FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA ......kontrol, takut tidak mampu mengatasi masalah,...

31
LEVEL KECEMASAN PADA PRIA DAN WANITA YANG MENJALANI LONG DISTANCE RELATIONSHIP OLEH VERNANDA DINARSARI 802013 027 TUGAS AKHIR Ditujukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Progam Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

Transcript of FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA ......kontrol, takut tidak mampu mengatasi masalah,...

  • LEVEL KECEMASAN PADA PRIA DAN WANITA YANG

    MENJALANI LONG DISTANCE RELATIONSHIP

    OLEH

    VERNANDA DINARSARI

    802013 027

    TUGAS AKHIR

    Ditujukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari

    Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Progam Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2018

  • LEVEL KECEMASAN PADA PRIA DAN WANITA YANG

    MENJALANI LONG DISTANCE RELATIONSHIP

    Vernanda Dinarsari

    Aloysius L.S Soesilo

    Progam Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2018

  • i

    Abstrak

    Penelitian komparatif ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

    level kecemasan pada pria dan wanita yang menjalani Long Distance

    Relationship. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan

    level kecemasan antara pria dan wanita yang menjalani Long Distance

    Relationship. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 70 orang yang terdiri dari 35

    orang pria dan 35 orang wanita dengan menggunakan teknik snowball sampling.

    Metode pengumpulan data menggunakan skala Long Distance Relationship yang

    disusun oleh peneliti, dan skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang

    dimodifikasi oleh peneliti. Teknik analisa yang dipakai adalah teknik Mann-

    Whitney, hasilnya diperoleh uji beda sebesar 0,186 pada variabel Kecemasan dan

    0,290 pada variabel Long Distance Relationship. Kedua hasil ini menunjukkan

    bahwa p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan level kecemasan pada pria dan

    wanita yang menjalani Long Distance Relationship.

    Kata Kunci: Kecemasan, Long Distance Relationship.

  • ii

    Abstract

    This comparative research has a purpose to finding out whether there are any

    differences of anxiety level between male and female who had a Long Distance

    Relationship or not. The hyphothesis which submitted in this research is about the

    differences between male and female that had a Long Distance Relationship. The

    subject of this research was 70 persons, consisting 35 males and 35 females who

    were taken by using snowball sampling technique. In collecting data that

    supporting this research, the writer using Long Distance Relationship scale

    method which designed by researchers, and Hamilton Anxiety Scale (HARS)

    modified by researchers. The datas were analyzed by Mann-Whitney technique;

    so that, the researchers enlist the difference test; 0,186 in anxiety variable and

    0,290 in Long Distance Relationship. Both of this results showing that p > 0,05

    which means there are no differences of anxiety level between male and female

    who had Long Distance Relationship.

    Keywords: Anxiety, Long Distance Relationship.

  • 1

    PENDAHULUAN

    Sebagian besar hidup individu dihabiskan dalam berinteraksi

    dengan orang lain (Rowe dalam Baron & Bryne, 2004). Baumeister dan

    Leary (dalam Baron & Bryne, 2004) menjelaskan bahwa kebutuhan untuk

    membina hubungan dengan orang lain dan mendapat penerimaan menjadi

    hal yang mendasar bagi kebutuhan psikologis tiap individu. Myers (2012),

    menyebutkan bahwa kehidupan setiap individu yang selalu saling

    bergantung, menempatkan hubungan sebagai pusat eksistensi individu.

    Sedangkan Miller dan Perlman (2009) memiliki pendapat bahwa

    hubungan dengan orang lain adalah aspek utama dari kehidupan seorang

    individu yang dapat menimbulkan kebahagiaan besar ketika hubungan

    tersebut berjalan dengan baik, tapi juga sebaliknya, dapat menimbulkan

    kesedihan luar biasa ketika hubungan itu memburuk. Myers (2012) juga

    mengatakan bahwa ada berbagai bentuk hubungan sosial, salah satunya

    hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Selain itu manusia

    memiliki kebutuhan untuk memiliki serta terhubung dengan orang lain

    dalam hubungan yang erat dan saling menguatkan.

