FONOLOGI DAN MORFOLOGI ‘Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39497/... ·...
Transcript of FONOLOGI DAN MORFOLOGI ‘Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39497/... ·...
FONOLOGI DAN MORFOLOGI
BAHASA ARAB ‘A<MIYAH Studi Kasus Dialek Mesir dan Saudi
Diajukan Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Dalam Bidang Pendidikan Bahasa Arab
Oleh:
MUFRODI
12.2.00.1.05.01.0019
Pembimbing:
Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
iii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alh}amdulilla>hirabbil’a>lami>n
Ucapan syukur penulis panjatkan kepada Rabb yang Maha
Kasih dan Maha Sayang, yang telah memberikan penulis segala nikmat
iman, Islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan oleh-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
S{alawat beriring salam untuk tuntunan kepada qudwah dan
uswah Nabi Muhammad saw, keluarga beserta para sahabatnya yang
telah memperjuangkan dakwah Islam dan menjunjung tinggi nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya dengan segenap pengorbanan sehingga
dengan izin Allah, seluruh manusia di penjuru dunia dapat merasakan
indahnya Islam.
Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar
magister agama bidang pendidikan dengan judul “Fonologi dan
Morfologi Bahasa Arab ‘A<miyah: Studi Kasus Dialek Mesir dan
Saudi”. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tesis ini
banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan,
kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga
kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih banyak pihak yang telah
membantu serta ikut andil dalam penyelesaian tesis ini.
Pertama, penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.,
kepada Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Prof.
Dr. Masykuri Abdillah, MA., kepada jajaran pimpinan serta para dosen
pengajar Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr.
Didin Saepuddin, MA., Dr. JM. Muslimin, Prof. Dr. Iik Arifin Mansur
Noor, MA, Dr. A. Sayuti Anshari Nasution, MA, Dr. A. Dardiri, MA,
MA, Prof. Dr. Suwito, MA, Prof. Dr. Murodi, MA.
Kedua, dengan penuh rasa hormat, penulis sampaikan rasa
terimakasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. Muhbib
Abdul Wahab, MA. selaku pembimbing yang dengan kesabaran,
ketulusan dan ketelitiannya banyak sekali memberikan masukan-
masukan yang berharga kepada penulis demi berkualitasnya karya ini.
Ketiga, penulis juga berkewajiban mengucapkan terimakasih
yang setulus-tulusnya kepada ayahanda tercinta H. Syafi’in Ali serta
iv
Ibunda tercinta Hj. St. Rum’ah yang tak pernah letih memberikan
motivasi serta kasih sayang yang tulus kepada penulis. Selain itu,
kepada kakak-kakak tercinta Safinah, Mahfud, Maftuhi, Haefullah,
Muawanah, Muniroh, Mulyanah dan adik tersayang Muflihah. Semoga
Allah senantiasa melindungi kalian semua.
Keempat, dengan penuh rasa hormat, penulis sampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman kelompok
diskusi Cab.Com dengan dewan penasihat Bpk. Andi Gunawan dan
Ade Fakih Kurniawan yang telah banyak memotivasi penulis untuk
segera menyelesaikan studi di kampus tercinta UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Kelima, tak ketinggalan penulis juga mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada teman-teman yang selalu memberikan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan studi di SPs UIN Jakarta ini, kepada Muhammad
Zaenal Muttaqin, Buya Arif Nursihah, Ade Fauzi, Lc. MA. Hum., K.H.
Syafiuddin Al-Ayyubi, Lc. MA. Hum., Moch. Khoiruddin, MA. Hk.,
Desi Amalia, MA. Hk., Mamih Sri Wahyuni, MA. Hk., Suhirman, SQ.
S.H.I MA. Ek., Raden Siti Fadhilah, Mas Rofiq, Sofiyuddin, MA. Pd.,
Khoirul Umam, serta yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasa yang berlipat ganda
kepada semua pihak. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik
yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri, dan semoga
dengan hadirnya karya ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat
dalam memperkaya wawasan intelektual, khususnya bagi
perkembangan bahasa Arab.
Jakarta, 27 Oktober 2015
Mufrodi
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mufrodi
Tempat/Tanggal Lahir : Serang, 24 April 1989
NIM : 12.2.00.1.18.01.0019
Jenjang Pendidikan : S2 Pengkajian Islam
Konsentrasi : Pendidikan Bahasa Arab
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis berjudul “Fonologi dan
Morfologi Bahasa Arab ‘A<miyah: Studi Kasus Dialek Mesir dan Saudi”
adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya.
Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya. Selain itu, apabila di dalamnya terdapat
plagiasi, saya siap menerima sanksi berupa pencabutan gelar akademik yang
diberlakukan oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, 27 Oktober 2015
Yang membuat pernyataan
Mufrodi
vii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Fonologi dan Morfologi Bahasa Arab ‘A<<<<miyah:
Studi Kasus Dialek Mesir dan Saudi” yang ditulis oleh Mufrodi, NIM
12.2.00.1.18.01.0019 telah melalui proses bimbingan dan bisa diajukan untuk
Ujian Promosi Magister.
Jakarta, 29 Oktober 2015
Pembimbing
Dr. Muhbib Abdul Wahab, MA
ix
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI
Tesis dengan judul “Fonologi dan Morfologi Bahasa Arab
‘A<<<<miyah: Studi Kasus Dialek Mesir dan Saudi” yang disusun
oleh Mufrodi, NIM 12.2.00.1.18.01.0019, dinyatakan telah
LULUS pada Ujian Pendahuluan Tesis pada tanggal 20 Oktober
2015 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran dan rekomendasi
dari Tim Penguji Pendahuluan Tesis, serta disetujui untuk
diajukan pada Ujian Promosi Magister.
TIM PENGUJI
NO Nama Penguji
Keterangan/Tandatangan
1
Prof. Dr. Masykuri Abdillah,
MA
(Ketua Sidang/merangkap
Penguji)
2
Dr. Muhbib Abdul Wahab,
MA
(Pembimbing/merangkap
Penguji)
3
Dr. A. Sayuti Anshari N, MA
(Penguji I)
4
Prof. Dr. A. Satori Ismail,
MA
(Penguji II)
xi
PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mufrodi
NIM : 12.2.00.1.18.01.0019
Judul Tesis : Fonologi dan Morfologi Bahasa
Arab ‘A<miyah: Studi Kasus Dialek
Mesir dan Saudi
Menyatakan bahwa Tesis ini telah diverifikasi oleh Dr. JM
Muslimin, MA. pada tanggal 29 Oktober 2015.
Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi meliputi :
1. Kualitas Analisis/Uraian
2. Pengetikan nama orang, istilah, nama tempat, ejaan dll.
3. Penulisan tanda baca
4. Penggunaan transliterasi
5. Penulisan daftar pustaka
6. Penyusunan indeks
Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan
pertimbangan untuk menempuh Ujian Pendahuluan Tesis.
Jakarta, 29 Oktober 2015
Saya yang membuat pernyataan,
Mufrodi
xiii
ABSTRAK
Kesimpulan tesis ini membuktikan bahwa bahasa ‘a>miyah dialek
Mesir (BADM) dan Saudi (BADS) memiliki pola variasi fonologis dan
morfologis yang hampir sama yaitu berupa pergantian bunyi, penambahan
bunyi, pelesapan bunyi (deletion/syncope), dan metatesis. Kedua dialek
tersebut memiliki pola morfologis - akronim (naht) - yang beraneka ragam
yang dirasa sulit bagi pelajar yang hanya mempelajari Arab fus}h}a>. Bahasa
Arab ‘a>miyah dalek Mesir memiliki ragam fonologis dan mofologis yang
cukup berbeda jauh dengan bahasa Arab fush}a> dibanding dialek Saudi.
Tesis ini mendukung pendapat Fathi 'Ali> Yu>nu>s (2009) bahwa
perbedaan antara Arab fus}h}a> dengan ‘a>miyah sangat signifikan. Tesis ini juga
mendukung pendapat Omar F. Zaidan (2012) bahwa perbedaan antara dialek
dengan Arab fus}h}a> lebih didasarkan pada tataran fonetik, dan walaupun
dialek yang satu dengan yang lainnya berbeda namun cukup dapat dipahami
jika seorang pelajar memahami suatu dialek tertentu seperti halnya pendapat
Jalal Ami>n dan Wafa> Neja>r (2010). Emil Badi’ Ya’qu>b (1982) yang
menyatakan bahwa perkembangan bahasa -dialek- merupakan hal yang positif
dan merupakan bentuk dari peradaban manusia. Wilbur Schramm yang
menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil jika yang disampaikan oleh
komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference) komunikan.
Dan penelitian ini merupakan kritik terhadap pendapat Anwa>r al-Jundi> (1928)
bahwa adanya ‘a>miyah merupakan sebuah masalah besar, berdampak negatif
dan dapat merusak bahasa fus}h}a> yang notabene merupakan bahasa sumber
ajaran Islam.
Penelitian ini merupakan kajian kepustakaan (library research). Sumber data dalam penelitian ini yaitu berupa data primer Colloquial Arabic of Egypt yang ditulis oleh Jane Wightwick dan Mahmoud Ga>far (2013),
dan“Colloquial Arabic of The Gulf and Saudi Arabia” yang ditulis oleh Clive
Holes, diterbitkan oleh Routledge tahun 2000 berikut file listening (istima’), dan lagu-lagu serta film yang menggunakan Arab ‘a>miyah untuk mengetahui
secara jelas ragam fonologis yang terjadi dalam kedua dialek. Data sekunder
yang terkait dengan fonologi dan morfologi, serta pembahasan mengenai
dialek-dialek Arab. Selain itu didukung juga oleh sumber-sumber kepustakaan
yang terkait dengan tema pembahasan tersebut. Kemudian data tersebut
dianalisis dengan menggunakan metode analisis-deskriptif-komparatif dengan
pendekatan analisis isi (content analysis).
xv
ملخص البحث
ية متنوعة صوتية وصرف االعامية املصرية والسعودية أمناط يتلهجلأثبتت خالصة هذا البحث أن تغيري األصوات، وإضافتها، وحذفها، وإبداهلا. وكل من هذه عن طريقومتقاربة بعضها البعض، وذلك
للهجة العامية و متعلمي اللغة الفصحى تعلمها. على متنوعة يصعب -حنت–أمناط صرفية اللهجات هلاب عديد من الصوتيات والصرفيات املتنوعة واليت ختتلف متاما عن اللغة العربية الفصحى، بينما تتقار املصرية
اللهجة العامية السعودية منها.أن الفرق شاسع بني اللغة العربية الفصحى (9002)يدعم هذا البحث ما قاله فتحي علي يونس
أن الفرق بني اللهجة العامية والعربية الفصحى ينبين على املستوى (9009)واللهجة العامية. ورأى عمر زيدان اللفظي، وعلى الرغم من اختالف اللهجات إال أن الطالب بإمكانه فهم هلجة معينة من تلك اللهجات كما
-اللهجات–أن تطور اللغة (0299). وقد صرح إميل بديع يعقوب (9000)قال جالل أمني ووفاء جنار ولبور سجرم أن االتصاالت ستكون يدعم هذا البحث ما قالهو هو شيء إجيايب يشكل احلضارة اإلنسانية.
