EVALUASI PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN...
Transcript of EVALUASI PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN...
EVALUASI PELAKSANAAN MUSYAWARAH
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
(MUSRENBANG) DI KOTA CILEGON
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Administrasi Publik pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Oleh
Fita Fitriyah
NIM.6661132694
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2018
ABSTRAK
Fita Fitriyah. NIM 6661132694. Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) di Kota Cilegon. Program
Studi Ilmu Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Dr. Gandung Ismanto.,
MM. dan Pembimbing II: Anis Fuad., M.Si.
Pelaksanaan Musrenbang merupakan kegiatan rutin setiap awal tahun namun
masih terdapat masalah dalam Musrenbang seperti sosialisasi yang kurang
menyentuh masyarakat sehingga banyak yang belum mengerti skala prioritas,
Stakeholders tidak terwakili, pengetahuan masyarakat tentang pembangunan yang
rendah sehinga mempengaruhi partisipasi masyarakat, pendekatan partisipatif
masih retortika saja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahu evaluasi pelaksanaan
MUSRENBANG di Kota Cilegon. Penelitian menggunakan teori Evaluasi Badjuri
dan Yuwono dalam (Nurcholis, 2007: 247). Metode yang digunakan adalah
kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah
model Prasetya Irawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Evaluasi
Pelaksanaan Musrenbang di Kota Cilegon sudah berjalan secara optimal. Namun,
dalam pelaksanaan Musrenbang masih memiliki kekurangan dalam penyiapan
segala teknis yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Musrenbang. Hal tersebut
dikarenakan sosialisasi belum merata dari kelurahan ataupun Bappeda. Fakta di
lapangan bahwa masih ada masyarakat yang tidak tahu adanya musrenbang serta
belum maksimalnya tingkat keterwakilan dari masyarakat maupun elemen
pemerintahan. Upaya yang telah dilakukan pihak kelurahan, kecamatan maupun
Bappeda dalam mengatasi permasalahan dalam pembangunan di Cilegon dengan
dilibatkannya masyarakat sebagai bentuk perencanaan partisipatif masih kurang
maksimal. Saran yang dapat diberikan adalah dalam melaksanakan perencanaan
pembangunan untuk lebih meningkatkan sosialisasi yang merata dari pihak
Kelurahan maupun Bappeda kepada masyarakat tingkat bawah dan mengedukasi
tentang pembangunan dan skala prioritas.
Kata kunci : Evaluasi, Musrenbang, Perencanaan, Pembangunan Daerah
Fita Fitriyah. NIM 6661132694. Evalution of The Implementation of
Development Planning Deliberation in Cilegon City. Department of Public
Administration. Faculty of Social Science and Political Science. University of
Sultan Ageng Tirtayasa. The 1st Advisor: Dr. Gandung Ismanto., MM. and The
2nd
Advisor: Anis Fuad., M.Si.
Implementation of Development Planning Deliberation (Musrenbang) has been
already routine activities at the beginning of each year, but there are still
problems in every implementation of Development Planning Deliberation, such as
socialization that is not touching to the people, so many are of them who do not
understand about scales of priority, unrepresented Stakeholders, a low level of
public education that is affected to public participation as well as a participatory
approach that is still merely rhetoric. This research purposes to know evaluation
of the implementation of Development Planning Deliberation in Cilegon City.
This research also uses theory of the evaluation of Hanif Nurcholis (2007). The
method used is qualitative descriptive. Data collection techniques used are
interview, observation and documentation. The data analysis used is the model of
Prasetya Irawan. The result of the research show that the evaluation of the
implementation of Development Planning Deliberation (Musrenbang) in Cilegon
City was ran optimally. However, in the implementation of Musrenbang still has
lacks in all technical preparation required for the implementation of Musrenbang.
It is because of uneven socialization from the local district government or even
Bappeda. The fact on the ground that there are still people who do not know the
existence of Development Planning Deliberation (Musrenbang) and not yet the
maximum level of representation from the people as well as elements of
government. The effort has been made by the local district government or even
Bappeda in overcoming the problems of development in Cilegon City with the
public involved as participation planning form still not yet optimally. The advice
that can be given is in implementation of development planning is to further
improve the socialization to be spread evenly who is made by the local
government or even Bappeda to the lower levels of society and also educate about
development and priority scale.
Keywords : Evaluation, Musrenbang, Planning, Regional Development
Motto
“Dont be afraid to be different”
Persembahan
Dengan mengucap Bismillahirahmanirrahim, Skripsi ini
Aku persembahkan kepada kedua orang tuaku,
keluarga, dan sahabat serta orang-orang yang selalu
setia dan memberikan dukungan terhadap pembuatan
skripsi ini.
- Fita Fitriyah -
i
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada kita semua, sehingga peneliti
dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat,
dan para pengikutnya yang setia dan tetap amanah.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana
Administrasi Publik (S.AP) pada Jurusan Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penelitian ini
membahas tentang Evaluasi Pelaksanaan Musyawatah Perencanaan
Pembangunan (MUSRENBANG) di Kota Cilegon.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa terdapat banyak kesulitan yang
dihadapi selama penulisan Skripsi ini. Namun, atas bimbingan dan motivasi dari
berbagai pihak peneliti menyadari bahwa keberhasilan dan kesempurnaan
merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, penulis akan
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang berjasa dalam
penulisan skripsi ini diantaranya:
1. Kepada kedua Orang tuaku tercinta yaitu Ayahanda Suhaepi dan Ibunda
Mahfudoh, S.Pd yang senantiasa mendoakan, mendidik, membantu baik
materil maupun non-materil dengan sentuhan kasih sayang;
2. Prof. Dr. Ir. Soleh Hidayat, M.Sc sebagai Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
ii
3. Dr. Agus Sjafari, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universistas Sultan Ageng Tirtayasa;
4. Rahmawati, M.Si sebagai Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universistas Sultan Ageng Tirtayasa;
5. Iman Mukhroman, M.Ikom sebagai Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universistas Sultan Ageng Tirtayasa;
6. Kandung Sapto Nugroho, M.Si sebagai Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universistas Sultan Ageng Tirtayasa ;
7. Listyaningsih, S.Sos., M.Si, sebagai Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Publik;
8. Dr. Arenawati., M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Publik;
9. Dr. Gandung Ismanto, MM sebagai Pembimbing Akademik dan Pembimbing
I Skripsi yang senantiasa memberikan ilmu, kritik, serta masukan kepada
peneliti, membimbing peneliti dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini,
serta memberikan pemikiran-pemikiran yang sangat membantu dalam
penelitian ini;
10. Anis Fuad., M.Si sebagai Pembimbing II Skripsi yang selalu sabar dalam
proses bimbingan, memberikan ilmu, kritik, dan saran yang sangat membantu
dalam penyusunan skripsi ini;
11. Para dosen dan juga staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa yang tak bisa saya sebutkan satu persatu;
12. Para informan, Bapak Alwin Setia, Hendra Cipta, Arief Hermana dari
Bappeda Kota Cilegon dengan kesediaannya menerima peneliti;
iii
13. Terimakasih Kepada Bapak Jahuri selaku Kepala Kelurahan Kedaleman,
Mangsur selaku Kelurahan Karang Asem, Rohimin selaku Kepala kelurahan
Ciwaduk, Maman Herman selaku Kepala Kelurahan Bendungan, Edy
Purnama selaku Kepala Kelurahan Citangkil, Achmad Dimiyati selaku Kepala
Kelurahan Samangraya, Masudisyah selaku Kepala Kelurahan Kepuh, H.
Rusdi selaku Kepala Kelurahan Tegal Ratu, Saptunji Aziz selaku Kepala
Kelurahan Rawa arum, Marufi selaku Kepala Kelurahan Grogol, Ade Riski
selaku Kepala Kelurahan Sukmajaya, Hasanudin selaku Kepala Kelurahan
Jombang Wetan, Suwandi selaku Kepala Kelurahan Lebak Gede, Hoero
Sanjaya selaku Kepala Kelurahan Mekarsari, Tafriji selaku Kepala Kelurahan
Kotabumi, Edi Hilfiandi selaku Kepala Kelurahan Kebondalem yang bersedia
untuk wawancara dan memberikan informasi kepada peneliti;
14. Ketua Karangtaruna Bendungan, Pak Didi Rihadi, yang banyak membantu
peneliti dalam memberikan Informasi;
15. Masyarakat Kota Cilegon yang telah memberikan Informasi tambahan;
16. Masa yang sudah meluangkan waktu dan memberikan kritik dan saran kepada
peneliti;
17. Teman – teman yang dari awal bersama hingga sampai saat ini, Lilin Fathah,
Putri, Resti, dian, Seli, Eni yang selalu memberi keceriaan kepada peneliti;
18. Geng rempong Nadia Nurul, Nindya Noprianti, Rima Herdiyana dan Dyah
Pratiwi yang slalu menjadi teman curhat peneliti;
19. Teman-teman dalam berpetualang khususnya Firda Amalia, Rima Herdiyana,
Jaka Permana, Jaka Maulana, Lailatul Qomariah, Galuh Melati, Syarifah
iv
Rahmi, Nindya Noprianti, Dyah Pratiwi, Maria Lusyana, Saka Mada, Ferdy
Ardiyansyah, Irwansyah, Ali ulumudin, atas pengalaman yang menyenangkan
dalam berpetualang;
20. Ilham Gunawan yang selalu ada dan membantu dalam penelitian ini;
21. HIMANE 2014, HIMANE 2015 dan BEM FISIP 2016 yang telah memberi
pengalaman organisasi;
22. Kepada kawan-kawan KKM Mandiri 06 yang telah memberikan semangat dan
memberikan pengalaman hidup kepada penulis;
23. Serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, terima
kasih telah bersedia memberikan bantuan, bimbingan, semangat, kritik, saran
dan doa kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
Peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan selesainya
Skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak
kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan
demi kesempurnaan penulisan Skripsi ini. Semoga kelak skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada
umumnya.
Serang, Januari 2018
Fita Fitriyah
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 12
1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 12
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................... 12
vi
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................ 13
1.6 Manfaat penelitian ............................................................................... 13
1.7 Sistematika Penulisan .......................................................................... 14
BAB II KERANGKA TEORI
2.1 Landasan Teori .................................................................................... 20
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ................................................... 20
2.1.2 Sifat Kebijakan Publik ............................................................ 22
2.1.3 Tahap – tahap Kebijakan Publik .............................................. 23
2.1.4 Implementasi Kebijakan........................................................... 25
2.1.5 Evaluasi Kebijakan................................................................... 27
2.1.6 Tujuan Evaluasi Kebijakan ..................................................... 28
2.1.7 Metode Evaluasi Kebijakan ..................................................... 29
2.1.8 Kriteria Evaluasi Kebijakan ..................................................... 31
2.1.9 Pengertian Perencanaan ........................................................... 34
2.1.10 Pengertian Pembangunan ......................................................... 36
2.1.11 Perencanaan Pembangunan ...................................................... 37
2.1.12 Perencanaan Partisipatif ........................................................... 40
2.1.13 Konsep Musyawarah Perencanaan Pembangunan ................... 50
2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 52
2.3 Kerangka Berfikir ................................................................................ 54
2.4 Asumsi Dasar ...................................................................................... 58
vii
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ......................................................................... 59
3.2 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 60
3.3 Lokasi Penelitian .................................................................................. 60
3.4 Variabel Penelitian ............................................................................... 60
3.5 Instrumen Penelitian............................................................................. 62
3.6 Informan Penelitian .............................................................................. 63
3.7 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 65
3.8 Teknik Analisis Data ............................................................................ 70
3.9 Uji Keabsahan Data ............................................................................. 72
3.10 jadwal penelitian ................................................................................ 75
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian .................................................................. 76
4.1.1 Gambaran umum Kota Cilegon dan Bappeda Kota Cilegon ... 76
4.2 Deskripsi Data ..................................................................................... 92
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian .......................................................... 92
4.2.2 Daftar Informan Peneliti ........................................................... 94
4.3 Temuan Lapangan ............................................................................... 96
4.3.1 Dimensi Input ............................................................................ 97
4.3.2 Dimensi Proses ........................................................................... 113
4.3.3 Dimensi Outputs ........................................................................ 127
4.3.4 Dimensi Outcomes .................................................................... 140
viii
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................. 147
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 168
5.2 Saran .................................................................................................... 169
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perbandingan antarwilayah Tahun 2016 ......................................... 8
Tabel 3.1 Informan Penelitian ......................................................................... 64
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ...................................................................... 68
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ............................................................................. 75
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota cilegon ............................................................. 78
Tabel 4.2 Daftar Nama Kelurahan dalam Penelitian ...................................... 79
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2015 ........ 84
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan yang
ditamatkan Tahun 2015 ................................................................... 85
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ...................................... 86
Tabel 4.6 Informan Penelitian .......................................................................... 95
Tabel 4.7 Program Infrastruktur DPW - Kel .................................................... 122
Tabel 4.8 Temuan Lapangan ............................................................................ 166
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Cilegon ......................................................... 76
Gambar 4.2 Kondisi Drainase di Kelurahan Kepuh Tahun 2017 ................... 81
Gambar 4.3 Kondisi Drainase di Kelurahan Grogol Tahun 2017 .................... 81
Gambar 4.4 Kondisi Jalan di Lingkungan Cibeber Tahun 2017 ..................... 83
Gambar 4.5 Selogan Ajakan Partisipasi ........................................................... 106
Gambar 4.6 Langkah – Langkah dalam Musrenbang ...................................... 117
Gambar 4.3 Kondisi Drainase di Lingkungan KepuhTahun 2017 ................... 154
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Informan
Lampiran 2 Member Check
Lampiran 3 Kategorisasi Data
Lampiran 4 RKPD Kota Cilegon
Lampiran 5 Data Musrenbang
Lampiran 6 Surat Izin Mencari Data
Lampiran 7 Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya tujuan pembangunan suatu Negara dilaksanakan
adalah untuk menyejahterakan masyarakat, demikian halnya dengan Negara
Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa
tujuan Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut dilaksanakan pembangunan nasional, yaitu
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
seluruhnya. Pembangunan sendiri merupakan proses yang dilakukan secara
terus-menerus dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi
pada suatu wilayah sehingga akan memberikan dampak positif bagi
pembangunan tersebut. Pembangunan pada hakekatnya merupakan salah satu
upaya yang dilakukan menuju suatu keadaan yang lebih baik.
Sebelumnya, perencanaan pembangunan dan seluruh agenda
pembangunan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan asumsi pejabat atas
prioritas dan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini membuat masyarakat
cenderung bersikap pasif terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan
cenderung melahirkan animo masyarakat yang tidak terlalu peduli akan
masalah pembangunan sehingga ada anggapan bahwa perencanaan
2
pembangunan daerah hanya merupakan tanggungjawab pemerintah saja dan
kalau pun ada aspirasi masyarakat, itu hanya dianggap sebagai sumbang saran
yang tidak mengikat.
Faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah
desentralisasi. Desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan
pemerintahan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
menetapkan kebijakan (kewenangan politik) dan melaksanakan
kebijakan (kewenangan administrasi), berdasarkan local voice dan local
choice. Penyerahan kewenangan tersebut berimplikasi pada perencanaan
pembangunan di daerah. Daerah diharapkan mampu untuk
mengidentifikasikan kebutuhannya sendiri, merumuskan tujuan
pembangunan sendiri, serta membuat strategi yang tepat untuk
mencapai tujuannya.
Penyerahan kewenangan yang diterapkan dalam otonomi daerah
bersifat open end arrangement atau general competence. Daerah diberi
keleluasaan untuk menyelenggarakan kewenangan berdasarkan kebutuhan dan
inisiatifnya sendiri di luar kewenangan yang dimiliki oleh pusat. Dalam
konsep otonomi tersebut, pemerintah pusat hanya menyisakan
kewenangan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter
dan fiskal nasional serta agama. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sampai saat ini masih berlaku,
mempunyai corak sistem penyelenggaraan pemerintahan dan pembagian
3
kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagaimana tersebut
di atas.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, Perencanaan Pembangunan merupakan
satu kesatuan tindakan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Penyusunan rencana pembangunan ini tersebut dirumuskan melalui forum
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Dalam musrenbang
tersebut seluruh pelaku/aktor pembangunan dilibatkan dalam penyusunan
rencana pembangunan. Dalam sistem perencanaan pembangunan ini, rencana
dibagi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Pembangunan
Tahunan. Rencana Pembangunan Tahunan merupakan bentuk rencana
operasional dari RPJP dan RPJM. Rencana Pembangunan Tahunan atau yang
disebut sebagai Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (RKPD) inilah yang
menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (RAPBD). Didalam RAPBD ini terdapat berbagai kegiatan
yang diusulkan oleh masyarakat/stakeholders melalui instansi atau Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang relevan dengan bidang tugasnya dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan sesuai dengan apa yang digariskan
dalam visi dan misi daerah.
4
Kedudukan Musrenbang atau Musrenbangda tersebut dengan
mekanisme perencanaan sebagai upaya mewujudkan perencanaan partisipatif
melalui tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam setiap formulasi kebijakan
perencanaan pembangunan daerah. Musrenbang dibagi dalam beberapa
tingkatan, yakni : Musrenbang Desa/Kelurahan, Musrenbang Tingkat
Kecamatan, Musrenbang Tingkat Kabupaten/Kota, Musrenbang Tingkat
Provinsi, Musrenbang Tingkat Nasional.
Penyelenggaraan Musrenbang wajib diselenggarakan menurut UU No.
6 Tahun 2014 tentang Desa karena dari hasil kegiatan Musrenbang akan
memperoleh informasi paling penting terhadap usulan program yang di
prioritaskan dari masyarakat karena apa yang dihasilkan merupakan
kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Sejalan dengan aturan hukum yang
berlaku, dalam hal ini UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Strategi
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), maka partisipasi masyarakat
harus menjadi prioritas utama dalam merencanakan pembangunan sebagai
bentuk dari proses demokrasi. Untuk itu, agar Musrenbang lebih bermakna
dalam kelanjutan pembangunan, kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) untuk menyinkronkan kegiatan yang ada di unit kerjanya dengan
kebutuhan masyarakat, sehingga dana yang ada di SKPD pemanfataannya
lebih maksimal untuk kepentingan masyarakat.
Melaksanakan pembangunan bukanlah suatu pekerjaaan yang cukup
mudah, namun sebaliknya adalah salah satu pekerjaan yang sangat berat dan
sulit. Oleh sebab itu dibutuhkan tenaga dan pikiran yang benar-benar mampu
5
dan sesuai dengan tugas dan wewenang yang menjadi tanggungjawabnya,
untuk itu dibutuhkan orang-orang yang mempunyai dedikasi, kejujuran dan
tanggungjawab akan pelaksanaan tugas dan wewenang yang diemban oleh
setiap penyelenggara pemerintahan di daerah maupun di pusat agar peranan
Bappeda dapat berjalan maksimal sebagai badan yang berperan penting dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Cilegon
ini mempunyai fungsi membantu kepala daerah dalam menentukan
kebijaksanaan dibidang perencanaan pembangunan daerah serta penilaian atas
pelaksanaanya. Artinya untuk kota Cilegon berfungsi membantu Walikota
dalam perencanaan pembangunan. Peran serta masyarakat sebagai wujud dari
keseriusan masyarakat mengawal jalannya pembangunan perlu disertai dengan
tersedianya ruang partisipasi publik dalam memberikan masukan-masukan
yang mencerminkan aspirasi masyarakat. Perlunya keterlibatan masyarakat
dianggap sangat penting dalam perencanaan pembangunan agar kebijakan
yang dihasilkan nantinya akan lebih tepat sasaran. Partisipasi publik dalam
kebijakan pembangunan di negara-negara yang menerapkan demokrasi
termasuk di Indonesia bukanlah hal yang baru. Pada saat ini partisipasi
dipandang sebagai proses mobilisasi yaitu pergerakan masyarakat dalam
kegiatan pembangunan. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan tidak
hanya dipusatkan oleh partisipasi masyarakat atau pemerintah. Sulit untuk
dipungkiri bahwa dalam beberapa hal seluruh masyarakat tidak mungkin
dilibatkan dalam membuat kebijakan, akan tetapi bagaimanapun juga dalam
6
pembuatan kebijakan yang mengacu pada kepentingan masyarakat sudah
semestinya pemerintah melibatkan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat
merupakan alat ampuh dalam menentukan arah kebijakan pembangunan pada
masa yang akan datang. Keterlibatan ini akan memberikan dampak positif
terhadap keputusan dan kebijakan yang diambil atau yang akan
diimplementasikan, karena dapat membangun sinergi antar pemerintah dan
masyarakat itu sendiri
Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi dearah yang sebagaimana
dijelaskan dalam UU. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
bahwa untuk mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat, perlu
adanya kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah kabupaten dan kota
dalam memberikan sentimen positif kepada penampungan aspirasi-aspirasi
masyarakat lokal. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk membuat
perencanaan pembangunan daerah yang partisipatif yang menuntut adanya
ruang terbuka bagi masyarakat untuk ikut terlibat langsung dalam proses
pengambilan keputusan pada perencanaan pembangunan.
Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan di Kota Cilegon
dilakukan dengan menggunakan pendekatan perspektif dan partisipatif.
Pendekatan perspektif dilakukan dengan cara pemerintah daerah menyusun
rencana program pembangunan yang dianggap sangat dibutuhkan masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Pendekatan partisipatif dilakukan
dengan melibatkan semua elemen masyarakat dan stakeholders dalam
perencanaan pembangunan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan
7
pembangunan (Musrenbang). Musrenbang merupakan wahana publik (public
event) yang penting untuk membawa para pemangku kepentingan
(stakeholders) memahami isu-isu dan permasalahan daerah mencapai
kesepakatan atas prioritas pembangunan, dan konsensus untuk pemecahan
berbagai masalah pembangunan daerah. Musrenbang juga merupakan wahana
untuk menyinkronisasikan pendekatan “top down” dengan “bottom up”
pendekatan penilaian kebutuhan masyarakat (community need assessment)
dengan penilaian yang bersifat teknis (technical assessment), resolusi konflik
atas berbagai kepentingan pemerintah daerah dan non-government stakeholder
untuk pembangunan daerah, antara kebutuhan program pembangunan dengan
kemampuan dan kendala pendanaan, dan wahana untuk menyinergikan
berbagai sumber pendanaan pembangunan.
8
Kota Cilegon termasuk daerah yang mempunyai penduduk yang padat,
ini terlihat dari tabel 1.1
Tabel 1.1
Perbandingan antar wilayah Tahun 2015
Berdasarkan tabel 1.1 dijelaskan Kota Cilegon memiliki delapan
kecamatan dan memiliki jumlah penduduk yang berbeda – beda dan hampir
memiliki masalah yang sama dalam Musrenbang. Kota Cilegon yang telah
melaksanakan proses mekanisme perencanaan pembangunan daerah, dimana
secara formalitas masyarakat berpatisipasi dalam proses Musrenbang karena
menurut mereka bahwa mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang
mengikutsertakan masyarakat dapat bermanfaat untuk memberikan masukan
mengenai permasalahan yang terdapat di daerah tersebut. Dalam menunjang
pembangunan suatu daerah, maka Visi dan Misi yang harus dicapai adalah
9
peningkatan kinerja pembangunan daerah. Perlunya keterlibatan atau
partisipasi dari masyarakat yang tertuang dalam UU No 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dimana masyarakat memiliki hak
untuk berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan daerah. Dengan adanya
mekanisme perencanaan pembangunan yang berupa Musyawarah Perencanaan
Pembangunan, masyarakat bisa turut berpartisipasi dalam lingkup tingkat
kelurahan ataupun tingkat kecamatan. Menurut peneliti dalam observasi awal
dilapangan menemukan bahwa di kelurahan Kota Cilegon hampir memiliki
masalah yang sama dalam Musrenbang. tidak semua masyarakat di kelurahan
ikut berpartisipasi dalam pembangunan dengan berbagai alasan.
Pertama, kurangnya komunikasi atau sosialisasi kepada masyarakat
mengenai program kerja yang akan dijalankan. Hal ini disadari karena ada
beberapa faktor yang mempengaruhi. Didalam sosialisasi diperlukan upaya
untuk meyakinkan masyarakat tentang partisipasi dalam pembangunan, yaitu
adanya komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat atau sebaliknya.
Dengan diadakannya sosialisasi akan merubah sikap serta tindakan
masyarakat yang selanjutnya menjadi dukungan untuk berpartisipasi. Namun
dengan kurangnya sosialisasi atau komunikasi antar keduanya menyebabkan
masyarakat menjadi apatis dalam pembangunan. Hal ini menunjukan betapa
besar peran pemerintah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat demi
tercapainya pelaksaan program pembangunan yang maksimal di Kota Cilegon.
Kedua, Stakeholders tidak terwakili secara menyeluruh dalam
Musrenbang. Musrenbang merupakan wahana publik (public event) yang
10
penting untuk membawa para pemangku kepentingan (stakeholders)
memahami isu isu dan permasalahan daerah mencapai kesepakatan atas
prioritas pembangunan, dan konsensus untuk pemecahan berbagai masalah
pembangunan daerah. Keterlibatan stakeholders dalam memberikan aspirasi
dan kebutuhan merupakan faktor sangat menetukan dalam menentukan
keluaran hasil musrenbang. kegiatan ini diikuti oleh Anggota DPRD, Kepala
Dinas tingkat kecamatan, Kepala Desa/Kelurahan, Ketua LPMD, Ketua Tim
Penggerak PKK dan Tokoh Masyarakat. Namun setelah peneliti melakukan
observasi awal di setiap kecamatan dan kelurahan dan wawancara dengan
Kasi Ekonomi dan Pembangunan menunjukan pihak stakeholders hadir hanya
datang ketika ceremony saja. Jadi jelas dengan tidak semua keterwakilan
stakeholders dan rendahnya kontribusi peserta baik dalam memberikan
aspirasi, serta tidak adanya diskusi atau negoisasi antar stakeholders sangat
berpengaruh dalam menentukan hasil atau keluaran Musrenbang.
Ketiga, Pengetahuan masyarakat tentang pembangunan masih rendah
yang menyebabkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan
rendah. Padahal faktor pendidikan sangat mempengaruhi partisipasi tersebut.
partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat namun masalah
inilah yang berkepanjangan. Menurut hasil wawancara peneliti dengan
kasubag disetiap kecamatan, masalah inilah yang paling sulit dikarenakan
pemahaman masyarakat yang minim akan pembangunan dan tingkat
11
pendidikan masyarakat yang rendah mengakibatkan partisipasi yang rendah
juga.
Empat, pendekatan partisipatif melalui musrenbang hanya retortika
saja. Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh kebijakan kepala
daerah, hasil reses DPRD dan program SKPD. Kondisi ini berakibat
timbulnya akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah
memenuhi kewajiban membuat rencana tapi realisasinya sangat minim dengan
realisasi yang minim. Seperti pengamatan peneliti sewaktu mengikuti
Musrenbang tingkat kecamatan, bahwa ditemukan banyak sekali program
yang tidak terealisasikan dari tahun sebelumnya. Walaupun ada skala
prioritas. Poin ini juga yang membuat masyarakat malas untuk partisipasi
dalam pembangunanan karena jenuh. Seperti, pembangunan madrasah di
Kelurahan Randakari yang dari tahun ketahun sudah diajukan tetapi tidak ada
realisasinya.
Berdasarkan uraian permasalahan-permasalahan di atas, maka peneliti
tertarik mengambil tema penelitian mengenai “Evaluasi Pelaksannan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) di Kota
Cilegon”
1.2 Identifikasi Masalah
12
Berdasarkan penjelasan yang telah peneliti uraikan dalam latar belakang
masalah di atas, maka peneliti melakukan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Sosialisasi oleh aparat pemerintah belum menyentuh masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan
2. Stakeholders tidak terwakili secara menyeluruh dalam Musrenbang
Kelurahan dan Kecamatan.
3. Pengetahuan masyarakat tentang pembangunan masih rendah yang
menyebabkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan rendah.
4. Pendekatan partisipatif melalui musrenbang masih retortika, masih
banyak program yang belum terealisasikan dari tahun sebelumnya
walaupun ada skala prioritas.
1.3 Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka peneliti membatasi
penelitian ini hanya pada Evaluasi Pelaksanaan Musrenbang di Kota Cilegon.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dijelaskan
diatas, maka peniliti merumuskan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(MUSRENBANG) di Kota Cilegon?”
1.5 Tujuan Penelitian
13
Dalam setiap penelitian apapun tentu memiliki suatu tujuan yang dijadikan
sebagai tolak ukur dan menjadi target dari kegiatan penelitian tersebut. Dari
masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Evaluasi Pelaksanaan Musrenbang di Kota
Cilegon.
2. Untuk mengetahui hambatan yang dalam Pelaksanaan Musrenbang
di Kota Cilegon.
1.6 Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan lebih bermakna apabila bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, maupun bagi kehidupan masyarakat. Maka dari
itu, peneliti memiliki kegunaan secara teoritis maupun praktis:
1. Manfaat Teoritis
a. Pengembangan Ilmu Administrasi Publik
Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat
mengaplikasikan dan menambah wawasan mengenai
materi-materi dan teori-teori yang telah didapat dari proses
pengajaran dan bermanfaat untuk digunakan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
Ilmu Administrasi Publik.
b. Penelitian Selanjutnya
14
Hasil penelitian ini diharapkan semoga dapat dijadikan
referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut dengan topik yang sama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis, semoga semakin memperluas wawasan
berfikir mengenai peran dari sebuah lembaga pemerintah
yang menduduki suatu jabatan tertentu dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya sehingga memenuhi harapan
masyarakat dari keberadaan lembaga tersebut.
b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan informasi mengenai pembangunan di kota cilegon.
c. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan saran dan masukan untuk meningkatkan
pembangunan dan program – program yang akan
dilaksanakan selanjutnya agar dapat efektif dan efesien
serta berdampak kepada masyarakat
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini dibagi ke dalam lima bagian masing-masing terdiri
dari sub bagian, sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
15
Latar Belakang Masalah menerangkan atau menjelaskan ruang lingkup
dan kedudukan masalah yang diteliti. Bentuk penerangan dan
penjelasan dalam penelitian ini akan diuraikan secara deduktif, artinya
dimulai dari penjelasan yang berbentuk umum hingga menjelaskan ke
masalah yang lebih spesifik dan relevan dengan tema yang diambil.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang
akan diteliti, kemudian dikaitkan dengan tema/topik/judul penelitian.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mempermudah penelitian dan untuk menghemat waktu dan
dana maka peneliti membatasi penelitian ini.
1.4 Rumusan Masalah
Perumusan masalah bertujuan untuk memilih dan menetapkan masalah
yang paling urgent yang berkaitan dengan judul penelitian. Dalam
bagian ini juga akan didefinisikan permasalahan yang telah diterapkan
dalam kalimat tanya.
1.5 Tujuan Penelitian
Mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan
dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan.
Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan
masalah penelitian.
1.6 Manfaat Penelitian
16
Menjelaskan tentang manfaat teoritis dan praktis terkait dengan
temuan penelitian.
1.7 Sistematika Penulisan
Yaitu menjelaskan isi bab per babnya dan menjelaskan urutan
penulisan skripsi ini secara keseluruhan.
BAB II : LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
Landasan Teori mengkaji teori dan konsep yang relevan dengan
permasalahan penelitian, sehingga akan memperoleh konsep
penelitian yang sangat jelas.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kajian penelitian yang pernah
dilakukan oleh penulis sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai
sumber ilmiah.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka Berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai
kelanjutan dari perbincangan kajian teori untuk memberikan
penjelasan kepada pembaca mengenai asumsi dasarnya.
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Asumsi dasar merupakan jawaban sementara dan akan diuji
kebenarannya.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
17
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Bagian ini menguraikan tentang tipe/pendekatan dan metode apa yang
akan digunakan dalam penelitian ini.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian
penelitian yang akan dilakukan.
4.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian yang akan dilakukan.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Definisi Konsep
Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang akan
diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori
yang digunakan.
4.4.2 Definisi Operasional
Merupakan penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam
rincian yang terukur (indikator penelitian). Variabel penelitian
dilengkapi dengan tabel matrik variabel, indikator, sub
indikator dan nomor pertanyaan sebagai lampiran.
3.5 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data
yang digunakan, dalam hal ini instrumennya adalah peneliti sendiri dan
akan disampaikan pedoman wawancara yang akan digunakan dalam
pengumpulan data dan observasi.
