FAKTOR RISIKO MEROKOK PADA PASIEN THYROID EYE...

104
FAKTOR RISIKO MEROKOK PADA PASIEN THYROID EYE DISEASE OLEH Yoyok Nike Subagio NPM : 131221150505 TESIS Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Dokter Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1 Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2020

Transcript of FAKTOR RISIKO MEROKOK PADA PASIEN THYROID EYE...

  • FAKTOR RISIKO MEROKOK PADA PASIEN

    THYROID EYE DISEASE

    OLEH

    Yoyok Nike Subagio

    NPM : 131221150505

    TESIS

    Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Dokter

    Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1

    Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata

    PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS MATA

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    BANDUNG

    2020

  • FAKTOR RISIKO MEROKOK PADA PASIEN

    THYROID EYE DISEASE

    HALAMAN PENGESAHAN

    Oleh

    Yoyok Nike Subagio

    NPM : 131221150505

    TESIS

    Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Dokter

    Spesialis Mata Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata -1

    Bagian Kajian Utama Ilmu Kesehatan Mata

    Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal

    Seperti tertera di bawah ini

    Bandung, 29 Desember 2020

    Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., Sp. M(K)

    Pembimbing 1

    dr. Syumarti, Sp. M(K), M.Sc

    Pembimbing 2

    Dr. Hikmat Permana, dr., SpPD-KEMD

    Pembimbing 3

  • i

    PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Karya tulis saya ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

    mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor) baik

    dari Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.

    2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya

    sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari Tim

    Pembimbing.

    3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

    atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas

    dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan naskah

    pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

    4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian

    hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,

    maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar

    yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan

    norma yang berlaku di perguruan tinggi.

    Bandung, Desember 2020

    Yang membuat pernyataan,

    Yoyok Nike Subagio, dr.

    131221150505

  • ii

    ABSTRAK

    LatarBelakang: Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), yang dikenal

    sebagai Graves Ophthalmopathy (GO) atau Thyroid Eye Disease (TED), adalah

    penyebab paling umum penyakit orbital pada orang dewasa dan penyebab

    morbiditas pasien. Penyebab utama TED pada orbita adalah adanya peradangan,

    yang mengakibatkan terjadinya produksi berlebih dari glycosaminglycans (GAG)

    dan adipogenesis. Proses ini diinduksi oleh pelepasan sitokin inflamasi lokal.

    Salah satu faktor risiko yang dicurigai berhubungan dengan tingkat

    keparahan TED adalah rokok.Asap tembakau mengandung zat sianida yang

    ketika dihisap akan diubah menjadi tiosianat kimia yang dapat mempengaruhi

    fungsi dari kelenjar tiroid.

    Tujuan: Untuk mengetahui apakah rokok merupakan faktor risiko TED.

    Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan

    cross-sectional. Seluruh pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan

    dimasukkan sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel penelitian dilakukan

    secara consecutive sampling

    Hasil: Dari analisis didapatkan perbandingan karakteristik subjek penelitian pada

    kelompok pasien dengan TED dan tanpa TED sebagai faktor risiko terjadinya

    TED didapatkan hanya variabel terapi yang memberikan hasil yang bermakna

    dengan nilai p= 0.012. pada tabel 4.2 perbandingan antara jumlah rokok, jenis

    rokok, paparan asap rokok dan status merokok sebagai faktor risiko terjadinya

    TED, didapatkan hasil yang bermakna pada semua variabel yang di teliti (nilai

    p

  • iii

    ABSTRACT

    Background: Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), known as Graves

    Ophthalmopathy (GO) or Thyroid Eye Disease (TED), is the most common cause

    of orbital disease in adults and a significant cause of morbidity in patients with

    Graves' disease. The main cause of TED is inflammation, which results in the

    overproduction of glycosaminglycans (GAG) and adipogenesis. This process

    thought to be induced by the release of local inflammatory cytokines. One of risk

    factor that associated with TED severity was smoking. Tobacco smoke contains

    cyanide which when inhaled is converted into chemical thyocyanates that can

    affect the function of the thyroid gland.

    Objective: To determine whether smoking is a risk factor for TED.

    Methods: This study was an analytic observational study with a cross-sectional

    design. All patients who met the inclusion criteria will be included as study

    subjects. The research sample was taken by consecutive sampling

    Results: From the comparative analysis of the comparison of the study subjects in

    the patient group with TED and without TED as a risk factor for which TED was

    applied, it was found that only the therapeutic variables gave the results obtained

    with a value of p = 0.012. In table 4.2, the comparison between the number of

    cigarettes, type of cigarette, exposure to cigarette smoke and smoking status as a

    risk factor is obtained, the results obtained for all the variables studied (p value

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karunia dan

    rahmatNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk

    memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialis pada

    Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 (PPDS-I) Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

    Kedokteran Universitas Padjadjaran/Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit

    Mata Cicendo.

    Penulis menyampaikan rasa hormat kepada Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E.,

    M.SIE selaku Rektor Universitas Padjadjaran Bandung dan Dr. Med. Setiawan,

    dr., AIFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran yang telah

    memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Program Pendidikan

    Dokter Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

    Padjadjaran.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Irayanti, dr., Sp.M(K), MARS

    selaku Direktur Utama PMN Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, Irayanti,dr.,

    Sp.M(K),MARS selaku Direktur Utama dan Dr. Feti Karfiati Memed, dr.,

    Sp.M(K), M.Kes., selaku Direktur Medik dan Keperawatan, dan Pendidikan yang

    telah memberikan kesempatan untuk dapat belajar, bekerja, dan menggunakan

    sarana dan prasarana di Rumah Sakit Mata Cicendo.

    Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Dr. Budiman,

    dr., Sp.M(K), M.Kes., selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

    Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr. Irawati Irfani, dr., Sp.M(K), M.Kes.,

  • v

    sebagai Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

    Universitas Padjadjaran, beserta seluruh staf pengajar Ilmu Kesehatan Mata

    Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran untuk segala ilmu dan dukungan

    yang diberikan, serta telah menjadi teladan bagi penulis selama menempuh

    pendidikan.

    Ucapan terima kasih dan penghargaan yang luar biasa penulis sampaikan

    kepada Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., SpM(K), selaku pembimbing I dan dr.

    Syumarti, Sp. M(K), M.Sc, selaku pembimbing II dan Dr. Hikmat Permana, dr.,

    SpPD-KEMD selaku pembimbing III yang dengan sabar membimbing,

    memberikan masukan dan arahan selama penelitian berlangsung sehingga

    penelitian ini berjalan dengan lancar sampai tahap akhir penyelesaian tesis ini.

    Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Irawati Irfani, dr.,

    Sp.M(K), M.Kes., selaku Ketua Sidang, Susanti Natalya Sirait, dr., SpM(K),

    M.Kes selaku penilai, Dr. Shantie F. Boesoerie, dr., SpM(K), selaku penilai dan

    dr. Aldiana Halim, SpM(K) yang telah banyak memberikan masukan dan

    gagasan sehingga pada akhirnya tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan

    terima kasih tak lupa diucapkan kepada seluruh pegawai Poli Rekonstruksi dan

    Oculoplasti PMN Rumah Sakit Mata Cicendo dan Ibu Nurvita Trianasari yang

    telah membantu dalam pengumpulan dan pengolahan data penelitian ini.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Ambarwati, Ibu

    Mumbaryatun, Bapak Ajat Sudrajat, dan Mas Ludfi selaku staf sekretariat dan

    pustakawan Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

    yang telah banyak membantu penulis selama masa pendidikan. Terima kasih juga

  • vi

    disampaikan kepada seluruh karyawan PMN Rumah Sakit Mata Cicendo atas

    segala bantuan dan kerjasama yang terjalin selama masa pendidikan.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan residen Ilmu

    Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran atas

    kebersamaannya selama menempuh pendidikan, teristimewa kepada keluarga

    penulis dari angkatan Maret 2016; Viora Rianda Piscaloka, Joan Sherlone T.H.,

    Angel F. Marnida S., Prettyla Yollamanda, Dian Paramitasari, Sindi Dwijayanti,

    Lucky Fitrada, dan Rizki Rahma Nauli, serta kakak-kakak tersayang; Mega

    Wulan, Dianita Veulina, Grace Farinthska, Mendy Candella, Niluh Putu Ayu,

    Sonie Umbara, dan Puti Ayu Tiara.

    Penghormatan, cinta dan rasa syukur tak terhingga ditujukan kepada

    keluarga tercinta yang senantiasa dirindukan penulis; Monik Perwitasari dr., M.

    Cakra Athaya Subagio, M. Hafiz Erlangga Subagio, M. Rayyan Alfarizqi

    Subagio, serta untuk orang tua terkasih dengan segenap adik-adik tercinta;

    Sanimun, Suparmi, Erma Budi Susilowati, Rizal Tri Susilo, Nono Sudiono, Siti

    Djunaeni, Yudha Perwira Putra, Mirda Tiarasari yang telah memberikan kasih,

    kehangatan, tawa, dan doa kepada penulis. Akhir kata, semoga Allah SWT

    melimpahkan seluruh karma baik atas semua yang telah diberikan oleh pihak-

    pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

  • vii

    Bandung, November 2020

    Penulis,

    Yoyok Nike Subagio

  • viii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. i

    ABSTRAK ........................................................................................................ ii

    ABSTRACT....................................................................................................... iii

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

    DAFTAR ISI ....................................................................................................viii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xiii

    DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................xiv

    BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 5

    1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 5

    1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................ 5

    1.4.1 Kegunaan Ilmiah ............................................................................. 5

    1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................................. 5

    BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

    HIPOTESIS ..................................................................................................... 6

    2.1 Kajian Pustaka ................................................................................. 6

    2.1.1 Anatomi Orbita Manusia .................................................................. 6

    2.1.2 Kelenjar Tiroid ................................................................................ 8

    2.1.3 Penyakit Gangguan Tiroid ............................................................... 11

  • ix

    2.1.4 Thyroid Eye Disease ...................................................................... 15

    2.1.5 Efek merokok pada Thyroid Eye Disease ......................................... 24

    2.2 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 28

    2.2.1 Alur Kerangka Pemikiran ................................................................ 31

    2.3 Premis dan Hipotesis ....................................................................... 32

    2.3.1 Premis ............................................................................................. 32

    2.3.2 Hipotesis.......................................................................................... 32

    BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN ..................................... 33

    3.1 Objek dan Sampel Penelitian ........................................................... 33

    3.1.1 Subjek Penelitian ............................................................................. 33

    3.1.2 Sampel............................................................................................. 33

    3.1.3 Pemilihan Sampel ............................................................................ 33

    3.1.4 Kriteria Inklusi ................................................................................ 34

    3.1.5 Kriteria Eksklusi .............................................................................. 34

    3.1.6 Penentuan Besar Sampel .................................................................. 34

    3.2 Metode Penelitian ............................................................................ 35

    3.2.2 Rancangan Penelitian ....................................................................... 35

    3.2.2.1 Bebas dan Tergantung ..................................................................... 36

    3.2.3 Definisi Operasional ........................................................................ 36

    3.2.4 Cara Kerja dan Teknik Pengambilan Data ........................................ 39

    3.2.5 Rancangan Analisis ......................................................................... 40

    3.2.6 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 41

    3.2.7 Implikasi / Aspek Etik Penelitian ..................................................... 41

  • x

    3.3 Alur Penelitian ................................................................................ 43

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 44

    4.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 44

    4.2 Uji Hipotesis .................................................................................... 47

    4.3 Pembahasan ..................................................................................... 47

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 52

    5.1 Simpulan ......................................................................................... 52

    5.2 Saran ............................................................................................... 52

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 53

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. Otot Ekstraokuler ……………............................................ 7

    Gambar 2.2. Anatomi Tiroid ……………………................................... 9

    Gambar 2.3. Interaksi antara Orbital Fibroblast dan Proses Autoimun

    Menuju Perubahan Jaringan Karakteristik

    Ophthalmopathy Graves ……………………....................

