Farmakokinetik Klinik Obes

42
Clinical Pharmacokinetics on Obes, Pediatry and Geriatri Patients KELOMPOK 8 Rianti Novaliana 11 01 01 089 Risnalia 11 01 01 090 Rizky Akbar 11 01 01 091 Sri Rahayu Putri 11 01 01 094 Suci Amanda 11 01 01 095

description

OBESITAS

Transcript of Farmakokinetik Klinik Obes

Page 1: Farmakokinetik Klinik Obes

Clinical Pharmacokinetics on Obes, Pediatry and Geriatri Patients

KELOMPOK 8Rianti Novaliana 11 01 01 089Risnalia 11 01 01 090Rizky Akbar 11 01 01 091Sri Rahayu Putri 11 01 01 094Suci Amanda 11 01 01 095

Page 2: Farmakokinetik Klinik Obes

PROSES ADME OBAT

Ketika suatu sediaan obat diberikan dengan cara ekstravaskuler ( per oral, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, dan melalui rektum ) kepada pasien, maka obat akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME), sebelum ia mencapai reseptor (R).

Obat akan berada didalam sirkulasi sistemik dengan kadar tertentu,, kemudian menembus keluar dari pembuluh darah, terdistribusi keseluruh jaringan organ dan akhirnya berikatan dengan reseptor pada sel membran. Ikatan obat dengan reseptor ini kemudian memicu berbagai reaksi kimia didalam sel, sampai timbul efek obat.

Page 3: Farmakokinetik Klinik Obes

NASIB OBAT DALAM TUBUH

o Absorpsi o Distribusi o Metabolisme o Eksresi

Nasib obat dalam tubuh. Setelah masuk kedalam tubuh, ia mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi(ADME), menghasilkan kadar obat didalam darah terhadap waktu sebelum obat menimbulkan efek farmakologi.

Page 4: Farmakokinetik Klinik Obes

DEFINISI OBESITAS

Obesitas merupakan suatu kelainan komplek pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini.

Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan dijaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.

Page 5: Farmakokinetik Klinik Obes

Pengaturan asupan makanan seperti kita ketahui sebelumnya diatur oleh suatu pusat lapar di hipotalamus lateral dan pusat kenyang di ventromedialis hipotalamus. Dengan adanya perangsangan di hipotalamus lateral seorang individu akan makan dengan rakus sedangkan apabila terjadi perangsangan di inti ventromedialis hipotalamus akan menyebabkan rasa kenyang bahkan menolak untuk makan.

Terdapat juga beberapa pusat makan lain yang letaknya berdekatan dengan hipotalamus yang memegang peranan penting dalam pengendalian nafsu makan, yaitu amigdala dan daerah kortek sistem limbik.

Page 6: Farmakokinetik Klinik Obes

FAKTOR YANG MENGATUR ASUPAN MAKANAN DALAM TUBUH

o Faktor Nutrisi yang berfungsi mempertahankan jumlah

simpanan nutrien normal dalam tubuh.

o Faktor Pengaturan Pencernaan yang terutama berpengaruh langsung

dengan keinginan makan. Faktor ini biasa disebut juga sebagai pengaturan perifer atau pengaturan jangka pendek.

Page 7: Farmakokinetik Klinik Obes

o Faktor Genetik Dikatakan juga mempunyai peranan

akan terjadinya obesitas. Kelainan genetik tersebut dapat terjadi berupa kelainan genetik pusat pengaturan makan maupun kondisi psikis yang secara herediter abnormal, maupun kondisi genetik yang menyebabkan terjadinya peningkatan cadangan lemak tubuh.

Page 8: Farmakokinetik Klinik Obes

Beberapa Faktor Nutrisi Yang Mengendalikan Derajat Aktifitas Makan

1. Ketersediaan glukosa pada sel tubuh.(Teori glukostatik )Telah lama diketahui bahwa penurunan kadar glukosa darah berkaitan dengan timbulnya rasa lapar.Ada dua hasil pengamatan yang mendukung faktor ini yaitu adanya kondisi naiknya kadar glukosa darah akan meningkatkan aktifitas listrik diinti ventromedialis hipotalamus sebagai pusat kenyang dan menghambat aktifitas listrik dilateral hipotalamus sebagai pusat lapar. Kondisi kedua adalah kenyataan bahwa adanya sifat glukosa yang dapat bekerja meningkatkan derajat rasa kenyang pada inti ventromedialis sebagai pusat kenyang.

2. Pengaruh konsentrasi asam amino darahKenaikan kadar asam amino dalam darah dapat juga mengurangi makan sedangkan turunnya kadar asam amino didalam darah akan meningkatkan makan. Walaupun demikian secara umum kondisi ini tidak sekuat mekanisme glukostatik.

3. Pengaruh metabolisme lemak (Pengaruh jangka panjang ).Derajat makan secara keseluruhan bervariasi hampir terbalik dengan dengan jumlah jaringan adiposa. Jika kuantitas jaringan adiposa meningkat,maka laju makan akan menurun. Oleh karena itu para ahli fisiologi percaya bahwa pengaturan makan jangka panjang dikendalikan terutama oleh metabolik lemak. Teori ini disebut juga sebagai teori lipostatik.

