fisiologi ginjal

43
Referat Fisiologi Ginjal Pembimbing : dr. Ramzi, Sp. An Penyusun: Elisia Atnil 2013-061-016 KEPANITERAAN ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA

description

fisiologi ginjal

Transcript of fisiologi ginjal

Page 1: fisiologi ginjal

Referat

Fisiologi Ginjal

Pembimbing : dr. Ramzi, Sp. An

Penyusun: Elisia Atnil 2013-061-016

KEPANITERAAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA

PERIODE 17 FEBRUARI – 23 MARET

2014

Page 2: fisiologi ginjal

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia

dan rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Referat ini.

Penulis menyadari Referat ini mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada dr. Ramzi, Sp.An.

Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh

dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk memperbaiki kekurangan Referat ini di kemudian hari. Penulis

juga memohon maaf jika ada kata-kata penulis yang kurang berkenan.

Akhir kata, penulis berharap agar Referat ini dapat bermanfaat. Atas perhatian

yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, Februari 2014

Penulis

Page 3: fisiologi ginjal

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang................................................................................................

1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................

1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................

1.4. Manfaat Penulisan..........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Ginjal..............................................................................................

2.2. Filtrasi Glomerolus.........................................................................................

2.3. Reabsorbsi Tubulus........................................................................................

2.3.1. Reabsorbsi Natrium..............................................................................

2.3.2. Reabsorbsi Glukosa dan Asam Amino.................................................

2.3.3. Reabsorbsi Cl-, H2O, dan Urea.............................................................

2.4. Sekresi Tubulus..............................................................................................

2.5. Mekanisme Counter Current..........................................................................

2.6. Proses Mikturisi..............................................................................................

BAB III KESIMPULAN..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

i

ii

iii

1

2

2

2

3

4

8

9

13

14

15

17

20

22

23

Page 4: fisiologi ginjal

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Transportasi Transepitel...........................................................................9

Gambar 2. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron.................................................... 12

Gambar 3. Proses Mikturisi....................................................................................... 21

Page 5: fisiologi ginjal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ utama yang berfungsi untuk menjaga stabilitas dari

volume cairan ekstraseluler, komposisi elektrolit, dan osmolaritas. Fungsi ini

dijalankan dengan mengatur jumlah air dan berbagai konstituen plasma lain dalam

tubuh sehingga keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh dapat terjaga. Cara

ginjal dalam menjaga keseimbangan dalam tubuh adalah dengan melakukan

kompensasi.1

Dalam menjalankan fungsi kompensasi, ginjal lebih mampu untuk

melakukan kompensasi terhadap kelebihan cairan tubuh dibandingkan dengan

kekurangan. Apabila terdapat kelebihan jumlah cairan dan konstituen lain dalam

tubuh, ginjal dapat mengeluarkan konstituen tersebut, sebaliknya apabila tubuh

kekurangan cairan dalam jumlah yang banyak seperti dalam keadaan berkeringat

hebat, muntah, diare, ataupun perdarahan, ginjal dapat menjalankan fungsinya dalam

menjaga keseimbangan dengan cara menahan agar lebih sedikit jumlah bahan yang

dikeluarkan dalam urin. Tetapi mekanisme ini tetap harus dibantu dengan adanya

pemasukan cairan dari luar, karena ginjal tidak dapat menghasilkan cairan yang

dapat digunakan oleh tubuh manusia.2,3

Fungsi ginjal tersebut dilakukan oleh suatu bagian ginjal yang disebut nefron.

Nefron merupakan satuan struktural dan fungsional yang terkecil pada ginjal.

Terdapat dua jenis nefron pada tubuh manusia yaitu nefron korteks dan nefron

jukstamedulla. Nefron sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu glomerolus,

kapsul bowman, tubulus proksimal, lengkung henle, tubulus distal, dan tubulus

pengumpul.1,2

Pada saat adanya aliran darah yang masuk ke dalam ginjal, darah tersebut

akan mengalami penyaringan di nefron sehingga setiap bahan yang masih diperlukan

dalam tubuh dapat dipertahankan, dan apabila terdapat bahan yang tidak diperlukan

oleh tubuh, bahan ini akan dikeluarkan melalui urin. Urin ini akan melalui berbagai

struktur untuk sampai keluar tubuh, yaitu ureter, vesica urinaria, dan uretra.4

Melihat berbagai fungsi yang dapat dilakukan oleh ginjal, maka pentinglah

untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai fisiologi ginjal. Oleh karena itu,

Page 6: fisiologi ginjal

pada referat ini akan dilakukan pembahasan mengenai bagaimana fungsi dan cara

kerja ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimanakah fungsi ginjal dalam mengatur keseimbangan dalam tubuh?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimanakah fungsi ginjal yang baik dalam mengatur

keseimbangan dalam tubuh

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui fungsi filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi dari ginjal

2. Mengetahui fisiologi dari fungsi ginjal dalam melakukan penyaringan

pada darah

1.4. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bidang akademik dan ilmiah

Menambah pengetahuan akademis mengenai fisiologi ginjal

2. Bagi penulis

Sebagai sarana pengembangan minat dan bakat serta meningkatkan

kemampuan penulis dalam menyusun referat.

Page 7: fisiologi ginjal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.5. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ berpasangan yang terletak di rongga peritoneal dan

tepat di bawah diafragma. Kedua organ ini terletak di sisi kanan dan kiri vertebra

setinggi level T12-L3. Ginjal kanan biasanya terletak lebih rendah sedikit apabila

dibandingkan dengan ginjal kiri karena hati yang terletak di kanan. Posisi ini akan

berubah pada saat proses inspirasi dan ekspirasi.1

Ginjal berbentuk seperti kacang, konveks pada bagian lateral dan konkaf

pada bagian medial. Pada bagian medial terdapat hilus, yang merupakan tempat

masuk dari arteri dan vena renalis, kelenjar limfe, pelvis renalis, dan pleksus saraf.

Pada bagian basal dari pelvis renalis ini, terdapat dua sampai tiga percabangan

berbentuk pyramid yang dinamakan kaliks mayor. Pada tiap kaliks mayor juga

terdapat percabangan lagi yang dinamakan kaliks minor. Kaliks minor ini akan

mengeluarkan urin dari sistem piramid melalui papilla.1,3

Apabila dilakukan pemotongan koronal, ginjal dibagi menjadi dua bagian

yaitu korteks dan medulla. Pada medulla terdapat bagian seperti segitiga yang

dinamakan konus yang akan membentuk sistem piramid. Basal dari konus ini

menghadap ke korteks, sedangkan apeks dari konus ini menghadap ke pelvis renalis

membentuk papilla.4

Setiap ginjal terdiri dari banyak unit fungsional yang disebut nefron. Pada

letaknya di ginjal, nefron dapat dibagi menjadi dua yaitu nefron yang terletak lebih

luar dinamakan nefron kortikal, sedanngkan pada bagian dalam adalah nefron

jukstamedulla. Setiap nefron terdiri dari dua komponen, yaitu komponen vaskular

dan komponen tubulus.2

Bagian utama dari komponen vaskular nefron adalah glomerolus, yang

merupakan kumpulan kapiler yang berbentuk bulat. Pada saat memasuki ginjal, arteri

renalis terbagi menjadi sejumlah arteri berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan

arteriol aferen, masing-masing arteriol ini akan memperdarahi satu nefron. Arteriol

aferen ini akan mengantarkan darah menuju ke glomerolus. Apabila darah yang

melewati glomerolus tidak difiltrasi, maka darah ini akan meninggalkan glomerolus

menuju arteriol eferen.

