FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · banyak guru yang belum menerapkan metode sesuai...
Transcript of FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN …... · banyak guru yang belum menerapkan metode sesuai...
43
PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING PADA
PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN
PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS VIII
TUNAGRAHITA SEDANG SLB B-C YPASP
GONDANGREJO KARANGANYAR
TAHUN 2008 / 2009
Diajukan Oleh :
Nama : TIMI
Kelas / NIM : A / X5107683
Program : Pendidikan Khusus
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008 BAB I
PENDAHULUAN
43
A. Latar Belakang Masalah Kenyataan yang terjadi sampai sekarang, pendidikan kita masih
didominasi oleh metode ceramah. Kebanyakan anak didik mengalami kebosanan dalam pendidikan sains (IPA) sebagian besar karena faktor didaktik, termasuk metode pengajaran yang berpusat pada guru dan sistem pendidikan yang merupakan pola satu arah. Pengajaran seperti ini cenderung menjadi dogmatis, dominasi hafalan dan memasung kreatifitas atau kemerdekaan berpikir anak. Metode ceramah sering meniadakan ekplorasi yang konkrit dan masih banyak berpikir nonformal.
Wardi dalam Lufri (1999 : 48) berpendapat “kalau kita masih membiasakan mengajar dcngan pola satu arah, dogmatis, hafalan, kita akan menjadi bangsa yang pengikut yakni bangsa yang fasih menghafal teori-teori tapi tidak pernah menciptakan sendiri”. Dahrin dalam Lufri (2000 : 48) mengemukakan bahwa “sistem pendidikan yang kurang atau tidak merangsang peserta didik untuk mengaktualisasi potensi dirinya sudah seharusnya dihentikan, karena sistem ini akan bermuara pada kegagalan yang membawa malapetaka dan tidak tercapainya kompetensi dari pengamatannya”. Peserta didik pada umumnya tidak punya inisiatif dan kreatifitas mengembangkan potensinya dan daya imajinasinya untuk membebaskan diri dari serba ketergantungan serta anak mudah bosan.
Pembelajaran yang melibatkan anak aktif berpikir adalah sangat penting sehingga perlu dibudidayakan dan pembelajaran yang menyebabkan anak pasif sudah seharusnya ditinggalkan. Selama ini kami menyoroti masih banyak guru yang belum menerapkan metode sesuai dengan materi yang akan disampaikan sehingga dirasakan pelajaran ini cenderung menjemukan dan anak mudah bosan. Di SLB B-C YPASP Gondangrejo, Karanganyar terutama C1 kelas VIII prestasi belajar IPA-nya rendah. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya variasi dalam penggunaan metode mengajar. Mereka mudah bosan dalam mengikuti pembelajaran IPA di kelas, mengalami kesulitan dalam memahami materi-materi IPA dan pasif dalam kegiatan pembelajaran.
Untuk mengatasi keadaan demikian penulis mencoba menerapkan
variasi mengajar dengan metode problem solving, metode ini dapat
melibatkan semua siswa untuk aktif menggunakan kemampuan pikirannya
43
karena adanya tantangan untuk menemukan jawaban yang berbeda dengan
temannya. Metode ini dapat menggali dan melatih anak untuk berpikir kreatif.
Pemilihan metode ini disamping memperhatikan karakteristik materi juga
diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh banyak pakar diantaranya Smith
(1989 : 50) yang menyatakan bahwa pengajaran yang baik mempunyai dua
tujuan pokok : 1) Mengembangkan pemahaman yang mendalam terhadap
materi dan 2) Meningkatkan ketrampilan berpikir kritis. Selnajutnya
dikatakan bahwa metode yang memerlukan kedua tujuan pokok tersebut
adalah problem solving. Disamping itu, Prawat (1997 : 50) mengatakan
bahwa manfaat latihan problem solving bagi siswa adalah untuk belajar lebih
jauh yaitu bagaimana memecahkan masalah spesifikasi yang ditemukan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi permasalahan
yang muncul, yakni sebagai berikut :
1. Siswa mengalami kebosanan dalam pembelajaran IPA (sains) karena
faktor didaktik dan metode pengajaran yang berpusat pada guru.
2. Anak cenderung kesulitan memahami materi-materi IPA karena kurangnya
variasi dalam penggunaan metode mengajar.
3. Karena pemahaman materi IPA kurang, nilai yang dicapai siswa untuk
pelajaran IPA cenderung rendah.
4. Adanya kesulitan pemahaman materi IPA tersebut menyebabkan siswa
tidak menyukai pelajaran IPA sehingga siswa kurang bersemangat dalam
mengikuti pembelajaan di kelas.
Salah satu cara untuk memecahkan masalah-masalah adalah dengan
menggunakan variasi metode dalam pembelajaran salah satunya yaitu metode
problem solving. Upaya itu dapat ditempuh dengan mengadakan eksperimen-
eksperimen, latihan-latihan pemecahan masalah yang dapat memotivasi dan
memancing anak berpikir kritis.
Adapun strategi penerapannya adalah dengan mengadakan penelitian
tindakan kelas karena strategi penelitian itu merupakan cara yang tepat
43
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran untuk kondisi yang spesifik. Oleh
karena itu, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah penggunaan metode problem solving dapat meningkatkan
prestasi belajar IPA pada anak tuna grahita sedang kelas VIII SMPLB
YPASP Gondangrejo Karanganyar tahun 2008/2009.”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan diatas dapat diterapkan tujuan penelitian
sebagai berikut :
“Untuk mengetahui meningkatkan prestasi belajar IPA dengan
menggunakan metode Problem Solving pada pembelajaran IPA siswa
Tuna Grahita Sedang kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo
Karanganyar Tahun 2008 / 2009”
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
b. Dapat memberikan masukkan kepada instansi terkait dalam mengambil
kebijakan yang dapat menunjang proses pembelajaran
2. Manfaat Praktik
a. Bagi Siswa
1) Dapat memotivasi siswa untuk belajar supaya prestasi IPA dapat
meningkat.
2) Memberikan pengalaman belajar pada siswa
3) Meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar
4) Meningkatkan hasil belajar IPA baik aspek kognitif, afektif
maupun motorik
b. Bagi Guru
1) Dapat menambah wawasan tentang strategi pembelajaran
2) Memberi manfaat dalam menemukan solusi untuk meningkatkan
prestasi belajar IPA pada siswa kelas VIII C1 SMPLB
43
3) Mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi untuk
memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran IPA
c. Bagi Sekolah
1) Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
2) Tumbuhnya iklim pembelajaran siswa aktif di sekolah.
3) Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA
disekolah.
43
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Teori
1. Konsep Anak Tuna Grahita
Menurut Japan League For the Mentally Retardet (1992 : p.22)
yang dimaksud dengan anak tuna grahita ialah anak yang memiliki fungsi
intelegensi baku, kekurangan dalam perilaku adaptif dan terjadi pada masa
perkembangan yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun sedangkan
menurut Y.B. Suparlan anak tuna grahita adalah suatu keadaan gangguan
maupun hambatan di dalam perkembangan mental sedemikian rupa
sehingga seseorang yang menderitanya tidak dapat mengambil manfaat
sebagaimana mestinya dari pendidikan dan pengalaman biasa (1983 : h.6).
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hambatan
dalam perkembangan intelegensi, emosi dan sosial bila dibanding dengan
anak normal yang sebaya dalam belajar maupun dalam menghadapi
permasalahan sehingga diperlukan pendidikan khusus,
Anak tuna grahita memiliki karakteristik yang dapat membedakan
dengan anak lain yang normal, serta ada sebab-sebab yang membuat anak
menjadi atau mengalami ketunagrahitaan. Untuk memudahkan dalam
penanganan masalah anak tuna grahita dibutuhkan klasifikasi yang jelas.
Karakteristik anak tuna grahita adalah ciri-ciri yang dimiliki anak
yang membedakan dengan anak normal, ciri-ciri tersebut antara lain :
lambat dalam calistung (baca, tulis, berhitung, kesulitan dalam sosial
psikologi, daya konsentrasi dan pengamatan kurang, sukar mengenalikan
perasaan, mengolid dan yang tunagrahita berat hidupnya taraf vegetatif,
sering menyakiti dirinya sendiri. Sebab-sebab tuna grahita bisa ditinjau
dari berbagai faktor yaitu genetika, sebab pada masa prenatal, perinatal,
postnatal dan sosiokultural. Sedangkan klasifikasi anak tuna grahita,
menurut Dr. Muljono Abdurahman dan Drs. Suyadi diklasifikasikan
berdasarkan medis, biologis, sosio-psikologis dan klasifikasi untuk
keperluan pendidikan.
43
2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi
Menurut Syaiful Dahli Djamarah (1994 : 19) prestasi adalah
hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara
individu maupun kelompok.
Menurut Buchori (1997:85) berpendapat bahwa “prestasi adalah
hasil yang dicapai anak sebagai hasil belajar yang berupa angka, huruf,
serta tindakan hasil belajar yang dicapai. Adapun hasil belajar yang
berupa angka, huruf selain sebagai bukti hasil yang dicapai juga dapat
untuk memotivasi agar prestasinya lebih meningkat. “Senada dengan
pengertian tersebut diatas Sutartiah Tirtonegoro (1988:43) berpendapat
bahwa “prestasi adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang
dapat mencerminkan hasil yang dinyatakan dalam bentuk simbol,
angka, huruf maupun kalimat yang sudah dicapai oleh setiap siswa
dalam periode tertentu.”
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan prestasi adalah hasil atau bukti keberhasilan yang
dicapai siswa dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan
baik secara individu maupun kelompok melalui usaha belajar dalam
bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat.
b. Pengertian Belajar
Menurut Oemar Hamalik (1989:60), belajar (learning) adalah
merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil daripada
pengalaman dan latihan. Hal diatas sependapat dengan Skinner (dalam
Muhibbin Syah, 1995 : 89) bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi
atau penyesuaian tingkah yang berlangsung secara progresif. Skinner
percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang
optimal apabila diberi penguatan.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang berlangsung secara
progesif sebagai hasil dari pengalaman dan latihan
43
c. Pengertian Prestasi Belajar
Proses belajar terjadi di dalam individu yang sedang belajar dan
akan menghasilkan perubahan. Seberapa besar perubahan ini dapat
diketahui dari prestasi belajar.
Menurut W.J.S. Poerwodarminto (1991:787) kata prestasi
belajar mempunyai pengertian “Penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
guru”.
Sedangkan Peter dan Yenny Salim (1991:90) menyatakan
bahwa : “Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dari yang telah
dilakukan. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan,
keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan melalui tes.”
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Sumadi Suryabrata (1993:249) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain :
1) Faktor yang berasal dari luar individual
Faktor ini digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
a) Faktor-faktor non sosial, seperti : (1) keadaan udara, (2) suhu
udara, (3) cuaca, (4) waktu, (5) tempat dan alat-alat belajar
(seperti alat tulis menulis, buku-buku peraga).
b) Faktor-faktor sosial adalah gangguan yang terjadi pada proses
belajar, seperti perhatian, keadaan lingkungan kelas.
2) Faktor yang berasal dari dalam individu yaitu :
a) Faktor Fisiologi
b) Faktor Psikologi
Menurut Slameto (1995 : 54) faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar adalah sebagai berikut :
1) Faktor intern meliputi :
a) Faktor jasmani : faktor kesehatan, cacat tubuh
43
b) Faktor psikologi diantaranya : intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, kesiapan.
c) Faktor kelelahan meliputi kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani.
2) Faktor-faktor esktern meliputi 3 faktor :
a) Faktor keluarga
b) Faktor sekolah
c) Faktor masyarakat
Jadi terdapat beberapa faktor yang berasal dari dakan diri siswa
maupun dari luar diri siswa yang saling berkaitan baik secara langsung
maupun tidak langsung
3. Tinjauan Tentang Metode Problem Solving
a. Pengertian
Menurut Rooijakers, Ad (1991:26) metode pemecahan masalah
adalah menghadapkan peserta didik menyadari masalah, menelaah
masalah dari bermacam-macam segi, merumuskan masalah lalu
mencari pemecahan masalah dengan berbagai cara. Dari pendapat di
atas berarti bahwa peserta didik dihadapkan pada permasalahan-
permasalahan kemudian merumuskan permasalahan dan mencari
pemecahannya.
A. Tabrani Rusyan, dkk (189:12) mengemukakan “pemacahan
masalah (problem solving) adalah belajar memcahkan persoalan
berdasarkan beberapa prinsip atau gejala atau peristiwa yang lalu
dengan beberapa kemungkinan”. Fakta-fakta masa lali, gejala, prinsip
dapat digunakan sebagai dasar dalam meemcahkan masalah tersebut.
Sebagai contohnya adalah konsep materi pelajaran sebelumnya dapat
membantu dalam usaha pemecahan masalah.
Atas dasar penyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pemecahan masalah adalah kemampuan menggunakan berbagai fakta,
prinsip, gejala atau peristiwa yang dialami siswa untuk menyelesaikan
43
persoalan dalam pembelajaran untuk memperoleh kemampuan dan
kecakapan kognirif.
b. Langkah-Langkah Metode Problem Solving
Menurut John Dewey dalam A Tabrani Rusyan, dkk (1989:174)
belajar memcahkan masalah
a) Individu menyadari masalah kalau ia dihadapkan pada situasi
keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya kesulitan.
b) Individu melokalisasi letak sumber kesulitan tersebut untuk
memungkinkan mencari jalan pemecahannya, menandai aspek
mana yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip atau
dalil atau kaidah yang diketahui sebagai pegangan.
c) Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk
bagaimana pengalaman orang lain dalam menghadapi pemcahan
masalah serupa, kemudian mengindentifikasi berbagai alternatif
kemungkinan pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai
jawaban sementara yang memerlukan pembuktian.
d) Setiap alternatif pemecahan ditimbang, selanjutnya dilakukan
pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang
mungkin.
e) Alternatif pemecahan yang dipilih, dipraktekkan atau dilaksanakan
dari hasil pelaksanaan itu akan diperoleh informasi untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang dirumuskan.
Berdasarkan langkah-langkah yang dikembangkan oleh John
Dewey terdapat aspek penting yang mencakup dalam langkah-langkah
pemecahan masalah, yaitu :
a. Pemecahan masalah terutama yang bersifat kompleks memerlukan
kemampuan penalaran, baik dalam mengindentifikasi masalah itu
sendiri maupun dalam melihat hubungan sebab akibat dari adanya
masalah tersebut.
b. Pemecahan masalah harus bersifat obyektif dalam menguji
hipotesis atau dalam menarik kesimpulan pemecahan masalah
43
haruslah didasarkan kepada fakta empiris, atau setidaknya dengan
logika.
c. Bersifat ilmiah, suatu kegiatan ilmiah menggunakan prosedur yang
sistematik dan berdasarkan pada fakta.
d. Menggunakan keseluruhan kemampuan yang bersifat potensial dan
besifat akademik.
Menurut Polya dalam Vossen, H (1986 : 102) proses
pemecahan masalah dibagi dalam empat fase yaitu :
a. Fase memahami masalah
b. Fase pemikiran rencana
c. Fase pelaksanaan rencana
d. Fase peninjauan kembali
Proses pemecahan masalah akan berlangsung dengan baik apabila
masalah tersebut dapat dikondisikan sedemikian rupa sehingga akan
melahirkan pengenalan masalah, pemahaman masalah hingga dapat
memecahkan masalah.
Selain fase-fase pemecahan masalah, dalam proses pemecahan
masalah terdapat komponen-komponen pemecahan masalah.
Komponen-komponen pemecahan menurut Gredler M. E. B. (1994 :
74) antara lain :
a. Mereformasi masalah.
b. Mengenali sub-sub masalah yang relevan.
c. Mengumpulkan data yang relevan atau mulai mengambil langkah
secara sistematis untuk memecahkan sub masalah.
d. Menilai hasil, mengarahkan kembali jika perlu.
4. Pembelajaran IPA
a. Menurut Alwin W. Howard, pembelajaran adalah aktivitas untuk
mencoba, menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan
mengembangkan keterampilan, sikap, sita-sita, penghargaan dan
pengetahuan (Roestiyah, NK, 1989 : 15).
43
b. Pembelajaran adalah penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar. Sistem lingkungan
ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni
tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru
dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada hubungan sosial
tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana
belajar mengajar yang tersedia (J. J. Hasibuan dan Moedjiono,
2000 : 3).
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah usaha sadar dari pengajar untuk membuat proses
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri pebelajar yang
berlaku dalam waktu relatif lama.
Hal yang penting dalam mengajar adalah bagaimana siswa dapat
mempelajari bahan sesuai tujuan. Usaha yang dilakukan guru hanya
merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa belajar.
Peranan guru bukan sebagai penyampai informasi, melainkan sebagai
pengaruh dan pemberi fasilitas dalam proses belajar (A. Tabrani Rusyan,
dkk, 1989 :27).
Ilmu Pengetahuan Alam artinya ilmu yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang teradi di alam ini. Pembelajaran IPA adalah berbagai cara
memberikan pengajaran yang berkembang dengan kejadian kebendaan
dengan hasil observasi atau pengamatan, eskperimen dan induksi.
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada dasarnya merupakan arahan penalaran untuk
bisa sampai pada pemberian jawaban sementara atas masalah yang
dirumuskan. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu materi dasar yang
harus dikuasai siswa karena merupakan suatu bekal untuk mempelajari materi
selanjutnya sehingga perlu adanya metode pembelajaran yang tepat untuk
membantu siswa dalam memahami materi tersebut.
43
Metode problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran yang
menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau
diselesaikan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dalam memecahkan
masalah dilakukan dalam beberapa tahap yaitu menganalisa soal, mencari
informasi tentang teori yang mendukung, menganalisa data dan menarik
kesimpulan. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat
membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil
dengan tahap-tahap pemecahan yang tepat, sehingga jawaban yang diperoleh
siswa berasal dari pemikiran yang terstruktur dan ilmiah. Siswa akan lebih
memahami tahapan-tahapan yang dilaluinya dan dapat menerapkannya dalam
soal bentuk lain.
Dalam pembelajaran IPA di SLB B-C YPASP Gondangrejo
Karanganyar selama ini masih digunakan metode ceramah. Hal ini mungkin
menyebabkan pembelajaran terkesan monoton dan siswa cenderung pasif dan
bosan, sehingga mengakibatkan rendahnya prestasi belajar IPA dan keaktifan
siswa. Dengan optimalisasi pemilihan dan penggunaan metode yang tepat
serta menarik perhatian yaitu diterapkannya metode pembelajaran Problem
Solving dimungkinkan dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa dan
dapat memperkuat ingatan siswa serta keaktifan siswa. Kerangka penelitian
ini digambarkan oleh siswa skema sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Pemikiran
Skema tersebut apat dijelaskan bahwa apabila pengajaran IPA di
laksanakan dengan metode problem solving maka prestasi belajar IPA akan
meningkat.
Siswa Pembelajaran
Prombel Solving
Prestasi
Belajar IPA
43
C. Hipotesis
Dari kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesisnya
sebagai berikut :
Bahwa penerapan metode problem solving pada pembelajaran IPA
dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa kelas VIII
Tunagrahita Sedang SLB B-C YPASP Gondangrejo, Karanganyar.
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di ALB B-C YPASP Gondangrejo
Karanganyar pada tahun pelajaran 2008/2009. Sekolah ini memiliki
jumlah siswa seluruhnya 56 siswa dengan staf pengajar terdiri dari 9 guru;
3 guru tetap yayasan, 2 guru bidang studi, 1 penjaga dan 1 kepala sekolah.
Penelitian ini dilaksanakan dengan dasar pertimbangan prestasi belajar IPS
di kelas VII C1 masih rendah.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II (Genap) tahun pelajaran
2008/2009 yaitu mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2009.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII C1 SMPLB YPASP
Wonorejo Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tahun pelajaran
2008/2009. pada semester II (Genap) yang jumlah siswanya 2 (dua) anak.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap-
tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai.
1. Tahap persiapan tindakan, meliputi :
a. Mempelajari kurikulum.
b. Mempersiapkan materi bahan pelajaran dan peralatan untuk
eksperimen.
c. Mempersiapkan instrukmen untuk diskusi dan poslist.
d. Menyiapkan atau membuat penilaian.
e. Membuat lembar observasi.
43
f. Mengadakan focus group discussion dengan guru-guru kelas VIII C1
dari SLB lain.
g. Menyusun kuesioner tentang presrasi siswa terhadap materi soal.
h. Menyusun tes.
2. Tahap Tindakan
Dalam pelaksanaan PTK ini, mekanisme kerjanya diwujudkan dalam
bentuk siklus (direncanakan 3 siklus), yang setiap siklusnya tercakup 4
kegiatan yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan
interprestasi dan (4) analisis dan refleksi.
a. Rancangan Siklus I
1) Tahap perencanan, mencakup kegiatan.
a) Guru merancang skenario pembelajaran IPA
b) Guru menyusun silabus dan rencana pembelajar (RP).
c) Guru menyediakan media pembelajaran untuk eksperimen atau
percobaan-percobaan.
d) Menyiapkan lembar observasi tentang hasil pengamatan dan
eksperimen.
e) Menyiapkan konsep materi yang akan dijadikan bahan
pembelajaran.
2) Tahap Pelaksanaan
a) Dilakukan dengan mengadakan pembelajaran dengan
menggunakan metode problem solving pada pembelajaran IPA.
b) Guru membentuk diskusi kelas.
c) Guru menjelaskan maksud pembelajaran.
d) Guru mengajak siswa melakukan pengamatan tentang materi
pembelajaran.
e) Masing-masing siswa melakukan pengamatan dan
mendiskusikan materi sesuai dengan tugasnya.
f) Guru membimbing siswa dalam pengamatan dan diskusi.
g) Guru mengadakan postest I
43
3) Tahap Observasi
a) Guru memonitoring / membantu siswa jika mengalami
kesulitan.
b) Guru mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang
dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
c) Observasi diarahkan pada point yang telah ditetapan dalam
indikator dan melakukan observasi dengan memakai format
observasi.
d) Guru mencatat hasil pengamatan dan postest I.
4) Tahap analisis dan refleksi
a) Melakukan evaluasi tindakan I dan menganalisa hasil pekerjaan
siswa, hasil observasi dan posttest I.
b) Berdasarkan hasil analisis akan diperoleh kesimpulan apakah
sudah memenuhi/ mencapai indicator yang telah ditetapkan.
Seandainya indicator sudah mencapai seperti yang diharapkan
maka siklus ini dapat dihentikan dan dilanjurkan untuk siklus
dua dan tiga dan seterusnya. Tapi jika belum mencapai
indicator seperti yang diinginkan maka siklus harus diulangi
lagi.
c) Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang
skenario pembelajaran.
d) Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi.
b. Rancangan siklus 2
1) Perencanaan
- Dilakukan perenanaan pembelajaran 2
- Penyempurnaan tindakan yaitu atas dasar hasil siklus I
dilakukan penyempurnaan tindakan (menunggu dari hasil
refleksi)
2) Pelaksanaan
- Pelaksanaan program tindakan 2 dan penekanannya
memperbaiki kekurangan pada siklus I
43
3) Pengamatan
- Pengamatan program tindakan 2
- Pengumpulan data tindakan 2
4) Refleksi
- Evaluasi tindakan 2 (berdasarkan indikator pencapaian)
c. Rancangan siklus 3
- Menunggu hasil refleksi 2
3. Tahap Pasca Tindakan
a. Membuat rekapitulasi hasil kemajuan yang dicapai siswa dalam
pembelajaran IPA pada 3 siklus tindakan yakni merekap jumlah nilai
postest yang dapat dikerjakan dengan benar oleh semua siswa.
b. Mengadakan tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah IPA.
c. Memberikan kuesioner kepada siswa mengenai materi soal yang telah
dikerjakan.
d. Loka karya dengan guru lain untuk menyosialisasikan penelitian ini.
e. Menyusun laporan hasil penelitian.
f. Mengadakan revisi laporan dan seminar.