18
3.6 Informan Penelitian
Informan penelitian yaitu pihak yang memberikan informasi baik secara
lisan maupun tulisan kepada peneliti. Pemberian informasi biasanya
didapatkan dengan cara wawancara dengan peneliti.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analasis Data
Menjelaskan teknik analisis dan rasionalisasinya, yaitu memaparkan
teknik pengolahan dan analisi data yang akan digunakan dalam
penelitian ini.
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan jadwal penelitian, beserta tahapan penelitian yang akan
dilakukan serta dilengkapi dengan tabel jadwal penelitian.
BAB IV : PEMBAHASAN
1.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi serta hal lain yang berhubungan dengan
objek penelitian.
1.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
mempergunakan teknik analisis data yang relevan.
1.3 Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan
19
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas,
dan mudah dipahami.
5.2 Saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang
diteliti baik secara teoritis maupun praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Pada bagian ini berisi daftar referensi yang digunakan dalam penysunan
skripsi ini.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Memuat lampiran-lampiran yang dianggap perlu dan relevan, tersusun secara
berurutan yang dianggap perlu oleh peneliti karena berkaitan dengan data
penelitian dan sebagai bukti kuat dalam penyusunan penelitian
20
BAB II
LANDASAN TEORI DAN ASUMSI DASAR
2.1 Landasan Teori
Teori merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah penelitian,
karena sifatnya ilmiah, maka seorang peneliti haruslah berbekal teori untuk
mendukung penyelesaian masalah yang ada. Landasan teori dalam suatu
penelitian merupakan uraian yang sistematis tentang teori yang bukan hanya
terdiri dari pendapat beberapa pakar atau penulis buku saja, melainkan juga
merupakan hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Pada bab
ini, peneliti akan menggunakan beberapa teori yang relevan dengan tema
penelitian yang dijadikan sebagai pedoman dan acuan dalam penyusunan
penelitian ini.
2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan adalah sebuah instrument pemerintah, bukan saja dalam arti
government (hanya menyagkut aparatur negara), melainkan pula governance yang
menyentuh berbagai kelembagaan, baik swasta, dunia usaha, maupun masyarakat
umum (civil society). Kebijakan pada intinya merupakan keputusan atau pilihan
tindakan secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya
alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni masyarakat banyak,
atau warga negara. Secara etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari
bahasa yunani, sansekerta dan latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan
Sansekerta polis (negara-kota) dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin
21
menjadi politia (negara) dan akhirnya dalam bahasa inggris pertengahan policie,
yang berarti menangani masalah – masalah publik atau adminstrasi pemerintahan
(Dunn, 2003: 51).
Berikut ini beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian dari
kebijakan. Menurut James E Anderson dalam Anggara (2014: 35)
mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “public policies are those policies
developed by governmental bodies and officals” (kebijakan publik adalah
kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah). Hampir sama
dengan James E Anderson, Carl Friedrich dalam Agustino (2006:7) yang
menyatakan bahwa:
“Kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkam
oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu dimana terdapat hambatan – hambatan (kesulitan – kesulitan) dan
kemungkinan – kemungkinan (kesempatan – kesempatan) dimana
kebiajakn tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk
mencapai tujuan yang dimaksud.”
Sedangkan menurut Thomas R. Dye dalam anggara (2014:35) yang
menyatakan bahwa kebijakan publik adalah :
“Segala sesuatau yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah,
alasan suatu kebijakan harus dilakukan dan manfaat bagi kehidupan
bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut
mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan tidak menimbulkan
kerugian, disinilah pemerintah harus bijaksana dala menetapkan suatu
kebijakan”.
Ada beberapa tahapan yang harus dilakaukan sebelum mengambil sebuah
kebijakan Nugroho (2003: 73), mengatakan bahwa terdapat 3 tahap dari kebijakan
Publik yaitu:
22
1. Perumusan Kebijakn
2. Implementasi Kebijakan
3. Evaluasi Kebijakan
Dengan demikian dari beberapa pengertian diatas peneliti dapat
menyimpulkan bahwa sebuah pemerintah berhak memutuskan untuk memilih dan
bertindak secara sengaja dalam menyelesaikan masalah dan keputusan atau
kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu merupakan suatu kebijakan pemerintah dalam upaya mengurusi
kepentingan masyarakatnya.
2.1.2. Sifat Kebijakan Publik
Sifat kebijakan publik menurut Dunn dalam bukunya Analisis Kebijakan
Publik (2003: 46, 57). Sebagai bagian dari suatu kebijakan dapat dimengerti
secara baik bila dibagi –bagi dalam beberapa kategori, yaitu:
1. policy demands atau pemerintah kebijakan. Policy demans merupakan
pemerintah atau kebutuhan atau klaim yang dibuat oleh warga masyarakat
secara pribadi atau kelompok dengan resmi dalam sistem politik oleh
karena adanya masalah yang mereka rasakan permintaan tersebut dapat
berupa desakan secara umum kepada pemerintah dimana pemerintah harus
melakukan sesuatu atau berupa usulan untuk bertindak dalam masalah
tertentu.
2. Policy decision atau putusan kebijakan adalah putusan yang dibuat oleh
pejabat publik yang memerintahkan untuk memberi arahan pada kegiatan
23
– kegiatan kebijakan. Yang termasuk didalamnya adalah keputusan untuk
mengeularkan atau mengumumkan perintah eksekutif, mengumumkan
aturan administratif, atau membuat interprestasi hukum yang penting.
3. Policy statements atau pernyataan kebijakan merupakan ungkapan secara
formal atau artikulasi dari keputusan politik yang telah ditetapkan
termasuk didalamnya adalah keputusan legislatif, dekrit dan perintah
eksekutif, peraturan administratif, pendapat pengadilan dan sebagainya.
4. Policy out put atau hasil kebijakan merupakan perwujudan nyata dari
kebijakan publik atau sesuatu yang sesungguhnya dikerjakan menurut
keputusan dan pernyataan kebijakan. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa output kebijakan adalah apa yang dikerjakan pemerintah.
2.1.3. Tahap – Tahap Kebijakan Publik
Dalam proses pembuatan kebijakan publik ada beberapa tahap yang harus
dilalui oleh para ahli untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik.
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus benar – benar dikaji.
Tahap – tahap kebijakan publik menurut (dunn, 2003:24) adalah sebagai berikut:
1. Tahap penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat
masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk
ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini mungkin
suatu masalah tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain
24
ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena
alasan –alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
2. Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan dibahas oleh para pembuat
para kebijakan publik. Masalah – masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut
berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy
alternatives/policy options) yang ada. Dalam perumusan kebijakan masing
– masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan masalah. Dalam hal ini masing – masing akan
bersaing aktor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan pemecahan
masalah terbaik.
3. Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara
direktur lembaga atau putusan peradilan.
4. Tahap implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan – catatan elit jika
program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakannya oleh
badan – badan administrasi maupun agen – agen pemerintah di tingkat
bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit – unit
administrasikan yang memobilisasikan sumber daya finansial dan
25
manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling
bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para
pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan
ditentang oleh pelaksana.
5. Tahap evaluasi kebijakan
Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih
dampak yang diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-
kriteria yang menjadi dasar untuk menilai dampak atau tujuan yang
diinginkan atau belum.
2.1.4. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebiajakan publik merupakan suatu proses dari kebijakan
yang telah di buat oleh Pemerintah yang dimana kebijakan tersebut sudah
dirumuskan dan disetujui untuk dapat dilaksanakan dan sejauh mana kebijakan
yang telah dibuat dapat berjalan sesuai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya,
tetapi dalam pelaksanaanya terkadang implementasi kebijakan tidak berjalan
sesuai rencana dikarenakan adanya intervensi dari berbagai kepentingan. Pada
hakekatnya implementasi merupakan tahap suatu kebijakan dilaksanakan secara
maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan.
Van Meter dan Van Horn dalam mendefinisikan implementasi kebijakan
publik sebagai tindakan – tindakan yang dilakukan baik oleh individu – individu
atau pejabat – pejabat atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang
26
diarahkan pada tercapainya tujuan – tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijaksanaan .(Agustino, 2006: 153)
Sedangkan Grindle mendefinisikan Imolementasi kebijakan sebagai berikut:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya,
dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang
telah ditentukan yaitu melihat pada action progrram dari individual project
dan yang kedua apakah tujuan program tersebut
tercapai”(Agustino,2006:153)
Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul
Sabatier dalam (Wahab,2008: 65) mengatakan bahwa Implementasi adalah
memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan
yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian.
Tahapan implementasi melibatkan seluruh stakeholder yang ada, baik
sektor swasta maupun publik secara kelompok maupun individual. Implementasi
kebijakan meliputi tiga unsur yakni tindakan yang diambil oleh badan atau
lembaga administratif; tindakan yang mencerminkan ketaatan kelompok target
serta jejaring sosial politik dan ekonomi yang memengaruhi tindakan para
stakeholder tersebut. Interaksi ketiga unsur tersebut pada akhirnya akan
menimbulkan dampak, baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak
diharapkan.
27
Hasil akhir implementasi kebijakan paling tidak terwujud dalam beberapa
indikator yakni hasil atau output yang biasanya terwujud dalam bentuk konkret
semisal dokumen, jalan, orang, lembaga, keluaran atau outcome yang biasanya
berwujud rumusan target semisal tercapainya pengertian masyarakat atau
lembaga, manfaat yang wujudnya beragam, dan dampak baik yang diinginkan
maupun yang tak diinginkan serta kelompok target baik individu maupun
kelompok.
2.1.5. Evaluasi Kebijakan
Suatu kebijakan yang telah dilaksanakan pemerintah hendaknya perlu
dievaluasi. Evaluasi dilakukan karena tidak semua kebijakan publik dapat
memperoleh hasil atau dampak yang diinginkan oleh para pembuat kebijakan.
Nugroho (2010:183) menjelaskan sebuah kebijakan publik tidak bisa
dilepas begitu saja. Kebijakan harus diawasi, dan salah satu mekanisme
pengawasan tersebut disebut sebagai “evaluasi kebijakan”. Evaluasi biasanya
ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna
dipertanggungjawabkan kepada konstituennya.
“Seperti yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart sebagai berikut:
bahwa secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi,
implementasi dan dampak. Winarno mengungkapkan bahwa “evaluasi kebijakan
bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program
yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun
tahap dampak kebijakan”. (Winarno,2008: 226)
Evaluasi kebijakan bermaksud untuk mengetahui empat aspek,
sebagaimana dikemukakan oleh Wibawa (1994) yaitu: aspek proses pembuatan
28
kebijakan, aspek proses implementasi, aspek konsekuensi kebijakan dan aspek
efektifitas dampak kebijakan. (http://eprints.uny.ac.id.05/12/2016)
Keempat aspek pengamatan ini dapat mendorong seorang evaluator untuk
secara khusus mengevaluasi isi kebijakan, baik pada dimensi hukum dan terutama
kelogisannya dalam mencapai tujuan, maupun konteks kebijakan, kondisi
lingkungan yang mempengaruhi seluruh proses kebijakan. Lebih lanjut, evaluasi
terhadap aspek kedua disebut sebagai evaluasi implementasi, sedangkan evaluasi
terhadap aspek ketiga dan keempat disebut evaluasi dampak kebijakan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas mengenai evaluasi kebijakan publik
dapat dipahami bahwa evaluasi kebijakan merupakan penilaian terhadap program
yang dilakukan oleh pemerintah. Evaluasi kebijakan publik perlu dilakukan untuk
melihat apakah program tersebut meraih hasil yang diinginkan dan sudah
mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan atau belum.
2.1.6.Tujuan Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus
kebijakan. Pada umumnya evaluasi kebijakan dilakukan setelah kebijakan publik
tersebut diimplementasikan. Ini tentunya dalam rangka menguji tingkat kegagalan
dan keberhasilan, keefektifan dan keefisienannya.
Abdulkahar Badjuri dan Teguh Yuwono dalam (Astuti, 2016:37)
menyatakan evaluasi kebijakan setidak – tidaknya dimaksudkan untuk memenuhi
tiga tujuan utama, yaitu:
29
1. Untuk menguji apakah kebijakan yang diimplementasikan telah mencapai
tujuannya.
2. Untuk menunjukan akuntabilitas pelaksanaan publik terhadap kebijakan
yang telah diimplementasikan.
3. Untuk memberikan masukan pada kebijakan – kebijakan publik yang akan
datang.
Sekalipun penerapan suatu kebijakan oleh pemerintah telah dirancang
sedemikian rupa untuk mencapai tujuannya, namun tidak selalu penerapan
tersebut dapat mewujudkan semua tujuan yang hendak dicapai. Terganggunya
implementasi yang menjadikan tidak tercapainya tujuan kebijakan mungkin pula
disebabkan oleh pengaruh dari berbagai kondisi lingkungan yang tidak teramalkan
sebelumnya.
Oleh karena itu, evaluasi kebijakan pada dasarnya adalah proses untuk
menilai seberapa jauh suatu kebijakan membuahkan hasil yaitu dengan
membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan atau target kebijakan
yang ditentukan.
2.1.7. Metode Evaluasi Kebijakan
Dalam rangka implementasi kebijakan secara rinci Casley dan Kumar
dalam Asri (2016:38) menunjukan sebuah metode dengan enam langkah sebagai
berikut:
30
1. Identifikasi masalah, yaitu membatasi maslaah yang akan dipecahkan dan
memisahkan dari gejala yang mendukungnya, yaitu dengan merumuskan
sebuah hipotesis.
2. Menentukan faktor – faktor yang menjadikan adanya masalah, dengan
mengumpulkan data kuantitatif yang memperkuat hipotesis.
3. Mengkaji hambatan dalam pembuatan keputusan dengan menganalisis
situasi politik dan organisasi yang memengaruhi pembuatan kebijakan.
Berbagai variabel seperti komposisi staf, moral dan kemampuan staf,
tekanan politik, kepekaan budaya, kemauan penduduk dan efektivitas
manajemen.
4. Mengembangkan solusi – solusi alternatif.
5. Memperkirakan solusi yang paling layak, dengan menentukan kriteria
yang jelas dan aplikatif untuk menguji kelebihan dan kekurangan setiap
alternatif.
6. Memantau secara terus menerus umpan balik dari tindakan yang telah
dilakukan guna menentukan tindakan selanjutnya.
Jadi berdasarkan definisi di atas, maka suatu metode evaluasi setidaknya
dapat memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai – nilai
yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Pada dasarnya nilai juga dapat
dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam
hubungan dengan masalah yang dituju, karena sebagaimana telah diketahui bahwa
evaluasi kebijakan merupakan langkah awal untuk meningkatkan proses
pembuatan kebijakan berikut hasilnya.
31
2.1.8. Kriteria Evaluasi Kebijakan
Evaluasi adalah proses untuk menentukan sejauh mana tujuan telah
terealisasikan. Dunn menyatakan bahwa evaluasi adalah proses penentuan nilai
atau efektivitas suatu kegiatan untuk tujuan pembuatan keputusan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Shinkfield dalam Dunn menyatakan bahwa
evaluasi merupakan kegiatan membandingkan tujuan dengan hasil dan juga
merupakan kegiatan membandingkan penampilan dengan suatu nilai tertentu.
Evaluasi berkenaan dengan suatu kegiatan atau proses untuk menentukan nilai
dari sesuatu. Oleh karena itu, evaluasi adalah pernyataan bahwa sesuatu itu
mempunyai nilai atau tidak sebagai penentuan kesesuaian antara tampilan dengan
tujuan-tujuan.
Dalam hal ini Dunn (2003: 610) menghasilkan informasi mengenai kinerja
kebijakan, analisis menggunakan tipe kinerja yang berbeda untuk mengevaluasi
sejauh mana penilaian terhadap hasil kebijakan yang dilaksanakan. Adapun
kriteria-kriteria evaluasi kebijakan tersebut antara lain :
1. Efektifitas, dalam hal inii efektifitas menanyakan apakah hasil yang
diinginkan telah tercapai. Ini berkenaan dengan apakah suatu alternatif
mencapai hasil yang diinginkan, atau mencapai tujuan dari tindakannya.
Efektifitas yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis,
selalu diukur dari unit produk atau layanan. Misal kebijakan yang efektif
adalah kebijakan penyediaan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu,
dengan asumsi bahwa kualitas pelayanan kesehatan adalah yang bernilai.
32
2. Efisiensi, seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektifitas tertentu, efisiensi yang merupakan
hubungan antara efektifitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antar
efektifitas dan usaha yang terakhir.
3. Kecukupan, seberapa jauh hasil yang diinginkan memecahkan masalah,
berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas memuaskan
kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.
Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antar alternatif
kebijakan dan hasil yang diharapkan.
4. Perataan, apakah biaya dan manfaan didistribusikan dengan merata.
Kebijakan yang dirancang untuk mendistribusikan pendapatan,
kesempatan pendidikan atau pelayanan publik kadang-kadang
direkomendasikan atas dasar kriteria kesamaan.
5. Responsifitas, apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan preferensi
atau nilai kelompok-kelompok tertentu. Dimana ini berkenaan dengan
seberapa jauh kebijakan dapat memuaskan kebutuhan preferensi, atau nilai
kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
6. Ketepatan, apakah hasil/tujuan yang diinginkan benar-benar berguna atau
bernilai. Secara dekat perhubungan dengan rasionalitas, karena pertanyaan
tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria
individu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan
33
merujuk pada nilai dan tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang
melandasi tujuan-tujuan tersebut.
House membuat taksonomi evaluasi yang cukup berbeda, yang membagi
model evaluasi menjadi :
1. Model sistem, dengan indikator utama adalah efisiensi.
2. Model prilaku, dengan indikator utama adalah produktivitas dan
akuntabilitas.
3. Model formulasi keputusan, dengan indikator utama adalah keefektifan
dan keterjagaan kualitas.
4. Model tujuan bebas (goal free), dengan indikator utama adalah pilihan
pengguna dan manfaat sosial.
5. Model kekritisan seni (art critism), dengan indikator utama adalah
standar yag semakin baik dan kesadaran yang semakin meningkat.
6. Model review profesional, dengan indikator utama adalah penerimaan
profesional.
7. Model kuasi-legal (quasi-legal), dengan indikator utama adalah
resolusi.
8. Model studi kasus, dengan indikator utama adalah pemahaman atas
diverisitas. Nugroho (2009:674)
Secara terpisah Nurcholis mengatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah
penilaian secara menyeluruh yang menyangkut input, proses, output dan outcome
dari kebijakan pemerintah daerah (Nurcholis, 2007:274). Evaluasi adalah proses
yang mendasarkan diri pada disiplin yang ketat dan tahapan waktu. Menurutnya
evaluasi membutuhkan sebuah skema umum penilaian, yaitu:
1) Input, yaitu masukan yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan
2) Proses, yaitu bagaimana sebuah kebijakan diwujudkan dalam bentuk
pelayanan langsung kepada masyarakat, bagaimana hambatan dan
tantangannya.
3) Outputs, yaitu hasil dari pelaksanaan kebijakan. Apakah suatu
pelaksanaan kebijakan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan di
tetapkan?
4) Outcomes, yaitu apakah suatu pelaksanaan kebijakan berdampak nyata
terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan?
34
Skema umum penilaian menurut Nurcholis ini merupakan penilaian secara
menyeluruh terhadap suatu kebijakan. Penilaian tersebut meliputi masukan awal
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan, proses pelaksanaan kebijakan,
hasil kebijakan hingga kesesuaian antara tujuan kebijakan dengan dampak yang
ditimbulkan. Dengan menggunakan teori evaluasi kebijakan ini dapat dibuat
penilaian secara menyeluruh terhadap kebijakan yang akan dievaluasi.
2.1.9 Pengertian Perencanaan
Secara umum pengertian partisipasi itu sendiri, didalam teori – teori
manajemen antara lain diartikan sebagai: Suatu proses pemilihan dan
menghubung – hubungkan fakta serta menggunakannya untuk menyusun asumsi –
asumsi yang diduga akan terjadi di masa mendatang, untuk kemudian
merumuskan kegiatan yang diusulkan demi tercapainya tujuan – tujuan yang
diharapkan (Terry, 1960). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta,
mengenai kegiatan – kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan
yang diharapkan atau yang dikehendaki. Sedangkan J.Nehru (dalam Diana
Conyers, 1991: 4) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu bentuk latihan
intelejensia guna mengolah fakta serta situasi sebagaimana adanya dan mencari
jalan keluar guna memecahkan masalah. Kemudian Beenhakker (dalam Diana
Conyers, 1991: 4) menyatakan bahwa perencanaan adalah seni untuk melakukan
sesuatu yang akan datang agar dapat terlaksanakan. Definisi lain diungkapkan
Kunarjo (2002: 14) yang menyebutkan bahwa secara umum perencanaan
35
merupakan proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada
waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.
Definisi perencanaan yang lain dikemukakan oleh Sitanggang,
mengemukakan bahwa perencanaan diartikan sebagai alat atau unsur dalam upaya
menggerakan dan mengarahkan organisasi dan bagian-bagiannya mencapai tujuan
yang ditentukan. Sedangkan Bintoro Tjokroamidjojo (1998:12) berpendapat
bahwa perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya
(maximum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan
efektif. Beliau juga mengungkapkan bahwa perencanaan adalah penentuan tujuan
yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.
Dari beberapa pengertian tentang perencanaan, penulis menyintesakan
bahwa perencanaan merupakan langkah awal dalam melaksanakan suatu tujuan
tertentu yang menyangkut pengambilan keputusan atau pilihan mengenai
bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan.
Definisi lain dikemukakan oleh para ahli manajmen dalam buku yang
ditulis oleh Malayu S.P. Hasibuan (1988) diantaranya; George R Terry
mengatakan perencanaan adalah upaya untuk memilih dan menghubungkan
fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-sumsi mengenai masa yang
akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan
yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat diuraikan beberapa
komponen penting dalam perencanaan yakni tujuan (apa yang hendak dicapai),
36
kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasi tujuan), dan waktu (kapan,
bilamana kegiatan tersebut hendak dilakukan). Ada 6 langkah atau proses
perencanaan, yaitu:
1. Perumusan tujuan
Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan
atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan
yang jelas, organisasi akan menggunakan sumberdaya sumber
dayanya secara tidak efektif.
2. Perumusan masalah
Kegiatan ini sangat penting, hanya setelah keadaan organisasi saat ini
dianalisa dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan
lebih lanjut.
3. Melakukan analisa
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu
diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam
mencapai tujuan.
4. Pengembangan alternatif
5. Pemilihan alternatif yaitu pemilihan alternatif terbaik (paling
memuaskan) diantara berbagai alternatif yang ada.
6. pengembangan rencana derivatif
2.1.10. Pengertian Pembangunan
Berbagai pengertian tentang pembangunan telah dikemukakan oleh pakar
ekonomi, politik maupun pakar sosial. Pengertian pembangunan harus dilihat
secara dinamis dan tidak sebagai konsep statis. Pembangunan adalah suatu
orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Proses pembangunan sebenarnya
adalah merupakan suatu perubahan sosial budaya. pembangunan merupakan
segala upaya yang terus menerus ditunjukan untuk memperbaiki kehidupan
masyarakat dan bangsa yang belum baik menjadi lebih baik lagi.
Menurut (Raharjo, 1980) Pembangunan dalam kehidupan sehari – hari,
dapat digunakan sebagai terjemahan atau padanan istilah: devolopment, growth
and change, modernization atau bahkan juga progress. Mengenai definisi tentang
37
istilah pembangunan itu sendiri, menurut Riyadi (dalam Theresia, 2014: 2)
mengungkapkan adanya beragam rumusan yang dikemukakan oleh banyak pihak,
namun semuanya itu mengarah kepada suatu kesepakatan bahwa: “Pembangunan
adalah suatu usaha atau proses perubahan, demi tercapainya tingkat kesejahteraan
atau mutu hidup suatu masyarakat (dan individu didalamnya) yang berkehendak
dan melaksanakan pembangunan itu.
Selaras dengan pengertian – pengertian di atas, maka secara ringkas dapat
dikemukakan bahwa (Mardikanto, 2009):
Pembangunan adalah upaya yang dilakakukan secara sadar dan terencana,
dilaksanakan terus – menerus oleh pemerintah bersama – sama segenap
warga masyarakat atau dilaksanakan oleh masyarakat dengan difasilitasi
oleh pemerintah, dengan menggunakan teknologi yang terpilih, untuk
memenuhi segala kebutuhan atau memecahkan masalah – masalah yang
sedang dan akan dihadapi, demi tercapainya mutu hidup atau
kesejahteraan seluruh warga masyarakat dari suatu bangsa yang
merencanakan dan melaksanakan pembangunan tersebut.
Untuk tercapainya tujuan – tujuan pembangunan sebagaimana disebutkan
oleh para ahli di atas, kegiatan pembangunan memerlukan “teknologi – teknologi”
tertentu yang sebelumnya telah dipilih (Margono Slamet, 1985), sehingga seluruh
sumberdaya yang tersedia dapat dimanfaatkan sebesar – besarnya bagi perbaikan
mutu hidup masyarakat.
2.1.11. Perencanaan Pembangunan
Sebelum mendefinisikan perencanaan pembangunan perlu dipahami
dahulu makna pembangunan. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan
ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana
(Kartasasmita,1994), selain itu pembagunan sebagai suatu usaha atau rangkaian
38
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar
oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah.
Menurut Bratakusumah dalam (Wibowo, 2009: 52) mendefinisikan
perencanaan pembangunan merupakan kegiatan hampir sama dengan
riset/penelitian, dikarenakan instrumen yang digunakan adalah metode-metode
riset. Kegiatannya berawal dari teknik pengumpulan data, analisis data sampai
dengan studi lapangan untuk memperoleh data-data yang akurat. Data yang di
lapangan sebagai data penting dan utama yang akan dipakai dalam kegiatan
perencanaan pembangunan. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat
diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-
keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan
sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktifitas
kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik
(mental/spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.
Proses perencanaan pembangunan dimulai dengan rencana pembangunan
atau mungkin hanya dengan formulasi kebijaksanaan–kebijakasanaan
pembangunan yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan,
kemudian diikuti dengan berbagai langkah-langkah kegiatan formulasi rencana
dan implementasinya, dapat diusahakan rencana itu bersifat realistis dan dapat
menanggapi masalah-masalah yang benar-benar dihadapi. Rencana dengan
demikian merupakan alat bagi implementasi, dan implementasi berdasarkan pada
suatu rencana. Kemudian menurut (Tjokroamidjojo, 1994:189) perencanaan
sebagai proses yang meliputi sebagai berikut:
39
“Proses perencanaan dapat dimulai dengan suatu rencana pembangunan
atau mungkin hanya dengan formulasi kebijaksanaan-kebijaksanaan
pembangunan yang efektif untuk mencapai tujuan -tujuan pembangunan,
kemudian diikuti langkah-langkah kegiatan (measure) untuk
merealisasinya. Biarpun diakui bahwa suatu rencana pembangunan
memang suatu alat yang lebih baik untuk proses perencanaan dan
pelaksanaannya. Dengan melihat perencanaan sebagai suatu proses yang
meliputi formulasi rencana dan implemetasinya, dapatlah diusahakan
rencana itu bersifat realistis dan dapat menanggapi masalah-masalah yang
benar-benar dihadapi. Rencana dengan demikian merupakan alat bagi
implementasi, dan implementasi hendaknya berdasar suatu rencana”.
Dari beberapa definisi perencanaan pembangunan tersebut diambil makna
tentang apa yang dimaksud dengan perencanaan pembangunan dan tahap-tahap
yang diadalamnya. Kemudian hubungannya dengan konsep pembangunan daerah
sebagai tempat proses perencanaan pembangunan.
Menurut Bratakusumah dalam (Wibowo, 2009:53) mendefinisikan
Perencanaan Pembangunan Daerah sebagai berkut :
“Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses perencanaan
pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju
arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat,
pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah/daerah tertentu, dengan
memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan
harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh,lengkap, tapi tetap
berpegang teguh pada azas skala prioritas”.
Dari definisi tersebut mempunyai makna proses perencanaan
pembangunan melibatkan para aktor yang berinteraksi pada tingkatan berbeda
untuk menghadapi saling ketergantungan aspek-aspek fisik, sosial ekonomi dan
aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara yang sistematis untuk meningkatkan
kesejahteraan masyrakat di daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan.
40
2.1.12. Perencanaan Partisipatif
Perencanaan partisipatif merupakan perencanaan yang melibatkan
semua (rakyat) dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi yang
bertuju;an untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Abe dalam (Wibowo,2009:61) sebagai berikut :
Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya
melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat
(baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dan cara harus
dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat
dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit
dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat.
Menurut Diana Conyers dalam (Nurdiansyah, 2013:39) Ada tiga alasan
mengapa perencanaan partisipatif dibutuhkan, yaitu :
A. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
B. Masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau program pembangunan
jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena
mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk program tersebut dan akan
mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut.
C. Karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila
masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.
Kemudian Wicaksono dan Sugiarto (dalam Nurdiansyah,2013: 39,40),
lebih lanjut mengemukakan ciri-ciri perencanaan partisipatif sebagai berikut :
41
1. Terfokus pada kepentingan masyarakat
a. Perencanaan program berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang
dihadapi masyarakat.
b. Perencanaan disipakan dengan memperhatikan aspirasi masyrakat
yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.
2. Partisipatoris (keterlibatan)
Setiap masyarakat melalui forum pertemuan, memperoleh peluang yang
sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan
bicara, waktu dan tempat.
3. Dinamis
a. Perencanaan mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak.
b. Proses perencanaan berlangsung secara berkelanjutan dan proaktif.
4. Sinergitas
a. Harus menjamin keterlibatan semua pihak.
b. Selalu menekankan kerjasama antar wilayah administrasi dan geografi.
c. Setiap rencana yang akan dibangun sedapat mungkin mejadi
kelengkapan yang sudah ada, sedang atau dibangun.
d. Memperhatikan interaksi yang terjadi diantara stakeholder.
5. Legalitas
a. Perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua
peraturan yang berlaku.
b. Menjunjung etika dan tata nilai masyrakat.
42
c. Tidak memberikan peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan.
6. Fisibilitas (Realistis)
Perencanaan harus bersifat spesifik, terukur, dapat dijalankan, dan
mempertimbangkan waktu.
Kemudian menurut Samsura dalam (Nurdiansyah, 2013:40) menjelaskan
kriteria-kriteria dari perencanaan partisipatif sebagai berikut :
1. Adanya pelibatan seluruh stakeholder.
2. Adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan
legitimate.
3. Adanya proses politik melalui upaya negoisasi atau urun rembuk yang
pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama
(collective agreement)
4. Adanya usaha pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan
pembelajaran kolektif yang merupakan bagi dari proses demokratisasi.
Hal senada juga disampaikan Abe dalam (Wibowo,2009: 63) dengan
adanya pelibatan masyarakat secara langsung dalam perencanaan, maka
mempunyai dampak positif dalam perencanaan partisipatif, yaitu :
1. Terhindar dari terjadinya manipulasi, keterlibatan masyarakat akan
memperjelas apa yang sebenarnya dikehendaki masyrakat.
2. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan, semakin
banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik.
43
3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan poltik masyarakat.
Perencanaan partisipatif titik fokusnya adalah keterlibatan
masyarakat,bahwa perencanaan partisipatif merupakan perencanaaan lahir dari
bawah (bottom up) bukan lahir atas (top-down) atau Pemerintah Daerah Jadi
perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang disusun dari bawah (bottom up).
Menurut Abe dalam (Wibowo,2009: 63), langkah-langkah perencanaan yang
disusun dari bawah (bottom up) dan bukan dari perencanaan atas inisiatif dari
pemerintah daerah dapat digambarkan sbb:
Merancang Anggaran
Langkah Rinci
Rumusan Tujuan
Identifikasi Daya Dukung
Perumusan Masalah
Penyelidikan
44
Secara lebih terperinci dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Penyelidikan.
Penyelidikan adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan
mengumpulkan persoalan-persoalan bersifat lokal yang berkembang di
masyarakat. Penyelidikan disini bukan sebagai kegiatan akademis,
melainkan kegiatan yang menjadi bagian dari upaya perubahan. Dalam
proses ini, keterlibatan masyarakat menjadi faktor kunci yang tidak bisa
ditawar. Dengan demikian, proses penyelidikan adalah proses mengajak
masyarakat untuk mengenali secara seksama problem yang mereka hadapi.
b. Perumusan masalah.
