Fistum Download

download Fistum Download

of 41

Transcript of Fistum Download

PERANAN MYCORYZA Pupuk hayati (biofertilizer) adalah bahan penyubur tanah yang mengandung mikroorganisme atau sel hidup dalam keadaan dorman yang berfung-si untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara guna mendu-kung pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis mikroba yang umum digunakan antara lain mikroba penambat unsur nirogen, mikroorganisme pela-rut fosfat, dan mikrooganisme penghasil hormon tumbuh. Di samping itu ada jenis mikroba dari golongan jamur yang disebut mikoriza ditemukan sebagai sumber biofertilizer potensial yang dapat meningkatkan produktivitas budidaya tanaman. Biofertilizer atau pupuk hayati semacam ini bersifat ramah lingkungan dan dapat mempertahankan kualitas tanah secara berkelanjutan. Mikoriza mempunyai peran dalam mempercepat suksesi pada habitat yang terganggu secara ekstrem. Mikoriza yang menginfeksi akar tanaman berperan dalam perbaikan nutrisi tanaman dan meningkatkan pertumbuhan, karena hifa yang menginfeksi akar mempunyai kemampuan yang tinggi dalam meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara fosfat, nitrogen, sulfur, seng, dan unsur esensial lainnya. Dengan adanya mikoriza, laju penyerapan unsur hara oleh akar bertambah hampir empat kali lipat dibandingkan dengan perakaran normal, demikian juga luas penyerapan akar makin bertambah hingga 80 kali. Mikoriza berperan juga sebagai bio-protektor terhadap patogen tanaman, bio-remediator bagi tanah-tanah yang tercemar dan membantu pertumbuhan tanaman pada tanah yang tercemar. Jamur mikoriza merupakan asosiasi antara tanaman dan cendawan yang memiliki sifat dan peran yang unik bagi tanaman, manusia, dan lingkungan hidup. Asosiasi ini diketahui memiliki fungsi yang menguntungkan tanaman simbionnya. Manfaat Tanaman yang bermikoriza dapat menyerap pupuk fosfat lebih tinggi hingga 10-27 persen dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza, yaitu 0.4-13 persen. Penelitian terakhir pada beberapa tanaman pertanian bahkan dapat menghemat penggunaan pupuk nitrogen hingga 50 persen, pupuk fosfat sebesar 27 persen dan pupuk kalium mencapai 20 persen. Manfaat lainnya yaitu akar yang bermikoriza lebih tahan terhadap patogen akar karena lapisan mantel (jaringan hypa) menyelimuti akar sehingga melindungi akar. Di samping itu, beberapa mikoriza menghasilkan antibiotik yang dapat menyerang bakteri, virus, jamur yang bersifat patogen. Suatu penelitian lain menunjukkan bahwa penggunaan mikoriza dapat mengendalikan serangan nematoda bengkak akar Meloidogyne spp. pada tanaman tomat dengan jumlah takaran 2.00 gram. Jamur super ini berperan terutama dalam memperbaiki struktur tanah dengan menyelimuti

butir-butir tanah. Stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel polisakarida yang dihasilkannya. Karena bukan bahan kimia pupuk ini aman bagi lingkungan. ang paling luar biasa adalah pemupukan dengan mikoriza cukup sekali untuk seumur tanaman. Mikoriza merupakan mahluk hidup, maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman jamur ini terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman. Nuhamara, seorang peneliti di Jepang mengatakan, sedikitnya ada lima hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini, yaitu mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembapan yang ekstrem, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, serta menjamin terselenggaranya proses biogeokemis. Adanya mikoriza, resitensi akar terhadap gerakan air menurun, sehingga transfer air ke akar meningkat. Keberadaan mikoriza menyebabkan status P tanaman meningkat, sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula.

Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman bermikoriza lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak bermikoriza. Tetapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun. Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktivitas mikoriza.

Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang lebih ekonomis. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat. Aplikasi mikoriza akan membantu proses penyerapan air yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah, sehingga panjang musim tanam tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun.

Aplikasi Pupuk mikoriza umumnya berupa spora dan potongan akar yang terinfeksi jamur dan dicampur dengan zeolit sebagai media pembawa. Penggunaan mikoriza efektif digunakan pada saat tanaman masih di persemaian, di mana akarnya belum mengalami penebalan. Pada kondisi seperti ini peluang mikoriza akan lebih besar untuk menginfeksi akar tanaman. Pemberian mikoriza diberikan dengan cara menaburkannya pada lubang sebelum penanaman, menempelkan pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur

mikoriza pada tanah untuk pembibitan tanaman. Pada tanaman tebu misalnya, cara aplikasi pupuk mikoriza terbaik dengan cara dicampur dengan pupuk dasar. Takaran pupuk mikoriza yang diberikan adalah 8 ku/ha di tanah dengan P tersedia rendah atau hanya 4 ku/ha di tanah dengan P tersedia tinggi. Pemakaian pupuk mikoriza ternyata dapat mengurangi penggunaa pupuk SP-36 sebesar 25 - 50 %. Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji akan mendukung pula untuk perkecambahan spora mikoriza. Jamur mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim dan selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya ke dalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman. Suhu yang relatif tinggi dapat meningkatkan aktivitas mikoriza. Pada daerah tropika basah seperti Indonesia, hal ini menguntungkan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Pada umumnya infeksi oleh cendawan mikoriza meningkat dengan naiknya suhu. Suhu yang tinggi pada siang hari (35C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis mikoriza. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu di atas 40C. Jadi, suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktivitas mikoriza. Justru sebaliknya, suhu yang sangat tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang.PERAN DAN PROSPEK MIKORIZA* Oleh: Novriani ** dan Madjid*** (Bagian 3 dari 5 Tulisan) Keterangan: * Makalah Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia. ** Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2). Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia. ** Dosen Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2). Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia. (Bagian 3 dari 5 Tulisan)

III. PEMANFAATAN MIKORIZA Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa bermikoriza. Penyebab utama adalah

mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro. Selain daripada itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1997). Selain daripada membentuk hifa internal, mikoriza juga membentuk hifa ekternal. Pada hifa ekternal akan terbentuk spora, yang merupakan bagian penting bagi mikoriza yang berada diluar akar. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk menyerap fospor dalam tanah. Fospor yang telah diserap oleh hifa ekternal, akan segera dirubah manjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul. Senyawa polifosfat ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat organik yang kemudian dilepaskan ke sel tanaman inang. Adanya hifa ekternal ini penyerapan hara terutama posfor menjadi besar dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan serafan posfor juga disebabkan oleh makin meluasnya daerah penyerapan, dan kemampuan untuk mengeluarkan suatu enzim yang diserap oleh tanaman. Sebagai contoh dapat dilihat pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan juga kandungan posfor tanaman (Anas, 1997). Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan adanya simbiosis ini adalah: 1) miselium fungi meningkatkan area permukaan akuisisi hara tanah oleh tanaman, 2) meningkatkan toleransi terhadap kontaminasi logam, kekeringan, serta patogen akar, 3) memberikan akses bagi tanaman untuk dapat memanfaatkan hara yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman (Gentili & Jumpponen, 2006). Selanjutnya Sagin Junior dan Da Silva (2006) mengungkapkan bahwa adanya mikoriza berpengaruh terhadap: 1) adanya peningkatan absorpsi hara, sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai akar lebih cepat, 2) meningkatkan toleransi terhadap erosi, pemadatan, keasaman, salinitas, 3) melindungi dari herbisida, serta 4) memperbaiki agregasi partikel tanah. Cumming dan Ning (2003) mengemukakan bahwa simbiosis CMA berperan penting dalam resistansi tanaman terhadap Al. Pengaruh ini terutama terlihat pada peningkatan serapan hara yang diperlukan tanaman (P, Cu, dan Zn). Selain itu, CMA mereduksi akumulasi elemen lain seperti Al, Fe, dan Mn yang menjadi masalah pada tanah masam. Penelitian oleh Lee dan George (2001) menunjukkan bahwa hara P, Zn, dan Cu diserap dan ditransportasikan ke tanaman inang oleh hifa CMA dan sebaliknya unsur-unsur Cd dan Ni tidak ditransportasikan oleh hifa ke tanaman inang. Hal ini menunjukan bahwa kolonisasi CMA dapat melindungi tanaman dari pengaruh toksik unsur Cd dan Ni tersebut. Pada kedelei, infeksi CMA menstimulasi penyerapan Zn. Dengan adanya CMA, konsentrasi Zn pada daun lebih tinggi. Konsentrasi Cu lebih tinggi pada tanaman dengan CMA dibandingkan dengan tanaman tanpa CMA pada tahap awal pertumbuhan, tetapi menurun pada saat berbunga dan setelah itu

meningkat lagi (Raman dan Mahadevan, 2006). Hal ini sejalan dengan Pacovsky et al. (1986) yang mengemukakan bahwa adanya penurunan penyerapan Mn dan Fe sedangkan P, Zn dan Cu meningkat. Perbaikan pertumbuhan tanaman karena mikoriza bergantung pada jumlah fosfor yang tersedia di dalam tanah dan jenis tanamannya. Pengaruh yang mencolok dari mikoriza sering terjadi pada tanah yang kekurangan fosfor. Efisiensi pemupukan P sangat jelas meningkat dengan penggunaan mikoriza. Hasil penelitian Mosse (1981) menunjukkan bahwa tanpa pemupukan TSP produksi singkong pada tanaman yang tidak bermikoriza kurang dari 2 g, sedangkan ditambahkan TSP pada takaran setara dengan 400 kg P/ha, masih belum ada peningkatan hasil singkong pada perlakuan tanpa mikoriza. Hasil baru meningkat bila 800 kg P/ha ditambahkan. Pada tanaman yang diinfeksi mikoriza, penambahan TSP setara dengan 200 kg P/ha saja telah cukup meningkatkan hasil hampir 5 g, penambahan pupuk selanjutnya tidak begitu nyata meningkatkan hasil.

