FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN · PDF fileTD, pernafasan, Hb, nyeri), pengetahuan dan...
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN · PDF fileTD, pernafasan, Hb, nyeri), pengetahuan dan...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN
MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI DI
BANGSAL ANGGREK RSUD dr. SOEDIRAN
MANGUN SUMARSO WONOGIRI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Noerini Rachmawati
NIM. ST14045
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i �
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN
MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI DI
BANGSAL ANGGREK RSUD dr. SOEDIRAN
MANGUN SUMARSO WONOGIRI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Noerini Rachmawati
NIM. ST14045
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii �
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN
MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL
ANGGREK RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
Oleh :
Noerini Rachmawati
NIM. ST14045
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 10 Februari 2016 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama,
Wahyu Rima Agustin, S. Kep., Ns., M. Kep
NIK. 201079102�
Pembimbing Pendamping,
Fakhrudin Nasrul Sani, S. Kep., Ns., M. Kep
NIK. 201185071�
Penguji,
Galih Setia Adi, S. Kep., Ns., M. Kep
NIK.201188089
Surakarta, 26 Februari 2016
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,
Atiek Murharyati, S. Kep., Ns., M. Kep
NIK. 200680021
iii �
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Noerini Rachmawati
NIM : ST14045
Dengan ini menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukkan
Tim Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, 07 Januari 2016
Yang membuat pernyataan,
(Noerini Rachmawati)
iv �
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :
“Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada
Pasien Post Appendiktomi Di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri”. Dalam penyusunan skripsi ini, banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya penelitian ini dapat
terwujud.
2. Wahyu Rima Agustin, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku ketua STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
3. Atiek Murharyati S.Kep., Ns., M. Kep, selaku Ka.Prodi S-1 Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Wahyu Rima Agustin, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku Pembimbing Utama.
5. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku Pembimbing
Pendamping yang telah memberikan masukkan dan arahan selama
penyusunan skripsi.
6. Galih Setia Adi, S. Kep., Ns., M. Kep selaku penguji yang telah banyak
memberikan masukan dan saran.
7. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S-1 Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.
v �
8. Direktur RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, yang telah
memberikan ijin tempat dalam penelitian ini.
9. Suami tercinta dan anak-anak tersayang yang selalu memberi semangat,
dukungan, motivasi, do’a dan dorongan dalam menempuh pendidikan ini.
10. Teman-teman seangkatan Mahasiswa Program Studi S1 Transfer
Keperawatan STIKes Kusuma Husada angkatan 2014, yang selalu
mendukung dan memberi semangat dalam penyusunan skripsi ini.
11. Responden dan keluarga yang telah memberikan izin untuk ikut serta dalam
penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, maka kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan skripsi ini, dan penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak dan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
pelayanan keperawatan.
Surakarta, 07 Januari 2016
Peneliti
(Noerini Rachmawati)
NIM : ST14045
vi �
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x
ABSTRAK .................................................................................................. xi
ABSTRACT ................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori ............................................................................. 6
2.1.1. Appendiktomi ................................................................. 6
2.1.2. Mobilisasi Dini ............................................................... 11
2.1.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dg Mobilisasi Dini ....... 19
2.2. Keaslian Penelitian ..................................................................... 27
2.3. Kerangka Teori............................................................................ 30
2.4. Kerangka Konsep ....................................................................... 31
2.5. Hipotesis .................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitan ..................................................... 32
3.2. Populasi dan Sampel .................................................................... 32
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 34
3.4. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 34
vii �
3.5. Alat Penelitian dan cara pengumpulan Data ................................... 36
3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 39
3.7. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data ............................................ 40
3.8. Etika Penelitian ............................................................................. 42
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Responden .............................................................. 44
4.2. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan
Mobilisasi Dini Pasien Post Operasi Appendiktomi ..................... 45
4.3. Analisis Pengaruh Kondisi Kesehatan Pasien, Emosi, Gaya
Hidup, Dukungan Sosial dan Pengetahuan Terhadap
Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pasien Post Operasi Appendiktomi .. 47
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden .............................................................. 48
5.2. Faktor kondisi Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini 48
5.3. Faktor Emosi Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini ................... 51
5.4. Faktor Gaya Hidup Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini .......... 52
5.5. Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini .. 52
5.6. Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini ......... 53
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ............................................................................... 54
6.2. Saran ........................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii �
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
Tabel 2.1 Keaslian Penelitan 25
Tabel 3.1 Definisi Operasional 32
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan 44
Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan
Pekerjaan
Tabel 4.2 Analisis Faktor Kondisi Kesehatan 45
Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.3 Analisis Faktor Emosi Terhadap 45
Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.4 Analisis Faktor Gaya Hidup Terhadap 46
Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.5 Analisis Faktor Dukungan Sosial 46
Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.6 Analisis Faktor Pengetahuan Terhadap 47
Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.7 Analisis Uji Regression Faktor 47
Mobilisasi Dini
ix �
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori 28
Gambar 2.2 Kerangka Konsep 29
x �
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Keterangan
1 Jadwal Penelitian
2 F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
3 F.07 Pengajuan Ijin Penelitian
4 Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
5 Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
6 Surat Ijin Penelitian
7 Surat Balasan Ijin Penelitian
8 Surat Keterangan Selesai Penelitian
9 Lembar Permohonan menjadi Responden
10 Lembar Persetujuan menjadi Responden
11 Kuesioner dan Instrumen Penelitian
12 Sampel Isian Kuesioner Responden
13 Data Hasil Penelitian
14 Hasil Analisis SPSS v.18.00
15 Dokumentasi Penelitian
16 Lembar Konsultasi
xi �
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Noerini Rachmawati
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada
Pasien Post Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri
ABSTRAK
Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang. Hasil
studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Wonogiri didapatkan data bahwa 4
dari 5 pasien mengatakan takut untuk bergerak dalam waktu 1 x 24 jam setelah
mengalami operasi appendiksitis dikarena merasa nyeri, takut jahitannya lepas
dan takut lukanya tidak kunjung sembuh. Pelaksanaan mobilisasi dini sering tidak
dihiraukan karena berbagai faktor yang membuat seseorang tidak melakukannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
mobilisasi dini pasien post appendiktomi.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif populasi dalam penelitian ini
adalah pasien yang telah melakukan appendiktomi di RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling yaitu 19 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Analisa data dalam
penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Pada penelitian ini data yang
disajikan adalah frekuensi dari karakteistik responden yang meliputi jenis
kelamin, umur, dan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor kondisi kesehatan (suhu,
TD, pernafasan, Hb, nyeri), pengetahuan dan dukungan sosial mempengaruhi
pelaksanaan mobilisasi dini. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan perawat
dan tenaga medis lainnya mampu memberikan motivasi terhadap pasien dan
keluarga dalam latihan mobilisasi dini.
Kata Kunci : Appendiksitis, Appendiktomi, Mobilisasi Dini
Daftar Pustaka : 18 (2005-2014)
xii �
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Noerini Rachmawati
Factors Associated with Early Mobilization of Patients Staying at Anggrek
Ward of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri
after Appendectomy
ABSTRACT
Appendicitis refers to inflammation of the vermiform appendix and is
supposed to be the cause of acute abdominal pain. This disease commonly occurs
in developing countries. A previous study conducted in Regional Public Hospital
of Wonogiri indicates that four of five patients were afraid of making movements
in 1 x 24 hours after undergoing appendectomy due to the pain, fear of surgical
knot loosening, and that of unrelieved pain. The implementation of early
mobilization is often ignored because of several factors. This research aims at
investigating the factors influencing the early mobilization of patients after
appendectomy.
This research belongs to descriptive research. The population includes all
patients who underwent appendectomy at dr. Soediran Mangun Sumarso Regional
Public Hospital of Wonogiri. Samples comprising 19 respondents meeting
inclusion criteria were selected using purposive sampling method. Descriptive
analysis was applied to analyze the data presenting frequencies of respondents’
characteristics including gender, age, and other factors contributing to the early
mobilization.
The research findings demonstrate that factors of health conditions
(temperature, blood pressure, respiration, hemoglobin (Hb), and pain),
knowledge, and social support give influence to the implementation of the early
mobilization. It is expected that nurses and other medical personnel give
motivation to patients and their family when implementing the early mobilization.
Keywords : appendicitis, appendectomy, early mobilization
Bibliography : 18 (2005-2014)
�
�
1 �
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara
berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki - laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki - laki berusia antara
10 sampai 30 tahun. Salah satu kelainan atau penyakit yang terjadi dalam
sistem pencernaan yang membutuhkan pembedahan secara khusus adalah
Appendiksitis (Primariawan, 2010).