Page 8: fisiologi ginjal

Arteriol eferen ini lalu akan terbagi menjadi kapiler peritubular, yang akan

memperdarahi ginjal dan berperan penting dalam pertukaran antara sistem tubular

dan darah selama perubahan dari darah menjadi urin. Kapiler peritubuler ini akan

bergabung dan membentuk venula, yang akan mengalirkan darah menuju vena

renalis yang meninggalkan ginjal. 2,3

Komponen tubulus pada nefron terdiri dari kapsula Bowman, tubulus

proksimal, ansa henle, tubulus distal, dan tubulus kolektivus. Kapsula bowman

merupakan suatu struktur yang melingkari glomerolus yang berfungsi untuk

mengumpulkan darah yang berasal dari glomerulus. Dari kapsula Bowman, darah

akan berubah menjadi filtrat glomerolus yang akan mengalir menuju tubulus

proksimal yang berada di korteks. Bagian berikutnya adalah ansa henle, yang

berbentuk seperti huruf U dengan bagian bawahnya terdapat di medulla renalis. Ansa

henle terdiri dari dua bagian yaitu pars asenden dan pars desenden. Ansa henle pars

desenden berjalan dari korteks menuju medulla, sedangkan pars asenden sebaliknya.

Pada saat berjalan dari medulla menuju korteks, pars asenden akan melalui bagian di

antara arteriol aferen dan eferen. Pada bagian ini, baik sel tubulus maupun vaskular

terspesialisasi membentuk apparatus jukstaglomerular, dimana sel tubulus

mengalami modifikasi menjadi makula densa dan sel pada dinding arteriol eferen

menjadi sel jukstaglomerular. Bagian ini memegang peranan penting dalam regulasi

fungsi ginjal. Setelah melewat bagian ini, filtrat akan mengalir menuju tubulus distal

yang terdapat pada korteks. Setelah itu tubulus distal akan mengalami pengosongan

menuju tubulus kolektivus. Setiap tubulus kolektivus mendapatkan sumber dari

delapan nefron, yang nantinya akan bergabung membentuk calix minor, beberapa

calix minor akan bergabung membentuk calix mayor, dan gabungan calix mayor

akan menjadi pelvis renalis yang akan mengalirkan urin keluar dari ginjal menuju

ureter.4,5

1.6. Filtrasi Glomerolus

Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi dari sejumlah besar cairan

melalui kapiler glomerolus ke dalam kapsula Bowman. Seperti kapiler lain di dalam

tubuh, kapiler glomerolus impermeable terhadap protein, sehingga darah yang

melewati glomerulus (disebut filtrat glomerolus), merupakan cairan yang bebas

protein dan eritrosit, sedangkan untuk konstituen lain dalam tubuh seperti elektrolit

Page 9: fisiologi ginjal

dan molekul organik, tidak terdapat banyak perbedaan antara darah dan filtrat

glomerolus.2,5,6

Cairan yang difiltrasi dari glomerolus menuju kapsula Bowman harus

melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerolus, yaitu dinding kapiler

glomerolus, membran basal, dan lapisan dalam kapsula Bowman yang di dalamnya

terdapat sel podosit. Ketiga lapisan inilah yang berfungsi sebagai filtration barrier.

Lapisan pertama yaitu dinding kapiler glomerolus terdiri dari selapis sel endotel

gepeng yang memiliki lubang-lubang dengan banyak pori-pori besar (fenestra), yang

membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut

dibandingkan kapiler di tempat lain.2,7

Lapisan berikutnya adalah membran basal, yang terdiri dari glikoprotein dan

kolagen. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein

berfungsi untuk menghambat filtrasi protein plasma kecil. Ukuran pori-pori

sebenarnya dapat dilalui oleh albumin yang merupakan protein plasma dengan

ukuran paling kecil, tetapi dengan adanya glikoprotein yang bermuatan sangat

negatif, maka protein plasma yang juga bermuatan negatif tidak dapat melewati

lapisan ini, sehingga tidak ada protein plasma yang dapat difiltrasi untuk masuk ke

kapsula Bowman. 2,3,5

Lapisan terakhir pada membran glomerolus yaitu bagian dalam dari kapsula

Bowman. Sel-sel ini tidak tersusun rapat satu sama lain, tetapi mempunyai celah

yang dinamakan celah podosit yang mengelilingi bagian luar dari kapiler. Podosit ini

dipisahkan oleh celah yang dinamakan celah filtrasi (slit pores).5,8

Filtrasi glomerolus disebabkan oleh gaya fisik yang sama dengan gaya yang

terdapat di kapiler bagian tubuh lainnya. Tiga gaya fisik yang terlibat adalah tekanan

darah kapiler glomerolus, tekanan osmotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik

kapsula Bowman. Tekanan darah kapiler glomerolus (± 55mmHg) merupakan

tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerolus, yang

dipengaruhi oleh kontraksi jantung sebagai sumber energi yang menghasilkan

filtrasi, dan resistensi terhadap aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan

arteriol eferen glomerolus. Tekanan darah kapiler glomerolus lebih tinggi

dibandingkan tekanan darah arteriol lain di dalam tubuh karena garis tengah arteriol

aferen lebih kecil daripada arteriol eferen, dan adanya resistensi yang tinggi pada

arteriol eferen. Tekanan ini merupakan satu-nya tekanan yang mendorong filtrasi

glomerolus.2,5,8

Page 10: fisiologi ginjal

Kedua tekanan lainnya merupakan tekanan yang melawan filtrasi glomerolus.