D. Sumber Data
Data atau informasi yang penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam
penelitian ini adalah data kualitatif. Informasi tesebut akan digali dari berbagai
sumber data dan jenis data yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini
meliputi :
1. Siswa Kelas VIII C1 SLB B-C YPASP Wonorejo, Gondangrejo,
Karanganyar.
2. Hasil Pengamatan Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
3. Informasi (Guru, Kepala Sekolah, dan Keluarga)
4. Arsip Nilai.
43
E. Teknik Pengumpulan data
Seusai dengan bentuk penelitian dan sumber data yang dimanfaatkan,
maka tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara
Wawancara jenis ini bersifat terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam
formal dan dapat dilakukan berulang-ulang pada informasi yang sama.
Dengan wawancara yang mendalam peneliti akan memperoleh informasi
yang rinci dan mendalam.
Teknik wawancara ini akan dilaksanakan pada semua informan
2. Observasi langsung
Observasi yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran
berlangsung adalah observasi partisipasi agar hasilnya seobjektif mungkin.
Observasi ini untuk mengamati siswa yang belajar ilmu pengetahuan alam
(IPA) dengan menggunakan dan diterapkannya metode problem solving
dalam pembelajaran.
3. Tes
Untuk mengetahui adanya peningkatan prestasi belajar anak dalam
pembelajaran IPA. Tes itu sendiri adalah suatu pertanyaan yang harus
dijawab oleh teste guna mengukur kemampuan, ketrampilan, intelegensi
atau bobot yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
F. Evaluasi Data
Untuk menjamin dan mengembangkan validitas yang akan
dikumpulkan dalam penelitian, teknik pengembangan validitas data yang biasa
digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu teknik trianggulasi. Adapun
trianggulasi yang digunakan peneliti adalah trianggulasi sumber data yaitu
mengumpulkan data yang sejenis dari sumber data yang berbeda. Teknik
trianggulasi sumber data diharapkan dapat memberikan inspirasi yang lebih
tepat sesuai keadaan siswa.
43
G. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
diskriptif kualitatif, yang dilakukan berdasarkan hasil observasi dan refleksi
dari tiap-tiap siklus.
H. Indikator Kinerja
Yang menjadi tolak ukur keberhasilan alam penelitian ini adalah
tercapainya indikator :
a. Adanya peningkatan pemahaman materi
b. Adanya peningkatan jumlah materi soal yang dapat dikerjakan
c. Peningkatan prestasi belajar IPA
d. Meningkatkan keaktifan siswa dan motivasi belajar siswa
Kaitan logis antara tercapainya indikator dengan keberhasilan penelitian
adalah semakin tinggi ketercapaian indikator berarti semakin tinggi tingkat
prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.
43
I. Jadwal Penelitian
Urutan kegiatan penelitian ini dari awal hingga akhir adalah sebagai
berikut :
No Jenis Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6
1 Persiapan tindakan
a. Menjajaki tingkat kemampuan IPA Siswa
b. Mengidentifikasi materi yang sulit di pahami
c. Memberi materi soal yang sudah dipahami
d. Mengadakan focus group dicoussion dengan
guru SLB lain.
e. Menyusun tes
f. Menyusun Instrumen
V
V
V
V
V
V
2 Pelaksanaan Tindakan
a. Siklus I
b. Siklus II
c. Siklus III
V
V
V
V
V
V
V
3 Pasca Tindakan
a. Merekap hasil tindakan
b. Mengadakan tes
c. Menyebar kuesioner
d. Mengadakan loka karya
e. Menyusun laporan
f. Revisi dan seminar
V
V
V
V
V
V
V
V
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
43
A. Kajian Teori
1. Konsep Anak Tuna Grahita
a. Pengertian Tuna grahita adalah kata lain dari retardasi mental (mental retardasi).
Arti harfiah dari perkataan tuna adalah merugi sedangkan grahita artinya pikiran. Seperti namanya, tuna grahita ditandai oleh ciri utamanya adalah kelemahan dalam berpikir dan bernalar. Akibat dari kelemahan tersebut anak tuna grahita memiliki kemampuan belajar dan adaptasi sosialnya berada di bawah rata-rata. Tuna grahita bukan suatu penyakit tetapi suatu kondisi yang melibatkan berbagai variabel
Menurut Japan lauge for the mentally teraded (dalam PLB Umum, M. Abdurachman, 1994 : 22) yang dimaksud dengan “retardasi mental ialah (1) fungsi intelektualnya lamban yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku, (2) kekurangan alam perilaku adaptif dan (3) terjadi pada masa perkembangan yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. Sedangkan menurut YB. Suparlan (1983 : 6) berpendapat bahwa, “anak tuna grahita adalah suatu keadaan ganguan maupun hambatan di dalam perkembangan mental sedemikian rupa sehingga seseorang yang menderitanya tidak dapat mengambil manfaat sebagaimana mestinya dari pendidikan dan pengalaman biasa”.
Menurut Sugiuni (1996 :83) berpendapat bahwa “Anak tuna grahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial, karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu mereka membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni di sesuaikan dengan kemampuan anak”.
Direktorat Pembina Sekolah Luar Biasa menyebutkan bahwa “Tuna
grahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental-intelektual dibawah rata-rata, sehingga
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, mereka
memerlukan layanan pendidikan khusus”.
43
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tuna
grahita adalah anak yang secara signifikan mengalami hambatan dan
keterbelakangan mental intelegensi, emosi dan sosial dalam belajar maupun
dalam menghadapi permasalahan sehingga mereka memerlukan layanan
pendidikan khusus.
b. Karakteristik Anak Tuna Grahita
Menurut Munzayanah (2008) karakteristik anak tuna grahita secara
umum meliputi antara lain :
1) Karaktaristik Fisik
- Kemampuan motorik kurang baik
- Kurang memiliki gambaran tubuh (body I mage)
- Kurang dinamis dan wibawa
2) Karakteristik Kecerdasan
- Kurang mampu mengingat kembali informasi (daya ingat lemah)
- Kurang / tidak mampu berfikir kreatif
- Kurang memiliki daya nalar
- Kurang mampu mengadakan asosiasi
- Perhatiannya labil
3) Karakteristik Sosial
- Adanya ketergantungan
- Sulit menyesuaikan diri
- Adanya rasa rendah diri
- Kurang mampu bergaul
4) Karakteristik Emosi
- Emosi tidak terkendali
- Kurang mempunyai rasa kasih sayang
- Kurang merasa bangga
- Pemalu
5) Kemampuan bahasa dan komunikasi
43
- Perbendaharaan bahasa terbatas
- Bicaranya tidak / kurang jelas (sedang dan berat)
- Kadang-kadang berkelainan bicara (gagap, cedal)
Sedangkan menurut Sugini (1996 : 86) ada beberapa karakteristik anak
tuna grahita yang dapat kita kenali antara lain sebagai berikut :
1) Keterbatasan Intelegensi
Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan-
ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi
kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak,
kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kasalahan-kesalahan,
mengatasi kesulitan-kesulitan dan kemampuan untuk merencanakan masa
depan. Anak tuna grahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut.
Kapasitas belajar yang bersifat abstrak seperti berhitung, menulis dan
membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa
pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
2) Keterbatasan Sosial
Anak tuna grahita memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri
dalam masyarakat sehingga mereka memerlukan bantuan. Cenderung
berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya, ketergantungan
terhadap orang tua sangat besar, tidak memikul tanggung jawab sosial
dengan bijaksana, sehingga mereka selalu dibimbing dan diawasi. Mereka
juga mudah dipengaruhi, cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan
akibatnya.
3) Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental lainnya
Anak tuna grahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau
tugas dalam jangka waktu lama, memerlukan waktu lebih lama untuk
melaksanakan reaksi pada situasi yang baru dikenali. Mereka memiliki
keterbatasan dalam penguasaan bahasa, membutuhkan kata-kata konkrit
dan sering didengarnya.
43
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
anak tuna grahita antara lain : memiliki kecerdasan atau intelegensi
rendah, emosi tidak stabil, daya pengamatan, ingatan dan konsentrasi
kurang, lambat dalam calistung (baca, tulis, berhitung), kesulitan dalam
sosial psikologi, mudah dipengaruhi serta kurang kesanggupan unutk
berdiri sendiri.
Sedangkan karakteristik anak tuna grahita sedang atau mampu latih
(imbisil) antara lain : wajahnya mirip orang mongolia, anggota badannya
pendek juga jari-jarinya, mulut sering terbuka dan terlihat lidahnya yang
kasar dan agak panjang, otaknya lemah, dan kulit kering sering berkeringat
dingin serta rambut kasar.
c. Klasifikasi Anak Tuna Grahita
Menurut Muljono Abdurrahmn dan Sudjadi S.(1994 : 24). Klasifikasi
anak tuna grahita diklasifikasikan berdasarkan (1) media biologi, (2) sosial-
psikologis, (3) klasifikasi untuk keperluan pendidikan.
1) Klasifikasi Medis-Biologis
Menurut pandangan medis tuna grahita dipandang sebagai suatu
akibat dari berbagai medis atau kondisi biologis yang tidak sempurna, sifat
dari suatu klasifikasi medis didasarkan pada faktor penyebabnya atau
faktor etiologis. Klasifiksi retardasi mental sebagai berikut :
a) Retardasi mental taraf perbatalan (IQ 68-85)
b) Retardasi mental ringan(IQ 52-67)
c) Retardasi mental sedang (IQ 36-51)
d) Retardasi mental berat (IQ 20-35)
e) Retardasi mental sangat berat (IQ kurang dari 20)
f) Retardasi mental tidak tergolongkan
2) Klasifiksi Sosial-Psikologis
Klasifikasi sosial psikologis menggunakan dua kriteria yaitu kriteria
psikometrik dan kriteria perilaku adaptif. Untuk dapat diklasifiksikan
43
sebagai retardasi mental seorang individu harus memperlihatkan adanya
penyimpangan baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang
terukur.
Ada empat taraf retardasi mental menurut intelegensi yaitu :
a) Retardasi mental ringan (mild mental retardational) IQ : 55-65
b) Retardasi mental sedang (moderate mental retardasi) IQ : 40-54
c) Retardasi mental berat (savere mental retardasi) IQ : 25-39
d) Retardasi mental sangat berat (profound mental retardasi) IQ : 24 ke
bawah.
Taraf retardasi mental berdasarkan perilaku adaptif juga terdiri empat
macam yaitu : (1) ringan, (2) sedang, (3) berat dan (4) sangat berat.
Mengelompokan anak tuna grahita berdasarkan perilaku adaptif
tidak semudah berdasarkan taraf intelegensi. Skala kematangan sosial
vineland merupakan salah satu yang dapat digunakan untuk mengukur
sosial quitient. Taraf retardasi mental berdasarkan perilku adaptif di
estimasikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ahli klinis dan
kurang memiliki gradasi yang baik seperti halnya yang diukur oleh tes
intelegensi yang menghasilkan IQ.
3) Klasifikasi Untuk Keperluan Pembelajaran
Untuk keperluan pembelajaran anak-anak berintelegensi rendah
umumnya diklasifikasikan berdasarkan taraf subnormalitas intelektual
mereka. Ada empat kelompok untuk keperluan pembelajaran yaitu :
a) Taraf perbatasan atau lamban belajar (the borderline or the
slowlearner) IQ : 70-85
b) Tuna grahita mampu didik (educable mentally retarded) IQ : 50-70
atau 70
c) Tuna grahita mampu latih (trainable mentally retarded) IQ : 30 atau 35
sampai 50 atau 55
d) Tuna grahita mampu rawat (independent or profoundly mentally
retarded) IQ : di bawah 25 atau 30
43
Anak tuna grahita mampu didik karena perkembangan mentalnya yang
tergolongan subnormal akan mengalami. Kesulitan dalam mengikuti program
reguler di sekolah dasar. Meskipun demikian anak tuna grahita mampu didik
dipandang masih memiliki potensi untuk menguasai mata ajaran akademik di
sekolah dasar, mampu dididik untuk melakukan penyesuaian sosial yang
dalam jangka panjang dapat berdiri dalam masyarakat dan mampu bekerja
untuk menopang sebagian atau seluruh kehidupan orang dewasa.
Pada masa bayi dan awal masa kanak-kanak, anak tuna grahita mampu
didik sering tidak diketahui bahwa ia terbelakang. Anak tuna grahita mampu
didik sering baru dapat diketahui pada saat usia prasekolah, terutama pada
saat guru taman kanak-kanak melakukan observasi perilaku anak-anak. Anak
tuna grahita mampu didik umumnya baru diketahui setelah adanya tuntutan
penguasaan kemampuan belajar menjadi lebih ditekankan. Dalam banyak
kasus, sering tidak ditemukan kondisi patologis sebelumnya.
Anak tuna grahita mampu latih dipandang sebagai anak yang tidak dapat dididik untuk mencapai prestasi akademi minimum, yaitu kelas satu SD, kemandirian poko penyesuaian sosial dalam masyarakat dan penyesuaian kerja secara total dalam taraf kehidupan orang dewasa. Meskipun demikian anak tuna grahita mampu latih masih mempunyai potensi untuk belajar : (1) Keterampilan untuk menolong diri sendiri (self-help skills)
(2) Penyeseuaian sosial dalam kehidupan keluarga dan bertetangga, dan
(3) Dapat melakukan pekerjaan sederhana di tempat kerja terlindung
(sheltered worshop)
Anak-anak tuna grahita mampu latih umumnya sudah dapat
diketahui sejak masa bayi atau masa kanak-kanak awal. Anak tuna grahita
mampu latih umumnya dapat ditandai oleh adanya gejala klinis atau
tanda-tanda fisik, atau karena adanya keterlambatan secara nyata dalam
berbicara dan berjalan.
Anak tuna grahita mampu rawat adalah anak yang karena retardasi
mental sangat berat maka ia tidak dapat dilatih untuk menolong diri sendiri
maupun sosialisasi. Anak semacam ini memerlukan pemeliharaan secara
penuh dan pengawasan sepanjang hidupnya.
43
Menurut Sugini S.Pd (1996) menyebutkan bahwa “pengelompokkan
pada umumnya berdasarkan pada taraf intelegensi yang terdiri dari
terbelakang ringan, sedang dan berat.
a) Tuna Grahita Ringan
Tuna grahita ringan disebut juga moron atau debil, memiliki IQ
68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Wescher (WISC)
memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belar membaca, menulis dan
berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik anak
terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh
penghasilan untuk dirinya sendiri.
b) Tuna Grahita Sedang
Tuna grahita sedang disebut juga imbisil. Kelompok ini memiliki
IQ 51-36 berdasarkan skal Binet sedangkn menurut skala Weschler
(WISC) memiliki IQ 54-40. Anak terbelakang sedang bisa mencapai
perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik
mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti
menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan.
c) Tuna Grahita Berat
Kelompok anak tuna grahita berat sering disebut idiot. Kelompok
ini dapat dibedakan lagi antara anak tuna grahita berat dan sangat berat.
Tuna grahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut skala binet
dan antara 39-25 menurut skala Weschler (WISC). Tuna grahita sangat
berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut skala Binet IQ
dibawah 24 menurut skala Weschler (WISC). Kemampuan mental atau
MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak tuna
grahita dapat dibedakan menurut medis-biologi, sosial-psikologi,
intelegensi dan menurut kepentingan pendidikan klasifikasi tersebut
diperlukan untuk memudahkan dalam pemberian pelayanan pendidikan
bagi mereka.
43
d. Penyebab Tuna Grahita
Pengertian tentang penyebab retardasi mental atau tuna grahita dapat
digunakan sebagai landasan dalam melakukan usaha –usaha preventif.
Menurut Mulyono Abdurahman dan Sudjadi S (1994 : 27), “Tuna
grahita dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu genetika, sebab-sebab
pada masa prenatal, masa perinatal, masa postnatal dam sebab-sebab sosio-
kultural”.
1) Faktor Genetik
Pada beberapa tahun sebelumnya kondisi-kondisi yang berkaitan
dengan tuna grahita belum diketahui orang. Penemuan dibidang biokimia
dan genetik telah memberikan penjelasan tentang penyebab tuna grahita.
Teknik khusus telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya
studi jaringan kultur dan identifikasi beberapa kromosom. Berikut ini
dikemukakan penyebab tuna grahita berupa kerusakan biokimiawi dan
abnormalitas kromosomal.
a) Kerusakan / Kelainan Biokimiawi
Pada saat ini ada lebih kurang 90 penyakit yang dapat
menyebabkan kelainan metabolisme sejak kelahiran dan hal-hal
tersebut dapat diturunkan secara genetik. Dalam arti suatu penurunan
sifat. Para ahli biokimia telah mengidentifikasi sejumlah subtansi
kimia yang dapat berpengaruh terhadap kondisi genetik absnormal
misalnya materi kimia berupa karbohidrat, lemak dan asam amino.
Phenylketonuria diketahui sebagai penyakit yang diturunkan
yang dapat menyebabkan etardasi mental. Hal ini disebabkan oleh
metabolisme asam amino abnormal yang diturunkan. Galactosemia
adalah contoh lain dari kelainan metabolisme karbohidrat. Keadaan ini
diturunkan melalui pewaris resesif.
Kedua kondisi tersebut merupakan kelainan metabolisme sejak
lahir yang dapat dideteksi lebih dini. Pengendalian terhadap kelainan
genetik pada saat ini sedang digalakan oleh para ahli genetik
terkemuka. Meskipun prosentase anak retardasi mental yang
43
disebabkan oleh abnormalitas biokimia sejak lahir kecil, merupakan
hal yang sangat penting untuk melanjutkan studi preventif bagi anak
retardasi mental.
b) Abnormalitas kromosomal
Perkembangan-perkembangan dari studi kultur jaringan dan
identifikasi kromosom-kromosom abnormal telah memberikan jalan
bagi penemuan-penemuan dibidang genetik bagi anak retardasi mental.
Abnormalitas kromosom paling umum ditemukan adalah sindroma
down atau sindroma mongol (mongolism)
2) Penyebab Tuna Grahita Pada Masa Prenatal
Terdapat beberapa kondisi yang dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan embrio dan yang menyebabkan kesalahan perkembangan
sistem sataf serta menyebabkan retardasi mental diantaranya keadaan
nutrisi ibu, psikologis dan lingkungan fisik serta kasus spesifik seperti
infeksi rubella (cacar) dan faktor Rhesus (Rh).
Virus rubella yang mengenai ibu selama tiga bulan pertama
kehamilan mungkin menyebabkan kerusakan kongenital dan kemungkinan
terjadinya retardasi mental. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit
tersebut misalnya gangguan penglihatan, tuli, penyakit hati, mikrosefali
dan retardasi mental.
Pada manusia memiliki 86% Rh-positif dan 14% memiliki Rh-
negatif. Darah Rh-positif dan darah Rh-negatif merupakan pasangan yang
saling menolak (incompatible). Pada penderita retardasi mental
menunjukkan adanya hubungan antara keberadaan Rh darah yang tidak
kompatible. Indikator tersebut dapat dilihat ketika janin (fetus) memiliki
Rh yang tidak kmpatible dengan darah ibunya. Anak tersebut dapat
menjadi retardasi mental kecuali kalau dilakukan perbaikan (tindakan
medik) pada usia yang sangat dini.
3) Penyebab Perinatal
43
Berbagai peristiwa pada saat kelahiran yang memungkinkan
terjadinya retardasi mental yang terutama adalah luka-luka saat kelahiran,
sesak napas (asphyzia) dan prematuritas.
Kerusakan otak pada anak-anak sering berhubungan dengan
kejadian-kejadian pada saat kelahiran (perinatal) yaitu proses kelahiran
yang berhubungan dengan lamanya kelahiran dan kesulitan kelahiran,
penggunaan alat bantu kedokteran, lahir sungsang dan penyebab-penyebab
lain dari kerusakan otak tanpa spesifikasi jenis kerusakan.
Penyebab lain dari kerusakan otak adalah sesak napas (asphyxia)
yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam otak selama proses
kelahiran. Otak tidak dapat berfungsi tanpa suplai oksigen yang cukup.
Jika suplai oksigen ke otak terhenti beberapa menit, kerusakan sel-sel otak
sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
4) Penyebab Postnatal
Penyakit-penyakit akibat infeksi dan problema nutrisi yang diderita
pada masa bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan retardasi
mental. Penyakit-penyakit akibat infeksi yang dapat menyebabkan
retardasi mental adalah encephalitis dan meningitis.
Encephalitis menunjukkan pada suatu peradangan sistem saraf
pusat yang disebabkan oleh virus tertentu. Encephalitis meliputi
bermacam-macam kerusakan atau infeksi pada usia dini yang
menimbulkan panas tinggi dan mungkin menimbulkan kerusakan sel-sel
otak. Salah satu resiko lain yang sering ditemukan dalam keluarga miskin
yang dapat membahayakan anak-anak adalah jika terkena encephalitis
timah (lead encephalitis) atau keracunan timah hitam. Timah hitam
menghasilkan racun yang menimbulkan terjadinya retardasi mental berat.
Miningitis adalah suatu kondisi yang berasal dari infeksi bakteri
yang menyebabkan peradagngan pada selaput otak (minenges) dan
menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat. Penyakit ini telah dikenal
bukan hanya menjadi penyebab potensial dari ketuliaan dan kebutaan
tetapi juga retardasi.
43
5) Sebab-sebab sosio-kultural
Lingkungan sosial budaya berpengaruh terhadap kemampuan
intelektual, manusia dapat mengaktualisasikan sifat-sifat kemanusiaannya
hanya jika ia berada dalam lingkungan manusia. Hal ini menunjukkan
bahwa sosiokultural mampunyai pengaruh terhadap perkembangan
intelektual manusia.
Sedangkan menurut A. Salim Choiri (2008 : 5) menyebutkan
bahwa ada berbagai faktor yang menyumbang terjadinya anak
berkebutuhan khusus termasuk tuna grahita. Faktor tersebut meliputi :
1) Heriditer
Faktor penyebab yang berdasarkan keturunan atau sering dikenal
dengan genetik adalah kelainan kromosome. Pada kelompok faktor
penyebab heriditer masih ada kelainan bawaan non genetik, seperti
kelahiran pre-mature dan BBLR (berat bayi lahir rendah) yaitu berat
bayi lahir kurang dari 2.500 gram, merupakan resiko terjadinya anak
berkelainan. Demikian juga usia ibu sewaktu hamil di atas 35 tahun
memiliki resiko yang cukup tinggi untuk melahirkan anak berkelainan.
