Full Text Media Backpack
-
Upload
erlisa-candrawati -
Category
Documents
-
view
263 -
download
4
Transcript of Full Text Media Backpack
1
BAB I
PENDAHULUAN
Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa
depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah
selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran juga dapat menjadi ancaman
penularan penyakit ataupun penyebab timbulnya gangguan kesehatan jika tidak
dikelola dengan baik.
Salah satu issue kesehatan yang menyangkut anak usia sekolah adalah
tentang nyeri punggung yang diduga akibat penggunaan tas punggung yang terlalu
berat. Tas sekolah menjadi bagian tak terpisahkan dari siswa sekolah. Tas sekolah
digunakan sebagai wadah buku dan alat sekolah lainnya untuk dibawa ke sekolah.
Kecenderungan saat ini sekolah sering memberi pekerjaan rumah, tugas-tugas,
dan kegiatan ekstra kurikuler yang berdampak pada banyaknya material yang
harus dibawa siswa sekolah. Sementara, dari berbagai jenis tas yang ada, tas
punggung merupakan tas yang banyak digunakan.
Sebuah penelitian di Inggris memperlihatkan bahwa berat tas sekolah
anak-anak di negara itu berkisar antara 4 kg hingga 7,7 kg, dimana berat ini 10-
17% dari berat badan anak usia 12-14 tahun. Penelitian terhadap 1403 anak-anak
Spanyol usia 12-17 tahun menemukan bahwa 61% anak harus menyandang tas
ransel yang beratnya lebih dari 10% berat badan mereka. Dan hal ini menjadikan
mereka lebih cenderung mengalami sakit punggung daripada anak-anak yang
menyandang tas lebih ringan (Beritasatu, 2012).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
peningkatan nyeri punggung pada siswa sekolah dan sebagian dari penelitian
tersebut menyatakan bahwa penggunaan tas punggung yang tidak benar
berhubungan dengan trauma muskuloskeletal. Walaupun masih kontroversial,
jenis tas, cara membawanya, dan berapa lama dibawa diduga berkaitan dengan
gangguan musculoskeletal akibat tas sekolah. Faktor-faktor lain yang
berhubungan yaitu berat tas, ukuran, bentuk, distribusi berat, dan kondisi fisik
individu. Penelitian epidemiologi tentang hubungan tas punggung dan nyeri atau
Universitas Indonesia1
2
gangguan punggung pada anak dan remaja dinyatakan oleh sebagian peneliti
berhubungan (Negrini, 2002; Negrini, 2007; Szpalski, 2002). Sementara peneliti
yang lain tidak menemukan hubungan tersebut (Jones, 2002; Watson, 2003;
Grimmer, 2002; Goodgold, 2002).
Secara ekperimental, penelitian pada anak dan dewasa menghasilkan
hubungan antara berat tas dan sudut inklinasi trunkus jika seseorang membawa tas
dengan beban lebih dari 20% dari massa tubuhnya (Li, 2003 & Hong, 2003).
Peneliti yang lain juga menemukan suatu perubahan pada trunkusnya ke arah
depan pada anak usia 11 sampai dengan 13 jika membawa beban mulai dari 17%
dari masa tubuhnya (Brackley, 2004). Sementara hasil dari penelitian-penelitian
serta di beberapa negara telah direkomendasikan bahwa berat tas sekolah tidak
melebihi 10% dari berat tubuh siswa sekolah (Bauer, 2009; Brackley, 2004;
Cardon, 2005; Milanese, 2010).
Untuk itu, perlu adanya upaya penyadaran dan pencegahan agar anak usia
sekolah tidak mengalami nyeri punggung dan kelelahan pada saat belajar, yaitu
dengan cara tidak membiasakan membawa tas punggung yang beratnya melebihi
10-17% dari berat tubuh mereka. Hal tersebut dapat dilakukan melalui program
promosi kesehatan.
Berbagai program promosi kesehatan ditujukan untuk anak usia sekolah.
Promosi kesehatan di sekolah adalah suatu upaya menciptakan sekolah menjadi
komunitas yang mampu meningkatkan derajat kesehatannya melalui: a)
penciptaan lingkungan sekolah yang sehat; b) pemeliharaan dan pelayanan
kesehatan di sekolah; dan c) upaya pendidikan kesehatan yang berkesinambungan.
Sekolah menempati kedudukan strategis dalam upaya promosi kesehatan,
karena: a) sebagian besar anak-anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga
pendidikan dalam jangka waktu yang cukup lama (taman kanak-kanak sampai
sekolah lanjutan atas); b) sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan
alamiah seorang anak, sebab di sekolah seorang anak bisa mempelajari berbagai
pengetahuan, termasuk kesehatan, sebagai bekal kehidupannya kelak. Promosi
kesehatan di sekolah membantu meningkatkan kesehatan siswa, guru dan
Universitas Indonesia
3
karyawan, orang tua serta masyarakat sekitar lingkungan sekolah, sehingga proses
belajar mengajar berlangsung lebih produktif.
