Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

31
Sistemik Lupus Eritematosus BAB I PENDAHULUAN Lupus eritematosus sistemik atau lebih dikenal dengan nama systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit kronik inflamatif autoimun yang belum diketahui etiologinya dengan manifestasi klinis beragam serta berbagai perjalanan klinis dan prognosisnya. Etiologinya sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun diduga karena autoimmune, ultraviolet, obat-obatan, virus, hormonal, dan zat kimia. Penyakit ini ditandai oleh adanya periode remisi dan episode serangan akut dengan gambaran klinis yang beragam berkaitan dengan berbagai organ yang terlibat. SLE merupakan penyakit yang kompleks dan terutama menyerang wanita usia reproduksi. Faktor genetik, imunologik, dan hormonal serta lingkungan berperan dalam proses patofisiologi. 1 Prevalensi SLE di Amerika adalah 1:1000 dengan rasio wanita : laki-laki antara 9-14 : 1. Data tahun 2002 di RSUP Cipto mangunkusumo Jakarta, didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng Semarang Periode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 1

description

zdgfvxh

Transcript of Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Page 1: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus eritematosus sistemik atau lebih dikenal dengan nama systemic lupus

erythematosus (SLE) merupakan penyakit kronik inflamatif autoimun yang belum

diketahui etiologinya dengan manifestasi klinis beragam serta berbagai perjalanan klinis

dan prognosisnya. Etiologinya sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun

diduga karena autoimmune, ultraviolet, obat-obatan, virus, hormonal, dan zat kimia.

Penyakit ini ditandai oleh adanya periode remisi dan episode serangan akut dengan

gambaran klinis yang beragam berkaitan dengan berbagai organ yang terlibat. SLE

merupakan penyakit yang kompleks dan terutama menyerang wanita usia reproduksi.

Faktor genetik, imunologik, dan hormonal serta lingkungan berperan dalam proses

patofisiologi. 1

Prevalensi SLE di Amerika adalah 1:1000 dengan rasio wanita : laki-laki antara

9-14 : 1. Data tahun 2002 di RSUP Cipto mangunkusumo Jakarta, didapatkan 1,4% kasus

SLE dari total kunjungan pasien poliklinik Reumatologi. Belum terdapat data

epidemiologi yang mencakup semua wilayah Indonesia, namun insidensi SLE dilaporkan

cukup tinggi di Palembang.2

Survival rate SLE berkisar antara 85% dalam 10 tahun pertama dan 65% setelah

20 tahun menderita SLE. Mortalitas akibat penyakit SLE ini 3 kali lebih tinggi

dibandingkan populasi umum. Pada tahun-tahun pertama mortalitas SLE berkaitan

dengan aktivitas penyakit dan infeksi, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan

penyakit vascular aterosklerotik.3

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 1

Page 2: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang

terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri

yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang luas2.

II. ETIOLOGI

Penyebab dari SLE sendiri sebetulnya belum diketahui secara pasti, namun

diduga karena4

1. Autoimun ( kegagalan toleransi diri)

2. Cahaya matahari ( UV)

3. Stress

4. Agen infeksius seperti virus, bakteri (virus Epstein Barr, Streptokokus,

klebsiella)

5. Obat – obatan : Procainamid, Hidralazin, Antipsikotik, Chlorpromazine,

Isoniazid

6. Zat kimia : merkuri dan silikon

7. Perubahan hormon

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 2

Page 3: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

III. EPIDEMIOLOGI

Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik

utama di dunia5. Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi

pada berbagai populasi yang berbeda-beda bervariasi antara 2,9/100.000 -

400/100.000. SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa

negro, Cina dan mungkin juga Filipina. Faktor ekonomi dan geografik tidak

mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua

usia, tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa reproduksi). Frekuensi

pada wanita dibandingkan dengan frekuensi pada pria berkisar antara

(5,5-9) : 1. 6

Beberapa data yang ada di Indonesia diperoleh dari pasien yang dirawat di

rumah sakit. Dari 3 peneliti di Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia / RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, yang

