Fibromialgia

18
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fibromialgia adalah salah satu penyakit yang paling sering yang mengenai otot dengan penyebab yang belum diketahui dengan jelas. Sejak tahun 1950 an ketika pertama kali disebut oleh Dr. Graham sebagai fibrositis atau fibromialgia adalah diduga sebagai suatu penyakit rematologik yang karakteristiknya ditandai dengan nyeri muskuloskeletal, serupa dengan penyakit rematologik. Padahal pada saat ini ternyata adalah suatu wilayah berbeda yang secara konseptual untuk rematologist yang terbiasa melihat lebih secara rinci di artikuler dan patologisnya. Suatu pendekatan multidisiplin diperlukan untuk mengevaluasi keseluruhan dan pemahaman biologi dasar dari pasien ini adalah penting (Gallagher RM, 2007). Bukti yang ada menunjukkan fibromialgia bukanlah suatu penyakit inflamasi dan sekarang ini telah jelas disepakati bahwa pengobatannya bukanlah dengan obat antiinflamasi (NSAID). Berati bahwa saat ini fibromialgia dianggap bukan sebagai suatu penyakit rematologik lagi (Griffing GT, 2008). Telah menjadi jelas bahwa fibromialgia adalah salah satu dari kelompok central pain syndrome yang ditandai oleh nyeri yang lain dari biasanya, dimungkinkan karena suatu latar belakang dari abnormalitas atau stress yang berat. Gen spesifik dari faktor lingkungan (stres) disangkakan sebagai suatu resiko timbulnya fibromialgia sindrom mulai dikenali dan juga mempunyai efek penting untuk mencetuskan simptom (Marcus DA, et al, 2005; Dadabhoy D, 2006). Nyeri pada jaringan yang terlibat bukan disebabkan oleh proses inflamasi jaringan. Oleh karena itu disamping berpotensi menyebabkan disabilitas dan nyeri, pasien dengan fibromialgia tidak mengakibatkan kelainan bentuk atau kerusakan organ bagian badan internal (Shiel Jr WC, 2009). Satu konsep lainnya yang penting adalah pemahaman neurofisiologi dan konsep neurobiologI nyeri yang telah valid pada fibromialgia (Arnold LM, 2006) 1

description

fibromialgia, referat, kasus

Transcript of Fibromialgia

Page 1: Fibromialgia

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fibromialgia adalah salah satu penyakit yang paling sering yang mengenai otot dengan penyebab yang belum diketahui dengan jelas. Sejak tahun 1950 an ketika pertama kali disebut oleh Dr. Graham sebagai fibrositis atau fibromialgia adalah diduga sebagai suatu penyakit rematologik yang karakteristiknya ditandai dengan nyeri muskuloskeletal, serupa dengan penyakit rematologik. Padahal pada saat ini ternyata adalah suatu wilayah berbeda yang secara konseptual untuk rematologist yang terbiasa melihat lebih secara rinci di artikuler dan patologisnya. Suatu pendekatan multidisiplin diperlukan untuk mengevaluasi keseluruhan dan pemahaman biologi dasar dari pasien ini adalah penting (Gallagher RM, 2007).

Bukti yang ada menunjukkan fibromialgia bukanlah suatu penyakit inflamasi dan sekarang ini telah jelas disepakati bahwa pengobatannya bukanlah dengan obat antiinflamasi (NSAID). Berati bahwa saat ini fibromialgia dianggap bukan sebagai suatu penyakit rematologik lagi (Griffing GT, 2008). Telah menjadi jelas bahwa fibromialgia adalah salah satu dari kelompok central pain syndrome yang ditandai oleh nyeri yang lain dari biasanya, dimungkinkan karena suatu latar belakang dari abnormalitas atau stress yang berat. Gen spesifik dari faktor lingkungan (stres) disangkakan sebagai suatu resiko timbulnya fibromialgia sindrom mulai dikenali dan juga mempunyai efek penting untuk mencetuskan simptom (Marcus DA, et al, 2005; Dadabhoy D, 2006). Nyeri pada jaringan yang terlibat bukan disebabkan oleh proses inflamasi jaringan. Oleh karena itu disamping berpotensi menyebabkan disabilitas dan nyeri, pasien dengan fibromialgia tidak mengakibatkan kelainan bentuk atau kerusakan organ bagian badan internal (Shiel Jr WC, 2009). Satu konsep lainnya yang penting adalah pemahaman neurofisiologi dan konsep neurobiologI nyeri yang telah valid pada fibromialgia (Arnold LM, 2006)

1.2.Tujuan

Tujuan makalah ini adalah untuk:1.2.1. Menjelaskan definisi fibromialgia.1.2.2. Menjelaskan epidemiologi fibromialgia.1.2.3. Menjelaskan gejala klinis fibromialgia.1.2.4. Menjelaskan kriteria diagnosis fibromialgia.1.2.5. Menjelaskan faktor resiko fibromialgia.1.2.6. Menjelaskan etiologi dan pathogenesis fibromialgia.1.2.7. Menjelaskan penatalaksanaan fibromialgia.