Salah satu studi menunjukkan bahwa upaya promosi kesehatan di suatu
sekolah dasar di Distrik Ife, barat laut Nigeria yang dilakukan dalam kurun waktu
2002-2005 berhasil meningkatkan kualitas gedung sekolah, mengurangi
kepadatan di kelas, menambah pasokan air bersih, meningkatkan kebersihan dan
perawatan sarana sanitasi, kebersihan makanan, dan perilaku siswa dalam
membuang sampah (Adegbenro, 2007). Studi lain yang dilakukan Buczynski dan
Garcia di Maui (2003) menunjukkan bahwa melibatkan anak sekolah dalam
investigasi terhadap ada tidaknya telur nyamuk terbukti meningkatkan
pengetahuan dan kepekaan mereka terhadap penyakit yang ditularkan nyamuk,
yang mengancam kesehatannya. Studi tentang efek promosi kesehatan terhadap
asupan makanan yang dilakukan Shi-Chang dkk di China tahun 2004 juga
menunjukkan bahwa pengetahuan anak sekolah tentang pedoman asupan makanan
meningkat dari 49,2% sebelum intervensi menjadi 68,0% setelah intervensi
(p<0,01), pengetahuan orang tua siswa tentang defisiensi gizi juga meningkat dari
35,0% menjadi 66,2% (p<0,01) dan makanan kaya nutrisi dari 38,8% sebelum
intervensi menjadi 66,8% (p<0,01). Demikian pula dengan studi Nathan dkk
(2004) yang menunjukkan bahwa anak sekolah adalah saluran promosi kesehatan
yang sangat efektif untuk memberantas vektor penyakit di lima negara di kawasan
Amerika Tengah dan Selatan.
Universitas Indonesia
4
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
1.1 Anak Usia Sekolah Dasar
Usia Sekolah Dasar disebut juga periode intelektualitas, atau
periode keserasian bersekolah. Pada umur 6-7 tahun seorang anak
dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Periode Sekolah Dasar
terdiri dari periode kelas-kelas rendah, dan periode kelas tinggi.
Pada kelas-kelas rendah (umur 6-9 tahun), seorang anak biasanya
menunjukkan ciri:
1. Adanya korelasi positif yang cukup tinggi antara kondisi fisik dengan
prestasi.
2. Tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang ada dalam
dunianya.
3. Cenderung memuji diri sendiri.
4. Seringkali membandingkan dirinya dengan temannya.
5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap
tidak penting.
6. Pada periode ini (utamanya usia 6-8 tahun), seorang anak menghendaki
nilai rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang
pantas diberi nilai baik atau tidak.
Adapun pada kelas-kelas yang lebih tinggi (10-12 tahun), seorang
anak memiliki ciri :
1. Punya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
2. Realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
3. Menjelang akhir periode (lulus SD) mulai terlihat minat kepada hal-hal
atau mata pelajaran khusus sebagai tanda mulai menonjolnya bakat-
bakat khusus pada diri seorang anak.
4. Sampai usia 11 tahun, seorang anak membutuhkan guru atau orang
dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi
keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak mulai mempunyai
Universitas Indonesia4
5
keterampilan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa tergantung
bantuan orang lain.
5. Anak memandang angka rapor sebagai ukuran yang tepat mengenai
prestasi sekolahnya.
6. Mulai senang membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama,
sekaligus membuat peraturan sendiri, yang berbeda dari aturan yang
sebelumnya (Yusuf, 2003).
1.2 Tas Punggung
1.2.1 Pengertian
Ransel atau tas punggung adalah sebuah wadah atau tempat yang
digunakan seseorang diatas punggungnya yang dilindungi oleh dua tali
yang memanjang vertikal melewati bahu, akan tetapi ada juga
pengecualian, contohnya tas ransel yang dibuat untuk benda-benda ringan
biasanya hanya membutuhkan satu tali. Tas ransel digunakan untuk
memudahkan dalam membawa bawaan yang sesuai dengan kebutuhan.
Teknologi yang dipakai diformulasikan khusus sesuai kebutuhan pemakai.
Tas ransel biasanya lebih dipilih daripada tas tangan (clutch) untuk
mengangkat benda berat, karena terbatasnya muatan untuk mengangkat
benda berat untuk waktu yang lama. Tas ransel yang besar dapat
mengangkat beban berat hingga 10 kg, biasanya mengandalkan berat yang
sebagian besar dari badan mereka, memakai kekuatan pinggul dan
meninggalkan kekuatan bahu untuk menstabilkan muatan, dikarenakan
pinggul lebih kuat dari bahu, dan menambah keseimbangan (Wikipedia,
2011).
