Fik Pbl Skenario 1 Emergency

download Fik Pbl Skenario 1 Emergency

of 52

Transcript of Fik Pbl Skenario 1 Emergency

SKENARIO 1

PERDARAHAN PERSALINAN

BLOK EMERGENSI

KELOMPOK B-03Ketua

: Tri Rizky Nugraha

(1102010280)

Sekertaris : Yushelly Dinda Pratiwi

(1102010305)

Anggota

:

1. Muhammad Badar

(1102009181)

2. Malen Saga Imarta

(1102009)

3. Melda Khairunisa

(1102010162)

4. Melyanti Lestari

(1102010163)

5. Putri Ilhami

(1102010224)

6. Riezky Trinawati

(1102010240)

7. Thalita Bea Amanda

(1102010276)

8. Yudha Ferriyansyah

(1102010299)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2013-2014SKENARIO 1

PERDARAHAN PERSALINAN

Seorang wanita usia 29 tahun (G4P3A0) aterm, melahirkan bayi laki laki, ditolong oleh bidan. Bayi langsung menangis, BB 3000 gr, PB 48 cm. Pasca persalinan ibu mengalami perdarahan sehingga bidan merujuk ibu dan bayi ke rumah sakit terdekat. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter laki laki yang sedang bertugas di UGD terhadap ibu didapatkan: TD 90/60 mmHg; N 120x/mnt; RR 24x/mnt; suhu 36,5 C. Ibu didiagnosis mengalami HPP (Haemorragic Post Partum) ec atonia uteri . Pemeriksaan bayi didapatkan suhu 36 C . Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning. Kadar bilirubin total 15 gr/dl, bilirubin indirek 14,2 gr/dl, sehingga dilakukan fototerapi.

STEP 1

LO 1: Menjelaskan dan Memahami Haemorrhagic Post Partum

1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Haemorrhagic Post Partum

1.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Haemorrhagic Post Partum

1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Haemorrhagic Post Partum 1.4 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Haemorrhagic Post Partum

1.5 Memahami dan Menjelaskan,Patofisiologi Haemorrhagic Post Partum1.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Haemorrhagic Post Partum

1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Haemorrhagic Post Partum

1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Haemorrhagic Post Partum

1.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Haemorrhagic Post Partum

1.10 Menjelaskan Komplikasi dan Prognosis Haemorrhagic Post Partum

LO 2: Menjelaskan dan Memahami Hipotermi pada Bayi

2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hipotermi Pada Bayi2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Hipotermi Pada Bayi2.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Hipotermi Pada Bayi2.4 Memahami dan Menjelaskan,Patofisiologi Hipotermi Pada Bayi2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Hipotermi Pada Bayi2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Hipotermi Pada Bayi2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Hipotermi Pada Bayi2.8 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Hipotermi Pada Bayi2.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Hipotermi Pada BayiLO 3: Menjelaskan dan Memahami Hiperbilirubinemia

3.1Memahami dan Menjelaskan Defiinisi Hiperbilirubinemia

3.2Memahami dan Menjelaskan klasifikasi Hiperbilirubinemia 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Hiperbilirubinemia

3.4 Memahami dan Menjelaskan Metabolisme Bilirubin dan Patofisiologi Hiperbilirubin

3.5Menjelaskan Diagnosis Hiperbilirubinemia

3.6Menjelaskan Tatalaksana Hiperbilirubinemia

3.7Menjelaskan Prognosis HiperbilirubinemiaLO 1: Memahami dan Menjelaskan Haemorrhagic Post Partum

1.1 Menjelaskan Definisi Haemorrhagic Post Partum

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.

Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri1.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Haemorrhagic Post Partum

Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Haemorrhagic Post PartumKlasifikasi perdarahan postpartum : Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama

Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.1.4 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Haemorrhagic Post Partum

Etiologi penyebab perdarahan post partum adalah :a. Atonia uteri (Tone Dimished) Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya pendarahan pasca persalinan.

Penyebab perdarahan post partum pertama Pada palpasi : uterus teraba lembek Perdarahan yang banyak dapat menyebabkan Sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak,amenorea dan kehilangan fungsi laktasi

Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :

Manipulasi uterus yang berlebihan

General anestesi (pada persalinan dengan operasi )

Uterus yang teregang berlebihan :

o Kehamilan kembaro Fetal macrosomia (berat janin antara 4500 5000 gram)o polyhydramnion

Kehamilan lewat waktu

Partus lama

Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus )

Anestesi yang dalam

Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia )

Plasenta previa

Solutio plasenta

b. Robekan Jalan Lahir (Trauma)Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari Perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.