2) Penyakit / Infeksi
Merupakan suatu penyebab dikarenakan adanya berbagai
serangan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan baik langsung
terjadinya kelainan seperti infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalavirus, Herpes, Miningitis, dan sebagainya.)
3) Keracunan
Masih banyak jenis keracunan yang merupakan penyebab yang
cukup banyak ditemukan karena seperti pola hidup masyarakat,
keracunan dapat secara langsung pada anak maupun melalui ibu hamil.
Munculnya FAS (Fetal Alchohol syndrome) adalah keracunan janin
yang disebabkan ibu mengkonsumsi alkohol yang berlebihan,
kebiasaan ibu mengkonsumsi obat bebas tanpa pengawas dokter
merupakan potensi keracunan pada janin. Jenis makanan yang
dikonsumsi bayi banyak mengandung zat-zat berbahaya merupakan
43
salah satu penyebab. Adanya polusi pada berbagai saana kehidupan
terutama pencemaran udara dan air.
4) Trauma
Kejadian yang tak terduga dan menimpa langsung pada anak,
seperti proses kelahiran yang sulit sehingga memerlukan pertolongan
yang mengandung resiko tinggi atau kejadian saat kelahiran saluran
pernapasan anak tersumbat sehingga menimbulkan kekurangan
oksigen pada otak (asfeksia) terjadinya kecelakaan yang menimpa
pada organ tubuh anak terutama bagian kepala, bencana alam seperti
gempa bumi sering menyebabkan kejadian kelainan.
5) Kekurangan gizi / Malnutrisi
Masa tumbuh kembang anak dapat berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan anak terutama pada 2 tahun pertama kehidupan.
Kekurangan gizi dapat terjadi karena adanya kelainan metabolisme
maupun penyakit parasit pada anak seperti cacingan. Hal ini mengingat
Indonesia merupakan daerah tropis yang banyak memunculkan atau
tempat tumbuh kembangnya penyakit parasit dan juga kurangnya
asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan anak pada masa
tumbuh kembang.
Menurut J. David Smith (2006:110) menyatakan bahwa “yang
termasuk penyebab terbelakang mental adalah penyebab genetika.
Faktor-faktor selama masa kehamilan, trauma kelahiran, penyakit dan
cidera selama masa kanak-kanak dan remaja serta korban lingkungan”.
a) Penyebab genetik / Kromosom
Terdapat sejumlah bentuk-bentuk terbelakang mental yang
disebabkan oleh faktor-faktor genetik diantaranya phenylketpnuria
(PKU), penyakit tay-sachs. Down syndrome atau mongoloid.
b) Penyebab pada pra kelahiran
Penyebab pada masa pra kelahiran kadang-kadang terjadi setelah
pembuahan sebelum kelahiran. Akibat yang paling normal adalah
43
Rubella (cacar air/campak german) pada janin, penyakit syphilis
yang tidak terawat dan infeksi penyakit kelainan, racun dari
alkohol dan obat-obatan.
c) Penyebab pada saat kelahiran
Penyebab utama pada saat kelahiran yang menyebabkan
terbelakang mental adalah prematur. Masalah-masalah selama
proses kelahiran bayi salah satunya adalah kelahiran sungsang.
d) Lingkungan
Sebagian besar anak penyandang terbelakang mental akibat korban
lingkungan yang merugikan dan menggagu perkembangan
mentalnya atau mereka anak-anak yang masuk sekolah dengan
pengalaman-pengalaman lingkungan yang membawanya pada
ketidak beruntungan dalam memenuhi harapan-harapan yang
mereka hadapi. Lingkungan tidak dapat memenuhi kebutuhannya
dalam pertumbuhan dan perawatannya.
e) Penyebab selama masa perkembangan anak dan remaja
Terbelakang mental dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau
remaja. Penyebabnya adalah menderita penyakit radang selaput
otak (miningitis atau radang otak (encephalitis) tidak ditangani
secara dini dan sungguh-sungguh, kecelakaan yang menyebabkan
cidera/ kerusakan pada otak, gizi yang jelek atau keracunan.
Keracunan timah adalah ancaman utama pada anak-anak yang
bersumber dari lingkungan sekitar seperti cat yang sudah lama dan
pipa air.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa terbelakang
mental atau tuna grahita disebabkan dari berbagai faktor dan sebab yaitu
faktor genetik / herediter, Peristiwa sebelum kelahiran saat kelahiran dan
sesudah kelahiran serta faktor kesehatan dan sosiokultural lingkungan.
2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar
d. Pengertian Prestasi
43
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (1994 : 19) “Prestasi adalah hasil dari
suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun
kelompok”.
Menurut M. Buchori (1997 : 85) berpendapat bahwa “Prestasi adalah
hasil yang dicapai anak sebagai hasil belajar yang berupa angka, huruf, serta
tindakan hasil belajar yang dicapai”. Adapun hasil belajar yang berupa angka,
huruf selain sebagai bukti hasil yang dicapai juga dapat untuk memotivasi agar
prestasinya lebih meningkat. Senada dengan pengertian tersebut diatas
Sutartiah Tirtonegoro (1988:43) berpendapat bahwa “prestasi adalah penilaian
hasil usaha kegiatan belajar yang dapat mencerminkan hasil yang dinyatakan
dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang sudah dicapai oleh
setiap siswa dalam periode tertentu.”
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan prestasi adalah hasil atau bukti keberhasilan yang dicapai siswa dari
suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun
kelompok melalui usaha belajar dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun
kalimat.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang
dicapai siswa dari usaha belajar.
e. Pengertian Belajar
Belajar dapat dipandang sebagai suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan dari hasil pengalaman, dimana guru terutama melihat siswa dalam bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi belajar mengajar. Dari situ terlihat sifat-sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang telah dimilikinya. Seseorang siswa dinyatakan telah belajar apabila telah terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa. Perubahan tingkah laku itu antara lain tentang : (1) penguasaan pengetahuan baru (kognitif), (2) penguasaan keterampilan baru (psikomotor), (3) pengembangan sikap dan minat baru (affektif).
Perubahan yang terjadi pada diri seseorang banyak sekali, baik dilihat dari jenis maupun sifatnya. Karena itu tidak semua perubahan dalam diri seseorang itu merupakan perubahan dalam arti belajar.
Menurut Oemar Hamalik (1992 : 60), “belajar (learning) adalah merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil daripada pengalaman dan latihan”. Hal diatas sependapat dengan Skinner (dalam Muhibbin Syah,
43
1995 : 89) bahwa “belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah yang berlangsung secara progresif”. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguatan.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah
proses perubahan tingkah laku yang berlangsung secara progesif sebagai hasil
dari pengalaman dan latihan
Menurut Suhaenah Suparno (2001 : 2) “belajar adalah merupakan suatu
aktivitas yang menimbulkan suatu perubahan yang relatif permanen sebagai
akibat dari upaya-upaya yang dilakukan. Perubahan-perubahan tersebut tidak
disebabkan faktor kelelahan (fatique), kematangan, ataupun karena
mengkonsumsi obat tertentu”.
Sejalan dengan perumusan diatas menurut Hilgard dan Bower (dalam
Ngalim Purwanto, 1997 : 84), mengemukakan bahwa “Belajar adalah
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang yang terhadap sesuatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang
dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan
atas dasar kecenderungan responden pembawaan, kematangan atau keadaan
sesaat dari seseorang (kelelahan, kecelakaan, pengaruh obat)”.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan belajar adalah suatu usaha kegiatan yang menghasilkan perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman yang berulang-ulang. Dalam
penelitian ini yang dimaksud dengan belajar adalah suatu proses kegiatan atau
usaha dengan melalui latihan dan pengalaman yang berulang-ulang dalam
proses belajar agar mendapatkan perubahan tingkah laku yang bersifat lebih
baik dan tesimpan dalam jangak waktu yang lama.
Sedangkan menurut Slameto (1995:2) bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukn seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”.
Senada dengan pendapat Oemar Hamalik (2005 : 37) bahwa “belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”.
Jadi jelaslah bahwa seseorang dikatakan telah melakukan kegiatan belajar apabila terjadi adanya perubahan tingkah laku yang baru pada orang
43
tersebut, yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, yang sebelumnya tidak bisa menjadi bisa 1) Ragam-ragam Belajar
Dalam prose belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan
yang memiliki corak yang bebeda antara satu dengan lainnya, baik dalam
aspek materi dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan
tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul
dalam dunia pendidikan sejalan dengan kehidupan manusia yang juga
bermacam-macam.
Menurut Udin S. Wina Putra (2004) “Jenis-jenis belajar terdiri dari
belajar abstrak, belajar ketrampilan, belajar sosial, belajar pemecahan
masalah, belajar rasional, belajar kebiasaan, belajar apresiasi, belajar
pengetahuan.”
a) Ragam Abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir
abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan
pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari
hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat disamping
penguasaan atas prinsip-prinsip, konsep dan generalisasi. Termasuk
dalam jenis ini misalnya belajar metamatika, kimia, kosmografi,
astronomi dan juga sebagian materi bidang studi agama seperti tauhid.
b) Ragam Ketrampilan
Belajar ketrampilan adalah belajar adalah menggunakan gerakan-
geakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan
otot-otot/ neuromuscular. Tujuannya adalah memperoleh dan
menguasai ketrampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar ini latihan-
latihan insentif dan terutama amat diperlukan.
c) Ragam Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-
masalah dan tehnik-tehnik untuk memecahkan masalah tersebut.
Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan daam
meemcahkan masalah-masalah sosial seperti masalah keluarga,
43
masalah persahabatan, masalah kelompok dan masalah-masalah lain
yang bersifat kemasyarakatan.
Selain itu belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu
pribadi demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang
lain atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhannya secara
berimbang dan proposional.
d) Ragam Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar
menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis,
logis, teratur dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh
kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah
secara rasional, lugas dan tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam
menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi serta insight
(tilikan akal) amat diperlukan.
e) Ragam Rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan
berpikir secara logis dan sistematis (sesuai dengan akal sehat).
Tujuannya ialah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan
menggunakan prinsip-prinsip dari konsep-konsep. Jenis belajar ini
sangat erat kaitannya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan
belajar rasional siswa diharapkan memiliki kemampuan rasional
problem solving, yaitu kemampuan pemecahan masalah dengan
menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis dan
sistematis.
f) Ragam Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukkan kebiasaan-kebiasaan
baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar
kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri teladan dan pengalaman
khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuan agar siswa
memperoleh sikap-sikap dan kebiasan perbuatan baru yang lebih tepat
43
dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu
(kontektual).
g) Ragam Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan (judgment) arti
penting atau nilai suatu obyek. Tujuannya adalah agar siswa
memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective
skills) yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat
terhadap nilai obyek tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik
dan sebagainya.
h) Ragam Pengetahuan
Belajar pengetahuan (studi) ialah belajar dengan cara melakukan
penyelidikan mendalam terhadap obyek pengetahuan tertentu. Studi ini
juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk
menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan
eksperimen.
Tujuan belajar pengetahuan adalah agar siswa memperoleh dan
menambah informasi serta pemahaman terhadap pengetahuan tertentu
yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam
mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium
dan penelitian lapangan.
Menurut Syaiful Bakri Djamarah (2002 : 125) jenis-jenis belajar
dibedakan antara lain belajar arti kata-kata belajar kognitif, belajar
menghafal, belajar teoritis, belajar kaidah, belajar konsep/pengetahuan,
belajar ketrampilan motorik dan belajar estetika. Untuk jelasnya ikuti
uraian berikut :
a) Belajar arti kata-kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap
arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya
kata sudah dikenal tetapi belum tahu artinya. Setiap pelajar pasti
belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa hal ini sukar
43
menggunakannya, kalaupun dapat menggunakannya terdapat kesalahan
penggunaan. Mengerti kata-kata merupakan dasar terpenting dalam
memahami suatu isi bacaan.
b) Belajar Kognitif
Belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Obyek-
obyek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui
tanggapan, gagasan atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat
mental. Obyek-obyek yang ditanggapi ada yang bersifat materiil dan
non materiil.
Bila tanggapan berupa obyek-obyek materiil dan tidak materiil
telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif.
Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki
seseorang semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang lain.
c) Belajar Menghafal
Menghafalkan adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi
verbal didalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksi (diingat)
kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa
menghafal merupakan proses mental untuk mencamkan dan
menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan
dapat diingat kembali ke alam sadar.
Dalam menghafal ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan
yaitu mengenai tujuan, pengertian, perhatian dan ingatan.
d) Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk mendapatkan semua data dan
fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga
dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem seperti
terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah.
e) Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili
sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri sama. Orang yang memiliki
konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang
43
dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Konsep
dibedakan atas konsep kondrat dan konsep yang harus didefinisikan.
Belajar konsep adalah berpikir dalam konsep dan belajar
pengertian taraf ini adalah taraf komprehensif, taraf kedua dalam taraf
berpikir taraf. Taraf pertamanya adalah taraf pengetahuan yaitu belajar
reseptif/menerima.
f) Belajar Kaidah
Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan
satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mempresentasikan suatu
keteraturan. Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-
ubah. Kaidah merupakan suatu representasi (gambaran) mental dari
kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-
hari.
g) Belajar Berpikir
Berpikir adalah kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan
antara bagian-bagian pengetahuan. Ketika berpikir dilakukan terjadi
suatu proses dalam proses itu tekanannya terletak pada penyusunan
kembali kecakapan kognitif (yang bersifat ilmu pengetahuan).
Dalam belajar berpikir ini orang dihadapkan pada suatu masalah
yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan
reorganisasi dalam pengamatan. Masalah harus dipecahkan melalui
operasi mental. Khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta
metode-metode bekerja tertentu.
h) Belajar Ketrampilan Mototik (Motor Skill)
Ciri khas dari ketrampilan motorik adalah otomatisme yaitu
rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan
lancar dan supel tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang
harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Ketrampilan motorik merupakan suatu rangkaian gerak-gerik
jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara
gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
43
i) Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan
menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang
kesenian. Belajar ini mencakup fakta seperti nama Mozart sebagai
pengubah musik klasik; konsep-konsep seperti ritme, tema dan
komposisi. Relasi-relasi seperti hubungan antara bentuk dan isi;
struktur-struktur seperti sistamtik warna dan aliran-aliran dalam seni
lukis; metode-metode seperti menilai mutu dan originalitas suatu karya
seni.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-
jenis belajar meliputi belajar arti kata-kata, belajar abstrak, belajar
ketrampilan, belajar pemecahan masalah, belajar sosial, belajar estetis,
belajar kognitif, belajar teoritis dan belajar kebiasaan.
2) Tipe-tipe Belajar
Setiap siswa mempunyai tipe belajar yang berbeda-beda satu sama
yang lainnya. Menurut Sriyono dkk (1992) membagi tipe belajar siswa
kedalam tujuh tipe masing-masing antara lain :
a) Tipe Incremental
Siswa tipe ini hanya mampu belajar selangkah demi selangkah
(blockbuilders).
b) Tipe Intuitive
Siswa tipe ini mampu belajar secara tidak berurutan, ia mampu
menerima dan mensintesakan pelajaran dengan tepat, jenis ini termasuk
jenis brightlearner (siswa cerdas)
c) Tipe Sensory Specialist
Tipe ini hanya mampu mempelajari sesuatu dengan menggunakan
indera tertentu saja.
d) Tipe Sensory Generals
Tipe ini mampu belajar dengan berbagai media, tipe ini sangat sensitif.
e) Tipe Emosional
43
Siswa tipe ini baru bisa belajar bila melalui orang perorang. Siswa
semacam ini baik ditempatkan dalam kelompok sebab yang
bersangkutan suka berdiskusi.
f) Tipe Emosional Netral Learning
Siswa tipe ini hanya dapat belajar dari kenyataan saja.
g) Tipe elektatik
Siswa tipe ini dapat belajar dalam berbagai situasi.
Ahli psikologi lain menyusun pula tipe belajar dan cara menerima
informasi seorang siswa dalam tipe.
a) Tipe Mendengarkan
Siswa ini dapat menerima dengan baik setiap informasi dengan
mendengarkan.
b) Tipe Penglihatan
Tipe ini dapat menerima dengan baik bila melihat langsung.
c) Tipe Merasakan
Siswa tipe ini dapat menyerap informasi dengan baik bila ia merasakan
secara langsung.
d) Tipe Motorik
Tipe ini dapat menerima dengan baik bila ia melakukan sendiri secara
langsung.
Menurut Ahmat Sarjita (2006 : 3) menyebutkan bahwa : Gaya
belajar merupakan cara dimana setiap pembelajaran mulai berkonsentrasi,
memproses dan menyimpan informasi yang baru dan sulit.
Gaya belajar sebenarnya merupakan sekedar pendekatan ataupun
cara belajar yang berbeda. Ada beberapa gaya belajar dan meskipun tidak
ada kesepakatan atau satu kelompok gaya belajar, gaya belajar berikut ini
biasa ditemukan :
a) Belajar Tipe Visual Belajar dengan Melihat
Belajar tipe ini perlu melihat bahasa tubuh dan ekspresi wajah
guru agar dapat benar-benar memahami isi pelajaran. Siswa biasanya
43
senang duduk dibangku barisan depan agar terhindar dari sesuatu yang
mengganggu penglihatan mereka. Cara terbaik untuk belajar adalah
dengan melihat tampilan seperti diagram, buku, teks yang bergambar,
transparasi OHP, Video,. Flipcharts dan materi yang dibagikan (hand –
outs)
b) Belajar Tipe Auditory
Siswa tipe ini dapat belajar dengan baik melalui lisan, diskusi,
membicarakan sesuatu dan mendengarkan apa yang dikatakan orang
lain. Pembelajaran tipe ini menafsirkan makna dari ucapan melalui
nada suara, tinggi nada, kecepatan bicara dan perbedaan-perbedaan
kecil lainnya. Informasi tertulis tidak begitu bermakna kecuali sudah
diperdengarkan. Mereka merasakan kemudahan dalam belajar apabila
mereka mendengarkan sesuatu, apabila menggunakan buku-buku yang
telah direkam.
c) Belajar Tipe Tactile / Kinesthetis
Kebanyakan siswa yang memiliki risiko dalam belajar adalah
dari tipe tactile / kinesthetis yaitu pembelajaran yang memiliki
ketramilan visual dan auditory yang rendah. Salah satu perlakuan awal
yang dapat melayani gaya belajar tersendiri bagi siswa adalah dengan
mengubah desain ruang kelas seperti tata letak kursi dalam kelompok,
berpasangan, bentuk huruf U dan sebagainya.
Siswa dengan tipe tactil dapat belajar dengan baik pada hal-hal
yang berhubungan dengan kerja otot (motorik) dalam bentuk
ketrampilan-ketrampilan. Siswa membutuhkan ketrampilan visual
auditory yang baik.
Sedangkan menurut S. Nasution (2005 : 94) “menggolongkan
tiga gaya belajar yang ada kaitannya dengan proses belajar mengajar
yakni gaya belajar menurut tipe field dependen ce-field independence,
impulsif-reflektif, presentif/reseptif. Sistematis/ intuitif”.
(a) Tipe field dependen – field independen
43
Field depedent artinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan
banyak tergantung pada pendidikan sewaktu kecil, dididik untuk
selalu memperhatikan orang lain, bicara lambat, mempunyai
hubungan sosial yang luas, tidak senang pelajaran matematika, lebih
banyak terdapat pada wanita, memerlukan petunjuk yang lebih
banyak untuk memahami sesuatu, lebih peka akan kritik dan perlu
mendapat dorongan.
Field independen artinya siswa tipe ini kurang dipengaruhi
oleh lingkungan dan pendidikan masa lampau, dididik untuk berdiri
sendiri dan mempunyai otonomi atas tindakannya, berbicara cepat
tanpa menghiraukan daya tangkap orang lain, tidak peduli akan
norma-norma orang lain, kurang mementingkan hubungan sosial,
banyak terdapat pada pria, cenderung suka pelajaran matematika dan
IPA, tidak memerlukan petunjuk yang rinci dan dapat menerima
kritik demi perbaikan.
(b) Tipe Impulsif – Reflektif
Orang yang impulsif mengambil keputusan dengan cepat tanpa
memikirkannya secara mendalam. Sebaiknya orang yang reflektif
mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan
dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian yang mudah. Jadi
seorang anak reflektif atau impulsif bergantung pada kecenderungan
untuk merefleksi atau memikirkan alternatif-alternatif pemecahan
suatu masalah yang bertentangan dengan kecenderungan untuk
mengambil keputusan yang impulsif dalam menghadapi masalah-
masalah yang sangat tidak pasti jawabannya.
(c) Tipe Preseptif / Reseptif; Sistematis / Intuitif
Preseptif artinya aturan. Orang yang preseptif dalam
mengumpulkan informasi mencoba mengadakan organisasi dalam
hal-hal yang diterimanya, ia menyaring informasi yang masuk dan
memperhatikan hubungan-hubungan diantaranya, membulatkan
informasi yang saling bertalian.
43
Orang yang reseptif lebih memperhatikan detail atau perincian
informasi dan tidak berusaha untuk membulatkan atau
mempertalikan informsi yang satu dengan yang lain. Orang yang
reseptif mengumpulkan banyak informasi akan tetapi tidak melihat
atau membentuknya menjadi kebulatan yang bermakna.
Sistematis – Intuitif
Orang yang sistematis mencoba melihat struktur suatu masalah
dan bekerja sistematis denang data atau informasi untuk
memecahkan suatu persoalan.
Orang yang intuitif langsung mengemukakan jawaban tertentu
tanpa menggunakan informasi secara sistematis. Mereka lebih
cenderung untuk memecahkan suatu soal dengan jalan “trial and
error” dan mudah melompat-lompat dari cara penyelesaian yang satu
kepada yang lain.
Dari berbagai pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa
tipe-tipe belajar setiap anak menunjukkan perbedaan, tidak semua
memiliki tipe dan cara yang sama dalam belajar serta menangkap
informasi/stimulus, cara mengingat, berpikir dan memecahkan soal.
Tipe-tipe belajar anak antara lain meliputi, tipe incremental,
sensory spesialist-generals, emosional, emosional netral learning,
elektatik, intuitif, sedangkan tipe belajar dan cara menerima
informasi meliputi tipe visual, auditory, factil, merasakan, tipe field
independent, tipe impulsif-reflektif dan tipe presentif reseptip-
sistematis.
3) Ciri-ciri Belajar
Jika hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada
beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar.
Menurut Syaiful Bahri Djamara (2002 : 117) ciri belajar antara lain :
a) Perubahan yang terjadi secara sadar
43
Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu
sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu
perubahan dalam dirinya.
b) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu
berlangsung terus-menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang
terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna
bagi kehidupan ataupun menyebabkan belajar berikutnya.
c) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perubahan belajar, perubahan-perubahan itu selalu
bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Makin banyak usaha belajar dilakukan, makin banyak dan
makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif
bahwa perubahan ini tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena
usaha individu sendiri.
d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap
atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah
belajar akan bersifat menetap.
e) Perubahan dalam belajar bertujuan atau tearah
Perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan
dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang
benar-benar disadari.
f) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses
belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang
belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah
laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, ketrampilan,
pengetahuan dan sebagainya.