melakukan penelitian pada periode yang berbeda diperoleh data sebagai

berikut : 1969-1970 ditemukan 5 kasus SLE (Ismail Ali); 1972-1976 ditemukan

1 kasus SLE dari setiap 666 kasus yang dirawat; 1988-1990 insidensi rata-rata

ialah sebesar 37,7 per 10.000 perawatan.7

Insidensi di Yogyakarta antara tahun 1983-1986 ialah 10,1 per 10.000

perawatan (Purwanto, dkk). Di medan antara tahun 1984-1986 didapatkan

insidensi sebesar 1,4 per 10.000 perawatan (Tarigan).8

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 3

Page 4: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

IV. PATOFISIOLOGI

Etiologi dan pathogenesis SLE masih belum diketahui dengan jelas.

Meskipun demikian, terdapat banyak bukti bahwa pathogenesis SLE bersifat

multifactor dan ini mencakup factor genetic, lingkungan, dan hormonal terhadap

respon imun. Adanya satu atau beberapa factor pemicu yang tepat pada individu

yang mempunyai predisposisi genetic akan menghasilkan tenaga pendorong

abnormal terhadap sel T CD4+ , mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap

self antigen. Sebagai akibatnya muncul sel T autoreaktif yang akan menyebabkan

induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibody maupun

berupa sel memori. Pada SLE autoantibody yang terbentuk ditujukan terhadap

antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Kebanyakan di antaranya

dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks

protein RNA. Antibody ini dikenal sebagai ANA (anti nuclear antibody). Dengan

adanya antigen yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar

dalam sirkulasi. Hal ini akan menyebabkan gangguan kompleks imun yaitu dapat

berupa terbentuknya deposit kompleks imun di luar system fagosit mononuclear.

Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat

terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini akan

menghasilkan aktivasi komplemen yang menyebabkan timbulnya reaksi radang.

Reaksi radang ini menyebabkan timbulnya keluhan gejala pada organ atau tempat

yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, kulit, dan lain sebagainya. Bagian 

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 4

Page 5: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

terpenting dari patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang

dalam keadaan normal mencegah autoimunitas2.

Gambar 1: patofisiologi SLE4

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 5

Page 6: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

Gambar 2: patofisiologi dan Manifestasi klinis SLE6

V. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi konstitusional dapat berupa kelelahan, penurunan berat badan,

demam, mual-muntah, rambut rontok, sakit kepala, hilang nafsu makan1.

Manifestasi kulit berupa butterfly appearance. Manifestasi kulit yang lain

berupa lesi discoid, erythema palmaris,periungual erythema, alopesia. Mucous

membran lession cenderung muncul pada periode eksaserbasi pada 20% penderita

juga didapatkan fenomena Raynaud2.

Manifestasi gastrointestinal berupa nausea, diare, GIT discomfort. Gejala

menghilang dengan cepat bila manifestasi sistemiknya diobati dengan adekuat.

Nyeri GIT mungkin disebabkan peritonitis dan arteritis pembuluh darah kecil

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 6

Page 7: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis juga dapat

menimbulkan pankreatitis2.

Manifestasi muskuloskeletal berupa athralgia, myalgia, myopathi. Joint

symptoms dengan atau tanpa aktif sinovitis ada pada 90% penderita. Atritis

cenderung menjadi deformitas, dan gambaran ini hampir selalu tidak didapatkan

pada pemeriksaan radiografi3.

Manifestasi ocular, termasuk conjungtivitis, fotofobia, transient atau

permanent monoocular blindness dan pandangan kabur. Pada pemeriksaan fundus

dapat juga ditemukan cotton-wool spots pada retina (cytoid bodies) 1.

Manifestasi di jantung dapat berupa perikarditis, penyakit jantung koroner,

angina pectoris, gagal jantung kongestif, infark miokard, dan vaskulitis2

Manifestasi paru dapat terjadi berupa pneumonitis, emboli paru, hipertensi

pulmonal, perdarahan paru, shrinking lung syndrome2

Manifestasi renal umumnya tidak nampak sebelum terjadinya gagal ginjal

atau sindroma nefrotik. Dalam pemeriksaan biasanya ditemukan piuria,

proteinuria, peningkatan kadar serum kreatinin, eritrosit dalam urin2.

