Florensa 1006833716 - pkko.fik.ui.ac.idpkko.fik.ui.ac.id/files/florensa.pdf · berjumlah 28,8 Juta...
Transcript of Florensa 1006833716 - pkko.fik.ui.ac.idpkko.fik.ui.ac.id/files/florensa.pdf · berjumlah 28,8 Juta...
TEKNOLOGI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) PADA PENDERITA
DEMENSIA
Florensa
1006833716
ABSTRAK
Peningkatan angka harapan hidup akan membawa dampak baik yang positif maupun yang
bersifat negatif. Salah satu dampak yang negatif adalah meningkatnya masalah kesehatan
yang terjadi pada lansia akibat penurunan fungsi tubuh salah satunya adalah penurunan
fungsi kognitif atau demensia. Salah satu gejala pada demensia adalah perilaku berkelana
dimana perilaku ini bisa mengakibatkan penderita demensia tersesat. Dengan
perkembangan teknologi informasi maka saat ini telah dikembangkan alat yang berbasis
GPS (Global Positioning System) dimana teknologi tersebut ditanamkan pada alat yang
digunakan oleh penderita demensia sehingga peralatan tadi dapat mengirimkan sinyal dan
diolah oleh stasiun pusat data sehingga keberadaan penderita demensia dapat dilacak
keberadaannya.
Keyword : demensia, alat, GPS,
A. LATAR BELAKANG
Menurut Data Badan Pusat Statistik, Tahun 2020 jumlah lanjut usia di Indonesia
berjumlah 28,8 Juta atau 11,34% dari jumlah penduduk di Indonesia, ledakan ini
tentunya tidak dapat dipungkiri mengingat angka harapan hidup lansia semakin
meningkat, tahun 2010 jumlah lanjut usia telah mencapai 19 juta dengan usia harapan
hidup rata – rata 72 tahun bahkan ada yang mencapai 80 tahun, Data Pusdatin (2008)
menunjukkan Jumlah lansia saat ini sekitar 16,5 juta (www.rehos.depsos.go.id).
Meningkatnya harapan hidup maka akan meningkatkan dan menimbulkan masalah
kesehatan yang terjadi akibat penurunan fungsi tubuh. Menurut Kane dan Ouslander
ada 14 masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia, salah satu nya adalah
gangguan intelektual atau demensia.
Demensia merupakan sindrom yang ditandai dengan gejala klinis seperti gangguan
memori, gangguan penilaian, ketidakmampuan untuk belajar, tingkat stress yang tinggi
bahkan sensitivitas akut untuk membangun hubungan sosial (Hagen, Cahill, Begley,
& Faulkner, 2007) masalah yang dapat terjadi pada penderita demensia sangat
bervariasi termasuk hilangnya memori jangka pendek dan masalah orientasi baik yang
temporal maupun spasial (Williams, King, & Doughty, 2011). Salah satu karakteristik
utama dari demensia adalah penurunan kognitif (D.L. Algase, 1999). Masalah defisit
memori dan orientasi merupakan hal yang paling banyak dipelajari. Karena masalah
kognitif inilah yang membuat penderita demensia seringkali tersesat pada saat mereka
keluar rumah sendirian. Namun, sebagian besar tidak menyadari bahwa mereka
tersesat. Tiga puluh tujuh persen penderita demensia mengembangkan suatu perilaku
mengembara disuatu tempat dalam perkembangan penyakitnya (C.G. Ballard, R.N.C.
Mohan and C. Bannister,1991)
Mengembara digambarkan sebagai pergerakan tanpa tujuan. Berkelana memiliki
berbagai variasi diantaranya masuk kerumah orang lain, tersesat dijalan dan mencoba
meninggalkan rumah (C.K.Lai and D.G.Arthur, 2003). Dari 40% penderita yang
mengalami demensia mengembara dari rumah, ada sekitar sekitar 5 % yang mengalami
kejadian mengembara berulang (McShane & Skelt, 2009) lebih jauh dikatakan bahwa
kurang dari 1 % penderita demensia yang meninggal karena tersesat akibat
mengembara.
Akibat dari perilaku tadi jelas akan membuat keluarga menjadi cemas sehingga
seringkali yang dilakukan adalah melakukan pengekangan terhadap penderita tadi
seperti mengunci pintu dan jendela bahkan pada intervensi yang drastis yaitu dengan
penggunaan obat penenang (A.P Spira And B.A. Edelstein, 2005). Hal ini sangat
disayangkan karena berjalan merupakan salah satu bentuk latihan yang dapat
meningkatkan perasaan bebas dan sejahtera (Robinson et al, 2007) terutama pada
lansia.