Prevalensi tindakan operasi di Amerika serikat tahun 2009 dari 27 juta
orang yang menjalani operasi setiap pelayanan kesehatan, pasien dengan
infeksi pada daerah operasi abdomen akan menjalani perawatan dua kali lebih
lama di rumah sakit daripada yang tidak mengalami infeksi. Kurangnya
mobilisasi dini dapat menimbulkan lamanya hari perawatan dari pasien
dengan laparatomi, selain itu kurangnya mobilisasi dini pada pasien pasca
operasi laparatomi dapat menimbulkan adanya infeksi (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2010). Penyakit appendiksitis merupakan penyakit dengan
urutan keempat terbanyak pada tahun 2006 di Indonesia. Data yang dirilis
oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita
appendiksitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun
2009 sebesar 596.132 orang. Kelompok usia yang umumnya mengalami
2 �
�
�
appendiksitis yaitu pada usia antara 10 - 30 tahun. Insiden laki - laki lebih
tinggi dibandingkan perempuan (Eylin, 2009). Laporan Departemen
Kesehatan (Depkes) mengenai kejadian laparatomi atas indikasi appendiksitis
meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada tahun 2006 dan
1.281 kasus pada tahun 2007. Berdasarkan Data Tabulasi Nasional
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, tindakan bedah
menempati urutan ke 11 dari 50 pertama penyakit di rumah sakit se-Indonesia
dengan persentase 12,8% yang diperkirakan 32% diantaranya merupakan
tindakan bedah laparatomi (Hajidah & Haskas, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati dalam Hajidah & Haskas
(2014), menemukan bahwa ada pengaruh mobilisasi dini dengan
pemulihan peristaltik usus pada klien pasca operasi laparatomi di Ruang
Perawatan Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian lain dilakukan
oleh Isrofi menemukan bahwa mobilisasi dini 2 jam pasca operasi lebih
efektif dari pada mobilisasi 6 jam pasca operasi terhadap pemulihan
peristaltik usus pasien pasca operasi apendictomy dengan anastesi
subarchnoid blok di RSI Jemursari Surabaya.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Wonogiri bulan Juni
2015 didapatkan data bahwa 4 dari 5 pasien mengatakan takut untuk bergerak
dalam waktu 1 x 24 jam setelah mengalami operasi appendiksitis dikarena
merasa nyeri, takut jahitannya lepas dan takut lukanya tidak kunjung sembuh.
Pelaksanaan mobilisasi dini sering tidak dihiraukan karena berbagai faktor
yang membuat seseorang tidak melakukannya sehingga peneliti tertarik untuk
3 �
�
�
melakukan penelitian dengan judul “Faktor – faktor yang berhubungan
dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post Appendiktomi di
bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mencoba merumuskan
permasalahan yaitu faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post Appendiktomi di Bangsal
Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
mobilisasi dini pada pasien post Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD
dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri?
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi hubungan faktor kondisi kesehatan pasien
(suhu, tekanan darah, pernafasan, hemoglobin dan nyeri) dengan
pelaksanaan mobiilisasi dini pasien post appendiktomi.
b. Untuk mengidentifikasi hubungan emosi terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi.
c. Untuk mengidentifikasi hubungan faktor gaya hidup terhadap
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien appendiktomi.
4 �
�
�
d. Untuk mengidentifikasi hubungan faktor dukungan sosial dengan
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi.
e. Untuk mengidentifikasi hubungan faktor pengetahuan dengan
pelaksanaan mobilisasi dini pasien post appendiktomi.
f. Untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
mobilisasi dini pasien post appendiktomi.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi
dan masukan bagi perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pasien
post appendiktomi di rumah sakit.
2. Institusi pendidikan
Diharapkan dapat menambah pembendaharaan ilmu pengetahauan
dalam keperawatan terutama dalam mobilisasi pasien paska operasi.
Sebagai sumber pustaka tentang penelitian mobilisasi dini pada pasien
post operasi.
3. Peneliti lain
Memberikan pengalaman serta sebagai aplikasi praktik dari teori
yang sudah didapatkan serta menambah wawasan pengetahuan tentang
appendiksitis.
5 �
�
�
4. Manfaat bagi peneliti
Sebagai data bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup
mobilisasi dini pasien post appendiktomi.
�
�
6��
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Teori
2.1.1. Appendiktomi
1. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
2000). Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Appendiksitis adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari
rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat. Appendiksitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi
pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang
paling sering terjadi. Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua
yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).
a. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum
lokal. Gajala apendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
7��
�
�
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik.Insiden apendisitis
kronikantara 1-5%.
2. Etiologi dan predisposisi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiksitis dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendiksitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit
seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
8��
�
�
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2005).
3. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi
mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebakan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan
ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
9��
�
�
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua
proses diatas berjalan lambat, usus yang berdekatan akan bergerak
kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah (Mansjoer, 2009).
4. Manifestasi klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang
terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada
titik Mc. Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka
superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda
ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal.
Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat
rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks
dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul
dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
10��
�
�
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila
apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi
akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat
bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan
obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampa ia mengalami ruptur apendiks. Insidens
perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari
pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat
pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
5. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk
membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan (Akhyar &
Yayan, 2008). Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka
ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang
sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak
dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas
sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
11��
�
�
keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi
atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2005).
6. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah
10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia.
Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,70 C atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.
Suzanne, 2005).
2.1.2. Mobilisasi Dini
1. Pengertian
Mobilisasi adalah jalan untuk melatih hampir semua otot tubuh
dan meningkatkan fleksibilitas sendi (Rasjad, 1998). Tahap-tahap
dalam melakukan mobilisasi adalah latihan ambulasi dilakukan lebih
baik setelah 12 - 24 jam pertama dan harus dibawah pengawasan
perawat untuk memastikan bahwa latihan tersebut dilakukan dengan
tepat dan dengan cara yang aman. Latihan tersebut melalui tahap-tahap
yaitu:
a. Setelah 12-24 jam pertama postoperasi pasien berpindah posisi
setiap 1-2 jam. Melakukan latihan kaki setiap jam jika pasien terjaga.
12��
�
�
b. Jika pasien mampu beradaptasi untuk melakukan miring kiri dan
kanan, 6 – 12 jam berikutnya pasien dibantu untuk bergerak secara
bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk sampai semua tanda
pusing hilang. Posisi ini dapat dicapai dengan menaikan bagian
kepala tempat tidur.
c. Apabila pasien dapat duduk di tempat tidur tanpa mengeluh pusing
hari ketiga post operasi anjurkan untuk menjuntai kaki di samping
tempat tidur, jika tanda-tanda vital normal dan pasien tidak
mengeluh pusing bantu pasien untuk berdiri disamping tempat tidur
dan bantu pasien untuk berjalan perlahan dalam jarak pendek ± 2-3
meter.
d. Hari keempat pasien dibantu untuk berjalan kekamar mandi dan jika
luka operasi kering, pemenuhan nutrisi baik, hasil pemeriksaan
penunjang baik, tidak ada komplikasi lainnya, perawat dapat
memberitahukan kepada dokter agar pasien boleh dipulangkan
(Perry dan Poter, 2006).
Jenis-jenis latihan mobilisasi dini :
1) Kontraksi otot
a) Latihan isotonik
b) Latihan isometrik
c) Latihan isokinetik
13��
�
�
2) Pergerakan tubuh
a) Latihan aerobik
b) Latihan peregangan
c) Latihan kekuatan dan penahanan
d) Pergerakan dan aktifitas sehari-hari
Jenis bantuan untuk mobilisasi :
1) Dengan bantuan satu perawat
2) Dengan bantuan dua perawat
3) Dengan bantuan alat lain :
a) Walker
b) Cane ( tongkat )
c) Brace ( penyangga )
d) Crutch
Jenis tindakan range of motion :
1) Range of motion pasif
Range of motion pasif adalah rentang gerak yang
dilakukan oleh pasien dengan bantuan perawat atau orang lain
dengan posisi pasien pasif.
2) Range of motion aktif
Range of motion aktif adalah rentang gerak yang
dilakukan oleh pasien dengan tanpa bantuan perawat atau orang
lain dengan posisi pasien aktif.