    Membina hubungan dengan lawan jenis menjadi tugas psikososial

    pada tahap perkembangan dewasa muda (Papalia, Olds, & Feldman,

    2007). Menurut Erikson (dalam Upton, 2012) individu yang termasuk

    dalam usia dewasa muda memiliki rentang usia dari 19-40 tahun. Menurut

    Santrock (2002) individu yang termasuk dalam tahap perkembangan

    dewasa awal memiliki tugas perkembangan salah satunya adalah memilih

    pasangan hidup. Menurut Nisa dan Sedjo (dalam Irawati, 2015) proses

  • 2

    membentuk dan membangun relasi personal dengan lawan jenis ini dapat

    berlangsung melalui apa yang biasa disebut sebagai hubungan pacaran.

    Saxton (dalam Khoman & Meilona, 2008) menjelaskan bahwa

    hubungan pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan dan

    meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan

    oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis). Karsner

    (dalam Khoman & Meilona, 2008) mengatakan ada empat komponen

    penting dalam hubungan pacaran, yaitu: saling percaya (trust each other),

    komunikasi (communicate your-self), keintiman (keep the romance alive),

    dan meningkatkan komitmen (increase commitment).

    Hampton (2014) membagi hubungan pacaran berdasarkan jarak

    menjadi dua tipe yaitu hubungan pacaran lokal (proximal relationship) dan

    hubungan pacaran jarak jauh (long distance relationship). Proximal

    relationship dijelaskan sebagai hubungan pacaran dimana pasangan yang

    menjalin hubungan ini berada dalam satu lokasi atau satu kota sehingga

    memungkinkan bagi mereka untuk bertemu dan bertatap muka secara

    intens. Sedangkan long distance relationship diartikan sebagai hubungan

    pacaran jarak jauh karena pasangan yang menjalin hubungan pacaran

    berada pada dua lokasi yang berbeda, seperti berbeda kota, provinsi, pulau,

    atau bahkan negara. Suwito (2013) memaparkan bahwa pasangan Long

    Distance Relationship (LDR) melakukan perjalanan untuk bertemu,

    seringkali dalam beberapa hari atau bahkan beberapa jam, kemudian

    kembali berpisah untuk jangka waktu tertentu.

  • 3

    Lydon, Pierce, O’Regan, dan Knox (dalam Skinner, 2005)

    menyebutkan bahwa mereka menggunakan jarak 200 mil (320 km) atau

    lebih. Sementara Schwebel, Dunn, Moss, dan Renner (dalam Skinner,

    2005) menjelaskan bahwa jarak 50 mil atau sekitar 75 km setidaknya

    cukup untuk mendefinisikan LDR. Namun Canary, Stafford, Hause, dan

    Wallace (dalam Suwito, 2013) mendefinisikan hubungan pacaran jarak

    jauh sebagai suatu hubungan dua individu tersebut tinggal di kota berbeda.

    Suwito (2013) menyimpulkan bahwa hubungan pacaran jarak jauh

    merupakan hubungan personal yang romantis yang dijalin oleh dua orang

    individu sebagai usaha untuk memenuhi tugas perkembangannya namun

    berada pada dua lokasi yang berbeda, baik berbeda kota, pulau, maupun

    negara.

    Menurut Stafford dan Merolla (dalam Merolla, 2012) hambatan

    yang mendasar pada pasangan LDR adalah kebebasan dalam

    berkomunikasi dan frekuensi pertemuan tatap muka yang minim.

    Komunikasi tatap muka yang intensif diperlukan untuk mendalami dan

    lebih mengenal karakter masing-masing pasangan serta percakapan kecil

    sehari-hari dibutuhkan untuk kelangsungan sebuah hubungan karena pada

    dasarnya, percakapan dengan kualitas penting seperti penyelesaian konflik,

    rencana masa depan, dan masalah pribadi akan lebih nyaman untuk

    dibicarakan dengan kondisi tatap muka. Namun pada kenyataannya

    pasangan yang menjalani hubungan LDR ini hanya mampu mengandalkan

    alat komunikasi untuk menjaga kedekatan mereka. Kondsi berjauhan

    inilah yang terkadang bisa menimbulkan rasa cemas pada salah satu pihak

  • 4

    atau bahkan kedua pihak. Kecemasan sendiri menurut Ramaiah (2003)

    adalah reaksi yang ditunjukkan terhadap bahaya yang memperingatkan

    orang dari dalam secara naluriah bahwa ada bahaya dan orang yang

    bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi tertentu dan

    menimpa hampir semua orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya.