Berdasarkan hal diatas maka dibutuhkan suatu teknologi informasi yang dapat
memberikan informasi terkait keberadaan penderita demensia sehingga hal ini dapat
mengurangi risiko yang terjadi akibat perilaku penderita demensia yang suka berkelana
sehingga tersesat bahkan yang akan membawa dampak yang lebih buruk lagi.
Teknologi nirkabel merupakan suatu teknologi elektronik berbasis wireless atau tanpa
kabel dimana teknologi ini dapat digunakan untuk komunikasi dan pengontrolan. Salah
satu teknologi nirkabel yang saat ini telah dikembangkan yang dapat untuk
mempermudah aktivitas seseorang salah satunya adalah penggunaan GPS (Global
Positioning System). GPS digunakan untuk menentukan posisi dipermukaan bumi
dengan bantuan sinkronisasi sinyal satelit. Sistem ini dikembangkan pertama kali oleh
Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang digunakan untuk keperluan perang dan
pertahanan.
GPS Tracker merupakan suatu teknologi yang digunakan untuk melacak posisi, baik
itu kendaraan, armada ataupun dalam keadaan real time. Teknologi GPS tracking ini
menggunakan kombinasi GSM dan GPS untuk menetukan koordinat sebuah obyek
yang kemudian diterjemahkan kedalam bentuk peta digital, sehingga penggunaan GPS
ini bermanfaat untuk menemukan suatu obyek atau tempat bahkan orang orang yang
kita cari.
B. TINJAUAN LITERATUR
GPS merupakan sistem pelacakan yang telah digunakan selama 10 tahun belakangan.
Saat ini teknologi tersebut dapat digunakan untuk membantu penderita demensia yang
sering tersesat akibat perilaku mengembara.
1. Perancangan sistem pelacakan
Sistem pelacakan terdiri dari beberapa beberapa alat pelacak yang dapat
ditanamkan pada alat yang biasa digunakan oleh penderita demensia tersebut. Alat
pelacak yang berbasis GPS dapat ditempelkan pada tongkat yang digunakan oleh
penderita, kursi roda atau bahkan pada gelang yang didisain khusus untuk
penderita demensia akan tetapi yang perlu diperhatikan bahwa alat tersebut adalah
dipakai oleh penderita tadi terutama pada malam hari dimana risiko tersesat
menjadi lebih besar (Williams, et al., 2011).
Selain itu sistem pelacakan alat lain yang diperlukan adalah alat deteksi portabel
yang digunakan oleh pihak operator lapangan atau tim pencari untuk mencari
objek dan sebuah stasiun penerima yang merupakan pusat pengendali dan monitor
obyek yang diamati.
Gambar 1. Diagram sistem pencarian berbasis GPS
(Dunk, Longman, & Newton, 2010)
Alat pelacak yang menempel pada alat yang digunakan oleh penderita tadi akan
menerima sinyal GPS dari satelit yang memungkinkan diperolehnya data tentang
posisi dimana penderita tadi berada yang berupa koordinat lintang dan bujur.
Kemudian alat pelacak tadi akan segera mengirimkan kembali informasi tentang
posisi ini ke stasiun penerima dan alat deteksi yang akan diolah dan ditampilkan
dalam bentuk titik diatas peta oleh stasiun penerima sehingga akan diketahui
dengan tepat dimana lokasinya.
Gambar 1. Tampilan obyek peta stasiun penerima
2. Keuntungan penggunaan GPS
Penggunaan teknologi canggih yang berbasis GPS memungkinkan untuk dapat
meningkatkan kulitas hidup terutama pada penderita demensia. Beberapa
keuntungan penggunaan alat yang berbasis GPS antara lain adalah :
a. Penderita demensia mempunyai kebebasan untuk keluar rumah (McShane &
Skelt, 2009)
b. Dapat meminimalkan risiko tersesat dan dampak dari tersesat
c. Meningkatkan kualitas hidup / kesehatan penderita dengan latihan (berjalan)
d. Keluarga atau tim kesehatan dapat memantau aktivitas penderita
e. Meningkatkan rasa aman pada keluarga karena penderita termonitor
f. Penggunaan alat mudah dan aman
g. Banyak pilihan alat yang berbasis GPS bisa digunakan sesuai selera
Berikut ini merupakan pengalaman pengalaman penderita dimensia dan
keluarga tentang penggunaan alat berbasis GPS:
3. Kekurangan pada GPS
Selain keuntungan dari penggunaan alat yang berbasis GPS ada beberapa
kekurangan yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kinerja dan manfaat
penggunaan alat tersebut, kekurangan tersebut antara lain adalah :
a. Sinyal GPS dapat mengalami gangguan sehingga data yang ditampilkan tidak
akurat, hal ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kondisi
atmosfer, gangguan pada elektronik itu sendiri, penghalang fisik seperti gedung
atau pohon yang tinggi yang dapat mengakibatkan sinyal mengalami distorsi
atau pemblokiran terhadap sinyal, redaman dari pakaian, tas, atau barang
lainnya, serta sensitivitas dan kecanggihan dari alat penerima sinyal GPS.