Tekanan pertama adalah tekanan osmotik koloid plasma (± 30 mmHg). Tekanan ini

terjadi karena adanya distribusi yang tidak seimbang protein plasma pada glomerulus

dan kapsula bowman. Membran glomerulus tidak dapat memfiltrasi protein plasma

sehingga kadar protein plasma di kapiler glomerulus lebih tinggi daripada kadar di

kapsula Bowman. Oleh karena itu konsentrasi air di kapiler glomerulus lebih rendah

daripada konsentrasi air di kapsula Bowman. Hal ini menimbulkan kecenderungan

air di kapsula Bowman untuk berosmosis dari kapsula Bowman menuju glomerulus

melawan filtrasi. Tekanan kedua adalah tekanan hidrostatik kapsula Bowman (± 15

mmHg). Gaya ini bersifat melawan filtrasi karena sifatnya cenderung mendorong

cairan keluar dari kapsul Bowman. Resultan ketiga tekanan ini menimbulkan

tekanan akhir filtrasi yang disebut sebagai tekanan filtrasi netto (± 10 mmHg).2,8

Laju filtrasi sebenarnya yaitu glomerolus filtration rate (GFR), yang

bergantung pada tekanan filtrasi netto dan luas permukaan glomerolus yang tersedia

untuk penetrasi dan seberapa permeabelnya membran glomerolus. Nilai normal dari

GFR untuk pria adalah 125 ml/menit, sedangkan untuk wanita adalah 115 ml/menit.

Perubahan dari salah satu gaya fisik yang telah disebutkan tadi dapat mempengaruhi

GFR. Gaya fisik yang paling berpengaruh adalah tekanan darah kapiler glomerolus.

Dua tekanan lainnya tidak berada di bawah kontrol, dan pada keadaan normal pada

dasarnya tidak berubah dan mempunyai nilai yang konstan. Tekanan darah kapiler

glomerolus merupakan tekanan yang dapat dikontrol untuk menyesuaikan dengan

kebutuhan tubuh. Tekanan ini sejalan dengan tekanan arteri dalam tubuh, bila

tekanan darah arteri sebagai gaya utama yang mendorong darah masuk glomerulus

naik, maka GFR pun akan meningkat pula. Oleh karena itu, ginjal pun perlu

melakukan mekanisme autoregulasi untuk menjaga aliran darah tetap konstan dan

GFR normal. Terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan oleh ginjal, yaitu

mekanisme miogenik dan mekanisme umpan balik tubuloglomerulus.2,5,6

Mekanisme miogenik terjadi ketika peregangan memicu kontraksi otot polos

pada arteriol aferen. Seiring meningkatnya tekanan darah, GFR juga meningkat.

Dengan adanya peningkatan tekanan darah, otot polos akan terpicu dan berkontraksi

sehingga lumen arteriol menyempit yang mengakibatkan berkurangnya GFR, dan

begitu juga sebaliknya. Otot polos vaskular berkontraksi secara inheren sebagai

respon terhadap peregangan yang menyertai peningkatan tekanan darah di dalam

pembuluh. 2,7

Page 11: fisiologi ginjal

Mekanisme umpan balik tubuloglomelular melibatkan makula densa untuk

menyediakan umpan balik ke glomerulus. Ketika GFR di atas normal, makula densa

akan mendeteksi adanya peningkatan aliran dari Na+, Cl- serta air dan akan

menghambat pelepasan NO (agen penyebab vasodilatasi). Pada saat terjadi

peningkatan GFR, makula densa akan mengeluarkan zat kimia vasoaktif dari

aparatus jukstaglomerular, yang menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan

menurukan alirah darah glomerolus sehingga memulihkan GFR, dan begitu pula

sebaliknya. Perlu diingat, kedua mekanisme di atas hanya dapat bekerja selama

tekanan darah berada dalam rentang 80 – 180 mmHg.2,5

Selain mekanisme autoregulasi intrinsik yang berfungsi untuk menjaga agar

GFR konstan walaupun terjadi fluktuasi tekanan darah, GFR juga dapat diubah

secara sengaja oleh mekanisme konstrol ekstrinsik yang dapat mengalahkan respon

autoregulasi. Kontrol ekstrinsik ini diperantai oleh saraf smpatik. Sebagai contoh,

jika volume plasma berkurang karena pendarahan, maka penurunan tekanan darah

arteri yang terjadi dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis yang

memicu refleks saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke arah normal dengan

meningkatkan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah. Apabila tekanan

darah di jantung meningkat, maka tekanan darah di kapiler glomerulus (GFR) juga

akan meningkat, sedangkan jumlah volume plasma harus dipertahankan dalam

keadaan normal. Ginjal merupakan salah satu organ yang dapat membantu

melakukan kompensasi untuk menjaga volume darah dalam tubuh. Pada saat terjadi

hal demikian, maka terdapat respon vasokonstriksi pada arteri di seluruh tubuh untuk

meningkatkan resistensi vaskular, terutama pada arteriol aferen ginjal yang

dipersarafi oleh serat vasokonstriktor simpatis yang jauh lebih banyak daripada

arteriol eferen, sehingga jumlah darah yang masuk ke dalam glomerolus berkurang

dan GFR pun akan mengalami penurunan, sehingga H2O dan garam yang seharusnya

dikeluarkan dalam urin dipertahankan dalam tubuh untuk membantu memulihkan

plasma kembali ke keadaan normal.

Nilai GFR juga dapat disebabkan oleh perubahan koefisien filtrasi. Koefisien

filtrasi ini dapat berubah di bawah pengaruh kontrol fisiologi tubuh. Dua faktor yang

berpengaruh adalah luas permukaan untuk filtrasi yang dicerminkan oleh permukaan

dalam kapiler glomerolus yang berkontak langsung dengan darah. Setiap berkas

glomerolus dihubungkan oleh sel mesangium yang juga berfungsi sebagai fagosit

dan mengandung elemen kontraktil. Apabila sel ini berkontraksi (bisa disebabkan

Page 12: fisiologi ginjal

karena stimulasi simpatis) maka akan mengurangi jumlah permukaan untuk filtrasi

sehingga nilai GFR akan berkurang. Aktivitas sel mesangium ini juga dipengaruhi

oleh beberapa hormon dan zat perantara kimiawi lokal yang berperan dalam

mekanisme lokal lain di ginjal, seperti reabsorbsi tubulus dan umpan balik tubulo

glomerolus. Selain sel mesangium, podosit juga memiliki filamen kontraktil mirip

aktin yang dapat mengurangi atau meningkatkan jumlah celah filtrasi.2,5,6,7,8

1.7. Reabsorbsi Tubulus

Semua konstituen plasma, kecuali protein difiltrasi bersama-sama melintasi

kapiler glomerolus. Selain produk-produk sisa dan bahan yang perlu dieliminasi

dalam tubuh, cairan filtrasi juga mengandung nutrien, elektrolit, dan zat lain yang

masih diperlukan oleh tubuh. Bahan-bahan yang masih diperlukan ini harus

dikembalikan ke darah melalui proses reabsorbsi tubulus, yaitu perpindahan bahan

dari lumen tubulus kedalam kapiler peritubulus.2,5,8

Proses reabsorbsi tubulus merupakan proses yang sangat selektif. Secara

umum, tubulus memiliki kapasitas reabsorbsi yang besar untuk bahan yang masih

diperlukan oleh tubuh seperti air, natrium, dan glukosa. Sedangkan untuk bahan yang

tidak diperlukan oleh tubuh, tubulus memiliki kapasitas reabsorbsi yang kecil bahkan

hampir tidak ada, sehingga bahan inilah yang nantinya akan dibuang dalam urin.

