Fiqh Muamalah Akad kafalah

23
AKAD KAFALAH Fergieta Prahasdhika (023101242) FIQH MUAMALAH

Transcript of Fiqh Muamalah Akad kafalah

Page 1: Fiqh Muamalah Akad kafalah

AKAD KAFALAH

Fergieta Prahasdhika (023101242)

FIQH MUAMALAH

Page 2: Fiqh Muamalah Akad kafalah

PENDAHULUAN Di antara masalah-masalah yang banyak melibatkan

anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagai bidang. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama manusia.

Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing, sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah itu. 

Page 3: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Pengertian Kafalah Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh

penanggung (kafi’i) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (menurut Muhammad Syafi’i Antonio). Atau kafalah adalah mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin (Abu Bakar ibnu Mas’ud al-kasani). Secara etimologis, kafalah berarti al-dhamma artinya “menggabungkan”, yaitu menggabungkan dua tanggung jawab dalam suatu hal. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali Imran (3): 37 yaitu “Allah menjadikan Zakaria sebagai penjaminnya (Maryam).”

Di samping itu, kafalah berarti hamalah (beban) dan Za’amah (tanggungan). Di sebut dhamman apabila penjaminan itu dikaitkan dengan harta, hamalah apabila dikaitkan dengan diyat (denda dalam hukum qishash), za 'amah jika berkaitan dengan harta (barang modal), dan kafalah apabila penjaminan itu dikaitkan dengan jiwa.

Page 4: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Secara terminologi, sebagaimana yang dinyatakan para ulama fikih selain Hanafi, bahwa kafalah adalah, "menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan hutang”. Definisi lain adalah, "jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (mukful ‘anhu ashil)” Di dalam Kamus Istilah Fikih, kafalah diartikan menanggung atau penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih (utang).

Pada asalnya, kafalah adalah padanan dari dhamman, yang berarti penjaminan sebagaimana tersebut di atas. Namun dalam perkembangannya, situasi telah rnengubah pengertian ini. Kafalah identik dengan kafalah al-wajhi (personal guarantee, jaminan diri), sedangkan dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk harta secara mutlak. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kafalah adalah jaminan dari penjamin (pihak ketiga), baik berupa jaminan diri maupun harta kepada pihak kedua sehubungan dengan adanya hak dan kewajiban pihak kedua tersebut kepada pihak lain (pihak pertama).

Page 5: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Landasan Syari’ahDasar hukum untuk akad kafalah ini dapat dilihat pada:Al-Qur’anFirman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 72:

<ا        · <َن َو<َأ BٍرD <ِعFْي َب IُلDْمFِح FِهF َب َج<اَء< Dْم<ْنF َو<ِل FِكFْم<ِلD اِل ُصIَو<اَع< IُدFِقDْف> َن IَوDا َق<اِلDٌم\ ْي Fِع َز< FِهF .َب

“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”

Page 6: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Al-Sunnah/ Al-Hadits

Hadis Nabi riwayat Bukhari:

Dَه<ا،        · <ْي ِع<ِل Iَص<ِلfَي< Fْي ِل Bٍة <اَز< َن Fَج< َب Fَي< Iِت َأ lٌم< ِل َو<َس< FِهF َو<آِل FِهD <ْي ِع<ِل Iاِلِلِه ُص<ِلlى lَيF lِب اِلَن lَّن> َأ األكَوَع َبْن َسِلْمة ِعْن : : :DْنFِم FِهD <ْي ِع<ِل Dَه<ُل َف<ِق<اَل< ى، IْخDٍر< َأ Bٍة <اَز< َن Fَج< َب Fَي< Iِت َأ lٌمI ُث ،FِهD <ْي ِع<ِل َف<َص<ِلlى ،> َال IَوDا َق<اِل ؟ BْنD َد<ْي DْنFِم FِهD <ْي ِع<ِل Dَه<ُل َف<ِق<اَل< : : : َف<َص<ِلlى ،Fاِلِلِه َوDَل< Iَس <اَر< ْي IِهI Dَن َد<ْي lِع<ِل<َي <اَد<ٍة< َق<َت DَوI َب

> َأ َق<اَل< ، DٌمI Fُك ِب Fُص<اِح ِع<ِل<ى �َوDا ُص<ِل َق<اَل< ، Dِع<ٌم> َن IَوDا َق<اِل ؟ BْنD َد<ْيFِهD <ْي .ِع<ِل

 “Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mem-punyai hutang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau men-salatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin hutangnya, ya Rasulullah’.  Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).

