FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN...
Transcript of FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA
SISWA KELAS IV SDN 1 SENTONO KLATEN
TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh:
YULININGSIH
X7109123
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA
SISWA KELAS IV SDN 1 SENTONO KLATEN
TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh:
Yuliningsih
X7109123
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Yuliningsih. X7109123. PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENYELESAIKAN SOAL CERITA PECAHAN PADA SISWA KELAS IV
SDN 1 SENTONO KLATEN TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli
2011.
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal
cerita pecahan dengan menggunakan model pembelajaran STAD pada siswa kelas
IV SDN Sentono 1 Klaten tahun ajaran 2010/2011.
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN I Sentono Klaten tahun ajaran 2010/2011
berjumlah 20 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan.
Sumber data yang digunakan penelitian ini adalah informasi data yaitu siswa dan
guru kelas IV, dokumen, dan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran
kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes,
observasi dan dokumentasi. Untuk menguji validitas data, peneliti menggunakan
triangulasi sumber data. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis
interaktif meliputi tiga buah komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan simpulan. Proses penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus
terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan,
(3) observasi, dan (4) refleksi.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita
pecahan pada siswa kelas IV SDN 1 Sentono Klaten tahun ajaran 2010/2011. Hal ini
dapat dibuktikan dengan meningkatnya kemampuan menyelesaikan soal cerita
pecahan yang diperoleh dari nilai rata-rata hasil tes awal kondisi awal yaitu 57,25
dengan ketuntasan klasikal 45%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat
mencapai 66,25 dengan ketuntasan klasikal meningkat 70%. Tindakan pada siklus II
nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 74,65 dengan ketuntasan klasikal meningkat
90%. Ole karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran
STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada
siswa kelas IV SDN I Sentono Klaten tahun ajaran 2010/2011.
Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe STAD, kemampuan
menyelesaikan soal cerita pecahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Yuliningsih. X7109123. THE USE OF STAD TYPE OF COOPERATIVE
LEARNING MODEL TO IMPROVE THE FRACTIONAL NARRATIVE
PROBLEM SOLVING COMPETENCY IN THE IV GRADERS OF SDN 1
SENTONO OF KLATEN REGENCY IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret
University, Surakarta, July 2011.
The objective of research is to improve the fractional narrative problem
solving competency using STAD learning model in the IV graders of SDN 1 Sentono
of Klaten Regency in the school year of 2010/2011.
This study belongs to a classroom action research (CAR). The subject of
research was the IV graders of SDN 1 Sentono Klaten in the school year of
2010/2011 consisting of 20 students: 8 boys and 12 girls. The data source employed
in this research was data information including students and the IV class teacher,
document, and result of observation on the learning implementation of fractional
narrative problem solving competency using STAD type of cooperative learning
model. Techniques of collecting data used were test, observation, and
documentation. In order to validate data, the author employed data source
triangulation. Technique of analyzing data used was an interactive analysis model
including three components: data reduction, data display, and conclusion drawing.
The research process was implemented in two cycles. Each cycle consisted of four
stages: (1) planning, (2) acting, (3) observing, and (4) reflecting.
Considering the result of research, it can be found that the use of STAD type
of cooperative learning model can improve the fractional narrative problem solving
competency in the IV graders of SDN 1 Sentono of Klaten Regency in the school
year of 2010/2011. It can be seen from the increase in the fractional narrative
problem solving competency indicated by the mean value of pre-test in prior
condition of 57.25 with classical passing of 45%. In cycle I, this figure increases to
66.25 with classical passing of 70%. In cycle II, this figure increases to 74.65 with
classical passing of 90%. Therefore, it can be concluded that the use of STAD type
of cooperative learning model can improve the fractional narrative problem solving
competency in the IV graders of SDN 1 Sentono of Klaten Regency in the school
year of 2010/2011.
Keywords : STAD type of cooperative learning model, the fractional narrative
problem solving competency.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Bukan kurangnya pengetahuan yang menghalangi keberhasilan, tetapi
tidak cukupnya tindakan. Dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang
melambatkan perubahan hidup ini, tetapi kurangnya penggunaan dari
pikiran dan kecerdasan (Mario Teguh)
Tak ada sesuatu yang lebih menyenangkan daripada menimbulkan senyum
pada wajah orang lain, terutama wajah orang yang kita cintai
(RA Kartini)
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa
bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu
semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.
(Mahatma Gandhi)
Hargailah segala yang kau miliki; anda akan memiliki lebih lagi. Jika anda
fokus pada apa yang tidak anda miliki, anda tidak akan pernah merasa
cukup dalam hal apapun. Be thankful for what you have; you’ll end up having
more. If you concentrate on what you don’t have, you will never, ever have
enough (Peneliti)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
Ibuku dan Ayahku tersayang. Terima kasih atas
segala panjatan doa, kasih sayang, nasihat,
kesabaran, kerja keras, dan pengorbanan yang tiada
terbatas.
Keluarga besar FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan almamaterku tercinta tempatku
menimba ilmu berkarakter kuat dan cerdas untuk
masa depan yang cerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada kita. Atas kehendak-Nya pula skripsi
dengan judul ” Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk
Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Pada Siswa Kelas
IV SDN 1 Sentono Klaten Tahun Ajaran 2010/2011” dapat terselesaikan dengan
baik sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Peneliti menyadari bahwa penelitian skripsi ini telah melibatkan berbagai
pihak. Maka dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuannya. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kartono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Sadiman, M.Pd. selaku pembimbing I skripsi yang telah memberikan
bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Dra. Siti kamsiyati, M.Pd. selaku pembimbing II skripsi yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
6. Bapak dan Ibu dosen program studi PGSD FKIP UNS yang telah memberikan
motivasi dan pengarahan kepada penulis.
7. Bapak Haryono S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD N 1 Sentono yang telah
memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
8. Ibu Murowiyatun, S.Pd. selaku guru kelas IV SDN 1 Sentono yang dengan
senang hati membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Peneliti telah berupaya untuk berbuat yang terbaik dalam penyusunan skripsi
ini. Namun demikian, disadari hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Semua ini
tidak lain karena keterbatasan peneliti baik pengatahuan dan pengalaman. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik membangun sangat diharapkan.
Akhirnya, peneliti tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di
atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah.
Surakarta, Juli 2011
Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................... i
PENGAJUAN ................................................................................................ ii
PERSETUJUAN ........................................................................................... iii
PENGESAHAN ............................................................................................. iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 5
1. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ....... 5
2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan . 12
B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................ 25
C. Kerangka Berpikir ................................................................... 26
D. Hipotesis Tindakan ................................................................. 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 29
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 29
B. Subjek Penelitian .................................................................... 30
C. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................................. 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
D. Sumber Data ............................................................................ 30
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 31
F. Validitas Data .......................................................................... 32
G. Teknik Analisis Data ............................................................... 33
H. Indikator Kinerja ...................................................................... 33
I. Prosedur Penelitian ................................................................. 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 44
A. Deskripsi Hasil Penelitian ....................................................... 44
1. Deskripsi Kondisi Awal ....................................................... 44
2. Deskripsi Siklus II ….. ......................................................... . 46
3. Deskripsi Siklus II ………………………………………….. 53
B. Pembahasan Hasil Penelitian dan Temuan ............................. 60
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ................................. 65
A. Simpulan ................................................................................. 65
B. Implikasi ................................................................................. 65
C. Saran ....................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68
LAMPIRAN .................................................................................................. 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadwal Penelitian ............................................................................. 29
Tabel 2. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita
Pecahan Pada Kondisi Awal .......................................................... 44
Tabel 3. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Pecahan Siklus 1 .............................................................................. 50
Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ...................................... 52
Tabel 5. Hasil Observasi Aktivitas Kinerja Guru Siklus I .......................... 53
Tabel 6. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Pecahan Siklus II ............................................................................ 58
Tabel 7. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ...................................... 60
Tabel 8. Hasil Observasi Aktivitas Kinerja Guru Siklus I .......................... . 60
Tabel 9. Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas .............................. 63
Tabel 10. Tabel Keaktifan Siswa Dan Guru Siklus 1 dan Siklus II ............... 64
Tabel 11. Skor perkembangan Individu Pada Siklus I dan Siklus II ............... 66
Tabel 12. Skor Perolehan Perkembangaan Tim Pada Siklus I dan Siklus II ... 67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir.. ............................................................ 27
Gambar 2. Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas .. .................................... 34
Gambar 3. Grafik Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita
Pecahan Pada Kondisi Awal ..................................................... 45
Gambar 4. Grafik Frekuensi Nilai Rata-rata Kemampuan Menyelesaikan
Soal Cerita Pecahan Siklus I. ..................................................... 51
Gambar 5. Grafik Frekuensi Nilai Rata-rata Kemampuan Menyelesaikan
Soal Cerita Pecahan Siklus II ...................................................... 59
Gambar 6. Grafik Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas ………. 64
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tes Awal Kemampuan menyelesaikan Soal Cerita Pecahan.. 71
Lampiran 2. Hasil Nilai Awal Kemampuan menyelesaikan Soal Cerita
Pecahan ……………………………………………………..... 72
Lampiran 3. Kisi – kisi Soal ......................................................................... 73
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I................. 74
Lampiran 5. Tes Proses Lembar Diskusi Kelompok Siklus I Pertemuan 1 .. 81
Lampiran 6. Tes Akhir Individu Siklus I Pertemuan 1 ................................. 82
Lampiran 7. Tes Proses Lembar Diskusi Kelompok Siklus I Pertemuan 2 .. 84
Lampiran 8. Tes Akhir Individu Siklus I Pertemuan 2 ................................. 85
Lampiran 9. Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 1 ....... 87
Lampiran 10. Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 2 ....... 88
Lampiran 11. Skor Kemajuan Individu Siklus 1 ............................................ 90
Lampiran 12. Daftar Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Pecahan Siklus I ….………………………………………… 91
Lampiran 13. Lembar Penilaian Kemampuan Guru Siklus 1 Pertemuan 1 .... 92
Lampiran 14. Lembar Penilaian Kemampuan Guru Siklus 1 Pertemuan 2 .... 95
Lampiran 15. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II .............. 98
Lampiran 16. Tes Proses Lembar Diskusi Kelompok Siklus II Pertemuan 1 105
Lampiran 17. Tes Akhir Individu Siklus II Pertemuan 1................................ 106
Lampiran 18. Tes Proses Lembar Diskusi Kelompok Siklus I Pertemuan 2 .. . 108
Lampiran 19. Tes Akhir Individu Siklus II Pertemuan 2................................ 109
Lampiran 20. Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 1 ...... 111
Lampiran 21. Lembar Penilaian Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 2 ...... 112
Lampiran 22. Skor Kemajuan Individu Siklus I1 ........................................... 114
Lampiran 23. Daftar Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Pecahan Siklus II ..................................................................... 115
Lampiran 24. Lembar Penilaian Kemampuan Guru Siklus I1 Pertemuan 1... . 116
Lampiran 25. Skor Perolehan Tim Pada Siklus I dan Siklus II. ..................... . 116
Lampiran 26. Dokumentasi ............................................................................. 120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Lampiran 27. Surat Keterangan Penelitian Kepala SDN Sentono 1 ............... 123
Lampiran 28. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS ......................................... 124
Lampiran 29. Surat Permohonan Ijin Penelitian ............................................. 125
Lampiran 30. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi................................ 126
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam
menyelesaikan permasalahan kehidupan sehari–hari. Oleh karena itu pelajaran
matematika harus sudah diberikan sejak dini kepada anak yaitu sejak anak
duduk dibangku Sekolah Dasar. Menurut GBPP (1994:70) mata pelajaran
Matematika di SD, tujuan khusus pengajaran Matematika yaitu menumbuhkan
dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan
sehari-hari serta mengembangkan pengetahuan dasar Matematika bekal belajar
lebih lanjut. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa masih banyak siswa
Sekolah dasar yang masih rendah kemampuan berhitungnya.
Matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit bagi
sebagian besar siswa. Fenomena tersebut berdampak pada siswa secara umum,
yang merasakan ketakutan atau enggan dalam belajar matematika. Minat
belajar mereka kecil sekali terhadap mata pelajaran matematika. Dengan
kondisi yang demikian, sekolah atau guru tidak berani mematok nilai tinggi
dalam membuat kriteria ketuntasan minimal pada setiap semester.
Pembelajaran matematika khususnya di SD cenderung sebagai pemindahan
pengetahuan dari guru kepada siswa. Siswa cenderung pasif dan hanya
menerima apa yang disampaikan guru.
Dalam proses pembelajaran dapat diamati mengenai siswa dalam
mengikuti pembelajaran, baik tingkat pemahaman, penguasaan materi,
maupun hasil belajarnya. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasaan
materi serta hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan dalam
pembelajaran. Namun pada kenyataannya dalam proses belajar mengajar di
SDN I Sentono mengalami permasalahan baik dari guru,siswa dan sarana atau
alat peraga. Dari guru permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya
pengalaman dan pengetahuan tentang pembelajaran inovatif, setiap hari hanya
menggunakan metode ceramah dan tugas saja karena guru masih mengalami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kesulitan dalam mengaplikasikan metode yang inovatif. Disamping rasa
malas, kreatifitas guru juga masih sangat kurang dalam menciptakan
pembelajaran yang ideal. Alat peraga dan sarana penunjang masih belum
mencukupi sehingga tidak semua pembelajaran menggunakan alat peraga.
Berdasarkan hasil pengamatan pada siswa kelas IV di SDN 1 Sentono
Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten dalam menerima pembelajaran
matematika masih mengalami kesulitan bahkan dari hasil observasi yang
dilakukan dengan guru kelas terhadap hasil ujian akhir semester, ternyata
bidang studi matematika memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah
dibandingkan bidang studi yang lain. Bahkan setelah dicoba pada siswa kelas
IV untuk mengerjakan lima soal cerita, dari 20 siswa yang mengerjakan hanya
9 orang siswa yang memperoleh nilai tuntas. Rendahnya nilai disebabkan oleh
kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal pecahan khususnya bentuk cerita
karena kurangnya pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal yang
berbentuk cerita tersebut, sehingga mengakibatkan ketidak tuntasan dalam
pembelajarannya. Sedangkan nilai ketuntasannya 65 hanya 45 % yang tuntas,
siswa yang lain tidak tuntas (55 %).
Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan siswa di SDN 1 Sentono
terhadap materi bidang studi Matematika masih rendah terutama penguasaan
dalam menyelesaikan soal-soal matematika khususnya pecahan yang
berbentuk cerita. Menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk cerita
bagi siswa tidaklah semudah menyelesaikan soal-soal bentuk hitung biasa
karena membutuhkan pemahaman yang lebih dalam mengerjakanya. Dalam
soal-soal matematika bentuk cerita sebelum menyelesaikannya terlebih dahulu
perlu diubah ke model matematika. Penyelesaian soal-soal matematika bentuk
cerita memerlukan berbagai keterampilan dan pemahaman yang tidak hanya
membutuhkan kemampuan operasional tetapi juga pemahaman mengenai soal
atau masalah yang ditanyakan.