Untuk konstituen plasma esensial yang diatur oleh ginjal, kapasitas absortif dapat

berubah tergantung pada kebutuhan tubuh.3,6

Pada saat air dan konstituen lain yang bermanfaat telah direabsorbsi, zat sisa

yang masih berada dalam cairan tubulus akan menjadi sangat pekat. Besarnya

reabsorbsi tubulus adalah 99% untuk H2O yang difiltrasi (178 liter/hari), 100% gula

yang difiltrasi (1,13 kg/hari), dan 99,5% garam yang difiltrasi (0,16 kg/hari).

Bahan-bahan yang direabsorbsi di tubulus harus melewati lima sawar

terpisah yaitu membran luminal sel tubulus, sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi

lainnya, membran basolateral sel tubulus untuk masuk ke cairan interstisium,

melintasi cairan interstisium dengan cara difusi, dan sawar terakhir adalah dinding

kapiler sehingga akhirnya bahan tersebut dapat masuk ke plasma darah. Keseluruhan

rangkaian langkah tersebut dikenal dengan sebutan transportasi transepitel.

Page 13: fisiologi ginjal

Gambar 1. Transportasi Transepitel

Terdapat dua jenis reabsorbsi tubulus, yaitu reabsorbsi aktif dan pasif. Suatu

bahan dikatakan mengalami proses reabsorbsi aktif apabila pada saat melewati

kelima sawar tersebut, bahan ini melawan gradien elektrokimia atau osmotik

sehingga membutuhkan energi. Suatu proses reabsorbsi tetap dikatakan aktif

walaupun hanya pada satu sawar bahan tersebut membutuhkan energi untuk

berpindah. Bahan yang direabsorbsi aktif merupakan bahan yang penting bagi tubuh

misalnya glukosa, asam amino, dan nutrien organik lainnya serta Na+ dan elektrolit

lain seperti PO43-. Pada reabsorbsi pasif, senua langkah dalam transportasi transepitel

dari lumen tubulus ke plasma tidak menggunakan energi untuk memindahkan bahan

tersebut, yang terjadi karena mengikuti penurunan gradien tekanan elektrokimia atau

osmotik.

1.7.1. Reabsorbsi Natrium

Reabsorbsi natrium bersifat unik dan juga kompleks. Delapan puluh persen

dari kebutuhan energi total ginjal digunakan untuk transportai Na+. Tidak seperti

sebagian besar zat terlarut yang difiltrasi, Na+ direabsorbsi di seluruh bagian tubulus

tetapi dengan tingkat yang berbeda di berbagai tingkatannya dengan rata-rata 67%

direabsorbsi di tubulus proksimal, 25% di lengkung henle, dan 8% di tubulus distal

dan tubulus pengumpul. Setiap bagian mempunyai fungsi khusus tersendiri. 2,5,8

Page 14: fisiologi ginjal

Reabsorbsi Na+ di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi

glukosa, asam amino, H2O, HCl dan urea. Reabsorbsi Na+ di lengkung henle,

bersama dengan reabsorbsi Cl- berperan penting dalam kemampuan ginjal

menghasilkan urin dengan konsentrasi dan volume yang berbeda, yang bergantung

pada kebutuhan tubuh untuk menyimpan atau membuang H2O. Sedangkan untuk

reabsorbsi Na+ di bagian distal besifal variabel dan berada di bawah kontrol hormon,

yang penting dalam mengatur volume cairan ekstrasel. Proses reabsorbsi ini juga

sebagian berkaitan dengan sekresi K+ dan H+.3,6

Proses reabsorbsi aktif pada reabsorbsi Na+ melibatkan pompa Na+- K+

ATPase yang bergantung energi yang terletak pada membran basolateral tubulus.

Pada saat pompa basolateral ini memindahkan Na+ ke luar dari sel tubulus menuju ke

ruang lateral, konsentrasi Na+ intrasel dipertahankan tetap rendah sementara secara

simultan terjadi peningkatan konsentrasi Na+ di ruang lateral, karena itu pada bagian

ini dibutuhkan pompa tersebut yang berfungsi memindahkan Na+ melawan gradien

konsentrasinya. Konsentrasi Na+ intrasel dipertahankan rendah oleh aktivitas pompa

basolateral ini, sehingga tercipta gradien konsentrasi yang mendorong difusi Na+ dari

tempat dengan konsentrasi tinggi di lumen tubulus menembus batas luminal melalui

saluran Na+ ke dalam sel tubulus. Setelah berada di dalam sel, Na+ secara aktif akan

dikeluarkan oleh pompa basolateral yang kemudian akan berdifusi mengikuti

penurunan gradien konsentrasi dari ruang lateral ke cairan interstisium di sekitarnya

yang konsentrasi Na+ nya lebih rendah dan akhirnya akan mencapai darah kapiler

peritubulus. 2,5,8

Di tubulus proksimal dan lengkung henle, persentase Na+ yang direabsorbsi

bersifat konstan, tidak sepeti di tubulus distal yang dikontrol oleh hormon. Tingkat

reabsorbsi terkontrol ini berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh.

Apabila terdapat terlalu banyak Na+ di dalam tubuh, maka hanya sedikit dari Na+

yang akan direabsorbsi di tubulus distal, dan begitu pula sebaliknya. Sistem hormon

terpenting yang dikenal dalam menangani masalah ini adalah sistem renin

angiotensin aldosteron.

Beban Na+ di dalam tubuh tercermin oleh volume cairan ektraseluler. Na+

anion pendampingnya Cl- merupakan penentu lebih dari 90% aktivitas osmotik

cairan ektraseluler, sehingga apabila kadar Na+ bertambah, maka secara tidak

Page 15: fisiologi ginjal

langsung volume cairan ektraselular juga akan bertambah. Plasma merupakan salah

satu komponen dari cairan ektraseluler, sehingga konsekuensi terpenting dari

perubahan volume cairan ekstra selular adalah perubahan tekanan darah.

Sel-sel granular aparatus jukstaglomerular mensekresikan suatu hormon yaitu

renin ke dalam darah sebagai respon terhadap penurunan NaCl, penurunan volume

ektraseluler, ataupun penurunan tekanan darah. Fungsi ini merupakan fungsi

tambahan dari peran aparatus jukstaglomerular dalam autoregulasi. Renin

mempunyai perbedaan dengan zat kimia vasoaktif lokal yang mempengaruhi aliran

darah glomerolus. Peningkatan sekresi renin ini akan mengakibatkan peningkatan

reabsorbsi Na+ oleh tubulus distal. Klorida selalu secara pasif mengikuti Na+ sesuai

penurunan gradien. Keuntungan utama dari retensi NaCl ini adalah retensi H2O yang

mengikutinya secara osmosis, sehingga dapat membantu memulihkan volume

plasma dan tekanan darah. 3,6

Awal kerja renin dimulai saat renin yang dieksresikan dalam darah bertindak

sebagian enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I.

