EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP …
Transcript of EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP …
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP
UKUR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK
PELENGKAP KIMIA FARMA, RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JUNI-
JULI 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fransisca Ayuningtyas Wiranti
NIM : 078114022
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP
UKUR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK
PELENGKAP KIMIA FARMA, RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JUNI-
JULI 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fransisca Ayuningtyas Wiranti
NIM : 078114022
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
iii
EVALUATION AVAILABILITY AND BEHAVIOUR USAGE OF ORAL
LIQUID MEDICINE WITH DOSING CUPS IN YOGYAKARTA Dr.
SARDJITO HOSPITAL KIMIA FARMA PHARMACY CUSTOMER IN
JUNE-JULY OF 2010 PERIOD
SKRIPSI
Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement
to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy
By:
Fransisca Ayuningtyas Wiranti
NIM : 078114022
FACULTY OF PHARMACY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2010
iv
Persetujuan Pembimbing
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP
UKUR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK
PELENGKAP KIMIA FARMA, RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JUNI-
JULI 2010
Skripsi yang diajukan oleh :
Fransisca Ayuningtyas Wiranti
NIM: 078114022
telah disetujui oleh:
Pembimbing
Rita Suhadi, M.Si., Apt. tanggal: 1 Desember 2010
v
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
-When there is a will, there is a way-
Allah mungkin tidak pernah menjanjikan langit yang selalu biru,
Bunga yang bertaburan di sepanjang jalan hidup kita.
Allah mungkin tidak pernah menjanjikan matahari tanpa hujan,
Sukacita tanpa kesedihan, dan kedamaian tanpa penderitaan.
Namun, Allah menjanjikan kekuatan untuk menempuh hari ini;
Dia telah menjanjikan istirahat bagi para pekerja,
Terang di jalan yang gelap,rahmat untuk mengatasi percobaan,
Bantuan dari atas, simpati yang tak berkesudahan,
Dan kasih sayang yang tak kunjung padam
Kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Doa peringatan 1 tahun Gempa Bantul-Jogja
Penguat Dikala hidup berjalan lambat
Kupersembahkan karya sederhana ini bagi:
Jesus Christ, my savior
Kedua orang tuaku tercinta
Kakak dan Adikku tersayang
Sahabat dan teman-temanku
Almamaterku...
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Fransisca Ayuningtyas Wiranti
Nomor Mahasiswa : 07 8114 022
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP UKUR
SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK KIMIA FARMA
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 1 Desember 2010
Yang menyatakan
(Fransisca Ayunintyas Wiranti)
viii
ix
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair
Oral pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito
Periode Juni-Juli 2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi
Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bantuan,
bimbingan, dan pengarahan, serta dukungan dari berbagai pihak. Rasa terimakasih
penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terwujudnya skripsi
ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Manager Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito dan Manager Apotek Kimia
Farma, Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan saran bagi penulis untuk
melakukan penelitian di Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing
dan memberikan ijin serta saran bagi penulis untuk melakukan penelitian ini.
3. Rita Suhadi M.Si, Apt. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses penyusunan
skripsi.
4. Ipang Djunarko, M.Sc, Apt selaku dosen pembimbing akademik dan dosen
penguji yang telah memberikan bimbingan selama penulis berada di Fakultas
Farmasi Sanata Dharma dan juga atas segala kritik dan saran kepada penulis.
x
5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran kepada penulis.
6. Dian Shintari, S. Si, Apt; Gina Arifah S. Farm, Apt. Sari Rahmawati, S. Farm,
Apt selaku Apoteker Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito,Yogyakarta dan
seluruh karyawan Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito yang
telah memberikan bimbingan selama proses pengambilan data di Apotek
Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito
7. Orang tuaku tercinta Bapak Robertus Bambang Sutoyo dan Ibu Christina Yuni
Hastuti atas doa, cinta, dan dukungan yang tak pernah berhenti diberikan
kepada penulis sehingga dapat memberikan semangat bagi penulis.
8. Eyang putri Anak Agung Pusparini atas doa, kasih sayang dan semangat yang
telah diberikan kepada penulis.
9. Simbah kakung Subardi Kartowiratmo, atas segala doa dan kasih sayang
kepada penulis. Semoga dapat beristirahat dengan tenang di sisi Bapa.
10. Kakak dan adikku, Maria Agustina Amelia, Emanuela Indira Puspasari dan
Theresia Dian Segara Kasih atas segala keceriaan yang membuat penulis dapat
melewati masa-masa sulit dalam melakukan penelitian ini. Terima kasih untuk
segala bantuan, dukungan, perhatian, dan kasih sayang yang telah diberikan
kepada penulis.
11. Sahabatku Fransiska Lintang Kusumaning Ratri atas segala dukungan yang
selalu diberikan kepada penulis. Terima kasih atas segala kenangan indah akan
persahabatan selama ini.
xi
12. Marsela Widjaja dan Yoga Wirantara yang telah menjadi sahabat setia dalam
mengarungi rumitnya dunia kefarmasian di Universitas Sanata Dharma. Tak
akan semudah ini tanpa adanya dukungan dan kebersamaan selama ini.
13. Donald Tandiose, S. Farm., Apt. Atas segala kebawelan untuk membawa
perubahan yang lebih baik dalam diri penulis. Terimakasih segala perhatian
dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
14. Teman-teman skripsi Diana, Linda, Tegal, Indri, terima kasih atas bantuan,
dukungan, semangat, suka duka yang selalu kita lalui bersama-sama saat
pengambilan data dan penyusunan skripsi ini.
15. Sepupu-sepupuku tersayang, atas segala bantuan, dukungan, perhatian dan
kasih sayang selama ini.
16. Teman PKM-M PIMNAS 2010, Damar, Ditra, dan Igna atas kerjasama dan
perjalanan menyenangkan yang kita lalui bersama.
17. Teman makan siang bersama, Vero, Titien dan Tresa atas segala tawa dan
canda selama ini.
18. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 kelas A dan kelas Farmasi
Klinis Komunitas A (FKK A) terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, suka
duka kita selama ini.
19. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007, semoga dapat menjadi sahabat
sejati selamanya.
20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis ingin mengucapkan maaf apabila terdapat kesalahan yang kurang
xii
berkenan. Pada kesempatan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, Agustus 2010
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... viii PRAKATA ..................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii INTISARI ....................................................................................................... xviii ABSTRACT ..................................................................................................... xix BAB I PENGANTAR ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1. Permasalahan ......................................................................................... 3 2. Keaslian penelitian ................................................................................. 4 3. Manfaat penelitian .................................................................................. 4
B. Tujuan Penelitian........................................................................................ 5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .............................................................. 6 A. Perilaku Kesehatan ..................................................................................... 6
1. Pengetahuan ........................................................................................... 7 2. Sikap ...................................................................................................... 7 3. Praktik .................................................................................................... 7
B. Penggolongan Obat di Indonesia ................................................................ 9 1. Obat bebas ............................................................................................. 10 2. Obat bebas terbatas ................................................................................. 10 3. Obat keras .............................................................................................. 11 4. Obat psikotropika ................................................................................... 11 5. Obat narkotika ........................................................................................ 12
C. Sediaan Cair Oral ....................................................................................... 13 D. Cup Ukur ................................................................................................... 14 E. Pengobatan Sendiri .................................................................................... 15 F. Peran Apoteker di Apotek ........................................................................... 17 I. Pelayanan Informasi Obat ............................................................................ 19 J. Keterangan Empiris ..................................................................................... 21 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 22 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................. 22 B. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 23 C. Definisi Operasional ................................................................................... 24 D. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 27 E. Subjek Penelitian ........................................................................................ 27 F. Bahan Penelitian ......................................................................................... 30
xiv
G. Instrumen Penelitian ................................................................................... 30 H. Jalannya Penelitian ..................................................................................... 31
1. Tahap Pra Penelitian .............................................................................. 31 2. Tahap Pengumpulan Data ....................................................................... 33 3. Tahap Pengolahan Data .......................................................................... 35
I. Tata Cara Analisis Hasil .............................................................................. 35 1. Karakteristik pasien ............................................................................... 35 2. Karakteristik obat ................................................................................... 38 3. Pengetahuan, sikap dan perilaku ............................................................. 38 4. Wawancara apoteker............................................................................... 39
J. Kesulitan Penelitian .............................................................................. 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 41 A. Persentase Ketersediaan Cup Ukur yang Terdapat pada Kemasan Obat Cair
Oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ........................................................ 41 1. Berdasarkan logo obat dan nomor registrasi ............................................ 41 2. Berdasarkan jenis obat cair ..................................................................... 43 3. Berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi .......................................... 44 4. Ketersediaan alat bantu ukur di dalam kemasan obat .............................. 46
B. Pemberian Informasi Obat oleh Apoteker Berdasarkan Hasil Wawancara... 48 1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien ..................................... 49 2. Sumber informasi yang digunakan apoteker dalam memberikan
informasi obat ......................................................................................... 51 3. Teknik pemberian informasi ................................................................... 52 4. Kendala dalam memberikan informasi .................................................... 53