BAB 2KAJIAN PUSTAKA

1

Page 2: Fibromialgia

2.1. Definisi

Fibromialgia adalah suatu nyeri tubuh kronik yang menyebar (chronic widespread body pain) ditandai dengan nyeri tekan pada palpasi (tender point area) sedikitnya 11 dari 18 daerah yang possible tender point secara bilateral simetris.

Nyeri kronik yang menyebar (Chronic widespread body pain = CWP) adalah nyeri yang terasa pada dua kontralateral kuadran tubuh yang menetap selama lebih dari 3 bulan (Limer KL, et al., 2008).

2.2. Epidemiologi

Populasi fibromialgia bervariasi di masing-masing negara. Di Swedia dan Inggris, fibromialgia ada sekitar 1% dari populasi. Di Amerika Serikat, prevalensi diperkirakan kira-kira 2% sampai 3% dari populasi, wanita mencakup sekitar 3.5% (80% terdapat pada wanita umur 35-55 tahun) dan pria sebesar 0.5%. Prevalensi biasanya meningkat sesuai dengan umur, sekitar 7% pada wanita umur 70 tahun. Fibromialgia adalah penyakit muskuloskeletal tersering kedua setelah osteoartritis. (Goldenberg DL, 2008; Shiel Jr WC, 2009). CWP mempunyai angka prevalensi 11% dari populasi umum. Diperkirakan 20% sampai 30% pasien yang berkunjung ke ahli rematologi adalah CWP termasuk fibromyalgia (Lawson K, 2007; Limer, et al., 2008).

Wanita dengan systemic lupus erythematosus beresiko menderita fibromialgia hingga 10 kali lipat, sekitar 30% hingga 40%, sedangkan ko morbid depresi sekitar 50% pada masing-masing individu (Dadabhoy D, 2006; Lawson K, 2007; Goldenberg DL, 2008)

2.3. Gejala

Terdapat lima gejala pada jaringan muskuloskeletal atau jaringan ikat fibrous yang paling sering dilaporkan adalah: (1) nyeri, (2) kaku, (3) edema jaringan lunak, (4) titik nyeri, dan (5) spasme otot dan nodul. Gejala yang khas adalah nyeri difus, menyebar, atau nyeri umum yang berfluktuasi seringkali disertai kekakuan terutama dirasakan pada waktu bangun pagi hari dan biasanya berlangsung selama beberapa jam, yang akan dapat kembali menyerang pada saat penderita tidak aktif dalam kegiatan hariannya. Pembengkakan ditemukan pada jaringan artikuler, periartikuler, atau jaringan lunak, juga didapatkan nyeri sendi menyeluruh tanpa disertai kemerahan, yang dapat digunakan untuk membedakan dengan rematoid artritis. Titik nyeri yang diutarakan oleh pasien sering disertai spasme otot atau nodul merupakan tanda penting dari diagnosis fibromialgia. Titik nyeri berkelompok di daerah sekitar leher dan bahu, dada atas, dan punggung bawah (Winfield JB, 2005).

Gejala lain adalah kelelahan yang sangat, tidur tidak nyenyak dengan kelelahan pagi hari (60-90%), nyeri kepala tipe tegang dan migren (28-58%), iritabilitas pada saluran cerna dan kandung

2

Page 3: Fibromialgia

kencing (34-53%), dismenore, parestesi, Raynaud’s phenomenon, nyeri dada, ansietas, depresi, pembengkakan dan baal pada ekstremitas.