Angiotensinogen merupakan protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu

terdapat dalam plasma dengan konsentrasi tinggi. Pada saat melewati sirkulasi paru,

angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak terdapat pada kapiler paru, akan

mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini merupakan

stimulus utama dari sekresi hormon aldosteron dari kelenjar adrenal. Kelenjar

adrenal merupakan kelanjar endokrin yang menghasilkan beberapa hormon yang

masing-masing disekresikan sebagai respon terhadap rangsangan yang berbeda.

Dalam hal keseimbangan cairan oleh ginjal, hormon yang berperan dari korteks

adrenal adalah aldosteron. 2,5,8

Salah satu efek dari aldosteron adalah meningkatan reabsorbsi Na+ oleh

tubulus distal dan tubulus pengumpul. Hormon ini merangsang sintesis protein baru

dalam sel tubulus tersebut (aldosterone induced proteins), yang akhirnya akan

meningkatkan reabsorbsi Na+ melalui dua cara. Cara pertama adalah terlibat dalam

pembentukan saluran Na+ di membran luminal sel tubulus distal dan pengumpul,

sehingga meningkatkan perpindahan pasif Na+ dari lumen ke dalam sel. Cara kedua

adalah dengan menginduksi pembawa Na+- K+ ATPase basolateral.

Page 16: fisiologi ginjal

Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II juga mempunyai efek

konstriktor kuat terhadap arteriol, yang nantinya menyebabkan peningkatan tekanan

darah dengan meningkatkan resistensi perifer total. Selain itu angitoensin II juga

merangsang rasa haus dan merangsang vasopressor, yaitu hormon yang

meningkatkan retensi H2O oleh ginjal.2

Gambar 2. Sistem Renin-Agiotensin-Aldosteron

Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, diperkirakan bahwa terdapat

suatu hormon yang dapat melawan sistem pembuang Na+ ini. Hormon yang

dimaksud adalah hormon Atrium Peptide Natriuretic (ANP) dan mungkin faktor

natriuretik. Peptida natriuretik atrium dikeluarkan dari atrium jantung sewaktu

volume cairan ekstraseluler meningkat. Efek utama dari hormon ini adalah

menghambat reabsorbsi Na+ di bagian distal nefron, sehingga eksresi Na+ meningkat.

ANP juga meningkatkan eksresi Na+ di urin dengan menghambat dua langkah sistem

renin-angiotensin-aldosteron. ANP menghambat sekresi renin oleh ginjal dan bekerja

pada korteks adrenal untuk menghambat sekresi aldosteron. ANP juga mendorong

Page 17: fisiologi ginjal

terjadinya natriuresis dan diuresis dengan meningkatkan GFR melalui dilatasi

arteriol aferen, yang menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler glomerolus

serta relaksasi dari sel mesangium glomerolus, yang pada akhirnya akan

meningkatkan GFR.

Selain efek tidak langsung pada penurunan tekanan darah, ANP juga dapat

mengurangi beban Na+ sehingga beban cairan tubuh juga akan berkurang. ANP juga

secara langsung menurunkan tekanan darah dengan mengurangi curah jantung dan

menurunkan resistensi perifer total melalui inhibisi aktivitas saraf simpatis ke

jantung dan pembuluh darah. 3,6

Hormon yang juga mempunyai peranan dalam reabsorbsi natrium adalah

prostaglandin. Dengan adanya prostaglandin, akan terjadi peningkatan ekskresi

natrium dan air melalui urin dengan cara merangsang terjadinya vasodilatasi.

Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi di medula ginjal sebagai respon

terhadap stimulasi saraf simpatis, hipotensi, dan peningkatan angiotensin II.8

1.7.2. Reabsorbsi Glukosa dan Asam Amino

Glukosa dan asam amino merupakan nutrisi yang masih dibutuhkan oleh

tubuh. Pada saat terjadinya proses filtrasi, glukosa dan asam amino ikut masuk ke

dalam kapiler glomerolus sehingga kedua nutrien ini harus direabsorbsi di tubulus.

Meskipun glukosa dan asam amino bergerak secara aktif melawan gradien

konsentrasi mereka dari lumen tubulus ke dalam darah sampai konsentrasi kedua

konstituen ini di lumen tubulus adalah nol, tidak ada energi yang secara langsung

dipakai untuk menjalankan pembawa glukosa dan asam amino. Glukosa dan asam

amino diangkut melalui proses transportasi aktif sekunder, yaitu suatu pembawa

kotransportasi khusus yang secara simultan memindahkan Na+ dan molekul organik

tertentu dari lumen ke dalam sel. Glukosa dan asam amino hanya dapat berpindah

apabila terdapat Na+ di dalam lumen. Setelah menggunakan kotransport ini dan

masuk ke dalam sel tubulus, glukosa dan asam amino hanya mengikuti penurunan

gradien konsentrasi berdifusi menembus membran basolateral ke dalam plasma.

Setiap bahan yang direabsorbsi secara aktif (kecuali Na+) berikatan dengan

pembawa di membran yang memindahkan bahan tersebut melawan gradien

Page 18: fisiologi ginjal

konsentrasi. Setiap pembawa bersifat spesifik untuk jenis bahan yang dapat mereka

angkut. Kecepatan reabsorbsi maksmum tercapai apabila suatu pembawa spesifik

untuk suatu bahan sudah jenuh. Maksimum tubulus (Tm) adalah jumlah maksimum

suatu bahan yang dapat diangkut secara aktif oleh sel tubulus dalam rentang waktu

tertentu. Setiap bahan yang difiltrasi yang jumlahnya melebihi Tm tidak akan

direabsorbsi dan akan keluar tubuh melalui urin. Berikut ini akan diberikan satu

contoh konstituen, yaitu glukosa. 8

Konsentrasi glukosa normal dalam plasma adalah 100mg/100ml plasma.

Glukosa difiltrasi secara bebas di glomerolus, sehingga glukosa akan masuk ke

dalam kapsula Bowman dengan konsentrasi yang sana. Dengan demikian, akan

terdapat 100mg glukosa untuk setiap 100 ml plasma yang difiltrasi. Jumlah setiap

bahan yang difiltrasi per menit, yang dikenal sebagai beban filtrasi dihitung dengan

mengalikan konsentrasi bahan plasma dengan laju filtrasi glomerolus, sehingga

untuk beban filtrasi glukosa adalah sebesar 125mg/menit.