C.Cara Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral oleh Responden Berdasarkan Hasil Kuisioner dan Wawancara.................................................................... 54 1. Karakteristik responden ......................................................................... 54 2. Penggunaan cup ukur sediaan cair oral oleh responden .......................... 62
D. Rangkuman Pembahasan ............................................................................ 84 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 86 A. Kesimpulan ................................................................................................ 86 B. Saran .......................................................................................................... 87 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88 LAMPIRAN ................................................................................................... 95 BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 118
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I Aturan beserta suhu penyimpanan obat menurut Farmakope Indonesia IV ............................................................................. 13
Tabel II Cara penyimpanan obat dengan benar ...................................... 13 Tabel III Enam informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien .. . 20 Tabel IV Penggolongan obat cair oral berdasarkan kelas terapi ............... 45 Tabel V Karakteristik obat cair oral yang disertai cup ukur di Apotek
KF, RSUP Dr. Sardjito.............................................................. 47 Tabel VI Karakteristik responden berdasarkan usia ................................. 55 Tabel VII Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan .......... 57 Tabel VIII Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan ................ 58 Tabel IX Hasil pengisian kuisioner aspek pengetahuan responden .......... 63 Tabel X Beberapa petunjuk penyimpanan obat cair yang tertera pada
kemasan obat ............................................................................ 65 Tabel XI Hasil pengisian kuisioner aspek sikap responden...................... 71 Tabel XII Tugas apoteker di apotek menurut responden berdasarkan hasil
wawancara ................................................................................ 73 Tabel XIII Manfaat yang dirasakan responden setelah mendapat informasi
dari apoteker ............................................................................ 74 Tabel XIV Data hasil pengukuran sendok makan dan sendok teh .............. 76 Tabel XV Volume takaran obat cair menurut responden .......................... 78 Tabel XVI Hasil pengisian kuisioner aspek tindakan responden ................ 79 Tabel XVII Cara responden membersihkan cup ukur .................................. 80 Tabel XVI Kesulitan responden dalam menggunakan cup ukur ................. 80
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Logo obat bebas yang beredar di Indonesia .............................. 10 Gambar 2 Logo obat bebas terbatas yang beredar di Indonesia ................. 10 Gambar 3 Tanda peringatan pada obat bebas terbatas yang beredar di
Indonesia ................................................................................. 11 Gambar 4 Logo obat keras dan psikotropika yang beredar di Indonesia... . 12 Gambar 5 Logo obat narkotika yang beredar di Indonesia ........................ 12 Gambar 6 Cup ukur sediaan cair oral........................................................ 14 Gambar 7 Ruang lingkup penelitian evaluasi ketersediaan dan perilaku
penggunaan sediaan obat pada pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito .............................................................................. 24
Gambar 8 Bagan cara kerja pengambilan subjek penelitian evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan sediaan obat pada pengunjung apotek KF, RSUP Dr. Sardjito .............................. 28
Gambar 9 Karakteristik obat berdasarkan nomor registrasi obat ............... 42 Gambar 10 Karakteristik obat berdasarkan logo obat .................................. 43 Gambar 11 Karakteristik obat berdasarkan jenis obat cair .......................... 44 Gambar 12 Ketersediaan alat bantu ukur dalam kemasan ........................... 49 Gambar 13 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin .................. 56 Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi penggunaan
cup ukur sediaan cair oral ........................................................ 59 Gambar 15 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembelian obat
di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ............................................ 60 Gambar 16 Karakteristik responden berdasarkan konsultasi obat ................ 61 Gambar 17 Bermacam-macam ukuran sendok yang terdapat di
Indonesia... .............................................................................. 76 Gambar 18 Contoh cup ukur yang menyertakan satuan volume dan
konversinya... .......................................................................... 81 Gambar 19 Macam-macam cup ukur yang tersedia di pasaran... ................. 81
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed Consent .................................................................... 96 Lampiran 2 Kuisioner ................................................................................ 99 Lampiran 3 Panduan wawancara ................................................................. 101 Lampiran 4 Surat pengantar dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma... ................................................................................. 102 Lampiran 5 Surat ijin dari Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito ............ 103 Lampiran 6 Gambaran karakteristik responden ........................................... 104 Lampiran 7 Daftar obat cair oral pada bulan Juni-Juli di Apotek Pelengkap
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito... ........................................... 105 Lampiran 8 Hasil wawancara dengan apoteker............................................ 113 Lampiran 9 Rak obat cair yang terdapat di Apotek Pelengkap Kimia
Farma RSUP Dr. Sardjito ......................................................... 114 Lampiran 10 Data hasil pengukuran sendok makan dan sendok teh .............. 115 Lampiran 12 Rekap kuisioner ....................................................................... 116
xviii
INTISARI
Titik kritis pada penggunaaan sediaan cair adalah pada ketepatan dosis. Pengambilan volume yang tidak tepat mengakibatkan pengambilan dosis yang tidak akurat. Kesalahan pengambilan dosis pada sediaan cair umumnya dipicu oleh ketidaktersediaan alat bantu seperti cup ukur dalam kemasan sediaan cair oral ataupun minimnya pengetahuan masyarakat dalam menggunakan cup ukur yang tersedia pada kemasan. Permasalahan dalam penggunaan cup ukur tidak lepas dari peran farmasis dalam menjamin ketersediaan obat dan dalam pemberian pelayanan, edukasi maupun informasi yang tepat kepada masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan cup ukur sediaan cair oral oleh pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010. Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan rancangan penelitian survei deskripif melalui pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner dan wawancara kepada responden dan apoteker pendamping apotek. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode statistik deskriptif.
Ketersediaan obat cair yang disertai cup ukur dalam kemasan sebesar 12,5%. Informasi yang diberikan oleh apoteker pada saat menyerahkan cup ukur sediaan cair oral adalah aturan penggunaan, nama obat dan peringatan. Hasil pengisian kuisioner dan wawancara menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan (72,6%), sikap (67%), dan tindakan (73,2%) pengunjung apotek telah cukup baik dalam menggunakan cup ukur sediaan cair oral
Kata kunci : sediaan cair oral, ketersediaan, cara penggunaan, dan cup ukur.
xix
ABSTRACT
Critical point in the use of liquid dosage form is on the dose accuracy. Inaccurate volume interpretation can cause inaccurate dose that must be used. Generally, this is caused by the unavailable device like dosing cup in oral liquid dosage form or the public minimum knowledge on using the cup in package. Those problems close related to the pharmacist whom as the drug supplier and the public health services especially for giving the exact drug information to customer.
This research aims to find out the using of oral liquid dosing cup by customer at Pelengkap Kimia Farma Pharmacy Dr. Sardjito Hospital. This research applies in observational with deskriptive design through qualitative approach. Method in collecting data by questionnaries and interviews to the customers and pharmaciest as the respondents. In processing data, the researcher uses descriptive statistic method.
This research finds that the availability of dosing cup in package is 12.5%. The information that provided by the phatmaciest are the diretion use, drug name, and warnings. The questionnary and interviews result the percentage of knowledge (72,3%), attitude (67%), and action (73,2%), wich shows that customer have come to a good understanding on administered dosing cup and liquid dosage form.
Keyword : oral liquid dosage form, availability, direction use and dosing cup.
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Prevalensi penduduk Indonesia yang mengeluh sakit selama sebulan
adalah sebesar 26,24 % di daerah perkotaan dan 24,95 % di daerah pedesaan
(Badan Pusat Statistik, 1998). Beragam cara dilakukan masyarakat untuk
berhadapan dengan penyakitnya. Masyarakat cenderung melakukan pengobatan
mandiri untuk menangani penyakit ringan. Pengobatan mandiri adalah tindakan
yang dilakukan untuk mengobati diri sendiri dengan menggunakan obat-obat
tanpa resep untuk mengatasi penyakit-penyakit ringan (minor illness) secara tepat
dan bertanggung jawab (Holt dan Hall, 1990). Untuk menghadapi penyakit berat,
masyarakat cenderung melakukan penegakan diagnosis oleh dokter.
Peran apoteker untuk meningkatkan pengobatan yang rasional bagi
pasien dengan ataupun tanpa resep dokter adalah dengan menjamin tersedianya
obat-obatan yang berkualitas dan juga menjamin tersedianya pelayanan konsultasi
obat di apotek (Handayani, Gitawati, Muktiningsih dan Raharni, 2006).
Obat yang tersedia di apotek terdiri dari bermacam-macam bentuk
sediaan, salah satunya adalah bentuk sediaan cair oral. Bentuk sediaan cair oral
merupakan salah satu bentuk sediaan yang mempunyai keuntungan dapat
digunakan untuk pasien yang tidak dapat menelan sediaan solid, khususnya bagi
pasien pediatri maupun pasien geriatri. Kesalahan pengambilan dosis yang
dilakukan oleh masyarakat dapat menghilangkan keuntungan tersebut.
2
Titik kritis pada penggunaaan sediaan cair bergantung pada ketepatan
dosis yang diambil. Pengambilan volume yang tidak tepat mengakibatkan
pengambilan dosis yang tidak akurat. Terdapat kesalahpahaman sehingga
masyarakat cenderung menggunakan sendok makan/sendok teh yang terdapat di
rumah untuk mengukur volume sediaan cair. Penelitian yang dilakukan pada
tahun 2000 di Minnesota (USA) menemukan bahwa 72% pasien mengggunakan
sendok teh untuk mengukur volume sediaan cair (Bayor, Kipo, dan Ofori-
Kwakye, 2010). Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
ketidakakuratan dosis.
Pada penggunaan sendok makan untuk pengambilan volume obat, rata-
rata dosis yang terambil sebesar 65% dari dosis yang direkomendasikan (Bica dan
Farinha, 2005). Kesalahan pengambilan dosis pada sediaan cair umumnya dipicu
oleh ketidaktersediaan alat bantu seperti cup ukur dalam kemasan sediaan cair oral
maupun minimnya pengetahuan masyarakat dalam menggunakan cup ukur
sediaan cair oral.
Sediaan cair oral yang disertai cup ukur di dalam kemasannya semakin
lama semakin sedikit beredar di masyarakat. Hal ini menyebabkan penggunaan
cup ukur sering terabaikan oleh masyarakat. Masyarakat mengganggap
penggunaan cup ukur sama saja dengan penggunaan sendok takar. Pada
prakteknya, cara penuangan aturan pakai ‘satu sendok makan’ menggunakan
sendok takar dan menggunakan cup ukur sangat berbeda. Kesalahan ini
menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi dosis karena informasi yang
didapat tidak sesuai. Food and Drug Administration telah menyatakan bahwa
3
dibandingkan penggunaan alat bantu ukur dosis lainnya, kesalahan paling banyak
dilakukan ketika masyarakat menggunakan cup ukur.
Apotek Pelengkap Kimia Farma (Apotek KF) merupakan salah satu
penunjang medik yang berada dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito.
