Fisiologi sistem respirasi

56
MAKALAH SISTEM RESPIRASI I FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI I Kelas B/Semester 2 Disusun oleh kelompok 4: 1. Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068) 2. Rany Trimustika Mayangsari (130012069) 3. Ratika Dwi Febrian Putri (130012070) 4. Risa Lailatul Hidayah (130012071) 5. Said (130012072) 6. Silvianita Fitri Anggraini (130012073) 7. Siti Aminah Hidayat (130012074)

description

Fisiologi sistem respirasi

Transcript of Fisiologi sistem respirasi

Page 1: Fisiologi sistem respirasi

MAKALAH SISTEM RESPIRASI I

FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI I

Kelas B/Semester 2

Disusun oleh kelompok 4:

1. Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068)

2. Rany Trimustika Mayangsari (130012069)

3. Ratika Dwi Febrian Putri (130012070)

4. Risa Lailatul Hidayah (130012071)

5. Said (130012072)

6. Silvianita Fitri Anggraini (130012073)

7. Siti Aminah Hidayat (130012074)

Prodi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya

Surabaya

2013

Page 2: Fisiologi sistem respirasi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-

Nyalah sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dan tepat pada

waktunya. Makalah ini berisikan materi Sistem Respirasi I yang membahas

tentang “Fisiologi Sistem Respirasi I”. Diharapkan Makalah ini dapat

memberikan informasi terhadap kita semua tentang bagaimana Pemenuhan

Istirahat Tidur tersebut.

Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang di berikan

kepada kami. Kami menyadari Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami.Akhirnya penulis berharap semoga

Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Amin.

Surabaya, 13 Mei 2013

Penulis

Page 3: Fisiologi sistem respirasi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II TINJAUAN TEORI 3

2.1 Kurva Disosiasi 3

2.1.1 Hemoglobin dan Suhu 5

2.1.2 Hemoglobin dan pH 5

2.1.3 Hemoglobin dan DPG 5

2.2 Pusat dan Kontrol Pengaturan Pernapasan 6

2.2.1 Kontrol Fisiologis Sistem Pernapasan 6

2.3 Pernapasan Saat Olah Raga, Menyelam, dan Di Ketinggian 11

2.3.1 Pada kondisi olah raga/Latihan (Exercise) 11

2.3.2 Respirasi pada kondisi ketinggian yang berbeda 14

2.3.3 Kondisi Menyelam 15

2.3.4 Respirasi pada Tempat Tinggi 18

2.4 Jenis Gangguan Respirasi 20

2.5 Terapi Pernapasan Hiperbarik 24

2.6 Faktor Yang Memengaruhi Fungsi Paru 25

2.6.1 Usia26

2.6.2 Jenis Kelamin 26

2.6.3 Suhu Tubuh 26

2.6.4 Posisi atau Kedudukan Tubuh 26

2.6.5 Aktivitas 27

2.6.6 Status Kesehatan 27

2.6.7 Polusi Udara 27

2.7 Faktor Yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen (O2)/Pernapasan 27

Page 4: Fisiologi sistem respirasi

2.7.1 Faktor Fisiologi 27

2.7.2 Faktor Perkembangan 27

2.7.3 Faktor Lingkungan 28

2.7.4 Gaya Hidup28

2.7.5 Status Kesehatan 29

2.7.6 Narkotika 29

2.7.7 Perubahan/Gangguan Pada Fungsi Pernapasan 29

2.7.8 Perubahan Pola Nafas 29

2.7.9 Obstruksi Jalan Nafas 30

BAB III PENUTUP 31

3.1 Kesimpulan 31

3.2 Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

Page 5: Fisiologi sistem respirasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem respirasi adalah suatu sistem pertukaran gas oksigen O2 dan

karbondioksida CO2 antara sel-sel tubuh serta lingkungan. Sistem respirasi

berperan untuk menukar udara kepermukaan dalam paru-paru. Udara masuk

dan menetap dalam sistem respirasi dan masuk dalam pernapasan otot

sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan

melembabkan udara yang masuk juga melindungi permukaan organ yang

lembut. Hantaran tekanan menghasilkan udara diparu-paru melalui saluran

pernapasan atas.

Fungsi sistem respirasi primer adalah untuk memfasilitasi masuknya

oksigen ke dalam aliran darah dan secara bersamaan memungkinkan

terbuangnya karbon dioksida dari sistem ini. Sistem respirasi harus memiliki

kemampuan untuk merespons dengan cepat berbagai kebutuhan tubuh dan

memainkan peran penting dalam memperbaiki dan memepertahankan

hemeostasis di dalam jaringan.

Jadi untuk memperjelas materi sistem respirasi maka kami akan

membahasnya dalam makalah ini dengan judul “Fisiologi Sistem Respirasi I”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kurva disosiasi?

2. Bagaimanakah pusat dan kontrol pengaturan pernapasan?

3. Bagaimana pernapasan saat olah raga, menyelam, dan di ketinggian?

4. Apa sajakah jenis gangguan respirasi?

5. Apa yang dimaksud terapi pernapasan hiperbarik?

6. Apa sajakah faktor yang memengaruhi fungsi paru?

7. Apa sajakah faktor yang memengaruhi kebutuhan oksigen

(O2)/pernapasan?

Page 6: Fisiologi sistem respirasi

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kurva disosiasi.

2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pusat dan kontrol

pengaturan pernapasan.

3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pernapasan saat olah raga,

menyelam, dan di ketinggian.

4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jenis gangguan respirasi.

5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami terapi pernapasan

hiperbarik.

6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor yang memengaruhi

fungsi paru.

7. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor yang memengaruhi

kebutuhan oksigen (O2)/pernapasan.

Page 7: Fisiologi sistem respirasi

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kurva Disosiasi

Kurva disosiasi memperlihatkan presentase kejenuhan hemoglobin pada

garis ventrikal dan tekanan parsial oksigen pada garis horizontal. Kurva

disosiasi oksihemoglobin merupakan kurva sigmoid (berbentuk S) karena

kapasitas pengisian oksigen pada hemoglobin (afinitas pengikatan oksigen)

bertambah jika kejenuhan bertambah. Demikian pula, jika pelepasan

oksigennya (pelepasan oksigen terikat) meningkat, kejenuhan oksigen

darahpun meningkat. Hemoglobin dikatakan 97% jenuh pada PO2 100

mmHg, seperti yang terjadi pada udara alveolar.

