Full Text Perkemihan GG6.docx

127
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEGAWATAN NEFROLOGI : Overload Cairan, Gangguan Keseimbangan Asam-Basa, Gangguan Elektrolit, dan Acute Kidney Injury (AKI) Oleh Kelompok 6 AJ2 B17 Tri Medyan Prasetyo 131411123072 Lilis Kurniawati 131411123074 I Komang Leo Triandana Arizona 131411123076 M. Ruli Maulana 131411123078 Desi Wulan Eliawardani Putri 131411123080 Nabela Nurma Maharani 131411123082 Kurnia Dwi Sucianti 131411123084 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Transcript of Full Text Perkemihan GG6.docx

Page 1: Full Text Perkemihan GG6.docx

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

KEGAWATAN NEFROLOGI :

Overload Cairan, Gangguan Keseimbangan Asam-Basa, Gangguan

Elektrolit, dan Acute Kidney Injury (AKI)

Oleh

Kelompok 6 AJ2 B17

Tri Medyan Prasetyo 131411123072

Lilis Kurniawati 131411123074

I Komang Leo Triandana Arizona 131411123076

M. Ruli Maulana 131411123078

Desi Wulan Eliawardani Putri 131411123080

Nabela Nurma Maharani 131411123082

Kurnia Dwi Sucianti 131411123084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015

Page 2: Full Text Perkemihan GG6.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal

ginjal akut (GGA, acute renal failure [ARF]) merupakan salah satu sindrom

dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan

peningkatan insiden. Beberapa laporan dunia menunjukkan insidens yang

bervariasi antara 0,5-0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang

dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di unit

perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari

seluruh dunia berkisar 25% hingga 80% (Sinto & Nainggolan, 2010).

Di Amerika diperkirakan 20 juta orang mengalami AKI. Dari jumlah

tersebut, pasien yang dianalisis pada tahun 1988 sebanyak 320.000 orang,

pada tahun 2010 akan meningkat menjadi 650.000 orang. Di Indonesia pada

tahun 1998 jumlah penderita yang menjalani hemodialisa sekitar 3000 orang,

dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 10.000 orang (Kresnawan,2007)

Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit

didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit.

Diperkirakan bahwa insidens nyata pada komunitas jauh melebihi angka yang

tercatat. Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan

sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan

dapat terdiagnosis. Selain itu, juga disebabkan oleh peningkatan nyata kasus

AKI akibat meningkatnya populasi usia lanjut dengan penyakit komorbid

yang beragam, meningkatnya jumlah prosedur transplantasi organ selain

ginjal, intervensi diagnostik dan terapeutik yang lebih agresif.1-3

Oleh karena itu, kita sebagai perawat harus benar-benar mengetahui

bagaimana perjalanan penyakit hingga penatalaksanaan yang tepat untuk

kegawatan nefrologi ini agar pasien bisa bertahan hisup (Sinto & Nainggolan,

2010).

iii

Page 3: Full Text Perkemihan GG6.docx

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana konsep teori overload cairan, gangguan keseimbangan

asam-basa dan gangguan elektrolit?

1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan overload cairan, gangguan

keseimbangan asam-basa, dan gangguan elektrolit?

1.2.3 Bagaimana Anatomi Fisiologi sistem perkemihan?

1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan acute kidney injury?

1.3 Tujuan

1.3.1 Menjelaskan konsep teori overload cairan, gangguan keseimbangan

asam-basa dan gangguan elektrolit.

1.3.2 Menjelaskan asuhan keperawatan overload cairan, gangguan

keseimbangan asam-basa, dan gangguan elektrolit.

1.3.3 Menjelaskan Anatomi Fisiologi sistem perkemihan.

1.3.4 Menjelaskan asuhan keperawatan acute kidney injury.

iii

Page 4: Full Text Perkemihan GG6.docx

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP TEORI PADA OVERLOAD CAIRAN

2.1.1 Fisiologi Cairan Tubuh

Sekitar 60% massa tubuh total terdiri atas air. Dari jumlah ini,

dua pertiganya (66%) adalah cairan intrasel dan sepertiganya (33%)

adalah cairan ekstrasel (dalam plasma atau ruang interstisium).

Karena berperan dalam pembentukan energi, pemeliharaan tekanan

osmotik, dan transpor zat-zat di tubuh dan menembus membran sel,

air sangat diperlukan dalam kehidupan. Upaya mempertahankan

keseimbangan yang tepat antara asupan dan pengeluaran air sangatlah

penting. Jika seseorang mengalami kelebihan hidrasi, maka dapat

terjadi pengenceran elektrolit dan zat-zat terlarut plasma,

pembengkakan sel, dan kemungkinan kematian. Demikian juga jika

seseorang mengalami dehidrasi berat, zat-zat terlarut plasma dan

elektrolit menjadi sangat kental dan terjadi penusutan sel sehingga

dapat menyebabkan disfungsi susunan saraf dan kematian.

Rangsangan untuk minum dapat berupa fisiologis atau sosial.

Pengeluaran bisa bervariasi, terkait dengan suhu ruang, olahraga, dan

pakaian yang dikenakan. Akhirnya, rasa haus yang didorong oleh

pusat di hipotalamus dan pengeluaran urine oleh ginjal

mempertahankan keselarasan antara asupan dan haluaran (Corwin,

2009).

2.1.2 Distribusi Cairan Tubuh

Cairan tubuh didistribusikan dalam dua kompartemen yang

berbeda, yaitu cairan ekstrasel (CES) dan cairan intrasel (CIS).

Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstisial dan cairan

intravaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada di

antara sebagian besar sel tubuh dan menyusun sejumlah besar

lingkungan cairan tubuh. Sekitar 15% massa tubuh merupakan cairan

iii

Page 5: Full Text Perkemihan GG6.docx

interstisial. Cairan intravaskular terdiri dari plasma, bagian cairan

limfe yang mengandung air dan tidak berwarna, dan darah yang

mengandung suspensi leukosit, eritrosit, dan trombosit. Plasma

menyusun 5% massa tubuh.

Cairan intrasel adalah cairan di dalam membran sel yang berisi

substansi terlarut atau solut yang penting untuk keseimbangan cairan

dan elektrolit serta untuk metabolisme. Cairan intrasel membentuk

40% massa tubuh. Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak

solut (zat terlarut) yang sama dengan cairan yang berada di ruang

ekstrasel. Namun, proporsi substansi-substansi tersebut berbeda.

Misalnya, proporsi kalium lebih besar di dalam cairan intrasel

daripada dalam cairan ekstrasel.

2.1.3 Pergerakan Cairan Tubuh

Cairan tubuh tidak statis. Cairan dan elektrolit berpindah dari

kompartemen satu ke kompartemen lain untuk memfasilitasi proses-

proses yang terjadi di dalam tubuh seperti oksigenasi jaringan,

respons terhadap penyakit, keseimbangan asam basa, dan respons

terhadap terapi obat. Cairan tubuh dan elektrolit berpindah mealui

difusi, osmosis, filtrasi, dan transpor aktif. Perpindahan tersebut

bergantung pada permeabilitas membran sel atau kemampuan

membran untuk ditembus cairan dan elektolit.

2.1.3.1 Difusi

Difusi adalah proses ketika materi padat, partikel,

seperti bola di dalam cairan, berpindah dari daerah

berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah,

sehingga distribusi partikel di dalam cairan menjadi merata

atau partikel akan melewati membran sel yang permeabel

terhadap substansi tersebut. Cara lain untuk menjelaskan hal

ini adalah substansi berdifusi ke cairan dengan konsentrasi

yang lebih rendah (Weldy, 1992 dalam Potter and Perry,

2006).

iii

Page 6: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.1.3.2 Osmosis

Osmosis adalah perpindahan pelarut murni seperti air,

melalui membran semi permeabel yang berpindah dari

larutan yang memiliki konsentrasi solut rendah ke larutan

yang memiliki konsentrasi solut tinggi. Membran tersebut

permeabel terhadap zat pelarut, tetapi tidak permeabel

terhadap solut (zat terlarut), yang berupa materi partikel.

Kecepatan osmosis bergantung pada konsentrasi solut di

dalam larutan, suhu larutan, muatan listrik solut, dan

prbedaan antara tekanan osmosis yang dikeluarkan oleh

larutan. Konsenrasi larutan diukur dalam osmol, yang

mencerminkan jumlah substansi dalam larutan yang

berbentuk molekul, ion, atau keduanya.

Tekanan osmotik merupakan tekanan dengan

kekuatan untuk menarik air dan kekuatan ini brgantung pada

jumlah molekul di dalam larutan. Suatu larutan dengan

konsentrasi solut yang tinggi memiliki tekanan osmotik yang

tinggi sehingga air akan tertarik masuk ke dalam larutan

tersebut. Tekanan osmotik diberikan melalui membran semi

permeabel dan tekanan ini bergantung kepada aktivitas solut

yang dipisahkan oleh membran. Apabila konsentrasi solut

pada salah satu sisi membran semi permeabel lebih besar

maka laju osmosis akan ebih cepat sehingga terjad

percepatan transfer zat pelarut menembus membran semi

permeabel. Hal ini akan terus berlanjut sampai tercapai

keseimbangan. Tekanan osmotik larutan disebut juga

osmolalitas, yang dicerminkan dalam satuan osmol atau

miliosmol per kilogram (mOsm/kg) larutan. Osmolalitas

serum normal adalah 280-295 mOsm/kg.

Suatu larutan yang osmolalitasnya sama dengan

plasma darah disebut isotonik. Pemberian larutan isotonik

melalui intravena (IV) akan mencegah perpindahan cairan

iii

Page 7: Full Text Perkemihan GG6.docx

dan elektrolit dari kompartemen intrasel. Larutan hipotonik

IV yang memiliki konsentrasi solut lebih rendah dari plasma

akan membuat air berpindah ke dalam sel. Sebaliknya,

pemberian larutan hipertonik IV yang memiliki konsentrasi

solut lebih besar dari plasma akan membua air keluar dari

dalam sel.

Tekanan osmotik darah dipengaruhi oleh protein

plasma, khususnya albumin, suatu protein serum yang

diproduksi secara alami oleh tubuh. Albumin menghasilkan

osmotik koloid atau tekanan onkotik, yang cenderung

menjaga cairan tetap berada di dalam kompartemen

intravaskular. Di bagian ujung vena kapiler, tekanan onkotik

dan penurunan tekanan hdrostatik vena akan menarik air dan

produk-produk sisa metabolisme menuju kapiler untuk

difitrasi melalui ginjal.

2.1.3.3 Filtrasi

Filtrasi adalah suatu proses perpindahan air dan

substansi yang dapat larut secara bersamaan sebagai respons

terhadap adanya tekanan cairan. Prosesw ini bersifat aktif di

dalam bantalan kapiler, tempat perbedaan tekanan

hidrostatik atau gradien yang menentukan perpindahan air,

elektrolit, dan substansi terlarut lain yang berada di antara

cairan kapiler dan cairan interstisial.

Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan

oleh suatu likuid di dalam sebuah ruangan. Darah dan cairan

arteri akan memasuki kapiler jika tekanan hidrostatik lebih

tinggi dari tekanan interstisial, sehingga cairan dan solut

berpindah dari kapiler menuju sel. Pada ujung bantalan vena

kaliper, cairan dan produk-produk sisa metabolisme

berpindah dari sel menuju kapiler karena tekanan

hidrostatiknya lebih kecil dari tekanan interstisial.

iii

Page 8: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.1.3.4 Transpor aktif

Berbeda dari difusi dan osmosis, transpor aktif

memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi

untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus

membran sel. Hal ini memungkinkan sel menerima molekul

yang lebih besar dari sel tersebut, selain itu, sel dapat

menerima atau memindahkan molekul dari daerah

berkonsentrasi rendah ke daerah berkonsentrasi tinggi.

Contoh transpor aktif adalah pompa natrium dan kalium.

Natrium dipompakan keluar dari sel dan kalium dipompakan

masuk ke dalam sel, melawan gradien konsentrasi.

Transpor aktif ditingkatkan oleh molekul – pembawa

(carier molecule) yang berada di antara sel, yang akan

mengikat diri mereka sendiri dengan molekul yang masuk ke

dalam sel. Misalnya, glukosa mampu memasuki sel setelah

glukosa berikatan dengan insulin, yang merupakan alat

transpornya. Transpor aktif merupakan suatu mekanisme

mengenai sel-sel yang mengabsorpsi glukosa dan substansi-

substansi lainuntuk melakukan aktivitas metabolik.

2.1.4 Definisi Overload Cairan

Oveload cairan atau hypervolemia atau overhidrasi adalah

berlebihnya cairan intraselular atau interstitial terutama dalam

plasma karena retensi maupun intake yang berlebihan.

2.1.5 Etiologi

Hipervolemia dapat berkembang karena dua proses :

2.1.5.1 Pemberian cairan berlebihan secara bertahap

2.1.5.2 Kegagalan pengeluaran cairan.

Etiologi hipervolemiFaktor etiologi ContohKompromi pengaturan perpindahan dan ekskresi cairan

SirosisalbuminHeart failureHipotiroidismObstruksi limfatikRenal disorder

iii

Page 9: Full Text Perkemihan GG6.docx

Konsumsi berlebihan cairan atau makanan yang mengandung sodium

Lebihnya jumlah natrium melalui i.vMaknan tinggi natriumObat tinggi sodium (alka-seltzer

Peningkatan adh dan aldosteron Anastesi umumSyndrome caushingHiperaldosteronPemakaian glukokortikoid

HipervolemiaBerlebihan cairan isotonis atau hipotonis (I.V)Heart FailureRenal FailurePolidipsiSIADHSindrom CaushingPemakaian kortikosterois jangka panjang

2.1.6 Patofisiologi

Biasanya, tubuh dapat menciptakan proses dengan mana ia dapat

mengimbangi dan melepaskan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal

ini biasanya dilakukan dengan bantuan hormon seperti aldosteron,

peptida natriuretik atrium (ANP) dan hormon antidiuretik (ADH).

Hormon-hormon ini menyebabkan nefron dalam ginjal untuk melepaskan

air dan natrium penting yang dibutuhkan oleh tubuh (Baird, M, et al,

2010)

Hipervolemia hasil dari gangguan ginjal dimana terjadi

kerusakan penyaringan glomerulus (Natrium dan air). Saat terjadi

peningkatan volume cairan, jantung berkompensasi dengan cara

takikardi dan hipertropi. Ketika kompensasi gagal, terjadi gagl

jantung. Gagal jantung yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

kegagalan organ multiple dan kematian akibat retensi air besar,

juga dikenal sebagai anasarca (White, 2009)

Kondisi tersebut menyebabkan penuruna kadar protein

plasma (albumin), seperti gagal ginjal, hasil penurunan tekanan

iii

White, Bernadette. 2009. Medical Surgical Nursing:Client With Fluid Imbalance. Missouri:Elsevier

Bopp, Audrey. 2011. Medical Surgical Nursing : Urinary System. Missouri:Elsevier

Page 10: Full Text Perkemihan GG6.docx

onkotik darah. Hilangnya tekanan onkotik dari tingkat albumin

rendah menurunkan reabsorpsi air dari ruang jaringan pada ujung

vena dari kapiler, yang menyebabkan edema perifer atau, jika

dalam rongga peritoneal, ascietes (White, 2009).

Ketika saluran limfatik yang terhalang atau telah dihapus

atau rusak, jaringan meningkatkan tekanan onkotik dan mengarah

ke edema. Edema juga dapat berkembang dari kondisi apapun,

seperti trauma jaringan, yang memicu respon inflamasi dan dengan

demikian menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler (White,

2009).

Ketika overload cairan terjadi, tekanan hidrostatik darah

lebih tinggi dari normal pada ujung arteri kapiler, mendorong

kelebihan cairan ke dalam ruang interstitial. Kelebihan cairan yang

tidak reabsorpsi pada ujung vena kapiler karena tekanan onkotik

terlalu rendah untuk menarik cairan kembali melintasi membran

kapiler. Biasanya cairan adalah cairan sisa yang dikeluarkan oleh

limfatik, tetapi dalam kasus edema, volume cairan overloads sistem

lymp dan mengatakan di ruang intertitial, menyebabkan edema

perifer (White, 2009).

Dengan meningkatnya tekanan cairan di daerah interstitial

dan jaringan, itu mengakibatkan resistensi untuk meneruskan aliran

darah dan meningkatkan daya tahan seluruh sistem peredaran

darah. Proses ini disebut peningkatan resistensi pembuluh darah

perifer dan akhirnya menolak keluaran ventrikel kiri (White, 2009).

Darah tidak dapat didorong ke depan dan melintasi

membran kapiler alveoli paru-paru, sehingga kelebihan cairan paru.