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dipilih sebagai tempat penelitian karena telah
memiliki Standard Operational Prosedure (SOP) mengenai pelayanan kepada
pasien. Jumlah pengunjung perhari mencapai 30-40 orang bahkan melebihi 130
pengunjung untuk loket yang buka 24 jam.
Dari uraian di atas maka muncul pertanyaan bagaimana ketersediaan dan
perilaku penggunaan cup ukur bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek
KF, RSUP Dr. Sardjito maka dilakukan penelitian tentang EVALUASI
KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP UKUR BENTUK
SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK KF, RSUP Dr.
SARDJITO PERIODE JUNI-JULI 2010.
1. Permasalahan
a. Berapakah persentase ketersediaan cup ukur yang terdapat pada kemasan obat
cair oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito?
b. Seperti apakah profil informasi yang diberikan oleh apoteker terhadap
pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito?
c. Bagaimana perilaku penggunaan cup ukur dan bentuk sediaan cair oral oleh
pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito berdasarkan kuesioner dan
wawancara?
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang berhubungan dengan penelitian mengenai penggunaan
cup ukur yang pernah dilakukan antara lain:
a. The Accuracy and Quality of Household Spoons and Enclosed Dosing Devices
Used in The Administration of Oral Liquid Medications in Ghana (Bayor,
Kipo, dan Ofori-Kwakye, 2010)
b. Inaccurate Dosage; Result from The FIP-LPS Collaborative Study (Bica dan
Farinha, 2005)
c. Parents Can Dose Liquid Medication Accurately (McMahon, Rimza, dan Bay,
1997).
Penelitian tentang Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup
Ukur Bentuk Sediaan Cair Oral pada Pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
Periode Juni-Juli 2010 berbeda dalam hal waktu serta tempat pelaksanaan. Tidak
seperti penelitian sebelumnya, pada penelitian ini tidak dilakukan manipulasi
terhadap subjek uji, seperti pemberian edukasi. Pada penelitian ini juga tidak akan
dilakukan pencarian korelasi antara dua variabel.
3. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a. Manfaat teoritis
Secara teoritis sebagai sumber informasi dan referensi di bidang
kesehatan mengenai sumber kajian ketersediaan serta perilaku penggunaan cup
5
ukur dan bentuk sediaan cair oral oleh pengunjung Apotek KF, RSUP Dr.
Sardjito.
b. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat terkait cara penggunaan cup ukur sediaan cair oral
sehingga dapat meningkatkan perilaku pengobatan yang rasional dengan
memperhatikan ketersediaan obat di apotek maupun peningkatan peran apoteker
dalam memberikan pelayanan informasi obat.
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
mengevaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan cup ukur bentuk sediaan cair
oral oleh pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
2. Tujuan khusus
Dalam penelitian ini, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah:
a. untuk mengetahui ketersediaan cup ukur yang terdapat pada kemasan obat cair
oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
b. untuk mengetahui profil informasi yang diberikan oleh apoteker terhadap
pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
c. untuk mengetahui perilaku penggunaan cup ukur dan bentuk sediaan cair oral
oleh pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito berdasarkan kuesioner dan
wawancara.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Perilaku Kesehatan
Kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan (herediter). Faktor
perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan (Blum cit.,
Notoadmodjo, 2002).
Perilaku kesehatan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu perilaku sehat dan
perilaku sakit. Perilaku sehat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang untuk menjaga ataupun meningkatkan kesehatannya. Hal ini biasa
dilakukan oleh seseorang yang merasa sehat untuk mencegah penyakit atau
mendeteksi penyakit sebelum keluarnya gejala. Perilaku sakit adalah setiap
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang merasa sakit untuk menjelaskan
keadaan kesehatannya dan mendapatkan pengobatan yang sesuai. Peran sakit
adalah peran yang harus dilakukan oleh orang sakit dalam upaya pencarian
pengobatan untuk mendapatkan kesembuhan (Supardi, Azis, dan Sukasdiati,
1999).
Perilaku manusia merupakan hal yang sangat kompleks dan mempunyai
bentangan yang luas. Perilaku manusia dibagi ke dalam 3 ranah, yaitu
pengetahuan, sikap dan tindakan (Bloom cit., Notoatmodjo, 2002).
7
1. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan didapatkan melalui
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni tahu (know), memahami (comprehension),
aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi
(evaluation). Pengukuran pengetahuan subjek atau responden dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi.
2. Sikap
Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap adanya stimulus atau obyek. Sikap belum tentu merupakan suatu
tindakan atau aktivitas. Sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku dan
bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka (Azwar, 1995).
Sikap mencakup 4 tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon
(responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible)
(Notoadmodjo, 2002).
3. Praktik
Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk dapat mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Faktor tersebut antara lain
fasilitas, selain itu diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo,
2002).
8
Perilaku kesehatan melibatkan banyak faktor. Terdapat 3 faktor utama
yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu faktor predisposisi, faktor
pendukung dan faktor penguat (Green cit., Notoadmodjo, 2002).
1. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor ini merupakan faktor yang dapat mempermudah
terwujudnya perilaku. Hal-hal yang termasuk dalam faktor predisposisi adalah
pengetahuan, sikap, persepsi, keyakinan, dan nilai. Hal tersebut dapat menjadi
motivasi/pemicu seseorang atau kelompok untuk bertindak.
2. Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor-faktor ini adalah faktor yang mendukung/memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan. Hal-hal yang termasuk dalam faktor pendukung
adalah ketersediaan sarana-prasarana/fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor penguat (reinforcing factor)
Hal-hal yang termasuk dalam faktor penguat adalah sikap dan perilaku
tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan termasuk
juga Undang-Undang kesehatan dari pusat atau daerah.
Tujuan dari pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan adalah
pembentukan dan perubahan perilaku sebagai penunjang program kesehatan.
Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan
Strategi ini dilakukan dengan melakukan pemaksaan kepada masyarakat
sehingga mau melakukan perilaku yang diharapkan. Keuntungan dari strategi ini
9
adalah didapatkan perubahan yang cepat, akan tetapi perubahan tidak berlangsung
lama karena terjadi bukan berdasarkan atas kesadaran sendiri. Contohnya adalah
dengan peraturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat.
2. Pemberian informasi
Strategi ini dilakukan dengan pemberian informasi oleh petugas kepada
masyarakat. Pemberian informasi tentang cara mencapai hidup sehat,
pemeliharaan kesehatan, serta cara menghindari penyakit akan meningkatkan
pengetahuan masyarakat. Pengetahuan masyarakat diharapkan akan menimbulkan
kesadaran masyarakat untuk berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya.
Strategi ini memakan waktu lama tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat
lebih langgeng.
3. Diskusi parsitipatif
Strategi ini dilakukan dengan melakukan pemberian informasi dengan
melibatkan masyarakat secara aktif. Strategi ini merupakan pengembangan dari
cara kedua dimana penyampaian informasi kesehatan bukan hanya searah tetapi
dilakukan secara partisipatif. Masyarakat diajak juga ikut akif berpartisipasi di
dalam diskusi tentang informasi yang diterimanya. Strategi ini menyebabkan
pengetahuan kesehatan akan lebih mantap dan mendalam sehingga perilaku
masyarakat juga akan lebih mantap (Notoadmodjo, 2002).
B. Penggolongan Obat di Indonesia
Menurut Permenkes nomor 917/MENKES/PER/X/1993 tentang daftar
Wajib Obat Jadi (pasal 1 ayat 1) disebutkan bahwa :
10
‘Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi’
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2006).
Menurut Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000, obat dapat
digolongkan menjadi 5 golongan yaitu:
1. Obat bebas
Obat bebas adalah obat-obat yang dapat diperjualbelikan secara bebas di
pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan
etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh
obat bebas adalah parasetamol (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan RI, 2006).
Gambar 1. Logo obat bebas yang beredar di Indonesia
2. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras,
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter. Kemasan obat bebas
terbatas disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket
obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh obat golongan bebas terbatas adalah CTM (Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2006).
Gambar 2. Logo obat bebas terbatas yang beredar di Indonesia
11
Obat bebas terbatas mencantumkan tanda peringatan yang berupa empat persegi
panjang berwarna hitam berukuran panjang 5cm, lebar 2cm dan memuat
pemberitahuan berwarna putih (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan RI, 2006).
Gambar 3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas yang beredar di Indonesia
3. Obat keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan
menunjukkan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat keras
adalah asam mefenamat (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan RI, 2006).
4. Obat psikotropika
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika ‘Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
12
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku’. Contoh obat psikotropika adalah diazepam dan phenobarbital
(Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1997a).
Gambar 4. Logo obat keras dan psikotropika yang beredar di Indonesia
5. Obat narkotika
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.22 tahun 1997 tentang
Narkotika ‘Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan’. Contoh obat narkotika adalah
morfin dan petidin (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, 1997b).
Gambar 5. Logo obat narkotika yang beredar di Indonesia
Jamu adalah sediaan obat bahan alam yang aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, dibuktikan khasiatnya berdasarkan pengalaman
empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Fitofarmaka adalah
sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
distandarisasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004).
13
C. Sediaan Cair Oral
Sediaan cair oral terdiri dari suspensi, sirup dan emulsi. Suspensi adalah
sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang dapat terdispersi di
dalam fase cair. Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut. Emulsi adalah sistem dua fase, dimana salah satu fase
terdispersi dalam fase yang lain. Eliksir adalah larutan oral yang mengandung
etanol sebagai kosolven (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
1995).
Suhu penyimpanan sediaaan cair menurut Farmakope Indonesia IV adalah:
Tabel I. Aturan beserta suhu penyimpanan obat menurut Farmakope Indonesia IV Aturan penyimpanan Suhu Penyimpanan
Dingin Tidak lebih dari 8° Lemari pendingin antara 2° dan 8°
Lemari pembeku antara -20° dan -10°
Sejuk suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan dalam lemari pendingin.
