Farmol (Nurul Qamariah 1206179965)

74
[Type the document title] TUGAS FARMAKOLOGI MOLEKULER 1. MURBEI (Morus alba L.) 2. CABE MERAH (Capsicum annum L.) 3. JAHE (Zingiber officinale) 4. HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) 5. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Oleh : Nurul Qamariah 1206179965 0 TUGAS FARMAKOLOGI MOLEKULER

description

farmasi

Transcript of Farmol (Nurul Qamariah 1206179965)

S2 HERBAL[Type the document title]

TUGAS FARMAKOLOGI MOLEKULER

1. MURBEI (Morus alba L.)2. CABE MERAH (Capsicum annum L.)3. JAHE (Zingiber officinale)4. HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.)5. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Oleh : Nurul Qamariah1206179965

Program Magister Herbal Fakultas FarmasiUniversitas Indonesia2013A. MURBEI (Morus alba L.) Klasifikasi :Regnum : PlantaeDivisio : SpermatophytaSub Divisio : AngiospermaeKelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : MonochlamydeaeBangsa : UrticalesFamili : Moraceae Genus : MorusSpesies : Morus alba L.

Sinonim : = M. australis, Poir. = M. atropurpurea, Roxb. = M. constantinopalita, Poir. = M. indica, Linn. = M. rubra, Lour. M. tatarica L., M. pumila Balb., M. multicaulis Perr. and M. serrata Wall.[1]

Nama Lokal : Besaran (Indonesia). murbai, besaran (Jawa); Kerta, kitau (Sumatera), Sangye (China), may mon, dau tam (Vietnam), morus leaf; morus bark,morus fruit, mulberry leaf, mulberry bark, mulberry twigs, white mulberry, mulberry (Inggris).[1]

Deskripsi Tanaman : Morus alba L merupakan pohon berkayu, tinggi sekitar 9 m, percabangan banyak, cabang muda berambut halus. Daun tunggal, letak berseling, bertangkai yang panjangnya 4 cm. Helai daun bulat telur sampai berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip agak menonjol, permukaan atas dan bawah kasar, panjang 2,5 20 cm, lebar 1,5 12 cm, warnanya hijau. Bunga majemuk bentuk tandan, keluar dari ketiak daun, mahkota bentuk taju, warnanya putih. Dalam satu pohon terdapat bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna yang terpisah. Murbei berbunga sepanjang tahun. Buahnya banyak berupa buah buni, berair dan rasanya enak. Buah muda warnanya hijau, setelah masak menjadi hitam. Biji kecil, warna hitam.[1]

Habitat : tumbuh liar di hutan pada ketinggian 1-200 m dpl, memerlukan cukup sinar matahari dan dibudidayakan di Jawa.[1]

Kandungan kimia : [1,9,10,13,17,27] Daun murbei mengandung quercetin, anthosianin ecdysterone, inokosterone, lupeol, beta-sitosterol, rutin, moracetin, isoquersetin, scopoletin, scopolin, alfa-, beta-hexenal, cis-beta-hexenol, cis-lamda-hexenol, benzaidehide, eugenol, linalool, benzyl alkohol, butylamine, acetone, trigonelline, choline, adenin, asam amino, copper, zinc, vitamin (A, B1, C. dan karoten), asam klorogenik, asam fumarat, asam folat, asam formyltetrahydrofolik, dan mioinositol. Juga mengandung phytoestrogens. Bagian ranting murbei mengandung tanin dan vitamin A. Buahnya mengandung cyanidin, isoquercetin, sakarida, asam linoleat, asam stearat, asam oleat, dan vitamin (karoten, B1, B2 dan C). Kulit batang mengandung (1) triterpenoids: alfa-,beta-amyrin, sitosterol, sitosterol-alfa-glucoside. (2) Flavonoids: morusin, morin, cyclomorusin, kuwanone A,B,C, oxydihydromorusin. (3) Coumarins: umbelliferone, dan scopoletin. Kulit akar mengandung derivat flavone mulberrin, mulberrochromene, cyclomulberrin, cyclomulberrochromene, morussin, dan mulberrofuran A. Juga mengandung betulinic acid, scopoletin, alfa-amyrin, beta-amyrin, undecaprenol, dan dodecaprenol. Biji: urease.

Khasiat : 1. DIABETES MELITUS

Senyawa deoxynojirimycinMekanisme : Ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa t-deoxynojirimycin dapat menjadi agen mekanisme lepas lambat karbohidrat non struktural dalam sistem rumen, khususnya maltosa.[9,10] Ekstrak daun murbei dan isolatnya quersetin dan quersetin 3-(6-malonilglukosida) dapat menurunkan kadar kolesterol, HDL-C dan non HDL-C dibandingkan dengan control, juga secara bermakna menurunkan daerah lesi pada tikus arterosklerosis sebesar 53%, sedangkan quersetin tidak menurunkan daerah lesi. Diet daun murbei menghambat perkembangan lesi arterosklerosis tikus melalui peningkatan resisten LDL kepada modifikasi oksidatif karena adanya quersetin 3-(6-malonilglukosida) [30].Uji klinis : Pada pengujian efek antihiperlipidemia daun murbei terhadap 24 orang penderita diabetes melitus tipe 2 selama 30 hari menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi total kolesterol (12%), trigliserida (16%), LDL-Kolesterol (23%), VLDL-kolesterol (17%), peroksida plasma (25%), peroksida urin (55%) sementara itu HDL-kolesterol meningkat sebesar 18%, jadi dapat disimpulkan bahwa daun murbei memilik efek hipolipidemia[31].Oku et al. (2006)[2,10] melaporkan adanya kandungan senyawa 1- deoxynojirimycin (DNJ) sebanyak 0,24% dalam ekstrak daun murbei (EDM). Senyawa ini memiliki potensi menghambat proses hidrolisis berbagai jenis karbohidrat dan bekerja secara spesifik, sehingga dapat digunakan sebagai agen lepas lambat RAC untuk mempertahankan stabilitas asam laktat dalam rumen. Senyawa DNJ menghambat aktivitas -glukosidase dalam usus kecil dan juga menghambat hidrolisis disakarida (Yatsunami et al., 2003)[3,10]. Kajian mengenai pengaruh penggunaan daun murbei pada sistem pasca rumen, dilakukan pada mencit untuk mengetahui dampak senyawa DNJ yang diestimasi sebesar 0,12% dalam ransum sebagai penghambat proses hidrolisis karbohidrat. Daun murbei (Morus alba, L) telah digunakan sebagai obat tradisional, sebagai anti penyakit diabetes dan anti hiperglisemik (Yatsunami et al., 2003)[3,10]. Komponen daun murbei seperti DNJ, -arylbenzofuran alkaloid menghambat aktivitas -glukosidase dalam usus kecil dan juga mencegah hidrolisis disakarida (Yatsunami et al., 2003)[3,10]. Hock dan Elstner (2005)[4,10] menyatakan bahwa senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas -glukosidase secara kompetitif, namun tidak menghambat aktivitas -glukosidase, dan -mannosidase maupun -galaktosidase.