14��
�
�
3) Continuos passive motion machine
a) Metode nafas dalam dan latihan batuk
b) Tidur pada posisi semi fowler atau fowler, lutut dilipat untuk
memekarkan otot dada sepenuhnya
c) Tempatkan tangan yang ringan diatas perut
d) Tarik nafas perlahan-lahan melalui hidung, membiarkan dada
mekar dan rasakan perut naik menekan tangan
e) Tahan nafas selama 3 detik
4) Dampak mobilisasi post operasi
a) Peningkatan sirkulasi
(1) Nutrisi untuk penyembuhan mudah didapat pada daerah
luka
(2) Mencegah trombophlebitis
(3) Peningkatan kelancaran fungsi ginjal
(4) Pengurangan rasa nyeri
b) Peningkatan berkemih
Mencegah retensi urine
c) Peningkatan metabolisme
(1) Mencegah berkurangnya tonus otot
(2) Mengembalikan keseimbangan nitrogen
d) Peningkatan peristaltik
(1) Memudahkan terjadinya flatus
(2) Mencegah distensi abdominal dan nyeri akibat gas
15��
�
�
(3) Mencegah konstipasi
(4) Mencegah illeus paralitik
Mobilisasi dini menurut Marlitasari, Ummah dan Iswati (2010)
meliputi :
1. Perencanaan mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dilakukan pada pasien post
appendiktomi adalah untuk membantu penyembuhan pada
pasien post appendiktomi. Kategori ini diperinci dengan
jawaban Ya = 90%, dan Tidak = 10%. Hal ini dikarenakan
pendidikan perawat sangat mendukung dalam hal memberikan
pendidikan kesehatan. Rata-rata pendidikan perawat di ruang
rawat inap adalah DIII keperawatan, namun hal itu tidak
menjadi masalah karena mereka dapat melaksanakan instruksi
kerja yaitu dalam memberikan asuhan keperawatan maupun
tindakan keperawatan khususnya mobilisasi dini dengan cukup
baik.
Mobilisasi dini memiliki tujuan bagi pasien post
appendiktomi adalah untuk memperlancar peredaran darah,
mencegah komplikasi pasca operasi seperti ateletaksis,
pneumonia hipostatik, gangguan gastrointestinal, dan masalah
sirkulasi (tromboplebitis, dekubitus). Manfaat mobilisasi bagi
pasien post operasi adalah penderita merasa lebih sehat dan kuat
dengan ambulasi dini (early ambulation). Pergerakan yang
16��
�
�
dilakukan dapat membuat otot-otot perut dan panggul akan
kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali
dan dapat mengurangi rasa sakit, mempercepat kesembuhan.
Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Mobilisasi dini
dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali
normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ
tubuh bekerja seperti semula. Mencegah terjadinya trombosis
dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah
normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan
tromboemboli dapat dihindarkan.
Mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu rentang
gerak pasif. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien. Rentang gerak aktif untuk melatih
kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring
pasien menggerakkan kakinya. Rentang gerak fungsional
berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan.
2. Pelaksanaan mobilisasi dini
Teknik mobilisasi berupa miring kanan miring kiri,
menggerakkan ekstremitas atas dan bawah secara bergantian,
17��
�
�
serta menganjurkan pasien untuk duduk semi fowler diatas
tempat tidur. Sehingga hanya sebagian saja teknik mobilisasi
dini yang dilakukan pasien.
Faktor pendidikan pasien juga mempengaruhi dalm
pelaksanaan mobilisasi dini. Pasien tidak mengetahui tentang
pentingnya mobilisasi dini post operasi. Kadang pasien hanya
menjawab saja tanpa melakukan mobilisasi dini sesuai anjuran
perawat. Jadi dalam hal ini sulit untuk menyalahkan pihak yang
terkait. Pelaksanaan mobilisasi dini yang dilakukan perawat
dalam memberikan tindakan keperawatan berupa latihan miring
kanan miring kiri sejak 6-10 jam setelah pasien sadar, latihan
menggerakkan ekstremitas atas dan bawah, latihan pernafasan
yang dapat dilakukan pasien sambil tidur telentang, latihan
duduk selama 5 menit, latihan nafas dalam dan batuk efektif,
dan mampu merubah posisi tidur terlentang menjadi setengah
duduk/semi fowler.
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam
mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah
komplikasi pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari
latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca
bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat
dan mengurangi resikoresiko karena tirah baring lama seperti
terjadinya dekubitus, kekakuan/penegangan otot-otot seluruh
18��
�
�
tubuh dan sirkulasi darah dan pernapasan terganggu, juga
adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. Sering kali
dengan keluhan nyeri di daerah operasi klien tidak mau
melakukan mobilisasi ataupun dengan alasan takut jahitan lepas
klien tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat
sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien
tidak mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan.
Tahapan ambulasi dini yaitu dengan melakukan sitting
balance yaitu membantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur
dengan bantuan yang diperlukan. Pergerakan dimulai dari duduk
di tempat tidur. Aktivitas ini dilakukan 2 atau 3 kali selama 10-
15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tenpat tidur dengan
bantuan perawat sesuai dengan kebutuhan pasien. Jangan terlalu
memaksakan pasien untuk melakukan banyak pergerakan pada
saat bangun untuk menghindari kelelahan (Hoeman, 2011).
Manfaat ambulasi dini yaitu peningkatan sirkulasi
sehingga nutrisi untuk penyembuhan mudah didapat pada daerah
luka, Mencegah trombophlebitis, Peningkatan kelancaran fungsi
ginjal (Mencegah retensi urine), Pengurangan rasa nyeri,
Peningkatan metabolisme (Mencegah berkurangnya tonus otot
dan Mengembalikan keseimbangan nitrogen), Peningkatan
peristaltik (Memudahkan terjadinya flatus, Mencegah distensi
19��
�
�
abdominal dan nyeri akibat gas, Mencegah konstipasi,
Mencegah illeus paralitik (Hoeman, 2011).
2.1.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ambulasi Dini
Faktor-faktor yang berhubungan dengan ambulasi dini pasien paska
operasi ekstremitas bawah adalah :
1. Kondisi kesehatan pasien
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem
muskuloskeletal dan sistem saraf berupa penurunan koordinasi.
Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit, berkurangnya
kemampuan untuk melakukan aktivitas (Kozier & Erb, 2007).
Nyeri paska bedah kemungkinan disebabkan oleh luka bekas
operasi tetapi kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Setelah
pembedahan nyeri mungkin sangat berat, edema, hematom dan spasme
otot merupakan penyebab nyeri yang dirasakan, beberapa pasien
menyatakan bahwa nyerinya lebih ringan dibanding sebelum
pembedahan dan hanya memerlukan jumlah anlgetik yang sedikit saja
harus diupayakan segala usaha untuk mengurangi nyeri dan
kestidaknyamanan. Tersedia berbagai pendekatan farmakologi berganda
terhadap penatalaksanaan nyeri. Analgesia dikontrol pasien (ADP) dan
analgesia epidural dapat diberikan untuk mengontrol nyeri, pasien
dianjurkan untuk meminta pengobatan nyeri sebelum nyeri itu menjadi
berat. Obat harus diberikan segera dalam interval yang ditentukan bila
awitan nyeri dapat diramalkan misalnya ½ jam sebelum aktivitas
20��
�
�
terencana seperti pemindahan dan latihan ambulasi (Brunner &
Suddarth, 2005).
Menurut Brunner & Suddarth (2005) kebanyakan pasien merasa
takut untuk bergerak setelah paska operasi fraktur karena merasa nyeri
pada luka bekas operasi dan luka bekas trauma. Efek immobilisasi pada
sistem kardiovaskular adalah hipotensi ortostatik. Hipotensi orthostatik
adalah suatu kondisi ketidak mampuan berat dengan karakteristik
tekanan darah yang menurun ketika pasien berubah dari posisi
horizontal ke vertikal (posisi berbaring ke duduk atau berdiri), yang
dikatakan hipotensi ortostatik jika tekanan darahnya < 100 mmhg
(Dingle, 2003 dalam Perry & Potter, 2006). Ditandai dengan sakit
kepala ringan, pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi,
gangguan visual, dispnea, ketidaknyamanan kepala dan leher, dan
hampir pingsan atau pingsan (Gilden, 1993 dalam Potter & Perry, 2006)
Keadaan ini sering menyebabkan pasien kurang melakukan mobilisasi
dan ambulasi.
Kelelahan dan kerusakan otot dan neuromuskular, kelelahan otot
mungkin karena gaya hidup, bedrest dan penyakit, keterbatasan
kemampuan untuk bergerak dan beraktivitas karena otot lelah
menyebabkan pasien tidak dapat meneruskan aktivitas. Kelelahan otot
dapat menurunkan kekuatan pasien untuk bergerak, ditandai dengan
pergerakan yang lambat. Kelelahan yang berlebihan bisa menyebabkan
21��
�
�
pasien jatuh atau mengalami ketidak seimbangan pada saat latihan
(Berger & Williams, 2012).
Ketidakmampuan untuk berjalan berhubungan dengan kelemahan
dan kerusakan otot ekstremitas bawah, terlihat tanda-tanda penurunan
kekuatan dan massa otot kaki dan lutut yang selalu ditekuk ketika
berusaha untuk berdiri (Berger & Williams, 2012). Ambulasi dini pada
pasien paska operasi fraktur sulit dilakukan karena pemasangan alat
fiksasi eksternal, luka bekas operasi dan luka bekas taruma (Gartland,
2007) yang mengakibatkan kerusakan pada neuromuskular atau sistem
skeletal yang bisa memperberat dan menghambat pergerakan pasien
(Kozier & Erb, 2007). Demam paska bedah dapat disebabkan oleh
gangguan dan kelainan. Peninggian suhu badan pada hari pertama atau
kedua mungkin disebabkan oleh radang saluran nafas, sedangkan
infeksi luka operasi menyebabkan demam setelah kira-kira 1 minggu.