    Menurut Hurlock (1999) kecemasan datang dari perasaan tidak mampu

    menghadapi tantangan hidup, tidak adanya kepastian tentang apa yang

    dihadapi dan adanya kurang rasa percaya pada diri sendiri. Chaplin (1999)

    menjelaskan bahwa kecemasan merupakan bentuk ketakutan pada hal-hal

    yang dirasakan sebagai ancaman individu. Dalam menghadapi kecemasan

    biasanya individu akan nampak gelisah, khawatir, dan kurang percaya diri.

    Berdasarkan pengertian yang sudah disebutkan di atas, maka dapat ditarik

    kesimpulan bahwa kecemasan adalah sebuah reaksi sebagai bentuk

    ketakutan, kekhawatiran, dan kegelisahan yang ditunjukkan oleh seorang

    individu saat menghadapi keadaan yang sekiranya dapat mengancam.

    Clark (2010) menyebutkan empat aspek sebagai penanda

    kecemasan, yaitu:

    1. Aspek afektif

    Ciri afektif dari kecemasan merupakan perasaan seseorang yang

    mengalami kecemasan, seperti gugup, tersinggung, takut, tegang,

    gelisah, tidak sabar, atau kecewa.

    2. Aspek fisiologis

    Ciri fisiologis merupakan ciri dari kecemasan yang terjadi di fisik

    seseorang seperti peningkatan denyut jantung, sesak napas, napas cepat,

  • 5

    nyeri dada, sensasi tersedak, pusing, berkeringat, kepanasan, menggigil,

    mual, sakit perut, diare, gemetar, kesemutan atau mati rasa di lengan

    atau kaki, lemas, pingsan, otot tegang atau kaku, dan mulut kering.

    3. Aspek kognitif

    Ciri kognitif merupakan ciri yang terjadi dalam pikiran seseorang saat

    merasakan kecemasan. Ciri ini dapat berupa takut akan kehilangan

    kontrol, takut tidak mampu mengatasi masalah, takut evaluasi negatif

    oleh orang lain, adanya pengalaman yang menakutkan, adanya persepsi

    tidak nyata, konsentrasi rendah, kebingungan, mudah terganggu,

    rendahnya perhatian, kewaspadaan berlebih terhadap ancaman, memori

    yang buruk, kesulitan dalam penalaran, serta kehilangan objektivitas.

    4. Aspek perilaku

    Ciri perilaku dari kecemasan tercermin dari perilaku individu saat

    mengalami kecemasan, seperti menghindari situasi atau tanda yang

    mengancam, melarikan diri, mencari keselamatan, mondar-mandir,

    terlalu banyak bicara, terpaku, diam, atau sulit berbicara.

    Rasa cemas yang dialami setiap orang, khususnya pasangan yang

    sedang menjalani hubungan jarak jauh sudah pasti berbeda. Menurut Stuart

    dan Sundeen (2007) tingkat kecemasan dibagi menjadi empat, yaitu:

    a. Kecemasan ringan

    Merupakan kecemasan yang normal, meningkatkan motivasi

    sehingga dapat menyiapkan untuk bertindak, rangsangan siap

    diinternalisasi, motivasi individu dalam kehidupan, individu

    mampu memecahkan masalah secara efektif.

  • 6

    b. Kecemasan sedang

    Individu mengalami lapang persepsi yang menyempit, belajar

    dengan arahan orang lain, rangsang luar tidak mampu diterima tapi

    sangat memperhatikan hal-hal yang menjadi pusat perhatian.

    c. Kecemasan berat

    Pusat perhatian detail dan kecil, lapang persepsi sangat kurang dan

    individu tidak mampu memecahkan masalah dengan cara belajar.

    d. Panik

    Individu kacau sehingga berbahaya untuk diri dan orang, tidak

    mampu bertindak, agitasi, dan hiperaktif.

    Myers (1983) menyebutkan bahwa perempuan lebih cemas akan

    ketidakmampuannya dibanding laki-laki. Maccoby & Jacklin (1974)

    menyatakan bahwa lebih jauh lagi, dalam berbagai studi kecemasan secara

    umum, perempuan lebih cemas daripada laki-laki.

    Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji

    dalam penelitian ini adalah seberapa besar level kecemasan yang dialami

    oleh pria dan wanita yang sedang menjalin hubungan jarak jauh (Long

    Distance Relationship).

    Hipotesis

    Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang dikemukakan,

    maka hipotesis dari penelitian ini adalah “ada perbedaan level kecemasan

    antara pria dan wanita yang menjalani hubungan long distance

    relationship”.