Manifestasi pada neuropsikiatrik biasanya ditemukan pada keterlibatan

susunan saraf pusat (SSP) dapat berupa hemiparesis, epilepsy, meningitis, dan lesi

saraf kranial2.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 7

Page 8: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

Manifestasi hemi-limfatik dapat berupa anemia dan limfadenopati2

Gambar 3 : Manifestasi Klinis SLE7

Gambar 4: Butterfly Appeareance SLE8

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 8

Page 9: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Table 1: Hubungan antara Gambaran Klinis, Laboratorik, dan Patologik pada

pasien Lupus2

Mesangial Fokal

proliferatif

Difus

proliferatif

Membranous Tubulointersitial Infeksi Drug

induced

IIA IIB III IV V

Gejala - - - GG, SN SN - Disuria GG

Hipertensi - - + Sering Late onset Late onset Late

onset

-

Proteinuria

g/dl

- <1 <2 1-20 3,5-20 + + +

Hematuria

eri/LPB

- 5-

15

5-15 Banyak - + + -

Piuria

L/LPB

- 5-

15

5-15 Banyak - + Banyak -

Cetakan - + + Banyak - - - -

GFR N N 60-80 <60 N N N N

CH50 N +< < << N N N N

C3 N +< < << N N N N

Anti

dsDNA

N +< > >> N N N N

Kompleks

Imun

N +> > >> N N N N

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 9

Page 10: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

Hematologi

Ditemukan anemia, leukopenia, trombocytopenia2.

Kelainan imunologi

Ditemukan ANA, Anti-Ds-DNA, rheumatoid factor.

Kadar complemen serum menurun pada fase aktif dan paling rendah

kadarnya pada SLE dengan nefritis aktif. Urinalisis dapat normal walaupun

telah terjadi proses pada ginjal. Untuk menilai perjalanan SLE pada ginjal

dilakukan biopsy ginjal dengan ulangan biopsy tiap 4-6 bulan. Adanya

silinder eritrosit dan silinder granuler menandakan adanya nefritis yang aktif2.

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis mengacu pada kriteria yang dibuat oleh the American College

of Rheumatology revisi tahun 1997.2

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 10

Page 11: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

Table 2: Kriteria SLE tahun 1997 Revisi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 11

Page 12: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

VIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan

Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting dalam

penatalaksanaan pasien LES, terutama pasien yang baru terdiagnosis. Hal ini

dapat dicapai dengan penyuluhan langsung kepada pasien atau dengan membetuk

kelompok pasien yang bertemu secara berkala untuk membicarakan masalah

penyakitnya3.

Pilar Pengobatan

I. Edukasi dan konseling

Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan

dukungan sekitar agar dapat hidup mandiri. Pasien memrlukan edukasi

mengenai cara mencegah kekambuhan antara lain dengan melindungi kulit

dari paparan sinar matahari (ultra violet) dengan memakai tabir surya,

payung, atau topi. Karena infeksi sering terjadi pada pasien SLE, maka

pasien perlu diingatkan bila mengalami demam yang tidak jelas

penyebabnya. Pengaturan kehamilan sangat penting pada pasien SLE

dengan nefritis atau pasien-pasien yang mendapat obat berupa

kontraindikasi terhadap kehamilan. Sebelum diberikan pengobatan, harus

diputuskan terlebih dahulu apakah pasien tergolong yang memerlukan

terapi konservatif atau agresif4.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 12