43
Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2003 :117) bahwa, “perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik, diantaranya ciri-ciri perubaan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah perubahan itu intensional. Perubahan itu positif atau aktif, perubahan itu efektif dan fungsional”.
(a) Perubahan intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat
pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan
disadari atau dengan kata lain bukan kebetulan. Siswa menyadari
akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia
merasakan adanya perubahan dalam dirinya.
(b) Perubahan positif-aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif
dan aktif. Positif artinya baik, bemanfaat serta sesuai dengan
harapan. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan
sendirinya seperti proses kematangan, tetapi karena usaha siswa itu
sendiri.
(c) Perubahan efektif-fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif
yakni berhasil guna artinya perubahan tersebut membawa
pengaruh, makna dan manfaat tertentu bagi siswa. Perubahan
dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif
menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut
dapat diproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan yang efektif dan
fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong timbulnya
perubahan-perubahan positif lainnya.
Adapun menurut H.J. Gino, dkk (1995 :15) menyebutkan bahwa, “ciri yang khas pada aktifitas manusia, sehingga aktifitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri pelajar (individu yang belajar) baik aktual maupun potensial, perubahan itu pada pokoknya didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena usaha”
43
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar
adalah perubahan intensional, perubahan positif-aktif, perubahan
efektif-fungsional, perubahan tidak bersifat sementara, perubahan
bertujuan atau terarah dan perubahan mencakup seluruh aspek tingkah
laku.
c. Pengertian Prestasi Belajar
Proses belajar terjadi di dalam individu yang sedang belajar dan akan
menghasilkan perubahan. Seberapa besar perubahan ini dapat diketahui dari
prestasi belajar.
Menurut W.J.S. Poerwodarminto (1991:787) kata prestasi belajar
mempunyai pengertian “Penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai
tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”.
Sedangkan Peter dan Yenny Salim (1991:90) menyatakan bahwa :
“Prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dari yang telah dilakukan.
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan terhadap mata
pelajaran yang dibuktikan melalui tes.”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
hasil yang dicapai dari perbuatan belajar berupa penguasan pengetahuan-
pengetahuan keterampilan yang ditunjukkan dengan nilai tes. Dalam
Kurikulum Berbasis kompetensi, prestasi belajar meliputi tiga aspek, yaitu :
1) Aspek Kognitif
Evaluasi aspek kognitif, mengukur pemahaman konsep yang terkait pada
percobaan yang dilakukan. Untuk aspek pengetahuan, evaluasi dapat
dilakukan melalui tes lisan maupun tertulis. Aspek kognitif dapat berupa
pengetahuan dan keterampilan intelektual yang meliputi produk ilmiah dan
proses ilmiah. Produk ilmiah meliputi : fakta, konsep, prinsip, generalisasi,
43
teori dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan proses
ilmiah meliputi : pengamatan, pemahaman, aplikasi, analisis dan evaluasi
(Mulyati Arifin, 1995 : 24).
2) Aspek Afektif
Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat
penerimaan dan penolakan terhadap suatu objek. Disini digunakan
penilaian kecakapan hidup meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir
rasional, kecakapan sosial dan kecakapan akademik.
3) Aspek Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individual. Ada enam tingkatan keterampilan, yaitu:
1) gerakan refleks
2) gerakan dasar
3) kemampuan perseptual
4) kemampuan fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan
5) gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks
6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi nondiskursip.
(Depdiknas, 2003:1)
Untuk mencapai tujuan, setiap kegiatan seseorang selalu diikuti dengan
pengukuran dan penilaian. Demikian halnya di dalam proses pembelajaran.
Syatartiah Tirtonegoro (2001:43) menyatakan bahwa “prestasi belajar adalah
hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar”.
Dengan mengetahui prestasi belajar siswa, guru dapat mengetahui
kedudukan siswa di dalam kelas, apakah siswa termasuk kelompok yang
pandai, sedang atau kurang. Untuk mengetahuai kategori siswa mengenai
kelakuan, kepandaian dan kemajuan, pada masa akhir semester, prestasi
belajar tersebut dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun simbol
sekolah (guru) mengeluarkan buku raport. Buku raport tersebut merupakan
buku laporan kepada orang tua/ wali murid.
43
Lebih jelasnya lagi Sutartiah Tirtonegoro (2001:430) mengemukakan
bahwa “prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode
tertentu”.
Menurut Buchori M (1997 : 85) menyatakan bahwa “prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai anak sebagai hasil belajar yang berupa angka atau
huruf serta tindakan hasil belajar yang dicapai”.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar,
merupakan hasil yang telah dicapai setelah melakukan suatu kegiatan belajar
dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf,
simbol maupun kalimat. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa berbakat adanya usaha dan
latihan.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Untuk mencapai prestasi belajar yang optimal, maka perlu
memperhatikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Dibawah
ini beberapa faktor yang berkaitan dengan keberhasilan belajar yang
dikemukakan oleh beberapa ahli.
Menurut Slameto (1995 : 54) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar antara lain “Faktor intern dan faktor ekstern”.
1) Faktor Intern meliputi :
a) Faktor jasmani : faktor kesehatan, cacat tubuh,
b) Faktor psikologis diantaranya : intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan, kesiapan
c) Faktor kelelahan meliputi kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
2) Faktor-faktor Ekstern meliputi tiga faktor :
a) Faktor keluarga
b) Faktor Sekolah
c) Faktor Masyarakat
43
Jadi terdapat beberapa faktor yang berasal dari dalam diri siswa
maupun dari luar siswa, yang saling berkaitan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Menurut Sumadi Suryabrata (1993 : 249) menyatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain “Faktor yang berasal
dari luar individu dan faktor yang berasal dari dalam individu”.
1) Faktor yang berasal dari luar individu
Faktor ini digolongkan menjasi dua golongan yaitu :
(b) Faktor-faktor non sosial seperti : (1) keadaan udara, (2) suhu udara,
(3) cuaca, (4) waktu, (5) tempat dan alat-alat belajar (seperti alat
tulis menulis, buku-buku peraga).
(c) Faktor-faktor sosial adalah gangguan yang terjadi pada proses
belajar, seperti perhatian, keadaan lingkungan kelas
2) Faktor yang berasal dari dalam individu
Faktor tersebut digolongkan menjasi dua golongan yaitu :
(a) Faktor Fisiologis antara lain (1) keadaan jasmani pada umumnya
seperti lelah, lesu, ngantuk, sakit gigi, batuk, (2) keadaan fungsi
jasmani terutama fungsi panca indera
(b) Faktor psikologis yaitu (1) sifat ingin tahu, (2) kreativitas, (3)
simpati dari orang lain, (4) memperbaiki kegagalan, (5) rasa aman,
(6) adanya ganjaran atau hukuman
Menurut Muhibin Syah (1995 : 32) menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar adalah “faktor internal, faktor
eksternal dan faktor pendekatan belajar”.
1) Faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri siswa) meliputi
dua aspek yakni :
a) Aspek Fisiologis yaitu kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ
tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
43
b) Aspek Psikologis yaitu faktor-faktor rohani siswa yang
meliputi :
(1) Kecerdasan (intelegensi) siswa adalah kemampuan
psikofisik untuk merealisasi rangsangan atau menyesuaikan
diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.
(2) Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi affektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon
dengan cara yang relatif tetap terhadap objek secara positif
maupun negatif.
(3) Bakat Siswa
Bakat adalah kemampuan potensi yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
(4) Minat Siswa
Minat (interes) berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
(5) Motivasi siswa
Motivasi adalah keadaan internal organisme manusia yang
mendorong untuk berbuat sesuatu.
2) Faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa)
Faktor tersebut terdiri atas dua macam yaitu :
a) Lingkungan Sosial meliputi :
(1) Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, staf
adminitrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar siswa.
(2) Lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga
juga teman-teman sepermainan di sekitar tempat tinggal
siswa.
(3) Lingkungan sosial yang lain adalah orang tua dan keluarga
siswa itu sendiri yang banyak mempengaruhi kegiatan
belajar.
43
b) Lingkungan Non Sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungn non sosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa.
Alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang
digunakan siswa.
c) Lingkungan Non Sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
siswa, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang
digunakan siswa.
3) Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar meliputi beberapa tingkatan, pendepatan tinggi,
pendekatan sedang, dan pendekatan rendah.
Dari pendapat para ahli diatas, dapat penulis simpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar antara lain faktor
internal (faktor yang berasal dari dalam diri individu), faktor
eksternal (faktor yang berasal dari luar diri individu) dan faktor
pendekatan belajar.
Seseorang yang mengalami proses belajar, agar belajar siswa
dapat berhasil dengan tujuan yang diharapkan, perlu kiranya
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
3. Tinjauan Tentang Metode Problem Solving (Pemecahan Masalah)
a. Pengertian
Untuk mengetahui definisi dari pemecahan masalah terlebih dahulu
harus diketahui apa sebenarnya masalah itu. Masalah menruut John Dewey
dalam Mulyati Arifin (1995:99) adalah “sesuatu yang diragukan atau
sesuatu yang belum pasti”. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (1997:14)
“Timbulnya masalah karena ada gejala yang melatarbelakanginya.” Jadi
masalah adalah sesuatu yang belum pasti yang timbul karena gejala yang
melatar belakanginya”.
43
“Dalam pelajaran IPA penyampaikan atau penerusan fakta-fakta
makin terdesak ke belakang. Dan alih-alih penyampaikan fakta, kini titik
beratnya terletak pada usaha didaktik, agar pelajaran memahami IPA dan
diajak berpikir ilmiah. Tujuan ini sering diusakan dengan proses belajar
mengajar yang bertitik pusat pada maslah dan pemecahannya”. (Vosen, H,
1986:100). Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar
menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara logis, sistematis,
teratur, dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan
kecakapan kognirif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan
tuntas. Untuk itu kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan generalisasi sangat diperlukan. Dalam hal ini guru
khususnya yang mengajar eksakta, seperti matematika, dan IPA sangat
disarankan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi
pada cara pemecahan masalah (Muhibbin syah, 1995:122).
Menurut Rooijakers, Ad (1991:26) “metode pemecahan masalah
adalah menghadapkan peserta didik menyadari masalah, menelaah
masalah dari bermacam-macam segi, merumuskan masalah lalu mencari
pemecahan masalah dengan berbagai cara”. Dari pendapat di atas berarti
bahwa peserta didik dihadapkan pada permasalahan-permasalahan
kemudian merumuskan permasalahan dan mencari pemecahannya.
A. Tabrani Rusyan, dkk (1989 : 12) mengemukakan “pemecahan
masalah (problem solving) adalah belajar memcahkan persoalan
berdasarkan beberapa prinsip atau gejala atau peristiwa yang lalu dengan
beberapa kemungkinan”. Fakta-fakta masa lali, gejala, prinsip dapat
digunakan sebagai dasar dalam meemcahkan masalah tersebut. Sebagai
contohnya adalah konsep materi pelajaran sebelumnya dapat membantu
dalam usaha pemecahan masalah.
Atas dasar penyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pemecahan masalah adalah kemampuan menggunakan berbagai fakta,
prinsip, gejala atau peristiwa yang dialami siswa untuk menyelesaikan
43
persoalan dalam pembelajaran untuk memperoleh kemampuan dan
kecakapan kognirif.
Metode Promblem Solving (pemacahan masalah) bukan hanya
sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir.
Maka dalam pembelajaran IPA dan Matematika disarankan untuk
menggunakan metode ini. Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Menurut Syaiful bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:104-
105) “Metode Problem Solcing mempunyai kelebihan dan kekurangan
sebagai berikut :
a) Kelebihan
1) Metode ini dapat membuat dunia pendidikan di sekolah lebih
relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
2) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat
membiasakan para siswa menghadapi secara terampil, apabila
menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga,
masyarakat dan bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat
bermakna bagi kehidupan manusia.
3) Metode ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa
secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajaranya,
siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti
permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari
pemecahannya.
b) Kekurangan
1) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai
dengan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan
kemampuan dan ketrampilan guru.
2) Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering
memerlukan waktu yang banyak dan terpaksa mengambil waktu
pelajaran lain.
3) Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan
menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak
43
berpikir memecahkan persoalan sendiri atau kelompok yang
kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan
kesulitan tersendiri bagi siswa.
Metode problem solving merupakan salah satu bentuk penelitian yang
memusatkan perhatian pada upaya mencari dan menemukan jawaban
atas suatu pertanyaan atau kasus. Dengan menerapkan metode ini anak
akan dapat mengembangkan kemampuan atau kualitas pribadi seperti
rasa ingin tahu (curiousity), berpikir deduktif (dari teori ke fakta),
berpikir induktif (dari fakta ke teori), berpikir kritis (menguji
kecermatan dan kemurnian data atau informasi), berpikir komprehensif
(melihat suatu persoalan secara utuh dan menyeluruh) dan berpikir
hipotesis (menduga atau memperkirakan sesuatu atas dasar informasi
yang ada dan asumsi atau kepercayaan dasar)
b. Langkah-Langkah Metode Problem Solving
Menurut John Dewey dalam A Tabrani Rusyan, dkk (1989:174)
belajar memcahkan masalah
f) Individu menyadari masalah kalau ia dihadapkan pada situasi keraguan
dan kekaburan sehingga merasakan adanya kesulitan.
g) Individu melokalisasi letak sumber kesulitan tersebut untuk
memungkinkan mencari jalan pemecahannya, menandai aspek mana
yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip atau dalil atau
kaidah yang diketahui sebagai pegangan.
h) Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk
bagaimana pengalaman orang lain dalam menghadapi pemcahan
masalah serupa, kemudian mengindentifikasi berbagai alternatif
kemungkinan pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai jawaban
sementara yang memerlukan pembuktian.
i) Setiap alternatif pemecahan ditimbang, selanjutnya dilakukan
pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang mungkin.
43
j) Alternatif pemecahan yang dipilih, dipraktekkan atau dilaksanakan
dari hasil pelaksanaan itu akan diperoleh informasi untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang dirumuskan.
Berdasarkan langkah-langkah yang dikembangkan oleh John
Dewey terdapat aspek penting yang mencakup dalam langkah-langkah
pemecahan masalah, yaitu :
b) Pemecahan masalah terutama yang bersifat kompleks memerlukan
kemampuan penalaran, baik dalam mengindentifikasi masalah itu
sendiri maupun dalam melihat hubungan sebab akibat dari adanya
masalah tersebut.
c) Pemecahan masalah harus bersifat obyektif dalam menguji hipotesis
atau dalam menarik kesimpulan pemecahan masalah haruslah
didasarkan kepada fakta empiris, atau setidaknya dengan logika.
d) Bersifat ilmiah, suatu kegiatan ilmiah menggunakan prosedur yang
sistematik dan berdasarkan pada fakta.
e) Menggunakan keseluruhan kemampuan yang bersifat potensial dan
besifat akademik.
Menurut Polya dalam Vossen, H (1986 : 102) proses pemecahan
masalah dibagi dalam empat fase yaitu : “fase memahami masalah, fase
pemikiran rencana, fase pelaksanaan rencana, fase peninjauan kembali”.
Proses pemecahan masalah akan berlangsung dengan baik apabila
masalah tersebut dapat dikondisikan sedemikian rupa sehingga akan
melahirkan pengenalan masalah, pemahaman masalah hingga dapat
memecahkan masalah.
Selain fase-fase pemecahan masalah, dalam proses pemecahan
masalah terdapat komponen-komponen pemecahan masalah. Komponen-
komponen pemecahan menurut Gredler M. E. B. (1994 : 74) antara lain :
a) Mereformasi masalah.
b) Mengenali sub-sub masalah yang relevan.
c) Mengumpulkan data yang relevan atau mulai mengambil langkah
secara sistematis untuk memecahkan sub masalah.
43
d) Menilai hasil, mengarahkan kembali jika perlu.
Proses pemecahan masalah merupakan kegiatan yang melibatkan
pembentukkan aturan tingkat tinggi, seseorang perlu memiliki prasyarat-
prasyarat tertentu antara lain :
a) Aturan-aturan
b) Konsep-konsep terdefinisi
c) Konsep-konsep konkrit
d) Deskripsi-deskripsi
Oleh karena IPA yang terdiri dari konsep-konsep, maka siswa
diharapkan tidak hanya memiliki konsep-konsep yang hanya sepengetahuan siswa saja. Melalui perbendaharaan konsep, siswa diharapkan menggunakan konsep-konsep yang dimilikinya untuk mengorganisasikan dan menghadapinya. Semkain banyak konsep yang dimiliki, semakin banyak alternatifn yang dapat dipilih untuk pemecahan masalah.
Melters dalam Mulyati Arifin (1995:101-102) mengemukakan tahap-
taap pemecahan masalah di sekolah oleh pelajar, dalam hal ini yang
dimaksudkan adalah pemecahan soal, adalah sebagai berikut :
a) Tahap analisis masalah
b) Tahap perencanaan pemecahan masalah
(1) memecahkan rumus standar
(2) meneliti hubungan antar konsep
(3) membuat transformasi
c) Tahap melakukan perhitungan
d) Tahap pengecekan
43
Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
(2002:103-104) langkah-langkah pemecahan masalah adalah sebagai
berikut :
a) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus
tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
b) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk pemecahan
masalah.
c) Menetapkan jawaban sementara dari masalah, didasarkan pada data
yang diperoleh.
d) Menguji kebenaran jawaban sementara
e) Menarik kesimpulan
4. Pembelajaran IPA
a) Pengertian Pembelajaran
“Pengajaran mempunyai arti sama dengan cara (perbuatan)
mengajar atau mengajarkan” (H. J. Gino, dkk, 1995 : 30). Bila mengajar
diartikan sebagai perbuatan mengajar, tentunya ada yang mengajar dan ada
yang diajar atau yang belajar. Dengan demikian pengajaran diartikan
sebagai perbuatan belajar oleh siswa dan mengajar oleh guru.
Ada beberapa definisi pembelajaran dari pada ahli antara lain :
a) “Menurut Alwin W. Howard, pembelajaran adalah aktivitas untuk
mencoba, menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan
mengembangkan keterampilan, sikap, sita-sita, penghargaan dan
pengetahuan” (Roestiyah, NK, 1989 : 15).
b) Pembelajaran adalah penciptaan sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar. Sistem lingkungan
ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni
tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru
dan siswa yang harus memainkan peranan serta ada hubungan sosial
43
tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana
belajar mengajar yang tersedia (J.J. Hasibuan dan Moedjiono, 2000:3).
c) “Pembelajaran merupakan kegiatan mengatur dan mengorganisasi
lingkungan yang ada di sekitar sehingga dapat mendorong dan
menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar”. (Nana Sudjana,
1996:7)
Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah usaha sadar dari pengajar untuk membuat proses
belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri pebelajar yang
berlaku dalam waktu relatif lama.
Hal yang penting dalam mengajar adalah bagaimana siswa dapat
mempelajari bahan sesuai tujuan. Usaha yang dilakukan guru hanya
merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa belajar.
Peranan guru bukan sebagai penyampai informasi, melainkan sebagai
pengaruh dan pemberi fasilitas dalam proses belajar (A. Tabrani Rusyan,
dkk, 1989 : 27).
Proses pembelajaran akan berhasil baik dipengaruhi beberapa faktor :
a) Faktor Guru/Prefesional guru
1) Kepandaian guru menguasai situasi siswa di dalam kelas.
2) Kepribadian guru
3) Penguasaan materi ajar oleh guru
4) Kemampuan penerapan strategi pembelajaran oleh guru
b) Faktor di luar guru
1) Tersedianya saana prasarana
2) Input siswa
3) Sikap dan perilaku siswa terhadap pelajaran
4) Perhatian orang tua murid terhadap kegiatan belajar anaknya
5) Peran serta masyarakat terhadap pendidikan.
b. Strategi Pembelajaran
1) Pengertian Strategi Pembelajaran
43
Menurut Hasibuan dan Moedjiono (1985), menyebutkan : “Strategi
pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru murid di dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar dan merupakan sarana atau alat
untuk mencapai tujuan-tujuan belajar”.
Sedangkan menurut Parwoto (2007 : 95), Strategi pembelajarn
dapat diartikan sebagai berikut : (1) sistem pendekatan belajar
mengajar utama yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran,
sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam merencanakan dan
mengorganisasikan kegiatan belajar mengajar, (2) prosedur, metode
tehnik pembelajaran yang dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Menurut Deshler and Schumaker (1986), “Strategi
pembelajaran adalah tehnik-tehnik prinsip-prinsip atau aturan-aturan
yang memungkinkan siswa untuk belajar, memecahkan masalah dan
menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri” (Parwoto, 2007 : 83).
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa strategi
belajar mengajar adalah sistem, prosedur, metode, tehnik, prinsip-
prinsip pembelajaran sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan
belajar dan dapat dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar.
2) Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran diantara guru
berbeda-beda. Yang lebih penting adalah pertimbangan pembelajaran
yang lebih memfokuskan kepada bagaimana mengoptimalkan
partisipasi dan keatifan siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Parwoto (2007 : 96) menyebutkan jenis trategi belajar
terdiri dari strategi belajar kolaboratif/ kooperatif, strategi belajar
mandiri dan tutotial. Berikut uraiannya :
a) Strategi Belajar Kolaboratif
43
Strategi belajar kolaboratif merupakan strategi
pembelajaran yang menerapkan paradigma dalam teori-teori
belajar. Ada tiga teori yang mendukung pembelajaran kolaboratif
yaitu teori kognitif, teori konstruktivisme sosial dan teori motivasi.
Teori kognitif berkaitan terjadinya pertukaran konsep antara
anggota dalam kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga
transformasi ilmu pengetahuan akan terjadi pada setiap anggota
dalam kelompok.
Pada teori konstruktivisme soaial terlihat adanya interaksi
sosial antar angota yang akan membantu perkembangan individu
dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semua
anggota dalam kelompok. Teori motivasi teraplikasi dalam struktur
pembelajaran kolabortif karena pembelajaran tersebut akan
memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar
menambah keberanian semua anggota untuk memberi pendapat
dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota
dalam kelompok.
Definisi belajar kolaboratif adalah suatu strategi
pembelajaran dimana para siswa dengan variasi yang bertingkat
bekerja bersama dalam kelompok kecil (satu tim) kearah satu
tujuan. Para siswa Saling membantu antara satu dengan yang lain
saling bergantung untuk kesuksesan.
Karakteristik belajar kolaboratif adalah (1) Siswa belajar
dalam satu kelompok dan memiliki rasa saling ketergantungan
(interdependen) dalam proses belajar; penyelesaian tugas
kelompok mengharuskan semua anggota kelompok bekerja
bersama; (2) Interaksi intensif secara tatap muka atau dimediasikan
antara anggota kelompok; (3) Masing-masing siswa bertanggung
jawab terhadap tugas yang telah disepakati; (4) Siswa harus belajar
dan memiliki keterampilan komunikasi interpersonal, (5) Peran
guru sebagai mediator, (6) Adanya sharing pengetahuan dan
43
interaksi antara guru dan siswa, atau siswa dan siswa, (7)
Pengelompokan siswa secara heterogen.
b) Strategi Belajar Kooperatif
Karakteristik belajar kooperatif sebagai berikut :
(1) Untuk membantu perkembangan saling ketergantungn positif
diantara anggota kelompok, tujuan terarah pada kebutuhan
siswa yaitu keberhasilan bersama dari semua anggota
kelompok dan keberhasilan individu.