Suhu kamar antara 15° dan 30°
Hangat antara 30° dan 40°
Panas berlebih Di atas 40° (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Terdapat beberapa anjuran dalam menyimpan obat, yaitu :
Tabel II. Cara penyimpanan obat dengan benar
No. Cara penyimpanan
1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat
2. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung atau seperti yang tertera pada kemasan.
3. Simpan obat ditempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat menimbulkan kerusakan.
4. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.
5. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2006).
14
D. Cup Ukur
Cup adalah plastik kecil atau cup gelas yang mempunyai skala dan
digunakan untuk penggunaan bentuk sediaan cair (MAT Independent Sudy,
2008).
Gambar 6. Cup ukur sediaan cair oral
Cara menggunakan cup adalah sebagai berikut :
1. identifikasi ukuran yang diinginkan pada cup ukur
2. kocok bentuk sediaan cair terlebih dahulu
3. tuangkan sediaan cair pada cup ukur pada ukuran yang diinginkan. Letakkan
cup ukur pada tempat yang permukaannya rata dan ukuran dihitung pada skala
terbawah meniskus.
4. cek ketepatan pengukuran dengan melihat cup ukur secara sejajar dengan mata
(MAT Independent Study, 2008).
Dalam menggunakan cup ukur sediaan cair oral, terdapat beberapa
masalah, yaitu:
1. kesalahan interpretasi informasi dalam penggunaan sendok makan/sendok teh
atau cup ukur. Sendok makan yang dimaksudkan sebenarnya sebesar 15 ml
sedangkan sendok teh adalah 5 ml (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan RI, 1979).
15
2. asumsi bahwa dosis yang direkomendasikan adalah sebesar volume 1 cup ukur
penuh (Bayor, dkk., 2010).
E. Pengobatan Sendiri
Perawatan sendiri atau self care adalah proses perawatan kesehatan yang
terdiri dari peningkatan kesehatan, pengambilan keputusan, pencegahan,
penyidikan, dan penyembuhan penyakit yang dikelola oleh diri sendiri
sepenuhnya. Masyarakat menjadi subjek atas pengambilan keputusan pengobatan
yang dipilih (Holt dan Hall, 1990). Pengobatan mandiri bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan penyakit
kronis setelah perawatan dokter (Supardi, 1997).
Perawatan pengobatan mandiri dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut:
1. perilaku konsumen, antara lain penghargaan terhadap nilai kesehatan, motivasi
dan tanggung jawab untuk mempelajari penyakit yang di derita dan cara
perawatannya, keseriusan penerimaan penyakit yang berpengaruh pada
keputusan cara pengobatan yang dipilih serta pengaruh dari orang lain (teman,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya)
2. karakter demografi, antara lain usia, jumlah keluarga, jenis kelamin, status
sosial dan ekonomi dari masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah atau
daerah tertentu.
3. keadaan ekonomi, antara lain status ekonomi seseorang, biaya perawatan
kesehatan (produk dan pelayanan), ketersediaan sarana prasarana pelayanan
kesehatan dan kemudahan mendapatkan perawatan kesehatan
16
4. pendidikan dan pengetahuan konsumen, antara lain tersedianya informasi yang
berguna dari farmasis atau tenaga kesehatan lainnya maupun dari media
informasi dan label dalam kemasan obat serta adanya alternatif perawatan
kesehatan lain seperti akupuntur dan terapi herbal.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pengobatan sendiri
adalah penggunaan obat harus aman dan efektif. Obat yang aman untuk
kebanyakan orang belum tentu aman untuk orang tertentu, dan juga dapat
membahayakan bila digunakan secara tidak benar (Supardi, 1997).
Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria seperti
yang tercantum dalam Permenkes 919/MENKES/PER/X/1993 tentang kriteria
obat yang dapat diserahkan tanpa resep yakni:
1. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
3. penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan
4. penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia
5. obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Menteri Kesehatan RI,
1993a).
17
F. Peran Apoteker di Apotek
Berdasarkan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, apotek adalah tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Seiring berkembangnya zaman,
apotek menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu
mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang dimaksudkan mencakup pelayanan kefarmasian
(Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2004).
Pengelolaan apotek menurut Permenkes No:922/MENKES/PER/X/1993
tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, pengelolaan apotek
meliputi:
1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk campuran,
penyimpanan
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3. Pelayanan informasi mengenai perbelakan farmasi (Menteri Kesehatan RI,
1993b).
Apoteker berkewajiban melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
18
Perencanaan adalah penyeleksian sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis dan waktu yang tepat. Pengadaan adalah
suatu kegiatan yang bertujuan menyediakan sediaan farmasi dengan jumlah dan
jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan (Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
Menurut Kepmenkes No. 1027, pelayanan kefarmasian (pharmaceutical
care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker
dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
(Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2004).
Peran apoteker secara garis besar dapat dilakukan dengan menggunakan
pengalaman dan pengetahuannya disertai dengan kemampuan menganalisis dan
menginterpretasikan informasi obat untuk melakukan pelayanan kesehatan.
Apoteker juga bertanggung jawab dalam memastikan pasien mendapatkan
outcome yang diinginkan setelah menjalankan terapi obat. Pelayanan berorientasi
kepada pasien bergantung pada kemampuan apoteker untuk membangun relasi
dengan pasien, mengikutsertakan pasien dalam pertukaran informasi, melibatkan
pasien dalam proses pembuatan keputusan pengobatan, dan untuk mencapai
tujuan terapi (Tindall, Beardsley dan Kimberlin, 1994).
Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan
resep hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek,
dengan tanggung jawab terbesar mengenai informasi berada di apotek sebagai
komponen pelayanan kesehatan terakhir yang berinteraksi langsung dengan pasien
atau orang yang menerima obat (Andayani, Satibi dan Handayani, 2004).
19
Terdapat 2 fungsi utama komunikasi antara pasien dan tenaga kesehatan
profesional :
1. membangun relasi antara tenaga kesehatan dengan pasien
2. menyediakan informasi penting untuk kondisi pasien, mengimplementasikan
perawatan untuk masalah kesehatan, dan mengevaluasi efek perawatan pada
kualitas hidup pasien (Tindall, dkk, 1994).
G. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat kepada pasien tidak lepas dari peranan seorang
farmasis. Seperti tenaga kesehatan yang lainnya, farmasis bertanggung jawab
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif, dan
aman (Jones, 2008).
Menurut Kepmenkes No. 1027, apoteker harus memberikan konseling
mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan RI, 2004).
Pelayanan informasi obat adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
memberikan pelayanan informasi obat yang akurat dan obyektif terkait dengan
perawatan konsumen. Pihak yang dapat mengajukan pertanyaan terkait informasi
obat adalah seluruh pengelola dan pengguna obat yaitu dokter, apoteker, asisten
apoteker, dan perawat. Informasi yang diperlukan oleh konsumen mencakup dua
20
hal, yaitu informasi mengenai jenis penyakit dan pengobatannya serta informasi
menegenai obat yang diberikan kepada konsumen (Pratiwiningsih, 2008).
Apoteker adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat,
pasien dan profesional kesehatan lainnya. Informasi obat harus dievaluasi oleh
Apoteker guna memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif. Pasien
membutuhkan informasi tentang obat seperti hubungan obat dengan penyakitnya,
cara penggunaan obat, cara penyimpanan, efek samping, cara menangani efek
samping, serta cara memantau efek obat (Siregar, 2006).
Tabel III. Enam informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien 1 Efek obat mengapa obat itu diperlukan, gejala apa yang akan
hilang dan apa yang tidak, kapan efek obat diharapkan mulai muncul atau terasa, apa yang
akan terjadi jika obat diminum dengan cara yang tidak benar
2 Efek samping efek samping apa yang mungkin timbul, bagaimana cara mengenalinya, berapa lama efek samping akan
berlangsung, seberapa parah, apa yang harus dilakukan
3 Instruksi bagaimana cara meminum obat, kapan meminum, berapa lama pengobatan berlangsung, bagaimana cara menyimpan yang baik, apa yang dilakukan jika terlupa
meminum obat
4 Peringatan kapan penggunaan obat harus dihentikan, berapa dosis terbanyak yang boleh diminum, mengapa obat harus
diminum sampai habis 5 Kunjungan
berikutnya kapan pasien harus kembali
6 Sudah jelaskah semuanya
menanyakan apakah informasi sudah dimengerti pasien, meminta pasien mengulang kembali informasi
yang sudah dijelaskan (Vries, 1994).
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek mengenai Informasi Obat dituliskan bahwa apoteker harus
memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias,
etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya
21
meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Setelah
penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes,
TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya (Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2004).
H. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
ketersediaan cup bentuk sediaan cair oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
periode Juni-Juli 2010. Penelitian ini juga diharapkan dapat menggambarkan
bagaimana profil informasi yang diberikan oleh apoteker dan bagaimana
penggunaan cup ukur bentuk sediaan cair oral oleh pengunjung Apotek KF, RSUP
Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010. Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi
menggunakan kuesioner dan wawancara langsung secara non random.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup
Ukur Bentuk Sediaan Cair Oral pada Pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
dilakukan bersamaan dengan serangkaian penelitian lain dan termasuk dalam jenis
penelitian non-eksperimental atau observasional dengan rancangan penelitian
deskripif melalui pendekatan kualitatif.
Penelitian observasional merupakan penelitian dengan melakukan
pengamatan terhadap sejumlah variabel subjek menurut keadaan yang apa adanya,
tanpa intervensi dari peneliti (Pratiknya, 1993).
