Exenthematous Drug Eruption

15
BAB I PENDAHULUAN Obat dapat didefinisikan sebagai zat kimia, atau kombinasi zat, diberikan untuk pemeriksaan, pencegahan atau pengobatan penyakit atau gejala. Obat makin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat sehingga reaksi terhadap obat juga meningkat, yaitu reaksi simpang obat (RSO) atau adverse drug reaction. Reaksi yang terjadi dapat ringan sampai berat hingga mengancam jiwa. Reaksi simpang obat (RSO) yang bermanifestasi pada kulit dan mukosa disebut erupsi obat. (1) Exanthematous drug eruption atau erupsi obat eksantematosa merupakan salah satu jenis erupsi obat yang melibatkan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang disebabkan pemakaian obat secara oral maupun parenteral. (2) Erupsi obat ini disebut juga erupsi makulopapular atau morbiliformis. (1) Kejadian erupsi obat eksantematosa sangat jarang pada usia muda, dengan insiden tipe yang umum terjadi adalah lesi di kulit akibat reaksi obat. (2) Faktor risiko terjadinya erupsi obat adalah usia, jenis kelamin, dosis, dan sifat obat itu sendiri. Wanita 1,3- 1,5 kali lebih sering terkena erupsi obat, kecuali pada anak-anak di bawah usia 3 dimana anak laki-laki lebih mungkin akan terkena. Di Amerika serikat, dalam sebuah penelitian yang luas menilai bahwa 2 sampai 3 dari 100 1

description

referat

Transcript of Exenthematous Drug Eruption

BAB IPENDAHULUAN

Obat dapat didefinisikan sebagai zat kimia, atau kombinasi zat, diberikan untuk pemeriksaan, pencegahan atau pengobatan penyakit atau gejala. Obat makin lama makin banyak digunakan oleh masyarakat sehingga reaksi terhadap obat juga meningkat, yaitu reaksi simpang obat (RSO) atau adverse drug reaction. Reaksi yang terjadi dapat ringan sampai berat hingga mengancam jiwa. Reaksi simpang obat (RSO) yang bermanifestasi pada kulit dan mukosa disebut erupsi obat. (1)Exanthematous drug eruption atau erupsi obat eksantematosa merupakan salah satu jenis erupsi obat yang melibatkan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang disebabkan pemakaian obat secara oral maupun parenteral.(2) Erupsi obat ini disebut juga erupsi makulopapular atau morbiliformis.(1)Kejadian erupsi obat eksantematosa sangat jarang pada usia muda, dengan insiden tipe yang umum terjadi adalah lesi di kulit akibat reaksi obat.(2) Faktor risiko terjadinya erupsi obat adalah usia, jenis kelamin, dosis, dan sifat obat itu sendiri. Wanita 1,3-1,5 kali lebih sering terkena erupsi obat, kecuali pada anak-anak di bawah usia 3 dimana anak laki-laki lebih mungkin akan terkena. Di Amerika serikat, dalam sebuah penelitian yang luas menilai bahwa 2 sampai 3 dari 100 pasien, 55% adalah mereka yang mendapatkan evaluasi yang hati-hati mungkin pasti akan dapat menunjukkan obat tertentu yang dapat menyebabkan erupsi obat eksantematosa sebesar 75-95% dan 5-6% menderita urtikaria.(3)Erupsi obat eksantematosa dapat disebabkan oleh semua obat. Obat-obat yang berkemampuan tinggi untuk menimbulkan reaksi (3-5%) yaitu penicillin dan antibiotik yang mempunyai struktur kimia yang sama (satu golongan), carbamazepine, allopurinol, dan garam emas (10-20%). Obat-obat yang berkemampuan menengah untuk menimbulkan reaksi yaitu sulfonamide (bakteriostatik, antidiabetik, diuretik), NSAID, derivate hidantoin, isoniazid, kloramfenikol, eritromicin, dan streptomisin. Sedangkan obat yang berkemampuan rendah untuk menimbulkan reaksi ( 38C), nyeri sendi maupun limfadenopati.(5)Erupsi obat merupakan salah satu penyakit kulit yang umum terjadi. Pada sebagian besar kasus,erupsi obat dapat didiagnosis dengan melihat gambaran klinis dan riwayat klinis, dengan lesi berupa erupsi makulopapular luas yang simetris yang terjadi tidak lama setelah pasien mengonsumi obat. (6)Prognosis erupsi obat eksantematosa pada dasarnya adalah bonam. Erupsi kulit karena obatakan sembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segeradisingkirkan. Namun bila obat yang menyebabkan timbulnya erupsi masih tetap digunakan, ruam dapat berkembang progresif menjadi eritroderma atau dermatitis eksfoliativa. Prognosis buruk bila lesi meliputi 50-70% permukaan kulit.(1, 2)