Transfusi darah juga sering menyebabkan demam, dan diperkirakan
kemungkinan adanya dehidrasi (Sjamsuhidajat & jong, 2005).
Pasien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti
dispnea selama latihan tidak akan tahan melakukan ambulasi seperti
pada pasien yang tidak mengalaminya. Pada pasien lemah tidak mampu
meneruskan aktivitasnya karena energi besar diperlukan untuk
menyelesaikan aktivitas menyebabkan kelelahan dan kelemahan yang
menyeluruh (Potter & Perry, 2006). Hipotermia, pasien yang telah
mengalami anastesi rentan terhadap menggigil. Pasien yang telah
22��
�
�
menjalani pemajanan lama terhadap dingin dalam ruang operasi dan
menerima banyak infus intravena dipantau terhadap hipotermi.
Ruangan dipertahankan pada suhu yang nyaman dan selimut disediakan
untuk mencegah menggigil. Resiko hipertermia lebih besar pada pasien
yang berada diruang operasi untuk waktu yang lama (Brunner &
Suddarth, 2005).
Anemia adalah adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau
hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai
anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan
Ht < 37% pada wanita. Gejala-gejala umum anemia antara lain cepat
lelah, takikardia, palpitasi dan takipnea pada latihan fisik (Mansjoer et
al, 2009).
2. Emosi
Kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan
perilaku yang dapat menurunkan kemampuan ambulasi yang baik.
Seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak termotivasi dan
harga diri yang rendah akan mudah mengalami perubahan dalam
ambulasi (Kozier & Erb, 2007). Orang yang depresi, khawatir atau
cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas sehingga lebih mudah
lelah karena mengeluarkan energi cukup besar dalam ketakutan dan
kecemasannya jadi pasien mengalami keletihan secara fisik dan emosi
(Potter & Perry, 2006).
23��
�
�
Hubungan antara nyeri dan takut bersifat kompleks. Perasaan
takut seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan perasaan takut. Menurut Paice (1991) dalam Potter &
Perry (2006) melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri
mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi
seseorang khususnya rasa takut. Setelah paska operasi fraktur nyeri
mungkin sangat berat khususnya selama beberapa hari pertama paska
operasi. Area insisi mungkin menjadi satu-satunya sumber nyeri, iritasi
akibat selang drainase, balutan atau gips yang ketat menyebabkan
pasien merasa tidak nyaman. Secara signifikan nyeri dapat
memperlambat pemulihan. Pasien menjadi ragu-ragu untuk melakukan
batuk, nafas dalam, mengganti posisi, ambulasi atau melakukan latihan
yang diperlukan. Setelah pembedahan analgetik sebaiknya diberikan
sebelum nyeri timbul dengan dosis yang memadai. Jenis obat dan
pemberian bergantung pada penyebab, letak nyeri dan keadaan pasien
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Orang yang depresi, khawatir atau cemas sering tidak tahan
melakukan aktivitas. Pasien depresi biasa tidak termotivasi untuk
berpartisipasi. Pasien khawatir atau cemas lebih mudah lelah karena
mereka mengeluarkan energi cukup besar dalam ketakutan dan
kecemasannya jadi mereka mengalami keletihan secara fisik dan
emosional (Potter & Perry, 2006).
24��
�
�
Tidak bersemangat karena kurangnya motivasi dalam
melaksanakan ambulasi. Penampilan luka, balutan yang tebal drain
serta selang yang menonjol keluar akan mengancam konsep diri pasien.
Efek pembedahan, seperti jaringan parut yang tidak beraturan dapat
menimbulkan perubahan citra diri pasien secara permanen,
menimbulkan perasaan klien kurang sempurna, sehingga klien merasa
cemas dengan keadaannya dan tidak termotivasi untuk melakukan
aktivitas. Pasien dapat menunjukkan rasa tidak senang pada
penampilannya yang ditunjukkan dengan cara menolak melihat insisi,
menutupi balutannya dengan baju, atau menolak bangun dari tempat
tidur karena adanya selang atau alat tertentu (Perry & Potter, 2006).
3. Gaya hidup
Status kesehatan, nilai, kepercayaan, motivasi dan faktor lainnya
mempengaruhi gaya hidup. Gaya hidup mempengaruhi mobilitas.
Tingkat kesehatan seseorang dapat dilihat dari gaya hidupnya dalam
melakukan aktivitas dan dia mendefinisikan aktivitas sebagai suatu
yang mencakup kerja, permainan yang berarti, dan pola hidup yang
positif seperti makan yang teratur, latihan yang teratur, istirahat yang
cukup dan penanganan stres Pender (1990 dalam berger & Williams,
2012). Menurut Oldmeadow et al (2006) tahapan pegerakan dan
aktivitas pasien sebelum operasi di masyarakat atau dirumah dapat
mempengaruhi pelaksanaan ambulasi.
25��
�
�
4. Dukungan Sosial
Dukungan sosial sebagai info verbal atau non verbal, saran,
bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang
yang akrab dalam subjek didalam lingkungan soisialnya atau yang
berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan
emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Menurut
Sjamsuhidajat & Jong (2005) Keterlibatan anggota keluarga dalam
rencana asuhan keperawatan pasien dapat memfasilitasi proses
pemulihan. Membantu pasien mengganti balutan, membantu
pelaksanaan latihan ambulasi atau memberi obat-obatan. Menurut
penelitian yang dilakukan Oldmeadow et al (2006) dukungan sosial
yaitu keluarga, orang terdekat dan perawat sangat mempengaruhi untuk
membantu pasien melaksanakan latihan ambulasi. Menurut Olson
(1996 dalam Hoeman, 2011) ambulasi dapat terlaksana tergantung dari
kesiapan pasien dan keluarga untuk belajar dan berpatisipasi dalam
latihan (Olson, 1996 dalam Hoeman, 2011).
5. Pengetahuan
Pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan muskuloskeletal
akan mengalami peningkatan alternatif penanganan. Informasi
mengenai apa yang diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah
penanganan dapat memberanikan pasien untuk berpartisipasi secara
aktif dalam pengembangan dan penerapan penanganan. Informasi
khusus mengenai antisipasi peralatan misalnya pemasangan alat fiksasi
26��
�
�
eksternal, alat bantu ambulasi (trapeze, walker, tongkat), latihan, dan
medikasi harus didiskusikan dengan pasien (Brunner & Suddarth,
2002). Informasi yang diberikan tentang prosedur perawatan dapat
mengurangi ketakutan pasien.
27��
�
�
2.2. Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
No Nama
Pengarang Judul Metodologi Hasil
1 Nova Mega
Yanty
(2009)
Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Ambulasi
Dini Pasien Paska
Operasi Fraktur
Ekstremitas Bawah Di
Rindu B3 Rsup. H. Adam
Malik Medan
Desain penelitian
menggunakan
deskriptif observasi
dengan jumlah
sampel 24 responden
pasien
paska operasi fraktur
ekstremitas bawah.
Tehnik pengumpulan
data menggunakan
lembar checklis,
kuesioner dan lembar
observasi.
Hasil penelitian
Analisis uji
regresi logistik
menunjukkan
terdapat pengaruh
yang signifikan
antara: faktor
kondisi kesehatan
pasien: Hb
terhadap
pelaksanaan
ambulasi dini
dimana
(p=0,026<0,05)
dan faktor
dukungan sosial
terhadap
pelaksanaan
ambulasi dini
dimana
(p=0,029<0,05).
Sedangkan faktor
kondisi kesehatan:
suhu, hipotensi
ortostatik,
pernafasan dan
nyeri, faktor emosi,
faktor gaya hidup
dan faktor
pengetahuan tidak
terdapat pengaruh
signifikan terhadap
pelaksanaan
ambulasi
dini (P>0,05)
28��
�
�
2 Ajidah
& Yusran
Haskas
(2014)
Pengaruh Mobilisasi Dini
Terhadap Peristaltik Usus
Pada Pasien Pasca
Operasi Laparatomi Di
Ruang Rawat Inap Rsup
Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar
Rancangan penelitian
yang dipakai dalam
penelitian ini adalah
quasi eksperimental
design: non
equivalent control
group design.
Penelitian ini
dilaksanakan dengan
memberikan
intervensi berupa
pemberian mobilisasi
dini. Sedangkan
kelompok kontrol
tidak
diberikan perlakuan
apa-apa oleh peneliti
selain mengobservasi
peristaltik usus.
