FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ...repository.utu.ac.id/42/1/BAB I-V.pdfBegitu juga studi...

77
i FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU AMAN KARYAWAN DI PLTU NAGAN RAYA SKRIPSI OLEH DEVI SURIANI NIM : 06C10104307 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH 2013

Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ...repository.utu.ac.id/42/1/BAB I-V.pdfBegitu juga studi...

  • i

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU

    AMAN KARYAWAN DI PLTU NAGAN RAYA

    SKRIPSI

    OLEH

    DEVI SURIANI

    NIM : 06C10104307

    PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH

    2013

  • ii

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU AMAN KARYAWAN DI PLTU NAGAN RAYA

    SKRIPSI

    Oleh:

    DEVI SURIANI

    06C10104307

    Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

    Universitas Teuku Umar Meulaboh

    PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS TEUKU UMAR 2013

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul Skripsi : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU AMAN KARYAWAN DI PLTU NAGAN RAYA

    Nama Mahasiswi : DEVI SURIANI NIM : 06C10104307 Program Studi : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    Menyetujui, Komisi Pembimbing

    Pembimbing I Pembimbing II Sufyan Anwar, SKM, MARS Zahari, SKM, MARS NIDN. 0121067602 NIDN.

    Mengetahui : Dekan Fakultas Kesehatan Ketua Program Studi

    Masyarakat Ilmu Kesehatan Masyarakat Sufyan Anwar, SKM, MARS Marniati, SKM, M.Kes NIDN. 0121067602 NIDN. 0104097801

    Tanggal Lulus: 19 Oktober 2013

  • iv

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi Dengan Judul:

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU AMAN

    KARYAWAN DI PLTU NAGAN RAYA

    Nama Mahasiswa : DEVI SURIANI

    NIM : 06C10104307

    Fakultas : Kesehatan Masyarakat

    Program Studi : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Pada Tanggal 19 Oktober 2013 dan Dinyatakan Memenuhi Syarat Untuk Diterima

    SUSUNAN DEWAN PENGUJI

    1. Sufyan Anwar, SKM, MARS (Dosen Pembimbing Ketua) ...................................................

    2. Zahari, SKM, MARS (Dosen Pembimbing Anggota) ...................................................

    3. Kiswanto, M.Si (Dosen Penguji I) ...................................................

    4. Afrizal DN.Com, SE (Dosen Penguji II) ...................................................

    Alue Peunyareng, 19 Oktober 2013 Ketua Program Studi

    Ilmu Kesehatan Masyarakat

    Marniati, SKM, M.Kes NIDN. 0104097801

  • v

    ABSTRAK Devi Suriani Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya. Dibawah bimbingan Sufyan Anwar, SKM, MARS dan Zahari, SKM, MARS. Kecelakaan kerja secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku kerja yang tidak aman dan kondisi kerja yang tidak aman. 85% kecelakaan adalah hasil kontribusi perilaku kerja yang tidak aman. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu kecelakaan. Tujuan Penelitian untuk faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku aman karyawan di PLTU Nagan Raya. Populasi berjumlah 130 dengan sampel dalam penelitian ini adalah 56 pekerja dibawah naungan Sinohydro di PLTU Nagan Raya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode Quota Sampling. Hasil penelitian diketahui bahwa dari 37 responden yang pengetahuannya baik 70,3% perilaku amannya baik sedangkan dari 19 responden yang pengetahuannya kurang 73,7% perilaku amannya kurang, dari 34 responden yang sikapnya positif 67,6% prilaku amannya baik sedangkan dari 22 responden yang sikapnya negatif 63,6% perilaku amannya kurang, dari 35 responden yang ketersediaan APD tersedia 68,6% prilaku amannya baik sedangkan dari 21 responden yang ketersediaan APDnya tidak ada 66,7% perilaku amannya kurang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan semua variabel independen (pengetahuan, sikap, ketersedian APD) mempunyai hubungan dengan perilaku aman pada pekerja dimana p value < α (0,05). Kepada Direktur Sinohydro agar lebih memperhatikan lagi keselamatan para pekerja dengan ketersediaan APD yang lengkap dan pelatihan-pelatihan khusus dalam pencegahan kecelakaan kerja, kepada petugas PLTU agar lebih meningkatkan lagi kinerja dalam pemberian dan lebih memperhatikan lagi keselamatan dalam bekerja. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Ketersedian APD, dan Perilaku Aman .

  • vi

    RIWAYAT HIDUP

    Nama : Devi Suriani

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Tempat/Tanggal Lahir : Reudeup 07 Agustus 1986

    Agama : Islam

    Status : Belum kawin

    Alamat : Peunaga Rayeuk Kecamatan Meureubo, Aceh

    Barat

    Nama Orang Tua

    Ayah : Bukhari Saad

    Ibu : Lawamah Umar

    Alamat : Peunaga Rayeuk

    Pendidikan Formal

    TK : Tk Darul Hikmah Peunaga Rayeuk (1993)

    SD : SDN Peunaga Rayeuk (1994-2000)

    SLTP : SMPN 4 Meurebo (2000-2003)

    SLTA : SMUN 4 Meulaboh (2003-2006)

    Perguruan Tinggi : FKM-UTU (2006-2013)

    Pendidikan Non Formal

    - Pelatihan Komputer: Linkom (2006)

    - Pelatihan Bahasa Inggris : Ahad Net (2007)

    - Pelatihan Bahasa Inggris : APEC Purwosari (20012-2013).

    Tertanda

    Devi Suriani

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas karunian-Nya lah sehingga

    dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang berhubungan

    dengan perilaku aman karyawan di PLTU Nagan Raya” skripsi ini adalah untuk

    memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam meraih derajat kesehatan masyaraat

    Universitas Teuku Umar.

    Selama penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari kendala. Kendala

    tersebut dapat penulis diatasi karena berkat adanya bantuan, bimbingan dan

    dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa

    terimakasih yang sebesar – besarnya kepada:

    1. Bapak Drs. Alfian Ibrahim, MS., selaku Rektor Universitas Teuku Umar

    Meulaboh.

    2. Bapak Sufyan Anwar, SKM, MARS., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

    Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh, dan juga selaku

    Pembimbing I yang telah meluangkan waktu membimbing penulis dalam

    menyusun skripsi ini.

    3. Bapak Zahari, SKM, MARS., selaku pembimbing II yang telah membantu

    penulis menyusun skripsi ini.

    4. Bapak Kiswanto, M.Si, selaku penguji I yang telah meluangkan waktu

    dalam penulisan skripsi ini.

    5. Bapak Afrizal DN Com SE, selaku pengji II yang telah meluangkan waktu

    dalam penulisan skripsi ini.

  • viii

    6. Ibu Marniati, SKM, M.Kep, selaku ketua Program Studi Ilmu Kesehatan

    Masyarakat Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar.

    7. Ibu Darmawan SKM, selaku staf kerja Akademik fakultas kesehatan

    masyarakat.

    8. Saudara Fauzi selaku Office Boy yang sangat setia menjalani tugas.

    9. Seluruh Dosen dan Staf pengajar serta Civitas Akademika Fakultas

    Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh yang telah

    memberikan dorongan serta saran kepada penulis dalam menyelesaikan

    skripsi ini.

    Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini. Masih banyak terdapat

    kekurangan dan kejanggalan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran

    dan kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyempurnaan

    skripsi ini dimasa mendatang.

    Meulaboh, Oktober 2013

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI JUDUL DALAM ..................................................................................................... I LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... II HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................... iii ASTRAK ................................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ............................................................................................. vi DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xii BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 5 1.3.Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6 1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................... 6 1.3.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 6 1.4. Manfaat penelitian .................................................................................. 6 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8 2.1. Keselamatan Kerja ............................................................................... 8 2.1.1. Konsep Keselamatan Kerja ......................................................... 8 2.1.2. Budaya Keselamatan Kerja ......................................................... 9 2.1.3. Kinerja Keselamatan Kerja ......................................................... 11 2.2. Kecelakaan Kerja ................................................................................. 13 2.2.1. Pengertian Kecelakaan Kerja ...................................................... 13 2.2.2. Teori The ILCI Loss Coution Model ........................................... 14 2.3. Perilaku ............................................................................................... 14 2.3.1. Pengertian Perilaku ..................................................................... 14 2.3.2. Bentuk Perilaku .......................................................................... 15 2.4. Perilaku Aman ..................................................................................... 15 2.5. Teori Perubahan Perilaku .................................................................... 17 2.5.1. Teori Lawrence Green ................................................................ 17 2.5.2. Teori Perubahan Perilaku Yang Aman ........................................ 19 2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman............................... 27 2.6.1. Pengetahuan................................................................................ 27 2.6.2. Sikap .......................................................................................... 29 2.6.3. Lama Bekerja ............................................................................. 33 2.6.4. Ketersedian APD ........................................................................ 35 2.7. Kerangka Konsep ................................................................................ 36

  • x

    2.8. Hipotesa Penelitian .............................................................................. 36 BAB III: METODE PENELITAIAN ..................................................................... 37 3.1. Jenis Penelitian .................................................................................... 37 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................ 37 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 37 3.3.1. Populasi Penelitian...................................................................... 37 3.3.2. Sampel Penelitian ....................................................................... 37 3.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 38 3.5. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 39 3.6. Variabel dan Definisi Operasional ....................................................... 39 3.7. Aspek pengukuran ............................................................................... 40 3.8. Metode Analisa Data ........................................................................... 41 3.8.1. Analisa Univariat ........................................................................ 41 3.8.2. Analisa Bivariat .......................................................................... 42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 43