وار اجلندينذا البحث هو حبث نقدي ألوه ة إذا ما ألقاها املتكلم مطابقة باإلطار املرجعي للمتكلم.ناجح العامية يعترب مشكلة كبرية، وله أثر سليب يفسد اللغة العربيةنص على أن وجود اللهجة ي ذيال( 0299)
الفصحى بصفتها لغة اإلسالم.يعتمد هذا البحث املكتيب على كتاب "العامية العربية يف مصر" تأليف جني وايتويك وحممود جعفر
يف هولز، اليت لكمصدر أساسي، و"العامية العربية يف اخلليج واململكة العربية السعودية" تأليف ك (9002) على األغنيات واألفالم اليت يعتمد هذا البحث، و باإلضافة إىل ملف االستماع 9000نشرهتا روتليدج عام
ليت ا ملعرفة الصوتيات املتنوعة لكل اللهجات بشكل واضح. أما البيانات الثانوية تستخدم اللغة العاميةية ات والصرفيات، مع مناقشة اللهجات العرباملتعلقة باألصو يستخدمها الباحث هي الكتب واملقاالت
اختذت مصدرا للبيانات يف هذا البحث. باإلضافة إىل ذلك تدعم هذا البحث بيانات عن استكشاف مصادر األدبيات املتعلقة باملوضوع، مث مت حتليل البيانات باستخدام املنهج الوصفي املقارن مبدخل حتليل
احملتوى.
xvii
ABSTRACT
This thesis proves that the Arabic ‘a>miyah dialect of Egypt and
Saudi has a various pattern of phonological and morphological that
almost similar term of sound turn, adding sound, deletion sound
(syncope), and metathesis. And both these dialects have diverse
morphological pattern -acronym- which is considered difficult for
students who only learn Arabic fus}ha>. Arabic ‘a>miyah Egyptian dialect
has a variety of phonological and morphological quite different from the
Arabic fush}a> than the Saudi dialect.
This study supports Fathi Ali> Yu>nu>s statement (2009) who says
that the difference between Arabic fus}h}a> and ‘a>miyah is very
significant. And also Omar Zaidan F. (2012) who says that the
difference between ‘a>miyah dialects with Arabic fus}h}a> more based on
the phonetic level, and although the dialect is different from one
another, but quite understandable if a student understands a certain
dialects as well as Jalal Ami>n and Wafa> Neja>r (2010) opinion. Emil
BadiYa'qu>b (1982) which states that language development -dialect- is
a positive thing and is a form of human civilization. Wilbur Schramm
says that the communication will be successful if it were sent by the
sender matches the reference frame (frame of reference) communicant.
And this study is a critique of Anwa>r al-Jundi> (1982) which states that
the existence of ‘a>miyah is a big problem, a negative impact and can
damage the fus}h}a> language which incidentally is the source language of
Islam.
This study is a review of the literature (library research). The
source of the data in this study is of primary data “Colloquial Arabic of
Egypt” written by Jane Wightwick and Mahmoud Ga>far (2013), and
"Colloquial Arabic of the Gulf and Saudi Arabia," written by Clive
Holes, published by Routledge in 2000 following the file of listening
(istima'), music and Arab movies to know clearly the diverse
phonological occur in both dialects. Secondary data is related to
phonology and morphology, as well as the discussion of Arab dialects.
In additionally supported by the data which was an exploration of the
sources of literature related to the theme of the discussion. Then the
data was analyzed using analytical methods -descriptive-comparative
approach to content analysis.
xix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ALA-LC ROMANIZATION tables yaitu sebagai
berikut:
A. Konsonan
Tanda Huruf Latin Tanda Huruf Latin
}D ض A أ
Ţ ط B ب
}Z ظ T ت
‘ ع Th ث
Gh غ J ج
F ف }H ح
Q ق Kh خ
K ك D د
L ل Dh ذ
M م R ر
N ن Z ز
H ه،ة S س
W و Sh ش
Y ي }S ص
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fatḥah A A
Kasrah I I
D{ammah U U
xx
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama GabunganHuruf Nama
ي ... Fath}ah dan ya Ai A dan I
... و Fath}ah dan
wawu Au A da U
Contoh:
H{aul :حول H{usain :حسني
3. Vokal Panjang
Tanda Nama GabunganHuruf Nama
<Fath}ah dan alif a ــا a dan garis di
atas
ي Kasrah dan ya ī ــ I dan garis di
atas
ــ وD{amah dan
wawu ū
u dan garis di
atas
C. Ta’ Marbūt}ah
Transliterasi ta’ marbūt}ah (ة) di akhir kata dalam keadaan
tidak berharakat.
Contoh:
Madrasah :مدرسة Mar’ah : مرأة
(ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang
sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan
sebagainya, kecuali dikehendaki lafadh aslinya)
D. Shiddah
Shiddah/Tashdīd di transliterasi ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf bershaddah itu.
Contoh:
Shawwa>l :شوال <Rabbana :ربنا
E. Kata Sandang Alif + La>m
Apabila diikuti dengan huruf qamariyah, ditulis al.
Contoh:
لقلما : al-Qalam
xxi
F. Daftar Singkatan
Swt : Subh}a>nahu> wa ta’a>la>
Saw : S{alla Alla>hu ‘alaih wa sallam
w : wafat
l : Lahir
t.th : Tanpa tahun
t.p : Tanpa penerbit
t.tp : Tanpa tempat
ra : Radhiya Alla>h ’anhu
m : Masehi
h : Hijriah
H : High
L : Low
ed : Editor
terj : Penterjemah
BAF : Bahasa Arab Fas}i>h}ah BADM : Bahasa Arab Dialek Mesir
BADS : Bahasa Arab Dialek Saudi
MSA : Modern Standard Arabic
CA : Colluqial Arab
C : Consonan/Konsonan
V : Vokal
CaC : Consonan/konsonan dengan vokal “a” dan konsonan
CuC : Consonan/konsonan dengan vokal “u” dan konsonan
CiC : Consonan/konsonan dengan vokal “I” dan konsonan
f : Feminin
m : Maskulin
s : Singular (mufrad) pl : Plural (jama’) dl : Dual (muthanna)
xxi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI v
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING vii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ix
PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI xi
ABSTRAK xiiii
PEDOMAN TRANSLITERASI xix
DAFTAR ISI xxi
BAB I: PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Masalah Penelitian 16
C. Tujuan Penelitian 20
D. Signifikansi Penelitian 21
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan 21
F. Metode Penelitian 23
G. Sistematika Penulisan 25
BAB II: DISKURSUS BUNYI BAHASA ARAB FUS{H{A< DAN
‘A<MIYAH 27
A. Bunyi-bunyi Bahasa Arab 27
B. Bahasa Arab ‘A<miyah dan Macam-macamnya 47
C. Perdebatan Mengenai Eksistensi Bahasa Arab ‘A<miyah 62
D. Karakteristik Bahasa Arab ’A<miyah Mesir 67
E. Karakteristik Bahasa Arab ‘A<miyah Saudi 71
BAB III: KOMPARASI VARIASI FONOLOGIS ‘ĀMIYAH
DIALEK SAUDI DAN MESIR 75
A. Silabel 75
B. Tekanan (nabr/stressing) 81
C. Pengaruh Tekanan (nabr/stressing) 88
D. Variasi Fonologis Bahasa Arab ‘A<miyah Dialek Mesir
(BADM) 91
E. Variasi Fonologis Bahasa Arab ‘A<miyah Dialek Saudi
(BADS) 112
F. Intonasi (Tanghim) 120
xxii
G. Panjang Pendek Bunyi Bahasa 121
BAB IV: KOMPARASI MORFOLOGIS ‘ĀMIYAH DIALEK
SAUDI DAN MESIR 123
A. Triliteral Verb (fi'il thula>thi) 124
B. Non Triliteral Verb 135
C. Fi’il Ajwa>f (hollow verb) 137
D. Fi’il Mithal (first weak verb) 142
E. Mu’tall A<khir (Final Weak verb) 145
F. Geminate Verb (fi’il mud}a''af) 152
G. Plural (jama’) dalam BADS dan BADM 153
H. Afiksasi 156
I. Proses Prosodi 166
J. Akronim (naht) 170
BAB V: PENUTUP 175
A. Kesimpulan 175
B. Saran dan Rekomendasi 176
DAFTAR PUSTAKA 179
GLOSARIUM\ 187
INDEKS 193
BIODATA PENULIS 201
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa1 memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan
manusia sebagai media dalam menyampaikan maksud, kebutuhan dan
tujuan mereka, baik dengan bahasa verbal, maupun non verbal. Dengan
media bahasa pula Tuhan menyampaikan pesan (risa>lah) kepada Nabi
Muhammad Saw (yang dinamakan al-Qur'a>n) yang secara faktual bahwa
alquran sebagai wahyu ilahiah, hidup dalam ruang historis dan
manusiawi. Artinya, ia telah mengalami transformasi, dari al-kala>m al-Nafsi@ (The Idea of God) menuju al-Kala>m al-Lafz}i> yang memakai
simbol bahasa manusia.2 Karena manusia adalah makhluk sosial, maka
manusia memerlukan media untuk bersosialisasi, menyampaikan
maksud dan tujuan mereka, dan media tersebut adalah bahasa. Bahasa
merupakan simbol dan alat komunikasi yang sangat penting bagi
manusia. Maka tak heran jika Ernest Cassirer menyebutkan bahwasanya
manusia adalah animal simbolicum, yaitu makhluk yang menggunakan
simbol karena dalam kegiatan berfikirnya menggunakan simbol.3
Bahasa dan budaya memiliki keterkaitan satu sama lain. Ada
tiga pandangan mengenai hubungan antara bahasa dan kebudayaan.4
Pertama, bahasa sebagai refleksi dari keseluruhan kebudayaan
masyarakat yanag bersangkutan. Pandangan ini menjadi dasar sebagian
antropolog untuk memahami suatu masyarakat melalui bahasa yang
digunakan. Kedua, bahasa adalah bagian (salah satu unsur) dari
1Terdapat banyak pengertian mengenai bahasa, namun semuanya memiliki
kesepakatan bahwa tujuan bahasa itu adalah untuk menyatakan tujuan dan komunikasi
satu sama lain. Lihat Ibnu Jinni, Al-Khas}a>is}, Jilid 1, (Kairo: Dar al-Hadi>th, 2007), 76.
Abd. Munjid Sayyid Ahmad Mans}u>r, ‘Ilmu al-Lughah al-Nafsi> (Riya>d}: Ja>mi’ah al-Mulk
Su’ud, 1982), 5. Lihat Abd. Ghafa>r H{a>mid Hila>l, al-Lahaja>t al-‘Arabiyah Nash’atan wa Tat}awwuran (Kairo: Maktabah Wahbah, 1993), 33. Dan Abdul Chaer dan Leonie
Agustina, Soiolinguistik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 14. 2Islah Gusmian, “Lompatan Stilistik Dan Transformasi Dunia Makna al-
Qur’an”, Jurnal Studi al-Qur’an, Vol. 2, No. 2 (2007): 438. 3Jujun S. Suriasimantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2007), 171. Ernest Cassirer dalam An Essay on Man (New
Heaven: Yale University Press, 1944) 4Heddy Ahimsa Putra, seperti yang dikutip oleh Ishlah Gusmian, “Lompatan
Stilistik Dan Transformasi Dunia Makna al-Qur’an”, Jurnal Studi al-Qur’an, Vol. 2, No.
2 (2007): 452
2
kebudayaan, artinya bahwa bahasa dipandang bukan merupakan
fenomena yang khas, melainkan fenomena yang tidak berbeda dengan
unsur-unsur budaya lainnya, seperti kesenian. Ketiga, bahasa
merupakan kondisi bagi kebudayaan. Ada dua makna dalam pandangan
ini. Pertama, bahasa merupakan kondisi bagi kebudayaan dalam arti
diakronis, artinya kita dapat mengetahui masyarakat Jawa, Sunda
ataupun yang lainnya melalui bahasa. Kedua, bahasa merupakan
kondisi bagi kebudayaan karena material yang digunakan untuk
membangun bahasa pada dasarnya sama dalam membentuk kebudayaan.