Lereng kurva disosiasi ini menjadi tajam diantara tekanan 10 sampai 50

mmHg dan mendatar di antara 70 sampai 100 mmHg. Dengan demikian, pada

tingkat PO2 yang tinggi, muatan yang besar hanya sedikit memengaruhi

kejenuhan hemoglobin, seperti penurunan hemoglobin, seperti penurunan

sampai 50 mmHg. Jika PO2 turun sampai di bawah 50 mmHg, seperti yang

terjadi dalam jaringan tubuh, perubahan PO2 ini walupun sangat sedikit dapat

mengakibatkan perubahan yang besar pada kejenuhan hemoglobin dan

volume oksigen yang dilepas.

Darah arteri secara normal membawa 97% oksigen dari kapasitasnya

untuk melakukan hal tersebut. Dalam darah vena, PO2 mencapai 40 mmHg

dan hemoglobin masih 75% jenuh, ini menunjukkan bahwa darah hanya

melepas sekitar seperempat muatan oksigennya saat melewati jaringan. Hal

ini memberikan rentang keamanan yang tinggi jika sewaktu-waktu

pernapasan terganggu atau kebutuhan oksigen jaringan meningkat.

Kurva disosiasi oksihemoglobin dapat dipengaruhi oleh sejumlah

faktor. Walaupun demikian, factor yang paling sering mempengaruhi ikatan

hemoglobin dengan oksigen adalah suhu, pH, dan konsentrasi DPG. Faktor-

faktor ini menyebabkan pergeseran kurva baik ke kiri maupn ke kanan.

Pergeseran kurva ke kiri akan mengakibatkan hemoglobin tetap terikat

Page 8: Fisiologi sistem respirasi

sepenuhnya dengan oksigen pada tekanan parsial oksigen ke jaringan perifer

mungkin lebih besar dari normal.

Ambilan oksigen oleh hemoglobin di dalam alveoli menurun.

Pergeseran ke kanan mengakibatkan oksigen terlepas dari hemoglobin pada

tekanan parsial oksigen yang lebih tinggi dari biasanya, menyebabkaan

perubahan jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan perifer.

2.1.1 Hemoglobin dan Suhu

Peningkatan temperature yang terjadi dalam visinitas sel-sel yang

bermetabolis aktif juga akan menggerakkan kurva ke kanan dan

meningkatkan penghantaran oksigen ke otot yang bergerak.

2.1.2 Hemoglobin dan pH

Peningkatan PCO2 darah atau peningkatan asiditas darah (penurunan

pH darah dan peningkatan konsentrasi ion hidrogen) melemahkan

ikatan antara oksigen dan hemoglobin, sehingga kurva bergerak ke

kanan. Terhadap tingkat PO2 manapun, peningkatan asiditas darah

Page 9: Fisiologi sistem respirasi

menyebabkan hemoglobin melepaskan lebih banyak oksigen ke

jaringan.

a. Sel-sel yang bermetabolis aktif, seperti saat berolah raga, melepas

lebih banyak CO2 dan ion hidrogen.

b. Efek peningkatan CO2 dan penurunan pH darah disebut efek Bohr.

Efek ini semakin besar pada tingkat PO2 yang rendah, oksigen dari

hemoglobin untuk penggunaannya.

2.1.3 Hemoglobin dan DPG

Peningkataan konsentrasi 2,3-DPG (difosfatgliserat), suatu metabolit

glikolisis yang ditemukan dalam sel darah merah akan menurunkan

afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan menggerakkan kurva

disosiasi oksigen-hemoglobin ke kanan.

a. Konsentrasi 2,3-DPG perlahan meningkat saat kadar oksigen secara

kronik menurun, seperti pada anemia atau insufisiensi jantung.

Metabolit ini bereaksi dengan hemoglobin dan mengurangi

afinitasnya terhadap oksigen sehingga semakin banyak oksigen yang

tersedia untuk jaringan.

b. Konsentrasi 2,3-DPG juga penting dalam transfer oksigen dari darah

maternal ke darah janin. Hemoglobin janin (hemoglolbin F)

memiliki afinitas lebih besar terhadap oksigen dibandingkan

hemoglobin dewasa (hemoglobin A), inilah perubahan akibat kerja

2,3-DPG terhadap hemoglobin F.

2.2 Pusat dan Kontrol Pengaturan Pernapasan

2.2.1 Kontrol Fisiologis Sistem Pernapasan

Tidak seperti jantung, paru-paru tidak mempunyai irama spontan.

Ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan

jalan dari pusat tersebut ke otot pernapasan. Ada dua pusat pernapasan

di medula oblongata, yaitu pusat yang merangsang inspirasi dengan

kontraksi diafragma (dengan kerja saraf frenikus) dan pusat lain yang

mempersarafi mekanisme inspirasi dan ekspirasi interkostal serta otot

aksesori.

Page 10: Fisiologi sistem respirasi

Diketahui bahwa saraf frenikus dan interkostal keluar dari medula

spinalis C6, sedangkan saraf motorik yang menyerupai otot aksesoris

keluar dan nomor saraf yang lebih tinggi. Kali ini berimplikasi pada

terjadinya kontrol pernapasan dan kepatenannya pada orang yang

mengalami cidera medula spinalis.

Di dalam pons terdapat dua pusat yang disebut pusat

pneumotaksik dan pusat apneustik. Kedua pusat tersebut sangat

dipengaruhi oleh pengaturan korteks serebral, sistem limbik, dan

hipotalamus. Kontrol volunter dan kontrol ivolunter dilakukan oleh

serat desenden dari pusat otak lain. Pengaturan kontrol tersebut

mempermudah perubahan dalam mekanisme pernapasan yang terlihat

seperti pada saat menelan, batuk, berteriak dan tindakan yang

dikehendaki.

Neuron mempersarafi otot inspirasi dengan cara memberikan

implus ke otot ini sehingga menimbulkan inspirasi. Selain itu, neuron

juga merangsang pusat pneumotaksik. Sebaliknya, pusat pneumotaksik

menghambat impuls kembali ke neuron inspirasi, sehingga

menyebabkan penghentian inspirasi.

Ekspirasi terjadi secara pasif. Setelah ekspirasi, neuron inspirasi

kembali terangsang secara otomatis. Selama olahraga atau aktivitas

lainnya, kadang-kadang bila ventilasi kuat terjadi, neuron ekspirasi

medula oblongata secara teoreetis akan berpartisipasi dalam

menyebabkan terjadinya ekshalasi aktif. Semakin komperhensif

gambaran proses pernapasan, maka semakin banyak data yang

dibutuhkan. Pusat pernapasan di medula oblongata, pons dan jaringan

sensorik khusus dalam aorta dan karotid, disebut sebagai badan aortik

dan badan karotid.

