Flavonoid Kita d5 (Daun Kumis Kucing)
-
Upload
rani-purwati -
Category
Documents
-
view
659 -
download
11
Transcript of Flavonoid Kita d5 (Daun Kumis Kucing)
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FITOKIMIA
EKSTRAKSI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DARI
SIMPLISIA TUMBUHAN
Kelompok : D-5
Anggota :
1. Mutiara Nur Fitria Lestari (2010210182 ) *
2. Ni Nyoman Rahayu (2010210190 )
3. Niken Pratiwi (2010210193 )
4. Nindya Proborini (2010210195 )
5. Rahayu Amelia (2010210219 )
6. Rani Purwati (2010210222 ) *
7. Raymond (2010210224 )
8. Rifaldi Agustian (2010210228 )
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2012
I. Tujuan
1. Memahami proses ekstraksi simplisia tumbuhan menggunakan pelarut yang
mempunyai tingkat kepolaran berbeda.
2. Mampu melakukan pemisahan senyawa dengan menggunakan kromatografi
kertas preparative.
3. Mengekstraksi atau mengisolasi dan mengindentifikasi senyawa flavonoid
dari Daun Beluntas.
II. Teori Singkat
A. Tinjauan Simplisia
1. Botani
a. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Tubiflorae
Suku : Labiatae
Marga : Orthosiphon
Jenis : Orthosiphon spicatus
b. Nama
1.) Sinonim : Orthosiphon aristatus (Bl.) Miq., O. grandiflorus Bold.,
O. grandiflorum et aristatum Bl., O. langifloru Ham., O. spiralis Merr., O.
stamineus Benth., Clerodendranthus spicatus (Thunb.) C.Y.Wu,
Trichostemma spiralis Lour.
2.) Nama umum/dagang : Daun Kumis Kucing
Nama Daerah
Sumatera : Kumis Kucing (Melayu)
Jawa : Kumis Ucing (Sunda), Remujung (Jawa
Tengah), Sesalaseyan, Soengot Koceng
(Madura)
Nama Asing : mao xu cao (C), Kattesnor (B), Balbas-pusa,
Kablig gubat (Tag.)
c. Deskripsi
Habitus : Semak, tahunan, tinggi 50-150 cm.
Batang : Berkayu, segiempat, beruas, bercabang, coklat
kehijauan.
Daun : Tunggal, bulat telur, panjang 7-10 cm, lebar 8-50 cm,
tepi bergerigi, ujung dan pangkal runcing, tippis, hijau.
Bunga : Majemuk, bentuk malay, di ujung ranting dan cabang,
kelopak berlekatan, ujung terbagi empat, hijau,
benang sari empat, kepala sari ungu, putik satu, putih,
mahkota bentuk bibir, putih.
Buah : Kotak, bulat telur, masih muda hijau setelah tua
coklat.
Biji : Kecil, masih muda hijau setelah tua hitam.
Akar : Tunggang, putih, kotor.
d.Uraian tumbuhan
Kumis kucing tumbuhan liar di sepanjang anak sungai dan selokan, atau
ditanam di pekarangan sebagai tumbuhan obat dan dapat ditemukan di
daerah dataran rendah sampai ketinggian 700m dpl.
Kumis kucing dapat diperbanyak dengan biji atau stek batang.
e.Identifikasi (pada serbuk daun)
i. Pada 2mg serbuk daun tambahkan 5 tetes sulfat P; terjadi warna
biru tua.
ii. Pada 2mg serbuk daun tambahkan 5 tetes asam klorida P; terjadi
warna hijau tua
iii. Pada 2mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan natrium
hidroksida P 5% b/v; terjadi warna coklat kekuningan.
iv. Pada 2mg serbuk daun tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi
warna coklat kekuningan.
