FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR …digilib.unila.ac.id/27156/2/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR …digilib.unila.ac.id/27156/2/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH LAMA FERMENTASI DENGAN STARTER CAMPURANCAIRAN PIKEL DAN YEAST TERHADAP KARAKTERISTIK
MIE UBI JALAR PUTIH
(Skripsi)
Oleh
Hesti Yulianti
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
ABSTRACT
THE EFFECT OF FERMENTATION TIME WITH MIXED OF PICKLEBRINE AND YEAST STARTER ON CHARACTERISTICS OF WHITE
SWEET POTATO NOODLE
By
Hesti Yulianti
ABSTRACT
The aims of this study were to (1) compare the physicochemical characteristics of
fermented white sweet potato flour noodle with the addition of mixed of pickle
brine – yeast starter and single starter of pickle brine and yeast, (2) figure out the
effect of fermentation time (0, 24, 48, 72, 96 hours) on characteristics of white
sweet potato noodle, (3) had best combination of starter and fermentation time to
produce white sweet potato noodle with the best sensory characteristic. This study
was arranged in complete randomized block design (CBRD) with two factors and
three replications. The first factor was fermentation starters : (1) pickle brine , (2)
yeast and (3) mixed of pickle - yeast and non-fermented fresh sweet potato as the
control. The second factor was fermentation time : 24 hours , 48 hours , 72 hours
and 96 hours. The homogenity of data was analyzed by Bartlett test and additifity
was tested by Tuckey test. ANOVA was used to know the effect of treatments.
Data then were further analyzed using orthogonal polynomial at 1% level. The
results showed that the fermentation treatment with addition of a mixed pickle
brine –yeast starter improved the quality of flour and sweet potato noodle. Longer
fermentation time had caused lower pH and whiter color of the flour, lower
cooking loss, shorter cooking time of the noodle. Overall the best treatment was
found in the mixed pickle brine – yeast starter fermented for 96 hours. The noodle
resulted from the best treatment had the characteristics of cooking loss (16,446%),
Hesti Yulianti
cooking time (3,267 minutes), whereas the flour was characterized as having pH
(3,720) and color score of 5 (white).
Keywords: fermentation time, fermented white sweet potato flour, mixed starter,noodle
ABSTRAK
PENGARUH LAMA FERMENTASI DENGAN STARTER CAMPURANCAIRAN PIKEL DAN YEAST TERHADAP KARAKTERISTIK
MIE UBI JALAR PUTIH
Oleh
Hesti Yulianti
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) membandingkan sifat fisikokimia mie tepung
ubi jalar putih terfermentasi dengan penambahan starter campuran cairan pikel –
yeast dan starter tunggal pikel atau yeast, (2) mengetahui pengaruh lama
fermentasi (0, 24, 48, 72, 96 jam) terhadap karakteristik mie ubi jalar putih, (3)
mengetahui starter fermentasi dan lama fermentasi yang tepat untuk menghasilkan
mie ubi jalar putih dengan karakteristik sensori terbaik. Penelitian disusun dalam
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan tiga kali
ulangan. Faktor pertama adalah jenis fermentasi yaitu dengan (1) starter pikel, (2)
starter yeast, (3) campuran starter pikel dan yeast dan sebagai kontrol adalah ubi
jalar segar yang tidak difermentasi. Faktor kedua adalah lama fermentasi yaitu 24
jam (L1), 48 jam, 72 jam, dan 96 jam. Data yang diperoleh diuji kesamaan
ragamnya dengan uji Bartlett dan keaditifitasan dengan uji Tuckey. Analisis sidik
ragam digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan, data
kemudian diuji lanjut menggunakan uji orthogonal polinominal pada taraf 1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi dengan penambahan
campuran cairan pikel dan starter yeast dapat memperbaiki kualitas tepung dan
mie ubi jalar. Semakin lama waktu fermentasi, telah menyebabkan pH yang lebih
rendah dan warna tepung yang lebih putih, kehilangan masak yang lebih kecil,
Hesti Yulianti
waktu memasak mie yang lebih singkat. Perlakuan terbaik secara keseluruhan
terdapat pada starter campuran cairan pikel dan yeast yang difermentasi selama 96
jam. Mie yang dihasilkan dari perlakuan terbaik memiliki karakteristik cooking
loss (16,446%), cooking time (3,267 menit), sedangkan karakteristik tepungnya
yaitu pH (3,720) dan skor warna 5 (putih).
Kata Kunci: Lama fermentasi, mie, starter campuran, tepung ubi jalar putihterfermentasi
PENGARUH LAMA FERMENTASI DENGAN STARTER CAMPURANCAIRAN PIKEL DAN YEAST TERHADAP KARAKTERISTIK
MIE UBI JALAR PUTIH
Oleh
Hesti Yulianti
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pringsewu pada tanggal 23 Juli 1995, sebagai anak bungsu
dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Hardi Setiawan dan Ibu Husniarty.
Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK
PTPN VII Bandar Lampung, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN 1
Sepang Jaya dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan pendidikan menengah di SMPN 8 Bandar Lampung, kemudian pada
tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikannya ke SMA Al-Azhar 3 Bandar
Lampung dan lulus tahun 2013. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun
2013 melalui jalur tes tertulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN).
Pada bulan Januari-Maret 2016, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
di Desa Agung Jaya, Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang
dengan tema “Implementasi Keilmuan dan Teknologi Tepat Guna dalam
Pemberdayaan Masyarakat dan Pembentukan Karakter Bangsa melalui Penguatan
Fungsi Keluarga (POSDAYA)”. Pada bulan Agustus 2016, penulis melaksanakan
Praktik Umum (PU) di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, Cabang
Lampung Lampung Selatan, khususnya dibagian Warehouse dan menyelesaikan
laporan PU yang berjudul “Mempelajari Proses Penanganan Pengemasan,
Penggudangan, serta Distribusi Mie Instan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur
Tbk, Cabang Lampung”.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dorongan baik itu langsung
maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Prof. Ir. Neti Yuliana, M.Si., Ph.D., selaku pembimbing pertama skripsi
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam pelaksanaan perkuliahan,
saran, nasihat, motivasi dan kritikan dalam penyusunan skripsi.
4. Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah banyak
memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan, saran, nasihat dan kritikan
dalam penyusunan skripsi.
5. Dr. Dra. Maria Erna Kustyawati, M.Sc., selaku penguji yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi
ini.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan wawasan kepada
penulis selama kuliah.
7. Keluargaku tercinta (Bapak, Ibu, Bang Iyan, Bang Teta dan Mbak Lisma)
yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan yang selalu menyertai
penulis dalam doanya untuk melaksanakan dan menyelesaikan skripsi.
Penulis sangat menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan dapat
memberikan manfaat bagi penulis pribadi dan bagi para pembaca.
Bandar Lampung, Mei 2017
Hesti Yulianti
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 4
1.3 Kerangka Pemikiran....................................................................... 4
1.4 Hipotesis ........................................................................................ 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Jalar ......................................................................................... 8
2.2 Tepung Ubi Jalar............................................................................ 11
2.3 Fermentasi Bakteri Asam Laktat ................................................... 14
2.4 Fermentasi Starter Pikel................................................................. 16
2.5 Fermentasi Starter Saccharomyces cerevisiae ............................... 18
2.6 Mie ................................................................................................. 20
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 26
3.2 Bahan dan Alat............................................................................... 26
3.3 Metode Penelitian ...................................................................... 27
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 28
3.4.1 Penyiapan Starter ................................................................ 28
a. Starter Yeast..................................................................... 28
b. Starter Pikel ..................................................................... 28
iii
c. Larutan Gula-Garam........................................................ 28
3.4.2 Proses Fermentasi Ubi Jalar................................................. 29
a. Fermentasi Ubi Jalar dengan Starter Cairan Pikel............. 29
b. Fermentasi Ubi Jalar dengan Starter Yeast........................ 29
c. Fermentasi Ubi Jalar dengan Starter Campuran CairanPikel dan Yeast.................................................................. 29
3.4.3 Penepungan.......................................................................... 30
3.4.4 Pembuatan Mie.................................................................... 30
3.5 Pengamatan.................................................................................... 31
3.5.1 Pengamatan Tepung Ubi Jalar ............................................ 31
a. Derajat Keasaman (pH) ................................................... 31
b. Warna Tepung ................................................................. 31
c. Uji Iodin........................................................................... 31
3.5.2 Pengamatan Mie Ubi Jalar ................................................... 32
a. Cooking Time .................................................................. 32
b. Cooking Loss................................................................... 33
c. Uji Sensori....................................................................... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisa Fisikokimia Tepung Ubi Jalar ................................. 37
4.1.1 pH Ubi Jalar .......................................................................... 37
4.1.2 Warna Tepung Ubi Jalar ....................................................... 39
4.1.3 Uji Iodin Tepung Ubi Jalar ................................................... 43
4.2 Hasil Analisa Mie Ubi Jalar........................................................... 48
4.2.1 Uji Cooking Time.................................................................. 48
4.2.2 Uji Cooking Loss................................................................... 51
4.2.3 Sensori Mie Ubi Jalar............................................................ 53
4.2.3.1 Uji Skoring dan Uji Hedonik................................... 53
a. Sensori Elastisitas Mie Ubi Jalar.......................... 53
b. Sensori Tekstur dan Aroma Mie Ubi Jalar........... 54
c. Sensori Warna Mie Ubi Jalar................................ 56
d. Sensori Penerimaan Keseluruhan Mie Ubi Jalar... 58
4.3 Perlakuan Terbaik.......................................................................... 59
iv
V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan ..................................................................................... 62
B. Saran ............................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 63
LAMPIRAN............................................................................................... 73
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan gizi pada ubi jalar putih per 100 gram .................. 9
2. Komposisi kimia dan sifat fisik tepung ubi jalar tanpafermentasi dan tepung ubi jalar fermentasi ............................... 12
3. Berbagai perlakuan kombinasi starter terhadap hasilfermentasi ubi jalar ................................................................... 13
4. Karakteristik berbagai mie komposit........................................ 21
5. Kriteria kualitas mie yang baik................................................. 23
6. Syarat mutu mie basah.............................................................. 24
7. Perbandingan formula pembuatan mie tepung ubi jalar dalam100 gram.. ................................................................................. 30
8. Kuesioner uji sensori mie ubi jalar.. ......................................... 34
9. Nilai warna uji iodin tepung ubi jalar kontrol dan fermentasi... 44
10. Berbagai penelitian mengenai cooking time mie dengansubstitusi beragam jenis tepung................................................ 50
11. Berbagai penelitian mengenai cooking loss mie dengansubstitusi beragam jenis tepung................................................ 52
12. Hasil rekapitulasi data parameter terbaik................................. 61
13. Derajat keasaman (pH) tepung ubi jalar putih......................... 74
14. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s Test) derajatkeasaman (pH) tepung ubi jalar putih..................................... 74
15. Analisis ragam derajat keasaman (pH) tepung ubi jalar putih.. 75