Page 13: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

Terapi konservatif

a. Artritis, artralgia, mialgia. Merupakan keluhan yang paling sering

dijumpai pada pasien SLE. Pada keluhan yang ringan dapat diberikan

analgetik sementara atau obat antiinflamasi non-steroid. Bila obat-

obatan tersebut tidak memberikan respon yang baik, dapat

dipertimbangkan pemberian obat antimalaria misalnya

hidroksiklorokuin 400mg/hari. Bila dalam waktu 6 bulan, obat ini

tidak memberikan efek yang baik, harus segera distop. Pada beberapa

pasien yang tidak menunjukkan respon adekuat dengan pemberian

analgetik/NSAID/antimalaria dapat dipertimbangkan pemberian

kortikosteroid dosis rendah5

b. Lupus kutaneus. Sekitar 70% pasien SLE akan mengalami

fotosensitivitas. Eksaserbasi akut dapat timbul pada pasien yang

terpapar sinar ultraviolet, sinar infrared, sinar panas, dan lain

sebagainya. Pasien dengan fotosensitivitas harus berlindung terhadap

paparan sinar-sinar tersebut dengan menggunakan baju pelindung,

menghindari paparan langsung, dan menggunakan sunscreen.

Glukokortikoid topikal dapat digunakan untuk terapi dermatitis lupus.

Pemilihan preparat topikal harus hati-hati karena glukokortikoid

topikal terutama yang diflorinasi dapat menyebabkan atrofi kulit,

telangiektasia, dan depigmentasi. Untuk kulit muka dianjurkan

penggunaan steroid lokal berkekuatan rendah dan tidak diflorinasi

misalnya hidrokortison, sedangkan untuk kulit badan dan lengan dapat

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 13

Page 14: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

digunakan steroid topikal berkekuatan sedang misalnya betametason

valerat dan triamsinolon asetonid. Obat antimalaria sangat bagus untuk

megatasi lupus kutaneus, karena memiliki efek sunblocking,

antiinflamasi, dan imunosupresan3

Terapi agresif

a. Dimulai dengan pemberian glukokortikoid dosis tinggi bila

manifestasi SLE serius dan mengancam nyawa. Pada manifestasi

minor SLE dapat diberikan 0,5 mg/KgBB.hari, sedangkan pada

manifestasi mayor dan serius dapat diberikan 1-1,5

mg/KgBB/haripemebrian bolus metilpredinisolon IV 1 gram atau

15 mg/KgBB.hari selama 3-5 hari dapat dipertimbangkan sebagai

pengganti glukokortikoid oral dosis tinggi, kemudian dilanjutkan

dengan prednison oral 1-1,5mg/KgBB/hari. Setelah pemberian

glukokortikoid dosis tinggi selama 6 minggu, makan harus

dilakukan penurunan dosis secara bertahap, dimulai dengan 5-10%

setiap minggu bila tidak menimbulkan eksaserbasi akut. Setelah

dosis prednison mencapai 30 mg/hari, makan penurunan dosis

dilakukan 2,5.g/minggu, dan setelah dosis prednison mencapai 10-

15mg/hari, penurunan dosis dilakukan 1mg/minggu. Bila timbul

eksaserbasi akut, dosis prednison dinaikkan sampai ke dosis efektif

sebelumnya sampai beberapa minggu, kemudian dicoba diturunkan

kembali. Bila setelah 4 minggu pemberian glukokortikoid dosis

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 14

Page 15: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

tinggi tidak memberikan respon, makan perlu dipertimbangkan

pemberian imunosupresan/terapi agresif lainnya4.

b. Bolus siklofosfamida intravena 0,5-1 gr/m2 dalam 250 ml Nacl

0,9% selama 60 menit diikuti pemberian cairan 2-3 liter/24 jam

setelah pemberian obat, banyak digunakan secara luas pada terapi

SLE. Siklofosfamida diindikasi pada

a. Pasien SLE yang membutuhkan steroid dosis tinggi

b. Pasien SLE yang dikontraindikasikan terhadap steroid dosis

tinggi

c. Pasien SLE kambuh yang telah diterapi dengan steroid

jangka lama atau berulang

d. Glomerulonefritis difus awal

e. SLE dengan trombositopenia yang resisten terhadap steroid

f. Penurunan GFR atau peningkatan kreatinin serum tanpa

adanya faktor-faktor ekstrarenal lainnya

g. SLE dengan manifestasi susunan saraf pusat

Toksisitas siklofosfamid meliputi nausea, vomitus, alopesia,

cystitis hemoragika, keganasan kulit, penekanan fungsi ovarium,

dan azoospermia3

c. Azatioprin merupakan analog purin yang dapat digunakan sebagai

alternatif terhadap siklofosfamida dengan dosis 1-3 mg/KgBB/hari

dan diberikan secara oral. Obat ini dapat diberikan selama 6-12

bulan pada pasien SLE, setelah penyakitnya dapat dikontrol dan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 15