Salah satu alternatif untuk menyelesaikan permasalahan diatas yaitu
Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD, karena dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan. Metode STAD
adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul
secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas,
kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok,
umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model
yang baik untuk melatih siswa dalam menguasai konsep, memecahkan
masalah melalui proses memberi kesempatan berpikir dan berinteraksi sosial
serta dapat meningkatkan kreatifitas, membina berkemampuan berkomunikasi
dan terampil berbahasa. Beberapa kelebihan dari metode STAD antara lain :
(a) Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk memahami materi
pelajaran; (b) Siswa secara kooperatif dapat menyelesaikan pokok-pokok
materi yang dipelajari; (c) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan
adanya kerja sama semua unsur yang ada dalam kelas; (d) Siswa dapat
meningkatkan kemampuannya dalam berdiskusi dan menyelesaikan tugas.
Atas dasar itu, peneliti mengadakan penelitian tindakan kelas dengan
judul “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada Siswa
Kelas IV SDN 1 Sentono Klaten Tahun Ajaran 2010/2011.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
“ Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada Siswa
Kelas IV SDN I Sentono Kabupatan Klaten Tahun Ajaran 2010/2011 ?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian tindakan kelas ini untuk :
“Meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan melalui
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada Siswa Kelas IV
SDN I Sentono Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2010/2011 ”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya yaitu :
1. Manfaat Praktis
a. Untuk Peserta Didik
Peserta didik dapat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain,
selain itu juga dapat meningkatkan keterampilannya dalam
menyelesaikan soal-soal matematika khususnya pecahan
b. Untuk Guru
Dapat menambah wawasan guru dalam mengembangkan model
pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal cerita pecahan dalam pembelajaran matematika.
c. Untuk Sekolah
Sekolah memiliki bermacam-macam variasi model pembelajaran yang
dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
2. Manfaat Teoritis
a. Dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dengan
pokok permasalahan yang hampir sama dengan penelitian ini.
b. Menambah jumlah referensi yang berkaitan dengan metode
pembelajaran kooperatif metode STAD (Student Teams Achievement
Devision)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KAJIAN PUSTAKA
1. Hakikat Pembelajaran kooperatif metode STAD
a. Pembelajaran
Banyak definisi para ahli berkaitan dengan pembelajaran, diantaranya
adalah Winkel (1991:78), mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat
tindakanyang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan
menghitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik. Menurut
Gagne, Briggs dan Wager dalam Winataputra (2008 : 119) “pembelajaran adalah
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada siswa”.
Menurut peneliti pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa yang
dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung
terjadinya proses belajar sehingga akan membantu siswa melakukan kegiatan
belajar agar mereka mampu mengubah, mengembangkan dan mengendalikan
sikap serta perilakunya sampai batas kemampuan yang maksimal. Pembelajaran
yang bermakna dapat menghantarkan siswa mencapai kompetensi yang diharapkan.
Kompetensi ini terkandung dalam tujuan pendidikan nasional, yang seterusnya
dijabarkan dalam tujuan-tujuan yang lebih rendah jenjangnya, yaitu tujuan
institusional dan tujuan kurikuler mata pelajaran.
Dari beberapa pengertian pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan
bahwa inti dari pembelajaran itu adalah segala upaya yang dilakukan oleh guru
(pendidik) agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Secara implisit, di dalam
pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode
untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran lebih
menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan
bagaimana cara mengorganisasikan materi pelajaran, menyampaikan materi
pelajaran, dan mengelola pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Model Pembelajaran
Model pembelajaran menurut Joice dan Weil (1990:67) adalah suatu pola
atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran,dan memberi petunjuk kepada
pengajar dikelasnya.Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat
melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil
pembelajaran.Dalam penerapannya, model pembelajaran harus dilakukan sesuai
dengan kebutuhan siswa karena masing-masing model pembelajaran memiliki
tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.
Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk
meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir
kritis, memiliki keterampilan social dan pencapaian hasil pembelajaran yang
lebih optimal ( Isjoni dan Ismail, 2008:146 ). Sedangkan Suprijono ( 2009:46 )
mengemukakan bahwa “model pembelajaran adalah pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: Pertama, semakin kecil upaya yang
dilakukan guru dan semakin besar aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin
baik. Kedua, semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan
siswa belajar juga semakin baik. Ketiga, sesuai dengan cara belajar siswa yang
dilakukan. Keempat, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan model pembelajaran adalah
suatu alat atau cara yang digunakan dalam suatu strategi belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
c. Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif (Cooperative) mengandung pengertian bekerja bersama
dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif terjadi pencapaian
tujuan secara bersama-sama yang sifatnya merata dan menguntungkan setiap
anggota kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan
berdasarkan teori belajar konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori
Vygotsky, yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang lebih
menekankan pada kegiatan belajar siswa secara bersama dalam suatu kelompok
sehingga terjadi interaksi antar siswa dalam kelompoknya untuk memecahkan
masalah belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Slavin
(1995) dalam Isjoni dan Ismail (2008:150) bahwa “Pembelajaran kooperatif
merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana siswa akan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya
dalam mempelajari materi pelajaran”. Pengelompokan siswa didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan tertentu, kebanyakan melibatkan siswa yang
berbeda-beda menurut kemampuan, jenis kelamin dan ras (suku).
Nurhadi (2004 : 113) berpendapat bahwa “Pembelajaran kooperatif
(Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil untuk mencapai tujuan belajar”. Pembelajaran ini
memungkinkan siswa belajar dan bekeja sama untuk mencapai pada pengalaman
yang optimal, baik yang berupa pengalaman individu maupun pengalaman
kelompok. Pengalaman tersebut muncul karena siswa memiliki derajat potensi,
latar belakang histories, seta masa depan yang berbeda-beda dalam satu
kelompok atau kelompok lainnya.
Menurut Mortarela (1994 : 79) “Pembelajaran kooperatif secara umum
menyangkut pengelompokan yang di dalamnya peserta didik bekerja terarah
pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari
lima atau enam siswa”. Pembentukan kelompok didasarkan pada pemerataan
karakteristik psikologis individu, yang meliputi kecerdasan, kecepatan belajar,
motivasi belajar, perhatian, cara berfikir serta daya ingat.
Menurut Sugiyanto (2009 : 37) “Pembelajaran kooperatif (Cooperatif
Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
untuk mencapai tujuan belajar”. Pembelajaran akan lebih efektif bila anak-anak
lebih terlibat dengan pekerjaan teman-temannya atau dengan kata lain
berinteraksi dengan temannya. Menurut John A Van De Walle (2008:30)
“Dalam suasana seperti itu anak-anak berbagi ide dan penyelesaian,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
membandingkan dan ,menilai cara yang digunakan, menyelidiki kebenaran
jawaban, merundingkan ide-ide yang dapat disetujui semua anak”. Selain itu
diskusi kelas yang didasarkan pada ide anak sendiri dan penyelesaiannya
terhadap soal merupakan yang bersifat mendasar untuk belajar siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) mengandung pengertian sebagai
suatu sikap atau perilaku bersama dalam pembelajaran atau membantu di antara
sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari
dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan belajar dimana keberhasilan kerja
sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Dalam pembelajaran kooperatif dikenalkan empat macam metode
pembelajaran (http://educare.e-fkipunla.net ) yaitu : (a) Metode STAD (Student
Team Achievement Division); (b) Metode Jigsaw; (c) Metode GI (Group
Investigation); (d) Metode Struktural. Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah pembelajaran kooperatif metode STAD atau Student Team
Achievement Division.
d. Metode STAD (Student Team Achievement Division)
Metode adalah cara yang tersusun dan teratur, untuk mencapai tujuan,
khususnya dalam hal ilmu pengetahuan. Menurut Peter G Cole dan Lorna Chan
(1994 : 4) “Methods are sets of teaching plans, strategis and techniques used to
organize classroom practice”. Sedangkan menurut Hasibuan dan Moedjiono
(2006 : 3) “Metode mengajar adalah alat yang dapat merupakan bagian dari
perangkat alat dan cara dalam pelaksanaan suatu strategi belajar mengajar”.
1) Pengertian Metode STAD
Metode pembelajaran STAD atau Student Team Achievement Division
secara harfiah dapat diartikan sebagai Pembagian Pencapaian Tim Siswa. STAD
adalah salah satu metode dari pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh
Slavin. Metode pembelajaran ini merupakan teori belajar konstruktivisme yang
berdasarkan pada teori belajar kognitif. Dalam hal ini guru berperan sebagai
fasilitator belajar dan betugas menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi
peserta didik, sedangkan peserta didik bekerja sama dalam kelompoknya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
memecahkan masalah.Menurut Slavin (2008 : 143) STAD merupakan salah satu
metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model
yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan
pendekatan kooperatif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode STAD
adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan,
buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul
secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis
individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan
rekor tim dan individual dan berikan reward.
2) Komponen Metode STAD
Menurut Slavin (2008 : 143) menyatakan bahwa, “STAD terdiri atas lima
komponen utama yaitu – presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual
dan rekognisi tim”. Materi pertama-pertama diperkenalkan dalam presentasi di
dalam kelas oleh guru. Dalam presentasi haruslah benar-benar berfokus pada
STAD. Kelompok atau tim terdiri dari empat atau lima siswa yang berbeda
tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan ras (suku). Siswa bekerja dengan
kelompok terhadap tugas yang diberikan guru dengan cara didiskusikan bersama
anggota kelompoknya. Bila siswa merasa kesulitan maka siswa yang mampu
harus membantu kesulitan teman sekelompoknya, jika kelompok tidak dapat
mengatasinya maka perlu meminta bantuan guru. Pelaksanaan kuis berlangsung
setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan kerja kelompok. Selama
kuis setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan tidak boleh bekerja sama
dengan siswa lain meskipun dengan teman kelompoknya. Berdasarkan hal itu
siswa betanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Tujuan adanya skor kemajuan
individual adalah untuk memberikan hasil akhir yang maksimal pada setiap
peserta didik.
Hal ini akan dapat diperoleh kalau siswa lebih keras dalam melaksanakan
kuis. Penghargaan kelompok ditentukan berdasarkan nilai rata-rata kelompok
yang diperoleh dengan cara menghitung nilai perkembangan dari setiap anggota
kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok tersebut. Penerapan Student
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Teams Achievement Division (STAD) dalam poses pembelajaran tidak jauh
berbeda dengan tipe kooperatif yang lain. Student Achievement Team Division
(STAD) mempunyai ciri khusus yaitu pada akhir pembelajaran guru memberi
kuis.
3) Langkah-langkah Metode STAD
Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan dari
Universitas John Hopkins. Metode ini dipandang paling sederhana dan paling
langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Metode STAD digunakan
untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik
melalui penyajian verbal maupun tertulis.Menurut Slavin (2008:150) langkah-
langkah Metode STAD adalah :
a) Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masingmasing
terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen.
b) Tiap anggota kelompok menggunakan lembar kerja dan kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui Tanya jawab atau diskusi antar
sesama anggota kelompok.
c) Secara individual atau kelompok tiap minggu atau tiap dua minggu guru
mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik
yang telah dipelajari.
d) Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan
ajar, dan kepada siswa secara individu atau kelompok yang meraih prestasi
tinggi diberi penghargaan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa inti dari STAD
adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam
kelompoknya yang terdiri atas empat atau lima orang untuk menyelesaikan
soalsoal yang diberikan oleh guru. Setelah selesai mereka menyerahkan
pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. Yang terakhir
adalah adanya pengharagaan terhadap tim.
4) Kelebihan dan Kelemahan Metode STAD
Linda lundgren (1994 :6) mengatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif
memiliki dampak yang positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam memahami konsep-
konsep yang sulit”.Setiap metode pembelajaran tidak ada yang sempurna.
Masing- masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan dari
metode STAD antara lain : (a) Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk
memahami materi pelajaran; (b) Siswa secara kooperatif dapat menyelesaikan
pokok-pokok materi yang dipelajari; (c) Siswa dapat meningkatkan hasil
belajarnya dengan adanya kerja sama semua unsur yang ada dalam kelas; (d)
Siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam berdiskusi dan menyelesaikan
tugas.
Beberapa kelemahan dari metode STAD adalah; (a) Apabila ada siswa yang
tidak cocok dengan anggota kelompoknya, maka siswa tersebut kurang bisa
bekerjasama dalam memahami materi; (b) Ada siswa yang kurang
memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam kelompok belajar; (c)Apabila ada
anggota kelompok malas, maka usaha kelompok dalam memahami materi
maupun untuk memperoleh penghargaan kelompok tidak berjalan sebagai mana
mestinya.
2. Hakikat Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan
a. Matematika Sekolah Dasar
Dalam GBPP disebutkan bahwa yang dimaksud Matematika Sekolah
adalah Matemetika yang diajarkan di sekolah SD dan di sekolah Menengah.
Matematika tersebut terdiri atas bagian–bagian Matematika yang dipilih guna
menumbuh kembangkan kemampuan–kemampuan dan membentuk pribadi
siswa serta mengikuti perkembangan IPTEK. Ini berarti bahwa Matemetika
sekolah tidak dapat dipisahkan sekali dan ciri – ciri penting yang dimiliki
Matematika yaitu sebagai berikut.
1) Memiliki obyek yang abstrak.
2) Memiliki pola pikir deduktif dan konsisten (Depdikbud 1995:1).
Matematika sekolah (School Mathematic) adalah unsur atau bagian
dari Matematika yang dipilih berdasarkan dan berorientasi kepada kepentingan
kependidikan dan pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dikemukakan oleh Soedjadi (2000: 37). Di sini Matematika sebagai bidang studi
pendidikan yang diajarkan di sekolah dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah (SMU/SMK). Ruang lingkup
materi atau bahan kajian Matematika untuk Sekolah Dasar berbeda dengan di
tingkat SLTP atau SMU/SMK. Sesuai dengan tahap perkembangan intelektual
siswa Sekolah Dasar yang berada pada tahap operasi konkret, maka cakupan
materinya lebih sedikit dan bersifat dasar. Kemampuan mereka yang cenderung
rendah dibanding siswa pada jenjang sekolah di atasnya, sehingga kemampuan
bernalarnya relatif lebih rendah. Oleh karena itu pada jenjang Sekolah Dasar
penggunaan pola pikir induktif dalam pengajaran suatu topik sering dilakukan,
sebaliknya penggunaan pola pikir deduktif jarang dilakukan. Bidang studi
matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar mencakup tiga cabang yaitu
aritmatika, aljabar dan geometri
Di lain pihak Hudoyo (1981:134) menyatakan bahwa Matematika sekolah
dasar adalah untuk mempersiapkan anak didik agar sanggup untuk menghadapi
perubahan keadaan dalam kehidupan dunia yang senantiasaberubah melalui
latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat,
obyektif, efektif,diperhitungkan secara analisis–sintesis serta untuk
mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara fungsional
dalam kehidupan sehari – hari dan didalam ilmu pengetahuan.