ix
16. Uji lanjut ortogonal polinomial-ortogonal contras derajatkeasaman (pH) tepung ubi jalar.............................................. 76
17. Cooking time mie ubi jalar putih............................................. 77
18. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s Test)cooking time Mie ubi jalar putih.............................................. 77
19. Analisis ragam cooking time mie ubi jalar putih....................... 78
20. Uji lanjut ortogonal polinomial-ortogonal contras cookingtime mie ubi jalar..................................................................... 79
21. Cooking loss mie ubi jalar........................................................ 80
22. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s Test) cookingloss mie ubi jalar putih............................................................. 80
23. Analisis ragam cooking loss mie ubi jalar putih....................... 81
24. Uji lanjut ortogonal polinomial-ortogonal contras cooking lossmie ubi jalar putih..................................................................... 82
25. Elastisitas mie ubi jalar.............................................................. 83
26. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s Test)elastisitas mie ubi jalar putih..................................................... 83
27. Analisis ragam elastisitas mie ubi jalar putih............................ 84
28. Uji lanjut ortogonal polinomial-ortogonal contras elastisitasmie ubi jalar putih ..................................................................... 85
29. Tekstur mie ubi jalar................................................................. 86
30. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s Test) teksturmie ubi jalar putih..................................................................... 86
31. Analisis ragam tekstur mie ubi jalar putih................................ 87
32. Uji lanjut ortogonal polinomial-ortogonal contras tekstur mieubi jalar putih............................................................................ 88
33. Aroma mie ubi jalar .................................................................. 89
34. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s Test) aromamie ubi jalar putih ..................................................................... 89
x
35. Analisis ragam aroma mie ubi jalar putih................................. 90
36. Uji lanjut ortogonal polinomial-ortogonal contras aroma mieubi jalar putih ............................................................................ 91
37. Warna mie ubi jalar .................................................................. 92
38. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s Test) warnamie ubi jalar putih ..................................................................... 92
39. Analisis ragam warna mie ubi jalar putih................................. 93
40. Uji lanjut ortogonal polinomial-ortogonal contras warna mieubi jalar putih........................................................................... 94
41. Penerimaan keseluruhan mie ubi jalar...................................... 95
42. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett’s Test)penerimaan keseluruhan mie ubi jalar putih............................. 95
43. Analisis ragam penerimaan keseluruhan mie ubi jalar.............. 96
44. Uji lanjut ortogonal polinomial-ortogonal contras penerimaankeseluruhan mie ubi jalar putih................................................. 97
45. Hasil rekapitulasi data sensori mie ubi jalar.............................. 98
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ubi jalar putih............................................................................ 10
2. Waktu cooking time fermentasi pikel ......................................... 32
3. Waktu cooking time fermentasi pikel dan yeast ......................... 32
4. Waktu cooking time fermentasi yeast ......................................... 33
5. Waktu cooking time kontrol ....................................................... 33
6. Penurunan pH tepung secara linier selama fermentasi ............... 39
7. Pengamatan warna tepung fermentasi ubi jalar starter pikel padalama fermentasi ( 24, 48, 72, 96) jam......................................... 40
8. Warna tepung fermentasi ubi jalar starter yeast ( a,b,c) danstarter campuran cairan pikel dan yeast (d,e,f) selamafermentasi (24, 48, 72, 96) jam.................................................. 41
9. Pengamatan uji iodin dari berbagai jenis tepung (a) tepungjagung dan (b) tepung beras......................................................... 44
10. Pengamatan warna tepung fermentasi ubi jalar starter pikelpada lama fermentasi ( 24, 48, 72, 96) jam................................. 45
11. Pengamatan warna tepung fermentasi ubi jalar starter yeastpada lama fermentasi ( 24, 48, 72, 96) jam................................. 46
12. Pengamatan warna tepung fermentasi ubi jalar startercampuran pikel dan yeast pada lama fermentasi ( 24, 48, 72, 96)jam. ........................................................................................... .. 47
13. Penurunan cooking time mie secara linier selama fermentasi .... 49
14. Penurunan cooking loss mie secara linier selama fermentasi..... 51
xii
15. Peningkata dan penurunan sensori elastisitas mie secara linierselama fermentasi ....................................................................... 53
16. Penurunan sensori tekstur mie secara linier selama fermentasi.. 55
17. Penurunan sensori aroma mie secara linier selama fermentasi.. 55
18. Peningkatan sensori warna mie secara linier selama fermentasi. 57
19. Peningkatan penerimaan keseluruhan mie secara linier selamafermentasi ................................................................................... 59
20. Alat pembuat untaian mie.......................................................... 99
21. Ubi jalar putih............................................................................. 99
22. Pengecilan ukuran ubi jalar dengan slicer ................................. 99
23. Proses fermentasi ubi jalar (24, 48, 72, 96 jam)......................... 99
24. Pencucian ubi jalar...................................................................... 99
25. Pengovenan ubi jalar................................................................... 99
26. Penepungan ubi jalar................................................................... 100
27. Pengecilan ukuran 80 mesh......................................................... 100
28. Pengemasan tepung ubi jalar....................................................... 100
29. Proses pencetakan mie................................................................. 100
30. Mie ubi jalar................................................................................. 100
31. Pengujian cooking time mie......................................................... 100
32. Proses sentrifuse pengujian cooking loss mie............................. 101
33. Hasil sentrifuse berupa cairan supernatan dan endapan ............. 101
34. Endapan hasil sentrifuse di oven sampai berat konstan.............. 101
35. Uji sensori mie ubi jalar.............................................................. 101
36. Proses uji sensori......................................................................... 101
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) tergolong tanaman umbi-umbian yang berumur
pendek namun memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti karbohidrat (pati
dan serat pangan), vitamin, serta mineral (kalium dan fosfor). Ubi jalar dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung terfermentasi.
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung dapat memberikan beberapa keuntungan
seperti meningkatkan daya simpan dan praktis dalam pengangkutan serta
penyimpanan serta dapat diolah menjadi beraneka ragam produk makanan salah
satu nya yaitu mie. Mie termasuk produk pangan populer karena disukai dan cara
penyajiannya mudah serta cepat. Produk mie pada umumnya dibuat dari tepung
terigu padahal tingkat kebutuhan terigu di Indonesia semakin meningkat setiap
tahunnya (Winarno, 1999).
Indonesia telah mengimpor gandum pada tahun 2012 sebesar 468 juta ton, dan
mengalami peningkatan sebesar 708 juta ton pada tahun 2013 (Pusdatin, 2014).
Selain itu, harga terigu yang tersedia di pasaran semakin meningkat pula. Oleh
karena itu diperlukan penelitian menggunakan bahan baku lain yang dapat
mensubstitusi terigu salah satunya adalah tepung ubi jalar.
2
Menurut Sugiyono et al. (2011) mie yang dibuat dari tepung ubi jalar tanpa
fermentasi menghasilkan mie dengan warna yang kurang disukai. Selain itu
tekstur mie mudah patah / elastisitasnya rendah (Chen, 2006) dan substitusi
tepung ubi jalar sebanyak 20% pada pembuatan mie kering menghasilkan mie
dengan rasa yang masih kurang disukai (Ali dan Fortuna, 2009). Untuk
memperbaiki sifat tersebut maka perlu dilakukan modifikasi tepung ubi jalar
untuk memperbaiki karakteristiknya yang pada penelitian ini dipilih dengan
fermentasi asam laktat.
Bakteri asam laktat akan memproduksi enzim dan asam organik yang
mendegradasi sebagian pati menjadi polimer yang lebih pendek rantainya
sehingga memperbaiki sifat fungsional tepung seperti naiknya viskositas,
kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut (Sholikhah, 2011).
Starter bakteri asam laktat dapat diperoleh secara komersil dari laboratorium atau
dari starter cairan pikel yang ditambahkan sejumlah garam (Yuliana dan
Nurdjanah, 2009). Pikel adalah hasil pengolahan buah atau sayuran dengan
menggunakan garam dan diawetkan secara asam, dengan atau tanpa penambahan
gula dan rempah-rempah sebagai bumbu (Vaughn, 1982).
Selain starter cairan pikel, yeast seperti Saccharomyces cerevisiae juga dapat
diaplikasikan untuk memperbaiki karakteristik tepung. Menurut Purba et al.
(2012) ubi jalar yang difermentasi dengan menggunakan Saccharomyces
cerevisiae menghasilkan warna tepung lebih cerah. Hal ini disebabkan
Saccharomyces cerevisiae sebagai kultur fermentasi dapat merombak sel atau
jaringan ubi jalar. Selain itu asam laktat yang dihasilkan saat proses fermentasi
3
dapat digunakan oleh Saccharomyces cerevisiae dan dirombak menjadi metabolit
sekundernya yaitu alkohol. Sehingga saat proses fermentasi berlangsung pH tidak
cenderung menurun yang akan berpengaruh terhadap rasa yang akan dihasilkan
pada mie ubi jalar. Selain itu pembuatan tepung ubi jalar termodifikasi juga bisa
dilakukan dengan fermentasi ubi jalar dengan penambahan starter pikel secara
spontan yang dilakukan tanpa penambahan inokulum, namun ditambahkan
sejumlah garam (Yuliana dan Nurdjanah, 2009).
Berdasarkan penelitian Martian (2015) dan Nabila (2015), modifikasi tepung ubi
jalar dengan starter campuran Lactobacillus plantarum, Leuconostoc
mesenteroides dan Saccaromyces cerevisiae menghasilkan pH, skor warna, skor
aroma, pembengkakan granula yang lebih tinggi di sertai kelarutan yang lebih
rendah dibanding starter tunggal. Namun, tepung yang dihasilkan belum
diketahui efek aplikasinya pada pembuatan mie. Sehingga penelitian ini
difokuskan pada fermentasi menggunakan campuran starter pikel dan yeast serta
tepung yang dihasilkan dievaluasi kualitasnya dan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan mie.
Lama fermentasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh selain
penggunaan starter. Semakin lama proses fermentasi, aktivitas mikroba dalam
mendegradasi pati semakin besar sehingga akan meningkatkan viskositas, dan
tingkat kelarutan. Disisi lain, semakin lama proses fermentasi akan menyebabkan
penurunan sifat fisik yang lain seperti aroma dan cita rasa. Fermentasi ubi hingga
ke-96 jam menghasilkan warna tepung semakin putih dan volume pengembangan
bagus (Amethy, 2014).
4
Berdasarkan uraian tersebut maka pada penelitian ini dilakukan fermentasi ubi
jalar dengan campuran starter pikel dan yeast pada berbagai kombinasi lama
fermentasi yaitu 0, 24, 48, 72 dan 96 jam diharapkan dapat menghasilkan tepung
ubi jalar dengan sifat sensori yang terbaik.
1.2 Tujuan
Tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Membandingkan sifat fisikokimia mie tepung ubi jalar putih terfermentasi
dengan penambahan starter campuran cairan pikel dan yeast dan starter tunggal
pikel atau yeast.
2. Mengetahui pengaruh lama fermentasi (0, 24, 48, 72, 96 jam) terhadap
karakteristik mie ubi jalar putih.
3. Mengetahui starter fermentasi dan lama fermentasi yang tepat untuk
menghasilkan mie ubi jalar putih dengan karakteristik sensori terbaik.
1.3 Kerangka pemikiran.
Tepung ubi jalar tidak mengandung gluten seperti halnya terigu, sehingga produk
olahannya tidak mengembang, tekstur keras dan rapuh. Mie yang dibuat dari
tepung ubi jalar tanpa fermentasi menghasilkan mie dengan warna yang kurang
disukai (Sugiyono et al., 2011) dan tekstur mie mudah patah / elastisitasnya
rendah (Chen, 2006). Sifat karakteristik tersebut dapat diperbaiki dengan
dilakukannya modifikasi tepung ubi jalar dan salah satu cara yang relatif mudah
dan aman dikonsumsi adalah fermentasi.