Perumusan masalah adalah tahap lanjut dari hasil penyelidikan. Data atau
informasi yang telah dikumpulkan diolah sedemikian rupa sehingga
diperoleh gambaran yang lebih lengkap, utuh dan mendalam. Untuk
mencapai perumusan, pada dasarnya dilakukan suatu proses analisis atas
informasi, data dan pengalaman hidup masyarakat. Proses analisis sendiri
bermakna sebagai tindakan untuk menemukan kaitan antara satu fakta
dengan fakta yang lain. Apa yang dirumuskan harus sederhana, jelas dan
konkrit.
Agar rumusan masalah dapat mencerminkan kebutuhan dari
komunitas (masyarakat), tidak ada cara lain kecuali melibatkan masyarakat
dalam proses tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mengusahakan agar masukan data yang dihimpun benar-benar merupakan
apa yang dirasakan dan apa yang menjadi keprihatinan dari masyarakat.
45
Dalam hal ini, tidak semua apa yang disampaikan masyarakat harus
diterima, justru pada saat itulah momentum untuk bersama-sama
masyarakat memilah-milah mana segi-segi yang merupakan kebutuhan
dan mana yang sekedar keinginan. Suatu keinginaan tentu saja memiliki
kadar subjektifitas yang tinggi, dan cenderung tanpa batas yang jelas.
Oleh sebab itu yang hendak menjadi prioritas adalah menjawab
kebutuhan-kebutuhan dasar dari masyarakat.
c. Identifikasi daya dukung.
Dalam masalah ini daya didukung tidak diartikan sebagai dana
konkrit (uang), melainkan keseluruhan aspek yang bisa memungkinkan
terselenggaranya aktifitas dalam mencapai tujuan dan target yang telah
ditetapkan. Daya dukung sangat tergantung pada: (1) persoalan yang
dihadapi, (2) tujuan yang hendak dicapai, dan (3) aktifitas yang akan
dilakukan. Kejelasan mengenai segi-segi ini pada dasarnya akan sangat
membantu dalam memahami apa yang dimiliki oleh masyarakat.
Daya dukung yang dimaksudkan pada permasalahan ini bisa
bermakna ganda: (1) daya dukung konkrit, aktual, ada tersedia dan (2)
daya dukung yang merupakan potensi (akan ada atau bisa diusahakan).
Pemahaman mengenai daya dukung ini diperlukan agar rencana kerja yang
disusun tidak bersifat asal-asalan, tetapi benar-benar merupakan hasil
perhitungan yang masak.
46
d. Perumusan tujuan.
Tujuan adalah kondisi yang hendak dicapai, sesuatu keadaan yang
diinginkan (diharapkan), dan karena itu dilakukan sejumlah upaya untuk
mencapainya. Untuk menghasilkan program pembangunan yang efektif,
syaratnya adalah sebagai berikut:
1. Transparan, bahwa proses dan mekanisme pengambilan keputusan yang
dibangun sejak mulai tingkat kelurahan sudah diketahui dan dapat
dipantau oleh masyarakat.
2. Responsif, bahwa program pembangunan yang dihasilkan lebih disebabkan
adanya upaya merespon apa yang menjadi isu di masyarakat, bukan karena
rancangan dari pihak-pihak tertentu saja.
3. Partisipatif, keterlibatan masyarakat menjadi satu keniscayaan dalam
pengertian perumusan yang terjadi dilakukan bersama dan selalu
memperhatikan masalah/isu yang diangkat oleh masyarakat.
4. Akuntabel, sepanjang seluruh proses dilakukan secara transparan,
menjawab kebutuhan dan melibatkan masyarakat dalam berbagai tahapan,
hasilnya pasti dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena tujuan menyangkut kondisi yang diharapkan, maka
dengan sendirinya, penentuan tujuan menjadi momentum yang sangat
penting. Jika suatu rangkaian langkah dimaksudkan untuk kepentingan
rakyat, maka mutlak adanya keterlibatan rakyat (dalam arti keterlibatan
secara sadar). Tanpa keterlibatan rakyat, maka menjadi sangat mungkin
rumusan yang dikeluarkan mengandung pengaruh watak dari luar. Oleh
47
sebab itu harus disadari, bahwa kebutuhan dasar masyarakat akan sangat
berbeda dengan pihak luar, sebab setiap komunitas memiliki kebutuhan
yang berbeda-beda. Setiap usaha penyeragaman, akan bermakna
pengingkaran atas pluralitas dan sekaligus pengabaian esensi dari
kebutuhan rakyat.
e. Menetapkan langkah-langkah secara rinci.
Penetapan langkah-langkah adalah proses menyusun apa saja yang
akan dilakukan. Sebetulnya proses ini merupakan proses membuat
rumusan yang lebih utuh, perencanaan dalam sebuah rencana tindak.
Umumnya suatu rencana tindakan akan memuat: (1) apa yang akan
dicapai, (2) kegiatan yang hendak dilakukan,(3) pembagian tugas atau
pembagian tanggungjawab (siapa bertanggungjawab atas apa), dan (4)
waktu (kapan dan berapa lama kegiatan akan dilakukan). Untuk menyusun
langkah yang lebih baik, maka diperlukan kejelasan rumusan dengan
menggunakan pernyataan tegas dan tidak menimbulkan penafsiran yang
berbeda-beda.
f. Merancang anggaran.
Perencanaan anggaran di sini bukan berarti menghitung uang,
melainkan suatu usaha untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber
daya yang tersedia. Penyusunan anggaran ini akan sangat menentukan
berhasil tidaknya sebuah perencanaan. Kekeliruan dalam menyusun
48
alokasi, akan membuat suatu rencana kandas di tengah jalan. Anggaran
juga bisa bermakna sebagai sarana kontrol.
PROSES RENCANA
sumber: Alexander Abe dalam (wibowo,2009:69)
Perencanaan sebagai suatu kebijakan merupakan proses kegiatan usaha
yang dilakukan secara terus menerus dan komprehensif serta memiliki tahapan
yang sistematis, sebagaimana dikemukakan oleh Tjokroamidjojo (1996, 57)
bahwa tahap-tahap dalam suatu proses perencanaan terdiri dari :
1. Penyusunan rencana yang meliputi tinjauan keadaan, baik sebelum
memulai suatu rencana (review before take off) maupun tinjauan terhadap
pelaksanaan rencana sebelumnya (review of performance), perkiraan
keadaan masa yang akan dilalui rencana (forecasting), penetapan tujuan
rencana (plan objectives) dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan
rencana, identifikasi kebijakan atau kegiatan usaha yang perlu dilakukan
dalam rencana serta pengambilan keputusan sebagai persetujuan atas suatu
rencana.
1.Penyelidikan masalah
2. Perumusan masalah
3. Identifikasi daya dukunng
4. Perumusan tujuan
5. Langkah – langkash rinci
6.Penyusunan rancangan anggaran
Diskusi intensif
yang
melibatkan
masyarakat
1.Situasi dan kondisi
kebutuhan
2.Perubahan yang
diinginkan
3.Peluang dan sumber daya
yang tersedia
4.Rincian rencana kerja
5.Anggaran
49
2. Penyusunan program rencana yang dilakukan melalui perumusan yang
lebih terperinci mengenai tujuan atau sasaran dalam jangka waktu tertentu,
suatu perincian jadwal kegiatan, jumlah dan jadwal pembiayaan serta
penentuan lembaga atau kerja sama antar lembaga mana yang akan
melakukan program-program pembangunan. Tahap ini seringkali perlu
dibantu dengan penyusunan suatu tahap flow-chart, operation-plan atau
network-plan.
3. Pelaksanaan rencana (implementasi) yang terdiri atas eksplorasi,
konstruksi dan operasi. Dalam tahap ini, kebijakan-kebijakan perlu diikuti
implikasi pelaksanaannya, bahkan secara terus-menerus memerlukan
penyesuaian-penyesuaian.
4. Tahap selanjutnya adalah pengawasan atas pelaksanaan rencana yang
bertujuan untuk mengusahakan supaya pelaksanaan rencana berjalan
sesuai dengan rencana, apabila terdapat penyimpangan maka perlu
diketahui seberapa jauh penyimpangan tersebut dan apa sebabnya serta
dilakukannya tindakan korektif terhadap adanya penyimpangan. Untuk
maksud tersebut, maka diperlukan suatu sistem monitoring dengan
mengusahakan pelaporan dan feedback yang baik daripada pelaksana
rencana.
5. Evaluasi untuk membantu kegiatan pengawasan, yang dilakukan melalui
suatu tinjauan yang berjalan secara terus-menerus (concurrent review).
Disamping itu, evaluasi juga dapat dilakukan sebagai pendukung tahap
penyusunan rencana yakni evaluasi sebelum rencana dimulai dan evaluasi
50
tentang pelaksanaan rencana sebelumnya. Dari hasil evaluasi ini dapat
dilakukan perbaikan terhadap perencanaan selanjutnya atau penyesuaian
yang diperlukan dalam (pelaksanaan) perencanaan itu sendiri.
Kemudian menurut Abe dalam (Wibowo,2009: 70) ada dua bentuk
perencanaan partisipatitf yaitu:
Pertama, perencanaan yang langsung disusun bersama rakyat,
perencanaan ini bisa merupakan (1) perencanaan lokasi – setempat, yakni
perencanaan yang menyangkut daerah dimana masyarakat berada; dan (2)
Perencanaan wilayah yang disusun melalui mekanisme perwakilan, sesuai
dengan instituís yang syah (legal formal), seperti parlemen.
Kedua, seyogyanya masyarakat masih terbuka dalam memberikan
masukan, kritik dan kontrol, sehingga apa yang dirumuskan dan
diaktualisasikan oleh parlemen benar-benar apa yang dikehendaki oleh
masyrakat.
2.1.13. Konsep Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Kata Musrenbang merupakan singkatan dari dua kata dalam bahasa
Indonesia. Ini menggabungkan musyawarah “diskusi komunitas” dengan
perencanaan pembangunan. Asal musyawarah adalah kata Arab menggambarkan
bagaimana tetangga datang bersama untuk menyelesaikan konflik secara damai
dan mendiskusikan isu – isu masyarakat.
Musrenbang adalah sebuah proses tahunan selama warga bertemu bersama
untuk membahas masalah yang dihadapi masyarakat dan memutuskan prioritas
51
untuk perbaikan jangka pendek. Setelah daftar prioritas dibuat, kemudian
disampaikan kepada Pemerintah Daerah, Bappeda, yang kemudian akan
menetapkan sumber daya untuk lingkungan masing – masing tergantung pada
dana yang tersedia dan sesuai dengan kebutuhan perencanaan.
Proses penganggaran partisipatif memungkinkan bagi warga untuk
mengartikulasi kebutuhan mereka kepada pemerintah daerah. Ada juga proses
Musrenbang adalah pendekatan bottom-up, yang berarti suara masyarakat dapat
mempengaruhi anggaran kota dan bagaimana investasi dilakukan dilingkungan.
Pada mulanya, proses Musrenbang diperkenalkan sebagai upaya untuk mengganti
sistem sentralistik dan top-down di indonesia. Masyarakat lokal dan pemerintah
kini mempunyai tanggung jawab besar untuk membentuk dan menentukan masa
depan wilyahnya.
Musyawarah adalah hasil assesment paling penting terhadap usulan
program yang prioritas dari masyarakat karena apa yang dihasilkan merupakan
kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Mengacu pada aturan yang berlaku,
dalam hal ini UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, maka partisipasi masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam
merencanakan pembangunan sebagai bentuk dari proses demokrasi. Musrenbang
yang kita ketahui adalah proses musyawarah masyarakat tentang pembangunan
daerah yang dilaksanakan guna untuk mendapatkan suatau kesepakatan di antara
masyarakat di setiap daerah. Musrenbang adalah forum dimana masyarakat dapat
menyampaikan aspirasi mereka, dalam proses pembangunan yang akan
52
dilaksanakan bagaimana yang seharusnya dilakukan pemerintah serta sebaliknya
yang harus dilakukan masyarakat dalam pembangunan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan
hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam sebuah
penelitian. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan
bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan
yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian
terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait Pelaksanaan Musrenbang sebagai
bahan pertimbangan dalam penelitian ini, maka akan dicantumkan beberapa hasil
penelitian terdahulu berupa skripsi dan jurnal yang pernah peneliti baca
diantaranya adalah:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Hj. Sitti Nurfatimah Rahman
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Hasanuddin yang dilakukan
pada tahun 2016 dengan judul penelitian “Perencanaan Partisipatif dalam Proses
Pembangunan di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa” Tujuan
Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perencanaan partisipatif dalam proses
pembangunan di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan
data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Dari
hasil analisa dapat disimpulkan bahawa perencanaan partisipatif dalam
pembangunan daerah di Kecamatan Tinggimoncong masih belum terlaksana
53
dengan baik sebagaimana perencanaan partisipatif yang sesungguhnya, dalam arti
masyarakat masih belum mendapat kepercayaan penuh dari pemerintah untuk
membangun wilayahnya, masih terdapat unsur politik dalam keputusan yang
diambil oleh pemerintah dalam menjalankan pembangunan sehingga masih
terdapat wilayah yang bisa dikategorikan kurang mendapatkan perhatian ataupun
wilayah yang mendapat perhatian tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh pelaksanaan proses perencanaan
pembangunan yang telah menunjukkan proses yang partisipatif akan tetapi dalam
perealisasian hasil perencanaan tersebut masih belum memihak secara penuh
kepada masyarakat.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Andi Sayumitra Program Studi
Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatra Utara yang dilakukan pada tahun
2009 dengan judul penelitian “Implementasi perencanaan Partisipatif dalam
mewujudkan pembangunan di Desa Lapang Kecamatan Johan Pahlawan
kabupaten Aceh Barat”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi
perencanaan partisipatif yang dilakukan di Desa Lapang Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu
wawancara, kuisioner dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukan
Implementasi perencanaan Partisipatif di Desa Lapang dapat dikategorikan tidak
baik. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya pedoman di daerah tersebut sebagai
acuan dalam pelaksanaan perencanaan partisipatif, Kurangnya pelibatan
masyarakat dalam proses pembangunan perencanaan partisipatif yang
54
dilaksanakan di Desa Lapang, serta tidak adanya kesesuaian rencana kerja
pembangunan desa dengan kebutuhan masyarakat setempat. Selain itu, tingkat
partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan rendah, hal ini
disebabkan oleh kondisi musrenbangdes yang sampai saat ini belum memberikan
hasil bagi masyarakat. Masyarakat telah pesimis dengan perencanaan partisipatif
dan menganggap bahwa perencanaan partisipatif tidak akan memberikan dampak
yang positif bagi pembangunan desa. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya
partisipasi masyarakat Desa Lapang dalam perencanaan pembangunan.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Dinul Rochmat
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
yang dilakukan pada tahun 2014 dengan judul penelitian “Efektivitas Pelaksanaan
Musyawarah perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) Tahun 2012 di
Kecamatan Cibeber”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar
Efektivitas pelaksanaan Musrenbang di Kecamatan Cibeber. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif. Hasil penelitian dapat
disimpulkan dari perumusan maslah yang telah ditentukan yakni seberapa besar
efektivitas pelaksanaan musrenbang di Kecamatan Cibeber ialah 60,72% dari
hasil hipotesis awal yaitu 65%, sehingga bisa dikatakan pelaksanaan Musrenbang
Tahun 2012 di Kecamatan Cibeber belum efektif, karena beberapa kendala atau
masalah yang terjadi dalam kegiatan Musrenbang di Kecamatan Cibeber.
55
2.3. Kerangka Berfikir
Suriasumantri dalam (Sugiyono,2009: 92) mengemukakan bahwa seorang
peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun kerangka
pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran merupakan
penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan. Sosialisai
oleh aparat pemerintah belum menyentuh masyarakat untuk berpartisipasi aktif
dalam perencanaan pembangunan.
Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian adalah Evaluasi
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan pembangunan (Musrenbang) di Kota
Cilegon.
Salah satu kebijakan yang peneliti analisis di sini adalah Evaluasi
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon, Sehingga
peneliti mencoba untuk mendeskripsikan Perencaaan Partisipatif dalam
Musrenbang tersebut dengan apa yang senyatanya terjadi di lapangan.
Adapun kriteria evaluasi kebijakan yang dikembangkan dari model teori
Badjuri dan Yuwono (dalam Nurcholis , 2007 :274) meliputi :
1. Input, yaitu masukan yang diperlukan untuk pelaksanaan kebijakan
2. Proses, yaitu bagaimana sebuah kebijakan diwujudkan dalam bentuk
pelayanan langsung kepada masyarakat
3. Outputs, yaitu hasil dari pelaksanaan kebijakan. Apakah suatu pelaksanaan
menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang ditetapkan
4. Outcomes,yaitu apakah suatu pelaksanaan kebijakan berdampak nyata
terhadap kelompok sasaran sesuai dengan tujuan kebijakan
Dengan mengacu kepada keempat skema umum penelitian tersebut,
peneliti diharapkan mampu melakukan analisis dilapangan secara lebih mendalam
dan mampu menemukan jawaban atas rumusan masalah dalam penelitian ini, hasil
evaluasi yang dilakukan diharapkan dapat memberika feedback untuk
rekomendasi dalam pelaksaan berikutnya.
56
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori ini karena ada kesesuaian
antara masalah yang terdapat pada identifikasi masalah dengan apa yang
dijabarkan dalam teori Nurcholis. Kesesuaian yang muncul antara lain dilihat dari
indikator yang terdapat dalam proses implementasi kebijakan publik khususnya
Evaluasi Pelaksanaan Musrenbang di Kota Cilegon. Karena pelaksanaan
Musrenbang tersebut dibutuhkan evaluasi lebih lanjut, sehingga kebijakan atas
program yang diselenggarakan oleh pemerintah dapat terealisasikan sesuai dengan
harapan Masyarakat.
57
Skema Kerangka Berfikir
Outputs :
Untuk mengetahui Evaluasi Pelaksanaan dan
Hambatan dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) di Kota Cilegon
Permasalahan :
1. Sosialisai oleh aparat pemerintah belum
menyentuh masyarakat untuk berpartisipasi
aktif dalam perencanaan pembangunan
2. Stakeholders tidak terwakili secara menyeluruh
dalam Musrenbang Kecamatan
3. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan rendah.
4. pendekatan partisipatif melalui musrenbang
hanya retortika saja.
Kriteria evaluasi kebijakan
Badjuri dan yuwono (dalam
Nurcholis, 2007 ; 274)
1. Input
2. Proses
3. Outputs
4. Outcames
58
2.4 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan kajian
pustaka dan kajian teori yang digunakan sebagai dasar argumen. Berdasarkan
pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas serta observasi awal yang
peneliti lakukan terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi bahwa
Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon
belum berjalan dengan baik atau dapat dikatakan masih kurang optimal, hal ini
dapat dilihat berdasarkan dari permasalahan-permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan Perencanaan Partisipatif dalam Musrenbang di Kota Cilegon.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini berupaya mendeskripsikan atau melukiskan secara terperinci
atau mendalam tentang Evaluasi Pelaksanaan Musrenbang di Kota Cilegon.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Menurut Denzim dan Lincoln dalam Moleong (2007:5) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada.
Kemudian, Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2007:4) menyatakan
bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk menguji
pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan kondisi yang sekarang. Metode
penelitian deskriptif juga menjelaskan keadaan suatu objek yang akan diteliti
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Penelitian kualitatif digunakan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata tulisan atau lisan dari orang-orang dan
60
perilaku yang dapat diamati dan kemudian dianalisa serta dikolaborasikan dengan
bersandar kepada indikator-indikator yang menjadi acuan penelitian.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang dibahas pada
penelitian ini, peneliti berfokus pada lingkup penelitian mengenai Evaluasi
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon. Karena
keterbatasan waktu, biaya dan tenaga penulis memberikan batasan lingkup
penelitian terhadap dinas yang akan diteliti pada penelitian ini hanya pada
beberapa dinas dan kelurahan yang berkaitan langsung dengan Evaluasi
Pelaksanaan Musrenbang di Kota Cilegon.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Cilegon. Kota Cilegon merupakan salah
satu kota yang berada di Provinsi Banten. Musrenbang sendiri dilaksanakan dan
diawasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Cilegon.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1. Definisi Konseptual
Definisi konseptual digunakan untuk menegaskan kosep – konsep
yang jelas, yang digunakan supaya tidak menjadi perbedaan penafsiran
antara penulis dan pembaca. Konsep – konsep yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1) Evaluasi Kebijakan
61
Evaluasi kebijakan merupakan sebuah analisis baik terhadap perumusan,
proses maupun hasil dari sebuah kebijakan yang bertujuan untuk melihat
sejauh mana keberhasilan kebijakan tersebut dalam memenuhi aspek.
2) Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Merupakan sebuah proses tahunan selama warga bertemu bersama
untuk membahas masalah yang dihadapi masyarakat dan memutuskan
prioritas untuk perbaikan jangka pendek. Setelah daftar prioritas dibuat,
kemudian disampaikan kepada Pemerintah Daerah, Bappeda, yang
kemudian akan menetapkan sumber daya untuk lingkungan masing –
masing tergantung pada dana yang tersedia dan sesuai dengan kebutuhan
perencanaan.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah evaluasi
pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon.
Karena penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, maka
dalam penjelasan definisi operasional ini akan dikemukakan fenomena –
fenomena penelitian yang dikaitkan dengan konsep yang digunakan yaitu
kriteria evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Badjuri dan Yowono
(dalam Nurcholis, 2007: 274) yaitu:
1. Input, yakni mengamati sumber daya pendukung, dasar yang
diperlukan untuk melaksanakan Musrenbang, dan infrastruktur
62
pendukung yang diperlukan serta sosialisasi Musrenbang
tersebut.
2. Proses, yaitu melihat pada proses Musrenbang dari mulai
kelurahan, kecamatan dan kota. Termasuk didalamnya tentang
hambatan dan permasalahan dalam Pelaksanaan Musrenbang.
3. Output, yaitu melihat pada ketepatan dan sasaran pembangunan
di Kota Cilegon.
4. Outcome, yaitu melihat pada dampak yang diterima oleh
masyarakat Kota Cilegon dengan adanya Musrenbang di Kota
Cilegon baik dampak positif maupun negatif.
3.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ini, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri (human instrument) karena peneliti adalah manusia dan
hanya manusia yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya,
serta mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Oleh karena itu,
peneliti juga berperan serta dalam pengamatan atau participant observation
(Moleong, 2007:9). Jadi, peneliti mempunyai peran yang sangat penting dalam
penentuan sukses atau tidaknya suatu penelitian dengan kesiapan peneliti dalam
terjun langsung ke lapangan.
Dalam penelitian ini data yang diteliti adalah data lisan dan tulisan, oleh
sebab itu untuk mendapatkan data dibutuhkan alat bantu berupa daftar pertanyaan
untuk mewawancarai informan dan handphone. Handphone digunakan untuk
63
merekam wawancara dengan informan. Hasil rekaman kemudian ditranskripsikan
melalui peralatan sehingga memudahkan untuk mengelompokan data.
Dalam mencari sumber data, peneliti menggunakan teknik wawancara
mendalam terhadap narasumber (informan) yang bersangkutan dengan fokus
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Wawancara mendalam (indepth interview)
adalah data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang
pengalaman, pendapat perasaan dan pengetahuan informan penelitian. Informan
penelitian adalah orang yang memberikan informasi yang diperlukan selama
proses penelitian. Selain wawancara mendalam, sumber data dalam penelitian ini
juga didapat dari hasil observasi, dimana sumber data dari hasil wawancara dan
observasi merupakan sumber data primer. Selain itu, sumber data yang lainnya
juga didapat dari hasil dokumentasi dan studi literatur/pustaka sebagai sumber
data sekunder.
3.5 Informan Penelitian
Menurut Moleong (2007:132) menyatakan bahwa Informan adalah orang
yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian. Informan penelitian merupakan orang yang benar-benar mengetahui
permasalahan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teknik purposive, yaitu orang-orang yang menurut peneliti memiliki informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian. Walaupun demikian dalam pelaksanaan
penelitian di lapangan nanti, tidak menutup kemungkinan peneliti nanti juga
menggunakan teknik snowball, yaitu jumlah informan akan bertambah sesuai
64
dengan kebutuhan dalam penelitian. Penggunaan teknik tersebut disesuaikan
dengan kondisi atau situasi yang ada di lapangan.
Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi dua yaitu key informan dan
secondary informan. Key informan yaitu sebagai informan utama yang lebih
mengetahui situasi fokus penelitian. sedangkan secondary informan sebagai
informan pendukung dalam menambah informasi dalam fokus penelitian. Berikut
merupakan tabel informan yang peneliti gunakan:
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No Kategori Informan Ket
1
Kepala Sub Bagian Program di Bappeda
Kota Cilegon
Key Informan
2 Kepala Subbidang kewilayahan dan
Konektivitas
Key Informan
3 Kepala Sub Bidang Perencanaan dan
Analisis Pendanaan
Key Informan
4 Kepala Kelurahan Kedaleman Key Informan
5 Kepala Kelurahan Karangasem Key Informan
6 Kepala Kelurahan Ciwaduk Key Informan
65
(Sumber : Peneliti,2017)
7 Kepala Kelurahan Bendungan Key Informan
8 Kepala Kelurahan Citangkil Key Informan
9 Kepala Kelurahan Samangraya Key Informan
10 Kepala Kelurahan Kepuh Key Informan
11 Kepala Kelurahan Tegal Ratu Key Informan
12 Kepala Kelurahan Rawa Arum Key Informan
13 Kepala Kelurahan Grogol Key Informan
14 Kepala Kelurahan Sukma Jaya Key Informan
15 Kepala Kelurahan Jombang Wetan Key Informan
16 Kepala Kelurahan Lebak Gede Key Informan
17 Kepala Kelurahan Mekarsari Key Informan
18 Kepala Kelurahan Kotabumi Key Informan
19 Kepala Kelurahan Kebondalem Key Informan
20 Karangtaruna Bendungan secondary Informan
21 Muhayanah Secondary Informan
22 Ahmad Secondary Informan
66
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data dan hasil
penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data.
Maka teknik pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian, tanpa menggunakan teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan. Adapun
teknik pemgumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Observasi
Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah
observasi atau dengan melakukan pengamatan, yang dapat diklasifikasikan
atas pengamatan melalui cara berperan serta dan yang tidak berperan serta.
Pada pengamatan tanpa peran serta peneliti hanya melakukan satu fungsi,
yaitu mengadakan pengamatan. Sedangkan pengamat berperan serta
melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai pengamat sekaligus menjadi
anggota resmi dari kelompok yang diamatinya (Moleong, 2007:176). Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan observasi tak berperan serta, karena
dalam penelitian ini peneliti tidak terlibat dalam Evaluasi Pelaksanaan
Musrenbang di Kota Cilegon.
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan
informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau
67
tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena
ingin mengeksplorasi informasi secara holistik dan jelas dari informan (Satori,
dan Komariah, 2010: 130). Kemudian, Berg (dalam Satori, dan Komariah,
2010: 130) menyebutkan ada tiga jenis wawancara, yaitu:
1) Wawancara terstandar
2) Wawancara semi standar
3) Wawancara tidak standar
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara tidak terstandar
(unstandardized interview) yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Satori dan
Komariah, 2010: 136).
Wawancara tidak terstandar dalam istilah Esterberg disebut dengan
wawancara tidak terstruktur. Tujuan wawancara tak berstruktur adalah
memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan
orang lain. (Satori dan Komariah, 2010: 137).
Adapun pedoman wawancara yang telah peneliti buat adalah sebagai
berikut:
68
Tabel 3.2
Kisi-kisi Pedoman Wawancara Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon
No Kategori Pertanyaan
1. Input
Penggunaan sumber daya dalam suatu
proses, semakin sesuai penggunaan
sumber daya seperti yang ditetapkan oleh
pemerintah
Tingkat keterwakilan dalam musrenbang
2. Proses
Proses pelaksanaan Musrenbang dengan
mengetahui, menggali da mengumpulkan
persoalan bersifat lokal yang berkembang
dengan melibatkan masyarakat
Proses merancang anggaran dengan
menyusun alokasi anggaran atau
sumberdaya yang tersedia
3. Outputs
Mengacu pada efektif atau tidaknya
tingkat partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan Musrenbang bukan hanya dari
69
kalangan pemerintah saja
Apakah hasil/tujuan yang diinginkan
benar-benar berguna atau bernilai
Data - data yang dihimpun sudah
berdasarkan pemilihan prioritas antara
suatu kebutuhan dan keinginan
Outcames
Program yang di hasilkan melalui
Musrenbang dapat dilaksanakan
Dampak yang diterima oleh masyarakat
luas, ada tidaknya dampak negatif maupun
positif.
(Sumber: Peneliti,2017)
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan
(life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain.
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa
gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
70
pengamatan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif
(Sugiyono, 2009:240). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan, foto-foto kegiatan dengan
menggunakan kamera, dan catatan rekaman data dengan menggunakan tape
recorder.
3.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap
data-data non angka. Seperti wawancara atau catatan laporan, buku-buku, artikel,
juga termasuk non tulisan seperti foto, gambar atau film (Irawan,2005: 19). Proses
analisis data dilakukan secara terus-menerus sejak data awal dikumpulkan sampai
dengan penelitian berakhir. Untuk memberikan makna terhadap data yang telah
dikumpulkan, dianalisis dan diinterpretasi. Mengingat penelitian ini dilaksanakan
melalui pendekatan kualitatif, maka analisis dilakukan sejak data pertama sampai
penelitian terakhir. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif mengikuti konsep yang
diberikan oleh Prasetya Irawan yakni sebagai berikut.
71
Proses Analisis Data
(Sumber: Irawan, 2005)
1. Pengumpukan data mentah
Tahap pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah mengumpulkan data
mentah. Hal ini diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi ke
lapangan, studi dokumentasi.
2. Transkip Data
Pada tahap ini peneliti mulai merubah data yang diperoleh (baik dari hasil
rekaman saat wawancara, hasil observasi maupun catatan lapangan yang
sebelumnya belum tersusun rapi) kedalam bentuk tertulis.
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi.
3. Pembuatan koding
Pada tahap ketiga, peneliti membaca secara teliti transkip data yang telah
dibuat sebelumnya, kemudai memahami secara seksama sehingga
menemukan kata kunci yang akan diberi kode. Hal ini dilakukan peneliti
untuk mempermudah peneliti pada saat mengkategorisasikan data.
72
4. Kategorisasi data
Pada tahap keempat peneliti mulai menyederhanakan data dengan
membuat kategori-kategori tertentu.
5. Kesimpulan sementara
Pada tahap ini peneliti mengambil kesimpulan sementara data yang telah
dikategorikan sebelumnya.
6. Triangulasi
Triangulasi adala proses check dan re-check antar satu sumber data dengan
sumber data lainya.
7. Kesimpulan akhir
Pada tahap terakhir, peneliti melakukan penyampain akhir atas hasil
penelitian. Dimana pada tahap ini peneliti dapat mengembangkan teori
baru, maupun mengembangkan teori yang sudah ada.
3.8 Uji Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau yang biasa disebut uji keabsahan dan reabilitas
data memiliki keterkaitan antara deskripsi dan ekplanasi. Uji kredibilitas data
memiliki dua fungsi, yaitu melaksanakan pemeriksaan sedemikian rupa sehingga
tingkat kepercayaan penemuan kita dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat
kepercayaan hasil-hasil penemuan kita dengan jalan pembuktian terhadap
kenyataan ganda yang sedang diteliti (Prastowo, 2011:266). Untuk menguji
kredibilitas data, dapat dilakukan dengan tujuh teknik, yaitu dengan cara
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi,
diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, member check dan
73
menggunakan bahan referensi (Prastowo, 2011:265). Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan uji kredibilitas dengan teknik Triangulasi dan Member Check.
a. Triangulasi
Dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan
demikian, triangulasi terdiri dari atas triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber dilakukan
dengan cara memeriksa data yang diperoleh melalui beberapa sumber data
yang diperoleh dari beberapa sumber tersebut dideskripsikan,
dikategorikan, dan akhirnya diminta kesepakatan (member check) untuk
mendapatkan kesimpulan. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara
memeriksa data pada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Triangulasi waktu berkaitan dengan keefektifan waktu. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber
masih segar dan belum banyak masalah akan memberikan data yang valid
sehingga lebih kredibel.
b. Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang berasal dari
pemberi data yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila
data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data, berarti data tersebut
valid sehingga semakin kredibel. Namun, jika data yang diperoleh peneliti
tidak disepakati oleh pemberi data, peneliti perlu melakukan diskusi
74
dengan pemberi data dan apabila terdapat perbedaan tajam setelah
dilakukan diskusi, peneliti harus mengubah temuannya dan
menyesuaikannya dengan data yang diberikan oleh peneliti. Pelaksanaan
member check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data
selesai atau setelah mendapat suatu temuan atau kesimpulan.