Dalam pandangan penulis bahwa bahasa dan budaya memiliki
hubungan yang sejajar, tidak tumpang tindih antara keduanya, dalam
arti bahwa bahasa berada di bawah budaya ataupun sebaliknya budaya
berada di bawah bahasa. Ketika orang Arab yang menggunakan bentuk
d}ami}r jama' (prenomina plural) sebagai bentuk penghormatan, misalnya
Hal tersebut .معايل جاللة، atau misalnya ungkapan فضيلتكم، أرجو منكم
dapat diketahui bahwa orang Arab tersebut masih kental dengan tradisi-
tradisi kerajaan. Dengan budaya pula dapat diketahui bagaimana
seseorang berbahasa. Orang-orang yang selalu menjunjung tinggi etika
misalnya, ketika berbahasa pasti menghindari hal-hal yang sekiranya
tidak layak atau dianggap tabu untuk diungkapkan, dan lebih memilih
ungkapan ungkapan lain, misalnya dengan menggunakan bentuk maja>z,
seperti ملس امرأته sebagai ungkapan pengganti untuk mengungkapkan
hubungan badan dengan istri, atau misalnya ungkapan قضى حاجته sebagai ungakapan pengganti untuk mengungkapkan buang air besar.5
Al-Qur’an pun banyak menggunakan ungkapan maja>zi> dalam
pewahyuannya, misalnya saja kata حرث (h}arth) dalam surat al-Baqarah
ayat 223 yang secara leksikal makna kata tersebut adalah tanah atau
ladang yang diolah.6 Tidak hanya dapat mengetahui budaya melalui
5A. Sayuti Anshari Nasution, “Memahami Ragam Bahasa Melalui Pendekatan
Budaya”, Afaq ‘Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 3 No. 2, Desember
(2008): 115-118. 6Ibra>him Anis, al-Mu’jam al-Wasi>t} (Kairo: T.p., 1972), 164.
3
bahasa, akan tetapi, dengan bahasa pula inetelektualitas manusia dapat
diketahui.7
Perkembangan bahasa Arab yang merupakan rumpun bahasa
Semit8 sudah berlangsung lama. Budaya Arab telah lahir lebih dari 2000
tahun yang lalu, bahkan Muhibbuddi>n al-Khat}i>b berpendapat bahwa
bahasa Arab sudah ada sekitar 3600 SM.9 Jadi bahasa Arab telah eksis
dan akan selalu eksis. Terbukti dengan adanya penelitian pada tahun
2009 yang membuktikan bahwa bahasa Arab digunakan oleh 300 juta
orang yang hidup di 22 negara, di antara negar-negara tersebut paling
dikenal adalah Mesir, Arab Saudi, Maroko, dan Iraq, dan negara-negara
yang lainnya, yaitu Djibouti dan Comoros.10 Dan lebih dari dua ratus
juta orang berbicara dengan menggunakan suatu dialek Arab. Negara-
negara yang menggunakan bahasa Arab ini meliputi kebanyakan bagian
utara benua Afrika, dari Mauritania hingga Mesir, Levante/Levantin,
Jazirah Arab, dan Iraq.11 Dalam artikel terakhir disebutkan bahwa
bahasa Arab digunakan hampir mencapai 500 juta jiwa yang hidup di 22
negara.12
7Heidi Byrnes, et al, Educating for Advanced Foreign Language Capacities
(Washington DC: Georgetown University Press, 2007), 16. 8Kata semit diambil dari nama Sam anaknya nabi Nuh AS. Ketika banjir
menyapu penduduk bumi, tak ada yang selamat kecuali Nabi Nu>h} dan ketiga anaknya,
yaitu Sa>m, Ha>m, Ya>fith serta kedua istrinya. Dan dari ketiga anakanya ini terbagi
menjadi bebrapa bangsa, yang nama bangsanya diambil dari nama anaknya Nu>h} AS
yaitu Sa>miyah, H{a>miyah, dan Ariyah (Yafit\hiyah). Sa>m bertempat tinggal di Asia
bagian barat, dan generasinya berkembang dari masa ke masa. Seiring perkembangannya
generasi ini, Sa>m atau semit ini terbagi menjadi tiga bagian pokok utama yang diiringi
pula dengan perkembangan bahasanya yaitu Aramia, Ibrani, dan Arab. Lihat Emil Badi
Ya’qu>b, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Khas}a>is}uha>, (Beirut: Da>r al-‘Ilmi Li al-
Mala>yi>n, 1982) 108-109. Lihat pula 'Abd. Qa>dir Mustafa> al-Maghribi>, Al-Ishtiqa>q wa Al-Ta’ri>b, (Kairo: Al-Hila>l, 1908), 31.
9A. Sayuti Anshari Nasution, “Memahami Ragam Bahasa Melalui Pendekatan
Budaya”, Afaq ‘Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 3 No. 2, Desember
(2008): 108 10Ragy Ibrahim, Learn Arabic the Fast and Fun Way (USA: Barron’s, 2009),
3. 11Sunita Shah, Arabic: A Profile (London: London SIG Bilingualism, 2007),
1. 12Yun Eun Kyeong, A Study on the Efficient Teaching Method of the Arabic
Language From the viewpoint of Arabic Sociolinguistics (Seoul: Hankook University,
2012), 92.
4
Bahasa Arab, setelah datangnya Islam dijadikan sebagai bahasa
al-Qur’a>n sehingga antara bahasa Arab dan Islam memiliki kaitan yang
sangat erat karena dengan kehadiran Islam bahasa Arab semakin
menyebar ke berbagai wilayah. Theodor Noldeke (1836-1939)13
memberikan komentar mengenai bahasa Arab. Dia mengatakan bahwa
bahasa Arab tidak akan menjadi bahasa dunia yang sejati tanpa
kehadiran al-Qur’a>n.14 Hal ini senada dengan pendapat Brockelmann
(1868-1956) bahwa bahasa Arab menjadi bahasa yang sangat
mengagumkan karena umat Islam percaya bahwa bahasa Arab adalah
satu-satunya bahasa yang dapat digunakan dalam s}alat sehingga
melampaui bahasa-bahasa lainnya di dunia.15
Bahasa Arab terbagi menjadi berbagai macam dialek. Adanya
berbagai macam dialek dalam suatu bahasa, baik bahasa Arab ataupun
bahasa lain pada umumnya seolah menimbulkan masalah, karena
pengguna bahasa harus berfikir bagaimana caranya menggunakan suatu
bahasa dalam masyarakat bahasa tertentu. Namun ini adalah keunikan
suatu bahasa, yang dengan keberadaannyalah bahasa selalu dikaji dan
dipelajari. Jika ada statement yang mengatakan mengenai penggunaan
bahasa -dalam hal ini bahasa Arab misalnya- agar dapat menggunakan
bahasa Arab, ikutilah kaidah-kaidah gramatikal bahasa Arab.
Satatement ini benar, namun tidak selamanya benar. Karena jika hanya
mematuhi kaidah-kaidah saja, bahasa yang kita gunakan mungkin tidak
bisa diterima di kebanyakan masyarakat Arab karena bahasa Arab yang
hanya mematuhi kaidah-kaidah saja merupakan bahasa formal, dan
digunakan dalam acara-acara formal, sedangkan dalam acara non formal
hal tersebut kurang dapat atau bahkan tidak dapat diterima. Adapun
diterima, namun tidak etis. Contohnya saja dalam bahasa Indonesia kata
ganti orang kedua adalah kamu atau engkau. Kedua kata tersebut ada
dalam kaidah bahasa Indonesia untuk menyapa orang kedua, namun
faktanya secara sosial tidak dapat digunakan untuk menyapa orang yang
lebih tua atau orang yang terhormat, baik guru maupun orang yang
status sosialnya lebih tinggi karena bentuk kata ganti orang kedua
tersebut hanya digunakan untuk orang yang sebaya, lebih muda maupun
yang secara kedudukannya lebih rendah dari pembicara.
13Theodor Noldeke adalah seorang orientalis yang terkenal dengan bukunya
yang berjudul The History of The Qur’an. 14Ramd}a>n 'Abd. T{awwa>b, Fus}u>sul Fi> Fiqhi al-‘Arabiyyah, Cet. II (Kairo:
Maktabah al-Khanji, 1999), 109. 15Anwar al-Jundi>, al-Fush}a> Lughatu al-Qur'a>n (Beirut: Da>r al-Kutub al-
Lubna>ni>, 1982), 205.
5
Dalam bahasa Arab misalnya kalimat تصبح على خري dalam
bahasa Arab formal atau disebut fas}i>hah atau juga disebut Modern
Standard Arabic (MSA) diungkapkan tus}bih}u ‘ala khayr, sedangkan
dalam bahasa non formal atau dialek dituturkan menjadi tis}bah}/ tis}bah}i> ‘ala kheir.
Tercatat dalam sejarah bahwa masyarakat Islam pada masa
kejayaannya, mempelajari bahasa Arab fus}h}a>,16 baik berupa bahasa lisan
maupun tulisan. Akan tetapi seiring dengan kemunduran Islam, sekitar
abad XIII M perhatian masyarakat terhadap bahasa Arab fus}h}a mengalami kemunduran pula.17 Akibat dari kemunduran perhatian
masyarakat terhadap bahasa Arab fus}h}a, bahasa Arab fus}h}a pun hanya
digunakan sebagai bahasa tulisan saja dan kurang digunakan sebagai
bahasa lisan. Lain halnya dengan bahasa Arab ‘a>miyah yang terbagi
menjadi bermacam-macam dialek (lahjah),18 bahasa ‘a>miyah lah yang
selalu digunakan sebagai bahasa lisan dalam kehidupan sehari-hari, dan
dialek tersebut berbeda-beda berdasarkan lingkungan dan iklim suatu
daerah.19 Bahasa Arab fus}h}a> hingga saat ini hanya digunakan sebagai
bahasa tulis, yaitu dalam media cetak, baik terdapat dalam buku maupun
16Arab fus}h}a menurut al- Bara>zi> adalah bahasa yang digunakan dalam
penulisan buku-buku, koran, majalah, urusan peradilan dan perundang-undangan,
administrasi, serta digunakan dalam khut}bah, kegiatan belajar mengajar dan seminar.
Lihat Majid al-Bara>zi>, Mushkila>t al-Lughat al-‘Arabiyah (Oman: Maktabah al-Risa>lah,
1989), 55. 17‘Ali ‘Abdul Wa>hid Wa>fi>, Fiqh Lughah (Kairo: Nahd}ah Mas}r, 2004), 184. 18Dialek atau lahjah merupakan suatu cara dalam berbahasa yang terdapat
dalam lingkungan tertentu atau masyarakat tertentu. Lihat Abd. Ghaffa>r H{a>mid Hilāl,
al-Lahaja>t al-’Arabiyyah Nash’atan wa Tat}awuran (Kairo: Maktabah Wahbah, 1993),
33. Dialek juga menurut pendapat lain merupakan kumpulan sifat-sifat kebahasaan yang
berkaitan erat dengan lingkungan tertentu. Lihat Muhammad Riya>d} Kari>m, Al-Muqtad}ab Fi> Lahaja>t al-‘Arab (Kairo: tp, 1996), 55. Menurut Ibra>hi>m Ani>s, dialek
merupakan sifat-sifat kebahasaan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat pada
daerah tertentu. Lihat Ibra>hi>m Ani>>s, al-lahaja>>t al-‘Arabiyah (Kairo: al-Maktabah al-
Anjelo), 16. M. ‘Ali al-Khu>li> mendefinisikan bahwa dialek merupakan cara
mengucapkan bahasa yang digunakan masyarakat pada daerah, kemasyarakatan, dan
budaya tertentu. Pada setiap bahasa mempunyai beberapa dialek yang masing-masing
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan yang lainnya dari aspek fonem, morfem,
dan sintaksis. Dengan berjalannya waktu, kadang dialek berkembang menjadi bahasa
yang lepas dari daerah, politik, dan kebudayaan asal. Lihat M. Ali al-Khūlī, A Dictionary of Theoretical Lingustic (Beirut: Librairie Du Liban, 1982), 73. Dalam KBBI disebutkan
bahwa dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai, misalnya
bahasa dari suatu daerah tertentu, kelompok sosial tertentu, atau kurun waktu tertentu.