Pengambilan sampel
dilakukan dengan
metode purposive
sampling dengan
jumlah sampel
sebanyak 30 orang
yang teridiri
atas kelompok
kontrol dan
kelompok perlakuan
masing-masing 15
orang, kemudian
hasilnya diuji
dengan cara
Independen Sample
T-Test dengan ti
ngkat kemaknaan a =
0,05
Hasil penelitian ini
didapatkan bahwa
perubahan
peristaltik usus
pada pasien pasca
operasi laparatomi
di Ruang Rawat Inap RSUP Dr.
Wahidin
Sudirohusodo
Makassar pada
kelompok yang
diberikan
mobilisasi dini
(kelompok
perlakuan) rata-rata
11,200 (±0,262),
perubahan
peristaltik usus
pada pasien pasca
operasi laparatomi
di Ruang Rawat
Inap RSUP Dr.
Wahidin
Sudirohusodo
Makassar pada
kelompok
kontrol rata-rata
1,533 (± 0,723),
dan ada pengaruh
mobilisasi dini
terhadap perubahan
peristaltik
usus pada pasien
pasca operasi
laparatomi di
Ruang Rawat Inap
RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo
Makassar
(p=0,001)
29��
�
�
3 Hesti
Marlitasari,
Basirun Al
Ummah,
Ning Iswati
(2010)
Gambaran
Penatalaksanaan
Mobilisasi Dini Oleh
Perawat Pada Pasien Post
Appendiktomy Di Rs Pku
Muhammadiyah
Gombong
Jenis penelitian ini
merupakan penelitian
non
eksperimental
dengan
menggunakan desain
deskriptif
observasional.
mobilisasi dini
pada pasien post
appendiktomy
sebanyak 27 orang
(bangsal Inayah
sebanyak 14 orang
dan bangsal
Barokah sebanyak 13
orang) pada
hari pertama poat
operasi
Gambaran
penatalaksanaan
mobilisasi dini oleh
perawat pada
pasien post
appendiktomy telah
dilakukan perawat
sebanyak 19
responden dengan
hasil yang
baik dengan
prosentase 62,96%
(17 responden).
30��
�
�
2.3. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber : Sjamsuhidayat, 2005, Ummah dan Ismawati, 2010)
Hiperplasia Jaringan
Limfe
Erosi Mukosa Peradangan
Appendiksitis
Appendiktomi
Mobilisasi Dini
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1. Kondisi kesehatan pasien
2. Emosi
3. Gaya hidup
4. Dukungan sosial
5. pengetahuan
31��
�
�
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
__________ : diteliti
- - - - - - - - - : tidak diteliti
2.5. Hipotesis
H0 : Tidak ada faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi di Bangsal Anggrek
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso.
H1 : Ada faktor- faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini
pada pasien post appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso.
Faktor-faktor Mobilisasi Dini
1. Kondisi kesehatan pasien
2. Emosi
3. Gaya hidup
4. Dukungan sosial
5. Pengetahuan
Mobilisasi Post Appendiktomi
�
�
32��
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain
deskriptif observasional yaitu mendiskripsikan (memaparkan) peristiwa-
peristiwa penting yang terjadi pada masa kini. Penelitian ini akan
mendiskripsikan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
mobilisasi dini pada pasien post operasi appendiktomi (Nursalam, 2014).
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah kumpulan subjek yang dijadikan sebagai responden
suatu penelitian (Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien yang telah melakukan appendiktomi di RSUD DR. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
didapatkan data bahwa dalam 3 bulan diperkirakan terdapat 20 pasien yang
melakukan operasi appediktomi.
Sampel adalah beberapa subjek yang dijadikan sebagai responden
penelitian. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan atas kriteria yang
ditetapkan oleh peneliti (Nursalam, 2014). Kriteria-kriteria sampel pada
penelitian ini adalah :
33��
�
�
Kriteria inklusi :
1. Pasien yang telah menjalani operasi appendiktomi
2. Pasien yang bersedia menjadi responden
3. Keluarga pasien menyetujui pasien menjadi responden dan mendatangani
lembar persetujuan (Informed Consent)
Kriteria eksklusi :
1. Pasien yang tidak sadar penuh
2. Keluarga pasien menolak pasien menjadi responden
Rumus penghitungan sampel
n��
������
Keterangan :
n : Sampel
N : Populasi
d : Konstanta tingkat kesalahan (0,05)
n��
������� � = 19 Responden
Sampel pada penelitian ini menggunakan 19 sesponden yang telah
melakukan operasi appendiktomi dan dalam keadaan composmentis.
34��
�
�
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD DR. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri pada bulan Desember 2015.
3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel Definisi Alat Ukur Penilaian Skala
Faktor-faktor
Mobilisasi Dini
a. Faktor kondisi
kesehatan
pasien
1) Suhu
2) Tekanan
darah
Kondisi
kesehatan
pasien secara
umum yang
berhubungan
dengan
kemampuan
pasien paska
appendiktomi
Suhu pasien
paska
appendiktomi
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan
ambulasi dini
dikatakan
abnormal jika
hipotermi atau
hipertermi
Tekanan darah
sistolik dan
diastolik pasien
appendiktomi
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan
ambulasi dini,
Lembar
Checklis
Lembar
Checklis
1. Normal:
35,80C-
37,00C
2. Abnormal:
>370C
(hipertermi)
<350C
(hipotermi)
1. Normal:
120/80-
139/89
mmHg
2. Abnormal:
<100/60
mmHg
Nominal
Nominal
35��
�
�
3) Pernafasan
4) HB
5) Nyeri
dikatakan
abnormal
adalah
hipotensi
Proses
pertukaran
oksigen dan
karbondioksida
Kadar HB
pasien
appendiktomi
yang
berhubungan
dengan
ambulasi dini
Skala nyeri
yang dirasakan
pasien
appendiktomi
saat melakukan
mobilisasi dini
Lembar
Checklis
Lembar
Checklis
Lembar
Checklis
1. Normal:
12-20 x/mnt
2. Abnormal:
> 20x/mnt &
< 12x/mnt
1. Normal:
12g/dl-18g/dl
2. Abnormal:
>18g/dl &
<12g/dl
1. Tidak nyeri
s/d nyeri
sedang:
Skala 1-5
2. Abnormal:
Nyeri hebat
s/d paling
hebat:
Skala 6-10
Nominal
Nominal
Nominal
b. Faktor Emosi Kondisi
psikologis
pasien
appendiktomi
yang
berhubungan
dengan
perilaku untuk
melakukan
ambulasi dini
Kuesioner
sebanyak 7
pertanyaan
(1,5,9,13,1
7,21,23) 5
pertanyaan
positif dan
2
pertanyaan
negatif
1. Tidak stabil:
< 3
2. Stabil :
� 4
Nominal
c. Gaya Hidup Pergerakan dan
kebiasaan
pasien sehari-
hari
dilingkungan
dan dirumah
sebelum
appendiktomi
yang
Kuesioner
sebanyak 4
pertanyaan
(2,6,10,14)
3
pertanyaan
positif dan
1
pertanyaan
1. Positif:
< 2
2. Negatif:
� 2
Nominal
36��
�
�
berhubungan
dengan
pelaksanaan
ambulasi dini
negatif
d. Dukungan
Sosial
Dukungan
psikologis
berupa
motivasi dan
bantuan yang
diberikan oleh
anggota
keluarga dan
orang lain
dalam
melaksanakan
ambulasi dini
Kuesioner
sebanyak 5
pernyataan
(3,7,11,15,
19) 4
pernyataan
positif dan
1
pertanyaan
negatif
1. Ada : > 3
2. Tidak ada:
� 3
Nominal
e. Pengetahuan Pengetahuan
pasien tentang
pengertian
ambulasi,
manfaat
ambulasi dan
pelaksanaan
ambulasi dini
paska operasi
ekstremitas
bawah
Kuesioner
sebanyak 8
(4,8,12,16,
18,20,22,2
3)
pertanyaan
positif
1. Pengetahuan
baik : > 4
2. Pengetahuan
Kurang: � 4
Nominal
f. Tahapan
Ambulasi
Pelaksanaan
ambulasi dini
pasien
appendiktomi
sampai hari
ketiga
Lembar
Observasi
tahapan
ambulasi
dini (1-5)
1. Ambulasi
terlaksana :
� 3
2. Ambulasi
tidak
terlaksana:
< 2
Nominal
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1. Alat Penelitian
Alat penelitan yang digunakan meliputi kuesioner tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan mobilisasi dini. Alat
pendukung penelitian lainnya adalah bolpoin, kertas dan kuesioner.
37��
�
�
3.5.2. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan saat pasien sudah melakukan
operasi tetapi sudah di Ruang. Data diambil dalam satu waktu dengan
memberikan kuesioner sebagai alat pengambilan data.