Manfaat lain pada tanaman yang diberi mikoriza adalah : 1. Peningkatan Ketahanan terhadap Kekeringan Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa cendawan mampu menyerap air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat (Anas, 1997). Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hipa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S. sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat. Kendala pokok pembudidayaan lahan kering ialah keterbatasan air, baik itu curah hujan maupun air aliran permukaan. Notohadinagoro (1997) mengatakan bahwa tingkat kekeringan pada lahan kering sampai batas tertentu dipengaruhi oleh daya tanah menyimpan air. Tingkat kekeringan berkurang atau lamanya waktu tanpa kekurangan air (water stress) bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air besar. Sebaliknya tingkat kekeringan meningkat, atau lamanya waktu dengan kekurangan air bertambah panjang apabila tanah mempunyai daya simpan air kecil. Lama waktu tanpa atau dengan sedikit kekurangan air menentukan masa musim pertumbuhan tanaman, berarti lama waktu pertanaman dapat dibudidayakan secara tadah hujan. Inokulasi mikoriza yang mempunyai hifa akan membantu proses penyerapan air yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah. Sehingga panjang musim tanam tanaman pada lahan kering diharapkan dapat

terjadi sepanjang tahun. Sejumlah percobaan telah membuktikan hubungan saling menguntungkan, yaitu adanya cendawan mikoriza sangat meningkatkan efisiensi penyerapan mineral dari tanah. Cendawan MVA mempunyai hubungan mutualistik dengan tanaman inang, dengan jalan memobilisasi fosfor dan hara mineral lain dalam tanah, kemudian menukarkan hara ini dengan karbon inang dalam bentuk fotosintat.

2. Lebih Tahan terhadap Serangan Patogen Akar Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Imas et al (1993) menyatakan bahwa struktur mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya patogen akar. Terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar terhambat. Tambahan lagi mikoriza menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen. Dilain pihak, cendawan mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen (Anas,1997). Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen. 2. Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok untuk patogen. 3. Cendawan mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen. 4. Akar tanaman yang sudah diinfeksi cendawan mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh cendawan patogen yang menunjukkan adanya kompetisi. Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat (Killham, 1994). Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Khan (1993) menyatakan bahwa VAM dapat terjadi secara alami pada tanaman pioner di lahan buangan limbah industri, tailing tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar unsur toksik. Mikoriza juga bisa memberikan kekebalan bagi tumbuhan inang. Mikoriza ini menjadi pelindung fisik yang kuat, sehingga perakaran sulit ditembus penyakit (patogen), sebab jamur ini mampu membuat bahan antibotik untuk melawan penyakit. Mikoriza sangat mengurangi perkembangan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytopthora cenamoni. Demikian pula mikoriza telah dilaporkan dapat mengurangi serangan nematode. Jika terhadap jasad renik berguna, CMA memberikan sumbangan yang menguntungkan, sebaliknya terhadap jasad renik penyebab penyakit CMA justru berperan sebagai pengendali hayati yang aktif terutama terhadap serangan patogen akar (Huang et al., 1993). Interaksi sebenarnya antara CMA, patogen akar, dan inang cukup kompleks dan kemampuan CMA dalam melindungi tanaman terhadap

serangan patogen tergantung spesies, atau strain cendawan CMA dan tanaman yang terserang (Mosse, 1981). Namun demikian tidak selamanya mikoriza memberikan pengaruh yang menguntungkan dari segi patogen. Pada tanaman tertentu, adanya mikoriza menarik perhatian zoospora Phytopthora, sehingga tanaman menjadi lebih peka terhadap penyakit busuk akar.

3. Produksi Hormon dan zat Pengatur Tumbuh Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa cendawan mikoriza dapat menghasilkan hormon seperti, sitokinin dan giberalin. Zat pengatur tumbuh seperti vitamin juga pernah dilaporkan sebagai hasil metabolisme cendawan mikoriza (Anas, 1997). Cendawan mikoriza bisa membentuk hormon seperti auxin, citokinin, dan giberalin, yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan tanaman.

4. Manfaat Tambahan dari Mikoriza Penggunaan inokulum yang tepat dapat menggantikan sebagian kebutuhan pupuk. Sebagai contoh mikoriza dapat menggantikan kira-kira 50% kebutuhan fosfor, 40% kebutuhan nitrogen, dan 25% kebutuhan kalium untuk tanaman lamtoro (De la cruz, 1981 dalam Husin dan Marlis, 2000). Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan kelapang lebih baik dari yang tanpa mikoriza (Anas, 1997). Mikoriza berpegaruh juga dari segi fisik, yaitu dengan adanya hifa eksternal mikoriza banyak mengandung logam berat, dan daerah tambang memberikan harapan tersendiri untuk digunakan pada proyek rehabilitasi/reklamasi daerah bekas tambang. Bahkan ada mikoriza yang menginfeksi tanaman yang tumbuh di dalam air. Hasil penelitian sementara staf Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB menunjukkan bahwa dari akar padi sawah juga dapat diinokulasi mikoriza tertentu. Bila ini benar, maka tidak mustahil mikoriza akan memegang peranan sangat penting dalam pengembangan pertanian di Indonesia (Anas, 1997).

5. Perbaikan Struktur Tanah. Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Cendawan mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh

jaringan hifa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa cendawan VAM mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat.. Menurut Hakim, et al (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benangbenang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002). Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002). Konsentrasi glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya. Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya jaringan hifa sehingga sekresi yang dihasilkan sangat sedikit. Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa cendawan VAM pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa cendawan mikoriza bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi juga bagi tanah. Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifatsifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah. Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Pada lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air. Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan

bahan organik akan memburukkan struktur tanah, lebih-lebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah.

6. Meningkatkan Serapan Hara P Hal sangat penting, yaitu Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998) dan pada tanaman gandum (Singh dan Kapoor, 1999). Adanya interaksi sinergis antara VAM dan bakteri penambat N2 dilaporkan oleh Azcon dan Al-Atrash (1997) bahwa pembentukan bintil akar meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan Glomus moseae. Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman kedelai juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum.cendawan mikoriza ini memiliki enzim pospatase yang mampu menghidrolisis senyawa phytat (my-inosital 1,2,3,4,5,6 hexakisphospat). Phytat adalah senyawa phospat komplek, phytat tertimbun didalam tanah hingga 20%-50% dari total phospat organik, merupakan pengikat kuat (chelator) bagi kation seperti Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Seng (Zn++), Besi (Fe++), dan protein. Phytat di dalam tanah merupakan sumber phosphat, dengan bantuan enzim phospatase phytat dapat dihidrolisis menjadi myoinosital, phosphor bebas dan mineral, sehingga ketersediaan phosphor dan mineral dalam tanah dapat terpenuhi. Dengan demikian cendawan mikoriza terlibat dalam siklus dan dapat memanen unsur P. Di beberapa negara terungkap bahwa beberapa jenis tanaman memberikan respon positif terhadap inokulasi cendawan mikoriza (MVA). Tanaman bermikoriza dapat menyerap P, dalam jumlah beberapa kali lebih besar dibanding tanaman tanpa mikoriza, khususnya pada tanah yang miskin P. Disamping itu tanaman yang terinfeksi MVA ternyata daya tahan tanaman dan laju fotosintesis lebih tinggi dibanding tanaman tanpa MVA, meskipun konsentrasi P pada daun rendah (kekurangan). Dengan adanya hifa (benang-benang yang bergerak luas penyebarannya), maka tanaman menjadi lebih tahan kekeringan. Hifa cendawan ini memiliki kemampuan istimewa, disaat akar tanaman sudah kesulitan menyerap air, hifa jamur masih mampu meyerap air dari pori-pori tanah. Secara alami mikoriza terdapat secara luas, mulai dari daerah artik tundra sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan tropis, yang melibatkan lebih dari 80% tumbuhan yang ada (Subiksa, 2002). Perkembangan kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman inang, setelah didahului dengan proses infeksi akar. Prihastuti et al., (2006) menyatakan bahwa lahan kering masam di Lampung Tengah banyak mengandung mikoriza vesikular-arbuskular, yang diindikasikan dengan tingginya tingkat infeksi akar, yaitu mencapai 70,5090,33%. Lahan kering masam merupakan lahan yang kurang produktif, namun sangat luas ketersediaannya dan berpotensi untuk dikembangkan (Sudaryono, 2006). Lahan kering masam merupakan lahan yang perlu diupayakan kesuburannya untuk digunakan sebagai areal tanam komoditi pangan.

Mikoriza mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan mikroba tanah lainnya (Keltjen, 1997). Semakin banyak tingkat infeksi akar yang terjadi, memungkinkan jaringan hifa eksternal yang dibentuk semakin panjang dan menjadikan akar mampu menyerap fosfat lebih cepat dan lebih banyak (Stribley, 1987). Mikoriza mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan produktivitas tanaman di lahan marginal maupun dalam menjaga keseimbangan lingkungan (Aher, 2004). Dengan demikian inokulasi mikoriza diharapkan dapat membantu dalam merehabilitasi lahan kritis, yang sampai saat ini belum ada usaha pelestarian lahan kritis secara maksimal. Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Nuhamara (1994) mengatakan bahwa sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu : 1. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah 2. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar. 3. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim 4. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin. 6. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis. Dalam kaitan dengan pertumbuhan tanaman, Plencette et al dalam Munyanziza et al (1997) mengusulkan suatu formula yang dikenal dengan istilah "relatif field mycorrhizal depedency" (RFMD) : RFMD = [ (BK. tanaman bermikoriza - BK. tanaman tanpa mikoriza) / BK. Tanaman tanpa mikoriza ] x 100 % Namun demikian, respon tanaman tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan cendawan, tapi juga oleh kondisi tanah dimana percobaan dilakukan. Efektivitas mikoriza dipengaruhi oleh faktor lingkungan tanah yang meliputi faktor abiotik (konsentrasi hara, pH, kadar air, temperatur, pengolahan tanah dan penggunaan pupuk/pestisida) dan faktor biotik (interaksi mikrobial, spesies cendawan, tanaman inang, tipe perakaran tanaman inang, dan kompetisi antar cendawan mikoriza). Adanya kolonisasi mikoriza dengan respon tanaman yang rendah atau tidak ada sama sekali menunjukkan bahwa cendawan mikoriza lebih bersifat parasit (Solaiman dan Hirata, 1995).