Dijelaskan pula bahwa fungsi matematika sekolah adalah sebagai salah
satu unsur masukan instrumental yang memiliki obyek dasar abstrak dan
berlandaskan kebenaran konsistensi dalam sistem proses belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pendidikan.
b. Ruang Lingkup Matematika Kelas IV SD
Berdasarkan KTSP 2006 Pelajaran Matematika pada kelas IV
terdapat 8 standar kompetensi yang harus tercapai. Salah satu standar
kompetensi yang harus tercapai pada semester 2 sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
3. Hakikat Pecahan
a) Pengertian pecahan
Pecahan adalah bagian dari bilangan rasional yang dapat di tulis dalam
bentuk dengan a dan b bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Secara
simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu : (1) pecahan biasa, (2)
pecahan desimal,(3) pecahan persen, (4) pecahan campuran. Menurut Kennedy
(1994: 425-427) makna dari pecahan dapat muncul dari situasi-situasi sebagai
berikut :
i) Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh atau keseluruhan.
Pecahan biasa dapat digunakan untuk manyatakan makna dari setiap bagian dari
yang utuh. Apabila ibu mempunyai sebuah roti yang akan diberikan kepada 4
orang anggota keluarganya, dan masing-masing harus mandapat bagian yang
sama, maka masing-masing anggota akan memperoleh 1/4 bagian dari
keseluruhan cake itu. Pecahan 1/4 mewakili usuran dari masing-masing
potongan. Bagian-bagian dari sebuah pecahan biasa menunjukkan hakikat situasi
dimana lambang bilangan tersebut muncul. Dalam lambang bilangan, 1/4 “4”
menunjukkan banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan (utuh)
dan disebut sebagi 8 “penyebut”. Sedangkan banyaknya bagian yang menjadi
perhatian pada saat tertentu dan disebut pembilang.
ii) Pecahan sebagai bagian dari kelompok-kelompok yang beranggotakan sama
banyak, atau juga menyatakan pembagian. Apabila sekumpulan obyek
dikelompokkan menjadi bagian yang beranggotakan sama banyak, maka
situasinya jelas dihubungkan dengan pembagian. Situasi dimana sekumpulan
obyek yang beranggotakan 12, dibagi menjadi 2 kelompok yang beranggotakan
sama banyak, maka kalimat matematikanya 12 : 2 = 6 atau 1/2 x 12 = 6.
Sehingga untuk mendapatkan 1/2 dari 12, maka siswa harus memikirkan 12
obyek yang dikelompokkan menjadi 2 bagian yang beranggotakan sama. Banyak
anggota masing-masing kelompok terkait dengan banyaknya obyek semula,
dalam hal ini 1/2 dari banyaknya obyek semula. Demikian halnya bila sehelai
kain yang pajangnya 3 meter dipotong enjadi 4 bagian yang berukuran sama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mengilustrasikan situasi yang akan menuntun ke kalimat pecahan yaitu 3 : 4 atau
3/4
iii) Pecahan sebagai perbandingan (rasio)
Hubungan antara sepasang bilangan sering diyatakan sebagai sebuah
perbandingan. Berikut diberikan contoh situasi yang biasa memunculkan
rasio.contoh :
Sebuah tali A panjangnya 10 m dibandingkan dengan tali B yang panjangnya 30
m. Rasio panjang tali A terhadap tali B tersebut adalah 10 : 30 atau panjang tali
A ada 1/3 dari tali B.
Menurut Muchtar A. Karim (1998:6.4) pecahan adalah perbandingan
bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda atau himpunan bagian
yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan
semula. Maksud dari “perbandingan bagian yang sama terhadap keseluruhan
dari suatu benda” adalah apabila suatu benda dibagi menjadi beberapa bagian
yang sama, maka perbandingan setiap itu dengan keseluruhan bendanya
menciptakan lambang dasar suatu pecahan. Sedangkan maksud dari “himpunan
bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan terhadap himpunan
semula” yaitu suatu himpunan dibagi atas himpunan bagian yang sama, maka
perbandingan setiap himpunan bagian yang yang sama itu terhadap keseluruhan
himpunan semula akan menciptakan labang dasar suatu pecahan.
Cholis Sa`dijah (2003:73) mengemukakan bahwa pecahan merupakan
bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan cacah a dan
b, ditulis a/b dengan syarat b ≠ 0. Dengan demikian secara simbolik pecahan
dapat dinyatakan sebagai salah satu : (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal,(3)
pecahan persen, (4) pecahan campuran.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah bilangan
yang mempunyai jumlah kurang atau lebih dari utuh, yang dapat dinyatakan
sebagai perbandingan dua bilangan cacah a dan b, ditulis a/b dengan b ≠ 0 yang
terdiri dari pembilang dan penyebut, pembilangan merupakan bilangan
terbagidan penyebut merupakan bilangan pembagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b) Macam-macam pecahan
i) Pecahan sederhana yaitu pecahan yang pembilang daan penyebut merupakaan
bilangaan-bilangan bulat yang koprim (FPB dari pembilang dan penyebut adalah
1)
Contoh ; ,2/3, 4/9, 11/15 dst
ii) Pecahan Murni yaitu pecahan yang peeembilangnyaa lebih kecil dari penyebut
Contoh: 1/2, 1/3, 3/4, 9/10 dst
iii) Pecahan tidak murni yaitu pecahan yang pembilangnya lebih besar dari
penyebut.
Contoh ; 7/5, 12/10, 4/3, 8/7 dstt
iv) Pecahan mesir yaitu pecahaan dengan pembilang 1
Contoh : 1/2, 1/3, 1/4, 1/5
v) Pecahan Campuran yaitu suatu bilangan yang terbentuk atas bilangan cacah dan
pecahan biasa
Contoh: 4 11/3, 7 1/2, 2 3/4
c) Konsep Pecahan Di SD
Konsep pecahan sudah dikenalkan semenjak siswa berada di kelas II sekolah
dasar. Adapun operasi terhadap bilangan pecahan baru disampaikan pada siswa
kelas IV. Bilangan pecahan tersebut meliputi konsep bilangan, urutan dan
operasinya serta penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari
masalah yang sederhana hingga masalah yang lebih kompleks. Rendahnya
tingkat pemahaman siswa terhadap penguasaan pecahan akan mempengaruhi
pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika untuk selanjutnya.
Penekanan permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari banyak
berbentuk soal cerita di samping dalam bentuk hitungan angka. Anak akan selalu
menjumpai hal baru berinteraksi dengan lingkungannya. Bila hal baru tersebut
ditanggapi secara matematis maka ia perlu membawa persoalan matematika ke
dalam kalimat matematika yang kemudian dicari pemecahannya, namun tidak
semua anak mampu dengan segera memahami kalimat matematika yang
berkaitan dengan persoalan yang ada. Hal ini dapat dimengerti karena membawa
persoalan sehari-hari yang ada hubungannya dengan matematika yang sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
diperlukan suatu penalaran anak. Kalimat matematika banyak mendapat
perhatian khusus karena dia dapat memberikan arah atau tata cara pada saat
matematika diterapkan selain itu menterjemahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari ke dalam bahasa matematika yang benar.
Kegiatan mengenal konsep pecahan akan lebih berarti jika di dahului dengan
soal cerita yang menggunakan obyek buah, misalnya apel, sawo, jeruk atau kue
dll. Peraga selanjutnya berupa bangun datar seperti persegi, lingkaran yang
nantinya akan sangat menbantu dalam pemahaman konsep. Pecahan dapat di
peragakan dengan melipat kertas berbentuk lingkaran atau persegi sehingga
lipatannya tepat menutupi bagian yang lainya. Selanjutnya bagian yang di lipat
di buka dan di arsir sesuai bagian yang di kehendaki.
Menurut Bill (1983:119- 120) didalam bukunya “A Review of Research in
Mathematical Educational Part A” dikemukakan bahwa konsep pecahan di SD
terdiri atas 7 subkonsep yang diurutkan menurut tingkat kesulitan yaitu :
i) Bagi suatu himpunan, bagian-bagianya konkruen (Part group congruent part),
Siswa mengasosiasikan pecahan dengan memperhatikan “a” obyek himpunan
tersebut.
¾ objek yang diberi bayangan atau yang diarsir
ii) Bagian suatu daerah, bagian-baagianya kongruen (Parts whole congruent part).
Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan daerah geometris yang dibagi
kedalam b bagian yang kongruen dan memperhatikan a bagian.
Contoh :
¾ gambar yang diberi bayangan/diarsir
iii) Baagian suatu himpunan, bagian-bagianya tidak kongruen (paart group non
congruen part). Siswa mengasosiasikaan pecahan a/b deengan suatu himpunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
terdiri dari b objek yang tidak kongruen dan memperhatikan a obyek dalam
himpunan tersebut
Contoh :
¾ objek yang diberi bayangan/diarsir
iv) Bagian suatu himpunan, perbandingan(Parts group comparison). Siswa
mengasoosiasikan pecahan a/b dengan perbandingan relatif dua himpunan A dan
B. Dalam hal ini banyaknya objeknya objek pada himpunan A adalh a dan
himpunan B adalah bsemua objek kongruen
Contoh:
Himpunan a adalah ¾ himpunan B
v) Garis bilangan
Siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan suaatu titik pada garis bilangan
setiap satuan. Segmen garis itu sudah dibagi kedalam b bagian yang sama dan
titik a pada garis bilangan mengatakan relasi ini.
Contoh:
0 X 1
Titik pada garis bilangan yang diberi tanda X mengatakan ¾
vi) Bagian suatu daerah perbandingan (Parts whole comparison) Siswa
mengasosiasikan pecahan a/b dengan perbandingan relative dua geometri A dan
B . Jumlah bagian yang kongruen dalam gambar A adalah a, sedang dalam
gambar B adalah b semua gambar A dan B kongruen
Contoh:
Gambar A adalah ¾ gambar B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
vii) Bagian suatu daerah, bagian-bagianya tidak kongruen (Part whole non congruen
part) siswa mengasosiasikan pecahan a/b dengan daerah geometri yang sudah
dibagi kedalam b bagian yang sama dalam luas tetapi tidak kongruen dan
memperhatikan a bagian.
Contoh:
¾ gambar yang diberi bayangan/diarsir
Dengan demikian konsep pecahan yang harus dikuasai oleh guru yang akan
mengajar pecahan di Sekolah Dasar.
d) Cara Pembelajaran Konsep pecahan
Konsep pecahan sering sukar dipahami anak-anak, karena mereka terbiasa
bekerja dengan bilangan bulat. Memahamkan konsep pecahan dapat dilakukan
antara lain melalui kegiatan membagi makanan. Hal tersebut sesuai dengan
tahap perkembangan kognitifnya yaitu pada tahap operasional konkrit yang
masih terikat dengan objek konkret yang mampu ditangkap oleh pancaindera.
Dengan adanya kegiatan membagi makanan tersebut diharapkan mampu
memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru khususnya pada materi
pecahan. Sehingga melalui kegiatan membagi makanan pula siswa memahami
pecahan dengan melihat hubungan antara bagian dan keseluruhan .
Diawal pengajaraan konsep bilangan pecahan diperlukan alat-alat peraga
yang tepat dan sesuai dengan kondisi anak. Alat-alat peraga tersebut dapaat
berupa gambar-gambar bangun datar yang dari karton yang dipotong-potong
menjadi bagian yang lebih kecil dan saling kongruen atau bilah dari bambu atau
kayu pipih (triplek ) yang diberi warna per bagian. Alat-alat peraga diatas sangat
berguna untuk memperluas pemahamaan siswa terhadap bilangan pecahan.
Contoh ;
Siswa disuruh menggambar bangun bangun berbentuk lingkaran, persegi dan
persegi panjang (masing-masing menyatakaan satu). Kemudian siswa disuruh
membuat garis yang membagi bangun-bangun di atas menjadi beberapa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
1/2 1/2
sama luasnya (sama besar) dalam berbagai cara. Misalnya gambar bentuk
sebagai berikut :
Persegi Panjang Lingkaran Persegi Panjang
Gambar peraga diatas juga dapat digunakan untuk memahami
penyederhanaan pecahan. Dari peragaan diatas , seterusnya anak diajak untuk
menemukan rumus/pola yang menyatakan bahwa sebuah pecahan akan tetaap
nilainya jika pembilang penyebut dikalikan dengan bilangan yang sama,
Penggunaan alat-alat peraga hanya untuk awal memahami konsep. Jika siswa
telah paham benar, maka penggunaan alat peraga sudah dapat ditinggalkan
(tidak diperlukan lagi).
4. Soal Cerita
Soal cerita adalah soal Matematika yang dinyatakan dalam bentuk cerita dan
berkaitan dengan keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam mengerjakan soal cerita, seorang siswa melakukan kerja membaca dan
memahami soal. Dari membaca soal itu diharapkan siswa dapat menceritakan
kembali soal tersebut dengan bahasanya sendiri, dan mencari apa-apa yang
belum diketahui serta apa yang telah diketahui dari soal tersebut. Langkah ini
disebut dengan abstraksi. Dalam hal ini siswa akan mengambil atau menentukan
bilangan yang ada dan menentukan hubungannya dalam bentuk hubungan
matematika, bila hubungan tersebut telah dapat ditentukan kemudian menyusun
rencana penyelesaiannya yang selanjutnya membuat model matematikanya
dengan kemampuan bahasa dan kemampuan memahami soal cerita akan terlihat
dari kalimat matematika yang berhasil dibuat oleh siswa tersebut.
Pentingnya soal cerita bagi siswa yang disebutkan oleh Kiemer
(1975:378) (dalam penelitian Andayani), One of the main objective in the
1/4
1/3
1/4
1/4 1/4
1/3 1/3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
teaching of secondary is the development of the ability to solve verbal problems.
Pemberian soal cerita merupakan suatu upaya dalam mencapai tujuan pengajaran
Matematika yang bersifat formal dan material. Aspek formal terlihat dengan
adanya langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita. Sedangkan aspek
material terlihat pada soal cerita yang disajikan dalam bentuk cerita dan
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Disamping itu, soal cerita merupakan
salah satu bahan ajar yang dapat melatih ketrampilan siswa dalam pemecahan
masalah. Menurut Soedjadi (2000:45) Kegiatan pemecahan masalah diharapkan
pemahaman materi Matematika agar lebih mantap dan kreatifitas siswa dapat
ditumbuhkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa soal cerita pecahan
adalah sebarang tugas atau kegiatan siswa dalam pelajaran matematika
khususnya pecahan yang erat kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari,
di mana soal tersebut dapat digunakan untuk melatih siswa berpikir secara
deduktif, membiasakan siswa untuk melihat hubungan kehidupn sehari-hari
dengan pengetahuan matematika yang telah diperoleh di sekolah, dan
memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep matematika tertentu.
5. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Kemampuan berasal dari kata mampu yang memperoleh awalan ke- dan
akhiran –an yang berarti sanggup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
kemampuan diartikan kesanggupan atau kecakapan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Nurhasanah (2007 : 423 ) mampu artinya kuasa ( bisa, sanggup
) melakukan sesuatu sedangkan kemampuan artinya kesanggupan, kecakapan
dan kekuatan. Menurut Poerwadarminta ( 2007 : 742 ) mampu artinya kuasa (
sanggup melakukan sesuatu ) sedangkan kemampuan artinya kesanggupan,
kecakapan dan kekuatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah
kesanggupan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh siswa dengan jalan
keuletan dari sesuatu kegiatan yang telah dikerjakan secara individu.
Kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan adalah kemampuan atau
kecakapan dalam menyelesaiakan tugas atau soal dalam pelajaran matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
mengenai pecahan yang erat kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari, di
mana soal tersebut disajikan dalam bentuk cerita.
6. Langkah-langkah Menyelesaikan Soal Cerita
Tingkat kesulitan soal cerita berbeda dengan tingkat kesulitan soal
bentuk hitungan ( kalimat matematika ) yang dapat dilakukan penyelesaiannya
secara langsung. Penyelesaian soal cerita memerlukan tingkat pemahaman yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penyelesaian soal berbentuk hitungan (Syafri
Ahmad , 2001 : 172). Selain itu pemilihan soal cerita akan mempengaruhi
strategi yang akan digunakan oleh siswa untuk menyelesaikannya. Menurut
Gatot Muhsetyo (2008 : 113) kendala utama peserta didik dalam menyelesaikan
soal cerita adalah mereka mengalami kesulitan memahami makna bahasa dari
kalimat yang digunakan karena adanya istilah matematika yang perlu diganti
dalam bentuk lambang.
Dalam pengajaran atau pembelajaran matematika seringkali berorientasi
kepada pendekatan pemecahan masalah atau penyelesaian suatu soal. Menurut
Polya dalam Ruseffendi (1988:177) menyatakan bahwa langkah-langkah yang
siswa lakukan dalam memecahkan masalah atau menyelesaikan soal adalah :
a) Memahami persoalan
Untuk mengetahui apakah seorang siswa mengeti persoalannya siswa
dapat menulis kembali soal itu dengan kata-kata sendiri, menulis soal itu
dalam baentuk lain, menulis dalam bentuk yang lebih operasional, menulis
dalm bentuk rumus maupun dalam bentuk gambar.
b) Membuat rencana atau cara untuk menyelesaikannya
Dalam pembuatan rencana untuk menentukan cara yang akan digunakan
dalam menyelesaiakan soal, dan dimungkinkan untuk membuat hipotesis
sebagai jawaban sementara.
c) Menjalankan rencana
d) Menyelesaikan soal itu dengan cara yang telah ditentukan pada langkah
sebelumnya.
e) Melihat kembali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Langkah ini untuk mengecek benar tidaknya kita menyelesaikan soal itu,
juga untuk melihat alternatif penyelesaian atau cara yang lebih baik (praktis,
efisien dan lain-lain).
Terdapat empat langkah untuk menyelesaikan soal cerita seperti
dikemukakan oleh Nandang dalam Syafri Ahmad (2001:172) sebagai berikut:
a) memahami soal cerita dengan menentukan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dari soal tersebut.
b) Menerjemahkan soal itu ke dalam model (kalimat) matematika.
c) Menyelesaikan model (kalimat) matematika.
d) Memeriksa kembali hasil (jawaban) yang diperoleh.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah
mengerjakan soal cerita adalah sebagai berikut, langkah pertama menentukan
apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal, langkah kedua membuat
kalimat dengan mencari hubungan antara yang diketahui dan yang ditanyakan
atau dengan kata lain memilih operasi hitung yang sesuai atau rumus-rumus
yang sesuai, langkah ketiga mengubahnya menjadi kalimat matematika, langkah
keempat menyelesaikan kalimat matematika, dan langkah yang terakhir
menyimpulkan hasil jawaban yang diperoleh.
B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
Yohana Tatik Listyowati (2008) dengan judul “Peningkatan Prestasi
Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar Melalui Pembelajaran Kooperatif
Di Kelas VB SD Negeari Cemara Dua No.13 Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta”, menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif terbukti
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Sebelum tindakan pencapaian KKM
rata-rata nilai ulangan harian 70%, pada siklus I menjadi 90% dan siklus II
menjadi 95%. Terjadi peningkatan kreativitas dan keaktifan siswa, antara lain
mengajukan , menyampaikan pandapat, bekerja sama dan menghargai pendapat
teman.
Darmawan Satyananda (2007) dalam http://lemlit.um.ac .id/wp- dengan
judul “Pengembangan Materi Program Instruksional Sebagai suatu Perangkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Pembelajaran Kooperatif dalam Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep
Matematika pada Perkuliahan MAU4O9 Teori Bilangan” (Jurnal Ilmiah
Nasional), menyimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif STAD pada
teori bilangan cukup efektif membantu mahasiswa dalam menguasai konsep
matematika. Hal ini terbukti pada hasil kuis siklus I 58,62% mahasiswa
mendapat skor dibawah 60 dan hanya 41,38% mahasiswa yang mendapat skor di
atas 65, kemudian pada siklus II menjadi 78,58% mahasiswa yang mendapat
skor di atas 65. Sedangkan pada hasil tugas kelompok pada siklus I ada 96,55%
mahasiswa yang mendapat nilai di atas 65 dan siklus II menjadi 100%
mahasiswa yang mendapat nilai di atas 65.
Dengan penelitian tersebut mempunyai persamaan dalam menggunakan
model pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan penguasaan konsep
matematika tetapi untuk perbedaanya peneliti bermaksud mengadakan penelitian
ini untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika khususnya pecahan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
C. KERANGKA BERFIKIR
Menyelesaikan soal cerita merupakan materi yang paling sukar dikuasai
oleh siswa, jika dibandingkan dengan materi yang lain dalam mata pelajaran
metematika. Untuk itu diperlukan beberapa prasyarat antara lain memiliki
kemampuan memahami kalimat cerita, kemampuan menganalisis soal,
kemampuan mengubah kalimat cerita menjadi kalimat matematika dan
kemampuan berhitung. Sedangkan guru selama ini masih menggunakan model
pembelajaran pembelajaran konvensional sehingga mengakibatkan kemampuan
dalam menyelesaikan soal cerita pecahan sangat rendah.
Proses pembelajaran menyelesaikan soal cerita perlu dirancang dengan
mengutamakan kegiatan–kegiatan yang banyak menuntut siswa mengalami
sendiri. Siswa perlu didudukan sebagai subyek, sehingga mereka dapat
mengekpresikan ide-ide, merasakan adanya manfaat dan termotivasi untuk selalu
mengikuti pembelajaran. Rancangan pembelajaran yang demikian dapat
diwujudkan jika model pembelajaran berbentuk kooperatif tipe STAD. Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
karena itu dilakukan perbaikan melalui penggunaan model pembelaran
kooperatif tipe STAD dengan tindakan dan indikator pencapaian target dari
setiap siklus. Jika pada siklus pertama belum mencapai indikator pencapaian
maka penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tindakan
dan indikator pencapaian target dari setiap siklus diharapkan kemampuan siswa
menyelesaikan soal cerita pecahan meningkat.
Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat dilihat dalam gambar 1 berikut:
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Kondisi
Awal
Guru
menggunakan
pembelajaran
konvensional
Kemampuan
menyelesaikan
soal cerita
pecahan rendah
rendah
Tindakan
Guru menggunakan
Model Pembelajaran
kooperatif tipe STAD
pada penyelesaian
soal cerita bilangan
pecahan
Kondisi
Akhir
Diduga model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dapat meningkatkan
kemampuan menyelesaikan soal cerita
pecahan
Siklus I
Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
D. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
“Penggunaan model Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada Siswa Kelas IV SDN I
Sentono Klaten Tahun Ajaran 2010/2011”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN I Sentono Kecamatan
Karangdowo Kabupaten Klaten, karena Peneliti sebagai salah satu tenaga
pendidik pada SD tersebut, sehingga akan memudahkan dalam
melaksanakan penelitian.
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II selama enam
bulan yakni mulai Januari sampai Juni tahun ajaran 2010/2011. Untuk
jelasnya jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Jadwal penelitian
N
o
Kegiatan
Penelitian
Bulan
Jan Feb Maret April Mei Juni
1 Persiapan v
2 Koordinasi v
3 Pengumpulan
data
v V v
4 Perencanaan
tindakan
V
5 Pelaksanan
siklus1
v V v
6 Pelaksanan
siklus2
v v v
7 Penyusunan
laporan
v v
8 Penyelesaian
laporan
v v
9 Ujian
penelitian
v
10 Penjilidan v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 1 Sentono,
Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Klaten Tahun ajaran 2010/2011 pada
semester II sebanyak 20 siswa. Dari 20 siswa tersebut terdiri dari 12 siswa
perempuan dan 8 siswa laki-laki.
C. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yang
menekankan pada masalah perbaikan proses di kelas, maka jenis penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Wardhani (2007 : 119) menyatakan
bahwa sasaran akhir PTK adalah perbaikan pembelajaran. Dengan
menggunakan bentuk Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan akan
mendapat informasi yang sebanyak-banyaknya untuk meningkatkan
praktek-praktek pembelajaran di kelas secara professional.
2.Strategi Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif dan jenis penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Menggunakan pendekatan jenis ini karena data yang akan diperoleh atau
dikkumpulkan berupa data yang langsung tercatat dari kegiatan di
lapangan. Alasan mengadakan penelitian tindakan kelas adalah, karena
PTK mengkaji masalah pendidikan yang berkaitan dengan pembelajaran di
dalam kelas yang dilaksanakan oleh guru. Selain itu PTK dapat
memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi guru kelas. Dalam
penelitian ini menggunakan strategi model siklus. Wardhani (2007 : 2.3)
menyatakan bahwa PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur
atau siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu merencanakan, melakukan
tindakan, mengamati dan melakukan refleksi.
D. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN I Sentono
Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2010/ 2011, teman sejawat, guru dan
Kepala Sekolah. Dalam penelitian ini sumber data yang dapat
dimanfaatkan antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
1. Informasi data dari nara sumber yang terdiri siswa kelas IV serta wali
kelas IV SD Negeri 1 Sentono.
2. Data nilai akademik mata pelajaran matematika kelas IV SD Negeri 1
Sentono, baik nilai ulangan harian atau nilai Ulangan Akhir Semester.
3. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran matematika kelas IV SD
Negeri 1 Sentono.
E. Teknik Pengumpulan Data
Didalam melakukan penelitian ini yang digunakan peneliti untuk
teknik adalah tes, dokumentasi, observasi dan wawancara. Setiap teknik
tersebut ada kekuranganya namun dapat ditunjang oleh teknik yang lain,
sehingga antara teknik yang satu dengan teknik yang lain saling
melengkapi. Untuk memperoleh data yang sesuai dengan apa yang
diharapkan dalam penelitian diperlukan alat atau metode untuk
mendapatkan data yang tepat dan obyektif. Metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah :
a. Tes
Tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan
siswa dalam menerima bahan ajar matematika khususnya kemampuan
menyelesaikan soal cerita pecahan sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan. Tes yang diberikan kepada siswa yakni tes tertulis (mengerjakan
soal kuis dalam bentuk esay) . Tes ini diberikan disetiap pertemuan suatu
siklus untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pecahan
b. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang berupa
data-data tertulis yaitu hasil ulangan harian. Kegiatan ini selain untuk
mencatat semua dokumen dan arsip juga untuk mendapatkan gambaran
secara lengkap tentang dokumen hasil belajar siswa sebelum dilakukan
tindakan khususnya kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.
c. Observasi
Observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai seluruh
aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika khususnya kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
menyelesaikan soal cerita pecahan ketika kegiatan belajar mengajar sedang
berlangsung di kelas. Hasil observasi digunakan untuk mendapatkan data
kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan yang diperlukan sebagai
dasar untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut.
F. Validitas Data
Di dalam penelitian diperlukan adanya validitas data, maksudnya
adalah semua data yang dikumpulkan hendaknya dapat mencerminkan apa
yang sebenarnya diukur atau diteliti. Data yang telah berhasil digali ,
dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan
kebenarannya. Untuk menjamin dan menguji kesahihan data yang
digunakan, maka validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik
trianggulasi data. Trianggulasi data maksudnya yaitu mengumpulkan data
sejenis dari sumber yang berbeda. Jadi data dan informasi yang diperoleh
selalu dikomparasi dan diuji dengan data dan informasi lain, baik dari segi
koheren sumber yang sama atau sumber yang berbeda. Trianggulasi data
dalam penelitian ini seperti saat pengambilan data keaktifan siswa dengan
di observasi oleh peneliti dan guru kelas, hasil tes di nilai oleh peneliti dan
guru kelas.
Validitas data menunjukan sejauhmana alat ukur itu mengukur apa
yang seharusnya diukur. Untuk lebih jelasnya kisi-kisi soal yang dapat
dilihat dilampiran 3 halaman 73. Tinggi rendahnya instrumen menunjukan
sejauhmana fakta yang terkumpul dari dari gambar tentang variabel yang
dimaksud. Dalam penelitian ini untuk memperoleh validasi data dan
keahlian data melalui triangulasi (triangulasi data, triangulasi peneliti dan
triangulasi teori). Triangulasi dokumen peneliti ini melibatkan guru,
peneliti dan teman sejawat.
G. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis kulitatif dengan model interaktif. Menurut Sugiyono (2003:91)
model analisis interaktif mempunyai tiga buah komponen pokok, yaitu
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi) Model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
analisis interaktif mempunyai tiga buah komponen pokok, yaitu reduksi
data, sajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
Adapun rincian model tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Reduksi Data adalah proses pemilihan pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan – catatan tertulis dilapangan.
b. Penyajian Data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambil tindakan.
Dalam penyajian ini dapat dilakukan melalui berbagai macam cara
visual misalnya gambar, grafik dan tabel.
c. Kesimpulan – kesimpulan merupakan bagian dari satu kegiatan dari
konfigurasi yang utuh, sehingga kesimpulan – kesimpulan juga
diverifikasi selama penelitian berlangsung Aktivitasnya dilakukan
dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai
suatu proses siklus. Untuk lebih jelasnya, proses analisis kualitatif
dengan model interaktif dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Melakukan analisis awal bila data yang didapat di kelas sudah
cukup, maka dapat dikumpulkan.
2. Mengembangkan dalam bentuk sajian data, dengan menyusun
coding dan matrik yang berguna untuk penelitian lanjut.
3. Melakukan analisis data di kelas dan mengembangkan matrik
antar kelas.
4. Melakukan verifikasi, pengayaan dan pendalaman data apabila
dalam persiapan analisis ternyata ditemukan data yang kurang
lengkap atau kurang jelas, maka perlu dilakukan pengumpulan
data lagi secara terfokus.