Tm untuk glukosa rata-rata adalah 375mg/menit, jadi mekanisme pembawa

glukosa mampu secara aktif mereabsorbsi glukosa dengan jumlah sampai

375mg/menit, yaitu tiga kali lipat dari nilai glukosa normal dalam plasma (300 mg

glukosa dalam 100 ml plasma). Apabila nilai glukosa dalam darah melewati 300

mg/100 ml, maka glukosa sisa akan dibuang melalui ekskresi ginjal, sehingga pada

pemeriksaan dapat ditemukan adanya glukosuria (glukosa dalam urin). Keadaan

seperti ini sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang mempunyai kadar

glukosa darah yang tinggi.2

1.7.3. Reabsorbsi Cl-, H2O, dan Urea

Tidak hanya reabsorbsi aktif sekunder glukosa dan asam amino yang

berkaitan dengan pompa Na+- K+, reabsorbsi Cl-, H2O, dan urea juga bergantung

pada pompa ini. Reabsorbsi ion klorida dilakukan secara pasif mengikuti penurunan

gradien listrik yang diciptakan oleh reabsorbsi aktif ion natrium yang bermuatan

positif. Jumlah Cl- yang direabsorbsi ditentukan oleh kecepatan reabsorbsi Na+ dan

tidak dikontrol secara langsung oleh ginjal.5

Page 19: fisiologi ginjal

Reabsorbsi air berlangsung secara pasif melalui proses osmosis di seluruh

panjang tubulus. Dari semua H2O yang difiltrasi, 80% difiltrasi di tubulus proksimal

dan lengkung henle, sedangkan sisa 20% direabsorbsi di tubulus distal yang

bergantung pada hormon yang bergantung pada status hidrasi tubuh. Gaya yang

mendorong reabsorbsi di tubulus proksimal adalah kompartemen hipertonisitas di

ruang lateral antara sel tubulus yang diakibatkan oleh kerja pompa Na+. Akumulasi

cairan di ruang lateral menyebabkan terbentuknya tekanan hidrostatik oleh cairan

yang mendorong H2O ke luar dari ruang lateral menuju cairan interstisium dan

akhirnya kembali ke dalam kapiler peritubulus. Selain itu, gaya osmotik yang

diciptakan oleh koloid plasma juga menarik cairan dari dalam lumen tubulus.

Tekanan ini ditimbulkan oleh adanya protein plasma yang tidak dapat melewati

kapiler glomerolus sehingga protein plasma tetap tinggal di kapiler peritubulus.

Reabsorbsi urea juga merupakan reabsorbsi pasif akibat kerja pompa Na+.

Urea merupakan suatu produk sisa yang berasal dari penguraian protein. Reabsorbsi

H2O di tubulus proksimal menimbulkan gradien konsentrasi terhadap urea yang

akhirnya mendorong reabsorbsi pasif dari zat sisa ini. Pindahnya air dari lumen

tubulus ke kapiler peritubulus menyebabkan zat-zat yang difiltrasi tapi tidak ikut

direabsorbsi menjadi lebih terkonsentrasi. Salah satu dari zat ini adalah urea.

Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerolus adalah setara dengan konsentrasi

urea di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus, tetapi jumlah urea yang

terdapat dalam cairan filtrasi telah mengalami pemekatan hampir tiga kali lipat

sehingga konsentrasi urea dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih besar daripada

konsentrasi di dalam kapiler darah. Dengan demikian terjadilah perpindahan urea

secara pasif dari lumen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus.2,6

1.8. Sekresi Tubulus

Sekresi tubulus merupakan penambahan zat-zat yang ingin dieliminasi dari

dalam tubuh. Semua zat yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi

glomerulus maupun sekresi tubulus dan tidak direabsorbsi akan dieliminasi di dalam

urin. Sekresi tubulus juga melibatkan transportasi transepitel tetapi dengan arah yang

berlawanan. Seperti halnya reabsorbsi, sekresi tubulus dapat berjalan secara aktif

Page 20: fisiologi ginjal

maupun pasif. Bahan sekresi yang terpenting adalah sekresi H+, K+, dan ion

organik.1,2,5,8

Sekresi H+ ginjal sangat penting untuk menjaga keseimbangan asam basa

dalam tubuh. Ion hidrogen dapat dapat ditambahkan ke dalam cairan filtrasi melalui

proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi ion

hidrogen tergantung pada keasaman cairan tubuh. Keseimbangan asam basa dalam

tubuh dilakukan oleh dua organ, yaitu paru-paru dan ginjal. Untuk menjaga

keseimbangan asam basa dalam tubuh, setiap H+ yang masuk harus diimbangi

dengan pengeluaran H+ yang sesuai. H+ akan terus bertambah dalam tubuh sebagai

hasil dari metabolisme. Sebenarnya, tubuh mempunyai sistem buffer yang dapat

mencegah perubahan pH darah, tetapi sistem ini belum cukup untuk dapat menjaga

pH darah tetap konstan. Paru-paru hanya dapat mengeluarkan asam dalam bentuk

CO2, maka asam dalam bentuk lain harus dieksresikan melalui ginjal. Ginjal

mengatur keseimbangan asam basa melalui tiga mekanisme, yaitu eksresi H+,

ekskresi HCO3-, dan sekresi amonia.1,2,5

Ion K+ merupakan contoh zat yang sangat bergantung pada proses sekresi.

Ion ini secara aktif direabsorbsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresi di

tubulus distal dan pengumpul. Biasanya, semua ion K+ yang masuk ke dalam filtrat

glomerolus akan direabsorbsi (proses ini bersifat konstan dan tidak diatur), sehingga

semua K+ yang muncul di urin biasanya merupakan hasil dari sekresi pada tubulus

distal dan pengumpul, dimana proses sekresi di akhir tubulus bervariasi dan berada

di bawah kontrol. Sekresi ion K+ juga berkaitan dengan reabsorbsi Na+ dengan

menggunakan pompa.1,2

Faktor terpenting yang mempengaruhi kecepatan sekresi K+ adalah hormon

aldosteron. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks

adreanal untuk meningkatkan pengeluaran aldosteron yang kemudian akan

menyebabkan meningkatknya sekresi dan eksresi K+. Faktor lain yang dapat

mengubah sekresi K+ adalah status asam basa tubuh. Pompa basolateral di bagian

distal nefron dapat mensekresikan K+ atau H+ untuk ditukar dengan Na+. Dalam

keadaan normal, ginjal terutama mensekresikan K+, tetapi apabila cairan tubuh

terlalu asam maka sekresi H+ akan lebih dominan, sehingga dapat menyebabkan

terjadinya retensi K+ dalam tubuh.1,8

Page 21: fisiologi ginjal

Tubulus proksimal mengandung dua jenis pembawa sekretorik yang terpisah,

satu untuk sekresi anion organik dan satu lagi untuk sekresi kation organik. Sistem

