Farmakokinetik & Farmakodinamik Nitrofurantoin Muhammad Fauzi ...

13
1 Farmakokinetik & Farmakodinamik Nitrofurantoin Muhammad Fauzi, Restuti Hidayani Saragih, Franciscus Ginting, Endang Sembiring, Armon Rahimi, Tambar Kembaren, Yosia Ginting Divisi Penyakit Tropik & Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik / RS Pirngadi PENDAHULUAN Resistensi mikroba terhadap antibiotik telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang sangat berhubungan dengan penggunaan antibiotik, dan penyebaran mikroba resisten (spread). Tekanan seleksi resistensi dapat dihambat dengan cara menjalankan Antibiotic Stewardship Program/ASP. Di dalam program tersebut disebutkan mengenai penggunaan antibiotik secara bijak, dimana untuk menjalankan hal tersebut kita sebagai klinisi yang mendiagnosis dan memberikan jenis antibiotik harus memahami bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik tersebut. Farmakokinetika dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu bagaimana absorpsi nya, lalu transport obat tersebut, kemudian biotransformasi (metabolisme) nya, hingga distribusi dan ekskresi obat tersebut. Farmakodinamika mempelajari kegiatan obat terhadap terhadap tubuh, terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi yang terjadi, serta efek teraupetik yang ditimbulkannya. 1,2,3 Salah satu antibiotik yang sangat lama dan sangat jarang dilaporkan resisten adalah nitrofurantoin dan nitrofurazone yang merupakan hasil sintesis dari turunan derivat komponen nitrofuran. Obat tersebut telah ada sejak awal tahun 40-an dan kemudian menghilang di pertengahan tahun 70-an. 2 Sari Kepustakaan III Divisi Penyakit Tropik & Infeksi Presentator: dr. Muhammad Fauzi Acc Supervisor dr. Franciscus Ginting, Sp.PD Telah dibacakan Tgl / /2016

Transcript of Farmakokinetik & Farmakodinamik Nitrofurantoin Muhammad Fauzi ...

1

Farmakokinetik & Farmakodinamik Nitrofurantoin

Muhammad Fauzi, Restuti Hidayani Saragih, Franciscus Ginting, Endang Sembiring,

Armon Rahimi, Tambar Kembaren, Yosia Ginting

Divisi Penyakit Tropik & Infeksi – Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik / RS Pirngadi

PENDAHULUAN

Resistensi mikroba terhadap antibiotik telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia,

dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan

berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi (selection pressure) yang

sangat berhubungan dengan penggunaan antibiotik, dan penyebaran mikroba resisten (spread).

Tekanan seleksi resistensi dapat dihambat dengan cara menjalankan Antibiotic Stewardship

Program/ASP. Di dalam program tersebut disebutkan mengenai penggunaan antibiotik secara

bijak, dimana untuk menjalankan hal tersebut kita sebagai klinisi yang mendiagnosis dan

memberikan jenis antibiotik harus memahami bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik

antibiotik tersebut. Farmakokinetika dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan

tubuh terhadap obat, yaitu bagaimana absorpsi nya, lalu transport obat tersebut, kemudian

biotransformasi (metabolisme) nya, hingga distribusi dan ekskresi obat tersebut.

Farmakodinamika mempelajari kegiatan obat terhadap terhadap tubuh, terutama cara dan

mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi yang terjadi, serta efek teraupetik yang ditimbulkannya. 1,2,3

Salah satu antibiotik yang sangat lama dan sangat jarang dilaporkan resisten adalah

nitrofurantoin dan nitrofurazone yang merupakan hasil sintesis dari turunan derivat komponen

nitrofuran. Obat tersebut telah ada sejak awal tahun 40-an dan kemudian menghilang di

pertengahan tahun 70-an. 2

Sari Kepustakaan III

Divisi Penyakit Tropik & Infeksi

Presentator:

dr. Muhammad Fauzi

Acc Supervisor

dr. Franciscus Ginting, Sp.PD

Telah dibacakan Tgl / /2016

2

SEJARAH

Nitrofuran yang pertama tersedia untuk kegunaan klinis adalah nitrofurazone (nitrofural),