  • 7

    METODE

    Partisipan

    Subjek dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang masih

    berstatus sebagai mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana dan

    berumur 19-30 tahun yang sedang menjalani hubungan jarak jauh atau

    Long Distance Relationship. Dengan menggunakan teknik snowball

    sampling, peneliti pada akhirnya memperoleh sampel sebesar 70 sampel

    dengan jumlah pria dan wanita yang seimbang. Pemilihan patisipan

    dengan memperhatikan karakeristik yang dikemukan oleh Guldner

    (2003):

    a. Memiliki pasangan yang tinggal di daerah atau kota yang berbeda

    dengan jarak lokasi minimal ± 50 km atau 30 mil.

    b. Mengalami pertemuan dengan pasangan minimal seminggu sekali

    hingga empat bulan sekali pertemuan. Namun dalam hal ini peneliti

    mengambil sampel penelitian bagi sampel yang mengalami pertemuan

    maksimal satu bulan sekali.

    Skala Pengumpulan Data

    Skala Long Distance Relationship disusun berdasarkan empat

    komponen penting dalam hubungan menurut Karsner (dalam Khoman &

    Meilona, 2008) yaitu: saling percaya, komunikasi, keintiman, dan

    meningkatkan komitmen. Hal ini didukung juga oleh oleh pendapat

    Stafford dan Reske (dalam Dargie, Blair, Goldfinger, & Pukall, 2015)

    yang menyebutkan empat komponen yang sama dalam berpacaran. Skala

  • 8

    ini akan dikembangkan sendiri oleh peneliti dan diukur dengan

    menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat kategori jawaban yaitu,

    “Sangat Sesuai” hingga “Sangat Tidak Sesuai”.

    Skala Kecemasan disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan

    menurut Clark (2010) yaitu aspek afektif, aspek fisiologis, aspek kognitif,

    dan aspek perilaku. Skala ini akan dikembangkan berdasarkan skala

    Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) milik Max Hamilton yang

    dimodifikasi dan diukur dengan menggunakan angket dengan skala Likert

    yang terdiri dari empat kategori jawaban yaitu, “Sangat Sesuai” hingga

    “Sangat Tidak Sesuai”.

  • 9

    HASIL PENELITIAN

    1. Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Oktober – 7 November

    2017 di lingkungan Universitas Kristen Satya Wacana. Sebelumnya

    peneliti melakukan survey dan dengan teknik snowball sampling

    peneliti memperoleh 70 subjek yang sedang menjalani hubungan Long

    Distance Relationship dengan mempertimbangkan pertimbangan

    jumlah pria dan wanita. Jumlah ini juga sejalan dengan teori Roscoe

    (dalam Sekaran, 2006) yang menjelaskan bahwa jika sampel dipecah

    ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya),

    ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori. Dari semua skala

    yang terkumpul, seluruhnya memenuhi persyaratan untuk diuji dalam

    penelitian ini.

    2. Analisis Deskriptif

    Analisa deskriptif digunakan untuk melihat hasil perhitungan nilai

    rerata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran

    skala kecemasan pada pria dan wanita yang menjalani hubungan Long

    Distance Relationship. Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil

    pengukuran kecemasan pada pria dan wanita yang menjalani hubungan

    Long Distance Relationship digunakan 4 kategori, yaitu “Tinggi”,

    “Sedang”, “Rendah”, dan “Sangat Rendah”.

    Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan, tampak pada skala

    Kecemasan pada pria sebanyak 71,43% atau 25 orang berada pada

  • 10

    katogeri rendah. Sedangkan skala Kecemasan pada wanita sebanyak 16

    orang atau 45,71% berada pada kategori rendah dan 45,71% pada karegori

    sedang. Pada skala Long Distance Relationship sebanyak 25 orang pria

    atau 71,43% berada pada kategori sedang. Skala Long Distance

    Relationship pada wanita, 65,71% atau 23 orang berada pada kategori

    sedang seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:

    Tabel 1

    Kategorisasi Pengukuran Kecemasan

    No Pria Interval Wanita

    N % N %

    1.

    0 0%

    Tinggi

    84,5 < x ≤ 104

    1 2,87%

    2.

    9 25,71%

    Sedang

    65 < x ≤ 84,5

    16 45,71%

    3.

    25 71,43%

    Rendah

    45,5 ≤ x ≤ 65

    16 45,71%

    4.