Lihat KBBI. 19Muhammad Riya>d} Kari>m, Al-Muqtad}ab Fi Lahaja>t al-'Arab (Kairo: tp,
1996), 47.
6
dalam majalah dan koran, dan digunakan sebagai bahasa lisan hanya
dalam acara-acara resmi, yaitu dalam pidato/khutbah, kegiatan ibadah,
atau misalnya dalam kegiatan resmi, yaitu seminar. Sebaliknya, dalam
kegiatan sehari-hari, bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab
'a>miyah atau lahjah/dialek yang telah berkembang di seluruh Jazi>rah 'Arab. Dilihat dari segi penggunaannya, berarti realitas sosial dan
kontekslah yang menjadi pembeda antara penggunaan bahasa Arab
fus}h}a> dan 'a>miyah.
Adanya fenomena kemunduran penggunaan bahasa Arab fus}h}a>, ternyata menjadi kesempatan bagi suatu golongan untuk
menghancurkan fondasi Islam. Pada awal abad 20, terdapat seruan untuk
menggantikan bahasa Arab fus}h}a> (MSA) dengan ‘a>miyah yang
bergaung di Mesir dengan awal pencitraan bahwa bahasa Arab sangat
sulit dipelajari.20 Tujuan tersebut yaitu untuk menjauhkan Muslim dari
al-Qur’an dan Sunnah sehingga tak jarang memunculkan perdebatan pro
dan kontra dengan adanya bahasa Arab ‘a>miyah. Dan ini yang dijadikan
alasan bagi orang-orang yang tidak setuju dengan adanya ‘a>miyah. Jika
dicermati lebih lanjut, pada dasarnya argumentasi orang-orang yang
tidak setuju akan adanya ‘a>miyah adalah bersifat teologis, yaitu karena
kekhawatiran mereka akan kurangnya pemahaman orang-orang Islam
terhadap sumber ajarannya yaitu al-Qur’an dan Sunnah.
Dengan adanya fenomena kemunduran penggunaan bahasa
Arab fus}h}a> ini akhirnya bahasa Arab ‘a>miyah seolah menjadi kambing
hitam agar tidak digunakan dengan alasan teologis dan sebagainya.
Apakah memang alasan orang-orang yang menyerukan agar bahasa
Arab ‘a>miyah ini dihilangkan demi bahasa Arab fus}h}a> tetap lestari
sehingga ajaran Islam tak terlupakan ataukah memang dengan alasan
tidak menyukai orang-orang yang menggunakan bahasa Arab ‘a>miyah
atau tidak menyukai orang-orang yang menggalakan bahasa Arab
‘a>miyah. Padahal jika dilihat dengan kacamata bahasa dan budaya,
‘a>miyah ini sangatlah unik yaitu keragaman bahasa Arab yang sangat
variatif yang tergantung pada wilayah tertentu. Dengan banyaknya
ragam bahasa Arab, justru ini menjadi hal yang positif akan keunikan-
keunikan serta kelebihan-kelebihan bahasa Arab yang paling kaya di
dunia. Dan jika ‘a>miyah ini tidak digunakan, maka akan bertambah
bahasa Arab ‘a>miyah yang akan mati karena tidak digunakan oleh
20Fath}i ‘Ali Yunus dalam Muhbib Abdul Wahab, Metode Penelitian Dan
Pembelajaran Nahwu: Studi Teori Linguistik Tammām Hassān (Jakarta: SPs UIN
Syarif Hidayatullah, 2008) 4.
7
masyarakat bahasa. Soha Abboud Haggar21 menyebutkan dalam
artikelnya bahwasanya ada varietas bahasa Arab yang telah hilang
sepenuhnya di mana bahasa Arab pernah digunakan, seperti yang pernah
terjadi di Andalusia dan Sisilia. Keadaan yang sama juga terjadi di Iran
karena bahasa Arab sudah benar-benar hilang dalam penggunaan sehari-
hari, dan hanya penulisan hurufnya saja yang masih digunakan.22
Banyak para pakar mengemukakan bahwasanya berbahasa
adalah bagaimana menghasilkan rangkaian kata-kata untuk menjadi
kalimat-kalimat yang sesuai dengan aturan-aturan atau kaidah-kaidah
bahasa yang digunakan. Namun fakta di lapangan menunjukan bahwa
berbahasa bukan hanya bagaimana menghasilkan kalimat-kalimat yang
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku karena bahasa terbagi
menjadi bahasa formal dan non formal. Dalam percakapan sehari-hari
misalnya, seseorang yang menggunakan bahasa formal yang secara
kaidah sudah benar, namun hal itu dirasa kurang efektif ketika
dibicarakan dalam kegiatan non formal, misalnya saja di pasar ataupun
di tempat non formal lainnya. Maka dari itu, manusia lebih lebih sering
menggunakan bahasa ‘a>miyah dengan kelenturannya dalam
berkomunikasi, tidak seperti bahasa Arab fus}ha> atau MSA.
Sama halnya dengan bahasa lainnya yang memiliki historisitas
yang cukup panjang, bahasa Arab terbagi menjadi bahasa Arab fas}i>h}ah
atau disebut juga Modern Standard Arabic (MSA) dan ‘a>miyah yang
terbagi menjadi bermacam-macam dialek, dan tiap-tiap dialek memiliki
ciri khas masing-masing berdasarkan daerah teritorialnya. Dialek Mesir
misalnya, tentu berbeda dengan Saudi, maupun dengan Levantin, baik
dari aspek fonologis, morfologis, maupun sintaksis. Sebagai suatu
contoh, dalam aspek fonologis, huruf qaf )ق( dalam dialek Mesir
diungkapkan menjadi hamzah, misalnya kata قهوة. Dalam dialek Saudi
huruf qaf diungkapkan /g/ sehingga menjadi (gahwa).23 Sedangkan
dalam dialek Mesir, kata tersebut diungkapkan menjadi (ahwa=kopi),
ahwa) قهوة زيادة ,(ahwa maz}bu>ta=kopi dengan gula sedang) قهوة مضبوطة
zaya>da=kopi dengan banyak gula),قهوة سادة (ahwa sa>da =kopi tanpa
21Soha Abboud Haggar adalah anggota dari kajian bahasa Arab American
Univeristy yang berada di Kairo. 22Soha Abboud Haggar, “Teaching Arabic Dialectology in European
Universities: Why, What, and How”, Studies in Semitic Language and Linguistics, Vol.
42 (2005), 123. 23Dalam dialek Yaman dituturkan menajdi gahwe
8
gula).24 Kemudian kata كبري dalam MSA (fas}i>hah) diungkapkan kabi>r,
sedangkan dalam dialek Mesir diungkapkan kibi>r. Yang unik di sini
dalam dialek Levantin karena dalam dialek tersebut terdapat dua
konsonan secara bersamaan (consonant cluster/double consonant) pada
awal kata yang tidak terjadi pada bahasa ‘a>miyah lain sehingga kata
tersebut diungkapkan menjadi kibi>r.25 Dalam aspek morfologi, misalnya
kalimat (jumlah) أروح لليمن (aru>h lil Yaman=saya akan pergi ke Yaman)
dalam dialek Saudi, berbeda dengan dialek Mesir yaitu لليمنأنا رايح (ana
ra>yih lil Yaman), yang artinya saya akan pergi ke Yaman. Dalam dialek
Saudi lebih menggunakan bentuk verba (fi’il), sedangkan dalam dialek
Mesir menggunakan bentuk isim fa>’il dan tidak menggunakan huruf.
Sedangkan perbedaan dalam aspek sintaksis, misalnya kalimat يشإ تقول؟ sebagai bentuk pertanyaan dalam dialek Saudi, kata tersebut
diungkapkan ish tegu>l? (artinya: apa yang kamu katakan?), akan
berbeda dari aspek sintaksisnya dengan dialek Mesir sehingga kalimat
tersebut dalam dialek Mesir menjadi تقول إيه؟ (tiul i>h). Dalam dialek Saudi,
kata tanya يشإ lebih didahulukan dalam awal kalimat, sedangkan dalam
dialek Mesir kata tanya إيه diletakkan di akhir kalimat. Terdapat sekitar 30 macam perbedaan bahasa Arab percakapan
sehari-hari, termasuk di dalamnya yaitu Mesir, yang digunakan oleh
sekitar 46 juta jiwa di Mesir. Al-Jazair, bahasa sehari-hari yang
digunakan oleh sekitar 22 juta jiwa di Aljazair. Maroko, digunakan oleh
sekitar 19,5 juta jiwa di Maroko. Sudan, digunakan oleh sekitar 19 juta
jiwa di Sudan. Saudi digunakan oleh sekitar 19 juta jiwa di Mesir.
Levantin, bahasa Arab yang digunakan oleh 15 juta jiwa di Libanon,
Yordania, Israel, Palestin, dan Syria. Mesopotamia, digunakan oleh
sekitar 14 juta jiwa di Iraq, Iran, dan Syria. Najdi/Nejd, digunakan oleh
sekitar 10 juta jiwa di Saudi Arabia, Iraq, Yordania, dan Syria. MSA
(Modern Standard Arabic), yaitu bahasa Arab resmi yang digunakan di
seluruh negara Arab di dunia. MSA ini bukan merupakan bahasa ibu
(mother tongue), melainkan bahasa kedua yang dipelajari di sekolah. 26
Terjadinya deviasi antara bahasa Arab fus}h}a> dan ‘a>miyah lebih
didasarkan pada faktor-faktor tata bahasa yang mencakup dengan
bentuk kata dan sistem tanda. Ahmad Izzan menambahkan bahwa
24Ahmed Abdel Hady, Egyptian Arabic Phrasebook (New York: Rough
Guides Ltd, 2006), 251. 25Youssef A. Haddad, “Dialect and Standard in Second Language Phonology:
The Case of Arabic”, SKY Journal of Linguistics, No. 19 (2006): 149. 26Sunita Shah, Arabic: A Profile, 1.
9
pertumbuhan dan perkembangan bahasa ‘a>miyah telah menimbulkan
deviasi dengan bahasa fush}a>. Menurutnya, hal tersebut dapat dilihat
dalam aspek tata bunyi, bentuk kata, tata kalimat maupun kosakata.
Perbedaan yang sangat siginifikan yaitu terdapat hilangnya tanda-tanda
i’rab, dan perubahan bentuk akhir sebuah kata.27 Diriwayatkan bahwa
bani Tami>m mengungkapkan kata مديون daripada مدين untuk
mengungkapkan makna debitor, serta kata معيوب yang sama maknanya
dengan معيب. Dan kata شعري، رغيف diucapkan menjadi 28.شعري، رغيف
Dalam bahasa Arab ‘a>miyah Mesir lebih sering menggunakan
tanda baca kasroh29 pada bentuk fi’il dan menggunakan huruf ba pada
verba (fi’il) yang berbentuk mud}a>ri' yang menandakan bahwa pekerjaan
tersebut sedang dikerjakan. Sebagai suatu contoh, yaitu kata تتكلم) بتتكلم dalam bahasa Arab fus}h}a>).30 Ini merupakan kaidah dalam dialek Mesir.
Jika pekerjaan itu sedang dilaksanakan, maka digunakan bentuk verba
imperfek yang didahului oleh konsonan ba, sedangkan tidak demikian
dalam bahasa Arab fus}h}a>. Hal ini tentu dirasa sulit oleh pelajar bahasa
Arab yang hanya mempelajari bahasa Arab fus}h}a>. Dalam bahasa sehari-hari, manusia lebih suka menggunakan
bahasa yang sederhana, tak terikat oleh kaidah-kaidah yang ada, karena
inti dalam berbahasa itu adalah untuk saling memahami, dalam artian
memahami maksud, tujuan ataupun keinginan orang yang berbicara.