dimana pertama kali sangat dikenal sebagai obat anti bakterial dalam penanganan luka perang

selama perang dunia ke 2 di eropa. Selama bertahun-tahun, kedua nitrofuran tersebut dapat

mencakup spetrum luas dari bakteri gram positif dan gram negatif, termasuk didalamnya bakteri

yang secara umum merupakan patogen pada saluran kemih. Hingga saat ini, kegunaan utama

dari nitrofurantoin adalah sebagai obat oral anti bakteri dalam penanganan infeksi saluran kemih.

Nitrofurazone memiliki kegunaan sebagai antibakteri topikal dalam penanganan pasien luka

bakar atau skin graft, dan belakangan ini disetujui sebagai profilaksis terhadap infeksi saluran

kemih berhubungan dengan kateter (catheter-associated urinary tract infection/CAUTI).1

Sintesis nitrofurantoin pertama sekali dilakukan pada tahun 1940, dan di setujui oleh

FDA pada tahun 1953 sebagai pengobatan infeksi saluran kemih dan hingga saat itu sangat

sering diresepkan hingga 2 dekade. Namun pada tahun 1970, penggunaannya mulai menurun

seiring dengan maraknya pemakaian antibiotik trimethoprim/sulfamethoxazole dan beta lactam.

Pada awal tahun 2000, penggunaan nitrofurantoin yang sangat jarang membuat obat tersebut

masih sensitif namun tidak halnya dengan trimethoprim/sulfamethoxazole dan fluoroquinolone

yang semakin tinggi tingkat resistensinya, sehingga beberapa guideline di dunia mulai kembali

merekomendasikan nitrofurantoin sebagai lini pertama pengobatan infeksi saluran kemih dan

mulai marak kembali penggunaannya (gambar 1).2

Gambar 1. Penggunaan nitrofurantoin berdasarkan defined daily dose (DDD), data dari

British Columbia yang merepresentatifkan data seluruh negara didunia saat ini.2

3

DEFINISI

Nitrofurantoin adalah antimikroba sintetik yang merupakan bagian dari kelompok

nitrofuran. Nitrofurantoin merupakan turunan dari furan dengan adanya penambahan grup nitro

dan rantai samping yang mengandung hydantoin (gambar 2). Nitrofurantoin bersifat asam lemah

dan tingkat kelarutannya di pengaruhi oleh pH.4

Gambar 2. Struktur kimia Nitrofurantoin.4

Nitrofurantoin memiliki warna kuning lemon, tidak berbau, berbentuk tepung kristal

dimana sangat sedikit dapat larut dalam air dan alkohol. Nitrofurantoin saat ini tersedia dalam

bentuk kapsul, tablet dan suspensi oral. Obat tersebut dapat berubah warna menjadi lebih gelap

apabila terkena cahaya, namun perubahan warna tersebut tidak mempengaruhi potensi obat

tersebut. Penyimpanan nitrofurantoin sebaiknya disimpan dalam tempat yang gelap, hindari

kontak langsung cahay matahari, cahaya fluorosensi dan material alkali. 1,2

Nitrofurantoin memiliki 2 bentuk yakni mikrokristalin yang dikenalkan tahun 1952 dan

makrokristalin yang dikembangkan kemudian tahun 1967. Gabungan dari mikrokristalin dan

makrokristalin saat ini telah tersedia dengan nama Macrobid (terdiri dari 25 mg makrokristal dan

75 mg bentuk monohidrat) dan juga bentuk makrokristal tunggal bernama Macrodantin.5

FARMAKOKINETIK

Farmakokinetik meneliti perjalanan obat, mulai dari saat pemberiannya, bagaimana

absorpsi di usus, transpor dalam darah, dan distribusinya ke tempat kerjanya dan jaringan lain.