    1 2,86%

    Sangat Rendah

    26 ≤ x ≤ 45,5

    2 5,71%

    35 100% Jumlah 35 100%

    Mean = 60,71 SD = 8,76 Mean = 60,71 SD = 8,76

  • 11

    Tabel 2

    Kategorisasi Pengukuran Long Distance Relationship

    No Pria Interval Wanita

    N % N %

    1.

    8 22,86%

    Tinggi

    84,5 < x ≤ 104

    11 31,43%

    2.

    25 71,43%

    Sedang

    65 < x ≤ 84,5

    23 65,71%

    3.

    2 5,71%

    Rendah

    45,5 ≤ x ≤ 65

    1 2,86%

    4.

    0 0%

    Sangat Rendah

    26 ≤ x ≤ 45,5

    0 0%

    35 100% Jumlah 35 100%

    Mean = 79 SD = 8,62 Mean = 80,8 SD = 7,68

  • 12

    3. Pengujian Instrumen Penelitian

    a. Analisis Item

    Setelah dilakukan seleksi item, maka diperoleh hasil pada item

    Kecemasan terdapat 8 item tidak valid dan 26 item valid. Delapan item

    yang tidak valid adalah sebagai berikut: 2 dari aspek afektif, 1 item

    dari aspek fisiologis, 3 item dari aspek kognitif, 2 item dari aspek

    perilaku. Sedangkan pada skala Long Distance Relationship diperoleh

    6 item yang tidak valid dan 27 item valid. Enam item yang tidak valid

    tersebut adalah 2 item dari aspek saling percaya, 3 item dari aspek

    komunikasi, 1 item dari aspek keintiman.

    b. Uji Reliabilitas

    Dari hasil uji coba yang dilakukan, maka diperoleh hasil reliabilitas

    0,803 untuk variabel Kecemasan dan 0,760 untuk variabel Long

    Distance Relationship.

    4. Analisis Data

    4.1. Uji Asumsi

    a. Uji Normalitas

    Uji normalitas skor kecemasan pria dalam menjalani

    hubungan Long Distance Relationship diperoleh p sebesar 0,925,

    karena p > 0,05 maka distribusi skor kecemasan pria dalam

    menjalani hubungan Long Distance Relationship dikatakan normal.

    Uji normalitas skor kecemasan wanita dalam menjalani hubungan

    Long Distance Relationship diperoleh p sebesar 0,698, karena p >

  • 13

    0,05 maka distribusi skor kecemasan wanita dalam menjalani

    hubungan Long Distance Relationship dikatakan normal.

    b. Uji Homogenitas

    Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sampel-

    sampel dalam penelitian berasal dari populasi yang sama. Data

    dapat dikatakan homogen apabila nila p > 0,05. Dari perhitungan

    yang dilakukan diperoleh hasil bahwa varians tersebut tidak

    homogen karena nilai p < 0,05 sehingga peneliti menggunakan uji

    beda Mann Whitney sebagai pengganti dari uji-t.

    5. Uji Hipotesis

    Dalam uji Mann-Whitney, jika nilai signifikansi lebih kecil dari

    0,05 maka h0 ditolak. Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih besar dari

    0,05 maka h0 diterima. Berdasarkan dari uji Mann-Whitney pada variabel

    Long Distance Relationship tidak ditemukan perbedaan kualitas Long

    Distance Relationship dengan hasil uji beda sebesar 0,290. Pada variabel

    Kecemasan diperoleh uji beda sebesar 0,186 yang berarti tidak ada

    perbedaan kecemasan antara pria dan wanita yang menjalani hubungan

    Long Distance Relationship.

  • 14

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

    teknik uji beda Mann-Whitney yang dianalisa melalui program SPSS for

    Windows versi 16.0 terbukti bahwa hasil penelitian pengujian ini tidak

    sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan

    tingkat kecemasan antara pria dan wanita dalam menjalani hubungan Long

    Distance Relationship. Perbedaan jenis kelamin ternyata tidak membuat

    tingkat kecemasan antara pria dan wanita berbeda ketika sedang menjalani

    hubungan Long Distance Relationship. Hal ini dapat diketahui dari hasil

    uji Mann-Whitney, diperoleh hasil sebesar 0,186 pada variabel Kecemasan

    dan 0,290 pada variabel Long Distance Relationship. Berdasarkan nilai

    yang diperoleh, maka berarti H0 ditolak (p < 0,05).