1. Kuesioner
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti
menggunakan alat pengumpul data berupa lembar checklist,
kuesioner dan lembar observasi, instrumen ini terdiri dari 4 bagian
yaitu kuesioner data demografi, kuesioner faktor-faktor yang
berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien
appendiktomi, lembar checklist pemeriksaan kondisi kesehatan
pasien dan lembar observasi pelaksanaan mobilisasi dini.
Kuesioner yang berisi data demografi pasien yang meliputi
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan tipe pembedahan.
Data yang didapat melalui kuesioner ini tidak dianalisis, hanya
mendeskripsikan distribusi dan presentase dalam bentuk tabel.
Kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
mobilisasi dini di ambil dari penelitian yang dilakukan oleh Yanti
(2010) di RSUP H. Adam Malik Medan dengan berpedoman pada
tinjauan pustaka. Kuesioner tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini responden terdiri dari
24 pertanyaan dalam bentuk pertanyaan dengan jawaban ya atau
tidak (dikotomi), meliputi emosi (pernyataan no.
38��
�
�
1,5,9,13,17,21,24), gaya hidup (pernyataan no. 2,6,10,14),
dukungan sosial (pernyataan no. 3,7,11,15,19), pengetahuan
(pernyataan no. 4,8,12,16,18,20,22,23). Kriteria pernyataan negatif
yaitu no. 1,10,14,19,24 untuk jawaban ya nilainya 0 dan jawaban
tidak nilainya 1. Sedangkan pertanyaan positif jawaban ya nilainya
1 dan jawaban tidak nilainya 0. Nilai terendah adalah 12 dan
tertinggi adalah 24.
2. Lembar Checklist
Faktor kondisi kesehatan pasien diidentifikasikan dengan 5
pemeriksaan meliputi: suhu, tekanan darah, frekuensi pernafasan
Hb dengan kategori normal 2 dan abnormal 1, nyeri: kategori skala
nyeri 1-5 (tidak nyeri sampai dengan nyeri sedang) adalah 2 dan
skala nyeri 6-10 (nyeri hebat sampai dengan paling hebat) adalah 1.
Untuk lembar checklist pemeriksaan kondisi kesehatan terdapat 5
item setiap item masing-masing nilai terendah diberi skor 1 dan
nilai tertinggi diberi skor 2 sehingga nilai tertinggi adalah 10 dan
nilai terendah adalah 1.
3. Lembar Observasi
Pelaksanaan mobilisasi dini diidentifikasi melalui lembar
observasi dengan 5 objek pengamatan (1-5) yang dilakukan peneliti
untuk mengamati pelaksanaan mobilisasi dengan memilih tanda
checklist pada kolom “ya” jika tahapan mobilisasi dilaksanakan dan
idak” jika tahapan mobilisasi tidak terlaksana. Nilai 1 untuk
39��
�
�
jawaban ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak, nilai tertinggi adalah �
3 dan terendah 0-2.
3.6. Reliabilitas Instrumen
Reabilitas adalah alat ukur yang penting untuk menjamin pengumpulan
data yang akurat (Assaf, 2003). Untuk mencari reliabilitas angket digunakan
rumus Alpha Cronbaach :
R11=( ) �
��
��� �
−���
���
− ta
ba
k
k2
2
11
Keterangan :
R11 : realibilitas instrument
K : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
ba2� : jumlah varians butir
ta 2 : varians total
Jika nilai koefisien > 0,7 maka instrument dikatakan reliable (Arikunto,
2006). Uji realibilitas pada instrumen ini sebelumnya sudah diujikan oleh
Yanti (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan yang diperoleh dengan cara
menganalisis data dari satu kali pengetasan. Untuk faktor kondisi kesehatan
pasien dan kuesioner faktor emosi, gaya hidup, dukungan sosial dan
pengetahuan pasien diuji dengan menggunakan Cronbach Alpha. Untuk
lembar checklist faktor kondisi kesehatan pasien diperoleh hasil 0,737 dan
untuk kuesioner emosi, gaya hidup, dukungan sosial dan pengetahuan hasil
yang diperoleh 0,755 hasil ini dinyatakan sudah reliabel dan layak untuk
dilakukan penelitian.
40��
�
�
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1. Pengolahan data
Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap
sebagai berikut :
1. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat
kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner dari
responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga
bila ada kekurangan segera dapat dilengkapi. Selama proses
penelitian ada beberapa data yang tidak terisi sehingga peneliti
meminta responden untuk melengkapinya sehingga didapatkan data
yang lengkap.
2. Coding
Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk
mempermudah mengolah data, hanya 1 variabel diberi kode yaitu
variabel dependen (Nursalam 2013).
3. Entry data
Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam komputer
untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan
program komputer.
4. Cleaning
Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang
dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan
41��
�
�
sebenarnya atau proses pembersihan data. Dalam proses ini peneliti
melakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa semua data
yang dimasukkan dalam program komputer telah sesuai dengan
data asli yang didapat di lapangan.
5. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel
kemudian diolah dengan bantuan komputer.
3.7.2. Analisa Data
1. Analisis Univariat dan Bivariat
Data yang dikumpulkan disajikan secara deskriptif
berbentuk tabel distribusi frekuensi. Pada penelitian ini data yang
disajikan adalah frekuensi dari karakteristik responden yang
meliputi jenis kelamin, umur. Analisis bivariat digunakan Uji chi-
square, hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya proporsi
faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan ambulasi dini pada
masing-masing variabel yang diteliti dengan menggunakan
program SPSS v.18 for windows.
2. Analisis Multivariat
Analisis Multivariat digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan ambulasi dini pada
pasien post operasi appendiktomi dengan menggunakan analisis
statistik regresi linier. Analisis regresi linier digunakan untuk
melihat pengaruh sejumlah variabel independen terhadap variabel
42��
�
�
dependen yang berupa variabel binominal atau juga untuk
memprediksi nilai suatu variabel dependen (yang berupa nominal)
berdasarkan nilai-nilai variabel independen (Dahlan, 2013).
Model yang diasumsikan dari regresi linier adalah sebagai
berikut:
������
���� = b0+ b1+ b2+ b3+ b4+ b5+ b6+ b7+ b8+ b9+ b10
Keterangan :
������
���� = Pelaksanaan mobilisasi dini
Variabel yang memiliki nilai p-value terbesar dikeluarkan secara
bertahap sehingga didapatkan variabel dengan nilai p-value <
0,005 artinya kesimpulan constant dari model regresi linier ini
signifikan.
3.8. Etika Penelitian
Ada beberapa etika yang dilakukan untuk mendukung kelancaran
penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Informed consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan
calon responden dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti
menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Calon responden
bersedia menjadi responden maka dipersilahkan menandatangani lembar
persetujuan.
43��
�
�
2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)
Anonimity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak
mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat ukur,
tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang
digunakan berupa nama responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau
masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
44 �
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Analisis Univariat
4.1.1. Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin,
Pendidikan dan Pekerjaan (n=19)
Kategori Frekuensi (f) Presentase (%)
1. Umur
12-16 Tahun
17-25 Tahun
26-35 Tahun
36-45 Tahun
2
6
8
3
10.5
31.6
42.1
15.8
2. Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
10
9
52.6
47.4
3. Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SLTP
SLTA
Perguruan Tinggi
4
1
6
5
3
21.1
5.3
31.6
26.3
15.8
4. Pekerjaan
Tidak Bekerja
Petani
Buruh
Swasta
Karyawan
4
2
2
3
7
21.1
15.8
15.8
10.5
36.8
N=19
Sumber: data Primer yang di olah, 2015
Berdasarkan Tabel 4.1 distribusi responden berdasarkan umur
diketahui jumlah paling sedikit berumur 12-16 tahun sebanyak 2 responden
(10%) dan yang paling banyak berumur 26-35 tahun sebanyak 8 responden
(42,1%). Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin diketahui jumlah
paling sedikit berjenis kelamin perempuan sebanyak 9 responden (47,4%) dan
45��
�
�
paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 responden (52,6%).
Distribusi responden berdasakan tingkat pendidikan diketahui jumlah paling
sedikit berpendidikan SD sebanyak 1 responden (5,3%) dan paling banyak
berpendidikan SLTP sebanyak 6 responden (31,6%). Distribusi responden
berdasarkan pekerjaan diketahui jumlah paling sedikit bekerja di swasta
sebanyak 2 responden (10,5%) dan paling banyak bekerja sebagai karyawan
sebanyak 7 responden (36,8%).
4.2. Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan
Mobilisasi Dini Pasien Post Operasi Appendiktomi
4.2.1. Analisis Faktor Kondisi Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.2 Analisis Uji Chi-Square Faktor Kondisi Kesehatan Terhadap
Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value
Normal 19 100.0 .000
Tidak Normal 0 0
Total 19 100.0
Berdasarkan Tabel 4.2 faktor kondisi kesehatan (suhu, tekanan
darah, pernafasan, Hb, nyeri) terhadap pelaksanaan mobilisasi dini diketahui
19 (100%) responden memiliki kondisi kesehatan yang normal dengan p-
value 0,000 (p-value < 0,05).
4.2.2. Analisis Faktor Emosi Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.3 Analisis Uji Chi-Square Faktor Emosi Terhadap Pelaksanaan
Mobilisasi Dini
Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value
Tidak Stabil 6 31.6 .342
Stabil 13 68.4
Total 19 100.0
46��
�
�
Berdasarkan Tabel 4.3 faktor emosi terhadap pelaksanaan mobilisasi
dini diketahui jumlah paling sedikit memiliki emosi tidak stabil sebanyak 6
responden (31,6%) dan paling banyak memiliki emosi stabil sebanyak 13
responden (68,4%) dengan p-value 0,345 (p-value > 0,05).
4.2.3. Analisis Faktor Gaya Hidup Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.4 Analisis Uji Chi-Square Faktor Gaya Hidup Terhadap
Pelaksanaan Mobilisasi Dini (n=19)
Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value
Negatif 4 21.1 .750
Positif 15 78.9
Total 19 100.0
Berdasarkan Tabel 4.4 faktor gaya hidup terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini diketahui jumlah paling sedikit memiliki gaya hidup
negatif sebanyak 4 responden (21,1%) dan paling banyak memiliki gaya
hidup positif sebanyak 15 responden (78,9%) dengan p-value 0,750 (p-
value > 0,05).
4.2.4. Analisis Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.5 Analisis Uji Chi-Square Faktor Dukungan Sosial Terhadap
Pelaksanaan Mobilisasi Dini (n=19)
Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value
Ada 19 100.0 .002
Tidak Ada 0 0
Total 19 100.0
Berdasarkan Tabel 4.5 faktor dukungan sosial terhadap
pelaksanaan mobilisasi dini diketahui semua mendapat dukungan sosial
sebanyak 19 responden (100%) dengan p-value 0,002 (p-value < 0,05).
47��
�
�
4.2.1. Analisis Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Tabel 4.6 Analisis Uji Chi-Square Faktor Pengetahuan Terhadap
Pelaksanaan Mobilisasi Dini (n=19)
Kategori Frekuensi (f) Presentase (%) P-value
Pengetahuan Baik 19 100.0 .001
Pengetahuan Kurang 0 0
Total 19 100.0
Berdasarkan Tabel 4.6 faktor pengetahuan terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini diketahui semua berpengetahuan baik sebanyak 19
responden (100%) dengan p-value 0,001 (p-value < 0,05).
4.3. Analisis Multivariat Pengaruh Kondisi Kesehatan Pasien, Emosi, Gaya
Hidup, Dukungan Sosial dan Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan
Mobilisasi Dini Pasien Post Operasi Appendiktomi
Tabel 4.7 Analisis Uji Regression Faktor Mobilisasi Dini (n=19)
Kategori Koefisien Regresi Thitung P-value
Emosi .749 2.030 .063
Gaya hidup -1.208 -2.365 .562
Dukungan Sosial
Pengetahuan
1.429
.649
1.674
.718
.002
001
Kondisi Kesehatan .650 .514 .000
Constant 11.571 1.181 .259
Berdasarkan Tabel 4.7 faktor mobilisasi dini diketahui yang
mempunyai pengaruh signifikan yaitu faktor dukungan sosial, pengetahuan
dan kondisi kesehatan karena memiliki p-value < 0,05 secara bertahap di
dalam uji regresi linier, maka didapatkan hanya 3 variabel yang masuk
sebagai prediktor yaitu faktor pengetahuan sebesar (0.649), faktor kondisi
kesehatan (suhu, tekanan darah, pernafasan, Hb, nyeri) sebesar (0.650) dan
faktor yang paling berpengaruh yaitu faktor dukungan sosial sebesar (1.429).
48 �
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden
Hasil penelitian karakteristik responden berdasarkan umur diketahui
yang paling banyak berumur 26-35 tahun sebanyak 8 responden (42,1%).
Jenis kelamin diketahui jumlah paling banyak berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 10 responden (52,6%). Tingkat pendidikan diketahui paling banyak
berpendidikan SLTP sebanyak 6 responden (31,6%). Pekerjaan diketahui
jumlah paling banyak bekerja sebagai karyawan sebanyak 7 responden
(36,8%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ajidah (2014) karakteristik responden paling banyak berumur 21-30 tahun
berjumlah 13 responden dengan total 30 responden, Namun untuk jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan terdapat perbedaan. Menurut
peneliti hal ini dapat terjadi karena perbedaan tempat penelitian dan
responden yang digunakan peneliti.
5.2. Faktor Kondisi Kesehatan (suhu, tekanan darah, pernafasan, Hb, nyeri)
Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Hasil penelitian faktor kondisi kesehatan terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini diketahui 19 (100%) responden memiliki kondisi kesehatan
yang normal. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Yanti (2010) yang
memperlihatkan bahwa kondisi kesehatan yang normal tidak mempengaruhi
49��
�
�
pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi. Pada penelitian ini mayoritas
semua responden tidak mengalami suhu yang abnormal atau demam,
sehingga melihat dari kondisi kesehatan pasien seharusnya memungkinkan
untuk melakukan ambulasi dini. Dalam masa hospitalisasi, pasien sering
memilih untuk tetap ditempat tidur sepanjang hari, meskipun kondisi mereka
mungkin membolehkan untuk melakukan aktifitas pergerakan lain (Berger &
Williams, 1992 dalam Yanti 2010).
Tekanan darah pasien juga berpengaruh terhadap kondisi
kesehatannya. Memperhatikan pusing sementara adalah tindakan pencegahan
yang penting saat mempersiapkan pasien untuk ambulasi. Bedrest jangka
pendek, terutama setelah cidera atau tindakan pembedahan dapat disertai
dengan hipotensi. Hipotensi dapat menyebabkan pasien kurang melakukan
aktivitas seperti ambulasi (Perry & Potter, 2009). Tekanan darah pada semua
responden adalah normal sehingga peneliti meyakini bahwa mobilisasi dini
dapat dilakukan oleh semua responden.
Frekuensi pernafasan yang abnormal misalkan pada pasien dispnea
selama latihan ambulasi tidak akan tahan melakukan ambulasi seperti pada
pasien yang tidak mengalaminya, pada pasien lemah tidak mampu
meneruskan aktivitas latihan karena energi besar diperlukan untuk
menyelesaikan latihan menyebabkan kelelahan dan kelemahan yang
menyeluruh. Hasil penelitian rata-rata frekuensi pernafasan responden
berkisar antara 12-20 x/mnt sehingga masih dalam kondisi normal dan tidak
ada responden yang mengalami sesak nafas.
50��
�
�
Menurut pendapat Kozier & Erb (2010) menyatakan bahwa perubahan
status kesehatan dapat mempengaruhi sistem saraf berupa penurunan
koordinasi, perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit sehingga
mengakibatkan berkurangnya kemampuan seseorang untuk melakukan
aktivias dan latihan. Hal ini juga sependapat dengan Perry & Potter (2009)
yang menyatakan bahwa seseorang yang mengalami sakit kepala ringan,
pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi, dispnue dan hampir pingsan
kurang mampu untuk melakukan aktivias seperti ambulasi. Kelelahan yang
berlebihan bisa menyebabkan pasien jatuh atau mengalami
ketidakseimbangan pada saat latihan.
Nyeri yang dirasakan pada responden berintensitas ringan sampai
sedang sehingga tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap mobilisasi
paska appendiktomi. Menurut Brunner & Suddarth (2002) yang menyatkan
kebanyakan pasien merasa takut untuk bergerak setelah paska operasi karena
merasa nyeri pada luka bekas operasi. Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005)
menyatakan bahwa pasien menjadi ragu-ragu untuk melakukan batuk, nafas
dalam, mengganti posisi, ambulasi atau melakukan latihan yang diperlukan.
Masalah lain yang sering terjadi adalah ketika pasien merasa terlalu sakit atau
nyeri, faktor lain yang menyebabkan mereka tidak mau melakukan mobilisasi
dini dan memilih untuk istirahat ditempat tidur (Kozier & Erb, 2010). Pada
penelitian ini responden mendapatkan terapi analgetik setelah pembedahan
untuk mengurangi nyeri sehingga nyeri yang dirasakan tidak berat. Menurut
Brunner & Suddarth (2002) beberapa pasien menyatakan bahwa nyerinya
51��
�
�
lebih ringan dibanding sebelum pembedahan dan hanya memerlukan jumlah
analgetik yang sedikit, harus diupayakan segala usaha untuk mengurangi
nyeri dan ketidaknyamanan.
5.3. Faktor Emosi Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Hasil penelitian faktor emosi terhadap pelaksanaan mobilisasi dini
diketahui sebagian besar responden emosinya stabil sebanyak 13 responden
(68,4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh yanti (2010)
yaitu tidak ada pengaruh antara emosi dengan pelaksanaan ambulasi dini
pasien paska operasi. Menurut Kozier & Erb (2010) yang menyatakan bahwa
kondisi psikologis seseorang dapat memudahkan perubahan perilaku yang
dapat menurunkan kemampuan ambulasi yang baik, seseorang yang
mengalami perasaan tidak nyaman, tidak termotivasi dan harga diri yang
rendah akan mudah mengalami perubahan dalam ambulasi.
Hal ini didukung Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa pasien
paska operasi tidak bersemangat karena kurang motivasi untuk melaksanakan
ambulasi, penampilan luka, balutan yang tebal akan mengancam konsep diri
pasien. Efek pembedahan seperti jaringan parut yang tidak beraturan dapat
menimbulkan perubahan citra diri pasien secara permanen, menimbulkan
perasaan pasien kurang sempurna sehingga pasien merasa cemas dengan
keadaannya dan tidak termotivasi untuk melakukan aktivitas latihan.
52��
�
�
5.4. Faktor Gaya Hidup Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Hasil penelitian faktor gaya hidup terhadap pelaksanaan mobilisasi
dini diketahui sebagian besar responden memiliki gaya hidup positif
sebanyak 15 responden (78,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh yanti (2010) yaitu tidak ada pengaruh gaya hidup terhadap
pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan gaya hidup yang positif tidak mempunyai pengaruh signifikan dengan
pelaksanaan mobilisasi karena dengan gaya hidup positif belum tentu pasien
merasa lebih mudah untuk melakukan mobilisasi dini. Gaya hidup juga
mempengaruhi mobilitas, tingkat kesehatan seseorang dapat dilihat dari gaya
hidupnya dalam melakukan aktivitas dan mendefinisikan aktivitas sebagai
suatu yang mencakup kerja, pola hidup yang positif seperti makan yang
teratur, latihan yang teratur, istirahat yang cukup (Oldmeadow, 2006).
5.5. Faktor Dukungan Sosial Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Hasil penelitian faktor dukungan sosial terhadap pelaksanaan
mobilisasi dini diketahui semua responden mendapatkan dukungan sosial
sebanyak 19 responden (100%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Hoeman
(2001), bahwa perlu adanya keluarga, orang terdekat dan perawat yang
memberikan dukungan dan bantuan pada pasien dalam melakukan latihan
ambulasi dini dapat memfasilitasi proses penyembuhan. Hal ini diperkuat
dengan hasil penelitian Oldmeadow et al (2006) yang menyatakan bahwa
53��
�
�
dukungan sosial yaitu keluarga, orang terdekat dan perawat sangat
mempengaruhi untuk membantu pasien melaksanakan latihan mobilisasi.
5.6. Faktor Pengetahuan Terhadap Pelaksanaan Mobilisasi Dini
Hasil penelitian faktor pengetahuan terhadap pelaksanaan mobilisasi
dini diketahui semua responden berpengetahuan baik. Menurut Brunner &
Suddarth (2002) menyatakan bahwa pasien yang sudah diajarkan mengenai
gangguan muskuloskeletal akan mengalami peningkatan alternatif
penanganan. Informasi mengenai apa yang diharapkan termasuk sensasi
selama dan setelah penanganan misalnya adanya balutan dapat memberanikan
pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan penerapan
perawatan. Pada penelitian ini responden semua berpengetahuan baik
sehingga mobilisasi dini dapat dilaksanakan dengan optimal.
54 �
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
1. Ada hubungan yang signifikan (p-value 0.000< 0.05) antara faktor
kondisi kesehatan: suhu, tekanan darah, pernafasan dengan pelaksanaan
mobiilisasi dini pasien post appendiktomi.
2. Tidak ada hubungan (p-value 0.342> 0,05) antara emosi dengan
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi.
3. Tidak ada hubungan (p-value 0.750> 0,05) antara gaya hidup dengan
pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post appendiktomi.
4. Ada hubungan yang signifikan (p-value 0.002< 0.05) antara dukungan
sosial dengan pelaksanaan mobiilisasi dini pasien post appendiktomi.
5. Ada hubungan yang signifikan (p-value 0.001< 0.05) antara tingkat
pengetahuan dengan pelaksanaan mobiilisasi dini pasien post
appendiktomi.
6. Hasil uji statistik regresi linier menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara faktor kondisi kesehatan p-value 0.000 < 0.05,
dukungan sosial dengan nilai p-value 0.002 dan pengetahuan dengan
nilai p-value < 0,001 terhadap mobilisasi dini pasien post operasi
appendiktomi. Ketiga faktor yang berhubungan terdapat faktor yang
paling dominan terhadap mobilisasi dini pasien post operasi
appendiktomi yaitu faktor dukungan sosial dengan koefisien regresi
55��
�
�
sebesar 1.429. Dari beberapa faktor yang diidentifikasi diketahui bahwa
tidak ada hubungan signifika antara faktor emosi dan gaya hidup
dengan pelaksanaan mobilisasi dini�pasien post operasi appendiktomi.
6.2. Saran
1. Bagi Perawat
Perawat dan tenaga medis lainnya mampu meningkatkan
pemberian motivasi terhadap pasien dan keluarga dalam latihan mobilisasi
dini pasien post operasi appendik.
2. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit mampu menyediakan penambahan sumber daya
berupa media promosi baik berupa cetak maupun media elektronik seperti
menyediakan leaflet sebagai pendukung pelaksanaan mobilisasi dini.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dalam penelitian
selanjutnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini
pasien post operasi dan bisa dikembangkan menjadi penelitian kualitatif
dengan desain yang berbeda.
�
�
�
�
DAFTAR PUSTAKA
Ajidah & yusran Haskas. (2014). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik
Usus pada Pasien Pasca Operasi Laparatomi di Ruang Rawat Inap
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Kesehatan STIKes
Nani Hasanuddin Makassar. vol.3 no. 6 Tahun 2014 ISSN:2302-
1721.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan aplikasi
kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika
Beger & Williams. (2012). Buku Ajar Keperawatan : Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika
Craven F.R & Hirnle J.C. (2009). Fundamental of Nursing Human, Health and
Function (edisi ke 6).USA: Lippincott william & wilkins
Dahlan, S. (2013). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Gartland,J.J. (2007). Fundamentals of Orthopaedics.(4th edition).USA: Saunders
Company
Hidayat, A.A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hoeman, S.P. (2011). Rehabilitation Nursing (Process Application & out comes
(3 th edition).United States Of America : Mosby Inc
Jitowiyono & Kristiyanasari. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi
Pendekatan Nanda, NIC NOC. Yogyakarta: Nuha Medika
Kozier, B & Ebr, G. (2007). Time to Ambulation After Hip Fracture Surgery :
Relation Hopitalization Outcomes. http : biomed. gerontologyjournal.
org/ cgi/ content/ full/ 58/ 11/ M1042# T02.
Kozier. Erb, Berman. Snyder. (2010). Buku Ajar Fondamental Keperawatan
:Konsep, Proses & Praktik, Volume : 1, Edisi : 7. Jakarta: EGC
Lewis et al. (2010). Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of
Clinical Problem. (5th edition). Philadelphia: Mosby.
�
�
�
�
Marlitasari, Hesti, Ummah, Basirun Al & Iswati, Ning. (2010).� Gambaran
Penatalaksanaan Mobilisasi Dini Oleh Perawat Pada Pasien Post
Appendiktomy Di RS PKU Muhammadiyah Gombong.�Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, Volume 6, No. 2
Oldmeadow,B.L et al. (2006). No Rest for the Wounded: Early Ambulation After
Hip Surgery Accelerates Recovery. http:// proquest. umi. com/
pqdweb?did=1682638771&Fmt=3&clienttld=6392&RQT=309&Vna
me=PQD
Perry.GA & Potter A.P. (2006). Clinical Nursing Skills & Techniques (edition 6).
USA : Mosby
Potter, P.A, Perry, A. G., Crisp, J. & Taylor, C. (2005). Fundamental of Nursing.
Sixth Ed. Philadelphia: Mosby Inc.
Setiawati & Dermawan. (2008) . Proses Pendekatan Dalam Pendidikan
Kesehatan. Jakarta : Trans Info Media
Sjamsuhidayat & De Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
Yanty, Nova Mega. (2009). Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan ambulasi dini pasien paska operasi fraktur ekstremitas
bawah di RINDU D3 RSUP H.Adam Malik Medan. Skripsi.
Universitas Sumatra Utara