    4.1.Hasil Penelitian .................................................................................... 43 4.1.1. Analisis Univariat ....................................................................... 43 4.1.2. Analisis Bivariat ......................................................................... 44

    4.2.Pembahasan .......................................................................................... 47 4.2.1. Pengetahuan dengan Perilaku Aman ....................................... 47 4.2.2. Sikap dengan Perilaku Aman .................................................. 47 4.2.3. Ketersedian APD dengan Perilaku Aman ................................ 48

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 50

    5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 50 5.2. Saran ................................................................................................... 50

    DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel ................................................................... 40 Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Yang

    Berhubungan Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013. .................................................................. 43

    Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Yang Berhubungan Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013 ...................................................................................................... 43

    Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Ketersedian APD Yang Berhubungan Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013 ..................................................................... 44

    Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013 ............................................................. 44

    Tabel 4.4. Hubungan Sikap Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013 ........................................................................ 45

    Tabel 4.4. Hubungan Ketersedian APD Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013 ........................................................ 46

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. Aspek Internal dan Eksternal yang dapat menentukan keberhasilan proses keselamatan ...................................................... 11

    Gambar 2.2. Kerangka Konsep ................................................................................. 37

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Kuesioner Lampiran 2. Tabel Skor Lampiran 3. Master Tabel

    Lampiran 4. Analisis Data

    Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari FKM-UTU

    Lampiran 6. Surat Telah Melakukan Penelitian Dari PLTU Nagan Raya. Lampiran 7. Dokumentasi

  • xiv

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan dapat

    membahayakan orang, menyebabkan kerusakan pada properti atau kerugian pada

    proses. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terjadi dapat menganggu

    operasi perusahaan. Kerugian yang dialami perusahaan dapat berupa kerugian

    ekonomi dan non ekonomi (Bird, 1990 dalam Sialagan, 2008).

    Kerugian ekonomi adalah segala kerugian yang bisa dinilai dengan uang,

    seperti rusaknya bangunan, peralatan, mesin, dan bahan, biaya untuk pengobatan,

    perawatan, dan santunan bagi tenaga kerja yang cidera/sakit, serta hari kerja yang

    hilang karena operasi perusahaan yang terhenti sementara. Kerugian non ekonomi

    antara lain yaitu rusaknya citra perusahaan, bahkan jika kejadian itu menimbulkan

    kematian pada tenaga kerja (Sahab, 1997).

    Berdasarkan Riset yang dilakukan badan dunia International Labour

    Organization (ILO) (1989) dalam Suma’mur (1996) memberikan kesimpulan

    bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, hal ini setara dengan 1 orang

    setiap 15 menit atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit dan kecelakaan kerja

    yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali

    lebih banyak dibanding wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan

    pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja telah

  • xv

    menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam

    pekerjaan seperti terkena zat kimia beracun.

    Di Indonesia, kasus kecelakaan kerja (KK) menunjukkan grafik turun naik.

    Berdasarkan data Jamsostek tahun 2003-2006, diketahui bahwa selama tahun

    2003 terjadi 105.846 KK, kemudian pada tahun 2004 turun menjadi 95.418 KK.

    Pada tahun 2005, angka kecelakaan kerja meningkat menjadi 99.023 KK. Angka

    ini tahun 2006 turun menjadi 95,624 KK (Jamsostek, 2008). Data tersebut belum

    termasuk kasus kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan oleh perusahaan-

    perusahaan yang tidak mengikuti program Jamsostek.

    Sementara itu, jika kita melihat The Heinrich Triangle dalam Bird dan

    Germain (1990) yang dikutip oleh Sialagan (2008) dapat terlihat rasio terjadinya

    kecelakaan dengan perbandingan 1:29:300, dimana 1 adalah mayor injury, 29

    adalah minor injuries, dan 300 adalah insiden near-miss. Begitu juga studi kasus

    kecelakaan pada beberapa perusahaan yang dilakukan Bird menunjukan bahwa

    begitu banyaknya kejadian near-miss yang melatarbelakangi terjadinya sebuah

    kecelakaan serius. Dari studi tersebut Bird mengemukakan rasio terjadinya

    kecelakaan dengan perbandingan 1-10-30-600, dimana 1 adalah cidera berat, 10

    adalah cidera ringan, 30 adalah kerusakan harta benda, dan 600 adalah kecelakaan

    hampir cidera (near-miss) (Sialagan, 2008).

    Kecelakaan kerja secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku

    kerja yang tidak aman (unsafe act) dan kondisi kerja yang tidak aman (unsafe

    conditions). Heinrich (1980) memperkirakan 85% kecelakaan adalah hasil

    kontribusi perilaku kerja yang tidak aman (unsafe act). Berdasarkan hal tersebut,

  • xvi

    maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan unsur yang memegang

    peranan penting dalam mengakibatkan suatu kecelakaan.

    Beberapa pendekatan dilakukan untuk mengurangi atau mencegah

    terjadinya cidera akibat kecelakaaan dan berdasarkan hasil komparasi yang

    dilakukan oleh Stephen Guastello (1993) dalam Geller (2001) terhadap beberapa

    pendekatan untuk mengurangi cidera di tempat kerja menunjukan bahwa

    pendekatan terhadap perilaku mencapai hasil yang paling berhasil untuk

    mengurangi cidera di tempat kerja yaitu sebesar 59,6% diikuti dengan pendekatan

    ergonomi sebesar 51,6%, dan pendekatan engineering control sebesar 29%.

    Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan perilaku yang

    didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan

    keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Dalam perspektif

    reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko atau tidak aman

    (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan bahwa

    upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan dalam perspektif

    proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman (safe behavior)

    yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan kerja. Geller (2001)

    juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety berhasil adalah lebih

    baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya mendorong terjadinya

    peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha pencegahan terjadinya

    kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan juga berupa pendekatan

    yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan.

    Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat

    faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (Internal) seperti

  • xvii

    susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya.

    Sedangkan faktor yang berasal dari luar (eksternal) sperti lingkungan fisik/non

    fisik, iklim, manusia sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya

    (Notoadmodjo, 2003).

    Perilaku sesorang dalam melakukan sesuatu seperti pekerjaan dapat di

    pengaruhi oleh pengetahuan dan sikap (Notoatmodjo, 2003). Menurut Cahyani

    (2004), pengetahuan yang tidak memadai dan sikap yang negative mengenai

    adanya risiko dan bahaya dan kecelakaan kerja akan membuat pekerja bersikap

    tak acuh seta mungkin ia melakukan tindakan yang tidak aman dan merugikan

    keselamatan dirinya.

    Selain faktor pengetahuan dan sikap lama bekerja merupakan faktor yang

    berhubungan dengan sikap aman seseorang seperti pernyataan Dirgagunasa

    (1992) yang mengatakan bahwa lama kerja seseorang jika dikaitkan dengan

    pengalaman kerja dapat mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman

    dalam hal menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja

    seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan

    memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman.

    Beberapa penelitian menyebutkan beberapa faktor yang berhubungan

    dengan perilaku aman, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh

    Hendrabuwana (2007) pada tahun 2007 yang dilakukan pada pekerja Departemen

    Cor PT Pindad Persero Bandung dengan penelitian deskriptif yang menggunakan

    metode cross sectional diperoleh 45,1% (23 orang) berperilaku kerja selamat dan

    54,9% (28 orang) berperilaku tidak selamat. Sedangkan variabel yang

    berhubungan dengan perilaku bekerja selamat adalah pengawasan, peraturan, dan

  • xviii

    lingkungan. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Sialagan (2008) pada

    pekerja PT EGS Indonesia yang dilakukan pada bulan November tahun 2008,

    dengan jumlah pekerja sebanyak 31 orang yang terdiri dari 10 orang personil

    kantor dan 21 orang personil lapangan dengan menggunakan penelitian

    deskriptif dan pendekatan cross sectional diperoleh 94% responden termasuk

    dalam kategori baik berperilaku aman. Selain itu, didapatkan hubungan yang

    bermakna antara faktor pengetahuan, motivasi, persepsi, peran rekan kerja, dan

    penyelia terhadap perilaku aman. Penelitian lainnya yaitu penelitian yang

    dilakukan oleh Helliyanti (2009) pada pekerja Dept. Utility and Operation PT

    Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari Flour Mills tahun 2009 diperoleh

    responden yang berperilaku aman sebanyak 60% sedangkan yang tidak

    berperilaku aman sebanyak 40%.

    Pada lokasi penelitian dasil hasil wawancara awal penulis dengan 6

    karyawan PLTU Nagan Raya dalam melakukan pekerjaan belum sesusai dengan

    wewenang dari perintah atasan, pemakaian APD belum sepenuhnya digunakan,

    serta penepatan materian dan alat-alatnya tidak ditempat seharusnya, dan juga

    masih ada yang lamban dalam bekerja. Hal-hal seperni inilah yang dapat memicu

    resiko kecelakaan kerja bagi mereka yang bertugas.

    1.2. Rumusan Masalah

    Untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor yang berhubungan dengan

    perilaku aman karyawan di PLTU Nagan Raya.

  • xix

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku aman

    karyawan di PLTU Nagan Raya.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku aman karyawan di

    PLTU Nagan Raya.

    2. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan perilaku aman karyawan di PLTU

    Nagan Raya.

    3. Untuk mengetahui hubungan ketersedian APD dengan perilaku aman

    karyawan di PLTU Nagan Raya.

    1.4. Manfaat Penelitian

    1. Bagi PLTU Nagan Raya

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

    perusahaan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku aman

    karyawan sehingga dapat lebih dioptimalkan dalam mencapai keberhasilan

    perusahaan.