Karena paru-paru adalah organ tekanan rendah, mereka juga

menawarkan sedikit perlawanan terhadap akumulasi cairan. Edema

paru dapat berkembang dengan cepat pada orang-orang dengan

gangguan ventrikel kiri. Jika jantung kanan gagal, edema perifer

terjadi melalui proses retrogarde. Gagal jantung kiri dapat

iii

Page 11: Full Text Perkemihan GG6.docx

menyebabkan kegagalan sisi kanan dan sebaliknya. Oleh karena

edema paru dan perifer mungkin ada simultan (White, 2009)

2.1.7 Manifestasi Klinis

Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat

kelebihan cairan, yaitu hipervolume (peningkatan volume darah)

dan edema (kelebihan cairan pada interstisial). Normalnya, cairan

interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan hanya terdapat

di antara jaringan. Pitting edema merupakan edema yang berada di

daerah perifer atau akan berbentuk cekung setelah ditekan pada

daerah yang bengkak, hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan

ke jaringan melalui titik tekan. Cairan dalam jaringan yang edema

tidak digerakkan ke permukaan lain dengan penekanan jari.

Nonpitting edema tidak menunjukkan tanda-tanda cairan ekstrasel,

tetapi sering karena infeksi dan trauma yang menyebabkan

membekunya cairan pada permukaan jaringan. Kelebihan volume

vaskular meningkatkan hidrostatik cairan dan akan menekan cairan

ke permukaan interstisial.

Edema anasarka adalah edema yang terdapat di seluruh

tubuh. Peningkatan tekanan hidrostatik yang sangat besar menekan

sejumlah caira hingga ke membran kapiler paru sehingga

menyebabkan edema paru, dan dapat mengakibatkan kematian.

Manifestasi edema paru adalah penumpukan sputum, dispnea,

batuk dan adanya suara napas ronchi basah. Keadaan edema ini

disebabkan oleh gagal jantung sehingga dapat menyebabkan

peningkatan tekanan pada kapiler darah paru dan perpindahan

cairan ke jaringan paru (Hidayat, 2008).

2.1.8 Ketidakseimbangan isotonik

Kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium

dipertahankan dalam proporsi isotonik sehingga menyebabkan

hipervolemia tanpa disertai perubahan kadar elektrolit serum.

Pasien yang beresiko mengalami kelebihan volume cairan ini

iii

Page 12: Full Text Perkemihan GG6.docx

meliputi pasien yang menderita gagal jantung kongestif, gagal

ginjal dan sirosis (Weldy, 1992 dalam Potter and Perry, 2006).

2.1.9 Ketidakseimbangan hipoosmolar

Ketidakseimbangan hipoosmolar (kelebihan cairan) terjadi

ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenetik) atau

sekresi ADH berlebihan. Efek keseluruhannya adalah dilusi

(pengenceran) volume cairan ekstrasel disertai osmosis air ke

dalam sel (Long et al, 1993 dalam Potter and Perry, 2006). Sel-sel

otak sangat sensitif dan proses ini dapat menyebabkan edema

serebral, yang dapat menyebabkan penurunan level kesadaran,

koma, dan bahkan kematian.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

2.2.1.1 Riwayat keperawatan

Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan

cairan dan elektrolit meliputi jumlah asupan cairan yang

dapat diukur melalui jumlah pemasukan secara oral,

parenteral, atau enteral. Jumlah pengeluaran dapat diukur

melalui jumlah produki urine, feses, muntah atau

pengeluaran lainnya, status kehilangan/kelebihan cairan,

dan perubahan berat badan yang dapat menentukan tingkat

dehidrasi (Hidayat, 2008). Berikut adalah riwayat

keperawatan yang perlu dikaji terkait riwayat

keseimbangan cairan dalam Potter and Perry (2006):

2.2.1.2 Pembedahan

Prosedur pembedahan menyebabkan perubahan

keseimbangan cairan pada hari kedua sampai hari kelima

setelah pembedahan karena respons stres tubuh terhadap

trauma pembedahan. Semakin luas pembedahan, semakin

besar respons tubuh. Setelah hari kedua pasca operasi,

dimulailah fase diuretik: kadar hormon kembali ke nilai

normal sehingga natrium dan air disekresikan.

iii

Page 13: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.2.1.3 Luka bakar

Pasien yang menderita luka bakar parah derajat dua

atau tiga akan kehilangan cairan tubuh. Semkin luas

permukaan tubuh yang terbakar, semakin besar kehilangan

cairan. Plasma meninggalkan ruang intravaskular dan

terperangkap menjadi edema diikuti dengan hilangnya

protein serum, atau plasma dan cairan interstisial hilang

sebagai eksudat luka bakar. Uap air dan panas hilang sesuai

dengan proporsi besarnya daerah kulit yang terbakar.

Kemudian darah bocor dari kapiler yang sudah rusak

sehingga menambah kehilangan volume cairan

intravaskular. Terakhir, adanya perpindahan natrium dan air

ke dalam sel yang membuat cairan ekstravaskuler semakin

berkurang (Long et a, 1993 dalam Potter an Perry, 2006).

2.2.1.4 Gangguan kardiovaskular

Kegagalan jantung membuat penurunan curah

jantung. Akibatnya, perfusi ke ginjal menurun dan haluaran

urine berkurang. Pasien yang mengalami peningkatan

natrium dan air menyebabkan beban kerja sirkulasi berlebih

sehingga menyebabkan edema paru.

2.2.1.5 Gangguan pernapasan

Perubahan yang terkait dengan pneumonia, kelebihan

sedatif, dan penyakit paru obstruktif menahun, akan

mengganggu eliminasi karbon dioksida. Seiring dengan

pembentukan karbon dioksida di dalam aliran darah,

mekanisme kompensasi tubuh (bufer, proses ginjal) tidak

dapat lagi beradaptasi. Dengan demikian, pH arteri

menurun. Kondisi yang menyebabkan hiperventilasi dapat

menyebabkan alkalosis respiratorik.

2.2.1.6 Gangguan ginjal

Gagal ginjal mengubah keseimbangan cairan dan

elektrolit. Terdapat retensi abnormal natrium, klorida,

iii

Page 14: Full Text Perkemihan GG6.docx

kalium dan air di dalam cairan ekstrasel. Kadar plasma

dalam produk sisa metabolik seperti BUN dan kreatinin

meningkat karena ginjal tidak mampu menyaring dan

mengekskresikan produk sisa metabolisme selular tersebut.

Peningkatan ini bersifat toksik terhadap proses seluler.

Asidosis metabolik terjadi ketika ion hidrogen dalam tubuh

ditahan akibat penurunan fungsi ginjal. Karena gangguan

ginjal, mekanisme kompensasi ginjal yang sudah biasa

seperti reabsorpsi bikarbonat tidak tersedia lagi, sehingga

kemampuan tubuh untk memperbaiki keseimbangan asam-

basa menjadi terbatas.

2.2.1.7 Kanker

Tipe ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang

diobservasi pada pasien dengan kanker bergantung pada

tipe dan perluasan kanker. Semua ketdakseimbangan

elektrolit dapat terjadi pada pasin yang menderita kanker,

akibat kelainan anatomi sehubungan dengan keberadaan

abnormal umor. Misalnya tumor pada rongga peritoneum

menyebabkan produksi cairan serosa berlebihan sehingga

terjadi asites (Long et al, 1993 dalam Potter and Perry,

2006).

2.2.1.8 Cedera kepala

Cedera kepala dapat menyebabkan edema serebral.

Kadangkala, edema menyebabkan penekanan pada kelenjar

hipofisis dan mengubah sekresi ADH. Diabetes insipidus

terjadi apabila sekresi ADH terlalu sedikit dan pasien

mengekskresikan sejumlah besar urine dengan berat jenis

rendah. Perubahan selanjutnya adalah SIADH, di mana

sekresi ADH berlanjut menyebabkan peningkatan volume

cairan ekstrasel secara bertahap, hiponatremia dan

hipoosmolalitas (Horne et al, 1991 dalam Potter and Perry,

2006).

iii

Page 15: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.2.1.9 Gangguan saluran cerna

Pengisapan gastroentertis dan nasogastrik

menyebabkan kehilangan ciraan, klium, dan ion-ion

klorida. Ion hidrogen yang juga hilang, menyebabkan

gangguan keseimbangan asam-basa. Fistula gastrointestinal

juga dapat menyebabkan kehilangan kalium, menyebabkan

resiko terjadinya hipokalemia.

2.2.1.10 Pengkajian fisik

Pengkajian fisik meliputi sistem yang berhubungan

dengan masalah cairan dan elektrolit, sepert sistem

integumen (status turgor kulit dan edema), sistem

kardiovaskular (distensi vena jugularis, tekanan darah,

bunyi jantung), sistem penglihatan (kondisi dan cairan

mata), sistem neurologi (gangguan sensorik dan motorik,

status kesadaran, refleks), dan sistem gastrointestinal

(mukosa mulut, lidah, bising usus) (Hidayat, 2008).

Pengkajian fisik pada gangguan cairan dan elektrolit juga

meliputi (Potter and Perry, 2006):

1) Berat badan harian

Dengan menimbang berat badan, retensi cairan dapat

dideteksi dini karena 2,5 sampai 5 kg cairan tertahan di

dalam tubuh sebelum muncul edema.

2) Penghitungan asupan dan haluaran cairan

Penghitungan dan pencatatan semua asupan cairan serta

haluaran 4cairan dalam 24 jam membantu melengkapi

pengkajian data dasar mengenai keseimbangan cairan,

elektrolit, dan asam basa. Asupan mencakup semua

cairan yang masuk melalui oral, selang nasogastrik, dan

parenteral. Haluaran cairan meliputi urine, diare,

muntah, pengisapan gaster, dan drainase selang

pascabedah.

iii

Page 16: Full Text Perkemihan GG6.docx

Pencatatan asupan dan haluaran sangat penting untuk

memperoleh data dasar yang akurat. Perawat

memperhatikan kecenderungan yang terjadi selama

periode 24, 48, dan 72 jam untuk membantu

mempertahankan status hidrasi yang berkesinambungan

untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan cairan

yang berat.

2.2.1.11 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium terkait gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain darah

rutin (Hemoglobin, Hematokrit), kimia darah (elektrolit

serum Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, P), analisa gas darah (pH,

HCO3-, PCO2, PO2).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan intake

cairan, kelebihan intake natrium.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan intake

cairan, kelebihan intake natrium.

Tujuan: Pasien memiliki keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan

asam basa.

Kriteria hasil:

2.2.3.1 TTV (tekanan darah, nadi, suhu) dalam rentang nilai

normal.

2.2.3.2 Turgor kulit pasien kembali dengan cepat.

Intervensi RasionalMonitor TTV pasien (tekanan darah, nadi, suhu).Monitor jumlah asupan dan haluaran cairan serta status keseimbangan cairan.

Pengurangan asupan garam.

TTV dapat menjadi indikator stabilitas hemodinamik tubuh pasien.Menjaga hemodinamik pasien dan mengoreksi ketidakseimbangan sedini mungkin.Natrium dalam garam meningkatkan

iii

Page 17: Full Text Perkemihan GG6.docx

Hilangkan faktor penyebab kelebihan cairan seperti meninggikan kaki yang edema, kecuali ada kontra indikasi.Kolaborasi penggunaan obat diuretik.

Ajarkan dan edukasi pasien untuk mempertahankan keseimbangan cairan.

retensi cairan pada rongga interstisial.Mempertahankan keseimbangan sirkulasi dalam tubuh.

Diuretik membuang kelebihan cairan lewat urine.Memberikan pemahaman pasien tentang pentingnya menjaga keseimbangan cairan.

2.3 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN

KESEIMBANGAN ELEKTROLIT

2.3.1 Pengaturan Elektrolit

Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh

mengandung oksigen dan sisa metabolisme, seperti karbon

dioksida, yang semuanya disebut dengan ion. Beberapa jenis garam

dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit. Contohnya,

NaCl akan diubah menjadi ion Na+ dan Cl-. Pecahan elektrolit

tersebut merupakan ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion

yang bermuatan negatif disebut anion sedangkan yang bermuatan

positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium,

kalsium, dan magnesium, sedangkan contoh anion adalah klorida,

bikarbonat dan fosfat.

Komposisi elektrolit dalam plasma adalah sebagai berikut

(Hidayat, 2008):

Natrium : 135-145 mEq/L

Kalium : 3,5-5,3 mEq/L

Kalsium : 4-5 mEq/L

Magnesium : 1,5-2,5 mEq/L

Klorida : 100-106 mEq/L

Bikarbonat : 22-26 mEq/L

Fosfat : 2,5-4,5 mg/100mL

Pengukuran elektrolit dalam satuan miliequivalen per liter cairan

tubuh atau miligram per 100 ml (mg/100ml). Equivalen tersebut

iii

Page 18: Full Text Perkemihan GG6.docx

merupakan kombinasi kekuatan zat kimia atau kekuatan anion dan

kation dalam molekul.

2.3.2 Komposisi Elektrolit Utama dalam Tubuh

2.3.2.1 Natrium (Na+)

Sebagai ion ekstrasel utama di tubuh, natrium berperan

pada sebagian besar penentuan osmolaritas plasma dan juga

penting dalam memelihara potensial membran dan konduksi

saraf. Ginjal adalah organ utama yang melakukan pengaturan

natrium plasma yang menyaring secara bebas dan

mereabsorpsi sedikitnya 98% natrium yang difiltrasi. 2%

sisanya direabsorpsi atau diekskresi ke dalam urine, yang

bergantung pada ada atau tidaknya hormon aldosteron;

peningkatan aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium

pengganti ke darah dengan bekerja di tingkat tubulus distal

ginjal. Rangsang yang ditimbulkan oleh hormon angiotensin

II memicu korteks adrenal mensekresi hormon aldosteron.

Serangkaian reaksi yang dipicu oleh hormon renin dari sel-sel

juxtaglomerulus ginjal merangsang pembentukan angiotensin

II. Akibat rendahnya natrium plasma dan tekanan darah maka

dilepaskan renin sebagai hasil dari peningkatan kadar

angiotensin II maka dirangsang pelepasan aldosteron dan

keseimbngan natrium dan tekanan darah kembali normal;

proses ini adalah contoh sempurna dari suatu siklus umpan

balik negatif.

Pengeluaran natrium juga terjadi lewat pengeluaran

keringat dan tinja dalam jumlah kecil. Kekurangan natrium

dari rute-rute ini dapat mengakibatkan kematian pada kasus

berkeringat dan diare yang berlebihan.

Ingesti natrium dipengaruhi oleh rasa dan oleh

dorongan homeostatis (selera terhadap garam) untuk

mempertahankan keseimbanan natrium. Manusia dan hewan

lainnya mempunya dorongan untuk memakan garam yang

iii

Page 19: Full Text Perkemihan GG6.docx

dipicu oleh natrium plasma yang rendah. Selain itu, manusia

dan hewan lainnya juga menunjukkan kesukaan mekakan

garam yang berbeda, suatu kedaan yang untuk sebagian kecil

manusia dapat turut berperan pada hipertensi akibat kepekaan

terhadap garam (Corwin, 2009).

2.3.2.2 Kalium (K+)

Kalium, ion intrasel utama di tubuh, berperan penting

dalam menentukan potensial membran sel. Karena perubahan

dalam konsenrasi ekstrasel dapat menimbulkan gangguan

fungsi saraf dan jantung yang dapat menimbulkan kematian

maka pengaturan kadar kalium dalam cairan ekstrasel

dilakukan dengan cermat, meski konsentrasinya dalam

ekstrasel rendah. Kalium dapat berpindah di antara

kompartemen intrasel dan ekstrasel, bergantung pada

berbagai pengaruh saraf dan hormon serta pH cairan

ekstrasel. Misalnya,rangsangan saraf beta adrenergik dan

sekresi insulin meningkatkan perpindahan intrasel kalium

dengan merangsang pompa Na+ atau K+. Sebaliknya,

penurunan pH plasma dapat meningkatkan perpindahan

kalium keluar sel.

Sumber kalium di tubuh didapat dari makanan.

Ekskresi kalium terutama terjadi melalui urine, dengan

sejumlah kecil lewat keringat dan ginjal. Faktor pengontrol

utama simapanan kalium total di tubuh adalah hormon

aldosteron (Corwin, 2009). Sumber kalium terdapat pada

gandum utuh, daging, polong-polongan, buah-buahan, dan

sayur-mayur. Kalium dibutuhkan untuk pembentukan

glikogen, sintesis protein, dan upaya memperbaiki

keseimbangan asam-basa. Nilai laboratorium normal kalium

serum adalah 3,5 – 5,3 mEq/L (Potter and Perry, 2006).

Ginjal memelihara keseimbangan kalium. Kalium

difiltrasi secara bebas di glomerulus dan kemudian sedikitnya

iii

Page 20: Full Text Perkemihan GG6.docx

80% direabsorpsi. Apabila pemasukan kalium dari makanan

berlebihan maka ginjal juga dapat mensekresikan kalium

melalui urine agar kembali seimbang. Apabial kalium dalam

makanan rendah maka tidak ada yang disekresiakn melalui

urine dan semua direabsorpsi. Peningkatan sekresi (demikian

juga ekskresi) terjadi sebagai respon terhadap rangsangan

tubulus distal ginjal oleh hormon aldosteron. Angiotensin II

dilepaskan sebagai respons terhadap aldosteron dari koreks

adrenal. Pelepasan aldosteron, pada tingkat yang lebih

rendah, juga dirangsang secara langsung olh kalium plasma

yang rendahdan peningkatan hormon adrenokortikotropin

(ACTH) hipofisis.