Titik nyeri lebih banyak ditemukan pada pasien dengan keluhan nyeri daripada yang tidak ada keluhan, juga pada nyeri yang tersebar daripada nyeri yang terlokalisir. Gejala depresi, kelelahan, dan gangguan tidur lebih sering didapatkan pada mereka yang jumlah titik nyerinya lebih banyak, walaupun tidak selalu berhubungan dengan keluhan nyeri. Gejala penyerta dapat berupa prolaps katub mitral, takikardi, sindroma hipermobilitas, problem kognitif (berpikir, daya ingat, dan konsentrasi), vertigo, tinitus, bursitis, reticular skin discoloration, skiatika, dan lupus. Sehingga gejala tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) gejala muskuloskeletal: nyeri pada lokasi yang multipel, kekakuan, rasa membengkak pada jaringan lunak, (2) gejala bukan muskuloskeletal: kelelahan, kelelahan di pagi hari, kesulitan tidur, dan kesemutan, (3) gejala-gejala yang berhubungan dengan nyeri kepala tipe tegang, migren, dismenore, irritable bowel syndrome, ansietas, dan depresi (Winfield JB, 2005).

2.4. Diagnosis

Diagnosis konkrit dari fibromialgia sulit dilakukan karena banyak kondisi penyakit dengqn gejala-gejalanya mirip fibromialgia dan juga tidak ada tes laboratorium yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis. The American College of Rheumatology mendefinisikan diagnosis klinis fibromialgia menjadi dua kriteria (tabel 1): (1) nyeri muskuloskeletal yang tersebar pada seluruh kuadran tubuh paling tidak selama 3 bulan, dan (2) tenderness pada 11 dari 18 titik pencetus yang terletak pada punggung atas dan dada, siku, punggung bawah, paha atas, dan lutut (gambar 1)

Gambar 1. Ilustrasi 18 tender point

3

Page 4: Fibromialgia

Tabel 1. Kriteria diagnosis fibromialgia berdasarkan klasifikasi dari American College of Rheumatology (1990)*

A. Anamnesis nyeri yang meluasNyeri dianggap meluas bila terdapat semua hal-hal yang tersebut di bawah ini;a. Nyeri pada sisi kiri badanb. Nyeri pada sisi kanan badanc. Nyeri di atas pinggangd. Nyeri di bawah pinggange. Nyeri rangka yang aksial (vertebra servikal atau dada depan atau vertebra torakal atau

punggung bawah)Pada definisi ini nyeri bahu dan bokong dianggap sebagai nyeri dari masing-masing sisi. Nyeri punggung bawah dianggap nyeri segmen bawah.

B. Nyeri pada 11 dari 18 tempat titik nyeri pada palpasi dengan jari**Nyeri pada palpasi dengan jari harus ada paling tidak 11 dari 18 tempat titik-titik nyeri berikut ini:a. Oksiput: bilateral, pada insersi otot suboksipitalb. Servikal bawah: bilateral, pada sisi anterior dari rongga antar prosesus transversus

pada C5-C7c. Trapesius: bilateral, pada titik tengah dari tepi atasd. Supraspinatus: bilateral pada origonya di atas spina skapula dekat batas mediale. Rusuk kedua: bilateral, pada bagian depan dari sambungan kostokondral kedua di tepi

sedikit lateral dari sambungan di permukaan atasf. Epikondilus lateral: bilateral, 2 cm sebelah distal dari epikondilusg. Gluteal: bilateral, pada kuadran atas luar dari pantat lipatan otot sebelah depanh. Trokhanter mayor: bilateral, posterior dari prominensia trokhanteri. Lutut: bilateral, pada bantalan lemak sisi medial sebelah proksimal dari garis sendiPada definisi ini nyeri bahu dan bokong dianggap sebagai nyeri dari masing-masing sisi. Nyeri punggung bawah dianggap nyeri segmen bawah.

4

Page 5: Fibromialgia

*Untuk tujuan klasifikasi pasien dikatakan menderita fibromialgia bila kedua kriteria itu dipenuhi. Nyeri yang meluas harus telah diderita paling tidak selama 3 bulan. Adanya gangguan klinis lain tidak menyingkirkan diagnosis fibromialgia.

** Palpasi dengan jari harus dilaksanakan dengan kekuatan sekitar 4 kg. Untuk dinyatakan didapatkan titik nyeri, pasien harus menyatakan bahwa palpasi itu dirasakan nyeri (painful); jawaban terasa sakit (tender) tidak dianggap sebagai nyeri.

(Anonym, 2002; Goldenberg DL, et al., 2004; Winfield JB, 2005; Horowitz S, 2008)

2.5. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk fibromialgia meliputi;

- Jenis kelamin. Fibromialgia lebih sering terjadi pada wanita dibanding laki-laki.