    2. Bagi FKM-UTU

    Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi

    tentang perilaku aman (safety behavior).

  • xx

    3. Bagi Peneliti

    Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi, bahan bacaan,

    dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai perilaku aman (safety

    behavior).

  • xxi

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Keselamatan Kerja

    2.1.1. Konsep Keselamatan Kerja

    Menurut Colling (1990), kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya

    pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan

    kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic injury. Menurut ILO/WHO (1980)

    keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah promosi dan pemeliharaan terhadap

    faktor fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang terdapat di semua tempat

    kerja, mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan kondisi kerja, melindungi

    pekerja dan semua orang dari hasil risiko dan dari faktor yang dapat mengganggu

    kesehatan, menempatkan dan menjaga pekerja pada lingkungan kerja yang adaptif

    terhadap fisiologis dan psikologis dan dapat menyesuaikan antara pekerjaan

    dengan manusia dan manusia lain sesuai jenis pekerjaannya (Kondarus, 2006).

    Dalam UU RI No. 1 Tahun 1970 dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja

    berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan

    pekerjaan dan perlu diadakan segala upaya untuk membina norma-norma

    perlindungan kerja. Berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan sebagai tempat

    bekerja untuk melindungi pekerjanya dari bahaya kecelakaan kerja. Upaya-upaya

    itu antara lain pengendalian rekayasa (Engineering control), pengendalian

    administratif, dan pengendalian perilaku.

    Menurut Suma‟mur (1996), tujuan dari keselamatan kerja antara lain :

  • xxii

    a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan

    pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta

    produktivitas nasional.

    b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

    c. Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

    2.1.2. Budaya Keselamatan Kerja

    Budaya keselamatan (safety culture) yang dipaparkan oleh Hale (2002)

    dalam Helliyanti (2009) adalah sesuatu yang berkenaan dengan sikap, keyakinan,

    dan persepsi yang didapat dari kelompoknya sebagai penentu norma atau nilai

    yang menentukan bagaimana mereka bereaksi sehubungan dengan risiko dan

    system control risiko. Geller (2001) memaparkan sebuah misi dalam

    mengembangkan total budaya keselamatan (Total Safety Culture) yang berperan

    sebagai suatu petunjuk atau standar yang diperkenalkan dalam bukunya yang

    berjudul The Psychology of Safety Hanbook. Pernyataan misi budaya

    keselamatan ini mencakup :

    a. Mempromosikan suatu lingkungan pekerjaan yang didasarkan pada

    keterlibatan karyawan, kepemilikan, kerjasama kelompok, pendidikan,

    pelatihan, dan kepemimpinan.

    b. Membangun penghargaan pada diri sendiri, empowerment, kebanggaan,

    gairah, optimis, dan dorongan inovasi.

    c. Penguatan kebutuhan akan karyawan yang secara aktif memperhatikan teman

    sekerja mereka.

  • xxiii

    d. Mempromosikan filosofi keselamatan yang merupakan bukanlah suatu

    prioritas yang dapat disampaikan lagi, tetapi suatu nilai yang dihubungkan

    dengan setiap prioritas.

    e. Mengenali kelompok dan prestasi individu.

    Misi total budaya keselamatan ini lebih mudah dikatakan daripada

    prakteknya, tetapi terjangkau melalui suatu sumber variasi proses keselamatan;

    yang diawali dari disiplin psikologi dan engineering. Pada umumnya, suatu total

    budaya keselamatan memerlukan perhatian yang berkesinambungan pada ke tiga

    faktor, yaitu (Geller, 2001):

    1. Faktor lingkungan (termasuk peralatan, equipment, layout fisik, standar,

    prosedur, dan temperatur).

    2. Faktor orang (termasuk sikap masyarakat, kepercayaan, dan kepribadian).

    3. Faktor perilaku (termasuk praktek kerja aman dan beresiko (tidak aman),

    seperti halnya melampaui panggilan tugas untuk campur tangan atas

    keselamatan orang lain).

    Menurut Geller (2001) yang dikutp oleh Utommi (2007), ketiga faktor

    tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dalam proses pencapaian

    keselamatan di perusahaan dan jika terjadi perubahan pada salah satu faktor

    tersebut maka kedua faktor lainnya pun ikut berubah. Geller (2001) juga

    menyebutkan bahwa faktor perilaku dan faktor orang merupakan aspek manusia

    dan biasanya kedua faktor tersebut lebih sedikit diperhatikan dari pada faktor

    lingkungan. Kemudian Geller (2001) mengintegrasikan kedua pendekatan

    tersebut dan berdasarkan hasil integrasi diperoleh dua faktor internal dan

    eksternal. Hal ini dapat terlihat dari gambar dibawah ini (Geller, 2001):

  • xxiv

    Pendidikan Person Based Teori Kognitif Survey Persepsi

    Sumber : Geller (2001)

    Gambar 2.2

    Aspek internal dan eksternal yang dapat menentukan keberhasilan

    proses keselematan

    Berdasarkan gambar 2.2 dapat dipaparkan bahwa keberhasilan proses

    keselamatan kerja terdiri dari dua faktor internal (meliputi sikap, kepercayaan,

    perasaan, pemikiran, kepribadian, persepsi, dan nilai-nilai, tujuan) dan eksternal

    (meliputi pelatihan, pengenalan, persetujuan, komunikasi, dan menunjukan

    kepedulian secara aktif). Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya

    pendekatan keselamatan yang didasari perilaku (behavior based safety) dalam

    upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif.

    Dalam perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko

    atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat

    diartikan upaya reaktif menunggu terjadi tidak aman dulu. Sedangkan dalam

    Manusia

    Internal

    Status ciri-ciri:

    Sikap, kepercayaan,

    perasaan, pemikiran,

    kepribadian, persepsi, dan

    Eksternal

    Perilaku:

    Pelatihan, Pengenalan,

    Persetujuan, komunikasi,

    dan menunjukan kepedulian

    Pelatihan Behavior based Ilmu Perilaku Audit Perilaku

  • xxv

    perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku yang

    menghasilkan suatu keberhasilan pencegahan kecelakaan kerja. Sedangkan,

    pencapaian keselamatan kerja melalui perspektif reaktif sulit dicapai hasil

    maksimal karena sifatnya yang berusaha mencari kesalahan atau kegagalan yang

    dilakukan. Adanya ketakutan dan citra yang jelek untuk diketahuinya oleh pihak

    lain membuat cara ini sulit untuk mendapatkan gambaran mendalam atas suatu

    kecelakaan (Utommi, 2007).

    2.1.3. Kinerja Keselamatan Kerja

    Neal dan Griffin (2002) dalam Helliyanti (2009) mengemukakan suatu

    model yang menggambarkan bagaimana korelasi antara komponen-komponen

    kinerja keselamatan. Juga membedakan kinerja keselamatan menjadi dua tipe

    yaitu safety compliance dan safety participation. Safety compliance

    digambarkan sebagai aktivitas-aktivitas inti yang perlu dilaksanakan oleh

    individu-individu untuk memelihara keselamatan di tempat kerja, seperti

    mengikuti standar prosedur kerja dan menggunakan alat pelindung diri.

    Sedangkan safety participation digambarkan sebagai perilaku-perilaku

    yang tidak secara langsung berkontribusi kepada keselamatan individu tetapi

    dapat membantu mengembangkan suatu lingkungan yang mendukung

    keselamatan, seperti secara sukarela berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas

    keselamatan, membantu rekan kerja terhadap hal-hal yang berkenaan dengan

    keselamatan dan menghadiri pertemuan keselamatan. Iklim keselamatan dan

    budaya keselamatan yang ada di perusahaan tempat bekerja merupakan suatu

    keadaan yang mempengaruhi perilaku keselamatan pekerja. Iklim keselamatan

  • xxvi

    (safety climate) adalah persepsi terhadap kebijakan, prosedur, dan pelaksanaan-

    pelaksanaannya yang berhubungan dengan keselamatan ditempat kerja (Neal dan

    Griffin, 2002).

    Pengetahuan, keterampilan, dan motivasi dianggap sebagai faktor penentu

    kinerja keselamatan. Menurut Champbell et al (1996) dalam dalam

    Hendrabuwana (2007) mengungkapkan bahwa hanya tiga penentu yang

    mempengaruhi perbedaan kinerja individu, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan

    motivasi.

    Jika individu tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai

    untuk memenuhi peraturan keselamatan atau berpartisipasi dalam aktivitas

    keselamatan maka dia tidak akan berkemampuan untuk menampilkan tindakan-

    tindakan tersebut.

    Jika individu tidak memiliki motivasi yang memadai untuk memenuhi

    peraturan keselamatan atau berpartisipasi dalam aktivitas keselamatan maka dia

    akan memilih untuk menjalankan tindakan-tindakan tersebut. Antisiden kinerja

    digambarkan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku melalui efek

    pengetahuan, keterampilan, dan motivasi.

    2.2. Kecelakaan Kerja

    2.2.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

    Menurut Bird (1990) kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tidak

    diinginkan dan dapat membahayakan orang, menyebabkan kerusakan pada

    property atau kerugian pada proses. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga

    dan tidak diharapkan. Tak terduga; oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak

    terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. tidak

  • xxvii

    diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian matrial ataupun

    penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat (Suma‟mur, 1996).

    Selain itu, menurut Warsto dan Mamesah (2003), kecelakaan adalah kejadian

    yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan pekerjaan yang mengakibatkan

    cidera/kematian terhadap orang, kerusakan harta benda atau terhentinya proses

    produksi.