Kedua badan ini berfungsi mengatur frekuensi dan volume

pernapasan. Perubahan pada PO2, PCO2 dan pH merangsang semua

aktifitas pernapasan. Penurunan tekanan persial oksigen dalam arteri

dapat merangsang merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer yang

Page 11: Fisiologi sistem respirasi

terdapat dalam badan karotid dan badan aorta yang peka terhadap

penurunan PO2 berperan dalam proses homeostatis.

Bila kadar karbon dioksida dalam darah meningkat (hiperkapnea),

pH darah menurun menjadi asam karena karbon dioksida berdifusi

dengan cepat ke dalam cairan serebrospinal ( cerebrospinal fluid- CSF)

yang pH-nya juga menurun. Pusat kemoreseptor yang terletak di

medula oblongata berespon terhadap pH yang rendanh dengan cara

meningkatkan frekuensi dan volume pernapasan melalui rangsangan

medula oblongata ke otot inspirasi. Vasodilatasi serebral juga terjadi

selama asidosis dengan cara meningkatkan suplai karbon dioksida

kecairan serebrospinal.

Gambar 1-17. Skema pengatur pernapasan di pons dan medula oblongata. Memperlihatkan

posisi pusat pengatur pernapasan utama dan faktor penting lainnya sebagai kontrol refleks

pernapasan. Arah panah mempunyai dampak pada stimulasi pernapasan, sedangkan garis

merupakan respons pada penghambat akselarasi pernapasan. (Sumber: Simon dan

Schuster, 2003)

Page 12: Fisiologi sistem respirasi

Rendahnya nilai pH darah umumnya disebabkan oleh hiperkapnea,

meskipun pH darah juga dapat menurun karena sebab lain seperti

produksi asam laktat selama metabolisme anaerob atau adanya penyakit

ginjal yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ion hidrogen,

kalium, dan bikarbonat. Rendahnya pH darah , secara cepat akan

menjadi toksik terhadap semua reaksi kimia dalam tubuh. Prinsip ini

dan kekuatan respons medula oblongata terhadap hiperkapnea

menggambarkan pentingnya regulasi karbon dioksida dan ion hidrogen

untuk proses kehidupan.

Meskipun badan aortik dan karotid merespons hiperkapnea dan

rendahnya pH dengan meningkatkan ventilasi, namun respons ini masih

lemah dibandingkan kerja medula oblongata. Selanjutnya badan ini

merespons kuat hipoksia (penurunan PO2) Hipoksia merangsang badan

karotid yang merupakan tanda terhadap saraf sinus karotid. Nilai PO2

yang rendah dapat merangsang badan aortik untuk mengaktifkan saraf

vagus lalu menyebabkan medula oblongata meningkatkan ventilasi.

Pada orang dengan kadar karbon dioksida yang tinggi dan kronis,

kontrol hiperkapnea untuk mengatur karbon dioksia dapat hilang karena

adanya penyesuaian diri. Pada beberapa orang perubahan pada PO2

seerta respons badan karotid dan oaortik dapat memberikan hanya

rangsangan untuk menyelaraskan ventilasi. Pada orang dengan kadar

PCO2 yang tinggi dan kronis serta PO2 yang rendah medula oblongata

ditekan oleh hiperkapnea jangka panjang dan hipoksia dapat

menyebabkan berhentinya pernapasan atau apnea.

Page 13: Fisiologi sistem respirasi

Secara normal reseptor perifer memainkan peran minor dalam

ventilasi. Rangsangan emosional secara umum meningkatkan

ventilasi. Kecepatan dan kedalaman ventilasi telah ditunjukkan

meningkat sebelum latihan dan menimbulkan hipotesis bahwa

pengenalan ancaman dapat memengaruhi medula oblongata.

Page 14: Fisiologi sistem respirasi

2.3 Pernapasan Saat Olah Raga, Menyelam, dan Di Ketinggian

2.3.1 Pada kondisi olah raga/Latihan (Exercise)

Latihan/olahraga yang dilakukan dengan level yang tinggi dapat

mengakibatkan stress yang ekstrim pada tubuh. Perbandingannya sebagai

berikut seorang yang sakit demam akan mengalamai peningkatan

metabolisme 100% di atas normal, tetapi seorang atlet maraton metabolisme

di dalam tubuhnya akan meningkat 2000% di atas normal (Suleman, 2006).

Ventilasi paru-paru umumnya diketahui mempunyai hubungan linear dengan

konsumsi oksigen pada tingkat latihan yang berbeda.

Pada saat latihan intensif konsumsi oksigen akan meningkat. Seorang

atlet yang latihan teratur mempunyai kapasitas paru yang lebih besar

dibandingkan dengan individu yang tidak pernah berlatih (Adegoke and

Arogundade, 2002). Nilai ventilasi paru pada saat istrahat, latihan sedang dan

besar dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 15: Fisiologi sistem respirasi

Pada kondisi normal laju respirasi selama istrahat dalam lingkungan

termonetral yaitu 12x/menit dan volume tidal 500 ml. Dengan demikian

volume udara pernapasan dalam satu menit sama dengan 6 liter. Namun pada

saat latihan yang intensif laju respirasi meningkat 35-45 kali/menit. Pada

seorang atlet yang terlatih laju respirasi dapat mencapai 60-70 kali/menit

selama latihan maksimal. Volume tidal juga meningkat 2 liter atau lebih

selama latihan. Pada atlet pria, ventilasi paru dapat meningkat 160 liter/menit

selama latihan maksimal (Anonim, 2008).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa volume ventilasi paru dalam

satu menit dapat mencapai 200 liter, bahkan pada atlet football professional

dapat mencapai 208 liter (Wilmore dan Haskel, 1972). Terdapat hubungan

yang kecil antara volume dan kapasitas paru dengan bermacam-macam jenis

olahraga. Seperti pada pelari maraton dibandingkan dengan yang bukan pelari

dengan ukuran tubuh yang sama, tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai

fungsi paru. Lebih besarnya volumne paru dan kemampuan respirasi pada

seorang atlet dimungkinkan karena faktor genetik.

Beberapa peningkatan fungsi paru merupakan refleks kekuatan otot

paru-paru terhadap latihan yang spesifik (Anonim, 2008).

Page 16: Fisiologi sistem respirasi

Gambar. Hasil pengukuran antrhopometrik tubuh, fungsi paru dan

ventilasi paru dalam satu menit.