Begitu pula perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya ekskresinya oleh ginjal.3

4

Absorbsi

Nitrofurantoin sangat baik diabsorbsi pada saluran cerna dan absorbsi terjadinya sebagian

besar di proksimal usus halus. Bioavailabilitas obat tersebut dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni

apakah ditelan bersamaan dengan makanan, ukuran partikel, dan kadar pH.6

Beberapa studi menunjukkan bahwa jumlah obat yang diabsorbsi dan durasi konsentrasi

terapeutik di urin secara bermakna meningkat apabila obat tersebut dikonsumsi bersamaan

dengan makanan. Hoener dan Pattenson, melaporkan bahwa bioavailabilitas nitrofurantoin

sebesar 87% dalam keadaan puasa dan 94% bersamaan dengan makanan.5,6

Pada ukuran kristal yang lebih besar seperti pada bentuk makrokristalin, dapat

menurunkan kecepatan absorbsi pada saluran cerna dan memperpanjang ekskresi di urin.

Absorbsi yang lambat ini memiliki keuntungan yakni menurunkan kejadian mual dan muntah

dibandingkan bentuk mikrokristalin yang memiliki efek mual dan muntah lebih besar. Hailey

dan Glascock, melaporkan bahwa bentuk makrokristalin dapat menurunkan masalah

gastrointestinal secara bermakna dibandingkan bentuk mikrokristalin tanpa mempengaruhi

konsentrasi obat tersebut di saluran kemih.6

pH memiliki peranan yang penting dalam absorbsi nitrofurantoin. Nitrofurantoin

merupakan asam lemah dengan pKa sebesar 7,2 absorbsinya ditingkatkan apabila dalam suasana

lingkungan yang asam. Reabsorbsi tubular dari nitrofurantoin dipengaruhi oleh pH. Pada saat

urin dalam keadaan basa, bersihan obat meningkat. Namun pada saat urin dalam keadaan asam

(pH ≤ 5,5), bersihan obat berkurang akan tetapi reabsorbsi tubular dan aktivitas antibakterial

akan meningkat.6

Distribusi

Salah satu hal yang penting dalam kualitas nitrofurantoin adalah kespesifisitas tempat

distribusinya. Konsentrasi terapeutik yang aktif didapat pada saluran kemih, dimana juga dapat

didistribusikan didalam urin, lumen tubular medula, ruang interstisial, dan limfe renal.

Nitrofurantoin tidak menembus aqueous humor, cairan serebrospinal, sekresi prostat, cairan

amnion atau serum tali pusat bayi pada konsentrasi terapeutik. Konsentrasi pada sekresi prostat

sangat sedikit, sehingga tidak bisa digunakan pada infeksi prostat. Konsentrasi pada air susu ibu

sangat sedikit (0-0.5 µg/ml). Konsentrasi pada cairan empedu sama dengan konsentrasi serum. 5,6

5

Waktu paruh dalam plasma dari nitrofurantoin adalah 30 menit, kemudian secara cepat

dimetabolisme dan di ekskresikan di urin dan di empedu. Pada dosis standard, tidak akan pernah

tercapai kadar terapeutik pada serum.5,6

Eksresi

Nitrofurantoin dieksresikan secara keseluruhan pada urin dan sedikit pada empedu.

Eksresi pada urin merupakan hasil dari filtrasi glomerulus, sekresi tubulus, dan reabsorpsi

tubulus. Alkalinisasi urin dapat mencegah reabsorpsi nitrofurantoin dari tubulus renalis, akan

tetapi nitrofurantoin memiliki penurunan aktivitas antimikroba pada urin yang basa.4,5,6

Eksresi dari nitrofurantoin memiliki hubungan yang kuat dengan klirens kreatinin. Pada

keadaan fungsi renal yang terganggu, kadar terapeutik pada urin sangat rendah, namun pada

serum kadarnya meningkat hingga ke kadar toksik. Pada pasien dengan gagal ginjal, eksresi

nitrofurantoin menurun, dan sebaiknya tidak digunakan pada fungsi ginjal yang menurun

(Klirens Kreatinin < 60 ml/min). Pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal, sebagian kecil

dari nitrofurantoin di ekskresikan dan dimetabolisme oleh empedu, tetapi jalur ini sangat sedikit.

Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gagal hati.4,5,6

Interaksi Obat

Pemberian antasida dapat meningkatkan ionisasi dari nitrofurantoin, dan menyebabkan

penurunan absorpsi. Nitrofurantoin merupakan inhibitor potent terhadap adenin difosfat primer

agregasi platelet yang diinduksi secara in vitro. Nitrofurantoin dapat menyebabkan perubahan

beberapa hasil laboratorium darah. Pembacaan glukosa urin menggunakan reagen Benedict dapat

menjadi positif palsu. Kadar serum glukosa, bilirubin, alkalin fosfatase dan BUN dapat

meningkat secara positif palsu. Pasien yang mendapat nitrofurantoin sebaiknya diberitahukan

bahwa warna urin dapat berubah menjadi coklat gelap.4

FARMAKODINAMIK

Farmakodinamik mempelajari kegiatan obat terhadap tubuh, terutama cara dan

mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapeutik yang ditimbulkan dimana secara

singkat bahwa farmakodinamik mencakup semua efek yang dilakukan obat terhadap tubuh.3

6

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja dari aktivitas bakterisid nitrofurantoin melibatkan berbagai tempat,

termasuk menginhibisi translasi ribosomal, merusak DNA bakteri, dan mengganggu kerja siklus

krebs. Peranan dari masing-masing mekanisme tersebut masih belum sepenuhnya jelas.

Nitrofurantoin dikonversikan oleh metabolisme nitroreduktase yang ada pada bakteri menjadi

senyawa elektrofilik yang sangat reaktif sehingga menyerang protein ribosom bakteri, dan

menyebabkan inhibisi total dari sintesis protein.5

Spektrum Antimikroba

Nitrofurantoin memiliki kemampuan yang efektif dalam membunuh patogen saluran

kemih, termasuk Escherichia coli, Enterococcus, Klebsiella dan Enterobacter. Pada dosis

terapeutik, dapat mencapai kadar di urin sebesar 200 µg/ml. Nitrofurantoin memiliki efek

bakteriostatik pada konsentrasi rendah (5-10 µg/ml) dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi

yang lebih tinggi. Banyak strain dari E.coli yang masih sensitif terhadap konsentrasi hambatan

minimum (minimal inhibitory concentration/MIC) kurang atau sama dengan 16 µg/ml, dimana

untuk strain Enterobacter dan Klebsiella membutuhkan kadar MIC lebih dari 100 µg/ml.

Nitrofurantoin tidak efektif terhadap Proteus, Serratia, dan Pseudomonas dikarenakan bakteri

tersebut memiliki resistensi yang alami.5,6

Gambar 3. Grafik Farmakokinetik dan Farmakodinamik terhadap Minimum Inhibitory

Concentration (MIC).5

7

Resistensi nitrofurantoin sangat jarang terjadi, hal ini mungkin diakibatkan oleh

mekanisme kerja antibiotik tersebut yang banyak dan hingga saat pertama kali diperkenalkan,

tidak ada laporan mengenai perubahan pola resistensi.5,6

Tabel 1. Inhibisi kumulatif berbagai strain bakterial berdasarkan tingkat konsentrasi

nitrofurantoin.1

Sebuah studi di Norwegia tahun 2011, Zykov et al, menyatakan bahwa penggunaan

nitrofurantoin, fosfomycin, mecilinam, meropenem, amikacin dan temocillin merupakan pilihan

yang baik dalam menangani infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan oleh

bakteri E.coli yang menghasilkan extended-spectrum b-lactamase (ESBL) karena resistensi yang

terjadi masih sangat rendah, dibandingkan dengan amoxicillin-clavulanic acid, gentamicin,

tobramycin, ciprofloxacin dan trimethoprim-sulfamethoxazole yang tingkat resistensinya tinggi.7

Di indonesia, Istanto T, melaporkan di RS dr. Kariadi, Semarang pada tahun 2004 pasien

dengan infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh E.coli, memiliki sensitivitas pada

nitrofurantoin tercatat cukup besar yaitu 88% dibandingkan dengan Ampisilin (5,56%), Cefepim

(86,21%), Cefotaxim (63,33%), Tetracycline (29,03%) dan Cotrimoxazole (23,33%).