    Menurut Rachmawati (2007), hubungan Long Distance

    Relationship atau sering dikenal dengan LDR dipandang banyak orang

    sulit untuk menjalaninya karena banyak stigma negatif tentang hubungan

    ini yang membuat takut seperti perselingkuhan sehingga banyak orang

    merasa cemas sehingga hubungan mereka harus terputus atau sengaja

    diputuskan. Pendapat lain mengenai penyebab gagalnya hubungan jarak

    jauh adalah biasanya pada tempat yang baru, individu berkenalan dengan

    orang-orang baru yang menarik sehingga ia memutuskan pacarnya (Opel

    dalam Rachmawati, 2007). Purba dan Siregar (2006) juga mengatakan

    bahwa hubungan LDR sangat rawan akan konflik, serta dapat memicu

    stress baik secara biologis maupun psikologis. Kecemasan sendiri

  • 15

    merupakan suatu keadaan fisiologis dari tubuh dalam menghadapi situasi

    tertentu, tetapi kecemasan juga dapat berubah menjadi gangguan apabila

    berlebihan dan tidak sebanding dengan situasi (Bachri, Cholid, & Rochim,

    2017).

    Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Diah (2010) mengatakan

    bahwa individu yang menjalin hubungan jarak jauh lebih sering dilanda

    rasa cemburu dan khawatir pasangannya menyukai atau disukai oleh orang

    lain, sehingga muncul kesalahpahaman dan menurunnya kepercayaan. Hal

    ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Gayle, Thabitha, dan

    Nugraheni (2012) menemukan bahwa konflik yang sering dihadapi

    pasangan pacaran jarak jauh diakibatkan oleh faktor kecemburuan serta

    kecurigaan pada pasangan.

    Namun pada penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan tingkat

    kecemasan antara pria dan wanita yang menjalani hubungan Long

    Distance Relationship. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 25 orang

    sampel pria berada pada tingkat kecemasan yang rendah,. Sedangkan 16

    orang wanita berada tingkat kecemasan rendah dan 16 orang berada pada

    tingkat kecemasan sedang. Walaupun hasil di beberapa indikator yang

    menunjukkan kecemasan pada kuisioner yang diberikan terdapat angka

    yang tinggi baik pada pria dan wanita, seperti pada indikator tidak

    bersikap posesif, juga pada aspek afektif pada kecemasan yang

    menunjukkan kegelisahan saat pasangan tidak memberi kabar, juga

    dengan rasa takut bila ternyata pasangannya tidak setia. Beberapa

    responden yang memberikan skor yang tinggi pada indikator yang

  • 16

    menunjukkan tentang kepercayaan, kejujuran dan keterbukaan. Responden

    lainnya menunjukkan hasil rendah pada beberapa aspek kecemasan seperti

    pada aspek fisiologis dan juga aspek kognitif.

    Hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Myers

    (1983) yang menyebutkan bahwa perempuan lebih cemas akan

    ketidakmampuannya dibanding laki-laki. Penelitian ini juga tidak sejalan

    dengan James (dalam Trismiati, 2004) yang mengatakan bahwa

    perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan

    daripada laki-laki. Penelitian ini pun tidak sependapat dengan penelitian

    Kaplan dan Sadock (2005) menyatakan bahwa kecemasan terjadi lebih

    banyak pada wanita. Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang tinggi

    karena akibat dari reaksi saraf otonom yang berlebihan dengan naiknya

    sistem simpatis, naiknya norepineprin, terjadi peningkatan pelepasan

    kotekalamin, dan adanya gangguan regulasi serotonergik yang abnormal.

    Tidak adanya perbedaan yang signifikan pada perbedaan tingkat

    kecemasan pada pria dan wanita yang menjalani hubungan Long Distance

    Relationship ini didukung oleh Dainton dan Aylor (dalam Nantasia, 2016)

    yang menyatakan bahwa hubungan jarak jauh yang memiliki komunikasi

    yang baik sekaligus adanya kontak face to face akan memiliki kepercayaan

    dan tidak mengalami ketidakpastian. Dengan adanya kepercayaan, maka

    tingkat kecemasan pun akan berkurang. Tidak hanya itu, individu

    memiliki tingkat kecemasan yang rendah karena mereka memliki

    komitmen yang kuat (Nantasia, 2016). Hal ini juga didukung oleh

    Dharmawijati (2016) yang menyatakan bahwa individu yang berpacaran

  • 17

    jarak jauh juga tetap bisa mempertahankan komitmennya walaupun sedang

    menjalani hubungan jarak jauh dan meyakini pasangannya mampu

    melebihi orang lain. Selain itu, dewasa ini kemajuan teknologi seperti

    sosial media sudah memungkinkan para pasangan Long Distance

    Relationship untuk bekomunikasi atau bahkan bertatap muka. Hal ini bisa

    membuat jarak yang jauh dan frekuensi pertemuan yang rendah bisa

    teratasi.