Penelitian survei deskriptif adalah penelitian yang meliputi pengumpulan
data untuk pengujian hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut
keadaan pada waktu penelitian berlangsung. Penelitian deskriptif digunakan untuk
menggambarkan atau mendeskripsikan sifat suatu keadaan yang sedang
berlangsung pada saat penelitian dilakukan, dan menyelidiki penyebab dari suatu
gejala tertentu (Gay cit., Sevilla, 1993). Berdasarkan setting tempat, penelitian ini
termasuk penelitian semi komunitas yang bertempat di apotek. Berdasarkan
setting waktu penelitian ini termasuk dalam penelitian prospektif. Berdasarkan
cara dan waktu pengambilan sampel, penelitian ini termasuk dalam penelitian
cross-sectional. Penelitian cross-sectional adalah penelitian dengan peneliti hanya
23
melakukan observasi atau pengukuran pada saat tertentu saja (masa sekarang),
setiap subyek hanya dikenai satu kali observasi.
Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara pengambilan sampel
kuota secara non random. Pengambilan sampel kuota digunakan untuk penentuan
sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah)
yang dikehendaki. Cara sampel kuota adalah dengan menetapkan dasar jumlah
sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan jumlah (jatah yang diinginkan),
jatah tersebut kemudian dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang
diperlukan (Riduwan, 2008). Metode pengumpulan data dilakukan dengan survei
langsung kepada pengunjung apotek dan apoteker yang ada di apotek
menggunakan alat penelitian dalam bentuk wawancara terstruktur dan pengisian
kuisioner.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan
Cup Ukur Bentuk Sediaan Cair Oral pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr.
Sardjito merupakan salah satu penelitian yang diadakan bersama serangkaian
penelitian lain, dengan ulasan topik tentang ”Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku
Penggunaan Sediaan Obat pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
Periode Juni-Juli 2010”.
Penelitian tersebut terdiri dari 5 pokok bahasan dan 5 penelitian sosial.
Lima penelitian tersebut dikerjakan bersama-sama oleh 5 peneliti yang berbeda.
24
Gambar 7. Ruang Lingkup penelitian Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku
Penggunaan Sediaan Obat pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010
C. Definisi Operasional
1. Ketersediaan meliputi:
a. Ketersediaan informasi adalah informasi yang diberikan oleh Apoteker
Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ataupun informasi yang diterima pengunjung
Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito mengenai cara penggunaan cup ukur dan
penggunaan sediaan cair oral.
b. Ketersediaan barang meliputi jumlah produk obat cair oral yang disertai
dengan cup ukur yang tersedia di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito pada
periode Juni-Juli 2010.
Evaluasi Ketersediaan dan PerilakuPenggunaan Tetes Telinga pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Tetes Mata pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Sediaan Sachet Serbuk pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010
Evaluasi Ketersediaan dan PerilakuPenggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli
2010
Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Sendok Takar Sediaan Cair Oral pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-
Juli 2010
Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sediaan Obat Oleh Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni Juli 2010
25
2. Cara penggunaan meliputi penggunaan cup ukur dan sediaan cair oral, cara
penuangan ke dalam cup ukur, lama pemakaian obat cair, cara penyimpanan,
dan cara pembersihan sisa obat yang tertinggal dalam cup ukur.
3. Sediaan cair oral yang diteliti meliputi sirup cair, emulsi, suspensi cair, eliksir
dan jamu.
4. Loket Bagian Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian loket milik Apotek
KF, RSUP Dr. Sardjito yang melayani resep untuk pasien rawat jalan, rawat
inap, dan resep umum dari luar RSUP Dr. Sardjito. Loket UGD beroperasi
selama 24 jam dan terbuka untuk pengunjung umum yang membeli obat
dengan resep maupun non resep.
5. Responden adalah pengunjung apotek, pasien rawat jalan RSUP Dr. Sardjito
dan seluruh masyarakat baik dari daerah sekitar apotek dan dari luar daerah
tersebut yang datang ke loket Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito untuk
pembelian obat dengan resep maupun tanpa resep dokter, selama penelitian
berlangsung dan pernah menggunakan sediaan obat cair oral dengan cup
ukur, namun tidak harus membeli di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
Responden harus memenuhi kriteria inklusi-eksklusi serta bersedia terlibat
dalam penelitian ini.
6. Teknik pemberian informasi adalah metode/ teknik yang digunakan oleh
apoteker dalam memberikan informasi terkait obat saat penyerahan obat
kepada pasien pada loket Unit Gawat Darurat. Teknik informasi yang
digunakan adalah teknik aktif dan pasif.
26
7. Teknik pemberian informasi didasarkan atas inisiatif dari apoteker. Teknik
aktif terjadi ketika pemberian informasi dilakukan secara aktif atas inisiatif
dari apoteker, sedangkan teknik pasif terjadi ketika apoteker menunggu
inisiatif dari pasien untuk bertanya terlebih dahulu.
8. Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat secara intensif di rumah
sakit, berobat ke rumah sakit ketika ada keluhan tertentu, secara berkala
datang ke rumah sakit untuk menerima pengobatan.
9. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas saat penelitian
berlangsung di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
10. Sendok teh dan sendok makan yang disurvei untuk data pelengkap adalah
sendok yang terdapat di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,
Yogyakarta.
11. Aspek pengetahuan adalah pemahaman responden mengenai penggunaan
obat cair oral dan penggunaan cup ukur secara tepat yang mereka yakni
kebenarannya dari berbagai sumber dan dinilai dengan pemberian kuisioner
dan wawancara secara langsung.
12. Aspek sikap adalah respon evaluatif responden terhadap penggunaan obat
cair oral dan cup ukur yang mereka yakini kebenarannya dari pengetahuan
yang mereka miliki dan dinilai dengan pemberian kuisioner dan wawancara
secara langsung.
13. Aspek tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam
penggunaan obat cair oral dan cup ukur dan dinilai dengan pemberian
kuisioner dan wawancara secara langsung.
27
14. Periode Juni-Juli 2010 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanggal
14 Juni 2010 - 10 Juli 2010.
15. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan baik apabila responden
mengetahui sebagian besar atau seluruh nya dengan skor jawaban responden
>75%, tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan sedang (cukup
baik) apabila responden mengetahui sebagian dengan skor jawaban
responden 40%-75%, tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan
kurang baik apabila responden mengetahui sebagian kecil dengan skor
jawaban responden <40% (Pratomo, 1986., cit., Ganie, 2009).
D. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito untuk kegiatan
survei wawancara dan pemberian kuisioner yang berlokasi di loket Unit Gawat
Darurat. Loket Unit Gawat Darurat dipilih karena merupakan loket yang melayani
resep rawat jalan maupun rawat inap untuk obat-obatan dengan ataupun tanpa
resep. Penelitian dilakukan setiap hari Senin sampai Sabtu, pada pukul 08.00-
15.00 WIB, dimulai dari tanggal 14 Juni 2009 sampai 10 Juli 2010.
E. Subyek Penelitian
Subjek penelitian meliputi pengunjung apotek dan apoteker seperti yang
telah dijelaskan di definisi operasional. Subjek penelitian harus memenuhi
kriteria-kriteria yang menjadi batasan dalam penelitian. Kriteria inklusi adalah
subjek berusia minimal 17 tahun, jenis kelamin pria atau wanita, merupakan
28
pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010 yang pernah
membeli sediaan cair oral disertai cup ukur didalam kemasan baik di Apotek KF,
RSUP Dr. Sardjito maupun di Apotek luar. Pengunjung apotek dan apoteker
bersedia bekerja sama berdasarkan persetujuan dengan informed-consent.
Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas pada periode Juni-
Juli 2010. Responden dan apoteker yang bersedia bekerja sama berdasarkan
persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pengunjung dan
apoteker Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito yang tidak bersedia bekerja sama untuk
memberikan informasi dalam penelitian dan tidak dapat mengingat cara
penggunaan cup ukur sediaan cair oral. Subjek penelitian selanjutnya disebut
sebagai responden.
Gambar 8. Bagan cara kerja pengambilan subjek penelitian Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral oleh
Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
47menyelesaikan pengisian kuisioner dengan wawancara
3 tidak dapat menyelesaikan
pengisian kuisioner
3 menyelesaikan pengisian kuisioner tanpa wawancara
2 hanya mengisi informed consent
Selesai menjalani penelitian Sebanyak 50 responden
Dropped out Sebanyak 5 responden
Seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi
Pengunjung Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010
Didapatkan 55 subjek uji (responden)
29
Responden apoteker diambil sejumlah 3 responden, yang merupakan
apoteker pendamping yang bekerja di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
Pengambilan responden untuk pengisian kuisioner dapat dilihat pada bagan.
Metode sampling yang digunakan adalah pengambilan sampel kuota
secara non-random. Subyek yang dijadikan sampel diambil secara non-acak dan
dapat diasumsikan bahwa sampel-sampel tersebut sesuai dengan kuota yang
telah ditentukan (Sevilla, dkk., 1993).
Pada saat penelitian berlangsung, jumlah pengunjung yang pernah
membeli sediaan cair oral bertambah sehingga peneliti mendapatkan jumlah
subjek yang lebih banyak dari perkiraan. Terdapat 55 pengunjung apotek yang
bersedia menjadi respoden penelitian. Terdapat 5 responden yang harus
dikeluarkan dari penelitian sehingga total menjadi 50 responden. Berkurangnya
responden disebabkan oleh beberapa hal, antara lain responden yang berubah
pikiran sehingga tidak mau melanjutkan penelitian serta responden yang terburu-
buru sehingga tidak dapat menyelesaikan pengisian kuisioner.
Sebagai data tambahan, dilakukan survei mengenai ketersediaan sendok
makan dan sendok teh yang beredar di masyarakat. Peneliti melakukan survei di
kelurahan Ngupasan, Yogayakarta. Populasi berbagai jenis sendok teh didapatkan
sebanyak 32 macam sedangkan populasi sendok makan didapatkan 33 macam.
Sampel sendok makan dan sendok teh dihitung berdasarkan rumus yang sama
dengan rumus pengambilan sampel responden sehingga didapatkan sampel 15
sendok teh dan 15 sendok makan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
30
nonprobabilty sampling secara quota sampling, hingga didapatkan sejumlah kuota
yang diinginkan.
F. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data
pasien yang diperoleh pada saat wawancara awal untuk mencari subyek uji seperti
umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Data ini terangkum dalam informed
consent yang telah ditandatangani pasien dan panduan wawancara yang telah
disiapkan oleh peneliti.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah (1) petunjuk wawancara terstruktur
dan (2) lembar kuisioner dan (3) gelas ukur 5ml, 10ml, 20 ml dan beker glass
untuk mengukur sendok teh dan sendok makan.
Kuisioner merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan
daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan responden akan memberikan
respon atas daftar pertanyaan tersebut (Umar, 2003). Kuisioner yang digunakan
dalam penelitian terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama berisi tentang karakteristik
responden dan pernyataan kesediaan responden untuk mengikuti penelitian
(informed consent). Karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin pendidikan
responden dan pekerjaan responden. Bagian kedua memuat pertanyaan mengenai
pengalaman pasien dalam menggunakan obat cair (sudah berulang kali atau baru
satu kali menggunakan obat cair yang disertai cup ukur dalam kemasan),
31
pengalaman membeli obat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito (pengalaman
pertama atau sudah berulang kali) dan pengalaman berkonsultasi pada apoteker di
Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito (pernah/tidak). Bagian ketiga memuat pernyataan
mengenai penggunaan cup ukur sediaan cair oral.
H. Jalannya Penelitian
Cara kerja yang dilakukan secara umum yaitu:
1. Tahap pra penelitian
Tahap ini adalah tahap awal jalannya penelitian. Tahap ini meliputi
proses perijinan, analisis situasi, pembuatan kuisioner dan wawancara terstruktur
serta penyusunan informed consent.
a. Proses perijinan
Perijinan dilakukan dengan mitra, yaitu Manager Apotek Kimia Farma
wilayah Yogyakarta dan Manager Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito. Proses
perijinan berlangsung selama kurang lebih 1 bulan yaitu dari pada bulan Februari
2010.
b. Analisis situasi
Analisis situasi dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada bulan Maret-April
2010. Tahap ini mencakup pengamatan situasi dan kondisi di Apotek KF, RSUP
Dr. Sardjito khususnya loket UGD serta diskusi dengan pihak mitra terkait kasus-
kasus cara penggunaan sediaan obat dan studi pustaka.
Hasil dari tahap ini digunakan untuk memperkirakan jumlah responden
yang akan diikutsertakan dalam penelitian berdasarkan jumlah pengunjung apotek
32
pada bulan Maret 2010 yang membeli produk sediaan obat cair oral yang disertai
cup ukur dalam kemasannya dan jumlah produk sediaan obat cair oral yang ada di
Apotek. Hasil dari analisis situasi juga digunakan untuk menetapkan kriteria
inklusi responden.
c. Pembuatan kuisioner dan wawancara terstruktur
Kuisioner dan wawancara terstruktur digunakan untuk mengevaluasi cara
penggunaan cup ukur sediaan cair oral oleh responden. Kuisioner berisi kira-kira
30 pertanyaan dengan bahasa sederhana yang tiap 10 pertanyaan mencakup segi
pengetahuan, sikap, dan tindakan. Bentuk pertanyaan dalam kuisioner
menggunakan variasi Dischotomous choice. Variasi dischotomous choice
merupakan pernyataan dimana dalam pertanyaan hanya disediakan 2 jawaban atau
alternatif seperti pernah/tidak pernah atau ya/tidak atau setuju/tidak setuju
(Notoatmodjo, 2005).
Wawancara terstruktur terdiri dari 5 pertanyaan yang ditanyakan kepada
apoteker maupun pada pengunjung apotek. Wawancara terstruktur dilakukan
terhadap apoteker tentang pelayanan informasi terkait cara penggunaan cup ukur
dan penggunaan bentuk sediaan yang diteliti. Wawancara terstruktur pada
responden dilakukan di awal untuk mengetahui usia dan pernah tidaknya
menggunakan sediaan obat sesuai kriteria inklusi. Wawancara terstruktur juga
dilakukan di akhir untuk mengevaluasi pemahaman terkait cara penggunaan cup
ukur dan sediaan cair oral.
33
d. Penyusunan informed consent
Informed consent dibuat sebagai tanda persetujuan responden untuk ikut
serta dalam penelitian.
e. Uji bahasa
Uji bahasa dilakukan pada 15 orang yang mempunyai kemiripan kriteria
dengan responden. Uji bahasa dilakukan di loket Unit Gawat Darurat RSUP Dr.
Sardjito dimulai pada tanggal 14 Juni 2010 dan dilakukan selama 2 minggu. Uji
bahasa dilakukan untuk menguji apakan kuisioner dibuat telah siap digunakan
sebagai instrumen penelitian.
2. Tahap pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung. Data
yang dikumpulkan meliputi identitas pengobatan dengan menggunakan bentuk
sediaan sesuai kriteria inklusi dan informasi cara penggunaan bentuk sediaan
sesuai dengan kriteria inklusi. Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi dengan
wawancara dengan responden/keluarga dan/atau tenaga kesehatan.
Responden sebelumnya diminta mengisi informed consent sebagai tanda
persetujuan mengikuti penelitian. Informed consent ditanda tangani oleh
responden.
Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian kuisioner, pemberian
kuisioner yang diwawancarakan dan wawancara terstruktur pada apoteker dan
pengunjung apotek. Pemberian kuisioner hanya dilakukan di loket Unit Gawat
Darurat. Apabila merasa bingung, responden dapat langsung bertanya kepada
peneliti.
34
Untuk pengumpulan data mengenai ketersediaan obat, dilakukan
pendaftaran obat-obat yang tersedia di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
Pendaftaran obat dilakukan di 5 loket Kimia Farma yang terdapat di RSUP Dr.
Sardjito yaitu loket Unit Gawat Darurat, loket Instalasi Rawat Jalan, loket poli,
loket bangsal dan loket induk. Pengumpulan data dilakukan dimulai tanggal 26
Juni-10 Juli 2010.
Untuk melengkapi data, dilakukan pengukuran terhadap sendok
makan/sendok teh yang beredar di Indonesia. Pengambilan sampel sendok
makan/sendok teh dilakukan secara non random. Sendok makan/sendok teh
tersebut berasal dari Kelurahan Ngupasan, Yogyakarta. Pengukuran volume
sendok makan/sendok teh dilakukan di salah satu loket Apotek KF, RSUP Dr.
Sardjito yang memiliki tempat peracikan menggunakan gelas ukur ukuran 5ml,
10ml, 20ml dan dilakukan dengan menuangkan sejumlah air ke dalam sendok
makan/sendok teh yang berhasil disampling dari kelurahan Ngupasan,
Yogyakarta. Pengukuran dilakukan sesuai dengan teori yang ada dengan cara
menuangkan sejumlah air ke dalam sendok searah sejajar dengan mata peneliti
kemudian air tersebut dituangkan ke dalam beker glass dan kemudian dimasukkan
ke dalam gelas ukur untuk mengetahui volume air yang ditakar oleh sendok
makan dan sendok teh. Pengukuran diulangi sebanyak 3 kali sehingga didapatkan
rata-rata volume yang terambil dan standar deviasinya.
35
3. Tahap pengolahan data
Data pada penelitian ini diperoleh dari lembar kuisioner yang diisi oleh
responden, wawancara terstruktur yang dilakukan kepada responden dan apoteker
serta dari daftar sediaan cair oral yang terdapat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
Karakteristik pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan. Karakteristik obat meliputi jumlah obat cair oral yang terdapat di
Apotek KF serta persentase obat cair yang menyertakan cup ukur di dalam
kemasannya. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik yang menggambarkan cara penggunaan sediaan cair oral oleh
pengunjung Apotek KF RSUP, Dr. Sardjito.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi cara pemakaian cup ukur
dan bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek KF. Hasil dari evaluasi ini
akan digunakan untuk mencari cara untuk meningkatkan pemakaian obat yang
rasional di masyarakat, khususnya untuk penggunaan cup ukur sediaan cair oral.
I. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari penelitian dibahas secara deskriptif dan diolah
menggunakan statistik deskriptif dengan mendapatkan persentase rata-rata dan
SD. Hasil wawancara dipaparkan secara deskriptif. Data ditampilkan dalam
bentuk tabel dan gambar (Pratiknya, 1993).
1. Karakteristik pasien
Karakteristik pasien terdiri dari umur, jenis kelamin, dan pendidikan
terakhir, frekuensi penggunaan cup ukur sediaan cair oral, frekuensi pembelian di
36
Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dan konsultasi obat yang pernah dilakukan. Semua
data ditampilkan dengan bentuk persentase.
a. Usia responden
Penggolongan usia dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi
frekuensi Strurgess:
M = 1+3,3 log N
dengan M adalah jumlah kelas dan N adalah jumlah data populasi (Sugiyono,
2006). Pengelompokkan usia dilakukan dengan mencari interval kelas yang
dihitung dengan rumus:
Nilai M merupakan jumlah kelas yang diperoleh dari rumus Strurgess.
b. Jenis kelamin
Pengelompokkan jenis kelamin dilakukan dengan perhitungan frekuensi
dan perhitungan persentasenya.
x 100%
N merupakan jumlah total seluruh responden yaitu 50 responden.
c. Tingkat pendidikan akhir
Dalam lembar kuisioner, terdapat 5 tingkatan pendidikan akhir
responden yaitu SD, SLTP, SLTA dan sederajat, Diploma, dan Sarjana.
Pengelompokkan awal dilakukan berdasarkan jumlah masing-masing tingkat
pendidikan akhir yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah responden
keseluruhan kemudian dikali 100%.