2.3.2.3 Kalsium (Ca2+)

Kalsium adalah ion intrasel utama, dengan hampir 99%

dari simpanan tubuh total ada di dalam tulang dan sisanya 1%

sebagian besar tersimpan di intrasel jaringan lain. Kalsium

ekstrasel dalam jumlah yang amat kecil beredar dalm bentuk

terikat dengan albumin; membentuk kompleks dengam zat

non-organik lain seperti sitrat, fosfat, atau sulfat; atau

terdapat dalam bentuk terionisasi. Kalsium dalam bentuk

terionisasi penting bagi kontraksi otot dan berbagai reaksi

enzim. Selain itu, kalsium dibutuhkan untuk sebagian besar

langkah dalam jaras pembekuan. Kasium didapatkan dari

makanan, difiltrasi, direabsorpsi, dan diekskresi oleh ginjal.

Kalsium tidak disekresi.

Kontrol kalsium serum terutama dihasilkan dari

perubahan sekresi hormon paratiroid yang dilepaskan

kelenjar paratiroid; penurunan kalsium serum merangsang

peningkatan sekresi hormon paratiroid. Selanjutnay

peningkatan ini bekerja dalam salah satu dari tiga berikut cara

untuk mengembalikan kalsium serum menjadi normal: (1)

meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal, (2) merangsang

iii

Page 21: Full Text Perkemihan GG6.docx

penguraian tulang untuk melepaskan kalsium tulang; atau (3)

merangsang pengaktifan vitamin D, sehingga meningkatkan

reabsorpsi kalsium di usus. Hormon kedua, kalsitonin yang

disekresi dari sel-sel khusus kelenjar tiroid, juga

mengendalikan kadar kalsium serum. Bila terjadi peningkatan

kalsium serum, maka dilepaskn kalsitonon dan berfungsi

menurunkan kalsium serum dengan mengurangi penguraian

tulang. Kalsitonin juga mengurangi reabsorpsi kalsium oleh

ginjal, yang kemudian menurunkan kadar serum. Kalsium

serum berbanding terbalik dengan fosfat serum.

2.3.2.4 Fosfat (P)

Fosfat adalah ion intrasel yang penting bagi sebagian

besar reaksi-reaksi metabolik yang merupakan komponen

pokok dari ATP, DNA, dan RNA. Fosfat juga berfungsi

sebagai suatu penyangga ion hidrogen dalam plasma dan

urine. Sekitar 85% simpanan fosfat terdapat di tulang, dengan

14% di semua sel-sel lain, kurang dari 1% di ekstrasel. Fosfat

didapatkan dari makanan dan berbanding lurus dengan

asupannya difiltrasi dan diekskresi melalui urine. Dalam

serum kadar fosfat berbanding terbalik dengan kalsium. Pada

gagal ginjal, kadar fosfat dipicu naik dan mengakibatkan

kadar kalsium serum rendah.

2.3.2.5 Magnesium (Mg2+)

Magnesium adalah ion intrasel utama yang terdapat

dalam tulang (50%), dalam sel-sel tubuh (49%), dan dalam

darah (1%). Magnesium dibutuhkan untuk berbagai reaksi

enzim dan merupakan ion penting untuk pembentukan DNA

dan transkripsi RNA, untuk translasi, dan untuk pembentukan

ion. Magnesium dapat berikatan dengan reseptor kalsium,

mengaktifkan respon kalsium (dengan meniru) atau

menghambat efek kalsium. Megnesium didapatkan dari

iii

Page 22: Full Text Perkemihan GG6.docx

makanan dan difiltrasi dan diekskresi dalam urine (Corwin,

2009).

2.3.2.6 Klorida (Cl-)

Klorida ditemukan di dalam cairan intrasel dan

ekstrasel. Keseimbangan klorida dipertahankan melalui

asupan makanan dan ekskresi serta reabsorpsi renal. Nilai

laboratorium normal untuk klorida serum adalah 100 sampai

106 mEq/L.

2.3.2.7 Bikarbonat (HCO3-)

Bikarbonat adalah bufer dasar kimia yang utama di

dalam tubuh. Ion bikarbonat ditemukan dalam cairan

ekstrasel dan intrasel. Nilai laboratorium normal bikarbonat

arteri berkisar antara 22 sampai 26 mEq/L. Di dalam darah

vena, bikarbonat diukur melalui kandungan karbon dioksida

dan nilai normal bikarbonat untuk orang dewasa adalah 24

sampai 30 mEq/L.

Bikarbonat diatur oleh ginjal. Apabila tubuh

memerlukan lebih banyak basa, ginjal akan mereabsorpsi

bikarbonat dalam jumlah yang lebih besar dan bikarbonat

tersebut akan dikembalikan ke dalam cairan ekstrasel. Ion

bikarbonat merupakan komponen paling penting dalam

sistem bufer asam karbonat-bikarbonat yang sangat penting

berperan dalam keseimbangan asam-basa.

2.3.2.8 Fosfat (PO3-)

Fosfat merupakan anion bufer dalam cairan intrasel dan

ekstrasel. Fosfat dan kalsium membantu mengembangkan

dan memelihara tulang dan gigi. Fosfat juga meningkatkan

kerja neuromuskular normal, berpartisipasi dalam

metabolisme karbohidrat, dan membantu pengaturan asam-

basa. Nilai laboratorium normal fosfat serum adalah 2,5

sampai 4,5 mg/100 ml.

iii

Page 23: Full Text Perkemihan GG6.docx

Konsentrasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon

paratiroid, dan vitamin D teraktivasi (Long et al, 1993 dalam

Potter and Perry, 2006). Fosfat secara normal diabsorpsi

melalui saluran gastrointestinal. Kalsium dan fosfat

berbanding terbalik secara proporsional. Jika salah satunya

meningkat, maka yang lainnya akan turun.

2.3.3 Definisi Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan

banyak gangguan yang menyebabkan ketidakseimbangan

elektrolit (Darwin et al, 2008). Ketidakseimbangan elektrolit

terjadi setiap kali ada kelebihan atau defisit dikadar plasma ion

tertentu (White, 2009).

2.3.4 Macam-macam Gangguan Keseimbangan Elektrolit

2.3.4.1 Hiponatremia

Hiponatrremia merupakan suatu keadaan kekurangan

kadar natrium dalam plasma darah yang ditandai dengan

adanya kadar natrium dalam plasma sebanyak <135 mEq/L,

rasa haus berlebihan, denyut nadi yang cepat, hipotensi,

konvulsi, dan membran mukosa kering. Hiponatremia

disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh secara berlebihan,

misalnya ketika tubuh mengalami diare berkepanjangan

(Hidayat, 2008). Hiponatremia dapat disebabkan penyakit

ginjal, insufisiensi adrenal, kehilangan melalui

gastrointestinal, peningkatan ekskresi keringat, diuretik, dan

asidosis metabolik (Potter and Perry, 2006). Penatalaksanaan

dilakukan berdasarkan penyebabnya dan dapat meliputi

pembatasan asupan air, penghentian atau penggantian

diuretik, dan memberikan obat-obat yang menghambat fungsi

ADH. Mungkin dibutuhkan pemberian larutan salin (Corwin,

2009).

2.3.4.2 Hipernatremia

iii

Page 24: Full Text Perkemihan GG6.docx

Hipernatremia merupakan suatu keadaan di mana kadar

natrium dalam plasma tinggi, ditandai dengan adanya mukosa

kering, oliguria/anuria, turgor kulit buruk dan permukaan

kulit membengkak, kulit kemerahan, lidah kering dan

kemerahan, konvulsi, suhu badan naik, serta kadar natrium

plasma >145 mEq/L (Hidayat, 2008). Kondisi demikian bisa

disebabkan karena dehidrasi, diare, sekresi aldosteron

berlebih (Potter and Perry, 2006). Terapinya adalah dengan

rehidrasi oral. Osmolalitas serum harus dipantau cermat agar

tidak mengganggu fungsi SSP (Corwin, 2009).

2.3.4.3 Hipokalemia

Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan

kadar kalium dalam darah. Hipokalemia dapat terjadi dengan

sangat cepat. Kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan

diare berkepanjangan, juga ditandai dengan lemahnya denyut

nadi, turunnya tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah-

muntah, perut kembung, lemah dan lunaknya otot tubuh,

tidak beraturannya denyut jantung (aritmia), penurunan

bising usus, dan turunnya kadar kalium plasma <3,5 mEq/L

(Hidayat, 2008). Terapi ditujukan untuk meningkatkan

asupan dalam diet atau pemberian suplemen atau infus

(Corwin, 2009).

2.3.4.4 Hiperkalemia

Hiperkalemia merupakan suatu kedaan di mana kadar

kalium dalam darah tinggi, sering terjadi pada pasien luka

bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolik, pemberian kalium

yang berlebihan melalui intravena yang ditandai dengan

mual, hiperaktivitas sistem pencernaan, aritmia, kelemahan,

sedikitnya jumlah urine dan diare, kecemasan dan iritabilitas,

serta kadar kalium plasma mencapai >5 mEq/L. Penanganan

bergantung pada penyebab dan keparahan. Dianjurkan

iii

Page 25: Full Text Perkemihan GG6.docx

perubahan kebiasaan makan pada ingesti berlebihan. Dialisis

dibutuhkan pada individu yang mengalami gagal ginjal.

Pengeluaran cepat kalium dari cairan ekstrasel dapat

dilakukan dengan pemberian insulin, yang meningkatkan

transpor intrasel kalium (Corwin, 2009).

2.3.4.5 Hipokalsemia

Hipokalsemia merupakan kondisi kekurangan kadar

kalsium dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya

kram otot dan kram perut, kejang, bingung, kadar kalsium

dalam plasma <4,3 mEq/L, dan kesemutan pada jari dan

sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh pengaruh

pengangkatan kelenjar gondok, serta kehilangan sejumlah

kalsium karena sekresi intestinal, hipoalbuminemia,

hipoparatiroidisme, defisiensi vitamin D, dan pankreatitis

(Potter and Perry, 2006). Penanganan hipokalsemia akut

berupa infus intravena senyawa kalsium. Untuk gangguan

jangka panjang, dianjurkan untuk meningkatkan kalsium dan

vitamin D dalam diet (Corwin, 2009).

2.3.4.6 Hiperkalsemia

Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan

kadar kalsium dalam darah yang dapat terjadi pada pasien

yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan

vitamin D secara berlebihan, ditandai dengan adanya nyeri

pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual-mual, koma, dan

kadar kalsium plasma mencapai >4,3 mEq/L (Hidayat, 2008).

Penyebabnya antara lain hiperparatiroidisme, metastase

tumor tulang, osteoporosis dan imobilisasi lama (Potter and

Perry, 2006). Penatalaksanaan ditujukan mengurangi

pelepasan lebih lanjut kalsium dari tulang dan rehidrasi

(Corwin, 2009).

2.3.4.7 Hipomagnesemia

iii

Page 26: Full Text Perkemihan GG6.docx

Hipomagnesemia adalah konsentrasi magnesium <1,5

mEq/L, dapat terjadi akibat penurunan asupan terkait dengan

gizi buruk atau konsumsi alkohol kronis, atau akibat

malabsorpsi magnesium di usus terkait dengan laksatif atau

diare. Ingesti kalsium yang berlebihan dapat merusak

absorpsi magnesium di usus karena kalsium dan magnesium

bersaing mendapatkan tempat transpor yang sama.

Kehilangan magnesium yang berlebihan dari ginjal terjadi

pada pemakaian diuretik tertentu atau pada penyakit ginjal

lain yang menyebabkan pembuangan magnesium seperti

diabetes mellitus, hiperaldosteronisme dan

hipoparatiroidisme.

Akibat klinis hipomagnesemia mencakup perubahan

kepribadian, tetani atau spasme neuromuskulus, hipertensi,

dan disritmia jantung (Corwin, 2009).

2.3.4.8 Hipermagnesemia

Konsentrasi magnesium serum >2,5 mEq/L disebut

hipermagnesemia. Kondisi ini relatif jarang terjadi karena

ginjal dapat meningkatkan ekskresi magnesium dalam jumlah

yang amat besar bila dibutuhkan. Dengan demikian, bila

terjadi hipermagnesemia maka biasanya individu tersebut

mengalami disfungsi ginjal. Ingesti berlebihan magnesium

misalnya laksatif, khususnya mereka yang fungsi ginjalnya

buruk, dapat menyebabkan hipermagnesemia. Magnesium

sulfat diberikan pada wanita yang mengalami toksemia

kehamilan sehingga hipermagnesemia dapat menjadi

komplikasi serius pada populasi ini.

Hipermagnesemia dihubungkan dengan berbagai

gangguan neurologis berat, termasuk kelemahan atau

paralisis otot, konfusi, koma, atau kematian. Karena

magnesium dapat bersaing memperebutkan tempat ikatan

kalsium dengan kalsium di otot polos dan jantung,

iii

Page 27: Full Text Perkemihan GG6.docx

hipermagnesemia dapat menimbulkan gejala hipokalsemia,

berupa hipotensi dan disritmia jantung, yang menyebabkan

henti jantung pada kasus yang parah. Terapi berupa

penghentian pemberian magnesium. Pemberian kalsium juga

digunakan untuk melawan efek hipermagnesemia. Dialisis

dapat dibutuhkan untuk membersihkan darah (Corwin, 2009).

2.3.4.9 Hipofosfatemia

Konsentrasi fosfat serum <2,5 mg/100ml disebut

hipofosfatemia. Hipofosfatemia dapat muncul sebagai akibat

kurang gizi dan biasa diderita oleh pecandu alkohol; sebagian

berhubungan dengan gizi buruk pada populasi ini.

Perpinfahan fosar dari kompartemen ekstrasel ke intrasel juga

dapat menyebabkan hipofosfatemia. Karena transpor intrasel

fosfat dirangsang oleh insulin, pemberian glukosa lama atau

perbaikan gizi yang berlebihan dapat menyebabkan deplesi

fosfat ekstrasel. Hal yang sama, pemberian insulin, bila

diberikan dengan dosis sangat tinggi atau dalam upaya

menangani episode ketoasidosis diabetik dapat menimbulkan

hipofosfatemia. Penurunan absorpsi fosfat di usus dapat

menyertai diare lama atau pemberian alumunium atau antasid

yang mengandung kalsium karena zat-zat ini mengikat fosfat

dan meningkatkan ekskresinya dalam tinja.

Manifestasi hipofosfatemia berupa disfungsi

neuromuskular yang ditandai dengan tremor, kelemahan otot,

kejang, dan terkadang koma dan kematian. Semua simpanan

energi terganggu karena fosfat adalam komponen penting

ATP. Sel darah merah, sel darah putih, dan fungsi trombosit

juga berkurang (Corwin, 2009).

2.3.4.10 Hiperfosfatemia

Hiperfosfatemia terjadi bila konsentrasi fosfat serum

>4,5 mg/100ml. Hiperfosfatemia paling sering disebabkan

oleh penurunan fungsi ginjal, selain redistribusi fosfat

iii

Page 28: Full Text Perkemihan GG6.docx

intrasel, yang biasanya terjadi akibat trauma besar.

Kehancuran sel-sel kanker pada kemoterapi dapat

menimbulkan hiperfosfatemia seiring dengan penghancuran

sel-sel kanker tersebut. Peningkatan fosfat dapat terjadi pada

pemberian laksatif yang mengandung fosfat atau enema.

Akibat serius dari hiperfosfatemia adalah gangguan

neuromuskular (tetani, kelemahan) dan kardiovaskuler

(disritmia, hipotensi) yang disebabkan oleh hipokalsemia

timbal balik. Tujuan pengobatan adalah mengoreksi

penyebab gangguan dan dialisis mungkin dibutuhkan

(Corwin, 2009).

2.3.5 Manifestasi Klinis & Penatalaksanaan

Manifestasi Klinis PenatalaksanaanHiponatremi

Hipernatremi

Gangguan neurologis diakibatkan oleh peningkatan air intraselular. Tingkat keparahan berhubungan dengan kecepatan terjadinya hipoosmolalitas ekstraseluler. Gejala awal nonspesifik dan meliputi anoreksia, mual, dan kelemasan. Edema otak yang progresif, bagaimanapun, mengakibatkan lateragi, konfusi, kejang, koma, bahkan kematian.Dalam keadaan hypervolemic, ginjal mengekskresikan beberapa kelebihan air. Dalam keadaan hipovolemik, oliguri adalah metode kompensasi ginjal. Kulit kering dan memerah, membran mocous menjadi kering dan lengket, dan alur-alur lidah berkembang. Terjadi peningkatan rasa haus dan demam.Dehidrasi sel otak pada manifestasi neurologis seperti haus intens, latheragy, agitasi, kejang, dan bahkan koma.

Pengobatan ditujukan pada koreksi baik penyakit yang mendasarinya maupun kadar natrium plasma. Saline isotonik umumnya merupakan pengobatan terpilih untuk penurunan jumlah total natrium tubuh. Terapi spesifik: penggantian hormon pada pasien dengan hipofungsi adrenal atau tiroid.