7. Peranan Mikoriza Pada Perbaikan Lahan Kritis 7.1. Lahan yang ditumbuhi tanaman Alang-Alang Padang alang-alang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau besar lainnya. Lahan alang-alang pada umumnya adalah tanah mineral masam, miskin hara dan bahan organik, kejenuhan Al tinggi. Disamping itu padang alang-alang juga memiliki sifat fisik yang kurang baik sehingga kurang menguntungkan kalau diusahakan untuk lahan pertanian. Alang-alang dikenal sebagai tanaman yang sangat toleran terhadap kondisi yang sangat ekstrim. Diketahui bahwa alang-alang berasosiasi dengan berbagai cendawan mikoriza arbuscular seperti Glomus sp., Acaulospora dan Gigaspora (Widada dan Kabirun ,1997). Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas bagi cendawan mikoriza tersebut, tapi merupakan masalah besar bagi tanaman/tumbuhan. Dengan demikian cendawan mikoriza ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan. Kabirun dan Widada (1994) menunjukkan bahwa inokulasi MVA mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan hara dan hasil kedelai pada tanah Podsolik dan Latosol. Pada tanah Podsolik serapan hara meningkat dari 0,18 mg P/tanaman menjadi 2,15 mg P/tanaman., sedangkan hasil kedelai meningkat dari 0,02 g biji/tanaman menjadi 5,13 g biji/tanaman. Pada tanah Latosol serapan hara meningkat dari 0,13 mg P/tanaman menjadi 2,66 mg P/tanaman, dan hasil kedelai meningkat dari 2,84 g biji/tanaman menjadi 5,98 g biji/tanaman. Penelitian pemupukan tanaman padi menggunakan perunut 32P pada Ultisols menunjukkan bahwa serapan hara total maupun yang berasal dari pupuk meningkat nyata pada tanaman yang diinokulasikan dengan cendawan VAM (Ali et al, 1997). Disamping untuk tanaman pangan, penghutanan kembali lahan alang-alang juga sangat diperlukan untuk memperbaiki kondisi hidrologi di wilayah tersebut dan daerah hilirnya. Kegagalan program reboisasi yang dilakukan di lahan alang-alang dapat diatasi dengan menginokulasikan mikoriza pada bibit tanaman penghijauan. Bibit yang sudah bermikorisa akan mampu bertahan dari kondisi yang ekstrim dan berkompetisi dengan alang-alang. Penelitian Ba et al (1999) yang dilakukan pada tanah kahat hara menunjukkan bahwa inokulasi ektomikoriza pada bibit tanaman Afzelia africana dapat meningkatkan pertumbuhan bibit dan serapan hara oleh tanaman hutan tersebut (Tabel 1 ). Pentingnya mikoriza didukung oleh penemuan bahwa tanaman asli yang berhasil hidup dan berkembang 81% adalah bermikoriza. Pada lahan alang-alang yang sistem hidrologinya telah rusak, persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat, infiltrasi air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tapi cadangan air bawah permukaan tetap sangat terbatas. Pengalaman menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan salah satu sebab kegagalan program transmigrasi lahan kering. Petani transmigran kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan tanaman (khususnya tanaman pangan) sering gagal panen karena stres air. Tanaman yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stres air yang hebat. Hal ini

disebabkan karena jaringan hipa eksternal akan memperluas permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga serapan air untuk kebutuhan tanaman inang meningkat. Morte et al (2000) menunjukkan bahwa tanaman Helianthenum almeriens yang diinokulasi dengan Terfesia claveryi mampu berkembang menyamai tanaman pada kadar air normal yang ditandai berat kering tanaman, net fotosintesis, serta serapan hara NPK. Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman narra (Pterocarpus indicus) (Castillo dan Cruz, 1996) dan pepaya (Cruz et al, 2000) bermikoriza memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kekeringan dibandingkan tanaman tanpa mikoriza yang ditandai dengan kandungan air dalam jaringan dan transpirasi yang lebih besar, meningkatnya tekanan osmotik, terhidar dari plasmolisis, meningkatnya kandungan pati dan kandungan proline (total dan daun) yang lebih rendah selama stress air. 7.2 Lahan dengan Salinitas Tinggi Tanah yang memiliki salinitas sedang sampai tinggi banyak ditemukan di daerah yang beriklim kering dimana curah hujan jauh lebih rendah dari laju evapotranspirasi sehingga terjadi akumulasi garam mudah larut di dekat permukaan tanah. Salinitas tinggi juga dapat ditemukan di daerah-daerah pantai dimana air pasang laut secara periodik akan menggenangi lahan tersebut. Di daerah tertentu dimana air tawar susah didapat, kadang-kadang terpaksa menggunakan air bersalinitas tinggi sebagai air irigasi. Dalam kondisi salinitas tinggi, jarang ada tanaman yang dapat tumbuh dengan baik, karena keracunan NaCl atau potensial osmotik yang rendah dalam sel dibandingkan dengan larutan tanah. Dengan demikian maka perlu dicari tanaman yang toleran terhadap salinitas atau memodifikasi lingkungan sehingga tanaman mampu bertahan dibawah kondisi demikian. Cendawan VAM seperti Glomus spp mampu hidup dan berkembang dibawah kondisi salinitas yang tinggi dan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kehilangan hasil karena salinitas (Lozano et al, 2000). Mekanisme perlindungannya belum diketahui dengan pasti, tapi diduga disebabkan karena meningkatnya serapan hara immobil seperti P, Zn dan Cu (Al-Kariki, 2000). Lebih lanjut Al-Kariki (2000) mendapatkan bahwa tanaman tomat yang diinokulasi dengan mikoriza pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan tanpa mikoriza. Konsentrasi P dan K rata-rata lebih tinggi sedangkan konsentrasi Na rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza. Hal ini berarti bahwa cendawan VAM dapat sebagai filter bagi unsur hara tertentu yang tidak dikehendaki oleh tanaman. Peneliti lain, Lozano et al (2000) membandingkan efektivitas Glomus deserticola dengan Glomus sp lainnya yang merupakan cendawan autochthonous lahan salin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Glomus deserticola lebih efektif dari Glomus sp.

3. Bioremediasi Tanah Tercemar Pencemaran lingkungan tanah belakangan ini mendapat perhatian yang cukup besar, karena globalisasi perdagangan menerapkan peraturan ekolabel yang ketat. Sumber pencemar tanah umumnya adalah logam berat dan senyawa aromatik beracun yang dihasilkan melalui kegiatan pertambangan dan industri. Senyawa-senyawa ini umumnya bersifat mutagenik dan karsinogenik yang sangat berbahaya

bagi kesehatan (Joner dan Leyval, 2001). Bioremidiasi tanah tercemar logam berat sudah banyak dilakukan dengan menggunakan bakteri pereduksi logam berat sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa cendawan memiliki kontribusi yang lebih besar dari bakteri, dan kontribusinya makin meningkat dengan meningkatnya kadar logam berat (Fleibach, et al, 1994). Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa ekstramatrik dan "extrahyphae slime" ( Galli et al, 1994 dan Tam, 1995 dalam Aggangan et al, 1997) sehingga mengurangi serapannya ke dalam tanaman inang. Namun demikian, tidak semua mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal. Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman hutan khususnya perkembangan dan pertumbuhan bibit tanaman hutan (Khan, 1993). Hal semacam ini sangat sering terjadi disekitar areal pertambangan (tailing dan sekitarnya). Kontaminasi tanah dengan logam berat akan meningkatkan kematian bibit dan menggagalkan prgram reboisasi. Penelitian Aggangan et al (1997) pada tegakan Eucalyptus menunjukkan bahwa Ni lebih berbahaya dari Cr. Gejala keracunan Ni tampak pada konsentrasi 80 umol/l pada tanah yang tidak dinokulasi dengan mikoriza sedangkan tanah yang diinokulasi dengan Pisolithus sp., gejala keracunan terjadi pada konsentrasi 160 umol/l. Isolat Pisolithus yang diambil dari residu pertambangan Ni jauh lebih tahan terhadap kadar Ni yang tinggi dibandingkan dengan Pisolithus yang diambil dari tegakan eucaliptus yang tidak tercemar logam berat. Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh limbah industri (polutan organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis. Oliveira et al, (2001) menunjukkan bahwa P. australis dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan secara gradual dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik. Penelitian Joner dan Leyval (2001) menunjukkan bahwa perlakuan mikoriza pada tanah yang tercemar oleh polysiklik aromatic hydrocarbon (PAH) dari limbah industri berpengaruh terhadap pertumbuhan clover, tapi tidak terhadap pertumbuhan reygrass. Dengan mikoriza laju penurunan hasil clover karena PAH dapat ditekan. Tapi bila penambahan mikoriza dibarengi dengan penambahan surfaktan, zat yang melarutkan PAH, maka laju penurunan hasil clover meningkat. Tanaman yang tumbuh pada limbah pertambangan batubara diteliti Rani et al (1991) menunjukkan bahwa dari 18 spesies tanaman setempat yang diteliti, 12 diantaranya bermikoriza. Tanaman yang berkembang dengan baik di lahan limbah batubara tersebut, ditemukan adanya "oil droplets" dalam vesikel akar mikoriza. Hal ini menunjukkan bahwa ada mekanisme filtrasi, sehingga bahan beracun tersebut tidak sampai diserap oleh tanaman.

Hasil Penelitian-Penelitian dalam Pemanfaatan Mikoriza Dari penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon tanaman jagung terhadap inokulasi jamur Mikoriza Vesikular Arbuskular (Gigaspora margarita) dan sludge cair di tanah Andisol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi Gigaspora margarita memberikan hasil yang terbaik terhadap hampir semua parameter meningkatkan kandungan P dalam jaringan tanaman, efisiensi penyerapan P, mempercepat umur berbunga tanaman jagung, meningkatkan N tanah setelah percobaan, dan meningkatkan hasil tanaman jagung (Bintoro M et al., 2000). Menurut Wachjar et al (2002), dari hasil percobaan yang dilakukan bahwa pemberian CMA berpengaruh terhadap jumlah daun, bobot kering dan serapan P pada tajuk bibit kelapa sawit, tetapi tidak terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada umur 20 MST. Penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Tropika (2007), tentang pengembangan tanaman manggis dalam skala luas masih terkendala pada lambatnya laju tumbuh tanaman, baik pada fase bibit maupun setelah tanam di lapang. Lambatnya laju pertumbuhan tersebut akibat kurang baiknya sistem perakaran. Tanaman manggis memiliki sistem perakaran lateral yang relatif sedikit dan miskin akan bulu-buku akar, mengakibatkan penyerapan hara dan air dari dalam tanah sangat terbatas. Penggunaan CMA sebagai alat biologis dalam bidang pertanian dapat memperbaiki pertumbuhan, produktivitas, dan kualitas tanaman tanpa menurunkan kualitas ekosistem tanah. Hasil dari penggunaan CMA untuk pembibitan manggis di Sawahlunto, dapat memacu pertumbuhan bibit manggis sekitar 50% lebih cepat dibandingkan dengan tidak diinokulasi CMA. Inokulasi CMA pada tanaman dilakukan dengan cara meletakkannya ke bidang perakaran. Inokulum tersebut merupakan media pengadaan spora (biasanya pasir atau zeolit) yang mengandung spora CMA dan potonganpotongan akar tanaman inang. Cara ini mempunyai kelemahan di antaranya bobotnya cukup berat sehingga kurang praktis, sulit dan cukup mahal transportasinya. Untuk itu para peneliti mengemas spora CMA ke dalam bentuk yang lebih prakits dan sederhana dengan dosis spora yang diketahui secara pasti agar mudah diaplikasikan. Spora CMA dikemas ke dalam kapsul dengan menggunakan Carier (bahan pencampur) yang tebaik dari tanah hitam. Spora CMA yang dikemas dalam kapsul ini mempunyai daya simpan cukup lama, karena dalam waktu 18 bulan masih cukup infektif dan efektif dalam memacu pertumbuhan bibit manggis. Cara aplikasi kapsul ini juga sangat mudah yaitu dengan membuat lubang dengan sebilah bambu sebesar pensil di sebelah kiri atau kanan bibit manggis sedalam 4-5 cm, selanjutnya kapsul bermikoriza tersebut dimasukkan ke dalam lubang dan lubang ditutup kembali dengan tanah. Percobaan untuk mengetahui serapan P dan pertumbuhan tanaman tembakau Deli dengan inokulasi berbagai jenis mikoriza vesikular arbuskular dan pemberian pupuk kandang ayam pada tanah Inceptisol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat koleksi IPB dengan pemberian pupuk kandang ayam ternyata memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap serapan P, derajat infeksi akar dan pertumbuhan