5. Merumuskan simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
H. Indikator Kinerja
Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan
dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan
penelitian. Keberhasilan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
meningkatnya kemaampuan siswa dalam menyelesaaikan soal cerita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pecahan pada siswa kelas IV SDN 1 Sentono melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal yaitu 65
Pada siklus 1 pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan
menyelesaikan soal cerita pecahan siswa mencapai rata-rata kelas 65
dan siswa yang memperoleh nilai > 65 mencapai 70%. Sedangkaan
pada siklus 2 pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan
menyelesaikan soal cerita pecahan siswa mencapai rata-rata kelas 65
dan siswa yang memperoleh nilai > 65 mencapai 80%.
I. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan kerangka dasar berbentuk
rangkaian siklus yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Prosedur penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini akan
dilakukan dalam 2 siklus yang masing-masing siklus meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, mengamati kegiatan
pembelajaran dan hasilnya, kemudian merefleksi kegiatan tersebut.
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan Mc Taggart
dapat digambarkan pada gambar 2 berikut :
Gambar 2: Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan Mc Taggart (2001:63)
SIKLUS II
PELAKSANAAN
PENGAMATAN PERENCANAAN
REFLEKSI
PELAKSANAAN
REFLEKSI
PENGAMATAN PERENCANAAN
SIKLUS I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Adapun rancangan penelitian yang digambarkan dalam tahap-tahap PTK
adalah sebagai berikut :
a. SIKLUS I
Deskripsi pada siklus I terdiri dari paparan data
perencanaan, data pelaksanaan, data observasi dan data refleksi.
1) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dilaksanakan sebagai awal untuk
melakukan tindakan pada kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-
langkah persiapan peneliti dalam tahap perencanaan antara lain
adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran yang kemudian
didiskusikan dengan guru kelas IV. Perancangan RPP mencakup
penentuan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan
pembelajaran, dampak pengiring. materi, kegiatan pembelajaran,
sumber/alat/media, dan penilaian. Rencana pelaksanaan tindakan
berarti perlakuan yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi
permasalahan penelitian. Tindakan yang ditempuh adalah belajar
kelompok dengan metode STAD untuk menyelesaikan beberapa
soal cerita tentang operasi hitung penjumlahan bilangan pecahan .
Pelaksanaan tindakan siklus I disepakati untuk
dilaksanakan menjadi dua kali pertemuan yang masing-masing
pertemuan alokasi waktunya 3 x 35 menit yaitu pada hari Rabu
tanggal 23 Maret 2011 dan hari Jumat tanggal 25 Maret 2011.
Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan SD kelas IV, peneliti melakukan langkah-langkah
perencanaan pembelajaran materi penjumlahan pecahan terutama
dalam menyelesaikan soal cerita matematika dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif metode STAD.
2) Pelaksanaan Tindakan
Dalam siklus I ini dibagi menjadi dua kali pertemuan.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif metode STAD, adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
a) Pertemuan Pertama
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan
yaitu kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini
adalah sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi
kepada siswa , menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian
apersepsi. Apersepsi yang dilakukan adalah siswa diajak pada
satu hal yang sering dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-
hari tentang pecahan. Sedangkan kegiatan intinya adalah
melaksanakan pembelajaran mengenai penjumlahan pecahan
berpenyebut sama dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari yang diterapkan dalam soal-soal cerita. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
- Guru mempresentasikan atau menjelaskan secara singkat
tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan cara
menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan dalam
kehidupan sehari-hari (soal cerita) dan menjelaskan cara
penilaian tim dalam kelompok.
- Siswa dibagi menjadi kelompok dengan anggota tiap
kelompok lima siswa.
- Masing-masing kelompok diberi lembar kerja untuk
dikerjakan /diselesaikan secara berkelompok atau
berdiskusi.
- Siswa dengan dibimbing guru melakukan diskusi.
- Siswa membantu teman sekelompoknya yang belum
paham cara menyelesaikanya agar bisa, karena
keberhasilan timnya nanti tergantung dari masing-masing
individu.
- Setelah diskusi selesai perwakilan dari masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya.
Kegiatan penutup adalah melaksanakan kuis atau evaluasi
secara individu dan hasilnya digunakan untuk perolehan nilai
kelompok. Setelah kuis selesai dan diperoleh hasil nilai kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
maka guru memberikan penghargaan pada kelompok yang
mendapat nilai terbanyak.
b) Pertemuan kedua
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini adalah
sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada
siswa , menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian apersepsi.
Apersepsi yang dilakukan adalah siswa diajak pada satu hal yang
sering dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari tentang
pecahan serta mengulang kembali materi penjumlahan pecahan
berpenyebut sama. Sedangkan kegiatan intinya adalah
melaksanakan pembelajaran mengenai penjumlahan pecahan
berpenyebut tidak sama dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari yang diterapkan dalam soal-soal cerita. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
- Guru mempresentasikan atau menjelaskan secara singkat
tentang penjumlahan dua pecahan dan cara menyelesaikan
masalah penjumlahan pecahan dalam kehidupan sehari-hari
(soal cerita) dan menjelaskan cara penilaian tim dalam
kelompok.
- Siswa dibagi menjadi kelompok dengan anggota tiap
kelompok lima siswa.
- Masing-masing kelompok diberi lembar kerja untuk dikerjakan
/diselesaikan secara berkelompok atau berdiskusi.
- Siswa dengan dibimbing guru melakukan diskusi.
- Siswa membantu teman sekelompoknya yang belum paham
cara menyelesaikanya agar bisa, karena keberhasilan timnya
nanti tergantung dari masing-masing individu.
- Setelah diskusi selesai perwakilan dari masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya.
Kegiatan penutup adalah melaksanakan kuis atau evaluasi
secara individu dan hasilnya digunakan untuk perolehan nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
kelompok. Setelah kuis selesai dan diperoleh hasil nilai kelompok
maka guru memberikan penghargaan pada kelompok yang
mendapat nilai terbanyak dan kelompok yang memiliki skor
kemajuan tertinggi. .
3) Pengamatan
Hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan dapat
dideskripsikan bahwa siswa belum dapat memanfaatkan waktu
dengan baik. Hal ini terlihat pada saat siswa diminta membentuk
kelompok belum secara cepat terbentuk dengan baik, apa lagi
tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam kelompok diskusi. Ada
kesan kurang siap dan banyak yang kurang bersemangat belajar.
Mereka seolah-olah tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Siswa yang menghadapi kesulitan dan berani bertanya pada
guru jumlahnya masih sedikit, sehingga informasi yang
didapatkan pun sangat kurang. Pada saat melaksanakan diskusi
kelompok pun, banyak anggota yang masih pasif. Mereka belum
banyak memberikan komentar, atau melakukan penilaian
terhadap hasil kerja teman lain. Hal ini disebabkan siswa belum
terbiasa melakukan diskusi kelas. Siswa belum biasa berbicara
atau mengeluarkan pendapat dihadapan temannya.
4) Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa siswa
pada umumnya belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik.
Untuk menindaklanjutinya maka pada pembelajaran soal cerita
pecahan pada siklus II perlu ditekankan kepada siswa maupun
kelompok diskusi mengenai pentingnya pemanfaatan waktu.
Kurangnya bersemangat dan tidak termotivasi siswa dalam
belajar dan mengikuti kegiatan yang diperintahkan guru, dan
jarangnya siswa bertanya pada guru saat kegiatan belajar seperti
mengubah soal cerita menjadi kalimat matemtika disebabkan oleh
kurangnya pemahaman siswa akan pentingnya hal-hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sehingga masih didapati siswa yang tidak segera melakukan
kegiatan itu.
Oleh sebab itu, pada pembelajaran berikutnya ( pada siklus
II) perlu ditekankan kepada siswa agar lebih mempersiapkan diri
sebelum mengidentifikasi soal cerita dengan baik. Pada siklus I
didapatkan ketuntasan hasil belajar siswa hanya 70%, sehingga
masih belum mencapai target penelitian 80%. Dengan belum
tercapainya target ketuntasan minimal maka penelitian ini perlu
dilanjutkan ke siklus II.
b. SIKLUS II
Deskripsi pada siklus II terdiri dari paparan perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi.
1) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dilaksanakan sebagai awal untuk
melakukan tindakan pada kegiatan pembelajaran. Adapun
langkah-langkah persiapan peneliti dalam tahap perencanaan
antara lain adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
yang kemudian didiskusikan dengan guru kelas IV.
Perancangan RPP mencakup penentuan standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dampak
pengiring materi, kegiatan pembelajaran, sumber/alat/media,
dan penilaian. Rencana pelaksanaan tindakan berarti perlakuan
yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi permasalahan
penelitian. Tindakan yang ditempuh adalah belajar kelompok
dengan metode STAD untuk menyelesaikan beberapa soal
cerita tentang operasi hitung penjumlahan bilangan pecahan .
Pelaksanaan tindakan siklus II disepakati oleh guru kelas
IV dan peneliti untuk dilaksanakan menjadi dua kali
pertemuan yang masing-masing pertemuan alokasi waktunya 3
x 35 menit yaitu pada hari Rabu tanggal 28 Maret 2011 dan
hari Jumat tanggal 1 April 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan SD kelas IV, peneliti melakukan langkah-langkah
perencanaan pembelajaran materi penjumlahan pecahan
terutama dalam menyelesaikan soal cerita matematika dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif metode STAD.
2) Pelaksanaan Tindakan
Dalam siklus II ini dibagi menjadi dua kali pertemuan.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif metode STAD, adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut:
a) Pertemuan Pertama
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini adalah
sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada
siswa , menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian
apersepsi. Apersepsi yang dilakukan adalah siswa diajak pada
satu hal yang sering dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-
hari tentang pecahan. Sedangkan kegiatan intinya adalah
melaksanakan pembelajaran mengenai penjumlahan pecahan
berpenyebut sama dan penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari yang diterapkan dalam soal-soal cerita. Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut :
- Guru mempresentasikan atau menjelaskan secara singkat
tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan cara
menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan dalam
kehidupan sehari-hari (soal cerita) dan menjelaskan cara
penilaian tim dalam kelompok.
- Siswa dibagi menjadi kelompok dengan anggota tiap
kelompok lima siswa.
- Masing-masing kelompok diberi lembar kerja untuk
dikerjakan /diselesaikan secara berkelompok atau
berdiskusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
- Siswa dengan dibimbing guru melakukan diskusi.
- Guru memotivasi dan mengajak siswa untuk membantu
teman sekelompoknya yang belum paham cara
menyelesaikanya agar bisa, karena keberhasilan timnya
nanti tergantung dari masing-masing individu.
- Setelah diskusi selesai perwakilan dari masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya.
- Siswa bersama guru mengulang kembali cara
menyelesaikan penjumlahan pecahan yang diterapkan
dalam masalah kehidupan sehari-hari (soal cerita).
Kegiatan penutup adalah melaksanakan kuis atau evaluasi
secara individu dan hasilnya digunakan untuk perolehan nilai
kelompok. Setelah kuis selesai dan diperoleh hasil nilai kelompok
maka guru memberikan penghargaan pada kelompok yang
mendapat nilai terbanyak.
b) Pertemuan kedua
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan
yaitu kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini
adalah sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi
kepada siswa , menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian
apersepsi. Apersepsi yang dilakukan adalah siswa diajak pada
satu hal yang sering dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari
tentang pecahan serta mengulang kembali materi penjumlahan
pecahan berpenyebut sama. Sedangkan kegiatan intinya adalah
melaksanakan pembelajaran mengenai penjumlahan pecahan
berpenyebut tidak sama dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari yang diterapkan dalam soal-soal cerita. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
- Guru mempresentasikan atau menjelaskan secara singkat
tentang penjumlahan dua pecahan dan cara menyelesaikan
masalah penjumlahan pecahan dalam kehidupan sehari-hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
(soal cerita) dan menjelaskan cara penilaian tim dalam
kelompok.
- Siswa dibagi menjadi kelompok dengan anggota tiap
kelompok lima siswa.
- Masing-masing kelompok diberi lembar kerja untuk dikerjakan
/diselesaikan secara berkelompok atau berdiskusi.
- Guru memotivasi dan mengajak siswa untuk membantu teman
sekelompoknya yang belum paham cara menyelesaikanya agar
bisa, karena keberhasilan timnya nanti tergantung dari masing-
masing individu.
- Setelah diskusi selesai perwakilan dari masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya.
- Siswa bersama guru mengulang kembali cara menyelesaikan
penjumlahan pecahan yang diterapkan dalam masalah
kehidupan sehari-hari (soal cerita).
Kegiatan penutup adalah melaksanakan kuis atau evaluasi
secara individu dan hasilnya digunakan untuk perolehan nilai
kelompok. Setelah kuis selesai dan diperoleh hasil nilai kelompok
maka guru memberikan penghargaan pada kelompok yang
mendapat nilai terbanyak.
3) Pengamatan
Hasil observasi pada siklus II ini dapat didiskripsikan
bahwa sebagian besar siswa dapat memanfaatkan waktu dengan
baik. Siswa antusias, bersemangat melakukan kegiatan yang
diperintahkan guru, karena termotivasi dengan cara-cara guru
membimbing, mengarahkan, dan adanya kerja kelompok sesama
teman.
Guru sebagai fasilitator dan motivator dalam pembelajaran
sudah melakukan tugasnya dengan baik. Bahkan, kedekatan dan
sikap ramah yang ditunjukan guru terhadap siswa, dirasakan
memiliki nilai tersendiri. Suasana pembelajaran dirasakan siswa,
sebagai hal yang menyenangkan, sehingga siswa pun merasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
bahwa pembelajaran soal cerita itu sebagai pembelajaran yang
menarik dan melatih kerja sama teman secara kompak dan
bermakna,
4) Refleksi
Siswa sudah dapat memanfaatkan waktu dengan baik.
Mereka juga sudah apresiasi akan pentingnya kegiatan
mengidentifikasi, mengubah, bertanya, menentukan hasil dari
pengerjaan soal cerita . Bahkan mereka melakukan kegiatan
tersebut dengan antusias dan senang hati yang dilandasi dengan
motivasi belajar yang sangat kuat. Sasaran pada siklus II adalah
paling tidak terdapat 80% peserta didik yang mencapai KKM
dalam pengerjaan soal cerita operasi hitung penjumlahan pecahan .
Hasil evaluasi pada siklus II ini menunjukkan bahwa sasaran telah
tercapai maka penelitian dihentikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Kondisi Awal
Sebelum melaksanakan proses penelitian, terlebih dahulu melakukan
kegiatan survei awal dengan tujuan untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di
lapangan. Proses ini dilakukan melalui observasi dan tes awal pelajaran
matematika pokok bahasan bilangan pecahan di kelas IV SDN 1 Sentono
Kecamatan Karangdowo Kabupaten Klaten, dengan hasil awal antara lain guru
lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam menjelaskan materi pelajaran,
kegiatan pembelajaran kurang aktif, guru tidak menyiapkan media yang bervarisi
dalam menjelaskan materi pelajaran.