Page 9: Farmakokinetik Klinik Obes

Selain kondisi diatas terdapat juga beberapa interaksi endokrin yang berasal dari saluran cerna yang dipercaya ikut mengatur atau mempengaruhi pusat makan dari jalur perifer. Beberapa hormon tersebut adalah ; cholesistokinin, peptida dan ghrelin. Hormon terakhir ini saat ini dikenal sebagai ”hunger hormone” yang dapat meningkatkan rasa lapar dan menimbulkan terjadinya obesitas bila diberikan secara kronik. Selain saluran cerna beberapa organ lain seperti hepar, pankreas, jaringan adiposa dan otot rangka juga dapat terlibat dalam jalur perifer ini.

Page 10: Farmakokinetik Klinik Obes

Klasifikasi Obesitas

• Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit sehingga sebagai penggantinya dipakai body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa.2Disamping IMT, menurut rekomendasi WHO lingkar pinggang (LP) juga harus dihitung untuk menilai adanya obesitas sentral dan komorbid obesitas terutama pada IMT 25- 34,9 kg/m2.2

• IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan serta praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Pengukuran ini merupakan langkah awal dalam menetukan derajat adipositas, dan dikatakan berkorelasi kuat dengan jumlah massa lemak tubuh.16,17 Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet yaitu berat badan dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Karena IMT menggunakan tinggi badan, maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti.2

• Klasifikasi IMT yang direkomendasikan untuk digunakan adalah klasifikasi yang diadopsi dari the National Institute of Health (NIH) dan World Health Organization (WHO), yang tertera pada tabel 1 dibawah ini. Definisi berat badan lebih dan obes sangat tergantung dengan ras. Klasifikasi NIH dan WHO sering digunakan untuk ras kulit putih, hispanik dan ras kulit hitam.

Page 11: Farmakokinetik Klinik Obes

Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT

KATEGORI IMT (Kg/m2) Keterangan

Berat Badan Kurang ˂ 18,5

Kisaran Normal 18,5 – 24,9

Berat Badan Lebih ˃ 25

Pra-Obes 25,0 – 29,9

Obes Tingkat l 30,0 – 34,9

Obes Tingkat ll 35,0 – 39,9

Obes Tingkat lll ˃40,0

Page 12: Farmakokinetik Klinik Obes

GEJALA DAN TANDA-TANDA OBESITAS

Salah satu tanda-tanda dari obesitas adalah penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan didalam dinding dada yang bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasaan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Biasanya gangguan pernapasan itu terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernapasan untuk sementara (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa mengantuk. Obesitas juga sering ditemukan pada berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan masalah osteoritis. Sering juga ditemukan kelainan tubuh pada penderita, seseorang yang obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efesien dan mengeluarkan keringat yang banyak. Pada obesitas dapat juga ditemukan gejala edema (pembengkakan akibat penimbunan jumlah cairan) didaerah tungkai dan pergelangan tangan.(Sarwono,2003)

Page 13: Farmakokinetik Klinik Obes

Tabel 3.32 Faktor-faktor yang mempengaruhi ADME obat pada obesitas (Ritschel & Kearns, 2004; Lee dkk, 2006; Blouin & Ensom, 2007)

Parameter Faktor Fisiologik Akibat

Absorpsi Perubahan minor Data terbatas; untuk propranolo tidak terpengaruh.

Distribusi Kenaikan berat tubuh langsing (lean body mass), jaringan adipose, ukuran organ, volume darah, dan curah jantung.

Volume distribusi obat larut lemak (lipofilik) lebih besar, tetapi volume distribusi obat hidrofilik relatif tetap.

Kenaikan ikatan obat dengan α-acid glycoprotein (AAG), lipoprotein, asam lemak bebas

Penurunan fraksi bebas obat basa lemah. Kemungkinan pendesakan obat asam lemah.

Metabolisme Kenaikan aliran darah splanchnic dan hati, jumlah sel hati, degenerasi sel parensim, infiltrasi lemak, kolestasis, fibrosis dan infiltrasi periportal.

Biasanya mengurangi klirens obat dengan rasio ekstraksi hepatik (Eh) tinggi. Aktivitas enzim tertentu (metabolisme fase-1) berkurang. Glukuronidasi dan sulfasi meningkat.

Ekskresi Kenaikan ukuran ginjal, kecepatan aliaran darah ginjal, filtrasi glomeruli, dan sekresi tubular.

Kenaikan klirens renal.

Page 14: Farmakokinetik Klinik Obes

Rumus Berat Badan Untuk Penetapan Dosis

Penetapan dosis obat pada pasien obesitas dapat berdasarkan berat badan total (TBW), berat badan langsing yang memperkirakan berat badan tanpa lemak, fat-free mass (lean body weight, LBW), indeks masa tubuh (body mass index, BMI), atau luas permukaan tubuh (BSA), tergantung sifat fisiko-kimiawi obat dan tingkat obesitas.(Ritschel & Kearns, 2004; Lee dkk, 2006).