Ijma Ulama (kesepakatan para ulama).

Kaidah fiqh:

·        Iاَل Iَز< ْي Iَر <ِلَّضlٍر< ا “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”

Page 7: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Rukun dan Syarat KafalahI. Rukun KafalahAdapun rukun kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam literatur fikih terdiri atas:1) Pihak penjamin/penanggung (kafil), dengan syarat baligh

(dewasa), berakal sehat, berhak penuh melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

2) Pihak yang berhutang (makful 'anhu 'ashil), dengan syarat sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh penjamin.

3) Pihak yang berpiutang (makful lahu), dengan syarat diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.

4) Obyek jaminan (makful bih), merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang (ashil), baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan oleh pejamin, harus merupakan piutang mengikat (luzim) yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya, tidak bertentangan dengan syari'ah (diharamkan).

Page 8: Fiqh Muamalah Akad kafalah

II. Syarat Kafalah1) Dhamin, kafiil, atau zaim yaitu orang yang menjamin di mana ia

disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah untuk membelanjakan hartanya (Suhendi : 1997) dengan kata lain ia merdeka untuk digunakan kepentingan apapun tanpa ada pihak yang membatasi kepentingan atau keleluasaan menggunakan harta tadi.

2) Madhmun Lahu adalah orang yang memberikan utang pada pihak madhmun anhu, madhmun lahu memiliki syarat bahwa piutangnya diketahui oleh orang yang menjamin. Sedangkan madhmun bih adalah hak, barang, atau utang itu sendiri yang dijadikan objek dan terutama pihak yang memberikan jaminan atau disebut juga dengan makful lahu harus mengetahui bahwa madhmun anhu memiliki hak yang belum ditunaikan kepada madhmun lahu.

3) Dan Shigat atau lafazh yang diucapkan pada saat ijab Kabul terjadinya proses penjaminan adalah berupa ucapan yang diucapkan dengan jelas dan menyiratkan akan kesanggupannya dan tak dikaitkan dengan apapun serta tak dibatasi oleh waktu (Dumairi :2007).

4) Madmun ‘anhu atau makhful ‘anhu adalah orang yang berhutang.

5) madmun bih atau makhful bih adalah utang, barang atau orang, disyaratkan pada mafkul bih dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.

Page 9: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Macam-macam KafalahM. Syafi'i Antonio memberikan penjelasan tentang pembagian kafalah sebagai berikut:

1) Kafalah bi al-maal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.

2) Kafalah bin al-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.

3) Kafalah bit al-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee kepada nasabah tersebut.

4) Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).

5) Kafalah al-mu’allaqah, Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu pula.

Page 10: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Macam-macam Orang Yang Dapat Ditanggung Mengenai siapa orang-orang yang dapat ditanggung, para

ulama fikih menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menerima jaminan/ tanggungan tersebut. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai orang yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkan harta warisan. Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi'i, hal yang demikian boleh ditanggung. Alasannya adalah dengan berpedoman pada Hadis tersebut di atas tentang ketidaksediaan Nabi SAW. menshalatkan jenazah karena meninggalkan sejumlah hutang.

            Sedangkan Imam Hanafi menyatakan tidak boleh, dengan alasan bahwa tanggungan tersebut tidak berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak ada. Berbeda halnya dengan orang yang pailit. Jumhur Fuqaha’ juga berpendapat tentang bolehnya memberikan tanggungan kepada orang yang dipenjara atau orang yang sedang dalam keadaan musafir. Tetapi Imam Abu Hanifah tidak membolehkannya.

Page 11: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Masa TanggunganMasa tanggungan dengan harta, yakni masa penuntutan kepada penanggung adalah dimulai sejak tetapnya hak atas orang yang ditanggung, baik berdasarkan pengakuannya maupun saksi, demikian pendapat fuqaha'. Kemudian fuqaha' bersilang pendapat tentang masa wajibnya tanggungan dengan badan, apakah tanggungan tersebut menjadi wajib sebelum tetapnya hak atau tidak?. Segolongan fuqaha' berpendapat, bahwa tanggungan itu tidak menjadi wajib sebelum tetapnya hak. Pandangan ini dipegangi oleh golongan Imam Malik, Syuraih al-Qadhi dan al-Sya'bi. Segolongan lainnya berpendapat, bahwa untuk menetapkan hak tersebut harus ada konfirmasi dengan pihak penanggung (dengan badan) dan ia memang bersedia menjadi penanggung.