    2.2.2 Teori The ILCI Loss Caution Model

    Teori Loss Caution Model yang dikemukakan oleh Bird dan Germain

    (1990) dalam bukunya yang berjudul Practical Loss Control Leadership

    tergambar bagaimana peran managemen sebagai latar belakang penyebab

    terjadinya suatu kecelakaan dan cara berpikir ini banyak digunakan sebagai

    landasan berpikir untuk mencegah terjadinya kecelakaan (Sialagan, 2008).

    2.3. Perilaku

    2.3.1. Pengertian Perilaku

    Menurut Geller (2001), perilaku sebagai tingkah atau tindakan yang dapat

    di observasi oleh orang lain. Tetapi apa yang dilakukan atau dikatakan seseorang

    tidaklah selalu sama dengan apa yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini.

    Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang

    dilakukan mahluk hidup dan pada dasarnya perilaku dapat diamati melalui sikap

    dan tindakan. Namun tidak berarti bahwa bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari

    sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial yakni dalam bentuk

    pengetahuan, motivasi, dan persepsi. Perilaku sebagai perefleksian faktor-faktor

    kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak, pengetahuan, emosi, sikap, motivasi,

  • xxviii

    reaksi, dan sebagainya, dan faktor lain seperti pengalaman, keyakinan, sarana

    fisik, sosio, dan budaya (Notoatmodjo, 2003).

    Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku

    merupaakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

    luar). Perilaku ini disebut teori “S – O – R” atau “ Stimulus – Organisme –

    Respon” dikarenakan terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

    kemudian organisme tersebut merespon.

    2.3.2. Bentuk Perilaku

    Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang dikemukakan oleh

    Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), maka perilaku dapat dibedakan

    menjadi dua, yaitu :

    a. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior) Respon seseorang terhadap

    stimulus masih dalam bentuk terselubung atau tertutup. Repon dan reaksi

    terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan

    atau kesdaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

    tersebut dan belum dapat diamati dengan jelas oleh orang lain.

    b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior) Respon terhadap stimulus

    telah diaplikasikan dalam tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap

    stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dapat

    mudah diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

    2.4. Perilaku Aman

    Perilaku aman menurut Heinrich (1980) adalah tindakan atau perbuatan

    dari seseorang atau beberapa orang karyawan yang memperkecil kemungkinan

  • xxix

    terjadinya kecelakaan terhadap karyawan. Sedangkan menurut Bird dan Germain

    (1990) perilaku aman adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya

    kecelakaan atau insiden. Perbedaan perilaku aman dan perilaku Kesehatan dan

    Keselamatan Kerja (K3) yaitu perilaku aman hanya berfokus pada

    keselamatannya saja sedangkan perilakau K3 tidak hanya pada keselamatan tetapi

    juga pada kesehatan kerjanya. Dibawah ini adalah jenis-jenis perilaku aman,

    yaitu :

    1. Menurut Frank E Bird dan Germain (1990) dalam teori Loss Causation

    Model menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku aman, meliputi :

    a. Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan.

    b. Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya.

    c. Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang disekitarnya.

    d. Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan.

    e. Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi.

    f. Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan.

    g. Menggunakan peralatan yang seharusnya.

    h. Menggunakan peralatan yang sesuai.

    i. Menggunakan APD dengan benar.

    j. Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku.

    k. Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan cara

    mengangkat yang benar.

    l. Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan.

    m. Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja.

    2. Menurut Heinrich (1980), perilaku aman terdiri dari :

  • xxx

    a. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai

    b. Mengoperasikan peralatan yang memang haknya

    c. Menggunakan peralatan yang sesuai.

    d. Menggunakan peralatan yang benar.

    e. Menjaga peralatan keselamatan tetap berfungsi.

    f. Berhasil memperingatkan karyawan lain yang bekerja tidak aman.

    g. Menggunakan PPE dengan benar.

    h. Mengangkat dengan beban yang seharusnya dan menempatakannya di

    i. tempat yang seharusnya.

    j. Mengambil benda dengan posisi yang benar.

    k. Cara mengangkat material atau alat dengan benar.

    l. Disiplin dalam pekerjaan.

    m. Memperbaiki perlatan dalam keadaan mati (Kondarus, 2006).

    2.5. Teori Perubahan Perilaku

    2.5.1 Teori Lawrence Green

    Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) menganalisis perilaku

    manusia terkait masalah kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat

    dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan

    faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya faktor perilaku itu

    sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu :

    1. Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) adalah faktor-faktor yang

    mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran ataupun motivasi yang

  • xxxi

    terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi, nilai, keyakinan, dan variabel

    demografi.

    2. Enabling factors (faktor pemungkin) adalah kemampuan dari sumber daya

    yang diperlukan untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari

    fasilitas penunjang, peraturan dan kemampuan sumber daya.

    3. Reinforcing factors (faktor penguat) adalah faktor yang menentukan apakah

    tindakan kesehatan mendapatkan dukungan. Pada program pendidikan

    keselamatan kerja dilakukan oleh teman kerja, pengawas, pimpinan, dan

    keluarga, pemberian reward dan punishment (Green, 1980).

    Kurt Lewin (1970) dalam Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa

    perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan

    pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining forces).

    Perilaku itu dapat berubah bila terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan

    tersebut didalam diri seseorang. Kekuatan pendorong meningkat, hal ini terjadi

    karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan

    perilaku. Kekuatan-kekuatan penahan menurun, hal ini terjadi karena adanya

    stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut. Kekuatan

    pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun, dengan keadaan ini jelas juga

    akan terjadi perubahan perilaku.

    Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), dalam proses pembentukan dan

    perubahan perilaku manusia terdapat faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya

    faktor dari dalam (Internal) seperti susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi,

    proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar

  • xxxii

    (eksternal) sperti lingkungan fisik/non fisik, iklim, sosial, dan ekonomi,

    kebudayaan, dan sebagainya.

    2.5.2 Teori Perubahan Perilaku Yang Aman

    Ada beberapa teori yang menjelaskan perubahan perilaku aman,

    diantaranya (Suizer, 1999) :

    A. Teori Ramsey

    Ramsey mengajukan sebuah model yang menelaah faktor-faktor

    pribadi yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Menurut Ramsey perilaku

    kerja yang aman atau terjadinya perilaku yang dapat menyebabkan

    kecelakaan, dipengaruhi oleh empat faktor (Suizer, 1999), yaitu :

    1. Pengamatan (Perception) merupakan tahap pertama dimana seseorang

    akan mengamati suatu bahaya tersebut, maka seseorang tersebut tidak

    akan menampilkan adanya perilaku kerja yang aman. Kemampuan

    seseorang dalam mengamati faktor bahaya didalam bekerja tersebut

    dipengaruhi oleh kecakapan sensoris, persepsinya dan kewaspadaannya.

    2. Kognitif (Cognition), pada tahap ini, bahaya kerja dapat teramati namun

    seseorang yang bersangkutan tidak memiliki pengetahuan dan

    pemahaman bahwa hal tersebut membahayakan, maka perilaku yang

    aman juga tidak tampil. Tahapan ini tergantung pengalaman, pelatihan,

    kemampuan metal dan daya ingat.

    3. Pengambilan keputusan (Decision Making), perilaku yang aman juga

    tidak akan ada jika seseorang tidak memiliki keputusan untuk

    menghindari kecelakaan walaupun seseorang tersebut telah melihat dan

  • xxxiii

    mengetahui bahaya yang dihadapi tersebut merupakan sesuatu yang

    membahayakan. Hal ini tergantung dari pegalaman, pelatihan, sikap,

    motivasi, kepribadian, dan kecendrungan menghadapi resiko.

    4. Kemampuan (Ability), perilaku aman juga tidak akan ada jika seseorang

    tidak memiliki kemampuan bertindak atau menghindari bahaya walaupun

    pada tahapan sebelumnya tidak terjadi kesalahan atau berlangsung

    dengan baik. Tahapan ini dipengaruhi oleh cirri-ciri dan kemampuan

    fisik, kemampuan psikomotorik, dan proses fisiologis.

    Keempat faktor tersebut merupakan suatu proses yang sekuensial

    mulai dari yang pertama sampai dengan yang terakhir. Bila keempat tahapan

    ini dapat berlangsung dengan baik maka akan terbentuk suatu perilaku yang

    aman (Suizer, 1999). Dari keempat tahapan diatas dapat disimpulkan bahwa

    keseluruhan faktor pengaruh tersebut, sebagian besar merupakan faktor-

    faktor individual yang sesungguhnya masih dapat ditingkatkan melalui

    berbagai strategi pendidikan dan pelatihan yang sesuai dan tepat. Namun

    perlu disadari pula bahwa betapapun telah terbentuk perilaku kerja yang

    aman, adanya faktor chance masih memungkinkan terjadinya suatu

    kecelakaan (Hendrabuana, 2007).

    B. Teori Accident Pronenes

    Dalam mengkaji secara lebih dalam masalah perilaku yang tidak aman

    individu, selalu timbul dalam benak para peneliti pertanyaan-pertanyaan,

    seperti (Suizer, 1999 dalam Hendrabuana, 2007) :

    1. Apakah setiap individu akan menampilkan pola perilaku tidak aman yang

    berbeda-beda frekuensinya dalam suatu situasi kerja tertentu.

  • xxxiv

    2. Apakah memang benar ada jenis kepribadian tertentu yang cenderung

    celaka.

    3. Faktor-faktor pribadi apa saja yang sesungguhnya erat hubungannya

    dengan terjadinya kecelakaan.