tanaman tembakau Deli dibandingkan dengan inokulasi berbagai jenis mikoriza vesikular arbuskular yang lain (Simangunsong S.S, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Husnal et al (2007), tentang peranan mikoriza pada tanaman jati, misalnya jati bukti keunggulannya dengan menggunakan pupuk hayati mikoriza. Hanya dalam usia kurang dari lima tahun, diameter batang tanaman jati bermikoriza di lahan penelitiannya seluas satu hektare, telah mencapai sekitar 10 sentimeter. Ukuran ini sama dengan tanaman jati berumur 12 tahun yang dibudidayakan tanpa menggunakan mikoriza. Indikasi tersebut membuat usia tebang tanaman jati muna maupun spesies jati lainnya dapat lebih singkat dari 40-60 tahun menjadi 15-20 tahun dengan garis tengah 30 sentimeter. "Untuk apa menanam jati super yang belum teruji kualitasnya. Selain itu, jati super bukan spesies khas Sulawesi Tenggara," ujar Husna yang menentang pengembangan jati super dalam upaya melindungi spesies genetik jati muna. Dengan teknologi mikoriza, berharap jati muna yang telah dikenal berkualitas tinggi itu dapat dikembangkan sebagai tanaman massal seperti tanaman komoditas perkebunan. Tujuannya, selain untuk meningkatkan pendapatan rakyat juga sekaligus melestarikan serta meningkatkan populasi kayu jati muna sebagai ciri khas daerah Sulawesi Tenggara. Untuk mewujudkan harapannya, ia mengelola persemaian jati seluas dua hektare yang menghasilkan bibit jati muna bermikoriza. Bibit tersebut disalurkan kepada warga yang berminat mengembangkan tanaman jati muna. Penelitian lain tentang varietas tebu menggunakan Ps 58 dan pupuk mikoriza digunakan Biofer 2000-N. Lokasi penelitian ditetapkan pada tanah Alfisol, dengan kadar P tersedia "rendah" ; 8,72 ppm dan tanah Inceptisol, dengan kadar P tersedia "sangat tinggi" ; 69,5 ppm. Pupuk mikoriza mampu meningkatkan kadar P nira, sebesar 38,84 % - 71,65 %. Peningkatan kadar P nira, diikuti dengan peningkatan rendemen tebu sebesar 4,76 % -21,15 %. Pupuk mikoriza mampu meningkatkan produktivitas gula (hablur) sebesar 13,66 % - 67,90 %. Kenaikan produktivitas hablur di tanah dengan P tersedia "rendah" lebih tinggi sebesar 27,80 % - 40,11 % dibanding di tanah dengan P tersedia "sangat tinggi". Cara aplikasi pupuk mikoriza terbaik dengan cara dicampur dengan pupuk dasar. Aras takaran pupuk mikoriza adalah 8 ku/ha di tanah dengan P tersedia rendah dan 4 ku/ha di tanah dengan P tersedia tinggi. Pemakaian pupuk mikoriza dapat mengurangi aras takaran pupuk SP-36 sebesar 25 50 % (Adinurani et al., 2008). Aplikasi pupuk hayati cendawan mikoriza arbuskula pada budidaya tanaman ubi kayu sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman. Penerapan teknologi produksi inokulum cendawan mikoriza arbuskula secara langsung di lapangan (on farm production) akan sangat banyak membantu, mengingat beberapa kendala apabila inokulum tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan teknologi ini beberapa keuntungan yang diperoleh diantaranya ialah dapat segera langsung diaplikasikan tanpa tranportasi yang cukup jauh dan dapat diperoleh inokulum dalam jumlah yang banyak yaitu sekitar 4 ton per 25 m 2 lahan produksi inokulum.

Alur Pembuatan

Metoda atau cara produksi inokulum mikoriza dan aplikasi secara langsung di lahan atau on farm production adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Lahan Diperlukan bedengan berukuran 25 m 2 untuk menghasilkan 4 000 kg inokulum berupa campuran tanah, spora dan akar terinfeksi. Sebaiknya dipilih lahan yang kurang subur yang dekat dengan areal penanaman. 2. Sterilisasi Lahan Pada lahan di atas disebarkan 50-60 g dazomet granular per m2, diaduk merata, lalu disiram air untuk melarutkan butiran dazomet dan ditutup plastik. Perlakukan berikutnya adalah pencangkulan, selain untuk meratakan hasil, juga untuk menguapkan sisa fumigasi.Lima hari kemudian, bedeng tersebut dapat digunakan. 3. Inokulasi Pada tiap lubang yang dibuat, diberikan starter inokulumdari jenis cendawan mikoriza yang akan dikembang biakkan. Tanaman inang dapat berupa jagung, sorgum atau pueraria. Untuk menjamin terjadinya infeksi pada media pengecambahan dapat diberi inokulum sebagai perlakuan pra-inokulasi sebelum ditanam di bedeng perbanyakan. 4. Multiplikasi Perawatan tanaman perlu dilakukan selama pertumbuhan tanaman di lahan atau bedeng pembiakan. Setelah tanaman inang keluar bunga (jantan atau betina) sebaiknya digunting agar tanaman dapat merangsang terbentuknya spora cendawan mikoriza di lahan tersebut. 5. Panen Inokulum Setelah tanaman inang mengering, tanah bedeng tersebut sudah dapat digunakan sebagai inokulum. Pengambilan tanah sebagai inokulum dilakukan hingga kedalaman sebatas lapisan olah yang telah dilakukan sebelumnya (20-30 cm).

6. Pemakaian hasil Hasil panen dapat langsung diaplikasikan pada tanaman ubi kayu dengan dosis 200 g per tanaman. Stek ubi kayu ditanamkan pada lubang tersebut tepat diatas permukaan inokulum yang diberikan.

Manfaat 1. Mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia yang harganya relatif mahal 2. Aplikasi inokulum cukup dilakukan satu kali untuk beberpa musim tanam. 3. Memberikan respon yang positif pada tanaman (Balai Penelitian Ilmu dan Teknologi, 2008).

APLIKASI MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR DALAM PROGRAM REBOISASI Perhatian utama pada cendawan mikoriza vesikular arbuskular, karena peranannya sebagai simbion perakaran dari hampir semua jenis tanaman, dan kesuksesannya sebagai jaringan penyerap nutrisi utama dari beragam tanaman, termasuk yang digunakan dalam program reboisasi di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan program ini, telah diberikan Asosiasi Mycorrhizal Indonesia, yang memberikan informasi dan berbagai teknik untuk para ilmuwan Indonesia yang meneliti dan bekerja dengan objek jamur ini secara kelompok di IPB. Proyek reboisasi juga mendukung pengadaan koleksi germ plasm dari spesies asli jamur mikoriza arbuskular di IPB, yang akhirnya dikembangkan secara komersil. Dalam teknik pemberian mikoriza, dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: (1) menggunakan tanah yang sudah mengandung mikoriza (2) menggunakan akar yang mengandung mikoriza (3) menggunakan miselia cendawan, dan (4) menggunakan spora mikoriza yang sudah dikemas dalam bentuk kapsul. Inokulum (bahan yang mengandung mikoriza) diberikan bersama pada waktu persemaian. Pada lahan yang sudah pernah diinokulasi dengan inokulum mikoriza, untuk penanaman berikutnya tidak perlu diinokulasi lagi, karena masih dapat bertahan untuk periode selanjutnya. Banyak ahli dari berbagai negara mencoba menumbuhkan (menginokulasikan) mikoriza secara buatan. Di IPB, ahli mikoriza telah membuatnya dalam bentuk tablet dan sudah diujicobakan pada tanah di daerah Lampung, Kalimantan, dan di kebun percobaan kampus Dermaga. Percobaan diterapkan pada bibit-bibit tanaman industri, dan hasilnya tanaman yang diberi pil tablet mikoriza pada akarnya, dapat tumbuh dua sampai tiga kali lebih cepat. Tablet ini dibuat dari cendawan, dengan cara diambil dari mikoriza yang dibentuknya, kemudian dimurnikan dari jamur-jamur lain yang berada disekelilingnya. Setelah teruji kemurniannya, jamur ini ditumbuhkan pada media buatan dari tanah dan bahan-bahan organik untuk dijadikan bahan baku pil. Untuk membuat tablet, biomassa jamur yang terdiri dari benang-benang miselia itu, ditumbuk halus bersama media tumbuhnya. Selanjutnya bubuk yang mengandung bibit jamur itu dicetak menjadi batang-batang silinder panjang dengan diameter 0,7 sentimeter. Untuk melindungi dari kontaminasi cendawan jenis lain, racikan bubuk itu dimasukan kedalam kapsul. Pil mikoriza ini hanya cocok untuk bibit tanaman. Aturan pakainya sederhana, satu tablet untuk satu bibit. Setelah itu pil dipecah-pecah, dicampurkan dengan tanah yang dipakai untuk menumbuhkan bibit tanaman. Setelah diberikan pada bibit tanaman, cendawan akan tumbuh dan menempel pada akar tanaman. Miselianya dapat menutup permukaan akar dan tumbuh mengikuti perkembangan akar, lebih mudah menangkap air tanah dan zat-zat hara, dengan demikian tanaman tumbuh lebih bongsor. Pengaruh yang jelas terlihat karena adanya mikoriza adalah tanaman pinus. Benang-benang miselia yang menempel pada akar pinus, mampu menambah daya serap akar terhadap hara fosfor (P), sampai 230%, Kalium (K) bertambah 86%, dan Nitrogen (N) 75%. Dengan adanya hal tersebut dapat meningkatkan