Volume paru berhubungan dengan ukuran badab, dimaan seorang

yang tubuhnya besar mempunyai paru yang besar (Brian, 2004). Volume paru

ditentikan juga oleh luas permukaan tubh untuk pertukaran gas. Salah satu

kemungkinannya adalah volume paru dan luas permukaan yang besar dapat

memberikan keuntungan untuk pertukaran gas pada saat latihan aerobik.

Namun hal tersebut tidak terlihat pada kasus tertentu, seperti pelari

marathon mempunyai volume paru yang tidak berbeda dengan seorang yang

bukan pelari dengan ukuran tubuh yang sama (Brian, 2004).

Luas permukaan paru yang besar ditemukan pada seorang yang

memerlukan pertukaran gas lebih banyak, seperti pada atlet perenang

mempunyai volume paru yang besar dibandingkan dengan bukan perenang.

Page 17: Fisiologi sistem respirasi

Volume paru yang besar pada seorang perenang mungkin karena perubahan

adaptif pada saat respira (Brian, 2004).

2.3.2 Respirasi pada kondisi ketinggian yang berbeda

Pengetahuan terapan hukum-hukum fisika yang berhubungan

dengan sistem pernapasan pada kondisi ketinggian tertentu (Penyelam,

penerbangan dan puncak gunung) adalah sangat penting. Hal tersebut

disebabkan perubahan sifat atmosfer pada ketinggian tertentu dapat

merugikan faal tubuh khususnya dan kesehatan pada umunya

(Danusastro, 2008). Hukum gas berguna untuk menjelaskan gangguan

fisiologi pada penerbangan atau penyelam (Anonim, 2008, danusastro,

2008)

1) Hukum difusi gas

Hukum difusi gas ini penting untuk menjelaskan pernapasan, baik

pernapasan luar maupun dalam. Hukumini mengatakan bahwa gas

akan berdifusi dari tempat yang bertekanan parsialnya tinggi

ketempat yang tekanan parsialnya rendah. Selanjutnya kecepatan

berdifusi ditentukan oleh besarnya selisih tekanan parsial tersebut

dan tebalnya dinding pemisah.

2) Hukum Boyle

Hukum ini penting untuk menjelaskan penyakit dekompresi. Hukum

boyle ini mengatakan bahwsa apabila volume suatu gas tersebut

berbanding terbalik dengan tekanannya.

P.V=C

P= Pressure atau tekanan

V= Volume atau isi

C= Constant atau tetap

3) Hukum Dalton

Hukum ini penting untuk menghitung tekanan parsial gas dalam

suatu campuran gas, misalnya menghitung tekanan parsial oksigen

dalam udara pernapasan pada beberapa ketinggian guna menjelaskan

hipoksia. Hukum ini mengatakan bahwa tekanan total suatu

Page 18: Fisiologi sistem respirasi

campuran gas sama dengan jumlah tekanan parsial gas-gas penyusun

campuran tersebut.

Pt=P1 + P2+.......+ Pn

4) Hukum Henry

Hukum ini penting untuk menjelaskan penyakit dekompresi seperti

bends, chokes, dan sebagainya yang dasarnya adalah penguapan gas

yang larut. Hukum ini mengatakan bahwa jumlah gas yang larut

dalam suatu cairan tertentu berbanding lurus dengan tekanan parsial

gas tersebut pada permukaan cair tersebut.

A1 x P2 = A2 x P2

5) Hukum Charles

Hukum ini penting tentang turunya tekanan oksigen atau

berkurangnya persediaan oksigen bila isi tetap,maka tekanan

tersebut berbanding lurus dengan suhu absolutnya. Jadi apabila

seseorang membawa oksigen dalam botol pada penerbangan tinggi,

suhunya akan lebih rendah, maka tekanan gas tersebut akan menurun

pula atau dengan kata lain persediaan oksigen akan berkurang. Bila

isi tetap:

P1:P2=T1:T2

2.3.3 Kondisi Menyelam

Bernapas merupakan suatu hal yang sangat penting pada

kehidupan, terutama bagi seorang penyelam. Pada saat penyelam

P1= Tekanan SemulaP2= Tekanan yang BaruT1= Tekanan absolut mula-mulaT2= Suhu Absolut Kemudian

A= Jumlah gas yang larutP= Tekanan pasial gas pada permukaan cairan.

Pt= tekanan total campuran gasP1. P2 dan seterusnya adalah tekanan parsial masing-masing gas.

Page 19: Fisiologi sistem respirasi

tekanan atmosfer di permukaan laut dengan didalam laut berbeda.

Tekanan atmosfer akan menurun pada ketinggian karena atmosfir

diatasnya berkurang, sehingga udara pun berkurang. Demikian

sebaliknya tekanan akan meningkat bila seorang menyelam dibawah

permukaan air. Hal tersebut disebabkan perbedaan berat dari atmosfir

dan berat dari air di atas penyelam.

Berdasarkan hukum pascal yang menyatakan bahwa tekanan

terdapat di permukaan cairan akan menyebar keseluruh arah secara

merata dan tidak berkurang pada setiap tempat dibawah permukaan

laut. Tekanan akan meningkat sebesar 760 mmHg (1 atm) untuk setiap

kedalaman 10 m (33 kaki). Satuan-satuan dari jumlah tekanan adalah

atmosfir absolut ( ATA) sedang ukuran tekanan (Gauge Pressure)

menunjukan tekanan yang terlihat pada alat pengukur dimana terbaca 0

pada tingkatan permukaan, karena tekanan tersebut selalu 1 atm lebih

rendah daripada tekanan absolut (Anonim, 2008).

Seorang penyelam yang menghirup napas penuh di permukaan

akan merasakan paru-parunya semakin lama semakin tertekan oleh air

sekelilingnya sewaktu penyelam tersebur turun. Sebelum penyelam,

tekanan udara di dalam paru-paru seimbang dengan tekanan udara

atmosfer yang rata-rata 760 mmHg atau 1 Atmosfer pada permukaan

laut. Namun pada saat menyelam, udara mengalir ke dalam paru,

tekanan udara didalam paru harus lebih rendah daripada tekanan udara

atmosfer.

Kondisi tersebut diperoleh dengan membesarnya volume paru.