  • 18

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka

    didapatkan kesimpulan yaitu:

    1. Tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan pada pria dan wanita yang

    menjalani hubungan Long Distance Relationship di lingkungan Universitas

    Kristen Satya Wacana.

    2. 25 orang pria memiliki tingkat kecemasan rendah, 16 wanita berada di tingkat

    kecemasan rendah, dan 16 wanita berada di tingkat kecemasan sedang.

    3. Hanya ada 1 orang wanita yang memili tingkat kecemasan yang tinggi,

    sedangkan tidak ada pria yang berada pada tingkat kecemasan yang tinggi.

    SARAN

    Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis

    menyarankan hal-hal sebagai berikut:

    1. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan dan mengembangkan

    disarankan untuk dapat melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih

    besar sehingga hasil yang didapatkan lebih dapat mewakili populasi. Selain itu,

    peneliti selanjutnya diharapkan dapat melengkapi penelitian tentang kecemasan

    dengan lebih mendalami faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam hubungan

    Long Distance Relationship. Selain itu peneliti selanjutnya bisa menggali

    informasi lebih dalam tentang berapa lama subjek menjalin hubungan jarak

    jauh, dan sejauh mana jarak yang subjek dan pasangannya hadapi.

    2. Bagi mahasiswa yang menjalani hubungan Long Distance Relationship, dalam

    menjalani hubungan jarak jauh agar tidak cepat mengambil keputusan sendiri

  • 19

    dan curiga terhadap pasangan. Juga harus berpikir dengan kepala dingin saat

    terjadi konflik agar tidak gegabah dalam menentukan keputusan yang mungkin

    akan membuat diri sendiri menjadi cemas.

  • 20

    DAFTAR PUSTAKA

    Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

    Bachri S., Cholid Z., & Rochim A. (2017). Perbedaan tingkat kecemasan pasien

    berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengalaman

    pencabutan gigi di RSGM FKG Universitas Jember. E-Jurnal Pustaka

    Kesehatan, 5(1): 138-144.

    Baron, R.A., & Bryne, D.E. (2004). Psikologi sosial (Edisi ke-10). Jakarta.

    Erlangga.

    Chaplin, J.P. (1999). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

    Clark, D. A. (2010). Cognitive therapy of anxiety disorders: science and practice.

    New York: Guilford Publication.

    Darajat, Z. (1990). Kesehatan mental. Jakarta: Haji Mas Agung.

    Dargie, E., Blair, K.L., Goldfinger. C., & Pukall, C.F. (2015). Go long! predictors

    of positive relationship outcomes in long-distance relationship. Journal

    of Sex & Marital Therapy, 41(2), 181-202. Dalam:

    http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=32e1406f-

    89c8-474d-82b9-26f85f7c9a66%40sessionmgr102&vid=0&hid=124

    (diakses pada 13 Oktober 2016, 10:43 WIB)

    Dharmawijati, D.R. (2016). Komitmen dalam berpacaran jarak jauh pada wanita

    dewasa awal. Jurnal Psikologi, 4(2), 237-248.

    Diah, M.F. (2010). Perbedaan problem focused coping dalam menghadapi

    masalah pada pria dan wanita yang menjalani pacaran jarak jauh di

    masa dewasa awal. Skripsi yang tidak diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas

    Psikologi Sanata Dharma.

    Eka. A.R. (2012). Hubungan tingkat kecemasan dengan keberhasilan memberikan

    obat melalui infus pada mahasiswa FIK UI angkatan 2010. Skripsi yang

    tidak diterbitkan. Depok: Fakultas Ilmu Kepertawatan Universitas

    Indonesia. Dalam: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20301345-

    S42018-Angelina%20Roida%20Eka.pdf

    Gayle, Thabitha N., & Nugraheni Y. (2010). Komunikasi antar-pribadi : strategi

    manajemen konflik pacaran jarak jauh. Jurnal Ilmiah Komunikasi, 1, 18-

    25. Dalam:

    http://download.portalgaruda.org/article.php?article=114071&val=5208

    (diakses pada tanggal 2 Mei 2018, 13.00 WIB).