Sedangkan permasalahan yang ditemui yaitu siswa kurang termotivasi
untuk mengikuti pelajaran, siswa masih banyak yang takut untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan dari guru. Dari hasil evaluasi awal sebelum diterapkan
pembelajaran kooperatif metode STAD pada pelajaran matematika materi
penjumlahan pecahan menunjukan pemahaman konsep siswa masih rendah,
terutama pada pemahaman soal berbentuk cerita. Hal ini terbukti dari dua puluh
siswa hanya 45% atau sembilan siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM ( nilai
65 ), sedangkan sisanya ada 55% atau ada sebelas siswa yang nilainya dibawah
KKM. Berdasarkan nilai tes awal yang dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 72
dapat dibuat tabel 2 distribusi frekuensi sebagai berikut :
Tabel 2. Frekuensi Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan Pada
Kondisi Awal
No Interval Frekuensi Persentase
1 31-40 3 15%
2 41-50 5 25%
3 51-60 3 15%
4 61-70 7 35%
5 71-80 2 10%
Jumlah 20 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Berdasarkan tabel 2 tentang nilai frekuensi siswa dalam menyelesaikan
soal-soal cerita pecahan dapat digambarkan pada gambar 3 di bawah ini:
Gambar 3. Grafik Frekuensi Nilai Awal Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita
Pecahan Pada Kondisi awal
Dari grafik frekuensi nilai kondisi awal siswa sebelum tindakan tersebut,
dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai interval antara 31-40 sebanyak
3 siswa dengan prosentase 15 %, nilai interval antara 41-50 sebanyak 5 siswa
dengan prosentase 25 % , nilai interval antara 51-60 sebanyak 3 siswa dengan
prosentase 15 %, nilai interval antara 61-70 sebanyak 7 siswa dengan prosentase
35 % dan nilai interval antara 71-80 sebanyak 2 siswa dengan prosentase 10 %.
Analisis hasil evaluasi dari tes awal siswa, diperoleh nilai rata-rata
kemampuan awal siswa kelas IV dalam menyelesaikan soal cerita pecahan yaitu
57,25. Dari hasil rata-rata nilai siswa tersebut ternyata masih di bawah nilai rata-
rata yang diinginkan dari pihak guru, sekolah dan peneliti yaitu 65. Besarnya
prosentase siswa belajar tuntas yaitu 45%, sedangkan ketuntasan siswa diharapkan
mencapai lebih dari 80%. Sementara itu, pembelajaran dikatakan berhasil apabila
siswa mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 65, sehingga
pembelajaran kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan siswa kelas IV SDN
1 Sentono perlu dilakukan tahap pelaksanaan tindakan perbaikan dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD .
0
1
2
3
4
5
6
7
8
31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 91-100
F
r
e
k
u
e
n
s
i
Interval Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
2. Deskripsi Siklus I
Deskripsi data tindakan siklus I terdiri dari paparan perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi.
1) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dilaksanakan sebagai awal untuk melakukan
tindakan pada kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkah persiapan
peneliti dalam tahap perencanaan antara lain adalah membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran yang kemudian didiskusikan dengan guru kelas
IV. Rencana pelaksanaan tindakan berarti perlakuan yang dilaksanakan dalam
rangka mengatasi permasalahan penelitian. Tindakan yang ditempuh adalah
belajar kelompok dengan metode STAD untuk menyelesaikan beberapa soal
cerita tentang operasi hitung penjumlahan bilangan pecahan .
Pelaksanaan tindakan siklus I disepakati oleh peneliti dan guru kelas IV
untuk dilaksanakan menjadi dua kali pertemuan yang masing-masing
pertemuan alokasi waktunya 3 x 35 menit yaitu pada hari Rabu tanggal 23
Maret 2011 dan hari Jumat tanggal 25 Maret 2011.
Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD kelas
IV, peneliti melakukan langkah-langkah perencanaan pembelajaran materi
penjumlahan pecahan terutama dalam menyelesaikan soal cerita pecahan
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif metode STAD sebagai
berikut :
a) Memilih Kompetensi Dasar yang sesuai dengan pokok bahasan pecahan.
b) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pembelajaran disusun 2 kali pertemuan masing-masing pertemuan
3 jam pelajaran atau 3 x 35 menit yang dilaksanakan pada tanggal 25 dan 28
Maret 2011. Perencanaan RPP mencakup penentuan: Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dampak pengiring,
materi pembelajaran, model dan metode pembelajaran, dan sistem penilaian.
c) Menyusun Lembar Kerja Kelompok
d) Menyusun lembar evaluasi
e) Menyiapkan media pembelajaran yang mendukung pembelajaran berupa
kertas berlipat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
f) Membuat lembar pedoman observasi siswa dan observasi kinerja guru
g) Membentuk Kelompok Belajar
Sebelum dilaksanakan pembelajaran terlebih dahulu guru membagi 20 siswa
menjadi 4 tim yang terdiri dari 5 siswa yang heterogen. Pembagian
kelompok ini berdasarkan pada prestasi belajar siswa dan jenis kelamin.
Sehingga dalam satu kelompok terdapat seorang siswa yang berprestasi
tinggi dan seorang siswa yang berprestasi rendah, sedangkan sisanya adalah
siswa yang berprestasi sedang atau menengah.
h) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas dan sarana pendukung yang disiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran adalah: Ruang belajar yang digunakan adalah ruang kelas
yang biasa digunakan setiap hari. Kursi diatur sedemikian rupa, bisa per
individu atau bisa dibuat kelompok, sehingga siswa dapat belajar dengan
nyaman dan Buku sumber belajar Buku pelajaran Matematika kelas IV.
2) Pelaksanaan Tindakan
Dalam siklus I ini dibagi menjadi dua kali pertemuan. Pertemuan
pertama membahas tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan
pertemuan kedua membahas tentang penjumlahan pecahan berpenyebut tidak
sama yang diterapkan dalam menyelesaikan soal-soal cerita. Pelaksanaan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif metode STAD,
adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Pertemuan Pertama
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini adalah Tahap
penyampaian materi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi
kepada siswa menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian apersepsi.
Sedangkan pada kegiatan inti meliputi: Eksplorasi terdapat 3 tahapan
dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu tahap pembagian tim, tahap
presentasi dari guru, dan tahap kerja kelompok, Tahap pembagian tim: guru
membagi 20 siswa menjadi 4 tim secara heterogen (campuran menurut tinggi
rendah prestasi siswa dan jenis kelamin.Tahap presentasi dari guru dilakukan
guru secara klasikal, kegiatannya adalah: Guru mempresentasikan atau
menjelaskan secara singkat tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dan cara menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan berbentuk soal cerita.
Guru memperagakan menggunakan kertas berlipat untuk memudahkan dalam
menjumlahkan pecahan berpenyebut sama, kemudian guru membagikan
lembar contoh penjumlahan pecahan, lalu guru menyuruh salah satu siswa
untuk maju ke depan memperagakan menggunakan kertas berlipat untuk
memudahkan dalam menjumlahkan pecahan, kemudian guru menjelaskan
cara mengidentifikasi masalah yang terdapat pada soal cerita, mengubah soal
cerita menjadi kalimat matematika sederhana sehingga ketepatan dalam
menentukan hasil akhir. Elaborasi, tahap kerja kelompok, kegiatannya antara
lain: guru menjelaskan kepada setiap tim dalam mengerjakan tugasnya, setiap
tim diberi lembar kerja kelompok sebagai bahan yang dipelajari kemudian
tim mengerjakan soal cerita pecahan tersebut dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Tahap kerja kelompok kegiatannya adalah setiap
kelompok STAD diberi lembar soal sebagai bahan yang dipelajari lalu semua
anggota kelompok saling berdiskusi mengenai bagaimana cara menyelesaikan
soal cerita pecahan tersebut, setiap tim mengerjakan soal yang telah
dibagikan oleh guru dengan benar. Dalam kerja kelompok, setiap siswa saling
berbagi tugas dan membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota
kelompok dapat memahami materi yang dibahas. Hasil diskusi ditulis pada
lembar hasil diskusi atau lembar kerja siswa. Lembar hasil diskusi
dikumpulkan pada guru sebagai hasil kelompok. Pada tahap ini guru berperan
sebagai motivator dan fasilitator dalam membimbing siswa selama diskusi
berlangsung, guru bersama siswa membahas hasil diskusi menyelesaikan soal
cerita penjumlahan pecahan. Konfirmasi, guru memberi penguatan berupa
tepuk tangan dan bintang kepada masing-masing tim karena telah melakukan
pembelajaran dengan baik.
Kegiatan penutup adalah melaksanakan kuis atau evaluasi secara
individu. Setelah kuis selesai dan diperoleh hasil nilai kelompok maka guru
memberikan penghargaan pada kelompok yang mendapat nilai terbanyak.
b) Pertemuan kedua
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini adalah Tahap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
penyampaian materi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi
kepada siswa dan menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian apersepsi
yang dilakukan adalah siswa diajak pada satu hal yang sering dihadapi siswa
dalam kehidupan sehari-hari tentang pecahan serta mengulang kembali materi
penjumlahan pecahan berpenyebut sama
Sedangkan pada kegiatan inti meliputi: Eksplorasi terdapat 3 tahapan
dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu tahap pembagian tim, tahap
presentasi dari guru, dan tahap kerja kelompok, Tahap pembagian tim, guru
membagi 20 siswa menjadi 4 tim secara heterogen (campuran menurut tinggi
rendah prestasi siswa dan jenis kelamin). Tahap presentasi dari guru
dilakukan guru secara klasikal, kegiatannya adalah: Guru mempresentasikan
atau menjelaskan secara singkat tentang penjumlahan pecahan berpenyebut
tidak sama dan cara menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan (soal
cerita). Guru memperagakan menggunakan kertas berlipat untuk
memudahkan dalam menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama,
kemudian guru membagikan lembar contoh penjumlahan pecahan dan
menyuruh salah satu siswa untuk maju ke depan untuk memperagakan
menggunakan kertas berlipat untuk memudahkan dalam menjumlahkan
pecahan, kemudian guru menjelaskan cara mengidentifikasi masalah yang
terdapat pada soal cerita, mengubah soal cerita menjadi kalimat matematika
sederhana sehingga ketepatan dalam menentukan hasil akhir. Elaborasi, tahap
kerja kelompok, kegiatannya antara lain: guru menjelaskan kepada setiap tim
dalam mengerjakan tugasnya, setiap tim diberi lembar kerja kelompok
sebagai bahan yang dipelajari kemudian tim mengerjakan soal cerita pecahan
tersebut dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tahap kerja
kelompok kegiatannya adalah setiap kelompok STAD diberi lembar soal
sebagai bahan yang dipelajari lalu semua anggota kelompok saling berdiskusi
mengenai bagaimana cara menyelesaikan soal cerita pecahan, setiap tim
mengerjakan soal yang telah dibagikan oleh guru dengan benar. Dalam kerja
kelompok, setiap siswa saling berbagi tugas dan membantu memberikan
penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang
dibahas. Hasil diskusi ditulis pada lembar hasil diskusi atau lembar kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
siswa. Lembar hasil diskusi dikumpulkan pada guru sebagai hasil kelompok.
Pada tahap ini guru berperan sebagai motivator dan fasilitator dalam
membimbing siswa selama diskusi berlangsung, guru bersama siswa
membahas hasil diskusi menyelesaikan soal cerita penjumlahan pecahan.
Konfirmasi, guru memberi penguatan berupa tepuk tangan dan bintang
kepada masing-masing tim karena telah melakukan pembelajaran dengan baik
kemudian guru menekankan kembali materi yang telah disampaikan, guru
menanyakan kepada siswa mengenai materi yang belum jelas.
Kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran, tahap tes individual diadakan tes secara individual, mengenai
materi yang telah dibahas, kemudian guru memberikan evaluasi kepada siswa
secara individu, tahap perhitungan skor perkembangan individu tahap ini
didasarkan pada nilai hasil evaluasi pada tes awal dan evaluasi siklus I,
kemudian guru menutup pelajaran dengan salam.
Berdasarkan hasil nilai kemampuan menyelesaikan soal cerita
pecahan pada siswa kelas IV SDN 1 Sentono Karangdowo dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD siklus I pertemuan
pertama dan kedua diperoleh nilai rata-rata yang dapat dilihat pada lampiran
12 halaman 91 dapat dibuat tabel 3 distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 3. Frekuensi Nilai Rata-rata Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita
Pecahan Siklus 1
No Interval Frekuensi Persentase
1 41-50 3 15%
2 51-60 2 10%
3 61-70 6 30%
4 71-80 8 40%
5 81-90 1 5%
Jumlah 20 100%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Berdasarkan tabel 3 di atas maka hasil nilai rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita pecahan pada siklus 1 digambarkan seperti pada
gambar 4 berikut :
Gambar 4. Grafik Frekuensi Nilai Kemampuan SiswaMenyelesaikan Soal Cerita
Pecahan Siklus I
Dari hasil analisis tabel frekuensi kemampuan menyelesaikan soal
cerita pecahan tersebut, dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai
interval antara 41-50 sebanyak 3 siswa dengan prosentase 15%, nilai
interval antara 51-60 sebanyak 3 siswa dengan prosentase 15%, nilai
interval antara 61-70 sebanyak 6 siswa dengan prosentase 35%, nilai
interval antara 71-80 sebanyak 8 siswa dengan prosentase 40% dan nilai
interval antara 81-90 sebanyak 1 siswa dengan prosentase 5%.
Dari hasil evaluasi siklus I yang dilakukan pada pertemuan pertama
sampai pertemuan kedua maka dapat diketahui bahwa pada siklus I
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan terutama
tentang penjumlahan pecahan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Dari penelitian siklus I diperoleh data rata-rata kelas 66,25, ketuntasan
klasikal yang diperoleh adalah 70% atau 14 siswa mencapai batas nilai
KKM, sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 30% atau 6 siswa.
3) Observasi
Dalam pengamatan ini, peneliti meminta bantuan guru kelas IV yang
bertindak sebagai observer dan teman sejawat untuk mengambil gambar foto.
Observer sebagai partisipan pasif berada di bangku paling belakang untuk
3
2
6
8
1
015% 10% 30% 40%5%
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 91-100
F
r
e
k
u
e
n
s
i
Interval Nilai
Siklus I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
mengamati jalannya pembelajaran melalui pedoman observasi yang telah
dibuat. Pengamatan tidak hanya ditujukan pada kegiatan atau partisipasi
dalam proses pembelajaran, namun juga pada aspek aktivitas siswa dalam
pembelajaran dan tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran mengenai
kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD termasuk suasana kelas pada setiap
pertemuan. Uraian observasi tiap pertemuan pada siklus I sebagai berikut :
a) Observasi aktivitas siswa
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada siklus I dengan
kriteria yang dinilai adalah Tanggung jawab, Kerjasama siswa dan
Ketepatan menjawab. Hasil observasi aktivitas siswa siklus I dapat dilihat
pada lampiran 9 halaman 87 dapat dibuat tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I
No Keterangan Siklus
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1 Total Skor 22,4 24,8
2 Rata-rata Skor 5,6 6,2
3 Rata-rata skor siklus 1 5,9
Berdasarkan tabel 10 dapat disimpulkan bahwa rata-rata aktivitas
siswa dalam pembelajaran kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan
pada siklus 1 pertemuan 1 yaitu 5,6 dalam kategori masih kurang baik dari
rata-rata aspek tanggung jawab, ketepatan menjawab dan kerjasama.
