Faktor Pendukung Keefektifan Kalimat
-
Upload
iis-isnawati -
Category
Documents
-
view
280 -
download
18
description
Transcript of Faktor Pendukung Keefektifan Kalimat
A. Faktor Pendukung Keefektifan kalimat
Agar kalimat yang disusun dapat diterima dengan baik oleh lawan bicara,
secara garis besar, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar;
2) Penggunaan bahasa Indonesia yang baku ; dan
3) Penggunaan ejaan yang disempurnakan.
Hal yang ketiga sudah dibicarakan pada bab sebelumnya secara
rinci. Oleh karena itu, bagian ini tidak akan disinggung lagi.
1. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar telah lama
didengungkan oleh Pusat Pembinaan dari Pengembangan Bahasa. Lahirnya
konsep bahasa Indonesia yang baik dan benar pada dasarnya tidak terlepas
dari konteks pemakaian bahasa yang beragam, seperti bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa
Indonesia yang digunakan sesuai dengan pemakaiannya dan sesuai dengan
kaidah yang berlaku. Artinya, situasi pemakaian berkaitan dengan masalah
baku dan tidak baku. Jika situaisnya resmi, seperti dalam memberi
kuliah/pengajaran, berkhotbah, rapat, surat-menyurat resmi, laporan resmi
dan lain sebagainya. Bahasa yang benar atau yang baku (menggunakan
kaidah) yang digunakan. Sebaliknya, jika situasinya tidak resmi, misalnya di
rumah, di pasar, atau di tempat-tempat rekreasi, asal bahasa yang digunakan
dapat dipahami oleh orang lain, dan itu termasuk bahasa orang yang sudah
tergolong baik. Artinya, kesalahan ucapan, kesalahan pilihan kata atau
kesalahan struktur kalimat yang salah, asal komunikasi masih bisa berjalan,
maka bahasa seseorang sudah tergolong baik.
Berdasarkan hal tersebut, kita memperoleh suatu kejelasan bahwa
yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik belum tentu merupakan
bahasa Indonesia yang benar, sebaliknya bahasa Indonesia yang benar
belum tentu juga merupakan bahasa Indonesia yang baik karena itu semua
bergantung pada situasi pemakaian dan kaidah-kaidah yang berlaku.
Sebagai contoh, kita tahu bahwa situasi rapat dinas, seminar atau
penulisan karya ilmiah adalah situasi pemakaian bahasa yang resmi. Dalam
situasi yang resmi semacam itu, kita dituntut untuk menggunakan bahasa
yang mencerminkan sifat keresmian, yaitu bahasa yang baku. Jika dalam
situasi semacam itu, kita tidak menggunakan bahasa yang baku, misalnya
menggunakan kata-kata dong, gimana, dibilang, dibikin, ngapain, dan
sejenisnya, bahasa yang kita gunakan itu dapat dikatakan tidak baik karena
tidak sesuai pemakaiannya. Meskipun demikian, daam struktur seperti :
“Tadi telah dibilang oleh pemakalah bahwa masalah ini sangat kompleks”.
Secara tata bahasa, penempatan kata dibilang benar tetapi secara morfologis
bentukan kata dibilang pun benar. Atas dasar kenyatan itu, dapat dikatakan
bahwa pemakaian bahasa tersebut benar, tetapi tidak baik sebab dibilang
merupakan kata tidak baku, sementara suasana tersebut merupakan suasana
resmi.
Contoh lain lagi, ada pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi
tidak benar. Misalnya dalam situasi resmi, kita menggunakan bahasa, seperti
“Laporan tertulis, saya telah setor bulan lalu langsung kepada pimpinan”.
Seluruh kata dalam ungkapan tersebut cocok atau sesuai jika digunakan
dalam situasi resmi. Akan tetapi, susunannya tidak benar karena
penempatan bentuk pasif personanya, yaitu saya dan setor, diselingi dengan
kata lain, yakni telah sehingga menjadi saya telah setor. Dalam bentuk
pasif, persona semacam itu, kata ganti seperti saya, kami, kita, dia, dan
mereka harus langsung didekatkan pada kata kerjanya sehingga menjadi
seperti berikut.