    Guldner, G. T. (2003). Long distance relationship the complete guide. JFMilne

    Publications: United States of America.

    http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=32e1406f-89c8-474d-82b9-26f85f7c9a66%40sessionmgr102&vid=0&hid=124http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=32e1406f-89c8-474d-82b9-26f85f7c9a66%40sessionmgr102&vid=0&hid=124http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20301345-S42018-Angelina%20Roida%20Eka.pdfhttp://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20301345-S42018-Angelina%20Roida%20Eka.pdfhttp://download.portalgaruda.org/article.php?article=114071&val=5208

  • 21

    Hampton, JR. P. (2014). The effect od communication on satisfaction in long

    distance and proximal relationships of college students. Psychology

    Loyola University N.O.

    Hurlock, E. (1999). Psikologi perkembangan (Edisi 5). Jakarta. Erlangga.

    Irawati, I. (2015). Perbedaan keintiman pada mahasiswa UKSW yang menjalani

    hubungan pacaran long-distance relationship dan proximal relationship.

    Skripsi yang tidak diterbitkan. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas

    Kristen Satya Wacana.

    Kaplan, H.I. & Saddock, B.J. (2005). Sinopsis psikiatri (Edisi 8). Bina Rupa

    Aksara: Jakarta

    Khoman, M. & Meilona, R. (2008). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan

    trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Skripsi yang

    tidak diterbitkan. Sumatera Utara. Fakultas Psikologi Universitas

    Sumatera Utara dalam:

    http://reository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19766/4/Chapter%2011.p

    df (diakses pada tanggal 15 September 2016 , 09.21 WIB).

    Maccoby, E.M., & Jacklin, C.N. (1974). The psychology of sex differences.

    California: Stanford University Press.

    Merolla, A.J. (2012). Connecting here and there: a model of long-distance

    relationship maintance. Personal Relationships, 19, 775-795. Dalam:

    http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=2de4b39d-

    790b-4be1-b3de-d610ce5e2854%40sessionmgr101&vid=0&hid=124

    (diakses pada tanggal 13 Oktober 2016, 12:22 WIB)

    Miller, R. S., & Perlman, D. (2009). Intimate relationship (5th edition). Mc-Graw

    Hill.

    Myers, D. G. (2012). Psikologi sosial (Buku 2, Edisi 10). Jakarta: Salemba

    Humanita.

    Nantasia, T. (2016). Perbedaan trust pasangan yang menjalin hubungan jarak

    jauh ditinjau dari status perkawinan. Skripsi yang tidak diterbitkan.

    Fakultas Psikologi: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam:

    http://eprints.ums.ac.id/46239/1/02.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

    (diakses pada tanggal 22 April 2018, 23.11 WIB).

    Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2007). Human development (10th

    edition). Inc New York: Mc-Graw Hill.

    Purba, H.R., & Siregar, H.R. (2006). Gambaran stres pada mahasiswa yang

    menjalani pacaran jarak jauh. Jurnal Psikologia, 2(2): 47-55.

    http://reository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19766/4/Chapter%2011.pdfhttp://reository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19766/4/Chapter%2011.pdfhttp://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=2de4b39d-790b-4be1-b3de-d610ce5e2854%40sessionmgr101&vid=0&hid=124http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=2de4b39d-790b-4be1-b3de-d610ce5e2854%40sessionmgr101&vid=0&hid=124http://eprints.ums.ac.id/46239/1/02.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

  • 22

    Rachmawati, N. (2007). Pengaruh status pacaran terhadap kesepian dan harga

    diri mahasiswa. Skripsi. yang tidak diterbitkan. Depok: Fakultas

    Psikologi Universitas Indonesia.

    Ramaiah, S. (2003). Kecemasan bagaimana mengatasi penyebabnya. Jakarta:

    Pustaka Populer Obor.

    Santrock, J.W. (2002). Life-span development: perkembangan masa hidup (edisi

    kelima). Jakarta: Erlangga.

    Sekaran, U. (2006). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.

    Skinner, B. (2005). Perceptions of College Students in Long Distance

    Relationship. Journal of Undergraduate Research 7, 1-5.

    Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. (2007). Buku saku keperawatan jiwa (Edisi 5).

    Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Suwito, L. D. (2013). Hubungan komitmen dalam berpacaran dengan subjective

    well-being pada mahasiswa UKSW Salatiga yang menjalani hubungan

    pacaran jarak jauh. Skripsi yang tidak diterbitkan. Salatiga: Fakultas

    Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

    Upton, P. (2012). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.