1.2.2 Kerugian Pemakaian Tas Punggung
Penggunaan tas ransel dengan beban berlebihan atau tas ransel
digunakan hanya bahu sebelah saja akan menyebabkan hal-hal sebagai
berikut:
Universitas Indonesia
6
1. Trauma ringan berulang pada punggung, leher, dan bahu sehingga
seringkali anak-anak bahkan dewasa mengeluh nyeri pada bagian-
bagian tersebut.
2. Terjadi perubahan postur bahu dan leher.
3. Terjadi pergeseran pusat gravitasi tubuh, hal ini menyebabkan tubuh
akan cenderung membungkuk ke depan untuk meringankan beban
tersebut (Ariandhita, 2011).
1.2.3 Cara Pemakaian Tas Punggung
Adapun cara pemakaian tas punggung yaitu :
1. Pakai Kedua Tali Tas
Tas ransel dibuat dengan dua tali supaya beban tas bisa terbagi rata.
Jadi, sebaiknya kita memakai kedua tali tersebut. Jika hanya memakai
satu tali, berarti semua beban bertumpu pada salah satu bagian tubuh
saja. Ketika membeli tas punggung, memilih tas punggung yang
dilengkapi dengan tali yang lebar dan tidak terlalu ketat di badan kita.
Hal ini bisa membantu membagi beban tas, membuat bawaan terasa
lebih ringan, dan mencegah tangan menjadi mati rasa karena tali yang
terlalu kencang.
2. Batasi Bawaan
Menurut para dokter dan terapis fisik, beban tas punggung hanya
boleh dibawa dengan beratnya 10% sampai 15% dari berat badan kita.
Jadi, jikalau berat badan kita 50 kg, berarti kita sebaiknya hanya
membawa beban sekitar 5 kg - 7,5 kg. Batas maksimum ini ditetapkan
agar seseorang tidak terkena sakit pinggang, atau pun sakit punggung
karena bawaan yang terlalu berat.
3. Mengangkat Ransel
Ketika akan mengangkat ransel dari lantai untuk dipakai di bahu,
diharapkan harus ekstra hati - hati, hal ini akan mudah melukai
punggung kita. Oleh karena itu, sebaiknya ketika akan mengangkat tas
dari lantai, jangan melakukannya dengan terburu-buru. Sebaiknya
Universitas Indonesia
7
dalam posisi berlutut dan menunduk sedikit, baru kemudian
mengangkat tas punggung perlahan-lahan. Hal ini dimaksudkan, agar
pinggang tidak terkejut dengan menerima tambahan berat dan
menghindari cedera atau otot terkilir.
1.2.4 Memilih Tas Punggung untuk Anak
Terkadang orang tua dalam memilih tas sekolah anak tidak
mempertimbangkan kondisi kesehatan anak tersebut. Berikut ada beberapa
tips atau cara untuk memilih tas punggung yang sesuai dengan anak, yaitu:
1. Mempertimbangkan ukurannya, sehingga pas dan cocok dengan tubuh
anak. Bila perlu, dicoba terlebih dahulu.
2. Agar distribusi beban merata sehingga tidak hanya terpusat di bahu,
memilih tas yang selain memiliki cangklongan di pundak juga
memiliki tali di pinggang atau dada. Tali tersebut berfungsi
menstabilkan keseimbangan badan, karena tas jenis ini membuat
tubuh bagian atas menjadi lebih berat. Hal ini dapat mempengaruhi
keseimbangan. Tanpa keseimbangan yang baik, anak lebih mudah
jatuh. Berbeda dengan prajurit militer, anak-anak tidak dianjurkan
menggunakan tas punggung sambil melakukan kegiatan seperti
bermain sepatu roda, skateboard, atau kegiatan lain yang
membutuhkan keseimbangan.
3. Memilih cangklongan yang lebar dan berbantalan lunak. Tali yang
sempit akan menekan bahu. Bukan tidak mungkin malah dapat
mengganggu kelancaran peredaran darah. Cangklongan sebaiknya
juga dapat diatur sesuai ukuran tubuh si anak. Jika terlalu longgar,
akan menyebabkan tas punggung bergoyang-goyang atau berpindah
posisi. Selain tidak nyaman, hal tersebut dapat memunculkan sakit
otot leher dan punggung. Sebaliknya, tali bahu yang terlalu kencang
dapat membuat sesak napas. Jarak antara tali sebaiknya tidak terlalu
sempit sehingga seakan menjepit leher. Namun, terlalu lebar pun akan
membebani tulang sendi lengan.
Universitas Indonesia
8
4. Memilih tas yang berbahan ringan. Pada bagian tas yang menempel di
punggung sebaiknya dilengkapi bantalan. Bantalan tersebut berfungsi
untuk mencegah benda-benda keras dan tajam menghantam atau
menusuk punggung. Dan juga memilih bahan tas yang mudah
dibersihkan. Meskipun ringan, tas punggung harus cukup kuat. Untuk
itu perhatikan kekuatan tali, bahan, maupun jahitannya.