Pengelolaan hipernatremia ditujukan untuk mengembalikan keseimbangan cairan. Mengoreksi penyebab.Memberi obat terapi, termasuk vasopressin, ddavp. Mengelola cairan hipotonik (1/2 garam untuk air gratis, D5W) (Synder & Muzzy, 2009).

iii

Page 29: Full Text Perkemihan GG6.docx

Hipokalemi

Hiperkalemi

Hipokalsemi

Hipertensi postural, kelemahan, dan penurunan turgor kulit.Efek kardiovaskular paling menonjol meliputi abnormalitas EKG, aritmia, penurunan kontraktilitas jantung, dan tekanan darah arteri yang labil akibat disfungsi otonom. Hipokalemia kronik juga dilaporkan dapat menyebabkan fibrosis miokardia. Manifestasi EKG terutama ialah repolarisasi ventrikel yang tertunda (delayed ventricular repolarization). Peningkatan automatisitas sel miokardium dan repolarisasi yang tertunda akan berkembang menjadi aritmia atrium dan ventrikel (Morgan et al, 2006).

Efek paling penting dari hiperkalemia ialah pada jantung dan otot skeletal. Kelemahan otot skeletal umumnya tidak terlihat sampai kadar kalium plasma melebihi 8 mEq/L. Kelemahan ini disebabkan oleh depolarisasi spontan dan inaktivasi Na+ channel dari membran otot (mirip dengan suksinil kolin), yang akhirnya dapat menghasilkan paralisis ascending. Manifestasi jantung terutama akibat delayed depolarization dan biasanya saat kadar kalium plasma lebih dari 7 mEq/L. Hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis dapat terjadi menonjolkan efek kardiak dari hiperkalemia (Morgan et al, 2006).

Parastesia, konfusi, stridor laringeal (laringospasme), spasme karpopedal, spasme masseter, dan kejang. Iritabilitas jantung dapat menuju aritmia. Penurunan

Penggantian oral dengan larutan kalium klorida umumnya aman (60±80 mEq/hari).Penggantian intravena dengan larutan kalium klorida sebaiknya diberikan pada pasien dengan atau yang beresiko terhadap manifestasi jantung atau kelemahan otot.Penggantian kalium intravena perifer sebaiknya tidak melebihi 8 mEq/jam karena efek iritatif dari kalium pada vena perifer. Larutan yang mengandung dekstrosa sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan sekresi insulin sekunder dapat menurunkan kadar kalium plasma lebih jauh lagi (Morgan et al, 2006).Penggantian hormon mineralokortikoid.Obat-obatan yang berperan dalam terjadinya hiperkalemia sebaiknya dihentikanSumber peningkatan intake kalium sebaiknya dikurangi atau dihentikan.Kalsium (kalsium glukonat 10% 5±10 mL atau kalsium klorida 10% 3±5 mL) dapat mengantasonis efek kardiovaskuler dari hiperkalemia dan berguna pada pasien dengan tanda hiperkalemia. Dialisis diindikasikan pada pasien simptomatik dengan hiperkalemia berat atau refrakter. Hemodialisis lebih cepat dan efektif dari dialisis peritoneal dalam menurunkan kadar kalium plasma (Morgan et al, 2006).Terapi segera dengan kalsium klorida (larutan 10% 3±5 ml) atau kalsium glukonat (larutan 10% 10±20 mL). Untuk mencegah presipitasi, kalsium

iii

Page 30: Full Text Perkemihan GG6.docx

Hiperkalsemi

Hipomagnesium

kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, dan keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan -adrenergik agonis juga dilaporkan (Morgan et al, 2006).Anoreksia, mual, muntah, kelemahan, dan poliuria. Ataksia, iritabilitas, letargi, atau konfusi dapat dengan cepat berkembang menjadi koma. Hiperkalsemia meningkatakan sensitivitas jantung terhadap digitalis. Pankreatitis, ulkus peptik, dan gagal ginjal dapat berkomplikasi menjadi hiperkalsemia (Morgan et al, 2006).

Kebanyakan pasien dengan hipomagnesemia tidak menunjukkan gejala, tetapi anoreksia, kelemahan, fasikulasi, parestesia, konfusi, ataksia, dan kejang dapat menonjol. Manifestasi jantung meliputi iritabilitas listrik dan potensiasi intoksikasi digoxin; kedua faktor ini diperburuk oleh hipokalemia. Hipomagnesemia juga berhubungan dengan peningkatan insiden fibrilasi atrium.

intravena sebaiknya tidak diberikan dengan larutan yang mengandung bikarbonat dan fosfat. Pada hipokalsemia kronik, kalsium oral (CaCO3) dan penggantian vitamin D biasanya diperlukan (Morgan et al, 2006).Terapi awal yang paling efektif ialah rehidrasi diikuti dengan diuresis cepat (urine output 200±300 ml/jam) dengan pemberian infus saline intravena dan loop diuretic untuk meningkatkan ekskresi kalsium. Terapi diuretik prematur yang lebih dahulu dibandingkan dengan rehidrasi akan memperberat hiperkalsemia melalui penurunan volume (Morgan et al, 2006). Hiperkalsemia berat biasanya memerlukan terapi tambahan setelah hidrasi saline dan lasix calsiuresis. Bifosfat (pamidronate 60±90 mg intravena) atau kalsitonin (2±8 U/kg subkutan) merupakan agen yang lebih disukai. Pamidronate menjadi agen pilihan yang baik pada keadaan ini karena memiliki durasi aksi yang lebih lama tetapi harus dihindari pada keadaan insufisiensi ginjal (kreatinin serum > 2.5 mg/dL) (Morgan et al, 2006). Hipomagnesemia asimptomatik dapat diterapi per oral (magnesium sulfat heptahidrat atau magnesium oksida) atau intramuskular (magnesium sulfat). Menifestasi serius seperti kejang harus diterapi dengan magnesium sulfat intravena, 1±2 g (8±16 mEq atau 4±8 mmol) diberikan secara lambat selama 15±60 menit (Morgan et al, 2006).

iii

Page 31: Full Text Perkemihan GG6.docx

Hipermagnesemia

Hipokloremi

Hiperkloremi

Pemanjangan interval P±R dan QT dapat nampak seiring dengan hipokalsemia (Morgan et al, 2006).Hipermagnesemia simptomatik biasanya meliputi manifestasi neurologis, neuromuskular, dan jantung. Hiporefleksia, sedasi dan kelemahan otot skeletal. Vasodilatasi, bradikardi, dan depresi miokardium dapat berakhir dengan hipotensi pada level > 10 mmol/dL (>24 mg/dL). Tanda EKG tidak konsisten tetapi termasuk pemanjangan interval P±R dan pelebaran kompleks QRS. Hipermagnesemia dapat menyebabkan henti napas (Morgan et al, 2006).Tanda dan gejala dari hiponatremia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik dapat terjadi. Alkalosis metabolik merupakan gangguan akibat kelebihan intake alkali atau kehilangan ion hidrogen. Hipereksibilitas otot, tetani, kelemasan, dan kram otot juga dapat terjadi. Hipokalemia dapat menyebabkan hipokloremia sehingga terjadi disritmia jantung. Selain itu, oleh karena rendahnya kadar klorida paralel dengan rendahnya kadar natrium, kadar air dapat menjadi berlebihan. Hiponatremia dapat menyebabkan kejang dan koma (Morgan et al, 2006).

Tanda dan gejala dari hiperkloremia hampir menyerupai asidosis metabolik; hipervolemia dan hipernatremia. Takipneu; kelemahan; letargi; napas yang

Semua sumber intake magnesium (kebanyakan akibat antasida) sebaiknya dihentikan. Kalsium intravena (1 g kalsium glukonat) dapat secara sementara mengantagonis sebagian besar efek dari hipermagnesemia. Loop diuretic yang disertai dengan ½-normal saline dalam dekstrosa 5% dapat meningkatkan ekskresi magnesium (Morgan et al, 2006).

Terapi meliputi koreksi penyebab hipokloremia serta ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit. Larutan normal saline (NaCl 0.9%) atau ½ normal saline (NaCl 0.45%) diberikan intravena untuk menggantikan klorida. Jika pasien menerima diuretik (loop, osmotik, atau thiazid), dapat dihentikan atau diberikan diuretik tipe lain (Morgan et al, 2006).Amonium klorida, sebuah agen yang bersifat asam, dapat diberikan untuk mengatasi alkalosis metabolik; dosisnya tergantung dari berat pasien dan kadar klorida serum. Agen ini dimetabolisasi oleh hati dan berefek sekitar 3 hari. Amonium klorida ini sebaiknya dihindari pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal (Morgan et al, 2006).Koreksi penyakit yang menyebabkan hiperkloremia serta mengembalikan keseimbangan elektrolit, cairan, dan asam-basa sangatlah penting.

iii

Page 32: Full Text Perkemihan GG6.docx

dalam dan cepat; kemampuan kognitif yang menurun; dan hipertensi dapat terjadi. Jika tidak diterapi, hiperkloremia dapat menuju pada penurunan cardiac output, disaritmia, dan koma. Kadar klorida yang tinggi diikuti dengan kadar natrium yang tinggi serta retensi cairan (Morgan et al, 2006).

Larutan hipotonik intravena dapat diberikan untuk mengembalikan keseimbangan. Larutan Ringer Laktat dapat diberikan supaya laktat diubah menjadi bikarbonat di hati, sehingga dapat meningkatkan kadar bikarbonat dan mengoreksi asidosis. Natrium bikarbonat intravena dapat diberikan untuk meningkatkan kadar bikarbonat yang menuju pada ekskresi ginjal terhadap ion klorida akibat kompetisi bikarbonat dan klorida untuk berikatan dengan natrium. Diuretik dapat diberikan untuk mengeliminasi klorida. Natrium, klorida, dan cairan dibatasi (Morgan et al, 2006).

2.3.6 Komplikasi

Karena ketidakseimbangan elektrolit dapat disebabkan

oleh penyakit serius, kegagalan untuk mencari pengobatan dapat

mengakibatkan komplikasi serius dan kerusakan permanen.

Setelah penyebab yang mendasari didiagnosis, penting bagi Anda

untuk mengikuti rencana pengobatan yang Anda dan desain ahli

kesehatan khusus bagi Anda untuk mengurangi risiko komplikasi

potensial termasuk (Haines, 2013):

2.3.6.1 Edema serebral (pembengkakan otak)

2.3.6.2 Overheating

2.3.6.3 Kejang atau kejang

2.3.6.4 Syok

2.3.6.5 Pingsan dan koma

2.4 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.4.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses

keperawatan. Dalam mengkaji, harus memperhatikan data dasar

pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada

iii

Page 33: Full Text Perkemihan GG6.docx

kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Pengkajian

yang perlu dilakukan pada klien hipervolemia menurut (Wong,

2004) :

2.4.1.1 Riwayat keperawatan

1) Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral dan

parenteral)

2) Tanda umum masalah elektrolit

3) Tanda kekurangan cairan seperti rasa dahaga, kulit kering,

membrane mukosa kering, konsentrasi urine dan urine

output.

4) Tanda kelebihan cairan: seperti kaki bengkak, kesulitan

nafas dan BB meningkat.

5) Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat

mengganggu status cairan

6) Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial

2.4.1.2 Faktor yang Berhubungan

Faktor yang berhubungan meliputi faktor-faktor yang

mempengaruhi maslaah kebutuhan cairan, seperti sakit, diet,

lingkungan, usia perkembangan, dan penggunaan obat.

2.4.1.3 Pengukuran klinik

1) Berat badan : kehilangan / bertambahnya berat badan

menunjukkan adanya masalah keseimbangan cairan:

+/- 2 % : ringan

+/- 5 % : sedang

+/- 10 % : berat

2) Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang

sama.

3) Keadaan umum: pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan

darah, nadi dan pernapasan. Tingkat kesadaran.

4) Pengukuran pemasukan cairan: cairan oral (NGT dan oral),

cairan parenteral termasuk obat-obatan IV, makanan yang

cenderung mengandung air, irigasi kateter atau NGT.

iii

Page 34: Full Text Perkemihan GG6.docx

5) Pengukuran pengeluaran cairan: urine (volume, kejernihan /

kepekatan), feses (jumlah dan konsistensi), muntah, tube

drainase, IWL.

6) Ukur keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar

+/- 200 cc.

2.4.1.4 Pemeriksaan fisik

1) Integumen: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan

otot, tetani, dan sensasi rasa.

2) Kardiovaskuler: distensi vena jugularis, tekanan darah,

hemoglobin, dan bunyi jantung

3) Mata: cekung, air mata kering

4) Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat

kesadaran

5) Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah,

muntah-muntah , diare dan bising usus

6) Muskuloskeletal: adanya kram otot, kesemutan, tremor,

hipotonisitas,atau hipertonisitas, dan refleks tendon.

7) Perkemihan: adanya oliguria atau anuria, berat jenis urin.

8) Pernafasan: frekuensi pernapasan, gangguan pernapasan seperti

dispnea, rales, dan bronki.

2.4.1.5 Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan elektrolit, darah lengkap,

PH, berat jeins urine dan analisis gas darah. Hct, Hb, BUN,

CVP, Darah vena (sodium, potassium, klorida, kalsium,

magnesium, pospat, osmolalitas serum), pH Urine (NANDA,

2009).

2.4.1.6 Aspek psikologis

Pada aspek psikologis ini perlu dikaji adanya masalah-masalah

perilaku atau emosional yang dapat meningkatkan resiko

gangguan cairan dan eloktrolit.

2.4.1.7 Aspek Sosiokultural

Pada aspek ini perlu dikaji adanya faktor sosial, budaya,

finansial, atau pendidikan yang mempengaruhi terhadap

iii

Page 35: Full Text Perkemihan GG6.docx

terjadinya gangguaan pemenuhan kebutuhan cairan dan

elektrolit.

2.4.1.8 Aspek spiritual

Perlu dikaji apakah klien mempunyai keyakinan, nilai-nilai

yang dapat mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit.

Misalnya, apakah klien mempunyai pantangan untuk tidak

menerima transfusi darah manusia (Asmadi, 2008).

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

gangguan mekanisme regulasi asam-basa dan elektrolit.

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

gangguan mekanisme regulasi asam-basa dan elektrolit.

Tujuan: Pasien memiliki keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan

asam basa.

Kriteria hasil:

2.4.3.1 TTV (tekanan darah, nadi, suhu) dalam rentang nilai normal.

2.4.3.2 Turgor kulit pasien kembali dengan cepat.

2.4.3.3 Kulit lembab, tidak kering, mukosa lembab.

Intervensi RasionalMonitor TTV pasien (tekanan darah, nadi, suhu).Monitor jumlah asupan dan haluaran cairan serta status keseimbangan cairan.

Rehidrasi oral atau parenteral sesuai kebutuhan.Monitor kadar eektrolit darah seperti BUN, urine, serum, osmolaritas, kreatinin, hematokrit dan Hb.Hilangkan faktor penyebab kekurangan volume cairan, misalnya muntah, dengan cara memberikan minum sedikit-sedikit atau teh.Ajarkan dan edukasi pasien untuk

TTV dapat menjadi indikator stabilitas hemodinamik tubuh pasien.Menjaga hemodinamik pasien dan mengoreksi ketidakseimbangan sedini mungkin.Memenuhi kebutuhan asupan cairan pasien.Mengetahui kadar keseimbangan elektrolit dan asam-basa dalam tubuh.

Rehidrasi oral untuk memenuhi kebutuhan cairan.

Memberikan pemahaman pasien

iii

Page 36: Full Text Perkemihan GG6.docx

mempertahankan keseimbangan cairan. tentang pentingnya menjaga keseimbangan cairan.

2.5 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN

KESEIMBANGAN ASAM-BASA

2.5.1 Definisi

2.5.1.1 Potens Hidrogen (pH)

pH adalah cerminan rasio asam terhadap basa dalam

cairan ekstrasel. pH dalam serum dapat diukur dengan

menggunakan pH meter, atau dihitung dengan mengukur

konsentrasi bikarbonat dan karbon doksida serum dan

memasukkan nilainya ke dalam persamaan Henderson-

Hasselbach seperti diperlihatkan dalam persamaan:

PH = (pK + log HCO3-) / CO2

Dalam persamaan ini, HCO3- adalah konsentrasi

bikarbonat dalam serum, dan CO2 adalah konsentrasi CO2 yang

larut dalam serum, dan CO2 adalah konsentrasi CO2 yang larut

dalam serum. pK adalah logaritme negatif konstanta disosiasi,

K. Konstanta disosiasi adalah nilai tetap untuk sistem

bikarbonat karbon dioksida pada suhu tubuh normal. Nilai ini

mencerminkan derajat disosiasi bikarbonat dan karbon dioksida

untuk menerima atau memberikan sebuah ion hidrogen. Untuk

sistem bikarbonat karbon dioksida, pK adalah 6,1.

2.5.1.2 Asam

Asam adalah zat yang mampu membebaskan sebuah

ion hidrogen. Contoh asam antara lain zat-zat yang dicetak

tebal dalam rumus dibawah ini, yang semuanya diperlihatkan

dapat memberikan sebuah ion hidrogen:

HCl H⇄ + + Cl-

H2CO3 H⇄ + + HCO3-

Asam laktat H⇄ + + laktat

NH4+ H⇄ + + NH3

iii

Page 37: Full Text Perkemihan GG6.docx

Suatu asam dapat kuat atau lemah, bergantung pada

derajat penguraiannya untuk membebaskan ion hidrogen.