(2) Untuk mencapai tanggung jawab individu, setiap siswa harus
menguasai materi yang dinilai, setiap siswa harus diberikan
umpan balik atas kemajuannya, dan kelompok diberikan
umpan balik bagaimana setiap anggota maju seperti anggota
yang lain, tahu untuk membantu dan memberikan dorongan.
(3) Keanggotaan heterogen dalam kecakapan dan karakteristik
personal, sedangkan kelompok belajar tradisional pasangan
keanggotaannya homogen.
(4) Semua anggota saling berbagai tanggung jawab dibawah
seorang pemimpin kelompok.
(5) Anggota saling berbagai tanggung jawab untuk belajar satu
salam lain, dan anggota diharapkan menyediakan satu sama
lain dengan membantu dan mendorong agar supaya
memastikan bahwa semua berpartisipasi melakukan tugas
diantara anggota.
(6) Fokus tujuan pada membawa setiap anggota belajar secara
maksimum dan memelihara hubungan kerja yang baik diantara
anggota.
(7) Siswa berpikir secara langsung keterampilan sosial yang
mereka perlukan agar supaya dapat bekerja secara kolaboratif.
(8) Guru mengamati kelompok, menganalisis masalah anggota
dalam bekerja sama, dan memberikan umpan balik bagaimana
43
kaitannya dengan yang lain sehigga dapat mengatur tugas-
tugas kelompok.
(9) Guru membuat prosedur terstruktur terhadap kelompok untuk
menentukan bagaimana keefektifan mereka bekerja bersama.
c) Strategi Belajar Mandiri
Belajar mandiri adalah sebagai individu yang otonom untuk
mencapai suatu kompetensi akademis. Dengan metode tersebut,
siswa akan mampu mengatasi tantangan baru tanpa ketergantungan
pada pemecahan masalah guru atau pada siswa.
Belajar mandiri menunjukkan bahwa siswa tidak tergantung
pada penyediaan (supervision) dan pengarahan guru yang terus
menerus, tetapi siswa juga memiliki kreativitas dan inisiatif sendiri,
serta mampu untuk bekerja sendiri dengan merujuk bimbingan
yang diperoleh.
Ciri utama dalam belajar mandiri adalah pengembangan
dan peningkatan ketrampilan dan kemampuan siswa untuk
melakukan proses belajar secara mandiri, tidak tergantung pada
faktor-faktor guru, kelas, teman, dll. Peran utama guru dalam
belajar mandiri adalah sebagai konsultan dan fasilitator bukan
sebagai otoritas dan satu-satunya sumber ilmu.
d) Tutoring
Istilah turoting secara umum biasanya bercirikan bahwa
satu orang ditugasi mengajar yang lain. Sebutan pupiltutee dan
teacher tutor adalah siswa.
Situasi turoting dalam bentuk peer atau cress-age telah
diatur untuk mengajar ketrerampilan yang paling dasar, beberapa
perilaku sosial dan beberapa keterampilan akademik. Ketika
menetapkan situasi tutoring, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangan yaitu :
43
(1) Berhati-hati untuk tidak melanggar tindakan pribadi. Dalam
beberapa situasi tutoring, tutor boleh mengakses informasi
mengenai tutee yang dapat melanggar amandemen.
(2) Memperoleh ijin orang tua sebelum setting situasi tutoring
dengan anaknya, sama halnya dengan tpara tutor dan anak.
(3) Merencanakan penjadwalan yang cermat jika program tutoring
dilakukan. Meskipun hal ini penting untuk mendapatkan
keuntungan dari program, hal ini juga memerlukan
penjadwalan sesi waktu yang tidak membuat para tutor absen
dari kelasnya sendiri.
(4) Menggunakan materi yang sesuai dan mengeset waktu yang
dicadangkan untuk mengajar para tutor. Cooke (1983)
menyatakan bahwa keuntungan siswa meningkat ketika
program peer tutoring sangat terstruktur.
Sedangkan menurut Udin S. Winataputra (2004 : 242)
menyebutkan bahwa jenis strategi belajar mengajar dapat dibagi
kedalam berbagai kelompok atas dasar berbagai pertimbangan
antara lain :
a) Pertimbangan Proses Pengolahan Pesan
Dalam pertimbangan proses pengolahan pesan terdapat dua
strategi belajar mengajar yaitu, strategi belajar mengajar
deduktif dan strategi belajar mengajar induktif.
(1) Strategi Belajar Mengajar Deduktif
Dalam strategi belajar mengajar deduktif pesan atau materi
pelajaran diolah mulai dari yang umum, generalisasi atau
rumusan konsep atau rumusan aturan, dilanjutkan kepada
yang khusus, yaitu penjelasan bagian-bagiannya atau atribut-
atributnya (ciri-cirinya) dengan menggunakan berbagai
ilustrasi atau contoh. Strategi belajar mengajar Deduktif
antara lain dapat digunakan pada pelajaran mengenai konsep
“terdefinisi”. Strategi belajar mengajar deduktif digunakan
43
bila siswa belum memiliki pengalaman yang berkaitan
dengan konsep yng diajarkan atau waktu mengajar relatif
sedikit.
(2) Strategi Belajar Mengajar Induktif
Dalam strategi belajar mengajar induktif pesan materi
pelajaran diolah mulai dari yang khusus, bagian atau atribut,
menuju yang umum yaitu generalisasi atau rumusan konsep
atau aturan.
b) Pertimbangan Pihak Pengolah Pesan
Atas dasar pertimbangan pihak pengolah pesan terdapat
dua strategi nelajar mengajar, yaitu strategi belajar mengajar
ekspositorik dan strategi belajar mengajar heuristik.
(1) Atrategi Belajar Mengajar Ekspositorik
Jika yang mengolah pesan atau materi pelajaran itu
guru, maka strategi belajar mengajar yang digunakan ialah
ekspositorik. Dengan strategi belajar mengajar ekspositorik,
guru yang mencari materi pelajaran yang akan diajarkan dari
berbagai sumber, kemudian guru mengolahnya dan
dibuatnya rangkuman dan mungkin juga berupa bagan.
Di depan siswa guru menjelaskan konsep dan siswa tinggal
menerimanya kemudian mencatatnya. Jadi guru lebih aktif
dari siswa, sedangkan siswa tinggal “terima jadi” dari guru.
(2) Strategi Belajar Mengajar Heuristik
Dengan menggunakan strategi belajar mengajar heuristik
yang mencari dan mengolah pesan (materi pelajaran) ialah
siswa. Guru berperan sebagai pembimbing kegiatan belajar
siswa. Jadi di sini yang lebih aktif ialah siswa itu sendiri.
Dengan strategi belajar mengajar heuristik, guru tidak
berada di depan dan menarik-narik siswa untuk mengikutinya,
akan tetapi siwa disuruh berada di depan, guru mengarahkan,
memberi dorongan, membantu siswa bila mengalami kesulitan;
43
akan tetapi siswa yang harus menemukan sendiri pesan
tersebut.
Keuntungan penggunaan strategi belajar mengajar
heuristik bagi siswa ialah secara berangsur-angsur akan
terbentuk sikap positif pada diri mereka antara lain kreatif,
kritis, inovatif, percaya diri, terbuka, mandiri. Strategi belajar
mengajar heuristik terbagi dua bagian, ialah diskoperi
(discovery) dan Inkuiri (Inquiry).
Dengan strategi belajar mengajar Diskoperi, siswa melakukan
kegiatan dengan berpedoman kepada langkah-langkah strategi
belajar mengajar yang telah ditetapkan oleh guru, sedangkan
dengan SBM inkuiri, siswa benar-benar dilepas tanpa disertai
dengan panduan yang telah disiapkan oleh guru.
c) Pertimbangan Pengaturan Guru
Atas dasar pertimbangan pengaturan guru dikenal dua jenis
strategi belajar mengajar, yaitu strategi belajar mengajar seorang guru
dan strategi belajar mengajar pengajaran beregu (team teaching)
Strategi belajar mengajar seorang guru sudah biasa kita lakukan, yaitu
seorang guru mengajar sejumlah siswa
Sedangkan dengan strategi belajar mengajar pengajaran beregu
dua orang atau lebih guru mengajar sejumlah siswa. Hal ini
bisa terjadi bila dua orang atau lebih guru mengajarkan satu mata
pelajaran, atau mengajarkan salah satu topik yang
pembahasannya menyangkut berbagai mata pelajaran.
Di dalam pengajaran beregu, persiapan dibuat bersama
oleh tim guru, dilaksanakan atas tanggung jawab bersama, dan
penilaian atas tanggung jawab bersama pula. Oleh karena itu
semua anggota tim guru harus merupakan kesatuan yang
kompak.
d) Pertimbangan Jumlah Siswa
43
Didasarkan kepada jumlah siswa, dikenal ada tiga strategi
belajar mengajar yaitu strategi belajar mengajar klasikal,
kelompok kecil dan individual. Strategi belajar mengajar
Klasikal dan kelompok kecil sudah biasa kita lakukan di sekolah
dasar. Sedangkan strategi belajar mengajar Individual masih
jarang digunakan.
Dengan strategi belajar mengajar Individual, siswa belajar
secara perseorangan, sehingga memungkinkan sekali siswa
dapat maju sesuai dengan kecepatan masing-masing tidak harus
menunggu atau mengejar-ngejar siswa lain seperti halnya pada
strategi belajar mengajar Klasikal.
e) Pertimbangan Interaksi Guru dengan Siswa
Atas dasar pertimbangan interaksi guru dengan siswa
dikenal ada dua strategi belajar mengajar yaitu strategi belajar
mengajar heuristik tatap muka dan strategi belajar mengajar
melalui media. Strategi belajar mengajar tatap muka sudah bisa
kita laksanakan setiap hari, baik dengan menggunakan alat
peraga atau tidak
Penggunaan strategi belajar mengajar tatap muka yang
baik dengan sendirinya yang menggunakan alat peraga, karena
siswa akan lebih memahami yang diajarkan guru.
Pada penggunaan strategi belajar mengajar melalui media,
guru dengan siswa tidak secara lasngung bertatap muka, akan
tetapi melalui media. Siswa berdialog dengan media sebagai
“wakil guru”. Guru harus menyiapkan media yang dapat
merangsang siswa aktif belajar dan mengandung umpan balik
bagi kegiatan balajar atau pekerjaan siswa. Salah satu model
media yang dapat digunakan ialah paket pengajaran modul,
pengajaran melalui TV, pengajaran melalui kaset audio,
pengajaran melalui kasert video, pengajaran melalui komputer,
pengajaran melalui paket pengajaran berprograma.
43
Dari berbagai pendapat dan uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa jenis strategi belajar meliputi : strategi
belajar kolaboratif, kooperatif, belajar mandiri, tutoring,
deduktif, ekspositorik, heuristik, klasikal, kelompok kecil,
individual dan strategi belajar mengajar melalui media.
c. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
1) Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan Alam menurut
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah “Ilmu
pengetahuan alam artinya ilmu tentang alam atau ilmu yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.” Ahli-ahli
menderinisikan Ilmu Pengetahuan Alam berbagai cara diantaranya
ada yang mendefinisikan ilmu pengetahuan alam yang
berhubungan dengan kejadian-kejadian kebendaan dengan hasil
observasi tau pengamatan,eskperimen dan induksi.
Sedangkan pengertian IPA menurut Sukarno dan kawan-
kawan (1983 : 9) adalah sebagai berikut : “IPA” berasal dari kata
asing Natural Science yang artinya “ilmu yang mempelajari sebab
dan akibat dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam ini”. Dari
pendapat ini dapat dijelaskan bahwa IPA merupakan ilmu yang
mempelajari tentang sebab akibat dari kejadian-kejadian benda di
alam.
Disamping itu menurut Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) kelas V Sekolah Dasar, kurikulum Pendidikan
Dasar (1994 : 41) dijelaskan :
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisir tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu pengetahuan yang
43
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi dialam ini dengan
jalan mengadakan pengamatan langsung dari berbagai jenis dan
lingkungan buatan manusia, eskperimen, induksi serta melalui
serangkaian proses ilmiah.
2) Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam
Bidang pengajaran IPA bagi anak tuna grahita kecuali
memperkenalkan tentang pengetahuan alam bertujuan juga untuk :
b) Memberikan pengetahuan fakta-fakta gejala alam kepada anak
diudik
c) Membina kepribadian anak didik melalui pengajaran ilmu
pengetahuan alam
d) Membina dan mengembangkan sikap ilmiah kepada anak didik
antara lain :
(1) Kejujuran
(2) Teliti dan hati-hati
(3) Tidak tergesa-gesa mengambil keputusan kalau belum
cukup petunjuk-petunjuk dan faktor yang mendukung
hipotesia itu.
(4) Menghargai pendapat orang lain
(5) Tidak mudah terpengaruh
(6) Tidak berprasangka
(7) Bekerja dan bercanda
e) Mempunyai jiwa ilmiah terutama dalam pemecahan masalah
dalam kehidupan sehari-hari
f) Mengembangkan ketrampilan terutama dalam pemecahan serta
mengadakan observasi yang teliti, mengumpulkan dan
mencatat, mencari fakta-fakta baru dan mengenal dengan
metode ilmiah.
g) Mengembangkan kemampuan untuk berfikir obyektif, kreatif
dan logis serta kritis.
43
h) Memberi bekal pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan
untuk meningkatkan taraf hidup.
3) Manfaat Ilmu Pengetahuan Alam
Adapun manfaat dari pengajaan Ilmu Pengetahuan Alam
menurut Departeman P dan K (1975 : 3) adalah sebagai berikut
a) Mata pelajaan IPA berfaeda bagi kehidupan dan pekerjaan
anak di kemudian hari.
b) Mata Pelajaran IPA melatih berfikir kritis
c) Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu
mempunyai potensi (kemampuan) dapat membantu anak
secara keseluruhan.
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam berfungsi untuk
memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam,
mengembangkan keterampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi
dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
Di SD, IPA sebagai mata pelajaran mulai diajarkan di kelas I
dengan lebih bersifat memberi pengetahuan melalui pengamatan-
pengamatan mengenai pelbagai jenis dan perangai lingkungan alam
serta lingkungan buatan.
Di SMPLB siswa diperkenalkan pada pengertian dasar
keilmuan, seperti hukum sebab akibat dan cara-cara pengamatan
yang objektif dengan menggunakan alat-alat yang dapat
memperluas jangkauan panca indra manusia. Selain itu di SLTP
diperkenalkan pula rekayasa sederhana unutk menumbuhkan dan
memupuk kreativitas produktif dalam mendayagunakan sumber
daya alam yang tersedia.
4) Ruang Lingkup IPA
Ruang lingkup mata pelajaran IPA menurut Depnas Dirjen
Menpan Dasar untuk SMPLB meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
43
a) Makhluk hidup dan proses kehidupan yaitu manusia hewan
tumbuhan dan interaksinya dentgan lingkungan serta
kesehatan.
b) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat
dan gas
c) Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas,
magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.
d) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan
benda-benda langit lainnya
B. Kerangka Pemikiran
Salah satu materi pelajaran di SLB adalah materi Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA). IPA merupakan salah satu materi dasar yang harus dikuasai siswa karena
merupakan suatu bekal untuk mempelajari materi selanjutnya sehingga perlu
adanya metode pembelajaran yang te[at untuk membantu siswa dalam memahami
materi tersebut.
Metode problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran yang
menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesiakan
dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Dalam memecahkan masalah
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu menganalisa soal, mencari informasi
tentang teori yang mendukung, menganalisa data dan menarik kesimpulan. Proses
belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat dibiasakan siswa menghadapi
dan memecahkan masalah secara terampil dengan tahap-tahap pemecahan yang
tepat, sehinagga jawaban yang diperoleh siswa berasal dari pemeikiran yang
terstruktur dan ilmiah. Siswa akan lebih memahami tahapan-tahapan yang
dilaluinya dan dapat menerapkan dalam soal bentuk lain.
Dalam pembelajaran IPA di SLB B-C YPASP Gondangrejo, Karanganyar
selema ini masih menggunakan metode ceramah. Hal ini mungkin menyebabkan
pembelajaran terkesan monoton dan siswa cenderung pasif sehingga
mengakibatkan rendahnya prestasi belajar dan keaktifan siswa. Dengan
43
diterapkannya metode problem solving dimungkinkan dapat meningkatkan
prestasi belajar dan keaktifan siswa. Kerangka pemikiran ini digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis Tindakan
Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
“Bahwa penerapan metode problem solving pada pembelajaran IPA dapat
meningkatkan prestasi belajar IPA dan keaktifan siswa Tuna Grahita
Sedang kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo, Karanganyar”
Siswa Pembelajaran Problem Solving
Prestasi belajar IPA dan Keaktifan siswa
Meningkat
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di ALB B-C YPASP Gondangrejo
Karanganyar pada tahun pelajaran 2008/2009. Sekolah ini memiliki jumlah siswa
seluruhnya 56 siswa dengan staf pengajar terdiri dari 9 guru; 3 guru tetap
yayasan, 2 guru bidang studi, 1 penjaga dan 1 kepala sekolah. Penelitian ini
dilaksanakan dengan dasar pertimbangan prestasi belajar IPS di kelas VII C1
masih rendah.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester II (Genap) tahun pelajaran
2008/2009 yaitu mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2009. pelaksanaan
penelitian ini dilakukan secara bertahap dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a. Bulan Januari-Februari 2009 : tahap pesiapan meliputi pengajuan judul PTK,
permohonan pembimbing dan penyusunan proposal.
b. Mulan Maret-April 2009 : tahap penelitian meliputi semua kegiatan yang
dilaksanakan di lapangan pengambilan data dan perijinan penelitian.
c. Bulan Mei-Juli 2009. tahap penyelesaian meliputi pengolahan data dan
penyusunan laporan.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa C1 kelas VIII SMPLB YPASP Wonorejo
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tahun pelajaran 2008/2009.
pada semester II (Genap) yang jumlah siswanya 2 (dua) anak.
No Nama Siswa
1 Titus Sumiyati
2 Sri Pamungkas
43
C. Sumber Data
Data atau informasi yang penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam
penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Informasi tesebut akan
digali dari berbagai sumber data dan jenis data yang dapat dimanfaatkan
dalam penelitian ini meliputi :
5. Siswa Kelas VIII C1 SLB B-C YPASP Wonorejo, Gondangrejo,
Karanganyar.
6. Hasil Pengamatan Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
7. Informasi (Guru, Kepala Sekolah, dan Keluarga)
8. Arsip Nilai.
D. Teknik Pengumpulan data
Sesuai dengan bentuk penelitian dan sumber data yang dimanfaatkan,
maka tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
2. Wawancara
Wawancara jenis ini bersifat terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak
dalam formal dan dapat dilakukan berulang-ulang pada informasi yang
sama. Dengan wawancara yang mendalam peneliti akan memperoleh
informasi yang rinci dan mendalam.
3. Observasi langsung
Observasi yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran
berlangsung adalah observasi partisipasi agar hasilnya seobjektif mungkin.
Observasi ini untuk mengamati siswa yang belajar ilmu pengetahuan alam
(IPA) dengan menggunakan dan diterapkannya metode problem solving
dalam pembelajaran.
4. Tes
Untuk mengetahui adanya peningkatan prestasi belajar anak dalam
pembelajaran IPA, yang pelaksanaan berupa tes awal, tes siklus I, tes siklus
II.
43
5. Angket / Quisioner
Untuk mengetahui tanggapan siswa tentang penerapan metode
pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
E. Validasi Data
Untuk menjamin dan mengembangkan validitas yang akan dikumpulkan
dalam penelitian, teknik pengembangan validitas data yang biasa digunakan
dalam penelitian kualitatif yaitu teknik trianggulasi. Adapun trianggulasi yang
digunakan peneliti adalah trianggulasi sumber data yaitu mengumpulkan data
yang sejenis dari sumber data yang berbeda. Teknik trianggulasi sumber data
diharapkan dapat memberikan inspirasi yang lebih tepat sesuai keadaan siswa.
Gambar 2 : Skema Trianggulasi
F. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak awal sampai berakhirnya
pengumpulan data. Data-data dari hasil penelitian dilapangan dioleh dan
dianalisis secara kualitatif (diskriptif kualitatif) dan kuantitatif (diskriptif
kuantitatif) yang dilakukan berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap-
tiap siklus. Teknik analisis kualitatif mengacu pada model tiga komponen
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Reduksi data meliputi penyelesaian data melalui ringkasan atau uraian
singkat dan penggolongan data kedalam pola yang lebih luas. Penyajian data
dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan
informasi secara sistematik dari hasil reduksi dari dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, tindakan observasi dan refleksi pada masing-masing siklus.
Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat
Reduksi Data - Penggolongan Data - Penyelesaian Data
Penyajian Data - Dimulai dari perencanaan
dari tindakan, pelaksanaan tindakan observasi dan refleksi
Penarikan
Kesimpulan
43
keteraturan dan penggolongan data. Data terkumpul disajikan secara sistematis
dan perlu diberi makan. Untuk mempermudah verifikasi dan analisis, data
yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang ada diidentifikasi secara
khusus pada tiap-tiap siklus pembelajaran.
G. Indikator Kinerja
Yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam penelitian ini adalah
tercapainya indikator :
a. Peningkatan prestasi belajar IPA
b. Peningkatan motivasi belajar siswa
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap-
tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang
telah didesain dalam faktor-faktor yang diselidiki. Untuk mengetahui
permasalahan yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar IPA siswa C1
kelas VIII (SMPLB C1) YPASP Gondangrejo dilakukan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Sesuai dengan pokok permasalahan yang dirumuskan dalam judul
penelitian ini, maka data yang diperlukan dalam penelitian adalah mengenai
penggunaan metode problem solving yang dilakukan oleh guru dengan
penanaman konsep melalui pengalaman langsung. Data dikumpulkan dengan
pengamatan pada saat penelitian melaksanakan tugas mengajar dengan
menggunakan metode problem solving dan tes.
Dengan berpedoman pada refleksi awal, maka prosedur pelaksanakan
penelitian melalui tahapan atau siklus yang setiap siklus berisi empat langkah
yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi dan tahap
refleksi.
Secara rinci kegiatan tahapan dalam prosedur ini dapat dijabarkan
sebagai berikut :
43
1. Tahap persiapan tindakan, meliputi :
a. Mempelajari kurikulum.
b. Mempersiapkan materi bahan pelajaran dan peralatan untuk
eksperimen.
c. Mempersiapkan instrukmen untuk diskusi dan poslist.
d. Menyiapkan atau membuat penilaian.
e. Membuat lembar observasi.
f. Mengadakan focus group discussion dengan guru-guru kelas VIII C1
dari SLB lain.
g. Menyusun kuesioner tentang presrasi siswa terhadap materi soal.
h. Menyusun tes.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan PTK ini, mekanisme kerjanya diwujudkan
dalam bentuk siklus (direncanakan 3 siklus), yang setiap siklusnya
tercakup 4 kegiatan yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi
dan interprestasi dan (4) analisis dan refleksi. Yang menjadi tolak ukur
keberhasilan setiap siklus adalah tercapainya indikator.
(1) Adanya peningkatan pemahaman materi.
(2) Adanya peningkatan jumlah materi soal yang dapat dikerjakan.