Page 12: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Kewajiban Penanggung Apabila orang yang ditanggung tersebut bepergian jauh atau

“menghilang”, bagaimanakah tanggung jawab orang yang menanggung?. Dalam hal ini ada tiga pendapat, sebagai berikut:Penanggung wajib mendatangkan (menemukan) orang yang ditanggung, atau mengganti kerugian. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik beserta pengikutnya dan fuqaha’ Madinah. Bahwa penanggung dipenjarakan, sehingga orang yang ditanggung telah datang, atau kalau dia wafat, telah diketahui kewafatannya. Ini pandangan Imam Abu Hanifah dan fuqaha’ Irak.

Bahwa penanggung tidak terkena kewajiban apapun termasuk dipenjarakan, kecuali ia harus mencarinya/mendatangkannya, jika ia mengetahui tempatnya. Ini pendapat Abu ‘Ubaid al-Qasim. Pendapat Imam Malik yang mengatakan, bahwa penanggung harus menanggung kerugian atas orang yang ditanggung apabila ia pergi, didasarkan pada Hadis Ibnu ‘Abbas r.a. sebagai berikut: “Sesungguhnya seorang laki-laki meminta kepada debiturnya agar memberikan hartanya kepadanya, lalu ia memberikan penanggung kepadanya, tetapi ia tidak mampu, sehingga orang tersebut mengadukannya kepada Nabi SAW. Maka Rasulullah SAW. Pun menanggungnya, kemudian debitur memberikan harta kepadanya”.

Page 13: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Obyek TanggunganMengenai obyek tanggungan, menurut sebagian besar ulama fikih, adalah harta. Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW: “Penanggung itu menanggung kerugian.”Sehubungan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh penanggung adalah berupa harta, maka hal ini dikategorikan menjadi tiga hal, sebagai berikut:1) Tanggungan dengan hutang, yaitu kewajiban membayar

hutang yang menjadi tanggungan orang lain. Dalam masalah tanggungan hutang, disyaratkan bahwa hendaknya, nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila tidak diketahui, maka dikhawatirkan akan terjadi gharar.

2) Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi tertentu yang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti ‘ariyah (pinjaman) atau wadi ‘ah (titipan), maka kafalah tidak sah.

3) Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual kepada pembeli karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijual-belikan.

Page 14: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Upah Atas Jasa Kafalah Adiwarman A. Karim memberikan keterangan tentang

upah atas jasa kafalah ini yang ia kemukakan dengan mengawali sebuah pertanyaan: “Bolehkah si pejamin mengambil upah atas jasanya itu?” Kemudian ia menjelaskan bahwa, ulama kontemporer, seperti Mustafa Abdullah al-Hamsyari yang mengutip pendapat Imam Syafi’I, berpandangan bahwa pemberian uang (fee) kepada orang yang ditugaskan untuk mengadukan suatu masalah kepada raja tidak dapat dianggap sebagai uang sogok (riswah), tetapi dianggap sebagai upah (ju’alah), dan hukumnya sebagai ganjaran lelah atau biaya perjalanannya.

Ulama lain, Abdul Al-Sai’ Al-Misri mengatakan bahwa seorang penanggung/ penjamin haruslah mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya sebagai penjamin. Pendapat ini membuka peluang dimasukkannya pertimbangan besarnya resiko yang dipikul oleh si penjamin dalam memperhitungkan upahnya.

Page 15: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Penerapan Kafalah Dalam PerbankanSebagaimana dimaklumi, bahwa kafalah (bank garansi) adalah jaminan yang diberikan bank atas permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lain apabila nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.Di samping itu, jaminan (penanggungan) tersebut bisa bersifat kebendaan, seperti hak tanggungan dan jaminan fiducia serta jaminan perorangan (personal guarantee). Jaminan perorangan (termasuk di dalamnya badan hukum = company guarantee) dalam praktek perbankan diberikan dalam bentuk bank garansi, sebagaimana diatur dalam SE Dir BI nomor: 23/7/UKU, tanggal 18 Maret 1991.’

Page 16: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Bank garansi yang diterbitkan suatu bank merupakan pernyataan tertulis untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan apabila di kemudian hari pihak terjamin tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Oleh karena itu, di dalam mekanisme bank garansi terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu bank sebagai penjamin, nasabah sebagai terjamin atas permintaannya, dan penerima jaminan. Bank dalam pemberian garansi ini, bisaanya meminta setoran jaminan sejumlah tertentu (sebagian atau seluruhnya) dari total nilai obyek yang dijaminkan. Di samping itu, bank memungut biaya sebagai ju’alah dan biaya administrasi.

Page 17: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Dalam buku Konsep, Produk, Dan Implementasi Operasional Bank Syariah surat garansi yang dikeluarkan oleh bank garansi dapat di bagi menjadi lima bentuk surat penjaminan garansi yang dikeluarkan oleh bank penjamin kepada yang dijamin agar proyek usaha atau bisnisnya bisa selesai berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati dengan pemilik proyek. Diantaranya adalah :

1) Bid Bond2) Performance Bond3) Advance Payment Bond4) Rentention Bond5) Custom Bond6) Kartu Kredit

Page 18: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Akibat-akibat Hukum Kafalah Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau

menghilang), maka kafil berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluar dari kafalah, kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi beban ‘ashil (orang yang ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan pinjaman (hutang) –dalam hal ini bank- menyatakan bebas untuk kafil, atau ia mengundurkan diri dari kafalah. ia berhak mengundurkan diri, karena memang itu haknya.

Adapun yang menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh akad kafalah dari pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu. Dalam hal orang yangditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidak mengetahui tempatnya, maka si penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabila ia mengetahui tempatnya, maka ia wajib mendatangkannya, dan si penanggung diberikan waktu yang cukup untuk keperluan tersebut.

Page 19: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Hikmah dan Manfaat Kafalah1) Sebagai salah satu akad yang terdapat dalam Fiqh

Muamalah yang mengatur secara adil dan memilki maqashid menuju terciptanya kesejahteraan dan kenyamanan sesama manusia tatkala melakukan transaksi perdagangan maupun dalam perbankan.

2) Dengan adanya kafalah, pihak yang dijamin atau disebut juga dengan madhmun anhu dapat menyelesaikan proyek atau usaha bisnisnya dengan ditanggung pengerjaanya dan bisa selesai dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga yang menjamin pengerjaannya .

3) Dengan adanya kafalah, pihak yang terjamin atau dalam istilah fiqh mua’amalah disebut sebagai Madhmun lahu menerima jaminan oleh penjamin (dalam hal ini bank) bahwa proyek yang diselesaikan oleh nasabah tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.

Page 20: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Aplikasi Kafalah Dalam Transaksi Perbankan Dalam mekanisme system perbankan prinsip-prinsip kafalah

dapat diaplikasikan dalam bentuk pemebrian jaminan bank dengan terlebih dahulu diawali dengan pembukaan fasilitas yang ditentukan oleh bank atas dasar hasil analisa dan evaluasi dari nasabah yang akan diberikan fasilitas tersebut. Fasilitas kafalah yang diberikan akan terlihat pada perkiraan administratif baik berupa komitmen maupun kontinjen.

Fasilitas yang dapat diberikan sehubungan dengan penerapan prinsip kafalah tersebut adalah fasilitas bank garansi dan fasilitas letter of credit. Fungsi kafalah adalah pemberian jaminan oleh bank bagi pihak-pihakyang terkait untuk menjalankan bisnis mereka secara lebih amandan terjamin, sehingga adanya kepastian dalam berusaha/bertransaksi, karena dengan jaminan ini bank berarti akan mengambil alih risiko/kewajiban nasabah, apabila nasabah wanprestasi/lalai dalam memenuhi kewajibannya.

Pihak bank sebagai lembaga yang memberikan jaminan ini, juga akan memperoleh manfaat berupa peningkatan pendapatan atas upah yang mereka terima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan, sehingga akan memberikan kontribusi terhadap perolehan pendapatan mereka.

Page 21: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Mekanisme dan Sistem Operasi Kafalah oleh Bank Syariah(Dikutip dari : Slide presentasi kuliah MBKI)

Page 22: Fiqh Muamalah Akad kafalah

SKEMA AL-KAFALAH

(Dikutip dari : Slide presentasi kuliah MBKI)

Transaksi yang dapat dikelompokkan dalam akad-akad kafalah adalah:1) Bank garansi dengan segala variasinya; dan2) Letter of credit dengan segala jenis dan

variasinya.3) Kartu kredit

Page 23: Fiqh Muamalah Akad kafalah

Sekian

Dan

Terima kasih