Misalnya, hidrogen klorida (HCl) secara cepat dan total terurai

menjadi ion hidrogen ion klorida sehingga dianggap asam kuat.

Sebaliknya, hanya beberapa molekul asam laktat yang terurai

menjadi ion hidrogen dan laktat sehingga asam laktat dianggap

sebagai asam lemah. Tanda panah rangkap yang diperlihatkan

pada setiap persamaan menandakan bahwa reaksi bersifat

reversibel.

2.5.1.3 Basa

Pada setiap reaksi di atas yang memperlihatkan

disosiasi (penguraian) suatu asam, zat yang dihasilkan bersama

ion hidrogen dianggap sebagai suatu basa. Basa adalah setiap

zat yang dapat menerima sebuah ion hidrogen, sehingga zat

tersebut dapat mengeluarkan ion hidrogen dari larutan. Karena

masing-masing reaksi di atas bersifat reversibel, maka setiap

zat yang dihasilkan bersama dengan ion hidrogen dapat

menyatu kembali dengannya, dan memindahkan reaksi ke arah

yang sebaliknya. Dengan demikian, zat tersebut dianggap

sebagai basa. Reaksi-reaksi ini ditulis ulang di rumus berikut,

dengan basa dalam huruf tebal:

Cl- + H+ ⇄ HCl

HCO3- + H+ ⇄ H2CO3

Laktat + H+ ⇄ Asam laktat

NH3 + H+ ⇄ NH4+

Suatu basa dapat lemah atau kuat, bergantung pada

derajat penerimaan ion hidrogen. Sebagian besar asam dan basa

yang terdapat di dalam tubuh bersifat lemah.

2.5.2 Pengaturan Keseimbangan Asam-Basa

2.5.2.1 Pengaturan kimiawi

1) Sistem buffer bikarbonat-asam karbonat

iii

Page 38: Full Text Perkemihan GG6.docx

Sistem penyangga utama dalam tubuh adalah sistem buffer

bikarbonat-asam karbonat. Sistem ini bekerja dalam darah

untuk menyangga pH plasma. Apabila ion-ion hidrogen

bebas ditambahkan ke dalam darah yang mengandung

bikarbonat, maka ion-ion bikarbonat akan mengikat

hidrogen dan berubah menjadi asam karbonat (H2CO3). Hal

ini menyebabkan ion hidrogen bebas sedikit dalam larutan

sehingga penurunan pH darah yang drastis dapat dicegah.

Asam karbonat dianggap sebagai suatu asam lemah; ion

bikarbonat dianggap basa konjugasinya (komplementer)

yang juga lemah. Asam karbonat juga dapat terurai menjadi

karbon dioksida dan air; maka sistem penyangga bikarbonat

terutama digunakan untuk eliminasi gas yng mudah

menguap, karbon dioksida. Penguraian asam karbonat

menjadi karbon dioksida dan air memerlukan enzim

karbonat anhidrase, yang terdapat di dalam sel darah merah.

Reaksi ini bersivat reversibel, dan karbon dioksida dan air

dapat menyatu kembali untuk membentuk asam karbonat.

Proses ini juga memerlukan kerja karbonat anhidrase

(Corwin, 2009).

2) Sistem buffer fosfat

Sistem penyangga kedua yang digunakan oleh tubuh adalah

sistem penyangga fosfat. Asam fosforik (H2PO4-) adalah

suatu asam lemah. Asam ini terurai dalam plasma menjadi

fosfat (HPO42-) dan ion hidrogen. Fosfat adalah suatu basa

lemah. Sistem penyangga ini digunakan oleh ginjal untuk

menyangga urine sewaktu ginjal mengekskresikan ion

hidrogen. Dalam derajat yang lebih kecil, juga digunakan

sistem penyangga asam sulfur-sulfat.

2.5.2.2 Pengaturan biologis

1) Sistem buffer hemoglobin

iii

Page 39: Full Text Perkemihan GG6.docx

Sistem penyangga utama selanjutnya di dalam tubuh

dihasilkan oleh protein-protein plasma, terutama

hemoglobin yang terdapat di sel darah merah. Hemoglobin

mengikar ion-ion hidrogen bebas sewaktu beredar melewati

sel-sel yang bermetabolisasi secara aktif. Dengan mengikat

ion hidrogen bebas, maka peningkatan konsentrasi ion

hidrogen bebas dalam darah dapat diperkecil dan pH darah

vena hanya turun sedikit apabila dibandingkan dengan

darah arteri. Sewaktu darah mengalir melalui paru, ion-ion

hidrogen terlepas dari hemoglobin dan berikatan dengan

bikarbonat untuk menjadi asam karbonat, yang terurai

menjadi karbon dioksida dan air. Karbon dioksida

dikeluarkan melalui ekspirasi sehingga ion-ion hidrogen

yang dihasilkan oleh proses metabolisme dapat dieliminasi.

Sebagian besar air direabsorpsi dan sebagian besar

dikeluarkan lewat bernapas (Corwin, 2009).

2.5.2.3 Pengaturan fisiologis

1) Paru-paru

Buffer fisiologis di dalam tubuh adalah paru dan

ginjal. Paru dapat beradaptasi dengan cepat terhadap

adanya ketidakseimbangan asam-basa. Pada

kenyataannya, paru dapat melakukan upaya untuk

mengembalikan pH ke nilai normal sebelum bufer

biologis dapat melakukannya.

Ion hidrogen dan karbon dioksida biasanya

memberikan stimulus untuk pernapasan. Apabila

konsentrasi ion hidrogen berubah, paru bereaksi untuk

memperbaiki ketidakseimbangan tersebut dengan

mengubah frekuensi dan kedalaman pernapasan. Pada

alkalosis, frekuensi pernapasan diturunkan sehingga

individu dapat mempertahankan karbon dioksida. Karbon

dioksida berkombinasi dengan air di dalam darah untuk

iii

Page 40: Full Text Perkemihan GG6.docx

membentuk asam karbonat, yang membantu

meningkatkan komponen asam dan menyeimbangkan

kelebihan basa. Apabila terjadi kelebihan asam, frekuensi

pernapasan ditingkatkan dan paru mengekskresi karbon

dioksida dalam jumlah yang lebih besar (Weldy, 1992

dalam Potter and Perry, 2006). Dengan demikian, karbon

dioksida yang tersedia untuk berkombinasi dengan air dan

menghasilkan asam karbonat menjadi lebih sedikit.

2) Ginjal

Ginjal dapat membutuhkan beberapa jam sampai

beberapa hari untuk mengatur gangguan asam-basa. Ginjal

menggunakan tiga mekanisme untuk mengatur konsentrasi

ion hidrogen. Ginjal dapat mengabsorpsi bikarbonat selama

terjadi kelebihan asam dan mengekskresikannya selama

terjadi kekurangan asam. Ginjal menggunakan ion fosfat

(PO43-) untuk membawa ion hidrogen dengan

mengekskresikan asam fosfat (H3PO4) dan membentuk

asam basa. Ginjal juga mengubah amonia (NH3) menjadi

amonium (NH4+) dengan mengikatkannya pada sebuah ion

hidrogen.

2.5.3 Macam-macam Gangguan Keseimbangan Asam-Basa

2.5.3.1 Asidosis metabolik

1) Definisi

Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang

berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar

bikarbonat dalam darah.

2) Etiologi

Asidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan

konsentrasi ion hidrogen (penurunan pH <7,35) di dalam

cairan ekstrasel, yang disebabkan oleh peningkatan kadar

ion hidrogen atau penurunan kadar bikarbonat (Weldy,

iii

Page 41: Full Text Perkemihan GG6.docx

1992 dalam Potter and Perry, 2006). Tipe asidosis

metabolik, normokloremik dan hiperkloremik

diklasifikasikan menurut konsentrasi klorida plasma yang

dimiliki pasien. Asidosis metabolik dapat disebabkan

karena kelaparan, ketoasidosis diabetikum, gagal ginjal,

syok, diare, penggunaan obat (metanol, etanol, asam

format, paraldehid, aspirin) dan asidosis tubulus renal.

3) Pemeriksaan Diagnostik

Ph arteri : penurunan kurang 7,35

Bikarbonat : penurunan, kurang dari 22 mEq/L

PaCo2 : kurang sari 35-40 mmHg

Kelebihan basa : penurunan atau tidak ada.

Gap anion : Lebih besar dari 14 mEq/L. (gap anion tinggi)

atau tidak lebih besar dari 10 sampai 14mEq/L (gap anion

normal)

Kalium serum : peningkatan

Klorida serum : Meningkat

Glukosa serum : Mungkin turun atau meningkat tergantung

pada etiologi

Keton serum : meningkat pada DM, kelaparan,intoksikasi

alkohol

Asam laktat plasma : meningkat pada asidosis lktat

Ph urine menurun, kurang dari 4,5 (pada tidak adanya

penyakit ginjal)

EKG : Distrimia jantung (bradikardia) dan perubahan pola

berkenaan dengan hiperkalemia misalnya T tinggi.

4) Penatalaksanaan

Pengobatan asidosis metabolik tergantung pada

penyebabnya. Sebagai contoh diabetes dikendalikan dengan

insulin atau keracunan diatasi dengan membuang bahan

racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu

iii

Page 42: Full Text Perkemihan GG6.docx

dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau

keracunan berat.

Tujuan koreksi – mengganti defisit basa : Dipakai Na

bikarbonat/ natrium laktat.

2.5.3.2 Alkalosis metabolik

1) Definisi

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana

darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar

bikarbonat.

2) Etiologi

Alkalosis metabolik ditandai dengan banyaknya

kehilangan asam dari tubuh atau dengan meningkatnya

kadar bikarbonat. Muntah adalah penyebab yang paling

umum. Alkalosis metabolik juga dapat terjadi jika seorang

pasien yang mengalami gangguan asam lambung menelan

natrium bikarbonat dalam jumlah besar. Alkalosis

metabolik dapat disebabkan karena muntah berlebihan,

pengisapan lambung yang lama, hipokalemia,

hiperkalsemia, sindroma Cushing, dan penggunaan obat

(steroid, diuretik, natrium bikarbonat) (Potter and Perry,

2006).

3) Pemeriksaan Diagnostik

pH arterial : meningkat, lebih besar dari 7,45

Bikarbonat : meningkat, lebih besar dari 26 mEq/L (primer)

PaCO2 : agak meningkat, lebih besar dari 45mmHg

(kompensasi)

Kelebihan basa (base axcess): meningkat

Klorida serum : menurun kurang dari 98 mEq/L. (bila

alkalosis adalah hipoklaremia) secara disproposional

terhadap penurunan natrium serum.

Kalium serum : Biasanya menurun

iii

Page 43: Full Text Perkemihan GG6.docx

Klorida urine : kuuurang dari 10 mEq/L menunjukan

respon alkalosis, sedangkan kadar lebih dari 20mEq/L

menunjukan tahanan klorida.

EKG : dapat menunjukan perubahan hipoksemia yang

mencakup peninggian gelombang P, gelombang T datar

segmen ST depresi, gelombang T rendah yang bersatu

dengan gelombang P dan peningkatan gelombang U.

4) Penatalaksanaan

Biasanya alkalosis metabolic diatasi dengan

pemberian cairan dan elektrolit dalam hal ini adalah

natrium dan kalium.Pada kasus berat,diberikan ammonium

klorida secara intravena. Untuk pemberian K+ (KCl)

memperbaiki alkalosis (max 40 mEq K+/ L).

2.5.3.3 Asidosis respiratorik

1) Definisi

Asidosis respiratorik ditandai dengan peningkatan

konsentrasi karbon dioksida (PaCO2), kelebihan asam

karbonat, dan peningkatan konsentrasi ion hidrogen

(penurunan pH <7,35).

2) Etiologi

Asidosis respiratorik disebabkan oleh hipoventilasi

atau suatu kondisi yang menekan ventilasi. Penurunan

ventilasi dapat dimulai pada sistem pernapasan (gagal

napas) atau di luar sistem pernapasan (overdosis obat).

Pada pasien yang mengalami asidosis respiratorik, cairan

serebrospinal dan sel-sel otaknya menjadi asam,

menyebabkan perubahan neurologis. Hipoksemia

(penurunan kadar oksigen) terjadi karena depresi

pernapasan, menyebabkan kerusakan neurologis yang lebih

jauh. Perubahan elektrolit seperti hiperkalemia dapat

menyertai asidosis. Asidosis respiratorik dapat disebabkan

iii

Page 44: Full Text Perkemihan GG6.docx

oleh gagal napas, pneumonia, atelektasis, overdosis obat,

kelumpuhan otot pernapasan, cedera traumatik, obesitas,

obstruksi jalan napas, cedera kepala dan stroke (Potter and

Perry, 2006).

2.5.3.4 Alkalosis respiratorik

1) Definisi

Alkalosis respiratorik ditandai dengan penurunan

PaCO2 dan penurunan konsentrasi ion hidrogen

(peningkatan pH >7,45).

2) Etiologi

Alkalosis respiratorik diakibatkan oleh

penghembusan karbon dioksida yang berlebihan (pada

waktu mengeluarkan napas) atau hiperventilasi. Seperti

halnya asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik dapat

dimulai dari luar sistem pernapasan (ansietas) atau dari

dalam sistem pernapasan seperti pada fase awal serangan

asma. Alkalosis respiratorik dapat disebabkan oleh ansietas,

anemia, status hipermetabolik, cedera SSP, infeksi, asma,

dan penempatan ventilator yang tidak tepat (Potter and

Perry, 2006).

2.6 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.6.1 Pengkajian Keperawatan

2.6.1.1 Riwayat keperawatan

Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui

klien yang beresiko mengalami gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi :

1) Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran

cairan

2) Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit.

iii

Page 45: Full Text Perkemihan GG6.docx

3) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis

cairan dan elektrolit.

4) Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat

menggangu status cairan.

5) Status perkembangan (usia atau kondisi social)

6) Factor psikologis.

2.6.1.2 Pengukuran klinis

1) Berat badan. Pengukuran BB dilakukan disaat yang sama

dengan menggunakan pakaian dengan berat yang sama.

Peningkatan atau penurunan 1 kg berat badan setara dengan

penambahan atau pengeluaran 1 liter cairan.

2) Tanda – tanda vital. Perubahan tanda-tanda vital (suhu,

nadi, pernapasan, dan tekanan darah serta tingkat

kesadaran) bisa menandakan gangguan keseimbanga cairan

dan elektrolit.

3) Asupan cairan. Meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan

parenteral (obat-obat intravena), makanan yang

mengandung air, irigasi kateter.

4) Haluaran cairan. Haluaran cairan meliputi urine (volume,

kepekatan), feses (jumlah, konsistensi) drainase, dan IWL.

5) Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa

haus yang berlebihan, kekeringan pada membran mukosa.

6) Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu

keseimbangan cairan dan elektrolit (mis., DM, CA, luka

bakar, hematemesis, dll).

7) Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat

mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit (mis.,

steroid, diuretic, dialysis).

2.6.1.3 Pemeriksaan fisik

1) Integument. Turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani,

dan sensasi rasa.

iii

Page 46: Full Text Perkemihan GG6.docx

2) Kardiovaskular. Distensi vena jugularis, tekanan darah, dan

bunyi jantung.

3) Mata. Cekung, air mata kering.

4) Neurologi. Reflex, gangguan motorik dan sensorik, tingkat

kesadaran.

5) Gastrointestinal. Mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.

2.6.1.4 Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap. Meliputi jumlah sel darah

merah, hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).

Ht naik: dehidrasi berat dan gejala syok

Ht turun : perdarahan akut, massif, dan reaksi

hemolitik.

Hb naik  : hemokonsentrasi.

Hb turun   : perdarahan hebat, reaksi hemolitik.

2) Pemeriksaan elektrolit serum. Dilakukan untuk mengetahui

kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.

3) pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan

kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urine.

Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya

1,003-1,030.

4) Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH,

PO2, HCO3-, PCO2, dan Sa. O2. Nilai PCO2 normal : 35-40

mmHg; PO2 normal : 80-100 mmHg; HCO3- normal : 25-29

mEq/l. sedangkan saturasi O2  adalah perbandingan oksigen

dalam darah dengan jumlah oksigen yang dapat dibawa

oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan vena (60%-

85%).

Interpretasi

Asidosis

CO2 naik         : CO2 + H2O        H2CO3

HCO3- turun    : HCO3

- bersifat basa.

Alkalosis

iii

Page 47: Full Text Perkemihan GG6.docx

CO2 turun        : tidak terbentuk asam bikarbonat

HCO3-              : kadar basa naik.

Pada ketidakseimbangan asam-basa karena proses

respiratorik, nilai pH dan PCO2 tidak normal. Sebaliknya,

bila kondisi tersebut disebabkan oleh proses metabolik,

nilai pH dan HCO3- keduanya meningkat atau rendah.

