Evaluasi Renstra DPD - Proses Manajemen Strategik ( Short version )
-
Upload
nyoman-rudana -
Category
Documents
-
view
1.061 -
download
5
Transcript of Evaluasi Renstra DPD - Proses Manajemen Strategik ( Short version )
Mata KuliahMANAJEMEN STRATEGIK UNTUK SEKTOR PUBLIK
Dosen : DR. AGUS MAULANA, MSM
PROSES MANAJEMEN STRATEGIK DI DALAMINSTITUSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH ( DPD ) R I
PERIODE 2004 – 2009( Evaluasi Rencana Strategis DPD – RI 2004 – 2009 )
Nyoman Rudana, SE NPM 08.D.040
APRIL 2008
Magister Administrasi Publik Manajemen Pembangunan Daerah STIA LAN Jakarta
DAFTAR ISI
HalamanI. Pendahuluan 3
II. Sekilas DPD RI 4 1. Keangggotaan DPD RI 4 2. Fungsi, Tugas dan Wewenang DPD – RI
4
3. Hak dan Kewajiban Anggota DPD RI
5
4. Alat Kelengkapan Anggota DPD RI
6
5. Penyerapan Aspirasi Masyarakat
8
6. Proses Penyaluran Aspirasi Masyarakat
8
III. Proses Manajemen Strategik di Institusi DPD RI
1. Bagan Proses Manajemen Strategik
9
2. Kesepakatan
10
3. Mandat
10
4. Visi DPD RI
11
5. Misi DPD RI
11
6. Analisa Stakeholder
11
7. Analisa TOWS
1
a. Analisa Lingkungan Eksternal
13
b. Analisa Lingkungan Internal
14
c. Matriks Analisa Lingkungan Eksternal dan Internal
16
8. Matriks Penentuan Strategi Dasar dengan TOWS
18
9. Analisa Strategi Dasar ( Key Strategic Issues )
19
10. Pengembangan Strategi
A. Strategi O – W
20
B. Strategi O – S
22
C. Strategi T – W
25
D. Strategi T – S
26
IV. Implementasi
A. Strategi O – W
28
B. Strategi O – S
31
C. Strategi T – W
38
D. Strategi T – S
39
V. Evaluasi
A. Kendala Bidang pengajuan RUU Usul Inisiatif DPD RI
40
2
B. Kendala Bidang Penyampaian, Pandangan dan Pendapat
41
C. Kendala Bidang Pengawasan
42
D. Kendala harmonisasi Hubungan antara DPR dan DPD RI dalam Upaya
Membangun Parlemen yang Sehat di Indonesia
43
E. Wajah DPD RI Pasca Putusan Mahkamah Kosntitusi
43
VI. Rekomendasi ( Umpan Balik )
A. Mengubah Paradigma Keberadaan DPD-RI : Dari Sebatas Ada Menuju Ada
dengan Kesejatian ( Rekomendasi Umum )
44
B. Rekomendasi Khusus
45
VII. Daftar Pustaka
47
3
I. PENDAHULUAN
Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di
daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi
daerah dalam kehidupan nasional, maka dalam rangka pembaharuan konstitusi,
MPR membentuk sebuah lembaga perwakilan baru yaitu Dewan Perwakilan
Daerah ( DPD ) RI. Pembentukan ini dilakukan melalui perubahan ketiga UUD
1945 pada bulan Nopember 2001.
Ada beberapa argumen rasional mengenai pentingnya keberadaan DPD-RI
sebagai representasi daerah di tingkat pusat, yaitu :
1. agar keterkaitan antara keterwakilan penduduk dengan ruang ( daerah ) dan
adanya penyebaran penduduk Indonesia yang tidak merata dis etiap wilayah
( 60% penduduk tinggal di sekitar 10% wilayah Indonesia ) – tercermin dalam
sistem perwakilan dan proses legislasi.
2. Dalam rangka mewujudkan mekanisme checks and balances, dimana
mekanisme ini dianut oleh negara demokratis untuk menghindarkan diri dari
dominasi salah satu lembaga dalam pembuatan Undang – Undang , sehingga
UU yang dihasilkan menjadi lebih baik.
3. Adanya keadilan dalam kebijakan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa
secara berkesinambungan. Jika representasi politik hanya berupa
keterwakilan penduduk di DPR – RI dapat dipastikan arah pembangunan akan
cenderung memusat di pulau Jawa. Oleh sebab itu penyeimbang wajib
diberlakukan dengan mekanisme representasi daerah lewat lembaga DPD –
RI.
Namun demikian proses pembentukan lembaga DPD – RI yang ideal belum dapat
terlaksana
Gagasan dasar pembentukan DPD – RI adalah keinginan untuk lebih
mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberikan peran yang lebih
besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal – hal
terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Dengan adanya
DPD – RI , maka Indonesia tidak lagi menjadi negara dengan sistem legislasi
unikameral, melainkan memasuki barisan negara – negara demokrasi yang
4
menerapkan sistem bikameral dalam lembaga perwakilannya. Walaupun sistem
bikameral berbeda penerapannya antara negara yang satu dengan lainnya,
namun semua berpijak di atas landasan yaitu memaksimalkan keterwakilan
( representation) dan membangun sistem checks and balances dalam lembaga
perwakilans erta membuka peluang pembahasan yang berlapis ( redundancy )
untuk memperluas dan memperdalam proses pengambilan keputusan –
keputusan politik yang berdampak besar bagi rakyat. Namun sistem bikameral
di Indonesia termasuk lemah, berdasarkan kewenangan legislasi yang
dimilikinya.
Oleh sebab itu, DPD-RI, khususnya melalui Panitia Ad Hoc ( PAH ) 1 dan
Kelompok DPD di MPR, terus memperjuangkan amandemen UUD 45 khususnya
pasal 22 yang menyangkut fungsi, tugas dan wewenang DPD – RI, demi
tercapainya penguatan fungsi DPD agar aspirasi masyarakat daerah dapat
diperjuangkan dengan semestinya.
II. SEKILAS DPD – RI
1. Keanggotaan DPD – RI
Keanggotaan DPD RI untuk pertama kalinya dipilih pada Pemilihan Umum
Tahun 2004, tepatnya di bulan April., yaitu berjumlah 128 orang yangb terdiri
atas 4 orang dari setiap provinsi pada sebanyak 32 provinsi. Propinsi Sulawesi
Barat sebagai provinsi termuda yang secara resmi berdiri pada bulan Juli 2004,
belum terwakili secara tersendiri tetapi masih diwakili oleh anggota dari
provinsi asalnya (sebelum pemekaran wilayah provinsi tersebut, yaitu Provinsi
Sulawesi Selatan) dan baru akan terwakili melalui Pemilihan Umum legislative
2009 yang akan datang.
DPD RI memiliki kekhasan karena anggotanya merupakan wakil-wakil daerah
dari setiap propinsi dan tidak ada pengelompokan anggota (semacam fraksi di
DPR RI). Anggota DPD RI merupakan orang-orang independen yang bukan
berasal dari partai politik, tetapi berasal dari berbagai latar belakang misalnya
sebagai pengacara, guru, ulama, pengusaha, tokoh organisasi kemasyarakatan
atau Lembaga Swadaya Masyarakat, serta beberapa anggota DPD RI dengan
latar belakang birokrat seperti mantan menteri, gubernur, bupati/walikota dan
5
lain-lain.
2. Fungsi, Tugas dan Wewenang DPD – RI
Fungsi, tugas, dan wewenang DPD sebagaimana tercantum dalam Pasal 22D
UUD 1945 adalah mencakup :
a. Fungsi Legislasi
Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Fungsi Pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undangundang
yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
c. Fungsi Pengawasan
Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu
kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti.
6
d. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-
undang.
3. Hak dan Kewajiban Anggota DPD – RI
Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD bahwa
anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
Hak anggota DPD RI :
1. Menyampaikan usul dan pendapat
2. Memilih dan dipilih
3. Membela diri
4. Imunitas
5. Protokoler
6. Keuangan dan administratif
Kewajiban anggota DPD RI :
1. Mengamalkan Pancasila;
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan menaati segala perturan perundang-undangan.
3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
4. Mempertahankan dan memelihara kerukukan nasional dan keutuhan Negara
kesatuan Republik Indonesia.
5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
6. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat dan daerah.
7. Mendahulukan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi, kelompok
dan golongan.
8. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih
dan daerah pemilihannya.
9. Menaati kode etik dan Peraturan tata Tertib DPD
10.Menjaga etika dan norma adapt daerah yang diwakilinya.
7
Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik
Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang
dicirikan oleh sifat mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau
mandate rakyat kepada anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding”
yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang
semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat
daerah
4. Alat Kelengkapan DPD RI
Alat kelengkapan DPD RI terdiri dari Pimpinan DPD RI, merupakan kesatuan
yang bersifat kolektif yang terdiri dari satu orang ketua dan dua orang wakil
ketua, Pimpinan DPD RI mencerminkan wilayah barat, tengah dan timur
Indonesia yang dipilih dari dan oleh Anggota DPD RI dalam Sidang Paripurna.
Pimpinan DPD RI mempunyai tugas antara lain memimpin siding, menyusun
rencana kerja, menjadi juru bicara DPD RI, serta melaksanakan dan
memasyarakatkan putusan DPD RI. Untuk periode 2004 – 2009, DPD RI
dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita sebagai Ketua yang juga
merupakan anggota DPD – RI propinsi Jawa barat dan La Ode Ida, PhD yang
mewakili propinsi Sulawesi Tenggara dan H. Irman Gusman, SE, MBA yang
merupakan anggota DPD – Ri dari Sumatra Barat, sebagai Wakil Ketua.
DPD RI memiliki empat Panitia Ad Hoc yang ruang lingkup tugasnya mencakup
bidang legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Seluruh anggota, kecuali
Pimpinan DPD RI, wajib bergabung ke dalam salah satu Panitia Ad Hoc ( PAH ).
Ruang lingkup tugas keempat Panitia Ad Hoc tersebut meliputi:
Panitia Ad Hoc I : Otonomi Daerah; Hubungan Pusat dan Daerah;
Pembentukan, Pemekaran dan Penggabungan Daerah.
Panitia Ad Hoc II : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi
lainnya
Panitia Ad Hoc III : Pendidikan dan Agama.
8
Panitia Ad Hoc IV : RAPBN, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,
Memberikan Pertimbangan Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara dan Pemilihan
Anggota BPK, serta Pajak.
DPD RI juga memiliki alat kelengkapan yang secara fungsional mendukung
pelaksanaan tugas DPD RI, Yakni:
1. Badan Kehormatan ( BK ) yang bertugas antara lain menegakkan
Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik Anggota DPD RI;
2. Panitia Musyawarah ( Panmus ) yang bertugas antara lain menyusun
agenda persidangan DPD RI;
3. Pantia Perancang Undang-Undang ( PPUU ) yang bertugas antara lain
merencanakan dan menyusun program Legislasi DPD RI;
4. Panitia Urusan Rumah Tangga ( PURT ) yang bertugas antara lain
membantu Pimpinan DPD RI dalam menentukan kebijakan
kerumahtanggaan DPD RI;
5. Panitia Kerja Sama Antar Lembaga Perwakilan ( PKALP ) yang bertugas
antara lain membina, mengembangkan dan meningkatkan hubungan
persahabatan dan kerjasama antara DPD RI dengan lembaga Negara
sejenis, baik secara bilateral maupun multilateral.
Apabila dipandang perlu DPD RI dapat membentuk alat kelengkapan berupa
Panitia Khusus yang bersifat sementara dengan tugas tertentu yang diberikan
oleh Sidang Paripurna. Di samping alat kelengkapan tersebut DPD RI
membentuk Kelompok Anggota DPD di MPR RI yang bertugas antara lain
mengkoordinasikan kegiatan anggota DPD RI dan meningkatkan kemampuan
kinerja DPD RI dalam lingkup sebagai Anggota MPR RI.
5. Penyerapan Aspirasi Masyarakat
Sebagai alat artikulasi kepentingan daerah maka penyerapan aspirasi
merupakan kegiatan Anggota DPD RI yang paling penting. Dalam
pelaksanaannya, penyerapan aspirasi masyarakat ini bisa dilakukan dalam dua
bentuk, yaitu secara langsung maupun tak langsung. Penyerapan aspirasi
secara langsung dilakukan dalam berbagai kegiatan di daerah melalui dialog
9
tatap muka, seminar atau lokakarya. Kegiatan yang dilakukan pada saat
kunjungan kerja, baik pada masa sidang maupun ketika anggota DPD RI
memasuki masa kegiatan di daerah pemilihannya masing-masing (reses) pada
intinya bertujuan untuk menyerap, menghimpun, dan menampung aspirasi
masyarakat daerah.
Aspirasi masyarakat daerah harus diserap sebanyak-banyaknya setelah itu
kemudian dipilah ke dalam tingkat prioritas persoalan, mulai dari persoalan
yang paling urgen, yang harus segera ditindaklanjuti melalui mekanisme
konstitusional sampai hal-hal yang lebih bersifat sekunder. Persolan-persoalan
tersebut juga dapat dikategorikan berdasarkan tugas dan wewenang apakah
merupakan subyek yang berkaitan dengan ruang lingkup tugas legislatif
ataukah merupakan subyek yang menjadi kompetensi lembaga eksekutif.