5
Bakteri asam laktat akan memproduksi enzim dan asam organik yang
mendegradasi sebagian pati menjadi polimer yang lebih pendek rantainya
sehingga jaringan internal granula pati akan semakin melemah dan mudah
menyerap air, selanjutnya granula pati mengembang dan akan meningkatkan
pembengkakan granula (swelling power), naiknya viskositas (Odedeji dan
Adeleke, 2010). Degradasi oleh enzim yang dihasilkan BAL menghasilkan
perubahan kandungan amilosa dan panjang rantai serta distribusi amilopektin dan
akan menentukan kualitas mie yang dihasilkan.
Menurut Sandhu dan Singh (2007), proporsi amilopektin rantai pendek yang
banyak tidak menguntungkan sebagai bahan pembuatan mie karena kekerasan gel
yang rendah, sebaliknya amilopektin rantai panjang diinginkan dalam pembuatan
mie karena menghasilkan gel yang kuat. Amilopektin rantai panjang memiliki
kekutan gel yang kuat dan campuran antara amilosa rantai pendek menghasilkan
kekuatan gel yang kuat jika disimpan dalam suhu ruang (Jane et al., 1999). Mie
yang diharapkan adalah mie yang mempunyai gel kuat sehingga tidak mudah
putus dan rapuh.
Proses fermentasi diperngaruhi oleh jenis starter dan lama fermentasi. Berbagai
jenis starter seperti lactobacillus plantarum, leuconostoc mesenteroides dan
saccharomyces cerevisiae dan pikel. Menurut Dewi (2014) fermentasi dengan
starter lactobacillus plantarum meningkatkan swelling power dan solubility
tepung. Namun proses fermentasi cenderung menurunkan pH tepung karena pada
proses fermentasi tersebut menghasilkan asam laktat yang akan menurunkan nilai
pH lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam.
6
Menurut Purba et al. (2012), ubi jalar yang difermentasi dengan menggunakan
ragi Saccharomyces cerevisiae menghasilkan rendemen tepung sebesar 28 %,
warna tepung lebih cerah, dan kandungan protein sebesar 4,67 %. Hal ini
disebabkan ragi Saccharomyces cerevisiae sebagai kultur fermentasi dapat
merombak sel atau jaringan ubi jalar. Sehingga saat proses fermentasi
berlangsung pH tidak cenderung turun dan ketika tepung ubi jalar digunakan
untuk membuat mie basah akan menghasilkan sensori mendekati mie basah dari
tepung terigu serta meningkatkan penerimaan konsumen. Selain itu pembuatan
tepung ubi jalar termodifikasi juga bisa dilakukan dengan fermentasi ubi jalar
dengan penambahan starter pikel secara spontan yang dilakukan tanpa
penambahan inokulum, namun ditambahkan sejumlah garam (Yuliana dan
Nurdjanah, 2009). Menurut Amethy (2014) dan Setiawan (2012) fermentasi
dengan starter pikel menghasilkan tepung dengan volume pengembangan yang
bagus dan penerimaan warna secara sensori sesuai parameter.
Berdasarkan penelitian Martian (2015) dan Nabila (2015), modifikasi tepung ubi
jalar dengan starter campuran Lactobacillus plantarum, Leuconostoc
mesenteroides dan Saccaromyces cerevisiae menghasilkan pH, skor warna, skor
aroma, pembengkakan granula yang lebih tinggi di sertai kelarutan yang lebih
rendah dibanding starter tunggal. Namun, tepung yang dihasilkan belum
diketahui efek aplikasinya pada pembuatan mie. Sehingga pada penelitian ini
campuran starter pikel dan yeast digunakan untuk fermentasi ubi jalar, serta
tepung yang dihasilkan dievaluasi kualitasnya dan dimanfaatkan sebagai bahan
baku pembuatan mie.
7
Perbedaan lama fermentasi pada ubi jalar diduga akan menentukan tingkat
degradasi granula pati yang akan mempengaruhi karakteristik tepung yang
dihasilkan. Semakin lama proses fermentasi, aktivitas mikroba dalam
mendegradasi pati semakin besar sehingga akan meningkatkan viskositas, dan
tingkat kelarutan. Disisi lain, lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata
terhadap total asam, pH, total bakteri, rasa, tekstur, aroma, dan warna. Fermentasi
ubi hingga ke-96 jam dapat pula menghasilkan warna tepung semakin putih dan
volume pengembangan bagus (Amethy, 2014) sedangkan menurut Haryati (2009)
fermentasi pada jam ke-36 sudah menghasilkan pati terbaik setelah dilakukan uji
organoleptik. Berdasarkan uraian tersebut, pembuatan tepung ubi jalar putih
dengan kombinasi starter campuran dan lama fermentasi yang tepat diharapkan
dapat menghasilkan tepung ubi jalar putih terbaik untuk bahan baku mie.
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini meliputi:
1. Perlakuan fermentasi dengan penambahan starter campuran cairan pikel dan
yeast lebih baik daripada fermentasi dengan starter tunggal pikel atau yeast.
2. Lama fermentasi (0, 24, 48, 72 dan 96 jam) berpengaruh terhadap karakteristik
sensori mie ubi jalar putih yang dihasilkan.
3. Fermentasi menggunakan campuran starter pikel dengan penambahan yeast
pada lama fermentasi yang tepat menghasilkan mie ubi jalar putih dengan
karakteristik sensori terbaik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga
berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan
daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika
Bagian Tengah. Ubi jalar dapat tumbuh terutama di negara-negara yang beriklim
tropika. (Rukmana, 1997). Ubi jalar merupakan tanaman ubi – ubian dan
tergolong tanaman semusim (berumur pendek) yang terdiri dari susunan utamanya
yaitu batang, ubi, daun, buah dan biji. Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar pada
permukaan tanah dengan panjang tanaman dapat mencapai 3 m, tergantung pada
kultivarnya. Batang tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, tidak berbuku-buku
dan tipe pertumbuhannya tegak atau merambat. Daun berbentuk bulat sampai
lonjong dengan tepi rata atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, sedangkan
bagian ujungnya meruncing (Rukmana, 1997).
Menurut Soemartono (1984), berdasarkan warna daging umbi, ubi jalar dibedakan
menjadi tiga golongan yaitu ubi jalar putih, ubi jalar kuning dan ubi jalar ungu.
Ubi jalar berwarna kuning atau oranye mengandung betakaroten tinggi dari pada
9
ubi lainnya. Sementara varietas ubi jalar yang digunakan untuk pangan
berdasarkan tekstur daging ubi jalar dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu
umbi berdaging lunak karena banyak mengandung air tidak berserat (agak berair,
berdaging manis) dan umbi berdaging keras karena banyak mengandung pati dan
serat (banyak mengandung tepung) (Sarwono, 2005). Jumlah kandungan gizi ubi
jalar dalam 100 g bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi pada ubi jalar putih per 100 gram
Komponen Ubi jalar putihAir (g)Kalori (kal)Protein (g)Lemak (g)Karbohidrat (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)Zat besi (mg)Vitamin A (IU)Vitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)Bagian yang dapat dimakan (g)
68,51231,80,727,930490,760
0,092286
Sumber: Rukmana (1997)
Menurut Rukmana (1997), diluar negeri khususnya di negara-negara maju, ubi
jalar dijadikan makanan mewah dan bahan baku industri, seperti industri
fermentasi, tekstil, lem, kosmetika, farmasi dan sirup. Ubi jalar di Jepang
dijadikan makanan tradisonal yang publisitasnya setaraf dengan pizza atau
hamburger sehingga aneka makanan olahan dari ubi jalar banyak dijual ditoko-
toko sampai restoran-restoran bertaraf Internasional. Produk ubi jalar di Amerika
Serikat dijadikan bahan pengganti (subtitusi) kentang, dan 60% - 70%
diantaranyan digunakan sebagai makanan manusia. Menurut Widodo (1995),
harga ubi jalar di Jepang lebih tinggi dan dapat mencapai empat kali lipat
10
dibanding padi, karena ubi jalar di Jepang digunakan untuk beraneka ragam
industri dari pangan (mie, permen, roti, dan lain-lain), minuman (sake, es krim)
hingga kosmetik.
Gambar 1. Ubi Jalar Putih (dokumen pribadi)
Ubi jalar dapat dijadikan bahan pangan alternatif yang menggantikan beras dan
jagung di daerah pedesaan yang miskin (Juanda dan Cahyono, 2004). Konsumsi
ubi jalar sebagai pangan, sebagian besar dilakukan dengan cara disantap dari
pemasakan ubi segar. Keragaman pangan lainnya dilakukan dengan perubahan
bentuk atau penambahan bumbu seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak dan keripik.
Filipina telah mengembangkan produk olahan ubi jalar menjadi berbagai produk
seperti manisan, asinan, selai, sari buah dan berbagai jenis minuman pada tingkat
komersial. Ubi jalar yang berwarna putih lebih diarahkan untuk pengembangan
tepung dan pati karena umbi yang berwarna cerah cenderung lebih baik kadar
patinya dan warna tepung lebih menyerupai terigu (Rosmarkam dan Yuwono,
2002).
11
Menurut Nurdjanah et al. (2013), ampas pati ubi jalar berpotensi sebagai sumber
pektin yang bermetoksil rendah sehingga bagus untuk makanan rendah kalori
karena dapat membentuk pudding tanpa adanya gula.
2.2 Tepung Ubi Jalar
Tepung dan pati ubi jalar mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai
komoditas komersial, dalam bentuk tepung, bahan pangan ini lebih luwes diolah
menjadi berbagai produk makanan yang menunjang diversifikasi pangan
(Damardjati dan Widowati, 1993). Tepung ubi jalar dibuat melalui tahap
pengepresan, pengeringan dan penggilingan. Sebagai larutan perendam dapat
dipakai larutan Na-bisulfit 0,3% (Iriani dan Meinarti, 1996).
Tepung ubi jalar selain dibuat secara langsung, dapat dibuat dengan modifikasi
fermentasi. Tepung modifikasi fermentasi merupakan salah satu produk tepung
yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi secara fermentasi oleh
mikroba sperti bakteri asam laktat yang mendominasi selama berlangsungnya
fermentasi tersebut. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan
selulolitik yang dapat mendegradasi dinding sel ubi jalar sedemikian rupa,
sehingga terjadi pembebasan granula pati yang menyebabkan perubahan
karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan
gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut (Zubaidah dan Irawati, 2013).
Teknik produksi tepung ubi jalar dengan cara yang tepat akan mempengaruhi
kualitas tepung ubi jalar, terutama terhadap kadar air, densitas kamba, warna, sifat
mikroskopis granula pati, serta sifat amilografi tepung (Syamsir, 2009). Kadar
12
serat pangan yang tinggi pada tepung ubi jalar (4,72 %) menyebabkan warna
tepung tidak putih (Zuraida dan Supriati, 2001). Warna tepung ubi jalar yang
tidak putih berpengaruh pada warna produk yang dihasilkan. Komposisi tepung
ubi jalar tanpa fermentasi dan tepung ubi jalar fermentasi spontan disajikan pada
Tabel 2 dan beberapa penelitian mengenai tepung ubi jalar fermentasi dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi kimia dan sifat fisik tepung ubi jalar tanpa fermentasi dantepung ubi jalar fermentasi
Komponen dan sifat fisik Tepung Ubi Jalar* Tepung Ubi JalarFermentasi**
Air (%) 7,00 7,62
Protein (%) 2,11 3,29
Lemak( %) 0,53 0,71
Karbohidrat (%) 84,74 78,48
Abu (%) 2,58 1,98
Derajat Putih (%) 74,43 -
Waktu Gelatinisasi (menit) 32,5 -
Suhu Gelatinisasi (°C) 78,8 74,13
Waktu Granula Pecah (menit) 39,5 -
Suhu Granula Pecah (°C) 90,0 88,1
Viskositas Puncak (BU) 1815 222,8
Sumber: Antarlina dan Utomo ( 1997)* dan Dewi (2014)**
13
Tabel 3. Berbagai perlakuan kombinasi starter terhadap hasil fermentasi ubi jalar
No Perlakuan Hasil Referensi1. Starter campuran
lactobacillusplantarum,leuconostocmesenteroides dansaccharomycescerevisiae padafermentasi jam ke72
pH 4,27; pembengkakan granula,kemudahan melarut, persentase nilaitransmitan hari ke-5 3,00%; skor warna3,90 (putih ), skor aroma 2,90 (netral)dan untaian mie utuh 93,10%.