    Pertanyaan pertama diatas berkaitan dengan frekuensi perilaku tidak

    aman (tidak selamat) yang ditampilkan dan kecelakaan yang terjadi didalam

    suatu situasi kerja yang spesifik dimana setiap orang mempunyai

    kemungkinan celaka yang sama. Dengan kata lain, pertanyaannya adalah

    apakah ada individu-individu tertentu yang memiliki frekuensi celaka yang

    lebih sering tanpa dipengaruhi faktor chance (kebetulan) (Suizer, 1999).

    Pada waktu yang lalu, banyak tulisan yang mengemukakan bilamana

    seseorang memiliki frekuensi perilaku tidak aman (tidak selamat) atau

    frekuensi kecelakaan diatas rata-rata disebut sebagai “accident prone”

    (cenderung celaka) tanpa mengkaji lebih dalam adanya faktor kebetulan.

    Sedangkan bila ditinjau dalam pemikiran statistika angka tersebut sebenarnya

    masih didalam batas „chance expectation‟ dan tidak menunjukan perbedaan

    yang bermakna atau signifikan. Oleh karena itu, utuk menentukan apakah

    ada individu-individu tertentu yang akan menampilkan perilaku tidak aman

    atau kecelakaan yang lebih sering, perlu dilakukan suatu prosedur statistik

    yang membandingkan distribusi actual dan distribusi hipotesis yang

    dipengaruhi faktor kebetulan (Suizer, 1999).

    Istilah ‘accident pronenes’ yang saat ini jarang dipergunakan lagi

    karena mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama menunjukan adanya

    suatu kualitas kepribadian yang dimiliki individu, sehingga seringkali

  • xxxv

    dikaitkan dengan suatu bentuk atau jenis kepribadian tertentu yang

    cenderunng celaka dan ternyata dalam perkembangan konsep ini sulit

    dibuktikan. Pengertian kedua yaitu didasari pemikiran statistik menunjukan

    pegertian adanya kecendrungan pada individu-individu tertentu untuk

    mengulangi perilaku tidak aman atau kecelakaan yang tidak dipengaruhi

    faktor kebetulan. Pengertian yang kedua ini lebih jelas dari pada yang

    pertama dan banyak dibuktikan oleh berbagai penelitian, namun konsep

    tersebut tidak mampu menjelaskan atau menerangkan penyebab adanya

    kecenderungan tersebut pada suatu pribadi (Suizer, 1999).

    Banyak penelitian yang mencoba menjelaskan faktor-faktor pribadi

    apa saja yang menyebabkan sesorang memilki kecenderungan untuk

    mengulangi perilaku tidak aman dan kecelakaan (Suizer, 1999). Penelitian

    tersebut dilakukan atas dasar pemikiran seperti :

    a. Setiap perilaku kerja yang aman atau yang tidak aman didalam situasi

    kerja yang berbeda-beda akan dipengaruhi oleh kombinasi keempat

    tahapan (pengamatan, pengenalan, pengambilan keputusan, dan

    kemampuan menghindari kecelakaan).

    b. Perbedaan situasi pekerjaan menyebabkan perbedaan pentingnya bentuk

    perilaku yang erat kaitannya dengan keempat tahapan yang ada. Adapun

    faktor-faktor pribadi yang erat hubungannya dengan perilaku tidak aman

    dan kecelakaan adalah (Suizer, 1999) :

    a. Visi

    b. Style (Gaya)

    c. Hubungan motorik-Persepsi

  • xxxvi

    d. Attitude (sikap)

    e. Pengalaman

    f. Umur

    C. Teori Ramussen

    Ramussen adalah seorang ahli rekayasa (engineer) yang

    mengembangkan klasifikasi generik psikologis kesalahan manusia, yang

    berdasarkan kerangka kognitif. Konsep dan teori ini dikembangkan

    berdasarkan analisis terhadap peristiwa yang terjadi dipusat pengembangan

    tenaga nuklir. Pada awal penjelasan konsep atau teorinya ia mengemukakan

    bahwa mendefinisikan apa yang disebut kesalahan merupakan suatu yang

    tidak mudah, seperti misalnya menggolongkan suatu situasi dimana seseorang

    dianggap melakukan kesalahan sedangkan hasil kerjanya dianggap sesuatu

    yang benar (Suizer, 1999).

    Menurut Ramussen, ada tiga jenjang katagori kesalahan yang dapat

    terjadi pada manusia, yaitu :

    a) Kesalahan karena kemampuan (skill-based error) adalah suatu kesalahan

    manusia yang disebabkan oleh karena ketidakmampuan sesorang secara

    fisik atau tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk

    menjalankan suatu tugas tertentu. Sesorang bias saja tahu apa yang

    seharusnya yang dilakukan tetapi ia tidak mempunyai kemampuan untuk

    melakukannya.

    b) Kesalahan karena peraturan (rule-based error) adalah suatu kesalahan

    manusia karena tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan

  • xxxvii

    atau melakukan suatu aktivitas yang tidak sesuai dengan apa yang

    seharusnya dilakukan.

    c) Kesalahan karena pengetahuan (knowledge-based error) adalah

    kesalahan manusia yang disebabkan karena tidak dimilikinya

    pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami situasi dan membuat

    keputusan untuk bertindak atau melakukan suatu aktivitas.

    Menurut Ramussen klasifikasi yang diutarakannya hanya

    menggambarkan apa yang salah dan kapan salahnya, tetapi tidak

    menjelaskan kenapa salah.

    D. Teori James Reason

    Menurut Reason (1997) tindakan tidak aman dapat disebabkan oleh

    kesalahan atau kelalaian manusia (Human-erorr) dalam melakukan

    pekerjaanya. Reason (1997) menguraikan kesalahan yang dilakukan oleh

    pekerja menjadi empat yaitu:

    1. Skill-based error (Slips and Lapses), kesalahan yang dilakukan

    berhubungan dengan keahlian yang dimiliki. Pekerja yang telah terbiasa

    dalam melakukan suatu pekerjaan suatu saat dapat melakukan

    kesalahan tanpa disadari (slips) karena tidak sesuai dengna

    kebiasaannya, selain itu pekerja dapat melakukan kesalahan karena lupa

    (Lapses).

    2. Rule-based error (Mistakes), meliputi kesalahan dalam memenuhi

    standar dan prosedur yang berlaku, menggunakan peraturan dan

    prosedur yang salah, menggunakan peraturan dan prosedur lama.

  • xxxviii

    3. Knowledge-based error (Mistakes), disebabkan kurangnya pengetahuan

    sehingga menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan dan

    asumsi- asumsi.

    4. Violation atau pelanggaran, merupakan kesalahan yang dilakukan

    dengan sengaja seperti melanggar peraturan keselamatan kerja dengan

    tidak menggunakan perlengkapan pelindung.

    Pekerja hendaknya memiliki kesadaran atas keadaan yang berbahaya

    sehingga resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat diminimalisasi (Reason,

    1997). Kesadaran terhadap bahaya yang mengancam dapat diwujudkan

    dengan menggunakan perlengkapan keselamatan kerja dengan baik dan

    benar, menaati peraturan dan prosedur yang berlaku, bekerja sesuai dengan

    tanggung jawabnya. Seringkali pekerja melakukan kesalahan dengan tidak

    menggunakan perlengkapan pelindung maupun menggunakan perlengkapan

    pelindung yang rusak, menyalahgunakan perlengkapan pelindung, mengambil

    jalan pintas dengan mengabaikan peraturan dan rambu-rambu yang ada.

    Reason (1997) dalam Utommi (2007) membagi penyebab kecelakaan

    kerja menjadi dua, yang pertama karena tindakan tidak aman yang dilakukan

    oleh pekerja dan yang kedua disebabkan oleh kondisi tidak aman pada

    lingkungan kerja. Reason (1997) menyatakan bahwa pendorong utama

    timbulnya tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman adalah faktor

    organisasi, yang selanjutnya mempengaruhi faktor lingkungan kerja. Faktor

    lingkungan kerja meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proyek

    konstruksi secara langsung seperti tekanan yang berlebihan terhadap jadwal

    pekerjaan, peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja yang tidak

  • xxxix

    memadai, kurangnya pelatihan keselamatan kerja yang diberikan pada

    pekerja, kurangnya pengawasan terhadap keselamatan kerja pekerja (Utommi,

    2007).

    Faktor lingkungan kerja dapat mendorong munculnya kesalahan dan

    pelanggaran pada pihak pekerja, kesalahan dan pelanggaran tersebut dapat

    berupa tindakan tidak aman dari pekerja, seperti melanggar peraturan dan

    prosedur keselamatan kerja, dan salah satu hasil akhir dari tindakan tidak

    aman adalah munculnya kecelakaan kerja pada pihak pekerja. Di lain pihak

    faktor organisasi dan faktor lingkungan kerja juga dapat menyebabkan

    munculnya kondisi tidak aman yang berupa kondisi laten. Disebut kondisi

    laten karena kondisi tidak aman tersebut muncul pada lingkungan kerja bila

    berinteraksi dengan tindakan tidak aman dari pihak pekerja, yang kemudian

    dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Salah satu contoh kondisi laten adalah

    kebijakan organisasi yang tidak memberikan perlengkapan keselamatan kerja

    pada pekerjanya dengan melakukan pengawasan secara ketat terhadap

    kemungkinan terjadinya kecelakaan. Hal ini sangat beresiko karena bila suatu

    saat pengawasan tidak dilakukan, dapat muncul resiko terjadinya kecelakaan

    kerja (Reason, 1997).

    Oliver, dkk (2002) dalam Hendrabuana (2008) mengemukakan bahwa

    kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tindakan tidak aman dan kondisi tidak

    aman dapat terjadi karena adanya pengaruh dari faktor organisasi, kondisi

    lokal tempat kerja, serta perilaku dan kesehatan pekerja kurang baik atau

    tindakan tidak aman, yang tidak disadari oleh pekerja maupun yang disadari

    oleh pekerja, berupa pelanggaran.

  • xl

    E. Model ABC

    Geller (2001) mengungkapkan model Activator-Behavior-Consequence

    (ABC) sebagai teknik untuk intervensi perubahan perilaku. Dikatakan bahwa

    activator mengarahkan perilaku, dan consequence memotivasi perilaku.

    Perilaku aman pekerja menggunakan alat pelindung diri (APD) dilokasi kerja

    yang ada tanda wajib penggunaan APD (aktivator) dapat bersifat sementara

    jika tidak adanya secara nyata konsekuensi negatif (segera, pasti, dan terukur)

    dari perilaku aman tersbut. Konsekuensi yang cepat dan mudah dapat

    memotivasi pekerja untuk berperilaku aman.

    2.6. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Aman

    Berdasarkan beberapa penelitian dan teori perubahan perilaku yang telah

    dipaparkan sebelumnya diperoleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

    perilaku aman, yaitu :

    2.6.1 Pengetahuan

    Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu,

    terjadi setelah orang melakukan proses pengindraan terhadap objek yang

    diamatinya. Menurut Bloom (1975) yang dikutip dari Sialagan (2008),

    pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan

    atau pengenalan informasi dan ide yang sudah diperoleh sebelumnya.

  • xli

    Berdasarkan penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), Pengetahuan

    yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

    a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya.

    b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan

    menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

    menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

    c. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

    materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

    d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

    suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu

    sama lain.

    e. Sintesis (Synthesis) merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

    baru dari formulasi-formulasi yang ada.

    f. Evaluasi (Evalaution) berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian

    terhadap suatu objek.

    Menurut Adenan (1986) dalam buku Widayatun (1999), semakin luas

    pengetahuan seseorang maka semakin positif perilaku yang dilakukannya.

    Perilaku positif mempengaruhi jumlah informasi yang dimiliki seseorang sebagai

    hasil proses penginderaan terhadap objek tertentu. Selain itu, tingkat perilaku

    mempengaruhi domain kognitif seseorang dalam hal mengingat, memahami, dan

    mengaplikasikan informasi yang dimiliki. Juga berpengaruh dalam proses analisis,

    sintesis, dan evaluasi suatu objek. Menurut Adenan (1986) dalam buku

    Widayatun (1999) juga bahwa pengetahuan diperoleh dari pendidikan formal atau

  • xlii

    pendidikan informal. Menurut Cahyani (2004), pengetahuan yang tidak memadai

    mengenai adanya risiko dan bahaya dan kecelakaan kerja akan membuat pekerja

    bersikap tak acuh seta mungkin ia melakukan tindakan yang tidak aman dan

    merugikan keselamatan dirinya.

    Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

    seperti ini didasari oleh pengetetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka

    sikap tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku

    itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung

    lama (Notoatmodjo, 2003).

    Sebaliknya, Green (1980) berpendapat bahwa peningkatan pengetahuan

    tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan memang sesuatu yang

    perlu tetapi bukan merupakan faktor yang cukup kuat sehingga seseorang

    bertindak sesuai dengan pengetahuannya. Pengukuran pengetahun dapat

    dilakukan melalui wawancara langsung atau kuesioner terhadap subjek penelitian

    atau responden (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan penelitian Heliyanti (2009)

    bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku tidak aman

    dengan pengetahuan karyawan.

    2.6.2 Sikap

    a. Pengertian Sikap

    Sikap adalah respon yang tidak teramati secara lagsung yang masih

    tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Newcomb dalam

    Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologis sosial, menerangkan bahwa sikap

    lebih mengacu pada kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan

    pelaksana motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan, namun

  • xliii

    merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi

    tertutup, bukan reaksi terbuka.

    Menurut Alport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) seorang ahli di

    bidang psikologi sosial, mendefinisikan sikap sebagai kesiapan untuk bereaksi

    terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini

    adalah kecendrungan untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu

    stimulus yang menghendaki adanya respon. Dari batasan diatas dapat ditarik

    kesimpulan bahwa manifestasi adanya respon.

    Menurut Notoatmodjo (2003), dengan memberikan jawaban apabila

    ditanya, mengerjakan dan memberikan tugas yang diberikan merupakan suatu

    indikasi dari sikap. Notoatmodjo (2003) juga mengungkapkan bahwa suatu

    sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk

    mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

    atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain itu,

    diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain.

    Alport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) juga memaparkan 3

    komponen sikap, yaitu :

    1. Kepercayaan (Keyakinan), ide, dan konsep terhadap objek.

    2. Pengaruh atau perasaan, merupakan evaluasi terhadap objek.

    3. Kecenderungan tindakan (Tend to behave).

    Sarwono (1997) juga memaparkan sikap secara umum dapat

    dirumuskan sebagai kecendrungan untuk berespon (secara positif atau negatif)

    terhadap orang, obyek, atau situasi tertentu. Sikap tidaklah sama dengan

    perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap, sebab seringkali

  • xliv

    terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang ertentangan dengan

    sikapnya.

    Mar’at (1982) dalam Dahlawy (2008), faktor-faktor yang

    mempengaruhi sikap terdiri dari faktor internal yaitu faktor-faktor yang

    terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti selektifitas rangsangan

    dari luar yang dapat ditangkap melalui persepsi. Ada proses- proses memilih

    rangsangan, rangsangan mana yang akan didekati dan rangsangan mana yang

    harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan yang

    berasal dari diri seseorang.

    Bila mempunyai kecenderungan memilih maka akan terbentuk sikap

    positif atau terbentuk sikap negatif bila kecenderungan itu menolak. Faktor

    eksternal yaitu faktor-faktor yang menentukan seseorang untuk bersikap, terdiri

    dari sifat objek yang dijadikan sasaran, kewajiban orang yang mengemukakan

    suatu sikap, sifat-sifat orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut,

    media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan situasi pada saat

    sikap itu terbentuk. Oleh karena itu, diperlukan media informasi yang sesuai

    dengan situasi yang ada di area kerja seperti bahaya yang ada yang tertempel

    dengan jelas sebagai bentuk komunikasi akan adanya bahaya sehingga pekerja

    dapat lebih berhati-hati dalam bertindak.

    b. Pengukuran Sikap

    Menurut Mueller (1992) dalam Millah (2008) Untuk memahami sikap,

    terdapat beberapa metode yang dapat digolongkan ke dalam metode-metode

    langsung dan metode tidak langsung, dan terdapat bagi metode yang memakai

    tes tersusun dan tidak tersusun. Metode langsung adalah metode dimana orang

  • xlv

    itu secara langsung diminta pendapat atau anggapannya mengenai objek

    tertentu. Metode ini lebih mudah pelaksanaannya, akan tetapi kurang dapat

    dipercaya daripada metode tidak langsung. Pada metode tidak langsung, orang

    diminta supaya menyatakan dirinya mengenai objek sikap yang diselidiki,

    tetapi tidak secara langsung. Cara ini lebih sulit dilaksanakan, tetapi lebih

    mendalam. Mueller (1992) dalam Millah (2008) juga memaparkan metode

    pengukuran sikap pada metode tidak langsung yang dapat digunakan adalah :

    1. Skala Likert

    Mengukur sikap seseorang adalah mencoba menempatkan posisinya

    pada suatu continum afektif berkisar dari sangat “negatif” hingga ke “sangat

    negatif” terhadap suatu objek sikap. Dalam teknik perskalaan likert,

    kuantifikasi ini dilakukan dengan pencatatan penguatan respon untuk

    pernyataan kepercayaan positif dan negatif tentang objek sikap.

    2. Skala Thurstone

    Thurstone mengembangkan tiga bagian teknik perskalaan sikap,

    yaitu metode perbandingan pasangan, metode interval pemunculan sama,

    dan metode interval berurutan (atau aturan dikotom). Ketiga metode itu

    menggunakan pertimbangan jalur duga-dugaan (yang menjadi tanggung

    jawab setiap orang) menganggap kemustarian yang relatif (kepositifan)

    pernyataan sikap terhadap objek sikap. Nilai-nilai kemustarian untuk setiap

    pernyataan diolah dari pertimbangan dugaan itu dan skala butir-butirnya

    dipilih berdasarkan kepada bagian terbesar dari nilai-nilainya itu.

    3. Skala Guttman

  • xlvi

    Louise Guttman memperkenalkan suatu desain prosedur perskalaan

    untuk menghasilkan skala-skala multi dimensional yang ketat. Butir- butir

    skala Guttman disusun berdasarkan derajat kepositifan, seperti juga butir

    skala Thurstone. Yang membuat unik skala ini adalah tekanan ekstrim pada

    unidimensional.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sialagan (2008) terdapat

    hubungan yang bermakna antara sikap karyawan dengan perilaku aman.

    Lain halnya dengan penelitian. Helliyanti (2009) dan Karyani (2005) dan

    yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

    sikap dengan perilaku tidak aman pekerja.

    2.6.3. Lama Bekerja

    Lama kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat

    mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman dalam hal menggunakan

    berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman

    yang diperoleh akan lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih

    aman (Dirgagunarsa, 1992). Berdasarkan hasil studi ILO (1989) dalam

    Dirgagunarsa (1992) di Amerika menunjukan bahwa kecelakaan kerja yang

    terjadi selain karena faktor manusia, disebabkan juga karena masih baru dan

    kurang pengalaman. Pengalaman merupakan keseluruhan yang didapat seseorang

    dari peristiwa yang dilaluinya, artinya bahwa pengalaman seseorang dapat

    mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan organisasinya. Dengan demikian,

    semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperolehnya semakin

    banyak yang memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman (Millah, 2008).

  • xlvii

    Sedangkan, menurut Cooper (2001), orang sering berperilaku tidak aman

    karena orang tersebut belum pernah cedera saat melaksanakan pekerjaannya

    dengan tidak aman. Tetapi jika kita melihat Heinrich’s Triangle, sebenarnya orang

    tidaklah jauh dari potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001) menyebutkan

    faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah dikenal dapat

    mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena

    menyenangkan, nyaman, dan menghemat waktu dan perilaku ini cenderung

    berulang.

    Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik

    sesuai dengan usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja di tempat kerja

    yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara

    mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka sering

    mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan

    kepada mereka sehingga keselamatan tidak cukup mendapat perhatian. Oleh

    karena itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada mereka sebelum

    melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari permulaan bekerja adalah

    sangat penting. Dimana, dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang

    kurang berpengalaman sering mendapatkan kecelakaan, sehingga diperlukan

    perhatian khusus (Suma‟mur, 1996).

    Berdasarkan pendapat Suma‟mur (1996) diatas dapat disimpulkan bahwa

    pengalaman dapat mempengaruhi perilaku pekerja dalam melakukan

    pekerjaannya dan pengalaman dapat mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.

    Dalam hal ini, pekerja yang berpengalaman dapat lebih menekankan keselamatan

    dalam melakukan pekerjaannya dikarenakan ia telah mengetahui secara mendalam

  • xlviii

    seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Sedangkan pekerja yang belum

    berpengalaman atau masih baru belum mengenali seluk beluk pekerjaan dan

    keselamatannya.

    Dirgagunasa (1992) mengatakan bahwa lama kerja seseorang jika

    dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat mempengaruhi kecelakaan kerja.

    Terutama pengalaman dalam hal menggunakan berbagai macam alat kerja.

    Semakin lama masa kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih

    banyak dan memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman. Berdasarkan

    peneilitian Hendrabuawana (2007), tidak ada hubungan yang bermakna antara

    perilaku aman dengan lama kerja.

    2.6.4. Ketersediaan APD

    Menurut Teori L. Green (1980), perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor,

    salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas dan

    sarana kesehatan. Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu bentuk

    dari faktor pendukung perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud

    dalam suatu tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya

    perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).

    Ketersediaan Sarana dan prasaran yang mendukung tindakan pekerja

    berperilaku selamat dalam bekerja (Suma‟mur, 1996). Menurut Sahab (1997)

    dalam Utmmi (2007) bahwa sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber

    dan manusia) dan fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam

    mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan APD

    merupakan alternatif yang paling terakhir dalam Hierarki pengendalian bahaya.

    Lebih baik mendahulukan tempat kerja yang aman, daripada pekerjaan yang

  • xlix

    safety karena tempat kerja yang memenuhi standar keselamatan lebih menjamin

    terselenggaranya perlindungan bagi tenaga kerja. Pada pengguanaan APD harus

    dipertimbangkan berbagai hal, seperti pemilihan dan penetapan jenis pelindung

    diri, standarisasi, pelatihan cara pemakaian dan perawatan APD, efektivitas

    penggunaan, pengawasan pemakaian, pemeliharaan dan penyimpanan

    (Suma‟mur. 1996).

    Menurut Roughton (2002) beberapa pekerja mungkin menolak untuk

    menggunakan APD karena APD tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan

    menambah beban stress pada tubuh. Stress ini dapat menimbulkan rasa tidak

    nyaman atau kesulitan untuk bekerja. Berdasarkan penelitian Hendrabuwana

    (2007) tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan APD dengan

    perilaku aman.

    2.7. Kerangka Konsep

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Gambar 2.1. Kerangka Konsep

    2.8. Hipotesa Penelitian

    1. Adanya hubungan pengetahuan dengan perilaku aman karyawan

    2. Adanya hubungan sikap dengan perilaku aman karyawan

    3. Adanya hubungan ketersedian APD dengan perilaku aman karyawan

    - pengetahuan, - sikap, - ketersediaan APD,

    Perilaku Aman

    Karyawan

  • l

    BAB III

    METODELOGI PENELITIAN

    3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah bersifat Survey Analitik dengan desain Cross

    Sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

    dengan perilaku aman karyawan di PLTU Nagan Raya.

    3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    3.2.1 lokasi penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di PLTU Nagan Raya.

    3.2.2 Waktu penelitian

    Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 september 2013 sampai

    dengan 3 oktober 2013

    3.3 Populasi dan Sampel

    3.3.1 Populasi

    Populasi yang diambil dalam penelitian ini 130 pekerja dibawah naungan

    Sinohydro yang termasuk didalamnya staff, local staff dan labour di PLTU Nagan

    Raya.

    3.3.2 Sampel

    Dalam penelitian ini sampel akan diambil adalah pekerja dibawah naungan

    Sinohydro yang termasuk didalamnya staff, local staff dan labour di PLTU Nagan

  • li

    Raya, sampel yang diambil dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin

    dalam notoatmodjo 2005.

    2)(1 dNNn

    n = Jumlah sampel

    N= Jumlah Populasi

    d2= Presisi 25% (0,01)

    2)(1 dNNn

    )01,0(1301130

    n

    30,11130

    n

    30,2130

    n

    565,56 n

    Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 56 pekerja tehnik pengambilan

    sampel yaitu dengan Quota Sampling dimana anggota populasi dapat

    dijadikan sampel yang penting jumlah sampel yang sudah ditetapkan dapat

    dipenuhi (Notoatmodjo 2005).

    3.4. Metode Pengumpulan Data

    Setelah data dikumpulkan penulis melakukan pengolahan data dengan

    langkah-langkah sebagai berikut :

  • lii

    1. Editing, yaitu : penulis memeriksa kembali data-data yang diperoleh baik

    dari hasil wawancara maupun laporan yang didapat untuk menilai tingkat

    kesesuaian.

    2. Coding, yaitu : pengkodean data yakni untuk mempermudah dalam

    pengolahan dan menganalisis data memberikan kode dalam bentuk angka.

    3. Tabulating, yaitu : data yang telah terkumpul ditabulasikan dalam bentuk

    master tabel.

    3.5. Jenis dan sumber data

    1. Data primer

    Diperoleh dengan melaksanakan metode wawancara dengan

    mengunakan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan.

    2. Data sekunder

    Data sekunder diperoleh dari PLTU Nagan Raya yang berkaitan

    dengan data pekerja Sinohydro.

    3.6. Definisi Operasional

    Tabel 3.5 Definisi Operasional No Variabel Keterangan Variabel Independen 1 Pengetahuan Definisi Pemahaman pekerja

    mengenai perilku aman Cara ukur Wawancara Alat ukur Kuesioner Hasil ukur 1. Baik

    2. Kurang Skala ukur Ordinal 2 Sikap Definisi Respon pekerja dalam

    bekerja berkaitan dengan perilaku aman pekerja.

    Cara ukur Wawancara Alat ukur Kuesioner Hasil ukur 1. Positif

    2. Negatif Skala ukur Ordinal 7 Ketersedian APD Definisi Ketersediaan alat-alat

  • liii

    pelindung diri bagi pekerja.

    Cara ukur Wawancara Alat ukur Kuesioner Hasil ukur 1. Tersedia

    2. Tidak tersedia Skala ukur Ordinal

    Variabel Dependen 1 Perilaku Aman

    Karyawan Definisi tindakan atau perbuatan

    dari seseorang atau beberapa orang yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja

    Cara ukur Wawancara Alat ukur Kuesioner Hasil ukur 1. Baik

    2. Tidak baik Skala ukur Ordinal 3.7 Aspek Pengukuran Variabel

    Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam

    penelitian ini adalah skala Likert yaitu memberikan skor dari nilai tertinggi ke

    nilai terendah berdasarkan jawaban responden.

    1. Pengetahuan

    Baik: Jika responden mendapat skor nilai > 50% dari total skor.

    Kurang: Jika responden mendapat skor nilai < 50% dari total skor.

    2. Sikap

    Positif: Jika responden mendapat skor nilai > 50% dari total skor.

    Negatif: Jika responden mendapat skor nilai < 50% dari total skor.

    3. Ketersedian APD

    Tersedia : Jika responden mendapat skor nilai > 50% dari total skor.

    Tidak tersedia : Jika responden mendapat skor nilai < 50% dari total skor.

    4. Perilaku Aman Karyawan

  • liv

    Baik: Jika responden mendapat skor nilai > 50% dari total skor.

    Tidak Baik: Jika responden mendapat skor nilai < 50% dari total skor.

    3.7. Tehnik Analisa Data

    3.7.1. Analisis Univariat

    Data dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui distribusi dari

    variabel-variabel yang diteliti.

    3.7. 2. Analisis Bivariat

    Analisis ini digunakan untuk mengetahui hipotesis dengan menentukan

    hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan variabel Dependen

    (variabel terikat) dengan menggunakan uji statistic chi-square (X2) (Budiarto,

    2001).

    Kemudian untuk mengamati derajat hubungan antara variabel tersebut

    akan dihitung nilai odd ratio (OR).

    Aturan yang berlaku pada Chi–Square adalah :

    a. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang

    digunakan adalah“Fisher’s Exact Test”

    b. Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai

    sebaiknya“Continuity Correction (a)”

    c. Bila tabel lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3, dsb, maka digunakan

    uji“Pearson Chi-Square”

    d. Uji“Likelihood Ration” dan “Linear-by-Linear Asscaiton”, biasanya

    digunakan untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisa stratifikasi pada

    bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variabel

    katagori, sehingga ke dua jenis ini jarang digunakan.

