

    puncak keberhasilan Paman Ben,

    "Kita harus berhati-hati-" Paman Ben mulai berkata, lalu berhenti di tengah-tengah

    kalimat. Raut mukanya berubah.

    Ketika ia menggiring aku dan Sari melintasi ruangan, aku melihat apa yang menarik

    perhatiannya.

    Sebuah peti mumi yang terbuat dari batu tampak bersandar di dinding seberang,

    setengah tersembunyi dalam keremangan.

    "Oh, wow!" aku bergumam waktu kami menghampirinya.

    Peti itu terbuat dari batu licin berwarna kelabu. Sebuah retakan tampak memanjang ditengah-tengah tutupnya.

    "Pangerannya ada di dalam situ?" tanya Sari.

    Paman Ben tidak segera menyahut. Ia berdiri di antara kami sambil mengamati peti

    mumi yang sudah teramat tua itu. "Kita lihat saja," jawab Paman akhirnya.

    Sementara Paman Ben dan keempat anak buahnya berusaha membuka tutupnya, Nila

    menurunkan kamera dan melangkah maju untuk memperhatikan mereka. Matanya

    yang hijau menyorot tajam ketika tutup yang berat itu mulai bergerak.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    37/63

    Isinya ternyata peti mayat yang mengikuti bentuk mumi yang tersimpan di dalamnya.

    Peti itu tidak seberapa tinggi. Dan lebih sempit dari yang kuduga semula.

    Dengan hati-hati para pekerja mengangkat tutup peti mayat. Aku menahan napas dan

    menggenggam tangan Paman Ben ketika mumi di dalamnya mulai terlihat.

    Muminya begitu kecil dan rapuh.

    "Pangeran Khor-Ru," Paman Ben bergumam.

    Tanpa berkedip dia menatap mumi itu.

    Sang pangeran terbaring dalam posisi telentang. Tangannya yang kecil bersilang di

    dadanya. Tar berwarna hitam telah menembus kain yang membalutnya. Kain di

    bagian kepala bahkan sudah hancur, sehingga tengkoraknya yang berlapis tar

    kelihatan jelas:

    Jantungku berdegup-degup ketika aku membungkuk untuk mengamati mumi itu.

    Matanya yang hitam karena tar seakan-akan menatapku dengan pandangan tak

    berdaya.

    Yang terbungkus kain itu adalah jasad manusia, pikirku sambil merinding. Tingginya

    kira-kira sama denganku. Dan setelah meninggal, ia disiram tar panas dan dibalut.

    kain. Dan ia terbaring di sini selama empat ribu tahun.

    Bukan sembarang manusia, tapi seorang pangeran.

    Aku memperhatikan lapisan tar yang menutup wajahnya, serta kain pembungkusnya,

    yang sudah rapuh dan menguning. Aku memperhatikan tubuhnya yang begitu mungil.

    Dulu ia pernah hidup, aku berkata dalam hati.

    Pernahkah terbayang olehnya bahwa empat ribu tahun kemudian akan ada orang yang

    membuka peti mayatnya dan menatapnya dengan takjub?

    Aku mundur selangkah dan menarik napas panjang.

    Kemudian aku menyadari bahwa mata Nila pun berkaca-kaca. Ia membungkuk.Kedua tangannya bersandar pada pinggiran peti mayat, dan matanya tak beralih dari

    wajah si pangeran.

    "Rasanya sampai sekarang belum pernah ada mumi dalam kondisi sebaik ini," ujar

    Paman Ben. Tentu saja kita harus melakukan serangkaian tes untuk memastikan

    identitas anak muda ini. Tapi kalau melihat segala sesuatu yang ada di sini, rasanya

    kita bisa menarik kesimpulan bahwa......:."

    Paman mendadak terdiam ketika kami mendengar suara-suara di ruangan pertama.

    Suara langkah. Suara orang berbicara.

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    38/63

    Aku langsung menoleh ke pintu, dan melihat empat polisi berseragam hitam

    menyerbu masuk.

    "Oke. Semuanya harap mundur satu langkah," salah satu dari mereka memerintahkan,

    sementara tangannya meraih pistol yang tergantung di pinggangnya.

    15

    DISEKELILINGKU terdengar seruan-seruan kaget. Paman Ben membalik sambil

    membelalakkan mata dengan bingung. "Ada apa ini?" tanyanya.

    Keempat petugas kepolisian Kairo langsung maju ke tengah ruangan. Keempat-

    empatnya pasang tampang kencang.

    "Hati-hati!" Paman Ben memperingatkan. Ia berdiri di hadapan peti mumi, seakan-

    akan hendak melindunginya. "Jangan sentuh apa pun. Semuanya sudah rapuh sekali."

    Ia melepaskan helm proyeknya, Pandangannya beralih dari petugas yang satu ke

    petugas berikutnya. "Kenapa Anda ada di sini?"

    "Aku yang minta mereka datang kemari," sebuah suara menggelegar.

    Dr. Fielding muncul di pintu. Ia tersenyum puas. Matanya yang kecil tampak

    berbinar-binar.

    "Omar-aku tidak mengerti," ujar Paman Ben sambil menghampiri rekannya itu.

    "Menurutku, isi ruangan ini sebaiknya dilindungi pihak berwajib," sahut Dr, Fielding.

    Ia menoleh ke kiri- kanan, dan mengagumi harta karun di sekelilingnya.