efisiensi pemupukan. Kehadiran mikoriza ternyata membuat tanaman tidak sensitif, karena tanah asam yang disebabkan mikoriza justru menyukai tanah-tanah asam. Dengan demikian, penggunaan jasa mikoriza ini dapat mengatasi kesulitan penghutanan kembali pada tanah asam. Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengembangan ilmu-ilmu pertanian khususnya pemanfaatan VA mikoriza untuk memacu pertumbuhan dan pengendalian serangan nematoda bengkak akar Meloidogyne spp pada tanaman tomat. Penggunaan VA mikoriza merupakan salah satu alternatif untuk pengendalian hama dan penyakit secara biologi yang aman terhadap lingkungan Jumlah takaran VA mikoriza yang digunakan yaitu 0,50; 1,00; 1,50 dan 2,00 gram. Biakan VA mikoriza diinfeksikan pada tanaman tomat yang berumur 14 hari. Sebagai pembanding, ditanan tomat yang tanpa inokulasi VA mikoriza . Pada hari ke 29 tanaman tomat diberi suspensi nematoda Meloidogyne spp sebanyak 1 ml per tanaman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan VA mikorisa dapat mengendalikan serangan nematoda Meloidogyne spp pada juml;ah takaran 1,00; 1.500 dan 2.00 gram. Sedangkan hasil yang paling baik dan efektif terjadi pada penggunaan VA mikoriza 2,00 gram (Hardiatmi S.J.M, 2008) TITIK LAYU PERMANEN

Fungsi Hutan Hutan dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang amat besar bagi kehidupan manusia antara lain peredaman terhadap banjir, erosi dan sedimentasi serta pengendalian daur hidrologis. 1. Fungsi hutan dalam pengendalian daur hidrologis dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses : Evapotranspirasi Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi. b. Menambah uap air diatmosfir c. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi. d. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat : Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan. e. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan karakteristik fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan dinamika bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah. Fungsi kawasan hutan sebagai pengendali daur hidrologi dapat dilihat dari dua sudut pandangan yaitu menyediakan air dengan konsep panen air (water harvesting) dan dengan konsep penghasilan air (water yield). Jumlah air yang dapat dipanen tergantung pada jumlah aliran permukaan (run off) yang dapat digunakan, sedang jumlah air yang dapat dihasilkan

bergantung pada debit air tanah. Kedua tujuan tersebut memerlukan perlakuan yang berbeda. 2. Evapotranspirasi. Beberapa faktor yang berperanan terhadap besarnya evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau sering disebut kelengasan tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya evapotranspirasiEvapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air. 3. Fungsi ketiga adalah kemampuan mengendalikan tingginya lengas tanah hutan. Tanah mempunyai kemampuan untuk menyimpan air (lengas tanah), karena memiliki rongga-rongga yang dapat diisi dengan udara/cairan atau bersifat porous. Bagian lengas tanah yang tidak dapat dipindahkan dari tanah oleh cara-cara alami yaitu dengan osmosis, gravitasi atau kapasitas simpanan permanen suatu tanah diukur dengan kandungan air tanahnya pada titik layu permanen yaitu pada kandungan air tanah terendah dimana tanaman dapat mengekstrak air dari ruang pori tanah terhadap gaya gravitasinya. Titik layu ini sama bagi semua tanaman pada tanah tertentu (Seyhan, 1977). Pada tingkat kelembaban titik layu ini tanaman tidak mampu lagi menyerap air dari dalam tanah. Jumlah air yang tertampung di daerah perakaran merupakan faktor penting untuk menentukan nilai penting tanah pertanian maupun kehutanan. 4. Fungsi ke empat adalah dalam pengendalian aliran (hasil air). Kebanyakan persoalan distribusi sumberdaya air selalu berhubungan dengan dimensi ruang dan waktu. Akhir-akhir ini kita lebih sering dihadapkan pada suatu keadaan berlebihan air pada musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Sampai saat ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari dalam kawasan hutan yang baik tetap mengalir pada musim kemarau. Dari gambaran diatas, nampak jelas bahwa fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan melalui kemampuannya sebagai regulator air memiliki nilai arti yang sangat penting dalam mendukung hajat hidup masyarakat disekitar hutan. Namun fungsi tersebut sangat dibatasi oleh beberapa faktor antara lain : a. Sifat pertumbuhannya yang dinamik yang tergantung kepada waktu dan musim. b. Nilai fungsi juga ditentukan oleh struktur hutan, luas, komposisi jenis, keadaan pertumbuhan serta letak. c. Nilai fungsi untuk suatu keadaan ekosistem hutan tertentu juga dibatasi oleh iklim, keadaan geologi, geomorfologi dan karakteristik tanah. Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2104022-fungsi-utama-hutandalam-upaya/#ixzz1dT6J8RL6

BUDIDAYA TOMAT

Skip to content Skip to main navigation Skip to 1st column Skip to 2nd column Beranda Organisasi o Sejarah o Visi dan Misi o Struktur Organisasi o Sekretariat o Bidang Kerjasama dan Informasi Teknologi o Bidang Ketenagaan Penyuluhan o Bidang Kelembagaan Penyuluhan o Bidang Penyelenggaraan Penyuluhan Regulasi Hukum Galeri Kontak Kami

Berita Terkini

Inseminasi Buatan Pada Ayam Inseminasi Buatan Pada Itik Silase Ramuan Herbal Penghasil Ayam Organik Pupuk Organik

Beranda Hortikultura Budidaya Tomat Budidaya TomatI. 1.1. PENGENALAN UMUM Sejarah Penyebaran Tomat Kata tomat berasal dari bahasa Aztek, salah satu suku Indian, yaitu xitomate atau xitotomate. Tanaman tomat berasal dari negara Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke seluruh Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropik, sebagai gulma. Penyebaran tanaman tomat ini dilakukan oleh burung yang makan buah tomat dan kotorannya tersebar kemana-mana. Penyebaran tomat ke Eropa dan Asia dilakukan oleh orang Spanyol. Tomat ditanam di Indonesia sesudah kedatangan orang Belanda. Dengan demikian, tanaman tomat sudah tersebar ke seluruh dunia, baik di daerah tropik maupun subtropik.

1.2.

Klasifikasi Tanaman Tanaman tomat termasuk tanaman semusim. Adapun klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut : Divisi Sub Kelas Ordo Divisi : : : : Spermatophyta Angiospermae Dicotyledonae Solanales

Famili Genus Species : : Lycopersicon (Lycopersicum) Lycopersicon esculentum Mill.

:

Solanaceae

Dari sekian banyak varietas tomat yang ada, yang banyak ditanam petani adalah tomat varietas Ratna, Berlian, Precious 206, Intan, serta varietas Artaloka.

1.3.

Manfaat Tanaman Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat juga mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna makanan, sampai kepada bahan kosmetik dan obat-obatan.

II. 2.1.

SYARAT PERTUMBUHAN Iklim a. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 750 - 1.250 mm/tahun. Keadaan ini berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi tanaman, terutama di daerah yang tidak terdapat irigasi teknis. Curah hujan yang tinggi (banyak hujan) juga dapat menghambat persarian. b. Kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non parasit. Sinar matahari berintensitas tinggi akan menghasilkan vitamin C dan karoten (provitamin A) yang lebih tinggi. Penyerapan unsur hara yang maksimal oleh tanaman tomat akan dicapai apabila pencahayaan selama 12-14 jam/hari, sedangkan intensitas cahaya yang dikehendaki adalah 0,25 mj/m2 per jam. c. Suhu udara rata-rata harian yang optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah suhu siang hari 18-29 derajat C dan pada malam hari 10-20 derajat C. d. Kelembaban relatif yang tinggi, yaitu sekitar 25%, akan merangsang pertumbuhan untuk tanaman tomat yang masih muda karena asimilasi CO2 menjadi lebih baik melalui stomata yang membuka lebih banyak. Tetapi, kelembaban relatif yang tinggi juga merangsang mikroorganisme pengganggu tanaman.

2.2.

Media Tanam a. Tanaman tomat dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai tanah pasir sampai tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik serta unsur hara, dan mudah merembeskan air. Selain itu, akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan oksigen, oleh karena itu air tidak boleh tergenang. b. c. Tanah dengan derajat keasaman (pH) berkisar 5,5-7,0 sangat cocok untuk budidaya tomat. Dalam pembudidayaan tanaman tomat, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul.

2.3.

Ketinggian Tempat Tanaman tomat dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, tergantung varietasnya. Tanaman tomat yang sesuai untuk ditanam di dataran tinggi misalnya varietas Mutiara dan varietas Kada. Sedangkan varietas yang sesuai ditanam di dataran rendah misalnya varietas Intan, varietas Ratna, varietas LV, dan varietas CLN. Selain itu, ada varietas tanaman tomat yang cocok ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi antara lain varietas tomat GH 2, varietas tomat GH 4, varietas Berlian, dan varietas Mutiara.

III. 3.1.

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA Pembibitan

3.1.1. Persyaratan Benih Kriteria-kriteria teknis untuk seleksi benih tanaman tomat adalah: a. b. c. d. Pilih biji yang utuh, tidak cacat atau luka, karena biji yang cacat biasanya sulit tumbuh. Pilih biji yang sehat, artinya biji tidak menunjukkan adanya serangan hama atau penyakit. Benih atau biji bersih dari kotoran. Pilih benih atau biji yang tidak keriput.

3.1.2. Teknik Penyemaian Benih Berdasarkan tempat persemaiannya, penyemaian benaih tomat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Persemaian di Bedengan

Olah lahan yang akan digunakan sebagai bedengan agar gembur dengan cara dicangkul sedalam 30 cm. Lebar bedengan 110-120 cm dan tinggi sekitar 30 cm. Bedengan dibuat secara membujur dari Utara ke Selatan.

Tambahkan pupuk kandang halus yang telah matang ke dalam lahan bedengan, aduk secara merata. Untuk ukuran bedengan 1 x 2 m, pupuk kandang yang diberikan sebanyak 10-20 kg. Perbandingan antara tanah dan pupuk kandang yang biasa digunakan adalah 1 : 3 atau 1 : 4.