Mekanisme Kerja 1-Deoxynojirimycin Deoxynojirimycin merupakan analog glukosa yang memiliki kemampuan untuk menghambat glukosidase. DNJ juga mengikat bagian ikatan substrat aktif glukosidase I, II dan berperan sebagai penghambat yang kompetitif, yaitu berkompetisi dengan substrat untuk melekat pada sisi aktif enzim glukosidase selama proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984).[5,10] Bagian nitrogen dari DNJ telah diketahui dapat dikembangkan menjadi inhibitor spesifik glukosidase dan glikosiltransferase, seperti 100 lebih nitrogen sintesis yang disubstitusikan dalam analog DNJ. Nitrogen yang disubsitusikan pada DNJ sintesis, akan mengubah derajat keasaman sehingga berpotensi mempengaruhi aktivitas menghambat secara spesifik komponen campuran (Overkleeft et al., 1998).[8,10]Senyawa 1-deoxynojirimycin bekerja secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida. Senyawa 1-deoxynojirimycin tidak memblok proses semua tipe oligosakarida (Gross et al., 1983).[6,10] Salah satu alpha glukosidase inhibitor, yaitu N-Methyl 1-Deoxynojirimycin bekerja menurunkan nilai glycogenolytic dengan menghambat alpha 1,6 glukosidase dalam glikogen serta sekresi enzim di hati. Selanjutnya, pembentukan zat anti hyperglycemic dilakukan dengan memblokir pembentukan alpha 1,4 glukosidase dalam usus (Arai et al., 1998).[7,10]

2. HIPERURISEMIAMerupakan suatu keadaan dimana kadar asam urat dalam darah di atas batas normal. Apabila berkelanjutan dapat menimbulkan gout (pirai) deposit asam urat pada sendiMekanisme : Kandungan morin (3,5,7,2,4-Pentahydroxyflavone), yang terdapat pada ranting Morus alba L mampu menghambat serapan urat pada membrane vesikel ginjal tikus brushborder memberikan efek uricosuric dengan menghambat reabsorpsi urat, selain itu, morin juga berperan sebagai inhibitor xantine oksidase yang merupakan molybdoflavoenzyme yang terlibat dalam degradasi purin, mengkatalisis hidroksilasi hipoksantin menjadi xanthine dan xanthine menjadi asam urat dengan produksi lain superoksida oksigen dan hidrogen peroksida. [11,12, 13] Dalam penelitian Zhifeng Yu, Wing Ping Fong, and Christopher H. K. Cheng (2005)[13] Hyperuricemia dikaitkan dengan sejumlah patologis kondisi seperti gout. Dalam penelitian ini, morin (3,5,7,2, 4-Pentahydroxyflavone), yang terdapat pada ranting Morus alba L. Morus alba didokumentasikan dalam literatur obat tradisional Cina untuk mengobati kondisi mirip dengan gout, untuk tindakan penghambatan kuat pada serapan urat pada membran vesikel ginjal tikus brushborder, menunjukkan bahwa senyawa ini bertindak pada ginjal untuk menghambat reabsorpsi urat. Transformasi Lineweaver-Burk pada data penghambatan kinetika menunjukkan bahwa penghambatan penyerapan urat merupakan jenis kompetitif, dengan nilai Ki 17,4 M. Selain itu, morin juga menunjukkan sebagai inhibitor xanthine oxidase. Analisis Lineweaver-Burk dari kinetika enzim menunjukkan bahwa modus penghambatan merupakan campuran dengan nilai Ki dan Kies 7,9 dan 35,1 M. Pemberian Morin secara signifikan meningkatkan rasio asam urat kemih / kreatinin dan FEUA, mengakibatkan pengurangan kadar asam urat dalam tikus hyperuricemic. Dan kondisi ginjal juga membaik setelah pemberian morin. Tingkat protein dan mRNA pada glukosa transporter 9 (mGLUT9) dan urat transporter 1 (mURAT1) secara signifikan menurun, dan transporter 1 anion organik (mOAT1) sangat meningkat pada ginjal tikus hyperuricemic yang diberi perlakuan morin. Perlakuan Morin juga memblokir penurunan regulasi kation organik ginjal dan karnitin transporter (mOCT1, mOCT2, mOCTN1 dan mOCTN2) pada tikus hyperuricemic.[12]

3. ANTIKANKERQuercetin dan antosianin merupakan zat yang terdapat dalam berbagai tanaman khususnya murbei (Morus alba L.) yang memiliki potensi sebagai agen kemopreventif.