  • lv

    Analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer untuk

    membuktikan hipotesa yaitu dengan ketentuan p value < 0,05 (Ho ditolak)

    sehingga disimpulkan ada hubungan yang bermakna (Budiarto, 2001).

  • lvi

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Penelitian

    4.1.1. Gambaran Umum

    Pembangkit listrik Tenaga Uap merupakan satu-satunya pembangkit

    sumtera I yang ada di kabupaten nagan Raya, gedung staf kerja terdiri dari

    beberapa bagian diantaranya. Sinohydro, PLN, Consultan Engenering. Serta

    pelayanan K3. yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku aman

    karyawan di PLTU. Yang ada di kabupaten Nagan Raya.

    4.1.2. Analisis Univariat

    Sebelum dilakukannya analisis bivariat untuk melihat hubungan antar

    variabel maka terlebih dahulu dibuat analisis univariat dengan tabel distribusi

    frekuensi dari masing-masing variabel yang di teliti.

    1. Pengetahuan

    Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Yang Berhubungan Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013.

    No Pengetahuan Frekuensi % 1 Baik 37 66,1 2 Kurang 19 33,9

    Total 56 100 Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.1. diketahui bahwa dari 56 responden yang pengetahuannya

    baik lebih banyak yaitu 37 orang (66,1%).

  • lvii

    2. Sikap

    Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Yang Berhubungan Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013.

    No Sikap Frekuensi % 1 Positif 34 60,7 2 Negatif 22 39,3

    Total 56 100 Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.2. diketahui bahwa dari 56 responden yang sikapnya positif

    lebih banyak yaitu 34 orang (60,7%).

    3. Ketersedian APD

    Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Ketersedian APD Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013.

    No Ketersedian APD Frekuensi % 1 Tersedia 35 62,5 2 Tidak Tersedia 21 37,5

    Total 56 100 Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.3. diketahui bahwa dari 56 responden yang ketersedian

    APDnya tersedia lebih banyak yaitu sebanyak 35 orang (62,5%).

    4. Perilaku Aman

    Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya. Tahun 2013.

    No Perilaku aman Frekuensi % 1 Baik 31 55,4 2 Kurang 25 44,6

    Total 56 100 Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.4. diketahui bahwa dari 56 responden yang perilaku amannya

    baik lebih banyak yaitu sebanyak 31 orang (55,4%).

    4.1.2. Analisis Bivariat

  • lviii

    Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dan

    dependen. Penguji ini menggunakan uji chi-square. Dikatakan ada hubungan yang

    bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p< 0,05

    a. Pengetahuan Dengan Perilaku Aman

    Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013.

    Sumber: data primer (diolah tahun 2013)

    Dari tabel di atas di ketahui bahwa dari 37 responden yang

    pengetahuannya baik 70,3% prilaku amannya baik sedangkan dari 19 responden

    yang pengetahuannya tidak baik 73,7% perilaku amannya kurang. Dari hasil uji

    chi square di dapat nilai P Value = 0,004 dan ini lebih kecil dari α= 0,05 sehingga

    terdapatnya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku aman

    Karyawan Di PLTU Nagan Raya

    Dilihat dari nilai OR 6,618 maka dapat diartikan bahwa pengetahuan yang

    baik memiliki peluang 7 kali perilaku amannya baik dari pada pengetahuan yang

    kurang.

    Pengetahuan

    Perilaku Aman

    Total

    P

    Baik Kurang

    n % n % n % OR

    Baik 26 70,3 11 29,7 37 100 0,004 6,618

    Tidak baik 5 26,3 14 73,7 19 100 (1,914-22,889)

    Jumlah 31 55,4 25 44,6 56 100

  • lix

    b. Sikap Dengan Perilaku Aman

    Tabel 4.5. Hubungan Sikap Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013.

    Sumber: data primer (diolah tahun 2013)

    Dari tabel di atas di ketahui bahwa dari 34 responden yang sikapnya

    positif 67,6% prilaku amannya baik sedangkan dari 22 responden yang sikapnya

    negatif 63,6% perilaku amannya kurang. Dari hasil uji chi square di dapat nilai P

    Value = 0,043 dan ini lebih kecil dari α= 0,05 sehingga terdapatnya hubungan

    yang signifikan antara sikap dengan perilaku aman Karyawan Di PLTU Nagan

    Raya

    Dilihat dari nilai OR 3,659 maka dapat diartikan bahwa sikap yang positif

    memiliki peluang 4 kali perilaku amannya baik dari pada sikap yang negatif.

    c. Ketersediaan APD Dengan Perilaku Aman

    Tabel 4.3. Hubungan Ketersediaan APD Dengan Perilaku Aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya Tahun 2013.

    Sikap

    Perilaku Aman

    Total

    P

    Baik Kurang

    n % n % n % OR

    Positif 23 67,6 11 32,4 34 100 0,043 3,659

    Negative 8 36,4 14 63,6 22 100 (1,185-11,297)

    Jumlah 31 55,4 25 44,6 56 100

    Ketersediaan

    APD

    Perilaku Aman

    Total

    P

    Baik Kurang

    n % n % n % OR

    Tersedia 24 68,6 11 31,4 35 100 0,022 4,364

    Tidak tersedia 7 33,3 14 66,7 21 100 (1,376-13,841)

    Jumlah 31 55,4 25 44,6 56 100

  • lx

    Sumber: data primer (diolah tahun 2013)

    Dari tabel di atas di ketahui bahwa dari 35 responden yang ketersediaan

    APDnya tersedia 68,6% prilaku amannya baik sedangkan dari 21 responden yang

    ketersediaan APDnya tidak ada 66,7% perilaku amannya kurang. Dari hasil uji chi

    square di dapat nilai P Value = 0,022 dan ini lebih kecil dari α= 0,05 sehingga

    terdapatnya hubungan yang signifikan antara ketersediaan APD dengan perilaku

    aman Karyawan Di PLTU Nagan Raya.

    Dilihat dari nilai OR 4,364 maka dapat diartikan bahwa ketersediaan APD

    yang tersedia memiliki peluang 4 kali perilaku amannya baik dari pada

    ketersediaan APD yang tidak tersedia.

    4.2. Pembahasan

    4.2.1. Pengetahuan dengan Perilaku Aman

    Menurut Adenan (1986) dalam buku Widayatun (1999), semakin luas

    pengetahuan seseorang maka semakin positif perilaku yang dilakukannya.

    Perilaku positif mempengaruhi jumlah informasi yang dimiliki seseorang sebagai

    hasil proses penginderaan terhadap objek tertentu. Selain itu, tingkat perilaku

    mempengaruhi domain kognitif seseorang dalam hal mengingat, memahami, dan

    mengaplikasikan informasi yang dimiliki. Juga berpengaruh dalam proses analisis,

    sintesis, dan evaluasi suatu objek.

    Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 37 responden yang

    pengetahuannya baik 70,3% prilaku amannya baik sedangkan dari 19 responden

    yang pengetahuannya kurang 73,7% perilaku amannya kurang. Ini dikarenakan

    pekerja yang perilaku amannya tidak baik pengetahuannya lebih rendah banyak

    diantara pekerja tidak mengetaui arti sesungguhnya dari kecelakaan kerja,

  • lxi

    seharusnya seorang pekerja harus terlebih dahulu mengetahui bahaya dari

    pekerjaan tersebut sehingga dapat waspada dan berperilaku aman pada

    pekerjaannya.

    4.2.2. Sikap dengan Perilaku Aman

    Sikap adalah respon yang tidak teramati secara lagsung yang masih

    tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Newcomb dalam

    Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologis sosial, menerangkan bahwa sikap

    lebih mengacu pada kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana

    motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan, namun merupakan

    predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi tertutup, bukan

    reaksi terbuka.

    Dari hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square di dapat nilai

    P Value = 0,0043 dan ini lebih kecil dari α= 0,05 sehingga terdapatnya hubungan

    yang signifikan antara sikap dengan perilaku aman Karyawan Di PLTU Nagan

    Raya. Berhubungannya sikap dengan perilaku aman ini dikarenakan banyak

    respondari pekerja yang perilaku amannya tidak baik negatif ini dikarenakan

    pekerja lebih menyukai kenyamanan didalam bekerja sehingga mereka tidak

    begitu merespon apa yang disampaikan atasan atau coordinator lapangan ada

    beberapa menjawab tidak setuju dengan wewenang yang telah ditetapkan oleh

    atasan ada juga pekerja yang menjawab tidak setuju bahwa skill harus dimiliki

    karena yang terpenting mereka sudah bisa bekerja dan menjalankan alatnya tidak

    menghiraukan apa yang akan terjadi nantinya.

    4.2.3. Ketersedian APD dengan Perilaku Aman

  • lxii

    Menurut Teori L. Green (1980), perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor,

    salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas dan

    sarana kesehatan. Ketersediaan APD dalam hal ini merupakan salah satu bentuk

    dari faktor pendukung perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud

    dalam suatu tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya

    perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).

    Ketersediaan Sarana dan prasaran yang mendukung tindakan pekerja

    berperilaku selamat dalam bekerja (Suma‟mur, 1996). Menurut Sahab (1997)

    bahwa sistem yang didalamnya terdapat manusia (sumber dan manusia) dan

    fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan

    keselamatan di tempat kerja. Penggunaan APD merupakan alternatif yang paling

    terakhir dalam Hierarki pengendalian bahaya. Lebih baik mendahulukan tempat

    kerja yang ama