Keringanginkan terlebih dahulu bedengan yang akan digunakan sebagai tempat persemaian selama 4-5 hari. Selain itu, bersihkan bedengan dari gulma yang tumbuh. Buat naungan di atas bedengan guna menghindari cahaya matahari yang terlalu terik dan air hujan. Naungan dibuat tidak permanen, sehingga mudah dibuka ketika bibit membutuhkan cahaya matahari dalam jumlah banyak. Naungan bisa dibuat dari daun pakis, daun kelapa, atau plastik. Naungan di pasang miring dengan tinggi sebelah Timur sekitar 100 cm dan sebelah Barat sekitar 75 cm.

Airi bedengan sehari sebelum persemaian agar basah. Sebar benih tomat ke dalam bedengan secara merata, kemudian tutup benih dengan tanah tipis-tipis. Buka naungan saat kecambah mulai tumbuh, sekitar 4-10 hari setelah tanam. Pembukaan naungan sebaiknya dilakukan pada pagi hari (pukul 06.00 - 10.00) dan pada sore hari (pukul 15.00-17.00). Pada kedua waktu tersebut, pengaruh sinar matahari dan temperature tidak terlalu tinggi. Pada kondisi hujan, sebaiknya naungan dibiarkan tertutup.

2.

Persemaian di Kotak Semai Kotak semai terbuat dari kayu dengan panjang 50-60 cm, lebar 30-40 cm, dan tinggi 25-30 cm. Selain kayu, kotak juga bisa terbuat dari plastik atau semen dengan ukuran yang sama. Dasar kotak tersebut harus dilubangi dengan diameter lubang 0,5 cm. Isi kotak semai dengan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang setinggi 12 cm. Perbandingan komposisi antara tanah dan pupuk kandang adalah 1 : 1 atau 1 : 2. Media semai tersebut kemudian dipadatkan sedikit demi sedikit. Basahi media semai sehari sebelum tanam. Benih ditanam dengan jarak antar baris 5 cm dan kedalaman 0,5 - 1 cm, kemudian ditutup tanah halus. Bibit yang tumbuh setelah 7-10 hari dapat dipindahkan ke dalam polybag/bumbunan untuk disemaikan hingga mencapai ukuran tertentu.

3.1.3.

Penyapihan Sebelum ditanam di lahan permanen, bibit yang telah berumur 2 minggu atau telah mempunyai 2-3 helai

daun sebaiknya dipindahkan ke tempat penyapihan terlebih dahulu. Penyapihan berperan penting dalam proses adaptasi bibit. Peluang bibit dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dapat terlihat dari penyapihan. Wadah yang digunakan untuk penyapihan dapat berupa bumbunan yang terbuat dari daun pisang atau polybag berukuran 5 cm x

8 cm. Tahapan penyapihan yaitu : Isi bumbunan dengan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang halus, dengan perbandingan 1 : 1. Pilih bibit yang akan disapih dari tempat persemaian untuk dipindahkan ke kantong plastik atau bumbunan. Lubangi media dalam bumbunan dengan jari sedalam kurang lebih 1 cm. Tanam bibit, lalu timbun kembali dengan tanah, serta sedikit ditekan. Letakkan bibit dalam bumbunan di tempat yang teduh. Siram bibit dengan air secukupnya setiap pagi dan sore hari. Penyapihan berlangsung selama 14-21 hari atau setelah bibit memiliki tinggi 15 cm dan berdaun 4 atau 5 helai.

3.2.

Pemindahan Bibit Bibit tomat dapat dipindahkan ke kebun setelah berumur 30-35 hari di persemaian. Bibit yang dipilih

sebaiknya yang berpenampilan menarik dan baik, yaitu penampakannya segar dan daun-daunnya tidak rusak. Pilihlah bibit yang kuat, yaitu tegak pertumbuhannya, dan pilihlah bibit yang sehat, artinya bibit tidak terserang hama dan penyakit.

Waktu yang baik untuk menanam bibit tomat di kebun adalah pagi atau sore hari. Pada saat itu keadaan cuaca tidak panas sehingga mencegah kelayuan pada tanaman.

Ketika memindah bibit di kebun, hendaknya memperhatikan cara-cara yang baik dan benar. Pemindahan bibit yang ceroboh dapat merusak perakaran tanaman, sehingga pada saat bibit telah ditanam maka akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan, bahkan mati. Ada beberapa cara pemindahan bibit dari persemaian, yaitu : a. Sistem cabut, yaitu bibit yang telah tumbuh di persemaian dan cukup umur dicabut dengan hati-hati. Namun sebelum dilakukan pencabutan, bedeng persemaian harus dibasahi dengan air untuk memudahkan pencabutan dan tidak merusak akar. b. Sistem putaran, yaitu bibit diambil beserta tanahnya. Namun sebelum bibit diambil, tanah dibasahi dengan air terlebih dahulu. Kedua cara tersebut terutama ditujukan untuk pembibitan yang secara langsung dilakukan pada bedeng tanah persemaian, sedangkan untuk bibit yang disemaikan dalam bumbunan atau polybag cara pemindahannya adalah : basahi bumbunan/polybag terlebih dahulu, kemudian keluarkan bibit dari bumbunan/polibag beserta

tanahnya dengan menyobek bumbunan/kantong polybag.

3.3.

Pengolahan Media Tanam

3.3.1. Persiapan Pengolahan tanah untuk penanaman bibit di kebun produksi harus memperhitungkan waktu, antara lain lamanya bibit di persemaian hingga dapat dipindah untuk ditanam ke kebun dengan lamanya proses pengolahan tanah sampai siap tanam. Lamanya waktu pembibitan sekitar 30-35 hari, sedangkan lamanya pengolahan tanah yang intensif sampai siap tanam adalah 21 hari. Oleh karena itu, agar tepat waktu penanamannya di kebun, jadwal pengolahan tanahnya sebaiknya dilakukan 1-2 minggu setelah benih disemaikan.

3.3.2. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah yang intensif pada dasarnya melalui 3 tahap, yaitu : a. Tahap pertama adalah membalik agregat tanah sehingga tanah yang berada pada lapisan dalam dapat terangkat ke permukaan. Pengolah tanah tahap ini sebaiknya dilakukan dengan bajak yang ditarik oleh tenaga hewan atau dengan menggunakan traktor. Tanah diolah dengan kedalaman 25 cm-30 cm. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 1 minggu agar bongkahan-bongkahan tanah hasil pembajakan cukup terkena angin, terkena cahaya matahari, dan supaya terjadi proses oksidasi (pemasaman) zat-zat beracun dari dalam tanah, seperti asam sulfida yang sangat membahayakan kehidupan tanaman. b. Tahap kedua, tanah digemburkan dengan cara dicangkul tipis-tipis sehingga diperoleh struktur tanah yang gembur atau remah, sekaligus untuk meratakannya. Selanjutnya, tanah hasil pengolahan tahap ini dibiarkan selama 1 minggu. c. Tahap ketiga, dilakukan pemupukan dasar dengan pupuk kandang yang matang sebanyak 15-20 ton/ha. Pemberian pupuk kandang yang belum matang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, bahkan dapat mematikan tanaman karena akar tanaman tidak kuat menahan panas. Pada tahap ini, tanah yang telah ditaburi pupuk kandang dicangkul kembali tipis-tipis dan diratakan. 3.3.3. Pembentukan Bedengan Setelah pengolahan tanah selesai dilakukan, selanjutnya dibuat bedeng-bedeng membujur ke arah Timur Barat agar penyebaran cahaya matahari dapat merata ke seluruh tanaman. Disamping pembuatan bedeng, juga dibuat parit-parit atau selokan untuk irigasi. Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 1-1,2 m, panjang disesuaikan dengan keadaan lahannya dan tinggi bedeng 30 cm. Jika penanaman tomat dilakukan pada musim penghujan, bedengan dapat dibuat lebih tinggi yaitu 40-45 cm. Sedangkan ukuran parit dibuat lebar 20-30 cm dan

kedalamannya 30 cm. Dengan demikian jarak antar bedeng adalah 20-30 cm. Kemudian pada sekeliling petak-petak bedengan dibuat saluran pembuangan air dengan ukuran lebar 50 cm, dan kedalamannya 50 cm. 3.3.4. Pengapuran Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengolahan lahan atau penyiapan lahan adalah pengapuran pada tanahtanah yang terlalu asam dan tidak sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman. Pengapuran ini diberikan bersamaan dengan saat pengolahan tanah, sebab pada umumnya akar tanaman tidak kuat terhadap pengapuran secara langsung, tanaman dapat menderita gangguan pertumbuhan bahkan dapat mati. Kapur yang dapat digunakan adalah kapur tohor, kapur karbonat, atau kapur tembok. Pengapuran, selain menaikkan nilai pH tanah juga dapat memperbaiki struktur tanah, mendorong aktivitas mikroorganisme tanah dalam membantu proses penguraian bahan organik tanah dan menurunkan zat yang bersifat racun tanpa menghilangkan zat-zat penting yang lain. Dosis pengapuran harus memperhatikan nilai pH tanah setempat.

3.3.5. Pemupukan Sebelum bibit tomat ditanam, lahan harus diberi pupuk dasar. Pemupukan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: a. Kompos atau pupuk kandang yang telah matang dan SP36 ditabur secara merata ke seluruh bedengan. Selanjutnya, tanah dicangkul sampai homogen agar kompos atau pupuk kandang dan SP36 tercampur merata dengan tanah. b. Pada jarak yang telah ditentukan dibuat lubang sedalam + 15 cm dan bergaris tengah + 20 cm. Lubang-lubang tersebut kemudian diberi pupuk kandang atau kompos sebanyak 0,5 kg (satu genggam besar). Lubang ditimbun tanah, kemudian diaduk-aduk sehingga kompos atau pupuk kandang dan tanah tercampur rata. 3.3.6. Pemberian Mulsa Dewasa ini, penggunaan plastik hitam-perak sebagai mulsa (penutup tanah) telah banyak dipergunakan oleh para petani. Penggunaan plastik hitam-perak sebagai mulsa lebih praktis dibandingkan dengan penggunaan sisa-sisa tanaman yang telah mati, misalnya jerami padi. 3.4. Teknik Penanaman

3.4.1. Penentuan Pola Tanam Tomat dapat ditanam dengan 2 macam jarak tanam, yaitu dengan sistem dirempel dan sistem bebas.

a.