5. Tas punggung harus memiliki beberapa kantung (kompartemen)
terpisah. Kompartemen yang terpisah-pisah membuat barang mudah
diatur secara menyebar. Ada sebahagian tas yang kompartemennya
cukup lengkap. Mulai dari bagian untuk buku, jaring bertali untuk
botol minuman, kantung-kantung kecil untuk dompet uang koin,
gantungan kunci, bahkan untuk pemutar CD (Surono, 2011).
1.2.5 Mengisi Tas Punggung Anak
Penelitian telah menunjukkan bahwa sakit leher atau sakit tulang
punggung pada anak-anak kebanyakan disebabkan oleh tas punggung yang
salah pemakaian. Dengan mengikuti langkah di bawah ini diharapkan
dapat mengurangi masalah tersebut:
1. Tidak membiarkan anak membawa beban lebih dari 15% dari berat
tubuhnya, atau lebih dari 15 pon.
2. Memastikan barang yang paling berat berada paling dekat dengan
punggung anak.
3. Membuat tetap bersih, mengeluarkan barang-barang yang tidak
diperlukan selain barang untuk sekolah agar mengurangi bebannya.
4. Menggunakan kedua tali bahunya, hal ini untuk menyesuaikan tali
dengan baik dan nyaman agar tidak berputar atau membelit ataupun
bengkok.
5. Menggunakan tali pinggangnya, mengurangi beban pada bahunya
dengan mengikatkan tali pada pinggangnya.
Universitas Indonesia
9
6. Meluruskan tas punggungnya, memastikan tas punggungnya berada
pada bagian tengah punggung, dan jangan membiarkan tasnya berada
di bawah garis pinggang.
7. Menggunakan roda terutama jika membawa beban yang sangat berat.
1.3 Model dan Teori Promosi dan Proteksi Kesehatan
Berbagai model dan teori dapat digunakan sebagai kerangka kerja
dalam mengintervensi perubahan perilaku di dalam promosi kesehatan,
tergantung pada dasar pemikiran dan tujuan yang ingin dicapai.
1.3.1 Theory of Reasoned Action (TRA) and Theory of Planned Behaviors
(TPB)
Teori yang dicetuskan oleh Ajzen dan Fishbein ini mendasarkan
teorinya pada sikap dan norma subyektif, dimana keduanya merupakan
faktor internal yang penting di dalam memprediksi perilaku. Determinan
pertama yang dimaksud adalah sikap terhadap perilaku yang merupakan
keyakinan terhadap konsekuensi dari perilaku, dapat positif ataupun
negatif. Sedangkan determinan kedua yaitu norma subyektif yang
merupakan motivasi individu, terkait dengan harapan mereka. Sikap dan
norma subyektif bersifat sangat bervariasi tergantung pada target perilaku,
konteks, dan populasi yang menjadi obyek studi.
Target intervensi dari teori ini adalah adanya perubahan sikap yang
diarahkan pada keyakinan tentang hasil dan nilai terkait hasil atau
perubahan norma subyektif dengan fokus terhadap persepsi terkait norma
subyektif yang diharapkan dan motivasi untuk terlibat terkait apa yang
orang lain. Kelemahan teori ini yaitu bahwa perilaku mungkin tidak secara
utuh berada di bawah kontrol individu. Maka selanjutnya ditambahkan sati
variabel lagi, yaitu persepsi terhadap kontrol perilaku. Dan untuk
selanjutnya teori ini disebut TPB (Sahar, 2012).
1.3.2 Social Cognitive Theory (SCT)
SCT seringkali digunakan sebagai kerangka kerja untuk mendesain
intervensi perubahan perilaku. Perilaku manusia menjelaskan hubungan
Universitas Indonesia
10
timbal balik antara kognitif, perilaku, dan kejadian-kejadian di lingkungan.
Dengan kata lain, apa yang kita fikirkan akan berpengaruh terhadap apa
yang kita lakukan, dan sebaliknya, lingkungan juga mempengaruhi apa
yang kita fikirkan dan lakukan.
Menurut SCT, kumpulan persepsi yang terkait determinan efficacy
merupakan faktor predisposisi untuk berperilaku tertentu. Yang dimaksud
dengan persepsi self-efficacy (keberhasilan diri) adalah pandangan
terhadap kemampuan pribadi untuk keberhasilan menampilkan perilaku
khusus (Sahar, 2012).
1.3.3 The Trans Theoretical Model (TTM)
Pada awal 1980-an James Prochaska dan Carlo DiClemente
(dikutip dari http://www.uri.edu) memperkenalkan konsep SCM (Stage of
Change Model) untuk memahami perubahan perilaku. Selanjutnya konsep
ini dikembangkan oleh beberapa pakar seperti Velicer, Fava, Norman, dan
Redding (1998), menjadi konsep yang lebih spesifik diteliti dan menjadi
kerangka dalam menghentikan kebiasaan merokok (smoking cessation),
konsep itu dinamakan Transtheoretical Model karena merupakan
penggabungan dari konsep yang diteliti oleh masing masing dari ke-4
pakar namun dispesifikkan untuk smoking cessation (Pitaloka, 2006).