ini memiliki beberapa fungsi penting. Fungsi pertama adalah dengan menambahkan

ion organik tertentu ke dalam cairan tubulus melalui proses sekresi akan

memudahkan proses eliminasi bahan ini dari dalam tubuh. Fungsi kedua adalah

beberapa ion organik berikatan dengan protein plasma, sehingga ion ini tidak dapat

melewati filtrasi glomerolus. Dengan adanya sekresi tubulus, ion ini dapat

dikeluarkan dari dalam tubuh. Fungsi terakhir merupakan fungsi yang terpenting,

yaitu untuk mengeluarkan senyawa asing dari dalam tubuh. Sistem ion organik dapat

mensekresikan ion organik yang berbeda, baik yang diproduksi secara endogen (di

dalam tubuh) maupun ion organik asing yang masuk ke dalam tubuh. Dalam

mekanisme ini hati memegang peranan penting karena hati yang mengubah bahan-

bahan asing menjadi bentuk anion yang dapat disekresi oleh sistem anion organik

sehingga proses eliminasi dapat ditingkatkan. Banyak obat yang dieliminasi dari

tubuh melalui sistem ini, sehingga untuk mempertahankan konsentrasi yang

diinginkan di dalam darah, dosis obat harus diulang scara teratur untuk mengimbangi

kecepatan pengeluaran obat ini di dalam urin. 3,6

1.9. Mekanisme Counter Current

Ansa henle terbagi menjadi dua bagian yaitu pars desenden dan pars asenden.

Bagian tipis dari pars desenden merupakan lanjutan dari tubulus proksimal dan

bagian ini berjalan dari korteks menuju medulla ginjal. Di medulla sendiri, pars

asenden akan berbalik dan naik ke atas menuju korteks sebagai pars asendens.

Nefron sendiri juga dapat dibagi dua berdasarkan letak, yaitu nefron korteks dan

nefron jukstamedula.1,2

Nefron korteks (30-40% dari jumlah total nefron) memiliki ansa henle yang

pendek, sehingga mempunyai pars asenden yang pendek juga, sedangkan nefron

jukstamedulla memiliki ansa henle yang panjang yang masuk jauh ke dalam medulla.

Lengkung henle sendiri mempunya fungsi utama untuk mempertahankan

hipertonisitas di interstisium medulla dan secara tidak langsung memperantai tubulus

distal dalam mengkonsentrasikan urin.5,8

Page 22: fisiologi ginjal

Pars asendens dan desendens dari ansa henle mempunyai sifat yang berbeda.

Pars desendens sangat permeabel terhadap H2O dan tidak aktif mengeluarkan Na+,

sedangkan pars asendens sebaliknya. Perbedaan sifat inilah yang dapat membantu

mekanisme dari pengaturan osmolaritas urin. Berikut akan sedikit dibahas mengenai

mekanisme ini. 3,6

Konsentrasi cairan interstisium plasma sama seperti konsentrasi cairan tubuh

lainnya, yaitu 300 mosm/L. Cairan dengan konsentrasi inilah yang akan memasuki

ansa henle. Pompa garam pada pars asendens mulai memompa NaCl keluar dari

lumen sampai pada cairan interstisium sekitar 200 mosm/L lebih pekat. Hal ini

membuat cairan interstisium medula menjadi hipertonik. Air tidak dapat mengikuti

secara osmotis pada pars asendens karena pars asendens impermeabel terhadap H2O.

Karena pars desendens sangat permeabel terhadap H2O, terjadi difusi netto H2O dari

pars desendens ke dalam cairan interstisium. Cairan tubulus yang masuk ke pars

desendens dari tubulus proksimal bersifat isotonik, sehingga terjadi osmosis keluar

dari pars desendens menuju cairan interstisium medulla. Cairan pada pars desendens

mulai menjadi pekat karena kehilangan H2O. Perpindahan H2O terus berlanjut hingga

osmolaritas pars desendens dan cairan interstisium sama. Dalam keseimbangan,

cairan interstisium dan pars desendens memiliki osmolaritas sebesar 400 mosm/L,

sedangkan pars asendens 200 mosm/L. Osmolaritas cairan ini makin lama akan

meningkat, sampai pada akhirnya mencapai konsentrasi maksimal 1200msm/L di

dasar lengkung. Sebaliknya, pada pars asendens, cairannya menjadi hipotonik hingga

mencapai konsentrasi 100 mosm/L. Dengan ini, terciptalah suatu gradien osmotik

vertikal yang memungkinkan ginjal menghasilkan urin yang konsentrasinya

bervariasi dari 100 mosm/L hingga 1200 mosm/L. Konsentrasi urin ini dapat

berubah tergantung dari aktivitas hormon. Salah satu hormon yang berpengaruh

adalah vasopresin.1,2

Vasopresin merupakan suatu hormon yang dibentuk oleh hipotalamus.

Hormon ini bekerja dengan meningkatkan permeabiltas dari tubulus distal. Apabila

vasopresin dikeluarkan, akan meningkatkan reabsorbsi dari air sehingga jumlah

cairan dalam tubuh akan meningkat. Mekanisme dimulai padaa saat konsentrasi urin

yang masuk ke tubulus distal adalah 100 mosm/L, sedangkan konsentrasi pada cairan

interstisium adalah 300 mosm/L. Pada keadaan tidak terdapatnya vasopresin, dinding

tubulus distal bersifat impermeable terhadap air, sehingga konsentrasi cairan yang

Page 23: fisiologi ginjal

keluar akan tetap 100 mosm/L. Tetapi apabila vasopresin muncul, maka

permeabilitas dari duktus akan meningkat, sehingga terjadi perpindahan H2O dari

tubulus menuju ke cairan interstisium di sekitarnya yang lebih hipertonis, sehingga

dengan cara ini tubuh dapat menahan lebih banyak H2O.1,2,5,8

1.10. Proses Mikturisi

Mikturisi atau berkemih merupakan proses pengosongan kandung kemih.