Sedangkan pada pertemuan 2 yaitu 6,2 dengan kategori baik. Nilai rata-rata
keseluruhan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 5,9 dengan kategori kurang
baik.
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran antara
lain:
a. Keseriusan dalam aktivitas yang dilakukan siswa masih kurang. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa siswa yang masih belum aktif dalam
kelompoknya dan hanya berdiam saja hanya mengandalkan temannya
yang pintar karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
pembagian siswa berdasarkan prestasi sehingga siswa yang merasa
prestasinya kurang tidak aktif.
b. Siswa yang merasa pintar dalam timnya masih ada beberapa yang
mendominasi dalam timnya sehingga siswa lain merasa mengandalkan
siswa yang pintar
c. Kemampuan siswa dalam berbagi kepada sesama timnya masih kurang,
d. Pada saat tim melakukan presentasi, tim lain ada yang ramai dan tidak
memperhatikan.
e. Siswa belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Hal ini terlihat
pada saat siswa diminta membentuk kelompok belum secara cepat
terbentuk dengan baik, apalagi tugas-tugas yang harus dikerjakan dalam
kelompok diskusi. Ada kesan kurang siap dan banyak yang kurang
bersemangat belajar.
b) Observasi kinerja guru
Pada kegiatan observasi, selain observer mengamati aktivitas siswa,
observer juga mengamati aktivitas guru dalam pembelajaran. Dari aktivitas
kinerja guru dalam pembelajaran pada siklus I nilai rata-rata kegiatan
pembelajaran guru adalah 3,25 dengan kategori kurang baik. Hasil observasi
aktivitas guru siklus I dapat dilihat pada lampiran 13 halaman 93 dapat dibuat
tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I
No Keterangan Siklus
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1. Rata-rata Skor 3,10 3,40
2. Rata-rata skor siklus 1 3,25
Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru dalam proses pembelajaran antara
lain:
a. Guru kurang jelas memberikan penjelasan tentang langkah-langkah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran sebagai gambaran sehingga siswa merasa bingung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
b. Guru kurang memberi bimbingan pada semua tim agar mau bekerja sama
dengan anggota lain sehingga hasil yang diperolehpun kurang maksimal
sehingga siswa yang lebih pintar mendominasi dalam tim.
c. Guru tidak memberikan kesempatan kepada semua tim untuk
mempresentasikan hasil diskusinya dan tim lain tidak menanggapi hasil
diskusi dari tim lain agar mendapat timbal balik dari tim yang lain.
d. Guru kurang mengatur waktu pembelajaran supaya lebih efisien lagi
sehingga siswa tidak terburu-buru dalam mengerjakan soal evaluasi.
4) Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa siswa pada
umumnya belum dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Kurangnya
bersemangat dan tidak termotivasi siswa dalam belajar dan mengikuti
kegiatan yang diperintahkan guru, dan jarangnya siswa bertanya pada guru
saat kegiatan belajar seperti mengubah soal cerita menjadi kalimat
matematika disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa akan pentingnya
hal-hal tersebut.
Untuk menindaklanjutinya maka pada pembelajaran soal cerita
pecahan perlu ditekankan kepada siswa maupun kelompok diskusi
mengenai pentingnya pemanfaatan waktu. Oleh sebab itu, pada
pembelajaran berikutnya (pada siklus II) perlu ditekankan kepada siswa agar
lebih mempersiapkan diri sebelum mengidentifikasi soal cerita dengan baik.
Pada siklus I didapatkan ketuntasan hasil belajar siswa hanya 70%, sehingga
masih belum mencapai target penelitian 80%. Dengan belum tercapainya
target ketuntasan minimal maka penelitian ini perlu dilanjutkan ke siklus II.
3. Deskripsi Siklus II
Deskripsi data tindakan siklus II terdiri dari paparan data perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi.
1) Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dilaksanakan sebagai awal untuk melakukan
tindakan pada kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkah persiapan
peneliti dalam tahap perencanaan antara lain adalah membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran yang kemudian didiskusikan dengan guru kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
IV. Perancangan RPP mencakup penentuan standar kompetensi, kompetensi
dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dampak pengiring materi, kegiatan
pembelajaran, sumber/alat/media, dan penilaian. Rencana pelaksanaan tindakan
berarti perlakuan yang dilaksanakan dalam rangka mengatasi permasalahan
penelitian. Tindakan yang ditempuh adalah belajar kelompok dengan metode
STAD untuk menyelesaikan beberapa soal cerita tentang operasi hitung
penjumlahan bilangan pecahan .
Pelaksanaan tindakan siklus II disepakati untuk dilaksanakan menjadi
dua kali pertemuan yang masing-masing pertemuan alokasi waktunya 3 x 35
menit yaitu pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2011 dan hari Jumat tanggal 1
April 2011.
Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD
kelas IV, peneliti melakukan langkah-langkah perencanaan pembelajaran
materi penjumlahan pecahan terutama dalam menyelesaikan soal cerita
pecahan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif metode STAD.
2) Pelaksanaan Tindakan
Dalam siklus II ini dibagi menjadi dua kali pertemuan. Pelaksanaan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif metode STAD,
adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Pertemuan Pertama
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini adalah Tahap
penyampaian materi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi
kepada siswa menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian apersepsi.
Sedangkan pada kegiatan inti meliputi: Eksplorasi terdapat 3 tahapan
dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu tahap pembagian tim, tahap
presentasi dari guru, dan tahap kerja kelompok, Tahap pembagian tim: guru
membagi 20 siswa menjadi 4 tim secara heterogen (campuran menurut tinggi
rendah prestasi siswa dan jenis kelamin) masing-masing tim terdiri dari 5
siswa. Tahap presentasi dari guru dilakukan guru secara klasikal,
kegiatannya adalah: Guru mempresentasikan atau menjelaskan secara singkat
tentang penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan cara menyelesaikan
masalah penjumlahan pecahan (soal cerita). Guru memperagakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
menggunakan kertas berlipat untuk memudahkan dalam menjumlahkan
pecahan berpenyebut sama, kemudian guru membagikan lembar contoh
penjumlahan pecahan, lalu guru menyuruh salah satu siswa untuk maju ke
depan untuk memperagakan menggunakan kertas berlipat untuk memudahkan
dalam menjumlahkan pecahan, kemudian guru menjelaskan cara
mengidentifikasi masalah yang terdapat pada soal cerita, mengubah soal
cerita menjadi kalimat matematika sederhana dan ketepatan dalam
menggunakan operasi hitung sehingga ketepatan dalam menentukan hasil
akhir. Elaborasi, tahap kerja kelompok, kegiatannya antara lain: guru
menjelaskan kepada setiap tim dalam mengerjakan tugasnya, setiap tim diberi
lembar kerja kelompok sebagai bahan yang dipelajari dan media kertas
berlipat untuk memudahkan dalam menjumlahkan pecahan, kemudian tim
mengerjakan soal cerita pecahan tersebut dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Tahap kerja kelompok kegiatannya adalah setiap
kelompok STAD diberi lembar soal sebagai bahan yang dipelajari lalu semua
anggota kelompok saling berdiskusi mengenai bagaimana cara menyelesaikan
soal cerita pecahan, setiap tim mengerjakan soal yang telah dibagikan oleh
guru dengan benar. Dalam kerja kelompok, setiap siswa saling berbagi tugas
dan membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok
dapat memahami materi yang dibahas. Hasil diskusi ditulis pada lembar hasil
diskusi atau lembar kerja siswa. Lembar hasil diskusi dikumpulkan pada guru
sebagai hasil kelompok. Penguatan berupa tepuk tangan dan bintang kepada
masing-masing tim karena telah melakukan pembelajaran dengan baik.
Kegiatan penutup adalah melaksanakan kuis atau evaluasi secara
individu. Setelah kuis selesai dan diperoleh hasil nilai kelompok maka guru
memberikan penghargaan pada kelompok yang mendapat nilai terbanyak.
b) Pertemuan kedua
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal di sini adalah Tahap
penyampaian materi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi
kepada siswa menyampaikan tujuan pembelajaran kemudian apersepsi yang
dilakukan adalah siswa diajak pada satu hal yang sering dihadapi siswa dalam
kehidupan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Sedangkan pada kegiatan inti meliputi: Eksplorasi terdapat 3 tahapan
dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu tahap pembagian tim, tahap
presentasi dari guru, dan tahap kerja kelompok, Tahap pembagian team: guru
membagi 20 siswa menjadi 4 tim secara heterogen (campuran menurut tinggi
rendah prestasi siswa dan jenis kelamin) . Tahap presentasi dari guru
dilakukan guru secara klasikal, kegiatannya adalah: Guru mempresentasikan
atau menjelaskan secara singkat tentang penjumlahan pecahan berpenyebut
tidak sama dan cara menyelesaikan masalah penjumlahan pecahan (soal
cerita). Guru memperagakan menggunakan kertas berlipat untuk
memudahkan dalam menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama,
kemudian guru membagikan lembar contoh penjumlahan pecahan kemudian
guru menjelaskan cara mengidentifikasi masalah yang terdapat pada soal
cerita, mengubah soal cerita menjadi kalimat matematika sederhana dan
ketepatan dalam menggunakan operasi hitung sehingga ketepatan dalam
menentukan hasil akhir. Elaborasi, tahap kerja kelompok, kegiatannya antara
lain: guru menjelaskan kepada setiap tim dalam mengerjakan tugasnya, setiap
tim diberi lembar kerja kelompok sebagai bahan yang dipelajari dan media
kertas berlipat untuk memudahkan dalam menjumlahkan pecahan, kemudian
tim mengerjakan soal cerita pecahan. Tahap kerja kelompok kegiatannya
adalah setiap kelompok STAD diberi lembar soal sebagai bahan yang
dipelajari lalu semua anggota kelompok saling berdiskusi mengenai
bagaimana cara menyelesaikan soal cerita pecahan, setiap tim mengerjakan
soal yang telah dibagikan oleh guru dengan benar. Hasil diskusi ditulis pada
lembar hasil diskusi atau lembar kerja siswa. Lembar hasil diskusi
dikumpulkan pada guru sebagai hasil kelompok. Pada tahap ini guru berperan
sebagai motivator dan fasilitator dalam membimbing siswa selama diskusi
berlangsung, guru bersama siswa membahas hasil diskusi menyelesaikan soal
cerita penjumlahan pecahan. Konfirmasi, guru memberi penguatan berupa
tepuk tangan kemudian guru menanyakan kepada semua siswa mengenai
materi yang belum jelas.
Kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan hasil
pembelajaran, tahap tes individual diadakan tes secara individual, mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
1
5
10
4
05% 25% 50% 20%1
5
10
4
05% 25% 50% 20%0
2
4
6
8
10
12
51-60 61-70 71-80 81-90 91-100
F
r
e
k
u
e
n
s
i
Interval Nilai
Siklus II
materi yang telah dibahas, kemudian guru memberikan evaluasi kepada siswa
secara individu, tahap perhitungan skor perkembangan individu tahap ini
didasarkan pada nilai hasil evaluasi pada siklus I dan evaluasi siklus II
kemudian menutup pelajaran dengan salam.
Berdasarkan hasil nilai kemampuan menyelesaikan soal cerita
pecahan dengan menerapakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
pada siklus II pertemuan pertama dan kedua diperoleh nilai rata-rata dapat
dilihat pada lampiran 23 halaman 115 dapat dibuat tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan
Siklus II
No Interval Frekuensi Persentase
1 51-60 1 5%
2 61-70 5 25%
3 71-80 10 50%
4 81-90 4 20%
Jumlah 20 100%
Berdasarkan tabel 6 di atas maka hasil kemampuan menyelesaikan soal cerita
pecahan siklus II dalam menyelesaikan soal cerita pecahan dapat
digambarkan pada gambar 5 di bawah ini :
Gambar 5 . Grafik Frekuensi Nilai Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan
Siklus II
Dari grafik frekuensi kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan
tersebut, dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai interval antara 51-
60 sebanyak 1 siswa dengan prosentase 5%, nilai interval antara 61-70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
sebanyak 5 siswa dengan prosentase 25%, nilai interval antara 71-80
sebanyak 10 siswa dengan prosentase 50% dan nilai interval antara 81-90
sebanyak 4 siswa dengan prosentase 20%.
Dari hasil evaluasi siklus II yang dilakukan pada pertemuan pertama
sampai pertemuan kedua maka dapat diketahui bahwa pada siklus II
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan terutama tentang
penjumlahan pecahan masih belum sesuai dengan yang diharapan. Dari
penelitian siklus II diperoleh data rata-rata kelas 74,65 sedangkan ketuntasan
klasikal yang diperoleh adalah 90% atau 18 siswa mencapai batas nilai KKM,
sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 10% atau 2 siswa.
3) Observasi
Dalam pengamatan ini, peneliti meminta bantuan guru kelas IV yang
bertindak sebagai observer dan teman sejawat untuk mengambil gambar foto.
Observer sebagai partisipan pasif berada di bangku paling belakang untuk
mengamati jalannya pembelajaran melalui pedoman observasi yang telah
dibuat. Pengamatan tidak hanya ditujukan pada kegiatan atau partisipasi
dalam proses pembelajaran, namun juga pada aspek aktivitas siswa dan
tindakan guru dalam pembelajaran mengenai kemampuan menyelesaikan soal
cerita pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD sebagai berikut :
a) Observasi aktivitas siswa
Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa pada siklus II ini dengan
kriteria yang dinilai adalah Tanggung jawab, Kerjasama siswa dan Ketepatan
menjawab. Hasil observasi aktivitas siswa siklus II dapat dilihat pada
lampiran 20 halaman 111 dapat dibuat tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II
No Keterangan Siklus
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1 Total Skor 26 31,2
2 Rata-rata Skor 6,5 7,8
3 Rata-rata skor siklus 1 7,15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Berdasarkan tabel 7 dapat disimpulkan bahwa rata-rata aktivitas siswa
dalam pembelajaran kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada
siklus I1 pertemuan 1 yaitu 6,5 dalam kategori baik dengan dari rata-rata
aspek tanggung jawab, ketepatan menjawab dan kerjasama. Sedangkan pada
pertemuan 2 yaitu 7,8 dengan kategori baik. Nilai rata-rata keseluruhan
aktivitas siswa pada siklus II sebesar 7,15 dengan kategori baik. Hasil
pengamatan terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran antara lain:
a. Keseriusan dalam aktivitas yang dilakukan siswa sudah cukup baik.
b. Siswa yang merasa pintar dalam timnya tidak mendominasi dalam timnya.
c. Kemampuan siswa dalam berbagi kepada sesama tim sudah cukup baik.
d. Pada saat tim melakukan presentasi, tim lain semua memperhatikan.
e. Siswa sudah dapat memanfaatkan waktu dengan baik.
b) Observasi kinerja guru
Pada kegiatan observasi, selain observer mengamati aktivitas siswa,
observer juga mengamati aktivitas guru dalam pembelajaran. Dari aktivitas
kinerja guru dalam pembelajaran pada siklus II nilai rata-rata kegiatan
pembelajaran guru adalah 3,65 dengan kategori baik. Hasil observasi aktivitas
siswa siklus II dapat dilihat pada lampiran 24 halaman 117 dapat dibuat tabel
8 sebagai berikut:
Tabel 8. Hasil Observasi Aktivitas Guru Pada Siklus II
No Keterangan Siklus
Pertemuan 1 Pertemuan 2
1. Rata-rata Skor 3,55 3,75
2. Nilai Rata-rata skor siklus 1I 3,65
Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru dalam proses pembelajaran antara
lain:
a. Guru sudah jelas memberikan penjelasan tentang langkah-langkah
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b. Guru selalu memberi bimbingan pada semua tim agar mau bekerja sama
dengan anggota lain sehingga hasil yang diperolehpun lebih maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
c. Guru memberikan kesempatan kepada semua tim untuk
mempresentasikan hasil diskusinya dan tim lain menanggapi hasil diskusi
dari tim lain agar mendapat timbal balik dari tim yang lain.
d. Guru sudah mengatur waktu pembelajaran supaya lebih efisien lagi
sehingga siswa tidak terburu-buru dalam mengerjakan soal evaluasi.