Sementara itu, mekanisme penyerapan aspirasi secara tidak langsung
dilakukan melalui konsultasi dengan lembaga pemerintahan local
(DPRD/Pemda). Dalam hal ini, DPD RI menampung aspirasi yang sudah
disalurkan ke DPRD/Pemda. Mekanisme ini sebenarnya bisa dilakukan setiap
saat dan tidak perlu menunggu reses ataupun kunjungan kerja. Model
penyerapan tak langsung ini di samping lebih efisien juga dapat menguatkan
kemitraan di daerah
6. Proses Penyaluran Aspirasi Masyarakat
Setelah para wakil daerah melakukan proses penyerapan aspirasi, tentu realisasi
kongkret atau tindak lanjut atas berbagai persoalan daerah atau permasalahan rakyat
di daerah sebagaimana dimaksud akan ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Untuk itu
aspirasi yang masuk harus mendapat perhatian serius dan diproses sesuai dengan
mekanisme yang telah ditetapkan. Dalam hal ini ada tahapan yang meliputi:
a. Menyusun laporan hasil kunjungan kerja dalam bentuk resume aspirasi masyarakat
yang telah
dipisahkan berdasarkan persoalan masing-masing.
b. Melakukan identifikasi persoalan sehingga menjadi jelas dan spesifik.
c. Melakukan pemilahan atau kategorisasi berdasarkan tugas, kewenangan lembaga
legislatif dan eksekutif. Persoalan yang diluar kewenangan DPD RI selanjutnya
10
disampaikan melalui mekanisme rapat kerja di daerah yang disarakan atas
skala prioritas persoalan.
d. Persoalan yang menjadi kewenangan DPD RI kemudian dibawa ke Pusat untuk
disusun bersama-sama anggota DPD RI provinsi masing-masing dan dipilah
berdasarkan wilayah kerja PAH untuk dibawa kepada Sidang Paripurna. Laporan
yang disampaikan pada paripurna kemudian disalurkan kepada PAH berdasarkan
wilayah kerja masing-masing untuk dibahas bersama dengan pemerintah, dalam hal
ini menteri atau LPND yang relevan dengan masing-masing persoalan.
e. Terkait dengan masukan dari berbagai kalangan masyarakat mengenai peran ideal
DPD ke depan dan peningkatan peran DPD RI dalam menjembatani hubungan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang konstruktif dan sinergis, maka Kelompok
DPD di MPR RI akan menyampaikan masukan tersebut kepada Pimpinan MPR RI
untuk dapat diproses lebih lanjut.
III. PROSES MANAJEMEN STRATEGIK DI INSTITUSI DPD – RI
Proses Manajemen Strategik di lingkungan institusi DPD – Ri diuraikan berdasarkan bagan di bawah ini :
1. Bagan Proses Manajemen Strategik
Analisis Lingkungan Eksternal:
(pemda, DPRD, masyarakat)
Analisis LingkunganInternal ( S – W )
Kesepa-katan
Mandat
Visi/Misi
Isu-isu Strategik
(KSIs)
Pengem-bangan Strategi
Filo-sofi
Imple -mentasi
Eva-luasi
11
2. Kesepakatan
Acuan kesepakatan yang dipergunakan adalah Rencana Kerja Strategis DPD –
RI 2004 – 2009 yang disusun berdasarkan Keputusan DPD – RI no 30 / DPD /
2005, dengan persetujuan Sidang Paripurna ke – 16 DPD-RI Masa Sidang IV
Tahun Sidang 2005 – 2006 tanggal 13 Juli 2006. Tujuan utama dari penerbitan
Renstra ini adalah :
a. Bahan sosialisasi yang memeprjelas keberadaan DPD-RI kepada
masyarakat luas.
b. Memastikan bahwa prioritas DPD- RI dapat dipahami dan
memperoleh dukungan dari masyarakat yang akan menerima manfaatnya.
c. Sebagai acuan pokok semua kebijakan dan tindakan politik yang
akan ditempuh oleh DPD-RI dalam masa bakti 2004 – 2009.
d. Sebuah pemetaan prioritas bidang yang perlu diperkut dan sebuah blueprint
agar koordinasi dukungan eksternal kepada DPD – RI oleh lembaga pemberi
bantuan nasional dan internasional dapat berjalan efisien.
3. Mandat
Latar belakang pembentukan DPD RI sebagaimana tercantum dalam, lampiran
Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2004 tentang Laporan Badan Pekerja MPR RI
mengenai Hasil Kajian Komisi Konstitusi tentang Perubahan Undang-
Undang Dasar 1945, menegaskan bahwa keberadaan DPD RI dalam struktur
ketatanegaraan, Indonesia itu antara lain dimaksudkan untuk memperkuat
ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan. Republik Indonesia dan
memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah; meningkatkan
agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam
perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah;
dan mendorong percepatan demokrasi, pernbangunan dan kemajuan daerah-
daerah secara serasi dan seimbang.
12
Sedangkan secara konstitusional, pengaturan fungsi, tugas dan wewenang DPD
RI diatur dalam beberapa pasal UUD 45 hasil amandemen ketiga bulan
Nopember 2001 yaitu :
Pasal 2 ayat 1 :
MPR terdiri atas anggota – anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui
pemilu dan diatur lebih lanjut di dalam UU.
Pasal 22 C : mengenai pemilihan anggota DPD
Pasal 22 D : mengenai fungsi pengawasan dan fungsi anggaran
Pasal 22 E ( ayat 2, 3 , 4 ) : mengenai Pemilu legislatif
Pasal 23 E ayat 2 mengenai hasil pemeriksaan keuangan
Pasal 23 F ayat 1 mengenai pemilihan anggota BPK
4. Visi DPD – RI
Rumusan visi DPD – Riyang disepakati pada Lokakarya Perencanaan Strategis
DPD – RI, 30 Agustus – 1 September 2005 adalah sebagai berikut :
Terwujudnya DPD – RI sebagai lembaga legislative yang kuat dan efektif dalam
memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia
yang bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah NKRI.
5. Misi DPD RI
1) Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan
pemerataan pembangunan, kesejahteraan rakyat dalam rangka
memperkukuh keutuhan NKRI secara berkesinambungan.
2) Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu –
isu penting di daerah
3) Memperjuangkan penguatan peran DPD – RI sebagai salah satu badan
legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk mengajukan usul,
membahas, memebrikan pertimbangan dan melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang – undang terutama yang menyangkut kepentingan
daerah
4) Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD – RI untuk memeprkuat sistem
checks and balances melalui amandemen UUD 1945.
13
5) Mengembangkan pola hubungan dan kerjasama yang sinergis dan strategis
dengan pemangku kepentingan utama di daerah dan pusat.
6. Analisa Stakeholder
Yang merupakan stakeholder / pemangku kepentingan dari DPD – RI adalah :
a. Masyarakat di daerah
Masyarakat di daerah pemilihannya merupakan stakeholder terpenting
bagi DPD mengingat DPD RI dipilih langsung oleh rakyat dan merupakan
wakil legislatif dari rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat di
tingkat pusat melalui perumusan UU. Kepentingannya :
Memperoleh manfaat dari aspirasi yang disalurkannya yaitu dengan
digolkannya berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat di
daerah.
b. Pemerintah Daerah ( gubernur, walikota, bupati ).
Merupakan eksekutif di daerah, yang bertugas menjalankan roda
pemerintahan di daerah. Pemda tingkat II ( bupati, walikota ) berperan
besar di era otonomi daerah dalam menentukan kebijakan pembangunan
di wilayahnya.
Kepentingan :
Turunnya anggaran sesuai prioritas pembangunan di daerahnya, dimana
pemda memberi masukan kepada DPD-RI mengenai isu – isu strategis di
daerah yang menjadi prioritasnya.
c. DPRD tingkat I dan II
Merupakan institusi legislatif di daerah yang bertugas membuat dan
mengesahkan anggaran di daerah.
Kepentingan :
Membuat anggaran bersama pemerintah daerah dan mengesahkannya
dengan membuat prioritas kepada isu – isu strategis di daerahnya.
Keberadaan DPD RI sebagai lembaga legislatif baru dengan kemampuan
anggota yang beragam serta minimnya interaksi sebagian anggotanya dengan
politik, ditambah dengan kurang jelasnya aturan pelaksanaan mengenai
14
seharusnya interaksi antara DPD – RI dengan pemerintah daerah dan DPRD –
RI, menyebabkan analisa stakeholder sulit dilakukan. Namun mengingat
bahwa DPD – RI merupakan wakil rakyat yang memperjuangkan aspirasi
rakyat di tingkat pusat, maka masyarakatlah yang menjadi stakeholder
terpenting dari DPD – RI.
15
7. Analisa TOWS
a. Analisa Lingkungan Eksternal ( Opportunities and Threats )
Opportunities ( Peluang )
1. Partisipasi rakyat yang semakin meluas dalam memberikan aspirasi dengan
adanya DPD – RI terutama yang terkait dengan masalah dan kepentingan
pembangunan daerah mereka.
2. Terbukanya peluang untuk bersinergi antara DPD – DPR RI di masa mendatang,
dimana pada periode kedua DPD RI, keanggotaan DPD RI sudah bisa diisi oleh
caleg dari partai politik. Bila kedua institusi legislatif ini bisa saling mengisi,
maka fungsi check and balances akan berjalan baik dan pada akhirnya
meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap kedua institusi ini.
3. Banyak dukungan dari senat manca negara terhadap keberadaan DPD RI.
Dukungan tersebut ditindaklanjuti dengan diundangnya DPD-RI untuk
menghadiri berbagai seminar dan workshop dimana DPD RI dapat
memperkenalkan eksistensinya sebagai lembaga legislatif yang baru berdiri
kepada institusi legilslatif dunia dan belajar lebih banyak mengenai berbagai
hal menyangkut perannya sebagai senat.
4. Sebagai lembaga perwakilan daerah, DPD – RI berkesempatan untuk
membangun kerjasama yang lebih baik antar berbagai instansi pemerintahan di
daerah dalam rangka meningkatkan kekuatan tawar menawar mereka terhadap
pemerintah pusat. Melalui penyerapan aspirasi daerah, para stakeholder di
daerah berkesempatan untuk menyuarakan kebutuhan dan kepentingannya
kepada para wakil rakyat di lembaga legislatif di tingkat pusat.
5. Kerjasama yang baik dengan pemda juga dapat mempermudah DPD – RI
menjalankan fungsi check and balances termasuk dalam menindak lanjuti
temuan BPK terkait pertanggung jawaban keuangan daerah.
Ancaman ( Threats )
1. DPD – RI masih kurang dikenal masyarakat karena sebagai lembaga legislatif
baru, sosialisasi dianggap masih kurang. Banyak orang yang menganggap
16
bahwa anggota DPD – RI adalah anggota partai politik, sehingga terkesan
kurang pro – rakyat.
2. DPR – RI tentunya akan mempersulit jalan DPD – RI dalam mengusulkan
amandemen UUD 45, mengingat DPD – RI dapat menjadi oposisi bagi DPR – RI
dalam rangka fungsi check and balancesnya terhadap DPR – RI.
3. Fungsi check and balances mau tidak mau menyebabkan DPR – RI terlibat
dalam fungsi pengawasan jalannya otonomi daerah. Salah satu fungsinya dalam
menindak lanjuti temuan BPK di daerah menyebabkan para pemimpin daerah
terancam / kurang nyaman dengan kunjungan anggota DPD – RI ke daerah.
4. Masyarakat masih belum melihat hasil yang nyata dari peran dan kiprah DPD –
RI periode pertama ini, karena terbatasnya kewenangan DPD –RI. Misalnya
dalam mengawal RUU menjadi UU, DPD – RI hanya bertindak mengusulkan
RUU dan memberikan pertimbangan kepada DPR – RI dan tidak dapat
mengawal RUU tsb sampai menjadi UU.
b. Analisa Lingkungan Internal ( Strengths and Weaknesses )
Strengths ( Kekuatan ) :
01. Anggota DPD – RI hasil pemilu 2004 secara de facto memiliki basis
legitimasi dan dukungan politik yang cukup kuat karena dipilih langsung
oleh rakyat.
02. Jumlah anggota DPD – RI yang sama untuk semua daerah
yang diwakilinya, yaitu empat orang dari setiap propinsi , tanpa
mempedulikan jumlah penduduk daerahnya, menjadikan semua daerah
sama pentingnya untuk diperjuangkan oleh DPD – RI.
03. Anggota DPD periode I merupakan individu non partai,
sehingga bebas dari conflict of interest dari partai politik.
04. DPD – RI selaras dengan perannya sesuai pasal 22 D UUD 1945,
mempunyai mandat yang jelas dalam fungsi legislasi, pertimbangan dan
pengawasan, untuk memperbaiki kerangka hukum untuk desentralisasi
agar memenuhi kebutuhan dan kepentingan daerah secara lebih efektif
dan untuk memastikan bahwa kinerja eksekutif dalam menerapkan
desentralisasi berjalan efektif, terbuka dan akuntabel. Misalnya dengan
mengawasi kinerja pemerintah dalam peningkatan pendidikan, penyediaan
17
akses pelayanan kesehatan, pembangunan infrastruktur di daerah yang
paling memerlukan.
05. DPD – RI bekerjasama dengan pemda setempat juga bertugas mengajukan
rekomendasi alokasi anggaran untuk meningkatkan kemampuan
pemerintah dalam upaya pencapaian sasaran – sasaran pembangunan
dalam bidang pendidikan.