Page 16: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

dosis steroid sudah seminimal mungkin, maka dosis azatioprin

juga dapat diturunkan perlahan dan dihentikan setelah penyakitnya

terkontrol dengan baik. Toksisitas azatioprin meliputi penekanan

sistem hemopoetik, peningkatan enzim hati, dan mencetuskan

keganasan6.

d. Siklosporin A dosis rendah (3-6mg/kgBB/hari) dan mofetil

mikofenolat7.

e. Pemberian imunoglobulin, hormonal, dan afaresis8

f. Terapi pada keadaan khusus2

1. Trombosis pada SLE heparin

2. Abortus berulang pada SLE kombinasi aspirin dan

glukokortikoid dosis tinggi

3. Lupus neonatal

4. Trombositopenia pada SLE prednison

0,5-1mg/KgBB/hari selama 3-4 minggu, bila jumlah

trombosit <50000, maka dosis prednison diturunkan

bertahap

5. SLE pada SSP antikoagulan, imunosupresan,

antikonvulsan

6. Nefritis lupus biopsi ginjal, kurangi asupan garam,

lemak, protein, beri loop diuretic, obati hipertensi,

hindari kehamilan

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 16

Page 17: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

X. KOMPLIKASI

Komplikasi neurologis bermanifestasi sebagai perifer dan central berupa

psikosis, epilepsi, sindroma otak organik, periferal dan cranial neuropati,

transverse myelitis, stroke. Depresi dan psikosis dapat juga akibat induksi dari

obat kortikosteroid. Perbedaan antara keduanya dapat diketahui dengan

menurunkan atau menaikkan dosis steroid. Psikosis lupus membaik bila dosis

steroid dinaikkan, dan pada psikosis steroid membaik bila dosisnya diturunkan2.

Komplikasi  renal berupa glomerulonefritis dan gagal ginjal kronik.

Manifestasi yang paling sering berupa proteinuria. Histopatologi lesi renal

bervariasi mulai glomerulonefritis fokal sampai glomerulonfritis

membranoploriferatif difus. Keterlibatan renal pada SLE mungkin ringan dan

asimtomatik sampai progresif dan mematikan. Karena kasus yang ringan semakin

sering dideteksi, insidens yang bermakna semakin menurun. Ada 2 macam

kelainan patologis pada renal berupa nefritis lupus difus dan nefritis lupus

membranosa. Nefritis lupus difus merupakan manifestasi terberat. Klinis berupa

sebagai sindroma nefrotik, hipertensi, gagal ginjal kronik3.

XI. PROGNOSIS

Bervariasi ,tergantung dari komplikasi dan keparahan keradangan.Perjalanan SLE

kronis dan kambuh-kambuhan seringkali dengan periode remisi yang lama7

Dengan pengendalian yang baik pada fase akut awal prognosis dapat baik8.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 17

Page 18: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

BABIV

KESIMPULAN

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang terjadi

karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan

dengan manifestasi klinik yang luas.2

Prevalensi SLE di Amerika adalah 1:1000 dengan rasio wanita : laki-laki

antara 9-14 : 1. Data tahun 2002 di RSUP Cipto mangunkusumo Jakarta,

didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien poliklinik Reumatologi6.