2.6.2 Diagnosa Keperawatan

Potensial Komplikasi Asidosis Metabolik dan Alkalosis Metabolik

berhubungan dengan ketidakseimbangan absorpsi dan eliminasi ion

hidrogen dan bikarbonat.

2.6.3 Intervensi Keperawatan

Potensial Komplikasi Asidosis Metabolik dan Alkalosis Metabolik

berhubungan dengan ketidakseimbangan absorpsi dan eliminasi ion

hidrogen dan bikarbonat.

Tujuan: tidak terjadi komplikasi asidosis atau alkalosis metabolik

Kriteria hasil:

2.6.3.1 TTV pasien dalam rentang nilai normal.

2.6.3.2 Nilai AGD (pH, HCO3-, maupun PCO3) pasien dalam

rentang nilai normal.

Intervensi RasionalMonitor TTV: respiratory rate (RR), kedalaman napas dan irama napas, retraksi dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan.

Pantau tanda dan gejala asidosis metabolika. pernafasan cepat danlambatb. sakit kepalac. mual dan muntahd. bikarbonat plasma dan pH

arteri darah rendah

RR, kedalaman napas dan irama napas menunjukkan status pernapasan pasien yang merupakan mekanisme kompensasi asidosis/alkalosis metabolik. Penggunaan otot bantu dan retraksi dada menunjukkan kompensasi atau usaha dari tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi tubuh.Mengetahui atau menilai status asam-basa dalam tubuh pasien.

iii

Page 48: Full Text Perkemihan GG6.docx

e. perubahan tingkah laku, mengantuk

f. kalsium serum meningkatg. klorida serum meningkath. penurunan HCO3

Kolaborasikan terapi, koreksi atau medikasi sesuai indikasi.

Pemberian sesuai dengan kausa atau etiologi terjadinya asidosis/alkalosis metabolik. Misalnya apabila terjadi asidosis berikan koreksi cairan IV natrium bikarbonat.

iii

Page 49: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.7 KONSEP TEORI ASKEP PADA PASIEN DENGAN ACUTE KIDNEY

INJURY (AKI)

2.7.1 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan

2.7.1.1 Anatomi Sistem Perkemihan

Gambar 1. Posisi anatomi ginjal

Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada setiap sisi

dari kolumna tulang belakang antara T12 dan L3. Ginjal kiri

terletak agak lebih superior dibanding ginjal kanan.

Permukaan anterior ginjal kiri diselimuti oleh lambung,

pankreas, jejunum,dan sisi fleksikolon kiri. Permukaan

superior setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal.

Posisi kiri ginjal didalam rongga abdomen dipelihara oleh

dinding peritoneum, kontak dengan organ-organ viseral, dan

dukungan jaringan penghubung. Ukuran setiap ginjal orang dewasa

adalah panjang 10 cm; 5,5 cm pada sisi lebar ; dan 3 cm pada sisi

sempit dengan berat setiap ginjalberkisar 150 g.

iii

Page 50: Full Text Perkemihan GG6.docx

Gambar 2. Struktur Anatomi Ginjal

Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian

dalam dan bagian luar. Bagian dalam memperlihatkan anatomis

dari ginjal. Pembuluh-pembuluh darah ginjal dan drainase ureter

melewati hilus dan cabang sinus enal. Bagian luar berupa lapisan

tipis yang menutup kapsul ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal.

Korteks ginjal merupaan lapisan bagian dalam sebelah luar yang

bersentuhan dengan kapsul ginjal. Medula ginjal terdiri atas 6-18

piramid ginjal. Bagian dasar piramid bersambungan dengan

korteks dan di antara piramid dipisahkan oleh jaringan kortikal

yang diebut kolum ginjal.

Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi

menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan

membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin.

Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan

penyakitnya disebut nefrologi. Ginjal berpartisipasi dalam

seluruh tubuh homeostasis, mengatur keseimbangan asam-basa,

elektrolit konsentrasi, volume cairan ekstraselular, dan tekanan

darah.Ginjal menyelesaikan fungsi-fungsi homeostatis baik secara

mandiri dan dalam konser dengan organ lain, terutama orang-orang

dari sistem endokrin .Berbagai hormon endokrin

mengkoordinasikan fungsi endokrin ini;ini termasuk renin,

angiotensin II , aldosteron , hormon antidiuretik , dan peptida

natriuretik atrium , antara lain (Cotran et al, 2004).

iii

Page 51: Full Text Perkemihan GG6.docx

Banyak fungsi ginjal yang dilakukan dengan mekanisme

yang relatif sederhana filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi, yang

berlangsung di nefron. Filtrasi, yang berlangsung pada sel darah

ginjal , adalah proses di mana sel-sel dan protein besar yang

disaring dari darah untuk membuat ultrafiltrasi yang akhirnya

menjadi urin.Ginjal menghasilkan 180 liter filtrat sehari, sementara

reabsorbing persentase besar, memungkinkan untuk generasi hanya

sekitar 2 liter urine.Reabsorpsi adalah transportasi molekul dari

ultrafiltrasi ini dan ke dalam darah.Sekresi adalah proses kebalikan,

di mana molekul diangkut dalam arah yang berlawanan, dari darah

ke dalam urin (Cotran et al, 2004). .

Nefron merupakan mikrostruktur dari ginjal. Setiap

ginjal dibentuk kira-kira 1 juta unit fungsional yang disebut

dengan nefron. Secara Anatomi, sebuah nefron terdiri dari

sebuah glomerulus, kapsula bowmans, dan sistem tubulus.

Pada sistem tubulus terdiri dari tubulus proksimal, tubulus

distal, tubulus pengumpul, dan lengkung henle. Glomerulus,

kapsula Bowmans, tubulus proksimal, dan tubulus distal

berada di coreks ginjal. Lengkung Henle dan tubulus

pengumpul berada di medulla. Beberapa tubulus pengumpul

bergabung menjadi duktus pengumpul tunggal. Duktus

pengumpul ini berganbung dalam piramida kosong melalui

papilla dalam minor calyx (Johnson, 2011).

Gambar 3. Struktur Nefron Ginjal

iii

Tutor Vista. 2014. Organ System of Human Excretion

Page 52: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.7.2 Fisiologi Sistem Perkemihan

Pembentukan urine adalah hasil yang komplek, multi proses dari

filtrasi, reabsorbsi, sekresi, dan eksresi air-elektrolit, dan

pembuangan proses metabolik.Meskipun hasil urine merupakan hasil

daeri semua proses tadi, fungsi primer ginjal adalah menyaring darah

dan mempertahankan homeostasis tubuh. Beikut ini merupakan

proses dari pembentukan urine (Johnson, 2011).

2.7.2.1 Suplai darah

Ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per menit atau

21% dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidk

ditujukan untuk mmenuhi kebutuhan energi yang berlebihan,

ttapi agar ginjal dapat secara terus menerus menyesuaikan

komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi darah, ginjal

mampu mempertahankan volume darah, memastikan

keseimbangan natrium, klorida, kalsium, fosfat, dan pH, serta

membuang produk-produk metabolisme sebagai urea.

Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama

dengan ureter dan vena renalis,kemudian bercabang-cabang

secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata,

arteri interlobularis (disebut arteri radialis), dan arteriol aferen,

yang menuu ke kapiler glomerulus dalam glomerulus dimana

sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma)

difiltrasi untuk memulai pembentukan urine.

Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung

untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler

kedua, yaitu kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus

ginjal.

Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua

bentuk kapier, yaitu kapiler glomerulus dan kaliper peritubulus,

yang diatur dalam suatu rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol

eferen yang membantu untuk mangatur tekanan hidrostatik

iii

Page 53: Full Text Perkemihan GG6.docx

dalam kedua rangkaian kapiler. Tekanan hidrostatik yang tinggi

pada kapiler glomerulus (kira-kira 60 mmHg) menyebabkan

filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik yang

jah lebih rendah dari dari kapiler peritubulus (kira-kira 13

mmHg) menyebabkan reabsorbsi cairan yang cepat. Dengan

mengatur resistensi arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat

mengatur tekanan hidrostatikkapiler glomerulus dan kapiler

peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi glomerulus

dan atau reabsorbsi tubulus sebagai respons terhadap kebutuhan

homeostatik tubuh.

Kapiler pritubulus mengosongkan isinya kedalam

pembuluh sistem vena, yang berjalan secara paralel dengan

pembuluh arteriol dan secara progresif membentuk vena

interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis

yang meninggalkan ginjal disamping arteri renalis dan ureter.

1) Glomerulus

Pembentukan urine berawal di glomerulus, dimana darah di

saring. Glomerulus adalah membran semipermeabel yang

terjadi filtrasi. Jumlah darah yang disaring tiap menit di

glomerulus disebut juga Glomerular Filtration Rate (GFR).

Normal GFR adalh 125 mL/min. Jaringan kapiler

peritubular menyerap kembali sebagian dari filtrat

glomerular sebelum mencapai akhir dari duktus

pengumpul. Oleh karena itu hanya1mL/ menit (rata-rata)

diekskresikan sebagai urin (Johnson, 2011).

2) Tubular

Ketika membran glomerulus adalah membran

penyaringan selektif, ketentuan dibuat untuk reabsorbtion

bahan penting dan ekskresi yang tidak penting. Tubulus dan

duktus pengumpul melaksanakan fungsi tersebut dengan

cara reabsorbsi dan sekresi. Reabsorpsi adalah bagian dari

iii

Page 54: Full Text Perkemihan GG6.docx

suatu zat dari lumen tubulus melalui sel-sel tubulus ke

kapiler. Proses ini melibatkan kedua mekanisme transpor

aktif dan pasif. Sekresi tubular adalah bagian dari suatu zat

dari kapiler melalui sel-sel tubular ke dalam lumen tubulus.

Reabsorpsi dan sekresi menyebabkan banyak perubahan

dalam komposisi dari filtrat glomerular ketika bergerak

melalui panjang tubulus (Johnson, 2011). Dalam tubulus

proksimal sekitar 80% dari elektrolit diserap. Normalnya,

semua glukosa, asam amino, dan sebagian protein diserap.

Meskipun sebagian reabsorps iterjadi melalui transpor aktif,

ionhidrogen (H+) dan kreatinin disekresikan ke dalam filtrat

(Johnson, 2011).

Reabsorpsi berlanjut di lengkung Henle, air yang

penting untuk berkonsentrasi filtrat (Johnson, 2011). Dua

fungsi penting dari tubulus distal adalah akhir regulasi dari

keseimbangan caairan dan elektolit. Anti Diuretik Hormon

(ADH) sangat penting untuk reabsorpsi air di ginjal dan

keseimbangan cairan. ADH membuat tubulus distal dan

duktus pengumpul permeabel terhadap air, memungkinkan

air untuk diserap kembali ke kapiler peritubular dan

akhirnya kembali ke sirkulasi. Dengan tidak adanya ADH,

tubulus dasarnya kedap air; dengan demikian, setiap air di

tubulus meninggalkan tubuh sebagai urin. Penurunan

osmolalitas plasma terdeteksi di hipotalamus anterior oleh

osmoreseptor. Osmoreseptor mengirim masukan saraf ke

selhypothalamus lainnya yang disebut selinti superoptic.

Selinti Superoptic memiliki extention aksonal, yang

berakhir di posterior kelenjar hipofisis, yang menghambat

sekresi ADH. Penurunan tekanan darah (penurunan volume

plasma) dan peningkatan osmolalitas plasma menyebabkan

berkurang baroreseptor dan stimulasi sekresi ADH ( BP +

iii

Page 55: Full Text Perkemihan GG6.docx

Osmolaritas Plasma Baroreseptor, sekresi ADH)

(Johnson, 2011).

Aldosteron (dihasilkan di korteks adrenal) bekerja di

tubulus distal yang menyebabkan reabsoprsi Na+ dan air.

Dalam pertukaran Na+, ion potassium (K+) dieksresi.

Sekresi aldosteron mempengaruhi blood volume dan

consentrasi plasma Na+ dan K+ (Johnson, 2011).

Regulasi asam basa melibatkan penyerapan kembali

dan melestarikan sebagian besar bikarbonat (HCO3-) dan

mengeluarkan kelebihan H+. Tubulus distal memiliki cara

yang berbeda untuk mempertahankan phcelularcairan

ekstra (ECF) dalam kisaran7,35-7,45 (Johnson, 2011).

Tubulus ginjal juga terlibat dalam keseimbangan

kalsium. Hormon paratiroid (PTH) yang dilepaskan dari

kelenjar paratiroid dalam menanggapi kadar kalsium serum

rendah. Pth mempertahankan serum Ca2+ tingkat dengan

menyebabkan peningkatan reabsorpsi tubular ion kalsium

(Ca2+) dan penurunan reabsorpsi tubular ion fosfat (Po42-).

Pada penyakit ginjal, efek PTH mungkin memiliki efek

besar pada metabolisme tulang (Johnson, 2011).

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan plasma

darah dari zat yang tidak perlu. Setelah glomerulus telah

disaring darah, tubulus pilih yang tidak diinginkan dari

bagian ingin cairan tubular. Konstituen penting

dikembalikan ke darah, dan zat dibuang masuk ke urin

(Johnson, 2011).

Fungsi Segmen NefronKomponen Fungsi

Glomerulus

Tubulus Proksimal

Filtrasi air dan melarutkan zat dalam plasmaReabesorbsi 80% air dan elektrolit.Reabesorbsi 100% glukosa

iii

Page 56: Full Text Perkemihan GG6.docx

Lengkung Henle

Tubulus Distal

Duktus Pengumpul

dan as. aminoReabsorbsi HCO3

-

Sekresi H+ dan KreatininReabsorbsi Na+ dan Cl- (asenden)Reabsorbsi Air (desenden)Sekresi K+, H+, amoniaReabsorbsi air (Pengaturan ADH)Reabsorbsi HCO3

-

Regulasi Ca2+ dan PO42- dari

paratiroidRegulasi Na+ dan K dari aldosteronReabsorbsi air (ADH)

2.7.3 Definisi AKI

Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga

minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya

berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk

mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/tanpa gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit (Brady & Branner, 2005 dalam

Sinto & Nainggolan 2010).

AKI dinilai dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori

(berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG

atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi

ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan prognosis gangguan

ginjal:

Klasifikasi RIFLE (Sudoyo, 2009)

Katagori RIFLE

Kriteria kreatinin serum

Penurunan LFG/GFR

Kriteria jumlah urin

Risk Peningkatan serum kreatinin > 1,5x nilai dasar

penurunan GFR > 25%

<0,5 ml/kg/jam lebih dari 6 jam

Injury Kenaikan kreatinin serum > 2,0x 5x nilai dasar

penurunan GFR > 50 %

<0,5 ml/kg/jam atau >12/jam/jam

Failure Kenaikan kreatinin penurunan <0,3 ml/kg/jam

iii

Johnson, Vicki. Y. 2011. Medical Surgical Nursing : Urinary System. Missouri:Elsevier

Page 57: Full Text Perkemihan GG6.docx

serum > 3,0x 5x nilai dasar

GFR > 75 % atau >24/jam/jam

Nilai absolut keratin serum > 4 mg dengan peningkatan mendadak minimal 0,5 mg

Anuria > 12 jam

Loss Gagal ginjal akut peresisten, kerusakan fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu

<0,5 ml/kg/jam selama 24 jam atau anuria selama 12

jam

ESRD Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan

2.7.4 Etiologi

Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama

berdasarkan patogenesis AKI, yakni (1) penyakit yang

menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan

pada parenkim ginjal (AKI prarenal, 55%); (2) penyakit yang

secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal

(AKI renal/intrinsik, 40%); (3) penyakit yang terkait dengan

obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal, 5%). Angka kejadian

penyebab AKI sangat tergantung dari tempat terjadinya AKI.

2.7.4.1 Prarenal

Etiologi prarenal adalah penyebab tersering acute kidney

injury (AKI), terjadi akibat keadaan yang tidak berkaitan

dengan ginjal, tetapi yang merusak ginjal dengan memengaruhi

aliran darah ginjal. Penyebab AKI prarenal adalah segala

sesuatu yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik

yang parah yang menimbulkan syok, misalnya infark

miokardium, reaksi anafilaktik, kehilangan darah atau deplesi

volume yang berat, luka bakar atau sepsis (infeksi yang

ditularkan melalui darah).

2.7.4.2 Intrarenal

Adalah jenis acute kidney injury yang terjadi akibat

kerusakan primer jaringan ginjal itu sendiri. Banyak sekali

penyebab kegagalan intrarenal ini, di antaranya adalah

glomerulonefritis, pielonefritis, dan mioglobulinuria.

iii

Page 58: Full Text Perkemihan GG6.docx

Pada kegagalan intrarenal, kerusakan sel-sel ginjal biasanya

terjadi akibat nekrosis tubulus iskemik. Hal ini cenderung

mengaburkan perbedaan antara kegagalan prarenal dan

intrarenal karena penyebab utama nekrosis tubulus iskemik

adalah penurunan aliran darah ginjal.