(3) Adanya peningkatan nilai postest pada akhir siklus.
Kaitan logis antara tercapainya idikator dengan keberhasilan penelitian
adalah semakin tinggi ketercapaian indikator berarti semakin tinggi tingkat
prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.
a. Rancangan siklus
5) Tahap perencanan, mencakup kegiatan.
f) Guru merancang skenario pembelajaran IPA
g) Guru menyusun silabus dan rencana pembelajar (RP).
h) Guru menyediakan media pembelajaran untuk eksperimen atau
percobaan-percobaan.
i) Menyisipkan lembar observasi tentang hasil pengamatan dan
eksperimen.
43
j) Menyiapkan konsep materi yang akan dijadikan bahan
pembelajaran.
6) Tahap Pelaksanaan
h) Dilakukan dengan mengadakan pembelajaran dengan
menggunakan metode problem solving pada pembelajaran IPA.
i) Guru membentuk diskusi kelas.
j) Guru menjelaskan maksud pembelajaran.
k) Guru mengajar siswa melakukan pengamatan tentang materi
pembelajaran.
l) Masing-masing siswa melakukan pengamatan dan
mendiskusikan materi sesuai dengan tugasnya.
m) Guru membimbing siswa dalam pengamatan dan diskusi.
n) Guru mengadakan postest.
7) Tahap Observasi
e) Guru memonitoring / membantu siswa jika mengalami
kesulitan.
f) Guru mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang
dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
g) Observasi diarahkan pada point yang telah ditetapan dalam
indikator.
h) Guru mencatat hasil pengamatan dan postest.
8) Tahap analisis dan refleksi
Dilakukan oleh guru dengan cara menganalisa hasil pekerjaan
siswa, hasil observasi dan postest.
Berdasarkan hasil analisis akan diperoleh kesimpulan apakah sudah
memenuhi/ mencapai indicator yang telah ditetapkan. Seandainya
indicator sudah mencapai seperti yang diharapkan maka siklus ini
dapat dihentikan dan dilanjurkan untuk siklus dua dan tiga dan
seterusnya. Tapi jika belum mencapai indicator seperti yang
diinginkan maka siklus harus diulangi lagi.
43
Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan apat digambarkan
sebagai berikut :
Siklus 1 Siklus 2
Sumber : Sarwiji Suwandi, 2008
3. Tahap Pasca Tindakan
a. Membuat rekapitulasi hasil kemajuan yang dicapai siswa dalam
pembelajaran IPA pada 2 siklus tindakan yakni merekap jumlah nilai
postest yang dapat dikerjakan dengan benar oleh semua siswa.
b. Mengadakan tes untuk mengukur kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah IPA.
c. Memberikan kuesioner kepada siswa mengenai materi soal yang telah
dikerjakan.
d. Menyusun laporan hasil penelitian.
e. Mengadakan revisi laporan dan seminar.
I. Jadwal Penelitian
Urutan kegiatan penelitian ini dari awal hingga akhir adalah sebagai
berikut :
No Jenis Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6
1 Persiapan tindakan
a. Menjajaki tingkat kemampuan IPA Siswa
b. Mengidentifikasi materi yang sulit di pahami
c. Memberi materi soal yang sudah dipahami
V
V
V
Rancangan 1
Tindakan 1
Observasi
Refleksi 1
Rancangan 2
Tindakan 2
Observasi
Refleksi 2 Siklus
Rekomendasi
43
d. Mengadakan focus group dicoussion dengan
guru SLB lain.
e. Menyusun tes
f. Menyusun Instrumen
V
V
V
2 Pelaksanaan Tindakan
a. Siklus I
b. Siklus II
V
V
3 Pasca Tindakan
a. Merekap hasil tindakan
b. Mengadakan tes
c. Menyebar kuesioner
d. Menyusun laporan
e. Revisi dan seminar
V
V
V
V
V
V
43
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( R P P )
Mata Pelajaran : IPA
Kelas / Semester : VIII C1 / II
Pertemuan Ke : 2
Alokasi Waktu : 90 menit / 1 x Pertemuan
I. Standar Kompetensi
Memahami cara tumbuhan membuat makanan.
II. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau
sebagai sumber makanan.
III. Indikator
1. Menyebutkan tempat tumbuhan hijau menyimpan cadangan makanan.
2. Menyebutkan bagian tumbuhan yang digunakan oleh manusia dan hewan
untuk makanannya.
3 Menyebutkan pentingnya tumbuhan hijau bagi manusia dan hewan
sebagai sumber energi.
IV. Tujuan Pembelajaran
Melalui observasi dan deskusi siswa dapat :
1. Menunjukkan tempat tumbuhan hijau menyimpan cadangan makanan.
2. Mengidentifikasi bagian tumbuhan yang digunakan oleh manusia hewan
untuk makanannya.
3. Menjelaskan pentingnya tumbuhan hijau bagi manusia dan hewan
sebagia sumber energi.
V. Materi Ajar
Tumbuhan hijau sebagai sumber makanan.
43
VI. Sumber Belajar, Media dan Metode pembelajaran
1. Sumber belajar : KTSP 2006, Silabus, buku relevan
2. Media : Gambar, Alat peraga
3. Metode Pelajaran : Ceramah, Diskusi, Problem Solving
VII. Strategi Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
1. Pengkondisi Kelas : Merapikan tempat duduk, menyiapkan (berdoa,
mengabsen)
2. Apresiasi : Tanya jawab tentang sayur dan buah
3. Informasi : Penjelasan materi yang akan diberikan.
2. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan materi pelajaran dan siswa memperhatikan
2. Membentuk kelompok siswa
3. Guru memberikan lembar tugas kegiatan
4. Siswa mengerjakan lembar tugas
5. Siswa membahas lembar kerja dibimbing guru
6. Guru memberikan penghargaan pada siswa/ kelompok terbaik
3. Kegiatan Akhir
1. Kesimpulan materi
2. Pemberian PR
3. Menutup Pelajaran
VIII. Penilaian
Jenis tagihan : Individu/ Kelompok
Teknik tes : tertulis, lesan
Bentuk instrumen : Jawaban singkat
43
Jawablah pertanyaan dibawah ini !
1. Sisa hasil forosintesis bagi tumbuhan disimpan sebagai makanan apa ?
2. Dimana mangga dan pepaya menyimpan makanan cadangannya ?
3. Dimana saja tumbuhan menyimpan makanan cadangannya ?
4. Bagian tumbuhan hampir semua dapat dimakan, apa saja ?
5. Sebutkan tanaman yang dapat dijadikan sebagai makanan pokok ?
Kunci Jawaban :
1. Makanan cadangan
2. di buah
3. di dalam umbi, buah, biji dan batang
4. Berupa sayur mayur, buah-buahan, biji-bijian dan umbi-umbian
5. Padi, singkong, jagung, sagu, umbi-umbian
Pedoman Penilaian = jumlahsoal
benar x 100
Surakarta, April 2009
Mengetahui Kep. Sek. Guru Kelas
SLB B-C YPASP
Sri Suyatmi T i m i NIP
43
LEMBAR KEGIATAN ESKPERIMEN
Mata Pelajaran : IPA
Kelas / Smt : VII C1 / 2
Alokasi Waktu : Menit
A. Diskusikan dengan temanmu !
1. Tuliskan tempat menyimpan cadangan makanan tumbuhan yang ada
disekitarnya dalam tabel seperti berikut :
Nama Tumbuhan Tempat menyimpan cadangan makanan
1.
2.
3.
2. Apakah yang dimaksud dengan makanan pokok ?
Jawab :
3. Sebutkan macam-macam buah yang ada di sekitar tempat tinggalmu ?
Jawab :
4. Tuliskan bagian yang dimanfaatkan dari tumbuhan disekitarmu dalam tabel
berikut :
Nama Tumbuhan Bagian yang dimanfaatkan
1.
2.
3.
43
Kunci Jawaban :
1. Kebijaksanaan guru
2. Makanan yang setiap hari dimakan
(Kebijaksanaan guru)
3. Mangga, pepaya, pisang, heruk, ace.
(Kebijaksanaan guru)
4. Kebijaksanaan guru
43 S I L A B U S
Nama Sekolah : SLB B-C YPASP
Mata Pelajaran : IPA
Kelas / Semester : VIII C1 / 2
Standar Kompetensi : Memahami Cara Tumbuhan Membuat Makanan
No Kompetensi Dasar Materi
Pokok Pengalaman Belajar Indikator
Penilaian Sumber Bahan /
Alat Ket Jenis
Tagihan Bentuk
Instrumen 1 3.1. Mengiden-
tifikasi cara
tumbuhan
hijau
membuat
makanan
- Mengindentifikasi zat-zat
diperlukan dalam proses
fotosintesis
- Menjelaskan proses
fotosintesis
- Menyebutkan hasil dari
proses fotosintesis
- Menjelaskan manfaat
fotosintesis bagi manusia
- Menyebutkan zat-
zat yang diperlukan
dalam proses
fotosintesis
- Menyebutkan proses
tumbuhan hijau
membuat makanan
sendiri.
- Menyebutkan hasil
dari proses
fotosintesis
- Menyebutkan
manfaat fotosintesis
bagi manusia
Subyektif
Obyektif
Uraian
terbatas
Pilihan
ganda
- KTSP 2006
- Buku relevan
- Gambar, benda
konkret
43
No Kompetensi Dasar Materi Pokok Pengalaman Belajar Indikator
Penilaian Sumber Bahan / Alat Ket Jenis
Tagihan Bentuk
Instrumen 3.2. mendeskripsi-
kan secara
sederhana
bahwa
manusia dan
hewan
membutuhkan
tumbuhan
sebagai
sumber
makanan.
Tumbuhan
hijau sebagai
sumber
makanan
- Menunjukkan tempat
tumbuhan hijau
menyimpan cadangan
makanan
- Mengidentifikasi bagian
tumbuhan yang digunakan
oleh manusia dan hewan
untuk makanannya.
- Menjelaskan pentingnya
tumbuhan hijau bagi
manusia dan hewan
sebagai sumber energi
- Menyebutkan
tempat tumbuhan
hijau menyimpan
cadangan makanan
- Menyebutkan
bagian tumbuhan
yang digunakan
oleh manusia dan
hewan untuk
makanannya.
- Menyebutkan
pentingnya
tumbuhan hijau bagi
manusia dan hewan
sebagai sumber
energi.
Individu
Tertulis
Lisan
Uraian - KTSP 2006
- Buku relevan
- Gambar
Surakarta, April 2009
Mengetahui Kep. Sek. Guru Kelas SLB B-C YPASP
Sri Suyatmi T i m i NIP
1
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
( R P P )
Mata Pelajaran : IPA
Kelas / Semester : VIII C1 / 2
Pertemuan Ke : 1
Alokasi Waktu : 90 menit / 1 x Pertemuan
I. Standar Kompetensi
Memahami cara tumbuhan membuat makanan.
II. Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi cara tumbuh hijau membuat makanan.
III. Indikator
1. Menyebutkan zat-zat yang diperlukan dalam proses fotosintesis
2. Menyebutkan proses tumbuhan hijau membuat makan sendiri dengan
bantuan cahaya matahari dan cahaya lain
3. Menyebutkan hasil dari proses fotosintesis
4. Menyebutkan manfaat fotosintesis bagi manusia
IV. Tujuan Pembelajaran
Melalui observasi, eskperimen dan diskusi siswa dapat :
1. Menyebutkan zat-zat yang diperlukan dalam proses fotosintesis
2. Menjelaskan proses fotosintesis
3. Menyebutkan hasil dari proses fotosintesis
4. Menjelaskan manfaat fotosintesis bagi manusia
V. Materi Ajar
1. Zat-zat yang diperlukan dalam proses fotosintesis air, karbondioksida
(CO2). Klorofil (zat hijau daun) dan energi cahaya matahari.
2. Pembuatan makanan pada tumbuhan hijau.
1
Dikelas III, kamu telah mempelajari bahwa makhluk hidup
tumbuh. Oleh karena itu, tumbuhan memerlukan makanan untuk tumbuh.
Dari manakah tumbuhan hijau memperoleh makanan? Tumbuhan tidak
begitu saja mengambil makanan dari sekitarnya seperti hewan. Tumbuhan
mampu membuat makanannya sendiri karena memiliki zat hijau daun yang
disebut klorofil. Makhluk hidup yang mampu membuat makanan sendiri
disebut produsen. Tumbuhan membuat makanannya melalui rangkaian
reaksi kimia yang disebut fotosintesis.
A. Pembuatan Makanan pada Tumbuhan Hijau
Untuk membuat makanan sendiri, tumbuhan hijau memerlukan air
dan karbon dioksida. Aiar diserap dari dalam tanah melalui rambut-
rambut akar, kemudian diangkat sampai ke daun. Jaringan mengakut
air sebagai bahan untuk forosintesis, disebut pembuluh kayu. Karbon
dioksida diserap oleh tumbuhan hijau melalui stomata dan lentisel.
Stomata (mulut daun) atau pori-pori daun adalah lubang-lubang kecil
pada permukaan daun, sedangkan lentisel adalah lubang-lubang kecil
pada permukaan batang.
Fotosintesis dapat terjadi di semua bagian tumbuhan yang
mengandung klorofil. Namun, sebagian besar proses pembuatan
makanan berlangsung di daun. Hal itu disebabkan daun memiliki
struktur yang beradaptasi dengan baik untuk membuat makanan.
Permukaan atas daun yang langsung menghadap ke cahaya matahari
banyak mengandung klorofil. Itulah sebabnya, permukaan atas daun
lebih hijau daripada permukaan bawahnya. Daun memiliki permukaan
yang luas untuk mengumpulkan lebih banyak cahaya dan klorofil yang
mampu menangkap energi matahari. Pembentukkan makanan dapat
terjadi jika ada cahaya. Oleh karena itu, fotosintesis secara alami
terjadi di siang hari. Dalam hal ini, cahaya matahari bersungsi sebagai
sumber energi atau negara. Energi itu oleh klorofil digunakan untuk
mengubah air dan karbon dioksida menjadi karbohidrat (gula) dan
1
oksigen. Secara sederhana, proses pembuatan makanan pada tumbuhan
(fotosintesis) dapat digambarkan sebagai berikut.
Sinar matahari Karbon dioksida + air karbohidrat + oksgen klorofil
3. Hasil dari Proses Fotosintesis
Hasil fotosintesis terdiri atas karbohidrat dan oksigen. Karbohidrat (zat
makanan) hasil fotosintesis diedarkan ke seluruh bagian tumbuhan melalui
pembuluh tapis. Pembuluh tapis merupakan jaringan pengakut zat
makanan hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan. Oleh
tumbuhan, karbohidrat tersebut sebagian digunakan untuk tumbuh dan
sebgian disimpan sebagai makanan cadangan. Oksigen hasil fotosintesis
dilepaskan tumbuhan ke udara sehingga udara menjadi bersih dan segar.
Karena menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen, tumbuhan
berhijau daun dikatakan sebagai pembersih udara kotor.
4. Manfaat Fotosintesis di Alam
Manusia dan hewan merupakan konsumen karena tidak dapat
membuat makanan sendiri. Konsumen berarti pemakai makanan yang
dibuat oleh tumbuhan hijau. Makanan dibuat oleh tumbuhan dengan
bantuan energi matahari. Dengan kata lain, tumbuhan merupakan
penyimpan energi bagi dirinya dan makhluk hidup lainnya. Jadi manusia
dan hewan begantung pada tumbuhan untuk memperoleh energi.
Konsumen yang mendapat energi secara langsung dari tumbuhan hijau,
disebut konsumen pertama. Konsumen pertama adalah pemakan tumbuhan
atau herbivora. Konsumen yang mendapatkan energi dengan makanan
konsumen pertama adalah konsumen kedua. Konsumen kedua adalah
hewan pemakan herbivora atau disebut karnivora.
Contoh hewan herbovira adalah kambing, kuda dan sapi,
sedangkan contoh hewan karnivora adalah singa, harimau dan burung
hantu. Konsumen yang mendapatkan energi dari tumbuhan secara
langsung atau tidak langsung disebut omnivora. Omnivora adalah
1
pemakan segala, yaitu pemakan tumbuhan dan daging. Manusia termasuk
omnivora. Jika tumbuhan mati, herbivora tidak dapat makan sehingga
mati. Kematian herbivora diikuti dengan kematian karnovira dan
omnivora. Jadi baik manusia maupun hewan semua bergantung pada
tumbuhan untuk memperoleh makanan.
Tumbuhan hijau sangat penting bagi kehidupan hewan dan
manusia. Selain sebagai sumber makanan, fotosintesis tumbuhan hijau
menghasilkan oksigen yang diperlukan untuk bernapas. Ingat, bernapas
adalah mengambil oksigen dari udara dan mengeluarkan karbon dioksida
serta uap air ke udara. Tanpa tumbuhan hijau, oksigen habis. Akibatnya
tidak ada kehidupan di muka bumi. Dengan demikian dapat disimpulkan,
tumbuhan hijau sangat penting bagi kehidupan hewan dan manusia.
VI. Sumber Belajar, Media dan Metode Pembelajaran
1. Sumber Belajar : KTSP 2006, Silabus, Buku Relevan.
2. Media : Gambar-gambar, Benda asli/tiruan.
3. Metode Pembelajaran : Ceramah, tugas diskusi, eskperimen, problem
solving dan tanya jawab.
VII. Strategi Pembelajaran
A. Kegiatan Awal
1. Pengkondisi Kelas : Menyiapkan, merapikan tempa duduk dan
mengabsen
2. Apresiasi : Tanya jawab tentang tumbuhan hijau yang ada disekitar
3. Informasi : Penjelasan materi yang akan diajarkan
B. Kegiatan Inti
1. Guru menjelaskan materi pelajaran dan siswa memperhatikan
2. Guru menerapkan materi pelajaran dengan alat peraga dan siswa
mendengarkan sambil mencatat hal-hal yang penting
3. Guru mengajak anak melakukan kegiatan / beraksperimen
4. Siswa melakukan kegiatan eskperimen
1
5. Guru membagikan lembar kerja
6. Siswa mengerjakan lembar kerja
7. Siswa membahas lembar kerja dibimbing guru
8. Guru memberikan penghargaan kepada siswa / kelompok terbaik
C. Kegiatan Akhir
1. Kesimpulan
Zat-zat yang diperlukan dalam proses fotosintesis, proses fotosintesis,
hasil dari proses fotosintesis dan manfaat fotosintesis.
2. Pemberian PR
1) Sebutkan contoh tumbuhan berklorofil ?
2) Apakah perbedaan tumbuhan klorofil dan yang tidak klorofil ?
3) Apakah tumbuhan dapat melakukan fotosintesis, jika tidak ada
sinar matahari ?
Kunci :
1) Kebijaksanaan guru
2) Klorofil memiliki zat hijau daun, tidak klorofil tidak mempunyai
zat hijau daun
3) Tidak
3. Guru Menutup Pelajaran
VIII. Penilaian
1. Jenis tagihan : Individu
2. Tehnik tes : tertulis, lesan
3. Bentuk instrumen : Jawaban singkat
1
Soal :
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan jelas !
1. Mengapa hanya tumbuhan hijau yang dapat membuat makanan sendiri ?
2. Mengapa fotosintesis secara alami hanya terjadi pada siang hari ?
3. Jelaskan dengan singkat proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan ?
4. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya terjadi fotosintesis ?
5. Apakah yang terjadi jika di dunia ini tidak ada tumbuhan hijau ?
Kunci :
1. Hanya tumbuhan hijau yang mempunyai klorofil
2. Karena pembentukkan makanan dapat terjadi jika ada cahaya (matahari)
sinar matahari 3. Karbohidrat + air karbohidrat + oksigen
klorofil (zat makanan)
(Kebijakansanaan guru)
4. Ada air, karbohidrat, klorofil, cahaya matahari
5. Tidak ada kehidupan
Pedoman Penilaian = jumlahsoal
benar x 100
Surakarta, April 2009
Mengetahui KS Guru Kelas
Sri Suyatmi T i m i NIP
1
LEMBAR KEGIATAN ESKPERIMEN
Mata Pelajaran : IPA
Kelas / Smt : VII C1 / 2
Alokasi Waktu : Menit
1. Sediakan dua buah tanaman dalam pot dan kantong kertas yang tidak tembus
cahaya.
2. Tutuplah salah satu tanaman dalam pot dengan kantong kertas yang tidak
tembus cahaya, sedangkan tanaman dalam pot yang lain dibiarkan terbuka.
3. Setelah tujuah hari, bukalah kantong itu, kemudian bandingkan antara daun-
daun pada tanaman yang ditutup kantong kertas dan daun-daun tanaman yang
dibiarkan tetap terbuka.
4. Masukkan hasil pengamatan dari kegiatan dalam tabel berikut.
Keadaan Tanaman yang Ditutup Keadaan Tanaman yang Terbuka
Pertanyaan :
1. Bagaimana warna daun yang ditutupi kantong kertas ?
2. Apakah kesimpulanmu ?
Jawab :
1
1
LEMBAR KERJA SISWA
Mata Pelajaran : IPA
Kelas / Smt : VII C1 / 2
Alokasi Waktu : Menit
A. Diskusikan dengan teman-temanmu !
1. Apakah yang akan terjadi pada tanaman jika terlalu banyak mendapat
cahaya matahari?
Jawab :
2. Dapatkan tanaman hidup dalam ruangan yang tidak terkena cahaya
matahari ?
Jawab :
3. a. Diskusikan gambar disamping
b. Siklus apa yang ditunjukkan pada gambar ?
c. Kita semua pasti pernah merasakan betapa
nikmatnya beristirahat dibawah pohon yang
rindang pada siang hari, mengapa hal tersebut
dapat terjadi ?
Jawab :
1
KUNCI
1. Jika tanaman cukup mendapat cahaya, daun tampak lebih hijau dan
tanaman tumbuh subur. (kebijaksanaan guru)
2. Tanaman yang kurang mendapat cahaya, daun berwarna pucat kekuning-
kuningan dan tanaman tumbuh tidak normal.
Jadi tanaman hidup dalam ruangan kurang / tidak baik (Kebijaksaan guru)
3. a. Kebijakan guru
b. Siklus oksigen secara sederhana
c. Karena tumbuhan mengeluarkan oksigen dari hasil fotosintesis
sehingga udara terasa segar, sejuk.
1
SOAL : PRETEST Pilihlah jawaban yang benar dengan cara memberi tanda silang (X) pada huruf a,
b, dan c.
1. Makhluk hidup yang dapat membuat makanan sendiri adalah … .
a. manusira
b. tumbuhan hijau
c. hewan
2. Secara alami fotosintesis terjadi pada waktu … hari.
a. pagi
b. siang
c. malam
3. Bagian sel tumbuhan yang mengandung zat hijau daun disebut … .
a. klorofil
b. kloroplas
c. kloroform
4. Berikut ini yang dapat disebut produsen adalah … .
a. tikus
b. rumput
c. ular
5. Zat utama fotosintesis tumbuhan hijau adalah … dan … .
a. air, karbondioksida
b. oksigen, karbohidrat
c. air, karbohidrat
6. Hasil fotosintesis tumbuhan hijau adalah … .
a. air dan karbohidrat
b. oksigen dan karbohidrat
c. air dan karbondioksida
1
7. Tumbuhan hijau menghasilkan oksigen yang diperlukan untuk … .
a. fotosintesis
b. berolahraga
c. bernapas
8. Cahaya matahari bagi tumbuhan bermanfaat untuk membantu proses … .
a. pembuahan
b. fotosintesis
c. penyerbukan
9. Pembuatan makanan pada tumbuhan hijau terjadi di … .
a. daun
b. batang
c. buah
10. Air diserap tumbuhan dari dalam tanah melalui … .
a. pembuluh kayu
b. pori-pori kulit
c. rambut-rambut akar
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Proses penelitian ini dilaksanakan dalam siklus yang masing-masing
terdiri dari 4 tahapan yaitu : (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) analisis dan refleksi. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 21 dan 24 April 2009. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2009.