    "Menakjubkan! Sungguh-sungguh menakjubkan!" serunya. Kemudian ia

    menghampiri Paman Ben dan menyalaminya dengan hangat. "Selamat, semuanya!" ia

    berkata dengan suaranya yang lantang. "Ini nyaris tidak bisa dipercaya."

    Roman muka Paman Ben melunak. "Aku tetap tidak mengerti kenapa mereka ada di

    sini," ia berkata sambil menoleh ke arah keempat petugas polisi, yang tetap

    bertampang kencang, "Tak seorang pun di dalam ruangan ini akan mencuri sesuatu."

    "Tentu saja tidak," sahut Dr. Fieldng, masih sambil meremas tangan Paman Ben.

    "Tentu saja tidak. Tapi kabar mengenai temuan ini akan segera tersebar, Ben, Dan

    menurutku, semua ini perlu diamankan dengan sebaik-baiknya."

    Paman Ben menatap para petugas polisi dengan curiga. Tapi kemudian ia mengangkat

    bahunya yang lebar. "Mungkin kau benar," katanya kepada Dr. Fielding. "Mungkin

    tindakan ini memang tindakan yang tepat."

    ''Jangan hiraukan mereka," ujar Dr. Fielding. Ia menepuk punggung pamanku. "Aku

    harus minta maaf padamu, Ben. Sebagai ilmuwan, aku sebenarnya tidak boleh

    berpandangan sempit. Makam ini memang wajib kita buka-demi kemajuan ilmupengetahuan, Ah, sudahlah. Lebih baik kira rayakan keberhasilan ini."

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    39/63

    ***

    "Aku tidak percaya padanya," ujar Paman Ben ketika kami meninggalkan tenda untuk

    makan malam, "Aku tidak percaya pada rekanku itu."

    Langit tampak cerah, dan udaranya jauh lebih sejuk dibandingkan hari kemarin.

    Sejuta bintang bekerlap-kerlip di langit malam. Embusan angin yang cukup kencang

    menggoyangkan daun-daun palem di cakrawala. Api unggun di depan kami menari-

    nari.

    "Apakah Doktor Fielding ikut makan malam bersama kita?" tanya Sari. Ia

    mengenakan sweter hijau muda yang panjang dan celana ketat berwarna hitam.

    Paman Ben menggelengkan kepala. "Tidak, ia mau menelepon ke Kairo dulu. Ia pasti

    mau memberitahukan keberhasilan kita kepada orang-orang yang membiayai

    penggalian ini."

    "Ia kelihatan gembira sekali waktu melihat isi ruang makam," kataku sambil menatap

    piramida yang menjulang tinggi ke langit malam.

    "Ya, memang," pamanku membenarkan. "Cepat sekali dia berubah pikiran. Tapi aku

    akan terus memperhatikan gerak-gerik Omar. Aku yakin dia sedang menunggu-

    nunggu kesempatan untuk mengambil alih proyek ini. Dan polisi-polisi itu juga perlu

    diawasi."

    "Aduh, Dad, seharusnya kita bersenang-senang malam ini," ujar Sari sambil

    merengut. "Untuk apa sih kita membicarakan Doktor Fielding? Lebih baik kita bicara

    tentang Pangeran Khor-Ru dan bagaimana Daddy bakal kaya dan terkenal!"

    Paman Ben tertawa. "Oke," katanya.

    Nila sudah duduk di dekat api unggun. Paman Ben memang mengundangnya untuk

    ikut makan malam bersama kami. Wanita itu memakai sweter putih serta jeans

    gombrong. Kalungnya memantulkan cahaya bulan sabit yang baru muncul di atas

    tenda-tenda.

    Dia tampak cantik sekali. Begitu melihat kami mendekat, ia langsung tersenyumhangat kepada Paman Ben. Dan dari tampang Paman Ben, aku langsung tahu bahwa

    pamanku itu juga menyukainya.

    "Wah, Sari, kamu lebih tinggi dari Gabe, ya?" Nila berkomentar. .

    Sari cengar-cengir. Dia bangga sekali karena lebih tinggi dariku, walaupun aku

    sedikit lebih tua.

    "Kurang dari satu inci," aku segera menambahkan.

    "Semakin lama, manusia semakin tinggi," Nila berkata kepada pamanku. "PangeranKhor-Ru, misalnya. Ia pendek sekali. Untuk ukuran sekarang, ia termasuk cebol."

  • 8/3/2019 Fze-Goosebumps - 23 Kembalinya Sang Mumi

    40/63

    "Ya," ujar Paman Ben sambil tersenyum. "Kadang-kadang aku heran sendiri kenapa

    orang-orang yang begitu pendek membangun piramida-piramida yang begitu tinggi."

    Nila pun tersenyum, lalu menggandeng tangan Paman Ben.

    Sari dan aku berpandangan, Aku langsung tahu apa yang dipikirkannya, Ia

    mengerutkan kening, seakan-akan hendak bertanya: Ada apa dengan mereka berdua?

    Acara makan malam berlangsung dalam suasana riang gembira. Daging hamburger

    yang dipanggang paman Ben agak gosong, namun tak ada yang peduli.

    Sari melahap dua hamburger. Aku cuma sanggup menghabiskan satu. Dan tentu saja

    ia tidak menyia-nyiakan kesempatan it