(Nabila,2015)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Starter campuranlactobacillusplantarum,leuconostocmesenteroides danyeast padafermentasi jam ke48
Starterlactobacillusplantarum,leuconostocmesenteroidespada fermentasijam ke 96
Starterlactobacillusplantarum padalama fermentasi 7hari
Starter pikel padafermentasi 96 jam
Starter pikel padalama fermentasi12 hari
Startersaccharomycescerevisiaefermentasi selama36 jam
Menurunkan kelengketan, cookingtime, cooking loss, solid loss, solubleloss, swelling indeks, dan waterabsorption serta meningkatkan sifatsensori mie (kecerahan warna,memperbaiki aroma, rasa, kekenyalan,tekstur, dan penerimaan keseluruhan)
Pengembangan adonan dan derajat putihterbaik.
Swelling power dan solubility tepungyang tinggi
Volume pengembangan yang bagus
Penerimaan warna secara sensori sesuaiparameter
Pati terbaik setelah dilakukan ujiorganoleptik
(Novianti,2016)
(Martian,2015)
(Dewi,2014)
(Amethy,2014)
(Setiawan,2012)
(Haryati,2009)
14
2.3 Fermentasi Bakteri Asam Laktat
Fermentasi asam laktat merupakan salah satu proses fermentasi yang melibatkan
bakteri asam laktat dan dicirikan oleh akumulasi asam-asam organik terutama
asam laktat dan asam asetat, dengan indikasi terjadinya penurunan pH (Kongo,
2013). Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri Gram positif,
berbentuk bulat atau batang tidak membentuk spora, suhu optimum ± 40 °C, pada
umumnya tidak motil, bersifat anaerob, katalase negatif dan oksidase positif, dan
dapat mengubah karbohidrat menjadi asam laktat (Korhenen, 2010). Sifat-sifat
khusus bakteri asam laktat adalah mampu tumbuh pada kadar gula, alkohol, dan
garam yang tinggi, mampu memfermentasikan monosakarida dan disakarida
(Salminem dan Wright, 1993). Bakteri asam laktat memiliki peranan yaitu asam
laktat yang dihasilkan memberikan rasa dan aroma serta mampu berperan sebagai
diversifikasi pengolahan pangan sebab bakteri asam laktat mempunyai
kemampuan mendegradasi gula yang terkandung dalam media pertumbuhannya
menjadi gula sederhana serta mendegradasi protein dan peptida menjadi asam
amino. Menurut Salminem dan Wright (1993), BAL menghasilkan enzim-enzim
yang dapat menghidrolisis pati (enzim amylase), mendegradasi protein dan
peptida (enzim protease), dan menghidrolisa lemak menjadi asam lemak (enzim
lipase). Selain itu beberapa BAL juga menghasilkan enzim pektinolitik dan
sellulolitik yang dapat mendegradasi dinding sel yang mengandung pektin dan
sellulosa (Kongo, 2013).
Bakteri asam laktat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan hasil
fermentasinya yaitu bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif.
Produk yang dihasilkan dari fermentasi BAL akan berbeda tergantung pada jenis
15
bakteri asam laktatnya apakah homofermentatif atau heterofermentatif (Daulay
dan Rahman, 1992). Bakteri homofermentatif adalah glukosa difermentasi
menghasilkan asam laktat sebagai satu-satunya produk, sedangkan bakteri
heterofermentatif adalah glukosa difermentasikan selain menghasilkan asam laktat
juga memproduksi senyawa-senyawa lainnya sepereti etanol, asam asetat dan
CO2. Menurut Salminen dan Wright (1993) yang termasuk bakteri asam laktat
adalah Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Proses
fermentasi dapat dilakukan oleh bakteri asam laktat (BAL). BAL akan
memfermentasi bahan pangan untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan
dan yang terutama adalah terbentuknya asam laktat yang akan menurunkan nilai
pH lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Hal ini juga
berakibat menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme patogen
lainnya. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh BAL akan mendegradasi bahan
fermentasi dan membentuk metabolit seperti asam organik, asam volatile,
karbondioksida, dan alkohol (Fardiaz, 1992).
Fermentasi asam laktat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya garam dan
lama fermentasi. Garam dapat berperan sebagai penyeleksi mikroorganisme yang
diperlukan. Jumlah garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi dan
jenis mikroorganisme yang dapat tumbuh (Desrosier, 2008). Konsentrasi garam
dapat menentukan mutu hasil fermentasi bersama-sama dengan jenis substrat,
mikroorganisme yang tumbuh, suhu, waktu, pH, dan jumlah oksigen (Pederson,
1970). Faktor lain yang mempengaruhi hasil fermentasi adalah lama fermentasi.
Selama fermentasi, bakteri asam laktat akan tumbuh menghasilkan asam-asam
organik seperti asam laktat, asam asetat, dan sebagainya yang akan berpengaruh
16
terhadap total asam dan pH akhir yang dihasilkan, semakin lama fermentasi maka
konsentrasi asam meningkat terutama asam laktat sehingga pH akan turun
(Subagio, 1996).
2.4 Fermentasi Starter Pikel
Pikel adalah hasil pengolahan buah atau sayuran dengan menggunakan garam dan
asam, dengan atau tanpa penambahan gula dan rempah-rempah sebagai bumbu
(Vaughn, 1982). Terdapat 2 jenis pikel yaitu pikel jadi dan pikel setengah jadi
(Koswara, 2009). Pikel jadi adalah buah-buahan atau sayuran yang diawetkan
dalam vinegar (larutan cuka), baik dengan maupun tanpa penambahan rempah-
rempah. Pikel jadi terbagi menjadi dua yaitu pikel yang dibuat tanpa fermentasi
dan dengan fermentasi. Pikel jadi tanpa fermentasi banyak diterapkan dalam
pembuatan pikel skala industri. Menurut Andress et al. (2015), pikel tanpa
terfermentasi akan memiliki rasa lebih baik jika didiamkan selama beberapa
minggu setelah ditutup. Keuntungan dari pikel jadi tanpa fermentasi adalah
proses pembuatannya yang cepat (hanya dalam beberapa jam), rasa asam lebih
tajam, tidak perlu pengawasan lebih dalam pembuatannya, dan peluang kegagalan
dalam proses produksi dapat diminimalisir (Andress et al., 2015).
Menurut Archuleta (2009), pikel dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu :
1. Pikel yang difermentasi (fermented pickles), sering disebut brine pickles,
difermentasi dan diawetkan sekitar 3 minggu.
2. Fresh pack, pikel yang dibuat secara cepat, tidak diasinkan atau diasinkan
hanya untuk beberapa jam, kemudian dikeringkan dan dikombinasikan dengan
17
cuka buah dan bumbu-bumbu.
3. Pikel buah (fruit pickes), buah dipanaskan dalam sirup yang diasamkan
dengan cuka buah atau jus lemon.
4. Relishes, potongan atau hancuran buah atau sayuran diberi bumbu dan
dimasak dengan cuka buah.
Menurut Brock dan Brock (1988), fermentasi pikel secara umum dibagi menjadi 3
tahap yaitu: tahap awal 2-3 hari kebanyakan tumbuh bakteri, jamur, dan ragi;
tahap intermediet L. mesenteroides yang merupakan BAL heterofermentatif lebih
dominan, mikroba yang tak diinginkan mulai berkurang dan ketika total asam
naik, pH turun, tumbuh lebih banyak BAL homofermentatif, tahap akhir lebih
didominasi oleh Lactobacillus dengan total asam 0,5-1% dan pH ± 3,5. BAL
yang biasa ditemukan dalam pikel adalah Leuconostoc mesentroides,
Lactobacillus plantarum, Pediococcus cereviceae dan Enterococcus faecalis
(Robinson, 2000). Faktor yang dapat mempengaruhi mutu pikel salah satunya
yaitu konsentrasi garam.
Garam merupakan salah satu faktor yang mengontrol berhasil tidaknya proses
pembuatan pikel. Konsentrasi garam berperan penting dalam proses pembuatan
pikel seperti menyeleksi mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh dan
menghambat mikroorganisme yang tidak diinginkan. Kadar garam yang biasa
dipakai adalah 5-8%. Penambahan garam 3% sampai 10% dalam kondisi anaerob
akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat (Buckle et al., 1987).
Penambahan garam 2-2,5% pada fermentasi menyebabkan bakteri proteolitik dan
bakteri pembusuk tidak toleran terhadap media (Winarno dan Fardiaz, 1984).
18
Konsentrasi garam yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan mikroorganisme
yang tidak diinginkan dapat tumbuh, menyebabkan kerusakan pada pikel seperti
menyebabkan warna pikel menjadi gelap dan bau tidak enak. Konsentrasi garam
yang terlalu tinggi dapat membunuh bakteri asam laktat (Voughn, 1985).
2.5 Fermentasi Starter Saccharomyces cerevisiae
Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya
yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif adalah khamir yang
dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula (glukosa) menjadi
alkohol dan gas contohnya Saccharomyces cerevisiae pada pembuatan produk
roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) adalah khamir yang dapat mengoksidasi gula
menjadi karbondioksida dan air (Fardiaz, 1992).
Saccharomyces cerevisiae atau ragi berperan penting dalam industri fermentasi
dan mampu memfermentasi berbagai karbohidrat. Kemampuan Saccharomyces
cerevisiae tumbuh pada pH rendah, mendegradasi pati dan menghasilkan alkohol
membuat mikroba ini banyak digunakan dalam industri pangan (Kustyawati et al.,
2013). Saccharomyces cerevisiae dalam bentuk ragi dapat langsung digunakan
sebagai inokulum pada proses fermentasi sehingga tidak diperlukan penyiapan
inokulum secara khusus (Purwanto, 2012). Menurut Hatmanti (2000),
Saccharomyces cerevisiae mempunyai enzim α-amilase dan glukoamilase yang
mempercepat penguraian pati menjadi maltosa dan glukosa. α-Amilase
menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik menjadi maltosa dan glukosa, hasil
hidrolisis tersebut diteruskan oleh enzim glukoamilase yang memiliki kemampuan
dalam menghidrolisis ikatan α-1,4 glikosidik dan juga ikatan α-1,6 glikosidik
19
menghasilkan glukosa (Nurdianti, 2007). Selain itu, khamir juga dapat
menghasilkan enzim protease yang dapat menghidrolisis protein menjadi asam
amino, enzim invertase dan maltase yang dapat mengubah maltosa menjadi
heksosa (Hidayat, 2006).
Khamir mempunyai keadaan lingkungan tempat hidup yang spesifik. Kisaran
suhu optimal untuk kebanyakan khamir sama dengan kapang, yaitu pada 25-30
°C. Khamir lebih, menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada pH 4-5, dan
tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah
beradaptasi. Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, tetapi yang fermentatif
dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat. Saccharomyces cerevisiae
merupakan organisme fakultatif anaerob yang dapat menggunakan baik sistem
aerob maupun anaerob untuk memperoleh energi dari pemecahan glukosa.
Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan alkohol dalam jumlah yang besar
(Elevri dan Putra, 2006).
Menurut Purba et al. (2012), ubi jalar yang difermentasi dengan menggunakan
ragi Saccharomyces cerevisiae menghasilkan rendemen tepung sebesar 28 %,
warna tepung lebih cerah, dan kandungan protein sebesar 4,67 %. Hal ini
disebabkan ragi Saccharomyces cerevisiae sebagai kultur fermentasi cukup efektif
dalam merombak sel atau jaringan ubi jalar. Selain itu asam laktat yang
dihasilkan saat proses fermentasi dapat digunakan oleh Saccharomyces cerevisiae
dan dirombak menjadi metabolit sekundernya yaitu alkohol. Sehingga saat proses
fermentasi berlangsung pH tidak cenderung menurun yang akan berpengaruh
terhadap rasa yang akan dihasilkan pada mie ubi jalar. Ketika tepung ini
20
digunakan untuk membuat mie basah, menghasilkan sensori mendekati mie basah
dari tepung terigu serta meningkatkan penerimaan konsumen.
2.6 Mie
Mie merupakan salah satu produk pangan yang menggunakan bahan baku utama
tepung terigu. Mie salah satu jenis olahan pangan yang sangat digemari oleh
masyarakat Indonesia, dan cenderung meningkat setiap tahunnya (Sumardiyono
dan Tini, 2013). Tingginya peningkatan konsumsi mie meningkatkan volume
impor gandum sebagai bahan baku utama dalam pembuatan tepung terigu, yang
merupakan bahan baku utama produk mie. Oleh karena itu diupayakan substitusi
terigu dengan tepung lain dalam pembuatan produk mie seperti tepung jagung,
tepung ubi jalar, tepung kentang, tepung tapioka, dan tepung mocaf. Tepung
campuran antara tepung terigu dengan salah satu tepung pensubstitusi biasanya
disebut tepung komposit / tepung substitusi.
Tepung sorghum, tepung apel pomace, tepung kentang, tepung ubi jalar, dan
tepung ubi jalar fermentasi umumnya dapat menstubstitusi tepung terigu pada
pembuatan mie berturut-turut sebanyak 10 % (Beta dan Corke, 2001) dan (Yadav
dan Gupta, 2014), 20 % (Chen et al., 2006) dan (Ali dan Fortuna, 2009), 40 %
(Purba et al., 2012) (Tabel 4).
21
Tabel 4. Karakteristik berbagai mie komposit
No Komposisi TepungAlternatif
Karakteristik Mie Sumber Referensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
10 % tepung sorghumdan 90 % terigu
20 % tepung kentangdan 80 % terigu
20 % tepung ubi jalardan 80 % terigu
20 % tepung ubi jalardan 80 % terigu
80 % tepung jagungdan 20 % tepungjagung HMT
40 % tepung ubi jalarfermentasi dan 60% terigu
10 % tepung apelpomace dan 90 %Terigu
Elastis, agak kenyal, cookingloss rendah, daya serap airtinggi
Cooking loss rendah, cookingtime 3,5 menit ,lebih lembutdan elastis
Cooking loss rendah, cookingtime 3,7 menit, miekuat, danagak elastis
Warna agak gelap, kurangelastis, kekenyalan sedang,kurang disukai konsumen
Warna agak cerah, amyloseleaching rendah, kelengketanrendah, mie agak elastis
Rendemen tepung 28 %,warna mie lebih cerah,dapat diterima konsumen
Warna agak gelap, cookingloss rendah, cooking time4,5 menit, taste seperti mieumumnya
Beta dan Corke(2001)
Chen et al. (2006)
Chen et al. (2006)
Ali dan Fortuna(2009)
Kusnandar (2009)
Purba (2012)
Yadav dan Gupta(2013)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu/ Kualitas Mie :
1. Cooking time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan titik putih
di bagian tengah dalam untaian mie pada saat proses pemasakan (Basman dan
Yalcin, 2011). Menurut Miskelly (1996), kriteria kualitas mie yang baik yaitu
cooking time rendah pada mie kering umumnya sekitar 3 hingga 4 menit.
Konsumen umumnya menyukai waktu pemasakan mie yang relatif singkat.
22
2. Cooking loss adalah jumlah substansi padatan yang hilang bersama air hasil
pemasakan mie (Basman dan Yalcin, 2011). Mie yang diinginkan adalah mie
yang memberikan cooking loss minimum, sehingga tidak banyak padatan yang
terbuang saat pemasakan (Kim et al., 1996). Menurut Miskelly (1996), kriteria
kualitas mie yang baik yaitu cooking loss yang dihasilkan rendah.
3. Kecerahan warna suatu produk biasanya ditentukan dengan pengukuran
menggunakan teori L,a,b. L (Lightness). Hasil pengukurannya dengan
lightness dinyatakan dengan skala antara 0 (hitam) -100 (putih) yang berarti
semakin rendah nilainya maka produk tersebut semakin gelap sehingga dapat
menurunkan mutu mie karena warna mie pada umumnya yaitu berwarna
kuning cerah (Basman dan Yalcin, 2011).
4. Daya putus (Tensile strenght) merupakan nilai gaya yang diperlukan untuk
memutus untaian mie. Tensile strength sangat cocok digunakan sebagai
parameter kekuatan dari mie. Semakin tinggi nilai gaya (N) yang diperoleh
menunjukkan mie tidak mudah putus (Chansri et al., 2005). Menurut Hou
(2010), mie dengan bahan tinggi amilosa memiliki nilai tensile strength yang
besar sehingga dapat meningkatkan mutu mie.
5. Volume pengembangan menunjukkan besarnya tingkat pengembangan mie
akibat proses pemasakan. Semakin tinggi presentase volume pengembangan
maka menunjukkan bahwa mie tersebut mudah mengembang. Mie yang
diinginkan adalah mie yang mengembang, namun tidak terlalu besar (Leach,
1965).
6. Water absorption adalah kemampuan produk dalam menyerap air secara
maksimal. Artinya semakin besar presentase water absorption nya maka
23
semakin besar pula air yang diserap (Jatmiko dan Estiasih, 2014). Water
absorption mie merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas mie,
semakin sedikit kemampuan menyerap air mie menunjukkan mie memiliki
tekstur yang kuat. Kriteria kualitas mie yang baik menghasilkan water
absorption rendah (Kaushal dan Sharma, 2013).
Selain faktor diatas, kualitas mie dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
disajikan dalam Tabel 5 dan kualitas mie basah menurut SNI 01-2987-1992 dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Kriteria kualitas mie yang baik
Parameter Kriteria Sumber referensiSollubility tepung
Swelling power tepung
Amylose leaching tepung
kekenyalan mie
elastisitas mie
kelengketan mie
elongasi mie
kadar air mie
Solid loss mie
Soluble loss mie
Swelling indeks mie
Rendah
meningkat
terbatas
rendah
tinggi
tinggi
rendah
tinggi
rendah
rendah
rendah
Collado et al. (2001)
Collado et al. (2001)
Kusnandar (2009)
Eliason dan Gudmunson (1996)
Eliason dan Gudmunson (1996)
Tam et al. (2004)
Ulfah (2009)
SNI Mie Kering (1996)
Baskaran et al. (2011)
Baskaran et al. (2011)
Kim et al. (1996)
24
Tabel 6. Syarat mutu mie basah
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1.
2.3.
4.
5.
6.
7.8.
Keadaan :1.1 Bau1.2 Rasa1.3 WarnaKadar airKadar abu (dihitung atas dasarbahan kering)Kadar protein ((N x 6,25)dihitung atas dasar bahankering)Bahan tambahan pangan5.1 Boraks dan asam borat5.2 Pewarna
5.3 FormalinCemaran logam:6.1 Timbal (Pb)6.2 Tembaga (Cu)6.3 Seng (Zn)6.4 Raksa (Hg)Arsen (As)Cemaran mikroba:8.1 Angka lempeng total8.2 E. Coli8.3 Kapang
-
% b/b% b/b
% b/b
-
mg/kg
mg/kg
Koloni/gAPM/g
Koloni/g
NormalNormalNormal20-35
Maks. 3
Min. 3
Tidak boleh adaSesuai SNI-0222-M
dan Peraturan MenKesNo.
772/Men.Kes/Per/IX/88Tidak boleh ada
Maks 1,0Maks 10,0Maks 40,0Maks 0,05Maks 0,05
Maks 1,0 x 106
Maks 10Maks 1,0 x 104
Proses pembuatan mie basah dimulai dengan cara mencampur bahan
menggunakan mixer. Kemudian diaduk hingga merata sampai terbentuk adonan,
kemudian diaduk dan dicetak (Saragih et al., 2007). Tahap pencampuran
bertujuan untuk mendapatkan adonan yang merata dan berbentuk pasta yang
homogen. Cara pembuatan dimulai dengan pencampuran tepung terigu, air,
garam dan telur hingga merata. Kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit
sampai terbentuk adonan. Pengadukan adalah salah satu proses penting dalam
pengadonan bahan. Saat proses pengadukan akan terbentuk sifat elastis dari
25
gluten yang mengikat molekul air. Proses pengadukan memiliki tujuan utnuk
memebntuk jaringan gluten yang terdapat dalam terigu. Saat ditambahkan air pada
terigu serta mengalami proses pengadukan maka seiring dengan waktu jaringan
gluten akan mulai terbentuk. Proses pengadukan akan dihentikan apabila jaringan
gluten sudah terbentuk dengan sempurna atau sudah kalis biasanya dilakukan
selama 15-20 menit. Kemudian di harapkan struktur akan menghasilkan tekstur
dan volume yang maksimal (Priyati et al., 2016).
Adonan dimasukkan pada alat press dan dilakukan pelembaran awal dengan 2,5
mm lalu diulang 3,5 mm dan diulang lagi dengan 5,5 mm. Pelembaran akhir
diulang lagi tiga kali dengan ukuran 3,5 mm, 2,5 mm dan 1,5 mm. Kemudian alat
pencetak atau pemotong dipasang dan lembaran yang ada dipotong-potong
sepanjang kira-kira 30 cm. Potongan-potongan mie kemudian dikumpulkan untuk
diperciki minyak goreng sambil diaduk lalu dikukus selama 10 menit. Mie
kemudian diangkat, ditiriskan dan kemudian ditebarkan diatas meja, lalu mie
dianginkan sampai cukup dingin (Koswara, 2009).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Ruang Sensori Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Penguji,
Proses Baristand Industri Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Desember-Februari 2017.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar putih varietas
Ciceh berasal dari daerah Sekincau Liwa yang dibeli di pasar Koga , Bandar
Lampung, starter yeast (Saccharomyces cereviceae) dalam bentuk ragi (fermipan),
tepung terigu merek cakra, telur, gula merek Gulaku, garam merek Refina, dan
minyak goreng merek Filma, serta aquades.