37
d. Tingkat pekerjaan
Pengelompokkan terhadap tingkat pekerjaan dilakukan berdasarkan
jumlah masing-masing pekerjaan yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah
responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
e. Frekuensi menggunakan cup ukur sediaan cair oral
Pengelompokkan untuk melihat apakah responden baru pertama atau
sudah berulang kali menggunakan cup ukur sediaan cair oral dilakukan
berdasarkan perhitungan jumlah responden yang baru pertama kali atau sudah
berulang kali menggunakan cup ukur sediaan cair oral, dibagi jumlah responden
keseluruhan kemudian dikali 100%.
f. Frekuensi pembelian obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Pengelompokkan dilakukan untuk melihat responden yang membeli obat
di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah
responden yang membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dibagi
jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.
g. Pengalaman konsultasi obat dengan Apoteker di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Untuk melihat responden yang pernah berkonsultasi obat dengan
apoteker di loket Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito dilakukan berdasarkan
perhitungan jumlah responden yang yang pernah berkonsultasi obat dengan
apoteker di Loket Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito, dibagi jumlah responden
keseluruhan kemudian dikali 100%.
38
2. Karakteristik obat
Karakteristik obat meliputi penggolongan obat berdasarkan macam, kelas
terapi, golongan obat, bentuk sediaan, dan ketersediaan cup ukur dalam obat cair
oral. Pengelompokan dilakukan berdasarkan MIMS Indonesia edisi 2009/2010.
Jika ada obat cair oral yang tidak tercantum dalam MIMS Indonesia, digunakan
pustaka yang lain yaitu ISO Indonesia Volume 44 edisi 2009/2010.
Persentase jumlah obat cair oral disertai dengan cup ukur sediaan cair
oral yang terdapat di Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito, kemudian
perhitungan persentasenya:
x 100%
Sebelumnya, dilakukan pencatatan dan pengelompokan semua obat yang
terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito berdasarkan ada atau tidaknya cup ukur
dalam kemasan sediaan cair oral. Data yang didapatkan disajikan dalam bentuk
persentase dengan perhitungan sebagai berikut :
% ketersediaan cup ukur =
3. Pengetahuan, sikap dan perilaku
Pengolahan hasil kuisioner yang terdiri dari aspek pengetahuan, sikap
dan tindakan dengan menyajikan data dalam bentuk persentase jawaban
responden dengan perhitungan sebagai berikut:
Rumus diatas berlaku untuk menghitung aspek pengetahuan,sikap dan tindakan
responden. Hasil keseluruhan dari ketiga aspek dirata-rata.
39
4. Wawancara apoteker
Pengolahan wawancara apoteker dilakukan dengan memaparkan jawaban
apoteker sesuai jawaban yang diberikan saat penelitian. Wawancara diketik dan
dilampirkan dalam lampiran penelitian.
J. Kesulitan Penelitian
Peneliti mengalami beberapa kesulitan ketika mengerjakan penelitian.
Kesulitan terbesar yang dialami peneliti adalah mendapatkan responden yang
bersedia melakukan pengisian kuisioner dan wawancara. Responden loket Unit
Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito merupakan responden yang tidak terbiasa
dijadikan subjek penelitian survei. Pengisian kuisioner merupakan hal yang baru
dialami oleh responden sehingga tidak semua pengunjung apotek bersedia terlibat
dalam penelitian.
Terdapat beberapa responden yang tidak dapat membaca dan menulis,
selain itu terdapat pula responden yang sudah mengalami penurunan pendengaran.
Untuk mengatasi hal ini, peneliti terus mendampingi dalam pengisian kuisioner.
Beberapa responden tidak mengerti dengan maksud yang tercantum dalam lembar
kuisioner. Hal ini dapat menyebabkan hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan
tujuan atau permasalahan dalam penelitian. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti
selalu menyediakan kesempatan untuk bertanya, apabila terdapat hal-hal yang
tidak dimengerti oleh responden.
Dalam menyebarkan kuisioner dan melakukan wawancara, peneliti
melakukannya selama responden menunggu obat yang sedang diracik atau
40
diambilkan oleh petugas. Kesulitan dialami oleh peneliti ketika pengisian lembar
kuisioner belum selesai sedangkan obat sudah selesai diambilkan oleh petugas
apotek. Hal ini menyebabkan pengisian kuisioner menjadi terburu-buru dan
peneliti kurang dapat menggali informasi secara lengkap dari responden. Hal
inilah yang juga menjadi kelemahan dalam penelitian ini.
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama berisi deskripsi
mengenai karakteristik obat, bagian kedua berisi hasil wawancara terhadap
apoteker dan bagian ketiga berisi pemaparan tentang penggunaan cup ukur
sediaan cair oral oleh responden.
A. Persentase ketersediaan cup ukur yang terdapat pada kemasan obat cair oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
Sebelum mengetahui persentase ketersediaan cup ukur, akan dibahas
terlebih dahulu mengenai karakteristik obat cair yang terdapat di Apotek KF
RSUP Dr. Sardjito. Karakteristik obat yang akan dikaji adalah golongan obat dan
nomor registrasi, jenis obat cair, kelas terapi dan sub kelas terapi obat. Terdapat
212 jenis item obat cair oral yang terdapat di 5 loket Apotek KF, RSUP Dr.
Sardjito. Semua jenis item tersebut akan dikelompokkan berdasarkan karakteristik
obat pada penelitian ini.
1. Berdasarkan golongan obat dan nomor registrasi
Pengelompokan obat cair ini dilakukan dengan melihat logo obat
berdasarkan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000. Pada sediaan
suplemen/multivitamin, tidak semua sediaan mencantumkan logo obat sehingga
pengelompokan didasarkan pada nomor registrasi yang terdapat pada kemasan.
Terdapat 51 item suplemen yag terdapat di Apotek KF, RSUP Dr.
Sardjito. Berdasarkan nomor registrasi obat, golongan suplemen dikelompokkan
menjadi 6 kelompok, yaitu golongan obat bebas dengan nama dagang dalam
42
negeri atau lisensi (DBL), golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang
produksi dalam negeri atau lisensi (DTL), suplemen makanan produksi dalam
negeri (SD), suplemen makanan produksi dalam negeri atau dengan lisensi (SL),
suplemen makanan produksi luar negeri atau impor (SI) dan produk makanan atau
minuman yang berbatasan dengan obat, produksi dalam negeri atau lisensi
(BMD).
Gambar 9. Karakteristik Obat Berdasarkan Nomor Registrasi obat
Dari hasil pengelompokkan didapatkan bahwa persentase suplemen yang
terbesar adalah suplemen makanan produk dalam negeri sebesar 72,5%, diikuti
dengan golongan obat bebas dengan nama dagang dalam negeri atau lisensi
sebesar 13,7% . Persentase terkecil ada pada produk makanan atau minuman yang
berbatasan dengan obat, produksi dalam negeri atau lisensi dan suplemen
makanan produksi dalam negeri dengan lisensi yaitu sebesar 2,0%.
Terdapat 161 item obat yang terdapat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
Berdasarkan logo obat yang terdapat di kemasan obat, data dikelompokkan
menjadi 5 kelompok yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, jamu dan
fitofarmaka. Dari data didapatkan bahwa persentase terbesar adalah obat keras
(49,1%), namun sebagian besar obat keras adalah Obat Wajib Apotek (OWA)
43
yang merupakan obat esensial bagi masyarakat. Persentase kedua terbesar adalah
kelompok obat bebas terbatas (28,6%) diikuti dengan kelompok obat bebas
terbatas (19,9%).
Persentase obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek yang
tinggi menandakan Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito telah mampu memenuhi
ketersediaan obat bagi masyarakat. Ketersediaan obat yang tinggi dapat
membantu masyarakat dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengatasi masalah kesehatannya dengan cara melakukan pengobatan sendiri
ataupun dengan bantuan diagnosis oleh dokter.
Gambar 10. Karakteristik Obar Berdasarkan Logo Obat
2. Berdasarkan jenis obat cair
Berdasarkan jenis obat cair, data dikelompokkan menjadi 5 kelompok
yaitu sirup, sirup kering, suspensi, emulsi, dan eliksir. Jenis sediaan cair oral yang
paling besar adalah sirup (70,8%). Sirup merupakan bentuk sediaan yang tepat
digunakan oleh pasien anak-anak. Berdasarkan hasil wawancara, responden
mengaku bahwa penggunaan sirup sangat bermanfaat bagi anak-anak karena rasa
dan bau yang manis. Kedua hal tersebut menyebabkan anak tidak menolak ketika
diberikan obat oleh orang tua.
44
Terdapat berbagai jenis obat cair yang mempunyai sifat fisik yang
berbeda-beda. Perbedaan ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam
penggunaan obat cair, khususnya dalam hal penyimpanan obat. Untuk mengatasi
hal tersebut, diperlukan kerjasama dari pihak apotek, khususnya apoteker untuk
memberikan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai cara penggunaan jenis
sediaan cair.
Gambar 11. Karakteristik Obat Berdasarkan Jenis Obat Cair
3. Berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi
Berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi, obat dapat digolongkan
menjadi beberapa kelompok. Dari hasil pengelompokkan didapatkan bahwa
persentase terbesar adalah obat dengan kelas terapi sistem pernapasan (34,0%),
khususnya obat batuk dan pilek (25,9%). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
yang menyebutkan bahwa pembelian obat cair dilakukan responden untuk
mengobati penyakit-penyakit sistem pernafasan seperti batuk dan flu.
Apotek KF telah mampu menyediakan obat dengan berbagai kelas terapi
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat agar dapat mengobati beragam
penyakit. Hal tersebut penting untuk menjaga kesetiaan konsumen serta untuk
membantu masyarakat dalam melakukan pengobatan mandiri.