Misalnya untuk penetapan loading dose, volume distribusi obat lipofilik dihitung menggunakan TBW, untuk penatapan dosis maintenance obat yang klirens tidak terpengaruh oleh obesitas digunakan IBW, sedangkan jika klirens meningkat digunakan LBW. Karena distribusi obat-obat yang hidrofilik ke dalam jaringan adipose sangat kecil, sehingga nilai Vd-nya relatif tidak berubah, maka tidak diperlukan perubahn loading dose pada obesitas. Jadi acuan dosis untuk loadig dose menggunakan IBW (Anonim, 2008).

Page 15: Farmakokinetik Klinik Obes

Persamaan-persamaan Berat Badan (Anonim, 2008; Green &Duffull, 2004)

Untuk pasien dengan tinggi badan ≥ 150 cm :• IBW pria dewasa = 50 kg + { 0,9 kg x (T – 150)}• IBW wanita dewasa = 45 kg + { 0,9 kg x (T – 150)}

Indeks masa tubuh (BMI) juga lazim digunakan untuk menghitung dosis pada kelebihan berat badan dan obesitas (Shargel dkk, 2005) :

BMI = Berat Badan / Tinggi badan x 10.000

(BMI dengan satuan kg/m², berat badan dalam kilogram, tinggi badan dalam cm)

Page 16: Farmakokinetik Klinik Obes

Absorpsi ObatInformasi tentang pengaruh obesitas terhadap

ketersediaan hayati obat masih belum banyak, sehingga sementara ini belum dapat dibuat generalisasi mengenai disposisi obat. Ketersediaan hayati midazolam dan propranolol, dua obat dengan rasio ekstraksi hepatik (Eh) tinggi, dan juga dexfenfluramin, tidak berbeda antara subyek kegemukan dengan berat badan normal. Begitu pula ketersediaan hayati siklosporin pada penerima cangkok ginjal, tidak berbeda antara pasien obesitas dan normal. Bahkan absorpsi dan enzim metabolisme intestinal tidak terpengaruh oleh pasien obesitas yang mengalami hypass lambung atau jejunoileum, ketika antipirin digunakan sebagai probe (Blouin & Ensom, 2007)

Page 17: Farmakokinetik Klinik Obes

DISTRIBUSI OBAT

Kecepatan dan luas distribusi obat tergantung dari berbagai faktor obat dan fisiologik, sedangkan pada obesitas , terjadi kenaikan curah jantung, volume darah, berat organ, berat tubuh langsing (lean body mass; LBM) dan kenaikan jaringan adipose. Seperti yang diketahui, LBM terdiri dari massa sel tubuh termasuk lemak membran sel (merupakan komponen utama tubuh), air ekstraseluler, dan jaringan konektif tanpa lemak; dan di dalam massa sel tubuh inilah lebih dari 99% metabolisme terjadi (Nawaratne dkk, 1998).

Jadi distribusi obat yang larut lemak (lipofilik) umumnya meningkat karena kenaikan berat badan total, sehingga mempengaruhi besar loading dose, interval pemberian obat, waktu-paro eliminasi dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar tunak di dalam darah.

Page 18: Farmakokinetik Klinik Obes

Tabel 3.33. pengaruh obesitas dan berat badan normal (LBM) terhadap volume distribusi (liter) beberapa obat (Blouin & Ensom, 2007)

Obat Obesitas LBM RasioObesitas/LBM

AmikasinDiazepamDigoksinKafeinSiklosporinVerapamil

26,8291,998169,922971,3

18,690,793743,6295301

1,43,21,11,60,82,4

Page 19: Farmakokinetik Klinik Obes

METABOLISME OBAT

Studi tentang aktivitas metabolisme pada obesitas masih belum banyak. Namun tabel berikut (Tabel 3.35) untuk sementara dapat dijadikan acuan dalam memperkirakan disposisi obat.

Tabel 3.35. Pengaruh obesitas terhadap eliminasi hepatik dan renal (Blouin & Ensom, 2007)

Enzim Hepatik

CYP2E1CYP3A4 dan CYP2B6Glukuronidase dan SulfataseAsetilase

Meningkat BerkurangMeningkat

Tidak berubah

Ekskresi ginjal

GFR dan sekresi tubularReabsorpsi tubular

MeningkatBerkuang

Page 20: Farmakokinetik Klinik Obes

CYP2E1. Kenaikan aktivitas enzim ini dibuktikan menggunakan chlorzoxazone, suatu marker yang selektif untuk enzim CYP2E1, ketika klirens oral obat tersebut lebih cepat pada obesitas dibandingkan subyek dengan berat badan normal. Contoh obat lain yang dimetabolisme oleh enzim ini ialah parasetamol, halotan, enfluran, isofluran, dan metoksifluran. Kenaikan aktivitas enzim ini yang diduga sebagai penyebab kanker pada obesitas, sebab ia juga memetabolisme pro-karsinogen (N-nitrosamin), dan penyebab penyakit hati karena alkohol (Bibi, 2008).