Nekrosis tubulus juga dapat terjadi akibat efek langsung

obat-obat nefrotoksik (merusak nefron), misalnya berbagai

logam berat dan pelarut organik. Antibiotik aminoglikosida,

misalnya gentamisin, juga bersifat pelarut organik. Media

kontras radio-opak yang digunakan untuk melihat ruang-ruang

jantung atau saluran cerna dapat bersifat nefrotoksik pada

orang-orang yang rentan. Ingesti campuran analgetik dengan

banyak toksik, khususnya kodein dan kafein, dapat

menyebabkan nekrosis tubulus akut. Iniden sporadik terjadinya

acute kidney injury setelah melakukan atletik berat (misalnya

lari maraton dalam cuaca panas), pada lansia yang meminum

obat-obatan anti inflamasi nonsteroid perlu diwaspadai.

2.7.4.3 Pascarenal

Adalah jenis acute kidney injury yang terjadi akibat kondisi

yang memengaruhi aliran urine keluar ginjal, dan mencakup

cedera atau penyakit ureter, kandung kemih, atau uretra.

Penyebab kegagalan pascarenal yang sering dijumpai adalah

obstruksi. Obstruksi dapat terjadi sebagai respons terhadap

banyak faktor, termasuk batu yang tidak diobati, tumor, infeksi

berulang, hiperplasia prostat, atau kandung kemih neurogenik.

Sebagian besar kasus gagal ginjal terkait dengan haluaran

urine yang rendah. Kadang-kadang, dapat terjadi kegagalan

haluaran urine dalam jumlah besar. Pada kasus ini, urine terus

dihasilkan. Keadaan ini biasanya berhubungan dengan hasil

akhir yang lebih baik.

Pemulihan AKI biasanya terjadi setelah beberapa minggu,

tetapi terkadang membutuhkan waktu selama 6 minggu setelah

iii

Page 59: Full Text Perkemihan GG6.docx

awitan oliguria (penurunan haluaran urine). Diuresis

(peningkatan haluaran urine) merupakan awal proses

pemulihan. Meski produksi urine, berlangsung gangguan

keseimbangan elektrolit akan terus terjadi. Setelah fase

diuretik, fase pemulihan AKI berlanjut, dan selama fase ini

fungsi ginjal dan keseimbangan elektrolit kembali seperti

semula. Pemulihan total biasanya berlangsung 1 sampai 2

tahun. Fungsi ginjal beberapa individu mungkin tidak akan

pulih total.

Berikut adalah tabel penggolongan AKI berdasarkan etiologi

prarenal, intrarenal dan postrenal:

Prarenal Intrarenal PostrenalI. Hipovolemia

- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular

- Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus

- Kehilangan darah- Kehilangan cairan ke

luar tubuh melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)

II. Penurunan curah jantung- Penyebab miokard:

infark, kardiomiopati- Penyebab perikard:

tamponade- Penyebab vaskular

pulmonal: emboli pulmonal

- Aritmia- Penyebab katup jantungIII. Perubahan rasio

resistensi vaskular ginjal

I. Obstruksi renovaskular- Obstruksi a.renalis (plak

aterosklerosis, trombosis, emboli,diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,kompresi)

II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal

- Glomerulonefritis, vaskulitis

III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)

- Iskemia (serupa AKI prarenal)

- Toksin- Eksogen (radiokontras,

siklosporin, antibiotik, kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)

IV. Nefritis interstitial- Alergi (antibiotik,

OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi

I. Obstruksi ureter- Batu, gumpalan darah,

papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal

II. Obstruksi leher kandung kemih

- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan, darah

III. Obstruksi uretra- Striktur, katup

kongenital, fimosis

iii

Page 60: Full Text Perkemihan GG6.docx

sistemik- Penurunan resistensi

vaskular perifer- Sepsis, sindrom

hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan (contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)

- Vasokonstriksi ginjal- Hiperkalsemia,

norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, amphotericin B

- Hipoperfusi ginjal lokal- Stenosis a.renalis,

hipertensi malignaIV. Hipoperfusi ginjal

dengan gangguan autoregulasi ginjal

- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen

- Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, hipertensi maligna),

- penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibitor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)

- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen

- Penggunaan penyekat ACE, ARB

- Stenosis a. renalisV. Sindrom hiperviskositas- Mieloma multipel,

makroglobulinemia, polisitemia

(bakteri, viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik

V. Obstruksi dan deposisi intratubular

- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfonamida

VI. Rejeksi alograf ginjal

(Sinto & Nainggolan, 2010).

2.7.5 Patofisiologi

Ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi

yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan

iii

Page 61: Full Text Perkemihan GG6.docx

gangguan fungsi ginjal yaitu obstruksi tubulus, kebocoran cairan

tubulus, penurunan pemeabilitas glomerulus, disfungsi vasomotor,

glomerulus feedback.

Teori obstruksi glomerulus menyatakan bahwa NTA

(necrosis tubular acute) mengakibatkan deskumulasi sel-sel

tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya, yang kemudian

membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus.

Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut menyokong

terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan tubulus

meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun.

Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi

glomerulus terus berlangsung normal, tetapi cairan tubulus bocor

keluar melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk dalam

sirkulasi peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat

pada NTA yang berat.

Pada ginjal normal, 90% aliran darah didistribusikan ke

korteks (tempat di mana terdapat glomerulus) dan 10% pada

medula. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan

menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada AKI, perbandingan antara

distribusi korteks dan medula menjadi terbalik sehingga terjadi

iskemia relatif pada korteks ginjal. Konstriksi dari arteriol aferen

merupakan dasar penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR).

Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan

memperberat iskemia korteks luar ginjal setelah hilangnya

rangsangan awal.

Pada disfungsi vasomotor, prostaglandin dianggap

bertanggung jawab terjadinya AKI, di mana dalam keadaan

normal, hipoksia merangsang ginjal untuk melakukan vasodilator

sehingga aliran darah ginjal direduksi ke korteks yang

mengakibatkan diuresis. Ada kemungkinan iskemia akut yang

berat atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk

menyintesis prostaglandin. Penghambatan prostaglandin seperti

iii

Page 62: Full Text Perkemihan GG6.docx

aspirin diketahui dapat menurunkan aliran darah renal pada orang

normal dan menyebabkan NTA.

Teori glomerulus menganggap bahwa kerusakan primer

terjadi pada tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi

rusak akibat nefrotoksin atau iskemia gagal untuk menyerap

jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air.

Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan

natrium pada cairan tubulus distal dan merangsang peningkatan

produksi rnin dari sel jukstaglomerulus. Terjadi aktivasi

angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi ateriol aferen

sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju

aliran glomerulus.

Menurut Smeltzer (2002), terdapat empat tahapan klinik

dari acute kidney injury, yaitu periode awal, periode oliguria,

periode diuresis, dan periode perbaikan.

2.7.5.1 Periode awal, dengan awitan awal dan diakhiri dengan

terjadinya oliguria.

2.7.5.2 Periode oliguria, (volume urine kurang dari 400 mm/24 jam)

disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi

yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam

urat, serta kation intraseluler-kalium, dan magnesium). Jumlah

urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk

sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala

uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang

mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.

2.7.5.3 Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine

secara bertahap, sidertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus.

Meskipun urine output mencapai kadar normal atau meningkat,

fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau

dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika

terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.

iii

Page 63: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.7.5.4 Periode penyembuhan, merupakan tanda perbaikan fungsi

ginjal dan berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium

akan kembali normal.

2.7.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis acute kidney injury menurut McPhee dan

Hammer (2010) yaitu sebagai berikut:

Gejala awal yang timbul adalah fatigue dan malaise sebagai

akibat dari hilangnya kemampuan untuk mengeksresikan air,

garam, dan zat sisa dari ginjal. Tanda lain dari hilangnya

kemampuan ini adalah dyspnea, orthopnea (dyspnea saat

berbaring), bunyi ronkhi basah, dan edema perifer. Perubahan

status mental juga dapat terjadi sebagai efek toksik dari uremia dan

peningkatan zat sisa nitrogen pada otak.

Manifestasi klinis dari AKI tergantung pada staging dan

juga riwayat pasien tersebut. Pasien dengan hipoperfusi renal (AKI

prerenal) akan mengalami prerenal azotemia, yaitu kondisi dimana

blood urea nitrogen (BUN) naik tanpa ada nekrosis tubular. Jika

langsung mendapat penanganan, kondisi ini dapat membaik,

namun jika tidak akan berlanjut ke nekrosis tubular akut.

Berikut ini adalah tabel manifestasi klinis untuk AKI menurut

Kidd, Sturt, & Fultz (2010):

Gejala PenyebabSistem KardiovaskularDisritmiaGagal jantungAsidosis metabolik

HipertensiSistem PernapasanEdema pulmonal

Pernapasan KussmaulSistem HematopoietikAnemiaGangguan koagulasi

Hiperkalemia, hipokalsemiaHipertensi, retensi cairan, penurunan sekresi H+

Penurunan reabsorpsi Na+

Penurunan reabsorpsi/pembentukan HCO3-

Peningkatan retensi Na+

Aktivasi renin

Disfungsi ventrikel kiriPeningkatan permeabilitas kapilerRetensi cairanAsidosis metabolik

Penurunan eritropoietinDisfungsi trombosit yang disebabkan adanya

iii

Page 64: Full Text Perkemihan GG6.docx

ImunosupresiSistem gastrointestinalAnoreksiaMual dan muntahGastritis/perdarahan saluran cernaSistem neuromuskularPenurunan tingkat kesadaran

Tremor, hiperrefleksiaSistem IntegumenPucatKulit kuningPruritus

PurpuraDeposit bekuan ureum (urohidrosis kristalina)Sistem RangkaHipefosfatemiaHipokalsemia

toksinPenurunan neutrofil

Pemecahan urea, pelepasan amonia

Amonia menyebabkan ulserasi

Asidosis metabolikAkumulasi toksin uremikHiperkalemia

AnemiaEkskresi urokromPenumpukan kalsium dan fosfat di kulitGangguan fungsi trombositTanda lanjut (terminal)Kristal urea pada kulit

Penurunan ekskresi fosfatPenurunan absorpsi Ca2+ yang disebabkan penurunan cadangan vitamin D

2.7.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk diagnosa AKI antara lain

(Kidd, Sturt, & Fultz, 2010):

2.7.7.1 Hitung darah lengkap

Penurunan hematokrit dapat terjadi pada kasus gagal

ginjal kronis, sedangkan sel darah putih meningkat pada kasus

infeksi. Jika infeksi terjadi secara akut dan disebabkan bakteri

maka akan terjadi peningkatan neutrofil dan penurunan

limfosit.

2.7.7.2 Urinalisis, biakan urine dan sensitivitas

ISK mungkin merupakan manifestasi awal sepsis. Sepsis

dapat disebabkan mikroorganisme gram negatif atau positif.

Berat jenis urine dan osmolalitas urine berbeda tergantung dari

penyebab gagal ginjal. Biakan urine biasanya hanya dilakukan

pada pasien yang mengalami penyakit kronis, pasien hamil,

pasien geriatrik, pasien pediatrik dan pasien yang mengalami

penekanan sistem kekebalan tubuh.

iii

Page 65: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.7.7.3 BUN dan kreatinin

Perbedaan kedua uji ini tergantung dari penyebab gagal

ginjal. Uji kreatinin sangat spesifik untuk melihat fungsi ginjal

karena jumlah kreatinin yang memasuki aliran darah tetap

konstan. Perubahan laju filtrasi glomerulus menyebabkan

peningkatan kreatinin.

2.7.7.4 Elektrolit dan profil metabolik dasar

Hiperkalemia dapat terjadi pada gagal ginjal. Jika hal ini

terjadi, kaji apakah ada refleks-refleks hiperaktif dan perubahan

pada EKG (peninggian gelombang T, pemanjangan interval PR

dan durasi QRS).

2.7.7.5 Gas darah arteri

Asidosis metabolik (pH < 7,35; HCO3 < 22; dan PaCO2 ≤

35) dapat terjadi pada AKI.

2.7.8 Pemeriksaan Radiografik

2.7.8.1 Pielogram Intravena

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengkaji sistem perkemihan

bagian atas. Medium kontras diinjeksikan secara intravena dan

foto sinar-X dilakukan. Prosedur memakan waktu antara 30-45

menit. Jika takanan darah pasien tidak stabil, perawat atau

dokter harus menemani pasien, ketika ia akan dibawa ke bagian

lain untuk menyelesaikan pemeriksaan. “Satu tembakan”

pielogram intravena (IVP) sesaat sebelum laparatomi,

bermanfaat untuk pasien-pasien dengan kondisi sangat tidak

stabil untuk menunggu pemeriksaan CT scan. Film yang

dihasilkan dari pemeriksaan ini dapat memeriksa fungsi kedua

ginjal dan trauma ginjal makroskopik.

2.7.8.2 CT/renal scan

Pemeriksaan ini dengan cepat mengganti pemeriksaan IVP dan

arteriografi karena bersifat non invasif. Bergantung pada jenis

pemindaiannya, prosedur ini akan memakan waktu sekitar 15-

30 menit. Pemeriksaan ini sulit dilakukan pada pasien gelisah

iii

Page 66: Full Text Perkemihan GG6.docx

karena film yang dihasilkan tidak akan memberikan gambaran

yang jelas jika pasien bergerak. Pemeriksaan ini dilakukan

apabila terdapat hematuri pada hasil analisis urine.

2.7.8.3 Angiografi ginjal

Pemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai terdapat cedera

pembuluh darah ginjal atau saat pasien mengalami mekanisme

cedera yang cukup berat untuk menyebabkan kerusakan ginjal

dan tanda-tanda vital tidak stabil. Jika IVP memperlihatkan

visualisasi yang buruk atau tidak ada visualisasi dari medium

kontras, dapat dilakukan angiogram.

2.7.8.4 Pencitraan radionuklida

Radionuklida dilakukan secara intravena dan alat detektor

aktivitas radioaktif mencatat ambilan radionuklida untuk

mengevaluasi adanya perubahan aliran darah. Pemeriksaan ini

digunakan pada masalah-masalah ginjal.

2.7.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan acute kidney injury antara lain:

2.7.9.1 Dialisis

Dialisis untuk mencegah komplikasi acute kidney injury

yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang.

Dapat dilakukan pada pasien dengan kadar kalsium yang tinggi

dan meningkat (dialisis peritoneum daan hemofiltrasi segera).

Penanganan hiperkalemia dilakukan dengan menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit. Karena hiperkalemia

mengancam jiwa, perlu dilakukan pemantauan hiperkalemia

dengan pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium >5,5

mEq/L; SOI 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak

gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status

klinis.berikan ion pengganti resin (natrium polistiren

sulfonat/kayeksalate) oral atau melalui retensi enema.

Kayeksalate mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran

pencernaan. Sorbitol sering diberikan bersamaan dengan

iii

Page 67: Full Text Perkemihan GG6.docx

kayeksalate untuk menginduksi efek tipe diare (menginduksi

cairan di saluran pencernaan).

Pemberian retensi enema dapat dilakukan dengan tetap

rektal yang memiliki balon. Hiperkalemia dapat diatasi dengan

pemberian glukosa dan insulin atau kalsium glukonas IV.

Glukosa dan insulin mendorong kalium ke dalam sel-sel

sehingga kadar serum kalium menurun sementara sampai

kalium diambil melalui proses dialisis. Kalsium glukonat

membantu melindungi hati dari efek tingginya kadar serum

kalium. Pemberian natrium bikarbonat dilakukan untuk

menaikkan pH darah sehingga kalium bergerak di dalam sel

kemudian menurun. Diet dengan menghilangkan semua produk

kalium eksternal.

2.7.9.2 Keseimbangan cairan

Pertahankan keseimbangan cairan yang disesuaikan

dengan berat badan harian, pengukuran tekanan vena pusat,

konsentrasi urine dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah,

dan status klinis pasien. Asupan dan pengeluaran oral, urine

parenteral, drainase lambung, feses, drainase luka, dan respirasi

dihitung dan digunakan sebagai dasar terapi pengganti cairan.

Untuk mendeteksi kelebihan cairan dilakukan pengamatan

terhadap dispnea, takikardia, distensi vena leher, pemeriksaan

paru (auskultasi ditemukan suara paru krekels basah) akibat

edema paru karena pemberian cairan parenteral yang

berlebihan.

2.7.9.3 Diet

Perhatikan nutrisi dengan membatasi pemberian protein

hingga selama fase oliguri untuk menurunkan pecahan protein

dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Tinggi kalori

karena karbohidrat memiliki efek terhadap protein yang luas.

Batasi makanan yang menagndung kalium dan fosfat (pisang,

iii

Page 68: Full Text Perkemihan GG6.docx

jeruk, dan kopi). Pemberian kalium adalah sebanyak 2 g/hari,

dan periksa kemungkinan diperlukannya nutrisi parenteral.

2.7.9.4 Koreksi asidosis dan peningkatan kadar fosfat

Jika asidosis berat terjadi, gas darah arteri harus dipantau,

intervensi ventilasi harus dilakukan jika terdapat masalah

pernapasan, dan pasien perlu diterapi dengan natrium

bikarbonat atau dialisis.