Weaknesses ( Kelemahan ) :
01. Keberadaan DPD yang nisbi dan serba tanggung sebagai suatu lembaga
legislatif. Gagasan dasar pembentukan suatu lembaga pengimbang ( check
and balances ) kekuasaan, baik di lingkungan lembaga legislatif sendiri
( DPR dan MPR RI ) maupun lembaga eksekutif ( pemerintah ), belum
sepenuhnya berfungsi secara optimal dan efektif.
02. Peran DPD – RI yang terbatas menyebabkan DPD – RI tidak bisa melakukan
follow up terhadap usulan RUU yang dibuatnya setelah sampai ke tangan
DPR – RI, karena DPD-RI hanya berhak mengusulkan dan memberikan
pertimbangan, tanpa bsia memperjuangkan RUU tsb sampai disahkan
menjadi UU.
03. Sebagian besar anggotanya merupakan orang – orang baru dalam dunia
politik yang belum memiliki pengalaman nyata dalam praktik – praktik
sistem politik Indonesia selama ini.
04.Walaupun DPD – RI dinyatakan mewakili daerah, belum terdapat ketentuan
yang jelas yang mengatur hubungan kerjasama antara anggota DPD – RI
dan pemerintah daerah dan DPRD, termasuk dengan masyarakat daerah
yang mereka wakili.
05. Belum terbangunnya sistem pendukung yang andal dengan segenap
kelengkapan sarana dan prasarananya, terutama sistem informasi
manajemen dan pangkalan data, atau ketersediaan tenaga ahli,
mengakibatkan belum optimalnya kinerja DPD –RI sebagai suatu lembaga
politik.
06.Pada tingkat operasional, struktur organisasi dan mekanisme kerja internal
DPD RI sendiri masih belum mantap. Masih sering terjadi kekaburan
18
sistem koordinasi antara Sekretariat Jendral DPD-RI dan Sekretariat
jendral DPR – RI dan MPR – RI.
07.Kurangnya pemahaman anggota DPD – RI terhadap teknologi khususnya
internet menyebabkan banyak fasilitas gratis yang bsia dimanfaatkan di
internet seperti pembuatan blog dan jejaring sosial seperti facebook,
misalnya, tidak dimanfaatkan dengan baik sebagai sarana untuk
mensosialisasikan kegiatannya kepada konstituen di daerah dan
mensosialisasikan keberadaan dan fungsi DPD RI kepada masyarakat luas.
19
c. Matrix Analisa Lingkungan Eksternal dan Internal
Rating :
0 – 1 : kurang penting
> 1 – 2 : cukup penting
>2 – 3 : penting
> 3 – 4 : sangat penting
Matriks Analisa Lingkungan Eksternal
( EFAS =External Strategic Factor Summaries )
NO FAKTOR EKSTERNALBOBO
T RATING
SKOR KOMENTAR
( B x R )
Opportunities ( Peluang ) :
1Partisipasi masyarakat yang makin aktif dalam
0.10 4
0.40
- Mempermudah DPD RI mendapatkan isu
memberikan aspirasi strategik di daerah untuk dibawa ke tingkat
pusat
2Sinergi dengan DPR --> meningkatkan fungsi
0.15 4
0.60
- Membantu menciptakan pemerintahan
check & balances yang bersih
3Dukungan senat LN terhadap penguatan fungsi DPD
0.10 3
0.30
- Meningkatkan kepabilitas anggota DPD
--> ditindaklanjuti dengan asistensi /workshop
4Kerjasama dengan pemda memperkuat posisi
0.15 3
0.45
- Sinergi dalam memperjuangkan anggaran
tawar menawar di tingkat pusat.
5Kerjasama yang membaik dengan instansi pemda
0.15 4
0.60
- Meningkatkan peran DPD sebagai wakil
mempermudah DPD menjalankan fungsi check & rakyat di daerah
balances TOTAL 2.35 Threats ( Ancaman ) :
1Sosialisasi kurang, masyarakat masih banyak yang
0.05 3
0.15
- Perlu sosialisasi termasuk dengan meman-
menganggap anggota DPD-RI periode I sebagai
faatkan situs social networking ( facebook,
anggota parpol blog ).
2DPR RI masih menganggap DPD sebagai oposisi
0.10 3
0.30 - Perlu kerjasama lebih baik
3Fungsi check and balances menyebabkan pemda
0.10 3
0.30 - Perlu kerjasama yang lebih baik
kurang nyaman dengan kunjungan anggota DPD RI
20
4Masyarakat di daerah belum melihat hasil kerja DPD
0.10 4
0.40
- Perlu sosialisasi mengenai fungsi DPD
TOTAL 1.00 1.15
Matriks Analisa Lingkungan Internal
( IFAS =Internal Strategic Factor Summaries )
NO FAKTOR INTERNALBOBO
TRATIN
G SKOR KOMENTAR( B x R )
Strengths ( Kekuatan )
1Anggota DPD periode I dipilih langsung oleh rakyat
0.05 3
0.15
- Kepercayaan rakyat harus dijaga
-->legitimasi politik kuat
2 Jumlah anggota DPD 4 orang per propinsi --> 0.05 3
0.15
- Meningkatkan kepercayaan rakyat,
Keterwakilan setiap daerah sama pentingnya khususnya di wilayah Indonesia Timur
3DPD periode I non partai --> bebas conflict of interest
0.05 3
0.15
- Netralitas harus dipertahankan
4 Fungsi legislasi, pertimbangan, pengawasan --> 0.15 4
0.60
- Harus diperkuat dengan amandemen
mendorong desentralisasi UUD 45
5 Mengajukan alokasi anggaran untuk mendorong 0.10 3
0.30
- Perlu peningkatan fungsi DPD-RI
pembangunan daerah untuk menjalankan fungsi tsb
TOTAL 1.00 1.35
Weaknesses ( Kelemahan )
1Keberadaan DPD serba tanggung -->fungsi serba
0.10 4 0.40
- Perlu diperkuat dengan amandemen
tanggung UUD 45
2 Tidak bisa mengawal RUU sampai menjadi UU 0.15 4 0.60
- Merupakan kelemahan dasar -->
Perlu penguatan fungsi dan wewenang DPD-RI
3Sebagian besar anggota DPD RI kurang pengalaman
0.10 3 0.30
- Perlu workshop dan pengalaman politik
dalam bidang politik di dalam dan luar negeri.
4Kurang jelasnya aturan yang mengatur hubungan
0.05 3 0.15
- Harus dibuat aturan yang jelas
antara DPD dengan pemda dan DPRD
5Sistem pendukung ( tenaga ahli, data base ) kurang
0.05 3 0.15 - Perlu anggaran
21
6Koordinasi internal dalam DPD RI masih belum baik
0.10 3 0.30
- Perlu dibuat aturan yang lebih jelas
7Anggota DPD-RI banyak yang masih buta teknologi
0.05 3 0.15
- Perlu sosialisasi teknologi internet
sehingga belum bisa memanfaatkan internet untuk
dan tenaga untuk mengoperasikannya
sosialisasi
TOTAL 1.00 2.05
8. Matrix Penentuan Strategi Dasar dengan TOWS
IFAS STRENGTHS ( S ) WEAKNESSES ( W )
Skor : 1.35 Skor : 2.05 1. Anggota DPD periode I dipilih langsung 1. Keberadaan DPD serba tanggung oleh rakyat -->legitimasi politik kuat 2. Tidak bisa mengawal RUU sampai 2. Jumlah anggota DPD 4 orang per menjadi UU propinsi 3. Sebagian besar anggota DPD RI kurang 3. DPD periode I non partai pengalaman politik --> no conflict of interest 4. Kurang jelasnya aturan yang mengatur 4. Fungsi legislasi, pertimbangan, hubungan antara DPD dengan pemda pengawasan -->dorong desentralisasi dan DPRD dan Pemda 5. Mengajukan alokasi anggaran 5. Sistem pendukung ( tenaga ahli, data untuk mendorong pembangunan daerah base ) kurang 6. Koordinasi internal DPD RI belum baik 7. Anggota DPD-RI banyak yang masih buta internet sehingga tidak bisa menggu- nakannya utk sosialisasi
EFAS OPPORTUNITIES ( O ) STRATEGI O - S STRATEGI O - W
Skor : 2.35 Skor : 3.70 Skor : 4.40
1. Partisipasi masyarakat yang 1. Memperjuangkan penguatan fungsi dan kewenangan DPD-RI melalui 1. Penyempurnaan manajemen dan
makin aktif memberikan aspirasi Amandemen UUD 45 agar dapat mekanisme kerja internal untuk mening-2. Sinergi dengan DPR-->tingkatkan mewakili daerah sesuai fungsinya katkan kinerja DPD-RIfungsi check & balances 2. Mendorong terciptanya otonomi daerah 2. Bekerjasama dengan pihak pemda dan
3. Dukungan senat LN terhadap dan perimbangan kekuasaan pusat – daerah DPRD untuk merumuskan aturan mengenai
penguatan fungsi DPD 3. Pengawasan untuk meningkatkan koordinasi dan mengusulkannya kepada DPR-RI
4. Kerjasama dengan pemda memper- pencegahan dan pemberantasan 3. Menyewa staf ahli untuk meningkatkan
22
kuat tawar menawar di tingkat pusat. kourpsi Konerja dancitra DPD-RI5. Kerjasama yang membaik dengan 4. Melakukan fungsi check and balanceinstansi pemda dengan membuat pertimbangan RAPBN
THREATS ( T ) STRATEGI T - S STRATEGI T - W
Skor : 1.15 Skor : 2.50 Skor : 3.30 1. Sosialisasi kurang, masyarakat 1 Tetap teguh melaksanakan fungsinya 1. Melalui penyerapan aspirasi rakyat, DPD-anggap anggota DPD-RI periode I dalam pengawasan APBN dan BPK RI merekomendasi anggaran kepada DPR-RIsebagai anggota parpol 2 Mendorong pembahasan mengenai isu untuk pelayanan dasar bagi masyarakat2. DPR RI masih menganggap DPD Perlindungan terhadap hak adat dan Khususnya di bidang pendidikan dan
sebagai oposisi Budaya lokal kesehatan3. Fungsi check and balances membuat 3. Melakukan upaya dalam penghayatanpemda kurang nyaman dengan kunjungan anggota DPD-RI
dan meningkatkan kerukunan umat beragama di Indonesia
4. Masyarakat di daerah belum melihat hasil kerja DPD, terutama dalam ,hal yang dianggap kurang berdampakEkonomi seperti Agama5. Pengaruh parpol dalam DPD RI periode 2 -->potensi conflict of interest
9. Alternatif Strategi Dasar ( Key Strategic Issues ) :
Berdasarkan pencapaian skornya, maka prioritas strategi adalah sebagai
berikut :
1 ) Strategi O – W ( skor : 4.40 )
Mengisi/menangkap peluang dengan membenahi kelemahan.
01. Penyempurnaan manajemen dan mekanisme kerja internal ke arah peningkatan
kinerja DPD – RI.
23
02. Pengembangan pola kepemimpinan yang efektif, yaitu kepemimpinan yang terbuka,
demokratis akuntabel, visioner dan profesional serta bersifat kolegial.
03. Pengadaan tenaga – tenaga ahli untuk meningkatkan kinerja dan citra DPD - RI
2) Strategi O – S ( skor : 3.70 )
Mengisi/menangkap peluang melalui pemanfaatan kekuatan/ potensi.
01. Penguatan fungsi dan kewenangan DPD-RI melalui amandemen UUD 45
02. Otonomi dan perimbangan kekuasaan pusat - daerah dalam rangka pemerataan
pembangunan
ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat di
daerah
03. Peningkatan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
04. Pertimbangan dalam Usulan RAPBN.
3) Strategi T – W ( skor : 3.30 )
Menghadapi ancaman dengan membenahi kelemahan
01. Rekomendasi anggaran kepada DPR – RI demi perwujudan hak – hak rakyat di
daerah atas pelayanan sosial dasar dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
4) Strategi T – S ( skor : 2.50 )
Menghadapi ancaman melalui pemanfaatan kekuatan/potensi
01. Pengawasan pelaksanaan APBN.
02. Perlindungan dan pemajuan hak – hak adat dan budaya lokal.
03. Peghayatan dan pengamalan nilai – nilai agama yang mampu menjawab persoalan
bangsa.
10. Pengembangan Strategi
A . Strategi O - W
01. Penyempurnaan manajemen dan mekanisme kerja internal ke arah peningkatan kinerja DPD – RI.
Tujuan Strategis:1. Untuk menunjukkan bahwa meski dengan wewenang legislatif yang terbatas DPD RI
dapat memainkan peran yang positif untuk meningkatkan kualitas hidup di daerah.
2. Peran positif tersebut terdiri dari mengusulkan undang undang barn,
memberikan saran untuk perbaikan undang undang dan meningkatkan pelayanan ke
24
daerah dengan mengawasi kinerja eksekutif.
3. Dengan menunjukkan kemampuannya dalam membuat dampak positif terhadap
demokrasi Indonesia, menggalang dukungan masyarakat untuk tugas legislatif yang
lebih lugs dengan melakukan amandemen terhadap undang undang dasar dan undang
undang yang terkait.