75
3.9 Jadwal Penelitian
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No . Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
2016 2017 2018
9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
1 Pengajuan/
Acc Judul
2
Pengumpulan
data/
observasi
Awal
3 Bimbingan bab
1 s/d 3
4 Seminar
proposal
5 Bimbingan dan
Perbaikan
proposal
6 Proses
Pencarian data
di lapangan
7 Pengolahan
data
8 Penyusunan
hasil penelitian
9 Bimbingan bab
4 dan 5
10 Sidang Skripsi
11 Revisi Skripsi
76
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum
Kota Cilegon , gambaran umum BAPPEDA Kota Cilegon. Hal tersebut akan
dijelaskan di bawah ini:
4.1.1 Gambaran Umum Keadaan Wilayah Kota Cilegon
Kota Cilegon merupakan kota otonomi yang secara yuridis dibentuk
berdasarkan UU No. 15/1999. Sebagai kota yang berada di ujung barat Pulau
Jawa. Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau
Jawa dengan Sumatera.
Gambar 4.1
Peta Wilayah Kota Cilegon
77
Secara geografis, kota ini berada pada koordinat 5o 52’ 24” – 6 o 04’ 07”
Lintang Selatan dan 105 o 54’ 05” – 106 o 05’11” Bujur Timur yang dibatasi oleh
: Sebelah Barat di batasi oleh Selat Sunda dan Sebelah Utara, Timur dan Selatan
yang berbatasan dengan Kabupaten Serang. Dengan luas 175,5 Km2, yang berarti
1,82 persen dari daratan Provinsi Banten yang luasnya 9.662,92 Km2. Kota
Cilegon dibagi kedalam 8 (delapan) kecamatan dan 43 Kelurahan. Kota Cilegon
memiliki iklim tropis dengan temperatur berkisar antar 21,9 o C – 33,5o C dan
curah hujan rata-rata 100 mm per bulan.
Cilegon merupakan wilayah bekas kewedanan (wilayah kerja pembantu
Bupati KDH Serang Wilayah Cilegon), yang meliputi 3 (tiga) Kecamatan yaitu
Cilegon, Bojonegara dan Pulomerak.
Berdasarkan Pasal 27 Ayat (4) UU No 5 tahun 1974 tentang Pokok Pokok
Pemerintahan di Daerah Cilegon kiranya sudah memenuhi persyaratan untuk
dibentuk menjadi Kota Administratif. Melalui surat Bupati KDH Serang No.
86/Sek/Bapp/VII/84 tentang usulan pembentukan administratif Cilegon dan atas
pertimbangan yang obyektif maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 40 tahun
1986, tentang pembentukan Kota Administratif Cilegon dengan luas wilayah
17.550 Ha yang meliputi 3 (tiga) wilayah Kecamatan meliputi Pulomerak,
Ciwandan, Cilegon dan 1 Perwakilan kecamatan Cilegon di Cibeber, sedangkan
kecamatan Bojonegara masuk Wilayah kerja pembantu Bupati KDH Serang
Wilayah Kramatwatu.
78
Berdasarkan PP No. 3 Tahun 1992 tertanggal 7 Februari 1992 tentang
Penetapan Perwakilan Kecamatan Cibeber, Kota Administratif Cilegon bertambah
menjadi 4 (empat) Kecamatan yaitu Pulomerak, Ciwandan, Cilegon, dan Cibeber.
Berdasarkan Undang-undang No. 32 tentang pemerintahan daerah,
Pemerintah Kota Cilegon telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2007
tentang pembentukan kelurahan di Kota Cilegon yang menyatakan bahwa daerah
Kota Cilegon memiliki 43 Kelurahan dan 8 Kecamatan. Berikut luas masing-
masing kecamatan di Kota Cilegon :
Tabel 4.1
Luas Wilayah Kota CilegonBerdasarkan Kecamatan
Sumber : Cilegon Dalam Angka, BPS 2016
Kota Cilegon mempunyai 43 kelurahan yang memiliki masalah yang
berbeda – beda dalam setiap lingkungannya. Peneliti mengambil 16 kelurahan
dalam penelitian ini:
No Kecamatan Jumlah
Kelurahan
Luas
(km2) %
1 Ciwandan 6 51,81 29,52
2 Citangkil 7 22,98 13,09
3 Pulomerak 4 19,86 11,32
4 Purwakarta 6 15,29 8,71
5 Grogol 4 23,38 13,32
6 Cilegon 5 9,15 5,21
7 Jombang 5 11,55 6,58
8 Cibeber 6 21,49 12,24
Jumlah 43 175,51 100,00
79
Tabel 4.2
Daftar Nama Kelurahan dalam Penelitian Musrenbang
Dari 16 kelurahan yang diteliti memiliki kesamaan dalam permasalahan
pembangunan di lingkungan masing – masing wilayah tersebut mempunyai
masalah pembangunan yang sama seperti permasalahan penurunan kualitas
lingkungan, selain itu peran serta masyarakat juga ikut andil dalam penurunan
kualitas lingkungan tersebut. Penurunan kualitas lingkungan di kelurahan Kota
No Kelurahan Kecamatan
1 Kepuh Ciwandan
2 Tegalratu Ciwandan
3 Samangraya Citangkil
4 Citangkil Citangkil
5 Bendungan Cilegon
6 Ciwaduk Cilegon
7 Kedaleman Cibeber
8 Karangasem Cibeber
9 Jombang wetan Jombang
10 Sukma jaya Jombang
11 Kebondalem Purwakarta
12 Kotabumi Purwakarta
13 Rawa arum Grogol
14 Grogol Grogol
15 Lebak gede Pulomerak
16 Mekarsari Pulomerak
Jumlah 16
80
Cilegon berpengaruh terhadap pembangunan di Kota Cilegon ditandai dengan
adanya permasalahan lingkungan berupa banjir di beberapa titik di keluraham,
sampah yang menumpuk membuat kawasan menjadi kumuh dan tidak sehat,
sistem sanitasi yang buruk dan tidak adanya sarana prasarana lingkungan yang
memadai.
Permasalahan banjir di Kelurahan Kota Cilegon berupa genangan air yang
diakibatkan oleh kondisi drainase yang sempit dan terdapat beberapa bagian yang
kontruksinya sudah rusak. Selain itu persoalan sistem drainase yang tidak terpadu
di jalan utama dengan jalan-jalan lingkungan yang mengakibatkan beban fungsi
drainase jalan lingkungan bertambah. Sehingga air meluap sampai kepada
permukiman warga. Drainase jalan utama hanya berfungsi menyalurkan air yang
jatuh ke daerah manfaat jalan (DAMAJA), sedangkan di jalan-jalan lingkungan
drainase berfungsi untuk menyalurkan debit air hujan yang jatuh di seluruh
permukiman maupun di DAMAJA. Sementara kondisi drainase yang sempit akan
berakibat fatal apabila turun hujan dengan intensitas tinggi. Air akan mencari
jalan ke permukiman warga dan mengakibatkan tergenangnya air di permukiman
warga. Walaupun tidak separah seperti kota besar lainnya yang mencapai
ketinggian lutut orang dewasa, namun banjir tersebut mengganggu aktifitas
masyarakat setempat. Kondisi drainase di kelurahan Kota Cilegon di tunjukan
dalam gambar 4.2 berikut.
81
Gambar 4.2
Kondisi drainase di kelurahan Kepuh tahun 2017
Gambar 4.3
Kondisi drainase di kelurahan Grogol tahun 2017
Selain kondisi drainase yang buruk, terdapat penumpukan sampah di
jaringan drainase di Kelurahan Kota Cilegon. Dalam pasal 29 UU Nomor 18
tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan :
“Bahwa setiap orang dilarang membuang sampah tidak pada tempat yang
telah ditentukan dan disediakan”.
Namun pada kenyataannya masih ada masyarakat yang membuang sampah
di jaringan drainase tersebut. Kesadaran dan pengetahuan yang masih minim di
masyarakat disamping ketersediaan sarana prasarana penunjang yang belum
memenuhi kebutuhan, membuat permasalahan sampah masih menjadi
82
permasalahan di kelurahan Kota Cilegon. Selain membuang sampah tidak pada
tempatnya, masih adanya pembakaran sampah yang dilakukan oleh masyarakat.
Hal tersebut tidak sejalan dengan amanat UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah dimana :
“Setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan
prosedur teknis pengelolaan sampah”
Teknis pengelolaan sampah yang dimaksud adalah pemisahan antara
sampah organik yang nantinya bisa dikubur dengan sampah anorganik yang
sifatnya tidak bisa terurai sehingga bisa di daur ulang. Namun disamping
pengelolaan sampah dengan teknis di atas, sampah dapat mempunyai nilai
ekonomis apabila dalam pengolahannya memanfaatkan sampah yang ada, baik
organik maupun anorganik menggunakan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Maka sebelumnya perlu dilakukan pemilahan antara sampah organik dan
anorganik. Pemilahan tersebut dilakukan oleh masyarakat dengan menyediakan
tempat untuk kegiatan tersebut. Namun pengolahan belum dilakukan secara
optimal dikarenakan kemauan masyarakat dan pengetahuan masyarakat yang
masih minim terkait hal tersebut. Padahal apabila sampah tersebut dikelola secara
baik akan menjadi potensi ekonomi masyarakat di Kota Cilegon. Sampah organik
dapat diolah menjadi kompos dan granul, sedangkan sampah anorganik dapat
dibuat biji plastik dan kerajinan daur ulang. Pengolahan sampah dilakukan agar
seminimal mungkin sampah dibuang pada tempat pembuangan akhir. Maka perlu
adanya pengolahan sampah yang efektif di kelurahan Kota Cilegon dan adanya
dorongan untuk meningkatkan kemauan masyarakat dalam pengentasan masalah
sampah, disamping ketersediaan sarana prasarana penunjang.
83
Selain drainase, jalan merupakan sarana lingkungan yang penting di
kelurahan di Kota Cilegon. Kondisi yang ada, terdapat jalan lingkungan dengan
lebar hanya 1 meter , sedangkan minimal lebar jalan lingkungan 3,5 meter
menurut PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Kondisi ideal jalan lokal dengan
lebar perkerasan 6-7 meter mempunyai bahu jalan selebar 1,5 – 2 meter, trotoar
lebar 1,5 meter dan drainase lebar 0,5 meter. Sedangkan jalan lingkungan dengan
lebar perkerasan 1,2 – 2 meter mempunyai bahu jalan dan drainase yang masing-
masing lebarnya adalah 0,5 meter. Kondisi yang ada, selain ada jalan yang hanya
mempunyai lebar 1 meter, ada pula jalan yang tidak dilengkapi jaringan drainase.
Gambar 4.4
Kondisi jalan di lingkungan cibeber tahun 2017
Sumber : peneliti 2017
Selain itu, Dalam konteks demografi, menurut data dari Badan Pusat
Statistik 2016 Kota Cilegon memiliki jumlah penduduk sebanyak 412.106 Jiwa.
Dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 210.505 Jiwa dan jumlah penduduk
perempuan 201.601 Jiwa. Kepadatan penduduk di Kota Cilegon terbilang cukup
tinggi yaitu 2.348 jiwa per km2 pada tahun 2015.
84
Bila dilihat dari struktur usianya, penduduk Kota Cilegon didominasi oleh
usia produktif yaitu usia 15-64 tahun sebanyak 284.706 Jiwa atau sekitar 69,09 %.
Dengan rincian usia non-produktif 0-14 tahun sebanyak 116.566 atau sekitar
28,29% usia diatas 65 tahun sebanyak 10.834 atau sekitar 2,62%. Gambaran
tentang hal ini dapat dilihat dari table komposisi jumlah penduduk berdasarkan
kelompok umur sepanjang tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2015
No Kelompok
Umur
Jumlah
1 0-4 42 867
2 5-9 38 332
3 10-14 35 367
4 15-19 36 146
5 20-24 37 480
6 25-29 37 401
7 30-34 37 073
8 35-39 35 169
9 40-44 32 259
10 45-49 26 540
11 50-54 19 987
12 55-59 14 178
13 60-64 8 473
14 65+ 10 834
Jumlah 412 106
Sumber : Cilegon dalam Angka, BPS 2016
85
Berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk Kota Cilegon sebagian
besar tamat sekolah, tamat sekolah dasar (34,80%), diikuti penduduk yang
belum/tidak bersekolah sebanyak 22,57%, serta penduduk berpendidikan
SMA/sederajat sebanyak 21,81%, dan berpendidikan SMP/sederajat sebanyak
14,38%. Gambaran tentang komposisi penduduk berdasarkan tingkat
pendidikannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.4
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Tahun 2015
No Pendidikan %
1 Tdk/Blm Sekolah 19,31
2 Blm Tamat SD 3,26
3 Tamat SD 34,80
4 SLTP 14,38
5 SLTA 21,81
6 D-I/II 0,58
7 DIII 1,35
8 DIV/S1 4,12
9 S2 0,35
10 S3 0,02
Total 100,00
Sumber: Cilegon Dalam Angka, BPS 2016
Berdasarkan kepercayaan atau agama , penduduk di Kota Cilegon
sebagian besar adalah muslim, dimana 89,63% penduduk beragama islam. Agama
lainnya yang dianut penduduk yaitu Kristen Katolik sebesar 0,13%, Protestan
1,24%, Hindu 0,38% dan Budha 0,1%. Bila dilihat dari keragaman agama yang
86
dianut penduduknya, Kota Cilegon telah mencerminkan sebagai kota yang
tumbuh sebagai kota yang heterogen. Hal ini tampak dari komposisi penduduk
menurut agama dan kepercayaan sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 4.5
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah %
1 Islam 369.410 89,63
2 Kristen Protestan 5.099 1,24
3 Kristen Katholik 553 0,13
4 Hindu 1.581 0,38
5 Budha 416 0,1
6 Kepercayaan 1371 0,33
Sumber: Cilegon dalam Angka, BPS 2016
Penurunan kualitas permukiman, bukan hanya dilihat dari sektor lingkungan
dimana sektor sosial dan ekonomi turut andil didalamnya. Masyarakat yang
mandiri secara finansial maka akan lebih bisa berkontribusi dengan maksimal
dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik
maupun non-fisik. Di Kota Cilegon perekonomian masyarakat berkembang pada
perdagangan dan jasa. Baik industri kecil seperti industri rumahan, rumah
kontrakan, warung-warung yang berderet di sepanjang jalan. Selain perdagangan
dan jasa perekonomian Kota Cilegon diikuti oleh industri pabrik – pabrik di Kota
Cilegon. Pembangunan infrastruktur sudah mulai terlihat di tahun 2017,
pemerintah mulai membangun taman – taman dan alun – alun Kota Cilegon
namun pemerintah hanya memfokuskan pembangunan hanya pusat saja masih
87
belum banyak RTH di setiap kecamatan. Dalam pembangunan di kelurahan
kepala kelurahan dibantu dengan organisasi – organisasi yang berperan
didalamnya. Selain kelurahan, kecamatan sebagai lembaga formal pemerintahan
terdapat pula Bappeda yang merupakan lembaga teknis dalam bidang perencanaan
pembangunan daerah, karena lembaga inilah yang bertanggungjawab dalam hal
pelaksanaan pembangunan daerah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.
Bappeda adalah badan langsung yang berada dibawah dan bertanggungjawab
kepada daerah.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Cilegon
merupakan lembaga teknis daerah dibidang penelitian dan perencanaan
pembangunan daerah yang dipimpin oleh seorang kepala badan yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Badan ini mempunyai tugas pokok membantu Walikota dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dibidang penelitian dan perencanaan pembangunan daerah.
Visi BAPPEDA Kota Cilegon
“Mewujudkan Perencanaan Pembangunan Daerah Yang Partisipatif,
Inovatif, Dan Akuntabel Menuju Kota Cilegon Yang Unggul Dan
Sejahtera”
Sedangkan Misi BAPPEDA Kota Cilegon adalah:
1. Menyusun Rencana Pembangunan Daerah Yang Berkualitas dan
Berkelanjutan;
2. Melakukan Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah, Kajian dan Evaluasi Kebijakan Yang Berkualitas
Terhadap Permasalahan Pembangunan;
3. Melakukan koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan tugas-tugas
Bappeda Kota Cilegon;
4. Meningkatkan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sebagai Kebijakan
Strategis Pembangunan Daerah
88
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Cilegon tugas
membantu Walikota dalam melaksanakan urusan Penunjang Pemerintahan Daerah
di bidang perencanaan pembangunan yang menjadi kewenangan daerah, dan tugas
pembantuan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah sesuai Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, serta perangkat peraturan perundangan penjabarannya.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan pola dasar pembangunan daerah yang
meliputi pola umum pembangunan daerah jangka panjang dan program
pembangunan daerah;
b. Pelaksanaan penyusunan Repelita Daerah;
c. Penyelenggaraan penyususnan program – program tahunan sebagai
realisasi pelaksannan perencanaan tersebut pada huruf a dan b di atas,
yang dibiayai oleh Daerah atau yang diusulkan kepada pemerintah
provinsi menjadi program daerah dan atau yang diusulakn kepada
pemerintah pusat menjadi program tahunan nasional;
d. Pelaksanaan koordinasi perencanaan Dinas, Lembaga atau Organisasi
di lingkungan Pemerintah Daerah, Instansi Vertikal, Kecamatan dan
Badan lain yang berada di wilayah Daerah Kota;
89
e. Pelaksanaan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
daerah bersama unit kerja terkait dan koordinasi dengan Sekretariat
Daerah Kota;
f. Pelaksanaan koordinasi penelitian untuk kepentingan perencanaan
pembangunan di Daerah;
g. Penyelenggaraan persiapan dan pengembangan pelaksaan rencana
pembangunan di Daerah untuk perencanaan lebih lanjut;
h. Pemantauan pelaksanaan dan perkembangan pembangunan di daerah;
i. Penyelenggaraan penyusunan dan pengendalian tata ruang daerah
berdasrkan kebijakan pemanfaatan tata ruang wilayah provinsi;
j. Pelaksanaan pelayanan teknis administrasi ketatausahaan;
90
Struktur Organisasi
Struktur organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
terdiri atas :
a. Kepala
b. Sekretariat, membawahkan;
1. Kasubag Program dan Evaluasi;
KEPALA
Dra. HJ. RATU ATI MARLIATI, MM
NIP. 19680410 199512 2 003
KABID. PEREKONOMIAN, SDA INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
SABRI MAHYUDIN, ST. MM
NIP. 19690423 199803 1 003
KASUBBID DAYA SAING EKONOMI DAERAH
H. TB. NANANG HUDHORI, S.Psi. MM
NIP. 19730803 200112 1 005
KASUBBID INFRASTRUKTUR
TOPHAN DWI RANGGA YUDHA, ST.MT
NIP. 19780726 200501 1 009
KASUBBID LH, SDA DAN KEBENCANAAN
FERANITA TRIWULANSARI, ST. MT
NIP. 19750215 200801 2 008
KABID. SOSIAL BUDAYA DAN PEMERINTAHAN
ARIEFYANDHI NS, SE. MM
NIP. 19740120 200212 1 003
KASUBBID PEMBANGUNAN MANUSIA
GRACE MAULANA, S.IP. MM
NIP. 19750804 200604 1 006
KASUBBID SOSIAL
UI LUTFI, SE. MM
NIP. 19770918 200212 1 009
KASUBBID PEMERINTAHAN
SUPRIATNA, S.Kom. MM
NIP. 19751109 200501 1 006
KABID. PERENCANAAN PEMBANGUNA, PENGENDALIAN DAN EVALUASI
DEWI PERMANASARI, S.Si. MT
NIP. 19750606 199902 2 001
KASUBBID PERENCANAAN DAN ANALISIS PENDANAAN
ARIEF HERMANA, SE. M.Sc
NIP. 19820415 200902 1 002
KASUBBID PENGENDALIAN DAN EVALUASI PEMBANGUNAN
DENNY HERMANSYAH, S.Si. MT
NIP. 19860724 201001 1 005
KASUBBID KEWILAYAHAN DAN KONEKTIVITAS
HENDRA CIPTA, S.Kom. MM
NIP. 19770616 200212 1 006
KABID PENELITIAN & PENGEMBANGAN
SULASTINI, S.Sos. MM
NIP. 19710930 199303 3 005
KASUBBID PENGKAJIAN KEBIJAKAN UMUM PEMBANGUNAN
AULIA YUSRAN, ST. MT
NIP. 19730207 700212 1 003
KASUBBID LITBANG PERKEONOMIA, SDA, INFRASTRUKTUR & KEWILAYAHAN
ANDRI PRATAMA PUTRA, SH
NIP. 1974002 199607 1 002
KASUBBID LITBANG SOSBIUD DAN PEMERITAHAN
SANDRA PUSPARINI, S.Stp. M.Si
NIP. 19850528 20013 2 001
SEKRETARIS
ACHMAD JUBAEDI, M.Si
NIP. 19710322 199009 1 001
KASUBAG PROGRAM & EVALUASI
H, ALWIN SETIAWAN, SE. MM
NIP. 19840218 201001 2 006
KASUBAG UMUM & KEPEGAWAIAN
YULIA RAHMA L, S.Sos. M.Si
NIP. 19800721 200312 2 006
KASUBAG KEUANGAN
SULASTINI, S.Sos. MM
NIP. 19710930 199303 2 005
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
91
2. Kasubag Umum dan kepegawaian;
3. Kasubag Keuangan.
c. Bidang Perekonomian, SDA Infrastruktur dan Kewilayahan
membawahkan;
1. Sub Bidang Daya Saing Ekonomi Daerah;
2. Sub Bidang Infrastruktur dan Bangwil;
3. Sub Bidang LH, SDA dan Kebencanaan.
d. Bidang Perencanaan Pembangunan, Pengendalian dan Evaluasi:
1. Sub Bidang Perencanaan dan Analisis Pendalaman;
2. Sub Bidang Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan;
3. Sub Bidang Kewilayahan dan Konektivitas.
e. Bidang Sosial Budaya dan Pemerintahan, membawahkan:
1. Sub Bidang Pembangunan Manusia;
2. Sub Bidang Sosial;
3. Sub Bidang Pemerintahan;
4. Sub Bidang Kependudukan.
f. Bidang Penelitian dan Pengembangan, membawahkan:
1. Sub Bidang Pengkajian Kebijakan Umum Pembangunan;
2. Sub Bidang Litbang Perekonomian, SDA, Infrastruktur dan
Kewilayahan;
3. Sub Bidang Litbang Sosbud dan Pemerintahan.
g. Kelompok jabatan fungsional
92
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan selama proses penelitian di lapangan. Dalam penelitian ini mengenai
Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon
menggunakan jenis dan analisis data menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam
pendekatan kualitatif maka data yang diperoleh berbentuk kata dan kalimat
berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian, observasi lapangan
serta studi dokumentasi yang relavan dengan fokus penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan
sejumlah informan penelitian yang memiliki informasi terkait permasalahan yang
sedang diteliti. Selain wawancara pengumpulan data juga dilakukan melalui
observasi langsung ke lokasi penelitian serta dokumentasi. Data tersebut
merupakan data – data yang berkaitan dengan Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon. Hasil pengumpulan data – data
tersebut kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif sehingga
data – data tersebut dapat menghasilkan suatu pemahaman baru.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui wawancara,
observasi dan dokumentasi dilakukan pengkodingan data untuk mendapatkan
tema dan pola serta diberi kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-
jawaban yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian
serta dilakukan kategorisasi. Dalam menyusun jawaban penelitian, untuk
93
mempermudah peneliti dalam melakukan pengkodingan, peneliti memberikan
kode pada aspek tertentu, yaitu:
a. Kode Q menunjukkan daftar pertanyaan.
b. Kode , , , , dan seterusnya menunjukkan daftar urutan pertanyaan.
c. Kode I menunjukkan informan.
d. Kode , , , ,
, menunjukkan daftar informan dari
kategori Instansi yaitu terdiri dari Badan Perencanaan pembangunan Daerah
Kota Cilegon dan Kepala Kantor Kelurahan.
e. Kode , , menunjukkan daftar urutan informan kategori pihak lain
yang terkait dengan program Musrenbang.
f. Kode P menunjukkan Peneliti.
Setelah pembuatan koding pada tahap pengkodingan data, langkah
selanjutnya adalah membaca keseluruhan data, dimaksudkan untuk menunjukkan
bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan disajikan kembali dalam narasi/
laporan kualitatif. Pendekatan yang paling popular adalah dengan menerapkan
pendekatan naratif dalam menyampaikan hasil analisis. Selanjutnya
menginterpretasi atau memaknai data, mengajukan pertanyaan seperti “pelajaran
apa yang bisa diambil dari semua ini” akan membantu peneliti mengungkap
esensi dari suatu gagasan. Interpretasi juga bisa berupa makna yang berasal dari
perbandingan antara hasil penelitian dengan informasi yang berasal dari literature
atau teori. Dalam hal ini, peneliti menegaskan apakah hasil penelitiannya
membenarkan atau justru menyengkal informasi sebelumnya. Interpretasi/
94
pemaknaan ini juga bisa berupa pertanyaan-pertanyaan baru yang perlu dijawab
selanjutnya, pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari data dan analisis, dan buka
dari hasil ramalan peneliti.
Selanjutnya dengan triangulasi yaitu proses check dan recheck antara
sumber data dengan sumber data lainnya. Setelah semua proses analisis data telah
dilakukan peneliti dapat melakukan penyimpulan akhir. Kesimpulan akhir dapat
diambil ketika peneliti telah merasa bahwa data peneliti sudah jenuh.
4.2.2 Data Informan
Pada bab sebelumnyan mengenai metodologi penelitian, peneliti telah
menjelaskan dalam pemelihan informan penelitian , peneliti menggunakan teknik
Purposive. Adapun pihak – pihak yang peneliti tentukan merupakan orang – orang
yang menurut peneliti memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
kaena pihak tersebut senatiasa kesehariannya berurusan dengan permasalahan
yang peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.
Informan dalam penelitian ini adalah stakeholders yang terlibat dan
memiliki ionformasi mengenai Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota
Cilegon.
95
Tabel 4.6
Informan Penelitian
No Informan Status Informan
(SI)
Jenis
Kelamin Usia
Kode
Informan
(I)
1 Alwin Setia, SE., M.M Kepala Sub Bagian
Program di Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah Kota
Cilegon.
L 39
2 Hendra Cipta Kepala Su Bidang
Kewilayahan dan
Konetivitas
L 40
3 Arief Hermana, SE,
MT, M.Sc
Kepala Sub Bidang
Perencanaan dan
Analisis Pendanaan
L 35
4 Jahuri, S.Kom., M.Si Kepala kelurahan
kedaleman
L 43
5 Mangsur,S.Ag., M.Si Kepala Kelurahan
Karang Asem
L 42
6 Rohimin, SE.,MM Kepalah Kelurahan
Ciwaduk
L 37
7 Maman Herman, SE.,
MM
Kepala Kelurahan
bendungan
L 46
8 Tb. Edy Purnama, SE.,
M.Si
Kepala kelurahan
Citangkil
L 47
9 Achmad Dimiyati, SH.,
MM
Kepala Kelurahan
samangraya
L 45
10 Masudisyah, S.PdI Kepala Kelurahan
Kepuh
L 51
11 Drs. H. Rusdi ihsan,
M.Si
Kepala Kelurahan
Tegal Ratu
L 54
96
12 H. Saptunji Aziz Kepala Kelurahan
Rawaarum
L 38
13 Marufi Kepala kelurahan
Grogol
L 43
14 Ade Riski kurniawan Kepala Kelurahan
Sukma jaya
L 45
15 Hasanudin Kepala Kelurahan
Jombang wetan
L 43
16 Suwardi Kepala Kelurahan
Lebak Gede
L 46
17 Hoero Sanjaya, SE.,
MM
Kepala kelurahan
Mekarsari
L 41
18 Tafriji Kepala Kelurahan
Kota bumi
L 45
19 Edi hilfiandi Kepala kelurahan
Kebondalem
L 48
20 Didi rihadi, S.PdI Karang taruna
bendungan
L 32
21 Muhayanah Masyarakat P 52
22 Ahmad Masyarakat L 55
4.3 Temuan Lapangan
Data lapangan dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti
dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti
gunakan yaitu model evaluasi Nurcholis Dimana dalam model evaluasi Nurcholis
ini dapat menentukan hasil apa yang sebaiknya dilakukan dalam pelaksanaan
Musrenbang.
97
4.3.1 Dimensi Input
Dimensi Input ialah dimensi awal pada sebuah kebijakan yang berisikan
masukan – masukan yang diperlukan pada kebijakan tersebut, dimensi ini
merupakan point penting karena akan menentukan hasil dan tujuan kebijakan,
dimensi input ini meliputi dasar pelaksana, sosialisasi dan tingkat keterwakilan
masyarakat.
Musrenbang merupakah sebuah wahana publik yang penting untuk
membawa pemangku kebijakan memahami isu permaslahan daerah. Musrenbang
juga untuk mensinkronkan pendekatan “top down” dengan“bottom up”.
Musrenbang tingkat kelurahan atau Musrenbangkel diselenggarakan untuk
mensinkronkan berbagai kebutuhan masyarakat yang diperoleh dari forum
musyawarah perencanaan tingkat RW, sehingga menjadi usulan yang terpadu
tingkat kelurahan yang selanjutnya akan dibahas kembali ke tingkat kecamatan.
Sebelum Musrenbangkel dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan
musyawarah tingkat RW atau biasa disebut pra musrenbang. Pra musrenbang
melibatkan komponen yang ada di RW bersama dengan Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM). Pra musrenbangkel dipimpin oleh ketua RW. Dalam pra
musrenbangkel ini, masyarakat menyampaikan usulan – usulan kegiatan untuk
ditampung oleh ketua RW. Usulan kegiatan tersebut dapat dikategorikan dalam
pembangunan.
Musrenbang kelurahan diselenggarakan setiap tahun sekali pada awal
tahun. Kepala kelurahan menetukan peserta yang akan mengikuti musrenbang
98
kelurahan. Peserta musrenbang kelurahan terdiri Ketua RW, Ketua RT, tokoh
masyarakat, anggota DPRD wilayah masing – masing, dan orgsanisasi SKPD
yang berkaitan langsung dengan pembangunan fisik maupun non fisik.
Dasar yang diperlukan pelaksanaan Musrenbang mengacu Surat
Keputusan yang berlaku. Pada dasarnya Musrenbang ini sudah menjadi kegiatan
rutin setiap awal tahun dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan intensitas
keterlibatan masyrakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
di Kota Cilegon. Seperti yang disampaikan oleh I1-13 yaitu :
“Dasarnya sesuai dengan Undang – undang No 25 Tahun 2004 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No
58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
...................”Wawancara dilakukan pada Selasa, 12 September 2017 Pukul
14.00 WIB di Kantor Kelurahan Mekarsari).
Hal senada juga disampaikan oleh (I1-5) sebagai berikut:
“dasarnya sesuai Surat Keputusan yang berlaku, karna Musrenbang
kegiatan rutin dimana keterwakilan dari segala elemen wajib hadir untuk
musrenbang”( wawancara dilakukan pada Rabu, 12 juli 2017 pukul 11.00
WIB di Kantor Kelurahan Citangkil)
Dalam pernyataan informan dijelaskan bahwa pelaksanaan musrenbang
harus benar – benar di perhatikan mengingat Surat Keputusan guna pelaksanaan
pembangunan, Dalam pelaksanaannya juga melibatkan beberapa elemen
pemerintah seperti Dinas PU, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan lainnya
termasuk Bappeda Kota cilegon selaku pelaksana kegiatan. Bappeda kota cilegon
merupakan lembaga teknis daerah yang berkaitan dengan Perencanaan
Pembangunan Daerah.
