Farmasis Harus Memiliki Karakter Seorang Pemimpin

3
Farmasis harus memiliki karakter seorang pemimpin. Kepemimpinan sangat berkaitan dengan kesadaran akan arti diri, dan penetapan tujuan bersama. Bagaimana membawa kelompok yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama. Leader : seorang farmasis harus punya jiwa kepemimpinan yang kuat, baik memimpin diri sendiri, atau orang lain dan tanggung jawab dalam semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat Leader, artinya Apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai seorang pemimpin, Apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek. Apoteker di rumah sakit banyak bergerak di bawah bendera instalasi farmasi rumah sakit atau IFRS. IFRS adalah suatu unit di rumah sakit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan kefarmasian di bawah pimpinan seorang apoteker yang kompeten. IFRS bertanggungjawab dalam mengadakan, menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit yang dapat berupa pelayanan farmasi nonklinik dan pelayanan farmasi klinik. Tanggungjawab apoteker dalam pelayanan farmasi nonklinik berupa pelayanan produk, yaitu berupa perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi obat-obatan yang dibutuhkan di rumah sakit, sedangkan pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang dilakukan secara langsung dan memerlukan interaksi dalam pelaksanannya baik dengan pasien maupun dokter dan perawat, antara lain pelayanan obat atas order dokter, pendistribusian obat dan produk farmasi pada pasien dan perawat, serta pelayanan konseling dan informasi obat. Tanggungjawab dan wewenang apoteker selanjutnya diatur dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan. Seiring dengan perkembangan kesehatan, orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser lebih ke arah pelayanan kefarmasian klinik (Pharmaceutical Care), yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup

description

farmasis

Transcript of Farmasis Harus Memiliki Karakter Seorang Pemimpin

Page 1: Farmasis Harus Memiliki Karakter Seorang Pemimpin

Farmasis harus memiliki karakter seorang pemimpin. Kepemimpinan sangat berkaitan dengan kesadaran akan arti diri, dan penetapan tujuan bersama. Bagaimana membawa kelompok yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama.

Leader : seorang farmasis harus punya jiwa kepemimpinan yang kuat, baik memimpin diri sendiri, atau orang lain dan tanggung jawab dalam semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat

Leader, artinya Apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai seorang pemimpin, Apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.

Apoteker di rumah sakit banyak bergerak di bawah bendera instalasi farmasi rumah sakit atau IFRS. IFRS adalah suatu unit di rumah sakit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan kefarmasian di bawah pimpinan seorang apoteker yang kompeten. IFRS bertanggungjawab dalam mengadakan, menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit yang dapat berupa pelayanan farmasi nonklinik dan pelayanan farmasi klinik.

Tanggungjawab apoteker dalam pelayanan farmasi nonklinik berupa pelayanan produk, yaitu berupa perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi obat-obatan yang dibutuhkan di rumah sakit, sedangkan pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang dilakukan secara langsung dan memerlukan interaksi dalam pelaksanannya baik dengan pasien maupun dokter dan perawat, antara lain pelayanan obat atas order dokter, pendistribusian obat dan produk farmasi pada pasien dan perawat, serta pelayanan konseling dan informasi obat.

Tanggungjawab dan wewenang apoteker selanjutnya diatur dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan. Seiring dengan perkembangan kesehatan, orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser lebih ke arah pelayanan kefarmasian klinik (Pharmaceutical Care), yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal inilah yang menjadi poin penting peran apoteker di rumah sakit.

Peran farmasi klinik sendiri memberikan dampak yang baik terhadap berbagai outcome terapi pada pasien, baik dari sisi humanistik (kualitas hidup, kepuasan), sisi klinik (kontrol yang lebih baik pada penyakit kronis), dan sisi ekonomis (pengurangan biaya kesehatan). Hasil review publikasi Inditz et al (1999) antara tahun 1984-1995 menyimpulkan bahwa pelayanan farmasi klinik efektif untuk mengurangi biaya pelayanan kesehatan dan juga efektif dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini diperoleh terutama dengan melakukan pemantauan resep dan pelaporan efek samping obat.

Namun seperti yang telah disinggung di atas, peran apoteker tersebut tampaknya memang tidak banyak disadari dan dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Berbeda dengan apa yang terjadi di dunia internasional, di Amerika apoteker klinik termasuk profesi papan atas, baik dalam hal popularitas, tanggungjawab, bahkan salary. Inggris merupakan negara di Eropa yang paling lama menerapkan farmasi klinik. Sebagian besar penelitian tentang peran penting farmasi klinik dalam pelayanan kesehatan sebagian besar diperoleh dari pengalaman di

Page 2: Farmasis Harus Memiliki Karakter Seorang Pemimpin

Amerika dan Inggris. Di Australia, 90% rumah sakit swasta dan 100% rumah sakit pemerintah memberikan pelayanan farmasi klinik.

Memang banyak faktor yang menyebabkan pelayanan farmasi klinik dan peran profesi apoteker di Indonesia tidak sepesat negara lain. Praktek pelayanan farmasi klinik di Indonesia sendiri relatif baru berkembang pada sekitar tahun 2000-an. Konsep farmasi klinik sendiri belum seutuhnya diterima oleh tenaga kesehatan di rumah sakit, sehingga pelayanan farmasi klinik di Indonesia berkembang cukup lambat. Paradigma apoteker terjun ke bangsal pasien, memantau pengobatan pasien, memberikan informasi dan konseling secara rutin, serta memberikan rekomendasi penrobatan masih belum lazim, karena fungsi apoteker di IFRS dianggap hanya berfungsi dalam menyiapkan obat. Farmasis sendiri selama ini terkesan kurang menyakinkan untuk bisa memainkan peran dalam pengobatan. Selain itu, faktor apoteker sendiri yang belum secara utuh menjalankan fungsinya sehingga mengakibatkan masyarakat awam dan pasien kurang mengenal profesi apoteker, khususnya di rumah sakit. Kebanyakan rumah sakit pun hanya memiliki tenaga apoteker yang minim, hanya sekitar satu atau beberapa saja. Tentunya akibat sedikitnya tenaga apoteker yang ada, maka apoteker tidak bisa mendampingi pasien secara utuh dalam penggunaan obat dan terapinya.

Melihat fenomena ini, tentunya peran generasi calon-calon apoteker muda dalam perkembangan pelayanan farmasi klinik khususnya di rumah sakit sangat dibutuhkan. kita tidak bisa hanya tinggal diam sementara dunia terus melakukan perubahan. Yes, It’s our time pals, lets bring a change, a new fresh air for Indonesia.