Dhanardhono T, melaporkan pada rumah sakit yang sama di tahun 2006, pada pasien infeksi

saluran kemih dengan penyebab Staphylococcus epidermidis. Memiliki sensitivitas yang sangat

tinggi terhadap nitrofurantoin (100%) dibandingkan dengan Amikacin (90.2%), Cefepime

(92.9%), Ceftazidim (71.1%), Fosfomycin (89.2%) dan Cotrimoxazole (16.7%).8,9

Subandiyah K, dalam penelitiannya terhadap pasien infeksi saluran kemih pada anak dan

bayi di RSU Dr. Saiful Anwar, Malang pada tahun 1999-2003, menunjukkan tingkat sensitivitas

yang berbeda-beda terhadap beberapa bakteri. Sensitivitas bakteri E. coli terhadap nitrofurantoin

8

(74,8%), asam nalidiksat (69,6%), sefotaksim (48,9%), amoksisilin-asam clavulanat (37,8%),

fosfomisin (35,6%). Sensitivitas A.anitratus terhadap nitrofurantoin (25,93%), amoksisilin

(25,93%), amikasin (11,11%), siprofloksasin (7,4%), sefotaksim (7,4%), seftriakson (7,4%).

Sensitivitas K. pneumoniae terhadap nitrofurantoin (46,12%), gentamisin (30,77%), seftriakson

(26,92%), amoksisilin-asam clavulanat (26,92%), sefotaksim (25,07%), fosfomisin (19,23%).

Djunaei D, tahun 2000-2001 di RSU Dr. Saiful Anwar, Malang melaporkan bahwa pada tes

sensitivitas biakan bakteri pada urin kateter dan ujung kanul kateter terhadap antibiotik

Sefalosporin (Cefotaxim), Aminoglikosida (Amikacin), Quinolone (Ciprofloxacin) dengan

kisaran angka kepekaannya 86-93%. Sedangkan untuk golongan lain yaitu Penicillin (Ampisilin

dan Amoxicillin), cotrimoxazole dan Nitrofurantoin kisaran angka kepekaannya lebih rendah

yaitu antara 17-34%.10,11

Tabel 2. Tingkat kekuatan Nitrofurantoin berdasarkan pola resistensi jenis bakteri.13

Pada penelitian di Manipur, India yang dilakukan oleh Singh RM et al, sebanyak 313

bakteri gram negatif dan 127 bakteri gram positif yang telah resisten banyak obat (multidrug-

resistant/MDR) dari 3,780 spesimen urin porsi tengah dengan gambaran klinis infeksi saluran

kemih sejak Juli 2013 hingga Desember 2014 (tabel 2), didapatkan tingkat sensitivitas tertinggi

adalah pada bakteri methicillin-resistant S. aureus (MRSA) (95%) dan paling rendah adalah pada

bakteri extended spectrum beta-lactamase dengan metallo-beta-lactamases

(ESBL+MBLs)(20%).12

Tabel 3. Pola Sensitivitas bakteri gram negatif (n=313) dan gram positif (n=127).13

9

Kemudian proporsi sensitivitas isolat bakteri terhadap nitrofurantoin secara bermakna

lebih tinggi pada bakteri gram positif (90%) dibandingkan dengan bakteri gram negatif (58%) (p