2.7.9.5 Pemantauan

Pantau selama fase pemulihan. Fase oliguri AKI

berlangsung selama 10-20 hari dan diikuti fase diuretik, di

mana haluaran urine meningkat (fungsi ginjal telah membaik).

Lakukan evaluasi kimia darah (natrium dan kalium) dan cairan.

2.7.10 Pencegahan

Pencegahan terjadinya AKI pada pasien antara lain:

2.7.10.1 Identifikasi pasien yang beresiko terkena penyakit ginjal.

2.7.10.2 Pastikan kecukupan cairan sebelum, selama dan sesudah

prosedur operasi.

2.7.10.3 Hindari paparan berbagai nefrotoksin. Ingat bahwa

kebanyakan obat diekskresi melalui ginjal.

2.7.10.4 Dilarang menggunakan analgesik dalam jangka panjang

karena dapat menyebabkan nefritis intestinal dan nekrosis

papilari.

2.7.10.5 Cegah dan obati syok dengan transfusi serta penggantian

cairan. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.

2.7.10.6 Monitoring pengeluaran urine dan tekanan vena sentral

pada pasien kritis untuk mendeteksi kejadian acute kidney

injury.

2.7.10.7 Jadwalkan studi diagnosis, sesuai kebutuhan dehidrasi

sehingga ada waktu istirahat, khususnya bagi mereka dengan

tingkat usia tertentu yang mengalami ketidakadekuatan fungsi

ginjal.

iii

Page 69: Full Text Perkemihan GG6.docx

2.7.10.8 Berikan perhatian khusus selama proses irigasi luka, luka

bakar, dan sebagainya.

2.7.10.9 Hindari infeksi: memberikan perawatan netikuls pada

pasien yang mendapatkan pemasangan tetap dan infus.

2.7.10.10 Lakukan intervensi pencegahan untuk memastikan bahwa

setiap orang menerima transfusi darah yang benar guna

mencegah reaksi transfusi yan dapat menjadi predisposisi gagal

ginjal.

2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.8.1 Pengkajian Keperawatan

2.8.1.1 Primary Survey (ABCDE)

Airway. Periksa kepatenan jalan napas dan suara napas pasien,

curigai adanya obstruksi atau penumpukan sekret pada jalan

napas akibat penurunan kesadaran.

Breathing. Takipnea, berhubungan dengan peningkatan volume

cairan. Adanya ronki basah rales yang tidak bersih dengan

batuk, dapat menunjukkan adanya edema pulmonal yang terkait

dengan gagal jantung sekunder akibat kelebihan cairan. Ronki

basah dengan atau tanpa sputum yang berbusa, pernapasan

dalam dan cepat (mungkin menunjukkan asidosis metabolik

akibat gagal ginjal) (Kidd, Sturt, & Fultz, 2010).

Circulation. Adanya hipertensi menunjukkan kelebihan volume

cairan. Distensi vena jugularis, bunyi S3 atau S4 mungkin

menunjukkan gagal jantung akut yang terkait dengan kelebihan

cairan. Nadi perifer yang lemah dan edema perifer sedang (3

sampai 4 +) dapat terjadi sebagai akibat kelebihan cairan.

Pasien mungkin datang dalam keadaan syok sehingga terjadi

hipoperfusi (Kidd, Sturt, & Fultz, 2010).

Disability. Disorientasi dapat terjadi, terkait dengan penurunan

sirkulasi serebral sekunder akibat gagal jantung dan kelebihan

iii

Page 70: Full Text Perkemihan GG6.docx

cairan atau sebagai akibat akumulasi toksin (Kidd, Sturt, &

Fultz, 2010).

Exposure. Edema atau edema anasarka menunjukkan kelebihan

volume cairan. Jika terdapat nyeri di bagian pinggang, mungkin

menunjukkan adanya trauma pada ginjal (Kidd, Sturt, & Fultz,

2010).

2.8.1.2 Anamnesis

Pengkajian pada jenis kelamin, pria mungkin disebabkan oleh

hipertrofi prostat. Pada wanita, infeksi saluran kemih yang

berulang dapat menyebabkan AKI, serta pada wanita yang

mengaami perdarahan pasca melahirkan. Keluhan utama yang

sering adalah terjadi penurunan produksi miksi. Keluhan lain

yang mungkin didapatkan adalah nyeri, demam, reaksi syok,

atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya (prerenal).

2.8.1.3 Riwayat kesehatan sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi

penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas

perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah

urine output dan apakah penurunan jumlah urine output

tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab,

seperti pasca perdarahan setelah melaqhirkan, diare, muntah

berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami

episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID

atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan

transfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada

ginjal.

2.8.1.4 Riwayat kesehatan dahulu

Kaji adanya riwayat batu saluran kemih, infeksi sistem

perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan

penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi

predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang

iii

Page 71: Full Text Perkemihan GG6.docx

riwayat penggunaan obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat

alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.

2.8.1.5 Psikososiokultural

Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis

penyakit yang berat akan memberikan dampak rasa cemas dan

koping yang maladaptif pada pada pasien.

2.8.1.6 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum dan TTV

Keadaan umum pasien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi.

Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase

oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi

denyut nadi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh.

Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai

berat.

B1 (Breathing). Pada periode oliguri sering didapatkan adanya

gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respon

terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Pasien bernapas

dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase

ini. Pada beberapa keadaan respon uremia akan menjadikan

asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan Kussmaul.

B2 (Blood). Pada kondisi azotemia berat, saat perawat

melakukan auskultasi akan ditemukan adanya friction rub yang

merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom

uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya

anemia. Anemia yang menyertai acute kidney injury

merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat

dari penurunan produksi eritropoietin, lesi gastrointestinal

uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah,

biasanya dari saluran GI. Adanya penurunan curah jantung

sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberatkan

kondisi AKI. Pada pemeriksaan tekanan darah sering

didapatkan adanya peningkatan.

iii

Page 72: Full Text Perkemihan GG6.docx

B3 (Brain). Gangguan status mental, penurunan lapang

perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan

memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia,

ketdakseimbangan elektrolit/asam basa). Pasien beresiko

kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala,

penglihatan kabur, kram otot biasanya akan didapatkan

terutama pada fase oliguri yang berlanjut sindrom uremia.

B4 (Bladder). Perubahan pola kemih pada periode oliguri akan

terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output < 400

ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan

yang menunjukkan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda

perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan

perubahan warna urine menjadi lebih gelap/pekat.

B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, serta

anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi

kurang dari kebutuhan.

B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum

efek sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari

hipertensi (Muttaqin & Sari, 2011).

2.8.2 Diagnosa Keperawatan

2.8.2.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan fase diuresis

acute kidney injury.

2.8.2.2 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan nilai

filtrasi glomerulus dan retensi natrium.

2.8.2.3 Penurunan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

penurunan pH pada cairan serebrospinal efek sekunder asidosis

metabolik.

2.8.2.4 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan

asidosis metabolik.

2.8.2.5 Kelemahan mobiltas fisik berhubungan dengan edema

ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.

iii

Page 73: Full Text Perkemihan GG6.docx

(NANDA 2015-2017)

2.8.3 Intervensi Keperawatan

2.8.3.1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan fase diuresis

acute kidney injury.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kekurangan volume cairan

dapat teratasi.

Kriteria hasil:

1) Klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab,

turgor kulit normal, TTV dalam batas normal, CRT<3

detik, urine >600 ml/hari.

2) Laboratorium: nilai hematokrit dan protein serum

meningkat, BUN/kreatinin menurun.

Intervensi RasionalMonitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output).

Auskultasi TD dan timbang berat badan.

Programkan untuk dialisis.

Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.Kolaborasi:Pertahankan pemberian cairan secara intravena.

Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan.Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine<600 ml/hari karena merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik. Perubahan berat badan sebagai parameter dasar terjadinya defisit cairan.Program dialisis akan mengganti fungsi ginjal yang terganggu dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh.Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer. Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan secara cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan.

2.8.3.2 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan nilai

filtrasi glomerulus dan retensi natrium.

iii

Page 74: Full Text Perkemihan GG6.docx

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam kelebihan volume cairan dapat

teratasi.

Kriteria hasil:

1) Tidak terjadi edema anasarka maupun edema paru.

2) Kadar elektrolt serum, khususnya natrium serum dalam

rentang nilai normal.

Intervensi RasionalMonitor pengeluaran dan BJ urine, ukur, dan catat input dan output cairan.Monitor serum dan konsentrasi elektrolit urine, dan AGD.Berikan cairan hanya untuk menggantikan kehilangan cairan selama fase oliguri-anurik (sekitar 400-500 ml/jam).Monitor TTV, distensi vena jugularis, edema ekstremitas dan abdomen.Auskultasi bunyi paru.

Edukasi pasien mengenai pentingnya mengikuti diet dan pengobatan.

Mengetahui balance cairan pasien.

Mengetahui keseimbangan elektrolit dan asam-basa pasien.Cairan yang diberikan untuk mempertahankan status hidrasi normal saja dan untuk mencegah peningkatan kelebihan volume cairan.Mengetahui status hemodinamik pasien, dan overhidrasi.Mengetahui apakah terjadi penumpukan cairan di jaringan paru.Memberikan pemahaman akan pentingnya kepatuhan terhadap diet maupun pengobatan.

2.8.3.3 Penurunan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

penurunan pH pada cairan serebrospinal efek sekunder asidosis

metabolik.

Tujuan: dalam waktu 2x24 jam perfusi jaringan otak dapat

tercapai secara optimal.

Kriteria hasil:

1) Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual,

kejang. GCS 4, 5, 6 ; pupil isokor, refleks cahaya (+).

2) Tanda-tanda vital normal (nadi 60-100 kali/menit, suhu 36-

36,5oC, pernapasan 16-20 kali/menit), serta klien tidak

mengalami defisit neurologis seperti: lemas, agitasi,

iritabel, hiperefleksia, dan spastisitas dapat terjadi hingga

akhirnya timbul koma, kejang.

iii

Page 75: Full Text Perkemihan GG6.docx

Intervensi RasionalMonitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.Monitor TTV seperti TD, suhu, nadi, respirasi, dan hati-hati pada hipertensi sistolik.

Bantu klien untuk membatasi muntah dan batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.

Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.Monitor kalium serum.

Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.Pada keadaan normal, autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik yang dapat berubah secara vfluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskular serebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.

2.8.3.4 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan edema paru dan

asidosis metabolik.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi perubahan pola

napas.

Kriteria hasil:

1) Pasien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20

x/menit.

2) Pemeriksaan gas darah arteri pH 7,40 ± 0,005, HCO3- ± 2

mEq/L, dan PaCO2 40 mmHg.

Intervensi RasionalKaji faktor penyebab asidosis metabolik.Monitor ketat TTV.

Istirahatkan pasien dengan posisi fowler.

Mengidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar dari asidosis metabolik.Perubahan TTV akan memberikan dampak pada resiko asidosis yang bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi asidosis.Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan mengurangi kerja jantung,

iii

Page 76: Full Text Perkemihan GG6.docx

Ukur intake dan output cairan.

Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung.

Kolaborasi:Berikan cairan RL intravena.

Berikan bikarbonat.

Pantau data laboratorium AGD berkelanjutan.

meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah.Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan output urine.Lingkungan tenang akan menurunkan stimulasi nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di dalam ruangan.

Larutan IV RL biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal, serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai keadaan ini.Kolaborasi pemberian bikarbonat. Jika penyebab masalah adalah masukan klorida, maka pengobatannya ditujukan pada menghilangkan sumber klorida.Tujuan intervensi keperawatan pada asidosis metabolik adalah meningkatka pH sistemik sampai ke batas aman dan menangguangi sebab-sebab asidosis yang mendasarinya. Monitoring perubahan AGD berguna untuk menghindari komplikasi yang tidak diharapkan.

2.8.3.5 Kelemahan mobiltas fisik berhubungan dengan edema

ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.

Tujuan: dalam 3x24 jam kelemahan mobilitas fisik pasien

berkurang.

Kriteria hasil:

1) Pasien dapat melakukan mobilisasi sesuai batas

toleransinya.

2) Pasien tidak tampak letih dan mampu memenuhi

kebutuhannya sesuai kemampuan.

Intervensi RasionalKaji kekuatan otot pasien.

Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas untuk memenuhi kebutuhannya.Bantu pasien dalam beraktivitas.

Kekuatan otot menunjukkan kemampuan pasien dalam beraktivitas.Mengetahui tingkat toleransi aktivitas pasien.

Memenuhi kebutuhan pasien selama

iii

Page 77: Full Text Perkemihan GG6.docx

Ajarkan pasien dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pasien selama terjadi kelemahan.

terjadi kelemahan mobilitas fisik.Memandirikan pasien dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pribadi sesuai kemampuan pasien.

iii

Page 78: Full Text Perkemihan GG6.docx

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan,

yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan

pada interstisial). Ada dua macam kelebihan cairan yaitu ketidakseimbangan

isotonik dan hipoosmolar. Ketidakseimbangan isotonik terjadi ketika

kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium dipertahankan dalam

proporsi isotonik sehingga menyebabkan hipervolemia tanpa disertai

perubahan kadar elektrolit serum. Ketidakseimbangan hipoosmolar

(kelebihan cairan) terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi

psikogenetik) atau sekresi ADH berlebihan.

Dalam keseimbangan elektrolit, ion yang bermuatan negatif disebut

anion sedangkan yang bermuatan positif disebut kation. Contoh kation

penting dalam tubuh antara lain natrium, kalium, kalsium, dan magnesium,

sedangkan contoh anion adalah klorida, bikarbonat dan fosfat.

Ada tiga komponen penting dalam pengaturan asam-basa, yaitu pH,

asam dan basa. pH adalah cerminan rasio asam terhadap basa dalam cairan

ekstrasel. Asam adalah zat yang mampu membebaskan sebuah ion hidrogen.

Basa adalah setiap zat yang dapat menerima sebuah ion hidrogen, sehingga

zat tersebut dapat mengeluarkan ion hidrogen dari larutan.

Macam-macam pengaturan keseimbangan asam-basa antara lain

kimiawi, biologis dan fisiologis. Gangguan keseimbangan asam-basa yang

terjadi antara lain asidosis dan alkalosis (respiratorik dan metabolik).

Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada overload cairan,

gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit adalah

kelebihan/kekurangan volume cairan dan gangguan pertukaran gas.

Acut Kidney Injury (AKI) adalah sekumpulan gejala yang

mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak (Nursalan & Fransisca,

2009). Penyebab gagal ginjal akut dapat dibagi menjadi tiga kategori umum:

prarenal, intrarenal, dan pascarenal.

iii

Page 79: Full Text Perkemihan GG6.docx

Masalah keperawatan terkait AKI antara lain kekurangan volume

cairan, kelebihan volume cairan, penurunan perfusi jaringan serebral, pola

napas tidak efektif, dan kelemahan mobiltas fisik.

3.2 Saran

Keselamatan pasien tergantung pada kecepatan, ketepatan

penatalaksanaan, replacement cairan, pengetahuan dokter dan perawat. Oleh

karena itu kita sebagai perawat haruslah mengetahui dari mekanisme

kegagalan pada nefron hingga menyebabkan kegagalan akut serta

pelaksanaan yang tepat untuk berbagai macam ketidakseimbangan.

iii

Page 80: Full Text Perkemihan GG6.docx

WOC Overload Cairan

iii

Kompensasi Pengaturan

Perpindahan & Sekresi Cairan

Konsumsi makanan, cairan & natrium berlebih

Peningkatan ADH, Aldosteron & ANP

Penurunan produksi Albumin

Kegagalan reabsorpsi Albumin

Peningkatan volume cairan dan konsentrasi natrium

Peningkatan reabsorpsi natrium dan air

Penurunan tekanan onkotik darah

Perpindahan cairan dari Plasma ke rongga interstisial

Overload Cairan

Rongga peritoneum Kompensasi jantung Kapiler alveoli paru

Edema paru

Sesak napas

MK: Gangguan pertukaran gas

Hipertrofi miokardAsites

Gagal jantung

Peningkatan tahanan perifer

MK: Kelebihan Volume Cairan

Page 81: Full Text Perkemihan GG6.docx

WOC Gangguan Keseimbangan Elektrolit

iii

Gangguan nefron

Tubulus proksimal

Gangguan reabsorpsi (NaCl, K)

Lengkung Henle

Gangguan Reabsorpsi (Mg, Na, Cl, K, Ca)

Tubulus Distal

Gangguan reabsorpsi (Na, Cl, Ca)

Hiponatremia

Hipokalemia

Hipomagnesemia

Hipokalsemia

Hipernatremia

Hiperkalemia

Hipermagnesemia

Hiperkalsemia

MK: Gangguan keseimbangan elektrolit

Reabsorpsi inadekuat Reabsorpsi berlebih

Gangguan keseimbangan elektrolit

Page 82: Full Text Perkemihan GG6.docx

WOC Gangguan Keseimbangan Asam-Basa

iii

Tubulus Ginjal

Ekskresi ion Hidrogen Reabsorpsi bikarbonat Produk ion bikarbonat

Kurang Lebih

Alkalosis metabolikAsidosis metabolik

MK: Potensial Komplikasi Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik

pH arteri abnormal