Sistem dirempel Jarak tanam sistem ini adalah 50 cm x 50 cm atau 60 cm x 60 cm, bujur sangkar atau segitiga sama sisi. Cara menanam dengan sistem ini maksudnya yaitu tunas-tunas yang tumbuh diambil (dipotong) sedini mungkin, sehingga tanaman hanya memiliki satu batang tanpa cabang.

b.

Sistem bebas Ukuran jarak tanam sistem bebas adalah 80 cm x 100 cm; 80 cm x 80 cm; 80 cm x 100 cm; 100 cm x 100 cm. Bentuk yang digunakan dapat berupa bujur sangkar, segi panjang atau segitiga sama sisi. Selain itu dapat juga dibuat antar barisan berjarak 100 cm, dan dalam barisan berjarak 50-60 cm. Cara menanam dengan sistem ini bertujuan membiarkan tunas-tunas yang tumbuh menjadi cabang-cabang besar dan dapat berubah.

3.4.2. Pembuatan Lubang Tanam Bedengan yang telah dipersiapkan untuk penanaman bibit, sehari sebelumnya hendaknya diairi terlebih dahulu supaya basah. Kemudian pada bedeng yang telah tertutup mulsa plastik dibuat lubang tanam dengan diameter 7-8 cm sedalam 15 cm. Lubang-lubang tanam dibuat sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan.

3.4.3. Cara Penanaman Penanaman dapat dilakukan pada musim kemarau dan musim hujan. Apabila penanaman dilakukan pada musim kemarau pakailah mulsa plastik hitam perak. Mulsa tersebut harus sudah dipasang di bedengan sebelum bibit ditanam. Apabila tomat ditanam pada musim hujan pasanglah lebih dahulu atap plastik transparan (tembus cahaya) pada bedengan yang akan ditanami. 3.5. Pemeliharaan Tanaman

3.5.1. Penyulaman Penyulaman adalah mengganti tanaman yang mati, rusak atau yang pertumbuhannya tidak normal, misalnya tumbuh kerdil. Penyulaman sebaiknya dilakukan seminggu setelah tanam. Namun jika satu minggu sudah terlihat adanya tanaman yang mati, layu, rusak atau pertumbuhannya tidak normal, penyulaman sebaiknya segera dilakukan. Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam penyulaman adalah bibit yang digunakan. Bibit yang digunakan untuk menyulam diambil dari bibit cadangan yang telah dipersiapkan sebelumnya bersamaan dengan bibit lain yang bukan bibit cadangan. Cara penyulamannya adalah tanaman yang telah mati, rusak, layu, atau pertumbuhannya tidak normal

dicabut, kemudian dibuat lubang tanam baru ditempat tanaman terdahulu, dibersihkan dan diberi Furadan 0,5 gram bila dipandang perlu. Setelah itu, bibit yang baru ditanam pada tempat tanaman terdahulu dengan cara penanaman bibit terdahulu. 3.5.2. Penyiangan Gulma yang tumbuh di areal penanaman tomat harus disiangi agar tidak menjadi pesaing dalam menyerap unsur hara. Gulma yang terlalu banyak dapat mengurangi unsur hara sehingga tanaman tomat menjadi kerdil. Gulma juga dapat menjadi inang hama dan penyakit yang akan menyerang tanaman tomat. Pemberian mulsa plastik atau daun-daunan dapat mengurangi pertumbuhan gulma. Waktu penyiangan dapat dilakukan 3-4 kali tergantung kondisi kebun. 3.5.3. Pembubunan Tujuan pembubunan adalah memperbaiki peredaran udara dalam tanah dan mengurangi gas-gas atau zat-zat beracun yang ada di dalam tanah sehingga perakaran tanaman akan menjadi lebih sehat dan tanaman akan menjadi cepat besar. Tanah yang padat harus segera digemburkan. Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak merusak perakaran tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang berbahaya. 3.5.4. Perempelan a. Tunas yang tumbuh di ketiak daun harus segera dirempel/dipangkas agar tidak menjadi cabang. Perempelan paling lambat dilakukan 1 minggu sekali. Pada tanaman tomat yang tingginya terbatas, perempelannya harus dilakukan dengan hati-hati agar tunas terakhir tidak ikut dirempel, supaya tanaman tidak terlalu pendek. b. Perempelan yang baik dilakukan pada pagi hari agar luka bekas rempelan cepat kering dengan cara: ujung tunas dipegang dengan tangan yang bersih, lalu digerakkan ke kanan kiri sampai tunas tersebut lepas. Apabila terlambat merempel, tunas akan menjadi cabang yang besar dan sukar putus. c. d. Tunas yang terlanjur menjadi cabang besar harus dipotong dengan pisau atau gunting tajam yang bersih. Ketinggian tanaman tomat dapat dibatasi dengan memotong ujung tanaman apabila jumlah dompolan buah sudah mencapai 5-7 buah. 3.5.5. Pemupukan Pemupukan bertujuan untuk menambah unsure hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Kebutuhan pupuk anorganik untuk tanaman tomat adalah 100-180 kg N per hektar, 50-150 kg P2O5, dan 50-100 kg K2O per hektar.

Dosis akan semakin tinggi apabila budidaya dilaksanakan pada musim hujan. Untuk tanaman tomat dan tanaman lain dari famili Solanacearum, sebaiknya tidak menggunakan pupuk yang kandungan N-nya berasal dari Urea, tetapi lebih disarankan untuk menggunakan ZA, karena tanaman ini sudah bisa mengikat N dari udara. Adapun kebutuhan pupuk anorganik untuk tanaman tomat adalah 500 kg/ha Za, 170 kg/ha SP36, dan 220 kg/ha KCl. ZA diberikan sebanyak 4 tahap, yaitu 200 kg/ha pada saat tanam, dan 100 kg/ha masing-masing pada umur 10 hst, 24 hst, dan 44 hst. SP36 diberikan seluruhnya pada saat tanam. KCl diberikan dengan 3 tahapan, yaitu 120 kg/ha pada saat tanam, 60 kg/ha pada umur 24 hst, dan 40 kg/ha pada umur 44 hst. 3.5.6. Penyiraman Kebutuhan air pada budidaya tanaman tomat tidak terlalu banyak, namun tidak boleh kekurangan air. Pemberian air yang berlebihan pada areal tanaman tomat dapat menyebabkan tanaman tumbuh memanjang, tidak mampu menyerap unsur-unsur hara dan mudah terserang penyakit. Kelembaban tanah yang tinggi dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan patogen sehingga tanaman tomat dapat mati keracunan karena kandungan oksigen dalam tanah berkurang. Pori-pori yang terisi oleh air mendesak oksigen keluar dari dalam tanah sehingga tanah menjadi anaerob yang menyebabkan proses oksidasi berubah menjadi proses reduksi. Keadaan tanah yang demikian menyebabkan kerontokan bunga dan menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlebihan, sehingga mengurangi pertumbuhan dan perkembangan generatif (buah). Kekurangan air yang berkepanjangan pada pertanaman tomat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman pada stadia awal, mengakibatkan pecah-pecah pada buah apabila kekurangan air terjadi pada stadia pembentukan hasil dan dapat menyebabkan kerontokan bunga apabila kekurangan air terjadi selama periode pembungaan. 3.5.7. Pemasangan Ajir Pemasangan ajir dimaksudkan untuk mencegah tanaman tomat roboh. Hal-hal yang perlu diperhatikan: a. Ajir (lanjaran) terbuat dari bambu atau kayu dengan panjang antara 100-175 cm, tergantung dari varietasnya b. Pemasangan ajir dilakukan sedini mungkin, ketika tanaman masih kecil, akar masih pendek, sehingga akar tidak putus tertusuk ajir. Akar yang luka akan memudahkan tanaman terserang penyakit yang masuk lewat luka. Jarak ajir dengan batang tomat 10-20 cm. c. Cara memasang ajir bermacam-macam, misalnya ajir dibuat tegak lurus atau ujung kedua ajir diikat sehingga membentuk segitiga. Agar tidak dimakan rayap, ajir diolesi dengan ter atau minyak tanah.

d.

Tanaman tomat yang telah mencapai ketinggian 10-15 cm harus segera diikat pada ajir. Pengikatan jangan terlalu erat yang penting tanaman tomat dapat berdiri. Pengikatan dilakukan dengan model angka 8 sehingga tidak terjadi gesekan antara batang tomat dengan ajir yang dapat menimbulkan luka. Tali pengikat, misalnya tali plastik harus dalam keadaan bersih. Setiap bertambah tinggi 20 cm, harus dilakukan pengikatan lagi agar batang tomat selalu berdiri tegak.

AIR BERGERAK KE TANAH TANAMAN Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.Tempat terbesar tejadi di laut.

PERANAN TUMBHAN DALAM SKLUS AIR D ALAM Manfaat Hutan untuk Hidup Kita Kebahagiaan, rasa aman, kesehatan adalah kualitas hidup yang ingin dicapai manusia. Apapun kualitas hidup yang ingin dicapai manusia, pada akhirnya alam menjadi sumber utamanya. Materi yang disediakan alam seperti air dan udara merupakan sumber utama hidup manusia. Demikian juga jasa lingkungan, seperti siklus, hutan merupakan layanan gratis dari alam untuk mendukung hidup manusia. Sayangnya sampai saat ini manusia membangun hidupnya bukan dengan bekerja sama dengan alam, melainkan dengan merusak alam. Akibatnya, sumber penghidupan manusia itu justru menjadi rusak dan selanjutnya mengancam kelangsungan hidup manusia, lewat berbagai bencana yang timbul setelahnya. Di Aceh luas hutan sangat menurun dalam 60 tahun terakhir (1940-2000). Padahal, jika kita menjaga keberlanjutan alam, maka manfaatnya akan dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.