< 0,001). Nitrofurantoin memiliki tingkat pola kekuatan membunuh bakteri yang lebih baik

dibandingkan gentamisin, ciprofloxacin, dan trimethoprim/sulfamethoxazole baik jenis bakteri

gram positif maupun bakteri gram negatif.12

Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhou A et al, di California, Amerika Serikat

menyatakan penggunaan vancomycin memiliki efek sinergistik yang kuat apabila digunakan

bersamaan dengan nitrofurantoin dibandingkan dengan cefoxitin, chloramphenicol,

ciprofloxacin, clindamycin, erythromycin, streptomycin, tetracycline, atau tobramycin. Seperti

kita ketahui vancomycin hanya memliliki spektrum bakteri gram positif, namun efek sinergistik

yang kuat dari kombinasi dengan nitrofurantoin dapat membunuh bakteri gram negatif. Hal ini

telah diujicobakan pada bakteri tipe Wild Type E. coli dimana dengan konsentrasi vancomycin

yang sangat rendah (12,5 µg/ml).13

Profile Keamanan

Nitrofurantoin secara garis beras merupakan obat yang aman. Pemakaian keseluruhan

setelah lebih dari 3 dekade menunjukkan sangat sedikit sekali efek samping yang dilaporkan

hingga kurang dari 0,001% berdasarkan keseluruhan pemakaian terapi. Namun, reaksi tambahan

dapat dialami dan berhubungan dengan pemakaian jangka panjang, termasuk diantaranya

gangguan gastrointestinal, erupsi kulit, gangguan hematologi, defek neurologis, hepatotoksik,

komplikasi pulmonal, dan gangguan lainnya.4

Gangguan gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah) merupakan efek samping yang

paling sering. Gejala tersebut muncul pada minggu pertama terapi dan upaya telah dilakukan

dalam menurunkan frekuensi gejala tersebut dengan mengubah ukuran kristal nitrofurantoin,

sehingga dapat memodifikasi absorpsi. Erupsi kulit, yang terdiri dari lesi makular,

makulopapular atau urtikaria, merupakan efek samping kedua yang paling sering dari

nitrofurantoin. Anemia hemolitik pada pasien dimana pada sel darah merah tersebut mengalami

defisiensi enzim glukoa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan salah satu komplikasi

hematologik yang terjadi dalam pemakaian nitrofurantoin. Efek samping yang serius terhadap

nitrofurantoin adalah neuropati perifer.4

10

Nitrofurantoin-induced hepatotoksik merupakan kejadian yang langka dan biasanya

bersifat reversibel setelah dilakukan penghentian pemakaian. Namun, nitrofurantoin-induced

reaksi pulmonal terjadi pada ratusan pasien. Reaksi ini di klasifikasikan kedalam bentuk akut,

subakut, dan kronik. Gambaran klasik reaksi akut sindroma pulmonal memiliki karakteristik

demam yang tiba-tiba, menggigil, batuk, mialgia, dan sesak nafas. Reaksi ini muncul dalam

hitungan jam hingga minggu setelah menelan obat. Reaksi subakut pulmonal dari nitrofurantoin

biasanya muncul setelah 1 bulan paparan dari obat tersebut dan memiliki karakteristik batuk

persisten dan progresif, sesak nafas, orthopnea dan demam. Reaksi kronik pulmonal dari

nitrofurantoin berhubungan dengan gejala batuk dan sesak nafas yang tersembunyi (tidak

spesifik). Perlu adanya penekanan bahwa potensi terjadinya toksisitas pulmonal dapat bersifat

reversibel jika diketahui sejak dini.4

Insidensi dari efek samping tersebut sangat sulit untuk dipastikan, dan hal tersebut dapat

bersifat sama (atau kurang) dengan seperti contohnya diare akibat pemakaian lama dari beta

laktam atau fluorokuinolon atau erupsi kulit alergi akibat pemakaian

trimethoprim/sulfamethoxazole. Saat literatur medis menyatakan nitrofurantoin ama digunakan

selama trimester pertama kehamilan, lalu muncul perhatian baru tentang hubungan antara

malformasi kongenital dengan pemakaian nitrofurantoin selama trimester pertama. Dalam

dekade terakhir, beberapa studi menghubungkan peningkatan resiko terjadinya enophtalmia,

malformasi kardiovaskular, bibir sumbing, dan anomali tulang tengkorak. Namun, studi yang

lebih lanjut menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara nitrofurantoin dengan peningkatan

resiko teratogenik. Goldberg et al, mendukung hal tersebut dimana penggunaannya dalam

trimester pertama dalam mengobati infeksi saluran kemih, tidak ditemukan adanya resiko

teratogenik pada studi besar kohort. Sebagaimana kita ketahui, nitrofurantoin tidak melewati

plasenta.4,14

Dosis dan Indikasi

Nitrofurantoin tersedia dalam bentuk kapsul dan suspensi oral, namun tidak tersedia

dalam bentuk injeksi. Nitrofurantoin memiliki beberapa jenis sediaan dosis, yaitu makrokristalin