v. Pada 2 mg serbuk daun tambnahkan 5 tetes besi(III) klorida LP;
terjadi warna biru tua
vi. Pijarkan 500 mg serbuk daun. Sisa pijar membentuk kristal dengan
pereaksi yang dibuat dengan mencampur volume sama larutan 1
dan larutan 2 sebagai berikut:
1. Larutkan 1 g tembaga(II) asetat P, 1,6 g timbal(II) asetat P dan
0,5 ml asam asetat glasial P dalam 5 ml air
2. Larutkan 2,5 g natrium nitrit P dalam 5 ml air.
vii. Mikrodestilasikan 40 mg serbuk daun pada suhu 240BC selama 90
detik menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada
titik pertama dari lempeng KLT sikila gel GF254P. Timbang 500mg
serbuk daun, campur dengan 5 ml metanol P dan panaskan diatas
tangas air selama 2 menit dinginkan. Saring, cuci endapan dengan
metanol P secukpnya sehingga diperoleh 5 ml filtrat. Pada titik
kedua dari lempeng KLT tutulkan 30 µl filtrat dan pada titik ketiga
tutulkan 10 µl zat warna 1 LP. Eluasi dengan dikloroetana P dengan
jarak rambat 15 cm, keringkan lempeng diudara selama 10 menit,
eluasi lagi dengan benzen P dengan arah eluasi dan jarak rambat
yang sama. Amati dengan sinar biasa dan dengan sinar ultraviolet
366nm. Semprot lempeng dengan anisaldehida-asam sulfat LP,
panaskan pada suhu 110B selama 10 menit
f.Sifat dan khasiat
Herba kumis kucing rasanya manis sedikit pahit, sifatnya sejuk.
Berkhasiat sebagai antiradang, peluruh kencing (diuretik), menghilangkan
panas dan lembab, serta menghancurkan batu saluran kencing.
g.Kandungan Kimia
Orthosiphon glikosida, zat samak, minyak atsiri,minyak lemak, saponin,
garam kalsium, mioinositol, dan sinensetin. Kalium berkhasiat diuretik dan
pelarut batu saluran kencing, sinensetin berkhasiat antibakteri.
mengandung minyak atsiri 0,02-0,06% terdiri dari 60 macam
sesquiterpens dan senyawa fenolik. 0,2% flavonoid lipofil dengan kandungan
utama sinensetin, eupatorin, skutellarein, tetrametil eter, salvigenin,
rhamnazin; glikosida flavonol, turunan asam kafeat (terutama asam
rosmarinat dan asam 2,3-dikaffeoil tartarat ), metilripariokromen A 6-(7,8-
dimetoksi-2,2-dimetil [2H,1-benzopiran]-il), saponin serta garam kalsium (3%)
dan myoinositol.4,9,13) Hasil ekstraksi daun dan bunga Orthosiphon
stamineus ditemukan metilripariokromen A atau 6-(7,8-dimetoksietanon).
h.Bagian yang digunakan
Bagian yang digunakan adalah herba, baik yang segar maupun yang
telah dikeringkan.
i. Indikasi
Herba kumis kucing digunakan untuk pengobatan :
-infeksi ginjal akut dan kronis,
-infeksi kandung kencing (sistitis),
-kencing batu,
-sembab karena timbunan cairan di jaringan (edema)
-kencing manis (diabetes mellitus),
-tekanan darah tinggi (hipertensi), dan
-rematik gout
j.Cara pemakaian
Rebus 30-60 gram herba kering atau 90-120 gram herba segar, lalu
minum air rebusannya. Herba kumis kucing yang kering ataupun yang segar
juga bisa diseduh, lalu diminum seperti teh.
k.Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian
1. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa pengaruh infus daun
tempuyung dan infus daun kumis kucing terhadap kelarutan kalsium
batu ginjal secara in vitro sebagai berikut
a) Kadar kalsium batu ginjal yang terlarut dalam infus daun
tempuyung dan infus daun kumis kucing dipengaruhi oleh kadar
kalium dalam cairan infus dan kemungkinan adanya senyawa lain
yang menambah kelarutan kalsium batu giinjal.
b) Pada kadar infus 0,5% ; 1% ; dan 2,5% kadar kalsium batu ginjal
yang terlarut dalam infus daun tempuyung lebih baik daripada infus
daun kumis kucing.
c) Pada kadar infus 5% ; 7,5% ; dan 10% kadar kalsium batu ginjal
yang terlarut dalam infus daun kumis kucing lebih baik daripada
infus daun tempuyung (Agus Tri Cahyono, FF UGM, 1990).