Mekanisme : Jenis anthosianin yang memiliki efek sebagai agen kemopreventif ialah sianidin-3-O-glukosida. Secara in vitro, sianidin-3-O-glukosida diketahui mampu mereduksi invasi sel kanker paru-paru A549 serta dapat mereduksi motilitas sel (Chen et al., 2006)[14] dan quercetin diketahui mampu menghambat pertumbuhan sel HL-60 secara significan serta dapat menginduksi differensiasi sel HL-60 untuk mengekspresikan antigen CD 66B dan CD 14 (Kim et al., 2000)[16]. Quersetin juga diketahui mampu menghambat perkembangan, adhesi dan migrasi dari sel HeLa serta mampu memicu terjadinya apoptosis pada kultur sel HeLa. Pada dosis 20-80 mikromol /l quersetin, proses inhibisi adhesi, migrasi dan invasi sel Hela meningkat 37-83% (Zhang, 2008)[20]. Selain itu, diketahui pula quercetin dapat meningkatkan efek penghambatan adhesi, invasi dan migrasi dari cisplatin pada kultur sel kanker leher rahim HeLa (Chen et al., 2006)[14]Selain sebagai agen kemopreventif seperti yang dikemukakan diatas, Quercetin juga dilaporkan dapat berperan sebagai agen ko-kemoterapi. Berdasarkan penelitian Wang (2009)[19] menunjukkan bahwa Quercetin dapat meningkatkan indeks terapi agen kemoterapi doxorubicin serta memiliki efek sebagai kardioprotektif dan hepatoprotective sehingga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya efek samping yaitu cardiotoxic. Sehingga diketahui bahwa quercetin dapat dijadikan sebagai terapi pendamping pada kemopreventif.Anthosianin dilaporkan mempunyai berbagai aktivitas biologik dan secara luas digunakan sebagai antioksidan. Anthosianin yang terdapat dalam Morus alba adalah sianidin 3-rutinosida dan sianidin 3-glukosida. Dalam pencarian senyawa antikanker, parameter sitotoksik menjadi ukuran untuk melihat aktivitasnya terhadap kanker. Dilaporkan sianidin 3-rutinosida dan sianidin 3-glukosida pada konsentrasi 0-100 M tidak menunjukkan sitotoksik terhadap sel kanker paru A549 dan MRC-5 menggunakan MTT assay.[18]Perkembangan tumor berupa invasi merupakan langkah awal untuk metastasis kanker yang meliputi motilitas sel, perlekatan permukaan dan aktivitas ekstraselular protease. Untuk invasi sel kanker memerlukan peningkatan migrasi, berbagai perubahan sitofisiologik yang meliputi hilangnya perlekatan sel-sel bersama dengan meningkatnya perlekatan sel-matrik, dan meningkatnya ekspresi dan aktivasi ekstraseluler protease untuk mendegradasi ekstraseluler matrik dan mengijinkan sel berinvasi dan metastasis.[17,18]Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa sianidin 3-rutinosida dan sianidin 3-glukosida secara signifikan mereduksi invasi pada sel A549, secara jelas juga mereduksi motilitas sel. Pada uji interaksi sel-matrik, dilaporkan sianidin 3-glukosida secara nyata mereduksi perlekatan sel-matrik tetapi sianidin 3-rutinosida tidak. Degradasi ekstraseluler matrik sangat penting pada invasi sel. Dilaporkan sianidin 3-rutinosida dan sianidin 3-glukosida dapat secara baik mereduksi aktivitas u-PA dan menghambat aktivitas MMP-2 secara nyata. Namun pengaruh sianidin 3-rutinosida dan sianidin 3-glukosida pada MMP-9 secara ektrim rendah.[17,18]Aktivitas fisiologik u-PA dan MMP-2 sangat berhubungan dengan inhibitor spesifiknya, yaitu PAI dan TIMP-2. Dilaporkan sianidin 3-glukosida dapat meningkatkan level protein PAI dan TIMP-2, namun tidak dengan sianidin 3-rutinosida. Selanjutnya diamati juga efek regulator sianidin 3-glukosida dan siandin 3-rutinosida pada MMP-2, u-PA, PAI dan TIMP-2 pada level transkripsional. Hasilnya menunjukkan bahwa keduanya mampu mereduksi secara signifikan level mRNA pada MMP-2 dan u-PA serta hanya sianidin 3-glukosida yang menurunkan level mRNA pada PAI dan TIMP-2. Dua faktor transkripsional yaitu AP-1 dan NF-B mungkin mempengaruhi ekspresi protein u-PA dan MMP. Hasilnya menunjukkan bahwa sianidin 3-rutinosida dan sianidin 3-glukosida menghambat aktivasi c-Jun dan NF-B (p65) (Chen et al., 2006) .[14] 4. ANTIOKSIDAN Buah murbei adalah salah satu buah yang mengandung antioksidan. Dilihat dari senyawa kimia yang terkandung dalam buah murbei yaitu cyanidin, isoquercentin, sakarida, asam linoleat, asam stearat, asam oleat, karoten, dan beberapa vitamin (seperti vitamin B1, B2 dan C), dan yang dapat digolongkan sebagai antioksidan adalah cyanidin, isoquercentin, karoten, dan vitamin C.Mekanisme : Cyanidin adalah senyawa organik alami yang digolongkan dalam anthocyanidin bekerja dengan mekanisme penangkapan radikal, mencegah terjadinya aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah), menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidasi lemak jahat dalam tubuh, melindungi integritas sel endotel yang elapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan. Anthocyanidin merupakan produk metabolik dari flavanon yang 13 dikelompokkan kedalam flavonoid (Pokorny, Yanishlieva, Gordon 2001)[21,27]. Isoquercentin merupakan golongan dari quercentin. Arai et al. (2000)[22] menyatakan bahwa quercentin adalah jenis flavonoid yang paling penting dalam menurunkan konsentrasi kolesterol LDL. Arnelia (2002)[24,27] menambahkan bahwa polifenol dari anggur merah dan flavanol quercentin adalah fitokimia yang sukses mencegah oksidasi LDL dan kolesterol dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion logam transisi. Karoten adalah prekursor vitamin A yang banyak terdapat pada sayuran berwarna hijau dan oranye. Menurut Goldberg (1994)[23,27], -karoten adalah jenis karotenoid yang memiliki fungsi sebagai antioksidan yang dapat berpotensi mengikat oksigen dan radikal bebas. Vitamin C atau asam askorbat adalah salah satu vitamin yang sudah dikenal sebagai antioksidan, dan banyak terdapat pada buah dan sayuran. Vitamin C juga sangat efisien dalam mengikat oksigen, radikal peroksi, dan dilibatkan dalam regenerasi vitamin E. Eteng et al. (2006)[25,27] menyatakan bahwa pemberian vitamin C secara oral selama 30 hari dapat menurunkan kadar total kolesterol, LDL, VLDL, dan meningkatkan HDL serum tikus albino. Dan menurut YoungOk dan Jonghee (2004)[26,27], suplementasi karoten pada tikus selama delapan minggu dapat menurunkan total kolesterol

Khasiat Murbei (Morus alba L) lain: antibacterial, antiviral, astringent, emollient and antiinflammatory properties [28,29]