A. Diskripsi Kondisi Awal
1. Penelitian ini dilaksanakan di SLB B-C YPASP Kelurahan Wonorejo Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar, tahun pelajaran 2008/2009. SLB B-C YPASP tepatnya terletak di desa Jetak Rt. 01/02 dengan staf pengajar : guru negri 10 orang, guru tetap yayasan 4 orang. Jumlah murid untuk SDLB B sebanyak 10 anak, SDLB C ada 25 anak, SDLB C1 ada 8 anak dan SMPLB B, C, C1 sebanyak 11 anak. Jumlah murid keseluruhan ada 54 anak.
1
2. Kegiatan penelitian adalah di kelas VIII C1 dengan murid berjumlah dua siswa, berjenis kelamin perempuan berinisial A (Titis Sumiyati) dan B (Sri Pamungkas). Menurut pengamatan peneliti bahwa :
1. Subyek A Subyek A dalam bersekolah sangat rajin, namun dalam pembelajaran
di kelas sering keluar masuk kelas, yang ke toilet keluar meraut pensil, dsb. Dalam berpakaian cukup rapi tapi jarang mandi dan gosok gigi sering berbau tidak sedap. Kegiatan anak pulang sekolah adalah momong adik keponakannya yang masih kecil.
Dalam kegiatan pembelajaran si A mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, ada gangguan sedikit aja konsentrasi anak sudah buyar, sehingga berakibat prestasi belajar IPAnya rendah. Karena sifat yang hiperaktif maka si A mudah mengalami kebosanan dalam pembelajaran, lebih-lebih dalam pembelajaran menggunakan metode ceramah.
2. Subjek B
Subjek penelitian berinisial B, dalam bersekolah juga rajin, ia berpakaian rapi dan bersih. Dalam kegiatan pembelajaran anak selalu pasif karena anaknya pendiam sehingga tidak banyak ide yang muncul. Pemahaman materi IPA anak mengalami kesulitan konsentrasi juga berkurang. Karena sering melamun, bermain-main dengan rambutnya sendiri, prestasi belajar nilai IPA sangat rendah dibawah KKM (5,7 atau ≤ 6).
3. Dari berbagai pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa di kelas ini ditemukan permasalahan yang muncul yaitu : siswa mengalami kebosanan dalam pelajaran IPA, cenderung kesulitan memahami materi-materi IPA, kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran sehingga berpengaruh terhadap hasil nilai prestasi siswa. Hasil prestasi siswa masih rendah, sudah dicoba beberapa metode tapi hasilnya tidak jauh berbeda. Maka peneliti mencoba dengan menggunakan beberapa variasi metode dalam pengajaran salah satunya yaitu metode Problem Solving. Upaya ini dapat ditempuh dengan mengadakan eksperimen-eksperimen, latihan-latihan pemecahan masalah yang dapat memotivasi dan memancing anak berpikir kritis. 4. Berdasarkan hasil nilai prestasi belajar IPA siswa sangat rendah dibawah KKM. Data nilai prestasi belajar siswa tersebut adalah sbb :
TABEL 2 : Hasil Pengamatan Dan Nilai Hasil Tes (Prestasi Belajar) IPA C1 Kelas VIII SLB B-C YPASP Gondongrejo
(Sebelum Siklus)
No. Nama Siswa Konsentrasi Keaktifan
Prestasi T S R T S R
1. Titus Sumiyati 5 6 6 2. Sri Pamungkas 6 5 5
Jumlah 11 11 11 Rata-rata 5,5 5,5 5,5
1
Prosentase 55% 55% Daya Serap 55% Tuntas Belajar (6) 0%
Keterangan : Konsentrasi / keaktifan Prestasi : T : Tinggi (81-100%) N : Naik (≥ 6 ) S : Sedang (61-80% ) T : tetap (= nilai sebelumnya )
R : Rendah (≤ 60% ) Tr : Turun (≤ 6 ) Melihat hasil pembelajaran prasiklus terdapat siswa dalam konsentrasi dan
keaktifan dibawah standar indikator pencapaian (≥60 ) serta terdapat satu siswa mendapat nilai lima, satu mendapat nilai enam. Dalam pembelajaran yang peneliti laksanakan sebelum diadakan siklus ternyata tidak ada siswa yang tuntas (prestasi rendah ). Hal ini dapat dilihat dari grafik dibawah ini :
1 9876 105432
54321
Konsentrasi PrestasiKeaktifan
GRAFIK 2. Data Nilai Pengamatan Dan Nilai Tes (Prestasi Belajar)
IPA CI Kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo, Karanganyar
Deskripsi Hasil Siklus 1
a. Perencanaan
Kegiatan tindakan dilaksanakan pada hari Selasa, 31 Maret 2009 di ruang Guru. Pelaksaan tindakan siklus I akan dilaksanakan pada hari Selasa, 21 April dan kamis 24 April 2009 masing-masing dua jam pelajaran
Tahap perencanaan 1 meliputi kegiatan sebagai berikut : 1) Guru merancang skenario pembelajaran IPA, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) Guru memberikan apersepsi
1
b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran materi IPA c) Guru mengajak siswa melakukan pengamatan d) Siswa melakukan pengamatan e) Siswa bertanya dengan guru tentang materi IPA
2) Guru menyusun silabus dan RPP.
3) Guru mempersiapkan media pembelajaran berupa gambar dan media untuk
kegiatan eksperimen.
4) Guru menyiapkan lembar pengamatan berupa lembar kegiatan dan lembar
tugas serta post test.
5) Guru menyusun instrument penelitian yang berupa test dan non test.
Instrument test dinilai dari hasil pekerjaan siswa dalam melakukan post
test. Sedangkan instrument non test di nilai berdasarkan pedoman
observasi yang dilakukan oleh penelitian dengan mengamati.
Keaktifan siswa selama melakukan kegiatan (percobaan) dan selama proses belajar mengajar berlangsung.
b. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan 1 dilaksanakan dalam dua pertemuan yaitu pada hari Selasa, 14 April selama dua jam pelajaran (2 x 45 menit) dan hari Selasa, 21 April 2009 (2 x 45 menit). Dalam pelaksanaan tindakan 1 peneliti bertindak sebagai pemimpin jalannya kegiatan belajar mengajar dan mengobservasi keaktifan siswa. Sedangkan teman sejawat melakukan observasi terhadap peneliti selama melaksanakan proses pembelajaran.
Pada pertemuan pertama dalam siklus I ini, peneliti tidak mengadakan test tertulis tetapi hanya penilaian non test dengan cara observasi. Adapun urutan pelaksanaan tindakan tersebut sebagai berikut :
1. Guru didampingi teman sejawat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disiapkan. 2. Kepala sekolah sebagai supervisor memantau pelaksanaan pembalajaran di kelas VIII C1. 3. Dalam pelaksanaannya peneliti (guru) melakukan berbagai upaya untuk memotivasi agar siswa aktif, kreatif, senang mengikuti proses pembelajaran. 4. Memberikan kesempatan bertanya seluas-luasnya kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum mereka pahami. 5. Langkah-langkah program pembelajaran IPA meliputi kegiatan awal. Kegiatan inti dan kegiatan akhir.
1
Pelaksanaan tindakan 1 pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 21 April 2009 selama dua jam pelajaran (2 x 45 menit) di ruang kelas VIII C1 SLB B-C YPASP Gondangrejo, Karanganyar. Dalam pelaksanaan tindakan peneliti mengaplikasi solusi yang telah disepakati dengan teman sejawat untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran IPA dengan penggunaan metode problem solving. Peneliti mengadakan observasi terhadap keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sedangkan teman sejawat melakukan melakukan observasi terhadap peneliti selama melaksanakan proses pembelajaran.
Pada pelaksanaan tindakan 1 pertemuan kedua kegiatan belajar kedua
kegiatan belajar mengajar diawali dengan pendahuluan yaitu mengadakan presensi untuk menyapa siswa. Kemudian merefleksi serta menyegarkan kembali ingatan siswa seputar materi yang telah dibahas pada pertemuan lalu.
Guru mengajak siswa melakukan gerakan bereksperimen yaitu mengamati
keadaan tanaman yang ditutup dengan keadaan tanaman yang tidak ditutup. Guru memberikan lembar tugas dan siswa mengerjakan lembar tugas dibimbing guru. Setelah selesai mengerjakan, guru meminta siswa mengumpulkan hasil pekerjaannya kemudian hasil pekerjaan dibahas bersama guru. Guru mengadakan refleksi pembelajaran kemudian menutup pelajaran hari ini.
c. Hasil Pengamatan Penelitian mengamati proses pembelajaran pada siswa kelas C1 kelas VIII
dengan penerapan metode problem solving pada pembelajaran IPA. Kompetisi dasar cara tumbuhan hijau membuat makanan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses belajar mengajar diperoleh gambaran tentang keaktifan dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1) Siswa yang aktif selama kegiatan apersepsi belum semuanya aktif, masih
ada yang belum konsentrasi pada pelajaran, menengok kesana-kemari,
melamun dan berisik
2) Siswa yang aktif dan antusias dalam pelajaran IPA dengan penerapan
metode solving hanya sebagian saja, swedangkan yang lain kurang
memperhatikan penjelasan Guru. Hali ini disebabkan pengaruh lingkungan
kelas di sampingnya yang ramai, pengawasan dan penguasaan kelas oleh
guru masih kurang.
3) Berdasarkan hasil kerja siswa, didapat sebagian siswa mampu
mengerjakan tugas dengan cukup baik, mencapai nilai 70, sedangkan satu
anak masih perlu diperbaiki. Hal ini disebabkan karena siswa belum
1
13 2
13 2
13 2
paham sepenuhnya terhadap materi IPA tentang cara tumbuhan membnuat
makanan sendiri.
TABEL 2 : Nilai Hasil Pengamatan Keaktifan Dan Nilai Tes (Prestasi
Belajar) IPA C1 Kelas VIII SLB B-C YPASP
Gondangrejo Karanganyar Pada Siklus I
Nilai Subyek Siswa
Jumlah Nilai Rerata
Konsentrasi Keaktifan Prestasi
Konsentrasi : Rerata = = 6,5
Prosesntase = 65% Keaktifan : Rerata = = 6,5
Prosesntase = 65% Prestasi : Rerata = = 6,5 Daya Serap = 65%
1 Titus Sumiyati
7 6 7
2 Sri Pamungkas
6 7 6
Jumlah 13 13 13
Dalam pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus 1 ini terdapat 1 siswa (50% memiliki nilai 7 berarti satu siswa tuntas dan satunsiswa belum tuntas. Konsensentrasi keaktifan sudah mencapai indikator pencapaian namun masih perlu peningkatan lagi, masih ada satu anak perlu diperbaiki.
Hal ini dapat dilihat pada grafik perolehan nilai hasil pembelajaran IPA berikut ini :
1
1 9876 105432
54321
Konsentrasi PrestasiKeaktifan
GRAFIK 2. Nilai Pengamatan Keaktifan Dan Nilai Tes (Prestasi Belajar) IPA C1 Kelas VIII SLB B-C YPASP
Gondangrejo, Karanganyar (Siklus I)
Beberapa kelemahan yang dimiliki guru terlihat dalam kegiatan tindakan ini yaitu :
1) Pengawasan dan penguasaan kelas oleh guru kurang, sehingga masih ada anak tdak berkonsentrasi. 2) Guru tidak memberikan umpan balik kepada siswa tentang seberapa jauh tingkat pemahaman setelah materi tersebut disampaikan pada siswa.
Kelemahan yang bersumber dari siswa ditemukan kekurangan-kekurangan sebagai berikut :
a) Saat pembelajaran IPA dengan metode problem solving, siswa terlihat belum sepenuhnya aktif dalam pembelajaran, masih ada anak tidak berkonsentrasi, berlari-lari, menengok kesana kemari. Pada umumnya mereka masih mengabaikan materi ini. b) Pada umumnya siswa masih mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, buktinya saat mengerjakan tugas (lembar tugas dan lembar eksperimen ) mereka masih banyak Tanya pada guru. Selain itu masih banyak kesalahan pada penyelesaian tugasnya. Dilihat dari segi hasil masih ada yang dibawah standar indikator pencapaian, sehingga masih diperlukan perbaikan
Kelemahan yang ditemukan dari segi media berupa : a) Pada saat pembelajaran media gambar yang digunakan kurang menarik, warna gambar kurang menunjukkan warna aslinya. Misalnya warna daun hijau, akar coklat kehitaman, sehingga konsep warna benda sulit dipahami anak.
1
b) Media konkritnya kurang lengkap sehingga konsep pemahaman materi dengan benda, anak mengalami kebingungan untuk membedakan. c) Siswa kurang paham benar dengan gambar yang ada dalam media pembelajaran sehingga kesulitan memeahami alur konsep materi IPA yang diajarkan.
d. Analisis dan Refleksi Berdasarkan hasil observasi dan tindakan pada siklus 1, peneliti (guru)
melakukan analisis dan refleksi. 1) Sebaiknya penguasaan kelas oleh guru lebih ditingkatkan. Hal ini diharapkan supaya anak terkendali, terorganisir dan lebih berkonsentrasi pada pembelajaran. 2) Agar anak lebih antusias dengan pembelajaran menggunakan metode problem solving, sebaiknya guru memberikan kebebasan bagi siswa untuk mengemukakan pendapat ide dan kreatif berfikirnya dalam pemecahan masalah yang dihadapi. 3) Untuk memotivasi siswa agar dapat menyelesaikan lembar tugas dan lembar kegiatan eksperimen dengan baik, cepat dan tepat. Sebaiknya guru memberikan hadiah kepada siswa misalnya berupa pujian, seperti bagus sekali, baik sekali, tepat sekali atau bisa juga member nilai tambah kepada siswa yang mampu menyelesaikan tugas dengan baik. 4) Guru harus selalu memantau, mengawasi dan meningkatkan siswa yang tidak mau memperhatikan dan berkonsentrasi. 5) Perolehan nilai hasil konsentrasi keaktifan dan prestasi belajar IPA pada siklus 1 mengalami perbaikan/penunjukkan disbanding sebelum pelaksanaan siklus 1 (prasiklus).
C. Deskripsi Hasil Siklus II
a. Perencanaan Tindakan Siklus II
Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 22 April 2009 di kantor Guru Peneliti dan teman sejawat sepakat bahwa pelaksanaan tindakan selanjutnya, pada siklus II akan dilaksanakan pada hari Selasa, 5 Mei 2009. Kemudian peneliti merancang tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian selanjutnya. Rancangan kegiatan siklus II dengan Kompetensi Dasar mengidentifikasi cara tumbuhan hijau membuat berbeda dengan pelaksanaan siklus I hanya ada perbaikan-perbaikan.
Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan analisis hasil observasi
terhadap siswa C1 kelas VIII yang sudah dilaksanakan pada siklus I, menyampaikan kelebihan dan kekurangan selama berlangsungnya proses pembelajaran IPA dengan metode problem solving.
Sebagai upaya mengatasui kekurangan yang ada, hal-hal yang perlu
diperbaiki guru dalam mengajar materi IPA adalah :
1
1) Guru mengubah cara mengajar ditekan pada individual dan disesuaikan
kondisi anak agar dapatn mengawasi peilaku, konsentrasi dan cara kerja
siswa.
2) Guru sebaiknya member kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan
pendapat dan idenya.
3) Penyampaian materi lebih diperjelas hingga anak memahami benar materi IPA yang diajarkan.
Untuk mengatasi kekurangan dari segi siswa, terutama keenganan siswa
untuk mengemukakan pendapat respon atau stimulasi guru serta mengemukakan komentar dan tanggapan. Maka perlu adanya stimulasi untuk membangkitkan respon siswa dengan pembrian hadiah pada siswa yang aktif dikelas. Hadiah yang direncanakan berupa nilai tambahan dan pujian seperti baik sekali, bagus sekali dan tepat sekali. Hal ini dilakukan untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran IPA. Dengan demikian terjadi hubungan timbale balik antara guru dan siswa.
Sementara untuk mengatasi kelemahan dari segi media maka akan
digunakan media gambar yang sesuai dengan minat siswa. Dengan teratasinya masalah media diharapkan mampu menutupi kekurangan dari masalah yang lainnya.
Tahap perencanaan tindakan II meliputi kegiatan sebagai berikut :
1) Guru merancang scenario pembelajaran IPA a) Guru mengadakan apersepsi untuk menggali ingatan siswa pada
pembelajaran yang lalu. Apersepsi berkisar pada materi IPa yang telah diajarkan dan dihubungkan dengan pelajaran yang akan diajarkan
b) Guru memberikan hadiah berupa pujian pada siswa dngan hasil penyelesaian tugas terbaik.
c) Guru menjelaskan maksud pembelajaran di siklus II ini. d) Guru mengajak siswa melakukan kegiatan pengamatan. e) Siswa melakukan pengamatan. f) Siswa bertanya tentang materi yang belum paham. 2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 3) Guru menyiapkan media pembelajaran berupa gambar dan benda-benda kokrit.
1
4) Guru menyiapkan lembar observasi berupa lembar kegiatan dan lembar tugas serta post test.
5) Guru menyusun instrument pendidikan berupa test
dan non test. Instrumen test di nilai dari hasil pekerjaan siswa dalam
menyelesaikan lembar post test.
Instrumen non test sinilai berdasarkan pedoman observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan mengamati keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung.
b. Pelaksanaan Pelaksanaan tindak II dilaksanakan pada hari Kamis, 24 April 2009
selama 2 jam pelajaran ( 2 x 45 menit ) diruang kelas VIII C1 B-C YPASP Gondongrejo, Karanganyar. Adapun urutan pelaksanaan tindakan siklus II adalah sebgai berikut : 1) Guru mengadakan refleksi terhadap pembelajaran pada pertemuan
terdahulu dengan mengadakan Tanya jawab dengan siswa mengenai materi IPa yaitu cara tumbuhan membuat makanan.
2) Guru menjelaskan garis besar pembelajaran hari ini yang menggunakan media gambar dan benda kokrit serta menjelaskan tugas yang harus dilakukan siswa kali ini.
3) Guru mengajak siswa keluar kelas untuk melakukan kegiatan pengamatan. 4) Guru menyuruh siswa melakukan pengamatan di lingkungan sekitar. 5) Guru menyuruh siswa mencatat hasil pengamatan dilembar kegiatan. 6) Guru menugasi siswa mengerjakan hasil pekerjaan. 7) Guru meminta siswa mengumpulkan hasil pekerjaan. 8) Guru membahas hasil perkerjaan siswa. 9) Guru mengadakan refleksi pembelajaran hari ini. 10) Guru menutup pelajaran hari ini.
c. Hasil Pengamatan Pelaksanaan tindkan siklus II dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
yaitu pada hari Kamis, 24 April 2009 selama 2 x 45 menit. Kegiatan observasi ini dimaksudkan untuk mendeskrisikan apakah kekurangan-kekurangan tehnik pembelajaran pada siklus I sudah bisa teratasi atau belum.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses belajar mengajar tersebut dari segi siswa dapat dinyatakan bahwa :
1) Siswa sudah semua aktif selama pemberian apersepsi. 2) Siswa yang aktif antusias dalam mengikuti pembelajaran IPA dengan metode problem solving sudah semua baik, ada kemajuan disbanding dalam siklus I. 3) Berdasarkan hasil kerja siswa didapat semua siswa sudah mampu mengerjakan tugas dengan baik, mencapai nilai 8. Ini berarti sudah mencapai nilai indikator pencampaian (≥6). 4) Dari hasil pengamatan keaktifan dan prestasi belajar siswa diperoleh data sebagai berikut :
1
14 2
16 2
16 2
TABEL 3 : Nilai Hasil Pengamatan Keaktifan Dan Nilai Tes (Prestasi Belajar) IPA C1 Kelas VIII SLB B-C YPASP
Gondangrejo Karanganyar Pada Siklus II
Nilai Subyek Siswa Jumlah Nilai
Rerata Konsentrasi Keaktifan Prestasi
Konsentrasi : Rerata = = 7 Prosesntase = 70% Keaktifan : Rerata = = 8 Prosesntase = 80% Prestasi : Rerata = = 8 Daya Serap = 80%
1 Titus Sumiyati 7 8 8
2 Sri Pamungkas 7 8 8
Jumlah 14 16 16
Dalam pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II ini terdapat 2 siswa memiliki nilai tujuan sampai sepuluh berarti 2 siswa ( 100% ) Tuntas, dan dapat dihitung nilai rata-rata kelas 80%. Perolehan tuntas pada siklus I = 1 Siswa (50% ) dan pada siklus II = 2 siswa (100% ). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan atau kenaikan nilai tuntas. 5) Hasil perolehan nilai konsentrasi, keaktifan dan prestasi belajar IPA pada siklus II mengalami peningkatan dan sudah mencapai indikator pencapaian.
Hal ini dapat dilihat pada perolehan hasil nilai konsentrasi, keaktifan dan prestasi IPA pada siswa C1 kelas VIII SLB B-C YPASP Gondongrejo pada grafik siklus II berikut :
1 9876 105432
54321
Konsentrasi PrestasiKeaktifan
GRAFIK 3. Nilai Pengamatan Dan Nilai Tes
(Prestasi Belajar) IPA C1 Kelas VIII SLB B-C YPASP
Gondangrejo Karanganyar (Siklus II) d. Analisis dan Refleksi
1
Proses pembelajaran IPA dengan penerapan metode problem solving pada siswa C1 kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo pada siklus II yang dilaksanakan hari Senin, 5 Mei 2009 berjalan dengan lancer, kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya sudah dapat diatasi. Siswa terlihat tertib dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar serta guru sudah terampil dalam memimpin jalannya proses belajar mengajar secara jelas dan terencana. Hal ini terbukti adanya peningkatan dari hasil nilai konsentrasi, keaktifan dan prestasi belajar siswa. Hasil nilai tersebut telah memenuhi indikator pencampaian yang ditetapkan. Maka pembelajaran pada siklus III tidak ada.
Berdasarkan hasil pengamatan proses belajar mengajar tersebut disimpulkan bahwa : 1) Siswa yang aktif selama pemberian apersepsi sudah semua siswa aktif
dalam pembelajaran.
2) Siswa aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran IPA dengan
menggunakan metode problem solving juga sudah semua siswa aktif dan
antusias.
3) Semua siswa sudah bisa mengerjakan lembar kegiatan lembar tugas dan
post test dengan baik mencapai nilai 8 ke atas.
Dengan demikian siklus selanjutnya dilaksanakan apabila masih
diperlukan dalam perbaikan.
D. Pembahasan Sebagaimana deskripsi nilai awal siklus dan hasil pengamatan sebagai
hasil tes persiklus, maka peneliti lakukan pembahasan sebagai berikut : data terlihat adanya kenaikan nilai prosentase dan keaktifan siswa, hasil prosentase konsentrasi dan keaktifan siswa, hasil prosentase sebelum siklus 55%, pada siklus I naik 65%, pada siklus II 80%. Demikian juga dengan hasil nilai prestasi belajar IPA siswa C1 kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo, Karanganyar pada awal sebelum siklus rata-rata 5,5 perolehan nilai pada siklus I dengan rata-rata 6,5 baik 65% dan diperoleh nilai pada siklus II dengan nilai rata-rata 8 naik (100%).
Berdasarkan perumusan masalah dan deskripsi hasil pengamatan
tindakan maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini serta paparan hasil tulisan dapat dijabarkan pembahasan hasil penelitian. Pembahasan hasil penelitian tersebut meliputi peningkatan kualitas hasil pembelajaran IPA dengan penggunaan metode problem solving pada siswa C1 kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo.
1
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dua siklus. Setiap siklus
dilaksanakan dalam empat tahap, yakni (1) tahap perencanaan tindakan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi dan interprestasi dan (4) tahap analisis dan refleksi. Sebelum pelaksanaan siklus I, peneliti menemukan masalah bahwa anak mudah bosan dalam pembelajaran terutama pelajaran IPA dan prestasi belajar siswa dalam pelajaran IPA rendah. Oleh karena itu peneliti berusaha untuk mencari solusi dalam upaya mengatasi masalah tersebut yakni dengan penggunaan metode problem solving sebagai strategi dalam pembelajaran IPA.
Dengan problem solving diharapkan siswa mempunyai kemampuan menggunakan berbagai fakta, prinsip, gejala atau peristiwa yang dialami siswa untuk menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan.
Siklus I Pada hasil penelitian pada siklus I masih terdapat kelemahan dan
kekurangan-kekurangan. Kelemahan dan kekurangan ada yang berasal dari guru, siswa dan media pembelajaran, sehingga mempengaruhi proses pembelajaran yang berakibat perolehan hasil kurang memuaskan.
Dalam pembelajaran IPA pada siklus I terdapat satu siswa tuntas dalam belajar memiliki nilai 65 dan satu siswa belum tuntas masih diperlukan perbaikan. Konsentrasi dan keaktifan serta prestasi belajar sudah mencapai indikator pencapaian. Keaktifan siswa mencapai 65 % diatas standar nilai indikator (≥ 60 %), namun demikian masih perlu peningkatan lagi.
Siklus II Guru telah memantau dan membimbing belajar siswa dengan
mengembangkan kegiatan beragam, penggunaan metofe yang tepat dan media pembelajaran yang sesuai, maka aktifitas dan antusias serta prestasi belajar siswa mengalami peningkatan.
Pembelajaran yang dilaksanakan menunjukkan peningkatan perolehan
hasil/nilai terbukti dari dua siswa mendapat nilai tujuh dan delapan, berarti telah memenuhi target. Dalam penyampaian materi pembelajaran guru memperbaiki strategi pembelajaran dan menggunakan media yang lebih mendukung. Siswa dilibatkan aktif dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan metode problem solving dalam meningkatkan kualitas dan hasil keaktifan serta prestasi belajar dalam pembelajaran dapat dilihat dari indikator sebagai berikut :
1. Motivasi Pembelajaran IPA Meningkat
1
Tindakan-tindakan penerapan metode problem solving yang dilaksanakan tiap siklus mampu meningkatkan motivasi pembelajaran IPA siswa C1 kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo. Hal ini sesuai dengan pendapat-pendapat Syaiful Bahri Djamarah dan Aswanzain (2002 : 104-105) bahwa metode problem solving memiliki kelebihan yaitu metode ini dapat memotivasi pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh. Karena dalam proses belajarnya siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.
Karena siswa banyak dihadapkan pada persoalan pemecahan masalah maka membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan proses pembelajaran. Hal ini menimbulkan sikap positif terhadap segala hal yang mereka pelajari dari segi proses pembelajaran IPA dapat ditingkatkan. Peningkatan dari segi motivasi pembelajaran IPA dapat dilihat pada beberapa indikator dibawah ini :
a. Meningkatkan Keaktifan Siswa Keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA mengalami peningkatan.
Hal itu terlihat dari indikator siswa dalam proses pembelajaran meningkat dari setiap siklus. Indikator tersebut meliputi keaktifan siswa dalam merespon apersepsi, mengikuti pembelajaran IPA dengan penggunaan metode problem solving.
Hasil pantauan peneliti menyebutkan bahwa keaktifan siswa pada siklus I mencapai 65% meningkat 10% dari pertemuan sebelum siklus yang hanya 55%. Pada siklus II keaktifan siswa meningkat menjadi 80% meningkat 15% dari siklus I, artinya keaktifan sudah mencapai indikator.
Dengan demikian tindakan yang dilakukan guru untuk meningkatkan aktivitas siswa selama kegiatan apersepsi penyampaian materi dan pembelajaran IPA cukup berhasil. Hal ini membuktikan peranan penting dalam proses belajar mengajar, termasuk meningkatkan keaktifan siswa. Selain itu metode pembelajaran merupakan cara menyampaikan pesan yang ingin disampaiakan dalam setiap pembelajaran di sekolah, seperti halnya pendapat (Udin A. Winataputra, 2004 : 42) menyatakan bahwa dalam pembelajaran sangat diperlukan adanya cara/tehnik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar tujuan tersebut tercapai dengan baik maka diperlukan kemampuan memilih dan menggunakan metode mengajar.
Hal ini membuat guru dapat memilih metode yang tepat, sesuai dan menarik perhatian, dan dapat menimbulkan siswa kreatif dan inofatis. Sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan proses dan berorientasi pada prestasi belajar.
b. Meningkatkan Perhatian dan konsentrasi Siswa Konsentrasi siswa dalam proses pembelajaran sangat penting. Untuk
menumbuhkan hal tersebut guru perlu merangsang siswa dengan menerapkan cara-cara baru yang kreatif dan inovatif. Salah satu cara guru adalah penggunaan dan pemilihan metode pembelajaran yang relevan. Dalam penelitian ini, guru memanfaatkan dan memilih metode problem solving. Setelah adanya tindakan penggunaan metode tersebut, perhatian atau konsentrasi siswa dalam pembelajaran meningkat. Hal ini membuktikan pendapat (Udin S. winnataputra, 2004 : 12.1 ) bahwa salah
1
satu metode mengajar atau model pembelajaran problem solving merupakan metode yang memudsatkan perhatian pada upaya mencari dan menemukannjawaban atas suatu pertanyaan atau kasus.
Dengan siswa dihadapkan pada upaya mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan atau kasus membuat siswa selalu memperhatikan atau berkonsentrasi dalam pembelajaran agar mereka dapat mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan atau kasus tersebut. Meningkatnya perhatian siswa dalam pembelajaran juga telah membuktikan bahwa suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa telah tercipta. Perolehan nilai kosentrasi mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Pada pra siklus 55%, pada siklus I 65% dan pada siklus II 70%. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi atau perhatian siswa mengalami peningkatan.
2. Hasil Pembelajaran IPA Siswa Meningkat
Hasil belajar siswa atau prestasi belajar siswa akan diperoleh setelah siswa menempuh proses atau pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar merupakan suatu proses kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses KBM sangat diperngaruhi oleh alternatif metode mengajar yang digunakan oleh guru.
Hasil pembelajaran yang berupa ketrampilan siswa dalam pemecahan masalah termasuk kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, luas dan tuntas dapat meningkat setelah adanya tindakan penggunaan metode problem solving pada pembelajaran IPA. Hal itu dikuatkan oleh pendapat Syidul Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002 : 104-105) bahwa proses belajar mengajar atau pembalajaran melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi secara terampil, apabila menghadpi permasalahan di dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bekerja kelak. Suatu kemampuan yang bermakna bagi kehidupan manusia.
Kualitas hasil pembelajaran berupa ketrampilan siswa dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari nilai keaktifan siswa dan nilai prestasi siswa. Nilai tersebut mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Peningkatan kualitas hasil belajar dapat dilihat dari beberapa indikator berikut :
a. Siswa mengalami kemajuan dalam memahami materi IPA Sebelum diadakan tindakan siswa mengalami kesulitan dalam
pemahaman materi. Siswa juga merasa kesulitan mengerjakan materi soal. Hal ini disebabkan siswa belum paham benar dengan materi pembelajaran.
Setelah diadakan tindakan berupa penerapan penggunaan metode problem solving dalam pembelajaran, pemahaman materi dan jumlah materi soal yang dikerjakan hasilnya mengalami peningkatan. Hal ini tidak lepas dari peran guru yang selalu mengingatkan siswa untuk memperhatikan dan berkonsentrasi dalam pembelajaran.
b. Guru berhasil meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran IPA
Minat siswa dalam pembelajaran IPA sebelum tindakan diadakan masih rendah. Hal ini dapat terlihat pada saat siswa mengikuti pembelajarn
1
IPA. Siswa menganggap sulit dan merasa tidak bisa. Setelah diadakan tindakan berupa penerapan penggunaan metode problem solving disertai kegiatan-kegiatan percobaan dan media pembelajaran yang mendukung siswa terlihat antusias dan semangat. Misalnya siswa dengan senang mengerjakan soal-soal dan kegiatan-kegiatan percobaan. Hal ini juga karena peran guru dalam menumbuhkan minat siswa dalam pembelajaran.
c. Nilai yang diperoleh siswa meningkat pada setiap siklus
Sebelum dilaksanakan tindakan pencapaian nilai keaktifan dan prestasi belajar masih dibawah nilai ketuntasan belajar (≥ 6). Pada siklus I satu siswa belum mencapai ketuntasan masih perlu diperbaiki, sedangkan siswa lain sudah mencapai tuntas.
Pada siklus II, prosentase keaktifan siswa mengalami peningkatan yaitu mencpai 80%. Nilai prestasi semua siswa sudah mencapai ketuntasan. Peningkatan nilai siswa dari siklus ke siklus sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam pembaljaran IPA. Daftar nilai siswa dapat dilihat pda lampiran.
Tabel 4. Indikator Keberhasilan Penelitian
Aspek Yang Diukur Target Yang Dicapai
Cara Mengukur Siklus I Siklus II
Kualitas proses pembelajaran 1. Keaktifan siswa selama
Apresiasi 2. Perhatian / Konsentrasi
Terhadap pembelajaran IPA
65%
65%
65%
70%
Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi oleh peneliti dan dihitung dari rata-rata jumlah siswa yang menampakkan kesungguhan pada saat pembelajaran
Kualitas hasil pembelajaran 1. Pemahaman materi 2. Jumlah soal yang dapat
dikerjakan 3. Prestasi
65%
80%
Dihitung dari jumlah rata-rata daya serap
E. Hasil Penelitian
Secara ringkas hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kenaikan perolehan nilai keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa C1 kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo nilai awal, nilai siklus I, nilai siklus II adalah : Dari sebelum siklus → pembelajaran siklus I naik 50% Dari perbaikan siklus I → pembelajaran siklus II naik 100%
1
Ini menunjukkan bahwa penggunaan metode problem solving pada
pembelajaran IPA terbukti membuat siswa aktif, kreatif dan kritis serta menyenangkan sehingga berdampak pada kenaikan atau meningkatnya prestasi belajar siswa yang dalam penelitian ini mencapai 100%. Hal ini dilihat pada grafik 4 sebagai berikut :
1
5
4
3
2
1
1098765432 Konsentrasi PrestasiKeaktifan
GRAFIK 4 : Grafik Hasil Nilai Keaktifan Dan Prestasi
Belajar IPA C1 Kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo Siklus I Dan Siklus II
Adapun perolehan nilai rata-rata kelas hasil keaktifan dan prestasi
belajar IPA sebelum siklus, siklus I, siklus II dapat dilihat pada grafik 5 sebagai berikut :
1
5
4
3
2
1
1098765432Sebelum
SiklusSiklus IISiklus I
y
x
GRAFIK 5 : Grafik Hasil Nilai Keaktifan Dan Prestasi Belajar IPA C1
Kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo Sebelum Siklus, Siklus I Dan Siklus II
1
Berdasarkan tindakan-tindakan tersebut, guru telah berhasil melaksanakan pembelajaran IPA, dengan penggunaan metode problem solving mampu membantu siswa dalam memecahkan persoalan, melatih berfikir kritis dan kreatif serta mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah secara optimal. Selain itu penelitian ini juga bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan guru dalam mengelola kelas karena metode yang digunakan sebagai cara bagi guru untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran IPA dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi IPA sehingga dapat meningkatkan jumlah materi soal yang dapat dikerjakan dan meningkatkan prestasi belajar IPA.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa laporan tindakan yang menyatakan bahwa penggunaan metode problem solving pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa C1 kelas VIII SLB B-C YPASP Gondangrejo Karanganyar tahun 2008/2009 dapat terbukti kebenarannya.
1
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan
Berdasarkan pada pembahasan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Penggunaan metode problem solving dalam proses pembelajaran IPA dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dilihat bahwa hasil prestasi dan keaktifan menunjukkan adanya peningkatan. 1. Motivasi pembelajarn IPA meningkat
Peningkatan motivasi pembelajarn tampak pada keaktifan dan konsentrasi siswa selama pembelajaran IPA dengan penerapan penggunaan metode problem solving berlangsung, antara lain : a) Jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan apersepsi mengikuti
pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus ke siklus yaitu 55% pada pra siklus, 65% pada siklus I dan 80% pada siklus II.
b) Meningkatkan konsentrasi atau perhatian siswa Upaya mencari dan menemukan jawaban atas pertanyaan atau kasus, membuat siswa terjaga dan berkonsentrasi pada pembelajaran. Hasil prosentase perolehan nilai konsentrasi mengalami peningkatan dari pra siklus 55%, pda siklus I 65%, dan pada siklus II 70%.
2. Hasil pembelajaran IPA siswa meningkat Hasil pembelajaran berupa ketrampilan siswa dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari nilai keaktifan dan nilai prestasi siswa. Nilai tersebut mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari indikator : o Pemahaman materi IPA meningkat
o Meningkatnya minat siswa dalam pembelajaran
3. Nilai prestasi siswa meningkat Nilai prestasi dari siklus ke siklus mengalami peningkatan. Semua siswa memperoleh nilai tuntas pada siklus I dan II (≥ 6). Hal ini membuktikan bahwa metode problem solving mempunyai peranan dalam meningkatkan prestasi belajar IPA.
B. Implikasi Implikasi dari hasil penelitian ini adalah bahwa untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa secara optimal dalam pembelajaran IPA tidak hanya tergantung dari kecerdasan yang dimiliki siswa, minat dan kemampuan siswa, tetapi tidak kalah pentingnya adalah pengajaran melalui metode pembelajaran problem solving. Hal ini tampak dari hasil evaluasi siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan.
1
Dari segi motivasi, metode problem solving dalam pembelajaran memperkuat teori yang telah ada yaitu pendapat Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002 : 104 – 105) bahwa metode problem solving memiliki kelebihan yaitu metode ini dapat memotivasi pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya. Peningkatan dari segi kemampuan dapat dilihat dari nilai siswa yang mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Hal ini membuktikan bahwa dengan menggunakan metode problem solving dapat mendorong motivasi belajar siswa. Selain itu metode problem solving dapat merangsang perhatian dan minat siswa, menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan sehingga siswa termotivasi untuk menuangkan ide, berpikir kritis dan kreatif.
Dari segi hasil pembelajaran, hasil belajar siswa atau prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Hal ini sesuai pendapat Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002 : 104 – 105) bahwa proses belajar atau pembelajaran melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi secara terampil, apabila menghadapi permasalahan didalam kehidupan keluarga, masayarakat dan bekerja kelak.
Karena siswa banyak dihadapkan pada persoalan pemecahan masalah maka membuat siswa terampil dalam menyelesaikan masalah termasuk pemecahan masalah soal/evaluasi, sehingga prestasi belajar siswa mengalami peningkatan.
C. Saran Berpijak pada kesimpulan hasil diatas, maka pneliti mengajukan saran
sebagai berikut : 1. Kepada Kepala Sekolah
a. Hendaknya mengintruksi kepada para guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan relevan.
b. Hendaknya memberi kesempatan bagi guru untuk melakukan penelitian dan mengikutkan pada forum-forum ilmiah.
c. Sebaiknya menyediakan sarana yang dapat mendukung kegiatan belajar mengajar agar pembelajaran di sekolah dapat berjalan secara optimal.
2. Kepada Rekan Guru a. Sebaiknya melakukan variasi metode dan pemilihan metode yang relevan
dalam penyampaian materi. b. Hendaknya guru berupaya untuk meningkatkan pembelajaran agar lebih
efektif. c. Sebaiknya mengikuti forum-forum ilmiah atau membaca buku yang
berkaitan dengan penerapan metode dalam pembelajaran. 3. Kepada Siswa
a. Siswa sebaiknya aktif berlatih dan belajar dalam pemecahan masalah baik dalam pembelajaran, keluarga, masyarakat dan kehidupan sehari-hari.
1
b. Siswa sebaiknya lebih aktif dalam bertanya dan berdiskusi supaya memperoleh informasi penjelasan yang cukup berkaitan dengan metode problem solving.
4. Kepada Peneliti Lain
a. Metode problem solving dapat diterapkan di kelas lain dan di sekolah lain, terutama di kelas dengan permasalahan yang hampir sama.
b. Bagi peneliti yang ingin menggunakan metode problem solving dalam pembelajaran IPA dapat bekerja sama dan berkolaborasi dengan guru yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran IPA.
c. Untuk para peneliti yang akan datang, peneliti ini bisa digunakan sebagai acuan.
1
DAFTAR PUSTAKA Agus Rachmad. 2004. Konsep Dasar IPA II. Jakarta : Depdikbud RI Ahmat Sarjito. 2006. Alat Peraga SD. Semarang : Makalah Seminar Pendidikan Anton M. Moeliono. 1988. Psikologi Belajar. Yogyakarta : Rieneke Cipta A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar dan Zainal Arifin. 1989. Pendidikan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remadja Rosdakarya A. Salim Choiri. 2008. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus dan Identifikasinya di Sekolah Umum. Surakarta : Makalah Workshop Pendampingan Inklusi Regional Jateng di SMA 8 Gredler, MED. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Terjemahan Mundandir. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Hasibuan J.J dan Moedjiono. 1985. Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya 2000. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Remaja Rosdakarya H.J. Gino dkk., 1995. Belanja dan Pembelanjaan I. Surakarta : UNS Press. J. David Smith. 2006. Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, Terjemahan Dennis, Ny. Enrica. Bandung : Nuansa J.G Rowlinson. 1986. Berpikir Kreatif dan Bainsorming. Jakarta : Erlangga Lutfi. 2005. Jurnal Pembelajaran. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Muljono Abdurrachman, Sudjadi S. 1994. Pendidikan Luar Biasa Umum. Jakarta : Depdikbud Dirjen Perguruan Tinggi Proyek Pengadaan Tenaga Akademik Muhibin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan : Suatu Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya. . 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Muchtar Buchori dkk. 1997. Evaluasi Dalam Pendidikan. Bandung : Jemars Mulyani Syamsuridan dan Johan Permana. 1994. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Dirjen Pendidikan Tinggi
1
Mulyati Arifin. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Bandung : Erlangga. Munzayanah. 2008. Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus dan Penguatan Pendidikan Inklusi di Indonesia. Surakarta : Panitia Workshop Nasional APPKh. Nana Sudjana. 1996. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Ngalim Purwanto. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Noehi Nasution. 2004. Pendidikan IPA di SD. Jakarta : universitas Terbuka Oemar Hamalik. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar Baru , ad. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta : Bumi Aksara Parwoto. 2007. Strategi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Seppenas Dirjend Pendidikan tinggi Dirjend Ketenagaan Peter dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta : Modern English Press Roestiyah, NK. 1989. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rienneka Cipta Rooijakkers, Ad. 1991. Mengajar dengan Sukses. Jakarta : Grasindo 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret 1975. Methodologi Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Proyek Pengadaan Buku SPG Sarwiji Suwandi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas dan Karya Ilmiah. Surakarta : Dikti Departemen Pendidikan Nasional Slameto. 1995. Proses Belajar Mengajar dalam SKS. Jakarta : Bumi Aksara. S. Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses belajar dan Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara Sriyono dkk. 1992. Tehnik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta : Rienneka Cipta
1
Sugiyatno. 2007. Petunjuk Ringkas Penulisan Penelitian Tindakan Kelas. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press Sugini. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta : Depenbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta : Dierjen Dikti Depdiknas. Sumadi Suryabrata. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : CV. Maulana. Sutartinah Tirtonegoro. 1988. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta : Bumi Aksara Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaim. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rienneka Cipta . 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : Rienneka Cipta Udin S. Winataputra. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka Vossen, H. 1986. Kompendium Didaktik Kimia. Bandung : Remaja Karya W. J. S Poerwadarminto. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMPLB – C1. Depenas Dirjend Manpen Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan SLB
1
DAFTAR PUSTAKA
A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar dan Zainal Arifin, 1989. Pendidikan Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung, Remadja Rosdakarya.
Anton M Moeliono, 1988, Psikologi Balajar, Yokyakarta, Rieneka Cipta. Drs. Sugiyanto, M.Si, 2007, Petunjuk Ringkas Penulisan Penelitian Tindakan
Kelas, Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press. __________, 2007, Pedoman Penulisan Skripsi, Surakarta, Universitas Sebelas
Maret. Drs. Agus Rachmat, M.Pd., 2004, Konsep Dasar IPA II, Jakarta, Universitas
Terbuka. Drs. H.J. Gino dkk, 1995, Belajar dan Pembelajaran I, Surakarta : Depdikbud RI,
Universitas Sebelas Maret. Drs. H. Udin S. Winataputra, MA, 2004, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta :
Universitas Terbuka. Drs. Muljono Abdurrachman, Drs. Sudjadi S, 1994, Pendidikan Luar Biasa
Umum, Jakarta : Departemen Pendidikan Ikebudayaan Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Proyek Pengadaan Tenaga Akademik.
Gredler, M.E.B., 1994, Belajar dan Membelajarkan, Terjemahan Munandir,
Jakarta : PT. Raja Grafika Persada. J.G. Rawlinson, 1986, Berpikir Kreatif dan bainstorming, Jakarta : Erlangga. J.J. Hassibuan dan Moedjiono, 2000, Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Remaja
Rosdakarya. Muhidin Syah, 1995, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung :
Rosdakarya. Mulyani Syamsuri dan Johan Permana, 1994, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta,
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Ngalim Purwanto, 1997, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya. Oemar Hamalik, 1992, Psikologi Belajar dan Mengajar, bandung : Sinar Baru.
1
Oemar Hamalik, 2005, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta : Bumi Aksara.
Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta : Modern
English Press. Roestiyah, NK., 1998, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Grasindo. ________, 1975, Methodologi Ilmu Pengetahuan Alam, jakarta : Proyek
Pengadaan Buku SPG. Slameto, 1987, Belajar dan faktor-faktor Yang Mempengaruhi, Jakarta : Dikti
Departemen Pendidikan Nasional. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta
: Rieneka Cipta.
1