Menurut hukum boyle tekanan gas didalam tempat tertutup berbanding

terbalik dengan besarnya volume. Bila ukuran tempat diperbesar,

tekanan udara di dalamnya turun. Bila ukuran diperkecil tekanan udara

Page 20: Fisiologi sistem respirasi

didalamnya naik. hukum boyle berlaku terhadap semua gas-gas didalam

ruangan tubuh sewaktu penyelam masuk kedalam air maupun sewaktu

naik ke permukaan (Anonim, 2008)

Sebagai contoh, apabila seorang penyelam Scuba menghirup napas

penuh (6 Liter) pada kedalaman 10 meter (2 ATA), menahan napasnya

dan naik ke permukaan (1 ATA), udara di dalam dadanya akan berlipat

ganda volumenya menjadi 12 liter, makan penyelam tersebut harus

menghembuskan 6 lietr udara selagi naik untuk menghindari agar paru-

parunya tidak meledak.

Di permukaan laut (1 ATA) dalam tubuh manusia terdapat kira-kira

1 liter larutan nitrogen. Apabila seorang penyelam turun sampai

kedalaman 10 meter (2 ATA) tekanan parsiel dari nitrogen yang

dihirupnya menjadi 2 kali lipat dan akhirnya yang terlarut dalam

jaringan juga menjadi 2 kali lipat (2 Liter). Waktu sampai terjadinya

keseimbnagan tergantung pada daya larut gas didalam jaringan dan

pdad kecepatan suplai gas kedalam jaringan oleh darah. Hal tersebut

sesuai dengan hukum Henry yang menyatakan bahwa pada suhu

tertentu jumlah gas yang terlarut didalam suatu cairan berbanding lurus

dengan tekanan parsial dari gas tersebut di atas cairan (Anonim, 2008).

Pada kondisi diatas permukaan laut gas nitrogen terdapat dalam

udara pernapasan sebesar 79%. Nitrogen tidak mempengaruhi fungsi

tubuh karena sangat kecil yang larut dalam plasma darah, sebab

rendahnya koefisien kelarutan pada tekanan diatas permukaan laut.

Tetapi bagi seorang penyelam scuba atau pekerja caisson (Pekerja

pembangun saluran di bawah air) yang berada pada kondisi udara

pernapasan dibawah tekanan tinggi, jumlah nitrogen yang terlarut

dalam plasma darah dan cairan intestitial sangat besar. Hal tersebut

mengakibatkan pusing atau mabuk yang disebut dengan gejala nitrigen

narcosis (Soewolo, et al. 1999).

Bila seorang penyelam dibawa kepermukaan perlahan-lahan,

nitrogen terlarut dapat dihilangkan melalui paru. Namun demikian bila

seorang penyelam naik ke permukaan dengan cepat, nitrogen keluar

Page 21: Fisiologi sistem respirasi

larutan dilepas melalui respirasi dengan cepat sekali, malahan akan

membentuk gelembung gas dalam jaringan, yang mengakibatkan

decompression sickness atau casion atau cassion bends.

Penyakit ini khusus akibat dari adanya gelembung jaringan syaraf,

bisa pada tingkat sedang atau hebat bergantung pada jumlah gelembung

gas yang terbentuk. Gejalanya meliputi rasa sakit di persendian,

terutama lengan dan kaki, pening, napas pendek, sangat lelah, paralisis

dan rasa tidak enak badan. Hal tersebut dapat dicegah dengan cara

menaikkan secara perlahan kepermukaan laut (Soewolo, et al. 1999)

2.3.4 Respirasi pada Tempat Tinggi

Tekanan barometer di berbagai ketinggian tempat berbeda. Pada

ketinggian permukaan laut tekanan barometer 760 mmmHg sedangkan

pada ketinggian 10.000 kaki diatas permukaan laut hanya 523 mmHg

dan pada 50.000 kaki adalah 87 mmHg. Penurunan tekanan barometer

merupakan dasar penyebab semua persoalan hipoksia pada fisiologi

manusia ditempat tinggi. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa seiring

dengan penurunan tekanan barometer akan terjadi juga penurunan

tekanan oksigen parsial yang sebanding, sehingga tekanan oksigen

selalu tetap sedikit lebih rendah 20-21% dibanding tekanman barometer

total.

Jadi pada ketinggian permukaan laut total tekanan atmosfer 760

mmHg, ketika diatas 12.000 kaki tekanan barometernya hanay 483

mmHg. Dalam hal ini terjadi penurunan total tekanan atmosfer yang

berarti lebih sedikit 40% molekul per pernapasan pada saat berada di

tempat tinggi dibandingkan dengan permukaan laut (Anonim, 2008).

Apabila seseorang berada di tempat yang tinggi selama beberapa

hari, minggu atau tahun, menjadi semakin teraklimatisasi terhadap

tekanan pasrial oksigen yang rendah sehingga efek buruknya terhadap

tubuh makin lama semakin berkurang. Proses aklimatisasi antara satu

smapai tiga hari ( Anonim, 2008). Prinsip-prinsip utama yang terjadi

pada aklimatisasi ialah peningkatan ventilasi paru meningkat,

vaskularisasi jaringna menigkat dan kemampuan sel dalam

Page 22: Fisiologi sistem respirasi

menggunakan oksigen meningkat, sekalipun tekanan parsial oksigennya

rendah ( Guyton, 1994).

Aklimatisasi meliputi beberapa struktur dan fungsi tubuh seperti

mekanisme kemoreseptor menigkat, tekanan arteri pulmonalis

meningkat. Selanjutnya tubuh memproduksi sel darah merah lebih

banyak didalam sumsum tulang untuk membawa oksigen, tubuh

memproduksi lebih banyak enzim 2,3-biphosphoglyserate yang

memfasilitasi pelepasan oksigen dari hemoglobin ke jaringan tubuh.

Proses aklimatisasi secara perlahan menyebabklan dehidrasi, urinasi,

meningkatkan ukuran alveoli, menurunkan kekebalan membran alveoli,

yang diikuti dengan perubahan pertukaran gas (Anonim, 2008).

Setelah mengalami aklimatisasi seseorang di tempat yang tinggi

akan mengalami peningkatan kapasitas difusi oksigen. Kapasitas difusi

normal oksigen ketika melalui membran paru kira-kira 21 ml/mmHg/

menit. Kapasitas difusi tersebut dapat meningkat sebanyak tiga kali

lipat selama olahraga. Sebagian dari peningkatan tersebut disebabkan

oleh volume darah kapiler paru yang sangat meningkat. Sebagian lagi

desebabkan oleh peningkatan volume paru yang mengakibatkan

meluasnya permukaan membran alveoulus. Terakhir disebabkan

peningkatan tekanan arteri paru. Tekanan tersebut akan mendorong

darah masuk lebih banyak ke kapiler alveolus (Guyton, 1994).