James Prochaska dan Carlo DiClemente melihat perubahan
perilaku sebagai proses yang dilakukan melalui lima tahap, yaitu
prakontemplasi, kontemplasi, persiapan, tindakan, dan pemeliharaan.
Sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:
Tahapan Perubahan Karakteristik
Pre-contemplation Belum mempertimbangkan untuk berubah.
Menikmati ketidaktahuan: “Ignorance is
bliss "
Contemplation Mengalami ambivalensi untuk berubah atau
tetap pada perilakunya. Netral: "Sitting on
the fence"
Universitas Indonesia
11
Belum mempertimbangkan untuk berubah
dalam waktu dekat
Preparation Beberapa pengalaman untuk berubah.
Mencoba berubah.
Merencanakan untuk beraksi dalam waktu
dekat
Action Menjalankan perilaku barunya dalam waktu
tertentu (3-6 bulan)
Maintenance Melanjutkan komitmennya untuk
mempertahankan perilaku baru (> 6 bulan)
Relapse Meneruskan perilaku yang dulu: "Fall from
grace"
(Pitaloka, 2006)
1.3.4 The Interaction Model of Clients Health Behaviors (IMCHB)
Model ini dikenalkan oleh Deci and Ryan. Model ini berfokus pada
karakteristik klien dan faktor eksternal klien untuk memberikan penjelasan
yang menyeluruh terhadap kegiatan yang secara langsung menurunkan
risiko dan promosi kesehatan. Cox mengindikasikan bahwa motivasi dari
dalam, melakukan sesuai untuk diri sendiri dikarenakan minat atau pikiran
positif atau respon emosi merupakan sumber motivasi untuk berperilaku
sehat.
Elemen kritis dari hasil kesehatan adalah penggunaan layanan
kesehatan, indikator klinikal kesehatan, keparahan masalah kesehatan,
tindakan keperawatan yang dianjurkan dan kepuasan terhadap layanan
(Sahar, 2012).
1.3.5 Relapse Prevention (RP)
Teori ini dikemukan oleh Marlatt dan Gordon utk perilaku adiktif
(ketergantungan), misalnya ketergantungan terhadap alkohol, rokok,
kegemukan, dan ketergantungan obat.
Universitas Indonesia
12
Teori pencegahan kekambuhan, artinya memberikan ruang bagi
klien untuk kembali ke perilaku positif melalui peningkatan respons
koping dengan latihan. Menurut Marlatt & Gordon pengalaman pribadi
dapat meningkatkan self-efficacy dan kontrol personal.
Tiga kategori kejadian yang berhubungan dengan tingginya angka
kekambuhan yaitu tingkat emosi negatif, situasi sosial, dan hasrat fisik.
Strategi pencegahan kekambuhan yaitu penggunaan respons koping, self-
monitoring, latihan relaksasi, dan latihan kekambuhan (Sahar, 2012).
1.3.6 PRECED-PROCEED Model
Model ini dikembangkan oleh Green dan Kreuter (1991) pada
tahun 1980, merupakan model yang paling cocok diterapkan dalam
perencanaan dan evaluasi promosi kesehatan, yang dikenal dengan model
PRECED (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes In Educational
Diagnosis and Evaluation). PRECEDE merupakan kerangka untuk
membantu perencanaan mengenal masalah, mulai dari kebutuhan
pendidikan sampai pengembangan program. Pada tahun 1991 model ini
disempurnakan menjadi model PRECEDE-PROCEDE.
PROCEEDE merupakan singkatan dari Policy, Regulatory, and
Organizational Contructs in Educational and Environmental
Development. Dalam aplikasinya model ini dilakukan bersama-sama
dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. PRECEDE
digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan
program. Sedangkan PROCEEDE digunakan untuk menetapkan sasaran
dan kriteria kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Model ini mempunyai langkah-langkah: (1) Pengkajian Sosial, (2)
Pengkajian Epidemiologi, (3) Pengkajian Perilaku dan Lingkungan, (4)
Pengkajian Pendidikan dan Ekologi, (5) Pengkajian Administrasi dan
Kebijakan, (6) Implementasi, (7) Evaluasi Proses, (8) Evaluasi Pengaruh
Kuat (Impact), (9) Evaluasi Hasil (Allender, 2010; Ervin, 2002).
Universitas Indonesia
13
1.4 Konsep Promosi Kesehatan di Sekolah Dasar
Kesehatan sekolah secara global dicanangkan pertama kali oleh WHO
pada 1995. Kegiatan ini dirancang untuk memperbaiki kesehatan siswa,
warga sekolah dan keluarganya, melalui sekolah dengan menggunakan
organisasi sekolah untuk memobilisasi dan memperkuat kegiatan promosi dan
pendidikan kesehatan di tingkat lokal, nasional, regional dan global. Tujuan
dari pencanangan ini adalah untuk meningkatkan jumlah sekolah yang
melaksanakan program promosi kesehatan.