    21

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Perbandingan Karakteristik Subjek Penelitian pada kelompok

    pasien dengan TED dan Tanpa TED …….......

    45

    Tabel 4.2 Perbandingan antara Jumlah Rokok, Jenis Rokok, Status

    Merokok …………………………………........................

    46

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat Persetujuan Komite

    Etik………………………………..………………..

    56

    Lampiran 2 Data Hasil

    Penelitian…………………………………………

    58

    Lampiran 3 Perhitungan Analisis

    Statistik………………………………...………………..

    62

    Lampiran 4 Kuesioner …………………………………...…………… 85

    Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup

    ………………………………………...………………..

    86

  • xiv

    DAFTAR SINGKATAN

    AS : Amerika Serikat

    cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate

    CN : Cranial Nerve

    FT4 : Free Thyroxine

    FT3 : Free Triiodothyronine

    GAG : Glycosaminglycans

    GO : Graves Ophthalmopathy

    HLA-DR : Human Leucocyte Antigen-DR

    IgG : Imunoglobulin G

    IGF-1 : Insulin-Like Growth Factor-1

    LATS : Long-Acting Thyroid Stimulator

    Ofs : Orbital fibroblast

    TAO : Thyroid-Associated Ophthalmopaty

    TBII TSH : Binding Inhibitor Immunoglobulin Thyroid Stimulating Hormone

    TED : Thyroid Eye Disease

    TNF : Tumor Necrosis Factor

    TRH : Thyrotropin-Releasing Hormone

    TSH : Thyroid Stimulating Hormone

    https://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyrotropin-releasing_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormone

  • xv

    TSI : Thyroid stimulating immunoglobulin

    T3 : Triiodothyronine

    T4 : Tiroksin

    https://www.alodokter.com/ini-kegunaan-pemeriksaan-hormon-tiroksin

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Thyroid-Associated Ophthalmopathy (TAO), yang dikenal sebagai Graves

    Ophthalmopathy (GO) atau Thyroid Eye Disease (TED), adalah penyebab paling

    umum penyakit orbital pada orang dewasa dan merupakan penyebab

    signifikan morbiditas pada pasien dengan penyakit Graves. Penyakit ini

    merupakan suatu proses autoimun, yang berpotensi mengancam penglihatan,

    merusak penampilan dan menurunkan kualitas hidup. TED pada umumnya terjadi

    pada penyakit graves. Terdapat sekitar 25-50% pasien

    dengan hipertiroidisme Graves dengan keterlibatan mata yang dapat mengancam

    penglihatan karena neuropati optik atau kerusakan kornea pada 3-5% pasien.1-3

    Penyakit graves adalah kondisi inflamasi autoimun yang merupakan

    kelainan multisistem yang meliputi satu atau lebih keadaan seperti tirotoksikosis,

    oftalmopati, limfadenopati, dermatopati dan meningkatnya kadar thyroid-

    stimulating immunoglobulins dalam darah. Insidensi kejadian penyakit graves di

    Amerika Serikat sekitar 0.4%, dan di Inggris sekitar 0.3%. Penderita perempuan

    lebih banyak 6 sampai 7 kali lipat dibandingkan dengan laki-laki, dan umur

    penderita umumnya sekitar 30-50 tahun. Sebuah studi di Amerika tentang pasien

    penyakit graves di dapatkan tingkat insiden secara keseluruhan untuk wanita

    adalah 16 kasus per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan untuk pria adalah 3

    kasus per 100.000 penduduk per tahun. Thyroid Eye Disease lebih sering terjadi

    pada wanita dibanding pria (86% dibandingkan 14% kasus). Tingkat insiden

    https://www.sciencedirect.com/topics/nursing-and-health-professions/morbidityhttps://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/graves-diseasehttps://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/hyperthyroidismhttps://www.sciencedirect.com/topics/nursing-and-health-professions/optic-nerve-disease

  • 2

    puncak pada wanita terjadi pada kelompok usia 60-64 tahun, dan 45-49 tahun

    pada pria.4-7

    Thyroid Eye Disease merupakan penyebab tersering proptosis unilateral

    atau bilateral pada dewasa. Gejala dan tanda klinis TED yang sering muncul pada

    kasus ringan, terdiri dari iritasi okular, mata kering dan perih, bila kasus sudah

    lebih berat dapat terjadi fotofobia, epifora, diplopia, dan merasakan adanya

    tekanan di belakang bola mata. Tanda klinis merupakan suatu karakteristik dan

    mencakup kombinasi dari retraksi kelopak mata, proptosis, miopati ekstraokuler

    restriktif dan neuropati optik. Penyebab utama TED pada orbita adalah adanya

    peradangan, yang mengakibatkan terjadinya produksi berlebih dari

    glycosaminglycans (GAG) dan adipogenesis. Proses ini diperkirakan diinduksi

    oleh pelepasan sitokin inflamasi lokal.1, 2, 8

    Sejak diketahui pertama kali, banyak peneliti yang telah mempelajari

    sejumlah faktor risiko yang dapat membuat perkembangan atau memburuknya

    kondisi dari TED ini. Secara sederhana faktor – faktor risiko TED dibagi menjadi

    dua, kelompok faktor eksternal yaitu merokok, paparan yodium radioaktif,

    distiroidisme dan kelompok faktor internal yaitu usia, genetik, jenis kelamin.

    Salah satu faktor risiko eksternal yang dicurigai berhubungan dengan

    perkembangan atau penurunan TED adalah berhubungan dengan rokok. 9

    Senyawa tembakau diduga bertindak dalam beberapa cara yang mungkin

    berhubungan dengan TED. Perubahan jaringan lunak orbita adalah salah satu

    mekanisme utama di mana merokok kemungkinan dapat mempengaruhi

    perkembangan dari TED. Pada perokok terdapat keterlibatan orbita tiga kali lebih

  • 3

    besar dan mungkin memiliki oftalmopati yang lebih parah dan

    berkepanjangan. Merokok juga berkaitan dengan eksaserbasi oftalmopati setelah

    menjalani terapi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh A Sadeghi-Tari. dkk,

    perokok memiliki jumlah proptosis yang lebih besar dan penyakit yang lebih aktif

    dan berat daripada bukan perokok atau orang yang memiliki riwayat perokok. 10, 11

    Pembentukan radikal superoksida dan hipoksia jaringan mungkin terlibat

    dalam proses perkembangan ke arah TED. Radikal superoksida dapat

    menginduksi fibroblast orbital pada pasien dengan TED, untuk perkembangannya

    sendiri tergantung dari jumlah rokok, dan banyaknya asap rokok sendiri yang

    masuk ke dalam tubuh sehingga dapat menghasilkan berbagai oksidan dan radikal

    bebas. Hipoksia jaringan juga dapat merangsang fibroblas orbital, dan

    mensintesis GAG. Fibroblas orbital yang bertambah telah terbukti meningkatkan

    ekspresi antigen leukosit manusia (HLA-DR), menunjukkan mekanisme yang

    memungkinkan dengan merokok dapat mengubah respons imun orbital pada TED.

    Untuk pasien perokok yang memiliki penyakit Graves lima kali lebih besar

    kemungkinannya untuk berkembang menjadi TED daripada pasien yang bukan

    perokok dengan penyakit Graves. Terdapat hubungan antara rokok dan keparahan

    TED, termasuk keparahan TED yang berhubungan dengan jumlah rokok yang

    dihisap per hari dan persentase perokok berat yang lebih tinggi pada pasien

    dengan oftalmopati yang lebih parah. Beberapa studi prospektif, menyebutkan

    bahwa mantan perokok memiliki risiko lebih rendah untuk berkembang menjadi

    TED dibandingkan dengan perokok.3, 12

    https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=Sadeghi-Tari%20A%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=27540833

  • 4

    Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 51,1 persen rakyat

    Indonesia adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini

    sangat jauh berbeda dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei Darusallam

    0,06% dan Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari

    golongan lemah; 37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan

    buruh mencakup 44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30

    hingga 34 tahun. Sebanyak 1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif,

    walaupun tentunya perokok pasif akan lebih banyak. 13

    Faktor risiko eksternal tersebut penting untuk diketahui oleh klinisi agar

    dapat memprediksi jalan penyakit TED dan mempermudah Pengambilan

    keputusan klinis untuk tatalaksananya. Sejauh ini, hanya sedikit faktor risiko yang

    dibahas, diantaranya efek merokok pada pasien graves. Merokok adalah risiko

    yang dapat dicegah agar tidak berkembang menjadi TED, dan tingkat keparahan

    TED terkait dengan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Dengan besarnya

    jumlah perokok yang cukup besar di indonesia, dan mengingat adanya perbedaan

    dari genetik, ras dan wilayah, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

    dan menganalisis apakah merokok merupakan faktor risiko pada penderita TED di

    Indonesia, yang akan menjadi dasar bahwa mengkonsumsi rokok berisiko untuk

    terjadinya TED, sehingga dibuat tema sentral sebagai berikut:

    Thyroid Eye Disease merupakan penyebab signifikan morbiditas pada

    pasien dengan penyakit Graves, penyakit graves sendiri merupakan penyebab

    paling umum untuk terjadinya hipertiroid. Pada kelainan hipertiroid terjadi

    peningkatan kadar tiroksin bebas (FT4), triiodothyronine bebas (FT3), atau

    keduanya mengarah pada kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. TED merupakan

    penyebab tersering proptosis unilateral atau bilateral pada dewasa. Mekanisme

    utama TED adalah peradangan, dimana terjadi produksi berlebih dari

    glycosaminglycans (GAG), dan adipogenesis yang didorong oleh pelepasan

    https://id.wikipedia.org/wiki/ASEANhttps://www.sciencedirect.com/topics/nursing-and-health-professions/morbidityhttps://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/graves-disease

  • 5

    sitokin inflamasi. Salah satu faktor risiko eksternal yang dicurigai berhubungan

    dengan perjalanan penyakit (TED) adalah merokok yang dapat meningkatkan

    keterlibatan orbita tiga kali lebih besar dan menyebabkan perubahan jaringan

    lunak orbita. Proses ini dimulai dari fase aktif (inflamasi) dimana terjadi

    pelepasan sitokin yang merangsang fibroblas orbital untuk berkembang dan

    menghasilkan mucopolysaccharides, yang menyerap air. Akibatnya, otot-otot

    ekstraokular menebal dan volume adiposa serta jaringan ikat retroorbita akan

    meningkat sehingga akan mengakibatkan adanya gangguan pada orbita seperti

    gangguan gerak bola mata dan diplopia. Asap tembakau mengandung zat sianida

    yang ketika dihisap akan diubah menjadi tiosianat kimia yang dapat

    mempengaruhi fungsi dari kelenjar tiroid. Oleh karena itu penulis ingin meneliti

    apakah merokok menjadi faktor risiko peningkatan terjadinya TED pada pasien

    dengan hipertiroid

    1.2 Rumusan Masalah

    Apakah merokok merupakan faktor risiko bagi terjadinya TED pada

    pasien hipertiroid.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Untuk mengetahui apakah merokok merupakan faktor risiko TED.