Maka tak heran jika dalam kegiatan sehari-hari, orang yang
menggunakan bahasa resmi, tak jarang ditertawakan oleh kebanyakan
orang. Dalam bahasa Betawi misalnya, ketika seorang Betawi ditanya
dan kemudian bertanya balik, misalnya kalimat “lah ngapa emangnye?”
apakah secara kaidah itu benar?! Tentu ini tidak sesuai dengan kaidah
27Syauqi@ D{aif, Tah}ru>fa>t al-‘A<miyah li al-Fus}h}a>: fi> al-Qawa>'id wa al-Binya>t wa
al-H{uru>f wa al-Haraka>t (Kairo: Dār al-Ma’ārif, 1994), hal.16. Lihat juga Ahmad Izzan,
Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Humaniora, 2007), 30. 28Muhammad Riyād} Karīm, Al-Muqtad}ab fi> Lahaja>t al-'Arab (Kairo: tp,
1996), 44. 29Kasrah merupakan tanda I’rab bagi isim mufrad, jamak taksir, jama’
muannats tha>lim. Lihat Fuad Ni’mah, Mulakhkhas}: Qawā’idu al-Lughah al-‘Arabiyyah
(Beirut: Dār al-Thaqāfah al-Islāmiyyah, t.th), 94. 30Dalam kaidah bahasa Arab fus}h}a> tentu ini menyalahi aturan karena dalam
kaidah tersebut, huruf ba tidak diperbolehkan mendahului verba imperfek (fi’il mud}a>ri’).
Huruf ba yang mendahului verba imperfek merupakan ba ha>liyah yaitu sebagai penunjuk
keadaan/waktu dilaksanakannya pekerjaan tersebut.
10
bahasa Indonesia. Kalimat tersebut jika disusun dengan menggunakan
bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada akan
berbunyi “Loh, memangnya kenapa/mengapa?” Kata “ngapa” ini
sebenarnya dari kata “mengapa/kenapa” namun mengalami pelesapan
bunyi, yang seharusnya diucapkan me-nga-pa, hanya diucapkan
“ngapa”. Dan kata “emangnye” mengalami pelesapan bunyi pada awal
kata, yaitu /m/ dan pergantian vokal dengan vokal, yaitu vokal /a/
menjadi /e/ dalam kata “memangnya” sehingga menjadi “emangnye”.
Bahasa Arab Mesir merupakan bahasa Arab yang terkenal
dengan inventarisasi huruf vokal yang lebih luas dibanding bahasa Arab
klasik, di antaranya 5 vokal pendek dan 5 vokal panjang, berbeda dengan
bahasa Arab klasik yang hanya memiliki 6 vokal, yaitu 3 vokal pendek
dan 3 vokal panjang.31
Dalam bahasa Arab ‘a>miyah dialek Mesir terjadi perbedaan
secara fonologis dengan bahasa Arab fush}a> yaitu hal-hal semacam
pelesapan bunyi, pergantian bunyi, penambahan bunyi ataupun yang
lainnya, misalnya kalimat “bititkallim ingili>zi>?” dalam bahasa fus}h}a> “hal tatakallam al-injili>ziyyah” yang artinya “apakah kamu (lk)
berbicara bahasa Inggris?”, dan kalimat “harūh il-Qa>hira”, dalam bahasa
fus}h}a> “usa>firu/sa- usa>firu ila al-Qa>hirah” yang artinya “saya akan pergi
ke Kairo”. Dalam kalimat pertama terjadi penambahan bunyi bi sebelum
verba imperfek sebagai penanda bahwa pekerjaan tersebut sedang
dilaksanakan. Dan dalam kalimat pertama pula terjadi perubahan vokal
/a/ dengan /i/ sehingga yang sebelumnya dalam bahasa Arab fus}h}a> dilafalkan tatakallamu menjadi titkallim, dan terjadi pula perubahan
konsonan dengan konsonan, yaitu bunyi konsonan /j/ dilafalkan /g/
sehingga menjadi ingili>zi>. Dalam bahasa Arab ‘amiyah, bunyi konsonan
/j/ yang secara fonologis merupkan bunyi palatal dilafalkan /g/ yang
secara fonologis merupakan bunyi uvular frikatif32 Kemudian pada
kalimat kedua juga terjadi penggantian bunyi /s/ yang menunjukkan
makna “akan”, diganti dengan bunyi ha. Bunyi /s/ secara fonologis
merupakan bunyi alveolar frikatif, dan bunyi /ha/ merupakan bunyi
faringal frikatif.33 Kemudian contoh lain, misalnya kalimat bah}ibbik,
dalam bahasa Arab fus}h}a>, kalimat tersebut sebenarnya adalah uh}ibbuki, namun dalam ‘amiyah terjadi beberapa perubahan, yaitu adanya huruf
ba dalam fi’il (kata kerja), yang secara kaidah bahasa Arab fus}h}a> yang
31Sunita Shah, Arabic: A Profile, 5. 32Abdulrahman Ibrahim Alfozan, Assimilation in Classical Arab: A
Phonological Study (Glasgow: University Of Glasgow, 1989), 1. Dan A. Sayuti Anshari
Nasution, Bunyi Bahasa….. 33 Assimilation In Classical Arab: A Phonological Study,,,, 1.
11
dipelajari di sekolah-sekolah di Indonesia bahwa huruf ba tidak bisa
disertakan dalam fi’il melainkan hanya boleh terjadi pada isim (kata
benda). Kemudian perubahan fonologis yang terjadi yaitu adanya
perubahan vokal dengan vokal, yaitu vokal /u/ dirubah menjadi /i/, dan
h}arakat akhir tidak disebutkan, yang seharusnya ki melainkan
disukunkan sehingga menjadi bah}ibbik. Tidak adanya h}arakat akhir
pada suatu kata melainkan ciri khas dari bahasa Arab ‘a>miyah.
Perubahan fonologis juga tidak hanya terjadi pada colloquial suatu
bahasa, melainkan dapat terjadi pula pada kata serapan (loanword). Hal
ini disebabkan tidak adanya suatu konsonan yang sama dari bahasa yang
dipinjam dan meminjam sehingga dapat memudahkan pengguna suatu
bahasa dalam melafalkan suatu kata serapan (loanword) dari bahasa
yang dipinjam.34 Di antara perubahan kata serapan dalam bahasa
Indonesia yaitu pelafalan konsonan ظ yang dilafalkan /l/ dalam kata
serapan bahasa Indonesia, misalnya hafal dari kata hafaz}, lahir dari kata
z}a>hir, dan lalim dari kata z}a>lim.35
Bahasa Arab ‘a>miyah memiliki perbedaan dengan Arab fus}h}a>. Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi pada aspek fonetis dan pilihan
kata. Pada tataran fonetik telah penulis jelaskan sebelumnya, sedangkan
pada tataran pilihan kata, misalnya kalimat أسابيع مدة إقاميت هنا ثالثة
(muddatu iqa>mti>ī huna thala>thatu asa>bi>’: I’m here for three weeks).
Kalimat tersebut dalam ‘a>miyah Mesir diungkapkan أنا هنا ثالثة أسابيع (ana
hina tala>tasa>bi’), dan dalam Gulf Arabic (termasuk Saudi merupakan
bagian Gulf) diungkapkan عأنا هنا مدة ثالثة أسابي (ana hina mudah thala>tha
asa>bi’), sedangkan dalam Levantine Arabic diungkapkan أنا هون لثالثة 36 Perbedaan-perbedaan semacam ini.(’ana hoon li tala>ti esa>bi) أسابيع
tentu membuat pelajar merasa kesulitan untuk berkomunikasi dalam
bahasa ‘a>miyah yang notabene merupakan bahasa sehari-hari. Dan
sebagaimana diketahui bahwa kecakapan dalam berkomunikasi
merupakan salah satu kemahiran yang dituntut dalam belajar bahasa.
34Untuk mengetahui konsonan bahasa Arab yang tidak terdapat dalam bahasa
Indonesia maupun sebaliknya, silahkan lihat A. Sayuti Anshari Nasution, Bunyi Bahasa….. 118-120.
35Nikolaos van Dam, “Arabic Loan-word in Indonesian Revisited”, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya (Depok: Universitas Indonesia, 2009), 7.
36BBC Team, Levantine Arabic (Melbourne: Lonely Planet Publication, t.th),
95.
12
Bahasa Arab memiliki empat keterampilan (maha>rah), yaitu
keterampilan mendengar (istima>’), berbicara (kala>m), membaca
(qira>’ah), dan keterampilan menulis (kita>bah). Salah satu masalah yang
dihadapi oleh kebanyakan pelajar bahasa Arab yaitu keterampilan
berbicara (kala>m) karena keengganan para pelajar untuk berbicara
dengan menggunakan bahasa Arab. Keengganan tersebut dilatar
belakangi banyak faktor, yaitu faktor internal maupun faktor eksternal
dalam diri pelajar. Faktor internal yang penulis maksud di sini yaitu
faktor kemalesan pelajar dalam berbicara menggunakan bahasa Arab,
dan boleh jadi karena tidak ada lawan bicara yang bisa diajak berbicara.
Adapun faktor eksternal yang penulis maksud yaitu adanya stigma
negatif dari orang-orang sekitar terhadap orang-orang yang berbicara
atau yang sedang melatih keterampilan berbicara mereka dengan
menggunakan bahasa Arab.
Beeby menyatakan bahwa salah satu kelemahan umum
pengajaran dalam kelas di Indonesia terletak pada komponen
metodologi pengajarannya. Guru-guru cenderung mengajar secara rutin
dan kurang bervariasi dalam penyampaian materi, padahal hasil belajar
berkorelasi positif dengan metode mengajar yang diikuti cara belajar
anak didik.37 Orientasi belajar bahasa Arab di kebanyakan lembaga
pendidikan dirasa kurang tepat sasaran. Dewasa ini pembelajaran bahasa
Arab lebih cenderung bersifat filosofis sehingga belajar bahasa Arab
merupakan hal yang sulit, padahal setiap bahasa memiliki tingkat
kesulitan dan dan kemudahan masing-masing sesuai dengan
karakteristik bahasa itu sendiri, baik dari segi fonologi, morfologi,
maupun sintaksis dan semantiknya.38 Ketika peserta didik belajar
Nahwu misalnya, sering kali pembelajaran nahwu tersebut lebih
mengarah kepada pembelajaran i’ra>b, bukan mengarah kepada Nahwu
yang sifatnya fungsional. Maka dari itu belajar Nahwu sering kali
disibukkan dengan materi i’ra>b. Muhbib 'Abdul Waha>b mengemukakan
bahwa orientasi pembelajaran nahwu masih cenderung tradisional dan
redaksional (analisis i’ra>b) dan tidak fungsional serta kontekstual.39
Teringat ketika penulis duduk di bangku sekolah MTs, Siswa diminta
sebanyak-banyaknya untuk meng-i’ra>b contoh-contoh kalimat (Jumlah
dalam bahasa Arab) sampai diadakan lomba i’ra>b pada jam mata
37C.E. Beeby, Pendidikan di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1982), 81-85. 38Muhbib A. Wahab, Metode dan Pembelajaran Nahwu (Studi Teori inguistik
Tammām H{assān) (Jakarta: SPs Uin Syarif Hidayatullah, 2008) 39Muhbib A. Wahab, Metode dan Pembelajaran Nahwu…… 237.
13
pelajaran Nahwu sehingga para peserta didik disibukkan dengan
penghafalan kaidah-kaidah guna penunjang dalam meng-i’ra>b setiap
kalimat yang disuguhkan dan akan disuguhkan oleh pendidik sehingga
melupakan esensi dari pembelajaran bahasa Arab, yaitu untuk
kemahiran berbahasa Arab. Maka dari itu, mempelajari nahwu lebih
tepatnya mempelajari i’ra>b.