Pernahkah kita berpikir dari manakah air dan udara yang selama ini kita gunakan? Peribahasa mengatakan, air merupakan sumber kehidupan. Seperti kita ketahui, air mempunyai siklus yang terus berlanjut. Siklus ini merupakan siklus alam yang akan berlangsung terus-menerus. Jika kondisi alaminya dapat dijaga, maka siklus ini akan berjalan sesuai dengan hukum-hukum alam. Misalnya, air dari laut, dengan pengaruh panas dari matahari, akan menguap, ke udara dan tersimpan di dalam awan. Dari awan akan turun lagi ke bumi, menjadi hujan, kemudian akan mengalir kembali ke laut. Jika kita mengamati siklus air, maka di tempat-tempat yang hutannya masih bagus, maka air akan terus mengalir di sungai meskipun musim kemarau. Pertanyaannya, dari manakah air tersebut berasal? Air tersebut berasal dari dalam tanah yang subur. Ketika hujan jatuh membasahi tanah yang subur, air tersebut akan disimpan di dalam serasah dan humus yang masih kasar. Humus dan serasah itu dihasilkan oleh pepohonan dan perdu yang menutupi tanah tersebut jita daunnya layu dan gugur. Tanah yang subur adalah seperti spons ajaib, yang dapat menyimpan air sampai sepuluh kali dari beratnya. Tanah subur ini, tidaklah tebal. Ia hanya selapis tipis yang menjadi gudang penyimpan air. Jika kita pernah melihat tanah yang dikeruk untuk pembangunan, atau gunung yang diambil tanahnya untuk penimbunan maka akan sangat jelas terlihat lapisan-lapisan tanah tersebut.Jika tanah sudah tandus, maka tidak ada lagi humus dan serasahnya. Akibatnya, air tidak terserap oleh tanah melainkan langsung mengalir di atas permukaan tanah. Jika aliran air ini cukup kuat/deras, maka aliran air tersebut akan membawa serta butiran tanah dan lumpur yang dilaluinya. Itulah yang disebut erosi. Dari penjelasan di atas dapat dipahami mengapa tanah yang berhutan akan mampu menyimpan air lebih besar dari lahan pertanian, apalagi tanah yang sudah dijadikan pemukiman dengan jumlah penduduk yang banyak dan padat dengan permukaan tertutup semen dan aspal. Jika sistem hutan masih berjalan baik, maka sebagian besar air akan tersimpan dalam tanah dan dialirkan perlahan sepanjang tahun. Itulah sebabnya di daerah dengan hutan yang masih bagus, jarang terjadi banjir dan aliran air sungai tetap ada meskipun musim kemarau. Tetapi jika hutan sudah rusak, maka di musim hujan sungai akan kebanjiran dengan air dan lumpur sementara di

musim kemarau akan terjadi kekeringan karena tidak ada lagi persediaan air di dalam tanah. Selain menjaga siklus air, masih banyak lagi manfaat hutan. Tumbuhan di hutan menyerap karbon dioksida yang menimbulkan efek rumah kaca, salah satu sumber pemanasan global. Tumbuhan itu juga menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan untuk hidup manusia. Belum lagi keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya, sumber pangan dan obat alami untuk masyarakat di sekitarnya. Begitu banyaknya manfaat hutan. Banyak di antaranya yang kita abaikan, tidak kita syukuri, bahkan kita rusah, sampai tahu-tahu kita tersadar bahwa semuanya sudah hilang. Layanan yang akan kita terima secara gratis kalau kita jaga. Itulah yang disebut infrastruktur alam. Bayangkan, betapa banyak uang yang kita butuhkan kalau manfaat hutan itu digantikan dengan infrastruktur buatan manusia, seperti bendungan. Begitulah hebatnya ciptaaan Tuhan. Tugas kita untuk memelihara dan menjaganya.HUBUNGAN TANAH DAN AIR oleh Jeff Bola Kelembaban tanah membatasi produksi hijauan yang paling potensi di daerah semi kering. Perkiraan efisiensi air irigasi digunakan untuk tanaman dan sistem produksi lahan kering adalah 50 persen, dan air tanah yang tersedia memiliki dampak besar pada keputusan dalam membuat manajemen produsen sepanjang tahun. Kelembaban tanah yang tersedia untuk membuat pertumbuhan tanaman sampai sekitar 0,01 persen air di dunia yang disimpan. Dengan memahami sedikit tentang sifat fisik tanah dan hubungannya dengan kelembaban tanah, Anda dapat membuat keputusan manajemen tanah lebih baik Tekstur dan struktur tanah sangat mempengaruhi infiltrasi air, permeabilitas, dan kapasitas air. Tekstur tanah mengacu pada komposisi tanah dalam hal proporsi partikel kecil, menengah, dan besar (tanah liat, lumpur, dan pasir, masingmasing) dalam suatu massa tanah tertentu. Sebagai contoh, tanah yang kasar adalah pasir atau pasir lempung, tanah menengah adalah lempung, lempung lanau, atau lumpur, dan tanah halus adalah tanah liat berpasir, liat berdebu, atau tanah liat. Struktur tanah mengacu pada pengaturan partikel tanah (pasir, lanau, dan lempung) menjadi unit-unit stabil yang disebut agregat, yang memberikan struktur tanah nya. Agregat dapat longgar dan rapuh, atau mereka dapat berbentuk yang berbeda, pola seragam. Sebagai contoh, struktur butiran longgar dan rapuh, struktur gumpal adalah enam-sisi dan dapat memiliki sisi miring atau bulat, dan struktur platelike berlapis-lapis dan mungkin menunjukkan masalah pemadatan. Porositas tanah mengacu pada ruang antara partikel tanah, yang terdiri dari berbagai jumlah air dan udara. Porositas tergantung pada tekstur tanah dan struktur. Misalnya, tanah halus memiliki pori-pori yang lebih kecil tetapi lebih banyak dari tanah yang kasar. Sebuah partikel tanah kasar telah lebih besar dari tanah halus, tetapi memiliki kurang porositas, atau ruang pori secara keseluruhan. Air dapat diatur lebih ketat dalam pori-pori kecil daripada yang besar, sehingga tanah halus dapat menahan air lebih dari tanah kasar. Infiltrasi air adalah pergerakan air dari permukaan tanah ke dalam profil tanah. Tekstur tanah, struktur tanah, dan kemiringan memiliki dampak terbesar pada laju infiltrasi. Air bergerak oleh gravitasi ke dalam ruang pori terbuka dalam tanah, dan ukuran partikel tanah dan jarak, mereka menentukan berapa

banyak air dapat mengalir masuk pori-pori lebar spasi di permukaan tanah meningkatkan laju infiltrasi air, tanah begitu kasar memiliki lebih tinggi tingkat infiltrasi dari tanah yang baik. Permeabilitas mengacu pada pergerakan udara dan air melalui tanah, yang penting karena mempengaruhi pasokan akar-zona udara, kelembaban, dan nutrisi yang tersedia untuk penyerapan tanaman. Sebuah permeabilitas tanah adalah ditentukan oleh tingkat relatif dari kelembaban dan gerakan udara melalui lapisan paling ketat dalam 40 inci atas zona akar efektif. Air dan udara dengan cepat menyerap tanah kasar dengan subsoils granular, yang cenderung longgar ketika lembab dan tidak membatasi gerakan air atau udara. Permeabilitas lambat adalah karakteristik lapisan tanah cukup baik dengan sudut struktur gumpal subgranular. Ini adalah proses ketika lembab dan keras saat kering. Kapasitas air dikendalikan terutama oleh tekstur tanah dan bahan organik. Tanah dengan partikel yang lebih kecil (lanau dan lempung) memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan partikel pasir yang lebih besar, dan luas permukaan besar memungkinkan tanah untuk menahan lebih banyak air. Dengan kata lain, tanah dengan persentase yang tinggi dari partikel lumpur dan tanah liat, yang menggambarkan tanah halus, memiliki kapasitas menyimpan air tinggi. Tabel ini mengilustrasikan air memegang perbedaan kapasitas yang dipengaruhi oleh tekstur. Persentase bahan organik juga mempengaruhi kapasitas penyimpanan air. Dengan meningkatnya persentase, meningkatkan kapasitas memegang air karena materi organik memiliki afinitas untuk air. Ketersediaan air diilustrasikan dalam gambar dengan tingkat air di tiga jenis tanah yang berbeda. Kelebihan air atau gravitasi mengalir cepat dari tanah setelah hujan berat karena gaya gravitasi (titik jenuh dengan kapasitas lapangan). Tanaman dapat menggunakan sejumlah kecil air ini sebelum bergerak keluar dari zona akar. Air yang tersedia masih dipertahankan dalam tanah setelah kelebihan yang telah dikeringkan (kapasitas daerah cakupan untuk titik layu). Air ini adalah yang paling penting untuk tanaman atau produksi hijauan. Tanaman dapat menggunakan sekitar 50 persen tanpa menunjukkan stres, tetapi jika kurang dari 50 persen tersedia, kekeringan dapat mengakibatkan stres. Air tersedia adalah kelembaban tanah yang dipegang begitu erat dengan tanah yang tidak dapat diekstraksi oleh tanaman. Air tetap dalam tanah bahkan di bawah titik layu tanaman '. ---- Kapasitas ketersediaan Air oleh tekstur tanah --------------- Kapasitas ketersediaan air ---Kelas tekstur ----------(Kedalaman/Inci atau /Kaki) Pasir kasar .................... 0,25-0,75 Baik pasir ...................... 0,75-1,00 Liat pasir ....................... 1,10-1,20 Lempung berpasir ............ 1,25-1,40 Baik berpasir lempung ...... 1,50-2,00

Lumpur tanah liat ............. 2,00-2,50 Lempung liat berdebu ....... 1,80-2,00 Berlumpur liat ................. 1,50-1,70 Liat ................................ 1,20-1,50

Satu dapat melihat dari tabel yang tekstur tanah sangat mempengaruhi ketersediaan air. Tanah berpasir cepat dapat diisi ulang dengan kelembaban tanah tetapi tidak mampu menahan air sebanyak tanah dengan tekstur berat. Sebagai tekstur menjadi lebih berat, peningkatan titik layu karena tanah halus dengan jarak pori sempit menahan air lebih erat dari tanah dengan jarak pori lebar. Tanah adalah sumber daya berharga yang mendukung kehidupan tanaman, dan air merupakan komponen penting dari sistem ini. Manajemen keputusan tentang jenis tanaman untuk tanaman, tanaman populasi, penjadwalan irigasi, dan jumlah pupuk nitrogen untuk menerapkan tergantung pada jumlah uap air yang tersedia untuk tanaman sepanjang musim tanam. Dengan memahami beberapa karakteristik fisik tanah, Anda lebih dapat menentukan kekuatan dan kelemahan dari jenis tanah yang berbeda.

SIKLUS AIR YG MERUPAKAN KONTINU Konsep dasar siklus hara dalam sistem agroforestri 1.1 Siklus hara Di dalam ekosistem, hubungan tanah, tanaman, hara dan air merupakan bagian yang paling dinamis. Tanaman menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk dipergunakan dalam proses-proses metabolisme dalam tubuhnya. Sebaliknya tanaman memberikan masukan bahan organik melalui serasah yang tertimbun di permukaan tanah berupa daun dan ranting serta cabang yang rontok. Bagian akar tanaman memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar dan tudung akar yang mati serta dari e