    1.4 Kegunaan Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai ilmu pengetahuan dan

    memiliki manfaat sebagai berikut :

    1.4.1 Kegunaan Ilmiah

    Penelitian ini di harapkan menjadi bukti ilmiah dalam perkembangan ilmu

    kesehatan mata, khususnya sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang faktor

    risiko merokok pada pasien graves.

    1.4.2 Kegunaan praktis

    Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi klinisi dalam

    memberikan penjelasan bagi pasien dengan TED mengenai faktor risiko eksternal

    yang dapat berpengaruh dalam perjalanan penyakitnya.

    https://www.verywellhealth.com/the-thyroid-gland-and-thyroid-hormones-4149834

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, PREMIS DAN

    HIPOTESIS

    2.1 Kajian Pustaka

    2.1.1 Anatomi Orbita Manusia

    Mata dibagi menjadi segmen anterior dan segmen posterior. Segmen anterior

    terdiri dari kornea, iris dan lensa dan segmen posterior yang lebih besar, terdiri dari

    koroid, retina, humor vitreous, dan saraf optik. Mata berada di dalam rongga

    pelindung yang disebut rongga orbita. Dalam rongga orbita terdapat enam otot

    ekstraokular di rongga orbita melekat pada mata. Otot-otot ini berfungsi untuk

    menggerakkan mata ke atas, ke bawah, dari sisi ke sisi, dan memutar mata. 1). Otot

    rektus superior berfungsi untuk gerakan adduksi dan rotasi medial bola mata, 2). Otot

    rektus inferior berfungsi untuk gerakan adduksi dan rotasi lateral bola mata, 3). Otot

    oblik inferior untuk berfungsi adduksi dan elevasi, 4). Otot rektus medial berfungsi

    untuk pergerakan adduksi, ke empat otot ini dipersarafi oleh nervus okulomotor (CN

    III), 5). Otot rektus lateral berfungsi untuk gerakan abduksi bola mata yang

    dipersarafi oleh nervus abdusen (CN VI), 6). Otot oblik superior berfungsi untuk

    gerakan abduksi bola mata yang dipersarafi oleh nervus troklearis (CN IV). Fungsi

    otot ekstraokular dapat dinilai secara bersamaan dengan otot ekstraokular lainnya

    selama pemeriksaan klinis. Pergerakan otot ekstraokular dapat dinilai dengan

    meminta pasien melihat ke sembilan arah. 14, 15, 16

    https://www.aao.org/eye-health/anatomy/eye-muscleshttps://www.aao.org/eye-health/anatomy/eye-muscleshttps://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/oculomotor/https://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/oculomotor/https://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/oculomotor/https://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/oculomotor/https://teachmeanatomy.info/head/cranial-nerves/trochlear-nerve/

  • 7

    Gambar 2.1 Otot Ekstraokuler16

    Untuk mengendalikan gerakan bola mata terdapat 3 pasang otot yang cara

    kerjanya bersifat antagonis yaitu: otot rektus lateral dan medial, otot rektus superior

    dan inferior, dan otot obliq superior dan inferior. Otot-otot ini bertanggung jawab

    untuk pergerakan mata pada tiga sumbu yang berbeda: 1). Gerakan horisontal, baik

    ke arah hidung (adduksi) atau menjauh dari hidung (abduksi); 2). Gerakan vertikal,

    baik elevasi atau depresi; dan torsional, 3). Gerakan diagonal yang membuat mata

    bergerak ke arah hidung (intorsi) atau menjauh dari hidung (ekstorsi). Gerakan

    horizontal dikendalikan sepenuhnya oleh otot-otot rektus medial dan lateral; otot

    rektus medialis bertanggung jawab untuk adduksi, otot rektus lateral untuk

    abduksi. Gerakan vertikal membutuhkan tindakan terkoordinasi dari otot-otot rektus

    superior dan inferior, serta otot-otot oblik.16

    Rektus Superior

    Rektus Medial

    Rektus Inferior Oblik Inferior

    Rektus Lateral

    Oblik Superior

  • 8

    2.1.2 Kelenjar Tiroid

    Kelenjar tiroid adalah kelenjar berbentuk kupu-kupu yang terletak di pangkal

    leher, terdiri dari dua lobus yang berada di kedua sisi trakea. Kelenjar tiroid

    merupakan perkembangan dari suatu evaginasi epitel faring yang turun sebagai

    bagian dari duktus tiroglosus dari foramen sekum, terletak di leher bagian anterior.

    Berat tiroid dewasa normal sekitar 15 sampai 25 gram. Kelenjar tiroid memiliki

    banyak jaringan kapiler intra kelenjar yang di pasok oleh arteri tiroidalis superior dan

    inferior. Serat saraf dari ganglia simpatis servikalis secara tidak langsung

    mempengaruhi sekresi tiroid dengan bekerja pada pembuluh darah. Tiroid dibagi oleh

    sekat tipis yang menjadi lobulus-lobulus yang terdiri dari 20 sampai 40 folikel.

    Folikel ini dilapisi oleh epitel kuboid dan terisi oleh tiroglobulin positif. Tiroid

    melepaskan hormon yang diperlukan untuk banyak fungsi vital tubuh, termasuk

    metabolisme, detak jantung, suhu tubuh, pertumbuhan dan perkembangan. 17, 18

    Ada tiga hormon yang diproduksi dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid,

    yaitu tiroksin (T4), triiodothyronine (T3), dan kalsitonin. Kalsitonin juga berperan

    dalam homeostasis kalsium. Sekresi dua hormon tiroid diatur oleh Thyroid

    Stimulating Hormone (TSH), yang dikeluarkan dari kelenjar hipofisis

    anterior . Thyroid Stimulating Hormone diatur oleh Thyrotropin-Releasing

    Hormone (TRH), yang diproduksi oleh hipotalamus.

    https://www.alodokter.com/risiko-penyakit-yang-mengintai-kelenjar-tiroidhttps://www.alodokter.com/ini-kegunaan-pemeriksaan-hormon-tiroksinhttps://en.wikipedia.org/wiki/Calcitoninhttps://en.wikipedia.org/wiki/Calcium_metabolism#Regulation_of_calcium_metabolismhttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Anterior_pituitaryhttps://en.wikipedia.org/wiki/Anterior_pituitaryhttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyrotropin-releasing_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyrotropin-releasing_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Hypothalamus

  • 9

    Gambar 2.2 Anatomi Tiroid 19

    Karena hormon tiroid memegang peranan penting bagi tubuh, produksi yang

    berlebihan maupun terlalu sedikit akan berdampak langsung kepada kesehatan tubuh

    secara umum. Sebagai respon terhadap faktor-faktor trofik dari hipotalamus, tirotrof

    di hipofisis anterior melepaskan TSH (tirotropin) ke dalam sirkulasi. Terikatnya TSH

    ke reseptornya di epitel folikel tiroid menyebabkan pengaktifan dan perubahan

    konformasi reseptor sehingga reseptor berikatan dengan protein G stimulatorik.

    Pengaktifan dari protein G akan menyebabkan peningkatan kadar cAMP intrasel,

    yeng merangsang pertumbuhan tiroid, dan sintesis hormon serta pelepasan melalui

    protein kinase dependen cAMP. 17, 18, 20, 21

    Sel epitel folikel tiroid akan merubah tiroglobulin menjadi T4 dan sebagian

    kecil menjadi T3. Tiroksin dan triiodothyronine akan dilepaskan ke dalam sirkulasi

    sistemik, dan sebagian besar dari peptida ini akan terikat ke protein plasma. Protein

    Tulang Hyoid

    Arteri tiroid superior

    Carotid arteri Trachea

    Isthmus

    Cartilago Thyroid

    https://www.alodokter.com/ini-kegunaan-pemeriksaan-hormon-tiroksin

  • 10

    pengikat ini berfungsi mempertahankan konsentrasi T3 dab T4 bebas dalam jumlah

    yang terbatas, tetapi menjamin bahwa hormon tersedia bagi jaringan. Di jaringan

    perifer sebagian besar T4 bebas akan mengalami deiodenasi menjadi T3. Lalu T3

    akan berikatan dengan reseptor hormon tiroid di nukleus sel sasaran dengan aktivasi

    sepuluh kali lipat di bandingkan T4 sehingga aktivitasnya lebih besar. Hormon tiroid

    memiliki beragam efek pada sel, termasuk peningkatan katabolisme karbohidrat dan

    lemak serta stimulasi sintesis protein di berbagai jenis sel. Hasil akhirnya adalah

    meningkatnya laju metabolik basal. Salah satu fungsi terpenting hormon tiroid adalah

    perannya dalam perkembangan otak karena tidak adanya hormon tiroid akan

    memperngaruhi pertumbuhan intlektual.18

    Sejumlah bahan kimia dapat menghambat fungsi kelenjar tiroid yang di sebut

    goitrigen, bahan ini akan menekan sintesis T3 dan T4, kadar TSH meningkat dan

    terjadi pembesaran hiperplastik kelenjar. Obat antitiroid akan menghambat oksidasi

    iodida dan menghentikan pembentukan hormon tiroid, selain itu juga menghambat

    deiodinasi T4 menjadi T3 pada sirkulasi jaringan perifer sehingga dapat mengurangi