Kontraindikasi Hindari penggunaan pada masa kehamilan dan menyusui Peringatan Hati-hati pada penderita kencing manis yang menggunakan obat kencing manis lain. Hanya untuk penderita kencing manis yang telah ditetapkan dokter.Interaksi Belum dikeahuiToksisitas Uji toksisitas akut ekstrak daun murberi yang diberikan secara i.p pada mencit dan tikus galur Wistar menunjukkan LD50 masing-masing sebesar 4 dan 5 g/kg BB. Sedangkan jika diberikan secara oral, hingga dosis 5 g/kg BB tidak menunjukkan gejala toksik. Pada uji subkronik, ekstrak daun murbei dosis 1,2 dan 3 g/kg BB yang diberikan pada tikus galur wistar selama 60 hari, tidak menunjukkan efek signifikan pada kimia darah dan hematologi. DAFTAR ACUAN (Tanaman A)

[1] Badan POM RI. 2008. Acuan Sediaan Herbal Volume Keempat Edisi Pertama. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 48-52[2] Oku, T., Y. Mai, N. Mariko, S. Naoki dan N. Sadako. 2006. Inhibitory effects of extractives from leaves of Morus alba on human and rat small intestinal disaccaridase activity. J. of Nutr. 95: 933-938.[3] Yatsunami, K., F. Eiichi, O. Kengo, S. Youichi dan O. Satoshi. 2003. - Glucosidase inhibitory activity in leaves of some mulberry varieties. J. of Food Sci. Technol. 9 (4): 392-394.[4] Hock, B., dan E. F. Elstner. 2005. Plant Toxycology. 4th Ed. Technische Universitat Munchen, Freising.[5] Hettkamp, H., G. Legler and E. Bause. 1984. Purification by affinity chromatography of glucosidase I, an endoplasmic reticulum hydrolase involved in the prosessing of asparagines-linked oligosaccharides. Eur. J. of Biochem., 142: 85-90 (Abstr).[6] Gross, V., T. Andus, T. A. Tran-Thi, R. T. Schwarz, K. Decker dan P. C. Henrich. 1983. 1-Deoxynojirimycins impairs oligosaccharide processing of alpha 1-proteinase inhibitor and inhibits its secretion in primary cultures of rat hepatocytes. J. Biol. Chem., Vol 258, Issue 20: 12203-12209.[7] Arai, M., T. Genzou dan M. Shinya. 1998. N- Methyl-1 deoxinojirimycins (MOR-14) an alpha glucosidase inhibitor, markedly reduced infarct size in rabbit Hearts. Basic science reports.1290-1297.[8] Overkleeft, G. H., J. Renkema, P. Neele dan A. Hung. 1998. Generation of specific deoxynojirimycins type inhibitor of the non lysosomal glucosylceramidase. J. Biol. Chem. 273: 26522-26527.[9] Syahrir S, Wiryawan K.G, Parakkasi A, dan Winugroho M. Potensi Ekstrak Daun Murbei Sebagai Agen Lepas Lambat Karbohidrat Non Struktural dalam Sistem Rumen. Seminar Nasional Peternakan Unpad. 430-434.[10] Ramdania Witra. 2008. Daya Hambat Ekstrak Daun Murbei terhadap Hidrolisis Karbohidrat pada Mencit (Mus musculus). Skripsi Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.[11] Amit et al. 2010. Pharmacological potential of medicinal plant used in treatment of gout. Drug Invention Today, 2(10),433-435[12] Cai-Ping Wang, Xing Wang, Xian Zhang, Yun-Wei Shi, Lei Liu, Ling-Dong Kong. 2010. Morin Improves Urate Excretion and Kidney Function through Regulation of Renal Organic Ion Transporters in Hyperuricemic Mice. J Pharm Pharmaceut Sci (www.cspsCanada.org) 13(3) 411 427.[13] Zhifeng Yu et al. The Dual Actions of Morin (3,5,7,2,4-Pentahydroxyflavone) as a Hypouricemic Agent: Uricosuric Effect and Xanthine Oxidase Inhibitory Activity. The Journal Of Pharmacology and Experimental Therapeutics Vol. 316, No. 1[14] Chen, P.N., 2006, Mulberry anthocyanins, cyanidin 3-rutinoside and cyanidin 3-glucoside, exhibited an inhibitory effect on the migration and invasion of a human lung cancer cell line,Cancer Letter;235(2):248-259[15] Hou, D.X., 2003,Potential Mechanisms of Cancer Chemoprevention by Anthocyanins,Current Molecular Medicine,3(2), pp. 149-159(11)[16] Kim S. Y., Gao J. J., Kang H. K., 2000, Two flavonoids from the leaves of Morus alba induce differentiation of the human promyelocytic leukemia (HL-60) cell line, Biol Pharm Bull. 23(4):451-5[17] Thomasset, S., Teller, N., Cai, H., Marko, D., Berry, D.P., Steward, W.P., Gescher, A.J., 2009, Do anthocyanins and anthocyanidins, cancer chemopreventive pigments in the diet, merit development as potential drugs?, Cancer Chemother Pharmacol, 64:201211.[18] Wang, L.S.,and Stoner, G.D., 2008, Anthocyanins and their role in cancer prevention, Cancer Lett.,269(2): 281290.[19] Wang Jun, Fu An Wu, Hui Zhao, Li Liu and Qiu Sheng Wu, 2009, Isolation of Flavonoids from Mulberry (Morus alba L.) Leaves With Macroporous Resins. African Journal of Biotechnology, 7(13):2147-2155.[20] Zhang FL, Zhang W, Chen XM, Luo RY.2008. Effects of Quercetin and Quercetin in Combination With Cisplatin on Adhesion, Migration and Invasion of HeLa Cells, Zhonghua Fu Chan Ke Za Zhi,43(8):619-21.[21] Pokorny J, N Yanishlieva, M Gordon. 2001. Antioxidant in Food. England : Woodhead Publishing Ltd.[22] Arai Y, Watanabe S, Kimira M, Shimoi K, Mochizuki R dan Kinae N. 2000. Dietary Intakes of Flavonols, Flavones and Isoflavones by Japanese Women and The Inverse Correlation between Quercetin Intake and Plasma LDL Cholesterol Concentration. Journal of Nutrition 130 : 2243-2250.[23] Goldberg I. 1994. Functional Foods. USA : Chapman and Hall, Inc.[24] Arnelia. 2002. Fito-kimia Komponen Ajaib Cegah PJK, DM dan Kanker. Artikel Kompas 8 Agustus 2002. http://www.kimianet.lipi.go.id. [28 Nopember 2012].[25] Eteng MU, Ibekwe HA, Amatey TE, Bassey BJ, Uboh FU dan Owu DU. 2006. Effect of Vitamin C on Serum Lipids and Electrolyte Profile of Albino Wistar Rats. Niger J Physiol Sci. 21 (1-2) : 15 9.[26] YoungOk S dan C Jonghee. 2004. Effect of -karoten Supplementation on Lipid Peroxides and Antioxidative Enzyme Activities in Hyperlipidemic Rats. Korean Journal of Nutrition 37(9) : 771 779[27] Syafutri M. I. 2008. Potensi Sari Buah Murbei (Morus alba L.) sebagai Minuman Berantioksidan Serta Pengaruhnya Terhadap Kadar Kolesterol dan Trigliserida Serum Tikus Percobaan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor[28] Du J, He ZD, Jiang RW, Ye WC, Xu HX and But PP. Antiviral flavonoids from the root bark of Morus alba L. Phytochem. 2003; 62(8):1235-38.[29] Chung KO, Kim BY, Lee MH, Kim YR, Chung HY, Park JH and Moon JO. In-vitro and in-vivo anti-inflammatory effect of oxyresveratrol from Morus alba L. J Pharm Pharmacol. 2003; 55(12):1695-700.[30] Anonim. 1999. WHO Monographs on Selected Medicinal Plants, Volume 1, World Health Organization, Geneva, 231-240[31] Wichtl, M. (Ed.). 2004. Herbal Drug and Phytopharmaceutical; a Handbook for Practice and A Scientific Basis, Third Edition. MedFarm Scientific Publisher, Stuttgart, 509-513.