WHO mencanangkan lima strategi promosi kesehatan di sekolah,
yang terdiri dari:
1. Advokasi
Kesuksesan program promosi kesehatan di sekolah sangat
ditentukan oleh dukungan dari berbagai pihak. Guna mendapat dukungan
tersebut, perlu ada upaya-upaya untuk menyadarkan berbagai pihak,
seperti sektor terkait, donor, LSM nasional dan internasional, sehingga
terjalin kemitraan untuk mengembangkan program promosi kesehatan di
sekolah.
2. Kerjasama
Kerjasama dengan berbagai pihak sangat bermanfaat bagi
penanggungjawab program kesehatan di sekolah karena mereka dapat
belajar dan berbagi pengalaman tentang cara menggunakan berbagai
sumber daya yang ada, memaksimalkan investasi dalam pendidikan dan
pemanfaatan sekolah untuk melakukan promosi kesehatan.
3. Penguatan kapasitas nasional
Berbagai sektor yang terkait harus memberikan dukungan untuk
memperkuat program promosi kesehatan di sekolah. Salah satu bentuk
dukungan yang diberikan adalah pengembangan kebijakan dan strategi
nasional, menyusun rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program promosi kesehatan di sekolah.
Universitas Indonesia
14
4. Penelitian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan
penilaian program promosi kesehatan di sekolah yang akan dilakukan dan
dikembangkan. Bagi sektor terkait penelitian merupakan akses untuk
mengembangkan program promosi kesehatan di sekolah secara nasional,
disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan perilaku hidup sehat
siswa sekolah. WHO telah mengembangkan Rapid Assessment and
Planning Process (RAPP) untuk membantu melakukan penilaian kapasitas
untuk pengembangan program promosi kesehatan di sekolah.
5. Kemitraan
WHO menganjurkan untuk menjalin kemitraan dengan berbagai
organisasi pemerintah dan swasta untuk:
a. Revitalisasi dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak untuk
meningkatkan status kesehatan melalui sekolah
b. Mengembangkan penelitian dan berbagi pengalaman dari berbagai
negara maupun lokal tentang upaya-upaya yang telah dilakukan
sekolah untuk mengembangkan promosi kesehatan di sekolah
c. Mendorong mobilisasi guna meningkatkan kesehatan di sekolah.
Kelima strategi promosi kesehatan digunakan untuk melengkapi
keenam elemen dalam rangka mewujudkan sekolah sehat. Elemen tersebut
yaitu:
a. Pelibatan staf kesehatan dan pendidikan, guru, orang tua, tokoh- tokoh
masyarakat dalam upaya promosi kesehatan di sekolah
b. Penjaminan lingkungan yang sehat dan aman, baik fisik maupun
psikososial
c. Penyelenggaraan pendidikan kesehatan berbasis keterampilan yang efektif
dan "Life skill"
d. Penyediaan akses terhadap pelayanan kesehatan
e. Penerapan kebijakan sekolah dan aktivitas yang menunjang kesehatan
f. Upaya peningkatan kesehatan masyarakat secara menyeluruh
Universitas Indonesia
15
BAB III
METODOLOGI PENGUMPULAN DATA
3.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di Sekolah Dasar Islam Terpadu
Lukmanul Hakim Kota Yogyakarta. Pemilihan sekolah secara purposive
sampling kemudian sampel diambil seluruh siswa kelas IV, V, dan VI.
Ukuran-ukuran yang dinilai pada sampel adalah berat tas yang dibawa, jenis
tas, berat badan, dan nyeri yang dirasakan. Pengukuran nyeri ditentukan
dengan kuesioner apakah mengalami nyeri punggung (daerah tulang
belakang) dalam seminggu terakhir yang bukan karena cidera traumatik
(jatuh, terbentur benda keras, dan sejenisnya).
3.2 Instrumen Pengkajian
Instrumen yang digunakan dalam pengkajian ini yaitu timbangan
untuk mengukur berat badab dan berat tas yang dibawa, dan juga kuesioner
untuk menentukan nyeri punggung yang dialami siswa sekolah dasar.
Kuesioner memuat tentang lokasi dan frekuensi nyeri yang dirasakan.
3.3 Hasil Pengkajian
Jumlah siswa yang membawa tas punggung adalah jumlah yang
dominan dipakai saat ke sekolah. Sebanyak 247 siswa (77,9%) membawa tas
punggung, diikuti dengan tas bahu 66 siswa (20,8%), sedangkan yang
menggunakan tas jinjing 1 siswa (0,3%), dan lain-lain misalnya tas map, 3
siswa (0,9%). Cara membawa tas yang tersering dilakukan subjek adalah di
punggung yaitu sebanyak 234 (73,8%). Masih terdapat 65 orang siswa
(20,5%) yang membawa tas dengan berat lebih dari 10% berat badan.