Ruptur uterus

Inversi uterus

Perlukaan jalan lahir

Vaginal hematom

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.Perdarahan yang terus terjadi (terutama merah menyala) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.

Inversio uteri dapat dibagi :

Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.

Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.

Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.

Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.c. Tissue

Sisa plasenta

Retensio plasenta

Plasenta acreta dan variasinya.

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena: plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )

Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta perkreta )

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta).Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.

d. Thrombin : Kelainan pembekuan darah

Kegagalan pembekuan darah atau koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat perdarahan yang hebat. Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari perdarahan hebat dengan atau tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil yang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. Setiap kelainan pembekuan, baik yang idiopatis maupun yang diperoleh, dapat merupakan penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinanGejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :

HipofibrinogenemiaTurunnya kadar fibrinogen dalam darah sampai melampaui batas tertentu,yakni 100 mg%, yang lazim disebut ambang bahaya (critical level). Dalam kehamilan kadar berbagai faktor pembekuan meningkat, termasuk kadar fibrinogen. Kadar fibribogen normal pada pria dan wanita rata-rata 300mg% (berkisar 200-400 mg%), dan pada wanita hamil menjadi 450 mg% (berkisar antara 300-600mg%). Trombocitopeni Idiopathic thrombocytopenic purpuraPenyakit ini dapat bersifat idiopatis dan sekunder. Yang terakhir disebabkan oleh keracunan obat-obat atau racun lainnya dan dapat pula menyertai anemia aplastik, anemia hemolitik yang diperoleh, eklampsia, hipofibrinogenemia karena solutio plasenta, infeksi, alergi dan radiasi. HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ),

Disseminated Intravaskuler Coagulation,Faktor Resiko :

1.5 Memahami dan Menjelaskan,Patofisiologi Haemorrhagic Post Partum

Patofisiologi

Gemelli

Polihidramnion

Makrosomia

Distensi berlebihan

Plasenta akreta, inkreta, perkreta

Atonia uteri

gangguan koagulasi inversio uteri

Kegagalan vasokonstriksi

robekan jalan lahir

Vascular di uteri

Adanya makrosomia, hidramnion, gemelli dapat menjadi faktor predisposisi untuk terjadi perdarahan yang diakibatkan terjadinya atonia uteri. Adanya disetensi yang berlebihan pada otot polos uterus menyebabkan panjang awal sebelum kontraksi akan meningkat, sehingga tumpang tindih terhadap miosin dan aktin semakin berkurang sehingga mengakibatkan menrunnya frekuensi kontraksi bahkan hingga atonia. Atonia atau hipotonia uteri ini mengakibatkan tidak adanya atau rendahnya kontraksi uterus yang bisa menghambat vasokonstriksi dari vaskular. Sehingga perdarahan setelah plasenta lahir akan terus terjadi.Pada retensio plasenta yang diakibatkan adanya atonia uteri. Adanya kesalahan dalam managemen kala III dapat menyebabkan melemahnya kontraksi uterus yang dapat mengakibatkan atonia uteri.Pada inversio uteri dapat terjadi perdarahan apabila terjadinya retensio plasenta (akreta, inkreta, dan perkreta) yang diiringi atonia uteri, traksi berlebihan dalam penanganan plasenta mengakibat perdarahan akibat perdarahan perlekatan plasenta.1.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Haemorrhagic Post Partum

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual. Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

a. Atonia Uteri:

Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer) Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)b. Robekan jalan lahir

Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.

Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

c.Retensio plasenta

Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik

Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutand. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera

Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.e. Inversio uterus

Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.

Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok neurogenik dan pucat.1.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Haemorrhagic Post Partum

Pemeriksaan Fisika. Pemeriksaan tanda-tanda vital

Suhu badan : Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal.Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia

Nadi Denyut : nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.

Tekanan darah : tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia

Pernafasan : bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

b. Pemeriksaan Khusus

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :

1. Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)

2. Sistem vaskuler

Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya

Tensi diawasi tiap 8 jam

Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah

Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan

Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem Reproduksi

Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya

Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau

Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas

Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak

Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum

Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)

4. Traktus urinarius

Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak,spontan dan lain-lain

Traktur gastro intestinal

Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi

Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

Pemeriksaan Penunjang

a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)

c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum

d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih

e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID

f. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

1.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Haemorrhagic Post Partum

Dalam menangani pasien perdarahan pasca persalinan terdapat 2 macam penanganan yaitu penanganan umum dan penanganan khusus (sesuai etiologinya).