50 mg, makrokristalin 100 mg, makrokristalin 25 mg, makrokristalin-monohidrat 100 mg, dan

suspensi oral makrokristalin 25 mg/5 mL. Untuk keadaan infeksi saluran kemih dosis dewasa

digunakan sebanyak 50 - 100 mg, 4 kali sehari atau 5 – 7 mg/kgBB/hari selama 1 minggu atau

11

setidaknya 3 hari setelah urin dinyatakan steril. Dosis untuk penggunaan profilaksis infeksi

saluran kemih, diberikan 50 - 100 mg oral sekali sehari sebelum tidur.15

Penelitian oleh Stein GE, tahun 1999 di Michigan, Amerika Serikat, membandingkan

penggunaan 3 gram fosfomisin dosis tunggal dengan 100 mg nitrofurantoin selama 7 hari pada

wanita dengan infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, menunjukkan tingkat kesembuhan

bakteriologis sebesar 78% dibanding 86% untuk fosfomisin dibanding nitrofurantoin (p=0,02).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Iravani A et al, pada tahun yang sama di Florida, Amerika

Serikat, menyatakan bahwa penggunaan ciprofloxacin dosis rendah 100 mg dua kali sehari

selama 3 hari memiliki kemampuan yang ekuivalen secara klinis dan bakteriologis dengan

penggunaan cotrimoxazole 960 mg dua kali sehari dan juga penggunaan nitrofurantoin 100 mg

dua kali sehari selama 7 hari. Brumfitt W dan Hamilton-Miller JMT pada tahun 1998 di London,

Inggris pada penelitiannya menyatakan bahwa penggunaan nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur

sebagai profilaksis terjadinya infeksi saluran kemih yang rekuren dalam jangka panjang selama

12 bulan terbukti efektif, aman dan tidak mahal.16-18

Meta analisis dan sistematik review yang dilakukan oleh Huttner A et al tahun 2015,

menyatakan bahwa nitrofurantoin digunakan sebagai terapi lini pertama, dan memiliki efikasi

klinis yang ekuivalen terhadap trimethoprim/sulfamethoxazole, ciprofloxacin dan amoxicillin,

walaupun secara mikrobiologis sedikit lebih baik obat lain dibanding nitrofurantoin.

Nitrofurantoin mencapai kadar konsentrasi terapeutik hanya di saluran kemih bagian bawah,

sehingga membatasi indikasi penggunaannya hanya pada saluran kemih bagian bawah. Durasi

penggunaannya minimal selama 5 hari untuk mendapatkan efikasi yang optimal.2

KESIMPULAN

Nitrofurantoin adalah obat yang sangat lama sejak 70 tahun yang lalu telah ada, dan

sempat terhenti penggunaannya. Namun pada akhir tahun 90-an penggunaannya semakin marak

kembali. Keadaan resistensi antibiotik pada saat ini dan tidak ada munculnya antibiotik yang

baru membuat perhatian kita kembali melihat nitrofurantoin sebagai terapi infeksi saluran kemih.