Universitas Indonesia15
16
Tabel 3.1. Subyek Berdasarkan Jenis Tas dan Cara Membawa Tas (n: 317)
Jenis Tas N % Cara Membawa Tas N %
Tas punggung 247 77,9 Di punggung 234 73,8
Tas bahu 66 20,9 Di punggung 44 13,9
Tas jinjing 1 0,3 Menyilang bahu 38 12
Jenis lain 3 0,9 Dijinjing 1 0,3
Jumlah 317 100 Jumlah 317 100
Sementara prevalensi nyeri dijumpai pada 131 siswa (41,3%) dan
tidak nyeri 186 siswa (58,7%). Keluhan nyeri kemudian dikelompokkan
menjadi nyeri spinal (leher, punggung atas, pinggang) dan non spinal (bahu,
siku, pergelangan tangan dan tangan, bokong-pinggul-paha, lutut, kaki dan
pergelangan kaki). Frekuensi nyeri punggung dijumpai lebih banyak yaitu 96
siswa (73,3%) dan nyeri di luar itu dijumpai pada 35 siswa (26,7%). Nyeri
pinggang dijumpai lebih banyak yaitu 39 siswa (29,8%) diikuti nyeri leher 30
siswa (22,9%) dan nyeri punggung atas 27 siswa (20,6%).
Tabel 3.2. Lokasi dan Frekuensi Nyeri
Lokasi Nyeri N %
Nyeri Spinal Leher 30 22,9
Punggung atas 27 20,6
Pinggang 39 29,8
Jumlah 96 73,3
Nyeri Non Spinal Bahu 17 12,9
Siku 4 3,1
Pergelangan tangan+tangan 3 2,3
Bokong, pinggul, paha 8 6,1
Lutut 1 0,8
Pergelangan kaki+kaki 2 1,5
Jumlah 35 26,7
Universitas Indonesia
17
3.4
Universitas Indonesia
18
BAB 1V
PERENCANAAN PROMOSI KESEHATAN
Perencanaan promosi kesehatan adalah proses diagnosis penyebab
masalah, penetapan prioritas masalah dan alokasi sumber daya untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, perencanaan promosi
kesehatan di sekolah harus dibuat secara bersama-sama oleh pihak sekolah,
masyarakat di sekitar sekolah, profesional kesehatan, dan pihak terkait
sehingga dihasilkan program promosi kesehatan di sekolah yang efektif
dalam biaya (cost effective) dan berkesinambungan.
3.5 Analisis Situasi
Analisis situasi digunakan untuk menentukan diagnosis masalah dan
menetapkan prioritas masalah. Model pendekatan yang digunakan dalam
membuat perencanaan dan evaluasi kesehatan adalah model PRECEDE-
PROCEED. PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in
Educational Diagnosis and Evaluation) digunakan pada fase diagnosis
masalah kesehatan, penetapan prioritas masalah dan tujuan program.
PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational
and Environmental Development) digunakan untuk menetapkansasaran dan
kriteria kebijakan serta pelaksanaan dan evaluasi. Berikut gambaran dari
kerangka PRECEDE-PROCEED:
Universitas Indonesia16
19
Hasil pengkajian menggambarkan bahwa tas punggung paling
banyak dipakai anak sekolah dasar dengan jumlah yang membawa tas dengan
berat lebih dari 10% berat badan cukup tinggi yaitu 20,5%. Data frekuensi
nyeri punggung merupakan nyeri yang dominan dialami anak sekolah dasar.
Banyak faktor risiko yang menyebabkan nyeri punggung pada anak sekolah
antara lain faktor fisik, mekanik, dan psikososial.
3.6 Pengembangan Rencana Kegiatan Promosi Kesehatan
3.6.1 Tujuan Promosi Kesehatan
3.6.1.1 Tujuan Umum
Prevalensi nyeri punggung pada siswa sekolah dasar menurun 90%
setelah program berjalan 6 bulan.
3.6.1.2 Tujuan Khusus
1. Pengetahuan dan sikap siswa, warga, dan masyarakat sekolah
serta masyarakat di sekitarnya tentang tas punggung, pemilihan
dan cara pemakaiannya meningkat 50% setelah program berjalan
2 bulan.
2. Kebiasaan siswa untuk membawa tas punggung dengan benar
secara berat dan posisi meningkat 75% setelah program berjalan 4
bulan.
3.6.2 Sasaran Promosi Kesehatan
1. Sasaran langsung (primer): siswa sekolah.
2. Sasaran sekunder : warga sekolah (guru, kepala sekolah
dan staf sekolah lainnya), masyarakat sekolah (pengelola kantin
dan penjaga sekolah) dan masyarakat di sekitarnya, termasuk
orang tua siswa.