2. Pada uji toleransi glukosa oral, pengaruh infus kombinasi daun
sambiloto dan daun kumis kucing dibandingkan dengan infus kedua
tumbuhan secara tunggal terhadap perubahan kadar glukosa darah
kelinci diperoleh hasil sebagai berikut.
a. Pemberian infus daun kumis kucing 0,129 g/Kg BB tidak dapat
menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan kontrol.
b. Pemberian infus kombinasi (daun kumis kucing 0,129 g/Kg BB dan
daun sambiloto 0,3 g /Kg BB) mempunyai efek penurunan yang
lebih besar dibandingkan dengan infus daun sambiloto saja, bahkan
mempunyai efek yang sebanding dengan suspensi glibenklamid
(Minggawati, FF WIDMAN, 1990).
3. Berdasarkan perbandingan khasiat peluruh kencing (diuretik) infus daun
muda dan daun tua tanaman kumis kucing pada kelinci, diperoleh hasil
bahwa infus 20% daun muda yang paling efektif sebagai diuretik
(terutama pada menit ke 30), berlangsung selama 15 menit (sampai
menit ke 45). Selanjutnya tidak ada peningkatan. Kesimpulannya, daun
muda lebih efektif sebagai diuretik, awal kerja yang cepat, dan masa
kerja yang relatif singkat (Ninuk Kus Dasa Asiafri Harini, JB FMIPA
UNAIR, 1989).
4. Kadar sinensetin dalam daun kumis kucing yang tertinggi terdapat dalam
daun tua yang berbunga ungu (0,365%) sedangkan yang terkecil
berasal dari daun muda yang berbunga putih (0,095%). Tanaman kumis
kucing pada percobaan ini berasal dari K.P. Cibinong (Anggraeni,
Triantoro, BALITTRO, 1992).
5. Teori Singkat
1. Pendahuluan
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6
Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida.
Gugusan gula bersenyawa satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Gugus hidroksil
selalu terdapat pada karbon no.5 dan no. 7 pada cincin A. Pada cincin B
gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon no. 3 dan no.4
Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada
buah, tepung sari, dan akar.
Flavonoid adalah merupakan senyawa glikosida dan bila dihirolisis
terurai menjadi aglikon flavonoid dan gula. Flavonoid berupa senyawa yang larut
dalam air, dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air
setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa
fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia sehingga
mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid terdapat
dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid
tunggal dalam jaringan tumbuhan. Cara ekstraksi/isolasi dapat dilakukan dengan
metode :
Maserasi dan perkolasi ( tanpa pemanasan )
Soxhletasi yaitu ekstraksi secara sinambung.
2. Kegunaan
a. Bagi tumbuhan
Untuk menarik serangga, yang membantu proses penyerbukan.
Untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji
b. Bagi manusia
Dosis kecil, flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, hesperidin
mempengaruhi pembuluh darah kapiler
Flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan
pada lemak
c. Bagi bidang farmasi
Penggunaan tumbuhan berwarna merah untuk warna telah di ketahui
sajak lama, juga pemberian Flavonoid terhadap ternak yang dimaksudkan
untuk berbagai penyakit kronik seperti : kanker, aterosklerosis, penyakit
vaskuler dan influenza.
3. Sifat kelarutan flavonoid
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia
senyawa fenol yaitu bersifat agak asam, sehingga dapat larut dalam basa.
Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksik yang tidak tersulih, atau suatu
gula maka flavonoid merupakan senyawa polar. Karena itu flavonoid larut
dalam senyawa polar.
4. Cara identifikasi flavonoid
Larutan percobaan.
Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 ml sediaan
berbentuk cairan, denagn 10 ml metanol P, menggunakan alat pendingin
balik selama 10 menit. Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat,
encerkan filtrat dengan10 ml air. Setelah dingin tambahkan 5 ml eter minyak
tanah P, kocok hati-hati, diamkan. Ambil lapisan metanol, uapkan pada suhu
40B dibawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, saring.
Cara percobaan.
1) Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1
ml sampai 2 ml etanol (95%) P; tambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2
ml asam klorida 2N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 ml asam
klorida P, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna
intensif, ,emumjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).
2) Uapkan hingga kering 1 ml larutan pecobaan, sisa dilarutkan dalam 1
ml etanol (95%) P; tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P dan 10 ml
asam klorida P, jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah
ungu, menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron.
3) Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, basahkan sisa dengan
aseton P, tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk
halus asam oksalat P, panaskan hati-hati di atas tangas air dan hindari
pemanasan yang berlebihan. Campur sisa yang diperoleh dengan 10
ml eter P. Amati dengan sinar ultraviolet 366 nm; larutan
berfluoresensi kuning intensif, menunjukka adanya flavonoida
5. Kromatografi kertas terhadap flavonoid
Kromatografi kertas dilakukan untuk memisahkan pigmen flavonoid,
pertama kali dilakukan oleh Smith Bate pada tahun 1948. Bate dan Wistall
telah mengukur harga Rf untuk 36 Flavon pada 2 sistem pelarut. Casteel
dan Wender, telah meneliti dalam 7 sistem pelarut dan menetapkan bercak
flavon pada kertas kromatografi dengan pereaksi semprot.
Ada beberapa alasan untuk menggunakan kromatografi kertas pada
penyelidikan senyawa flavon dalam tanaman, yakni:
Warna dari kebanyakan senyawa ini pada sinar biasa cepat
dibedakan dari antosianin dan warna gelap pigmen auron dan
calkon.
Sinar ultraviolet dapat menunjukkan beberapa flavonoid lainnya.
Pada penyemprotan, flavonoid dapat berubah ke turunannya yang
berwarna tua atau berfluoresensi.
III. Alat dan Bahan
Alat :
1. Erlenmeyer
2. Corong
3. Kapas
4. Kertas saring
5. Rotari evaporator vakum
6. Gelas piala
7. Corong pisah
8. Hair dryer
9. Kertas whatman no.3
10.Chamber
Bahan :
1. Serbuk Simplisia Daun kumis kucing
2. Etanol 70 %
3. Aquadest
4. Petroleum eter
5. Etil asetat
6. N-butanol
7. Methanol
8. Asam asetat
IV.Cara kerja
1. Serbuk simplisia (daun kumis kucing) sebanyak 10 gram dimasukkan
kedalam Erlenmeyer (volume 250 ml pakai tutup), tambahkan 100 ml
etanol 70% pasang corong pada mulut erlenmeyer yang diberi kapas yang
telah dibasahi dengan air, panaskan diatas penangas air selama 30 menit,
sambil diaduk setiap 5 menit.
2. Setelah selesai pemanasan, dinginkan Erlenmeyer dengan bantuan air
mengalir saring dengan kapas, lalu saring lagi dengan kertas saring,
filtrate yang diperoleh diuapkan dengan vakum rotavapor sampai kental
(volume kira-kira 10 ml dan dituang kedalam cawan penguap, uapkan
diatas penangas air sampai etanolnya habis ).
3. Sisa ditambahkan air panas + 100 ml sambil diaduk-aduk (dalam gelas
piala) dan dituang kedalam corong pisah ditambahkan petroleum eter 25
ml, kocok (pengocokkan 3 x 25 ml), kumpulkan fase petroleum eter dan
dibuang.