Peralatan yang digunakan antara lain slicer merek Crypto Peerless TRS, vortex
merek Thermolyne, hot plate and strirrer merek Cimerec 3, oven merek
Memmert, Disc mill, centrifuge merek Thermo Electron Corporation, mixer , alat
pencetak mie merek Nagako model ATL 150, pH meter merek Lovibond, neraca
analitik (Shimadzu), pengayak, loyang, pisau stainless steel,
27
dan alat-alat gelas seperti spatula, toples kaca, tabung reaksi (Pyrex), tabung
centrifuge, gelas ukur (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), beaker glass, mikropipet, pipet
tip, pipet tetes, bunsen, rak tabung reaksi, termometer, cawan porselen.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian disusun dalam Rancangan Faktorial Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah jenis fermentasi
yang terdiri dari empat taraf yaitu (1) fermentasi menggunakan cairan pikel (F1),
(2) fermentasi menggunakan starter yeast (F2), (3) fermentasi dengan starter
campuran cairan pikel dan yeast (F3) dan sebagai kontrol adalah ubi jalar segar
yang tidak difermentasi (F0). Faktor kedua adalah lama fermentasi dengan empat
taraf yaitu 24 jam (L1), 48 jam (L2), 72 jam (L3), dan 96 jam (L4).
Data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji Bartlett dan
kemenambahan model diuji dengan uji Tuckey. Analisis sidik ragam digunakan
untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikasi untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh perlakuan, kemudian dilakukan uji lanjut menggunakan uji
ortogonal polinomial pada taraf 1%. Pengamatan yang dilakukan meliputi pH
tepung, warna tepung, uji iodine, cooking time, cooking loss dan uji sensori mie
komposit ubi jalar secara skoring (elastisitas) dan hedonik (tekstur, aroma, warna,
penerimaan keseluruhan).
28
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyiapan Starter
A. Penyiapan Starter Yeast
Aquades sebanyak 250 ml dipanaskan sampai suhu 45 °C, kemudian dimasukkan
fermipan sebanyak 2,5 gram lalu dihomogenkan sehingga diperoleh suspensi
starter yeast adalah ( 1:100 b/v ) lalu dihomogenkan dan tarter yeast siap
digunakan.
B. Penyiapan Starter Cairan Pikel
Proses pembuatan starter pikel ubi jalar mengikuti prosedur Yuliana et al. (2013),
yang dimodifikasi jumlahnya. Ubi jalar yang telah dicuci bersih dikupas kulitnya,
dipotong-potong dengan bentuk dadu berukuran 1x1x1 cm. Ubi jalar tersebut
ditimbang sebanyak 300 g kemudian dimasukkan ke dalam toples berukuran 1 L
sebanyak 2 toples. Setelah itu, ditambahkan larutan garam sebanyak 800 ml
sehingga perbandingan jumlah ubi dan larutan garam adalah 300 g ubi : 800 ml
larutan garam. Toples yang telah berisi ubi jalar dan larutan garam kemudian
diblanching selama 10 menit sehingga suhu mencapai 72°C–73°C. Setelah
dipasteurisasi, toples tersebut didinginkan hingga mencapai suhu ruang (37°C)
dan difermentasi selama 4 hari dalam suhu ruang.
C. Penyiapan Larutan Gula-Garam
Garam ditimbang sebanyak 900 g dan gula sebanyak 600 g dilarutkan dalam 3 L
aquades. Larutan garam 3 % dan gula 1 % ini akan digunakan pada fermentasi
ubi jalar.
29
3.4.2 Proses Fermentasi Ubi Jalar
A. Fermentasi Ubi Jalar dengan Starter Cairan Pikel
Ubi jalar dikupas dan dicuci bersih kemudian ditimbang sebanyak 2 kg. Setelah
ditimbang, ubi diiris dengan menggunakan slicer, lalu dimasukkan dalam wadah
tertutup bervolume 6 L dan ditambahkan larutan gula garam serta starter cairan
pikel sebanyak 240 ml dengan konsentrasi sel = 1,51 x 106 CFU/ml. Fermentasi
dilakukan pada suhu ruang (28-30°C) selama 24 jam (L1), 48 jam (L2), 72 jam
(L3), dan 96 jam (L4).
B. Fermentasi Ubi Jalar dengan Starter Yeast
Ubi jalar dikupas dan dicuci bersih kemudian ditimbang sebanyak 2 kg. Setelah
ditimbang, ubi diiris dengan menggunakan slicer. Lalu dimasukkan dalam wadah
tertutup bervolume 6 L dan ditambahkan larutan gula garam starter yeast
sebanyak 240 ml dengan konsentrsi sel = 5,1 x 106 CFU/ml, lalu difermentasi
selama 24 jam (L1), 48 jam (L2), 72 jam (L3), dan 96 jam (L4).
C. Fermentasi Ubi Jalar dengan Starter Campuran Cairan Pikel dan Yeast
Ubi jalar dikupas dan dicuci bersih kemudian ditimbang sebanyak 2 kg. Setelah
ditimbang, ubi diiris dengan menggunakan slicer, lalu dimasukkan dalam wadah
tertutup bervolume 6 L dan ditambahkan larutan gula garam serta starter pikel dan
yeast masing-masing sebanyak 140 ml sehingga diperoleh perbandingan ubi jalar
dan starter 1:1 b/v lalu difermentasi selama 24 jam (L1), 48 jam (L2), 72 jam
(L3), dan 96 jam (L4).
30
3.4.3 Penepungan
Proses penepungan mengikuti prosedur yang dilakukan Novianti (2016). Irisan
ubi jalar hasil fermentasi yang telah dicuci dengan air mengalir ditiriskan
kemudian dikeringkan dalam oven blower bersuhu 65˚C selama 24 jam, dengan
kadar air ±10-11 %. Irisan ubi jalar putih kering lalu digiling menggunakan
grinder dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh. Tepung halus kemudian
dikemas dalam plastik bertutup rapat untuk dilakukan pengujian lebih lanjut.
3.4.4 Pembuatan Mie
Proses pembuatan mie pada penelitian ini mengikuti prosedur Novianti (2016)
yang telah dimodifikasi. Mie dibuat dengan formula sebagai berikut:
Tabel 7. Perbandingan formula pembuatan mie tepung ubi jalar dalam 100 gram.
Bahan Perbandingan Persentase
Ubi jalar 50 gram 50 %
Terigu 30 gram 30%
Tapioka 15 gram 15%
CMC 5,0 gram 5%
Telur 10 ml -
Garam 2,0 gram -
Minyak 5,0 ml -
Khi 1,5 ml -
Air 40 ml -
Pencampuran semua bahan tepung sedikit demi sedikit kedalam campuran telur
dan air sambil diaduk dengan mixer hingga adonan kalis. Kemudian dilakukan
pemipihan adonan menggunakan roll pressing (sheeter) hingga terbentuk
31
lembaran adonan setebal 0,2 cm. Setelah terbentuk lembaran mie maka adonan
tersebut dicetak menggunakan noodle maker untuk dibentuk menjadi untaian mie
(Gambar 20, Lampiran).
3.5 Pengamatan
3.5.1 Pengamatan Tepung Ubi Jalar
A. Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter.
Sebelum dilakukan pengukuran, pH meter distandarisasi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan buffer 7 dan sampel tepung terlebih dahulu dibuat suspensi
tepung 10% dengan aquades. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap sampel
dengan mencelupkan elektroda kedalam sampel yang telah disiapkan (AOAC,
1995).
B. Warna Tepung Ubi Jalar
Pengamatan warna tepung ubi jalar dilakukan secara visual. Tepung hasil
fermentasi diletakkan pada wadah kemudian diamati warnanya dan dibandingkan
dengan tepung kontrol secara visual.
C. Uji Iodin
Pengujian iodin dilakukan dengan cara penetesan langsung pada tepung ubi jalar
terfermentasi. Sampel tepung terlebih dahulu dibuat suspensi 10%, lalu diberi
32
satu tetes larutan iodin, kemudian perubahan warna diamati secara visual lalu
dibandingkan dengan tepung jagung dan tepung beras.
3.5.2 Pengamatan Mie Ubi Jalar
A. Cooking time
Analisis cooking time dilakukan berdasarkan metode Tan et al. (2009), mie basah
sebanyak 10 g (panjangnya 2-3 cm), dimasukkan ke dalam 200 ml air mendidih.
Setelah 2 menit, setiap 30 detik seuntai sampel mie diambil untuk dicek
kematangannya, dengan cara dicicip dan dipipihkan keantara dua potong kaca.
Pemasakan dihentikan ketika hilangnya rasa mentah dan hilangnya warna cream
pada mie. Pengamatan cooking time seperti tampak pada Gambar 2, 3, 4, 5.
Gambar 2. Waktu cooking time Gambar 3. Waktu cooking timefermentasi pikel fermentasi pikel dan yeast
33
Gambar 4. Waktu cooking time Gambar 5. Waktu cooking timefermentasi yeast perlakuan kontrol
B. Cooking loss
Analisi cooking loss dilakukan berdasarkan metode Purnomo et al. (2015) dengan
cara merebus mie dalam air destilata dengan perbandingan (1:10) air : aquades
didasarkan pada waktu mie terhidrasi sempurna lalu mi ditiriskan selama 5 menit.
Kemudian, sebanyak 45 mL air sisa rebusan pasta disentrifuse dengan kecepatan
4500 rpm selama 10 menit lalu dihasilkan cairan supernantan dan endapan.
Cairan supernatan dibuang sedangkan endapan dikeringkan pada suhu 105°C
hingga beratnya konstan kemudian ditimbang. Cooking loss dihitung berdasarkan
rumus :
Berat kering residu air rebusan x ( volume pemasakan / 25 ) x 100Cooking loss =
Berat pasta mentah
34
C. Uji Sensori
Uji sensori mie dari fernentasi ubi jalar yang telah direbus mengikuti prosedur
yang dilakukan oleh Novianti (2016) dengan melibatkan 25 orang panelis.
Pengamatan meliputi: tingkat kekenyalan/elastisitas dan rasa asam (skoring) ,
sedangkan aroma, warna , tekstur dan penerimaan keseluruhan produk mie ubi
jalar (hedonik). Contoh kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kuesioner uji sensori mie ubi jalar
KUESIONER UJI SENSORI MIE UBI JALAR
Nama Panelis :Tanggal:
Dihadapan saudara disajikan 7 sampel. Saudara dapat memberikan penilaiandengan tanda ceklist ( )˅ sesuai pengamatan pada kolom yang tersedia dibawahini. BANDINGKAN DENGAN STANDAR
PENGUJIAN KEKENYALAN/ELASTISITASKodesampel
1Sangatmudahputus
2Mudahputus
3Mudahputussedikit
4Sedang/biasa
5Sedikitelastis
6Elastis
7Sangatelastis
121
235
546
271
673
357
428
35
Kodesampel
PENGAMATAN TEKSTUR
1Sangattidaksuka
2Tidaksuka
3Sedikittidak suka
4Biasa
5Sedikitsuka
6Suka
7Sangatsuka
121
235
546
271
673
357
428
Kodesampel
PENGAMATAN AROMA1Sangattidaksuka
2Tidaksuka
3Sedikittidaksuka
4Biasa
5Sedikitsuka
6Suka
7Sangatsuka
121
235
546271
673
357428Kodesampel
PENGAMATAN WARNA1Sangattidaksuka
2Tidaksuka
3Sedikittidaksuka
4Biasa
5Sedikitsuka
6Suka
7Sangatsuka
121
235
546
271
673
357428
36
Mohon diisi komentar
Menurut saudara mie kode berapa yang harus diperbaiki ?
Mengapa ? :
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Menurut saudara atribut apa yang sudah dianggap baik ?
Mengapa ? :
.................................................................................................................................