A. Penanganan Umum

Segera mobilisasi dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat

Hentikan pendarahan :

Perdarahan dalam kala III (kala pengeluaran plasenta)

Segera suntikan 10 unit oksitosin I.M / ergotamin 0,2 mg I.M (jangan berikan pada ibu preeklamsia/eklamsi karnena akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit serebrovaskular) tujuannya untuk kontraksi myometrium uterus dimana akan terjadi vasokntriksi yang akan menghentikan perdarahan. Selanjutnya kosongkan kandung kemih dan lakukan massage uterus dan setelah ada tanda-tanda pelepasan plasenta yang normalnya terjadi sekitar 3-4menit setelah lahirnya bayi seperti :

fundus meninggi dan berkontraksi kuat

uterus menjadi lebih kecil dan berubah bentuk dari diskoid (seperti cakram) memjadi globular (sferis)

tali pusat menjadi lebih panjang

terdapat tonjolan yang terlihat dan teraba di simfisis (jika kandung kemih kosong)

sedikit semburan darah dari vagina

Plasenta segera dilahirkan dengan tekanan pada fundus, jika perdarahan tidak berhenti, plasenta belum juga lepas, perdarahan mencapai 400cc, segera lepas plasenta secara manual

Gbr. Pengeluaran plasenta secara manual (Cunningham, 2009)

Kotak 1. Pengeluaran manual plasenta (Sulaiman, 2005)

Perdarahan dalam kala IV

Jika ada perdarahan dalam kala IV dan kontraksi rahim kurang baik, segera disuntikkan 0,2 mg ergonovin atau metil ergonovin I.M, uterus ditekan untuk mengeluarkan gumpalan darah dan dilakukan masase.

Jika perdarahan belum berhenti, tambahkan suntikan metil ergonovin lagi secara IV dan dipasang oksitosin drip 10 unit dalam 500cc glukosa selama tindakan ini, masase diteruskan.

Jika perdarahan belum berhenti, jangan terus terfikir pada atonia uterim tapi pertimbangkan juga kemungkinan lain seperti robekan serviks, sisa plasenta / plasenta suksenturiata (bagian tambahan yang melekat pada plasenta utama lewat pembuluh arteri atau vena), ruptur uteri, koagulopati. Jika kemungkinan ini belom dikesampingkan, lakukan pemeriksaan in spekulo dan eksplorasi kavum uteri.

Jika masih ada perdarahan, lakukan kompresi bimanual secara Hamilton yaitu 1 tangan masuk ke dalam vagina dan tangan ini yang dijadikan tinju dengan rotasi merangsang dinding depan rahim, sedangkan tangan luar menekan dindin perut di atas fundus hingga dapat merangsang dinding belakang rahim, dilakukan selama 15 menit.

Gbr. Kompresi bimanual (Cunningham, 2009)

Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)

Jika dicurigai adanya syok, maka, lakukan tindakan penanganan syok

Pasang infus cairan I.V

Lakukan kateterisasi dan pantau cairan keluar masuk

Resusitasi cairan :

Kritaloid ( normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer LaktatPengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.

Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.

Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.

Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina dan perineum

Transfusi darah

perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut, atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.

Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC (packed Red blood Cell) untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Masalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan

Setelah perdarahan teratasi (24jam setelah perdarahan berhenti). Periksa kadar Hb :

Jika Hb kurang dari 7g/dl atau hematokrit kurang dari 20% (anemia berat) ( berikan sulfas ferrous 600mg atau ferrous fumarat 60mg + asam folat 400 mcg peroral sehari selama 6 bulan

Jika Hb 7-11 g/dl ( beri sulfas ferrous 600 mg atau ferrous fumarat 60 mg + asam folat 400 mcg peroral sekali sehhari selama 6 bulan

Pada daerah endemik cacing gelang (prevalensi 20%) berikan terapi :

Albendazol 400 mg per oral sekali ; ATAU

Mebendazol 500 mg per oral sekali atauu 100 mg 2x1 selama 3 hari

Pada daerah endemik tinggi cacing gelang (prevalensi 50%) ( berikan terapi dosis diatas selama 12 minggu

Tabel Penatalaksanaan Perdarahan yang tidak responsif terhadap Oksitosin (Cunningham, 2009)

B. Penanganan Khusus

1) Atonia Uteri

Teruskan pemijatan uterus

Oksitosin diberikan bersamaan atau berurutan (lihat table di bawah ini)

Jenis dan CaraOksitosinErgotaminMisoprostol

Dosis dan cara pemberian awal I.V : infus 20 unit dalam 1lt larutan garam fisiologis 60tetes/menit

I.M : 10 unitI.M atau I.V (9secara perlahan) 0,2 mgOral 600 mcg atau rektal 400 mcg

Dosis lanjutanI.V : infus 20 unit dalam 1lt larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menitUlangi 0,2 mg I.M seelah 15 menit, jika masih diperlukan, beri I.M / I.V tiap 2-4 jam400 mcg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal perhariTidak lebih dari 3 lt larutan dengan oksitosinTotal 1 mg atau 5 dosisTotal 1200 mcg atau 3 dosis

Kontra IndikasiTidak boleh memberi I.V secara cepat atau bolusPreeklamsia, vitium kordis (gangguan jantung saat hamil), hipertensiNyeri kontraksi dan asma

Tabel jenis uterotonia dan cara pemberiannya (Abdul, 2010)

Kenali dan tegakkan diagnosis atoni uteri

Antisipasi akan kebutuhan darah dan lakukan tindakan transfusi sesuaii kebutuhan

Jika perdarahan terus berlangsung :

Pastikan plasenta lahir lengkap

Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian maternal atau robkenya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut

Lakukan uji pembekuan darah sederhana sesuai kotak (Abdul 2010)

Kotak 2. Uji pembekuan darah sederhana (Abdul, 2010)

Jika perdarahan masih berlangsung : Kompresi bimanual internal

Gbr. Kompresi bimanual internal (Abdul, 2010)

Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi aorta abdominalis. Kompresi aorta abdominalis

Gbr. Kompresi aorta abdominal (Luz, 1997)

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.

Jika perdarahan terus belrangsug setelah dilakukan kompresi (Abdul, 2010) :

Lakukan ligasi arteria uterina dan ovarika

Kotak 3. ligasi arteria uterina dan ovarika (Abdul, 2010)

Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi

Skema Penilaian Klinik Atonia Uteri (Abdul, 2010)

2) Robekan jalan lahir (serviks, vagina dan perineum)

Cari sumber perdarahan lalu diklem, diikat dan luka dituutp dengan jaitan cat gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti

Teknik penjahitan memerlukan asisten, anastesi lokal, penerangan lampu yang cukup, spekulum dan memperhatikan kedalaman luka (Sarwono, 2009)

Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga serviks dekat dengan vulva. Kemudian kedua bibir serciks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah

Dalam melakukan jahitan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukannya, tetapi pengikatan dari cabang-cabang arteri uterin

3) Retensio Plasenta

Skema Retensio Plasenta (Ida Bagus, 2007)

Jika plasenta atau bagian-bagiannya tetap berada dalam uterus setelah bayi lahir :

a) Jika plasenta terlaihat dalam vagina ( minta ibu mengedan, jika dokter dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut

b) pastikan kandung kemih kosong, jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung kemih

c) jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit I.M, jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala 3

d) jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin (jangan berikan ergot karna dapat menyebabkan kontraksi uterus yang tonik memperlambat keluarnya plasenta) dan uterus terasa kontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali / CCT

Gbr. Penarikan tali pusat terkendali / CCT pada penanganan kala III aktif normal, pada retensio uteri, tidak diberi ergot

Cara melakukan CTT :

1 tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simpisis pubis. Selama kontraksi, tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorso kranial ke arah belakang dan ke arah depan ibu

Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5-6cm di depan vulva

Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)

Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yag terus-menerus dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus

CTT hanya dilakukan selama uterus berkontraksi telah diberikan oksitosin

Begitu plasenta lepas, keluarkan dengan menggerakan tangan atau klem pada tali pusat, kleuarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai jalan lahir, putar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban

Segera setelah palsenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar menimbulkan kontraksi yang dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegah perdarahan pascapersalinan

Jangan menarik tali pusat dan menekan fundus terlalu kuat karena dapat menyebabkan inversi uterus

e) Jika belum berhasil, lakukan pengeluaran plasenta secara manual (kotak 1)

f) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana (kotak 2)g) Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau) berikan antibiotik untuk metritis infeksi uterus pasca persalinan (kotak 3)

Kotak 3. Antibiotik untuk metritis (Abdul, 2010)

4) Inversi Uteri

a) Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk cairan RL /darah pengganti dan pemberian obat

b) Terakadang, diberikan juga tokolitik Magnesium Sulfat untuk melemaskan uterus yang terbalik/inversi sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya, hal ini dapat dilakukan sewaktu palsenta sudah terlepas atau tidak

c) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin (sebagai analgesik) 1mb/kgBB (dosis maksimal 100mg) I.M atau I.V secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/KgBB I.M

d) Di dalam uterus, plasenta dilepaskan secara manual (kotak 1) dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau I.M, tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan dokter baru dilepaskan

e) Pemberian antibiotik profilaksis dosis tunggal setelah mereposisi uterus

Ampisilin 2g I.V + metonidazol 500 mg I.V, ATAU

Sefazolin 1g I.V + metronidazol 500 mg IV

f) Jika terdapat tanda-tanda infeksi berikan antibiotik sesuai kotak 3

g) Intevensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan manuver di atas tidak dapat dilakukan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan jika dicurigai adanya nekrosis, lakukan histerektomi vaginal (rujuk pusat pelayanan kesehatan tersier (rumah sakit)

5) Perdarahan karena gangguan pembekuan darahTerapi yang dilakukan adalah dengan transfusi dara dan produknya sepetti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen, dan heparinisasi dan pemebrian EACA (Epsilon amino caproic acid)

6) Sisa plasentaJika bagian dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif

a) Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan utnuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar teknik manual (kotak 1)b) Keluarkan sisa plasenta dengan tangan atau kuret besar

Jaringan yang melekat kuat, mungkin plassenta akreta, karena sifat perlekatannya maka biasanya membutuhkan tindakan histerektomi

c) Jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan sederhana (kotak 2)

Selain penanganan umum dan khusus terdapat pula penanganan perdarahan pasca persalinan tertunda atau sekunder :

1. Infus dan transfusi darah

Jika anemia berat (hb < 8g/dl) atau hematokrit kurang dari 20%, siapkan transfusi dan berikan tablet besi oral dan asam folat

2. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik seperti kotak 3

3. Berikan oksitosin sesuai dengan tabel uterotonika di atas

4. Jika perdarahan dari perlukaan terbuka ( dijahit kembali dan evaluasi kemungkinan terjadinya hematoma

5. Jika perdarahan berasal dari bekas implantasi plasenta

a) Lakukan anastesi lalu lakuakn kuretasi dengan aman dan steril

b) Jaringan yang di dapatkan harus dilakukan pemeriksaan

6. Jika serviks masih berdilatasi, lakukan eksplorasi dengan tangan untuk mengeluarkan bekuan-bekuan besar dan sisa plasenta

7. Jika serviks tidak berdilatasi, evakuasi uterus untuk mengeluarkan sisa plasenta

8. Jika perdarahan terus berlanjut, pikirkan kemungkinan untuk melakukan ligasi uteri arteri uterina dan utero ovarika atau histerektomi

9. Lakukan pemeriksaan histologi dari jaringan hasil kuret/histerektomi, jika memungkina untuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas1.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Haemorrhagic Post Partum

A. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain, sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.B. Mengenali factor-faktor predisposisi PPH (multiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, riwayat PPH).C. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partu lama.D. Merujuk kehamilan beresiko ke ruma sakit rujukan.E. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPH.F. Tangani plasenta dengan cepat.1. Keluarkan plasenta secara spontan

2. Hindari perasat Crede (memeras uterus) dan jangan sekali-kali menggunakan fundus sebagai piston untuk mendorong keluar plasenta

3. Siapkan ekstraksi manual untuk kasus-kasus dengan indikasi

G. Setelah plasenta lahir, beri oksitosin yang diencerkan (5 IU IV secara perlahan).

H. Atasi atonia uteri dan mulai berikan oksitosin yang diencerkan sebelum plasenta lahir begitu sudah dipastikan tidak ada janin kedua.

I. Periksa jalan lahir dengan cermat adaka robekan.

J. Lakukan eksplorasi uterus pada pasien-pasien dengan kemungkinan ruptur uteri atau hasil konsepsi yang tertinggal.1.10 Menjelaskan Komplikasi dan Prognosis Haemorrhagic Post Partum

Komplikasi

1) Sindrom Sheehan ( perdarahan banyak diikuti dengan kegagalan laktasi, amenore, atrofi payudara, rontok rambut pubis dan aksila, hipotiroidi dan insufisiensi kroteks adrenal

2) Diabetes Insipidus tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior

3) Syok hipovolemik

4) Terjadi gangguan dalam sekresi hormon tropik pada kelenjar yang patogenesisnya tidak diketahui secara pasti

5) Anemia berkepanjangan dimana memerlukan waktu yang panjang untuk dapat pulih

Prognosis

Wanita dengan perdarahan pasca persalinan seharsnya tidak meninggal akibat perdarahannya, seklipun untuk megatasinya perlu dilakukan histerektomi, akan tetapi jika penangannya tidak segera dan tidak adekuat akan menimbulkan syok (Sulaiman, 2005)

LO 2: Menjelaskan dan Memahami Hipotermi pada Bayi

2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hipotermi Pada BayiBayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5C (suhu ketiak).Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL.

Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

Ikterus menetap pada usia >2 minggu.

Terdapat faktor risiko.3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Hiperbilirubinemia

oIkterus Fisiologis

a.Timbul pada hari ke dua dan ketiga.

b.Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.

c.Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.

d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

e.Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologikf. EtiologiUmur eritrosit lebih pendek (80-90 hari), sedangkan pada dewasa 120 hari. Jumlah darah pada bayi baru lahir lebih banyak ( 80 ml/kg BB), pada dewasa 60 ml/kg BB. Sumber bilirubin lain lebih banyak daripada orang dewasa. Jumlah albumin untuk transport bilirubin relatif kurang terutama pada prematur. Flora usus belum banyak, adanya peningkatan aktivitas dekonjugasi enzim glukoronidase.

oIkterus Patologik

a.Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

b.Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

c.Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

d.Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

e.Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

f.Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. g. Etiologi

1) Pembentukan bilirubin berlebihan karena hemolisis.Disebabkan oleh penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi eritrosit karena :

Hb dan eritrosit abnormal (Hb S pada anemia sel sabit)

Inkompabilitas ABO

Defisiensi G6PD

Sepsis

Obat-obatan seperti oksitosin

Pemotongan tali pusat yang lambat

Polistemia

Hemoragi ekstravasasi dalam tubuh seperti cephalhematoma, memar.

2) Gangguan transpor bilirubin dipengaruhi oleh : Hipoalbuminemia

Prematuritas

Obat-obatan seperti Sulfonamid, Salisilat, diuretik dan FFA (Free Fatty Acid) yang berkompetisi dengan albumin

Hipoxia, asidosis, hipotermi

3) Gangguan uptake bilirubin, karena : Berkurangnya ligandin

Peningkatan aseptor Y dan Z oleh anion lain (novobiosin)

4) Gangguan Konjugasi Bilirubin Defisiensi enzim glukoronil transferasi, imaturitas hepar

Ikterus persisten pada bayi yang diberi minum ASI

Hipoksia dan Hipoglikemia

5) Penurunan ekskresi bilirubinDisebabkan karena adanya sumbatan pada duklus biliaris

6) Gangguan eliminasi bilirubin Pemberian ASI yang lambat

Pengeluaran mekonium yang lambat

Obstruksi mekanik.

(Ni Luh Gede Y, 1995)3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Hiperbilirubinemia

Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

oProduksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampinekol), chepalhematoma.

oGangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi, masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme.

oGangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.

oGangguan dalam ekskresi bilirubin.

oKomplikasi : asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis.

(Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)

Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :

oIkterus pra hepatik : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.

oIkterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :

a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.

b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.

oIkterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.

oIkterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab :

Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain

Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)

Kadang oleh defisiensi G-6-PO

oIkterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir dengan penyebab:

Biasanya ikteruk fisiologis

Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam

Polisitemia

Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain)

Dehidrasis asidosis

Defisiensi enzim eritrosis lainnya

oIkterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab

Biasanya karena infeksi (sepsis)

Dehidrasi asidosis

Defisiensi enzim G-6-PD

Pengaruh obat

Sindrom Gilber

oIkterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab :

Biasanya karena obstruks

Hipotiroidime

Hipo breast milk jaundice

IinfeksiNeonatal hepatitisGalaktosemia

3.4 Memahami dan Menjelaskan Metabolisme BilirubinBilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.

Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.

3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

3.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Hiperbilirubinemia

Diagnosis

Untuk menetapkan penyebab hiperbilirubinemia dibutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus agar dapat memperkirakan penyebabnya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab terjadinya hiperbilirubinemia yaitu : a. Hiperbilirubinemia yang timbul pada 24 jam pertama

Penyebab hiperbilirubinemia yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :

1. Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain.

2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).

3. Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :

1. Kadar bilirubin serum berkala

2. Darah tepi lengkap

3. Golongan darah ibu dan bayi

4. Uji Coombs

5. Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD, biakan darah atau biopsi hepar bila perlu.

b. Hiperbilirubinemia yang timbul 24-72 jam sesudah lahir

a. Biasanya hiperbilirubinemia fisiologis.

b. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah AB0 atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.

c. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin.

d. Polisitemia

e. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).

f. Hipoksiag. Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain.

h. Dehidrasi asidosisi. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.Pemeriksaan yang perlu dilakukan : Bila keadaan bayi baik dan peningkatan hiperbilirubinemia tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.c. Hiperbilirubinemia yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

a. Biasanya karena infeksi (sepsis)

b. Dehidrasi asidosis

c. Defisiensi enzim G6PD

d. Pengaruh obat

e. Sindrom Crigler-Najjar

f. Sindrom Gilbert

d. Hiperbilirubinemia yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

a. Biasanya karena obstruksi

b. Hipotiroidisme

c. Breast milk jaundice

d. Infeksi

e. Neonatal hepatitis

f. Galaktosemia

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

a. Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala

b. Pemeriksaan darah tepi

c. Pemeriksaan penyaring G6PD

d. Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi

e. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab

Hiperbilirubinemia baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern icterus.