4. Lapisan air (sisa) dikocok dengan etil asetat 3 x 25 ml, kumpulkan fase etil
asetat dan dibuang.
5. Lapisan air (sisa) diambil, ditempatkan dalam corong pisah lalu dikocok
dengan pelarut n-butanol 3 x 25 ml, kumpulkan fase n-butanol dan
diuapkan dengan rotary evaporator vakum ad sampai pelarut n-butanol
habis, sisa larutkan dengan 5 ml methanol, larutan methanol yang
diperoleh (mengandung senyawa glikosida flavonoid)
6. Larutan ekstrak methanol tersebut uapkan dengan hair dryer sampai
volumenya setengah bagian (2,5 ml)
7. Larutan ekstrak methanol yang diperoleh (mengandung glikosida
flavonoid) ditotolkan pada kertas Whatman no.3 berbentuk pita dengan
ketebalan maksimum 1 cm, elusi dengan jarak rambat 10 cm. Fase
gerak : BAA ( n-butanol : As. Asetat : air ) = 4 : 1 : 5 campur baik – baik
dalam corong pisah, diamkan sebentar dan dipakai fase atas.
8. Hasil kromatogram kertas berupa bentuk pita (1) digantung salah satu pita
tertentu, dan pita tersebut digunting kecil (pengguntingan pita
kromatogram kertas harus dalam keadaan kering), dilarutkan dalam
methanol 5 ml.
9. Larutan methanol tersebut 2 ml, lalu ditotolkan kembali pada kertas
qwhatman no.3 berbentuk pita seperti diatas, elusi dengan jarak rambat
10 cm. fase gerak II : As. Asetat 3%
10.Hasil kromatogram kertas bentiuk satu pita, digunting setelah kering pita
tersebut digunting kecil – kecil dan dilarutkan dalam methanol 5 ml-3 ml
ambil filtrate methanol dan akan digunakan pada pembuatan spectrum
UV/VIS.
V.Pembahasan
1. Pada pengocokkan dengan eter minyak bumi dilakukan 3 kali dengan
setiap pengocokan 25 ml. hal ini bertujuan untuk menghilangkan lemak-
lemak.
2. Setelah pengocokkan itu, lapisan yang diambil adalah bagian bawah dan
lapisan yang diatas dibuang. Karena Bj eter minyak bumi lebih kecil dari
air.
3. Lapisan yang diambil merupakan lapisan air. Hal ini dikarenaakn flavonoid
bersifat polar sehingga larut dalam air.
4. Sama halnya pada pengocokkan dengan etil asetat, yang diambil juga
lapisan bawah.
5. Pada pengocokkan dengan n-butanol yang dipakai adalah lapisan atasnya
yaitu lapisan n-butanol.
6. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin aromatik tersusun dari 15
atom karbon dengan inti dasar tersusun dalam konjugasi C6-C3-C6 (dua
inti aromatik terhubung dengan 3 atom karbon) (10, 11). Keberadaan
cincin aromatik menyebabkan pitanya terserap kuat pada daerah panjang
UV-vis.
7.
VI.Kesimpulan
VII. Daftar Pustaka
1) Departemen Kesehatan RI, Materia Medika Indonesia, Jilid III. 1979.
2) Departemen Kesehatan RI, Materia Medika Indonesia, Jilid IV. 1980.
3) Harbone, J.B.1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Bandung : Penerbit ITB.
4) Syamsuhidayat Sri Susati, Hutapea Johnry Ria, Inventaris Tanaman Obat
Indonesia (1), Departemen Kesehatan RI, 1991.
5) Dr. Setiawan Dalimartha. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta:
Trubus Agriwidya
6) Sirait, Midian. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung;
penerbit ITB
7) Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. 1998.
Jakarta, 15 November 2012
Mutiara Nur Fitria .L Rani Purwati