Proses ini terjadi setelah tahap pembentukan urin selesai, dan urin yang telah siap

disalurkan melalui ureter ke vesika urinaria. Aliran urin di ureter tidak hanya

bergantung pada gaya gravitasi bumi, tetapi juga dipengaruhi oleh kontraksi

peristaltik dari otot polos di dalam dinding uretra yang mendorong urin bergerak

maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter ini menembus vesika urinaria secara

oblik, sehingga mencegah aliran balik urin dari vesika urinaria ke ginjal apabila

vesika urinaria sudah terisi penuh. Ketika vesika urinaria terisi penuh, ujung ureter

yang terdapat di dalam dinding vesika urinaria tertekan dan menutup, namun urin

masih tetap dapat masuk karena kontraksi ureter menghasilkan tekanan yang cukup

besar untuk mengatasi resistensi dan mendorong urin masuk ke vesika urinaria.2

Dinding vesika urinaria sendiri terdiri dari otot polos yang berlapis sehingga

memungkinkan vesika urinaria untuk sangat meregang tanpa menyebabkan

peningkatan ketegangan dinding vesika urinaria. Selain itu, dinding vesika urinaria

yang berlipat-lipat menjadi rata sewaktu terisi untuk meningkatkan kapasitas dari

vesika urinaria.2,8

Otot polos vesika urinaria mendapat banyak persarafan dari parasimpatis

yang apabila dirangsang akan menyebabkan kontraksi vesika urinaria. Apabila

saluran keluar uretra melakukan kontraksi maka akan menyebabkan pengosongan

urin dari vesika urinaria. Walaupun demikian, pintu keluar dari vesika urinaria dijaga

oleh dua sfingter, yaitu sfingter uretra interna yang terdiri dari otot polos dan di

bawah kontrol involunter, dan sfingter uretra eksterna yang diperkuat oleh seluruh

diafragma pelvis dan merupakan suatu otot rangka, sehingga kontrol sfingter ini

berada di bawah kontrol kesadaran. 2,6

Page 24: fisiologi ginjal

Proses mikturisi ini diatur oleh dua mekanisme, yaitu refleks berkemih dan

kontrol volunter. Refleks berkemih terpacu ketika reseptor regang di dalam dinding

kandung kemih terangsang. Serat-serat aferen dari reseptor membawa impuls ke

medula spinalis, dan akhirnya merangsang saraf parasimpatis untuk kandung kemih.

Serat ini juga menghambat neuron motorik ke sfingter eksternus. Akibat stimulasi

parasimpatis ini, kandung kemih dapat berkontraksi. Sfingter internus secara

mekanis terbuka ketika kandung kemih berkontrasksi.2,5

Pengisian vesika urinaria selain memicu refleks berkemih, juga memicu

timbulnya keinginan sadar untuk berkemih. Proses inilah yang diatur oleh kontrol

volunter. Dengan adanya kontrol volunter ini, seseorang dapat mengatur kapan

waktu untuk mengosongkan vesika urinaria. Apabila saat berkemih tidak tepat

sementara refleks berkemih sudah dimulai, pengosongan vesika urinaria dapat secara

sengaja dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan diafragma pelvis.

Impus eksitatorik volunter yang berasal dari korteks serebrum mengalahkan

masukan inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuro motrik yang terlibat

sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan urin tidak dikeluarkan. Tetapi proses

berkemih tidak dapat ditunda selamanya. Apabila isi vesika urinaria terus bertambah,

maka masukan reflek dari reseptor regang juga akan bertambah dan pada akhirnya

masukan inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter eksternal menjadi sedemikian

kuat sehingga tidak dapat dikalahkan oleh masukan eksitatorik volunter, yang

mengakibatkan sfingter melemas dan vesika urinaria secara tidak terkontrol

mengosongkan isinya.2

Sfingter uretra eksternus Kandung kemih

Sfingter uretra eksternus

tertutup ketika neuron

motorik terangsang

Neuron motorik ke

ssfingter eksternus

Korteks serebri

Saraf parasimpatis

Reseptor regang

Kandung kemih terisi

Page 25: fisiologi ginjal

Gambar 3. Proses Mikturisi

BAB III

KESIMPULAN

Sfingter uretra eksternus Kandung kemih

Sfingter uretra eksternus

tertutup ketika neuron

motorik terangsang

Page 26: fisiologi ginjal

Ginjal adalah organ yang berperan sangat besar dalam hemostasis. Ginjal

mengatur komposisi elektrolit, volume, osmolaritas, dan pH lingkungan serta

mengeluarkan semua produk sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh sekaligus

menahan bahan yang masih bermanfaat bagi tubuh. Ginjal berjumlah sepasang,

dimana ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri. Bila dilakukan pemotongan

secara koronal, akan terlihat bagian-bagian ginjal yakni korteks yang terletak di

sebelah luar dan medula ginjal terletak di sebelah dalam.

Ginjal melakukan tiga proses dasar dalam melakukan fungsinya yakni filtrasi

glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus yang berada

di glomerolus dan juga kapsula Bowman dipengaruhi oleh tekanan filtrasi netto yang

memicu filtrasi dan luas permukaan glomerolus yang tersedia. Kedua variabel ini

apabila dilakukan perkalian, maka akan didapatkan angka yang menunjukkan laju

filtrasi glomerulus (GFR). GFR dapat berubah-ubah karena dipengaruhi oleh

vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh arteri sehingga memerlukan mekanisme

autoregulasi yang disebut miogenik dan umpan balik tubuloglomerulus.

Reabsorbsi tubulus melibatkan transpor transepitel dari lumen tubulus ke

dalam plasma kapiler peritubulus, dimana bahan ini harus melewati lima sawar untuk

mencapai kapiler peritubulus. Bahan-bahan yang aktif direabsorbsi adalah bahan

yang masih diperlukan oleh tubuh misalnya ion Na+, Ca2+,PO43- glukosa, air,

sedangkan untuk roduk lainnya yang tidak direabsorbsi akan tetap berada di urin

dalam konsentrasi tinggi.

Pada tahap sekresi tubulus, tubulus ginjal secara selektif menambahkan

bahan-bahan tertentu ke cairan tubulus. Sistem sekresi penting untuk ion H+ yang

memiliki peran penting untuk mengatur keseimbangan asam basa, ion K+ yang

berfungsi mempertahankan eksitabilitas membran sel otot dan saraf, serta

mengeliminasi lebih efisien senyawa organik asing dari tubuh. Kemudian ginjal

mengeksresikan urin dengan volume dan konsentrasi yang bervariasi untuk menahan

atau mengeluarkan air tergantung apakah tubuh kekurangan atau kelebihan cairan

dengan bantuan hormon antidiuretik (ADH).

DAFTAR PUSTAKA

Page 27: fisiologi ginjal

1. Soenarto, RF, Chandra S, editor. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta:

Departemen Anestesiologi dan Intensice Care Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo. 2012

2. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed. Belmont:

West Pusblishing Company,o2006.

3. Tortora GJ, Derrickson BH. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed.

New Jersey: Wiley, 2009.

4. Tanagho, EA, McAninch, editors. Smith’s General Urology. 17th edition.

United States: McGraw Hill Companies. 2008

5. Ganong WF. Review of Medical Physiology. 14th ed. Stamford: Appleton

and Lange, 1989.

6. Cunningham.J.G, 2002. Teksbook of Veterinary Physilogy. Philadelpia. WB

Saunders

7. Martini, Frederic H. 2001. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 5th

edition. New Jersey: Prentice-Hall, Icd Upper Saddke River.

8. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th edition.

Philadephia: Mansfield Stage College. 2006