Sasaran Pencapaian:
1. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pencapaian DPD RI,
dukungan masyarakat Indonesia dapat dimobilisasi untuk melakukan revisi pasal-pasal
dalam UUD 1945 dan undang-undang yang menyangkut fungsi dan wewenang DPD RI.
2. Dengan memastikan bahwa MPR RI melakukan amandemen atas ketentuan yang ada di
UUD 1945 yang mengatur fungsi dasar dan wewenang DPD RI dan DPR RI melakukan
revisi atas undang undang.
Indikator Pencapaian :
1. Anggota memahami tata tertib dan kode etik yang telah disempurnakan
2. Peningkatan sosialisasi DPD-RI
3. Peningkatan kinerja DPD-RI dengan adanya produk inisiatif RUU
4. Produk DPD – RI dapat berpengaruh besar bagi DPR-Ri sehingga tercipta desakan
amandemen UUD 1945
5. Parpol mulai menaruh perhatian terhadap DPD-RI
6. Meningkatnya legitimasi anggota DPD terpilih atau yang dipilih kembali dalam Pemilu.
02. Pengembangan pola kepemimpinan yang efektif
Tujuan Strategis:
Berkembangnya pola kepemimpinan DPD yang demokratis, terbuka dan bertanggung
gugat, memiliki kemampuan visioner dan profesionai, setts bersifat kolegial.
Sasaran Pencapaian:
Berlakuknya suatu pola kepemimpinan DPD yang demokratis, terbuka dan bertanggung
gugat, berkualitas, memiliki kemampuan visioner dan profesional serta bersifat
kolegial.
Indikator Pencapaian ( Milestones ) :
1. Kesamaan persepsi ke dalam dan keluar
2. Solidaritas kepemimpinan
25
3. Hubungan yang harmonis baik horisontal maupun vertikal
4. Produktivitas,iklim dan etos kerja yang membaik
5. Partisipasi anggota meningkat
6. Umpan balik terespon dan terkelola dengan baik.
03. Pengadaan tenaga – tenaga ahli untuk meningkatkan kinerja dan citra DPD – RI
Tujuan Strategik
Tersedianya tenaga-tenaga ahli pengkaji dan peneliti tetap DPD sebagai sistem
penclukung yang menentukan dalam peningkatan kinerja dan citra diri DPD RI.
Sasaran Pencapaian:
1. Tersedianya tenaga-tenaga All pengkaji dan peneliti yang dibutuhkan
minimal untuk jajaran pimpinan clan semua badan kelengkapan organisasi DPD
2. Telah bekerjanya tenaga-tenaga ahli tersebut secara efektif sebagai tenaga
perbantuan tetap, di
bawah koordinasi teknis Sekretariat jenderal
3. Tersedianya alokasi anggaran khusus APBN maupun APBD untuk rekruitmen dan
pengadaan tenaga-tenaga ahli bagi setiap anggota DPD
Indikator Pencapaian ( Milestones ) :
Tersedianya hasil analisis / riset,dan kajian kritis atas isu – isu strategis, analisis,
kajian, draft/ naskah RUU, masukan dll yang berkaitan dengan dan mendukung
kerja PAH ( Panitia Ad Hoc ).
B. Strategi O – S
01. Penguatan fungsi dan kewenangan DPD-RI melalui amandemen UUD 45
Tujuan Strategis:4. Untuk menunjukkan bahwa meski dengan wewenang legislatif yang terbatas DPD RI
dapat memainkan peran yang positif untuk meningkatkan kualitas hidup di daerah.
5. Peran positif tersebut terdiri dari mengusulkan undang undang barn, memberikan saran untuk perbaikan undang undang dan meningkatkan pelayanan ke daerah dengan mengawasi kinerja eksekutif.
6. Dengan menunjukkan kemampuannya dalam membuat dampak positif terhadap demokrasi Indonesia, menggalang dukungan masyarakat untuk tugas legislatif yang lebih lugs dengan melakukan amandemen terhadap undang undang dasar dan
26
undang undang yang terkait.
Sasaran Pencapaian:
1. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pencapaian DPD RI,
dukungan masyarakat Indonesia dapat dimobilisasi untuk melakukan revisi pasal-
pasal dalam UUD 1945 dan undang-undang yang menyangkut fungsi dan wewenang
DPD RI.
2. Dengan memastikan bahwa MPR RI melakukan amandemen atas ketentuan yang
ada di UUD 1945 yang mengatur fungsi dasar dan wewenang DPD RI dan DPR RI
melakukan revisi atas undang undang.
Indikator Pencapaian
1. DPD RI mencapai sasaran strategik nya sesuai dengan Renstra.
2. DPD RI meningkatkan kesadaran masyarakat akan hasil yang telah dicapainya
3. Pasal 22D Amendemen Ketiga UUD 1945 telah direvisi yang semakin memperkuat
fungsi dan kewenangan DPD setara dengan DPR.
4. Undang-Undang Nomor 22Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
DPD, dan DPRD telah direvisi yang menegaskan adanya kesetaraan status, fungsi,
dan kewenangan antara DPR dengan DPD dalam MPR-
5. Alternatifnya, undang undang baru dikeluarkan oleh DPR RI yang secara khusus
mengatur fungsi, susunan dan wewenang DPD RI.
6. Revisi berbagai undang-undang terkait, misalnya undang-undang tentang Pemilihan
Umum, sesuai dengan hasil revisi UUD 1945 dan Undang-Undang 22 Tahun 2003 tersebut
di atas.
02. Otonomi dan perimbangan kekuasaan pusat - daerah dalam rangka
pemerataan pembangunan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam untuk
kesejahteraan rakyat di daerah
Tujuan StrategikTersedianya rancangan usulan revisi perundang-undangan dan pelaksanaan furor
pengawasan yang efektif untuk pelaksanaan otonomi daerah dan perimbangm kekuasaan
pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
ekonomi yang lebih merata, serta pengelolaan dan pemanfaatn hasil sumber daya alam
untuk kesejahteraan rakyat di daerah
Sasaran Pencapaian
27
Revisi perundang-undangan yang tidak sejalan dengan hakikat semangat , jiwa otonomi
daerah yang selama ini membatasi kewenangan daerah dan penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan program pembangunan, serta pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam.
Indikator Pencapaian ( Milestones ) :
Draft usulan untuk revisi UU32 tahun 2004, UU no 33 tahun 2004, UU no 22 tahun 2004
dan UU sektoral sudah selesai dilakukan.
03. Peningkatan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Tujuan Strategik
Meningkatnya efektivitas dan optimalisasi perundang-undangan dan pengawasan
pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi.
Sasaran Pencapaian:
1. DPD dapat membantu mengurangi penyalahgunaan dan penyelewengan dana negara.
Untuk mencapai tujuan ini, DPD memberikan rekomendasi kepada DPR dan BPK
mengenai prioritas strategis, untuk pemeriksaan audit berikutnya dan menilai
kemajuan BPK dalam memeriksa prioritas tersebut.
2. DPD dapat memberikan informasi dan evaluasi mengenai pengelolaan dana negara,
sebagai bahan pertimbangan DPR, yang berkaitan dengan penggunaannya dan deviasi
yang terjadi baik di pemerintah pusat maupun daerah.
Indikator Pencapaian
1. PAH IV melaksanakan dengan pendapat publik di Indonesia bagian Barat, Tengah
danTimur.
2. DPD RI mengajukan laporan tahunan kepada, DPR RI dan BPK yang berisi rekomendasi
prioritas audit yang strategik.
3. DPD RI melakukan penilaian apakah Hapsem BPK telah memberikan tanggapan yang
serius, terhadap rekomendasi yang sebelumnya diberikan, oleh DPD.
4. Amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pengelolaan danTanggung Jawab Keuangan Negara.
5. Revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Plemberantasan Tindak Pidana
korupsi yang ada saat ini dengan memasukkan prinsip dan aturan pembuktian terbalik
04. Pertimbangan dalam Usulan RAPBN.
28
Tujuan Strategik
Kemampuan untuk mengajukan pertimbangan yang komprehensif terhadap RAPBN
melalui data yang akurat, informasi analisis, dan studi yang berasal dari sumber yang
kredibel dan akuntabel
Sasaran Pencapaian
1. Pembentukan mekanisme pelaksanaan fungsl pengawasan penyusunan rancangan
anggaran pendapatan dan belanja negara.
2. Membangun hubungan antar pemerintah daerah, DPRD, dan Departemen/ instansi
pemerintah untuk tujuan pertukaran informasi dan penentuan prioritas anggaran.
3. DPR RI secara resmi diharuskan memberikan tanggapan terhadap Laporan
Pertimbangan DPD RI mengenai RAPBN
4. Mendorong keterbukaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
5. Pertimbangan DPD RI mengenai anggaran diajukan secara tepat waktu dan efektif.
6. Merekomendasikan DPR RI untuk merevisi UU No. 17 tahun 2003.
7. Mengajukan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 supaya dapat
mencerminkan keberadaan DPD Rl.
8. Tersedianya Sistem dan Prosedur Penyusunan dan Perencanaan Rancangan RAPBN.
9. Hubungan antara Pemerintah Daerah, DPRD, dan Kementrian/Lembaga sebagai
prioritas dan sumber data.
10. Transparansi pengelolaan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
9. Mengajukan pertimbangan yang efektif dan efisien oleh DPD
10. Amandemen Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, yang saat ini belum merefleksikan
keberadaan DPD RI.
Indikator Pencapaian
1. Laporan pertimbangan disusun dengan akurat secara teknis, dengan adanya
kepentingan pusat dan daerah yang seimbang.
2. DPR RI secara resmi menanggapi Laporan Pertimbangan DPD RI mengenai RAPBN.
3. Pertimbangan diajukan tepat waktu dan sesuai dengan peraturan dan standar yang ada.
4. Ketersediaan staf ahli yang bekerja sesuai fungsinya untuk memberikan data, kajian,
dan analisa yang teliti secara efektif.
5. Pernyataan tugas dan deskripsi pekerjaan disusun untuk setup jabatan yang ada
dalam sekretariat PAH IV.
6. Manual prosedur tetap telah disusun dan staf telah menerima pengaraham
29
7. MOU dengan lembaga pemerintahan daerah telah dilaksanakan. Setidaknya satu
kegiatan dilaksanakan sesuai dengan setengah dari seluruh ketentuan yang ada dalam
MOU.
8. Rancangan revisi undang undang diajukan kepada DPR RI.
C. Strategi T – W
01. Rekomendasi anggaran kepada DPR – RI demi perwujudan hak – hak rakyat
di daerah atas pelayanan sosial dasar dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Tujuan Strategik:
1. Terwujudnya pemenuhan hak rakyat atas pendidikan dasar dengan melakukan
penilaian atas pencapaian sasaran pemerintah.
2. Membuat rekomendasi target menuju prestasi gemilang pada masa depan sesuai
dengan target pemerintah.
3. Terwujudnya pemenuhan hak rakyat atas pelayanan kesehatan dasar
Sasaran Pencapaian:
1. Untuk memastikan bahwa semua sasaran pemerintah yang terkait dengan
pelayanan dasar kepada masyarakat dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Yaitu,
sernua, penduduk usia Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah LanjutanTingkat Pertama
(SLIP) telah tertampung atas beban biaya negara
2. Semua penduduk telah memiliki akses pelayanan kesehatan dasar minimum yang
berkualitas atas beban biaya negara, sesuai dengan panduan WHO dan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Indikator Pencapaian :
1. Dilaksanakan untuk mengukur ketersampaian target pemerintah dalam bidang
pendidikan dan
kesehatan.
2. Sosialisasi laporan Pengawasan dan Pertimbangan.
3. Rekomendasi anggaran untuk pelayanan dasar kepada masyarakat di bidang pendidikan
dan kesehatan diajukan kepada PAH IV berdasarkan hasil pengawasan dan pembahasan
oleh PAH III
30
D. Strategi T – S
01 ) Pengawasan Pelaksaanan APBN dan BPK.
Tujuan Strategis :
DPD akan berkontribusi dalam mengawasi realisasi APBN dengan melaksanakan
dengar pendapat publik secara tahunan di Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur
untuk tujuan mengurangi penyalahgunaan dan penyelewengan dana negara.
Target Pencapaian:
1. Dengar pendapat publik tahunan dilaksanakan di Indonesia bagian Barat, Tengah
dan Timur.
2. Jika diperlukan, laporan pengawasan disusun untuk menarik perhatian DPR ke
bidang-bidang tertentu di mans realisasi anggaran perlu ditingkatkan.
3. Jika diperlukan, laporan pengawasan disusun untuk memberikan rekomendasi untuk
menyesuaikan prioritas audit BPK yang strategis
4. DPR secara resmi memberikan tanggapan atas laporan pengawasan DPD.
5. BPK menanggapi laporan pengawasan DPD.
Indikator Pencapaian
1. PAH IV melaksanakan dengar pendapat publik di Indonesia bagian Barat,
Tengah danTimur.
2. Laporan DPD mengenai Pengawasan Anggaran diajukan kepada DPR
3. Laporan Pengawasan DPD mengenai Prioritas Audit Strategik BPK diajukan kepada
DPR-RI
02. Perlindungan dan pemajuan hak – hak adat dan budaya lokal.
Tujuan Strategik:
Terwujudnya pengakuan dalam bentuk suatu sistem perlindungan politik dan hukum
yang tegas atas hak-hak kesejarahan dan kelembagaan adat lokal, terutama dalam hal
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonpmi masyarakat
lokal yang sangat beragam di seluruh daerah di Indonesia.