Seorang atlete untuk kompetisi pada temapat dengan lokasi

ketinggian yang bervariasi perlu melakukan proses aklimatisasi

sebelum perlombaan. Seorang pemanjat gunung pada ketinggian sedang

akan mengalami penurunan tekanan atmosfer 7-8%. Orang tersebut

akan mengalami penurunan pemasukan oksigen sehingga diduga dapat

menurunkan kekuatan otot 4-8% tergantung durasi kompetensi.

Hal tersebut tidak menguntungkan untuk mencapai finis, apabila

hal tersebut terjadi tanpa melakukan aklimatisasi terlebih dahulu

(Anonim, 2008). Meskipun seorang atlete yang melakukan persiapan

dan aklimatisasi dengan baik, tidak akan sama dengan penduduk asli di

pegunungan andes yang memilki kapasitas dada yang besar, alveoli dan

Page 23: Fisiologi sistem respirasi

pembuluh kapiler besar dan jumlah sel darah merah lebih banyak

( Anonim, 2008).

Aklimatisasi alami pada orang yang tinggal di tempat tinggi, seperti

penduduk yang tinggal di pegunungan aedes dan himalaya 9Ketinggian

13.000-19.000 kaki) mempunyai kemapuan yang sangat superior dalam

hbunganyya dengan sistem respirasi, dibandingkan dengan penduduk

dari tempat rendah dengan kemampuan aklimatisasi yang terbaik

tinggal di tempat tinggi. Proses aklimatisasi tersebut telah dimulai

semenjak bayi.

Terutama ukuran dadanya sangat besar, sedangkan ukuran

tubuhnya sedikit lebih kecil, sehibgga rasio kapasitas ventilasi terhadap

massa tubuh menjadi besar. Selain itu, jantungnya terutama jantung

kanan jauh lebuh besar daripada jantung yang tinggal di temapat

rendah. Jantung kanan yang besar tersebut menghasilkan tekanan yang

tinggi dalam arteri pulmonalis sehingga dapat mendorong darah melalui

kapiler paru yang telah sangat melebar (Guyton, 1994).

Pengangkutan oksigen oleh darah ke jaringan lebih mudah pada

orang yang telah teraklimatisasi di tempat tinggi. Tekanan parsial 02

pada orang-orang yang tinggal di tempat itnggi 40 mm hg, tetapi karena

jumlah hemoglobinyya lebih banayk, maka jumlah oksigen dalam darah

arteri menjadi lebih banyak, maka jumlah oksigen dalam darah arteri

menjadi lebih banyak dibanding oksigen dalam darah penduduk di

tempat tinggi 15 mmHg lebih rendah dsripada tekanan parsial 01 vena

pada penduduk di temapat rendah, sekalipun tekanan parsial 02 nya

rendah. Hal tersebur menunjukkan yang secara alami telah mengalami

aklinatisasi (Guyton, 1994).

2.4 Jenis Gangguan Respirasi

Otot Pernapasan yang Abnormal

a. Penyakit otot

Kelemahan otot. Kelumpuhan otot misalnya pada polimielitis dan

sindrom guillain-bare (GBS)

b. Fungsi mekanis otot yang berkurang

Page 24: Fisiologi sistem respirasi

Fungsi mekanis yang berkurang seperti pada emfisema

Fungsi mekanis otot berkurang pada ekspirasi misalnya obesitas.

Kelainan otot pernapasan dapat berupa kelelahan, kelemahan dan

kelumpuhan. Penelitian yang dilakukan monod scherrer pada otot diafragma

yang mengalami kelelahan, menyimpulkan bahwa keleahan yang terjadi dan

berkembang pada tot bergantung pada jumlah energi yang tersimpan dalam

otot, kecepatan pemasokan energi dan pemakaian otot yang tepat.

Pernapasan Normal Keterangan

Eupnea a. Pola pernapasan normal eupnea merupakan

pernafasan normal yang spontan biasanya terjadi

tanpa disadari.

b. Ventilasi ini terjadi sesuai dengan kebutuhan

oksigen tubuh agar metabolisme dapat berjalan

normal

c. Pada keadaan normal frekuensi pernafasan 13 –

17 x /menit. Dengan frekwensi sebesar itu akan di

peroleh volume semenit. Sebesar 7,5 liter /menit.

d. Beberapa penulis mengambil batasan untuk

frekuensi normal 20 x/ menit dengan volume tidal

500 ml.

Hiperapnea a. Peningkatan fentilasi paru yang dihubungkan

dengan kebutuhan metabolisme karena kebutuhan

oksigen meningkat.

b. kebutuhan oksigen yang meningkat dapat dicapai

dengan cara meningkatkan frekuensi pernapasan,

volume tidal atau keduanya.

Hiperventilasi a. Hiperventilasi juga berarti peningkatan ventilasi

paru. Tetapi ini lebih di tujukan kepada ventilasi

Jika kemampuan dinding thoraks atau paru untuk mengembang mengalami penurunan sedangkan tahanan pada saluran pernapasan meningkat maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan juga akan bertambah.

Page 25: Fisiologi sistem respirasi

sebagai akibat metabolisme yang berlebihan.

b. Pengertian hiperventilasi akan lebih jelas bila di

hubungkan dengan istilah ventilasi lain seperti

ventilasi alveoli PCO2 atau PO2.

c. Perbedaan hierpnea dan hiperventilasi akan

tampak lebih jelas kepada orang sehat. Ventilasi

periodik pada orang akan menyebabkan

penurunan PCO2 dan PO2.

d. Pada hipeprnea peristiwa tersebut tidak akan

terjadi. Hiperventilasi dapat timbul pada

penderita dengan insuvisiensi jantung dan pada

penyakit bronkhopulmona seperti kor pulmona

dan PPON.

Apnea a. Apnea berarti pernafasan berhenti atau gerakan

pernapasan hilang

b. Pada keadaan normal pernapasan berhenti dapat

terjadi sewaktu seseorang menelan. Kadang

kadang juga bisa timbul disaat melahirkan

c. Apnea yang abnormal terjadi bila menyertai

hiperventilasi atau timbul sebagai akibat trauma.

Jika Apnea berlangsung cukup lama maka disebut

respiratory arest.

Pola Pernapasan Abnormal Keterangan

Pernapasan Biot a. Pola pernapasan biot sering timbul pada penyakit

akibat kerusakan otak.

b. Secara klinis pola yang terlihat adalah satu atau

beberapa kali usaha melakukan pernapasan

dengan amplitudo dan irama yang tidak teratur,

serta diselingi periodik istirahat.