Resistensi nitrofurantoin yang tidak berubah sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini, dan

profil keamanan yang baik menjadikan nitrofurantoin sebagai obat pilihan untuk profilaksis dan

pengobatan infeksi saluran kemih bagian bawah selama bertahun-tahun. Dalam era mikrobiologi

sekarang yang cenderung banyak bakteri MDR, peran nitrofurantoin sangat krusial.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Guay DR. An Update on the Role of Nitrofurans. Drugs 2001; 61 (3): 353-364

2. Huttner A, Verhaegh EM, Harbarth S, Muller AE, Theuretzbacher U, Mouton JW.

Nitrofurantoin revisited: a systematic review and meta-analysis of controlled trials. J

Antimicrob Chemother 2015; 1-9

3. Tjay TH, Rahardja K. Dasar - dasar umum. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan

efek-efek sampingnya. Elex Media Komputindo 2007; ed 6: 7

4. Munoz-Davila MJ. Role of Old Antibiotics in the Era of Antibiotic Resistance. Highlighted

Nitrofurantoin for the Treatment of Lower Urinary Tract Infections. Antibiotics 2014; 3: 39-

48.

5. Horton JM. Urinary Tract Agents: Nitrofurantoin, Fosfomycin, and Methenamine. Mandell,

Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases 2015; ed 8th, Vol 1:

447–451.

6. Cunha BE. Nitrofurantoin Current Concepts. Urology 1988; Vol XXXII (1): 67-71.

7. Zykova IN, Sundsfjorda A, Smarbrekkec L, Samuelsena O. The antimicrobial activity of

mecillinam, nitrofurantoin, temocillin and fosfomycin and comparative analysis of

resistance patterns in a nationwide collection of ESBL-producing Escherichia coli in

Norway 2010–2011. Infectious Diseases 2015; 1–9

8. Istanto T. Faktor risiko, pola kuman dan tes kepekaan antibiotik pada penderita infeksi

saluran kemih di RS dr. Kariadi semarang tahun 2004 – 2005. Universitas Diponegoro 2006.

9. Dhanardhono T. Risk Factors Associated With Urinary Tract Infection In Geriatric And Its

Microbiologic Characteristics. Universitas Diponegoro 2006.

10. Subandiyah K. Bacterial Etiologic Agents Of Urinary Tract Infections In Children At Saiful

Anwar Hospital, Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XX, No. 2, Agustus 2004; 57-

61

11. Djunaedi D. Types Of Bacteria And Their Sensitivity To Antibiotics In Cases Of

Nosocomial Infection Attributable To Catheter Insertion In Rssa Malang During The Period

Of November 2000 – March 2001. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXII, No. 3,

Desember 2006; 97-100

13

12. Singh RM, Devi MU, Singh KL, Singh HL, Keisham C, Singh KH. Evaluation of

nitrofurantoin activity against the urinary isolates in the current scenario of antimicrobial

resistance. Ann. of Trop. Med. and Pub. Health. 2015: 8 (6); 280-285.

13. Zhou A, Kang TM, Yuan J, et al. Synergistic Interactions of Vancomycin with Different

Antibiotics against Escherichia coli: Trimethoprim and Nitrofurantoin Display Strong

Synergies with Vancomycin against Wild-Type E. coli. Antimicrobial Agents and

Chemotherapy. 2015;59(1): 276-281.

14. Goldberg, O.; Koren, G.; Landau, D.; Lunenfeld, E.; Matok, I.; Levy, A. Exposure to

nitrofurantoin during the first trimester of pregnancy and the risk for major malformations. J.

Clin. Pharmacol. 2013; 53: 991–995.

15. Nitrofurantoin Dosage Guide with Precautions – Available at : Drugs.com. Accessed at 27

April 2016.

16. Stein GE. Comparison of Single-Dose Fosfomycin and a 7-Day Course of Nitrofurantoin in

Female Patients with Uncomplicated Urinary Tract Infection. Clin. Therap. 1999: 21(11);

1864-72.

17. Iravani A, Klimberg I, Briefer C, Munera C, Kowalsky SF. A trial comparing low-dose,

short-course ciprofloxacin and standard 7 day therapy with co-trimoxazole or nitrofurantoin

in the treatment of uncomplicated urinary tract infection. J. Antimicrob Chemo. 1999: 43,

Suppl. A; 67–75.

18. Brumfitt W, Hamilton-Miller JMT. Efficacy dan safety profile of long-term ntirofurantoin in

urinary infection: 18 years’ experience. J. Antimicrob Chemo. 1998: 42; 363-71