Sasaran Pencapaian:
1. Disahkannya UU khusus bagi perlindungan dan pemajuan hak-hak
kesejarahan, kebudayaan, kelembagaan adat lokal yang beragam di seluruh daerah di
31
Indonesia.
2. Dijabarkannya ketentuan UU khusus tersebut dalam berbagai kebijakan nasional
maupun daerah, terutama dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam
dan sumberdaya ekonomi asli masyarakat lokal sesuai dengan kekhasan dan
keberagamannya masing-masing daerah di Indonesia.
Indikator Pencapaian
1. DPR telah mengagendakan, membahas, dan akhirnya mensahkan undang undang
khusus perlindungan dan pemajuan hak-hak kesejarahan, kebudayaan, dan
kelembagaan adat masyarakat lokal
1. DPRD propinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia jugs telah
mengagendakan, membahas, dan akhirnya mensahkan Peraturan Daerah (PERDA)
khusus yang menjabarkan undang-undang tersebut di atas secara lebih rinci sesuai
dengan kekhasan sejarah, budaya, dan adat lokal masing masing.
2. Terbentuknya pendapat umum yang semakin luas dan kuat mendukung kebijakan
perlindungan dan pemajuan hak-hak kesejarahan, kebudayaan, dan kelembagaan
adat lokal tersebut.
03. Penghayatan dan pengamalan nilai – nilai agama yang mampu menjawab persoalan
bangsa.
Tujuan Strategik:
Mulai terwujudnya bentuk-bentuk nyata penghayatan dan pengamalan nilainilai luhur
agama yang mampu menjawab berbagai persoalan dan krisis yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia saat ini dan di masa mendatang.
Sasaran Pencapaian:
1) Meningkatnya toleransi dan kerukunan antar umat beragama di seluruh Indonesia
2) Tumbuh subur dan berkembangnya pemikiran-permikiran dan penafsiran penafsiran
nilai dan ajaran agama secara lebih terbuka, bebas, dan jujur, yang berkaitan langsung
dengan kebutuhan dan tindakannya nyata untuk menjawab berbagai persoalan dan
krisis sosial politik, hukum, ekonomi dan budaya yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
saat ini dan di masa mendatang.
Indikator Pencapaian :
1. Semakin menguatnya praktik-praktik kesetiakawanan sosial di tengah masyarakat
32
tanpa preferensi agama tetapi justru didasari oleh penafsiran atas nilai-nilai dan ajaran-
ajaran agama
2. Semakin banyaknya dialog-dialog terbuka,bebas, dan jujur di antara berbagai tokoh, lembaga,
dan umat beragama di seluruh Indonesia ke arah kesamaan persepsi menghadapi berbagai
persoalan dan krisis sosial-politik, hukum, dan eknomi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
saat ini dan di masa-masa mendatang
3. Semakin menurunnya jumlah praktik-praktik penggunaan ajaran, lembagalembaga, idiom-
idiom, dan lambang-lambang agama untuk tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan
perebutan kekuasaan politik dan ekonomi pada berbagai tingkatan, di pusat maupun di
daerah
4. Semakin ketatnya pengawasan bersama oleh seluruh lapisan masyarakat atas berbagai
arus pembodohan terutama melalui media massa yang Semakin banyak menyiarkan unsur-
unsur kekerasan, kekejaman, kecabulan, mistik dan klenik yang justru menentang upaya
penghayatan dan pengamalan ajaran agama secara mendalam dan krisis, jugs pada upaya-
upaya pencerahan dan pencerdasan bangsa.
IV. IMPLEMENTASI
Pada kenyataannya cukup sulit untuk merangkum data mengenai implementasi dari
renstra DPD 2004 – 2009, dengan urutan seperti yang sudah tercantum pada Renstra di
atas.
A. Strategi O – W:
Mengisi/menangkap peluang dengan membenahi kelemahan.
04. Penyempurnaan manajemen dan mekanisme kerja internal ke arah peningkatan
kinerja DPD – RI.
05. Pengembangan pola kepemimpinan yang efektif, yaitu kepemimpinan yang terbuka,
demokratis akuntabel, visioner dan profesional serta bersifat kolegial.
06. Pengadaan tenaga – tenaga ahli untuk meningkatkan kinerja dan citra DPD - RI
01. Penyempurnaan manajemen dan mekanisme kerja internal ke arah
peningkatan kinerja DPD – RI.
1. Masih kurang tertibnya anggota DPD RI dalam mengikuti peraturan Tata tertib DPD –
RI sesuai Keputusan DPD RI no 29 / DPD / 2005. Contoh : datang terolambat atau tidak
hadir pada rapat dan sidang – sidang DPD RI,penyampaian laporan kunjungan ke
daerah yang terlambat, dll.
33
2. Dukungan dari Sektretariat Jendral dalam memperlancar kinerja DPD RI sudah cukup
baik, dimana Sekretariat Jenderal menyusun program/kegiatan DPD RI mengacu pada
usulan program/kegiatan dari masing-masing Alat Kelengkapan dan Anggota DPD
RI yang disampaikan kepada Panitia Musyawarah. Program dan kegiatan dimaksud
dengan mengacu pada orientasi fungsional DPD RI, baik secara kelembagaan,
maupun perorangan ( anggota DPD ).
a. Kegiatan legislasi
b. Kegiatan pengawasan
c. Kegiatan mendesak adalah kegiatan DPD RI yang terkait dengan adanya bencana
alam, konflik, atau Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah yang oleh DPD RI harus
segera disikapi atau ditindaklanjuti.
d. Dalam lingkup tugas-tugas khusus, yaitu: tugas-tugas yang diberikan kepada Pansus
sesuai mandat Sidang Paripurna.
e. Litigasi DPD RI, yaitu: Memberikan pendapat/pertimbangan sesuai kebutuhan terkait
dengan uji material ke Mahkamah Konstitusi.
f. Sosialisasi, yaitu: keberaclaan DPD RI dalam sistem ketatanegaraan, fungsi,
tugas, clan wewenang DPD RI.
g. Peningkatan pelayanan Sekretariat Jenderal, yaitu:
Penataan tenaga ahli, Penataan dan peningkatan sistem komunikasi, Peningkatan
sistem informasi ( misalnya dengan penyediaan website DPD RI ) Pemantapan
organisasi, mekanisme dan tata kerja, Penataan personil dan aset, serta Peningkatan
Perlengkapan dan sarana gedung kantor DPD RI: gedung kantor, penataan dan
peningkatan sistem komunikasi.
Dalam perjalanannya, berkembang pula kegiatan DPD RI berupa kegiatan mediasi
dan advokasi. Kegiatan mediasi terutama dalam bentuk menyerap masalah yang
disampaikan oleh delegasi daerah, kemudian dibahas dan diupayakan penyelesaiannya
dengan komunikasi kepada unsur – unsur pemerintah.
3. Pemisahan PKALP dari Bagian Protokoler DPD – RI pada Januari 2009 dengan dimotori
oleh tenaga – tenaga profesional muda yang kompeten merupakan upaya konkrit dalam
mengefektifkan PAKLP dalam melayani anggota DPD khususnya di bidang kerjasama
antar lembaga pemerintahan di manca negara.
4. Sudah tercapainya kerjasama yang cukup baik dengan alat kelengkapan DPD seperti
Panitia Musyawarah, PKALP ( Panitia kerjasama Antar Lembaga Perwakilan ) dalam
pemberian data, kajian dan informasi sesuai bidang tugas alat kelengkapan tsb.
5. Peningkatan kapasitas dan kemampuan anggota DPD RI dengan dukungan dari PKALP
yang menyangkut hubungan dengan organisasi internasional, kunjungan ke senat dan
workshop / konferensi di manca negara, yangs ekaligus merupakan ajang untuk
34
mempromosikan keberadaan DPD – RI di manca negara serta meminta dukungan.
6. Namun demikian sarana komputerisasi di masing – masing ruangan anggota DPD RI
dirasa sudah tidak memadai dimana komputer terkoneksi lambat dengan internet
akibat kapasitas memorinya kurang memadai.
7. Peningkatan kualitas dari tenaga kesekretariatan DPD RI dengan adanya pelatihan
yang menambah ilmu dan wawasan personilnya.
02. Pengembangan pola kepemimpinan yang efektif, yaitu kepemimpinan yang
terbuka,
demokratis akuntabel, visioner dan profesional serta bersifat kolegial.
Pimpinan DPD RI yang terdiri dari satu orang Ketua DPD dan dua orang Wakil Ketua
sudah cukup mampu menjalankan fungsinya dalam:
1. Memimpin anggota dalam rapat – rapat internal DPD Ri serta memimpin delegasi DPD
RI pada kunjungan ke manca negara.
2. Mengkoordinasikan pelaksanaan Renstra 2004 – 2009.
3. Menyusun pembagian kerja dan koordinasi Pimpinan yang efektif setiap tahun.
4. Memelihara dan mengembangkan sistem informasi manajemen untuk pengambilan
keputusan
5. Memelihara dan mengembangkan sistem komunikasi internal dan eksternal dari
pimpinan.
6. Menyusun sistem dan mekanisme umpan balik yang efektif.
7. Monitoring dan valuasi berkala dan tahunan.
03. Pengadaan tenaga – tenaga ahli untuk meningkatkan kinerja dan citra DPD -
RI
a. Pendayagunaan Tenaga Ahli
Dengan keterbatasannya, alat kelengkapan DPD RI berupaya untuk menjalankan
kegiatan pokoknya dalam menyaipkan dan melakukan kajian, riset, analisa alternatif
draft RUU, sebagai masukan untuk kerja PAH atau lembaga kelengkapan organisasi
DPD lain dengan mempekerjakan staf ahli di bidangnya. Sebagai contoh PKALP
memperlengkapi diri dengan staf ahli dari DPR RI. Selain itu dengan beekrjasama
dengan institusi lain seperti ECONIT, INDEF, internasional, anggota DPD RI mendapat
berbagai input dan kajian yang sangat berguna dalam membantu menjalankan
fungsinya sebagai lembaga legislatif.
35
b. Membangun Citra Diri DPD - RI
Sejauh ini DPD RI sudah melakukan berbagai upaya untuk meingkatkan citra dirinya,
antara lain dengan :
1. Mendisiplinkan anggota DPD RI terhadap tugas dan dan fungsinya sebagai lembaga
legislatif dengan memberikans angsi sesuai pelanggaran yang dilakukan sesuai dengan
Tata tertib DPD – RI yang berlaku.
2. Menerbitkan berbagai leflet, brosur, dan buletin DPD RI sebagai sarana komunikasi
dengan masyarakat luas terutama konstituennya.
3. Memelihara dan mengembangkan hubungan dan komunikasi politik dengan masyarakat
dengan sering terjun ke daerah untuk berkomunikasi sehingga masyarakat menjadi
lebih paham akan fungsi DPD RI.
4. Memanfaatkan media massa dalam melakukan peliputan kegiatan anggota DPD RI
tidak hanya di Jakarta namun terutama di daerah.
5. Menyusun Laporan Tahunan DPD RI sebagai salah satu media pertanggung jawaban
publik.
6. Melakukan monitoring dan evaluasi berkala atas kerja, target dan indikator
pencapaian, sesuai Renstra 2004 – 2009.
36
B. Strategi O – S
01. Penguatan fungsi dan kewenangan DPD-RI melalui amandemen UUD 45
a. Tata Kelembagaan negara Melalui UU Susduk
Pada tahap awal konsoliclasi, DPD memandang perlu untul memantapkan semua
dukungan sistem DPD, termasuk legitimasi administrative yang mengiringi legitimasi
politiknya, seperti penguatan tentang Hak-hak administratif DPD. Beberapa UU dan
RUU yang disoroti DPD RI terkait dengan Susduk adalah :
1. UU Nomor 12 Tahun 1980 :UU ini pada dasamya memang harus dikoreksi mengingat bahwa tatanan
kelembagaan negara (lembaga tinggi negara) yang tercantum dalam UUD 1945
telah banyak mengalami banyak perubahan. Kehadiran DPD dan MK sebagai
lembaga (tinggi) negara, seyogyanya diakomodir dalam satu setting desain
operasional kelembagaan negara. Untuk itulah DPD secara awal melakukan
pembahasan dan menyiapkan RUU perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1980
tersebut dan telah menyampaikan kepada DPR RI yang hingga saat ini belum
mendapatkan prioritas pembahasan dalam program legislasi DPR.
2. UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk.
UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk telah menyempitkan ruang gerak dan
kewenangan DPD RI dari sebagaimana yang seharusnya tercantum dalam UUD
1945, dalam UU 22 Tahun 2003 dibatasi keterlibatan DPD dalam pembahasan
UU bersama DPR clan Pemerintah hanya sebatas tahap awal, dan menyampaikan
masukan pada satu kali persidangan. Terhadap posisi ini, DPD melalui konsultasi
formal sesuai UUD dan konsultasi informasi kepada DPD mencoba menjelaskan
posisi teknis implementasi sebagaimana yang dimaksud dalam UUD 1945, sehingga
diusulkan bahwa untuk RUU Susduk tahun 2008-2009 agar lembaga DPD diposisikan
dalam bidang legislasinya secara penuh menurut UUD 1945, yaitu mengikuti
pembahasan bersama DPR dan Pemerintah pada pembahasan tingkat I secara penuh. DPD
mengutarakan argumentasi ini atas pertimbangan peletakan Sistem ketata-negaraan
menurut UUD 1945 dan atas pertimbangan bahwa terdapat tuntutan cukup besar
dari daerah.