99
Pernyataan didukung oleh (I1-1) selaku key informan dari musrenbang ini,
sebagai berikut :
“Dasar pelaksanaan musrenbang ini dari sistem perencanaan
pembangunan. Berdasarkan UU No 23 tentang perangkat daerah.
Walaupun permendagri sedang proses tapi kita tetep rujukannya pada UU
No 25 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. (wawancara
dilakukan hari rabu, 20 September 2017 pukul 11.30 WIB di Kantor
BAPPEDA Kota Cilegon)
Seperti yang dikatanya key informan diatas bahwa yang menjadi
rujukan untuk pelaksanaan musrenbang ini ialah UU No 25 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk 1) mendukung
koordinasi antar pelaku pembangunan 2) menjamin terciptanya integritasi,
sinkronisasi dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi
maupun antar pusat dan daerah 3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan 4) mengoptimalkan
partisipasi masyarakat 5) menjamin tercapainya penggunanaan sumber daya
secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. pemerintah daerah
diwajibkan untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD)
sebagai landasan penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD). Dalam proses penyusunan dukumen rencana pembangunan tersebut,
memerlukan koordinasi antara Bappeda dengan Perangkat Daerah (PD) dan
partisipasi seluruh pelaku pembangunan yang dilaksanakan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan atau Musrenbang. Selain itu dengan diadakannya
musrenbang adalah sebagai bentuk perencanaan partispatif, keterlibatkan
masyarakat dalam proses pembangunan merupakan suatu yang sangat penting
mengingat pembangunan itu untuk masyarakat kota cilegon.
100
Seperti yang disebutkan oleh (I1-5) tingkat keterwakilan dari semua elemen
wajib hadir dalam Musrenbang. Tingkat keterwakilan dalam musrenbang pun
menjadi faktor kunci karena masyarakat diajak untuk mengumpulkan, menggali
dan mengenali permasalahan yang mereka hadapi. Sebelum diadakannya
Musrenbang adapun sosialisasi guna masyarakat mengetahui adanya Musyawarah
Pelaksanaan Pembangunan. Sosialisasi dalam sebuah kebijakan dan program
pemerintah soialisasi merupakan bagian paling penting karena ini akan
memberikan pemahaman kepada masyarakat yang merupakan sasaran
pelaksanaan harus mengetahui pelaksanaan tersebut. Bagaimanapun juga
masyarakatlah yang akan menerima dampaknya. Dari Bappeda sendiri sebagai
sendiri pelaksana kegiatan melakukan sosialisasi dengan cara meberitahukan
kepada seluruh kelurahan. Seperti yang dikatakan oleh (I1-1) sebagai berikut:
“Di awal tahun kita melakukan sosialisasi, jadi kita endorse dulu ke
kecamatan setelah itu ke kelurahan baru dari kelurahan mulainya. Jika
dilihat pelaksanaan musrenbang ini bulan januarinya itu jadwal untuk
musrenbang kel, bulan februarinya itu untuk musrenbang tingkat
kecamatan, baru setelah itu di tingkat kota dan untuk Evalusai kerja
pemerintah itu di bulan akhir masksimalnya....”(wawancara dilakukan hari
rabu, 20 september 2017 pukul 11.30 di kantor bappeda kota cilegon).
Dilihat dari pernyataan diatas bahwa sosialisasi dari pihak Bappeda lebih
kepada mengingatkan bahwa akan diadakannya Musrenbang yang merupakan
kegiatan rutin setiap awal tahun, tujuannya untuk pembangunan kota cilegon.
Secara umum pelaksanaan musrenbang sudah membuka kesempatan bagi
masyarakat untuk terlibat baik dalam tahap persiapan sampai tahap keberlanjutan.
Tidak ada nya pengecualian masyarakat dalam golongan miskin, wanita,
101
kelompok rentan dalam pelaksanaan musrenbang. Seperti yang dikatakan oleh (I1-
2), sebagai berikut :
“Sebenarnya ini kan kegiatan rutin tahunan, bappeda sebenarnya hanya
menyampaikan visi dari perecanaannya saja. Dari unsur kelurahan,
kecamatanan bagaimana dia membuat prioritas pembangunan itu bisa
direalisasikan jadi hendaknya seluruh pelaku pembangunan kecamatan
fasilitator hendaknya mengerti tentang pembangunan. Semua boleh
berpartisipasi malah itu bagus kalau dari semua kalangan.
.................”(wawancara dilakukan hari Senin, 25 September 2017 pukul
09.30 WIB di Kantor Bappeda Kota Cilegon)
Dalam tahap perencanaan yang dilakukan, adanya sosialisasi awal, atau
pramusrenbang merupakan akses masyarakat untuk mendapatkan informasi
terkait musrenbang di Kota Cilegon. hasil wawancara didapat menunjukkan
bahwa sudah dilakukannya proses sosialisasi awal melalui pramusrenbang di
seluruh kelurahan di Kota Cilegon guna membangun kepedulian masyarakat
untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Dalam kegiatan tersebut, dilakukan
pula pemelihan usulan atau masalah yang ada di kelurahan masing- masing dan
agen sosialisasi. Setelah ada pemberitahuan dari Bappeda tugas selanjutnya itu
ada di pihak kelurahan bagaimana dari kelurahan sendiri memberitahukan
masyarakat tentang kegiatan musrenbang ini. Rasa kemasyaraatan yang timbul
menyebabkan dorongan untuk terlibat. Rasa kemasyarakatan dapat dipupuk
dengan cara kegiatan gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat. Terkait
dengan sosialisasi di tingkat bawah (RT/RW di paparkan oleh (I1-5) sebagai
berikut :
“Kalau tidak salah ada ditingkat RW itu sosialisasi dan cari data jadi
sebenarnya jika tidak dilakukan sosialisasi juga seharusnya tingkat RT
sudah tahu karena musrenbang ini selalu diadakan setiap tahun untuk
pembangunan. Sebenarnya untuk kegiatan musrenbang ini dilakukan
102
setiap tahun dan sepatutnya masyarakat mengetahui tentang kegiatan
musrenbang ..............’ (wawancara dilakukan pada hari Selasa, 5
September 2017 pukul 10.00 WIB di Kantor Kleurahan Karngasem).
Sosialisasi musrenbang ini pun harus merata agar semua masyarakat
yang ada di lingkungan tersebut mengetahui apa itu Musrenbang agar tidak ada
alasan masyarakat tidak hadir. Namun Seperti pernyataan (I3-1) sebagai berikut :
“............... Pra musrenbang dilakukan untuk mengumpulkan aspirasi dari
setiap lingkungan RT/RW untuk diajukan Ketingkat Kelurahan. Selain itu,
surat pemberitahuan pun kami berikan kepada masing – masing RT/RW
setempat. masyarakat sepatutnya sudah mengetahui musrenbang meski ada
saja masyarakat yang tidak mengetahui adanya musrenbang sehingga ada
saja masyarakat yang komentar karena ketidaktahuannya,” (wawancara
dilakukan pada hari jumat 28 Juli 2017 pukul 11.00 WIBdi kantor
Kelurahan Kepuh).
Berdasarkan pernyataan tersebut ada kurangnya komunikasi atau soialisasi
sehingga informasi tentang Musrenbang belum terkena kepada seluruh
masyarakat. Namun sosialisasi awal yang sudah dilakukan mendapat kendala dari
masyarakat itu sendiri, seperti yang terjadi di Link. Kepuh dimana beberapa ketua
RT seperti RT 006 RW 001 yang hadir sosialisasi namun hanya mensosialisasikan
melalui Masjid saja. Sehingga pada akhirnya sosialisasi tidak merata dan hal
tersebut menjadi penghambat ketika kendala tersebut ditemukan dilapangan,
seperti masyarakat ada saja yang tidak tahu adanya musrenbang mendapat kendala
entah dari pihak kelurahannya atau dari masyarakatnya, namun sejauh ini
pernyataan ini diperkuat dengan pernyataan (I2-2) sebagai berikut :
“iya pemberitahuan tentang musrenbang hanya di masjid saja, tapi saya
tidak tahu tentang adanya surat mungkin hanya pihak tertentu saja.
(wawancara dilakukan pada hari selasa 29 juli 2017 pukul 15.40 WIB di
Link. Kepuh Ibu Muhayanah).
103
Dan hal yang sama juga diutarakan oleh (I2-1) yang mengganggap
sosialisasi masih belum merata :
“kalau sosialisasi kesini secara umum sudah, lagian untuk musrenbang
ini sudah setiap tahun tapi namanya masyarakat ada aja yang enggak
menggubris. Sosialisasinya ke kita saja (karang taruna) jadi kita hanya
meneruskan saja. Kadang ada masyarkat yang enggak paham apa
musrenbang, kita jelaskan. .............”(wawancara dilakukan pada hari
kamis, 12 September 2017 pikul 15.45 WIB di link. Bendungan)”
Selain dari Masjid juga cara lain untuk komunikasi melaui media
elektronik seperti Handphone dan pendekatan langsung kepada masyarakat. Hal
tersebut disebabkan komunikasi berjenjang yang mana dilakukan dari mulut ke
mulut, hal ini riskan dikarenakan apabila infromasi terhenti di salah satu pihak
maka informasi tersebut tidak akan sampai pada masyarakat secara luas. Dan
begitu pula yang terjadi di masyarakat, tidak adanya usaha untuk mengetahui
adanya program pembangunan yang akan dijalankan mengingat kondisi
lingkungannya melalui Musrenbang. Sehingga diperlukan kerjasama agar timbal
balik dapat dilakukan guna suksesnya pembangunan di kelurahan Kota Cilegon.
Serta masih digunakannya model diskusi lama, dengan pertemuan tatap muka atau
rapat bersama. Setiap alternatif mempunyai kelebihan dan kekurangan dimasing-
masing penggunaannya. Seperti yang diungkapkan oleh pak Yudi selaku ketua
RW 001 di lingkungan randakari sebagai berikut :
“ jadi untuk pemberitahuan ya palingan dari masjid atau hp. Kan namanya
juga dikampung kalau ada apa – apa kita umuminnya di masjid saja. Saya
sadar sih kalau itu tidak merata tapi biasanya ada masyarakat yang datang
ke rumah buat tanya – tanya, itu juga yang inisiatif orangnya itu – itu
terus. ( wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 02 Desember 2017
104
Media yang disebutkan di atas disadari bahwa belum efektif digunakan,
dikarenakan terbatasnya masyarakat yang akan diberi informasi. Sistem
perwakilan menyebabkan antusiasme masyarakat untuk ikut serta berkurang.
Selain itu, untuk kumpul bersama atau rapat bersama masih adanya halangan
masyarakat untuk hadir. Sehingga respon masyarakat masih minim. Penggunaan
media papan informasi pun belum dilakukan secara efektif, tidak diperbaharuinya
informasi menyebabkan papan yang tidak up to date tersebut tidak menarik massa
untuk sekedar dilihat.
Beberapa pernyataan di atas menunjukan bahwasanya sosialisasi dan
rembukan telah dilakukan. Akan tetapi masih adanya kendala penyampaian
informasi baik informasi yang terbatas. Sosialisasi amat penting agar semua
elemen masyarakat mengetahui bahwa akan diadakannya Musrenbang tidak hanya
masyarakat tertentu saja melainkan semua masyarakat yang ada di lingkungan
tersebut. Musrenbang sudah merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan awal
tahun dari mulai bottom up artinya semua perencanaan yang diusulakan dari
tingkat bawah sehingga harapan pemerintah daerah agar semua program
pembangunan itu yang benar – benar dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, dari
musrenbang tingkat kelurahan, tingkat kecamatan ada yang namanya fasilitator,
Fasilitator adalah tenaga terlatih atau berpengalaman yang memiliki persyaratan
kompetensi dan kemampuan memandu pembahasan dan proses pengambilan
keputusan dalam kelompok diskusi. Fasilitator ini mempunyai peran yang penting
dalam proses dalam menentukan prioritas di masing – masing kelurahan,
kecamatan. Seperti pernyataan dari (I1-2) sebagai berikut :
105
“..............Dari unsur kelurahan, kecamatanan bagaimana dia membuat
prioritas pembangunan itu bisa direalisasikan jadi hendaknya seluruh
pelaku pembangunan kecamatan fasilitator hendaknya mengerti tentang
pembangunan. Bagaimana itu dijadikan prioritas sehingga itu bisa
direalisasikan di tingkat kota. Jadi tidak semua usulan dipenuhi. Jadi
sosialisasinya bersifat pemberitahuan saja.” (wawancara dilakukan pada
hari Senin, 25 September 2017 pukul 09.30 WIB di kantor Bappeda Kota
Cilegon).
Dari pernyataan di atas tugas setiap fasilitator, Kelurahan maupun
Kecamatan sangat menentukan usulan yang akan direalisasikan. Tim fasilitator
yang dianggap cakap untuk memfasilitasi kegiatan Musrenbang, sesuai dengan
bimbingan teknis yang telah dilaksanakan. Selain itu sosialisasi juga sangat
mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam keikutsertaan dalam Musrenbang.
Seperti pernyataan dari (I1-1) sebagai berikut :
“Kalau dari tahun-ketahun alhamdulillah tinggi, terakhir kita ngundang
300 orang dan perwakilan yang kita udang lebih dari 300 perwakilan.
Melihat di tingkat kecamatan dan kelurahannya pun kita semua tim turun
kebawah. Perwakilan dari BKN, Tokoh Masyarakat, stakeholder dari
kelurahan dan kecamatan pada antusias..........”(wawancara dilakukan Pada
hari Rabu, 20 september 2017 pukul 11.30 WIB di Kantor Bappeda kota
cilegon).
Dari pernyataan diatas untuk tingkat kota sudah cukup baik untuk tingkat
keterwakilan masyarakat dalam musrenbang. banyak faktor yang membuat
Musrenbang ini terlaksana salah satunya keterwakilan masyarakat dan
stakeholders salah satunya. Namun, disaat pelaksanaan Musrenbang di salah satu
kecamatan yaitu Kecamatan Ciwandan peneliti melihat bahwa tidak semua
elemen merasa terwakilkan. Masih ada dari pihak stakeholders yang hadir hanya
sekedar seremonial dan mengisi absen saja selanjutnya mereka meninggalkan
Musrenbang. seperti pertanyanaan diatas masyarakat harus lebih paham bahwa
106
tidak semua program akan terpenuhi. Pemerintah pun selalau mengingatkan akan
hal itu. Seperti pernyataan (I1-4) mengatakan sebagai berikut:
“Sebenarnya untuk kegiatan musrenbang ini dilakukan setiap tahun dan
sepatutnya masyarakat mengetahui tentang kegiatan musrenbang itu.
Namun dari pihak kelurahan pun selalu mengingatkan kepada masyrakat
melalui RT/RW karena RT/RW yang seharusnya lebih dekat dengan
warganya. Terkadang ada saja warga yang tidak mengikuti pra
musrenbang ini alasannya karna program yg tahun lalu diusulkan belum
terealisasikan tapi kan kalo usulan dia mau terealisasikan ya harusnya
hadir kan kasih masukan nah nanti kita usahakan program tersebut
trealisasikan tahun ini.” (wawancara dilakukan pada hari kamis 7
september 2017 pukul 14.30 WIB di Kantor Kelurahan Bendungan).
Dari pernyataan itu diperkuat dengan adanya slogan milik (I1-4) di kantor
Kelurahan Bendungan.
Gambar 4.5
Slogan ajakan partisipasi
Sumber : Kelurahan Bendungan
107
Gambar 4.5 di atas peneliti dapat di lapangan. Kelurahan Bendungan
adalah kelurahan yang terletak di Kecamatan Cilegon yang memiliki luas terkecil
di Kecamatan Cilegon. Di Kelurahan Bendungan pun mempunyai masalah yang
sama dengan keterwakilan atau keterlibatan masyarakat, oleh sebab itu Pak Lurah
Herman menempelkan di setiap pintu di kelurahan alasannya agar setiap pegawai
dan masyarakat yang datang ke kelurahan agar menyadari kondisi lingkungannya.
Dalam slogan itu tertulis ajakan agar masyarakat ikut serta dalam proses
pembangunan, karena pembangunan di kelurahan pun untuk masyarakat sendiri.
Jadi masyarakat tidak hanya mengandalkan pemerintah saja melainkan
masyarakat harus ikut serta dalam pembangunanan, perlu kesadaran tinggi dari
masyarakat untuk ikut andil dalam proses pembangunan. Di Kelurahan
Bendungan Seperti pernyataan (I1-4) mempertegas gambar diatas :
“ saya sengaja menempelkan slogan itu di semua pintu masuk, karena agar
semua warga tidak hanya warga saja namun pegawaiku harus membaca
dan ikut serta dalam pembangunan. Karena pemerintah juga butuh
masyarakat dalam ikut serta dalam pembangunan.” (wawancara dilakukan
pada hari Jumat, 22 September 2017 di Kelurahan Bendungan).
Dalam proses ini, keterwakilan masyarakat dan elemen pemerintah yang
terkait menjadi faktor kunci yang tidak bisa ditawar. Dengan demikian sosialisasi
adalah proses mengajak dan memberitahukan masyarakat untuk mengenali secara
seksama tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan dan permasalahan yang
terjadi di lingkungan tersebut. Sosialisasi mempunyai pengaruh besar terhadap
keterwakilan Musrenbang. Masyarakat dituntut untuk berpartisipasi dalam
musrenbang dari mulai tingat RT/RW hingga Kota. Tidak hanya masyarakat saja
108
melainkan elemen pemerintahan pun harus mengikuti Musrenbang. Namun, pada
kenyataannya peneliti sendiri melihat bahwa dari elemen pemerintah masih saja
ada yang datang hanya waktu pembukaannya saja jadi hanya sekedar absen untuk
mengisi daftar hadir saja. Seperti yang dikatakan oleh (I1-7) berikut pernyataanya :
“untuk keterwakilan masyarakat sudah taulah sendiri bagaimana
masyarakat sini sulit ya namun ada saja yang hadir dan partisipasi. Selain
itu tidak hanya masyarakat saja yang harusnya hadir melainkan semua
pihak yang terlibat dalam musrenbang ini. Ada saja dari pemerintah yang
hanya datang untuk absen semata, jika sudah pembukaan mereka pamit.
...............(wawancara dilakukan hari jumat, 28 juli 2017 pukul 11.00 WIB
di kantor kelurahan kepuh).
Pernyataan diatas dijelaskan bahwa pada pelaksanaan Musrenbang ada
dari pemerintahan yang hanya hadir untuk sekedar mengisi absen atau daftar hadir
semata seperti yang peneliti lihat ketika mengikuti Musrenbang kelurahan dan
kecamatan di salah satu kantor di kota cilegon, dalam hal ini mempengaruhi daya
dukung aparat terkait keberhasilan program. Selain itu bukan dari perwakilan
pemerintah saja melainkan dari masyarakatnya juga, masyarakat di lingkungan
Kepuh yang tidak mengikuti Musrenbang dengan berbagai alasan tertentu salah
satunya karena program yang sudah diajukan tahun lalu tidak terealisasikan dan
kesibukan masing – masing individu dalam pekerjaan. Namun pihak kelurahan
pun sudah mengingatkan bahwa tidak semua usulan yang diusulakan oleh
masyarakat akan semuanya dikabulkan. Selain dari pihak kelurahan pun, ada tim
khusus dari BAPPEDA Kota Cilegon yang sebelumnya melakukan penyuluhan ke
kecamatan memberikan pengertian terhadap masyarakat mengenai usulan yang
masuk dari tahapan kelurahan hingga kota disusun berdasarkan masalah yang
benar – benar mendesak dan memang membutuhkan pemecahan secepatnya
109
karena menyangkut kepentingan banyak orang. Seperti yang dikatakan oleh
informan (I1-16) sebagai berikut :
”................. Kita tidak bisa menjanjikan semua itu sebagai skala prioritas,
kita mencari prioritas yang emang benar – benar dibutuhkan oleh warga.
Jadi kita hanya memberikan pengertian kepada masyarakat yang malas
atau yang tidak hadir dalam musrenbang bahwa kita terbentur dengan
anggaran” (wawancara dilakukan pada hari kamis, 24 agustus 2017 pukul
14.30 di kantor kelurahan lebak gede).
Jika dilihat pernyataan di atas bahwasanya banyak sekali faktor
ketidakterwakilan masyarakat dalam musrenbang salah satunya usulan yang
terdahulu yang belum terealisasikan membuat masyarakat berpikir ulang untuk
mengikuti musrenbang ini. Karena setiap usulan mempunyai prioritasnya masing
– masing. Keterbatasan anggaran menjadi faktor yang menghambat usulan itu
tidak direalisasikan yang menyebabkan banyak dampak terhadap keterwakilan
masyarakat. Namun dikarenakan tidak semua usulan yang masuk akan di bangun.
Seperti pernyataan dari (I1-12) sebagai berikut
“Sebenarnya untuk usulan itu semuanya masuk dari mulai pra musrenbang
itu semua masuk. Namun, kita lihat sendiri dari anggaran yang kita punya,
kita juga gak bisa memaksakan program ini dan itu harus tercapai. Jadi ada
tahapan supaya program atau usulan itu dilaksanakan. Istilahnya kita
rangking dari mulai hal terkecil sampai terbesar, mana yang akan dibiayai
oleh APBD, DPWKel, atau Dinas – dinas yang terkait...................”
(wawancara dilakukan Pada hari Senin, 28 Agustus 2017 pukul 09.30 WIB
di Kantor kelurahan Rawaarum).
Anggaran menjadi faktor dalam keterwakilan masyarakat, karena anggaran
menentukan suatu program berjalan dengan rencana. Pernyataan diatas
menunjukkan bahwa sebagian yang tidak hadir dikarenakan jenuh dengan usulan
yang diajukan namun hanya sedikit yang terealisasi dikarenkan keterbatasan
110
anggaran yang ada. Namun untuk anggaran sendiri sudah ditentukan untuk
program yang dianggap prioritas oleh pihak kota.
Dari beberapa pernyataan narasumber di atas bahwa keterwakilan
masyarakat menjadi langkah awal dalam menyusun perencanaan pembangunan di
wilayah masing – masing karena masyarakat dihadirkan dengan tujuan
mendapatkan informasi permasalahan pembangunan di lingkungan mereka
sehingga masalah yang diajukan nanti sesuai kebutuhan masyarakat. Untuk
perumusan masalah tahap awal dilakukan dengan Bottom up. Bottom up dimulai
dari tingkat bawah artinya semua usulan masyarakat yang dituangkan dalam
musrenbang murni dari aspirasi masyarakat dan apa yang masyarakat keluhkan
selamai ini tentang pembangunan. Perumusan masalah ini mengumpulkan data
atau informasi yang dikumpulkan dari semua hasil pra musrenbang sehingga
diperoleh gambaran yang lebih lengkap dan mendalam. Sama halnya yang
diungkapkan oleh sebagai berikut :
“untuk perumusan masalah kita serahkan ke tingkat RT/RW dari situ lah
muncul masalah – masalah apa yang akan di bahas dalam musrenbang kel,
berbagai permasalahan diseleksi berdasarkan skala prioritas...................”
(wawancara dilakukan pada Hari Rabu, 13 September 2017 pukul 15.40
WIB di Kantor Kelurahan Kota bumi).
Hal senada disampaikan oleh sebagai berikut :
“masalah – masalah yang kita ambil itu dari lingkungan RT/RW terlebih
dahulu, lalu kita jadi acuan untuk tingkat kelurahan namun kita balik ke
prioritas. Jadi kita merumuskan masalah ini bukan hanya sekedar dari kita,
justru kita dapet masalah itu dari masyarakat. Tapi ya masyarakat itu juga
harus tau diri, jangan semua usulan mau direalisasikan. Kita cari
kebutuhan bukan keinginan masyarakat, kalo keinginan masyarakat
banyak sekali maunya”. (wawancara dilakukan pada hari Kamis, 24
Agustus 2017 Pukul 14.30 WIB di kantor kelurahan lebak gede).
111
Dari pernyataan dijelaskan bahwa masyarakat banyak mengusulkan yang
menjadi keinginannya bukan kebutuhannya. Dalam hal ini, tidak semua apa yang
disampaikan masyarakat harus diterima, justru pada saat itulah momentum untuk
bersama – sama memilih mana yang merupakan kebutuhan dan mana yang
sekedar keinginan karena keinginan memiliki kadar subjektifitas yang tinggi tanpa
batas yang jelas.
Berkaitan dengan perumusan masalah seperti pernyataan dari informan
sebagai berikut :
“ jadi setiap RT/RW itu sebelumnya sudah dirumuskan apa saja masalah
yang ada di lingkungan nya masing – masing lalu saat musrenbangkel
dipilih mana yg akan menjadi skala prioritas untuk dibawa ke tingkat
kecamatan. (wawancara dilakukan pada hari kamis, 12 Oktober 2017
pukul 15.45 WIB di link bendungan)
Hal senada disampaikan oleh informan sebagai berikut :
“ tahap awal memang semua masalah di mulai dari tingkat bawah, kita
catat untuk tahap kecamatan namun semua kembali lagi kita hanya sekedar
memberitahukan apa saja masalah yang terjadi di lingkungan kita melalui
usulan program yang diajukan keputasa tetap di kota”. (wawancara
dilakukan Pada hari Senin, 28 Agustus 2017 pukul 09.30 WIB di Kantor
kelurahan Rawaarum).
Dari wawancara diatas diketahui bahwa untuk perumusan masalah
memang dari tingkat RT/RW namun untuk keputusan akhir ada di tingkat kota.
Latar belakang dari perumusan masalah ini sebagai bentuk partisipatif, Kemudian
dengan melihat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Perencanaan partisipatif adalah Perencanaan
yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
112
(stakeholders) terhadap pembangunan. Keterlibatan stakeholders ini adalah untuk
memperoleh aspirasi dan menciptakan rasa memiliki dan rasa tanggungjawab
terhadap lingkungan masing – masing.
Berdasarkan paparan diatas dalam dimensi input dapat disimpulkan bahwa
acuan pelaksanaan musrenbang adalalah dengan melihat Undang – Undang No 25
Tahun 2004 tentang Sitem Perencanaan Pembanguna Nasional untuk
menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah dan
tahunan, tata cara perencanaan pembangunan dan dilaksankan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Selain SPPN
masih banyak dasar untuk pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan.
Pada keterwakilan masyarakat dan elemen pemerintahan, Bappeda Kota Cilegon
dan seluruh kelurahan di Kota Cilegon berupaya untuk meningkatkan
keterwakilan dalam Musrenbang. karena Musrenbang salah satu bentuk dari
perencanaan partisipatif dengan melibatkan masyarakat langsung dalam
pembangunan Kota Cilegon Namun ada saja masyarakat atau pihak lain yang
hanya sekedar “absen” dan masyarakat jenuh atas program yang sering diusulkan
namun belum terlaksana karena keterbatasan anggaran. Untuk masalah
sosialisasi, Sosialisasi merupakan hal yang penting sebelum pelaksanaan
musrenbang, agar semua masyarakat mengetahui bahwa adanya musrenbang
bukan hanya pihak yang memiliki jabatan tertentu saja. Soialisasi nya berbentuk
surat dan ada pramusrenbang ini dijadikan sama dengan sosialisasi. Namun
kenyataannya tidak cukup hanya dengan itu saja, tingkat RT harus benar – benar
dekat dengan warganya karena masih saja ada masyarakat yang belum
113
mengetahui musrenbang. walaupun sebenarnya musrenbang ini kegiatan rutin
setiap awal tahun namun pemerintah harus gencar – gencarnya untuk sosialisasi
tentang musrenbang untuk pembangunan di lingkungannya. Selanjutnya dalam
perumusan masalah semua dimulai dari tingkat kelurahan, masalah harus
berdasarkan kebutuhan bukan keinginan masyarakat.
4.3.2 Dimensi Proses
Dimensi proses merupakan dimensi transformasi kebijakan kepada
masyarakat dalam bentuk pelayanan langsung, pemerataan kebijakan dan dalam
dimensi ini lebih menekankan pada pelaksanaan kebijakan yang berupa tujuan
Musrenbang, langkah dalam Musrenbang, koordinasi antar pusat dan kelurahan,
proses merancang anggaran, pihak yang dilibatkan dalam Musrenbang , hambatan
dan permasalahan dalam pelaksanaan Musrenbang.
Pertama, Tujuan Musyawarah Perencanaan Pembangunan. Diadakannya
Musrenbang sendiri mempunyai tujuan yang akan dicapai salah satunya untuk
meningkatkan pembangunan dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan
pembangunan itu sendiri. Seperti pernyataan dari I1-2 sebagai berikut :
“Tujuannya mengangkat aspirasi dari bawah bottum up ataupun dari atas
kebawah jadi saling sinergi, antara usulan pembangunan yang akan di
sampaikan akan di prioritaskan dan akan disimpulkan melalui suatu forum
yaitu musrenbang...................” (wawancara dilakukan Pada hari Senin, 25
september 2017 pukul 09.30 WIB di Kantor Bappeda kota cilegon).
Pernyataan diatas menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan harus
di mulai dari bottom up dimana semua masyarakat lebih berperan dalam hal
114
pemberian gagasan awal dalam merencanakan pembangunan di wilayahnya
masing – masing.
Hal senada disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut:
“Tujuannya untuk memberikan wadah bagi masyarakat dalam hal
pembangunan fisik maupun non fisik. Dan memberi ruang untuk
kelurahan dan memberi kesempatan kepada masyarakat agar lebih terbuka
dan masyarakat sendiri harus bisa merencanakan pembangunan dilihat dari
masalah lingkungan di sekitarnya.” (wawancara dilakukan Pada hari Rabu,
20 september 2017 pukul 11.30 WIB di Kantor Bappeda kota cilegon).
Untuk melaksanakan tujuan Musrenbang dimulai dari kelurahan.
pembangunan kelurahan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan daerah
dan kebijakan regional. Pemerintah daerah dituntut untuk merumuskan rencana
pembangunan yang komprehensif mulai dari tingkat kelurahan sampai dengan
tingkat kota. Namun tujuan Musrenbang belum sepenuhnya berjalan sesuai
dengan apa yang akan dituju. Masih banyak yang hari direalisasikan tujuan dari
Musrenbang seperti pernyataan dari Pak Yudi selaku Ketua RW 001 sebagai
berikut:
“kalau tujuan sih umumnya untuk mensejahterakan masyarakat, istilahnya
menampung aspirasi masyarakat. Kan dari kota katanya dimulai dari
tingkat bawah. Kita sih sesuai prosedur aja, ngikut – ngikut aja tapi
hasilnya hanya sedikit. Masyarakat juga udah bosen ya ngajuin begitu
banyak tapi yang nentuin pihak kota juga.”(wawancara dilakuka hari sabtu
desember 2017 di kediaman pak yudi).
Hal senada disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut:
“Musrenbang itu tujuannya untuk menampung aspirasi masyarakat secara
prioritas dan untuk mendukung visi misi kota cilegon. Aspirasi masyarakat
itu harus kita laksanakan tapi (wawancara dilakukan Pada hari kamis, 12
november 2017 pukul 15.30 WIB di link bendungan).
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam Musrenbang
bertujuan untuk menampung dan menetapkan kegiatan prioritas sesuai kebutuhan
115
masyarakat yang diperoeh dari usulan rencana pada tingkat bawah hingga tingkat
kota. Selain itu pada musrenbang menetapkan kegiatan prioritas untuk dijadikan
program tetap ditingkat kota. Namun dalam pelaksanaannya kadang tujuan dari
Musrenbang belum sepenuhnya terpenuhi dan masih kurang dalam
pelaksanaannya.
Kedua, langkah – langkah dalam pelaksanaan Musrenbang. dalam
pelaksanaan Musrenbang ada beberapa tahapan atau langkah hingga terbentuknya
RKPD (Rencana kerja Pemerintah Daerah). RKPD memuat Visi dan Misi,
kebijakan umum dan prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi
daerah, rencana kerja dan pendanaannya yang bersifat indikatif. Umumnya pada
langkah awal dimulai dari tingkat paling bawah yaitu kelurahan karena pada
dasarnya Musrenbang ini melalui pendekatan Bottom up. Hal ini disampaikan
oleh I1-16 sebagai berikut:
”Pertama itu ya kita memberikan formulir pendahuluan. Untuk mereka
tulis apa saja yang akan dibutuhkan untuk masyarakat. Tujuannya agar
kita mengetahui apa saja masalah – masalah yang ada dilingkungan
masyarakat. Sebelumnya kita memberi pengarahan kepada masyarakat
karena tidak semua usulan akan dilaksanakan, kita beritahyu agar
masyarakat mengerti kondisi yang terjadi. Dari hasil rembukan RT/RW
lalu dibawa di tingkat musrenbangkel. Dari kelurahan memilih mana saja
yang akan masuk dalam skala prioritas kelurahan.............” (wawancara
dilakukan Pada hari kamis, 24 agustus 2017 pukul 14.30 WIB di Kantor
kelurahan lebak gede).