Page 21: Farmakokinetik Klinik Obes

EKSKRESI OBAT

Kegemukan juga mempercepat filtrasi glomeruli (GFR) dan sekresi obat melalui tubuli ginjal, namun mengurangi reabsorpsi tubuli ginjal. Hasil akhir dari fenomena ini ialah terjadinya kenaiakan klirens ginjal. Jika eliminasi obat dari tubuh sebagian besar melalui ginjal, dan sedikit dimetabolisme, maka kenaikan klirens ginjal dapat diartikan sebagai kenaikan klirens total obat dari tubuh. Akibatnya dosis perlu dinaikan untuk mengimbangi kenaikan klirens tersebut.Selain itu, pada obesitas juga terjadi kenaikan ukuran ginjal, dimana kenaikan ini sebanding dengan kenaikan berat tubuh total dan luas permukaan tubuh. Kenaikan GFR pada obesitas dibuktikan melalui klirens Cr-EDTA dan klirens kreatinin, sedangkan kenaikan klirens ginjal prokainamid, simetidin dan sefotaksim (Blouin & Ensom, 2007).

Page 22: Farmakokinetik Klinik Obes

Tabel 3.36. Klirens obat pada obesitas (Blouin & Ensom, 2007; Anonim, 2008)

Tidak Berubah Meningkat Berkurang

AlprazolamAntipirinDiazepamDesmetildiazepamDigoksinDexfenfluraminEnoxaparinFenitoin*GliburidGlipizidIfosfamidKarbamazepinLabetalolLidokainMidazolamProkainamidPropofolSiklofosfamidSiklosporinSotalolSufentanilTeofilinTrazodonVekuroniumVerapamil

BisoprololBusulfanChlorzoxazoneDiazepamEnfluranGentamisinHalotanIbuprofenKafeinLitium*LorazepamNebivololNitrazepamOksazepamParasetamolPrednisolonSefatoksimSimetidinSiprofloksasinTiopental TobramisinVankomisin

DoxorubisinMetilprednisolonKarbamazepinPropranololTriazolam

Page 23: Farmakokinetik Klinik Obes

FARMAKOKINETIK OBAT-OBAT OBESITAS• Sibutramine Hydrochloride

Struktur Sibutramine Hydrochloride

Sibutramine hydrochloride merupakan golongan OBAT KERAS yang digunakan dalam pengobatan obesitas, dimana obat ini hanya dapat diperoleh dan digunakan berdasarkan resep dokter.

Sibutramine direkomendasikan untuk pasien obesitas dengan index massa tubuh ≥ 30 kg/m2, atau ≥ 27 kg/m2 untuk pasien dengan resiko diabetes, dislipidemia, dan hipertensi.

Page 24: Farmakokinetik Klinik Obes

Mekanisme Aksi

Sibutramin hydrochloride menghambat reuptake noradrenaline dan serotonin oleh sel saraf setelah kedua neurotransmiter ini menyampaikan pesan diantara sel saraf yang ada di otak. dihambatnya reuptake membuat kedua neurotransmitter ini bebas menjelajah di otak. saat itulah keduanya menghasilkan perasaan penuh (kenyang) pada pasien sehingga mengurangi keinginan untuk makan.

Obat ini terbukti menurunkan asupan makanan dan meningkatkan thermogenesis. Secara invivo, sibutramine bekerja melalui 2 metabolit aktif yaitu M1 dan M2. Efikasinya untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan telah ditunjukkan pada beberapa penelitian klinis.

Page 25: Farmakokinetik Klinik Obes

Farmakokinetik ObatSibutramine diabsorpsi cepat di saluran gastroinestinal

(77%). Sibutramin terdistribusi luas ke jaringan terutama di hati dan ginjal. Metabolit M1 dan M2 terikat sebanyak 94% pada protein plasma sedangkan sibutramine terikat 97% pada protein plasma. Hal ini menunjukkan bahwa volume distribusi (Vd) sibutramin, metabolit M1 dan M2 kecil didalam tubuh.

Sibutramin mengalami first pass metabolisme di hati oleh sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 mengahasilkan dua metabolit aktif, M1 dan M2. Kedua metabolit ini selanjutnya mengalami konjugasi dan hidroksilasi menjadi metabolit inaktif, yaitu M5 dan M6. T1/2 eliminasi sibutramin adalah 1 jam , Metabolite: M1 : 14 jam, M2 : 16 jam. Tmaks sibutramin 1,2 jam, Metabolit : M1dan M2 : 3-4 jam. Sibutramin dan metabolitnya dieksresikan terutama lewat urine (77%) dan feses.

Page 26: Farmakokinetik Klinik Obes

• Xenical

Xenical yang mengandung Orlistat 120 mg ,rumus kimianya (S)-2-formylamino-4-methyl-pentanoic acid (S)-1-[[(2S, 3S)-3-hexyl-4-oxo-2-oxetanyl] methyl]-dodecyl ester. Rumus Empirisnya C29H53NO5.