    gejala dari kelebihan hormon tiroid. Iodida dapat menghambat pelepasan hormon

    tiroid, dalam dosis besar iodida akan menghambat proteolisis tiroglobulin. Folikel

    kelenjar tiroid juga mengandung sel parafolikel atau sel C yang berfungsi untuk

    membentuk dan mengeluarkan hormon kalsitonin yang berperan meningkatkan

    penyerapan kalsium oleh sistem tulang dan juga menghambat resorpsi tulang oleh

    osteoklas. 18

  • 11

    2.1.3 Penyakit Gangguan Tiroid

    Kelenjar tiroid memiliki peran penting untuk mengatur berbagai proses

    metabolisme di seluruh tubuh. Berbagai jenis gangguan tiroid mempengaruhi struktur

    atau fungsi dari tiroid itu sendiri. Fungsi kelenjar tiroid diatur oleh mekanisme umpan

    balik yang melibatkan otak. Ketika kadar hormon tiroid rendah, hipotalamus di otak

    menghasilkan hormon yang dikenal sebagai TRH yang menyebabkan kelenjar

    pituitari untuk melepaskan TSH. TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk

    melepaskan lebih banyak T4. Karena kelenjar tiroid dikendalikan oleh kelenjar

    hipofisis dan hipotalamus, gangguan jaringan ini juga dapat mempengaruhi fungsi

    tiroid dan menyebabkan masalah tiroid. Ada beberapa jenis gangguan tiroid spesifik

    yang meliputi: Hipotiroidisme, Hipertiroidisme, Gondok, Nodul tiroid, Kanker

    tiroid.18, 21

    Tirotoksikosis adalah suatu keadaan hipermetabolik akibat meningkatnya

    kadar T3 dan T4 bebas dalam darah, umumnya disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar

    tiroid keadaan ini sering disebut dengan hipertiroidsme. Hipertiroidisme dibagi

    menjadi 2 yaitu hipertiroidisme primer dan sekunder hal tersebut untuk mengetahui

    hipertiroidsme yang berasal dari kelainan tiroid intrinsik dan yang ditimbulkan dari

    proses di luar tiroid seperti tumor hipofisis. Pada hipertiroidisme terjadi serangkaian

    gangguan yang melibatkan sintesis berlebihan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar

    tiroid. Hipertiroidisme ditandai dengan penurunan konsentrasi TSH dan konsentrasi

    peningkatan hormon tiroid T 4 dan T 3. Peningkatan yang dihasilkan dalam kadar

    thyroxine bebas (FT4), triiodothyronine bebas (FT3), atau keduanya mengarah pada

    https://www.medicinenet.com/hyperthyroidism_pictures_slideshow/article.htmhttps://www.medicinenet.com/image-collection/pituitary_gland_picture/picture.htmhttps://www.medicinenet.com/image-collection/pituitary_gland_picture/picture.htmhttps://www.medicinenet.com/hypothyroidism/article.htmhttps://www.medicinenet.com/hyperthyroidism/article.htmhttps://www.medicinenet.com/thyroid_nodules/article.htmhttps://www.medicinenet.com/thyroid_cancer/article.htmhttps://www.medicinenet.com/thyroid_cancer/article.htm

  • 12

    kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. Tiga penyebab tersering terjadinya

    tirotoksikosis yang juga disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar adalah Hiperplasia

    difus tiroid yang 85 % kasus disebabkan oleh penyakit graves, gondok multinodular

    hiperfungsional, dan adenoma tiroid hiperfungsional. 18

    Manifestasi klinis dari hipertiroidisme dapat beragam dan mencakup

    perubahan-perubahan yang disebabkan oleh overaktivitas sistem saraf simpatis yang

    berlebihan. Jumlah hormon tiroid yang berlebihan akan menyebabkan peningkatan

    laju metabolik basal sehingga pasien akan sering mengalami intoleransi terhadap

    panas dan akan sering berkeringat. Peningkatan laju metabolik basal juga dapat

    menyebabkan penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat. Sebagian

    pasein tirotoksikosis mengalami disfungsi diastolik reversibel dan gagal jantung.

    Kelainan yang muncul di sistem neuromuskulus dapat menyebabkan tremor, emosi

    tidak stabil, rasa cemas, sulit konsentrasi dan insomnia. 18, 22, 23

    Gejala yang muncul pada mata sering menimbulkan perhatian akan

    kemungkinan adanya hipertiroidisme. Mata tampak menonjol keluar dan lebar yang

    disertai juga dengan terlambatnya kelopak mata saat menutup akibat dari rangsangan

    simpatis yang berlebihan pada otot levator pelpebra superior. Pada TED proptosis

    adalah gambaran yang hanya di jumpai pada penyakit graves. Diagnosis

    tirotoksikosis di tegakkan saat pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebab

    penurunan berat badan yang tidak jelas. 18, 22, 23

    Hipertiroidisme merupakan serangkaian gangguan yang melibatkan sintesis

    berlebihan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Diagnosis hipertiroidisme

  • 13

    dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.

    Hipertiroidisme ditandai dengan penurunan konsentrasi TSH dan konsentrasi

    peningkatan hormon tiroid: T 4 dan T 3. Pengukuran konsentrasi dari TSH serum

    dengan menggunakan uji TSH yang sensitif merupakan pemeriksaan yang terpenting

    untuk hipertiroidisme karena kadar TSH dapat berkurang, bahkan pada stadium

    paling awal sekalipun saat penyakit masih subklinis. Thyroid Stimulating Hormone

    yang rendah dapat dipastikan dengan pengukuran T4 bebas yang meningkat. Thyroid

    Stimulating Hormone yang terikat ke reseptor pada kelenjar tiroid akan menyebabkan

    pelepasan hormon tiroid terutama T4 dan pada tingkat yang lebih rendah T3,

    peningkatan kadar hormon ini yang bekerja pada hipotalamus untuk mengurangi

    sekresi TRH dan dengan demikian juga sintesis TSH. Setiap proses yang

    menyebabkan peningkatan sirkulasi perifer hormon tiroid yang tidak terikat dapat

    menyebabkan tirotoksikosis. Gangguan dari mekanisme homeostatis normal dapat

    terjadi pada tingkat kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, atau di perifer. 18, 22, 24

    Hipotiroidisme disebabkan oleh gangguan struktural atau fungsional yang

    menggangu pembentukan hormon tiroid dalam kadar yang cukup. akibat produksi

    hormon tiroid yang tidak mencukupi, sehingga dapat berkembang menjadi masalah

    di dalam kelenjar tiroid, kelenjar hipofisis, atau hipotalamus. Kasus hipotiroidisme

    dibagi menjadi hipotiroidisme primer dan sekunder, tergantung dari akibat kelainan

    intrinsik dalam tiroid atau terjadi karena penyakit hipofisis. Hipotiroidisme primer

    merupakan kasus yang paling sering terjadi pada kasus hipotiroidisme. 18

    https://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormone

  • 14

    Beberapa penyebab umum hipotiroidisme meliputi: Tiroiditis Hashimoto,

    resistensi hormon tiroid, jenis tiroiditis lain, seperti tiroiditis akut dan tiroiditis

    postpartum. Mekanisme terjadinya hipotiroidisme adalah, hipotalamus mengeluarkan

    TRH yang merangsang kelenjar hipofisis untuk menghasilkan TSH. Thyroid

    Stimulating Hormone merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi dan

    mengeluarkan terutama T4 (sekitar 100-125 nmol setiap hari) dan jumlah T3 yang

    lebih kecil. Tingkat T3 dan T4 yang sampai pada batas tertentu, akan memberikan

    umpan balik negatif pada produksi TRH dan TSH. Perubahan struktur dan fungsi

    organ atau jalur ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Penurunan produksi T4

    menghasilkan peningkatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis, menyebabkan

    hipertrofi dan hiperplasia parenkim tiroid, sehingga menyebabkan peningkatan

    produksi T3. Bila hal ini terjadi dalam waktu lama dapat terjadi peradangan kronis

    pada parenkim menyebabkan infiltrasi limfositik sel T yang dominan sehingga dapat

    terjadi gangguan metabolisme dalam tubuh. 18, 22,25

    Fungsi tiroid sangat penting untuk metabolisme hampir semua jaringan dan

    sangat penting untuk perkembangan sistem saraf pusat pada janin dan anak-

    anak. Efek dari tiroid berasal dari dua hormon yang mengandung yodium, T3 dan T4.

    Yodium adalah elemen pembatas laju untuk sintesis hormon tiroid. Saat ini, satu-

    satunya peran fisiologis yang dikenal untuk yodium dalam tubuh manusia adalah

    dalam sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Iodide dilaporkan menghambat

    berbagai langkah metabolisme dalam sel tiroid. Apabila terjadi kekurangan iodium,

    maka produksi hormon tiroid juga akan berkurang. Hormon tiroid adalah suatu

    https://www.medicinenet.com/thyroiditis/article.htmhttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormonehttps://en.wikipedia.org/wiki/Thyroid-stimulating_hormone

  • 15

    hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses

    pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan.25, 26, 27, 28

    2.1.4 Thyroid Eye Disease

    Thyroid Eye Disease (TED) adalah penyakit inflamasi orbital yang kompleks,

    yang dapat mengancam penglihatan, melemahkan, dan menurunkan kualitas

    hidup. TED juga dikenal sebagai oftalmopati Graves, penyakit ini dinamai menurut

    Robert J. Graves, seorang dokter Irlandia yang pertama kali menggambarkan

    tirotoksikosis pada seorang wanita yang mengalami gondok, detak jantung yang

    cepat, dan exophthalmos. Penyakit graves ditandai dengan adanya trias pada keadaan

    klinis; 1) hipertiroidisme, 2) oftalmopati infiltratif dan 3) dermopati infiltratif.

    Perkembangan akut dari penyakit ini adalah suatu keadaan darurat okular, khususnya

    kompresi saraf optik dan penyakit kornea sekunder akibat paparan. Sebagian besar

    pasien dengan TED memiliki bukti biokimia hipertiroidisme dengan penyebab paling

    umum adalah penyakit Graves. Waktu berkembang menjadi TED mungkin berbeda

    antara pasien. Perjalanan penyakit tiap individu dapat berbeda-beda, baik tiroid

    mendahului perkembangan TED, ada juga dimana gangguan tiroid dan TED timbul

    pada saat yang bersamaan, dan ada juga pasien dengan TED sebagai manifestasi

    pertama yang muncul sebelum terjadi gangguan tiroid. 18, 29, 30

    Insidensi penyakit graves terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun, dan wanita

    dapat terjadi lebih sering tujuh kali lipat di banding pria. Faktor genetik penting untuk

    etiologi penyakit graves. Penyakit graves adalah penyakit autoimun yang disebabkan

  • 16

    terdapatnya sejumlah antibodi di dalam serum, termasuk antibodi terhadap reseptor

    TSH, peroksisom tiroid dan tiroglobulin. Autoantibodi terhadap reseptor TSH

    merupakan yang terpenting dalam patogenesis penyakit graves. Pada pasien graves

    terdapat Thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), serum pada pasien graves

    memiliki suatu Long-Acting Thyroid Stimulator (LATS), yang berfungsi untuk

    merangsang fungsi tiroid lebih lambat di bandingkan TSH. Long-Acting Thyroid

    Stimulator merupakan antibodi IgG yang berikatan dengan reseptor TSH dan

    memiliki kerja seperti TSH yang merangsang adenil siklase yang menyebabkan

    peningkatan pelepasan hormon tiroid. Terdapat juga hormon Thyroid Growth-

    Stimulating Imunoglobulin yang berperan dalam proliferasi epitel folikel tiroid. 18

    Salah satu autoantibodi terhadap reseptor TSH adalah TSH binding inhibitor

    immunoglobulin (TBII) yang berperan mencegah TSH berikatan secara normal

    dengan reseptor yang berada di dalam sel epitel tiroid. Terdapat beberapa bentuk dari

    TBII ini meniru cara kerja dari TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel

    tiroid, sedangkan bentuk yang lain menghambat fungsi dari sel tiroid. Dengan

    ditemukannya keberadaan immunoglobulin perangsang dan penghambat pada serum

    pasien yang sama, maka dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien graves secara

    spontan mengalami episode hipotiroidisme. 18

    Thyroid Eye Disease adalah penyakit yang secara signifikan menurunkan

    kualitas hidup, dapat mengancam penglihatan. Oleh karena itu sangat penting bahwa

    pencegahan penyakit yang lebih baik dapat dicapai jika morbiditas yang signifikan

    terkait dengan kondisi ini harus diatasi. Sejak diketahui pertama kali, banyak peneliti

  • 17

    yang telah mempelajari sejumlah faktor risiko yang dapat membuat perkembangan

    atau memburuknya kondisi dari TED ini. Secara sederhana faktor – faktor risiko TED

    dibagi menjadi dua yaitu kelompok faktor eksternal yaitu merokok, paparan yodium

    radioaktif, distiroidisme dan kelompok faktor internal yaitu usia, genetik, jenis

    kelamin. Salah satu faktor resiko eksternal yang dicurigai berhubungan dengan

    perkembangan atau penurunan TED adalah merokok. 31

    Thyroid Eye Disease merupakan kelainan inflamasi autoimun dari orbit dan

    jaringan periorbital serta penyebab tersering proptosis unilateral atau bilateral pada

    dewasa. Gejala dan tanda klinis TED pada kasus ringan, terdiri dari iritasi okular,

    mata kering dan perih, pada kasus lebih berat dapat terjadi fotofobia, epifora,

    diplopia, dan merasakan tekanan di belakang mata. Tanda klinis merupakan suatu

    karakteristik dan mencakup kombinasi dari retraksi kelopak mata, proptosis, miopati

    ekstraokuler restriktif dan neuropati optik. Retraksi kelopak mata atas adalah tanda

    okuler yang paling umum dari TED. Retraksi kelopak mata disebabkan adanya

    proptosis, selain itu proptosis juga menyebabkan lagophthalmos sehingga kornea

    lebih rentan terhadap kekeringan dan dapat disertai dengan kemosis , abrasi epitel,

    dan keratitis eksposure. 2, 8,

    Diplopia terjadi akibat dari peradangan dan pembengkakan otot-otot

    ekstraokular dan umumnya bersifat restriktif daripada paralitik. Rektus inferior

    adalah otot yang paling sering terlibat. Retraksi kelopak mata atas disebabkan oleh

    peningkatan stimulasi simpatik otot Muller, reaksi berlebihan otot levator saat

    berkontraksi dengan rektus inferior yang ketat, atau jaringan parut antara levator dan

    https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Autoimmune&usg=ALkJrhi6qn8Z2hROyhqy2XY1ADmVmlAfCAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Chemosis&usg=ALkJrhgWQv1rLHIGOrmr-JXNXx6zjbVpfAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Punctate_epithelial_erosions&usg=ALkJrhgH5cSK0PtTCtln0NdpR4W1Qi54JAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Superior_limbic_keratoconjunctivitis&usg=ALkJrhiu2xR33KabHlvA9yzglFERf-nOOw

  • 18

    jaringan di sekitarnya. Penyebab utama TED pada orbita adalah peradangan, dimana

    terjadi produksi berlebih dari glycosaminglycans (GAG), dan adipogenesis, dan

    proses ini terjadi karena adanya pelepasan sebagian oleh lokal sitokin inflamasi. 2, 8, 30

    Peradangan otot ekstraokular dapat menyebabkan gerakan mata terbatas dan

    proptosis. Saraf optik dapat dikompresi yang dapat menyebabkan neuropati optik

    yang mengakibatkan hilangnya penglihatan permanen. Selain itu, autoimunitas

    terhadap otot mata antigen calsequestrin dan orbital jaringan ikat antigen kolagen

    memainkan peran dalam patogenesis TED. Fitur unik TED dibandingkan dengan

    penyakit autoimun lainnya adalah penyakit ini sembuh sendiri, alasan yang mungkin

    adalah tidak adanya jaringan limfoid dalam orbit. Penyakit ini dimulai dengan fase

    aktif (inflamasi) dengan gejala dan tanda yang memburuk dengan cepat, mencapai

    titik keparahan maksimum yang kemudian membaik tetapi tidak kembali seperti

    semula (fase tidak aktif).29, 31, 32

    Neuropati optik disebabkan oleh peradangan yang menghasilkan

    deposisi kolagen dan glikosaminoglikan pada otot, yang mengarah pada pembesaran

    dan fibrosis selanjutnya. Ada juga induksi lipogenesis oleh fibroblas dan preadiposit ,

    yang menyebabkan pembesaran lemak orbital dan kompartemen otot ekstra

    okular. Peningkatan volume dari isi intraorbital dapat menyebabkan terjadinya

    neuropati optik distiroid, peningkatan tekanan intraokuler meskipun sangat jarang

    terjadi, proptosis dan edema periorbita. Perluasan volume jaringan lunak

    intraorbital merupakan bentuk dekompresi otomatis. 33

    https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Collagen&usg=ALkJrhhOp3c_z0lupNn3x7TOGQAPztFxFghttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Glycosaminoglycans&usg=ALkJrhiO8vUNOPUtCerQfSlp5Sco-dmtXAhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Fibrosis&usg=ALkJrhiQBBmL3Dz9FlCm7uYIH4cEFDDq6Ahttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Lipogenesis&usg=ALkJrhjJbNQiSQifJ2T02yUXewWFm3VHAwhttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Fibroblasts&usg=ALkJrhhecBHOLrVRtDHRnUqxd7ZotRSTIghttps://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Preadipocytes&usg=ALkJrhjz6Duxx7Mzf2wrlJs4hKnhInbsnA

  • 19

    Patofisiologi penyakit mata tiroid (TED) cukup kompleks dan belum

    sepenuhnya dipahami. Mekanisme yang mendasari pemicu timbulnya reaksi

    autoimun kemungkinan adalah gangguan sel T helper yang menyebabkan

    terbentuknya autoantibodi anti-TSH. Sel T juga berperan dalam timbulnya

    oftalmopati infiltratif yang khas pada penyakit graves. Pada oftalmopati ini terjadi

    peningkatan volume dari jaringan ikat retro orbita dan otot eksraokuler yang terjadi

    akibat, 1) infiltrasi di ruang retro orbita oleh sel mononukleus terutama sel T, 2)

    edema dan pembengkakan inflamatorik otot ekstraokuler, 3) akumulasi matriks

    ekstrasel khususnya glikosaminoglikan, dan 4) peningkatan adiposit (infiltrasi

    lemak). Semua perubahan yang terjadi akan mendorong bola mata ke depan dan dapat

    mengganggu fungsi dari otot ekstraokuler. Pelepasan sitokin yang merangsang

    fibroblas orbital untuk berkembang dan menghasilkan glikosaminoglikan yang

    menyerap air. Akibatnya, otot-otot ekstraokular menebal dan jaringan adiposa dan

    ikat retro orbital meningkat dalam volume. 18, 34

    Orbital fibroblast (OFs) menjadi sel efektor utama yang bertanggung jawab

    untuk pembesaran jaringan lunak yang khas pada TED. Thyroid Eye Disease

    disebabkan oleh peradangan retro orbital yang timbul karena aktivasi fibroblast

    orbital. Aktivasi fibroblast terjadi akibat stimulasi auto-antibodi [anti-TSHR dan anti-

    insulin-like growth factor-1 (IGF-1)]. Fibroblast ini mengekspresikan reseptor TSH

    dan menghasilkan komponen matriks ekstraseluler dan molekul pro-inflamasi.

    Fibroblas orbital ini mengeluarkan sejumlah besar hyaluronan sebagai respons

  • 20

    terhadap berbagai sitokin, dan sub kelompok fibroblas orbital dapat berdiferensiasi

    menjadi adiposit matang yang telah meningkatkan ekspresi reseptor

    thyrotropin. Perubahan seluler ini menyebabkan otot mata membesar secara khas dan

    perluasan lemak orbital pasien dengan Graves oftalmopati. Interaksi yang rumit

    antara autoantigen dan autoantibodi yang ditemukan pada penyakit Graves dapat

    mengarah pada aktivasi OFs, yang kemudian mengarah pada peningkatan produksi

    hyaluronan, sintesis sitokin proinflamasi, dan peningkatan diferensiasi menjadi

    miofibroblas atau adiposit.29, 30, 35

    Ketika diaktifkan oleh antibodi anti thyrotropin reseptor, fibroblas orbital

    mulai berdiferensiasi menjadi adiposit dengan peningkatan ekspresi reseptor

    thyrotropin, sementara yang lain yang mengandung antigen Thy-1 dirangsang oleh

    sitokin, termasuk interferon dan Tumor Necrosis Factor (TNF), untuk meningkatkan

    produksi hyaluronan. Demikian pula, stimulasi reseptor faktor pertumbuhan seperti

    insulin (reseptor IGF-I) yang diekspresikan pada fibroblas orbital menghasilkan

    sekresi chemokines interleukin-16 dan RANTES, yang meningkatkan rekrutmen dari

    mengaktifkan sel T dan sel imun mononuklear lainnya ke dalam orbit. Ekspresi

    CD154 dalam sel T memungkinkan untuk interaksi langsung dengan fibroblast orbital

    melalui pembentukan jembatan CD40-CD154, menghasilkan produksi fibroblast

    interleukin-1. Sel T helper 1 tipe aktif pada pasien dengan oftalmopati Graves dini

    menghasilkan interferon-γ dan TNF, dan makrofag lokal mensekresikan interleukin-

    1. Sitokin ini menstimulasi fibroblas orbital untuk menghasilkan kadar prostaglandin

    E2 yang tinggi dan hyaluronan hidrofilik yang terakumulasi di antara serat otot

  • 21

    ekstraokular yang masih utuh dan di dalam jaringan adiposa orbital untuk

    memperbesar volume jaringan ini. 34

    Gambar 2.3 Interaksi antara Orbital Fibroblast dan Proses Autoimun

    Menuju Perubahan Jaringan Karakteristik Ophthalmopathy Graves 34

    Sel T yang diaktifkan pada pasien dengan oftalmopati Graves juga menghasilkan

    prostaglandin proadipogenik yang menstimulasi preadiposit untuk berdiferensiasi

    menjadi sel lemak dewasa, semakin memperluas volume jaringan. Adiposit dan

    fibroblast menghasilkan interleukin-6, yang menambah pematangan sel B dan

    meningkatkan produksi antibodi anti-thyrotropin-reseptor oleh sel-sel plasma dalam

    orbit. Fibroblas orbital juga menghasilkan transformasi faktor pertumbuhan β (TGF-

    β), yang merangsang produksi hyaluronan dan diferensiasi subkelompok Thy-1 +

    menjadi myofibroblast yang berpartisipasi dalam pengembangan fibrosis, terutama

    pada tahap akhir penyakit.34

  • 22

    Aktivasi dari sel T secara langsung akan melawan antigen pada sel-sel

    folikuler tiroid, kemudian sel T menginfiltrasi orbita dan kulit pretibial interaksi

    antara CD4 T sel yang teraktifasi dan fibroblast akan menghasilkan pengeluaran

    sitokin ke jaringan sekitarnya, khususnya interferon-interleukin 1 dan Tumor

    Nekrosis Faktor. Sitokin ini akan merangsang ekspresi dari protein-protein

    immunomodulator (HLA-DR) dalam fibroblast orbital seterusnya akan muncul

    respon autoinum pada jaringan ikat orbita. Sitokin khusus seperti interferon-

    interlukin-1, TNF dan insulin like growth factor 1 akan merangsang produksi

    glykosaminoglikan kemudian merangsang fibroblast atau keduanya, sehingga terjadi

    akumilasi glykosaminoglikan dan edema pada jaringan ikat orbita. Reseptor

    tyrotropin atau antibodi yang lain mempunyai hubungan biologi langsung terhadap

    fibroblast orbital atau miosit, kemungkinan antibodi ini mewakili proses autoimun.34

    Gambaran histologis oftalmopati Graves berfokus pada otot ekstraokular,

    karena adanya pembesaran yang jelas pada pasien dengan penyakit ini. Otot

    ekstraokular dipisahkan oleh akumulasi material granular amorf yang terutama terdiri

    dari fibril kolagen dan glikosaminoglikan, di antaranya dominan hyaluronan. Muatan

    polyanionik dan tekanan osmotik yang sangat tinggi dari bahan matriks ini

    membuatnya sangat hidrofilik dan mampu mengikat berkali-kali beratnya dalam

    air. Akibatnya, otot-otot tubuh menjadi edematous dan dapat membesar berkali-kali

    lipat dari ukuran normalnya. Pada penyakit tidak aktif, atrofi dan fibrosis ikatan otot

    terlihat jelas, dengan ekstensi fibrosa ke jaringan adiposa yang berdekatan. 30, 31, 37

  • 23

    Penelitian yang dilakukan oleh Mc Alinden, dkk serta Halliwell M, dkk.

    menyatakan bahwa reseptor thyrotropin adalah target autoimunitas di dalam orbita

    yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan Graves oftalmopati. Kloning reseptor

    thyrotropin memungkinkan penilaian langsung dari ekspresi reseptor ini dalam

    jaringan ekstrathyroidal, dan beberapa kelompok melaporkan rendahnya reseptor

    thyrotropin dalam fibroblast orbital dan pada jaringan orbital adiposa. terdapat

    penelitian yang menunjukkan peningkatan ekspresi reseptor thyrotropin dalam

    jaringan orbital pada pasien dengan Graves oftalmopati, dengan tingkat tertinggi pada

    mereka yang memiliki penyakit aktif secara klinis. Temuan-temuan ini, memiliki

    hubungan erat antara Graves oftalmopati dan level antibodi anti-thyrotropin yang

    meningkat secara konsisten dalam Graves oftalmopati. Hal ini mendukung konsep

    bahwa reseptor thyrotropin adalah autoantigen utama dalam Graves

    oftalmopati. Kelebihan reseptor tirotropin yang rendah juga dapat dideteksi di

    beberapa jaringan ekstrathyroidal, termasuk kulit, kelenjar adrenal, ginjal, dan

    timus.29, 37

    Pada pasien TED dapat terjadi pembesaran karakteristik otot ekstraokular dan

    proliferasi adiposit menghasilkan temuan klinis, seperti retraksi kelopak mata,

    exophthalmos, dan strabismus dari TED. Semua pasien memerlukan penatalaksanaan

    penyakit tiroid sistemik mereka. Sebagian besar kasus TED dapat dikelola secara

    konservatif. Perawatan simtomatik seringkali mencukupi bagi mereka yang menderita

    TED ringan. Individu dengan TED sedang hingga berat mungkin memerlukan

    eskalasi terapi termasuk steroid, radiasi atau imunomodulasi. Glukokortikoid

    https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/?term=McAlinden%20C%5BAuthor%5D&cauthor=true&cauthor_uid=26605355

  • 24

    intravena memiliki tingkat respons terbaik dan insiden efek samping terendah dan

    dengan demikian memainkan peran penting dalam manajemen TED sedang hingga

    berat serta TED yang mengancam penglihatan. Manajemen bedah diperlukan ketika

    manajemen medis gagal. Prognosis dari TED ini baik bila mendapatkan penanganan

    dan penatalaksaan yang tepat.38

    2.1.5 Efek merokok pada Thyroid Eye Disease

    Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 51,1 % rakyat Indonesia

    adalah perokok aktif dan merupakan yang tertinggi di ASEAN. Hal ini sangat jauh

    berbeda dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei Darusallam 0,06% dan

    Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari golongan lemah;

    37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, nelayan dan buruh mencakup

    44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30 hingga 34 tahun.

    Sebanyak 1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif, walaupun tentunya

    kemungkinan perokok pasif akan lebih banyak. 39

    Dampak kesehatan yang merugikan dari rokok menyebabkan 440.000

    kematian di AS setiap tahun. Merokok merusak hampir setiap organ dalam tubuh,

    menyebabkan banyak penyakit dan mengurangi kesehatan perokok pada umumnya.

    Kandungan senyawa dalam asap rokok yang bersifat karsinogenik. Di dalam satu

    batang rokok, terdapat 250 jenis zat tosik dan 70 jenis zat yang bersifat karsinogenik.

    Beberapa senyawa yang banyak terkandung dalam rokok antara lain; Karbon

    https://id.wikipedia.org/wiki/ASEANhttps://www.alodokter.com/waspadai-bahaya-zat-karsinogenik-di-sekitar-kita

  • 25

    monoksida, Nikotin, Tar, Benzena, Formaldehida, Arsenik, Kadmium, Amonia,

    Hidrogen sianida. 40, 41

    Karbon monoksida, senyawa yang satu ini merupakan gas yang tidak

    memiliki rasa dan bau. Jika terhirup terlalu banyak, sel-sel darah merah akan lebih

    banyak berikatan dengan karbon monoksida dibanding dengan oksigen. Akibatnya

    fungsi otot dan jantung akan menurun. Hal ini akan menyebabkan kelelahan, lemas,

    dan pusing. Nikotin, akan terserap masuk ke aliran darah, kemudian merangsang

    tubuh untuk memproduksi lebih banyak hormon adrenalin, sehingga menyebabkan

    peningkatan tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan. Efek yang mungkin

    muncul akibat paparan nikotin adalah muntah, kejang, dan penekanan pada sistem

    saraf pusat.Tar, timbunan tar ini berisiko tinggi menyebabkan penyakit pada paru-

    paru. Benzena, paparan benzena jangka panjang (setahun atau lebih), dapat

    menurunkan jumlah sel darah merah dan merusak sumsum tulang, sehingga

    meningkatkan risiko terjadinya anemia dan perdarahan. Formaldehida, merupakan

    residu dari pembakaran rokok. mengakibatkan iritasi pada mata, hidung, dan

    tenggorokan. Arsenik, merupakan golongan pertama karsinogen. dapat meningkatkan

    risiko terjadinya kanker kulit, kanker paru-paru, kanker saluran kemih, kanker ginjal,

    dan kanker hati. Kadmium, kadar yang tinggi dalam tubuh dapat menimbulkan

    gangguan sensorik, muntah, diare, kejang, kram otot, gagal ginjal, dan meningkatkan

    risiko kanker. Amonia, merupakan gas beracun, tidak berwarna, namun berbau tajam.

    mengakibatkan napas pendek, sesak napas, iritasi mata, dan sakit tenggorokan.

    https://www.alodokter.com/kanker-hatihttps://www.alodokter.com/gagal-ginjal-kronis

  • 26

    Sedangkan dampak jangka panjangnya yaitu pneumonia dan kanker tenggorokan.

    Hidrogen sianida, efek dari senyawa ini dapat melemahkan paru-paru, menyebabkan

    kelelahan, sakit kepala, dan mual. 40, 41

    Faktor eksternal yang dianggap mempengaruhi fungsi tiroid dan penyakit

    tiroid autoimun, serta merupakan faktor terkuat untuk berkembang menjadi TED

    adalah merokok. Penelitian yang dilakukan oleh Su jin kim dkk, menunjukkan

    bahwa perokok memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada yang bukan

    perokok. Untuk pasien perokok yang memiliki penyakit Graves kira-kira lima kali

    lebih besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi TED daripada pasien yang

    bukan perokok dengan penyakit Graves. Terdapat hubungan dosis merokok dengan

    respon dan perjalanan klinis TED, hal ini berkaitan dengan jumlah rokok yang

    dihisap per hari, lamanya merokok dan persentase perokok berat yang lebih tinggi

    pada pasien dengan opthalmopati yang lebih parah. Gerasimos E Krassas dkk.

    menyatakan bahwa jumlah rokok yang di konsumsi akan berpengaruh terhadap

    gejala yang muncul. Pasien perokok dengan disertai adanya keluhan diplopia

    memiliki risiko relatif 1,8 untuk yang mengkonsumsi 1-10 rokok per hari, memiliki

    risiko relatif 3,8 untuk yang mengkonsumsi 11-20 batang per hari, dan memiliki

    risiko relatif 7,0 untuk yang mengkonsumsi > 20 batang per hari, dengan angka yang

    sama untuk pasien perokok dengan proptosis. 3, 42, 43

    Salah satu komponen tembakau yang dapat mempengaruhi fungsi kelenjar

    tiroid adalah sianida yang saat berada di dalam tubuh akan diubah menjadi

    Thiocyanate. Thiocyanate diketahui dapat mengganggu fungsi tiroid dalam tiga cara

    https://eje.bioscientifica.com/search?f_0=author&q_0=Gerasimos+E+Krassashttps://eje.bioscientifica.com/search?f_0=author&q_0=Gerasimos+E+Krassashttps://www.verywellhealth.com/the-thyroid-gland-and-thyroid-hormones-4149834https://www.verywellhealth.com/the-thyroid-gland-and-thyroid-hormones-4149834

  • 27

    yaitu: menghambat penyerapan yodium ke dalam kelenjar tiroid, mengurangi

    produksi hormon tiroid T4 dan T3, menghambat produksi hormon dengan

    mengganggu proses sintesis di kelenjar tiroid. Meningkatnya ekskresi yodium dari

    ginjal, meningkatkan risiko peradangan kelenjar tiroid dan gejala konstitusional

    seperti demam, mual, dan sakit perut. Penyakit Graves, suatu bentuk hipertiroidisme

    autoimun yang ditandai dengan pembesaran tiroid, terjadi dua kali lebih sering pada

    perokok dibandingkan pada yang bukan perokok. Selain itu pasien dengan penyakit

    ini, merokok dikaitkan dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat,

    memburuknya gejala, dan respons yang lebih buruk terhadap pengobatan tiroid.44, 45

    Tiosianat akan mempengaruhi tiroid dengan cara menghambat penyerapan

    dan pengorganisasian yodium di dalam kelenjar. Stimulasi sistem saraf simpatik oleh

    asap rokok juga diperkirakan dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Graves

    Oftalmopati dapat berhubungan dengan merokok, semakin parah penyakit mata

    semakin kuat hubungannya. Penyakit Graves tanpa ophthalmopathy juga

    berhubungan dengan merokok, meskipun hubungan ini lebih lemah. Penelitian yang

    dilakukan oleh TJ cawood dkk. menunjukan bahwa paparan dari asap rokok dapat

    meningkatkan produksi dan adipogenesis dari CAG. Belum ada studi yang secara

    terpisah menjelaskan efek penghentian merokok, tetapi ada efek jangka panjang yang

    disebabkan oleh merokok. 3, 46, 47

    Laporan penelitian yang dilakukan oleh Utiger, R. D di dapatkan tentang

    kemungkinan efek dari merokok pada sintesis hormon tiroid, ukuran kelenjar tiroid,

    dan oftalmopati endokrin. Tiosianat dihasilkan dari rokok sebagai produk

  • 28

    detoksifikasi sianida. Konsentrasi tiosianat diperoleh dari merokok secara kompetitif

    menghambat transportasi iodida ke kelenjar tiroid di dalam studi in vitro pada folikel

    tiroid. Tiosianat yang tidak tergantung pada konsentrasi TSH menghambat

    pengorganisasian iodida dan peningkatan refflux iodida dari sel. Kekurangan yodium

    dapat meningkatkan aksi antitiroid tiosianat dan kelebihan yodium dapat mengurangi

    efek ini. 46, 48

    2.2 Kerangka pemikiran

    Thyroid Eye Disease adalah penyebab paling umum penyakit orbital pada

    orang dewasa dan merupakan penyebab signifikan morbiditas pada pasien

    dengan penyakit Graves. Dimana penyakit ini adalah suatu proses autoimun, yang

    berpotensi mengancam penglihatan, merusak penampilan dan menurunkan kualitas

    hidup. Penyakit graves adalah kondisi inflamasi autoimun yang merupakan kelainan

    multisistem yang meliputi satu atau lebih keadaan seperti struma difusa,

    tirotoksikosis, oftalmopati, limfadenopati, dermatopati dan thyroid-stimulating

    immunoglobulins dalam darah. Penderita perempuan lebih banyak dibandingkan

    dengan laki-laki, dan umur penderita umumnya muncul pada pasien antara 40-60

    tahun.1-3

    Patofisiologi penyakit mata tiroid (TED) cukup kompleks dan belum

    sepenuhnya dipahami. Mekanisme yang mendasari pemicu timbulnya reaksi

    autoimun kemungkinan adalah gangguan sel T helper yang menyebabkan

    terbentuknya autoantibodi anti-TSH. Sel T juga berperan dalam timbulnya

    https://www.sciencedirect.com/topics/nursing-and-health-professions/morbidityhttps://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/graves-disease

  • 29

    oftalmopati infiltratif yang khas pada penyakit graves. Pada oftalmopati ini terjadi

    peningkatan volume dari jaringan ikat retro orbita dan otot eksraokuler yang terjadi

    akibat, 1) infiltrasi di ruang retro orbita oleh sel mononukleus terutama sel T, 2)

    edema dan pembengkakan inflamatorik otot ekstraokuler, 3) akumulasi matriks

    ekstrasel khususnya glikosaminoglikan, dan 4) peningkatan adiposit (infiltrasi

    lemak). Semua perubahan yang terjadi akan mendorong bola mata ke depan dan dapat

    mengganggu fungsi dari otot ekstraokuler. 18, 34

    Faktor eksternal yang dianggap mempengaruhi fungsi tiroid dan penyakit

    tiroid autoimun, serta merupakan faktor terkuat untuk berkembang menjadi TED

    adalah merokok. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa rokok adalah faktor

    risiko yang dapat mempengaruhi durasi, tingkat keparahan dan meningkatkan angka

    kejadian dari TED. Mekanisme dimana merokok memperparah TED membutuhkan

    penelitian lebih lanjut. Senyawa tembakau dalam rokok diduga bertindak dalam

    beberapa cara yang mungkin. Perubahan jaringan lunak orbital adalah salah satu

    mekanisme utama di mana merokok diketahui dapat mempengaruhi perkembangan

    dari TED. Pada pasien yang mengkonsumsi rokok terdapat keterlibatan orbita tiga

    kali lebih besar dan mungkin memiliki oftalmopati yang lebih parah dan

    berkepanjangan. Pembentukan radikal superoksida dan hipoksia jaringan mungkin

    terlibat dalam proses perkembangan ke arah TED. Radikal superoksida dapat

    menginduksi fibroblast orbital pada pasien dengan TED, untuk perkembangannya

    tergantung dari dosis, dan asap rokok sendiri mengandung atau dapat menghasilkan

  • 30

    berbagai oksidan dan radikal bebas. Hipoksia jaringan juga dapat merangsang

    fibroblas orbital, dan mensintesis GAG. 3, 42, 43

    Salah satu komponen tembakau yang dapat mempengaruhi adalah sianida

    Asap tembakau yang mengandung zat sianida saat berada di dalam tubuh akan diubah

    menjadi Thiocyanate. Thiocyanate diketahui dapat mengganggu fungsi tiroid dalam

    tiga cara yaitu: menghambat penyerapan yodium ke dalam kelenjar tiroid,

    mengurangi produksi hormon tiroid T4 dan T3, menghambat produksi hormon

    dengan mengganggu proses sintesis di kelenjar tiroid. 44, 45

    Ada berbagai cara merokok dianggap mempengaruhi fungsi tiroid. Tiosianat

    dihasilkan dari asap rokok sebagai produk detoksifikasi sianida. (1). Konsentrasi

    tiosianat diperoleh dari merokok secara kompetitif menghambat transportasi iodida ke

    kelenjar tiroid di dalam studi in vitro pada folikel tiroid. Tiosianat yang tidak

    tergantung pada konsentrasi TSH menghambat pengorganisasian iodida dan

    peningkatan refflux iodida dari sel (2). Kekurangan yodium dapat meningkatkan aksi

    antitiroid tiosianat dan kelebihan yodium dapat mengurangi efek ini. 46, 48

    Oleh karena itu berdasarkan teori diatas dapat diketahui apakah rokok

    merupakan faktor resiko terjadinya graves opthalmopaty. Tiosianat dalam asap

    tembakau mempengaruhi tiroid dengan menghambat penyerapan dan

    pengorganisasian yodium di dalam kelenjar. Juga stimulasi sistem saraf simpatik oleh

    asap rokok dan benzpyrene adalah unsur lain tembakau yang diperkirakan dapat

    mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid.

  • 31

    2.2.1 Alur Kerangka Pemikiran

    Hipertiroidisme

    Thiocyanate

    Melepaskan sitokin

    G

    lyc

    osa

    min

    ogl

    yca

    ns

    Gly

    cos

    ami

    nog

    lyc

    ans

    Aktifasi Fibroblas Orbital

    Meningkatnya Volume : Otot-Otot Ekstraokular Jaringan Adipose Ikat Retroorbital

    Thyroid Eye Disease

    Merokok

    Mengganggu fungsi Tiroid :

    Menghambat penyerapan

    yodium

    Menurunkan produksi T 4 dan

    T 3

    Mengganggu proses sintesis di

    kelenjar tiroid

    Glycosaminoglycans

    Adipogenesis

    Peradangan

    Hipoksia Jaringan

    Tembakau

    Hidrogen Sianida

  • 32

    2.3 Premis dan Hipotesis

    2.3.1 Premis

    Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat

    ditarik premis sebagai berikut :

    Premis 1 :

    Hipertiroid adalah peningkatan kadar tiroksin bebas (FT4), triiodothyronine bebas

    (FT3), atau keduanya mengarah pada kondisi hipermetabolik tirotoksikosis. 25, 26

    Premis 2 :

    Hipertiroid dapat mengganggu metabolisme tubuh yang dapat mengakibatkan

    inflamasi, inflamasi autoimun dari orbit dan jaringan periorbital di sebut Thyroid Eye

    Disease (TED). 2, 8

    Premis 3 :

    Asap tembakau mengandung zat sianida saat berada di dalam tubuh akan diubah

    menjadi Thiocyanate.48, 49

    Premis 4 :

    Thiocyanate mengganggu fungsi tiroid yang dapat menyebabkan terjadinya Thyroid

    Eye Disease. 48, 49

    Premis 5 :

    Merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi berhubungan dengan keparahan Thyroid

    Eye Disease. 3, 12

    2.3.2 Hipotesis

    Merokok merupakan faktor risiko untuk terjadinya TED.

    https://translate.googleusercontent.com/translate_c?client=srp&depth=1&hl=id&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&tl=id&u=https://en.m.wikipedia.org/wiki/Autoimmune&usg=ALkJrhi6qn8Z2hROyhqy2XY1ADmVmlAfCA

  • 33

    1. BAB III

    SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

    3.1 Objek dan Sampel Penelitian

    3.1.1 Subjek Penelitian

    Subjek penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis dengan TED yang

    datang ke RS Mata Nasional Cicendo dan pasien yang terdiagnosis hipertiroidism

    di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan Sadikin bandung. Penelitian ini bertujuan

    untuk melihat hubungan antara rokok sebagai faktor risiko pada pasien graves di

    RS Mata Nasional Cicendo, dengan mengambil data sekunder yang didapatkan

    dari rekam medis pasien di RS Mata Nasional Cicendo dan pasien yang

    terdiagnosis hipertiroidism di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan Sadikin

    Bandung.

    Populasi target pada penelitian ini adalah penderita TED dan

    hipertiroidism. Populasi terjangkau adalah penderita TED dan hipertiroidism yang

    memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

    3.1.2 Sampel

    3.1.3 Pemilihan Sampel

    Subjek diambil dari data sekunder yang didapatkan dari rekam medis

    pasien dengan TED di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo dan

    pasien yang terdiagnosis hipertiroidism di bagian Endokrin Rumah Sakit Hasan

    Sadikin bandung yang memenuhi kriteris inklusi sehingga terpenuhi besar sampel

    minimal.

  • 34

    3.1.4 Kriteria Inklusi

    Kriteria inklusi pada kelompok kasus adalah pasien yang telah

    terdiagnosis menderita TED dan pasien yang telah terdiagnosis hipertiroidism.

    Pasien bersedia menjadi subjek penelitian dan mengisi informed consent, terdapat

    data hasil laboratorium sebagai penunjang diagnosis hipertiroidism tanpa TED

    dan hipertiroidism dengan TED, pasien yang dapat di hubungi lewat telepon.

    3.1.5 Kriteria Eksklusi

    Kriteria eksklusi adalah pasien hipertiroidsm yang tidak terdapat data hasil

    laboratorium, data rekam medis yang dimasukan dalam variable penelitian tidak

    lengkap, nomer kontak tidak tersedia, dan tidak ada respon setelah dihubungi tiga

    kali,pasien tidak bersedia mengikuti penelitian.

    3.1.6 Penentuan Besar Sampel

    Penelitiannya merupakan analitik kategorik tidak berpasangan. Dengan

    menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk penelitian analitik kategorik

    tidak berpasangan maka digunakan rumus besar sampel menggunakan rumus

    sampel untuk uji hipotesis antara dua populasi dari program sample size 2.0 dari

    Hosmer danLemeshow. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

    Dimana :

    Zα = Deviat baku alfa

    Zβ = Deviat baku beta

    Q2 = 1 – P2

    2

    1 1 2 2

    1 2

    1 2

    2Z PQ Z PQ P Qn n

    P P

  • 35

    P2 = Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya.

    P1-P2 = Selisih Proporsi yang dianggap bermakna

    P1 = Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti.

    Q1 = 1-P1

    P = Proporsi total .

    Q = 1-P.

    2

    2

    1 1 2 2

    1 2

    2 (1 ) (1 ) (1 )

    ( )n

    Z P P Z P P P P

    P P

    Dengan menggunakan Zα dan Zβ yang diperoleh dari tabel distribusi

    normal standar, didapat harganya sesuai untuk Zα = 1,96 dan untuk Zβ = 1.64,

    maka akan diperoleh besar sampel minimal dari tiap kelompok.

    Dimana :

    P1= proporsi (persentase) populasi (asumsi di populasi 50%)

    P2= proporsi populasi (asumsi di populasi 10%)

    Maka P = (50% +10%)/2 = 30%

    N = 30

    Dengan demikian jumlah sampel minimal untuk masing-masing kelompok adalah

    30 sampel. Karena merupakan penelitian cross-sectional maka minimal sampel

    untuk 2 kelompok adalah total sebesar 60 sampel.

  • 36

    3.2 Metode Penelitian

    3.2.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan

    cross-sectional. Seluruh pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi akan

    dimasukkan sebagai subjek penelitian. Jenis penelitian ini berusaha mempelajari

    dinamika hubungan antara faktor-faktor risiko terhadap TED. Data karakteristik

    subjek penelitian diperoleh dari rekam medis pasien. Pengambilan sampel

    penelitian dilakukan secara consecutive sampling.

    3.2.1.1 Variabel Bebas Dan Tergantung

    - Variabel tergatung penelitian ini adalah pasien dengan TED.

    - Variabel bebas penelitian ini adalah status merokok pada pasien TED.

    3.2.3 Definisi Operasional

    Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala

    Jenis kelamin

    Usia

    Status rokok :

    Bukan perokok

    Perokok aktif

    Perokok pasif

    Laki-laki dan perempuan sesuai

    yang tertulis dalam rekam medis

    Usia dalam bentuk tahun sesuai

    yang tertulis di rekam medis

    Orang yang tidak mengkonsumsi

    rokok sama sekali

    Orang yang mengkonsumsi rokok

    secara rutin dengan sekecil

    apapun walau hanya satu batang

    rokok sehari.

    Orang yang tidak merokok tetapi

    seseorang yang menghirup asap

    Rekam

    medis

    Rekam

    medis

    Formulir

    kuesioner

    Formulir

    kuesioner

    Formulir

    kuesioner

    Nominal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Nominal

  • 37

    Perokok ringan

    Perokok sedang

    Perokok berat

    Tingkat pendidikan :

    Tingkat pendidikan

    tinggi

    Tingkatan pendidikan

    sedang

    Tingkat pendidikan

    rendah

    Pasien TED

    Pasien tanpa TED

    Wawancara

    Terstruktur

    Rokok filter

    rokok dari perokok aktif.

    Orang yang mengkonsumsi rokok

    secara rutin dengan jumlah 1

    sampai 10 batang rokok sehari.

    Orang yang mengkonsumsi rokok

    secara rutin dengan jumlah 11

    sampai 20 batang rokok sehari.

    Orang yang mengkonsumsi rokok

    secara rutin dengan jumlah lebih

    dari 20 batang rokok sehari

    Orang yang dapat menyelesaikan

    pendidikannya minimal di tingkat

    diploma atau tingkat sarjana.

    Orang yang dapat menyelesaikan

    pendidikannya minimal di tingkat

    SMA/SMK.

    Orang yang dapat menyelesaikan

    pendidikannya minimal di

    tingkatSD/sederajat dan

    SMP/sederajat.

    Pasien hipertiroid dengan gejala

    TED seperti diplopia, lid

    retraction, berair, mata merah,

    exopthalmos dan adanya

    keterlibatan kornea.

    Pasien hipertiroid tanpa adanya

    gejala TED

    Dalam wawancara, menggunakan

    instrumen penelitian berupa

    pertanyaan tertulis dengan

    alternatif jawabannya

    Rokok filter juga dikenal

    Formulir

    kuesioner

    Formulir

    kuesioner

    Formulir

    kuesioner

    Rekam

    medis

    Rekam

    medis

    Rekam

    medis

    NOSPECS

    Rekam

    medis

    Kuesioner

    Kuesioner

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

  • 38

    Rokok kretek

    FT 4 normal

    FT 4 Naik

    FT 4 Turun

    TSH Normal

    TSH Naik

    TSH Turun

    dengan rokok putih adalah

    jenis rokok tanpa campuran

    cengkih

    Rokok kretek adalah rokok yang

    menggunakan tembakau asli yang

    dikeringkan, dipadukan dengan

    cengkih

    Hasil laboratorium darah yang

    menilai kadar hormon tiroid

    dengan hasil 0.89 – 1.76 ng/dl

    Hasil pemeriksaan laboratorium

    darah yang terdapat peningkatan

    kadar hormon tiroid dengan hasil

    > 1.76 ng/dl

    Hasil pemeriksaan laboratorium

    darah yang terdapat penurunan

    kadar hormon tiroid dengan hasil

    < 0.89 ng/dl

    Hasil pemeriksaan laboratorium

    darah yang menilai kadar hormon

    tiroid dengan hasil 0.55 – 4.78

    mikro IU

    Hasil pemeriksaan laboratorium

    darah yang terdapat peningkatan

    kadar hormon tiroid dengan hasil

    > 4.78 mikro IU

    Hasil pemeriksaan laboratorium

    darah yang terdapat peningkatan

    kadar hormon tiroid dengan hasil

    < 0.55 mikro IU

    Kuesioner

    Rekam

    medis

    Rekam

    medis

    Rekam

    medis

    Rekam

    medis

    Rekam

    medis

    Rekam

    medis

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

    https://id.wikipedia.org/wiki/Rokokhttps://id.wikipedia.org/wiki/Cengkihhttps://id.wikipedia.org/wiki/Rokokhttps://id.wikipedia.org/wiki/Tembakauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Cengkih

  • 39

    3.2.4 Cara Kerja dan Teknik Pengambilan Data

    1. Rancangan penelitian di ajukan ke komite etik penelitian kesehatan ( ethical

    clearence) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan RSHS.

    2. Pencarian data rekam medis pasien berdasarkan kode 10 revision of the

    international statistical classification of disease and related health problems

    (ICD 10) yang didiagnosis TED dari bulan januari 2019 hingga bulan

    desember 2019 hingga sample terpenuhi.

    3. Data-data subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di catat nomor

    telepon yang tercantum pada data rekam medis tersebut

    4. Peneliti menjelaskan secara lisan melalui media telepon mengenai maksud,

    tujuan penelitian dan isi lembar persetujuan (inform consent).

    5. Dilakukan wawancara melalui telepon untuk melengkapi kekurangan data

    yang ada di rekam medis. Wawancara dilakukan oleh dokter umum yang

    telah dilatih sebelumnya untuk melakukan wawancara. Wawancara dilakukan

    secara terstruktur dengan kuesioner.

    6. Pasien yang masuk kedalam kriteria inklusi dicatat identitas meliputi nama,

    usia, jenis kelamin, pendidikan, kadar T3, T4, dan TSH, gambaran klinis.

    3.2.5 Rancangan Analisis

    Data yang sudah terkumpul diolah secara komputerisasi untuk mengubah

    data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data di mulai

    dari :

    1) Editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan

  • 40

    2) Coding, yaitu mengubah data berbentuk kalmiat atau huruf menjadi data

    angka atau bilangan.

    3) Data entry yaitu memasukkan data, yakni hasil pemeriksaan dan pengukuran

    subjek penelitian yang telah di-coding, dimasukan kedalam program

    komputer.

    4) Cleaning, yaitu apabila semua data dari res