Hal senada disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut:
“Pertama kita melakukan langkah dari bawah dahulu istilahnya bottom up,
ditingkat bawah di ketuai oleh RT/RW lalu melakukan Rapat atau
Musyawarah untuk menentukan usulan yang akan masuk di tingkat
kelurahan dan menentukan masalah di masing – masing lingkungannya.
116
Selanjutnya, usulan yang sudah di rapatkan dibawa utuk musren tingkat
kelurahan dimanan menentukan mana skala prioritas di masing – masing
lingkungan untuk di ajukan di tingkat kecatamatan.................” (wawancara
dilakukan Pada hari Selasa, 5 september 2017 pukul 10.00 WIB di Kantor
kelurahan karangasem).
Dari pernyataan diatas disampaikan bahwa untuk langkah awal dari
pelaksanaan Musrenbang sudah mengikuti alur yang berlaku seperti tahun – tahun
sebelumnya, di 16 kelurahan yang peneliti teliti sudah mengikuti aturan. Seperi
pemaparan diatas bahwa dimulainya Musrenbang dari tingkat RT/RW setempat
ada istilah “pramusrenbang” pramusrenbang ini sebagai bentuk sosialisasi dan
bertujuan untuk mengumpulkan masalah masalah apa saja yang terjadi di
lingkungan RT/RW tersebut untuk diajukan di forum selanjutnya yaitu tingkat
kelurahan. Namun tidak semua usulan yang masuk akan direalisasikan artinya ada
skala prioritas dan keputusan ada di tingkat kota. Hal ini disampaikan oleh I1-9
sebagai berikut:
“................Untuk keputusan sendiri ada di tingkat kota. Berhubung ada
skala prioritas kami tidak bisa berbuat banyak atas usulan yang belum
dianggap skala prioritas walaupun di tingkat kelurahan sudah dibiuat skala
prioritas namun belum tentu itu dianggap prioritas oleh Tingkat Kota.
Untuk Usulan yang belum direalisasikan kami usulkan untuk tahun depan
sampai terealisasikan. (wawancara dilakukan Pada hari Senin, 17 juli 2017
pukul 10.30 WIB di Kantor kelurahan samang raya).
Mengingat bahwa musrenbang ini untuk pembangunan di kota cilegon,
khususnya pembangunan program yang di prioritaskan , maka semua wilayah
mendapat bantuan dari pemerintah namun dalam proses pelaksanaan diutamakan
program yang masuk ke dalam daftar prioritas terlebih dahulu . Sehingga
dilakukanlah pengambilan keputusan yang tepat diantara beberapa pilihan
gagasan yang terdapat dalam musyawarah bersama. Dasar pengambilan keputusan
117
yakni daerah yang paling urgent untuk segera ditangani dan mendesak.Untuk
program yang belum terealisasikan dijelaskan seperti pernyataan di atas bahwa
akan diajukan kembali untuk tahun yang akan datang sampai terealisasikan.
Namun Untuk langkah langkah yang lebih rinci proses dari mulai urung rembuk
di tingkat RT hingga tahap akhir pelaksanaan, seperti penyataan oleh I1-1 sebagai
berikut:
“Pertama dilakasanakannya musrenbang kelurahan, selanjutnya bulan
februari diadakannya musrenbang kecamatan dan tentunya di pilih
prioritas yang akan di bawa ke tingkat kota, setelah itu di bulan maret di
bawa ke forum SKPD penyusunan Renja SKPD, setelah forum SKPD
barulah diadakannya Musrenbang Kota,...............” (wawancara dilakukan
Pada hari Seni, 25 september 2017 pukul 11.30 WIB di Kantor Bappeda
kota cilegon).
Dan dapat diperjelas dengan gambar dibawah ini:
Gambar 4.6
Langkah - langkah dalam musrenbang
Sumber : Bappeda Kota Cilegon
118
Dapat dijelaskan dari pernyataan dan gambar diatas bahwa langkah awal
dimulai dari Musrenbang kelurahan yakni pada bulan januari, dimana aspirasi
masyarakat dapat digali melalui dialog atau musyawarah antar kelompok-
kelompok masyarakat dari 16 kelurahan yang peneliti ambil untuk diteiti sudah
melaksanakan tahap ini dengan baik walaupun yang paling sering terjadi adalah
kehadiran warga dan menetukan masalah apa yang dianggap prioritas. Keluaran
dari Musrenbang di tingkat ini adalah penetapan prioritas kegiatan pembangunan
tahun mendatang sesuai dengan potensi serta permasalahan di kelurahan tersebut.
Langkah selanjutnya, Musrenbang Kecamatan dilaksanakan pada bulan Februari,
Keluaran dari Musrenbang di tingkat kecamatan ini menetapkan daftar prioritas
kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan. Prioritas kegiatan pembangunan ini
disesuaikan menurut fungsi SKPD dan penetapan anggaran yang akan didanai
melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya. Selanjutnya ada Forum SKPD,
keluaran yang diharapkan dari forum ini ialah Rancangan Rencana Kerja-SKPD
(Renja-SKPD) yang memuat kerangka regulasi dan kerangka anggaran SKPD
yang akhirnya menjadi Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD), Prioritas
kegiatan yang sudah dipilah menurut sumber pendanaan dari APBD kota, APBD
Propinsi dan APBN,Menetapkan delegasi dengan memperhatikan komposisi
perempuan untuk mengikuti Musrenbang Kota. Langkah selanjutnya yaitu
musrenbang Kota dilaksanakan sepanjang bulan maret keluaran dari musrenbang
kota ini ialah Arah kebijakan, prioritas pembangunan dan pagu dana berdasarkan
fungsi SKPD, Daftar prioritas yang sudah dibahas pada forum SKPD, Daftar
usulan kebijakan/regulasi pada tingkat pemerintahan Kota, Propinsi dan Pusat,
119
Rancangan pendanaan untuk Alokasi Dana Desa, Dalam upaya menjaga
konsistensi keluaran dalam bentuk Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD)
maka dilakukan beberapa forum multistakeholders Paska Musrenbang antara
delegasi masyarakat, pemerintah daerah dan DPRD. Selain itu forum tersebut juga
bertugas untuk memberikan penjelasan alasan diterima atau ditolaknya sejumlah
kegiatan yang sudah diusulkan.
Ketiga, koordinasi antar pusat dan kelurahan. Setiap proses penyusunan
dokumen rencana pembangunan tersebut memerlukan koordinasi antar instansi
pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan melalui mekanisme
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) mulai dari Tingkat
RT/RW, Kelurahan, Kecamatan sampai dengan Kota. Musrenbang berfungsi
sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan antara pelaku pembangunan,
yang menitikberatkan pada sinkronisasi rencana kerja antar SKPD dan antara
Pemerintah Daerah dengan masyarakat agar tujuan dan sasaran yang telah
diamanatkan dalam visi dan misi daerah dapat dicapai sesuai rencana yang telah
ditentukan.koordinasi ini dinilai penting karena perlu dilakukan agar tidak adanya
kesalahan dalam pelaksanaan musrenbang. hal ini disampaikan oleh I1-7 sebagai
berikut:
“Koordinasi sendiri kami melalui RT/RW yang bersangkutan, dari
RT/RW yang akan melakukan musyawarah lebih lanjut dengan
masyarakat. Selanjutnya koordinasi dengan pihak kelurahan, lalu dari
kelurahan kami koordinasi dengan pihak kecamsatan. Koordinasi ini
sangat penting agar tidak terjadi kesalahan komunikasi.” (wawancara
dilakukan Pada hari kamis, 7 september 2017 pukul 14.30 WIB di Kantor
kelurahan bendungan).
Hal senada disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut:
120
“Koordinasi kita kepada RT/RW, Kecamatan, dari kecamatan ke pihak
kota dan tentunya kita koordinasi dengan fasilitator. Koordinasi ini sangat
penting bagi musrenbang.”( wawancara dilakukan Pada hari Senin, 11
september 2017 pukul 10.15 WIB di Kantor kelurahan kedaleman).
Seperti pernyataan diatas bahwa dari pihak kelurahan hanya koordinasi
dengan RT/RW setempat dan pihak kecamatan saja selanjutnya pihak kecamatan
yang koordinasi dengan pihak kota walaupun ada saja masalah kecil dalam
koordinasi ini namun semuanya biasa teratasi dengan baik. Seperti yang dikatan
oleh I1-18 sebagai berikut:
“dari kelurahan biasanya kontekan dengan RT/RW saja. Dan juga
kecamatan. Paling ada sedikit kendalanya dengan masyarakat, kurang
pahamnya masyarakat juga kan itu ngaruh ke koordinasi, masyarakat
bilang apa, laporan ke kelurahannya beda. Kan kita juga yang repot buat
laporan selanjutnya.”(wawancara dilakukan hari rabu, 13 September 2017
pukul 15.40 WIB di Kantor Kelurahan Kota bumi).
Seperti pernyataan diatas Sehingga, dibentuknya fasilitator dari tingkat
kelurahan, kecamatan dan kota. Tugas fasilitator memfasilitasi pelaksanaan
Musrenbang. seperti yang dikatakan oleh I2-1 sebagai berikut:
“Koordinasi itu makanya dibutuhkan fasilitator, karena fasilitaor yang
akan mengurus semuanya. Makanya dibutuhkan organisasi – organisasi
seperti karangtaruna lpm bkk untuk mendorong usulan di wilayah masing
– masing.” (wawancara dilakukan Pada hari kamis, 12 oktober 2017 pukul
16.00 WIB di link bendungan).
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa koordinasi sangat
penting agar tidak terjadi kesalahan komunikasi namun pihak kelurahan pun
harus lebih sering koordinasi dengan warga sekitar agar lebih mengetahui
permasalah yang sekiranya dirasakan oleh warga dan harus memantau dari bawah
hingga kota walaupun koordinasi kelurahan hanya di tingkat kecamatan.
121
Kempat, proses merancang anggaran. Merancang anggaran disini bukan
berarti menghitung uang, melainkan suatu usaha untuk menyusun alokasi
anggaran yang tersedia. Aspek ini sangat penting karena penyusuan anggaran
menentukan berhasil tidaknya sebuah program. Pengalokasian anggaran kegiatan
yang berasal dari APBD Kota Cilegon, selain itu ada Dana Pembangunan
Wilayah Kelurahan (DPWKel), DPWKel ini adalah dana yang bersumber dari
APBD melalui anggaran kecamatan pada bagian anggaran kelurahan untuk
membiayai pembangunan sarana prasarana lokal dan pemberdayaan masyarakat.
Anggaran DPWKel paling sedikit 5% dari Pendapatan Daerah setelah dikurangi
DAK. Seperti pernyataan oleh I1-3 sebagai berikut:
“Kalau musrenbang kelurahan salah satu kegiatan mandatori dari
DPWKel. Kalau ditanya musrenbang dananya dari mana ya dari APBD
hanya saja tapi alokasinya dimana ya di dpwkel jadi salah satu kegiatan
mandatori yang harus dilakukan dpwkel itu salah satunya musrenbang
kelurahan itu. Jadi untuk pengerjanaan yang mebutuhkan biaya yang
sangat banyak itu kita koordinasi dengan dinas – dinas terkait. ..............”(
wawancara dilakukan Pada hari Senin, 25 september 2017 pukul 09.30
WIB di Kantor Bappeda kota cilegon).
DPWKel merupakan tahun pertama dalam pelaksanaannya, dan yang
membedakannya dengan dana yang lain adalah tingkat kompleksitasnya dari
projek tersebut. hal ini disampaikan oleh I1-2 sebagai berikut:
“Masalah anggaran dari APBD, selain itu kita juga baru tahun pertama ada
namanya DPWKel, DPWKel itu 5% dari APBD. Jadi 5% itu dibagi untuk
semua kelurahan dan tiap kelurahan berbeda nilainya tergantung
wilayahnya. Apa yang belum di cover oleh apbd diharapkan bisa memakai
DPWKel itu.” (wawancara dilakukan Pada hari Senin, 25 september 2017
pukul 09.00 WIB di Kantor Bappeda kota cilegon).
122
Adapun sumber pembiayaan kegiatan pembangunan berasal dari APBD,
DPWKEL, BUMN, BUMD, Swadaya. Seperti dijelaskan diatas dana DPWkel
sangat membantu untuk merealisaikan program yang belum terpenuhi oleh
APBD. Seperti pernyataan yang disampaikan oleh I1-10 sebagai berikut:
“Kalau anggaran itu ada APBD. Untuk skala besar kami kasih ke dinas –
dinas yang terkait. Selain itu ada dana tambahan istilahnya namanya
DPW-Kel, dana ini sangat membantu untuk program skala rendah. Jadi
yang tidak tercover oleh APBD bisa dibangun oleh DPWKel. Untuk dana
juga yang mengatur pokmas dari masyarakatnya sendiri. Jadi selama ini
ada ketua pokmas, nanti mereka yang melaksanakan dan mengatur
anggaran. Kalau di kelurahan kepuh sih terkadang ada dari perusahaan
kasih bantuan.” (wawancara dilakukan Pada hari jumat, 28 juli 2017 pukul
11.30 WIB di Kantor kelurahan kepuh).
Selain itu untuk program yang memerlukan anggaran besar maka di
limpahkan kepada dinas – dinas yang terkait seusai tupoksinya. Karena tidak
mungkin kelurahan yang akan menjalankannya mengingat APBD itu lebih kecil
dari pada keinginan itu sendiri. Selanjutnya ada pokmas, pokmas disini adalah
kelompok masyarakat yang mengatur dana DPWKel agar sesuai dengan
perencanaan, realisasi dengan pertanggung jawabannya sesuai. Jadi DPWkel ini
ada yang sifatnya mandatory, artinya ada program yang sifatnya perintah dari
pusat. Bentuk pembangunan fisik yang dikerjakan oleh DPWKel :
Tabel 4.7
Program infrastruktur dari DPWKel
No Kegiata fisik Sumber
1 Paving blok DPWKel
2 Drainase DPWKel
3 Tembok penahan tanah DPWKel
Sumber : dokumen kelurahan
123
Hal ini disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut:
“Kalau dimusrenbanng itu ada dana DPWKel jadi dibatasi untuk sarana
prasarana yaitu paving blok, drainase dan TPT untuk pengaspalan dan
sebagainya itu dinas terkait. (wawancara dilakukan Pada hari kamis, 12
oktober 2017 pukul 16.00 WIB di link bendungan).
Seperti pernyataan diatas bahwa untuk program infrastruktur dibatas hanya
pada paving blok, drainase dan Tembok Penahan Tanah yang merupakan Skala
rendah artinya masih bisa dibangun oleh DPWKel. Dengan pemaparan diatas
dijelakan bahwa pelaksanaan musrenbang mendapat anggran dari APBD, dan
untuk tahun ini Dana Pembangunan Wilayah Kelurahan yang merupakan dana 5%
dari APBD . DPWKel ini sangat membantu untuk merelisasikan bagi program
yang belum terealisasikan dari APBD sendiri dan diharapkannya adanya DPWKel
ini mampu meningkatkan dan memperbaiki pembangunan di wilayah kelurahan
masing – masing.
Kelima, Kendala atau hambatan. Aspek ini menurut peneliti merupakan
aspek yang sangat penting dalam penelitian Evalasi Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan daerah di Kota Cilegon, karena pada aspek ini
permasalahan tersebut dalam hal pelaksanaan tentu saja ada kendala didalamnya.
Pelaksanaan musrenbang tidak terlepas dari perencanaan partisipatif yakni
keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat harus dibekali dengan
pentingnya merencanakan pembangunan. Hal ini disampaikan oleh I1-2 sebagai
berikut:
“Dari pengetahuan masyarakat. Pertama, memang masyarakat perlu
diedukasikan tentang pentingnya merencanakan pembangunan dari bawah
dan bagaimana dia memperoleh data yang diusulkan, jadi tidak semuanya
124
usulan pemerintah akan mengakomodir karena bersifat kerjasama antar
semua pihak.................” (wawancara dilakukan Pada hari Senin, 25
september 2017 pukul 09.00 WIB di Kantor Bappeda kota cilegon).
Hal senada disampaikan oleh I1-3 sebagai berikut:
“.....................Kalau saya berbicara prioritasnya seperti apa ya kita lihat
indeks ketimpangan kelurahan, jadi kita lihat yang paling timpang dulu .
jadi jangan dilihat 1:1 kita harus lihat 1:5000 harus lihat dari satu kota .
pandangan yang lebih luas, selalu diberitahukan kepada masyrakat bahwa
kita lihat bukan 1:1 tapi 1:5000.” (wawancara dilakukan Pada hari Senin,
25 september 2017 pukul 09.30 WIB di Kantor Bappeda kota cilegon).
Dijelaskan dari pemaparan diatas bahwa masyarkat banyak belum paham
mengenai prioritas. Pemahaman Masyarakat hanya melihat di lingkungan nya
sendiri tanpa bisa membandingkan dengan wilayah lain. Jadi imbasnya sebagian
masyarakat tidak hadir musrenbangkel. Selain itu bagi orang-orang yang
memutuskan untuk berpartisipasi mereka harus percaya bahwa mereka akan
didengarkan dan tidak selalu setuju dengan suatu keputusan paling tidak
pandangan-pandangan dari mereka telah diperhitungkan. Bagaimana para
pemegang otoritas menimbang gagasan-gagasan atau pesan dari berbagai
konsultasi sebagai masukan untuk proses pengambilan keputusan. Bagaimana
perbedaan gagasan atau pendapat dari berbagai peserta yang terlebih dahulu di
prioritaskan. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat karena bisa
mempengaruhi pemahaman masyarakat terhadap musrenbang. Seperti hal yang
sama disampaikan oleh I1-6 sebagai berikut:
“ Dari segi pengetahuan masyarakat yang belum paham akan musrenbang
ini. Kadang mereka berfikir usulan yang diajukan ketika pramusrenbang
akan dikabulakan. Jadi imbasnya ada beberapa yang tidak mengikuti
musrenbangkel. Selain itu juga yang takkalah penting yaitu masalah
anggaran.Selain itu keterbasan anggaran pun mejadi salah satu kendala
dalam pelaksanaan musrenbang.” (wawancara dilakukan Pada hari Senin,
4 september 2017 pukul 13.00 WIB di Kantor kelurahan ciwaduk).
125
Salah satu faktor yang mempengaruhi musrenbang, Jika dihubungkan
dengan tingkat pendidikan dengan partisipasi masyarakat pembangunan, maka
kenyataan menunjukkan adanya hubungan yang erat. Masyarakat memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi biasanya mempunyai perhatian yang besar terhadap
kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan, baik pembangunan yang
dilakukan pemerintah maupun yang merupakan swadaya masyarakat. Melalui
pendidikan yang tinggi itulah kemudian mereka mengerti tentang arti pentingnya
pembangunan yang dilaksanakan dan mereka pada umumnya merasa senang
terlibat dalam pembangunan tersebut, akan tetapi sebaliknya jika masyarakat
mempunyai pendidikan yang rendah, maka mereka sulit untuk mengerti apa dan
bagaimana pentingnya pembangunan yang dilaksanakan itu. Karena
ketidaktahuan itulah kemudian timbul sikap yang acuh dan bermasa bodoh
terhadap pembangunan. Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa betapa besar
pengaruh pendidikan terhadap partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Selain kurang pahamnya masyarakat terhadap musrenbang, anggaran pun menjadi
kendala yang takkalah pentingnya. hal ini disampaikan oleh I1-12 sebagai berikut:
“Untuk Kendala pastinya setiap pelaksana mempunyai kendala apalagi
terkait anggaran. Kan semua usulan yang masuk tidak semuanya kita
wujudkan ada tahap pemilihan skala prioritas namun untuk usulan yang
masuk namun belum direalisasikan akan kami masukan kembali untuk
tahun berikut sampai benar – benar terlaksana. “(wawancara dilakukan
Pada hari Senin, 28 agustus 2017 pukul 09.30 WIB di Kantor kelurahan
rawaarum).
banyak usulan yang tidak terlaksanakan karena keterbatasan anggaran,
sehingga terbentuknya skala prioritas mana program yang dianggap benar – benar
126
penting dan harus segera dibangun dalam waktu dekat. Hal ini senada dengan I1-
16 sebagai berikut:
“Untuk kendala sejauh ini masih dianggaran ,Untuk pembangunan sendiri
kita tidak hanya mengandalkan APBD saja. Dari kelurahan dan
masyarakat dituntut untuk mencari bukan sekedar dari APBD saja. Usulan
yg tidak proritas kita usahakan untuk merealisasikan itu. Kita di tuntut
untuk mencari dan mengajak industri untuk ikut serta membangun. Jadi
tanggung jawab pembangunan itu bukan hanya dari pemerintah semata
namun dari industri yang ada diwilayahnya.”( wawancara dilakukan Pada
hari kamis, 24 agustus 2017 pukul 14.30 WIB di Kantor kelurahan lebak
gede).
Pernyataan diatas menunjukan bahwa memang anggaran menjadi kendala
dari musrenbang ini, namun kelurahan jangan terpaku oleh APBD saja, melainkan
harus mencari sumber dana lain untuk merealisaasikan pembangunan
dilingkungannya. kendala musenbang, bukan hanya dilihat dari sektor
Lingkungan dimana sektor sosial dan ekonomi turut andil didalamnya.
Masyarakat yang mandiri secara finansial maka akan lebih bisa berkontribusi
dengan maksimal dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan di
wilayahnya. walaupun Kota Cilegon dikenal sebagai kota industri namun
perekonomian masyarakat juga berkembang pada perdagangan dan jasa. Baik
industri kecil seperti industri rumahan, rumah kontrakan, warung-warung yang
berderet di sepanjang jalan. Selain warung-warung penyedia kebutuhan baik
sandang maupun pangan, berkembang pula kegiatan informal, pedagang kaki lima
yang berada di sepanjang jalan utama da nada pula tempat perbelanjaan
minimarket di beberapa titik samping jalan-jalan kota cilegon. Sektor
perekonomian yang berbasis perdagangan dan jasa tersebut dirasa mampu
mendongkrak perekonomian masyarakat di wilayah nya masing – masing.
127
Selanjutnya itu dari ketenagakerjaan, dalam arti masyarakat turut ikut membantu
dalam proses pembangunan. Hal ini disampaikan I1-9 sebagai berikut:
“............... Kendala selanjutnya ada di ketenagakerjaan, biasanya
masyarakat agak sulit untuk gotong royong, tapi alhmadulillah untuk saat
ini masih ada gotong royang di lingkungan kelurahan samangraya. Kadang
pemerintah menyediakan dana tapi untuk masalah tempat kami tidak ada,
itu kendalanya.” (wawancara dilakukan Pada hari Senin, 17 juli 2017
pukul 10.30 WIB di Kantor kelurahan samang raya).
Dari pemaparan diatas disimpulkan bahwa dalam setiap pelaksanaan
program pasti menemukan kendala dari mulai masyarakatnya hingga
pemerintahnya. Kedua belah pihak harus lebih meningkatkan kinerjanya,
masyarakat pun jangan hanya mengandalkan pemerintah saja namun masyarakat
disini harus lebih berperan penting dalam pembangunan di wilayahnya. Pada
dasarnya permasalahan yang sering terjadi adalah partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaaan musrenbang, usulan dari masyarakat ada yang belum terealisasikan
dan anggaran. Permasalahan diatas disebabkan karena kurangnya sosialisasi yang
merata sehingga semua kendala itu berkaitan satu dengan yang lainnya.
4.3.3 Dimensi Outputs
Outputs merupakan hasil dari sebuah pelaksanaan kebijakan, apakah
pelaksanaan kebijakan tersebut menghasilkan keluaran/produk yang sesuai
dengan tujuan kebijakan yang telah di tetapkan. Ada beberapa aspek dalam
dimensi outputs yaitu kesesuaian pelaksana dengan tujuan kebijakan artinya data
yang dihimpun berdasarkan prioritas arau keinginan semata, ketepatan sasaran
yang dituju meliputi tolak ukur dalam musrenbang, sasaran yang tertangani adalah
128
dalam bentuk pasrtisipasi masyarakat dalam musrenbang, dan pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
a. Kesesuaian pelaksana dengan Tujuan Kebijakan
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan pembangunan di Kota
Cilegon merupakan tahapan perumusan pembangunan tahunan yang
dijadikan dasar proses perencanaan pembangunan melaui musyawarah
untuk menentukan skala prioritas sesuai dengan kondisi potensi serta
pokok masalah yang ada dilingkungannya. Data – data atau usulan harus
berdasarkan skala prioritas bukan hanya keinginan semata sesuai dengan
tujuan dari musrenbang. hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh I1-7
sebagai berikut :
“Sudah jelas atas prioritas, jika keinginan masyarakat sudah pasti
inginnya masyarakat banyak sekali. Kami prioritaskan yang
penting saja. Oleh sebab itu mengapa banyak usulan yang belum
terealisasikan............” (wawancara dilakukan Pada hari kamis, 7
september 2017 pukul 14.30 WIB di Kantor kelurahan bendungan).
Hasil pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa data – data yang
masuk harus berdasarkan prioritas, hal yang sama juga di sampaikan oleh
I1-10 sebagai berikut :
“Jelas dari prioritas ya namun usulan semua warga juga kami
tampung. Dari pihak kelurahan sudah menganggap program ini
sebagai prioritas tapi belum tentu untuk kecamatan itu sebagai
prioritas maka di tingkat kecamatan disaring lagi dari semua
kelurahan untuk dijadikan prioritas di tingkat kota. Nah dari kota
juga disaring mana yang lebih prioritas dan ketersediaan anggaran.
“ (wawancara dilakukan Pada hari jumat, 28 juli 2017 pukul 11.30
WIB di Kantor kelurahan kepuh).
129
Berdasarkan pernyataan diatas, sebenarnya tahap awal data – data
dari masyarakat itu dari keinginan masyarakat. Semua data yang dihimpun
sebelum masuk kelurahan itu keinginan masyarakat. Sampai saat ini
keinginan Seperti pernyataan I1-19 sebagai berikut :
“Kalau untuk data itu sesuai kebutuhan masyarakat. Tapi kita
kembali kepada skala prioritas. Oleh sebab itu mengapa banyak
usulan yang belum terealisasikan. Masyarakat hanya menginginkan
bukan apa yang dibutuhkan. Kami harus teliti agar program bukan
hanya bagi keutungan pribadi atau golongan saja.” (wawancara
dilakukan Pada hari senin, 11 september 2017 pukul 15.35 WIB di
Kantor kelurahan kebondalem).
Seperti pernyataan diatas bahwa Dalam menentukan skala prioritas
kebutuhan pembangunan di masyarakat, penyaringan aspirasi diawali dari
masyarakat kelurahan dalam forum Musbangkel kemudian akan
ditindaklanjuti dengan kegiatan Musrenbang di tingkat kecamatan. Hasil
Musrenbang kecamatan akan disampaikan ke Dinas terkait untuk diadakan
evaluasi tentang kelayakan teknis dan dibahas/ditetapkan dalam
Musrenbang kota sebagai rencana definitif. Seperti pernyataan pernyataan
I1-13 sebagai berikut :
“Jika dilihat data yang sudah – sudah sebenarnya data itu banyak
yang keinginan masyarakat namun kita tetep kembali lagi bahwa
skala prioritas diambil bukan karna keinginan masyarakat
melainkan kebutuhan yang ada di wilayah itu. (wawancara
dilakukan Pada hari senin, 28 september 2017 pukul 10.00 WIB di
Kantor kelurahan grogol).
pernyataan diatas untuk mencapai keberhasilan dalam
pembangunan yang selaras seimbang dan sesuai dengan kondisi
kebutuhan masyarakat maka seharusnya data – data harus sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, apalagi hanya menguntungkan golongan atau
130
individu itu sendiri. dari pihak kelurahan harus menegaskan bahwa semua
usulan atau data yang telah diajukan dikelurahan tidak semua akan
terlaksana di tahun ini. Disamping itu, kegiatan ini dilaksanakan untuk
membangun kesadaran masyarakat untuk berkontribusi dalam perbaikan
terhadap kondisi pembangunan di wilayahnya, bahwa masyarakat mampu
memberikan solusi dan perbaikan terhadap kondisi pembangunan yang
dapat yang dimulai dari diri sendiri.
b. Tolak ukur dalam pelaksanaan Musrenbang
Tolak ukur dalam pelaksanaan musrenbnag disini aspek penting
dalam pelaksanaan Musrenbang, apa saja yang menjadi tolak ukur dalam
sebuah pelaksanaan agar berjalan sesuai dengan perencanaan. Di dalam
pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon
dibutuhkan banyak indikator keberhasilan didalamnya, apa saja yang
membuat pelaksnaan ini berhasil. Biasanya, dalam musrenbang
dibutuhkan partisipasi masyarakat karena sejatinya musrenbang dibuat
untuk menyuarakan suara dari masyarakat yang ada di lingkungan itu
sendiri. Seperti pernyataan yang disampaikan oleh I1-7 sebagai berikut :
“Partispasi sangat penting. Jika pemerintah saja yang bertanggung
jawab atau bekerja dalam pembangunan itu sendiri tanpa adanya
dorongan atau partisipasi dari masyarakat akan sulit menghasilkan
keberhasilan musrenbang...........” (wawancara dilakukan
wawancara dilakukan Pada hari kamis, 7 september 2017 pukul
14.30 WIB di Kantor kelurahan bendungan).
Hal senada disampaikan oleh I1-12 sebagai berikut :
“Tolak ukur musrenbang banyak faktornya. Kalau dilihat dari sisi
keterwakilan masyarakat itu pun sangat penentu keberhasilan
musrenbang sendiri. Namun, itu semua tidak terlepas dari
131
ketersediaan anggaran yang ada. Semuanya harus seimbang agar
tidak berat sebelah. Kalau disini masyarakatnya harus disuruh duu
biar pada mau, kadang sibuk dengan pekerjaanya sehingga lupa
kalu ada acara” (wawancara dilakukan wawancara dilakukan Pada
hari Senin, 28 agustus 2017 pukul 09.30 WIB di Kantor kelurahan
rawaarum).
Pernyataan di atas dijelaskan bahwa banyak faktor yang
menentukan keberhasilan dalam musrenbang, seperti partisipasi dari
masyarakatnya dan anggaran yang tersedia. Partisipasi masyarakat dinilai
sangat penting dalam hal ini, karena musrenbang merupakan wahana
publik yang dibuat masyarakat dalam menyuarakan aspirasi aspirasinya.
Perasaan menjadi bagian dari masyarakat ataupun perasaan menjadi
bagian terhadap pelaksanaan program, dalam hal Musrenbang juga
diperlukan selain kemampuan yang dimiliki. Kemampuan yang dimiliki
juga harus diikuti dengan perasaan bahwa mereka terlibat karena memiliki
perasaan menjadi bagian dalam kemasyarakatan. Merasa menjadi bagian
dari musrenbang dapat dilihat bagaimana mereka yang memutuskan untuk
terlibat menganggap penting pembangunan dan apa yang melatar
belakangi mereka untuk terlibat. Sehingga dapat terlihat apa yang
sebenarnya masyarakat harapkan dalam keterlibatan di musrenbang ini..
Selain aspirasi masyarakat juga ketersediaan anggaran menjadi hal yang
utama dalam proses pembangunan. Partisipasi di Kota Cilegon dalam
mengikuti musrenbang bisa dikatan belum maksimal dilihat dari
pengetahuan masyarakat tentang musrenbang masih dianggap minim
dikarenakan sosialisasi yang tidak merata dan belum banyak yang paham
mengenai skala prioritas dalam pembangunan dan jenuh terhadap program
132
yang tidak direalisasikan karena selalu masuk daftar untuk diajukan tahun
berikutnya. Selain dari dua faktor yang diatas ada pernyataan lain seperti
pernyataan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Kalau dilingkup kita dilihat dari stakeholder yang hadir dan
diundang bisa ngasih masukan sesuai dengan visi misi pemerintah,
jadi tiaptahun beda beda untuk musrenbang untuk tahun ini
penekanannya lebih ke infrastruktur . selain itu keberhasilan
program menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan dari pada
musrenbang.”( wawancara dilakukan Pada hari rabu, 25 september
2017 pukul 11.30 WIB di Kantor Bappeda kota cilegon).