Mekanisme Aksi

Xenical adalah suatu penghambat enzim lipase saluran cerna yang poten dan spesifik dengan lama kerja yang panjang. Bekerja pada lumen lambung dan usus halus dengan membentuk suatu ikatan kovalen pada bagian serine yang aktif dari lipase pankreas dan lambung. Enzim yang di non-aktifkan tersebut dengan demikian tidak dapat menghidrolisis trigliserida makanan menjadi asam lemak bebas dan monogliserida yang dapat diabsorpsi. Karena trigliserida yang utuh tidak diserap, maka defisit kalori akan berdampak positif pada pengaturan berat badan. Dengan demikian tidak diperlukan absorpsi sistemik dari obat untuk dapat melakukan aktivitas kerjanya.

Page 27: Farmakokinetik Klinik Obes

Farmakokinetik ObatAbsorpsi :

Studi pada relawan sehat dengan berat badan normal dan relawan dengan obesitas memperlihatkan jumlah orlistat yang diserap adalah minimal. Konsentrasi plasma orlistat yang tidak terurai tidak terukur ( < 5 ng/ml) setelah 8 jam pemberian orlistat per oral . Umumnya pada dosis terapi, kadar plasma orlistat yang tidak terurai hanya terdeteksi secara sporadis dan dalam konsentrasi yang sangat rendah (<10 ng/ml atau 0,02mm), tanpa bukti-bukti akumulasi, yaitu konsisten dengan tingkat absorpsi yang dapat diabaikan. Distribusi Volume distribusi tidak dapat ditentukan karena tingkat absorpsi obat sangat minimal dan tidak memiliki farmakokinetik sistemik yang jelas. Orlistat in vitro memperlihatkan > 99 % ikatan protein plasma (terutama lipoprotein dan albumin). Distribusi orlistat ke dalam eritrosit sangat sedikit.

Metabolisme

Berdasarkan data yang diperoleh dari hewan, sangat mungkin metabolisme orlistat terutama berlangsung pada dinding usus. Berdasarkan studi pada pasien obesitas, dua metabolit utama yaitu M1 (cincin lakton 4 anggota dihidrolisis) dan M3 (M1 dengan N-formil leucine moiety dibelah) meliputi hampir 42 % dari total konsentrasi plasma yang dihasilkan oleh fraksi yang sangat kecil dari obat yang diabsorpsi secara sistemik. M1 dan M3 mempunyai cincin B-lakton terbuka dan aktivitas hambat lipase yang sangat lemah (1000 dan 2500 kali lebih lemah dari orlistat). Memperhatikan aktivitas hambat dan kadar plasma yang rendah pada dosis terapetik (rata-rata 26 ng/ml dan 108 ng/ml), maka metabolit ini dianggap tidak bermakna secara farmakologi.

Page 28: Farmakokinetik Klinik Obes

Eliminasi

Studi pada orang yang beratnya normal dan pasien obesitas menunjukkan bahwa ekskresi melalui feses dari obat yang tidak diserap adalah merupakan cara eliminasi utama. Hampir 97 % dari dosis obat yang diberikan akan diekskresi melalui feses dan 83%nya dalam bentuk orlistat yang tidak terurai. Ekskresi ginjal kumulatif dari total orlistat adalah < 2% dari dosis. Waktu untuk mencapai ekskresi lengkap (feses dan kemih) adalah 3 - 5 hari. Ekskresi orlistat tampaknya serupa antara orang yang mempunyai berat normal dan obesitas. Orlistat, M1 dan M3 juga diekskresi melalui empedu. Indikasi dan penggunaan Xenical bersama-sama dengan diet rendah kalori diindikasikan untuk pengobatan pasien-pasien obesitas dengan indeks massa tubuh (BMI) lebih besar atau sama dengan 30 kg/m2, atau pasien dengan berat badan berlebih (BMI >28 kg/m2 dengan faktor risiko penyerta).

Pengobatan dengan orlistat sebaiknya hanya dimulai jika sebelumnya usaha penurunan berat badan dengan melakukan diet berhasil mengurangi berat badan sedikitnya 2,5 kg dalam 4 minggu berturut-turut. Pengobatan dengan orlistat sebaiknya dihentikan setelah 12 minggu jika pasien tidak dapat mencapai penurunan berat sedikitnya 5% dari berat badan saat memulai pengobatan.

Page 29: Farmakokinetik Klinik Obes

Dosis dan PemakaianDewasa

Dosis Xenical yang dianjurkan adalah 1 kapsul 120 mg setiap kali makan (saat makan atau hingga 1 jam setelah makan). Jika tidak makan atau makanan tidak mengandung lemak, Xenical boleh tidak diberikan. Khasiat pengobatan Xenical (termasuk pengaturan berat badan dan perbaikan faktor resiko) terus berlanjut pada pemakaian jangka panjang. Pasien harus mendapat diet rendah kalori dengan nutrisi berimbang dengan kandungan lemak kira-kira 30% dari jumlah kalori total. Diet dianjurkan agar kaya akan buah-buahan dan sayur-sayuran. Asupan harian lemak, karbohidrat dan protein harus dibagi rata dalam 3 kali makan. Karena tidak ada data mengenai uji khasiat dan keamanan, maka pengobatan dengan orlistat tidak boleh lebih dari 2 tahun

Dosis di atas 120 mg tiga kali perhari belum menunjukkan manfaat tambahan. Penyesuaian dosis tidak diperlukan untuk pasien geriatri.Berdasaran pengukuran lemak feses, efek Xenical dapat segera terlihat 24-48 jam setelah pemberian. Pada penghentian pengobatan, kandungan lemak feses biasanya kembali pada keadaan sebelumnya dalam 48-72. jam.