Belum terdapat data epidemiologi yang mencakup semua wilayah Indonesia,

namun insidensi SLE dilaporkan cukup tinggi di Palembang.7 Survival rate SLE

berkisar antara 85% dalam 10 tahun pertama dan 65% setelah 20 tahun menderita

SLE. Mortalitas akibat penyakit SLE ini 3 kali lebih tinggi dibandingkan populasi

umum. Pada tahun-tahun pertama mortalitas SLE berkaitan dengan aktivitas

penyakit dan infeksi, sedangkan dalam jangka panjang berkaitan dengan penyakit

vascular aterosklerotik.8

Etiologi dan pathogenesis SLE masih belum diketahui dengan

jelas.Meskipun demikian, terdapat banyak bukti bahwa pathogenesis SLE bersifat

multifactor dan ini mencakup factor genetic, lingkungan, dan hormonal terhadap

respon imun. Adanya satu atau beberapa factor pemicu yang tepat pada individu

yang mempunyai predisposisi genetic akan menghasilkan tenaga pendorong

abnormal terhadap sel T CD4+ , mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 18

Page 19: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

self antigen. Sebagai akibatnya muncul sel T autoreaktif yang akan menyebabkan

induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibody maupun

berupa sel memori2.

Manifestasi klinis dapat berupa manifestasi konstitusional, manifestasi

kulit, gastrointestinal, musculoskeletal, ocular, jantung, paru, renal, neuro-

psikiatrik, dan hemilimfatik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria SLE revisi

tahun 19972.

Penatalaksanaan pasien SLE dapat dilakukan dengan cara, edukasi

mengenai cara mencegah kekambuhan antara lain dengan melindungi kulit dari

paparan sinar matahari (ultra violet) dengan memakai tabir surya, payung, atau

topi. Karena infeksi sering terjadi pada pasien SLE, maka pasien perlu diingatkan

bila mengalami demam yang tidak jelas penyebabnya. Pengaturan kehamilan

sangat penting pada pasien SLE dengan nefritis atau pasien-pasien yang mendapat

obat berupa kontraindikasi terhadap kehamilan. Sebelum diberikan pengobatan,

harus diputuskan terlebih dahulu apakah pasien tergolong yang memerlukan

terapi konservatif atau agresif1.

Komplikasi neurologis bermanifestasi sebagai perifer dan central berupa

psikosis, epilepsi, sindroma otak organik, periferal dan cranial neuropati,

transverse myelitis, stroke. Depresi dan psikosis dapat juga akibat induksi dari

obat kortikosteroid. Komplikasi  renal berupa glomerulonefritis dan gagal ginjal

kronik. Bervariasi ,tergantung dari komplikasi dan keparahan keradangan3.

Perjalanan SLE kronis dan kambuh-kambuhan seringkali dengan periode remisi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 19

Page 20: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

yang lama7. Dengan pengendalian yang baik pada fase akut awal prognosis dapat

baik8.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 20

Page 21: Ferdy 61744042 Referat SLE 2fgbcxh

Sistemik Lupus Eritematosus

DAFTAR PUSTAKA

.

1. Ganang, Karnen. Sistemik Lupus Eritematosus. Dalam Imunologi Dasar Edisi 6.

FKUI, Jakarta: 2004, h.234-236

2. Isbagio Harry, Albar Zuljasri, Yoga, Bambang. Lupus Eritematosus

Sistemik. Dalam Sudoyo Aru, dkk (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai

Penerbit FK UI Jakarta; 2006. h.1214-1221

3. Harrisson’s Principle of Internal Medicine 15th Edition; Volume 2; page 1922-

1928.

4. SLE., diunduh tanggal 18 April 2012. Dari www.scribd.com/doc/32209242/ SLE

5. SLE-2. diunduh tanggal 18 April 2012 Dari

www.scribd.com/deftipamungkas/d/61744042-Referat-SLE-2

6. American college of rheumatology Ad Hoc Committee on systemic lupus

erythematosus guidelines. Arthritis Rheum 1999; 42(9): 1785-96

7. SLE epidemiologi. diunduh tanggal 18 April 2012. Dari www.fkui.ac.id

8 Diagnosa dan Penatalaksanaan SLE, diunduh tanggal 18 April 2012. Dari:

internershs.com/home3/index.php?option=com_content

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam – RSUD Ketileng SemarangPeriode 12 Maret 2012 – 19 Mei 2012 Page 21