Akan saya tanyakan, bukan saya akan tanyakan saya akan
menanyakan
Belum dia kembalikan, bukan dia belum kembalikan dia belum
mengembalikan
Telah mereka setujui, bukan mereka telah setujui mereka telah
menyetujui …
Bentuk kata yang benar pada contoh-contoh tersebut adalah bentuk
pasif persona, yakni urutan pertama akan saya tanyakan, belum dia
kembalikan… dan bentuk kalimat aktif seperti : saya akan menanyakan, dia
belum mengembalikan dan mereka telah menyetujui.
Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat dikatakan, bahwa
penggunaan bahasa, seperti pada kalimat : “Masalah yang saya akan
tanyakan adalah sebagi berikut” merupakan kalimat (bahasa) yang baik,
tetapi tidak benar. Agar menjadi benar, susunan kaliamt itu seharusnya
“Masalah yang ingin saya tanyakan adalah sebagai berikut”.
Dengan penjelasan serta contoh-contoh tersebut dapat ditegaskan,
bahwa dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar kita harus
memerhatikan situasi pemakaian dan kaidah yang digunakan. Dalam situasi
remi, kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang dapat mencerminkan
sifat keresmian, yaitu menggunakan bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi
tidak resmi, kita tidak seharusnya menggunakan bahasa baku. Bahasa yang
kita gunakan dalam situasi tidak resmi itu adalah bahasa yang cocok atau
yang sesuai itu.
2. Bahasa Baku
Berbicara tentang bahasa baku berarti kita berada pada situasi formal,
baik lisan maupun tulisan. Situasi formal yang paling mendukung
pemakaian dan pembinaan bahasa baku adalah dalam pendidikan. Kaidah
bahasa baku tersebut paling lengkap jika dibandingkan dengan ragam
bahasa yang lain. Sejarah umum perkembangan bahasa menunjukan, bahwa
ragam itu memperoleh gengsi dan wibawa yang tinggi karena ragam itu
yang dipakai juga oleh kaum yang berpendidikan dan kemudian menjadi
pemuka dalam berbagai bidang kehidupan yang penting. Umumnya,
pemuka masyarakat yang berpendidikan terlatih dalam ragam sekolah.
Ragam itulah yang dijadikan bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar.
Fungsinya sebagai tolok ukur dalam menghasilkan nama bahasa baku atau
bahasa standar baginya. Oleh karena itu, di Indonesia, semua proses
pembakuan hendaknya bermula pada ragam bahasa pendidikan dengan
berbagai coraknya.
Ragam baku adaah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh
sebagian besar masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai
kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaanya. Ragam baku
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a) Kemantapan Dinamis
Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis berupa kaidah
dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat.
Kaidah pembentukan kata yang memunculkan bentuk perasa, petani,
pesuruh, dan sebagainya dengan taat asas harus dapat menghasilkan
bentuk perajin, perusak, petenis, pesepak bola, bukan pengrajin,
pengrusak, penyepak bola, dan lain-lain. Kehomoniman yang timbul
akibat penerapan kaidah bukan alas an yang cukup kuat untuk
menghalalkan penyimpangan itu. Bahasa manapun tidak luput dari
kehomoniman. Kalau kita berpegang teguh pada sifat mantap, kata
pengrajin dan pengrusak tidak dapat diterima. Demikian pula, bentuk-
bentuk lepas pantai, lepas tangan, lepas landas ,merupakan contoh
kemantapan bahasa baku.
Di pihak lain, kemantapan itu tidak kaku, tetapi cukup luwes sehingga
memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di bidanh kosa
kata dan peristilahan serta mengizinkan perkembangan berjenis ragam
yang diperlukan dalam kehidupan modern. Misalnya, di bidang
peristilahan muncul keperluan untuk membedakan pelanggan’ orang
yang berlanggan(an)’ dan langganan ‘ orang yang tetap menjual barang
kepada orang lain; hal menerima terbitan atau jasa atas pesanan secar
teratur’. Tokonya disebut langganan dan orang yang berlangganan itu
disebut pelanggan. Ragam baku yang baru, antara lain, dalam penulisan
laporan, karangan ilmiah, undangan, dan percakapan telepon perlu
dikembangkan lebih lanjut.
b) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-
tempat resmi. Perwujudannya dalam kalimat, paragraph, dan satuan
bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran
yang teratur, logis, dan masuk akal. Proses pencendekiaan bahasa itu
sangat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern, yang kini
umumnya masih bersumber pada bahasa asing, harus dapat
dilangsungkan melalui buku bahasa Indonesia. Penggunaan ragam
bahasa yang cendekia oleh pembicara atau penulis dapat membrikan
gambaran yang ada dalam otak pendengar atau pembaca. Dalam hal ini,
tidak ada penafsiran tertentu terhadap sebuah bentuk bahasa.
c) Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Artinya, proses pembakuan adalah proses
penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bhasa adalah
pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan pada pesawat terbang
dianjurkan untuk memakai istilah pramugara dan pramugari.
Andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan pesawat terbang
disebut steward atau stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu
menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward dan stewardes sampai
saat ini tidak disepakati untuk dipakai.
Sebagaimana telah diungkapkan, bahwa bahasa baku/resmi/standar
digunakan pada situasi resmi. Bahasa Indonesia baku mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut :
1) Memakai ucapan baku
Ucapan baku/benar berkaitan dengan penggunaan bahasa lisan.
Sampai sekarang pembakuan pelafalan atau ucapan agak sulit
dilakukan. Sebagai acuan, pelafalan yang baik adalah pelafalan yang
tidak terpengaruh oleh ucapan-ucapan bahasa daerah. Pada
masyarakat Jawa misalnya, muncul bunyi-bunyi sengau seartikulasi
pada bunyi-bunyi: b, d, j dan g. apabila bunyi-bunyi tersebut terdapat
pada awal nama-nama kota atau tempat, misalnya: mBandung,
mBali, nDemak, nJombang, nJepara, ngGarut…. Demikian pula,
ucapan pada kata-kata bersuku tertutup/suku mati dengan fonem
akhir /b/, /d/, dan /g/, ketiga fenom ini dilafalkan /p/, /t/, dan /k/.
misalnya pada kata: bab, murid, gedebeg, ojeg, bap, murit, gedebek,
ojek.
2) Memakai ejaan resmi
Bahasa baku memakai ejaan resmi, dalam hal ini Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan. Penggunaan EYD menyangkut
bahasa Indonesia ragam tulis.
3) Terbatasnya unsur-unsur bahasa daerah, baik leksikal maupun
gramatikal
Unsur-unsur leksikan adalah unsure bahasa yang berupa kata,
terutama kata-kata daerah atau kata-kata dalam bahasa gaul yang
dapat merusak eksistensi bahasa Indonesia. Kata-kata berikut ini
hendaknya dihindari pemakaiannya dalam situasi resmi, misalnya:
kata daerah seharusnya kata daerah/asing seharusnya
ketemu bertemu; ketawa tertawa
gimana bagaimana; tadian/nantian tadi/nanti
situ anda/kamu study/stadi/stade studi
bilang mengatakan success sukses
nggak tidak unit/yunit unit
bikin membuat tv/tivi tv/teve
biarin biarkan energy/enerji/enerkhi energy
kenapa mengapa system/sistim sistem
entar sebentar dsb
Unsur gramatikal adalah unsur yang bersifat ketatabahasaan
(pembentukan kata atau kalimat).
Contoh ;
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Rumahnya orang itu bagus.
b. Ia benci sama saya.
c. Dik, bapaknya kamu ada ?
d. Ayah dari teman saya
meninggal tadi.
a. Rumah orang itu bagus.
b. Ia benci kepada saya.
c. Dik, bapakmu ada ?
d. Ayah teman saya meninggal
tadi.
4) Pemakaian fungsi gramatikal (subjek, predikat,…) secara eksplisit
dan konsisten
Dalam pembentukan kalimat, kalau memang diperlukan subjek,
predikat, objek hendaknya secara eksplisit/nyata
Contoh :
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Kepada Bapak Rektor kami
silakan .
b. Kampus Undiksha yang
megah itu.
c. Penyusunan laporan itu saya
dibantu suami.
a. Bapak Rektor kami silakan.
b1. Kampus Undiksha itu
megah.
b2. Kampus Undiksha yang
megah itu dikunjungi menteri.
c. Dalam penyusunan laporan
itu, saya dibantu suami.
5) Pemakaian konjungsi bahwa atau karena (bila ada) secara ekspisit
dan konsisten
Contoh :
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Paman tidak percaya
tanahnya sudah habis terjual.
b. Hari ini dia tidak masuk dia
sakit.
a. Paman ridak percaya bahwa
tanahnya sudah habis terjual.
b. Hari ini dia ridak masuk
c. Mohon jangan ribut di sini
ada ujian.
karena sakit.
c. Mohon jangan ribut karena di
sini ada ujian.
6) Pemakaian awalan meN- ; di- atau ber- (bila ada) secara eksplisit
dan konsisten
Contoh :
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Anak-anak tamatan SMA
banyak kerja di toko.
b. Untuk urusan itu saya tidak
mau ambil risiko.
c. Seorang polisi aniaya
atasannya.
a. Anak-anak tamatan SMA
banyak bekerja di toko.
b. Untuk urusan itu saya tidak
mau ambil risiko.
c. Seorang polisi dianiaya
atasannya.
7) Pemakaian partikel lah, kah, pun (bila ada) secara konsisten
Contoh :
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Kerjakan tugas itu dengan
baik
a. Kerjakanlah tugas itu dengan
baik.
b. Berapa harga bensin seliter ?
c. Harga BBM naik, harga-
harga kebutuhan lain
meningkat
b. Berapakah harga bensin
seliter ?
c. Harga BBM naik, garha-
harga kebutuhan lain pun
meningkat.
8) Pemakaian kata depan, kata sambung secara tepat
Contoh :
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Di zaman sekarang tidak ada
yang tidak mungkin.
b. Hal itu akan saya laporkan
sama atasan saya.
c. Cincinnya terbuat daripada
emas.
a. Pada zaman sekarang tidak
ada yang tidak mungkin.
b. Hal itu akan saya laporkan
pada atasan saya.
c. Cincinnya terbuat dari emas.
9) Pemakaian pola : aspek-pelaku-tindakan secara konsisten
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Prosedur yang benar saya
telah lalui.
a. Prosedur yang benar saya
telah lalui
(Saya telah melalui
b. Saya akan cari penduduk
baru itu.
c. Pengamatan dia belum
lakukan.
prosedur…)
b. Akan saya cari penduduk
baru itu.
(Saya akan mencari
penduduk…)
c. Pengamatan belum
dilakukan.
(Dia belum melakukan
pengamatan… )
10) Menghindari pemakaian bentuk-bentuk yang mubazir atau bentuk
bersinonim
Contoh :
Para ibu-ibu, banyak orang-orang, para hadirin sekalian, semua
rombongan, serangkaian lagu-lagu, hanya…saja, sangat…sekali, dan
lain-lain.
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Para hadirin sekalian yang
saya hormati.
b. Para ibu-ibu datang ke
posyandu bersama balitanya
a. Hadirin yang saya hormati.
b. Ibu-ibu datang ke posyandu
bersama balitanya masing-
masing-masing.
c. Semua rombongan srudi tour
UNM tiba di Singaraja.
masing.
c. Rombongan srudi tour UNM
tiba di Singaraja.
11) Menghindari pemakaian kalimat yang bermakna ganda (ambigu)
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Semua pegawai baru
mengikuti penataran local.
b. Anak-anak dilarang tidak
boleh merokok.
c. Ibu Hendra sangat mencintai
suaminya, saya juga.
a1. Semua pegawai, baru
mengikuti penataran local.
a2. Semua pegawai baru,
mengikuti penataran local.
b. Anak-anak dilarang merokok.
c. Ibu Hendra sangat mencintai
suaminya, saya juga
mencintai suami saya.
12) Memakai konstruksi sintesis
Bahasa Indonesia Tidak Baku Bahasa Indonesia Baku
a. Dia punya saudara.
b. Bikin kotor
a. Saudaranya.
b. Mengotor
13) Kata-kata yang sering salah pemakaiannya
Dalam pemakaian bahasa, kesalahan kata yang sering digunakan
karena ketidaktahuan pemakai bahasa.
Uraian berikut menjelaskan bagaimana kata-kata berikut
seharusnya digunakan agar sesuai dengan maknanya.
a. Acuh artinya peduli; diacuhkan artinya dipedulikan,
diperhatikan, diindahkan.
1) Ketika saya berjumpa, dia sangat acuh (peduli).
2) Nasihat kedua orang tuanya sangat diacuhkannya.
b. Dirgahayu berarti panjang umur, selamat selamanya.
3) Dirgahayu Radio Republik Indonesia.
c. Besok artinya setelah hari ini; bukan hari esok yang tidak dapat
ditentukan.
4) besok aku dating ke rumahmu membawa laporam bulan ini.
d. Diketemukan (tidak baku), seharusnya ditemukan.
5) Honda yang hilang sudah ditemukan oleh pihak yang
berwajib.
e. Keberatan artinya terlalu berat, kalau banyak muatan;
seharusnya berkeberatan.
6) Saya berkeberatan memenuhi permintaan Anda yang aneh
itu.
f. Pejabat – Penjabat
Kedua kata tersebut sering dikacaukan pemakaiannya. Pejabat
berarti orang yang mempunyai jabatan, sedangkan penjabat
adalah orang yang pada suatu waktu menjabat (bersifat
sementara). Jadi, penjabat berarti pejabat sementara.
7) Pejabat Rektor IKIPN Singaraja periode 2001-2005 adalah
Prof. Dr. Nym. Dantes.
g. Pengacara dan Pembawa Acara
Pengacara artinya pembela hukum, sedangkan pembawa
acara adalah protocol (perwara).
h. Semena-mena dan Sewenang-wenang
Kedua kata tersebut memiliki arti yang berlawanan. Sewenang-
wenang berarti sesuka hati dan berarti tidak semena-mena.
i. Bangsa dan Rakyat
Bangsa hanya satu dalam sebuah Negara atau pemerintahan,
sedangkan rakyat ratusan juta jiwa jumlahnya.
8) Seluruh rakyat Indonesia diharapkan bersatu padu dan bahu-
membahu dalam membangun.
9) Semoga seluruh bangsa Indonesia selalu jaya dan bersatu.
j. Ditugasi dan Ditugaskan
Kata ditugasi digunakan jika tugas yang harus kita lakukan
datang (dibawakan) kepada kita, sedangkan kata ditugaskan
digunakan jika yang bergerak menuju ke tempat tugas itu.
10) Para kejur ditugasi menangani perpindahan mahasiwa
antarjurusan.
11) Kami bertiga ditugaskan untuk magang BIPA di
Yogyakarta.
k. Gaji dan Gajih
Gaji artinya upah kerja yang dibayarkan dalam waktu yang
tetap, sedangkan gajih artinya lemak atau gemuk.
12) Gaji para pegawai negeri di seluruh tanah air standarnya
sama.
13) Dokter melarangnya makan makanan yang bergajih.
l. Memenangkan dan Memenangi
Memenangkan artinya ‘membuat jadi menang’, sedangkan
memenangi artinya ‘menang di atau menang pada’.
14) Susi memenangi pertandingan itu.
15) Teknik yang serba tepatlah yang memenangkan susi dalam
pertandingan.
m. Waris, Warisan, Mewarisi, Mewariskan, dan Pewaris.
Waris artinya ‘orang yang berhak menerima pusaka
(peninggalan) orang yang telah meninggal. Warisan artinya
‘harta pusaka yang ditinggalkan’. Mewarisi artinya ‘mendapat
pusaka dari…’. Mewariskan artinya ‘memberi pusaka
kepada…’. Dan pewaris artinya ‘yang member pusaka’.
n. Menanyakan dan Mempertanyakan
Menanyakan berarti ‘meminta keterangan tentang sesuatu’,
sedangkan mempertanyakan berarti ‘mempersoalkan’ atau
menjadikan sesuatu sebagai bahan bertanya-tanya.
16) Peserta itu menanyakan bantuan dana yang digunakan
pemerintah.
17) Masyarakat mempertanyakan keberadaan pedagang kaki
lima di lingkungannya.