- Umur. Fibromialgia sering muncul pada umur dewasa muda. Meskipun dapat juga terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua.

- Gangguan pola tidur. Di sini belum jelas patofisiologinya kenapa bisa menyebabkan fibromialgia.

- Riwayat keluarga yang menderita fibromialgia.

- Penyakit rematik. Terutama penyakit lupus.

2.6. Etiologi dan Patogenesis

Fibromialgia adalah suatu gangguan muskuloskeletal kronis dengan etiologi yang belum diketahui. Hanya telah diidentifikasi dengan jelas bahwa fibromialgia adalah suatu penyakit sistim saraf sentral (Gallagher RM, 2007). Pada tahun 1990 American Rheumatology College (ARC) menetapkan kriteria diagnostik berdasar skor 18 tender point. Ternyata titik-titik tersebut tidak bisa menjelaskan hubungannya dengan kasus fibromialgia. Pada biopsi terhadap titik tender point ternyata tidak menunjukkan perubahan patologis apapun, dan banyak studi belum menunjukkan kelainan apapun di jaringan muskuloskeletal pada titik nyeri yang bersangkutan. Bukti ini menunjukkan suatu kelainan neurologi berupa proses nyeri sentral. Fibromialgia mengalami nyeri dengan cara yang berbeda dan mempunyai nilai ambang nyeri yang lebih rendah dibanding orang normal. Riset telah menunjukkan bahwa berbagai proses nyeri di otak dan medula spinalis adalah abnormal pada fibromyalgia (Griffing GT, 2008).

Hipotesis patofisiologi yang terakhir adalah proses disfungsi daripada sistim nosisepsi otot skeletal, disfungsi modulasi nyeri di CNS dan hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis yaitu disfungsi neuroendokrin dan disautonomia (gangguan di sistim saraf otonom) (Lawson K, 2007)

5

Page 6: Fibromialgia

Peneliti sudah menemukan adanya peninggian kadar substansi P, dan nerve growth factor (NGF) pada cairan serebrospinal pada pasien fibromialgia. Kadar serotonin di otak relatif rendah pada pasien fibromyalgia (Shiel Jr WC, 2009; Fountaine K, 2009).

Sitokin (protein yang berperan sebagai messengers di antara sel) IL-4 dan IL-10 pada pasien dengan WSP secara signifikan mempunyai kadar yang lebih rendah, sedangkan kadar IL-2, IL-8 dan TNF mempunyai kadar yang sama dengan kontrol yang sehat. Lebih rendahnya kadar IL-4 dan IL-10 pada pasien WSP ini disebabkan karena gangguan genetik pada sitokin maupun regulator lainnya (Oceyler N, 2006; Fountaine K, 2009).

Berdasarkan penelitian neuroradiologi mengenai perfusi somatosensori pada pasien fibromialgia menunjukkan hiperperfusi dari korteks parietal bilateral dan korteks pre dan post sentralis dan hipoperfusi pada korteks lobus temporal kiri adalah mempunyai korelasi kuat dengan fibromyalgia (Guedj E, 2008).

Pada fibromialgia didapati disfungsi hipokampus seperti ditunjukkan oleh menurunnya kadar NAA (N-Acetyl Aspartat), kolin, mengakibatkan disfungsi metabolisme neuronal dan aksonal. Seperti diketahui bahwa hipokampus bertugas dalam peran kognitif, regulasi tidur, dan persepsi nyeri, diduga bahwa disfungsi metabolik daripada hipokampus, mempunyai implikasi terhadap penampilan gejala sehubungan dengan sindroma yang membingungkan (Emad Y, 2008).

Dua macam efektor utama stress respons yaitu hypothalamic-pituitary-adrenocortical (HPA) axis dan sympathetic nervous system (SNS) juga diaktifkan. Walaupun secara normal diadaptasi stress respon akan menjadi maladaptif pada pasien-pasien dengan nyeri kronik, dan fatigue syndrome seperti halnya fibromyalgia (Winfield JB, 2005).