37
02. Otonomi dan perimbangan kekuasaan pusat - daerah dalam rangka
pemerataan pembangunan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam
untuk kesejahteraan rakyat di daerah
1. Pilkada
Kegiatan pengawasan juga di lakukan DPD RI atas Penyelenggaraan
Pemilihan UU Kepala Daerah Secara Langsung Berclasarkan UU RI Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ditinjau dari pencapaian demokrasi
substansial dalam rangka perbaikan format Pilkada, disampaikan sejumlah
pertimbangan clan rekomendasi DPD RI, yang dikelompokkan atas (1) pertimbangan, clan
(2) rekomendasi. Beberapa pertimbangan yang diajukan yaitu :
a. UU No. 32 Tahun 2004 yang menjadi dasar hukum Pilkada perlu diubah ke arah
suatu UU yang tidak hanya menjamin beriangsungnya desentralisasi
pemerintahan, melainkan juga meningkatkan kualitas demokrasi lokal.
b.Keberadaan Desk Pilkada daerah perlu dipertimbangkan. Pemerintah
pusat clan pemerintah daerah perlu memberikan dukungan penuh
kepada KPUD sebagai penyelenggara Pilkada.
c. KPUD perlu mengumumkan secara transparan rincian penggunaan dana Pilkada,
kepada publik melalui berbagai media lokal yang tersedia.
2 . Otonomi Daerah
a. Manajemen Pemerintahan Daerah dan Pemekaran Daerah
Mengawali tugas tanggal 1 Oktober 2004, Anggota DPD RI dihadapkan pada
suasana revisi atau perubahan UU Nomor 22 Tahun 1999 menjadi UU Nomor 32
Tahun 2004. Semangat revisi UU otonomi daerah tidak terlalu jelas sampai
kepada masyarakat termasuk pada anggota DPD RI disamping sangat terbatasnya
daerah telah berkembang begitu rupa sejak Mei 1999 dengan pola sosialisasi yang
dilakukan oleh pemerintah. Pada waktu yang lalu, kerja otonomi daerah yang titik
beratnya berada di kabupaten/kota dan dalam posisi hirarki pemerintahan yang
hampir terputus. Suasana tersebut masih terus berpengaruh dalam perkembangan
pelaksanaan otonomi daerah meskipun sudah dilakukan revisi terhadap UU Otda
menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 yang oleh beberapa pihak dirasakan sebagai
upaya menarik kembali sebagian kewenangan. Dalam perjalanan itu, pemerintah
juga belum mengeluarkan berbagai aturan pelaksanaan atas UU Otda sehingga
pelaksanaan otonomi daerah dirasakan relatif sulit dan bagi anggota DPD menjadi
38
tidak mudah untuk ditahap awal memberikan bimbingan ataupun penyaluran
aspirasi dari daerah kepada pemerintah pusat.
DPD-RI meyakini bahwa melalui pemekaran, Kabupaten yang baru akan lebih
terbuka peluang bagi peran aktif masyarakat dan penyesuaian terhadap
pelaksanaan beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan pada masyarakat
ke segenap cakupan wilayah Kabupaten baru tersebut DPD juga meyakini
bahwa dinamika aspirasi pemekaran wilayah merupakan proses polit ik
yang harus dipertimbangkan dan diakomodasikan dengan sebaik-baiknya oleh
DPD-RI.
Berdasarkan hasil kajian dan kunjungan kerja DPD-RI ke Daerah Pemekaran
terkait, diyakini bahwa calon kabupaten-kabupaten baru yang diajukan pada
dasarnya telah layak untuk dibentuk menjadi daerah otonom baru sebagai
pemekaran dari Kabupaten yang telah ada. Adapun RUU tentang
Pembentukan Kabupaten baru telah selesai di bahas oleh DPR bersama
Pemerintah dan telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR tanggal 24
Juni 2008. Jumlah pemekaran daerah yang telah dilakukan pada periode 2005
sampai dengan 2008 sebanyak 65 unit pemerintahan daerah.
b. Otonomi Khusus dan Daerah Khatulistiwa
Otonomi Khusus yang menjadi bahasan di DPD meliputi otonomi khusus Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, otonomi khusus Papua dan RUU DKI Jakarta sebagai
ibukota negara serta terakhir usulan RUU untuk otonomi khusus Provinsi DIY.
Untuk itu DPD – RI telah mengeluarkan Keputusan DPD – RI sehubungan hal tsb.
Perkembangan Pembahasan di DPR tentang Otonomi Khusus
1. RUU tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950
tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta telah disampaikan kepada DPR
pads tanggal 26 September 2007. DPR telah mengundang DPD dalam rapat kerja
dengan Komisi Ii untuk mendengarkan keterangan DPD terkait dengan RUU
tsb.
2. DPR bersama Pemerintah telah 'selesai membahas RUU Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Penggantj UU Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas
UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua Menjadi
UU dan telah mengesahkannya dalam Sidang Paripurna DPR 1 Juli 2008
39
c. Daerah perbatasan
DPD RI berpendapat bahwa pemerintah perlu melakukan reorientasi cara
pandang atas wilayah perbatasan antar negara dengan meletakkannya
sebagai wilayah frontier, bukan wilayah belakang. Dengan reorientasi itu,
maka pembangunan wilayah perbatasan memerlukan pembangunan yang
signifikan. Hal ini mengandung konsekwensi perlunya peningkatan dana alokasi
khusus bagi daerah-daerah perbatasan untuk mengurangi tingkat
kesenjangan dengan masyarakat di wilayah Negara tetangga.
d. Wilayah Pesisir
Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir merupakan undang-undang yang
diperlukan saat ini walaupun masih terdapat berbagai kekurangan yang perlu
disempumakan. DPD RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir untuk dilanjutkan pembahasannya dengan melakukan
penyempurnaan sesuai dengan rekomendasi DPD dalam beberapa substansi.
3. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan DPRD
Haruslah diakui bahwa keberadaan DPD RI belum diselaraskan dengan pelaksanaan
prinsip otonomi daerah (Kelompok DPD di MPR; 2007). Hal ini diindikasikan dari belum
adanya pola, koordinasi antara aparatur pemerintah di daerah dengan DPD RI. Padahal
sebagai representasi kepentingan dan aspirasi lokal yang akan diper uangan di
tingkat pusat, DPD RI perlu memantapkan posisi dan pola koordinasinya dengan
pemerintah daerah dan DPRD. Untuk itu DPD RI menyelenggarakan lokakarya nasional
yang menghadirkan gubernur dan DPRD se Indoensia 29 April – 2 Mei 2005. Lokakarya
tsb menghadirkan kesepakatan untuk menyusun dan menyepakati mekanisme resmi
tentang konsultasi daerah. Namun kesepakatan tsb belum terukur dalam konteks
implementasi teknis.
4. Sumber Daya Alam
Sumberdaya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari slam yang berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan manusia, demikian pula dengan SDA di Indonesia, dimana daerah
yang terbentang di wilayah NKRI merupakan Sumberdaya Alam. DPD-RI memandang
pemaknaan daerah sebagai suatu yang unik sebagai basis pengembangan wilayah maka
terdapat 3 (tiga) bidang rujukan yang dianggap strategis untuk dikembangkan yaitu
bidang pertanian, perikanan clan kehutanan.
40
Dua alasan perlu dikembangkannya 3 bidang pertanian, perikanan clan kehutanan adalah: (a)
historik sosiologis, dimana menjadi suatu kenyataan bahwa pola bentukan budaya di
Indonesia adalah pola masyarakat agraris dan pola masyarakat pesisir dan pola ini telah
mengakar di masyarakat Indonesia; (b) alasan ekonomis, dimana ketiga bidang tersebut
menyerap tenaga kerja paling besar.
Setelah dilakukan pembahasan dan pengkajian RUU tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan baik judul, pasal-pasal maupun penjelasannya maka
dapat disimpulkan bahwa RUU ini tidak memenuhi norma, kaidah yang dapat dirumuskan
sebagai muatan perundang-undangan. Selain itu RUU ini hanya mengatur tata cara
pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan. Berdasarkan uraian tersebut
DPD RI merekomenclasikan RUU tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan untuk diatur dengan Peraturan Presiden saja.
5. Pertambangan dan Energi
DPD RI juga melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan di 3 (tiga) propinsi dan
terdapat beberapa Permasalahan Pertambangan yang berkaitan dengan issue-issue Pokok
seperti permasalahan yang borkaitan dengan Peraturan Pertambangan. misalnya Penyebab
macetnya usaha penambangan karena terdapat beberapa peraturan sektoral yang tak
sesuai dengan peraturan daerah.
6. Ekonomi dan Perdagangan
DPD berpandangan perlu adanya satu lembaga keuangan otonom dan fokus serta
mampu menyediakan pembiayaan, penjaminan, asuransi dan jasa-jasa lainnya
dalam rangka meningkatkan daya saing pelaku bisnis nasional dan
meningkatkan laju pertumbuhan perdagangan luar negeri Indonesia, dalam arti
meningkatkan ekspor barang dan jasa nasional untuk menambah pendapatan devisa
negara.
Langkah-langkah DPD secara lebih konkret dalam mendorong daya tarik investasi
masuk ke daerah dilakukan melalui Indonesian Regional Investment Forum yang
untuk pertama kali dilaksanakan tahun 2006 dan yang kedua dilakukan tahun
2008. Intinya melalui forum tersebut diharapkan terjadi ruang komunikasi langsung
antara daerah dan investor dalam dan luar negeri, dimana dialog berlangsung dalam
aturan main yang sama-sama dipahami, artinya dengan pola, promosi dan persepsi yang
senada antara investor dan para pengambil kebijakan di daerah. Forum IRIF
41
kemudian diiringi dengan langkah untuk mengangkat motivasi kepemimpinan daerah
dengan memberican penghargaan kepada daerah yang memiliki motivasi dan
mengambil posisi leading dalam aspek perdagangan, pariwisata dan investasL yaitu
melalui agenda Regional Trade, Tourism and Investment Award. Untuk pertama kali
beberapa daerah yang unggul dalam kegiatan ini ialah Gorontalo, Sulawesi Utara,
DIY, Riau, Kalimantan Tengah. Lamongan, Sragen, Bengkulu Utara dan Kolaka
serta Kota Sawah Lunto, Kota Banjar dan Kota Bogor.
7. Lingkungan Hidup dan Tata Ruang
Anggota-Anggota DPD telah melakukan kegiatan di daerah dan telah menemukan
berbagai aspirasi fenomena Hukum Lingkungan mengenai pencemaran serta kerusakan
lingkungan hidup. Sehubunga dengan itu maka dilaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi: kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan pengawasan dan pengendalian lingkungan
hidup. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup setiap usaha dan atau
kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana diatur dalam berbagai pasal Undang-undang No-21 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya di jabarkan dalam berbagai
Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan. Yang menjadi fokus dalam kegiatan
pengawasan ini adalah ketentuan dalam BAB VI Undang-Undang No.23 Tahun 1997
yaitu berkaitan dengan Persyaratan Penataan Lingkungan Hidup. Saran yang dapat
disampaikan antara lain:
1) Perlunya peningkatan pengawasan disamping pengenaan sanksi yang tegas atas
setiap pelanggaran norma-norma pengelolaan lingkungan hidup;
2) Perlunya penyelarasan Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang bersifat sentralistik dengan Undang-Undang No.32 Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah;
3) Perlunya pengawasan yang ketat serta sanksi yang tegas atas pelanggaran limbah
B3;
4) Perlu segera dicari solusi sehingga tersedia cukup anggaran untuk pengendalian
pencemaran lingkungan hidup agar tidak lebih parah.
Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD RI) sebagai penyalur aspirasi masyarakat dan daerah
yang memiliki fungsi advokasi politik kepentingan daerah, maka DPD RI melalui Rapat
42
Paripuma pada tanggal 7 Januari 2008 menyepakati membentuk Panitia Khusus (Pansus)
Perubahan Iklim yang memiliki tugas:
1) Menyusun rekomendasi DPD RI dalam rangka tinclaklanjut Konferensi PBB mengenai
perubahan iklim;
2) Menyusun panduan bagi anggota DPD RI dalam rangka memaknai clan mengkaji tentang
lingkungan hidup clan perubahan iklim;
3) Mendorong clan melakukan sosialisasi bagi elemen daerah terkait dengan perubahan iklim.
Melalui brainstorming yang telah dilakukan oleh Pansus Perubahan lklim, maka realisasi dari
pelaksanaan ketiga tugas yang diamanahkan kepada Pansus tersebut adalah dengan
dikeluarkannya beberapa produk Pansus berupa:
a. Mengoptimalkan peran DPD RI untuk memberikan kontribusi kepada Pemerintah terkait
dengan permasalahan perubahan iklim dengan menyusun Catatan Kritis DPD RI terhadap
Rencana Aksi Program Nasional untuk Mitigasi clan Adaptasi terhadap Perubahan lklim
(RANMAPI) yang disusun oleh Pemerintah.
b. Mengoptimalkan peran DPD RI untuk memberikan kontribusi kepada
Pemerintah terkait dengan permasalahan perubahan Win khususnya permasalahan
kehutanan dengan menyusun Catatan Kritis DPD RI terhadap Reduksi Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi (REDD) yang disusun oleh Pemerintah.
c. Mengoptimalkan peran DPD RI dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat
khususnya di daerah terkait dengan perubahan iklim dengan menyusun buku panduan
tentang perubahan iklim serta glosarium (kamus) perubahan iklim.