Dari pernyataan diatas dijelaskan keterwakilan undangan yang
hadir juga salah satu sebagai tolak ukur dalam musrenbang, semakin
banyak undangan yang hadir akan semakin bagus partisipasi dan semakin
banyak ide – ide yang dikembangkan untuk pembangunan kota cilegon.
Pada kenyataan seperti peneliti pernah paparkan bahwa ada stakeholder di
Kecamatan Ciwandan yang hadir dalam musrenbang hanya absen belaka.
Pelaksanaan Musrenbang di Kota Cilegon berupaya untuk meningkatkan
peran masyarakat dalam melibatkan diri serta meningkatkan kualitas hidup
dan pembangunan masyarakat di wilayahnya masing - masing. Masyarakat
dituntut dapat ikut berpartisipasi karena permasalahan dirasakan
masyarakat secara bersama. Keberhasilan program juga sangat
menentukan keberhasilan dari musrenbang. hal ini juga disampaikan oleh
I1-2 sebagai berikut :
“Kalau dari sisi output itu terealisasinya pembangunan. kalau dari
sisi masyarakatnya berarti ada satu keberhasilan masyarakatnya
dalam membangun wilayahnya sendiri, dia bisa mengoptimalkan
sdm sendiri dan bisa menentukan prioritas wilayahnya yang akan
dibangun. Biasanya masalahnya itu usulan lama itu banyak yang
133
diusulakan kembali.” (wawancara dilakukan Pada hari Senin, 25
september 2017 pukul 09.00 WIB di Kantor Bappeda kota
cilegon).
Keberhasilan suatu program atau terealisasinya pembangunan juga
menjadi faktor penting dalam musrenbang. keberhasilan program menjadi
acuan untuk pembangunan ditahun berikutnya.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ada banyak tolak
ukur yang peneliti simpulkan dari wawancara diatas seperti partisipasi
masyarakat, ketersediaan anggaran, keterwakilan pemangku kepentingan,
dan terealisasinya pembangunan yang direncanakan. Semua faktor diatas
sangat berkaitan satu dengan yang lainnya.
c. Sasaran yang terangani
Sasaran yang tertangani artinya partisipasi masyarakat dalam
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan hal yang berkaitan
dengan tolak ukur dalam Musrenbang. kesiapan masyarakat untuk
berpartisipasi seringkali bergantung pada apakah mereka didekati atau tidak
dan bagaimana mereka didekati.barbagai pilihan untuk keterlibatan partisipasi
adalah penting karena beberapa orang lebih nyaman dengan beberapa bentuk
keterlibatan seperti rapat umum dan musyawarah. Beberapa orang
berpartisipasi untuk berbicara mengenai pengalaman dari masyarakatnya atau
lingkungannnya sementara yang lain ingin terlibat berdasarkan pengetahuan
mereka tentang layanan tertentu sebagi pengguna. Partisipasi dapat
dimobilisasi dengan menggunakan insentif (misal honorarium), melalui
pembentukan rasa kewajiban atau dengan menawarkan
134
bargaining/pertukaran. untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam
musrenbang, peneliti melakukan wawancaa bersama I1-9 sebagai berikut :
“Partisipasi dari masyarakat sendiri cukup bagus untuk ditingkat
kelurahan namun ada saja yang malas malasan untuk datang
alasannya karna usulan terdahulu tidak terealisasikan. Ada
masyarakat yang mengerti kondisi ada juga yang tidak mengerti.”(
wawancara dilakukan Pada hari Senin, 17 juli 2017 pukul 10.30
WIB di Kantor kelurahan samang raya).
Hal senada juga dikatakan oleh I1-14 sebagai berikut :
“Partisipasi dari masyarakat sendiri cukup bagus untuk ditingkat
kelurahan namun ada saja yang malas malasan untuk datang
alasannya karna usulan terdahulu tidak terealisasikan. kadang
masyarakat itu menuntut haknya tapi lupa dengan kewajibannya
yaitu partisipasi Karakter masyarakat berbeda – beda . bagaiman
kita bisa menyikapi karekter mereka yang berbeda beda.”(
wawancara dilakukan Pada hari Selasa, 18 juli 2017 pukul 10.30
WIB di Kantor kelurahan sukma jaya).
Dari pernyataan diatas untuk partisipasi sudah cukup artinya ada
rasa kepedulian masyarakat terhadap pembangunan di lingkungannya.
Namun upaya di atas dinilai belum berhasil dikarenakan masyarakat yang
partisipasi tidak melakukan lebih lanjut di lingkungan masing – masing
artinya seperti hal kecil gotong royong dll. Kurang rasa kepercayaan
masyarakat dan belum adanya kesadaran dalam hal pembangunan di
lingkungannya. Adanya sebagian masyarakat yang apatis akan
pembangunan, contohnya saja seperti tidak hadir dalam musrenbang
alasannya pun hampir sama seperti informan lainnya yaitu karena usulan
yang sebelumnya tidak direalisasikan. Hal semacam ini sudah sering
terjadi dalam musrenbang. seperti yang dikatatakan oleh I1-10 sebagai
berikut :
135
“untuk masyarakat sendiri alasan tidak berpartisipasi karena
alasannya selalu “mengapa program yang ini tidak terealisasikan,
males karena gitu gitu aja” kami harus bisa menjelaskan kepada
warga bahwa disini ada yang namanya skala prioritas karena
memang cilegon ini bukan hanya kepuh saja kelurahannya masih
ada 42 kelurahan lagi,.....................”( wawancara dilakukan Pada
hari jumat, 28 juli 2017 pukul 11.30 WIB di Kantor kelurahan
kepuh).
Hal senada dikatakan oleh I1-6 sebagai berikut :
“Ya bisa dilihat sendiri bagaimana partisipasi masyarakatnya, ada
yang semangat ada juga ya tidak namanya berfariasi. Namun saya
harap sebagai lurah bahwa untuk ikut bekerja di pelaksanaan
muserenbang. Musrenbang itu pembangunan loh, pembangunan
untuk dilingkungan masing – masing. Katanya mau bagus
lingkungannya ya kalau begitu diganti dengan
partisipasinya.”(wawancara di lakukan wawancara dilakukan Pada
hari Senin, 4 september 2017 pukul 13.00 WIB di Kantor
kelurahan ciwaduk).
Hampir seluruh jawaban dari informan menunjukan bahwa
partisipasi masyarakat cukup bagus, tidak rendah tidak juga tinggi, belum
maksimal. Namun yang disayangkan bahwa masih ada masyrakat yang
belum mengerti tentang skala prioritas. Namun pihak kelurahan hanya
memberitahu dan meberi pengertian kepada masyarakat seperti pernyataan
oleh I1-12 sebagai berikut:
“untuk menanggapi masyarakat yang apatis kita akan meberikan
pengertian bahwa pembangunan ini keuntungan bukan untuk
pemerintah saja namun untuk masyarakat itu sendiri. Kalau tidak
ada tindakan dari masyarakat itu sendiri, bagaimana pembangunan
itu akan maju dan berkembang.”( wawancara dilakukan Pada hari
Senin, 28 agustus 2017 pukul 09.30 WIB di Kantor kelurahan
rawaarum).
Dilihat dari faktor pendidikan, masyarakat di kota cilegon tingkat
pendidikannya masih minim. Jumlah tamatan SD dengan presentase
34,80%. Sedangkan untuk sarana prasarana pendidikan yang tersedia
136
sebagai berikut. Terdapat 348 sarana pendidikan, diantaranya : Madrasah
Aliyah (MA) terdapat 23 unit, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
terdapat 42 unit, Sekolah Menengah Atas (SMA) terdapat 43 unit milik
swasta dan Negeri, Perguruan Tinggi terdapat 10 unit, Madrasah
Tsanawiyah (MTs) 41 unit, madrasah ibtidaiyah 13 unit dan Sekolah
Dasar (SD) terdapat 176 unit. Adapun tingkat pendidikan kota cilegon bisa
dilihat di Tabel 4.4. kondisi sosial ekonomi berkaitan erat dengan faktor
pendidikan. Jenjang pendidikan memungkinkan sosial ekonomi yang
tinggi pula sebaliknya. Masyarakat Kota Cilegon memiliki jenjang jenjang
pendidikan yang minim dengan mendominasinya presentase lulusan
Sekolah Dasar yakni 34,80 %. Sehingga berdampak pada sosial ekonomi
di Kota Cilegon. Partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat
pemahaman mereka dalam menilai suatu fenomena dimana pemahaman
tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Dapat ditarik garis
besarnya bahwa dengan pendidikan yang rendah maka partisipasinya pun
akan rendah. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, baik kuantitas
maupun kualitas SDM nya berkaitan dengan faktor pendidikan dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat di kota cilegon.
.Faktor lain yang menyebabkan tidak adanya kepercayaan
masyarakat dikarenakan ada rasa dikecualikan atau perasaan tidak
diterima sehingga mereka memutuskan untuk tidak berpartisipasi.
Perasaan tidak diterima tersebut salah satunya disebabkan oleh
keanekaragaman sosial didalam masyarakat. Keanekaragaman perbedaan
137
baik budaya, agama, suku dan sebagainya terkadang dapat menghalangi
seseorang untuk berpartisipasi. Banyak yang beranggapan seseorang yang
berada diluar di suatu komunitas atau kelompok yang didominasi oleh
orang yang memiliki banyak kesamaan menjadi kendala bagi mereka yang
merasa berbeda untuk berpartisipasi. Biasanya orang yang sering
berpartisipasi adalah orang yang mempunyai jabatan atau posisi tertentu.
Dalam hasil wawancara dan data yang telah diperoleh, hasil temuan
mengenai partisipasi dalam pelaksanaan musrenbang di kelurahan Kota
Cilegon tidak dipengaruhi oleh keragaman agama dan sosial. Dalam sektor
sosial, Pluralisme adalah ciri dari masyarakat kota cilegon. Warga asli
Cilegon Sunda Jawa Serang dengan warga pendatang dari berbagai suku di
Indonesia seperti Jawa, Sunda, Batak, Minang telah membaur menjadi
satu. Setiap permasalahan di kampung, diselesaikan dengan cara
musyawarah mufakat yang dipimpin oleh Ketua RT atau RW masing-
masing. Beberapa yang dianggap tokoh masyarakat dan agama menjadi
narasumber di setiap kegiatan musyawarah. Jadi disini tidak dibedakan.
Hal ini disampaikan oleh I1-18 sebagai berikut:
“alhamdulillah kalau masalah perbedaan kaya gitu jarang banget
ada masalah. Saling akrab aja kalau di kelurahan kota bumi. Apa
lagi disini ada orang asing yang kerja di KS, kan banyak yang
ngontrak juga di wilayah sini karena deket dengan pabriknya dan
kalaupun ada bukan dari warga saya.”(wawancara dilakukan pada
hari rabu, 13 september 2017 pukul 15.30 WIB di kelurahan
kotabumi)
Berdasarkan Pernyataan dari pak tarfriji selaku lurah kotabumi
bahwa dalam keanekaragaman budaya dan sosial di kelurahan kotabumi
138
tidak mepengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan musrenbang
berlaku juga untuk kelurahan yang ada di kota cilegon. apalagi di
lingkungannya ada Warga Negara Asing (WNA) yang mengontrak dalam
urusan pekerjaan, hal ini masyarakat dituntut untuk berbaur dan
mencontohkan kepada WNA tersebut. Sehingga keragaman entitas tidak
berpengaruh kepada partisipasi masayarakat dalam pelaksanaan
Musrenbang.
Berdasarkan beberapa pernyataan diatas bahwa dari pihak
BAPPEDA dan kelurahan pun sudah memberi pengetahuan kepada
masyarakat bahwa hanya sebagian usulan saja yang terealisasikan yang
dianggap penting dan membutuhkan pembangunan segera. Namun masih
saja masyarakat yang tidak hadir dengan berbagai alasan. Alasanan yang
sering muncul adalah program atau usulan yang terdahulu tidak
terealisasikan. Alasan itu hampir ada dalam kelurahan di kota cilegon.
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa koneksi, rasa kemasyarakatan yang
timbul menyebabkan dorongan masyarakat untuk terlibat dalam
pelaksanaan musrenbang. namun kiranya bagi yang tidak memiliki hal –
hal di atas maka mereka tidak memiliki dorongan untuk terlibat artinya
kurang untuk partisipasi. Rasa kemayarakatan dapat dipupuk dengan cara
yang sederahana seperti gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat,
kegiatan tersebut untuk memupuk rasa kebersamaan dan rasa
kemasyarakatan di lingkungan masing – masing.
139
d. Kelompok yang dilibatkan dalam Musrenbang
Pihak yang dilibatkan dalam Musrenbang. pihak yang dilibatkan
dalam Musrenbang tentunya sangat menentukan masukan program yang
akan diajukan ke tahap selanjutnya. Namun untuk setiap tingkatan
Musrenbang kelurahan, kecamatan dan kota stakeholders nya berbeda. Hal
ini disampaikan oleh I1-2 sebagai berikut:
“Banyak pihak yang terlibat dalam musrenbang terutama dari
RT/RW wilayah masing masing, tokoh masyarakat, karangtaruna
dan organisasi lain yang ada di kelurahan dan kecamatan masing –
masing. Tapi di tingkat kota stakeholdernya sudah berbeda kalau
ditingkat kota sudah mengundang DPRD, unsur legislatif dan
eksekutif, dan unsur – unsur BUMN, BUMN dan organisasinya
pun sudah tingkat kota semuanya terlibat sehingga proses
pembangunan bisa menggunakan dana dari perusahaan, atau
BUMD dan BUMN itu. (wawancara dilakukan di wawancara
dilakukan Pada hari Senin, 25 september 2017 pukul 09.00 WIB di
Kantor Bappeda kota cilegon).
Hal senada disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut:
“OPD, BUMN, BUMD, LSM, Perguruan Tinggi dan masih banyak
lagi yang terlibat dalam musrenbang kota karena lingkupnya luas.”
( wawancara dilakukan Pada hari rabu, 25 september 2017 pukul
11.30 WIB di Kantor Bappeda kota cilegon).
Untuk Musrenbang tingkat Kota yang dilibatkan sudah semua
Stakeholders dalam lingkup kota, semua diwajibkan hadir untuk
membahas tentang pembangunan yang akan datang. Berbeda dengan
lingkup kelurahan, seperti pernyataan I1-13 sebagai berikut:
“Dari unsur masyarakat seperti RT/RW dan organisasi tertentu,
Tokoh masyarakat, pemuda. Dari pemerintahnya ada dari
kecamatan, Bappeda, dari dinas sosial, kesehatan, PU dan dinas
terkait lainnya, termasuk juga ada dari DPR dan para pengusaha
yang ada diwilayah ini.” (wawancara dilakukan Pada hari senin, 28
september 2017 pukul 10.00 WIB di Kantor kelurahan grogol).
140
Pernyataan diatas sejalan dengan beberapa kelurahan, salah
satunya oleh I1-10 sebagai berikut:
“Untuk yang terlibat ada RT/RW,tokoh masyarakat,fasilitator,
pemuda, posyandu dan pkk, karang taruna, dan unsur – unsur lain
yang terlibat dalam musrenbang. Biasanya juga mengundang
anggota dpr yang ada diwilayah ini.”( wawancara ini dilakukan
wawancara dilakukan Pada hari jumat, 28 juli 2017 pukul 11.30
WIB di Kantor kelurahan kepuh).
Yang telah disampaikan pernyataan diatas bahwa LSM dan
organisasi tertentu harus turut hadir dalam pelaksanaan murenbang.
Namun, ada satu kelurahan yang LSMnya sudah tidak aktif. Hal ini
disampaikan oleh I1-19 sebagai berikut:
“Banyak pihak yang terlibat dalam musrenbang terutama dari
RT/RW wilayah masing masing, tokoh masyarakat, jujur saja ya
untuk LSM sendiri di wilayah kebon dalem sudah tidak aktif lagi
jadi kita mengandalkan tokoh masyarakat.” (wawancara dilakukan
Pada hari senin, 11 september 2017 pukul 15.35 WIB di Kantor
kelurahan kebondalem).
Dari pemaparan kegiatan musyawarah pembangunan ini
merupakan salah satu wahana yang efektif untuk memaduserasikan
perencanaan bottom up dengan perencanaan yang bersifat top down
sehingga diharapkan semua stakeholders yang terlibat dalam pelaksanaan
semuanya dapat hadir untuk meberikan masukan dan solusi atas
permasalahan pembangunan di kota cilegon.
4.3.4 Dimensi Outcomes
Outcomes yaitu apakah suatu pelaksanaan kebijaan berdampak
nyata terhadap kelompok sasaran yang sesusi dengan tujuan kebijakan.
Untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dari hasil pelaksanaan
141
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) di kota
cilegon, maka peneliti melihat dari dampak ada tidaknta perubahan
terhadap masyarakat, negatif maupun positif dan evaluasi dari pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota cilegon.
a. Perubahan kelompok sasaran
Dampak perubahan terhadap kelompok sasaran merupakan aspek
penting dalam sebuah hasil pelaksanaan, ini karena berkaitan dengan
tujuan Musrenbang sendiri. Apakah dampak positif atau negatif. Dampak
perubahan kelompok sasaran yang ditimbulkan dari pelaksanaan
Musrenbang tersebut dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti
dengan I1-9 sebagai berikut:
“.........negatifnya banyak masyarakat yang tidak sabaran ingin
usulannya terealisasikan., akhirnya masyarakat itu membangun
sendiri kalau sudah begitu siapa yang akan tanggung jawab kalau
bukan kelurahan, sebab itu kami slalu mengingatkam masyarakat
untuk sabar toh nanti juga kalau ada untuk pembangunan
bersama.” (wawancara dilakukan wawancara dilakukan Pada hari
Senin, 17 juli 2017 pukul 10.30 WIB di Kantor kelurahan samang
raya).
Seperti pernyataan diatas, dampak yang timbul akibat usulan yang
belum terealisasikan adalah ketidaksabaran masyarakat yang
mengakibatkan masyarakat yang mengambil alih dalam pembangunan dan
akhirnya kelurahan mengalah. Seperti yang terjadi di lingkungan
samangraya dijelaskan bahwa ada beberapa masyarakat yang membangun
saranana untuk kelurahan namun memakai uang pribadi. Mau tak mau
pihak kelurahan harus bertanggungjawab dalam hal ini. Selain itu
142
keterbenturan anggaran menjadi salah satu dampak negatif karena dengan
terbenturnya anggaran maka banyak usulan masyarakat yang belum
terealisasikan. Hal ini disampaikan oleh I1-17 sebagai berikut:
“....................Untuk negatifnya ada saja, yang paling banyak
keterbenturan anggaran, program yang belum terealisasikan
biasanya masyarakat komentar mengapa program tersebut belum
terealisasikan. Namun untuk menutupi negatif tersebut bilamana
ada dana dari proglam lain kita pasti akan realisasikan usulan tahun
sebelumnya yang belum terealiasikan.”( wawancara dilakukan
Pada hari Selasa, 12 september 2017 pukul 14.00 WIB di Kantor
kelurahan mekarsari).
Hal senada disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut:
“................... dampak negatifnya ada saja, ya sebaliknya ada yg
belum terealisasikan dikarenakan anggaran lagi. Namun untuk
menutupi negatif tersebut bilamana ada dana dari proglam lain kita
pasti akan realisasikan usulan tahun sebelumnya yang belum
terealisasikan.”(wawancara dilakukan wawancara dilakukan Pada
hari Selasa, 5 september 2017 pukul 10.00 WIB di Kantor
kelurahan karangasem).
Kebenturan anggaran menjadi salah satu dampak yang
mengakibatkan banyak usulan yang tidak terealisasikan dan banyak
dampak bagi masyarakat terutama pembangunan. Selain terkait anggaran,
ada juga dampak negatif dari Musrenbang, seperti pernyataan I1-1 sebagai
berikut:
“Dampak positifnya lebih terbuka pembangunan dan
masyarakatnya, negatifnya karena masyarakat sudah banyak yang
tahu dari awal akan diadakannya pembangunan dititik A jadi
banyak oknum – oknum dari masyarakat yang memanfaatkan
moment perencanaan pembangunana ini, banyak Naikin harga
tanah, ada yang membuat persyaratan lingkungan, akses yang
tadinya dibuka malah jadi ditutup biar ada biaya bongkar.”
(wawancara dilakukan wawancara dilakukan Pada hari rabu, 25
september 2017 pukul 11.30 WIB di Kantor Bappeda kota
cilegon).
143
Feedback yang didapat atas keterbukaanya pembangunan di Kota
cilegon dalam pelaksanaan musrenbang yakni manfaat yang akan
dirasakan masyarakat dengan adanya musrenbang tersebut yakni
pembangunan di wilayah kelurahan akan meningkat dengan sarana
prasarana yang ada serta peningkatan ekonomi di wilayah kelurahan Kota
Cilegon, selain itu dapat mengenali kondisi lingkungannya serta
terbangunnya aturan bersama yang disepakati untuk bersama-sama
membiasakan diri untuk berpartisipasi dan peka terhadap lingkungannya.
Selain itu, dari pernyataan diatas juga dijelaskan bahwa ada beberapa
oknum yang sengaja memanfaatkan dari pembangunan ini. Padahal
mereka tahu sendiri bahwa itu untuk kebutuhan bersama, kebutuhan
masyarakat Kota Cilegon. Selain itu seperti yang dikatakan oleh I1-2
bahwa tidak semua pembanguna terealisasi karena membutuhkan watu
yang sangat lama. Pernyataan I1-2 sebagai berikut:
“............Untuk negatifnya ada saja, tidak semua pembangunan
terealisasi mungkin membutuhkan waktu yang sangat lama. 1- 5
tahun, tergantung kasusnya apa. Biasanya masalah
fisik.”(wawancara dilakukan wawancara dilakukan Pada hari
Senin, 25 september 2017 pukul 09.00 WIB di Kantor Bappeda
kota cilegon).
Hasil dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa dampak positif
dari adanya Musrenbang ini masyarakat lebih terbuka akan masalah
pembangunan dan masyarakat lebih ikut turut serta dalam partispasi
pembangunan untuk menigkatkan perekonomian di wilayah kelurahan.
Selanjutnya negatifnya masih saja terpaku dengan anggaran yang
144
menyebabkannya banyak usulan – usulan yang terealisasikan. Dan masih
ada oknum – oknum yang memanfaatkan proses pembangunan ini.
b. Evaluasi Musrenbang
Pada tahap ini ada tahap akhir penilaian dari pelaksanaan. Tahap
ini sangat penting untuk menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan
musrenbang tahun berikutnya. E – musrenbang pun menjadi salah satu
target pemerintah untuk pelaksanaan musrenbang tahun yang akan datang
tergantung kesiapan pemerintah dalam hal ini. Seperti yang dikatakan oleh
I1-2 sebagai berikut:
“............Musrenbang sendiri harus lebih mengkuti perkembangan
jaman, jadi bisa lebih memudahkan masyarakat. Contohnya dengan
cara tidak bertatap muka langsung jadi evalusinya tidak bisa
dengan duduk manis saja melainkan sudah berbasis e –
musrenbang...............” (wawancara dilakukan Pada hari Senin, 25
september 2017 pukul 09.00 WIB di Kantor Bappeda kota
cilegon).
Pernyataan diatas dijelaskan bahwa untuk tahun depan diharapkan
musrenbang sudah bebasis komputer artinya agar semua pelaksanaan
berjalan dengan efektif dan efesien tanpa ada alasan untuk tidak hadir
dalam musrenbang. seiring dengan perkembangan teknologi, semakin
mudah kita melihat situasi yang terjadi. Masyarakat dituntut agar dapat
melaporkan kegagalan suatu pembangunan berbasis online. Tidak hanya
itu, masyarakat pun dituntut harus lebih peka terhadap lingkungan agar
bisa mengurangi beban pemerintah. Seperti yang disampaikan oleh I1-6
sebagai berikut:
145
“................diharapkan terus meningkat tiap tahunnya, dalam arti
banyak masyarakat yang harus lebih peduli dengan lingkungannya.
saya harap masyarakat harus bisa menjaga aapa yang sudah
dibangun . dari segi infrstruktur sudah ada peningkatan, Pihak
kelurahan pun selalu berusaha agar menajdikan usulan – usulan
dari masyarakat tercover, kami disini ada fasilitator yang akan
menyampaikan usulan apa saja yang akan di prioritaskan dari
masyarakat, jadi fasilitator pun kami pilih yang bisa
memperjuangkan usulan tersebut.”( wawancara dilakukan Pada
hari Senin, 4 september 2017 pukul 13.00 WIB di Kantor
kelurahan ciwaduk).
Dari segi infrastruktur sudah ada peningkatan, termasuk jalan –
jalan yang rusak sudah mulai tercover, namun belum semua tercover
artinya bertahap. sudah ada peningkatan yang signifikan terlihat dari
infrastruktur, mengingat prioritas dan sasaran pembangunan tahun 2018
lebih fokus kepada infrastruktur. Masyarakat harus bisa menahan untuk
tidak berbuat sesukanya karena ini pembangunan untuk bersama dan untuk
menetukan prioritas dibutuhkan rapat bersama dengan pemangku
kebijakan wilayahnya masing – masing dipilih dengan kategori urgent
sehingga tidak ada protes dari warga. Hal ini disampaikan oleh I1-14
sebagai berikut:
“Evaluasinya cukup bagus karena setiap pelaksanaan harus
dievaluasi supaya kedepannya jadi lebih bagus lagi. Apa keluh
kesah masyakat, apa dampak dari masyarakat. sekecil apapun
kontribusi kita berharga. Dari tahun ketahun cukup bagus, karana
dilihat dari pembangunnya ada peningkatan. Hanya saja saya harap
untuk partisipasi masyarakat untuk lebih di tingkatkan dan lebih
bersabar. Karna bukan hanya masyrakat saja yang ingin segera,
tapi pihak kelurahan pun ingin segeran terealisaikan hanya saja
masalah anggaran.” (wawancara dilakukan Pada hari Selasa, 18 juli
2017 pukul 10.30 WIB di Kantor kelurahan sukma jaya).
Untuk musrenbang tahun berikutnya diatas dijelaskan untuk lebih
ditingkatkan lagi partisipasi masyarakatnya karena bukan hanya
146
pemerintah saja yang harus membangun melainkan dari masyarakatnya.
Partisipasi sangat penting dalam musrenbang karena semua masalah yang
ada dilingkungannya dirasakan oleh masyarakat sekitar. Masyarakat bisa
saja jenuh akibat tidak terwujudkan usulannya seperti pernyataan dari I2-1
sebagai berikut:
“................karena musrenbang ini kegiatan rutin dan ada saja yang
tidak tercover akhirnya masyarakat jenuh, ngusulin2 realisasinya
nanti. Kedepannya Apa yang kita rencanakan harapannya bisa
tercover semuanya. Pembangunan sesuai yang kita usulkan.”
(wawancara dilakukan pada hari kamis, 12 Oktober 2017 pukul
16.00 WIB di link. Bendungan)
Selanjutnya,Untuk evaluasi dari segi pertumbuhakan ekonomi oleh
I1-3 sebagai berikut:
” ................dari sisi indikator makro kan pertumbuhan ekonomi
kan terus berjalan dia terus naik meskipun gak terlalu bagus. Terus
yang kedua, pembenahan jalan – jalan kan sudah mulai kelihatan,
terus pemggunaan anggaran udah cukup baguslah, ya secara umum
sedikit demi sedikit sudah mulai terlihat. Untuk melihat bagus atau
tidaknya itu tidak bisa dilihat dari tahun ketahun karena ada
program yang sifatnya bisa kelihatan bagus atau tidaknya 5 tahun
yang akan datang.. ....................“(wawancara dilakukan wawancara
dilakukan Pada hari Senin, 25 september 2017 pukul 09.30 WIB di
Kantor Bappeda kota cilegon).
Hal senada dikatakan oleh I1-1 sebagai berikut:
“Kalau dari sisi serapan anggarannya lumayan..........”( wawancara
dilakukan Pada hari rabu, 25 september 2017 pukul 11.30 WIB di
Kantor Bappeda kota cilegon).
Dari pernyataan diatas disimpulkan bahwa tidak semua program
tidak bisa dievalusi dari tahun ketahun ada program yang bisa dievalusi
hasilnya akan terlihat lama. Selain itu infrstruktur sudah mulai terlihat di
tahun 2017 ini dan hampir untuk semua evaluasi kearah masyarakat agar
147
bisa membedakan skala prioritas dan keinginan semata. Namun untuk arah
prioritas pembangunan di kota cilegon tahun 2018 lebih menekankan
pembangunan infrastruktur, seperti alun – alun dan taman di Kota Cilegon.
4.4 Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian merupakan isi dari hasil analisis data dan
fakta yang peneliti dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
digunakan. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan teori evaluasi Nurcholis
kebijakan pemerintah daerah (Nurcholis, 2007:274) dimana evaluasi kebijakan
merupakan penelitian secara menyeluruh terhadapa aspek input, proses, output
dan outcomes.
Selanjutnya dalam penelitian mengenai Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon dari hasil penelitian di lapangan dapat
dilihat dari aspek input, proses, output dan outcomes dari kebijakan tersebut.
Adapun pembahasan yang dapat peneliti paparkan adalah sebagai berikut:
1. Input
Dimensi input merupakan dimensi pertama dalam evaluasi yang
dikemukakan oleh Nurcholis (2007), dimensi ini melihat pada sumber
daya, dasar kebijakan dan sosialisasi.
Pada bagian pertama yaitu mengenai sumber daya. Sumber daya
(resources) memiliki peran penting dalam implementasi kebijakan.
Edward III dalam Widodo (2007 :198) mengemukakan bahwa
bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan – ketentuan atau aturan –
148
aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggungjawab
untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber – sumber daya
untuk melaksankan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan
tersebut tidak efektif. Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa
adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan
kuantitasnya.
Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan,
dedikasi, profesionalitas dan kompetensi di bidangnya. Dengan adanya
kualitas yang baik tersebut dimulai dari kualifikasi yang telah ditetapkan
sebelumnya atau standar yang ditetapkan dalam proses penyeleksian.
Sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia
apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber
daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi,
sebab tanpa sumber daya manusia yang handal maka implementasi
kebijakan tersebut akan berjalan dengan lambat. Berkaitan dengan
penelitian ini, sumber daya yang dimaksud ialah para kepala kelurahan
dan kecamatan berikut dengan stafnya. Kepala kelurahan dipilih langsung
oleh Walikota Cilegon. Sumber daya di kelurahan dan kecamatan sudah
memenuhi standar, tingkatannya mulai S1 dan S2. Untuk Kepala Seksi
sudah memenuhi standar dan dipilih langsung oleh Kepala Kelurahan.
Sumber daya manusia yang tidak terampil dan profesional akan
menghambat pelaksanaan Musrenbang di Kota Cilegon, terlebih lagi saat
ini kondisi yang terjadi di masyarakat sangat begitu kompleks yang hal ini
149
tentunya membutuhkan kualitas sumber daya manusia yang handal dan
dapat menjadi problem solver terhadap permasalahan yang terjadi di
masyarakat.
Kedua, mengenai dasar pelaksanaan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan. Pembangunan merupakan sebuah proses yang
direncanakan dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik
dibandingkan keadaan sebelumnya. Proses pembangunan dilaksanakan
melalui optimalisasi sumber daya dengan tetap menjaga kesinambungan
serta kualitas lingkungan yang baik. Keterampilan dan sumber daya lebih
sering ditemukan pada orang-orang yang memiliki pendidikan yang lebih
tinggi dan pekerja yang status sosial ekonominya juga tinggi. Berdasarkan
Undang – undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasioanl mengamanatkan penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Amanat UU
tersebut dijabarkan kedalam PP No 8 Tahun 2008 tentang tahapan, Tata
cara penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah. Selain mengacu pada UU No 25 Tahun 2004
tentang SPPN, pemerintah telah menetapkan Permendagri Nomor 54 tahun
2010 tentang Pelaksana PP nomor 8 tahun tentang tahapan, Tata cara
penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah yang sekarang sudah revisi menjadi Permendagri
No 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan
150
Evaluasi Pembangunan Daerah. Tata cara Evaluasi RRPJPD dan RPJMD
dan RKPD. Dasar pelaksanaan musrenbang sebenarnya masih banyak
dasar pelaksanaan Musrenbang ini. Namun Pemerintah tetap mengacu
pada UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasioanl untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah dan tahunan.