Pada breast milk jaundice terjadi hiperbilirubinemia pada 1 % dari bayi yang diberikan ASI. Hiperbilirubinemia biasanya terjadi pada hari kelima dan kadar bilirubin mencapai puncak pada hari ke-14 dan kemudian turun dengan pelan. Kadar normal tidak akan tercapai sebelum umur 12 minggu atau lebih lama. Jika pemberian ASI distop dan fototerapi singkat diberikan, kadar bilirubin akan menurun dengan cepat dalam waktu 48 jam. Anamnesis 1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)

2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi

3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

4. Riwayat inkompatibilitas darah

5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa Pemeriksaan Fisik Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Tabel 1. Perkiraan klinis derajat ikterus Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi

Hari 1

Hari 2

Hari 3 dst. Setiap ikterus yang terlihat

Lengan dan tungkai

Tangan dan kaki Ikterus berat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan bilirubin serum

Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.

Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.

Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma

Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.

Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

Dearajat Ikterus Berdasarkan Kramer dibagi :Derajat ikterusDaerah ikterusPerkiraan kadar bilirubin

IKepala dan leher5,0 mg%

IISampai badan atas (di atas umbilikus)9,0 mg%

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)11,4 mg/dl

IVSampai lengan, tungkai bawah lutut12,4 mg/dl

VSampai telapak tangan dan kaki16,0 mg/dl

3.7. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Hiperbilirubinemia

1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.

2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl (260 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl (310 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

Catatan :

Pemberian phenobarbital/luminal, hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti ikterus yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila bilirubin urin positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjur seperti USG abdomen untuk mencari sebab lain (atresia bilier).

Tabel 1 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American Academy of Pediatrics)

* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan perlu evaluasi ketat

Tabel 2. : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendah

Berat badan (gram)Konsentrasi bilirubin indirek (mg/dL)

5-77-910-1212-1515-20 > 20 >25

< 1000FTTT

1000 - 1500Obs. Ulang Bil.FTTT

1500 - 2000Obs. Ulang Bil.FT TT

2000 - 2500Obs.Obs. Ulang Bil.FTTT

> 2500Obs. Bil.FTTT

Keterangan : Obs : observasi

FT : fototerapi

TT : transfusi tukar

Bil : bilirubin

PENATALAKSANAAN HIPERBILIRUBINEMIA DENGAN FOTOTERAPICARA KERJA1. Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin.2. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi.

3. Terdapat konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu.4. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia.5. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu6. Dari empedu kemudian diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).7. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.8. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.

KRITERIA ALAT1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.3. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .

PROSEDUR PEMBERIAN FOTOTERAPIPersiapan Unit Terapi sinar1. Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C.2. Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.3. Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering):a. Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.b. Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi

Pemberian Terapi sinar1. Tempatkan bayi di bawah sinar terapi sinar.a. Bila berat bayi 2 kg atau lebih, tempatkan bayi dalam keadaan telanjang pada basinet. Tempatkan bayi yang lebih kecil dalam inkubator.b. Letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari pabrik.2. Tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang hidung bayi tidak ikut tertutup. Jangan tempelkan penutup mata dengan menggunakan selotip.3. Balikkan bayi setiap 3 jam4. Pastikan bayi diberi makan:5. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya dengan ASI ad libitum, paling kurang setiap 3 jam:6. Selama menyusui, pindahkan bayi dari unit terapi sinar dan lepaskan penutup mata7. Pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan makanan atau cairan lain (contoh: pengganti ASI, air, air gula, dll) tidak ada gunanya.8. Bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah dipompa (ASI perah), tingkatkan volume cairan atau ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi masih diterapi sinar.9. Bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui NGT, jangan pindahkan bayi dari sinar terapi sinar.10. Perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna kuning. Keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus.11. Teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan:12. Pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di dalam unit terapi sinar

13. Bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)

14. Ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi sinar setiap 3 jam. Bila suhu bayi lebih dari 37,5 0C, sesuaikan suhu ruangan atau untuk sementara pindahkan bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36,5 0C 37,5 0C.15. Ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasus-kasus khusus:16. Hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin < 13mg/dL17. Bila kadar bilirubin serum mendekati jumlah indikasi transfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter untuk transfusi tukar. Sertakan contoh darah ibu dan bayi.18. Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi sinar setelah 3 hari.19. Setelah terapi sinar dihentikan:20. Observasi bayi selama 24 jam dan ulangi pemeriksaan bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan keparahan ikterus menggunakan metode klinis.21. Bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar , ulangi terapi sinar seperti yang telah dilakukan. Ulangi langkah ini pada setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis berada di bawah nilai untuk memulai terapi sinar.22. Bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama perawatan, pulangkan bayi.23. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning

3.7. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi. Jakarta. Oktober 20022. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H. DeCherney and Lauren Nathan , 2003 by The McGraw-Hill Companies, Inc Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta3. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology, management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 247-50.4. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 58-63.5. Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

6. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 185-222.7. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan 10. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal 349-6788. Prawirodiharjo, Sarwono. 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka9. Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik Pediatrik. Jakarta : EGC.10. Sherwood, laura. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Partus lama

PERDARAHAN

Pengeluaran secara manual, harus dilakukan dengan pemberian analgesia/anastesi yang adekuat, setelah itu fundus dipegang melalui dinding abdomen oleh 1 tangan, tangan yang lain dimasukkan ke dalam vagina dan di dorong ke dalam uterus sampai menelusuri tali pusat, setelah sampai plasenta tercapai, tepinya diidentifikasi, dan sisi ulnar tangan disisipkan diantara plasenta dan dinding uterus. Kemudian dengan punggung tangan yang berkontak dengan uterus, lakukan pergerakan seperti memisahkan halaman buku, setelah seluruhnya dilepaskan, plasenta dipegang dengan seluruh tangan, kemudian secara perlahan-lahan dikeluarkan (Cunningham, 2009). Selain itu pada pasien perdarahan kala III juga diberi infus atau transfusi darah (Sulaiman, 2005)

Ambil 2ml darah vena ke dalam tabung reaksi kaca steril dan kering

Jaga tabung tetap hangat (370C)

Setela 4 menit, ketuk tabungperlahan untukmelihat apajah ada pembekuan yang sudah terbentuk, kemudian ketuk tiap menit sampai darah membeku dan tabung dapat dibalik

Kegagalan terbentuknya pembekuan setela 7 menit atau adanya bekuan lunak yang mudah pecah menunjukan koagulopati

Berikan antibiotik dosis tunggal (ampisilin 2g I.V atau sefazolin 1g I.V)

Berikan infus RL atau NaCl 0,9%

Buka perut :

Insisi vertikal linea alba dari umbilikus sampai pubis

Insisi vertikal 2-3 cm pada fasia

Lanjutkan insisi ke atas dan ke bawah dengan gunting

Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan atau gunting

Buka oeritoneum dekat umbilikus dengan tangan, jaga agar jangan melukai kandung kemih

Pasang retraktor kandung kemih

Tarik keluar uterus sampai terlihat ligamentum latum

Raba dan rasakan denyuk arteri uterina pada perbatasan serviks dan segmen bawah rahim

Pakai jarum besar dengan benang catgut kromik dan buat jahitan sedalam 2-3cm pada 2 tempat. Lakukan ikatan simpul kunci

Tempatkan jahitan sedekat mungkin dengan uterus, karena ureter biasanya hannya 1 cm lateral terhadap ateri uterina

Lakukan hal yang sama pada sisi lateral yag lain

Jika arteri terkena, jepit dan ikat sampai perdarahan berhenti

Lakukan pula pengikatan arteri utero ovarika yaitu dengan elakukan pengikatan pada 1 jari atau 2 cm lateral bawah pangkal ligamentum suspensorium ovarii kiri dan kanan agar hemostasis efektif

Lakukan pada sisi yang lain

Observasi perdarahan dan pembentukan hematoma

Jahit kembali dinding perut setelah yakin tidak ada perdarahan laggi dan tidak ada trauma pada VU (pasang drain dan tutup fasia dengan jaitan jelujur kromik)

Jika ada tanda infeksi ( letakkan kain kasa pada subkutan dan jahit dengan benang catgut. Kulit dijait setelah infeksi hilang

Jika tidak ada tanda infeksi ( tutup kulit dengan jahitan matras vertikal memakai nilon 3-0, tutup luka dengan kasa steril

Ampisilin 2g I.V/ 6jam + gentamisin 5mg/kgBB I.V/24jam+metronidazole 500 mg I.V/8jam

1