7. Perhubungan
DPD RI juga memberikan pandangannya yang dituangkan ke dalam Keputusan DPD
mengenai mengenai RUU yang terkait perhubungan yaitu pelabuhan, pelayaran,
perkereta-apian, penerbangan, jalan, lalu lintas dan angkutan darat.
8. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Pertimbangan DPD RI atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang difokuskan pada pokok
pikiran RPJP Nasional yang tercantum dalam Lampiran Rancangan Undang-Undang tentang
RPJP Nasional. Kondisi umum memuat 9 aspek pembangunan, yaitu (1) sosial-budaya dan
kehidupan beragama, (2) ekonomi, (3) IPTEK, (4) sarana dan prasarana, (5) politik, (6)
pertahanan keamanan, (7) hukum dan aparatur, (8) wilayah dan tata ruang, dan (9)
sumber daya alam serta keterbatasan sektoral dalam pembangunan jangka panjang.
Keterbatasan tersebut telah dituangkan dengan baik sebagai tantangan yang harus diatasi
43
dalam RPJP nasional 20 tahun mendatang bermodalkan modal dasar yang dimiliki
sembilan tantangan yang disampa&an dalam RPJP nasional diharapkan dapat diatasi
dengan berbagai cara dan berbagai program yang jelas.
Dalam upaya mewujudkan daya saing bangsa, diharapkan dapat dikembangkan
perekonomian daerah clan lokal untuk mempertajam pengembangan perekonomian
domestik. Ketahanan ekonomi dibangun melalui pengernbangan keanekaragarnan usaha
dengan membangun keunggulan komparatif pada setiap daerah menjadi keunggulan
kompetitif nasional.
03. Peningkatan efektivitas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Sesuai dengan tugas konstitusionalnya, DPD-RI memiliki peran yang besar dalam
kegiatan pengawasan dalam kaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
keuangan negara. DPD bersama BPK telah melakukan kerjasama yang erat melalui
agenda-agenda konsultasi formal pads sidang-sidang paripurna penyampaian hasil-hasil
pengawasan BPK, selain kegiatan teknis tingkat sekretariat jenderal. DPD juga
memberikan catatan-catatan ketika UU tentang BPK disusun dengan berbagai
pandangan. Sebagai Lembaga Negara, BPK harus ditempatkan sebagai supreme
auditory body sehingga sebagai state function, BPK melakukan pemeriksaan terhadap
hal-hal yang strategik. Dengan demikian, organisasi BPK sebagai lembaga negara
seharusnya mengikuti kedudukan dan fungsi tersebut.
Sebagai wujud konkret upaya DPD Ri dalam pengawasan, maka telah dilakukan
rekomendasi kepada BPK RI untuk melakukan audit invstigatif kepada beberapa daerah
yaitu : propinsi Papua, Bengkulu dan Kabupaten Kulon Progo. Juga telah dilaporkan
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi indikasi penyimpangan dan korupsi pads beberapa
daerah seperti kasus dugaan korupsi di Propinsi Bengkullu, Provinsi Papua, Provinsi Sumatera
Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Gorontalo, Provinsi Banten,Maluku dan Jawa
Timur. DPD RI telah melakukan kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi
berdasarkan Nota Kesepahaman yang ditandatangani pads tanggal 15 Agustus 2006.
Langkah-langkah konkret kerjasama itu telah ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim
Penanggulangan Pemberantasan Korupsi.
04. Pertimbangan dalam Usulan RAPBN
a. RAPBN yang dibahas oleh DPR dan pemerintah secara konstitusional menurut pasal 22
D UUD 1945 wajib mendapatkan pertimbangan dari DPD-RI. Untuk itu DPD melakukan
44
pembahasan atas RAPBN tiap – tiap tahun, mulai tahun anggaran 2005 – 2009.
b. DPD RI juga memberikan pertimbangan terhadap RUU mengenai perpajakan terutama
terkait
dengan regulasi bidang perpajakan terutama terkait pajak penghasilan dan retribusi
daerah.
C. Strategi T – W
Rekomendasi anggaran kepada DPR – RI demi perwujudan hak – hak rakyat di daerah
atas pelayanan sosial dasar dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
01. Rekomendasi anggaran kepada DPR – RI demi perwujudan hak – hak rakyat
di daerah atas pelayanan sosial dasar dalam bidang pendidikan dan
kesehatan.
a. Pendidikan
Dalam melakukan pembahasan serta kajian secara mendalam dan komprehensif
terhadap hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang- ndang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, DPD-RI merekomendasi
beberapa hal meliputi : Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus menunjukkan
komitmen politiknya dalam merealisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN
dan APBD sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, dengan memprioritaskan sekurangkurangnya 60% untuk kepentingan
operasional yang berbasis proses pembelajaran; Menuntaskan RUU tentang Guru
paling lama tanggal 25 November 2005 dan mempercepat terbitnya Peraturan
Pemerintah sebagai acuan pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Disamping itu dirasa perlu
ada sinkronisasi amanat Undang-Undang Rerpublik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan
umum dan pendidikan agama.
DPD-RI melakukan pengawasan berkaitan dengan Program Kompensasi Pengurangan
Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) bidang Pendidikan yang terdiri dari dua
bagian, yaitu program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan program Bantuan
Kegiatan Murid (BKM) selama tahun 2005.
b. Kesehatan 1. Hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan UU nomor 40 tahun 2004 tentang
45
sistem jaminan sosial yang berkaitan kompensasi pengurangan subsidi
bahan bakar minyak bidang kesehatan
2. Hasil pengawasan Terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional Berkenaan Penyelenggaraan Program
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin).
D. Strategi T – S
01. Pengawasan pelaksanaan APBN.
a. Pelaksanaan APBN perlu lebih transparan dan taat asas.
b. Penerimaan negara yang berasal dari hutang luar negeri harus ditekan jumlahnya
dan yang perlu diutamakan adalah hibah, CDM, hutang tanpa bungs, atau dalam
bentuk pertukaran hutang dengan program untuk pembangunan di dalam negeri
(debt swap).
c. Untuk meningkatkan mutu laporan pertanggungjawaban pemerintah atas
APBN
diperlukan berbagai upaya yang konsisten dari pemerintah.
02. Perlindungan dan pemajuan hak – hak adat dan budaya lokal.
Hasil pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atas pelaksanaan
undang-undang nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan memberikan beberapa
pandangan dan pendapat DPDRI berkaitan dengan pengawasan terhadap
pelaksanaan UU Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan yang diiakukan di 3
(tiga) Provinsi antara lain: (1) Perlu dibuat zona pariwisata dalam rangka
mengembangkan potensi pariwisata yang ada; (2) sinkronisasi kebijakan
sektoral dikaitkan dengan dukungan dana; (3) Adanya regulasi yang mengatur
tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah khususnya di bidang obyek dan
daya tarik wisata alam.
03. Penghayatan dan pengamalan nilai – nilai agama yang mampu menjawab
persoalan bangsa.
. a. Penyelenggaraan Haji
DPD-RI merekomendasikan beberapa hal terhadap hasil pengawasan atas
pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan ibadah haji meliputi:
a. Peningkatan penyelenggaraan ibadah haji secara efektif dan efisien,
46
dengan menekan biaya Penyelenggaraan lbadah Haji (BPIH);
b. Menciptakan manajemen terbuka dan akuntabel dalam
melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan
fasilitas yang diperlukan. Disamping itu Pengawasan harus dilakukan oleh
lembaga independent yang terdiri dari DPR, DPD MUI, LSM Profesional, ormas
Islam dan Pers.
47
V. EVALUASI
Dari awal masa tugasnya sampai sekarang ( April 2009 ), banyak hal yang sudah
dicapai oleh DPD – RI seperti yang sudah diuraikan secara garis besar di atas, namun
masih banyak pula kendala – kendala yang dihadapi DPD dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, yang dapat dipetakan ke dalam beberapa isu penting. Pertama adalah kendala di
bidang pengajuan RUU tertentu kepada DPR. Kedua, pembahasan RUU tertentu. Ketiga,
kendala dalam fungsi pengawasan. Keempat, kendala harmonisasi hubungan antara DPR
dengan DPD RI. Untuk menyederhanakan penyajian, ada baiknya membagi setiap kendala-
kendala tersebut dalam bentuk kendala umum dan khusus walaupun tidak semua kendala-
kendala yang disajikan tersebut dibagi ke dalam bentuk kendala umum dan khusus.
A. Kendala Bidang Pengajuan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif
DPD RI
Kendala Umum
Secara umum kendala bidang legislasi antara lain disebabkan oleh beberapa hal. :
1. Inkonsistensi peraturan perundangundangan tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
2. Lemahnya political will DPR untuk melibatkan DPD RI dalam menyusun, membahas, dan memutuskan suatu RUU.
a. Inkonsistensi Peraturan Perundang-Undangan tentang Pembentukan
Peraturan
Perundang-Undangan
Secara faktual yuridis, keterlibatan DPD RI dalam penyusunan sebuah RUU yang
menjadi kewenangannya mengalami paradoks dan kegamangan. Hal ini karena
UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan tidak menyebutkan DPD Rl sebagai subjek dalam proses perencanaan dan
penyusunan Program Legislasi Nasional (prolegnas), bahkan unsur keterlibatan
DPD RI pun tidak disebutkan dalam UndangUndang tersebut.
Di lain hal, DPD RI khusunya PAH ( Panitia Ad Hoc ) juga seringkali mengalami
kendala dalam menyusun dan mengajukan sebuah RUU yang memang dibutuhkan
oleh masyarakat di daerah. Kerapkali penyerapan aspirasi yang diselenggarakan
48
menuntut lahirnya sebuah peraturan perundang-undangan tertentu. Namun impian
untuk mengajukan RUU tersebut akan mustahil terwujud jika RUU yang diinginkan
bukan menjadi bagian dari Prolegnas.
b. Lemahnya Political Will DPR untuk Melibatkan DPD dalam
setiap Penyusunan dan Pembahasan suatu RUU
Efektifitas kinerja bidang legislasi DPD RI sebagaimana disampaikan sebelumnya
amat bergantung pada-lembaga DPR, Ketergantungan itu antara lain didasari aturan
yang terdapat di dalam konstitusi dan UU Susduk. Sebagaimana disampaikan Wakil
Ketua DPD, Laode Ida dalam satu kesempatan bahwa kinerja DPD amat bergantung
pada niat baik DPR untuk melibatkan DPD dalam setiap pembahasan suatu RUU.
Sebenarnya sikap DPR untuk tidak melibatkan DPD RI secara lebih massif
dalam melakukan kinerja keparlemenan berdasarkan pada ketentuan dalam
peraturan perundangundangan serta Tatib DPR itu sendiri. UU Susduk misalnya,
tidak menyebutkan dan memberikan pengaturan tentang kewajiban pertemuan
DPR dengan DPD RI. Barangkali itulah yang mendasari kenapa begitu lemahnya
political will DPR untuk melibatkan DPD RI dalam setiap penyusunan dan
pembahasan suatu RUU.
Kendala Khusus
1. Kendala realitas bahwa daerah-daerah sendiri memiliki kepentingan yang berbeda
satu sama lain sehingga sulit untuk disinergikan ke dalam satu konsep RUU yang
akan dibawa oleh DPD RI ke DPR, padahal keberadaan Anggota-anggota DPD RI
dimaksudkan untuk memperjuangkan aspirasi yang bersifat kedaerahan.
2. Proses pembahasan dan materi RUU yang akan diajukan ke DPR kurang ter-
ekspose, sehingga sulit diakses oleh publik.
3. Harus diakui bahwa terkadang dalam kasus-kasus tertentu persoalan anggaran
dalam setiap pembahasan dan penyusunan RUU ikut memberikan kontribusi
munculnya kendala yang kadang dapat mempengaruhi kinerja.
4. Sikap kurang bijak dari mitra-mitra DPD RI selain DPR yang cenderung
mengabaikan undangan DPD RI. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan hak yang
dimiliki DPD RI secara umum karena DPD RI hanya memiliki hak mengundang
bukan hak memanggil seperti yang diberikan kepada DPR dalam Pasal 30 UU No.
22 Tahun 2003. Padahal dalam setiap pembahasan dan penyusunan suatu
RUU, kerap kali kehadiran pejabat negara atau instansi terkait amatlah
dibutuhkan dalam rangka menerima masukan, pandangan dan pendapat.
49
5. Kendala keterbatasan sumber daya kesekretariatan dalam mempersiapkan
kebutuhan penyusunan bahan clan konsep pengajuan RUU usul inisiatif DPD RI.
B. Kendala Bidang Penyampaian, Pandangan dan Pendapat
Kendala Umum
1. Pasal 43 ayat (4) UU Susduk misalnya hanya menyebutkan bahwa pandangan,
pendapat, dan tanggapan dari DPD RI dijadikan sebagai masukan untuk
p e m b a h a s a n l e b i h l a n j u t a n t a r a D P R d a n p e m e r i n t a h . Konsideran
dalam Pasal tersebut secara tersirat bisa dikatakan bahwa keberadaan DPD RI tidak
ada bedanya sama sekali dengan LSM atau akademisi yang secara konstitusional
juga berhak mengajukan pandangan dan pendapat kepada DPR dalam setiap
penyusunan RUU. Bahkan peran LSM, akademisi atau orangperorangan memiliki
peran lebih luas ketimbang DPD RI sebab DPD RI hanya berhak mengajukan
pertimbangan, pandangan dan pendapat terbatas pada RUU tertentu.
2. Hingga saat ini masih belum terdapat kesepakatan tentang ruang lingkup tugas-tugas DPD
Rl khususnya PAH secara rigid. Kewenangan untuk menjabarkan secara lebih lanjut
bidang-bidang dalam masing – masing PAH hingga saat ini masih belum jelas. Hal ini
sangat mempengaruhi kinerja DPD-RI.
Kendala KhususDalam tataran teknis pelaksanaan penyampaian pertimbangan, pandangan dan pendapat
oleh PAH, DPR mengirimkan undangan untuk hadir dalam forum rapat kelembagaan.
Selama ini PAH menghadapi kendala keterbatasan waktu dalam penyusunan
pertimbangan, pandangan dan pendapat terhadap suatu RUU dimana DPD RI hanya
diberikan tenggat waktu beberapa hari saja untuk merumuskan pandangan dan
pendapat tersebut. Dalam setiap proses perumusan pandangan dan pendapat, PAH II
dihadapkan pada kebutuhan untuk mengadakan beberapa tahapan penting antara lain
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Di samping itu, PAH juga mengalami kendala
komunikasi dengan Pemerintah Daerah dalam kaitannya untuk menyisipkan aspirasi
kedaerahan yang akan dijadikan bahan dalam memberikan pandangan dan pendapat
kepada DPR.
C. Kendala Bidang Pengawasan
Kendala Umum
50
Salah satu peran parlemen adalah peran pengawasan. Meskipun konstitusi melalui Pasal
22D ayat (3) memberikan kewenangan kepada DPD RI untuk melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan UU terkait bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah dan
menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti , DPD RI tetap dalam posisi yang tidak menguntungkan dalam
hal pelaksanaan fungsi pengawasan. Hal ini disebabkan karena DPD RI secara faktual
hanya sebatas memberi masukan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan.
Kendala KhususDalam setiap pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu, PAH II DPD RI juga menemui
banyak kendala khusus baik yang bersifat eksternal maupun internal. Kendala khusus
yang bersifat eksternal antara lain terlihat ketika dilakukan pengawasan pelaksanaan UU
di daerah tertentu. Beberapa Pemerintah Daerah baik tingkat Provinsi maupun
Kabupaten/Kota acap kali memandang sebelah mata terhadap proses pengawasan yang
hendak dilakukan oleh PAH langsung di lapangan sehingga dukungan dari Pemerintah
Daerah tertentu tidak maksimal. Kendala khusus yang bersifat internal bisa disebabkan
oleh keterbatasan staf pendukung lain seperti kebutuhan staf ahli dalam rangka
mendukung setiap kiner a pengawasan yang dilakukan PAH II
D. Kendala Harmonisasi Hubungan Antara DPR dan DPD RI Dalam Usaha
membangun
Parlemen yang Sehat di Indonesia
Derajat penerimaan DPD RI sebagai lembaga politik baru amat jauh dari harapan yang
seharusnya diterimanya. Hasil kajian Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR yang
disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Soetardjo Soerjogoeritno melalui Surat Nomor:
KD.02/6439/ DPR RI/2005, yang dikirimkan kepada Pimpinan DPD RI secara tegas
menyebutkan bahwa "menghindari keikutsertaan DPD dalam forum-forum parlemen
internasional karma dianggap tidak relevan dengan bidang tugas dan kewenangannya,
dan DPD bukan lembaga Parlemen, bukan pula badan legislasi. " Hasil kajian BKSAP
DPR tersebut secara nyata telah menggodam DPD RI secara kelembagaan dan
bertentangan dengan semangat harmonisasi hubungan sesama lembaga perwakilan.
Selain itu bisa jadi DPD Ri sebagai lembaga baru belum optimal mengadakan
pendekatan dengan DPR RI.
51
E. Wajah DPD RI Pasca Putusan Mahkamah Agung
MK mengabulkan sebagian gugatan judicial review DPD Ri terkait dengan ditiadakannya
syarat domisili serta syarat tidak menjadi pengurus partai bagi calon Anggota DPD RI dalam
UU no 10 tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD. MK beranggapan bahwa
ketiadaan syarat domisili dalam UndangUndang Pemilu bertentangan dengan konstitusi.
Sedangkan ketiadaan syarat tidak menjadi pengurus partai dianggap sesuai dengan
konstitusi. Dengan begitu, peluang pengurus dan anggota partai politik untuk mengikuti
pencalonan Anggota DPD RI pada Pemilu 2009 semakin terbuka lebar sepanjang yang
bersangkutan berdomisili di provinsi yang hendak diwakili. (Kompas, Rabu, 2 Juli 2008).
Pasca putusan MK tersebut, beberapa kalangan menilai bahwa ke depan DPD RI akan
sedikit berubah sebab DPD RI bisa diisi oleh orang-orang yang notabene aktivis sekaligus
tokoh-tokoh dari partai politik. Keberadaan orang-orang partai politik tersebut di DPD
RI sedikit banyak akan menggenjot popularitas serta pamor DPD RI di mass mendatang.
Sebaliknya, tak sedikit pula yang khawatir dengan keberadaan orang-orang parpol di
lembaga baru tersebut. Hal tersebut dapat dimaklumi sebab keberadaan wakil-wakil
parpol itu akan mendistorsi prinsip perwakilan daerah yang menjadi esensi dari
keberadaan DPD RI.
VI. REKOMENDASI ( UMPAN BALIK )
A. Mengubah Paradigma Keberadaan DPD-RI : Dari Sebatas Ada Menuju Ada
dengan Kesejatian ( Rekomendasi Umum )
Untuk terciptanya Kesejatian DPD RI perlu dilakukan langkah – langkah strategis :
a. Membekali DPD RI dengan kewenangan legislasi yang efektif.
Merujuk pada terminologi legislative maka salah satu tugas terpenting dari parlemen
adalah membuat UU. Maka jika DPD RI disebut sebagai parlemen, selayaknya tugas
penting membuat UU itu menjadi salah satu kerja inti DPD RI. Untuk itulah ke depan,
DPD RI harus diposisikan sebagai salah satu bagian dalam Badan Kekuasaan Legislatif
yang berhak dan berwenang merancang, membahas, dan mengesahkan suatu
rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan kepentingan dan aspirasi yang bersifat
kedaerahan dengan memperhatikan penolakan dari DPR atau Presiden. Terhadap RUU
yang diajukan Pemerintah dan DPR, DPD RI juga berhak dan berwenang menolak
rancangan dan usul amandemen atas suatu Undang-Undang dan Rancangan Undang-
52
Undang tertentu.
Untuk itu sejak akhir tahun 2006 Kelompok DPD di MPR telah mengupayakan
pemberdayaan DPD – RI melalui Proses Amandemen UUD 1945, namun pada
kenyataannyab gagal karena pada batas akhir penyampaian dukungan 31 July 2007,
dengan ditariknya dukungan 9 orang fraksi PAN, dukungan tidak meemnugi kuorum
dengan hanya 216 orang. Namun demikian perjuangan menuju amandemen UUD 45
tetap dilanjutkan, terutama dengan melakukan lobi lobi politik dengan DPR sebagai
mitra strategis DPD RI. Selain itu harus dilakukan perubahan UU Susduk sebagai awal
perbaikan menuju lembaga parlemen yang efektif.
b. Rekomendasi Pola Hubungan dan distribusi kewenangan lembaga Parlemen
antara DPD RI dan DPR
Paling tidak ada tiga hal penting yang semestinya harus ditentukan untuk dijadikan
ukuran suatu konstitusi yang ideal.
1. Jaminan ditegakkannya prinsip pembatasan kekuasaan yang disertai perincian
kekuasaan yang dimiliki penyelenggara Negara. secara konsisten dan proporsional.
2. Terakomodirnya demokratis dalam konstitusi dan praktik keparlemenan .
3. Orientasi akhir pembatasan kekuasaan tersebut haruslah pada terwujudnya
kesejahteraan bersama serta terjaminnya konstitusional warga negara.
Dengan begitu maka keseimbangan dan harmonisasisehat antara DPD RI dan DPR
secara otomatis dapat secara nyata dan bertanggung jawab.
c. Memperkuat dan Meningkatkan Pamor DPD RI
Dalam rangka memperkuat pamor dan popularitas DPD RI itu perlu dilakukan langkah-
langkah sistematis. Langkah-langkah itu dapat dilakukan dengan memaksimalkan
kekuatan opini, kualitas argumentasi di ranch publik lewat media. Sebab medialah yang
menjadi corong penting yang akan menjembatani komunikasi antara DPD RI dengan
pihak luar termasuk konstituennya sendiri.
Penguatan pamor dan popularitas DPD RI bisa juga dimaksimalkan dengan
memberdayakan potensi anggota-anggota yang secara individual memiliki kelebihan
pengalaman berpolitik, tingkat pendidikan dan komitmen kelembagaan. Potensi-potensi
individual tersebut kemudian akan menjadi kekuatan besar bila dibarengi dengan
semangat kolektifitas kelembagaan yang akan mempersatukan semua anggota dalam
satu suara bersama.
53
d. Mengefektifkan koordinasi DPD RI dengan Pemerintah Daerah
Memantapkan kesepakatan antara DPD Ri dan Gubernur serta DPRD yang pernah
dibuat tahun 2005 dalam sebuah lokakarya nasional. Agar aspirasi kedaerahan DPD
dapat diintegrasikan dengan perjuangan DPD RI di tingakt internal parlemen.
B. Rekomendasi Khusus
Belum efektifnya advokasi politik DPD RI bisa jadi disebabkan karena adanya keraguan
soal tingkat sense of crisis anggota DPD RI sendiri. Berangkat dari problematika
tersebut maka perlu disusun langkah-langkah sistematis dalam rangka mengefektifkan
peran advokasi politik DPD RI. Langkah tersebut antara lain melakukan pendekatan
dengan media-media cetak, media elektronik nasional dan daerah untuk lebih massive
mempublikasikan setiap gebrakangebrakan anggota DPD RI dalam melakukan
pembelaan-pembelaan kepentingan masyarakat. Publikasi itu menjadi penting
maknanya mengingat kebutuhan DPD RI secara kelembagaan untuk meraih dukungan
publik ditingkat daerah dan nasional.
Perlu pengaturan dan konsepsi khusus yang mengatur bagaimana aspirasi daerah yang
berbeda disatukan dalam kebulatan sikap lembaga untuk diperjuangkan di parlemen. Di
samping itu, ketidakjelasan hubungan struktural antara DPD RI dengan Pemda perlu juga
dipikirkan rumusannya untuk di atur dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam hal proses penyusunan dan pengajuan RUU inisiatif DPD RI, maka dapat
direkomendasikan beberapa poin berikut. Pertama, meningkatkan sosialisasi tentang
mekanisme dan proses penyusunan Undang-Undang kepada masyarakat. Kedua,
membuka peluang partisipasi publik secara lugs dalam proses penyusunan Undang-
Undang yang berkaitan dengan bidang kerja PAH 11. Ketiga, pentingnya perumusan
format mekanisme, bentuk, dan tats cara penyerapan/penyaluran aspirasi masyarakat
agar aspirasi yang hendak disalurkan lewat RUU dapat tercapai. Keempat, perlunya
peningkatan kualitas clan profesionalisme staf pendukung misalnya pemberdayaan staf ahli
secara lebih professional.
Peningkatan kualitas sumber daya kesekretariatan sesungguhnya meliputi sumber daya
manusia dalam kesekretariatan PAH itu sendiri dan sumber daya perangkat pendukung
kesekretariatan yang perlu terus ditingkatkan
54
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Maulana, Agus, DR, MSM, Slide Presentasi Bahan Kuliah Manajemen Strategik Sektor
Publik ( Identifikasi Mandat )
2. DPD-RI, 2008. Kerja Politik Untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Daerah –
Rencana Kerja Strategis Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 2004 –
2009.
3. Rangkuti, Freddy, Oktober 1997. Analisis SWOT : Teknis Membedah Kasus
Bisnis. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
4. Sekretariat Jendral DPD – RI, Agustus 2008. Hasil – Hasil pelaksanaan Tugas
Konstitusional Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
5. Sekretariat Jendral DPD – RI, Desember 2006. Sekilas Mengenal dan
Memahami Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
6. Sekretariat Jendral DPD – RI, 2008. Jejak Langkah PAH II – Jalan Panjang
Menyuarakan Aspirasi Daerah.
7. Kelompok DPD di MPR RI, Pebruari 2006, Untuk apa DPD RI.
8. Kelompok DPD di MPR RI, Desember 2006, Bikameral Bukan Federal.
9. Kelompok DPD di MPR RI , Pebruari 2009. Jalan Berliku Amandemen
Komprehensif.
10.Kelompok DPD di MPR RI, Agustus 2007, Dinamika Politik Amandemen.
55