Ketika pelajar mempelajari bahasa asing, pada saat yang sama
sebenarnya pelajar mempelajari pula budaya bahasa tersebut. David
Crystal mengemukakan bahwa saat ini pembelajaran bahasa asing dapat
berarti pembelajaran persoalan penting mengenai peradaban dan budaya
asing tersebut pada waktu yang bersamaan.40 Seorang Arab yang
mengucapkan "s}allu ‘ala an-nabi>" ketika sedang mendorong mobil yang
mogok atau ketika melihat orang yang sedang berselisih, maksud
pembicara bukan untuk bershalawat kepada Nabi, melainkan maksud
yang dikehendaki pembicara adalah ungkapan siap-siap untuk
mendorong mobil tersebut atau untuk melerai orang yang sedang
berselisih yang dalam budaya di Indonesia ini adalah ungkapan
menghitung persiapan yaitu satu dua tiga.
Pelajar bahasa asing lebih dibekali oleh mater-materi untuk
kemahiran membaca, tanpa ada pembekalan kemahiran yang lainnya,
seperti berbicara. Chaedar mengungkapkan bahwa dewasa ini, tujuan
utama pembelajaran bahasa asing adalah pemerolehan kemampuan
membaca bukan berbicara.41
Orientasi pembelajaran bahasa Arab setidaknya ada empat, yaitu
Pertama. orientasi religius, yaitu mempelajari bahasa Arab dengan
kepentingan memahami dan memahamkan ajaran Islam. Kedua, orientasi akademik, yaitu pembelajaran bahasa Arab dengan tujuan
mendalami bahasa Arab sebagai sebuah disiplin ilmu. Ketiga, orientasi
praktis dan pragmatis, yaitu belajar bahasa Arab untuk kepentingan
praktis pragmatis dan hanya pada aspek-aspek tertentu seperti
keterampilan berbicara. Orientasi ini biasanya dipilih oleh calon TKI
atau diplomat yang akan bekerja di Timur Tengah. Keempat, orientasi
ideologis-ekonomis-politis, yaitu belajar bahasa Arab yang berorientasi
40David Crystal, Encyclopedia of Language (Cambridge: Cambridge
University Press, 2007), 53. 41A. Chaedar Alwasilah, Dari Cicalengka Sampai Chicago: Bunga Rampai
Pendidikan Bahasa (Bandung: Angkasa, 1993), 30-31.
14
pada ideologis dan politis tertentu, seperti yang dilakukan oleh
orientalis barat.42
Di Indonesia, cenderung hanya mempelajari bahasa Arab fus}h}a>, dengan rasionalitas bahwa bahasa tersebut merupakan bahasa Al-
Qur’a >n dan Al-Sunnah (orientasi Religius), karena tujuan utama studi
bahasa Arab adalah untuk kepentingan memahami sumber-sumber
ajaran Islam. Sebagian kalangan cenderung anti bahasa Arab a>miyah,
karena mempelajari bahasa Arab pasaran itu dapat merusak bahasa Arab
fus}h}a>.43 Dengan adanya fenomena bahasa Arab fus}h}a> dan a>miyah,
memunculkan stigma baru terhadap bahasa Arab, baik yang timbul dari
pelajar bahasa Arab maupun dari pelajar bahasa lainnya yang
sebelumnya pernah mengenal bahasa Arab. Teringat ketika penulis
duduk di bangku kuliah pertama, salah satu dari kenalan penulis
berbicara “buat apa mas ngambil jurusan bahasa Arab, kenapa enggak bahasa yang lain, soalnya belajar bahasa Arab enggak bisa ngobrol ama orang Arab”. Di sini muncul stigma negatif bahwa belajar bahasa Arab
adalah sia-sia karena tidak dapat berkomunikasi dengan orang Arab.
Dan ini merupakan tantangan bagi pengajaran dan pembelajaran bahasa
Arab sehingga pengajaran bahasa Arab di kita memiliki orientasi yang
jelas dan pasti. Dewasa ini tuntutan belajar bahasa Arab bukan sekedar
memahami teks semata, ada tuntutan lain yang tidak kalah pentingnya,
yaitu kemampuan berkomunikasi. Bahasa Arab sebagai bahasa
internasional yang banyak berfungsi untuk pergaulan global terutama
dengan negara-negara timur tengah, maka metode tata bahasa tidak
dapat menjadikan pelajar mampu menggunakan bahasa tersebut.44
Pengajaran bahasa Arab masih kurang menekankan pentingnya aspek
tata bunyi (fonetik dan fonologi) yang notabene sebagai alat dasar untuk
memperoleh kemahiran menyimak dan berbicara (maha>rat al-istima>’ wa al-kala>m). Hal ini memang kembali lagi kepada orientasi pengajaran
bahasa Arab. Jika orientasi pengajaran bahasa Arab hanya untuk
kepentingan memperdalam sumber-sumber ajaran Islam (orientasi
42Muhbib 'Abdul waha>b, “Tantangan dan Prospek Pendidikan Bahasa Arab di
Indonesia”, Afaq ‘Arabiyah: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 2 No. 1, Juni (2007):
4. Dan lihat Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011), 89-90. 43Muhbib 'Abdul Waha>b, Epistimologi &Metodologi Pembelajaran Bahasa
Arab (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008) 44Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta:
Kanisius, 1990), 45.
15
religius), maka fonetik dan fonologi dianggap tidak relevan dengan
orientasi tersebut.
Pembelajaran bahasa asing pada umumnya, dan Arab khususnya
tidak hanya bertujuan agar para peserta didik mampu membaca
literatur-literatur bahasa Arab. Akan tetapi, agar peserta didik memiliki
kemampuan dasar dalam keterampilan mendengar dan berbicara
(maha>rat al-istima>’ wa al-kala>m). Kamal badri mengungkapkan bahwa
kemahiran yang digunakan manusia dalam memahami bahasa ketika
orang lain mengungkapkan maksud dan gagasannya adalah meliputi
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis.45
Pemahaman mengenai fonetik dan fonologi merupakan dasar
utama untuk mampu berkomunikasi dengan bahasa asing. Adanya
perbedaan vokal atau konsonan dapat merubah arti, seperti kalimat
gibna dan gebna. Dalam kedua kalimat tersebut terdapat perbedaan
vokal /i/ dan /a/. kalimat gibna berasal dari Jubnu (جنب) yang berarti
keju. Konsonan /g/ merupakan representasi dari konsonan ج dalam
dialek Mesir. Dan kalimat gebna berasal dari jaibuna (جيبنا) yang berarti
saku/kantong kita. Hal ini tentu akan dirasa sulit bagi pelajar non Arab
jika tidak memahami fonetik dan fonologi Arab ‘a>miyah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
penelitian tentang ”Fonologi dan Morfologi Bahasa Arab ‘a>miyah layak
diteliti. Dengan pemahaman ragam fonologis bahasa Arab ‘a>miyah,
diharapkan para pelajar bahasa Arab atau masyarakat yang sudah
memiliki modal dalam bahasa fush}a> dapat memahami -setidaknya
sedikit memahami- bahasa lisan atau tulis ‘a>miyah sehingga tidak ada
lagi stigma negatif mengenai kesia-siaan belajar bahasa Arab karena
tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan pengguna bahasa asli.
Harus disadari bahwa tujuan belajar bahasa asing bukan hanya untuk
menelaah materi cetak, dalam artian hanya mengkaji materi-materi
tertulis, melainkan juga agar dapat berkomunikasi secara lisan.46 Alasan
lain yaitu masyarakat Indonesia yang penuh dengan budaya sakralitas-
transendental, telah membentuk paradigma dan sikap tertentu terhadap
bahasa Arab. Bahasa Arab dipandang sebagai bahasa Tuhan dan bahasa
surga sehingga dianggap dapat memberikan pahala dan ketenangan bagi
orang yang mendengarkannya walaupun bahasa Arab tersebut berbau
45Kama>l Ibra>him Badri>, Al-As}wa>t wa al-Niza>m al-S}aut Mutbiqan 'ala> al-
lughah al-'Arabiyah (Riya>d}: al-Maktabah Ja>mi'ah al-Malik Su'ud, 1982), 31. 46Youssef A. Haddad, “Dialect and Standard in Second Language Phonology:
The Case of Arabic”, SKY Journal of Linguistics, No. 19 (2006): 147.
16
vulgar, seperti halnya lagu-lagu Arab yang banyak menggunakan bahasa
‘a>miyah yang jarang dapat dipahami oleh masyarakat.
Banyak masyarakat ketika mendengar lagu-lagu Arab yang makna
di dalamnya berbau vulgar dianggap sebagai s}alawat oleh masyarakat
awam sehingga banyak masyarakat yang memperdengarkannya di
tempat yang sakral seperti masjid/mus}alla atau misalnya dalam acara-
acara perayaan hari besar. Hal tersebut disebabkan oleh ketidak
pahaman mereka terhadap makna yang terkandung di dalamnya
sehingga bahasa Arab yang memiliki makna apapun dapat memberikan
ketenangan dan pahala bagi siapa saja yang mendengarkannya. Alasan
pemilihan judul ini juga didasarkan atas kurangnya penelitian mengenai
studi dialek (Arabic Dialectology) sehingga ketika pelajar bahasa Arab
yang ingin mengetahui lebih mengenai dialek-dialek Arab, sulit untuk
mendapatkan informasi, dan juga didasarkan atas pendapat Johann Fuck
(1938), yang berpendapat bahwa mayoritas perbedaan antara ‘a>miyah
dan fus}h}a> adalah pada tataran bunyi, struktur kata (sintaksis), dan
leksikon.47
B. Masalah Penelitian
1. Identifikasi Masalah
Bahasa Arab yang tersebar luas dan terbagi menjadi
berbagai kabilah sehingga bahasa ‘a>miyah (bahasa sehari-sehari
atau juga disebut bahasa non formal) terbagi menjadi berbagai
ragam ‘a>miyah sehingga baik secara fonetik dan strukturnya
tergantung letak geografis maupun budaya setempat. Antara
bahasa ‘a>miyah Arab Saudi dan Mesir misalnya, terdapat
perbedaan antara keduanya, baik secara fonologis maupun
strukturnya. contoh:
تقول يشإ (1 تقول إيه (2 األستاذ جاء (3
Kalimat nomor satu merupakan bahasa Arab ‘a>miyah
Saudi, dan dilafalkan (ish tegu>l) yang secara fonologis dan
strukturnya berbeda dengan ‘a>miyah Mesir yang dilafalkan
(tiul ih). Dalam contoh kalimat pertama, kata tanya lebih
47Johann Fuck, al-‘Arabiyyah: Dira>sa>t fi> al-Lughah wa al-Lahaja>t wa al-
Asa>li>b. Diterjemahkan oleh Ramd}an ‘Abd. Tawwa>b (Kairo: Maktabah al-Khanji, 1980),
15.
17
didahulukan, dan ini berbeda dengan ‘a>miyah Mesir yang
mengakhirkan kata tanya yaitu إيه (ih). Kemudian contoh
kalimat yang terakhir dilafalkan menjadi el-ustad ghay. Secara
fonologis dan sintaksis, tentu ini berbeda dengan bahasa Arab
fas}i>hah (Modern Standard Arabic). Dalam MSA kalimat
terakhir diungkapkan/ditulis berupa bentuk jumlah fi’liyah,
yaitu جاء األستاذ dan pelafalannya pun berbeda dengan ‘a>miyah
Mesir yaitu (ja-a al-usta>dh). Contoh lain misalnya dalam
penekanan suatu kata atau yang biasa disebut nabr (stress)
seperti: حضر. Dalam dialek Mesir, penekanan (nabr) berada di
tengah kata ( / ر-ضض/ -ح ), posisi nabr ada pada huruf ض ke-
2, sedangkan dalam MSA posisinya berada pada awal kata
yaitu pada huruf ح dan ض pertama.