Anak-anak dibawah 18 tahun

Keamanan dan khasiat Xenical pada anak-anak belum ditentukan. Penggunaan Xenical tidak ditujukan bagi anak-anak.

Page 30: Farmakokinetik Klinik Obes

• Pentermine (30 mg pada pagi hari atau 8 mg sebelum makan ) adalah

stimulant yang agak kuat dan potensial penyalahgunaan yang lebih rendah daripada amphetamine dan lebih efektif daripada placebo-control studies. Efek samping ( peningkatan tekanan darah, palpitasi, aritmia, midriasis, peningkatan kerja insulin hingga terjadi hipoglikemi) dan ineteraksi dengan MAOI yang memiliki implikasi pada beberapa pasien.

• Dietilpropion ( 25 mg sebelum makan atau 75 mg pada sediaan lepas lambat

setiap pagi) lebih efktif dari pada placebo dapat mengurangi berat badan dengan cepat. Adalah salah satu supresan noradrenergic yang aman dan dapt digunakan pada pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang atau angina tapi tidak dapat digunakan pada pasien dengan hipertensi berat atau penyakit kardiovaskuler yang signifikan.

• Amfetamin secara umum dihindari karena kekuatan stimulan dan potensial

adiksinya.

• Efedrin (20 mg dengan atau tanpa caffeine 200 mg, sampai 3 kali sehari)

memiliki aktifitas supresif dan termogenik yang lebih baik daripada placebo dalam percobaan hingga 6 bulan. Efek samping yang umum terjadi adalah tremor, agitasi, panic, keringat berlebih dan insomnia, palpitasi dan takikardi juga pernah dilaporkan.

Page 31: Farmakokinetik Klinik Obes

Fluoksetin 65 mg sehari memiliki penurunan berat badan 2-4 kg dari pada

percobaan control-plasebo. Tapi tidak berbeda diantara masing-masing grup dalam periode hingga 1 tahun. Penemuan sejenis juga ditemukan pada penggunaan sertralin 200mg per hari.

Peptida- peptida (seperti leptin, neuropeptida Y, galanin) yang sedang

diselidiki karena manipulasi eksogenus mungkin menyediakan pendekatan terapetik kedepan untuk manajemen obesitas (dipiro, 2005)

Obat-obat yang ada di indonesia :- Orlistat ( xenical® ) golongan obat kerasa ( K )- Sibutramin K- Mazindol ( Teronac® ) K- Dietilpropion ( apisate® ) K- Deksfenfluramina ( Isomeride® ) K- Fenluramina-HCL ( Ponderal® ) K- Efedrin K- Fluoksetin ( Andep®, antiprestin®, courage®, foransi®, kalxetin®, lodep®, prestin®, Prozac® ) K- Sertralin ( Deptral®, fridep®, nudep®, zerlin®, Zoloft® ) K

Page 32: Farmakokinetik Klinik Obes

Penggunaan Obat Pada Anak-anak( Pediatry )

Penggunaan obat pada anak-anak merupakan hal khusus yang berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat. Sesuai dengan alasan tersebut maka dosis obat, formulasi, hasil pengobatan dan efek samping obat timbul sangat beragam sepanjang masa anak-anak.

Agar dapat menentukan dosis obat disarankan beberapa penggolongan untuk membagi masa anak-anak. The British Paediatric Association (BPA) mengusulkan rentang waktu berikut yang didasarkan pada saat terjadinya perubahan-perubahan biologis :Neonatus : Awal kelahiran sampai usia 1 bulan ( dengan subseksi tersendiri

untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam kandungan.

Bayi : 1 bulan sampai 2 tahunAnak : 2 sampai 12 tahun (dengan subseksi: anak dibawah usia 6 tahun memerlukan bentuk sediaan yang sesuai.Remaja : 12 sampai 18 tahun.

Perubahan biologis yang diwakili oleh tiap rentang waktu tersebut adalah: neonatus, terjadi perubahan klimakterik yang sangat penting; bayi, merupakan masa awal pertumbuhan yang pesat; anak-anak adalah masa pertumbuhan secara bertahap; remaja, merupakan akhir tahap perkembangan secara pesat hingga menjadi dewasa.

Page 33: Farmakokinetik Klinik Obes

FARMAKOKINETIK OBAT PADA ANAK

• AbsorpsiAda dua faktor utama yang terlibat: laju absorpsi dan jumlah

yang terabsorpsi. Semakin cepat laju absorpsi, semakin tinggi kadar puncak obat dalam darah dan efek terapeutik semakin cepat pula tercapai. Sedangkan tingkat paparan terhadap obat akan bergantung pada jumlah obat yang terabsorpsi.