4) Refleksi
Siswa sudah dapat memanfaatkan waktu dengan baik. Mereka juga
sudah apresiasi akan pentingnya kegiatan mengidentifikasi, mengubah,
bertanya, menentukan hasil dari pengerjaan soal cerita pecahan. Sasaran
pada siklus II adalah paling tidak terdapat 80% peserta didik yang mencapai
KKM dalam pengerjaan soal cerita operasi hitung penjumlahan pecahan.
Dengan hasil evaluasi pada siklus II ini menunjukkan bahwa sasaran telah
tercapai maka penelitian dihentikan.
B. Pembahasan Hasil Penelitian dan Temuan
1. Kondisi Awal
Kondisi awal pembelajaran matematika kususnya pada soal cerita guru
kelas IV masih menggunakan pendekatan konvensional. Dalam proses
pembelajaran kedudukan guru masih sangat dominan, siswa masih pasip hanya
mendengarkan penjelasan guru sehingga pemebelajaran berjalan searah.
Dengan kondisi demikian, siswa hanya didudukan sebagai objek bukan sebagai
subjek pembelajaran. Kerja sama antar teman untuk membina sosialisasi siswa
sangat kurang dalam pembelajaran lebih banyak dikerjakan secara
perseorangan (individual). Motivasi belajar siswa dalam mengikuti
pembelajaran sangat rendah. Konsep pembelajaran soal cerita hanya diterima
dari guru melalui penjelasan saja, sedangkan kemampuan menganalisa dan
mengevaluasi soal cerita kurang begitu ditekankan. Siswa kurang mampu
mengonstruksikan, mendiskusikan, atau merefleksikan materi pemebelajaran
yang telah dipelajari sehingga, pembelajaran belum terasa bermakna bagi siswa
dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan penilaian, guru hanya menekankan pada segi hasil dan
umumnya menitikberatkan pada aspek pengetahuan semata. Penilaian proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
belum mendapatkan perhatian penuh dari guru. Sebelum melakukan apersepsi
soal cerita, siswa tidak melakukan upaya-upaya yang bisa membantu
kelancaran pembelajaran soal cerita. Guru hanya memberikan tugas soal tanpa
arahan dan bimbingan, bagaimana upaya menganalisa soal cerita secara
efektip, kemudian siswa disuruh langsung mengemukakan hasilnya. Pada akhir
kegiatan apersepsi soal cerita, siswa tidak mendiskusikan dalam kelompok dan
tidak melakukan revisi terhadap hasil kerja siswa, sehingga masih ditemukan
kesalahan-kesalahan. Berdasarkan hasil tes pada kondisi awal, diketahui
sejumlah 11 siswa mendapat nilai kurang dari 65, sedangkan nilai reratanya
57,25 dengan ketuntasan klasikal 45%
2. Siklus I
Pada siklus I menunjukan bahwa proses pembelajaran belum berjalan
dengan baik. Siswa belum aktif melakukan kegiatan–kegiatan sesuai dengan
skenario pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal ini disebabkan
siswa telah terbiasa belajar dengan lebih banyak mengandalkan perintah guru.
Pada saat mengidentivikasi atau menentukan kalimat matematika sederhana
siswa kurang memahami apa yang diharapkan oleh soal tersebut, sehingga
hasil dari penyelesaian soal tersebut hasilnya banyak yang salah.
Data yang diperoleh dari pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas siswa
dalam mengikuti pemebelajaran dengan kriteria baik Hasil ini menunjukkan
bahwa aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran belum sesuai dengan
indikator kinerja yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil tes soal cerita
diketahui rerata kelas sebesar 66,25. Sejumlah 6 siswa mendapat kurang dari
65 , dan 14 siswa mendapat nilai sama dengan atau diatas 65 dengan
ketuntasan klasikal 70 %
Pada siklus II yang perlu mendapat perhatian sebagai tindak lanjut dari
siklus I adalah penggunakan waktu yang efektif. Siswa perlu diarahkan agar
dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya dalam belajar. Aktivitas siswa
dalam melakukan kegiatan yang diperintahkan guru perlu ditingkatkan.
3. Siklus II
Deskripsi siklus II, pembelajaran telah diikuti siswa dengan cukup baik.
Siswa telah dapat memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Siswa lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
termotivasi belajarnya, lebih bersemangat dan antusias delam mengikuti proses
pembelajaran. Pengaruh positif dari meningkatnya partisipasi dalam belajar ini
adalah meningkatnya kegiatan belajar kelompok lewat berdiskusi. Kemampuan
siswa mengidentifikasi, mengubah soal cerita, keaktipan dalam diskusi, serta
kemampuan menentukan hasil akhir sudah sangat baik sudah mencapai batas
tuntas yang telah ditetapkan. Siswa juga sudah tampak aktif mengikuti proses
pemebelajaran. Hanya pada kegiatan berdiskusi masih perlu banyak mendapat
perhatian agar lebih meningkat lagi. Peningkatan motivasi belajar siswa dalam
mengikuti pembelajaran dengan krateria baik dapat diketahui dari hasil
pengamatan atau observasi.
Pada akhir pembelajaran siklus II dari hasil penilaian melalui tes soal
cerita menunjukan angka kenaikan dengan nilai rerata 74,63 dan sejumlah 2
siswa mendapat kurang dari 65 , dan 18 siswa mendapat nilai sama dengan
atau diatas 65 dengan ketuntasan klasikal 90 %.
4. Hubungan Antar Siklus
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II
dapat dinyatakan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model
pembelajaran kooperatif dengan metode STAD dapat meningkatkan
kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada siswa kelas IV
SDN 1 Sentono dan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Demikian perbandingan ketuntasan belajar siswa sejak kondisi awal
sebelum tindakan, siklus I dan siklus II mengalami peningkatan, maka dapat
dibuat tabel 9 berikut ini :
Tabel 9. Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas
Hasil Tes Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2
Nilai Rata-rata Kelas 57,25 66,25 74,65
Siswa tidak tuntas 11 6 2
Siswa Sudah Tuntas 9 14 18
Ketuntasan Klasikal 45% 70% 90%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Berdasarkan tabel 9, maka dapat digambarkan perbandingan dengan
keadaan awal, siklus 1 dan siklus 2 pada gambar 6 di bawah ini:
Gambar 6. Grafik Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas
Perkembangan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
pecahan mengalami perkembangan yaitu dari keadaan awal sebelum dilakukan
pembelajaran kooperatif siswa yang tuntas KKM hanya 55% dari jumlah 20
siswa. Pada siklus I dilaksanakan pembelajaran kooperatif dengan metode
STAD, siswa yang tuntas KKM menjadi 70% atau meningkat sebanyak 15%
dari keadaan awal.Setelah dilakukan tindak lanjut kembali dalam siklus II,
siswa yang tuntas KKM menjadi 90% atau meningkat 35% dari keadaan awal
atau meningkat 20% dari siklus1.
Selain data nilai tiap siklus juga ada data aktivitas siswa dan kinerja guru
dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dan kinerja guru dalam proses
pembelajaran pada siklus I dan siklus II juga mengalami peningkatan. Pada
kegiatan observasi terlihat bahwa observasi aktivitas siswa meningkat dari
siklus I dari aspek ketepatan menjawab, aspek tanggung jawab dan aspek kerja
sama dari 5,9 dalam kategori kurang baik menjadi 7,15 dalam kategori baik
sehingga mengalami peningkatan sebanyak 1,25. Aktivitas siswa dalam
pembelajaran siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dari siklus I ke
siklus II.
Pada kegiatan observasi guru terlihat bahwa observasi aktivitas guru
meningkat dari aspek (1) Guru dalam melaksanakan kegiatan pra pembelajaran
(2) Guru dalam aspek membuka pelajaran (3) Pada kegiatan inti dalam
0
20
40
60
80
100
Kondisi Awal Siklus 1 Siklus2
45%
70%
90%
KET
UN
TASA
N (
%)
TAHAP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
penguasaan materi pelajaran (4) Penggunaan/strategi pembelajaran guru (5)
Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran (6) Pembelajaran yang
memicu dan memelihara keterlibatan siswa (7) Guru di dalam melakukan
aspek penilaian proses dan hasil (8) Penggunaan bahasa yang dilakukan guru
pada saat pembelajaran (9) Kegiatan penutup yang dilakukan oleh guru. Tabel
hasil observasi proses pembelajaran oleh guru dapat dilihat pada lampiran 16.
Berdasarkan data dapat disimpulkan nilai rata-rata kegiatan pembelajaran
guru adalah 3,65 dengan kategori baik dari 3,25 dalam kategori kurang baik
menjadi 3,65 dalam kategori baik sehingga mengalami peningkatan. Aktivitas
guru dalam proses pembelajaran menyelesaikan soal cerita pecahan dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami
peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Dari analisis data dan observasi selama pembelajaran matematika, secara
umum menunjukan perubahan yang signifikan. Guru telah berhasil
menerapkan pembelajaran kooperatif dengan metode STAD untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan.
5. Temuan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti telah
menemukan beberapa temuan-temuan selama dalam penelitian tindakan kelas.
Temuan-temuan itu antara lain sebagai berikut:
a. Siswa belum terbiasa dengan adanya diskusi dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Matematika terutama
kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan sehingga siswa belum
terarah dengan proses pembelajaran saat berdiskusi.
b. Pembagian team secara heterogen juga ada siswa yang belum aktif semua,
ini dikarenakan siswa yang prestasinya tinggi ada yang mendominasi
dalam kegiatan diskusi sedangkan siswa yang prestasinya kurang
kebanyakan pasif dan cenderung menggantungkan anggota yang lebih
pintar.
c. Selain itu juga saat siswa disuruh untuk menanggapi hasil diskusi dari
team lain, ada juga siswa yang masih pasif dan tidak mau mengungkapkan
pendapatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
d. Guru kurang memanfaatkan waktu yang efisien saat pelaksanaan tindakan
siklus I.
e. Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe STAD membuat siswa
lebih antusias dalam proses pembelajaran kemampuan menyelesaikan soal
cerita pecahan.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu upaya untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa yaitu
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini
dikarenakan karena dapat menjadikan pembelajaran kemampuan
menyelesaikan soal cerita pecahan lebih menyenangkan sehingga siswa
menjadi antusias dan membuat siswa memahami tentang materi soal cerita.
Jadi pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan
pada siswa kelas IV SD Negeri I Sentono Klaten tahun ajaran 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam
dua siklus dapat dibuat kesimpulan, bahwa kemampuan menyelesaikan soal
ceritaatematika dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif metode
STAD pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Sentono, Kecamatan Karandowo,
Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2010/2011.
1. Perkembangan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Pecahan
Hasil penelitian tindakan kelas menunjukkan kemampuan dalam
menyelesaikan soal cerita pecahan pada kondisi awal sebelum tindakan ratarata
nilai kelas 57,25 dengan ketuntasan belajar siswa hanya 55% atau hanya sembilan
siswa dari dua puluh siswa yang dapat mencapai nilai KKM. Pada siklus I
diperoleh nilai rata-rata kelas 66,25 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai
70% yang berarti meningkat 15% dari kondisi awal. Sedangkan pada siklus II
nilai rata-rata kelas 74,63 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 90% yang
berarti meningkat 20% dari siklus I atau meningkat 35% dari kondisi awal.
2. Perkembangan Keaktifan Siswa
Dari observasi selama pembelajaran matematika dengan metode STAD
berlangsung, diperoleh data keaktifan siswa mengalami peningkatan. Pada siklus I
dilaksanakan pembelajaran kooperatif dengan metode STAD keaktifan siswa
semula 5,9 kemudian dilakukan tindak lanjut kembali dalam siklus II, keaktifan
siswa menjadi 7,15 atau dengan kata lain keaktifan siswa meningkat dari siklus I.
3. Perkembangan Kinerja Guru
Aktivitas guru dalam proses pembelajaran menyelesaikan soal cerita
pecahan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
mengalami peningkatan dari 3,25 dalam kategori kurang baik menjadi 3,65 dalam
kategori baik sehingga meningkat dari siklus I ke siklus II. Dari analisis data dan
observasi selama pembelajaran pecahan, secara umum menunjukan perubahan
yang signifikan. Guru telah berhasil menerapkan pembelajaran kooperatif dengan
metode STAD untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita pecahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka implikasi
penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut :
1. Penggunaan pembelajaran kooperatif dengan metode STAD hendaknya
digunakan oleh guru dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa SD kelas IV.
2. Pembelajaran kooperatif metode STAD dapat digunakan sebagai acuan dalam
memilih metode untuk pembelajaran matematika terutama meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pecahan.
3. Dapat dijadikan bahan refrensi dalam penelitian lain yang hampir sama pokok
permasalahannya dengan penelitian ini.
C. Saran
Sesuai dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian, serta dalam rangka
ikut menyumbangkan pemikiran dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan
soal cerita pecahan, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
a) Hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran.
b) Selalu melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
c) Dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika
siswa hendaknya lebih berusaha dan mau berinteraksi dengan temannya.
2. Bagi Guru
a) Memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan
sesuai dengan pembelajaran.
b) Lebih mempersiapkan perencanaan pembelajaran sebelum pembelajaran.
c) Menggunakan pembelajaran kooperatif metode STAD dalam
meningkatan kemampuan menyelesaiakan soal cerita matematika.
3. Bagi Sekolah
a) Menyediakan fasilitas yang mendukung dalam proses pembelajaran.
b) Perlu menggiatkan adanya kelompok belajar baik di dalam kelas
maupundi luar kelas.
c) Ikut mendorong siswa untuk berinteraksi dengan temannya dalam
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pecahan.