Contoh lain misalnya yang dirasa sulit bagi pelajar non
Arab yaitu perbedaan vokal dan konsonan yang dapat merubah
arti yang dimaksud oleh pembicara, yaitu antara kalimat:
1) 'umna dan 'omna
2) gebna dan gibna
3) mayyit (air) dan mayyit (mayit)
Pada contoh nomor satu yaitu 'umna dan 'omna terdapat
perbedaan vokal /u/ dan /o/. 'umna berasal dari kalimat قمنا (Qumna, konsonan Qaf dalam dialek Mesir dilafalkak hamzah
sehingga menjadi 'umna) yang tentu berbeda dengan 'omna
karena kalimat tersebut berasal dari قومنا. Selanjutnya contoh
nomor dua yaitu antara gebna dan gibna. Gibna berasal dari
Jubnu (جنب) yang berarti keju. Sedangkan kalimat gebna
berasal dari jaibuna (جيبنا) yang tentu berbeda dengan gibna.
Dan yang terakhir yaitu mayyiti untuk bermakna air dilafalkan
seperti ada gabungan konsonan mim dengan mim, dan
pelafalan vokal /a/ seperti melafalkan vokal /o/. akan tetapi,
jika tidak dilafalkan demikian maka bermakna mayit (orang
yang telah meninggal).
Perbedaan-perbedaan seperti inilah yang dirasa sulit
bagi pelajar non Arab yang menyebabkan pelajar tidak mampu
berkomunikasi dengan semua orang Arab -terlepas dari
berpendidikan atau tidaknya orang Arab tersebut-. Bahkan
18
terdapat bahasa Arab ‘a>miyah yang sangat berbeda dengan
MSA, yaitu seperti kalimat “ كش لونيإ ” (ish lo>nak) yang artinya
sepadan dengan كيف حالك dalam MSA. Kata “ شيإ ”
merupakan bentuk tanya sebagai pengganti kata tanya ماذا/ما dalam Arab fus}h}a>, sedangkan “لونك” yang artinya “warnamu”
merupakan gabungan antara لون (warna) dan ك (objek yang
ditujukan kepada maskulin ataupun feminin. Jika dilafalkan
“ak”, maka ditujukan untuk maskulin, dan jika “ik”, maka
ditujukan untuk feminin). Dalam kalimat tersebut, keadaan
baik (sehat) atau tidaknya seseorang dilambangkan dengan
warna (لون) karena orang yang sehat biasanya memiliki warna
muka yang cerah yang tentunya berbeda dengan orang yang
tidak dalam keadaan sakit karena biasanya memiliki warna
muka yang merah atau kusam.
Dialek terdiri dari berbagai macam, baik klasifikasi
dialek berdasarkan geografis, historis dan sosiologis. Ala
Elgibali mengklasifikasikan dialek secara geografis terbagi
menjadi dua inti yaitu oriental (arab bagian timur), dan
oksidental (Arab bagian barat),48 yg mana keduanya memiliki
karakteristiknya masing-masing. Seperti kecenderungan arab
bagian barat yg tidak menyebutkan huruf vokal pada bentuk
kata orang pertama dan menghubungkannya dengan nun, yg
mana Arab bagian timur menyebutkan huruf vokal tersebut /a/.
Secara umum pembagian dialek secara geografis terbagi
menjadi beberapa bagian seperti dialek Saudi, Yaman, Mesir,
Sudan, Irak dan sebagainya yang memiliki karakteristiknya
masing, seperti pelafalan konsonan dan vokal yang tidak
terdapat dalam Arab fas}i>hah, peniadaan konsonan yang
terdapat dalam Arab fas}i>hah bahkan cara yang berbeda yang
dimiliki masing-masing dialek dalam memisahkan tiga
konsonan secara berurutan, seperti:
48Ala Elgibali, “Acquisition of Arabic as a Native Language: Implications for
Linguistic Analysis”, Studies in Semitic Languages and Linguistics, Vol. 42 (2005), 23.
Dan Soha Abboud Haggar, “Teaching Arabic Dialectology in European Universities:
Why, What, and How”, Studies in Semitic Language and Linguistics, Vol. 42 (2005),
123.
19
a. Saudi, tarjamt+lu menjadi tarjamtalu, yang artinya
aku/kamu menterjemahkan untuknya (lk)
b. Mesir, tarjamt+lu menjadi tarjamtilu
c. Dialek Sudan, shuft+hin menjadi shuftahin yang
artinya aku/kamu melihat mereka (pr).
d. Dialek Iraq (ibn+na menjadi ibinna, kitabt+la
menjadi kitabitla, yang artinya aku menulis untuknya)
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini fokus dan terarah, maka penulis
perlu untuk melakukan pembatasan. Berdasarkan identifikasi
masalah yang telah disebutkan di atas, maka penulis hanya akan
membatasi bahasa Arab ‘a>miyah kairo untuk dialek geografis
Mesir dan Jeddah/Mekah untu dialek geografis Saudi49.
Pembatasan dialek ini tidak berarti penulisan menafikan dialek-
dialek lainnya.
Alasan penulis memilih bahasa Arab ‘a>miyah Mesir dan
Saudi tidak berarti penulis memandang bahwa bahasa Arab
‘a>miyah yang lainnya tidak penting. Akan tetapi pemilihan
‘a>miyah Mesir dan Saudi ini yaitu dapat menjadi pengetahuan
dasar bagi pelajar yang hendak melanjutkan studi di Mesir
karena dari tahun ke tahun para pelajar Indonesia semakin
banyak yang melanjutkan studi mereka di negara tersebut,
diharapkan dengan adanya pengenalan bahasa Arab ‘a>miyah terhadap pelajar bahasa Arab dapat menjadi bekal agar para
pelajar tidak terlalu merasa asing ketika mendengar orang-
orang Mesir berbicara, dan juga sebagai pengetahuan dasar
bagi para jama’ah haji/umrah.
Dialek yang diambil sebagai kajian dalam penulisan ini
adalah dialek secara geografis. Bahasa Arab Mesir secara
praktis dikenal dengan satu dialek yaitu dialek Kairo. Farida
Abu Haidar menyatakan dalam artikelnya bahwa pada tahun
1950 dan 1960 an, bahasa Arab Mesir secara praktis dikenal
dengan satu dialek yaitu dialek Kairo.50 Hal senada juga
dikemukakan oleh Catherine Miller bahwa Sejak abad 20
49Arab Mesir dituturkan oleh sekitar 50 juta orang di Mesir maupun oleh
masyarakat Mesir imigran di Timur Tengah, Eropa dan Amerika Utara. Lihat Simon
Ager, Omniglot: The Online Encyclopedia of Writing Systems and Language,
http://www.omniglot.com. Diakses pada tanggal 24 April 2014. 50Farida Abu Haidar, “The Arabic of Rabi 'a: A qaltu dialect of Northwestern
Iraq”, Studies in Semitic Language and Linguistics, Vol. 38 (2004), 1.
20
dialek utama kota sering muncul sebagai dialek nasional baik
di maroko maupun di timur tengah.51
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas bahwa yang
akan dikaji dalam tesis ini yaitu mengenai ragam fonologis dan
morfologis bahasa Arab ‘a>miyah dialek Mesir dan Saudi,
memunculkan pertanyaan yang menjadi masalah dalam
penelitian ini, yaitu bagaimana proses fonologis dan
morfologis yang terjadi dalam bahasa Arab ‘a>miyah dialek
Mesir (Kairo) dan Saudi (Jeddah/Mekah)? Dengan
mengkomparasikan antara kedua bahasa tersebut, dan
selanjutnya akan dikomparasikan dengan bahasa Arab fas}i>hah untuk mengetahui perbedaan dalam aspek apakah yang paling
signifikan antara kedua dialek tersebut dengan Arab fas}i>hah,
manakah di antara kedua dialek yang lebih dekat dengan
fas}i>hah?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan
mengkomparasikan bahasa Arab ‘a>miyah Mesir dan Saudi, kemudian
kedua dialek regional tersebut dikomparasikan dengan bahasa Arab
fus}h}a>. Dengan mengetahui perbedaan dan persamaan antara keduanya,
dapat menjadi acuan bagi para pelajar bahasa Arab dalam mempelajari
‘a>miyah melalui bahasa Arab fus}h}a>. Dengan mengetahui dan memahami
Arab ‘a>miyah pula diharapkan tidak ada lagi stigma bahwa mempelajari
bahasa Arab merupakan hal yang sia-sia karena hanya dapat membaca
literatur Arab dan hanya dapat berkomunikasi dengan native speaker yang tertentu saja tanpa dapat berkomunikasi dengan setiap orang Arab.
Di era globalisasi ini, bahasa Arab bukan hanya sekedar memahami teks
(maha>rat al-Qira>’ah) semata, ada tuntutan lain yang tidak kalah
pentingnya, yaitu kemampuan berkomunikasi (maha>rat al-kala>m). Bahasa Arab sebagai bahasa internasional yang banyak berfungsi
untuk pergaulan global terutama dengan negara-negara timur tengah,
maka metode tata bahasa tidak dapat menjadikan pelajar mampu
menggunakan bahasa tersebut. Maka dari itu, tulisan mengenai
“Fonologi dan Morfologi Bahasa Arab ‘A<miyah” sangat penting,
mengingat bahwa aspek tata bunyi adalah sebagai alat dasar untuk
memperoleh kemahiran menyimak atau menerima bahasa dari lawan
51Catherine Miller, “Variation and Change in Arabic Urban Vernaculars”,
Studies in Semitic Language and Linguistics, Vol. 38 (2004), 180.
21
bicara, lalu kemudian dapat mengetahui cara berkomunikasi dengan
bahasa tersebut (maha>rat al-istima>’ dan kala>m), dan aspek morfologi
merupakan modal untuk mengetahui bentuk kata. Orang Arab akan
merasa lebih dekat jika kita berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa ‘a>miyah. Maka tak heran jika orang-orang Arab yang
berpendidikanpun berbicara menggunakan ‘a>miyah ketika
berkomunikasi dengan sesamanya.
D. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif,
baik secara teoritis maupun praktis.
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khazanah pengetahuan dan kajian mengenai
bahasa Arab pada umumnya, dan ‘a>miyah khususnya. Dan
memberikan kontribusi terhadap wawasan kebahasaan bagi
perkembangan linguistik dan sosiolinguistik.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi bagi penelitian-penelitian sejenis yang akan dilakukan
oleh para peneliti berikutnya, serta menjadi bahan
pertimbangan untuk mengajarkan bahasa Arab agar para peserta
didik tidak hanya mendapatkan ilmu tentang kebahasaan,
melainkan juga kemahiran bahasa, khususnya kemahiran
mendengar dan berbicara. Dan juga sebagai tugas akhir untuk
mencapai gelar magister dalam pendidikan bahasa Arab.
E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian mengenai bahasa Arab ‘a>miyah atau dialek Arab, penulis
temukan dalam karya tulis sebagai berikut:
1) Shauqi D{ayf “Tah}ri>fa>t al- ‘A<miyah li al-Fus}h}a>: Fi> al-Qawa>'id wa al-Binya>t wa al-Huru>f wa al-Haraka>t” (1994).52
mengemukakan bahwasanya pergeseran antara bahasa Arab fus}h}a> dan a>miyah didasari oleh faktor-faktor tata bahasa yang
mencakup bentuk-bentuk kata dan sistem tanda, misalnya
kata كسب dalam kaidah tata bahasa yang resmi tidak . سع، فسد،
pernah dikenal hal seperti itu, melainkan yang sesuai dengan
kaidah yaitu ع، فسد، كسب .س
52Shauqi D}ayf “Tah}ri>fa>t al- 'A<miyah li al-Fus}h}a>: Fi> al-Qawa>'id wa al-Binya>t
wa al-Huru>f wa al-Haraka>t” (1994), 16.