BAB IIDIAGNOSIS

2.1ANAMNESISAnamnesis yang teliti mengenai obat-obat yang didapat, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan, dosis, cara pemberian obat serta jangka waktu digunakannya obat tersebut. Yang paling penting adalah menanyakan adanya hubungan antara timbulnya erupsi dengan penggunaan obat termasuk penghentian obat, yang apabila diikuti dengan penurunan gejala klinis merupakan petunjuk kemungkinan erupsi oleh obat tersebut. Perlu juga ditanyakan adanya keluhan rasa gatal yang disertai demam yang biasanya subfebril.(1, 7)

2.2PEMERIKSAAN FISIS Erupsi kutaneus biasanya muncul 7 sampai 14 hari setelah dimulainya pengobatan baru dan bahkan dapat terjadi beberapa hari setelah obat telah dihentikan. Namun, erupsi dapat mengembangkan lebih cepat, terutama dalam kasus-kasus uji ulang provokasi. Lesi awalnya muncul berbentuk makula eritematosa yang kadang-kadang teraba sedikit; distribusi biasanya simetris. Erupsi mulai pada tungkai dan ekstremitas atas dan semakin menjadi menyatu.(4)

21

Gambar 1 dan 2. Erupsi eksantematosa akibat obat ampicillinSimetris, Eritematosa terang, makula dan papula, diskret pada beberapa area, dan confluent pada daerah lain, pada batang tubuh dan ekstremitas.(2)

Lesi biasanya polimorfik dengan morbiliformis terkadang lesi urtikaria pada tungkai,dan menyatu pada daerah toraks, dan lesi purpura pada pergelangan kaki dan kaki. Membran mukosa biasanya tidak terkena. Pruritus dan demam ringan sering Muncul. Lesi bisa scarlatiniform pada tungkai. Plak annular atau 'target' lesi atipikal yang berbentuk tidak teratur kadang-kadang ditemukan. Erupsi menghilang secara spontan setelah satu, kadang-kadang dua, minggu tanpa komplikasi.Ditandai dengan perubahan warna kulit dari merah terang sampai warna coklat kemerahan yang disertai dengan adanya deskuamasi kulit.(4)

43

Gambar 3 dan 4. Erupsi eksantematosa berupa makula dan papul dengan ukuran bervariasi dan bergabung membentuk plak.Gambar 3 menunjukkan erupsi berupa makula berwana merah muda dan papul yang tampak simetris. Gambar 4 menunjukkan erupsi yang lebih parah dengan lesi yang berwarna lebih kemerahan.(7)

65

Gambar 5 dan 6. Erupsi eksantematosa berupa makula berwarna kemerahan dan papul dengan ukuran bervariasi. Gambar 5 menunjukkan erupsi eksentematosa pada paha dengan distribusi lesi terbanyak pada bagian proksimal. Gambar 6 menunjukkan erupsi berbentuk plakat pada daerah aksilla dengan penyebaran lesi ke daerah perifer(7)