Kodesampel
PENERIMAAN KESELURUHAN1Sangattidaksuka
2Tidaksuka
3Sedikittidaksuka
4Biasa
5Sedikitsuka
6Suka
7Sangatsuka
121
235
546
271
673
357
428
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Perlakuan fermentasi dengan penambahan starter yeast dapat memperbaiki
kualitas tepung dan mie ubi jalar. Perlakuan starter campuran cairan pikel dan
yeast menghasilkan perlakuan terbaik dibanding starter tunggal pikel atau
yeast.
2. Semakin lama waktu ubi jalar difermentasi pH tepung semakin turun (24, 48)
jam, warna semakin putih, cooking loss semakin kecil pada lama fermentasi
(24, 48, 72, 96) jam, cooking time semakin cepat pada lama fermentasi 96 jam.
3. Kombinasi terbaik antara jenis starter campuran pikel dan yeast dengan lama
fermentasi berdasarkan data hasil penelitian diperoleh tepung campuran starter
pada fermentasi 96 jam menghasilkan cooking loss (16,446%), cooking time
(3,267menit) , pH (3,720) dan warna tepung yang dihasilkan putih
5.2 SARAN
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pengamatan warna dan tekstur
pada mie fermentasi ubi jalar putih menggunakan alat colorimeter dan
pnetrometer sehingga data yang diperoleh dapat diketahui secara objektif.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, A. 1995. Pengaruh Konsentrasi Garam NaCl dan Lama Fermentasiterhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Pikel Manis Jagung Semi(Zea Mays L). ( Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.
Alam, F., A. Siddiqui, Z. Lutfi, dan A. Hasnain. 2009. Effect of differentHydrocolloids on Gelatinization Behaviour of Hard Wheat Flour. Journal ofSciences. 7 (1): 1-6
Ali, A. dan D. Fortuna. 2009. Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Pati UbiJalar (Ipomoea batatas L.) pada Pembuatan Mie Kering. Jurnal SAGU 8(1):1-4.
Andress, E.L., J. Harrison, dan K. Christian.2015. Preserving Food PickledProducts. UGA Extension. Georgia.
Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1997. Proses Pembuatan dan PenggunaanTepung Ubi Jalar untuk Produk Pangan. Badan Penelitian danPengembangan (Balitkabi) 15: 30-44
Amethy, D. 2014. Pengaruh Starter Bakteri Asam Laktat (BAL) dan LamaFermentasi terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar Putih. (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of OfficialAnalytical Chemist. Inc. Washington DC.
Archuleta, M. 2009. Preparing and Canning Fermented and Pickled Foods atHome. New Mexico State University. 8 hlm.
Baskaran, D., K. Muthupandian, K. S. Gnanalakshmi, T. R. Pugazenthi, S.Jothylingam and K. Ayyadurai. 2011. Physical Properties of NoodlesEnriched with Whey Protein Concentrate (WPC) and Skim Milk Powder(SMP). Journal of Stored Products and Postharvest Research 2(6): 127 –130.
64
Basman, A and S. Yalcin. 2011. Quick-Boiling Noodle Production by UsingInfrared Drying. Journal of Food Engineering. 106(3): 245-252
Bennion, M. 2000. The Science of Food. John Wiley & Sons Inc. New York
Beta, T. and H. Corke. 2001. Noodle Quality as Related to Sorghum StarchProperties. Journal of Cereal Chemistry 78(4): 417-420.
Brock, T.D. and K.M. Brock. 1978. Basic Microbiology with Applications.Prentice-Hall. New Jersey. 608 hlm
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Chansri, R., C. Puttanlek, V. Rungsadthong, and D. Uttapap. 2005. Characteristicof Clear Noodles Prepared from Edible Canna Starches. Journal of Sensoryand Nutritive Qualities of Food. 70(5) : 337-342
Chen, Z., H.A. Schols, and A.G. Voragen. 2006. The Use of Potato and SweetPotato Starches Affects White Salted Noodle Quality. Journal of FoodScience 68(9): 2630-2637
Choy, A., P.D. Morrison,J.G. Hughes,P.J. Marriott, and D.M. Small. 2013.Qualityand Antioxidant Properties of Instant Noodles Enhanced with CommonBuckwheat Flour. Journal Cereal Science. 57(3): 281-287.
Collado, L.S., L.B. Mabesa, C.G. Oates, and H. Corke. 2001. Bihon TypeNoodles from Heat Moisture Treated Sweet Potato Starch. Journal of FoodScience 66(4): 604-609.
Damardjati, D.S. dan S. Widowati. 1993. Pemanfaatan Ubi Jalar dalam ProgramDiversifikasi Guna Mensukseskan Swasembada Pangan. Buletin AgroBio4(1):1323.
Daulay, D dan A. Rahman. 1992. Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah-Buahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Desroier. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Diterjemahkan oleh Muljoharjo.UI-Press. Jakarta.614 hlm
Dewi, Y.R. 2014. Kajian Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas)Termodifikasi Fermentasi Asam Laktat dan Aplikasinya dalam Produk RotiTawar. (Tesis). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Lampung.
Duarte, P.R., C.M. Mock, and L.D. Satterlee. 1996. Quality of SpaghettiContaining Buckwheat, Amaranth, and Lupin Flours. Cereal Chemistry73(3): 381 – 387.
65
Eliason, A.C. and M. Gudmundsson. 1996. Starch: Physicochemical andFunctional Aspect. dalam: Eliason, A,C. (ed). Carbohydrate in Food. Hal :431-504. Marcel Dekker. New York
Elevri, P.A. dan S.R. Putra. 2006. Produksi Etanol Menggunakan Saccharomycescerevisiae yang Diamobilisasi dengan Agar Batang. Akta Kimindo. 1(2):105-114
Fardiaz, S. 1992. Fisiologi Fermentasi. PAU-IPB. Bogor.
Faridah, A. dan S.Bambang. 2014. Penambahan Tepung Porang pada PembuatanMie dengan Substitusi Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour). JurnalTeknologi dan Industri Pangan. 25(1):98-105
Febrianto, A., S. Wijana, I.A. Dewi, dan W.I. Putri. 2014. KarakteristikOrganoleptik Produk Mie Kering Ubi Jalar Kuning (Ipomoea batatas)(Kajian Penambahan Telur dan CmC). Jurnal Teknologi Pertanian. 15:25-36
Fogarty, W and Kelly, C. (1979). Starch Degrading Enzymes of Microbial Origin.in: Progress in Industrial.
Frazier, W.C. and D. Westhoff. 1979. Food Microbiology . Third Edition . McGraw-HillBook Company. New York.
Gruben, G.J.H. and S. Partohardjono. 1996. Plant Resources of South-East Asia:Cereal. Backhuys Publisher. Leiden. Netherland.
Haryati, T. 2009. Analisis Sifat Fungsional Pati Ubi Kayu yang Difermentasidengan Saccharomyces cerevisiae. (Skripsi). Universitas Lampung. BandarLampung.
Hatmanti, A. 2000. Pertumbuhan Saccharomyces fibuligera dan Saccharomycescerevisiae pada Fermentasi Etanol Kulit Pisang Cavendish pada pH Awalyang Berbeda. Balitbang Lingkungan Laut, Puslitbang Oseanologi, LIPI.Bogor. Hal: 41-49.
Hidayat, B., Y.R. Widodo, dan C.U. Wirawati. 2006. Pengaruh Jenis Ubi Kayuterhadap Karakteristik Tepung Ubi Kayu (Cassava Flour) yangDihasilkan. Laporan Penelitian Hibah Kompetisi Pemerintah DaerahProvinsi Lampung Tahun Anggaran 2006. Politeknik Negeri Lampung
Histifarina, D., A. Rachman, D. Rahadian, dan Sukmaya. 2012. TeknologiPengolahan Tepung dari Berbagai Jenis Pisang Menggunakan CaraPengeringan Matahari dan Mesin Pengering. Jurnal Agroindustri. 16(2): 125-133
66
Honseney, R.C. 1998. Principles of Cereal Science and Technology. Secondedition. Minnesota: American Associationof Cereal Chemistry Inc.
Hou, G.G. 2010. Asian Noodles. John Wiley and Son. Inc. Hoboken. New Jersey
Imanningsih, N. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepunganuntuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal Penel Gizi Makan.35(1): 13-22
Irianidan Meinarti. 1996. Seri Usaha Tani Lahan Kering “Ubi jalar”. Deptan BalaiPenghijauan Teknologi Pertanian. Ungaran.
Jane, J., M. Chen,L.F. Lee, and T. Kasemsuwan. 1999. Effect of AmylopectinBranch Chain Length andAmylose Content on the Gelatinization and PastingProperties of Starch. Journal of Cereal Chemistry. 76:629-637.
Jatmiko, G.P. dan T. Estiasih. 2014. Mie Dari Umbi Kimpul (XanthosomaSagittifolium): Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri . 2(2):127-134
Joshi, V.K., S. Sharma. and N.S. Thakur 2007. Effect of Temperature. SaltConcentration and Fermentation Type (Inoculated VS. Natural) on LacticAcid Fermentation Behaviour and Quality of Carrot. Acta Alimentaria.37:205-219.
Juanda, D. dan B. Cahyono. 2004. Ubi Jalar. Kanisius. Yogyakarta.
Kaushal, P. dan H.K. Sharma. 2013. Convective Dehydration Kinetics ofNoodles Prepared from Taro (Colocasia esculenta), Rice (Oryza sativa) andPigeonpea (Cajanus cajan) Flours. Journal of Agriculture EngineeringInternational CIGR 15(4): 202-212.
Kim Young, D.P. Wiesenborn, J.H. Lorenzen, and P. Berglund. 1996. Suitabilityof Edible Bean and Potato Starches for Starch Noodles. Journal of CerealChemistry 73(3):302-308
Kongo, M. 2013. Lactic Acid Bacteria – R & D for Food, Health, and LivestockPurposes. Intech. Www. Intechopen.Com.
Korhenen, J. 2010. Forestry and Natural Sciences : Antibiotic Resistance ofLactid Acid Bacteri. University of Eastern Finland.
Koswara,S. 2009. Teknologi PengolahanSayuran dan Buah-Buahan.http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Teknologi-Pengolahan-Sayuran-dan-Buah-buahan-Teori-dan-Praktek.pdf. Diaksestanggal 13 Mei 2017.
67
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Mie. eBookPangan.com. Diaksestanggal 13 Mei 2017.
Kumala,R. 2011. Kajian Komposisi Kimia, Kualitas Fisik dan Organoleptik DuckNuggets dengan Filler Tepung Maizena pada Proporsi yang Berbeda(Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Kusnandar, F., N.S. Palupi, O.A. Lestari, dan S. Widowati. 2009. KarakterisasiTepung Jagung Termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) danPengaruhnya terhadap Mutu Pemasakan dan Sensori Mi Jagung Kering.Jurnal Pascapanen 6(2): 76-84
Kustyawati, M.E., M. Sari, dan T. Haryati. 2013. Efek Fermentasi DenganSaccharomyces cerevisiae terhadap Karakteristik Biokimia Tapioka.Agritech 33(3): 281-287
Leach, H.W. 1965. Gelatinization of Starch. Academic Press. New York. Page289-307
Liandani, W., dan E. Zubaidah. 2015. Formulasi Pembuatan Mie InstanBekatul(Kajian Penambahan Tepung Bekatul Terhadap KarakteristikMieInstan). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(1): 174-185.