22
2) Soha Abboud Haggar “Teaching Arabic Dialectology in European Universities: Why, What, and How” (2005). Dalam
artikel ini disebutkan bahwa untuk mempelajari bahasa Arab
‘āmiyah dialek tertentu, pelajar bahasa harus mengetahui
bahasa Arab klasik terlebih dahulu sebagai media untuk
mempercepat pemahaman mereka terhadap dialek tersebut. Di
samping itu juga pemerolehan kosakata merupaka sarat utama
dalam mempelajari bahasa asing.53 3) Ahmed Abdel Hady “Egyptian Arabic Phrasebook” yang
diterbitkan oleh Lexus pada tahun 2002, dan kemudian direvisi
pada tahun 2006. Buku ini membahas mengenai ungkapan-
ungkapan dengan menggunakan ‘a>miyah Mesir dalam kegiatan
sehari-hari ketika berada di pasar, bank, kantor pos, restoran,
hotel, dan sebagainya. Penerjemahan bulan, hari, dan tanggal
dalam dialek Mesir. Buku ini pula membahas mengenai
ajektiva, demonstrativa, dan numeralia. 4) Janet C. E. Watson “The Phonology and Morphology of Arabic”
yang diterbitkan oleh Oxford University Press pada tahun 2007.
Buku ini adalah studi komparatif bahasa Arab dialek Mesir dan
San’ani (Yaman). Penelitian ini hampir sama dengan buku
tersebut karena merupakan studi komparatif bahasa Arab dialek
Mesir, namun terdapat perbedaan dalam penelitian ini yaitu
studi komparatif antara Arab dialek Mesir dan Saudi, sedangkan
dalam penelitian tersebut mengkomparasikan Arab ‘a>miyah
dialek Mesir dan San'an (Yaman). 5) Ahmad Sayuti Anshari Nasution, “Bahasa Arab Dialek Mesir”
dan masih penulis yang sama, namun dengan judul “Bahasa Arab Dialek Saudi” yang diterbitkan oleh PT. Siwibakti Darma
pada tahun 2012. 6) Zeinab Ibrahim “Polysemi in Arabic Dialect” yang diterbitkan
oleh Brill University dalam artikel “Studies in Semitic
Languages and Linguistics” volume XLII pada tahun 2005.
Artikel ini mengupas tentang polisemi pada dialek Arab, seperti
Mesir, Iraq, Maroko, Yaman dan Tunisia. 7) Enam Al-Wer “Variability Reproduced: a Variationist View of
The {{{[D{]/ [D{] Opposition in Modern Arabic Dialects” yang
diterbitkan oleh Brill University dalam artikel “Studies in
53Soha Abboud Haggar, “Teaching Arabic Dialectology in European
Universities: Why, What, and How”, Studies in Semitic Language and Linguistics, Vol.
XLII (2005), 117-132.
23
Semitic Languages and Linguistics” volume XXXVIII pada
tahun 2004. Artikel ini menganalisis pelafalan konsonan [D{] dan
[D{] dalam dialek-dialek Arab. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
Penelitian ini bermaksud untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan
serta mengkomparasikan ragam fonologis yang terjadi dalam bahasa
Arab ‘a>miyah dialek Mesir dan Saudi, baik secara teoritis maupun
aplikatif sehingga penjelasannya akan lebih konkret dan memudahkan
pelajar untuk dapat lebih mengetahui bahasa ‘a>miyah. Dalam tulisan ini
akan mengkaji ragam fonologis dan morfologis yang terdapat pada
kedua dialek yang kemudian akan dikomparasikan dengan Arab fus}h}a> sehingga dengan mengetahui perbedaan-perbedaan tersebut, pelajar
Arab fus}h}a> akan dengan mudah mengetahui dan memahami Arab
‘a>miyah. Selain itu juga dalam penelitian ini akan disinggung mengenai
leksikon dan sintaksis sebagaimana yang diungkapkan Langacker
bahwa leksikon, morfologi, dan sintaksis merupakan satu kesatuan yang
utuh yang terdiri dari kumpulan struktur simbolik.54
Walaupun bahasa Arab ‘a>miyah ini tidak seperti Arab fus}h}a> yang
memiliki kaidah-kaidah baku dan tertulis, serta tersebar di seluruh dunia
yang mempelajari bahasa Arab, namun karena bahasa itu bersifat
konvensional, maka masyarakat bahasa yang tidak mematuhinya
dianggap telah melakukan kesalahan, walaupun kaidah-kaidah tersebut
tidak tertulis, namun tertanam dalam diri masyarakat bahasa. Dalam
tulisan ini juga akan dibicarakan mengenai wazan-wazan bahasa Arab
fus}h}a> (MSA) dalam kacamata bahasa Arab ‘a>miyah sehingga dengan
penguasaan bahasa Arab fus}h}a> yang cukup, maka setidaknya akan lebih
mudah memahami bahasa Arab ‘a>miyah. Hal ini sejalan berdasarkan
asumsi pemerolehan bahasa bahwa pemerolehan bahasa didapatkan
melalui kosakata dan fonologi yang dipelajari secara bersama.55
F. Metode Penelitian
Agar penelitian menjadi lebih terarah maka dikemukakan
mengenai metode penelitian. Dalam metode penelitian yang menjadi
pokok bahasan adalah jenis penelitian, sumber data penelitian,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis
data.
54Langacker dalam Heidi Byrnes, et al, Educating for Advanced Foerign
Language Capacities (Washington DC: Georgetown University Press, 2007), 17. 55Tesar, et al dalam Youssef A. Haddad, “Dialect and Standard in Second
Language Phonology: The Case of Arabic”, SKY Journal of Linguistics, No. 19 (2006):
147.
24
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian komparatif (comparative research). Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis ragam
dialek Saudi dan Mesir, selanjutnya akan penulis komparasikan
antara kedua bahasa tersebut. Penelitian ini merupakan studi kasus
ragam dialek Mesir (Kairo) dan Saudi (Jeddah/Mekah).
2. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian dalam tesis ini yaitu terdiri dari sumber
primer dan sekunder. Adapun sumber primer yaitu buku
“Colloquial Arabic of Egypt”, bahasa lisan yang diucapkan oleh
penutur asli Mesir, yang didokumentasikan dalam buku berikut file
listening karangan Jane Wightwick dan Mahmoud Gaafar, dan
sumber untuk ‘a>miyah Saudi adalah “Colloquial Arabic of The Gulf and Saudi Arabia” yang ditulis oleh Clive Holes, keduanya
diterbitkan oleh Routledge London dan New York tahun 2009
untuk Mesir, dan 2000 untuk Saudi, dan sumber lainnya yaitu lagu-
lagu Mesir, film dan native speaker agar hasil yang diperoleh lebih
akurat. Sedangkan sumber sekunder yaitu “Bunyi Bahasa” yang
ditulis oleh A. Sayuti Ans}a>ri Nasution, dan Ragy Ibrahim “Learn Arabic the Fast and Fun Way” yang diterbitkan oleh Barron’s pada
tahun 2009, dan “Egyptian Arabic” yang diterbitkan oleh Lexus
pada tahun 2006, dan buku-buku atau artikel yang berkaitan
dengan dialek.
3. Instrumen Penelitian
Manusia adalah instrument penelitian, maka dari itu
instrument utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Moch.
Ainin mengemukakan bahwa sebagai penelitian yang bersifat
kualitatif, instrument kunci dalam penelitian ini adalah human instrument, artinya bahwa penelitilah yang mengumpulkan data,
menyajikan data, mereduksi data, mengorganisir data, memaknai
data, dan menyimpulkan hasil penelitian.56
Penelitian dikhawatirkan ini akan menjadi subjektif karena
mengkaji dialek suatu daerah yang menggunakan bahasa Arab.
Namun karena objek penelitian ini adalah bahasa lisan yang telah
didokumentasikan dalam sebuah buku “Colloquial Arabic of
56Moch. Ainin, Metodologi Penelitian Bahasa Arab (Pasuruan: Hilal Pustaka,
2007), 177.
25
Egypt” berikut file listening untuk mengetahui bagaimana cara
pengungkapan kata atau kalimat dalam dialek tersebut tak
mengurangi sifat otonomnya, artinya bahwa karena objeknya
bukan manusia yang bisa berubah dan bahkan dapat memanipulasi
data, maka dapat dibuktikan keobjektifannya oleh para peneliti
lain.
4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data
primer dari bahasa Arab ‘a>miyah dialek Mesir yang
didokumentasikan dalam buku “Colloquial Arabic of Egypt”
berikut file listening (istima’) yang diterbitkan oleh Routledge
pada tahun 2009 dan “Colloquial Arabic of The Gulf and Saudi Arabia” yang ditulis oleh Clive Holes serta melalui lagu-lagu, film-
film, tulisan berupa karikatur dalam bahasa ‘a>miyah dan
wawancara dengan native speaker untuk mengetahui bagaimana
pengucapan suatu kata atau kalimat dalam bahasa Arab ‘a>miyah
dialek Mesir dan Saudi. Dan data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode komparatif.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memberikan gambaran yang jelas dan
terarah dalam kajian ini, penulis menyusun sistematika penulisan. Tesis
ini terdiri dari lima bab, dan masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab.
Masing-masing bab maupun sub bab memilikin keterkaitan dengan bab
maupun sub bab lainnya. Adapun sistematika penulisan ini adalah
sebagai berikut:
Bab satu, berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan
masalah, tujuan, signifikansi penelitian, kajian terdahulu yang relevan,
metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sumber data
penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan dan analisis data,
kemudian dilanjutkan dengan sistematika penulisan. Pembahasan dalam
bab ini dimaksudkan sebagai pengantar kepada pembahasan masalah
sehingga dengan adanya bab pendahuluan ini diharapkan akan
tergambar dengan jelas latar belakang dan langkah-langkah yang akan
diambil dalam penelitian ini.
Bab dua merupakan tinjauan teoritis mengenai dikursus bunyi-
bunyi bahasa Arab yang meliputi konsonan, vokal, semi vokal. Dan
fonem bahasa Arab, bahasa Arab ‘a>miyah dan macam-macamnya,
faktor-faktor terjadinya bahasa Arab menjadi berbagai macam dialek,
26
dan perdebatan mengenai eksistensi bahasa Arab ‘a>miyah yang
dianggap kebanyakan orang merupakan hal negatif, serta karakteristik
bahasa Arab ‘a>miyah Mesir dan Saudi.
Selanjutnya bab tiga. Pada bab tiga ini penulis akan
menganalisa dan menjelaskan mengenai silabel, tekanan, pengaruh
tekanan pada kedua dialek, variasi fonologis bahasa Arab ‘a>miyah dialek Mesir dan Saudi, intonasi, dan panjang pendek bunyi bahasa. Dan
penulis akan menganalisa dan mengkomparasikan ragam fonologis yang
terjadi dalam bahasa Arab ‘a>miyah antara dialek Saudi dengan Mesir
yang berbeda dengan bahasa Arab fus}h}a> (Modern Standard Arabic). Bab empat penulis akan membahas mengenai komparasi
morfologis bahasa Arab ‘a>miyah dialek Saudi dan Mesir, meliputi
Triliteral Verb (fi'il thulāthi), Non Triliteral Verb, Fi'il Ajwāf (hollow verb), Fi'il Mithal (first weak verb), Mu'tall a>khir (Final Weak verb), Geminate Verb (fi'il mud}a''af), Plural (jamak) dalam BADS dan BADM,
Afiksasi, Proses prosodi dan Akronim (naht). Bab terakhir yaitu bab lima merupakan penutup. Bab ini terdiri
dari dua sub bab yaitu sub bab pertama adalah kesimpulan yang
merupakan kesimpulan besar dari pembahasan tesis ini, dan merupakan
jawaban dari perumusan masalah yang terdapat dalam bab satu.
Sedangkan sub bab kedua yaitu berupa saran-saran atau rekomendasi.