Teori yang paling baru adalah hipotesis vulnerability, dimana seseorang penderita fibromialgia mungkin punya suatu sifat genetik vulnerable (mudah terkena atau rentan) terhadap fibromialgia. First degree keluarga dari individu dengan fibromialgia menunjukkan mempunyai resiko 8 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi normal. Polimorfisme pada serotonergik 5-hidroksitriptamin (HT) 2A reseptor (T/T phenotype), serotonin transporter, dopamine 4 reseptor, dan enzim katekolamin o-metil teransferase ternyata lebih sering dijumpai pada pasien dengan fibromialgia. Ada kemungkinan bahwa banyak jenis polimorfisme genetik yang masing-masing berbeda sehingga manusia lebih peka terhadap nyeri. Lagipula, satu atau lebih banyak jenis polimorfisme genetik individu bertanggung jawab untuk terjadinya fibromyalgia (Dadabhoy D, et al, 2006).

Salah satu riset saat ini tengah mempelajari perubahan pada corticotrophin-releasing factor (CRF). Pada studi provokatif ternyata CRF adalah abnormal pada individu dengan fibromialgia. CRF atau keseluruhan neuroendocrine cascade saling berinteraksi dengan neuropeptida nyeri, mencakup substansi P, serotonin, dopamin, dan noradrenalin, yang nampak di cairan serebrospinal dan semua ini dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Hal ini membuktikan bahwa stres dapat mempengaruhi CRF, dan juga pada sistim saraf otonom. Perubahan pada CRF mempunyai efek terhadap HPA axis dengan perubahan fungsi adrenal dan adrenalin (Goldenberg DL, 2008).

6

Page 7: Fibromialgia

CWP adalah suatu kelainan yang sering dijumpai yang berhubungan dengan suatu ambang nyeri yang rendah dan peningkatan level psychological stress. Bukti menunjukkan bahwa ada suatu hubungan antara komponen genetik CWP sindrom dan sensitivitas nyeri. Pada fibromialgia, khususnya, telah berulangkali menunjukkan adanya hubungan dengan tingginya kadar depresi dan psychological distress. Rendahnya kadar 5-HT serum telah diamati pada pasien fibromialgia. Gen yang diteliti meliputi monoamine oxidase A (MAOA) gene, gen reseptor serotonin (HTR2A, HTR3A dan HTR3B) dan suatu reseptor serotonin transporter gen (SLC6A4). MAOA menurunkan kadar serotonin dan aktifitas enzimatiknya (Limer KL, 2008).

Pasien fibromialgia mempunyai respons berlebihan terhadap stimuli nyeri (hiperalgesia) dan juga bisa mengalami nyeri akibat stimuli yang secara normal nonnoxious (allodynia). Keduanya baik hiperalgesia maupun allodynia mencerminkan suatu peningkatan proses sistim saraf pusat dari stimuli nyeri yang disebut sensitisasi sentral. Neuron noradrenergik dan serotonergik mempunyai implikasi mediasi terhadap mekanisme endogenous pain inhibitory melalui descending inhibitory pathway di otak dan medulla spinalis. Disfungsi serotonin dan norepinefrin pada pain inhibitory pathway berperan untuk sensitisasi sentral dan hipereksitabilitas dari spinal dan supraspinal pain transmitting pathway dan bermanifestasi sebagai nyeri persisten yang dihubungkan dengan fibromialgia dan beberapa kondisi-kondisi nyeri kronis lainnya. Pengobatan yang meningkatkan aktivitas dari serotonin dan norepinefrin dapat memperbaiki defisit fungsional dari transmisi serotonin dan norepinefrin pada descending inhibitory pain pathway sehingga dapat mengurangi nyeri (Rao SG, 2008).

Adakalanya untuk sekali waktu nosisepstik itu bukanlah suatu proses pasif, melainkan ada suatu interaksi yang kompleks antara ascending dan descending dengan kemampuan untuk secara dramatis mengubah hubungan antara stimulus dan respons. Input nosiseptik dari perifer dipancarkan via peripheral afferent fibers (PAF) ke kornu dorsalis medula spinalis. Sinyal dikirim ke pusat yang lebih tinggi, dan ini membentuk dasar dari persepsi nyeri. Dua unsur utama descending pain-modulating system mempekerjakan neurotransmiter serotonin (5-HT) dan norepinefrine (NE) yang berasal dari rostral venteromedial medulla (RVM) dan dorsolateral pontine catecholamine cell groups (DLP). Neurotransmiter eksitasi yang utama dari PAF ke kornu dorsalis neuron adalah glutamat (Glu) beraksi pada beberapa sel reseptor postsinaptik termasuk reseptor NMDA. Descending pathway dari RVM dan DLP yang membawa 5-HT dan NE berturut-turut mengatur aktivitas dari PAF terminal (Croffiord LJ, et al., 2006; Rao SG, 2008).