Margareta, M. 2010. Pengaruh Jenis Bakteri Asam Laktat dan Lama Fermentasiterhadap Karakteristik Pikel Ubi Jalar Kuning (Ipomea batatas L.). (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Martian, Y. 2015. Karakteristik Tepung Ubi Jalar Putih (Ipomea Batatas L.) yangDifermentasi dengan Lactobacillus Plantarum, Leuconostoc Mesenteroidespada Berbagai Lama Fermentasi, untuk Bahan Baku Mie. (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung
Martin, F.W., 1987. Non Sweet Potato or Staple Type Sweet Potato Hortiscience.John Willey and Sons. Chichester. New York.
McFeeters, R.F. 2004. Fermentation Microorganisms and Flavor Changes inFermented Food. Journal of Food Science 69(1): 35-37
Miskelly, D. M. 1996. Noodles – a New Look at an Old Food. Journal of FoodAustralia 45(10): 496–500.
Mulyadi, A.F, S. Wijana, I.A. Dewi, dan W.I. Putri. 2014. Studi Pembuatan MieKering Ubi Jalar Kuning (Ipomea batatas) (Kajian Penambahan Telur danCMC). Seminar Nasional Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri (BKSPTN) Indonesia Bagian Barat. Bandar Lampung. 19-21 Agustus 2014.
68
Nabila, P. 2015. Pengaruh Penggunaan Starter Campuran Bakteri Asam Laktat-Khamir dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Tepung Ubi JalarPutih (Ipomea Batatas L.) untuk Bahan Baku Mie. (Skripsi). UniversitasLampung. Bandar Lampung
Novianti, D. 2016.Pengaruh Jenis Fermentasi terhadap Karakteristik TepungKomposit Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.) sebagai Bahan Baku ProdukMie Kering. (Tesis). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.
Nurdianti, F. 2007. Evaluasi Aktivitas Enzim Glukoamilase dari Aspergillusoryzae dengan Ubi Jalar dan Ubi Kayu Sebagai Substrat. Skripsi. FakultasSains dan Teknik Jurusan MIPA Program Studi Kimia Universitas JenderalSoedirman. Purwokerto.
Nurdjanah, S., J. Hook,J. Paton, and J.Paterson. 2013. Galacturonic Acid Contentand Degree of Esterification of Pectin from Sweet Potato Starch ResidueDetected Using 13C CP/MAS Solid State NMR. Journal of Food Research& Review 3(1): 16-37.
Octarini, Z.H. 2010. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama FermentasiTerhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Pikel Ubi Jalar Ungu. (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Odedeji, J. O. and R.O. Adeleke. 2010. Functional Properties of Wheat and SweetPotato Flour Blends. Journal of Nutrition 9(6):535-538.
Palgunadi, M. 1996. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Lama Fermentasiterhadap Karaktersitik Pikel Lada Hijau (Piper nigrum L.). (Skripsi). Unila.Bandar Lampung.
Pederson, C. S. 1970. Microbiology of Food Fermentations. The AVI PublishingCompany, Inc. Westport. Connecticut.
Price, N.C. and L. Steven. 1996. Enzyme: Structure and Function. In: FoodEnzymology. Fox PF, editor. London and New York: Elsevier AppliedScience. 1-51 hlm
Priyati, A., S.H. Abdullah, dan G. M. D. Putra. 2016. Pengaruh KecepatanPutaran Pengadukan Adonan terhadap Sifat Fisik Roti. Jurnal IlmiahRekayasa Pertanian dan Biosistem. 4(1):217-221
Purba, H. F., R. Hutabarat, dan B. Napitulu. 2012. Kajian Pembuatan Mie Basahdari Tepung Ubi Jalar Putih di Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sumatera Utara.
69
Purnomo, E.H, E.Y. Purwani, dan T.W. Sulistyawati. 2015. Optimasi PenggunaanHidrokoloid terhadap Pasta Makaroni Berbasis Beras Beramilosa Tinggi.Jurnal Teknologi dan Industi Pangan 26(2): 241-251
Purwanto, A. 2012. Pembuatan Bioetanol dari Tepung Biji Nangka dengan ProsesSakarifikasi Fermentasi Fungi Aspergillus niger Dilanjutkan denganFermentasi Yeast Saccharomyces cereviceae. (Tugas Akhir).UniversitasDiponegoro. Semarang
Pusdatin. 2014. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Sub Sektor TanamanPangan. Buletin Bulanan Indikator Sektor Pertanian 7(7) : 7-8.
Retnaningsih, D.A., dan W.D.R. Putri. 2014. Karakterisasi Sifat Fisikokimia PatiUbi Jalar Oranye Hasil Modifikasi Perlakuan STTP (Lama Perendaman danKonsentrasi). Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 68-67.
Robinson, R.K. 2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press. NewYork
Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.Yogyakarta
Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.6-10 hal.
Salminen, S. and A.V. Wright. 1993. Lactid Acid Bacteria. Marcel Dekker, Inc.New York.
Sandhu, K.S. and Singh, N. 2007. Some Properties of Corn Starches:Physicochemical, Gelatinization, Retrogradation, Pasting and Gel TexturalProperties. Journal Food Chemistry. 60(1):1499-1507.
Saragih, B., O. Ferry, dan A. Sanova. 2007. Kajian Pemanfaatan Tepung bonggolPisang (Musa paradisiaca Linn.) sebagai Substitusi Tepung Terigu dalamPembuatan Mie Basah. Jurnal Teknologi Pertanian. 3(2):63-67
Sari, N.K. 2009. Pengaruh Penambahan Saccharomyces cerevisiae dan LamaFermentasi terhadap kandungan Gizi dan Mutu Pati termodifikasi. (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sarwono, B. 2005. Ubi Jalar, Cara Budi Daya yang Tepat, Efisien dan Ekonomis.Seri Agribisnis Penebar Swadaya. Depok.
Setiawan. 2012. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap KarakteristikMikrobiologi dan Kimia Pikel Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas varAyamurasaki) selama Fermentasi.(Skripsi). Universitas Lampung
70
Setyani. S., S. Astuti, dan Florentina. 2017. Substitusi Tepung Tempe Jagungpada Pembuatan Mie Basah. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.22(1) : 1-10
Sholikhah, F.B. 2011. Pembuatan Patilo, Kajian Lama Fermentasi dan ProporsiAmpas : Pati Ubi Kayu terhadap Karakteristik Fisiko, Kimia danOrganoleptik. (Skripsi). Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya.Malang.
Soemartono. 1984. Ubi Jalar. CV Yasaguna. Jakarta. 210 hlm
Subagio, A. 1996. Industrialisasi Modified Cassava Flour (MOCAF) sebagaiBahan Baku Industri Pangan untuk Menunjang Diversifikasi Pangan PokokNasional. Karya Ilmiah. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember.
Sudarmadji, S., Bambang, H, dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan danPertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Sugiyono, E. Setiawan, E. Syamsir, dan H. Sumekar. 2011. PengembanganProduk Mi Kering dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dan PenentuanUmur Simpannya dengan Metode Isoterm Sorpsi. Jurnal Teknologi danIndustri Pangan. 22(2):164-170
Suismono. 2001. Teknologi pembuatan tepung dan pati ubi-ubian untukmenunjang ketahanan pangan. Di dalam: Majalah Pangan 37(10):37-49.
Sumardiyono dan S. Tini . 2013. Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan KonsumsiPenduduk Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta
Sunaryo, E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fateta. IPB. Bogor
Syamsir, E. 2009. Karakteristik Fisiko-Kimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas)Varietas Sukuh dengan Variasi Proses Penepungan. (Skripsi). FakultasTeknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tam, L.M., H. Corke, W.T. Tan, dan L. Collado. 2004. Production of Bihon TypeNoodles from Maize Starch Differing in Amylose Content. CerealChemistry 81(4): 475-480.
Tan, H. Z., ZG. Li, and B. Tan. 2009. Starch Noodles: History ClassificationMaterials Processing Structure Nutrition Quality Evaluating and Improving.Food Research International 42(5): 551–576
Tranggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat AntarUniversitas – Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
71
Tsamrotus, E.,N. Husna, W.A.Anggono,E.I. Suciani, dan R. Wahyuni. 2015.Karakteristik Mie Kering Tersubstitusi Tepung Bungkil Kacang Tanahdengan Penambahan Getah Pepaya Kering (CaricaPapaya L.) TerhadapKualitas Fisikokimia dan Organoleptik. Jurnal Teknologi Pangan 6(2):51-58
Ulfah, M. 2009. Pemanfaatan Iota Karagenan (Eucheuma spinosum) dan KappaKaragenan (Kappa phycusal alvarezi) sebagai Sumber Serat untukMeningkatkan Kekenyalan Mie Kering. (Skripsi). Program Studi TeknologiHasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB
Vaughn. 1982. Lactic Acid Fermentation of Cabbage, Cucumber, Olives andOther Product. In Prescott and Dunns Industrial Microbiology. Fourtheditions. AVI Publishing Co. Texas.
Whistler, R.L. dan J.R. Daniel. Carbohydrates. Di dalam: Fennema, O.R. (Ed).Food Chemistry 2nd Edition. Marcel Dekker. Inc. New York.
Whitaker, J. R. (1996). Enzymes. Di dalam: Food Chemistry 3rd Edition. O.R.Fennema (Ed.). Marcel Dekker, Inc.New York.
Widodo, Y. 1995. Umbi-umbian, Potensi dan Prospeknya dalam ProgramDiversifikasi. Majalah Pangan. 22(6). Jakarta.
Wildan. 2015. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi terhadapPengembangan Adonan dan Warna Tepung Ubi Jalar Putih. (Skripsi).Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Lampung
Winarno, F.G. 1981. “Food additives” amankah bagi kita? kumpulan dangagasan tertulis. Pusat Penelitian dan Pengembangan TeknologiPangan, IPB. Bogor
Winarno, F.G. 1999. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F.G. dan D. Fardiaz. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. GramediaPustaka Utama. Jakarta
Woolfe, J. A. 1999. Sweet Potato an Untapped Food Resource. Chapman andHall. New York. 643 hlm
Yadav, S. dan R. Gupta. 2015. Formulation of Noodles using Apple Pomace andEvaluation of Its Phytochemicals and Antioxidant Activity. Journal ofPharmacognosy and Phytochemistry 4(1): 99 -106.
Yuliana, N. dan S. Nurdjanah. 2009. Sensori Pikel Ubi Jalar Ungu (Ipomoeabatatas L.) yang difermentasi Spontan pada Berbagai Tingkat KonsentrasiGaram. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian 14(2): 121-126.
72
Yuliana, N., S. Nurdjanah, dan M. Margareta. 2013. The Effect of a MixedStarterCulture of Lactic Acid Bacteria on the Characteristic of Pickled Orange-Fleshed Sweet Potato (Ipomea batatas L.). Microbiology Indonesia 7(1):1-8.
Yuliana, N., S. Nurdjanah, R. Sugiharto, dan D. Amethy. 2014. Effect ofSpontaneous Lactic Acid Fermentation on Physico-Chemical Properties ofSweet Potato Flour. Mikrobiologi Indonesia 8(1):1-8.
Yuliani, H., N.D. Yuliana, dan S. Budijanto. 2015. Formulasi Mi Kering Sagudengan Substitusi Tepung Kacang Hijau. Jurnal Agroteknologi. 35(4):387-395
Zubaidah, E. dan Irawati, N. 2013. Pengaruh Penambahan Kultur (Aspergillusniger, Lactobacillus plantarum) dan Lama Fermentasi terhadap KarakeristikMocaf. Jurnal Teknologi dan Hasil Pertanian. 11(3):43-46
Zuraida dan Y. Supriati. 2001. Usaha Tani Ubi Jalar sebagai Bahan panganAlternatif dan Diversifikasi Sumber Kabohidrat. Buletin AgroBio 4(1):1323