Absorpsi sediaan oral dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi waktu transit didalam lambung dan usus, pH lambung dan usus serta waktu pengosongan lambung, yang kesemuanya berbeda pada neonatus maupun pada bayi. Waktu pengosongan lambung akan menyamai orang dewasa pada bayi usia 6 bulan dan baru setelah 2 tahun produksi asam lambung akan meningkat sebanding dengan kadar per kg seperti pada orang dewasa. Namun, pada bayi yang lebih tua dan pada anak-anak ada bukti yang menunjukkan bahwa kebanyakan sediaan oral yang diberikan akan diabsorpsi pada laju dan jumlah yang sebanding dengan orang dewasa.

Page 34: Farmakokinetik Klinik Obes

• Distribusi selama usia bayi, kadar air total dalam tubuh terhadap

berat badan total memiliki prosantase yang lebih besar daripada anak yang lebih tua atau pada orang dewasa. Prosantase ini akan menurun sesuai usia sebagaimana tercantum dalam tabel 12.1 (Walker & Edward, 1999). Obat yang larut dalam air seharusnya diberikan dengan dosis yang lebih besar pada neonatus untuk mencapai efek terapeutik yang dikehendaki. Sebagai contoh adalah gentamisin yang memerlukan dosis 3mg/kg/pemberian pada neonatus dibandingkan dengan dosis 2,5mg/kg/pemberian pada anak yang lebih tua untuk mencapai kadar obat dalam plasma yang sama.

Tabel 12.1 Prosantase volume cairan ekstraseluler dan kadar air total dalam tubuh terhadap berat badanUsia Kadar air total dalam tubuh (%) Cairan Ekstraseluler (%)

Preterm neonatus 85 50Term neonatus 75 453 bulan 75 301 tahun 60 25Dewasa 60 20

Page 35: Farmakokinetik Klinik Obes

• MetabolismePada saat lahir sebagian besar sistem enzim yang terlibat dalam

metabolisme obat belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang sangat sedikit. Sehingga kapasitas degradasi metabolismenya juga belum optimal.

Tetapi, ukuran hati dibandingkan dengan berat badan total pada anak yang sedang berkembang lebih besar 50% dibandingkan dengan orang dewasa. Oleh karena it, pada bayi yang lebih tua dan anak terdapat peningkatan yang cukup besar dalam hal laju metabolismenya. Sehingga untuk obat-obat tertentu dosis (mg/kg) yang lebih besar mungkin diperlukan oleh anak-anak dibandingkan orang dewasa.

• EkskresiLaju filtrasi glomeruler (GFR) pada bayi yang baru lahir lebih

rendah dibandingkan dengan orang dewasa karena ginjalnya relatif belum berkembang dengan baik. sebagai contoh, fungsi ginjal pada neonatus sekitar 30-40% atau kurang dari itu, dibandingkan dengan orang dewasa. Jadi, kemampuan mengeliminasi obat pada neonatus dan bayi yang sangat belia tentu saja menjadi belum optimal dan penurunan dosis mungkin diperlukan. Tetapi GFR akan meningkat secara cepat setalah minggu-mingggu pertama kelahiran dan mencapai nilai yang sebanding dengan orang dewasa pada usia 1 tahun.

Page 36: Farmakokinetik Klinik Obes

DOSIS

• Banyak rumus yang telah dikembangkan untuk memperkirakan dosis pada anak berdasarkan usia, berat dantinggi badan. Namun perubahan pada luas permukaan tubuh paling mencerminkan klirens obat sekaligus kebutuhan akan perubahan pada dosis obat. Perhitungan dosis berdasarkan luas permukaan tubuh terutama penting bila berkaitan dengan obat yang mempunyai indeks terapi sempit, misalnya bahan sitotoksik. Rumus berikut dapat digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh pada pasien tersebut.

Luas permukaan tubuh = √((tinggi (cm)x berat (kg) / 3600

Page 37: Farmakokinetik Klinik Obes

Tabel 12.3 Prosantase terhadap dosis dewasa untuk berbagai usia dan berat badan anak

Usia Berat Badan Ideal (kg)

Luas Permukaan Tubuh (m²)

Prosentase Terhadap Dosis Dewasa*

Neonatus (full term) 3,5 0,23 12,51 bulan 4,2 0,26 14,53 bulan 5,6 0,32 186 bulan 7,7 0,40 221 tahun 10 0,47 253 tahun 15 0,62 335 tahun 18 0,73 407 tahun 23 0,88 5012 tahun 39 1,25 75Dewasa – Pria 68 1,80 100Dewasa – Wanita 56 1,60 100

Page 38: Farmakokinetik Klinik Obes

Penggunaan Obat Pada Geriatri (Lanjut Usia)

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Boedi, 2006).

Pemberian obat atau terapi untuk kaum lansia, memang banyak masalahnya, karena beberapa obat sering beinteraksi. Kondisi patologi pada golongan usia lanjut, cenderung membuat lansia mengkonsumsi lebih banyak obat dibandingkan dengan pasien yang lebih muda sehingga memiliki risiko lebih besar untuk mengalami efek samping dan interaksi obat yang merugikan (Anonim, 2004).