Ada empat studi yang menunjukkan adanya peningkatan kadar pronosiseptik substansi P di cairan serebrospinal (CSF) pada pasien fibromialgia dibanding kelompok kontrol (kadar yang tinggi dari substansi P dianggap penanda biologi dari adanya nyeri kronis). Studi biokomia yang dilakukan pada pasien dengan fibromialgia mendukung dugaan bahwa boleh jadi patofisologi fibromialgia berkaitan dengan tinggi kadar pronosiseptik, atau rendahnya kadar antinosiseptik, atau kedua-duanya. Pada transmisi pronosiseptik proksimal, ascending pathway berjalan dari medulla spinalis ke brainstem dan beberapa area dari thalamus, yang memancarkan informasi ke daerah korteks. Daerah ini meliputi korteks somatosensoris, cingulate anterior, dan korteks insular. Walaupun

7

Page 8: Fibromialgia

hyperactive pronocicptive pathway mungkin berperanan pada fibromialgia, ada beberapa data yang menduga bahwa fibromialgia bisa dihubungkan dengan suatu pengurangan aktivitas dari descending antinociceptive pathway.

Dua prinsip utama descending antinociceptive pathway pada manusia adalah yang opioid-ergic dan mixed serotonergic-noradrenergic pathway. Bukti terkini menyatakan bahwa sistim yang opioid-ergic boleh jadi secara maksimal diaktifkan pada pasien fibromialgia. Sebagai bukti terjadi peningkatan kadar enkefalin pada CSF pasien fibromialgia. Penurunan aktifitas descending antinocicptive pathway adalah mungkin terjadi oleh karena defisiensi di antinociceptive pathway yang lain yaitu pathway serotonergic-noradrenergic pathway. Studi telah menunjukkan bahwa kadar metabolit utama norepinefrin yaitu 3-metoksi-4-hidroksifenetilen di CSF pasien fibromialgia adalah rendah. Juga diketahui bahwa pada pasien fibromialgia mempunyai serotonin dan prekursor serotonin yaitu L-triptopan dengan kadar yang rendah dalam serum (Croffiord LJ, et al., 2006).

2.7. Penatalaksanaan

2.7.1. Farmakologi

Penderita fibromialgia saat ini dapat diobati dengan berbagai variasi pengobataqn untuk kondisi-kondisi yang tertentu, termasuk antidepresan dosis rendah, antiasietas, dan obat penghilang sakit. Pengobatan yang telah disetujui oleh FDA untuk fibromialgia adalah dengan pregabalin (evidence Level A yang kuat) dan duloxetine. Obat ketiga yang disetujui FDA adalah milnacipran. Walaupun mekanisme yang pasti dari obat-obatan tersebut belum jelas benar akan tetapi manfaat obat ini dapat mengurangi nyeri memperbaiki fungsi pada penderita fibromyalgia (Gallagher RM, 2007; Bihari M, 2009).

Antikonvulsan

Pregabalin

Pregabalin adalah gama-aminobutirik analog telah menunjukkan kemanjuran, bahwa obat ini adalah yang pertama disetujui oleh FDA untuk fibromialgia. Mekanismenya mengikat α 2δ subunit dari voltage gated Calcium channels, menghasilkan pengurangan Ca influks pada terminal saraf dan pengurangan pelepasan dari beberapa neurotransmitter seperti glutamat dan substansi P yang berperan dalam proses nyeri. Dosis yang digunakan di Amerika Serikat adalah secara umum 300mg-400mg.

Efek samping paling sering adalah ataksia, dizziness, mengantuk, edema perifer. Efek samping yang jarang berupa visus kabur, konstipasi, kelemahan umum, nyeri kepala, infeksi, neuropati, berat badan bertambah, dan xerostomia (Croffiord LJ, et al., 2006; Dadabhoy D, et al., 2006; Lawson K, 2007).

Antidepresan

8

Page 9: Fibromialgia

Antidepresan berfungsi memperbaiki neurotransmitter imbalance pada fibromialgia yang hasilnya dapat mengurangi nyeri, memperbaiki pola tidur dan perasaan fatigue. Peningkatan serotonin-mediated dan norepinephrine-mediated descending antinociceptive pathway setidaknya sebagai respon untuk allodynia dan hiperalgesia pada fibromyalgia (Dadabhoy D, et al., 2006).

Pengobatan farmakologi untuk fibromialgia adalah dengan low dose antidepressants, terutama sekali tricyclic antidepressants (TCAs), serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs), dan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). Uji klinis menunjukkan bahwa TCAs dan SNRIs terbukti bermanfaat terhadap pengurangan nyeri, pola tidur dan fatigue pada fibromialgia. Hal ini sehubungan manfaat kedua obat tersebut dalam modulasi kadar norepinefrin dan serotonin otak.

Tricyclic Antidepressant (TCAs)

Trisiklik antidepresan (TCAs) meningkatkan konsentrasi dari serotonin, atau norepinefrin, atau keduanya secara langsung menghalangi pengambilan kembali masing-masing neurotransmitter tersebut. Permasalahan tolerabilitas TCAs dapat dihindari dengan dengan cara mulai dengan dosis rendah (5 mg-10 mg), memberi dosis beberapa jam sebelum tidur, dan secara pelan-pelan ditingkatkan (Gallagher RM, 2007; Lawson K, 2007).

Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)

SSRIs sering digunakan pada fibromialgia dikarenakan efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan TCAs. Fluoxetine, citalopram, dan paroxetine mempunyai manfaat sama dalam pengurangan nyeri (Rooks DS, 2007).

Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs)

Duloxetine dan milnacipran adalah serotonin dan norepinefrin reuptake inhibitor memberi harapan pada pengobatan fibromialgia. Dual reseptor inhibitor SNRIs lebih bermanfaat dibandingkan serotonin inhibitor saja. Duloxetine disetujui oleh FDA untuk pengobatan depresi dan untuk fibromialgia. Dosis 60 mg adalah dosis yang direkomendasikan untuk fibromialgia.

Milnacipran dosis 100 mg/hari dan 200 mg/hari secara statistik dan klinis menunjukkan perbaikan nyeri, penilaian pasien secara global, dan fungsi fisik. Milnacipran mempunyai tolerabilitas yang lebih baik dibanding duloxetine. Efek samping yang paling umum adalah mual, nyeri kepala, sembelit, dizziness, berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, sulit tidur, rasa gatal, ansietas, hot flashes, kencing sakit (Rooks DS, 2007).

NSAIDs dan Acetaminophen

9

Page 10: Fibromialgia

Banyak digunakan pada pasien fibromialgia karena disangkakan adanya nyeri perifer, osteoarthritis, dan tendonitis. Pada beberapa studi menunjukkan kegagalan pemakaian NSAIDs dan asetaminofen untuk pengobatan fibromyalgia (Lawson K, 2007).

2.7.2. Terapi Nonfarmakologi

Pengobatan kombinasi farmakologi dan nonfarmakologi sangatlah bermanfaat bagi fibromialgia.

Exercise dan Cognitive Behaviour Therapy (CBT)

Ada bukti kuat bahwa CBT membantu pengobatan fibromialgia. Fisioterapi membantu dan bermanfaat untuk memperbaiki fungsi dan kualitas hidup pasien. CBT mempergunakan cara untuk memperkuat kepercayaan diri dan abilitas dan mengajarkan metoda menyesuaikan dengan situasi stressful penderita. Terapi disajikan melalui individu konseling, kelas, dan dengan tape, CD, atau DVD, dan diharapkan diri pasien sendiri yang mengobati dan mengatur fibromialgia (Goldenberg DL, 2008).

Latihan aerobic

Cochrane database meta-analysis mempertunjukkan bukti perbaikan pengobatan fibromialgia dengan latihan aerobic (Goldenberg DL, 2008).

2.8. Diagnosis Banding

• Somatoform / Psychogenic • Polymyalgia Rheumatica • Rheumatoid Arthritis, SLE • Polymyositis / Dermatomyositis • Other more common musculoskeletal disorders (bursitis / tendinitis)

2.8. Pencegahan

Tidak ada cara khusus untuk mencegah fibromialgia sebab penyebabnya tidaklah secara penuh dipahami. Melaksanakan suatu pola hidup sehat, cukup tidur, dan senantiasa berpandangan positif adalah jalan bagi semua orang menuju kesehatan yang optimal.

10

Page 11: Fibromialgia

BAB 3KESIMPULAN

Fibromialgia adalah nyeri kronik lebih dari 3 bulan yang penyebabnya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, dapat mengenai seluruh muskuloskeletal dan nyeri meningkat bila dilakukan palpasi. Selain gejala utama tersebut didapatkan tanda-tanda penyerta adalah fatigue, stiffness, gangguan tidur, pembengkakan sendi, distress psikologis, dan gangguan fungsi kognitif, serta gangguan fungsi metabolisme energi seluler. Terdapat lima gejala pada jaringan muskuloskeletal atau jaringan ikat fibrous yang paling sering dilaporkan adalah (1) nyeri, (2) kaku, (3) edema jaringan lunak, (4) titik nyeri, (5) spasme otot dan nodul.

Diagnosis klinis berdasarkan The American College of Rheumatology menjadi 2 kriteria: (1) nyeri muskuloskeletal yang menyebar pada seluruh kuadran tubuh paling tidak selama 3 bulan, dan (2) tenderness pada 11 dari 18 titik pencetus yang terletak pada punggung atas dan dada, siku, punggung bawah, paha atas dan lutut.

Penatalaksanaan fibromialgia disamping pengobatan secara farmakologi juga ditangani secara multidisipliner, fisikal, psikologi, dan pendekatan behavioural.

DAFTAR PUSTAKA

11

Page 12: Fibromialgia

Anonym, 2002. The Muscle in fibromyalgia. Rheumatology, 41:721-724.

Arnold LM, 2006. Biology and therapy of Fibromyalgia. New therapies in Fibromyalgia, available from http://www.medscape.com/viewarticle/536239.

Bihari M, 2009. Fibromyalgia: Drugs Approved by The FDA to Manage Pain, available from http://drugs.about.com/b/2009/01/21/fibromyalgia-drugs-approved-by-the-fda-to-manage-pain.htm.

Croffiord LJ, et al., 2006. 70th Annual Meeting of The American College of Rheumatology, available from http://www.medscape.com/viewarticle/547832.

Dadabhoy D, et al, 2006. Therapy Insight: Fibromyalgia—Different Type of Pain Needing A Different Type of Treatment. National Clinical Practice Rheumatology, 2(7):364-372.

Emad Y, 2008. Hippocampal Dysfunction May Explain Fibromyalgia Syndrome Symptoms, J Rheumatology, 35:1371-1377.

Fountaine K, 2009. Fibromyalgia: Overview and Clinical Manifestation, available from http://www.hopkins-arthritis.org/arthritis-info/fibromyalgia.

Gallagher RM, 2007. Recent Advances in The Therapeutic Management of Fibromyalgia, American College of Rheumatology (ACR) 71st Annual Meeting.

Goldenberg DL, et al., 2004. Management of Fibromyalgia Syndrome, JAMA, 292(19): 2388-2395.

Goldenberg DL, 2008. Dispelling Myths: Evidence Based Treatment of Fibromyalgia: A Collaborative Approach to optimal Care, available from: http://www.medscape.com/ viewprogram/1728/index.

Griffing GT, 2008. Fibromyalgia Is Not a Rheumatologic Disease Anymore. Medscape J Med. 10(2):47.

Guedj E, 2008. Fibromyalgia Associated with Functional Brain Abnormalities, JNucl. Med., 49:1798-1803.

Horowitz S, 2008. The Diagnosis and treatment of Fibromyalgia. Alternative and Complementary Therapies, 14(1):13-18.

Lawson K, 2007. Are complex Therapies Required As Pharmacological Treatments of Fibromyalgia? Future Rheumatology, 2(6):599-605.

Limer KL, 2008. Exploring The Genetic Susceptibility of Chronic Widespread Pain: The Tender Points in Genetic Association Studies. Rheumatology. 47(5):572-577.

12

Page 13: Fibromialgia

Marcus DA, et al, 2005. Fibromyalgia and Headache: An Epidemiological Study Supporting Migraine as Part of The Fibromyalgia Syndrome. Clinical Rheumatology 24(6):595-601.

Oceyler N, 2006. Reduced Levels of Antiinflamatory Cytokines in Patients with Chronic Widespread Pain. Arthritis and Rheumatism, 54(8): 2656-2664.

Rao SG, et al., 2008, Understanding the Fibromyalgia Syndrome. Psychopharmacology Bulletine, 40(4):24-56.

Rooks DS, 2007. Fibromyalgia Treatment Update, Current Opinion Rheumatology, 19(2):111-117.

Shiel Jr WC, 2009. Fibromyalgia (Fibrositis), available from http://www.medicinet.com

Winfield JB, 2005. The Patient with Diffuse Pain. In Imboden J, et al, Current Rheumatology Diagnosis and Treatment, 1st Ed., McGraw Hill, Boston, 121-128.

13