3. Sasaran tersier : Komite Sekolah, Tim Pembina dan
pelaksana UKS
Universitas Indonesia
20
3.6.3 Metode Promosi Kesehatan
Metode yang akan digunakan adalah penyuluhan, pemasangan
poster, spanduk serta pemutaran video. Penyuluhan, poster, dan
spanduk digunakan dalam rangka memberikan pendidikan kesehatan,
sedangkan video diberikan untuk lebih dapat memberikan dampak
optimal dalam mengubah sikap dan perilaku.
3.6.4 Media Promosi Kesehatan
Teori pendidikan menyebutkan belajar yang paling baik dan
mudah adalah dengan menggunakan panca indera sebanyak mungkin,
yang untuk maksud tersebut hampir semua program pendidikan
kesehatan menggunakan berbagai media. Dengan menyesuaikan
dengan sasaran pendidikan, aspek yang ingin dicapai, metode yang
digunakan dan sumberdaya yang ada, maka jenis media yang
digunakan yaitu video, poster, dan spanduk
3.6.5 Monitoring, Evaluasi, dan Indikator Program Promosi Kesehatan
No. KegiatanWaktu (Bulan)
PJ1 2 3 4 5 6
1. Penyuluhan √ √
2. Pemutaran video √ √
3. Pemasangan
spanduk
√
4. Pemasangan poster √
5 Pemasangan
banner
√
6. Evaluasi √ √ √
Indikator Keberhasilan:
1. Pengetahuan dan sikap siswa, warga, dan masyarakat sekolah
serta masyarakat di sekitarnya tentang tas punggung, pemilihan
Universitas Indonesia
21
dan cara pemakaiannya meningkat 50% setelah program
berjalan 3 bulan.
2. Kebiasaan siswa untuk membawa tas punggung dengan benar
secara berat dan posisi meningkat 75% setelah program berjalan
4 bulan.
3.6.6
Universitas Indonesia
22
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J.A., Rector,C., Warner, K.D. (2010). Community health nursing :
Promoting and protecting the public’s health (7th ed). Philadelphia:
Lippincott.
Bauer DH, Freivalds A. Backpack load limit recommendation for middle school
students based on physiological and psychophysical measurements. Work.
2009;32(3):339-50.
Brackley HM, Stevenson JM. Are children's backpack weight limits enough? A
critical review of the relevant literature. Spine (Phila Pa 1976). 2004 Oct
1;29(19):2184-90.
Cardon GM, Balague F. Are children's backpack weight limits enough? A critical
review of the relevant literature. Spine (Phila Pa 1976). 2005 May
1;30(9):1106; author reply -7.
Ervin, Naomi,E. (2002) . Advanced Community Health Nursing Practice:Population Focused Care. New Jersey: Prentice Hall
Goodgold S, Corcoran M, Gamache D, Gillis J, Guerin J, Coyle JQ. Backpack
Use in Children. Pediatr Phys Ther. 2002 Fall;14(3):122-31.
Green, Kreuter, Deeds & Partridge. (1980). Health Education Planning: A
Diagnosis Approach. California: Mayfield Publishing Company,
Grimmer K, Dansie B, Milanese S, Pirunsan U, Trott P. Adolescent standing
postural response to backpack loads: a randomised controlled
experimental study. BMC Musculoskelet Disord. 2002 Apr 17;3:10.
Hong Y, Cheung CK. Gait and posture responses to backpack load during level
walking in children. Gait Posture. 2003 Feb;17(1):28-33.
Universitas Indonesia
23
Jones GT, Macfarlane GJ. Predicting persistent low back pain in schoolchildren:
a prospective cohort study. Arthritis Rheum. 2009 Oct 15;61(10):1359-66.
Li JX, Hong Y, Robinson PD. The effect of load carriage on movement
kinematics and respiratory parameters in children during walking. Eur J
Appl Physiol. 2003 Sep;90(1-2):35-43.
Milanese S, Grimmer-Somers K. Backpack weight and postural angles in
preadolescent children. Indian Pediatr. 2010 Jul 7;47(7):571-2.
Negrini S, Negrini A. Postural effects of symmetrical and asymmetrical loads on
the spines of schoolchildren. Scoliosis. 2007;2:8.
Negrini S, R. C. Backpacks on! Schoolchildren's perceptions of load, associations
with back pain and factors determining the load. Spine (Phila Pa 1976)
2002 Jan 15;27(2):187-95. 2002.
Pitaloka, RR. Ardiningtiyas, M.Psi. (2006). http://www.e-psikologi.com/
sosialbudaya/penulis.htm.
Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI. (2008). Promosi Kesehatan di Sekolah.
http://www.promkes-depkes.go.id
Szpalski M, Gunzburg R, Balague F, Nordin M, Melot C. A 2-year prospective
longitudinal study on low back pain in primary school children. Eur Spine
J. 2002 Oct;11(5):459-64.
Watson KD, Papageorgiou AC, Jones GT, Taylor S, Symmons DP, Silman AJ, et
al. Low back pain in schoolchildren: the role of mechanical and
sychosocial factors. Arch Dis Child. 2003 Jan;88(1):12-7.
Universitas Indonesia