Tn. Dan Ny. S telah menggunakan alat berbasis GPS selama hampir
setahun dan sangat merasakan manfaatnya. Enam bulan sebelum
menggunakan alat berbasis GPS Ny. S sempat tersesat dan setelah
menggunakan alat tersebut Ny. S tidak pernah tersesat lagi dan Tn. S
merasa lebih tenang karena istrinya keluar dengan menggunakan alat
tersebut dan apabila tidak dapat menemukan istrinya maka ia akan
meminta bantuan polisi dengan informasi melalui GPS tadi. Alat tersebut
dapat meningkatkan kepercayaan diri Ny. S untuk berjalan
Gambar 3. Sebaran lokasi yang dilaporkan stasiun alatGPS dilokasi hutan.
Gambar 3 diatas memperlihatkan bahwa alat diletakkan disebuah rumah diarea
yang banyak pepohonan, kemudian data yang dihasilkan oleh stasiun pegirim
sinyal menjadi tidak akurat akibat banyaknya pohon yang ada disekitar rumah
tersebut dan data yang akurat baru dapat diberikan setelah beberapa jam
kemudian. Berdasarkan gambaran diatas dapat dilihat bahwa posisi yang
dilaporkan berada lebih dari 150 meter dari lokasi yang sebenarnya.
b. Pada alat yang berbasis GPS dan GSM apabila sinyal ponsel tidak ada untuk
semua jaringan maka alat tersebut tidak dapat digunakan
c. Apabila perangkat yang digunakan tidak mempunyai keterandalan dalam
memberikan informasi maka akan meningkatkan risiko terhadap keamanan
penderita demensia yang menggunakan alat tersebut.
d. Masa pakai baterai yang terbatas sehingga apabila si penggina lupa mengganti
batere maka alat tersebut tidak dapat digunakan.
C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Penggunaan alat berbasis GPS dapat memberikan dampak yang menguntungkan bagi
penderita demensia dimana dengan adanya alat tersebut penderita demensia dan
keluarga tidak perlu khawatir akan tersesat karena alat yang digunakan dapat
membantu menunjukkan lokasi penderita demensia dengan akurat. Walaupun ada
beberapa kekurangan yang ada pada teknologi ini akan tetapi penulis
merekomendasikan alat ini untuk dikembangkan dan dipergunakan oleh penderita
demensia sehingga kebebasan dan tingakat independensi penderita lansia dapat
dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA
A.P. Spira and B.A. Edelstein. (2005), Behavioral interventions for agitation in older adults
with dementia: an evaluative review, Cambridge Journals Online
C.K. Lai and D.G. Arthur. (2003), Wandering behaviour in people with dementia, J Adv
Nurs 44(2), 173–182.
C.G. Ballard, R.N.C. Mohan and C. Bannister. (1991) Wandering in dementia suffers, Int J
Geriatry Psychiatry 6, 611–614.
D.L. Algase, (1999). Wandering in dementia, Annu Rev Nurs Res 17 (1999), 185–217.
Dunk, B., Longman, B., & Newton, L. (2010). GPS technologies in managing the risks
associated with safer walking in people with dementia - a practical perspective.
Journal of Assistive Technologies, 4(3), 4-8.
F. Miskelly, A novel system of electronic tagging in patients, with dementia and
wandering, Age Ageing 33(3) (2004), 304–306.
Hagen, I., Cahill, S., Begley, E., & Faulkner, J. P. (2007). "It gives me a sense of
independence" - findings from Ireland on the use and usefulness of assistive
technology for people with dementia. Technology & Disability, 19(2-3), 133-142.
McShane, R., & Skelt, L. (2009). GPS tracking for people with dementia. Working with
Older People: Community Care Policy & Practice, 13(3), 34-37.
Robinson L, Hutchings D, Dickinson HO, Corner L, Beyer, F, Finch T, Hughes J, Vanoli
A, Ballard C & Bond J (2007) Effectiveness and acceptability of non-
pharmacological, interventions to reduce to reduce wandering in dementia.
International Journal of Geriatric Psychiatry 22 (1) 9–22.
Williams, G., King, P., & Doughty, K. (2011). Service delivery: Practical issues in the
selection and use of GPS tracking and location technologies to support vulnerable
people at risk of becoming lost or threatened. Journal of Assistive Technologies,
5(3), 146-151.
http://rehsos.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=731