B. CABE MERAH (Capsicum annum L.)Capsici fructus terdiri atas buah segar atau yang telah dikeringkan dari tanaman Capsicum annum L. familia Piperaceae.9 1) Kandungan kimia Capsaicinoid, komponen utama adalah capsaicin (32-38%), dihydro-capsaicin (18-52%). Carotinoid (0.3-0.8%): terutama capsanthin (warna merah gelap), alpha-carotin, violaxanthine. Flavonoid: apiin, luteolin-7-O-glucoside Steroid saponins: disebut juga capsicidine, yang terdapat di dalam biji Minyak Atsiri (0.1%): 2-methoxy-3-isobutyl pyrazine and N- (13-methyl tetradecyl) acetamide (capsiamide) Asam askorbat (Vitamin C) Thiamin (Vitamin B1).10

Gambar 2. Analog-analog capsaicinoid112) Farmakologia. Sediaan topikal yang mengandung capsaicin 0.75% dan digunakan 4 kali sehari, dapat mengurangi nyeri diabetik neuropati kronis.10b. Analgesik dan antiinflamasi topikal12Capsaicin digunakan secara topikal untuk mengobati berbagai kondisi nyeri neuropati, meskipun capsaicin dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Capsaicin dan analognya digunakan di dalam sediaan krim topikal untuk mengobati sindrom nyeri kronis seperti neuralgia post-herpetic, nyeri muskuloskeletal, diabetes, osteoartritis dan artritis reumatoid. Selain itu juga capsaicin digunakan untuk mengobati nyeri yang diakibatkan ruam, psoriasi, mastektomi, dan gangguan kandung kemih. c. Senyawa aktif terpenting adalah capsaicin yang memiliki efek hiperemik. Nosiseptor kutan yang juga dikenal sebagai neuron sensori perifer dari neuron sensori primer diaktivasi oleh stimuli yang berbahaya. Serat perifer menghasilkan respon lokal seperti edema, memerah, dan vasodilatasi, sedangkan serat aferen menyampaikan informasi nosiseptif pada sistem saraf pusat sehingga menghasilkan persepsi sakit dan terbakar. Desensitisasi jangka panjang serat ini dapat terjadi setelah penggunaan berulang capsaicin sehingga menghilangkan sensasi rasa sakit.10 d. Gastroprotektor12Penelitian terhadap peranan capsaicin sebagai protektor gastrointestinal mencapai hasil yang kontroversial dan membutuhkan adanya uji klinis yang lebih lanjut untuk menentukan dosis efektif. Pada konsentrasi rendah (0.13160 M) yang diberikan pada tikus, capsaicin dilaporkan memiliki efek melindungi mukus lambung dari ulser yang diinduksi etanol, namun ketika diberikan pada konsentrasi tinggi (1 atau 2 mg/mL) pada lambung tikus, dilaporkan terjadi kerusakan yang lebih parah pada mukosa lambung yang telah diinduksi etanol atau aspirin.Pada studi yang melibatkan 84 manusia sehat, capsaisin ditemukan memiliki efek proteksi terhadap gastropati yang disebabkan oleh etanol dan indometasin, dengan penurunan output asam lambung dasar yang bergantung dosis (ED50 untuk 400 g capsaicin) dan peningkatan pengosongan lambung. Mekanisme yang mungkin dari capsaisin sebagai antiulser yaitu dengan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah mukosa lambung yang dimediasi oleh pelepasan nitrit oksida dan CGRP (calcium gene-related peptide) oleh sel TRPV1.e. Capsaicin merupakan agonis eksogen yang sangat selektif dan poten terhadap reseptor TRPV1 yang merupakan kompleks kanal ion-reseptor transmembran yang memberikan respon terhadap temperatur, pH, dan lipid-lipid endogen.Ketika diaktivasi oleh kombinasi panas, asidosis, atau agonis endogen/eksogen, TRPV1 terbuka sementara dan menyebabkan depolarisasi yang dimediasi oleh influks ion natrium dan kalsium. Depolarisasi di dalam saraf sensory nociceptive yang secara selektif mengekspresikan TRPV1 (kebanyakan serabut C- dan beberapa A-,), menyebabkan potensial aksi, yang menyebar ke dalam serabut sumsum tulang belakang dan otak, sehingga menimbulkan sensasi hangat, terbakar, menyengat, dan gatal.Berbeda dengan aktivasi sementara yang terjadi setelah stimuli lingkungan normal atau respon inflamasi terhadap kerusakan jaringan, aktivasi serabut saraf yang mengekspresikan TRPV1 oleh paparan agonis eksogen yang stabil secara kimia seperti capsaicin, dapat menghasilkan sinyal biokimia dengan efek yang persisten/bertahan lama. Kanal TRPV1 memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap ion kalsium (dengan rasio permeabilitas kalsium:natrium berkisar 8:1 dan meningkat menjadi 25:1 jika terpapar capsaicin dalam waktu yang lama) yang menyebabkan jumlah kalsium yang sangat banyak mengalirkan gradien elektrokimianya ke dalam serabut saraf. Selain itu, karena TRPV1 juga diekspresikan oleh organel-organel intraselular, penggunaan capsaicin secara eksternal dapat menyebabkan pelepasan kalsium dari retikulum endoplasma dan menginduksi penambahan pelepasan kalsium intraselular dari sumber penyimpanan internal melalui pelepasan kalsium yang bergantung pada kalsium. Jika digabungkan, sumber-sumber kalsium yang jumlahnya banyak ini menyebabkan sinyal intraselular yang kuat.Tingginya konsentrasi kalsium intraseluler yang terus menerus dapat mengaktivasi enzim-enzim yang bergantung pada kalsium seperti protease, dan dapat menginduksi depolimerisasi komponen sitoskeletal seperti mikrotubula. Selain itu, terjadi pula pembekakan osmotik yang terjadi akibat akumulasi klorida yang menyertai influks ion positif. Pada kadar capsaicin yang jauh lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk mengaktivasi TRPV1, capsaicin berkompetisi dengan ubiquinon untuk menghambat transpor rantai elektron secara langsung sehingga menghamburkan potensial transmembran mitokondria. Kadar yang tinggi dari kalsium intraseluler yang mempengaruhi enzim, sitoskeletal, dan perubahan osmotik serta gangguan pada respirasi mitokondria menyebabkan gangguan fungsi nociceptor lokal untuk periode yang panjang. Istilah desensitisasi sering digunakan untuk menjelaskan efek-efek lokal ini yang terjadi pada fungsi saraf sensori.13

Gambar 3. Aktifasi TRPV1 oleh casaicin menyebabkan depolarisasi neuron sensori, dan dapat menginduksi sensitisasi lokal akibat panas, asidosis, dan agonis endogen. Paparan capsaicin secara topikal menimbulkan sensasi panas, terbakar, menyengat, atau gatal. Penggunaan capsaicin dengan konsentrasi tinggi atau penggunaan berulang capsasicin menyebabkan efek lokal yang persisten pada nosiseptor kutan (defungsionalisasi) akibat berkurangnya aktivitas spontan dan hilangnya tanggap terhadap berbagai rangsangan sensorik.

f. Capsaicin juga menunjukkan efek antiinflamasi dengan cara memodulasi aktivitas ekspresi/katalitik mediator inflamasi seperti PGE2, COX-2, atau iNOS (inducible NO synthase). Capsaisin menghambat PGE2 dan produksi NO pada makrofag peritoneal.

Gambar 4. Jalur sinyal intraselular aktivitas antiinflamasi dari capsaicin dan capsazepine pada makrofag peritoneal. TRAF, tumour necrosis factor receptor-associated factor; CAP, capsaicin; CZE, capsazepine.

Prostaglandin (PG), cyclooxygenase-2 (COX-2), dan inducible nitric oxide synthase (iNOS) dikenal sebagai mediator kunci proinflamasi pada pathogenesis penyakit inflamasi. Ekspresi dari induksi COX-2 (enzim kunci yang mengkatalisis biosintesis PG) dan iNOS meningkat pada inflamasi akut/kronik. Capsaicin mengantagonis aktivitas transkripsi NF-B dan menyebabkan penurunan ekspresi COX-2 dan iNOS. Inaktivasi NF-B melalui stabilisasi protein IB-a/menghambat degradasi IB-a. Capsazepine merupakan antagonis VR-1 namun tidak menghambat aktivitas capsaicin (agonis VR-1), melainkan juga menghambat ekspresi COX-2 dan iNOS. Capsaicin juga bekerja menginhibisi enzim COX-2. 14

3) Takaran Obat Kapsul: 400 mg, 445 mg, 450 mg, 455 mg, 500 mg Krim: 0.25% capsaicin, 0.75% capsaicin.10

C. JAHE (Zingiber officinale)Simplisia zingiberis rhizome (rimpang jahe) berupa potongan rimpang yang telah dikeringkan berasal dari tanaman Zingiberis officinale Roscoe., suku Zingiberaceae.15 1) Kandungan kimia Minyak atsiri (2.5-3.0%), merupakan senyawa penting yang menimbulkan aroma jahe: (-)-zingiberene and arcurcumene, -bisabolene dan ar-curcumene, neral dan geranial, D-camphor,-phellandrene, geranial, neral dan linalool, (E)--farnesene, zingiberol (campuran dari cis- and trans-beta-eudesmol). Aril Alkana Gingerol, komponen utama: [6]-gingerol (senyawa pedas), [8]-gingerol, [10]-gingerol Shogaol, komponen utama: [6]-shogaol (senyawa pedas), [8]- shogaol, [10]- shogaol Gingerdiols Diarylheptanoid, salah satunya gingerenone A and B Pati (50%).10

Gambar 5. Kandungan jahe162) Farmakologia. Efek antiinflamasi jahe mungkin disebabkan oleh efek jahe terhadap mekanisme asam arakidonat, karena adanya efek inhibisi enzim COX-1 dan 2 dan lipooksigenase yang ditunjukkan secara in vitro. Dosis tinggi ekstrak air jahe yang diberikan secara oral (500 mg/kg) secara signifikan menurunkan kadar PGE2 serum dan tromboksan B2 pada tikus.17b. Jahe juga menekan biosintesis leukotrien dengan menghambat 5-lipooksigenase, yang membedakan jahe dengan NSAIDs. Selain itu ekstrak jahe juga menunjukkan efek menghambat enzim tromboksan sintase. Sebuah ekstrak jahe (EV.EXT.77) ditemukan menghambat induksi beberapa gen yang terlibat dalam respon inflamasi. Gen-gen tersebut adalah gen yang mengkode sitokin, kemokin, dan gen yang menginduksi enzim COX-2, oleh karenanya hal ini dapat dijadikan bukti bahwa jahe mengatur aktivasi jalur biokimia pada inflamasi kronis.17c. Tidak satupun senyawa tunggal yang nampaknya bertanggung jawab terhadap efek antiinflamasi. Sebuah ekstrak aseton yang mengandung gingerol, shogaol dan senyawa minor seperti gingerenone A, [6]-gingerdiol, hexahydrocurcumin dan zingerone menunjukkan efek sinergis dalam menghasilkan efek antiinflamsi yang tergantung pada dosis. Studi lainnya mengidentifikasi bahwa gingerol, diarilheptanoid, dan gingerdione sebagai komponen utama yang bertanggung jawab terhadap efek antiinflamasi.17d. Gingerol dan 8-gingerol ditemukan memiliki efek seperti capsaicin yang dapat membangkitkan Ca2+ intrasellular dan aliran ion secara in vitro sehingga gingerol dapat dianggap sebagai agonis reseptor vanilloid alami baru yang merupakan kandungan berkhasiat obat. Hal ini didukung oleh temuan yang menyatakan bahwa penggunaan topikal krim jahe menghasilkan efek analgesik mirip capsaicin pada pelepasan substansi P imunoreaktif dari neuron afferen primer. Pada uji hewan yang dibuat inflamasi menggunakan zat kimia, ekstrak jahe menurunkan edema yang sebagian disebabkan oleh sifat antagonis jahe terhadap reseptor serotonin. Selain itu minyak jahe juga menunjukkan aktivitas antiinflamasi, secara signifikan menekan pembengkakan pada telapak kaki dan sendi tikus.17e. Sejumlah uji in vivo telah mengungkap aktivitas antiulser dari ekstrak jahe dan beberapa senyawa yang diisolasi. Pemberian ekstrak aseton jahe secara oral pada dosis 1000 mg/kg dan zingiberene (merupakan terpenoid utama pada ekstrak ini) pada dosis 100 mg/kg, secara signifikan menghambat lesi pada lambung sebanyak 97,5% dan 53,6%. Selain itu, senyawa pedas yaitu 6-gingerol pada dosis 100 mg/kg secara signifikan menghambat lesi lambung sebesar 54,5%. Hasil penelitian ini mengajukan zingiberene dan 6-gingerol sebagai senyawa yang bertanggung jawab dalam aktivitas anti-ulser. Senyawa lain yang menunjukkan memiliki aktivitas antiulser pada model tikus adalah -sesquiphellandrene, -bisabolene, ar-curcumene dan shogaol.17f. Sebuah uji klinik acak, double-blind, kontrol-plasebo, multicentre, parallel-group selama 6 minggu pada 261 pasien yang diberi ekstrak jahe terstandarisasi dengan tingkat kemurnian yang tinggi (EV.EXT 77) cukup mengurangi gejala Osteoartritis pada lutut. Sama halnya dengan ekstrak jahe (Zintona EC) 250 mg yang diberikan sebanyak 4 kali sehari selama 6 bulan menunjukkan efek yang signifikan dan lebih efektif dibandingkan plasebo dalam mengurangi nyeri dan kelumpuhan pada 29 orang pasien osteoartritis dalam uji klinik double-blind, kontrol-plasebo, crossover.17Uji-uji ini didukung oleh sebuah studi restropektif yang melibatkan 56 pasien (28 pasien rematik artritis, 18 pasien osteoartritis, 10 orang dengan ketidaknyamanan muskular), hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari 75% mengalami tingkatan yang berbeda dalam pengurangan rasa sakit dan pembengkakan karena mengkonsumsi bubuk jahe dalam jangka waktu yang panjang.17

3) Takaran ObatRentang dosis yang dianjurkan yaitu 500 mg-9 gr/hari untuk akar kering atau yang setaranya. Namun karena besarnya variasi kadar gingerol pada suplemen di pasaran, dosis efektif akan tergantung pada sediaan dan indikasi penggunaan.17 Ekstrak cair (1:2): 0,7-2,0 ml/hari Akar kering: 1-3 gr perhari dalam dosis yang terbagi atau 1-2 gr untuk dosis tunggal untuk mual dan muntah. Infusan: 4-6 potongan jahe segar direndam di dalam air mendidih selama 30 menit.17

DAFTAR ACUAN (Tanaman B & C)

1. Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland. (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah). Jakarta: EGC.2. Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.3. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC.4. Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC.5. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins. Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders.6. Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium patologi anatomik).7. Mansjoer, S. (2003). Mekanisme Kerja Obat Antiradang. 23 November 2012. 8. Kartasasmita, R. E. (2002). Perkembangan Obat Antiradang Bukan Steroid. Kajian Pustaka, Vol. XXVII, No. 4.9. Badan POM RI. (2006). Acuan Sediaan Herbal (vol.2, edisi 1). Jakarta: Direktorat Obat Asli Indonesia Badan POM RI.10. Gruenwald, Joerg, et al., ed. (2000). PDR for Herbal Medicines. Montvale: Medical Economics Company, Inc. 11. Reilly, C. A., Crouch, D. J., and Yost, G. S. (2001). Quantitative Analysis of Capsaicinoids in Fresh Peppers, Oleoresin Capsicum and Pepper SprayProducts. J Forensic Sci, 46(3):502509.12. Reyes, et al. (2011). Review: Chemical and Pharmacological Aspects of Capsaicin. Molecules, 16, 1253-1270; doi:10.3390/molecules16021253.13. Anand, P. and Bley, K. (2011). Topical capsaicin for pain management: therapeutic potential and mechanisms of action of the new high-concentration capsaicin 8% patch. British Journal of Anaesthesia 107 (4): 490502.14. Chu-Sook Kima, et al. (2003). Capsaicin Exhibits Anti-Inflammatory Property by Inhibiting Ikb-A Degradation in LPS-Stimulated Peritoneal Macrophages. Cellular Signalling,15, 299306.15. Munim, A dan Hanani, E. (2011). Fitoterapi Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.16. Evans, William C. (2002). Trease and Evans Pharmacognosy (15th ed.). Philadelphia:W,B, Saunders.17. Braun, L & Cohen, M. (2007). Herbs & Natural Supplements, An Evidence-based Guide (2nd ed.). Australia: Elsevier.18. Ehrlich, S. D. (2007). Possible Interactions with: Cayenne. 20 November 2012

D. HERBA MENIRAN (Phyllanthus niruri L.)

1. Deskripsi Tanaman dan Simplisiaa. Sistematika Tumbuhan (Jones S.B. & Luchsinger A.E, 1986)Divisi:Magnoliophyta

Kelas:Magnoliopsida

Anak kelas:Rosidae

Bangsa:Euphorbiales

Suku:Euphorbiaceae

Marga:Phyllanthus

Jenis:Phyllanthus niruri L.

b. Nama IndonesiaMeniranc. Nama umum / perdagangan Stonebreaker, Seed-Under-Leafd. Morfologi Tumbuhan Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun. Bunga jantan terletak di bawah ketiak daun, berkumpul 2-4 bunga, panjang tangkai bunga 0,5-1 mm, berwarna merah pucat. Bunga betina sendiri, letaknya di atas ketiak daun, panjang tangkai bunga 0,75-1 mm, helaian mahkota bunga berbentuk bulat telur sampai bulat memanjang, tepi berwarna hijau muda, panjang 1,25-2,5 mm, panjang tangkai buah 1,5-2 mm. Daun tunggal, letak berseling, bentuk daun bulat telur sampai bulat memanjang, ukuran 5-10 mm x 2,5-5 mm, ujung bulat atau runcing, permukaan daun bagian bawah berbintik-bintik kelenjar. Batang berwarna hijau pucat. Terna, tumbuh tegak, tinggi 50 cm, bercabang terpencar, cabang mempunyai daun tunggal yang berseling dan tumbuh mendatar dari batang pokok (Materia Medika Indonesia II, 1978).

e. Bagian yang Digunakan Herba

2. Kandungan Kimia dan StrukturFlavonoid: kuersetin 3-O--D-glukopiranosil-(21)-O--D-ksilopiranosida, alkaloid, terpenoid, lignan: filantin, hipofilantin, polifenol, tanin,kumarin, saponin, -glukogalin, -sitosterol dan asam galat (Bagalkotkar, Sagineedu, Saad, & Stanslas, 2006; Naik & Juvekar, 2003). Senyawa yang mempunyai aktivitas antihepatoksisitas yaitu filantin dan hipofilantin yang merupakan golongan lignan (Negi, et al., 2008).

Struktur filantin dan hipofilantin

3. Efek FarmakologiHerba meniran diketahui mempunyai efek farmakologi yaitu sebagai hepatoprotektor, analgesik, antibakteri, antidiare, antifungal, antihiperkolesterol, antihiperglikemik, antihiperlipidemik, antipiretik, antispasmodik, antitumor, antiviral serta immunomodulator (Acuan Sediaan Herbal, 2007; Ross, 1999)

A. Penggunaan secara tradisionalDigunakan pada pengobatan gangguan hati dan ginjal, kolik, diare, sebagai peluruh air seni, peluruh dahak pada anak-anak. Rebusan digunakan untuk penyakit kuning, penguat perut, pereda kejang, antiseptik. Lumatan herba digunakan untuk membersihkan lidah bayi, meningkatkan nafsu makan, pengobatan malaria, disentri dan peluruh haid (de Pandua, Bunyapraphatsara, & Lemmens, 1999).

B. Penelitian1. Uji Praklinika. Hepatoprotektor Percobaan dilakukan untuk mengetahui efek hepatoprotektor ekstrak herba meniran pada tikus yang diinduksi dengan CCl4 supaya terjadi kerusakan hati. Tikus jantan dewasa dengan galur Wistar (200-225 g), dikelompokkan menjadi 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 hewan coba. Kelompok satu (a) (kontrol) diberikan secara oral minyak bunga matahari (1 mL/kg berat badan). Kelompok dua (b) diberikan dosis tunggal CCl4 (dilarutkan dalam minyak bunga matahari) sejumlah 1 mL/kg berat badan. Kelompok ketiga (c) dan keempat (d), sebelumnya diberikan ekstrak air dan metanol herba meniran (100 mg/kg berat badan), yang kemudian diberikan CCl4 (1 mL/kg berat badan). Kelompok kelima (e) dan keenam (f) menerima ekstrak herba meniran (air dan metanol) saja. Tikus kemudian dikorbankan dengan anestesi eter setelah 24 jam perlakuan, untuk diamati nilai transaminase oksaloasetat glutamat (GOT) dan glutamat piruvat transaminase (GPT), sebagai tanda untuk mengetahui aksi hepatoprotektor herba meniran. Hasil penelitian menunjukkan CCl4 meningkatkan nilai transaminase oksaloasetat glutamat (GOT) dan glutamat piruvat transaminase (GPT), tanda kerusakan hati. Sedangkan perlakuan sebelumnya menggunakan ekstrak herba meniran, secara signifikan menekan efek CCl4 dengan ditandai nilai GOT dan GPT yang rendah (Harish & Shivanandappa, 2006).

Aksi hepatoprotektor herba meniran pada tikus, nilai serum enzim GOT pada tikus kelompok kontrol dan dengan perlakuan: perlakuan (a) (f), secara signifikan berbeda p < 0,05

Aksi hepatoprotektor herba meniran pada tikus, nilai serum enzim GPT pada tikus kelompok kontrol dan dengan perlakuan: perlakuan (a) (f), secara signifikan berbeda p < 0,05

Penelitian praklinik dilakukan untuk menentukan jika ekstrak herba meniran mempunyai peranan untuk mengatasi sirosis hati yang diinduksi tioasetamid (TAA) pada tikus. Selanjutnya efek terapetik ekstrak diteliti menggunakan lima kelompok tikus yang masing-masing terdiri dari 8 tikus jantan: Kelompok 1 (kelompok kontrol) diberikan secara oral 10% tween 20 (5 mL/kg) setiap hari dan diinjeksi secara intraperitoneal dengan air destilasi steril (2 mL/kg) tiga kali seminggu selama 8 minggu. Kelompok 2 (kelompok hepatotoksik) tikus diberikan secara oral dengan 10% tween 20 (5 mL/kg) dan diinjeksi secara i.p. dengan tioasetamid (TAA) (200 mg/kg) 3 kali seminggu selama 8 minggu. Kelompok 3 (kelompok obat referensi) tikus diberikan secara oral silimarin (50 mg/kg) setiap hari dan diinjeksi i.p. dengan TAA (200 mg/kg) tiga kali seminggu selama 8 minggu. Kelompok 4 dan 5 (kelompok perlakuan dengan ekstrak herba meniran) tikus diberikan secara oral dengan ekstrak herba meniran 100 mg/kg dan 200 mg/kg setiap hari dan diinjeksi secara i.p. dengan TAA (200 mg/kg) tiga kali seminggu selama 8 minggu. Perlakuan dengan silimarin dan meniran secara efektif mendekati nilai normal. Progresi sirosis hati yang diinduksi TAA dapat ditekan menggunakan ekstrak meniran dan efeknya sebanding dengan silimarin (Amin, Bilgen, et al., 2012).

b. AntidiabetesPotensial antidiabetes ekstrak metanol (ME) bagian yang di udara (aerial parts) meniran dievaluasi pada tikus normal dan yang diinduksi dengan aloksan supaya diabetes. Tikus diinduksi dengan aloksan monohidrat (P