Penyakit pada usia lanjut sering terjadi pada banyak organ sehingga pemberian obat sering terjadi polifarmasi. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang diperkirakan. Diantara demikian banyak obat yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang sebagian dapat bersifat serius dan sering menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien yang sudah berusia lanjut yang biasanya menderita lebih dari satu penyakit. Penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati. Selain itu, juga terjadi keadaan yang sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran. Semua keadaan ini menyebabkan lansia memperoleh pengobatan yang banyak jenisnya(Darmansjah, 1994).

Page 39: Farmakokinetik Klinik Obes

• FARMAKOKINETIK

Pada usia lanjut perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga mengubah absorbsi obat, misalnya meningkatnya pH lambung, menurunnya aliran darah ke usus akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu pengosongan lambung dan gerak saluran cerna. Oleh karena itu, kecepatan dan tingkat absorbsi obat tidak berubah pada usia lanjut, kecuali pada beberapa obat seperti fenotain, barbiturat, dan prozasin (Bustami, 2001).

Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan tubuh dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi pada beberapa obat dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan sel darah merah dan jaringan tubuh termasuk organ target. Pada usia lanjut terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh tanpa lemak dan cairan tubuh total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin plasma. Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebih menjadi berarti bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangat lemah. Selain itu juga dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas dan aktif pada beberapa obat dan kadang-kadang membuat efek obat lebih nyata tetapi eliminasi lebih cepat.

Page 40: Farmakokinetik Klinik Obes

Munculnya efek obat sangat ditentukan oleh kecapatan penyerapan dan cara penyebarannya. Durasi (lama berlangsungnya efek) lebih banyak dipengaruhi oleh kecepatan ekskresi obat terutama oleh penguraian di hati yang biasanya membuat obat menjadi lebih larut dalam air dan menjadi metabolit yang kurang aktif atau dengan ekskresi metabolitnya oleh ginjal. Sejumlah obat sangat mudah diekskresi oleh hati, antara lain melalui ambilan (uptake) oleh reseptor dihati dan melalui metabolisme sehingga bersihannya tergantung pada kecepatan pengiriman ke hati oleh darah. Pada usia lanjut, penurunan aliran darah ke hati dan juga kemungkinan pengurangan ekskresi obat yang tinggi terjadi pada labetolol, lidokain, dan propanolol.

Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga dengan bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih muda. Akan tetapi, kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya tetap normal. Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat semacam penicilin dan litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami penurunan faali glomerolus dan tubulus (Bustami, 2001).

Page 41: Farmakokinetik Klinik Obes

DAFTAR PUSTAKAHakim, lukman.2011.farmakokinetik klinik.Farmasi-Universitas Gajah Mada : Yogyakarta

Anonim, 1997, FDA Talk Paper, FDA Approves Sibutramine To Treat Obesity, http://fdahomepage.html, diakses tanggal 15 Maret 2009

Anonim, 2006, Drug Information Handbook, 14th Edition, 1444-1446, Lexi Comp, Ohio

Anonim, 2008, Sibutramine Turunkan Berat Badan, http://princessraia.blogspot.com, diakses tanggal 15 Maret 2009

Anonim, 2008, Tanggung Jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Konsumen Obat Tradisional Yang Mengandung Bahan Kimia Obat ( BKO ), http://pustaka.net, diakses tanggal

15 Maret 2009

Anonim, 2009, Meridia, http://rxlist.com, diakses tanggal 15 Maret 2009

Tjay, Tan Hoan, dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi Keenam, 497-499, Elex Media Computindo, Jakarta

Dipiro et al, 2005, Pharmacotherapy A Pathophyisiologic Approach, McGraw-Hill Companies, USA

Kusumawardhani, A., 200,. Food Addiction in Obesity, Majalah kedokteran Indonesia, Volume:56, hal.205-208

Page 42: Farmakokinetik Klinik Obes

Waspadji, Sarwono, et all, 2003, Pengkajian Status Gizi, Cetakan Pertama, Balai Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Wing, Rena R., et all, 2006, A Self-Regulation Program for Maintenance of Weight Loss, NEJM, Volume:355, hal 1563-1571.

Anonim, 2006, Terapi pada Usia Lanjut (Geriatri), http://pojokapoteker.blogspot.com/2008/12/terapi-pada-usia-lanjut-geriatri.html

Anonim, 2004, Bagi Kaum Lansia Obat tidak Selalu Menjadi Sahabat http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/01/index.htm.. Diakses tanggal 14 Maret 2009

Bustami,Z.S. 2001. Obat Untuk Kaum Lansia. Edisi kedua. Penerbit ITB. Bandung

Darmojo-Boedi, Martono Hadi (editor). 2006. Buku Ajar Geriatri. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

Darmansjah, Iwan, Prof. 1994. Jurnal Ilmiah : Polifarmasi pada Usia Lanjut. Diakses tanggal 14 Maret 2009

Manjoer, Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, 12, Media Aesculapius, Jakarta.