Ketiga, infrastruktur pendukung dalam Musrenbang. pendukung
dalam Musrenbang meliputi tingkat keterwakilan. Tingkat keterwakilan
sangat menentukan keberhasilan dari pelaksanaan musrenbang itu sendiri.
Keterwakilan masyarakat dan elemen pemerintah yang terkait menjadi
faktor kunci yang tidak bisa ditawar. Dengan demikian mengapa
sosialisasi sangat berbengaruh terhadap keterwakilan masyarakat. Untuk
tingkat keterwakilan dalam Musrenbang di kota maupun di kelurahan
sudah cukup dalam pelaksanaannya namun masih saja dari elemen
pemerintah masih saja hanya datang sekedar ceremony saja. Selain itu
tidak terealisasinya pembangunan menjadi salah satu faktor dari
keterwakilan masyarakat. Karena semakin banyak usulan yang tidak
terealisasi maka keterwakilan pun berkurang. Masyarakat banyak yang
belum paham tentang skala prioritas, jikalau usulan atau program yang
belum terealisasikan itu berarti belum termasuk dan belum dianggap
prioritas oleh pemerintah. Selain itu pihak kelurahan maupun Bappeda
Kota Cilegon sebelumnya melakukan penyuluhan ke kecamatan
memberikan pengertian kepada masyarakat mengenai usulan yang masuk
151
dari tahapan kelurahan hingga kota disusun berdasarkan masalah yang
benar – benar mendesak dan memang dibutukan pemecahan masalah
secepatanya.
Selanjutnya infrastruktur lain dalam Musrenbang ialah anggaran.
Anggaran ini sangat penting karena ini menetukan berhasil atau tidaknya
suatu program. Kerangka anggaran menjadi hal yang mesti diperhatikan
dalam proses perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan, sehingga
dalam pelaksanaannya pembagian alokasi dana terhadap rancangan awal
RKPD yang memuat prioritas pembangunan daerah tidak terganggu. Hasil
Musrenbang memuat kerangka anggaran rencana kegiatan yang perlu
dibiayai oleh sumber pendanaan baik itu APBD Kota, APBD Provinsi,
APBN maupun sumber dana lainnya. Namun untuk tahun ini baru
diterapkan Dana Pembangunan Wilayah Kelurahan atau disebut dengan
DPWKel, DPWKel berasal dari 5% dari APBD Kota Cilegon. DPWkel ini
dialokasikan untuk dana kelurahan, untuk skala rendah pihak kelurahan
menggunakan DPWKel namun untuk kebutuhan infrastruktur dibatasi
hanya beberapa program saja, selebihnya untuk sosial dan lain-lain. Untuk
program yang di danai oleh DPWKel ini adalah drainase, TPT dan paving
block. Ada beberapa drainase yang harus diperbaiki atau pembuatan
drainase seperti yang terjadi di Link. Jati dan Link. Kebanjiran sebagai
berikut :
152
Gambar 4.7
Kondisi Drainase di Kelurahan Kepuh tahun 2017
Sumber : Peneliti 2017
Kondisi ekonomi sosial yang rendah masyarakat di Link. Kepuh dan
Link. Jati ditandai minimnya kesadaran masyarakat akan menjaga
lingkungan. Dapat terlihat permasalahan lingkungan yang terjadi di
Kelurahan Kepuh berupa banjir di beberapa titik, sampah yang menumpuk
membuat kawasan menjadi kumuh dan tidak sehat, sistem sanitasi yang
buruk dan tidak adanya sarana prasarana lingkungan yang memadai,
penerangan jalan masih minim. Namun setidaknya dengan diadakannya
Dana Pembangunan Wilayah Kelurahan sangat membantu untuk
mencover usulan yang tidak terealisasikan. Biasanya untuk skala besar
dialokasikan ke dinas – dinas terkait untuk segera dibangun. Namun yang
peneliti amati masih ada masyarakat yang protes mengenai anggaran,
pemerintah harus benar – benar memilih skala prioritas yang penting dan
masyarakat juga harus diedukasi kembali tentang adanya skala prioritas.
Karena masyarakat mengusulkan mayoritas sebatas keinginan bukan
153
kebutuhan, itu sebabnya pemerintah terus menyeleksi usulan – usulan
yang diajukan.
Keempat, mengenai sosialisasi. Sosialisasi dalam kebijakan merupakan
hal yang penting setidaknya memiliki dua hal menurut Pasalong (2010:
56). Pertama, sebagai upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang adanya kebijakan tersebut. Kedua, sebagai kontrol dari
masyarakat, dengan adanya sosialisasi tersebut masyarakat pada nantinya
akan menilai apakah kebijakan yang telah disosialisasikan tersebut
berjalan dengan baik atau tidak serta memberikan dampak positif dan
negatif kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kota
Cilegon sosialisasi telah dilakukan oleh seluruh kelurahan di Kota Cilegon
melalui RT/RW di lingkungan masing – masing. Sosialisasi dilakukan
bersamaan dengan pramusrenbang, pramusrenbang sendiri merupakan
kegiatan yang rutin sebelum pelaksanaan Musrenbang tingkat kelurahan.
pramusrenbang ini sebenarnya bukan ajang sosialisasi namun dengan
adanya pramusrenbang masyarakat hadir untuk menyuarakan usulan atau
masalah apa saja yang terjadi dilingkungannya. Masyarakat seharusnya
sudah mengetahui bahwa adanya Musrenbang karena Musrenbang sudah
merupakan kegiatan rutin setiap awal tahun tapi tidak semua masyarakat
mengingat adanya Musrenbang, tugas dari RT/RW mengingatkan kembali
bahwa setiap awal tahun selalu diadakannya musrenbang karena sosialisasi
ini sangat berpengaruh kepada tingkat keterwakilan atau partisipasi dari
154
pada masyarakat itu sendiri, sebelum itupun ada pemberitahuan melalui
surat oleh Bappeda dan pihak Bappeda hanya memberitahu melalui
Musrenbang kecamatan atau kelurahan itupun diundang untuk menjadi
narasumber saja. Peran serta masyarakat disini adalah berbagai kegiatan
masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri ditengah
masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam pembangunan di
wilayahnya. Dengan kualitas dan kuantitas SDM yang tersedia maka
berdampak pada peran masyarakat dalam pembangunan di Kota Cilegon.
Peran masyarakat dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan diawali
dengan keikutsertaan di dalam sosialisasi awal atau pramusrenbang.
Sosialisasi awal dilakukan guna memberitahu bahwa akan dilaksanakan
Musrenbang kelurahan serta membangun kepedulian masyarakat untuk
ikut serta menyukseskan. Namun untuk sejauh ini sosialisasi belum
maksimal dijalankan artinya masih banyak masyarakat yang belum paham
dan mengetahui bahwa akan diadakannya Musrenbang, hanya masyarakat
tertentu saja yang mengetahui. Diharapakan sosialisasi harus lebih merata
kepada seluruh masyarakat karena sosialisasi memberikan dampak bagi
keterwakilan atau partisipasi dalam Musrenbang.
Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti melihat bahwa permasalahan
yang terjadi di 16 kelurahan Kota Cilegon seperti minimnya pengetahuan
tentang pembangunan dan sosial ekonomi mempengaruhi partisipasi
masyarakat, baik secara kualitas SDM maupun kuantitas atau jumlah
masyarakat yang ikut terlibat dalam pembangunan. Kelemahan atau
155
permasalahan tersebut belum diatasi dengan cara pengembangan kapasitas
masyarakat maupun kelembagaan dikarenakan kendala-kendala yang ada.
2. Proses
Dimensi proses dalam penelitian ini merupakan dimensi paling penting
karena dari dimensi ini mengetahui tentang proses dan permasalahan yang
ada terkait musrenbang.
Pertama, Proses dalam Musrenbang dari mulai kelurahan, kecamatan
dan kota. dalam pelaksanaan Musrenbang dibutuhkan langkah – langkah
hingga terbentuknya suatu program. Proses Musrebang tingkat kelurahan
dilakukan dengan melibatkan perwakilan komponen masyarakat dalam
Musrenbang kelurahan dengan menyampaikan undangan kepada RT, RW,
tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan beberapa lembaga kemasyarakatan
seperti LPM, BKM, PKK dan juga disertai oleh Kader. Sebelum
dilaksanakannya Musrenbang kelurahan terlebih dahulu dilaksanakan
pramusrenbang. Pramusrenbang dilakukan oleh RT/RW setempat untuk
merumuskan program apa saja yang akan diusulkan dalam Musrenbang
kelurahan. Musrenbang kelurahan adalah tahapan penentuan prioritas
usulan program/kegiatan dari masing-masing RT/RW serta
pengklasifikasian usulan program/kegiatan masyarakat sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dalam forum musrenbang kelurahan, semua
usulan yang tertampung akan dipilih berdasarkan tingkat prioritas, artinya
tidak semua program yang diusulakan oleh masyarakat akan
156
direalisasikan. Setelah ditentukannya skala priorias, maka dibawa untuk
diajukan dalam Musrenbang kecamatan.
Selanjutnya, proses Musrenbang tingkat kecamatan. Musrenbang
tingkat kecamatan adalah tahapan pemantapan usulan program/kegiatan
yang akan disampaikan pada forum SKPD. Pada tahap ini peranan SKPD
sangat besar dalam membantu masyarakat memformulasikan usulan
program/kegiatan mereka. Selanjutnya, daftar tersebut diinformasikan
kepada masyarakat di masing - masing kelurahan oleh para delegasi yang
mengikuti Musrenbang kecamatan berdasarkan hasil Musrenbang tingkat
Kelurahan. Setelah Musrenbang kecamatan maka proses selanjutnya
adalah Forum SKPD. Forum SKPD adalah tahapan sinkronisasi usulan
program/kegiatan SKPD dengan usulan masyarakat hasil Musrenbang
kecamatan. Pada tahap ini usulan-usulan program/kegiatan dari
masyarakat akan disinkronkan dengan usulan masing-masing SKPD sesuai
misi dalam RPJMD Kota Cilegon.
Selanjutnya tahap Musrenbang Kota. Tahap ini merupakan puncak dari
pelaksanaan Musrenbang di Kota Cilegon, ini adalah tahapan finalisasi
usulan program/kegiatan dari masyarakat yang akan diimplementasikan
oleh masing-masing SKPD terkait. Hasil dari Musrenbang Kota akan
diinformasikan kepada masyarakat melalui delegasi Kecamatan, sehingga
masyarakat mengetahui kegiatan apa saja yang sudah diakomodir untuk
dilaksanakan pada tahun berikutnya, dan apabila ada kegiatan yang tidak
157
diakomodir, maka akan direncanakan/dikaji untuk dijadikan bahan
pembahasan pada perencanaan pembangunan di tahun selanjutnya.
Kelima, kendala dalam Musrenbang. indikator ini merupakan indikator
yang utama dalam dimensi proses. Pada indikator ini dapat menjelaskan
apa yang menjadi kendala utama pelaksanaan Muusrenbang di Kota
Cilegon.
Pihak Bappeda mengatakan bahwa kendala yang sering dihadapi
adalah kurang pahamnya masyarakat akan skala prioritas artinya tidak
semua usulan direalisasikan dikarenakan anggaran. untuk anggaran jangan
hanya mengandalkan pemerintah saja melainkan sumber – sumber lain
misalnya dari pabrik sekitar lingkungannya. Masyarakat harus diedukasi
tentang pentingnya pembangunan dan Bappeda selalau menyampaikan
kepada masyarakat bahwa yang dilayani bappeda bukan hanya lingkungan
tersebut melainkan banyak lingkungan yang harus dilayani. Maka dari itu
diperlukannya sosialisasi agar masyarakat paham akan pembangunan
karena tidak semua masyarakat mengerti dan paham. Selain itu anggaran
menjadi salah satu kendala dalam Musrenbang. Keterbatasan anggaran
menjadikan banyak usulan yang belum direalisasikan yang berdampak
banyak bagi masyarakat, ketidakhadiran sebagian masyarakat alasannya
sebagian besar adalah jenuh dengan apa yang sudah diusulkan namun
tidak ada realisasinya walaupun sebenarnya pihak kelurahan sudah
membuat prioritas dan membangun dengan bantuan dana DPWKel.
Bahkan ada salah satu Kabid Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan
158
Kepuh mengatakan bahwa walaupun sudah menggunakan pendekatan
bottom up namun masih terasa seperti masih pendekatan top down.
Keputusan mengenai usulan masih saja pihak kota yang menentukan
bahkan hanya sedikit saja dalam pelaksanaannya. Selain itu, koordinasi
Musrenbang dilakukan agar tidak ada kesalahan dalam komunikasi.
Komunikasi diperlukan agar para implementor akan semakin konsisten
dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam
masyarakat. Koordinasi dalam pelaksanaan suatu rencana, pada dasarnya
merupakan suatu aspek dari pengendalian yang sangat penting. Dalam
praktik penyusunan rencana pembangunan di Kota Cilegon, dalam hal ini
Musyawarah Perencanaan Pembangunan, koordinasi menjadi arti penting
dalam mengatur jalannya beragam tahapan dan kepentingan untuk
dirumuskan dalam koridor bersama demi tercapainya tujuan bersama.
Koordinasi dilakukan antar pusat hingga kelurahan sehingga semua
elemen pemerintah dari mulai hingga kota tidak terjadi kesalahan
komunikasi. Namun yang peneliti peroleh dalam penelitian ini bahwa
koordinasi kelurahan hanya sampai kecamatan saja padahal seharusnya
pihak kelurahan mengawal hingga kota agar pihak kelurahan tahu alasan
mengapa usulan yang ditolak. Masalah yang terjadi jika kurang koordinasi
biasa dari masyarakat. Selain itu, pihak kelurahan juga koordinasi hanya
sebatas melalui RT/RW dan kecamatan selanjutnya kecamatan yang
melakukan koordinasi dengan pihak kota .
159
3. Dimensi output
Dimensi output merupakan dimensi tentang hasil dari pelaksanaan
Musrenbang sebagai berikut:
Pertama, ketepatan dan sasaran Musrenbang. Proses pelaksanaan
Musrenbang dilakukan atas dasar perencanaan partisipastif artinya
masyarakat harus ikut serta dalam pengambilan keputusan. Data – datanya
pun harus berdasarkan skala prioritas bukan hanya keinginan semata.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak kelurahan, bahwa untuk tahap
awal memang semua usulan yang masuk berdasarkan keinginan
masyarakat semua usulan ditampung untuk menjadi skala prioritas, dari
pihak kelurahan menyaring semua usulan yang masuk untuk dilihat mana
yang lebih penting dan harus dilakukan segera. Akan tetapi masyarakat
ingin semua usulan dimasukan dalam prioritas. Namun kembali lagi ke
pihak kota, semua akan dibahas ketika Musrenbang kota karena tujuan
Musrenbang untuk mendapatkan masukan mengenai kegiatan priotitas
pembangunan.
Kedua, tolak ukur dalam Musrenbang. Tolak ukur dalam Musrenbang
menentukan keberhasilan dari musrenbang , menurut yang peneliti dapat
ketika wawancara adalah tolak ukur musrenbang bisa dilihat dari
partisipasi dan tingkat keterwakilan masyarakat dan elemen pemerintah.
Untuk di Kota Cilegon partisipasi masyarakat bisa dikatakan belum
maksimal untuk tahun 2017 ini, walaupun sudah ada peningkatan dan
160
untuk keterwakilan masih harus ditingkatkan kembali dari pihak
pemerintah untuk hadir dalam Musrenbang tingkat kelurahan atau
kecamatan. Seperti partisipasi dari masyarakatnya dan anggaran yang
tersedia. Partisipasi masyarakat dinilai sangat penting dalam hal ini,
karena musrenbang merupakan wahana publik yang dibuat masyarakat
dalam menyuarakan aspirasi - aspirasinya. Perasaan menjadi bagian dari
masyarakat ataupun perasaan menjadi bagian terhadap pelaksanaan
program, dalam hal Musrenbang juga diperlukan selain kemampuan yang
dimiliki. Kemampuan yang dimiliki juga harus diikuti dengan perasaan
bahwa mereka terlibat karena memiliki perasaan menjadi bagian dalam
kemasyarakatan. Merasa menjadi bagian dari Musrenbang dapat dilihat
bagaimana mereka yang memutuskan untuk terlibat menganggap penting
pembangunan dan apa yang melatarbelakangi mereka untuk terlibat.
Sehingga dapat terlihat apa yang sebenarnya masyarakat harapkan dalam
keterlibatan di Musrenbang ini. Selain aspirasi masyarakat juga
ketersediaan anggaran menjadi hal yang utama dalam proses
pembangunan. Partisipasi di Kota Cilegon dalam mengikuti musrenbang
bisa dikatakan belum maksimal dilihat dari pengetahuan masyarakat
tentang Musrenbang masih dianggap minim dikarenakan sosialisasi yang
tidak merata dan belum banyak yang paham mengenai skala prioritas
dalam pembangunan dan jenuh terhadap program yang tidak direalisasikan
karena selalu masuk daftar untuk diajukan tahun berikutnya. Selain itu
keberhasilan program pembangunan, Pemerintah Kota Cilegon selalu
161
berusaha untuk meningkatkan pembangunan dari segi infrastruktur dan
pemberdayaan masyarakat. Semua faktor di atas penting dan saling
berkaitan satu sama lain.
Ketiga, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Musrenbang.
menurut hasil wawancara peneliti mengenai partisipasi atau keikutsertaan
masyarakat dalam pelaksanaan Musrenbang sudah dinilai ada peningkatan
walaupun masih saja dengan alasan banyak usulan yang belum
direalisasikan, alasan itu menjadi salah satu penyebab mengapa partisipasi
masyarakat belum maksimal. Walaupun begitu pihak kelurahan
mengapresiasi artinya ada rasa kepedulian masyarakat terhadap
pembangunan di lingkungannya. Namun upaya di atas dinilai belum
berhasil dikarenakan masyarakat yang partisipasi tidak melakukan lebih
lanjut di lingkungan masing – masing artinya seperti hal kecil gotong
royong dll. Kurangnya rasa kepercayaan masyarakat dan belum adanya
kesadaran dalam hal pembangunan di lingkungannya. Adanya sebagian
masyarakat yang apatis akan pembangunan, contohnya saja seperti tidak
hadir dalam Musrenbang alasannya pun hampir sama seperti informan
lainnya yaitu karena usulan yang sebelumnya tidak direalisasikan. kondisi
sosial ekonomi berkaitan erat dengan faktor pendidikan. Jenjang
pendidikan memungkinkan sosial ekonomi yang tinggi pula sebaliknya.
Masyarakat Kota Cilegon memiliki jenjang jenjang pendidikan yang
minim dengan mendominasinya presentase lulusan Sekolah Dasar yakni
34,80 %. Sehingga berdampak pada sosial ekonomi di Kota Cilegon.
162
Partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka dalam
menilai suatu fenomena dimana pemahaman tersebut dipengaruhi oleh
tingkat pendidikannya. Dapat ditarik garis besarnya bahwa dengan
pendidikan yang rendah maka partisipasinya pun akan rendah. Partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, baik kuantitas maupun kualitas SDM
nya berkaitan dengan faktor pendidikan dan kondisi sosial ekonomi
masyarakat di Kota Cilegon.
Faktor lain yang menyebabkan tidak adanya kepercayaan masyarakat
dikarenakan ada rasa dikecualikan atau perasaan tidak diterima sehingga
mereka memutuskan untuk tidak berpartisipasi. Perasaan tidak diterima
tersebut salah satunya disebabkan oleh keanekaragaman sosial di dalam
masyarakat. Keanekaragaman perbedaan baik budaya, agama, suku dan
sebagainya terkadang dapat menghalangi seseorang untuk berpartisipasi.
Banyak yang beranggapan seseorang yang berada diluar disuatu
komunitas atau kelompok yang didominasi oleh orang yang memiliki
banyak kesamaan menjadi kendala bagi mereka yang merasa berbeda
untuk berpartisipasi. Biasanya orang yang sering berpartisipasi adalah
orang yang mempunyai jabatan atau posisi tertentu. Dalam hasil
wawancara dan data yang telah diperoleh, hasil temuan mengenai
partisipasi dalam pelaksanaan musrenbang di kelurahan Kota Cilegon
tidak dipengaruhi oleh keragaman agama dan sosial. Pluralisme adalah ciri
dari masyarakat Kota Cilegon. Warga asli Sunda Jawa Serang dengan
warga pendatang dari berbagai suku di Indonesia seperti Jawa, Sunda,
163
Batak, Minang telah membaur menjadi satu. Apalagi di Kota Cilegon
banyak tenaga kerja luar daerah dan tenaga kerja asing yang terus
meningkat dominasinya. Hal ini merupakan tantangan pemerintah untuk
menjaga agar hal ini tidak menimbulkan kerawanan sosial.
Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti melihat bahwa sosialisasi
sangat berpengaruh besar tehadap partisipasi masyarakat, selain itu ajakan
atau dorongan dari jaringan koneksi merupakan salah satu jalan agar
masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan. Namun kiranya bagi yang
tidak memiliki hal – hal di atas maka mereka tidak memiliki dorongan
untuk terlibat. Sosialisasi yang dilakukan masih sangat minim, sehingga
berdampak pada keterlibatan masyarakat. Sedangkan dalam dalam
keanekaragaman budaya dan sosial di Kota Cilegon tidak mempengaruhi
keterlibatan mereka dalam perencanaan pembangunan. Hal tersebut juga
berlaku pada keseragaman entitas antara perempuan dan laki-laki.
4. Dimensi outcome
Pertama, dampak dari Musrenbang. Adanya pelaksanaan Musyawarah
perencanaan pembangunan memberikan dua dampak yaitu positif dan
negatif. Dampak positifnya yaitu bisa meningkatkan pembangunan di Kota
Cilegon. Apalagi untuk tahun ini ada Dana Pembangunan Wilayah
Kelurahan yang sangat membantu masyarakat dalam merealisasikan
pembangunan di setiap kelurahannya. Feedback yang didapat atas
keterbukaannya pembangunan di Kota Cilegon dalam pelaksanaan
164
Musrenbang yakni manfaat yang akan dirasakan masyarakat dengan
adanya Musrenbang tersebut yakni pembangunan di wilayah kelurahan
akan meningkat dengan sarana prasarana yang ada serta peningkatan
ekonomi di wilayah kelurahan Kota Cilegon, selain itu dapat mengenali
kondisi lingkungannya serta terbangunnya aturan bersama yang disepakati
untuk bersama-sama membiasakan diri untuk berpartisipasi dan peka
terhadap lingkungannya. Selain itu, dari pernyataan diatas juga dijelaskan
bahwa ada beberapa oknum yang sengaja memanfaatkan dari
pembangunan ini. Untuk dampak negatifnya tidak semua pembangunan
terealisasikan yang disebakan keterbatasan anggaran walaupun ada
DPWKel namun itu semua belum bisa untuk mencover semua. Selain itu
banyak oknum – oknum yang memanfaatkan pembangunan, banyak yang
menaikan harga tanah, seharusnya dengan adaanya musrenbang ini
masyarakat memanfaatkan dan menjaga lingkungan tersebut.
Ketidaksabaran masyarakat juga salah satu dampak negatif yang
mengakibatkan ada masyarakat yang mengambil dalam pembangunan
artinya masyarakat sendiri yang membangun dengan dana pribadi.
Kedua, evaluasi pelaksanaan musrenbang. evaluasi dinilai sangat
penting untuk menunjang kegiatan atau program untuk tahun berikutnya.
Evaluasi sebagai tolak ukur dalam pembangunan, apa saja yang harus
diperbaiki agar tidak terjadi kesalahan di tahun berikutnya. Menurut
peneliti selama wawancara dengan narasumber, terdapat berbagai evaluasi
yang harus diperbaiki seperti diharapkan untuk tahun yang akan datang
165
musrenbang akan memudahkan masyarakat dalam mengikuti
musrenbang, masyarakat pun harus ikut membantu pemerintah dalam
menjalankan visi misi Kota Cilegon, pemerintah untuk melakukan
sosialisasi lebih ketat agar masyarakat paham bahwa pembangunan dipilih
berdasarkan skala prioritas bukan keinginan semata. Namun untuk tahun
2017 ini sudah mulai terlihat pembangunan infrstruktur kota. Arah
prioritas pembangunan tahun 2018 di Kota Cilegon sudah fokus kearah
pembangunan infrastruktur transportasi dan pendukungnya, peningkatan
kualitas pendidikan , peningkatan kualitas kesehatan dengan membangun
Rumah Sakit tipe D, pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan
insfrastruktur lokal dan UMKM serta peningkatan akuntabilitas dan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Prioritas pembangunan fokus pembangunan kegiatan prioritas
Peningkatan pelayanan infrastruktur untuk mendukung produktivitas kawasan dan perekonomian daerah
1. Mewujudkan prasarana jalan dan jembatan yang memadai dan berkualitas
2. Membangun sistem perhubungan dan transportasi masal
3. Terwujudnya pemenuhan kebutuhan air bersih, saluran irigasi dan penanganan banjir
1. Peningkatan jalan dan jembatan
2. Pembangunan tandon & LWS
3. Reverse Osmosis u/ supply air
4. Peningkatan kualitas sistem transportasi perkotaan (SAUM)
5. Pembangunan pelabuhan
6. Pembangunan JLU
166
Berdasarkan tujuan dan sasaran pembangunan pada RPJMD Kota
Cilegon tahun 2016 -2021 yang telah dipaparkan, terdapat 21 program
Peningkatan kemandirian perekonomian lokal
4. Peningkatan kesempatan kerja masyarakat
5. Pemberdayaa koperasi & UMKM
6. Peningkatan produktivitas pertanian, peternakan dan pertanian secara terpadu
7. Pembangunan pasar sehat & higenis
8. Peningkatan BLK
9. Pembangunan LIK
10. Pemberdayaan sosial ekonomi (DPWKel)
Peningkatan tata kelola lingkungan dan estetika perkotaan
7. Meningkatkan tata kelola ruang perkotaan yang serasi dan terpadu
8. Meningkatkan tata kelola lingkungan hidup
9. Meningkatkan luasan ruang terbuka hijau publik
10. Mereduksikawasan dan permukiman kumuh
11. Pembangunan taman kota
12. Pembangunan alun-alun
13. Pembangunan depo dan TPSA
14. Instalasi pemantau kualitas lingk.
15. Kawasan pertanian terpadu
16. Pembangunan Sarpras lokal (DPWKel)
Peningkatan kualitas & daya saing SDM serta kesejahteraan sosial
11. Peningkatan mutu ekosistem pendidikan
12. Peningkatan cakupan dan kualitas layanan kesehatan
13. Pengintegrasian layanan dari jaminan sosial
17. Pembangunan puskesmas dan RS tipe D
18. Penerapan ekosistem sekolah mantap
19. Pembangunan sport centre
20. Pembangunan smart hospital
167
prioritas daerah yang dilakasankan pemerintah Kota Cilegon pada periode
2016 – 2021, dari 21 program itu 19 program dilaksanakan tahapannya
pada awal tahun 2018. Prioritas pembangunan di atas mengacu pada isu –
isu strategis serta pendekatan kewilayahan.
168
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan teori dari Badjuri dan
Yowono (dalam Nurcholis, 2007: 274) yang berupa input, proses, output dan
outcomes peneliti menyimpulkan bahwa Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di Kota Cilegon sudah berjalan secara optimal.
Namun, dalam pelaksanaan Musrenbang masih memiliki kekurangan dalam
penyiapan segala teknis yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Musrenbang. Hal
tersebut dikarenakan banyaknya permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan
Musrenbang yang hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Input, yaitu meliputi sosialisasi dan masih belum merata dari Kelurahan
ataupun Bappeda, masyarakat perlu diedukasi mengenai pembangunan skala
prioritas. masih ada masyarakat yang tidak tahu adanya Musrenbang serta belum
maksimalnya tingkat keterwakilan dari masyarakat maupun elemen pemerintahan.
Proses, Proses Musrenbang masih belum maksimal yang disebabkan oleh
keterbatasan anggaran, pengetahuan masyarakat akan pembangunan.
Outputs, yaitu pada ketetapan dan sasaran dari Musrenbang, belum
sepenuhnya terealisasikan dan partisipasi masyarakat masih minim dalam
pembangunan, dengan dilibatkannya masyarakat sebagai bentuk perencanaan
partisipatif masih kurang maksimal, masih saja masyarakat yang tidak hadir
169
dalam proses musrenbang masyarakat jenuh dengan usulan yang sudah diusulakan
namun tidak ada realisasinya. padahal ada skala prioritas, karena tidak semua
usulan akan terealisasikan dikarenakan keterbatasan anggaran.
Outcomes, yaitu adanya dampak dari pelaksanaan Musrenbang. dampak
negatif dari Musrenbang. Masih banyak masyarakat yang memanfaatkan
pembangunan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mencoba memberikan
saran dari hasil penelitiannya agar dapat membantu dalam pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan, antara lain:
1. Untuk lebih meningkatkan sosialisasi yang merata dari pihak
Kelurahan maupun Bappeda kepada masyarakat tingkat bawah dan
mengedukasi tentang pembangunan dan skala prioritas. Memberi
pengertian kepada masyarakat agar masyarakat paham dan mengerti
bahwa pembangunan ada skala prioritas. Jadi tidak ada lagi yang
protes tentang tidak terealisasikannya program pembangunan.
2. Pihak kelurahan dan masyarakat agar tidak mengandalkan anggaran
APBD, dengan adanya DPWKel (dana pembangunan wilayah
kelurahan) sangat membantu untuk mengcover yang tidak di
realisasikan oleh APBD namun, masyarakat atau kelurahan agar
mencari dana melalui swasta atau perusahaan yang ada di wilayahnya
agar mereka pun ikut berpartisipasi melalui dana pembangunan.
170
3. Keterlibatan Stakeholder sangatlah penting guna meningkatkan
kualitas hasil dari usulan yang diprioritaskan. Oleh karena itu
keterwakilan golongan perempuan, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan Lembaga Legislatif harus dapat ditingkatkan. Terlebih lagi
Lembaga Legislatif merupakan mitra Pemerintah Daerah, sehingga
pokok-pokok pikiran mereka akan dapat mengoptimalkan pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdul Wahab, Solichin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik. Bandung; CV Pustaka Setia
Basu, Swastha dan Irawan. 2005. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta:
Liberty.
Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Yogyakarta: Gadjah
Mada University
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nugroho,Riant. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.
Cetakan Ke-1. Jakarta : Pt. Elex Media Komputindo
Komariah,Aan dan Djam'an Satori. 2010.Metodologi Penelitian. Kualitatif.
Bandung : Alfabeta.
Moleong, Lexy J.2007.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono.2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung :
Alfabeta.
Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: PT Buku Kita.
Tjokromijojo, Bintoro. 1998. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta
Nurcholis, Hanif.2007. teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Jakarta: Grasindo.
Mardikanto. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Sebelas Maret University Press.
Surakarta
Dokumen:
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Permendagri No 86 Tahun 2017 Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan
Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
.Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah, Dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Skripsi/Jurnal:
Nurdiansyah, Dadan. 2013. .Perencanaan Partisipatif pada Program desa
mandiri dalam Perwujudan Desa Peradaban di Desa purwasari
kecamatan Tegalwaru kabupaten Karawang. Sebuah Review. Tesis.
Depok: perpustakaan Pusat Universitas Indonesia
Wibowo, Agus Harto. 2009. Analisis Perencanaan Partisipatif. Tesis. Universitas
Diponogoro
Azhar, Fikri. 2015. Partisipasi Masyarakat Dalam Musrenbang di kelurahan
Pegirian Kecamatan Semampir Kota Surabaya. Jurnal
Martina, Vevi. 2017. Analisis Perencanaan Partisipatif di Kota Serang ( Studi
Kasus Program Kotaku di Kelurahan Serang ). Skripsi. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa