FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN FUNGSI PARU …digilib.unila.ac.id/61216/3/3. SKRIPSI FULL...
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN FUNGSI PARU …digilib.unila.ac.id/61216/3/3. SKRIPSI FULL...
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN
FUNGSI PARU PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL
DI KOTA BANDARLAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
(Skripsi)
Oleh
MEIUTA HENING PRASTIWI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN FUNGSI
PARUPADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL DI KOTA
BANDARLAMPUNG
Oleh:
MEIUTA HENING PRASTIWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro, 25 Mei 1998, merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara, dari Bapak Hartanto dan Ibu Astuti Ningsih.
Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan di TK Perwanida pada tahun 2003,
Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Muhammadiyah Metro Pusat pada tahun
2010, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1 Metro
pada tahun 2013, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA
Negeri 2 BandarLampung pada tahun 2016. Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur penerimaan
SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten dosen patologi
anatomi pada periode 2017-2018. Selain itu penulis aktif pada organisasi Badan
Eksekutif Mahasiswa sebagai staff ahli pada Biro Fundraising pada tahun 2017-
2018.
JIKA SUDAH WAKTUNYA, ALLAH PUNYA BANYAK
CARA UNTUK MEMPERTEMUKANNYA...
“Sebuah karya sederhana untuk yang terkasih semua
keluarga, saudara, sahabat dan teman-teman”
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
pertolongan dan kemudahan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul ―Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Fungsi Paru
Pada Pekerja Pengecatan Mobil di Kota Bandarlampung‖ adalah salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung. Dalam
kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si., selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Dr. Dyah Wulan SRW, SKM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
3. Para responden di Bengkel Pengecatan di Kota BandarLampung yang dengan
tulus dan ikhlas membantu saya dan bersedia menjadi responden penelitian
saya.
4. dr. Diana Mayasari., M.K.K. selaku Pembimbing Satu yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan nasihat yang
bermanfaat dalam penelitian skripsi ini.
5. Dr. dr. TA Larasati., M.Kes. selaku Pembimbing Dua yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik, saran dan nasihat bermanfaat
dalam penyelesaian skripsi ini.
6. dr. Fitria Saftarina., M.Sc selaku Pembahas skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan kritik, saran dan
nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. dr. Rizki Hanriko, Sp.PA selaku Pembimbing Akademik atas waktu, nasihat,
serta bimbingannya.
8. Papa dan Mama tercinta, Bapak Hartanto dan Ibu Astuti Ningsih, atas segala
doa, cinta, kasih dan sayang serta segala dukungan baik secara langsung
maupun tidak langsung yang telah diberikan kepadaku hingga saat ini.
9. Kakak dan adik tercinta, Hapsari Supraba dan Syafira Maia yang selalu
memberikan dukungan dan kasih sayang.
10. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung atas segala ilmu dan bimbingan yang kelak akan digunakan sebagai
bekal dalam menjalankan tugas sebagai dokter.
11. Sahabat-sahabat saya: Nabila, Yosi, Sasa, Sindi, Tiara, Via yang selalu
mendukung dan selalu ada buat saya.
12. Teman-teman pembimbing 1 dan 2 saya: Neema, Carlos, Pingkan, Marla, Nia,
Kiki, Tyas, Nada.
13. Sahabat-sahabat saya: Alan, Erwin, Abi, Rio, Ihsan, Janu, Nabila, Yosi, Sasa,
Sindi, Via yang selalu mendukung saya.
14. Sahabat-sahabat SMA saya: Momon, Annisa, Ica, Dwi yang selalu
mendukung saya.
15. Sepupu seperjuangan saya : Ayu Kartika yang telah menemani dan
mendukung saya.
16. Motivator yang selalu memberi saya semangat dan dukungan yaitu Lazulfa
Inda.
17. Kakak tingkat saya yang selalu mendukung dan memberi nasihat kepada saya
yaitu Kak Mundo, Kak Winda, Kak Adel.
18. Teman-teman Trigeminus angkatan 2016 yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu.
19. Dan seluruh pihak yang terlibat dan membantu dalam setiap pembuatan
skripsi maupun dalam kegiatan pembelajaran selama di FK yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna untuk pembaca.
Bandarlampung, Januari 2019
Penulis
Meiuta Hening Prastiwi
ABSTRACT
FACTORS THAT INFLUENCE DECREASE
LUNG FUNCTION IN CAR PAINTING WORKERS
IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG
By
MEIUTA HENING PRASTIWI
Background: Every job has risks that affect health. Decreased lung function
capacity is one of the effects of car painting work. Impaired lung function is still
one of the diseases caused by paint particles in the form of dangerous vapors
inhaled by workers. Therefore the car painting job has a high risk of decreased
lung function.
Method: The design of this study was observational analytic with cross sectional
approach. There were 65 respondents who participated in this study taken using
consecutive sampling. Research data were collected by questionnaire to assess
age, years of service, length of work, use of PPE, workplace and smoking
behavior and measurement of lung function using peak flow meter. Data were
tested using the Chi Square Test with 95% CI (α = 5%).
Results: The results showed that 72.7% had poor lung function, 58.5% were aged
≥30 years, 32.2% with dengan10 years of work, length of work ≥8 were 56.9%,
there were 50.8% working in a confined space, there were 47.7% not using
respiratory protective equipment and 63.1% were heavy smokers. There was a
significant relationship between age (p = 0.049), years of service (p = 0.029),
duration of painting (p = 0.017), workplace (p = 0.029), use of respiratory
protective equipment (p = 0.023) and smoking with decreased lung function on
car painting workers in the city of Bandar Lampung (p = 0.001)
Conclusion: There is a relationship between age, work period, length of work,
workplace, use of respiratory protective equipment and smoking with decreased
lung function
Keywords: lung function, car painting workers, peak flow meter.
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN
FUNGSI PARU PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL
DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
MEIUTA HENING PRASTIWI
Latar Belakang: Setiap pekerjaan memiliki risiko yang berdampak pada
kesehatan. Penurunan kapasitas fungsi paru merupakan salah satu efek dari
pekerjaan pengecatan mobil. Gangguan fungsi paru masih merupakan salah satu
penyakit akibat partikel cat berupa uap berbahaya yang terhirup ole pekerja. Oleh
karenanya pekerjaan pengecatan mobil memiliki risiko tinggi terhadap penurunan
fungsi paru.
Metode: Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan
cross sectional. Terdapat 65 responden yang mengikuti penelitian ini yang
diambil dengan menggunakan consecutive sampling. Data penelitian dikumpulkan
dengan kuisioner untuk menilai usia, masa kerja, lama kerja, penggunaan APD,
tempat kerja dan perilaku merokok serta pengukuran fungsi paru menggunakan
peak flow meter. Data diuji menggunakan Chi Square Test dengan CI 95%
(α=5%).
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 72.7% mengalami fungsi paru yang
buruk, 58,5% berusia ≥30 tahun, 32,2% dengan masa kerja ≥10 tahun, lama kerja
≥8 sebanyak 56,9%, terdapat 50,8% bekerja di tempat tertutup, terdapat 47,7%
tidak menggunakan alat pelindung pernapasan dan 63,1% adalah perokok berat.
Terdapat hubungan signifikan antara usia (p=0,049), masa kerja (p=0,029), lama
pengecatan (p=0,017), tempat kerja (p=0,029), penggunaan alat pelindung
pernapasan (p=0,023) dan merokok dengan penurunan fungsi paru pada pekerja
pengecatan mobil di Kota Bandar Lampung (p=0,001)
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara usia, masa kerja, lama kerja, tempat
kerja, penggunaan alat pelindung pernapasan dan merokok dengan penurunan
fungsi paru
Kata kunci: fungsi paru, pekerja pengecatan mobil, peak flow meter.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 6
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 7
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
1.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................. 9
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pengecatan Mobil ........................................................... 10
2.2 Bahaya Kandungan Pada Cat Mobil Terhadap Saluran
Pernapasan .................................................................................. 11
2.3 Usia ............................................................................................ 14
2.4 Masa Kerja dan Lama Kerja ...................................................... 15
2.5 Alat Pelindung Pernapasan ........................................................ 16
2.6 Tempat Kerja ............................................................................. 17
2.6.1 Posisi Terhadap Pekerja Lain ........................................... 18
2.6.2 Posisi Terhadap Spray dan Ventilasi ................................ 19
2.6.3 Posisi Terhadap Ketinggian Objek Yang Dicat ............... 20
2.7 Merokok ..................................................................................... 20
2.8 Genetik ....................................................................................... 21
2.9 Fisiologi Pernapasan ................................................................. 22
2.10 Dampak Gangguan Pernapasan pada Pekerja Pengecatan
Mobil ........................................................................................... 24
2.11 Cara Penilaian Fungsi Paru ........................................................ 26
2.12 Penyakit Yang Mempengaruhi Fungsi Paru .............................. 31
2.13 Kerangka Teori .......................................................................... 35
2.14 Kerangka Konsep ....................................................................... 36
2.15 Hipotesis .................................................................................... 36
ii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................... 38
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 38
3.3 Variabel Penelitian ..................................................................... 38
3.3.1 Variabel Bebas ................................................................. 38
3.3.2 Variabel Terikat ................................................................ 39
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 39
3.4.1 Populasi Penelitian ........................................................... 39
3.4.2 Sampel Penelitian ............................................................. 39
3.4.3 Kriteria inklusi .................................................................. 40
3.4.4 Kriteria eksklusi ............................................................... 40
3.5 Definisi Operasional .................................................................. 40
3.6 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 41
3.7 Instrumen Penelitian ................................................................... 42
3.8 Langkah Kerja ............................................................................. 42
3.8.1 Penyebaran Kuisioner ....................................................... 42
3.8.2 Pengukuran Puncak Laju Aliran Udara
(Peak Flow Rate) ............................................................... 42
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data ........................................... 43
3.9.1 Pengolahan Data ............................................................... 43
3.9.2 Analisis Data .................................................................... 44
3.10 Alur Penelitian ........................................................................... 46
3.11 Etika Penelitian ........................................................................... 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian ............................................................................ 48
4.1.1 Gambaran Umum Penelitian ........................................... 48
4.1.2 Karakteristik Responden ................................................. 49
4.1.3 Analisis Univariat ............................................................. 50
4.1.4 Analisis Bivariat ............................................................... 56
4.1.5 Analisis Multivariat .......................................................... 61
4.2 Pembahasan .................................................................................. 66
4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................ 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 85
5.2 Saran ............................................................................................. 87
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
5. Kandungan bahan cat pada bengkel pengecatan .................................. 49
3. Karakteristik responden ......................................................................... 50
4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan fungsi paru ....................... 50
6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ................................... 51
7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan masa kerja ......................... 52
8. Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama kerja ......................... 53
9. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tempat kerja ...................... 54
10. Distribusi frekuensi responden berdasarkan penggunaan APD.............. 54
11. Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku merokok ............. 55
12. Hubungan usia dengan fungsi paru......................................................... 56
13. Hubungan masa kerja dengan fungsi paru .............................................. 57
14. Hubungan lama jam kerja dengan fungsi paru ...................................... 58
15. Hubungan tempat kerja dengan fungsi paru ........................................... 59
16. Hubungan penggunaan APD dengan fungsi paru ................................... 60
17. Hubungan merokok dengan fungsi paru ................................................. 60
18. Hasil analisis seleksi bivariat .................................................................. 62
Tabel halaman
............................................................................... 42
2. Jumlah responden dan fungsi paru pada bengkel pengecatan .............. 49
1. Definisi operasional
iv
19. Hasil uji regresi logistik tahap 1 ............................................................. 63
20. Hasil uji regresi logistik tahap 2 ............................................................. 64
21. Hasil uji regresi logistik tahap 3 ............................................................. 64
22. Model akhir multivariat .......................................................................... 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
1. Pekerja sprayer mobil (NASCAR, 2006). .............................................. 11
2 Masker P95 (NIOSH, 2004). ................................................................. 16
3. Posisi terhadap pekerja lain .................................................................. 18
4. Posisi pekerja terhadap ventilasi dan penggunaan nozzle semprot ........ 19
5. Posisi terhadap ketinggian objek yang dicat. ......................................... 20
6. Volume dan kapasitas paru-paru. ........................................................... 24
7. Peak flow meter. .................................................................................... 27
8. Cara menggunakan peak flow meter ...................................................... 29
9. Contoh spirometri dengan mouthpiece,filter dan tampilan real-time ... 30
10. Kerangka teori ....................................................................................... 35
11. Kerangka konsep .................................................................................... 36
12. Alur Penelitian ........................................................................................ 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar penjelasan penelitian
Lampiran 2. Lembar kuisioner
Lampiran 3. Hasil penelitian
Lampiran 4. Hasil Pengolahan Data
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat secara pesat telah mendorong
lahirnya era industrialisasi. Peran teknologi otomotif di bidang industri body
repair mobil membuat kehidupan dunia otomotif semakin dinamis. Salah satu
komponen penting dalam perancangan body repair mobil adalah desain warna
pengecatan (Gunadi, 2008). Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan
seseorang datang untuk melakukan pengecatan ulang mobil mereka. Pertama,
kecelakaan dapat menyebabkan goresan yang apabila dibiarkan dapat menjadi
berkarat. Kedua, cat mobil memudar disebabkan oleh paparan sinar
matahari, salju maupun pencucian mobil yang tidak maksimal (Kelly, 2009).
Proses pengecatan mobil memiliki beberapa tahapan pekerjaan, mulai dari
pengamplasan, pendempulan, pengecatan dasar dan pengecatan warna. Dalam
proses tersebut, pekerja dapat berisiko terpapar partikel cat saat melakukan
tahapan pengecatan warna. Salah satu praktik yang tidak tepat pada aktivitas
pengecatan mobil adalah posisi pengecat yang berhadapan satu dengan
lainnya, sehingga dapat membahayakan kesehatan pekerja karena paparan
2
yang overspray. Untuk menghindari paparan yang overspray pekerja harus
menghindari arah pengecatan yang berhadapan terhadap pekerja lainnya
(Queensland Government, 2013).
Di tempat proses pengecatan mobil terdapat bahaya potensial kerja yang
dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja. Bahaya potensial kimia berasal
dari kandungan bahan kimia pada cat mobil berupa zat isosianat dan xylene
yang dapat bersifat toksik dan iritan. Bahaya potensial listik berasal dari
penggunaan alat cat semprot elektrik. Bahaya potensial fisik lainnya seperti
kebisingan pada saat proses pengecatan di dalam spray booth, suhu panas
akibat paparan sinar matahari langsung di tempat terbuka ataupun ruang
tertutup dengan ventilasi yang kurang adekuat. Bahaya potensial ergonomi
oleh karena posisi statis saat mengecat menggunakan spray gun (Queensland
Government, 2013).
Selama proses pengecatan, partikel cat yang dilepaskan ke udara melalui nosel
semprot akan menghasilkan uap berbahaya yang berpotensi untuk terhirup ke
dalam saluran pernapasan. Partikel cat dalam aktivitas pengecatan tersebut
terdiri dari bahan kimia berbahaya seperti cadmium, chromium, lead
chromate, resin, isocyanate dan pelarut toluene (ILO, 2013). Kandungan
bahan pelarut cat berupa isocyanates dapat memberikan pengaruh terhadap
saluran pernapasan berupa iritasi, asma, pneumonitis hipersensitivitas dan
gejala pernapasan asimtomatis disertai dengan penurunan fungsi paru (Numan,
2012). Menurut penelitian cohort oleh Saab (2016) di Kanada, bahan pelarut
3
cat semprot berupa isocyanate yang terinhalasi dalam kurun waktu yang
cukup lama dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya gangguan pernapasan
yang bermanifestasi klinis sebagai batuk mengi (Saab, 2016).
Prevalensi penurunan kapasitas fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil
dari hasil beberapa penelitian menunjukkan besaran masalah yang cukup
signifikan. Penelitian oleh Numan di Baghdad (2012), sebanyak 36,4 %
pekerja cat mobil mengalami penurunan fungsi paru dan hati. Penelitian yang
dilakukan Piirila (2005) menunjukkan dari 13 pekerjaan di Finlandia,
pekerjaan yang prevalensi kejadian penyakit saluran pernapasannya paling
tinggi adalah pengecatan mobil. Penelitian di Indonesia juga menunjukkan hal
yang sama, misalnya penelitian Veronica (2018), menunjukkan bahwa
penggunaan masker dan masa kerja berhubungan dengan faktor risiko
gangguan paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota Palu.
Penurunan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil dapat dipengaruhi oleh
faktor karakteristik pekerjaan diantaranya adalah usia, masa kerja, lama jam
kerja per-hari, penggunaan alat pelindung pernapasan dan tempat kerja
(Budiono, 2007). Tingkat arus puncak ekspirasi/Peak Expiratory Flow Rate
(PEFR) mencapai puncaknya pada usia 30-35 tahun dan kemudian menurun,
terutama setelah usia 45 tahun. PEFR berkurang 4L/menit/tahun pada pria dan
2,5 L/menit/tahun pada wanita. Penurunan ini dapat menunjukkan adanya
penyakit saluran napas kecil berdasarkan kurva flow-volume (Hasan, 2017).
4
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011(2011), kadar partikel respirable ditetapkan nilai
ambang batasnya sebesar 3 mg/m3. Apabila selama 8 jam bekerja tiap harinya
atau 40 jam selama seminggu, pekerja terpapar oleh partikel lebih dari 3
mg/m3, maka pekerja akan mempunyai risiko untuk terjadinya gangguan
fungsi paru. Lama waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya gangguan fungsi
paru adalah setelah terpapar kurang lebih selama 10 tahun. Paparan yang
rendah namun terjadi dalam waktu yang lama juga dapat menimbulkan efek
kumulatif sehingga pada akhirnya pekerja dapat mengalami gangguan fungsi
paru (Budiono, 2007).
Aktivitas pengecatan di tempat terbuka memungkinkan suplai udara bersih
secara otomatis, namun pajanan cat semprot dapat menyebar pada radius 15
meter. Sehingga, zona pembatas tempat cat dengan sekitarnya berjarak 6 m
secara horizontal dan 2 meter secara vertikal. Sementara aktivitas pengecatan
di tempat tertutup dilakukan dalam oven booth harus memiliki ventilasi yang
baik agar dapat menggantikan udara dalam ruangan yang telah terkontaminasi
oleh partikel cat (Queensland Government, 2013).
Pekerja cat semprot harus menggunakan alat pelindung pernapasan berupa
respirator yang memiliki filter terhadap paparan cat. Jenis respirator yang
disarankan oleh NIOSH (2004) berupa masker P95 yang dapat menyaring uap
berbahaya dengan tingkat ketahanan tinggi terhadap partikel berukuran 0,3
mikron yang berbahan dasar cair ataupun minyak (NASCAR, 2006). Selain
5
itu, jenis masker yang banyak digunakan pekerja berupa masker fiber dan
kain penutup biasa berfungsi untuk menyaring debu dengan ukuran sebesar
10 mikron (Shaughnessy, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Budiono tahun 2007 menunjukkan beberapa
faktor risiko gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota
Semarang. Pekerja dengan masa kerja ≥ 10 tahun mengalami gangguan fungsi
paru sebesar 92,3 %. Pekerja dengan usia ≥ 30 tahun mengalami gangguan
fungsi sebesar 61,7%. Pekerja yang memiliki lama jam kerja/minggu ≥ 40 jam
sebesar 51,6 %. Pekerja yang kadang-kadang menggunakan masker memiliki
gangguan fungsi paru sebesar 80,5% (Budiono, 2007). Selain itu, hasil studi
oleh Damayanti di Semarang pada tahun 2016 menunjukkan bahwa aktivitas
pengecatan mobil yang tidak dilakukan di dalam ruang khusus pengecatan
memiliki faktor risiko untuk terjadinya rhinitis akibat kerja sebesar 87,1 %
(Damayanti, 2016).
Dikarenakan keterbatasan sumber data jumlah populasi bengkel pengecatan di
Kota Bandarlampung maka teknik pengambilan sampel bengkel pengecatan
pada penelitian ini menggunakan teknik Snowball sampling, dimana tempat
bengkel tersebut diambil secara berantai yang berasal dari pengetahuan satu
informan ke informan lainnya hingga didapatkan informasi yang cukup.
Berdasarkan hasil survei tersebut, didapatkan 15 bengkel pengecatan dengan
jumlah pekerja sebanyak 68 orang di Kota Bandarlampung yang terdiri 7
tempat pengecatan tertutup dan 8 tempat pengecatan terbuka. Selain itu,
6
beberapa pekerja sudah bekerja dalam waktu lebih dari 10 tahun, sementara
kepedulian terhadap penggunaan alat pelindung pernapasan masih kurang.
Masker pelindung yang banyak digunakan pekerja tersebut berupa masker
yang terbuat dari kain serta masker fiber. Tempat yang digunakan pekerja
untuk melakukan aktivitas pengecatan terdiri atas tempat yang terbuka yang
dilakukan di lingkungan luar dan tempat tertutup yang dilakukan di dalam
oven booth. Selain itu belum adanya penelitian yang pernah dilakukan di Kota
Bandarlampung terkait dengan penurunan fungsi paru akibat kerja pada
pekerja pengecatan mobil, maka hal ini menjadi dasar untuk peneliti
melakukan penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penurunan fungsi
paru pada pekerja pengecatan mobil dengan melihat beberapa variabel,
seperti, usia, masa kerja, lama jam kerja per-hari, penggunaan alat pelindung
pernapasan tempat kerja dan merokok. Dengan demikian dapat dilakukan
upaya pencegahan yang lebih efektif untuk menurunkan risiko dan angka
morbiditas terjadinya penurunan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sehubungan dengan
ditemukan adanya berbagai penurunan kapasitas fungsi paru yang cukup
signifikan pada pekerja pengecatan mobil di Indonesia, maka rumusan
masalah umum dalam penilitian ini adalah ―Faktor-faktor apa saja yang dapat
7
mempengaruhi penurunan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota
Bandarlampung?‖.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan
fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran fungsi paru pekerja pengecatan mobil pada
pekerja pengecatan mobil di Kota Bandarlampung.
2. Mengetahui gambaran usia pada pekerja pengecatan mobil di
Kota Bandarlampung.
3. Mengetahui gambaran masa kerja pada pekerja pengecatan mobil
di Kota Bandarlampung.
4. Mengetahui gambaran lama jam kerja per-hari pada pekerja
pengecatan mobil di Kota Bandarlampung.
5. Mengetahui gambaran tempat kerja pada pekerja pengecatan
mobil di Kota Bandarlampung.
6. Mengetahui gambaran perilaku penggunaan alat pelindung
pernapasan pada pekerja pengecatan mobil di Kota
Bandarlampung.
7. Mengetahui gambaran kebiasaan merokok pekerja pengecatan
mobil di Kota Bandarlampung.
8
8. Mengetahui hubungan antara usia dengan penurunan fungsi paru
pada pekerja pengecatan mobil di Kota Bandarlampung
9. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan penurunan
fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota
Bandarlampung.
10. Mengetahui hubungan antara lama jam kerja per-hari dengan
penurunan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota
Bandarlampung.
11. Mengetahui hubungan antara tempat kerja dengan penurunan
fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota
Bandarlampung.
12. Mengetahui hubungan merokok dengan penurunan fungsi paru
pada pekerja pengecatan mobil di Kota Bandarlampung.
13. Mengetahui hubungan antara penggunaan alat pelindung
pernapasan dengan penurunan fungsi paru pada pekerja
pengecatan mobil di Kota Bandarlampung.
14. Mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap
penurunan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota
Bandarlampung.
9
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tambahan di bidang kesehatan untuk mengurangi risiko penurunan
fungsi paru akibat kerja.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
tentang faktor-faktor risiko yang berpotensi terhadap penurunan
fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil.
2. Bagi pekerja diharapkan dapat memperhatikan tentang
keselamatan kerja agar dapat menurunkan faktor risiko penurunan
fungsi paru akibat kerja.
3. Bagi Institusi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pengecatan Mobil
Beberapa proses dalam teknik pengecatan mobil antara lain adalah: (Gunadi,
2008).
1. Pekerjaan pengecatan dimulai dari pengamplasan permukaan body mobil
menggunakan amplas. Kemudian dilakukan pendempulan untuk
memperoleh hasil yang maksimal.
2. Untuk melindungi komponen yang tidak akan dicat perlu ditutup terlebih
dahulu.
3. Kemudian kendaraan dibawa ke ruangan khusus pengecatan (spray booth).
Hal ini dilakukan agar saat melakukan pengecatan, tidak terganggu oleh
debu dan kotoran disekitar pengecatan.
4. Setelah pengecatan selesai, maka kendaraan dibawa ke ruang khusus untuk
dipanaskan. Pemanasan ini penting untuk mempercepat proses
pengeringan cat. Sumber dari panas bisa menggunakan lampu pemanas
biasa atau sekarang sudah banyak menggunakan ruangan pemanas atau
oven.
11
5. Agar kendaraan lebih mengkilap dan cat benar-benar rata, maka dilakukan
polishing atau poles cat. Poles dapat dilakukan dengan menggunakan
mesin, dapat juga menggunakan tangan.
Gambar 11. Pekerja sprayer mobil (NASCAR, 2006).
2.2 Bahaya Kandungan Pada Cat Mobil Terhadap Saluran Pernapasan
Bahan cat yang digunakan dalam pengecatan mobil berbentuk cair yang
kemudian dimasukkan ke sebuah tabung untuk disemprotkan melalui nosel
semprot. Cat semprot berbentuk partikel halus berupa aerosol yang
berpotensi untuk masuk ke dalam saluran pernapasan. Lokasi deposisi dari
aerosol cat mobil pada saluran pernapasan ditentukan oleh ukuran partikel
(Wahyuningsih, 2003).
Ukuran dan bentuk suatu partikel yang masuk bersama udara kedalam
saluran napas akan menentukan terjadinya deposisi atau pengendapan di
dalam saluran pernapasan. Partikel yang berpotensi untuk mengendap di
saluran napas atas adalah partikel dengan ukuran 10 mikrometer atau
lebih, sementara dengan ukuran lebih kecil akan berpotensi untuk
12
terdeposit di saluran napas yang lebih dalam (Tena, 2012). Cat semprot
memilki ukuran partikel sekitar 0,5-2,5 mikrometer yang berpotensi untuk
mengendap pada saluran napas bawah dan dalam waktu lama dapat
berpotensi untuk menimbulkan gangguan pernapasan (Dahlin, 2008).
Selain itu, zat kimia berupa isocyanate juga digunakan sebagai bahan
dasar perindustrian cat mobil. Isocyanate dapat terhirup dan masuk
melalui saluran pernapasan. Beberapa gejala klinis yang menunjukkan
akibat dari inhalasi isocyanate antara lain adalah iritasi pada saluran napas,
kesulitan dalam bernapas, batuk, mengi, gejala asma, sakit kepala dan rasa
tidak nyaman. Timbulnya efek terhadap saluran napas dapat terjadi pada
malam hari atau beberapa jam setelah selesai bekerja (Australian
Government, 2015).
Bahan cat mobil pada umumnya berbahan dasar air atau minyak dan
terdiri atas tiga komponen penting yakni :
1. Tiner
Semua cat mengandung pelarut yang biasanya berupa tiner. Tiner akan
menguap segera setelah cat dioleskan, pekerja cat dapat menghisap
bahan berbahaya dalam tiner. Inhalasi tiner kurang dari 1 mL dapat
menyebabkan gejala gangguan pernapasan berupa batuk dan obstruksi
saluran napas setelah paparan beberapa jam serta pulih kembali setelah
2-8 hari. Kemudian diikuti dengan gejala chemical pneumonitis yang
menyebabkan iritasi saluran napas (Kocak, 2019).
13
2. Binder
Binder merupakan bahan perekat cat mobil yang mengandung zat
kimia berupa resin yang dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas.
Paparan awal tehadap resin dapat menimbulkan sensitisasi sehingga
tubuh membentuk antibodi. Paparan yang berulang mampu
menyebabkan inflamasi saluran napas hingga kerusakan paru secara
permanen (Hines et al., 2011).
3. Pigmen
Pigmen berguna untuk mewarnai dan meningkatkan ketahanan cat
mobil. Pigmen mengandung bahan kimia berupa lead chromate,
chromium dan cadmium. Bahan kimia pada pigmen cat menyebabkan
toksisitas pada sel dan menginduksi mekanisme karsinogenitas melalui
kerusakan kromosom dan tumor promoter (Wang, 2017).
Terdapat beberapa mekanisme penimbunan partikel di dalam saluran
pernapasan, antara lain adalah (Suma’mur, 2009) :
a. Inersia
Partikel akan terperangkap dan menempel di permukaan saluran
pernapasan. Pengaruh inersia menyebabkan partikel bergerak
mengikuti bentuk saluran napas. Partikel yang lebih besar akan
menempel dan mengendap di lekukan saluran napas dan selaput
lendir. Partikel dengan ukuran diameter 1µm dan panjang 200 µm
dapat terdeposisi pada bifurkasi trakea. Sementara, partikel dengan
ukuran 10µm dapat terdeposisi pada area hidung dan tenggorokan.
14
b. Sedimentasi
Dengan adanya gaya gravitasi, partikel akan mengendap pada
saluran napas seperti pada bronkus dan bronkiolus, kecepatan arus
udara penapasan kurang dari 1 cm/detik sehingga dapat
mengendapkan partikel dengan ukuran kurang dari 0,05 µm.
c. Gerakan brown
Pada proses difusi terjadi gerakan brown, yaitu mekanisme gerakan
secara acak untuk partikel yang berukuran kurang dari 0,1 μ.
Partikel-partikel kecil ini mengalami gerakan brown dan
terperangkap di dalam alveolus.
2.3 Usia
Dengan bertambahnya usia, saluran udara pernapasan termasuk alveolus
mengalami perubahan menjadi lebih kaku dan kurang elastis. Selain itu,
dinding dada juga menjadi lebih kaku. Sehingga dapat menyebabkan
penurunan kapasitas paru-paru. Pada dasarnya, kapasitas vital (jumlah
maksimum udara yang dapat diekspirasikan setelah inhalasi maksimal)
dapat menurun sebanyak 35% pada usia 70 tahun (Tortora & Derrickson,
2014).