2.3PEMERIKSAAN PENUNJANG Uji tempel (patch test), uji tusuk (prick/scratch test) maupun uji provokasi (exposure test) untuk memicu reaksi alergi dan mendeteksi penyebab erupsi.(4, 5) Pemeriksaan histopatologi ditemukan dapat ditemukan limfosit dan eosinofil perivaskuler.(6)

7

Gambar 7. Histopatologi dari erupsi eksantematosa.Tampak erupsi makulopapular dengan spongiosis ringan pada bagian bawah epidermis disertai gambaran basket-woven pada stratum korneum(6)

Tidak adapemeriksaangold standar yang tepat dalammenentukanpenyebab dari exanthematous drug eruption. Sebaliknya dalam mendiagnosisdan menilai penyebabdapat diperoleh berdasarkanwaktupaparan obatdanonsetreaksi. Reaksi tersebut meliputi denganmenghentikan dan melanjutkan pemberian obat, waktu, dan sifaterupsi yangrekuren, riwayatrespons yang samadenganobatreaksi silang, danlaporan sebelumnya tentang adanya reaksiyang sama denganobat yang sama. Pemeriksaandalam menyingkirkan penyebab karenabukanreaksi obatjuga samamembantu.(3)

2.4DIAGNOSIS BANDINGErupsi obat eksantematosa didiagnosis bandingkan dengan penyakit yang memiliki gambaran seperti makulopapular atau morbiliformis, yaitu:

a. Eksantema akibat virus (measles, rubella, roseola)Eksantema tipe inidisebabkan oleh virus RNA, yaitu paramyxovirus, rubella virus dan human herpes virus 6 (HPV6). Penyakit ini seringmenyerang anak-anak dan ditandaidengan demam tinggi (38,0 - 40,6C) yang diikuti munculnya ruam makulopapuler.(8)

8

Gambar 8. Papul dan makula pada anak dengan roseola.(8)

b. Sifilis sekunderSifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada penjalarannya dapat menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.Sifilis sekunder timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak sifilis primer. Lesi kulit yang tampak banyak menyerupai lesi pada penyakit kulit lainnya sehingga dikenal sebagai the great imitator.Gejala yang penting untuk membedakannya dengan penyakit kulit lain ialah: lesi kulit pada sifilis sekunder umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata.(9)

9

Gambar 9. Lesi papuloskuamosa pada sifilis sekunder(9)

c. Pitiriasis roseaPitiriasis Rosea adalah peradangan kulit berupa eksantematosa yang ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan (salmon colored) berbentuk oval (circinate) tertutup skuama, soliter dan lama kelamaan menjadi konfluen. Daerah predileksinya adalahbadan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang.(10)

10

Gambar 10. Lesi kulit pada Pitiriasis Rosea (herald patch)Plak berbentuk oval, soliter dan berskuama pada trunkus11

BAB IIIPENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan erupsi obat eksantematosa yang paling utama adalah menghentikan pemakaian obat yang diduga sebagai penyebab. Oleh karena itu, penderita diberitahu untuk menghindari obat-obat tertentu yang dapat menimbulkan erupsi eksantema. Biasanya penatalaksanaan erupsi eksantema ini adalah simptomatik.(1, 2)3.1Pengobatan sistemikPemberian kortikosteroid pada reaksi alergi obat sistemik sangat penting, pada kelainan urtikaria, eritema, dermatitis medikamentosa, purpura, eritemanodusum, dan eksantemafikstum. Karena merupakan alergi obat maka dapat diberikan prednisone dosis standar dewasa 3x10 mg sehari atau pemberian dosis sesuai berat badan 1-2 mg/kgBB/ hari. Pasien dengan keluhan rasa gatal maka dapat diberikan antihistamin.(1, 2)

3.2Pemberian obat topikal Pada lesi kering eritema dan urtikaria dapat diberikan bedak contohnya: bedak salisilat 2% ditambah dengan obat antipruritus, misalnya menthol - 1 % untuk mengurangi rasa gatal dan dapat diberikan kortikosteroid topical berupa krim hidrokortison 1% atau 2.5% pada kelainan eksantema.1,4 Jika lesi basah dapat diberikan kompres misalnya kompres asam salisilat 1%.(1, 2)

BAB IVKESIMPULAN

Exanthematous drug eruption atau erupsi obat eksantematosa merupakan salah satu jenis erupsi obat yang melibatkan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang disebabkan pemakaian obat secara oral maupun parenteral.(2) Gambaran klinisnya berupa perubahan eritematosa tanpa disertai bula atau pustul. Erupsi obat ini disebut juga erupsi makulopapular atau morbiliformis.(1)Keadaan Umum pasien baik, Lesi awalnya muncul berbentuk makula eritematosa yang kadang-kadang teraba sedikit; distribusi biasanya simetris. Erupsi mulai pada tungkai dan ekstremitas atas dan semakin menjadi menyatu.(4) Diagnosis banding penyakit ini adalah Eksantema akibat virus, Sifilis sekunder, Pitiriasis rosea.(5)Pengobatannya secara sitemik dengan prednisone dosis standar dewasa 3x10 mg sehari atau pemberian dosis sesuai beratbadan 1-2 mg/kgBB/ hari dan pengobatan topical tergantung pada keadaan lesi.(1, 2)Kematian akibat erupsi obat eksantematosa jarang. Erupsi kulit karena obat akan sembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera disingkirkan. Erupsi dapat hilang tanpa penghentian obat, namun sangat jarang terjadi. Sebaliknya, ruam dapat berkembang progresif menjadi eritroderma atau dermatitis eksfoliativa dengan melanjutkan terapi.(1, 2) Oleh karena itu perlu ditegakkan diagnosa yang tepat dari gangguan ini karena kasus ini memberikan manifestasi yang serupa dengan gangguan kulit lain, identifikasi dan anamnesis yang tepat dari penyebab timbulnya reaksi obat adalah salah satu hal penting untuk memberikan tatalaksana yang cepat dan tepat bagi penderita dengan tujuan membantu meningkatkan prognosis serta menurunkan angka morbiditas.(2)

DAFTAR PUSTAKA

1.Mochtar H, Aisyah S. Erupsi Obat Alergik. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th Edition ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. p. 154-7.

2.K W, RA J. Adverse Cutaneus Drug Reactions. Fitzpatrick Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th Ed. ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2009. p. 557-60.3.WD J, TG B, DM E. Contact Dermatitis and Drug Eruptions. Andrews diseases of the skin clinical dermatology. 10th Ed. ed. Canada: Elsevier; 2006. p. P.115-18.

4.Bolognia J, Jorizzo J, Rapini R, All E. Exantematous Drug Eruptions Dermatology. 1. 2nd Ed ed. United Kingdom: Mosby Elsvier; 2008. p. 577-85.

5.Shear N, Knowles S. Cutaneous Reactions to Drugs. In: LA G, SI K, BA G, AS P, DJ L, K W, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine.8th Ed. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2012. p. P.467-72.6.Wolfgang W, Dieter M. Histopathology of drug eruptions general criteria, common patterns, and differential diagnosis. Dermatology Practical and Conceptual. 2011(Department of Dermatology, University of Munster, Germany.):33-47.

7.Stern Robert S. Exanthematous Drug Eruptions. The New England Journal of Medicine.2012.8.K W, RA J. Infectious Exanthem. Fitzpatrick Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th Ed. ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2009. p. 795-810.9.K W, RA J. Secondary Syphilis. Fitzpatrick Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th Ed. ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2009. p. 919-24.10.K W, RA J. Pityriasis Rosea. Fitzpatrick Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th Ed. ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2009. p. 122-3.

10