Pernapasan Cheynestoke a. pernapasan cheynestokes merupakan suatu

Page 26: Fisiologi sistem respirasi

keadaan pernapasan dengan irama pernapasan

yang semakin lama akan semakin besar.

b. Setelah mencapai maksimum irama pernapasan

berubah semakin lama menjadi semakin kecil dan

kemudian dilanjutkan dengan tahap apnea, jadi

rangkaian pernapasannya diputus-putus oleh

periode apnea.

c. Tipe pernapasan ini dapat terjadi pada pendrita

dengan kegagalan jantung kongestif kemungkinan

disebabkan oleh waktu sirkulasi ke otak yang

meningkat.

d. Pola pernapasan seperti ini dijumpai pula pada

klien dengan kerusakan otak karena trauma,

penyakit lain atau tekana intra kranial yang

meningkat.

Pernafasan kusmaull Pola pernapasan kusmaull berupa irama pernapasan

yang lambat dalam dan teratur. Klinis keadaan ini

dijumpai pada klien dengan asidesis metabolik.

Pola Pernapasan Keterangan

Hipoventilasi a. Merupakan suatu penurunan frekuensi ventilasi.

b. Penurunan ini berkaitan dengan metabolisme atau

kecepatan metabolisme yang sedang berlangsung.

c. Contoh, kecepatan ventilasi paru 8 liter/menit

sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang

yang sehat dalam keadaan istirahat guna

mempertahankan fungsi minimal organ vital

tetapi bila orang tadi meakukan latihan ringan saja

sudah timbul hipoventilasi.

Takipnea a. Merupakan peningkatan frekuensi pernafasan

tanpa memperhatikan ada atau tidaknya

perubahan pada ventilasi paru secara keseluruhan.

Page 27: Fisiologi sistem respirasi

b. Takipnea dapat timbul bersamaan dengan

hiperpnea atau hiperventilasi.

c. Takipnea juga dapat terjadi bersamaan dengan

hipoventilasi pada keadaan ventilasi paru

menurun secara keseluruhan sehubungan dengan

penurunan volume tidal.

Dispnea a. Merupakan kesukaran bernapas dan keluhan

subjektif akan kebutuhan oksigen yang

meningkat.

b. Dispnea dapat juga diartikan sebagai suatu tanda

diperlukannya peningkatan pernapasan.

c. Dispnea merupakan suatu keluhan dan bukan

gejala. Beberapa penulis membedakan riwayat

dispnea akut dan kronis guna mempermudah

pengkajian keperawatan dalam menentukan

masalah keperawatan klien.

d. Sensasi dispnea sering dihubungkan dengan

kelainan mekanis paru misalnya klien dengan

kapasitas ventilasi yang berkurang atau sering

tampak pada insuvisiensi jantung.

Ortopnea Sesak napas yang terjadi bila penderita berada dalam

posisi berbaring. Sesak napas akan berkurang bila

penderita dalam posisi tegak (duduk atau berdiri)

2.5 Terapi Pernapasan Hiperbarik

Terapi oksigen Hiperbarik termasuk pengobatan non-medis, karena

tidak menggunakan obat-obatan untuk diminum, tetapi tetap dijalankan oleh

dokter atau tenaga medis lain. Terutama berguna bagi penderita diabetes yang

mengalami luka gangren yang sulit sembuh, yang umumnya harus

diamputasi. Terapi ini merupakan cara penyembuhan dengan menghirup

oksigen murni. Pasien ditempatkan dalam suatu alat tertutup khusus (ruang

hiperbarik) yang mempunyai tekanan udara tinggi 1,5-3 atmosfer. Tekanan

Page 28: Fisiologi sistem respirasi

tinggi ini akan meningkatkan jumlag oksigen dalam aliran darah dan jaringan

sebanyak 10-13 kali dari kondisi normal.

Terapi oksigen Hiperbarik memasok oksigen dengan cepat dan dalam

konsentrasi tinggi ke daerah luka. Tekanan yang tinggi mengubah proses

pernapasan seluler yang normal sehingga oksigen larut dalam plasma.

Akibatnya terjadi peningkatan dalam oksigenasi jaringan yang merangsang

pertumbuhan pembuluh darah yang baru sehingga mempercepat

penyembuhan luka gangren.

Membanjiri jaringan dengan oksigen, akan menghentikan penyebaran

racun dan meningkatkan pembasmian bakteri. Dengan demikian luka gangren

terhindar dari infeksi.

Prosedur terapi oksigen Hiperbarik: begitu pasien memasuki ruang

hiperbarik, tekanan di dalam ruang akan ditingkatkan secara bertahap sampai

ke tingkat nyaman bagi pasien. Pasien akan merasakan peningkatan tekanan

tersebut pada telinganya., namun petugas akan memberikan petunjuk cara

menyesuaikan diri. Di dalam ruang hiperbarik, pasien bias tidur, atau

membaca, nonton tv, mendengarkan musik dll. Setelah di anggap mencukupi,

tekanan udara dikembalikan secara bertahap. Lamanya pasien berada dalam

ruang hiperbarik bergantung pada kondisi luka, namun biasanya sekitar 2

jam. Dilakukan sekali atau dua kali per hari, selama sekitar 10 hari untuk

kondisi akut. Sedangkan pasien dengan kondisi kronis bias menjalani terapi

hiperbarik selama beberapa bulan. Bias dilakukan secara rawat jalan.

Berbeda dengan pengobatan non-medis lain yang relative lebih

murah daripada pengobatan medis, terapi oksigen hiprbarik tidaklah murah.

Bahkan boleh di katakan sangan mahal.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Paru

Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas

disebut sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi pernapasan

manusia setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya

frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :

Page 29: Fisiologi sistem respirasi

2.6.1 Usia

Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah

frekuensi pernapasannya. Hal ini berhubungan dengan energi yang

dibutuhkan. Usia yang mana saat lahir terjadi perubahan respirasi yang

besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi

udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek.

Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter

dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter

transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval.

Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola

napas.

2.6.2 Jenis Kelamin

Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih

tinggi dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta

produksi karbondioksida pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.

2.6.3 Suhu Tubuh

Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka akan semakin cepat

frekuensi pernapasannya, hal ini  berhubungan dengan peningkatan

proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Suhu sebagai respon

terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah

akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari

permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat

sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan

yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer,

akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan

kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan

oksigen.

2.6.4 Posisi atau Kedudukan Tubuh

Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan berbeda

dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok atatu berdiri. Hal ini

berhubungan erat dengan energi yang dibutuhkan oleh organ tubuh

sebagai tumpuan berat tubuh.

Page 30: Fisiologi sistem respirasi

2.6.5 Aktivitas

Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan akan

membutuhkan lebih banyak energi daripada orang yang diamatau

santai, oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih

tinggi. Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan

yang terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh

konsentrasi karbondioksida (CO₂) dalam darah.

2.6.6 Status Kesehatan

Status kesehatan, pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan

pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler

kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel

tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat

mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh

kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia,

karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida

maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan

dari sel.

2.6.7 Polusi udara

Polusi udara,dengan adanya polusi udara, kecepatan pernapasan

kita terganggu. Bernapas menjadi lebih menyesakkan sehingga

kecepatan pernapasan menurun, jumlah oksigen yang dihisap menurun,

kita pun menjadi lemas.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen (O2)/Pernapasan

2.7.1 Faktor fisiologis

Faktor fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi meliputi :

a. Penurunan kapasitas membawa oksigen

b. Penurunan konsentrasi oksigen oksigen yang diinspirasi

Page 31: Fisiologi sistem respirasi

2.7.2 Faktor perkembangan

Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru

yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada

yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu

bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang

dengan proporsi terhadap diameter transversal.

Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut

usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas. Tahap

perkembangan klien dan proses penuaan yang normal mempengaruhi

oksigenasi jaringan:

a. Bayi Prematur.

b. Bayi dan Todler.

c. Anak usia sekolah dan remaja.

d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan.

e. Lansia.

2.7.3 Faktor Lingkungan

Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi.

Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2

yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah

ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga

kedalaman pernapasan yang meningkat.

Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan

berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya

jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan

curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan

meningkat.

Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh

darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan

menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan

akan oksigen.

Page 32: Fisiologi sistem respirasi

2.7.4 Gaya hidup

Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman

pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam

tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat

menjadi predisposisi penyakit paru.

2.7.5 Status Kesehatan

Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat

menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada

terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh.

Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat

mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh

kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia,

karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida

maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan

dari sel.

2.7.6 Narkotika

Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam

pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu

bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau

laju dan kedalaman pernapasan.

2.7.7 Perubahan/Gangguan Pada Fungsi Pernapasan

Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat

mempengarhi pernapasan yaitu:

a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru

b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru

c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan sel

jaringan.

2.7.8 Perubahan Pola Nafas

Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini

sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang

sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping

Page 33: Fisiologi sistem respirasi

hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung

meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali

pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.

2.7.9 Obstruksi Jalan Nafas

Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di

sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi

jalan napas bagian atas meliputi: hidung, pharing, laring atau trakhea,

dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah

yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila

sekresi menumpuk disaluran napas.

Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian

atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru.

Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi

keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat.

Obstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara

mengorok selama inhalasi (inspirasi).

Page 34: Fisiologi sistem respirasi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa :

Kurva disosiasi memperlihatkan presentase kejenuhan hemoglobin pada

garis ventrikal dan tekanan parsial oksigen pada garis horizontal.

Tidak seperti jantung, paru-paru tidak mempunyai irama spontan.

Ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan

dari pusat tersebut ke otot pernapasan.

Tidak seperti jantung, paru-paru tidak mempunyai irama spontan.

Ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan

dari pusat tersebut ke otot pernapasan.

Pada saat latihan intensif konsumsi oksigen akan meningkat. Seorang atlet

yang latihan teratur mempunyai kapasitas paru yang lebih besar dibandingkan

dengan individu yang tidak pernah berlatih.

Pengetahuan terapan hukum-hukum fisika yang berhubungan dengan

sistem pernapasan apada kondisi ketinggian tertentu (Penyelam, penerbangan

dan puncak gunung) adalah sangat penting.

Bernapas merupakan suatu hal yang sangat penting pada kehidupan,

terutama bagi seorang penyelam. Pada saat penyelam tekanan atmosfer di

permukaan laut dengan didalam laut berbeda. Tekanan atmosfer akan

menurun pada ketinggian karena atmosfir diatasnya berkurang, sehingga

udara pun berkurang.

Apabila seseorang berada di tempat yang tinggi selama beberapa hari,

minggu atauu tahun, menjadi semakin teraklimatisasi terhadap tekanan pasrial

oksigen yang rendah sehingga efek buruknya terhadap tubuh makin lama

semakin berkurang.

Jenis Pernapasan Normal antara lain: apnea, hiperapnea, hiperventilasi,

eupnea. Pola Pernapasan Abnormal antara lain Biot, Cheynestoke, kusmaull.

Pola Pernapasan antara lain Hipoventilasi, Takipnea, Dispnea, Ortopnea.

Page 35: Fisiologi sistem respirasi

Terapi oksigen Hiperbarik termasuk pengobatan non-medis, karena tidak

menggunakan obat-obatan untuk diminum, tetapi tetap dijalankan oleh dokter

atau tenaga medis lain. Terapi ini merupakan cara penyembuhan dengan

menghirup oksigen murni. Pasien ditempatkan dalam suatu alat tertutup

khusus (ruang hiperbarik) yang mempunyai tekanan udara tinggi 1,5-3

atmosfer

3.2 Saran

Perawat dapat mengetahui bahwa menjaga kesehatan organ pernafasan

terutama pada paru-paru dan organ sistem  pernafasan lainnya itu penting.

Agar tidak terjadi gangguan pada sistem pernapasan kita, dengan cara

menghindari polusi udara dan gas-gas beracun, dan terutama hindarilah sikap

merokok. Serta rawatlah paru-paru (pulmo) agar tetap bersih, karena Paru-

paru mudah sekali terserang penyakit infeksi sehingga menimbulkan

kerusakan jaringannya.

Page 36: Fisiologi sistem respirasi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008c. Respiratory System. Http://www.brianmae.co.uk./physiollr.html (Diakses pada tanggal 12 Mei 2013, pukul 02.00)

Anonim. 2008a. Menyelam. www.coremap.or.id/download/menyelam 1158562081.pdf (Diakses pada tanggal 12 Mei 2013, pukul 02.00)

Guyton AC. 1994. Fisiologi Tubuh Manusia. Binarupa Aksara

Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Pahlevi, Muhammad Reza. 2012. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigen. http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com/2012/05/konsep-dasar-kebutuhan-oksigen.html. (diakses pada tanggal 11 Mei 2013, pukul 23.10).

Setiadi. 2007. Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC

Waugh & Grant. 2010. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Salemba Medika.