Hal-hal yang mengalami penurunan seiring dengan usia antara lain adalah
penurunan kadar oksigen didalam darah, penurunan aktivitas makrofag
alveolar, dan berkurangnya aktivitas siliaris epitel yang melapisi saluran
pernapasan. Dengan demikian, karena sistem pernapasan berkaitan dengan
faktor-faktor usia, maka orang lanjut usia akan lebih banyak dan rentan
terhadap terjadinya beberapa penyakit pernapasan seperti pneumonia,
15
bronchitis, emfisema, dan lainnya. Perubahan terkait usia dalam hal
struktur dan fungsi paru juga dapat berkontribusi pada orang yang lebih
tua seiring dengan berkurangnya kemampuan untuk melakukan latihan
berat, seperti berlari (Tortora & Derrickson, 2014).
2.4 Masa Kerja dan Lama jam kerja per-hari
Masa kerja didefinisikan sebagai lamanya waktu seorang pekerja pada
suatu tempat kerja (Bachman, 2015). Waktu yang dibutuhkan seseorang
yang terpapar oleh debu untuk terjadinya gangguan fungsi paru kurang
lebih sekitar 10 tahun. Beberapa bahan cat yang bersifat karsinogenik
antara lain seperti chromium, cadmium dan chromate dapat berpotensi
untuk meningkatkan kejadian kanker setelah pajanan lebih dari 20 - 30
tahun akibat terakumulasi dalam tubuh dalam waktu lama (Budiono,
2007).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 (2011) tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia
untuk partikel respirable yaitu 0,3 mg/m3. Apabila masa kerja pekerja ≥ 5
tahun dan mereka terpapar selama 10 jam/hari maka kemungkinan
terpaparnya potensi bahaya dapat memungkinkan terjadinya gangguan
fungsi paru. (Budiono, 2007). Masa kerja menentukan lama jam kerja per-
hari seseorang terhadap faktor risiko terpapar debu, sehingga semakin
besar lama jam kerja per-hari seseorang maka semakin besar pula risiko
terkena penyakit paru (Suma’mur, 2009).
16
2.5 Alat Pelindung Pernapasan
Alat pelindung pernapasan adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi organ pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih dan
sehat dan/atau menyaring cemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel
yang berupa debu, kabut (aerosol), uap, asap, gas, dan sebagainya
(Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia &
Indonesia, 2010).
Masker fiber dan kain penutup biasa dengan tali yang dikaitkan di telinga
hanya berfungsi untuk menyaring percikan air, darah dan debu dengan
ukuran sebesar 10 mikron, hal ini disebabkan bahan karbon aktif untuk
pembuatan masker tersebut memiliki serat-serat halus yang tidak tertutup
rapat (Shaughnessy, 2017).
Alat pelindung pernapasan yang tepat dan sesuai standar bagi tenaga kerja
yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan uap seperti pada
pekerja cat semprot adalah jenis masker atau respirator P95. Masker jenis
P95 mampu menyaring 95% dari berbagai jenis partikel berbahaya serta
didesain dengan ventilasi yang baik. Kemampuan masker P95 mampu
menahan partikel hingga ukuran kecil 0,3 mikron (NIOSH, 2004).
Gambar 12 Masker P95 (NIOSH, 2004).
17
2.6 Tempat Kerja
Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1970, pengertian tempat kerja dalam
K3 secara umum adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki
tempat kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya. Tempat kerja pada aktivitas pengecatan mobil
terdiri atas tempat terbuka ataupun tempat tertutup didalam ruang khusus
pengecatan berupa oven booth. Ruang khusus pengecatan merupakan salah
satu hal yang penting untuk meminimalkan risiko paparan bahan
berbahaya. Ventilasi udara yang ada di dalam ruang pengecatan juga harus
diperhatikan sehingga udara segar dapat menggantikan udara dalam ruangan
yang telah terkontaminasi oleh debu cat (Budiono, 2007). Berdasarkan
penelitian yang dilakukakn oleh Andhita 2016 menunjukan 27 orang terkena
penyakit rhinitis akibat kerja pada bengkel pengecatan mobil yang tidak
memiliki ruang khusus pengecatan.
Ruang pengecatan yang cukup dibutuhkan untuk meminimalkan risiko
paparan bahan berbahaya. Aktivitas pengecatan tanpa dilengkapi dengan
ventilasi yang baik akan menyebabkan tingkat kontaminasi yang tinggi dan
oksigen mungkin akan turun konsentrasinya sampai batas yang
membahayakan kesehatan. Aktivitas pengecatan di ruang terbuka meskipun
memungkinkan suplai udara bersih secara otomatis, namun menimbulkan
dampak buruk yaitu pajanan zat isosianat yang terkandung dalam bahan cat
dapat menyebar pada radius 15 meter, sehingga untuk mengurangi faktor
18
risiko bahaya pajanan tersebut maka setiap orang dalam radius tersebut
harus menggunakan masker (Queensland Government, 2013).
Selain itu adanya ruang khusus pengecatan juga harus dilengkapi dengan
ventilasi udara yang baik . Apabila ventilasi tidak tersedia secara cukup
maka kemungkinan selanjutnya dapat menyebabkan konsentrasi debu cat
meningkat. Pertukaran udara harus diatur sehingga dapat menggantikan
udara dalam ruangan yang telah terkontaminasi dengan debu cat. Untuk
memastikan pertukaran udara segar tersebut maka diperlukan air exhaust
dalam ruangan pengecatan (Queensland Government, 2013).
2.6.1 Posisi Terhadap Pekerja Lain
Gambar 13. Posisi terhadap pekerja lain (Queensland Government, 2013).
Salah satu praktik yang tidak tepat pada aktivitas pengecatan menurut
petunjuk keselamatan pengecatan mobil yang dikeluarkan pemerintah
Australia adalah posisi pengecat yang berhadapan satu dengan
lainnya. Posisi tersebut dapat membahayakan kesehatan pekerja
karena papaan yang overspray. Dianjurkan posisi yang benar adalah
posisi yang memungkinkan setiap pekerja tidak terpapar oleh paparan
19
secara overspray, yaitu dengan cara menghindari arah pengecatan
terhadap pekerja lainnya (Queensland Government, 2013).
2.6.2 Posisi Terhadap Spray dan Ventilasi
Gambar 14. Posisi pekerja terhadap ventilasi dan penggunaan nozzle semprot
(Queensland Government, 2013).
Selain itu, untuk menghindari paparan yang overspray pekerja harus
memperhatikan arah angin apabila pengecatan dilakukan di ruangan
terbuka atau aliran udara apabila pengecatan dilakukan di ruang
pengecatan yang menggunakan air exhaust. Posisi yang benar seperti
pada gambar di atas adalah apabila pekeja menempatkan diri pada
posisi di belakang alat spray dan alat spray ada dibelakang exhaust
air (Queensland Government, 2013).
20
2.6.3 Posisi Terhadap Ketinggian Objek Yang Dicat
Gambar 15.Posisi terhadap ketinggian objek yang dicat (Queensland Government,
2013).
Ketinggian objek yang di cat juga dapat mempengaruhi jumlah
paparan yang diterima oleh pekerja cat. Obyek pengecatan yang
tinggi, besar dan sulit untuk dipindahkan memiliki kemungkinan
untuk menimbulkan paparan yang lebih besar bagi pekerja. Pada
keadaan tersebut, yaitu pekerja menangani obyek pengecatan yang
ukurannya besar, maka diperlukan alat pendukung berupa gantry atau
lift (Queensland Government, 2013).
2.7 Merokok
Merokok dapat menurunkan fungsi paru yaitu melalui penurunan kapasitas
vital paksa (FVC) dan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1),
FEV1/FVC dan ekspirasi paksa 25-75 % (Tantisuwat, 2014). Hal tersebut
dapat menunjukkan indikasi adanya obstruksi jalan napas maupun
penyakit saluran napas. Pada orang dengan fungsi paru normal dan tidak
merokok mengalami penurunan FEV1 20 ml pertahun, sedangkan pada
orang yang merokok akan mengalami penurunan FEV1 lebih dari 50 ml
pertahunnya (Gold, 2005).
21
Menghirup asap rokok baik secara aktif dan pasif beruhubungan dengan
irirtasi kronik dan ketidaknyamanan pada mata, hidung serta orofaring.
Beberapa zat yang terbukti toksik pada asap rokok antara lain adalah
acrolein, formaldehyde, karbon monoksida, nikotin, kotinin, dan lain-lain
yang berpotensi toksik pada epitel pernapasan. Asap rokok dapat
mengurangi fungsi pergerakan silia baik pada paparan akut maupun
kronik. Selain itu asap rokok dapat mempengaruhi fungsi produksi mukus
melalui perubahan metaplasia pada sel goblet sehingga meningkatkan
sekresi pada saluran pernapasan atas. Disamping perubahan secara
fungsional, asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan viabilitas sel
dan apoptosis silia (Tamashiro, 2009).
2.8 Genetik
Defisiensi alpha 1-antitrypsin (A1AT) adalah kelainan yang ditandai
dengan rendahnya kosentrasi protein bernama alpha 1-antitrypsin yang
dapat ditemukan di dalam darah. Penyakit ini merupakan penyakit bawaan
yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Defisiensi A1AT dapat
menjadi predisposisi terjadinya penyakit kronik yang berhubungan dengan
liver (sirosis hati dan hepatoma), paru (PPOK), dan kulit (panikulitis).
Mayoritas akan berefek pada paru, kemudian menyebabkan cedera pada
parenkim paru akibat tidak terkompensasinya aktivitas penghancuran oleh
neutrophil elastase dan mengakibatkan individu terdiagnosa PPOK yang
bermanifestasi emfisema. Tipe emfisema yang sering terjadi adalah tipe
panasinar. Emfisema adalah penyakit kronik progresif yang menyebabkan
nafas tersengal-sengal, mengi, dan batuk produktif (Stolk,2008).
22
2.9 Fisiologi Pernapasan
Ventilasi pulmonal merupakan proses inhalasi, ekshalasi dan pertukaran
udara antara atmosfer dengan alveolus. Pada ventilasi pulmonal, udara
mengalir diantara atmosfer dan alveolus karena terjadi perbedaan tekanan
akibat kontraksi dan relaksasi otot-otot pernapasan. Laju pertukaran udara
dan usaha yang dibutuhkan untuk bernapas juga dipengaruhi oleh
tegangan permukaan alveolus, kapasitas paru dan resistensi jalan napas.
Udara masuk kedalam paru ketika tekanan udara didalam paru lebih
rendah dibandingkan dengan tekanan di atmosfer. Udara keluar paru
ketika tekanan didalam paru lebih besar dibandingkan dengan tekanan
udara di atmosfer. Mekanisme pernapasan terdiri atas beberapa proses
berikut (Tortora & Derrickson, 2014) :
1. Masuknya udara ke dalam sistem pernapasan disebut juga dengan
inhalasi. Sebelum proses inhalasi, tekanan udara didalam paru sama
dengan tekanan udara di atmosfer, dengan besar tekanan 760 mmHg.
Supaya udara masuk kedalam paru, tekanan didalam alveolus harus
lebih rendah dibandingkan tekanan di atmosfer. Kondisi tersebut
dicapai dengan meningkatkan ukuran paru. Perbedaan tekanan
disebabkan oleh perubahan volume didalam paru sehingga mendorong
udara kedalam paru pada saat mekanisme inhalasi. Selama inhalasi,
diafragma dan otot interkostal eksterna berkontraksi. Rongga dada
mengembang dan tekanan alveolus menurun dibawah tekanan
atmosfer. Udara masuk kedalam paru akibat perubahan gradient
tekanan dan ekspansi volume paru. Saat inhalasi yang dalam otot
23
sternocleidomastoiseus dan scalene mengembangkan paru lebih lanjut
dan menyebabkan penurunan tekanan alveolus yang lebih besar.
2. Selama ekshalasi, diafragma dan otot intercostal eksterna mengalami
relaksasi. Dada dan paru mengalami recoil, sehingga rongga dada
akan berkontraksi dan tekanan alveolus meningkat diatas tekanan
atmosfer. Udara mengalir keluar paru akibat gradien tekanan dan
volume paru menurun. Selama ekshalasi yang lebih dalam, otot
abdominal dan intercostal interna akan berkontraksi, sehingga
mengurangi ukuran rongga dada disertai peningkatan tekanan alveolus.
Terdapat beberapa jenis volume paru. Pertama, volume tidal, adalah
jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar paru pada pernapasan
nomal (500 ml). Kedua, volume cadangan inspirasi (inspiratory
reserve volume), adalah jumlah udara yang masih dapat masuk
kedalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa. Sekitar
3100 ml pada pria dewasa and 1900 ml pada wanita dewasa. Ketiga,
volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume), adalah jumlah
udara yang dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi
biasa. Sekitar 1200 ml pada pria dan 700 ml pada wanita. Keempat,
volume residu (residual volume), adalah jumlah udara yang tersisa
dalam paru setelah ekspirasi maksimal. Sekitar 1200 ml pada pria dan
1100 ml pada wanita (Tortora & Derrickson, 2014).
Kapasitas paru merupakan kemampuan paru untuk menampung udara
pernapasan. Kapasitas Inspirasi adalah jumlah volume tidal dan
24
volume cadangan inspirasi (500 ml + 3100 ml + 3600 ml pada pria and
500 ml + 1900 mL + 2400 ml pada wanita). Kapasitas residual
fungsional adalah jumlah volume residual dan volume cadangan
ekspirasi (1200 ml + 1200 ml + 2400 ml pada pria dan 1100 ml + 700
ml + 1800 ml pada wanita). Kapaitas vital adalah jumlah volume
cadangan inspirasi, volume tidal, dan volume cadangan ekspirasi
(4800 ml pada pria dan 3100 ml pada wanita). Kapasitas total pulmo
adalah jumlah kapasitas vital dan volume residual (4800 ml + 1200 ml
+ 6000 ml pada pria dan 3100 ml + 1100 ml + 4200 ml pada wanita)
(Tortora & Derrickson, 2014).
Gambar 16. Volume dan kapasitas paru-paru (Tortora & Derrickson, 2014).
2.10 Dampak Gangguan Pernapasan pada Pekerja Pengecatan Mobil
1. Asma
Asma akibat kerja terjadi sekitar 25% atau lebih pada usia dewasa.
Penyebab dari asma akibat kerja adalah sensitisasi suatu agen dan
iritan yang dikarakterisasi oleh sindrom disfungsi saluran napas. Tes
diagnostik dan manajemen yang paling tepat adalah dengan menilai
25
apakah seorang sensitif atau tidak terhadap suatu bahan iritan dan
mengidentifikasi apakah bahan iritan tersebut merupakan bahan
dengan berat molekul tinggi seperti protein atau bahan kimia reaktif
berat molekul rendah seperti suatu isocyanate (Dykewicz, 2009).
2. Kanker
Jenis cat mobil sangat bervariasi tergantung pada jenis mobil. Warna
cat yang paling sering digunakan adalah warna perak dan kuning yang
diduga mengandung kandungan tertinggi logam berat seperti kromium
hexavalen. Senyawa yang terkandung dalam cat tersebut diduga
sebagai bahan karsinogenik paru. Paparan tinggi senyawa tersebut
melalui inhalasi dialami oleh pekerja pengecatan selama menggunakan
cat semprot. Hasil pemindaian tomografi pada penelitian tersebut
dilakukan pada pasien laki-laki berusia 46 tahun yang bekerja sebagai
car spray painting selama 15 tahun menunjukkan bahwa pasien
memiliki massa 5,0 cm x 3,4 cm. Selain itu, hasil aspirasi jarum
menunjukkan diagnosis non-small lung carcinoma (Kim, 2013).
3. Pneumonitis Hipersensitivitas
Pajanan terhadap isosianat aerosol dapat mengakibatkan pneumonitis
hipersensitivitas. Pada keadaan akut didapatkan penurunan kapasitas
vital paksa; walaupun didapatkan perubahan ventilasi perfusi regional,
resistensi saluran nafas masih normal. Beberapa penelitian
mendapatkan penurunan kapasitas difusi beberapa jam setelah terpajan
isosianat. Pada keadaan subakut mungkin hanya dijumpai penurunan
kapasitas difusi dan compliance paru; pada fase kronik dapat
26
berkembang menjadi fibrosis yang progresif, perubahan saluran nafas
obstruktif dan restriktif (Budiono, 2007).
2.11 Cara Penilaian Fungsi Paru
Penilaian fungsi Paru dilakukan untuk mengevaluasi sistem pernapasan,
atau kelainan yang berhubungan dengan fungsi paru. Selain itu penilaian
fungsi paru juga berguna untuk pengobatan dan evaluasi gejala pernapasan
seperti sesak nafas, batuk, untuk menilai praoperasi dan diagnosis penyakit
seperti asma bronkial dan penyakit paru obstruktif. Instrumen atau alat
yang dapat digunakan untuk menilai fungsi paru adalah menggunakan alat
Spirometri dan Peak Flow Meter. Perbedaan kedua alat tersebut terlihat
dari fungsi dari alat tersebut. Jika Spirometri memiliki empat fungsi yakni
monitoring, diagnostik, evaluasi kecacatan, dan kesehatan masyarakat.
Sedangkan Peak Flow Meter hanya memiliki fungsi sebagai alat
diagnostik yakni sebagai deteksi dini adanya risiko terkena penyakit paru
(Harahap, 2012).
1. Peak Flow Meter
Arus puncak ekspirasi dapat diukur dengan menggunakan alat yang
disebut dengan peak flow meter. Peak flow meter merupakan suatu alat
untuk mengukur dan memantau fungsi paru sehingga dapat melihat
seberapa cepat seseorang dapat menghembuskan udara saat ekshalasi
secara kuat setelah inhalasi maksimum. Peak flow meter terdiri dari
sebuah ruang berbentuk tabung yang didalamnya terdapat sebuah
saluran disertai dengan penunjuk yang dapat dipindahkan ke suatu
jarak (Adeniyi, 2011). Terdapat, dua jenis utama: peak flow meter
27
aliran rendah yang digunakan untuk anak dengan usia 4 dan 9 tahun,
dan peak flow meter yang digunakan untuk orang dewasa. Keuntungan
pengukuran arus puncak ekspirasi dengan menggunakan peak flow
meter antara lain adalah alat ini mudah digunakan, sederhana, dan
tidak mahal (Adeniyi, 2011).
Gambar 17. Peak flow meter (Adeniyi, 2011).
Terdapat beberapa penggunaan klinis peak flow meter diataranya
mendiagnosis dan memanajemen diri pada pasein asma. Salah satu
gejala klinis asma adalah terdapat variasi obstruksi aliran udara. Arus
puncak ekspirasi dapat dikur dua kali sehari, sebaiknya pagi dan malam
hari. Selain itu, pengukuran arus puncak ekspirasi dapat menentukan
apakah pasien sudah diperbolehkan untuk dirawat dirumah setelah
terjadi serangan akut. Penurunan yang besar merupakan indikasi bahwa
asma yang dialami tidak dibawah kontrol dan membutuhkan
modifikasi terapi pengobatan selanjutnya. Variasi diurnal seharusnya
kurang dari 25% dan pasien dapat dipulangkan jika pengukuran arus
28
puncak ekspirasi telah kembali normal atau setidaknya 75% dari nilai
prediksi (Adeniyi, 2011).
Intepretasi dari Peak Flow Meter dilihat berdasarkan tiga zona, yaitu
zona hijau dengan nilai FEV1/FVC sekitar 80% berarti fungsi paru
baik. Zona kuning dengan FEV1/FVC sekitar 50-79 % berarti fungsi
paru mengalami penurunan dengan aktivitas terbatas, batuk kronis, dan
terdapat gangguan tidur, terakhir adalah zona merah dengan
FEV1/FVC kurang dari 50% berarti fungsi paru sudah mulai buruk
(Adeniyi, 2011). Cara penggunaan peak flow meter terdapat beberapa
lagkah: (PAMF, 2014)
a. Atur kursor pada angka 0 dan jangan menyentuh kursor saat
menghembuskan napas.
b. Berdiri dan pegang peak flow meter secara horizontal didepan
mulut.
c. Tarik napas dalam-dalam dan tutup mulut di sekitar corong agar
tidak ada kebocoran udara.
d. Hembuskan napas sekeras dan secepat mungkin serta perhatikan
angka yang ditunjukan oleh kursor.
e. Kembalikan kursor dan ulangi urutan tersebut sebanyak dua kali
hingga memperoleh tiga bacaan. Pembacaan tertinggi dari hasil
ketiga pengukuran tersebut adalah arus puncak respirasi dan harus
dicatat atau direkan pada diagram aliran puncak pernapasan.
29
Gambar 18. Cara menggunakan peak flow meter (Adeniyi, 2011).
2. Spirometri
Spirometri merupakan suatu pemeriksaan yang menilai fungsi
terintegrasi mekanik paru, dinding dada dan otot-otot pernapasan
dengan mengukur jumlah volume udara yang dihembuskan dari
kapasitas paru total (TLC). Indikasi spirometri antara lain sebagai
diagnostik individu yang memiliki gejala penyakit paru, menentukan
prognosis penyakit, menilai intervensi terapeutik, menentukan pasien
yang membutuhkan program rehabilitasi dan survei epidemiologis
untuk menetapkan standar nilai normal dan penelitian klinis. Kontra
indikasi absolut spirometri meliputi peningkatan tekanan intracranial,
ablasio retina, space occupying lesion dan lain-lain. Sementara kontra
indikasi relatif antara lain hemoptysis yang tidak diketahui
penyebabnya, pneumotoraks, angina pectoris tidak stabil, hernia
inguinalis, dan lain-lain (Uyainah, 2014).
30
Gambar 19. Contoh spirometri dengan mouthpiece,filter dan tampilan real-time
(Department of Labour, 2013).
Di dalam menentukan hasil interpretasi spirometri maka pada awalnya
harus ditentukan nilai referensi normal FEV1 dan FVC pasien
berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe
spirometri dapat menghitung nilai normal dengan memasukkan data
pasien). Kemudian pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari
pemerikssan spirometri yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai
normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan
presentase nilai prediksi (Uyainah, 2014). Interpretasi spirometri antara
lain adalah : (Uyainah, 2014).
a. Fungsi paru normal menunjukkan nilai FEV1>80% dan FVC> 80%
b. Obstructive Ventilatory Defects (OVD). Penyempitan saluran napas
dan gangguan aliran udara di dalamnya. Kelainan ini berupa
penurunan rasio FEV1: FVC <70%. Ketika sudah ditetapkan
diagnosis OVD, maka selanjutnya menilai beratnya obstruksi,
kemungkinan reversibelitas dari obstruksi, menentukan adanya
hiperinflasi, dan air trapping.
31
c. Restrictive Ventilatory Defects (RVD). Gangguan restriktif yang
menjadi masalah adalah hambatan dalam pengembangan paru dan
akan mempengaruhi kerja pernapasan dalam mengatasi resistensi
elastik. Manifestasi spirometrik yang biasanya timbul akibat
gangguan ini adalah penurunan pada volume statik. RVD
menunjukkan reduksi patologik pada TLC (< 80%).
2.12 Penyakit Yang Mempengaruhi Fungsi Paru
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3
di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Kuman
tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik,
yang disebut sarang primer atau afek primer (Perhimpunan Dokter
Paru Seluruh Indonesia, 2006).
Kompleks primer ini akan mengalami sembuh tidak meninggalkan
cacat sama sekali, sembuh dengan meninggalkan kompleks Ghon atau
mengalami penyebaran secara perkontinitatum, bronkogen, hematogen
ataupun limfogen. Komplikasi penyebaran ini dapat sembuh dengan
meninggalkan sekuele ataupun meninggal dunia. Gejala respiratorik
berupa batuk lebih dari dua minggu, batuk mengandung lendir darah,
sesak nafas dan nyeri dada sedangkan untuk gejala sistemik berupa
demam, malaise, keringat malam, serta anoreksia dan penurunan berat
32
badan yang drastis (Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia,
2006).
Selain dari gejala klinis tersebut penegakan diagnosis Tuberkulosis
Paru dapat dikonfirmasi dngan pemeriksaan sputum BTA (Basil Tahan
Asam) SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) dengan intepretasi apabila dalam
3 kali pemeriksaan positif atau 2 kali positif dan satu negatif berarti
BTA positif, sedangkan jika 1 kali pemeriksaan positif dan 2 kali
negatif ulangi pemeriksaan BTA 3 kali kemudian jika 1 kali
pemeriksaan positif, 2 kali negatif berarti BTA positif dan apabila
ketiga pemeriksaan negatif berarti BTA negatif dan bukan TB paru
(Werdhani, 2011).
2. Asma Bronkial
Asma merupakan penyakit inflamasi paru yang terdiri atas inflamasi
akut dan kronik. Pertama, inflamasi akut diawali oleh faktor pencetus.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara
lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi
akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus
diikuti reaksi asma tipe lambat. Reaksi asma tipe cepat terjadi karena
alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
mediator seperti histamin, protease, leukotrien, prostaglandin dan PAF
yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Sementara, reaksi tipe lambat timbul antara 6-9 jam
setelah paparan alergen dan melibatkan aktivasi eosinofil, sel T CD4+,
33
neutrofil dan makrofag. Proses inflamasi kronik pada asma akan
meimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti
oleh proses penyembuhan (healing process) yang menghasilkan
perbaikan (repair) dan pergantian sel-sel yang rusak dengan sel-sel
yang baru (Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia, 2003).
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala
berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan keadaan yang
berkaitan dengan cuaca, dan biasanya gejala tersebut diperberat pada
malam hari. Anamnesis yang baik dapat menegakkan diagnosis,
ditambah dengan pengukuran fungsi paru, akan lebih
meningkatkan nilai diagnostik (Perhimpunan Dokter Paru Seluruh
Indonesia, 2003).
3. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebagai penyakit respirasi
kronis ditandai adanya hambatan aliran udara yang persisten dan
biasanya bersifat progresif serta serta berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi kronis saluran pernapasan. Gejala yang
paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas. Sesak
napas juga biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena
terganggunya aktivitas fisik akibat gejala ini. Sesak napas biasanya
menjadi keluhan ketika FEV1 <60% prediksi.Sesak napas merupakan
peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas, gasping,
dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya
batuk kronis adalah gejala awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga
34
biasanya merupakan gejala klinis yang pertama kali disadari oleh
pasien.10 Batuk kronis pada PPOK bisa juga muncul tanpa adanya
dahak. Faktor risiko PPOK berupa merokok, genetik, paparan terhadap
partikel berbahaya, usia, status sosioekonomi, dan infeksi (Soerto,
2014).
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta
distorsi akibat fibrosis. Terdapat gambaran yang khas seperti penderita
kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing,
Sedangkan, pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Sementara,
pada bronkitis kronik memiliki gambaran penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer (Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia, 2003).
35
2.13 Kerangka Teori
Gambar 20. Kerangka teori
(Budiono,2007)
Keterangan :
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Terhirup dan
masuk melalui
saluran
pernapasan
Penurunan
Fungsi Paru
Deposisi
partikel cat di
saluran napas
Usia Genetik Merokok
Menurunkan fungsi
silia, pembengkakan
epitel
Defisiensi
alpha 1
antitripsin
Proses
Pengecatan
Penggunaan Alat
Pelindung Pernapasan
Penyebaran
partikel di
udara
Lama kerja
Masa kerja
Tiner : isosianat
Binder : resin
Pigmen: chromate,
cadmium,
chromium
Melebihi ambang
batas
Kandungan cat
Toksik
Kerentanan
individu
Tempat kerja
Terbuka
Tertutup
Penyakit gangguan
pernapasan :
TBC
PPOK
Asma Bronkial
Inflamasi
jaringan paru
36
2.14 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan suatu kaitan antara konsep-konsep
atau variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian.
Berikut kerangka konsep dalam penelitian ini:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 21. Kerangka konsep
2.15 Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. H0 : Tidak terdapat hubungan antara usia dengan penurunan fungsi
paru
Ha : Terdapat hubungan antara usia dengan penurunan fungsi paru
2. H0 : Tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan penurunan
fungsi paru
Ha : Terdapat hubungan antara masa kerja dengan penurunan fungsi
paru
3. H0 : Tidak terdapat hubungan antara penggunaan alat pelindung
pernapasan dengan penurunan fungsi paru
Ha : Terdapat hubungan antara penggunaan alat pelindung
pernapasan dengan penurunan fungsi paru
1. Usia
2. Masa kerja
3. Penggunaan alat
pelindung pernapasan
4. Tempat kerja
5. Lama jam kerja per-
hari
6. Merokok
Penurunan Fungsi Paru
37
4. H0 : Tidak terdapat hubungan antara tempat kerja dengan penurunan
fungsi paru
Ha : Terdapat hubungan antara tempat kerja dengan penurunan fungsi
paru
5. H0 : Tidak terdapat hubungan antara lama jam kerja per-hari dengan
penurunan fungsi paru
Ha : Terdapat hubungan antara lama jam kerja per-hari dengan
penurunan fungsi paru
6. H0 : Tidak terdapat hubungan antara merokok dengan penurunan
fungsi paru
Ha : Terdapat hubungan antara merokok dengan penurunan fungsi
paru
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan
pengambilan data Cross sectional. Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil melalui pemeriksaan
fungsi paru dengan menggunakan Peak Flow Meter.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 15 bengkel pengecatan mobil yang di Kota
Bandarlampung pada bulan Oktober-Desember 2019.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Dalam
penelitian ini yang merupakan variabel bebas adalah usia, masa kerja,
penggunaan alat pelindung pernapasan, tempat kerja, lama jam kerja per-
hari, dan merokok.
39
3.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi variabel lain. Dalam
penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah penurunan fungsi
paru.
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian
3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah pekerja di bengkel pengecatan
mobil yang ada di Lampung, sementara populasi terjangkau adalah 68
pekerja di 15 bengkel pengecatan mobil yang ada di Kota Bandarlampung.
3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sekumpulan subyek maupun obyek yang diambil mewakili
suatu populasi. Sampel dari penelitian ini yaitu pekerja pengecatan mobil di
Kota Bandarlampung.
1) Besar Sampel
Untuk menentukan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan
rumus Slovin sebagai berikut :
n =
=
=
=
n= 60 orang
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi pada 15 bengkel pengecatan mobil di Kota
Bandarlampung (68 orang)
d = Presisi penelitian (5%)
40
Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 65 orang, dikarenakan 3
dari 68 sampel termasuk kedalam kriteria eksklusi, yaitu 2 orang pernah
terdiagnosis penyakit Tuberkulosis dan 1 orang terdiagnosis asma.
2) Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pengambilan sampel dengan menggunakan Consecutive
Sampling yang berarti semua pekerja yang masuk dalam kriteria inklusi
akan menjadi sampel penelitian.
3.4.3 Kriteria inklusi
1. Bersedia mengikuti proses penelitian hingga selesai.
3.4.4 Kriteria eksklusi
1. Tidak masuk kerja pada saat pengambilan data.
2. Pernah terdiagnosis penyakit gangguan paru seperti: Tuberkulosis
(TBC), Asma Bronkial, Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi operasional
No Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Usia Usia responden
(dalam tahun) saat
dilaksanakan
penelitian dan
dipastikan dengan
melihat kartu
tanda penduduk
responden.
Wawancara 1. ≥30 tahun
2. <30 tahun
(Budiono,2007)
Skala
Ordinal
2. Masa Kerja Lamanya
responden telah
bekerja (dalam
tahun dan bulan)
sebagai pengecat
mobil.
Wawancara 1. ≥10 tahun
2. <10 tahun
(Budiono,2007)
Skala
Ordinal
41
3. Penggunaan
Alat
Pelindung
Pernapasan
Penggunaan
masker
oleh responden
pada saat bekerja.
Wawancara/
observasi
langsung
1. Menggunakan
2. Tidak
menggunakan
(Budiono,2007)
Skala
Nominal
4.
Tempat
Kerja
Tempat yang
digunakan pada
saat melakukan
aktivitas
pengecatan.
Wawancara/
observasi
langsung
1. Tertutup
2. Terbuka
(Budiono,2007)
Skala
Nominal
5. Lama Jam
Kerja Per-
Hari
Jumlah jam kerja
responden selama
satu hari.
Wawancara/
observasi
langsung
1. ≥8 jam
2. <8 jam
(Budiono,2007)
Skala
Ordinal
6. Merokok Kebiasaan
merokok
responden yang
dinilai melalui
pengukuran
derajat merokok.
Kuisoner
Indeks
Brinkman
1. Perokok Ringan
(0-200)
2. Perokok Sedang
(200-600)
3. Perokok Berat
(>600)
(Perhimpunan Dokter
Paru Seluruh
Indonesia, 2003).
Skala
Ordinal
7. Fungsi Paru Penilaian fungsi
paru yang
dilakukan pada
responden dengan
mengunakan peak
flow meter untuk
mengukur aliran
udara ekspirasi.
Peak flow
meter
1. Hijau; jika fungsi
paru dalam
keadaan baik
(normal) (80-
100%).
2. Kuning; jika
fungsi paru
mengalami
penurunan fungsi
sedang (50-79%).
3. Merah, jika
fungsi paru
mengalami
penurunan fungsi
secara berat
(<50%).
(Adeniyi, 2011)
Skala
Ordinal
3.6 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diambil melalui proses mengisi kuisoner serta wawancara untuk menilai usia,
masa kerja, penggunaan alat pelindung pernapasan saat bekerja, tempat kerja,
42
lama jam kerja per-hari dalam satu hari, serta penilaian langsung untuk
menilai fungsi paru menggunakan alat ukur fungsi paru yakni Peak Flow
Meter. Data sekunder diambil dari data jumlah pengecatan di lokasi penelitian.
3.7 Instrumen Penelitian
1. Kuisoner untuk wawancara dan mengisi data pribadi sampel penelitian
2. Alat bantu Peak Flow Meter
3.8 Langkah Kerja
3.8.1 Penyebaran Kuisioner
a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada institusi
pendidikan sebagai landasan permohonan mengadakan penelitian di
Bengkel pengecatan mobil di Kota Bandarlampung.
b. Surat tersebut akan diajukan kepada pihak pemilik bengkel pengecatan
mobil sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.Setelah
mendapat izin kemudian peneliti akan melakukan observasi, wawancara
dan pengisian kuisoner, penilaian fungsi paru
3.8.2 Pengukuran Puncak Laju Aliran Udara (Peak Flow Rate)
a. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan cara mengukur dan
mencatat nilai PEFR pada kelompok kontrol dan kelompok sampel yang
sebelumnya sudah dilakukan informed consent terlebih dahulu.
b. Sebelum dilakukan pemeriksaan PEFR, tiap sampel diterangkan terlebih
dahulu mengenai rencana pemeriksaan, cara kerja, alat yang dipakai, dan
hasil yang akan dicatat.
43
c. Setiap sample berada dalam posisi berdiri sambil memegang sendiri alat
Peak Flow Meter, kemudian melakukan inspirasi maksimal melalui
hidung dan memposisikan bibir menutup kuat disekitar corong.
d. Kemudian secara cepat mengeluarkan napas dengan dihembuskan secara
kuat melalui mulut yang sudah ada alatnya dan tidak boleh ada udara
yang keluar melalui hidung.
e. Dilakukan 3 kali pengukuran berturut-turut pada tiap sample dan dapat
diselingi istirahat.
f. Setiap akan ganti probandus, alat dibersihkan dengan alkohol swab.
g. Baca setiap hasil pengukuran puncak laju aliran udara pada skala peak
flow meter (dalam L/menit), untuk menghindari kesalahan pembacaan
pada skala peak flow meter maka di rekam dengan menggunakan video.
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan apabila data sudah terkumpul dan akan diubah
ke dalam bentuk tabel dan diolah menggunakan program komputer. Proses
tersebut terdiri dari beberapa langkah yakni:
1. Coding, menerjemahkan data yang terkumpul selama penelitian ke
dalam simbol yang cocok untuk analisis.
2. Data entry, memasukkan data ke komputer.
3. Verification, memasukkan data pemeriksaan secara visual data yang
dimasukkan dalam komputer
4. Output komputer, hasil yang telah dianalisis kemudian dicetak.
44
3.9.2 Analisis Data
Analisis statistika dalam program komputer untuk mengolah data yang
telah diperoleh menggunakan tiga macam analisis data, yaitu :
1) Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
variabel bebas dan terikat. Pada umunya digunakan untuk
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
2) Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis menggunakan uji chi square untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Kemaknaan perhitungan stastitika digunakan batas α=0,05 terhadap
hipotesis, berarti jika p value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Jika
p value >0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang diuji.
Apabila uji chi square tidak memenuhi syarat, uji alternatif untuk
penelitian ini adalah uji penggabungan sel.
3) Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan regresi logistik ganda karena variabel
terikat pada penelitian ini termasuk variabel dikotomi dan variabel
bebasnya termasuk variabel categorical. Analisis multivariat
ditunjukkan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel
45
terikat sehingga faktor-faktor penentu apa saja yang paling berpengaruh
terhadap gangguan fungsi paru.
46
3.10 Alur Penelitian
Gambar 22 Alur Penelitian
Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Pengolahan Data
Hasil
Pembuatan proposal
Pengajuan surat izin
penelitian
Pemilihan sampel sesuai
kriteria
Responden memenuhi
kriteria dan bersedia
Observasi, wawancara
dan pengisian kuisoner,
penilaian fungsi paru
Pencatatan
Melakukan input data
Analisis data spesifik
Uji statistik
47
3.11 Etika Penelitian
Penelitian ini memperhatikan aspek etika penelitian dengan cara
mengajukan persetujuan surat keterangan etik dari Komite Etika Penelitian
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor
3179/UN26.18/PP.05.02.00/2-19. Proses pelaksanaannya akan memberikan
penjelasan mengenai prosedur penelitian dan meminta izin kepada
responden dengan menandatangani lembar informed consent dan
merahasiakan identitas guna melindungi dan menghormati responden.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan yang diperoleh setelah dilakukan penelitian ini adalah:
1. Pekerja pengecatan di Kota Bandarlampung dengan usia ≥30 tahun
sebanyak 30 responden (55,4%), dan sebanyak 29 responden (44,6%)
berusia < 30 tahun.
2. Pekerja pengecatan di Kota Bandarlampung dengan masa kerja <10
tahun sebanyak 44 responden (67,7%) dan sebanyak 21 responden
(32,3%) dengan masa kerja >10 tahun.
3. Pekerja pengecatan di Kota Bandarlampung dengan lama jam kerja per-
hari ≥8 jam sebanyak 28 responden (43,1 %) dan sebanyak 37 responden
(56,9%) dengan lama jam kerja per-hari < 8 jam.
4. Pekerja pengecatan di Kota Bandarlampung yang bekerja di tempat kerja
tertutup sebanyak 18 responden (27,7%) dan sebanyak 47 responden
(72,3%) bekerja di tempat terbuka.
5. Pekerja pengecatan di Kota Bandarlampung yang merupakan perokok
ringan sebanyak 24 responden (36,9%), perokok sedang 6 responden
(9,2%) dan perokok berat sebanyak 35 responden (53,8%) .
5.1 Kesimpulan
86
6. Pekerja pengecatan di Kota Bandarlampung yang sudah menggunakan
alat pelindung pernapasan sebanyak 34 responden (52,3 %) dan sebanyak
31 responden (47,7) tidak menggunakan alat pelindung pernapasan.
7. Terdapat hubungan signifikan antara usia dengan penurunan fungsi paru
pada pekerja pengecatan mobil di Kota Bandar Lampung. (p=0,049)
8. Terdapat hubungan signifikan antara masa kerja dengan penurunan
fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota Bandar Lampung.
(p=0,029)
9. Terdapat hubungan signifikan antara lama jam kerja per-hari dengan
penurunan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota Bandar
Lampung (p=0,017)
10. Terdapat hubungan signifikan antara tempat kerja dengan penurunan
fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota Bandar Lampung.
(p=0,029)
11. Terdapat hubungan signifikan antara penggunaan alat pelindung
pernapasan dengan penurunan fungsi paru pada pekerja pengecatan
mobil di Kota Bandar Lampung. (p=0,023).
12. Terdapat hubungan signifikan antara merokok dengan penurunan fungsi
paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota Bandar Lampung (p=0,001).
13. Perilaku merokok merupakan faktor paling dominan berpengaruh
terhadap penurunan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota
Bandar Lampung (p value=0,001)
87
1. Bagi para pekerja, disarankan untuk menggunakan alat pelindung
pernapasan (APD) pada saat bekerja untuk menurunkan kemungkinan
paparan cat yang dapat terhisap.
2. Pekerja perlu berupaya menjaga kesehatan fungsi paru dengan cara
mengurangi kebiasaan merokok.
3. Perlu diadakannya pemeriksaan kesehatan paru secara berkala pada
pekerja.
4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada
pekerja pengecatan mobil mengenai faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi fungsi paru dengan menggunakan jumlah sampel yang
lebih besar dari penelitian ini agar hasil pengolahan data lebih
berdistribusi dengan baik.
5. Bagi pemilik bengkel pengecatan mobil sebaiknya perlu menyediakan
fasilitas berupa tempat khusus pengecatan yang dilengkapi oleh ventilasi
berupa blower untuk meminimalisir bahaya paparan cat bagi pekerja cat
dan orang-orang disekitar lingkungan pengecatan.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adeniyi BO. 2011. The peak flow meter and its use in clinical practice. AJRM.
33(2): 22–4.
Australian Government. 2015. Guide for handling isocyanates. Australia: Safe
Work Australia.
Bachmann R, Felder R, Frings H, Giesecke M, Rzepka S. 2015. Job tenure in
turbulent times. Luxembourg: Office of the European Union.
Baratawidjaja K, Harjono T. 2001. Asma akibat kerja. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. Edisi ke-3.Balai Penerbit FKUI Jakarta. hlm. 33-42.
Boskabady MH, Dehghani H, Esmaeilzadeh M. 2003. Pulmonary function tests
and their reversibility in smokers. NRITLD. 2(8):23-30
Budiono, I. 2007. Faktor risiko gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan
mobil di kota semarang. JOUR [Online Journal] [diunduh 5 November
2019]. Tersedia dari https://www.researchgate.net.
Dahlan S. 2010. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Jakarta: Salemba
Medika.
Dahlin J, Spanne M, Dalene M, Karlsson D, Skarping G. 2008. Size-separated
sampling and analysis of isocyanates in workplace aerosols - Part II: Aging
of aerosols from thermal degradation of polyurethane. Ann Occup Hyg.
52(5): 375–83.
Damayanti, AR, Yusmawan W, Naftali Z. 2016. Faktor risiko rinitis akibat kerja
pada pekerja pengecatan mobil pengguna cat semprot (studi pada bengkel
pengecatan mobil di kota semarang). JKD. 5(4): 375–85.
Darmawan, A. 2013. Penyakit sistem respirasi akibat kerja. JMJ.1(1): 1-5.
Department of Labour. 2013. Spirometry Testing in Occupational Health
Programs. US: Occupational Safety And Health Administration.
Dykewicz, M. S. 2009. Occupational asthma: Current concepts in pathogenesis,
diagnosis, and management. J Allergy Clin Immun. 123(3). 519–528.
89
Ellis. 2015. Methyl Acetate : Safety Data Sheet. USA : Ellis Paint Company.
Faidawati, R. 2003. Penyakit paru obstruktif kronik dan asma akibat kerja. JRI. 7 -
11.
Fathmaulida A. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi
paru pada pekerja pengolahan batu kapur di desa Tamansari Kabupaten
Karawang. [Skripsi]. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Fisher. 2018. Resin : Safety Data Sheet. Canada : Fisher Scientific.
Global Safety Management. 2014. Polyurethane : Safety Data Sheet. USA : GSM
Gold D, Wypij XW. 2015. Effect of cigarette smoking on lung function in
adolescent boys and girls. N Eng J Med. 335(13) : 931-7
Grafina MD, Fihir MI. 2013. Analisis gangguan fungsi paru pada pekerja di
bengkel body repair X. Fakultas Kesehatan Masyarakat : Universitas
Indonesia.
Gunadi. 2008. Teknik Bodi Otomotif Jilid 1. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Guyton C. Arthur. 2014. Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC.
Harahap F, Aryastuti E. 2012. Uji fungsi paru. Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS.
Persahabatan Jakarta, Indonesia. CDK 192. 39(4): 305.
Haryanto M, Kurniawan B, Suyoto T. 2018. Faktor yang berhubungan dengan
gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di ligu semarang.
Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang.
Hasan H, Maranatha RA. 2017. Perubahan fungsi paru pada usia tua. JR . 3(2):
52-7.
Hines SE, Barker E, Knight V, Robinson M, Duvall K, Gaitens J, et al. 2011.
Respiratory symptoms, spirometry and immunologic sensitivity in epoxy
resin workers. J Clin Transl Res. 6(8): 722-8.
Hugo M, Arielle M, Priscila T. 2011. Occupational risk assessment of paint
industry workers. Indian J Occup Environ Med. 15(2): 52-8.
Ibrahim I, Abuelfadl A, Ebiarya EA, Maddaha EE, Shourbagy ES. 2010.
Pulmonary toxicity in car spray painters. MJFCT. 1(18): 51-64.
90
Ichsani N. 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru pada
pekerja pengolahan batu split PT Indonesia Utra Pertama Cilegon. [Skripsi].
FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Interpid Coatings. 2016. Nitrocellulose : Safety Data Sheet. USA : Interpid
Coatings
ILO. 2013. The prevention of occupational disease. Jakarta : International Labour
Organization.
Kelly C. 2009. Automotive paint technology into the 21st century. Australia :
International Specialised Skills Institute Inc.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2011. Peraturan
menteri tenaga kerja dan transmigrasi republik indonesia
No.PER13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor
kimia di tempat kerja.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2018. Peraturan
menteri tenaga kerja dan transmigrasi republik indonesia
No.PER08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Tentang penyelenggaraan
pelayanan penyakit akibat kerja. Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Infodatin Hari Tanpa
Tembakau Sedunia. Jakarta: Kemenkes.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 1970. Peraturan
menteri tenaga kerja dan transmigrasi republik indonesia
No.PER01/MEN/1970 tentang keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja.
Kim B, Yoon J, Choi B, Shin YC. 2013. Exposure assessment suggests exposure
to lung cancer carcinogens in a painter working in an automobile bumper
shop. SH@W. 4(4): 216–20.
Kocak M, Aciksari K. 2019. Chemical pneumonia due to paint thinner ingestion:
a case report and literature review. Eurasian J Emerg Med 18(01):55-7.
Lalley PM. 2013. The aging respiratory system—Pulmonary structure, function
and neural control. Respiratory Physiology & Neurobiology.
National Institute for Occupational Safety and Health. 2004. NIOSH respirator
selection logic. U. S. Departement of Health and Human Services Centers for
Disease Control and Prevention.
91
NASCAR. 2006. Automotive respirators and safety products. USA : 3M.
Numan, AT. 2012. Effect of car painting vapours on pulmonary and liver function
of Automobile painting worker within Baghdad governorate area. Al-kindy
Col Med J 8(02): 58–64.
PAMF. 2014. How to use a peak flow meter. palo alto medical foundation.
[diunduh 6 Agustus 2019]. Tersedia dari: www.sutterhealth.org/
pamf/services/asthma.
Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia. 2003. Pedoman diagnosis &
penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia. 2006. Pedoman diagnosis &
penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia. 2003. Pedoman diagnosis &
penatalaksanaan penyakit paru obstruksi kronis di indonesia. Jakarta: PDPI.
Piirilä PL, Keskinen HM, Luukkonen R, Salo SP, Tuppurainen M, Nordman H.
2005. Work, unemployment and life satisfaction among patients with
diisocyanate induced asthma - A prospective study. J Occup Health. 47(2):
112–8.
Politon FVM, Christine. 2018. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
Bengkel Pengecatan Mobil Di Kota Palu. JIK. 12(1): 28-33.
Price AS, Wilson ML. 2005. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC.
Pronk A, Preller L, Heimsoth MR, Jonkers ICL, Lammers JW, Wouters IM,
Doekes G, et al . 2007. Respiratory symptoms, sensitization, and exposure–
response relationships in spray painters exposed to isocyanates. Am J Respir
Crit Care Med. 80(176): 1090-7.
Queensland Government. 2013. Spray painting and powder coating. Australia:
Safe Work Australia.
Saab L. 2016. Risiko gangguan pernapasan akibat pajanan isosianat di tempat
kerja yang dinilai menggunakan kuesioner, estimasi pajanan oleh ahli
higiene, serta matriks pajanan penyebab asma di tempat kerja. Majalah
Kedokteran UKI 32 (1).
Sirait, Manna. 2011. Hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang
padi Kecamatan Porsea Tahun 2010. UJ [Online Journal] [diunduh 10
November 2019]. Tersedia dari http://www.repository.usu.ac.id
92
Shaughnessy P, Ramirez J. 2017. Filter penetration and breathing resistance
evaluation of respirators and dust masks. J Occup Environ Hyg.14(2): 148-
157
Siddanagoudra SP, Kanyakumari DH, Nataraj SM. 2012. Respiratory morbidity in
spray paint workers in an automobile sector. Int J Health Allied Sci.1(4):269-
73.
Soerto AY, Suryadinata H. 2014. Penyakit paru obstruktif kronik. Ina J Chest Crit
and Emerg Med. 1: 83-88.
Stolk J, Fregonese L.2003.Hereditary alpha-1antitrypsin deficiency and its clinical
consequences. Orphanet J Rare Dis. 3(16):1-9
Suma’mur PK. 2009. Higene perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES).
Jakarta: CV Haji Masagung.
Tamashiro E, Cohen NA, Palmer JN, Lima WTA. 2007. Effect of cigarette
smoking on the respiratory epithelium and its role in the pathogenesis of
chronic rhinosinusitis. Braz J Otorhinolaryngol. 75(6): 903-7.
Tantisuwat A, Thaveeratitham P. 2014. Effects on smoking on chest expansion ,
lung function, and respiratory muscle strength of youths. J. Phys. Ther. Sci.
26 : 167-70.
Tena AF, Clarà PC. 2012. Deposition of Inhaled Particles in the Lungs. Arch
Bronconeumol. 48(7): 240–246.
Tortora GJ, Derrickson B. 2014. Principles of anatomy & physiology (14th
Edition). USA : John Wiley & SonsWiley.
Undang-undang Republik Indonesia No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Uyainah A, Amin Z, Thufeilsyah F. 2014. Spirometri. Ina J Chest Crit and Emerg
Med. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. 1(1):35-38.
Valtech. 2012. Xylene : Safety Data Sheet. USA : Valtech Diagnostic Inc.
Wahyuningsih, Faisal Yunus, Mukhtar Ikhsan. 2003. Dampak inhalasi cat
semprot terhadap kesehatan paru. Cermin kedokteran (138): 12 - 7.
Wang Y, Su H, Gu Y, Song X, Zhao J. 2017. Carcinogenity of chromium and
chemoprevention : a brief update. Dove Med Press (10): 406-7
Werdhani R. 2011. Patofisiologi, diagnosis, dan klasifikasi tuberkulosis.
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Keluarga. Jakarta: FKUI.