45
Tabel IV. Penggolongan Obat Cair Oral Berdasarkan Kelas Terapi
Kelas Terapi Sub Kelas Terapi Jumlah
merek obat Persentase Total
Antiinfeksi (Sistemik)
golongan penisilin 10 4,7
16,5%
golongan makrolida 4 1,9
golongan sefalosporin 13 6,1
golongan kloramfenikol 3 1,4
golongan kombinasi antibacterial 2 0,9
Antiamuba 1 0,5
Antituberkulosis 2 0,9
Sistem pernapasan
Obat Batuk Golongan lain 5 2,4
34,0% Obat batuk dan pilek 55 25,9
Antiasma dan PPOK 12 5,7
Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier
Antasida, antirefluks, antiulserasi 17 8,0
12,7% Laksatif (pencahar) 5 2,4
Antiemetik 3 1,4
Antidiare 2 0,9
Sistem Saraf Pusat
Antiinflamasi Non Steroid 4 1,9
8,0%
Nootropik dan Neurotonik 4 1,9
Analgesik non opiate 1 0,5
Analgesik – Antipiretik 7 3,3
Antikonvulsan 1 0,5
Sistem Kemih dan kelamin
Obat saluran kemih golongan lain 1 0,5 0,5%
Alergi dan Sistem Imun
Antihistamin 8 3,8 3,8%
Vitamin dan
Mineral
Vitamin&Mineral pediatric 12 5,7
17,5%
Vitamin B kompleks dengan Vitamin C
4 1,9
Kalsium dengan Vitamin 5 2,4
Vitamin dan atau Mineral 11 5,2
Vitamin dan Mineral untuk masa hamil/ Antianemia
4 1,9
Vitamin A, D dan E 1 0,5
Nutrisi
Suplemen dan Terapi Penunjang 10 4,7
7,0% Perangsang Nafsu makan 3 1,4
Produk Nutrisi /Enteral 2 0,9
46
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa faktor
kelengkapan obat merupakan salah satu faktor yang kerap digunakan responden
untuk menjadi pelanggan setia Apotek KF. Jenis obat yang sering dibeli oleh
responden adalah obat batuk dan pilek serta multivitamin untuk menjaga daya
tahan tubuh. Semua jenis obat ini biasa dibeli responden secara mandiri atau tanpa
resep dokter.
4. Ketersediaan alat bantu ukur di dalam kemasan obat
Alat bantu ukur adalah alat bantu dalam pengambilan dosis obat.
Terdapat beberapa macam alat bantu ukur pengambilan dosis obat yaitu cup ukur,
sendok takar, dan dropper. Alat bantu ukur yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah cup ukur. Berdasarkan ketersediaan alat bantu ukur, data dikelompokkan
menjadi 2 kelompok, yaitu sediaan cair oral yang telah memiliki alat bantu ukur
sebesar 42,5% sedangkan sediaan yang tidak menyertakan alat bantu ukur sebesar
57,5%. Sediaan yang memiliki alat bantu ukur terdiri dari sediaan yang disertai
cup ukur sebesar 12,5% dan yang disertai sendok takar sebesar 30,0%.
Gambar 12. Ketersediaan Alat Bantu Ukur dalam Kemasan
Terdapat 27 item obat cair oral yang di dalam kemasannya terdapat cup
ukur, di antaranya terdapat golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas
dan jamu.
47
Tabel V. Karakteristik Obat Cair Oral yang Disertai Cup Ukur di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
No Nama merk obat cair Jenis obat cair Sub kelas terapi Logo obat 1 Erysanbe® (Eritromisin) Sirup kering Antiinfeksi golongan
makrolida K
2 Bisolvon® (Bromheksin HCl) Eliksir Obat batuk dan pilek B
3 Bisolvon kids® (Bromheksin HCl)
Sirup Obat batuk dan pilek B
4 Buffect® (ibuprofen) Suspensi Antiinflamasi Non Steroid
BT
5 Buffect forte® (ibuprofen) Suspensi Antiinflamasi Non Steroid
BT
6 Bronsolvan® (teofilin) Sirup Antiasma dan PPOK BT
7 Epexol® (Ambroxol HCl) Sirup Obat batuk dan pilek K
8 Flucodin ® (parasetamol, guafenesin, noscapin,
chlorpeniramin maleate, phenylpropanolamine HCl)
Sirup Obat batuk dan pilek B
9 Lactulax® (lactulose) Sirup Laksatif, pencahar BT
10 Mucosolvan® (teofilin) Sirup Antiasma dan PPOK BT
11 Plantacid® (Mg(OH)2, gel kering Al(OH)3, simethicone)
Suspensi antasid, antirefluks, antiulserasi
B
12 Plantacid forte® (Mg(OH)2, gel kering Al(OH)3, simethicone)
Suspensi antasid, antirefluks, antiulserasi
B
13 Prospan® Sirup Obat batuk dan pilek Import
14 Sanmol® (parasetamol) Sirup Analgesik (non opiat), antipiretik
B
15 Transbroncho ® (ambroxol HCl) Sirup Obat batuk dan pilek K
16 Tempra forte® (parasetmol) Sirup Analgesik (non opiat), antipiretik
B
17 Woods antitusive®
(dexthormethorpan HBr, Dephenhidramine
Sirup Obat batuk dan pilek BT
18 Woods exp® (bromheksin, GG) Sirup Obat batuk dan pilek BT
19 Becefort ® multivit Sirup Vitamin B kompleks dengan vitamin C
B
20 Biolysin ® multivit Sirup Vitamin dan mineral pediatrik
B
21 Calcidine® multivitamin Sirup kalsium dengan mineral B
22 Calsource junior® Kalsium Sirup Kalsium dengan mineral
B
23 Curvit® Emulsi Suplemen dan terapi penunjang
B
24 Dumin® Sirup Vitamin dan mineral pediatrik
B
25 Elkana® vitamin Suspensi Vitamin dan mineral BT
26 Maltover® Sirup Vitamin dan Mineral B
27 Batungin® Elixir Obat saluran kemih Jamu
48
Keberadaan alat bantu ukur dosis dalam kemasan obat sangat penting,
karena akan sangat berpengaruh terhadap dosis yang akan terambil. Tidak adanya
alat bantu ukur dosis dapat menyebabkan dosis yang terambil terlalu kecil ataupun
terlalu besar.
Walaupun sebagian besar sediaan cair tidak disertai dengan alat bantu
ukur, namun dalam penyerahan obat ke pasien, apoteker selalu memberikan alat
bantu ukur tanpa meminta biaya tambahan. Hal ini dilakukan apoteker untuk
mencegah agar pasien tidak menggunakan sendok makan/sendok teh dan juga
merupakan upaya meningkatkan pemakaian obat yang rasional oleh pasien.
B. Pemberian Informasi Oleh Apoteker Berdasarkan Hasil Wawancara
Penelitian di Yogyakarta menemukan bahwa hanya 89% tenaga
kefarmasian yang terjun langsung dalam memberikan pelayanan informasi dan
konsultasi obat kepada konsumen. Pada kenyataannya, yang paling banyak
berinteraksi dengan pasien adalah asisten apoteker (Andayani, dkk, 2004).
Terdapat 3 Apoteker Pendamping Apotek (APA) yang bekerja di Apotek KF,
RSUP Dr. Sardjito. Ketiga apoteker tersebut secara bergantian menyerahkan obat
di 5 loket Apotek KF yang terdapat di RSUP Dr. Sardjito. Walaupun hanya
terdapat 3 apoteker pendamping, namun pemberian informasi dilakukan
semaksimal mungkin agar pasien mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya
mengenai obat yang dibeli. Pemberian informasi obat juga dilakukan oleh asisten
apoteker senior yang bekerja di Apotek KF.
49
1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa pemberian informasi obat
oleh apoteker kepada pasien berkisar antara 1 menit dan tidak mencapai 2 menit.
Lama durasi pemberian obat tergantung dari jenis obat yang digunakan oleh
pasien. Pemberian informasi untuk pharmaceutical care berlangsung selama 3
menit. Pada saat pharmaceutical care pasien terkadang menceritakan pengalaman
dalam penggunaan obat ataupun menceritakan riwayat pengggunaan obat
sehingga apoteker dapat mencari tahu lebih lanjut mengenai riwayat pengobatan
yang pernah dilakukan oleh pasien. Hal ini tentunya sangat penting untuk
menjamin bahwa pemberian resep oleh dokter sudah tepat dengan kondisi pasien.
Pemberian konseling terjadi secara tidak langsung. Apoteker juga menceritakan
bahwa pasien tergolong aktif bertanya, namun karena waktu yang tersedia tidak
terlalu lama maka konseling berlangsung dengan cepat.
Pada saat memberikan obat terdapat tahapan-tahapan pemberian
informasi. Pertama-tama apoteker menanyakan nama pasien dan penyakit yang
diderita oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk memastikan obat telah diberikan
pada pasien yang benar. Pemberian informasi dilanjutkan dengan memberitahukan
kepada pasien berapa macam obat yang diterima dan cara pemakaian obat
tersebut. Indikasi obat jarang diinformasikan oleh apoteker karena terkadang
dokter memberikan obat dengan tujuan untuk memperoleh efek sampingnya dan
bukan efek farmakologinya. Hal ini kerap menimbulkan kekacauan karena ketika
apoteker melakukan cek ulang penyakit, pasien menjadi merasa pemberian obat
oleh dokter salah dan memaksa bertemu kembali dengan dokter. Selain itu, ketika
50
diberi informasi bahwa obat yang diberikan adalah suplemen ataupun vitamin
pasien tidak bersedia menebus obat karena merasa tidak membutuhkannya.
Apoteker selalu memberikan informasi peringatan seperti golongan antibiotik
harus digunakan sampai habis, sedangkan untuk obat-obat simptomatik hanya
perlu digunakan sampai gejala hilang saja. Sebagai tambahan, apoteker juga
memberikan informasi apakah obat harus diminum sebelum atau sesudah makan.
Informasi mengenai penyimpanan obat jarang diberikan oleh apoteker.
Apoteker merasa pasien telah mengetahui cara menyimpan obat cair, yaitu di suhu
kamar. Dalam memberikan informasi, apoteker tidak selalu melakukan cek ulang
untuk mengevaluasi apakah pasien telah menerima informasi yang telah
diberikan. Pasien justru sering melakukan cek ulang sendiri dengan secara
langsung mengulang kembali informasi yang telah diberikan oleh apoteker.
Apoteker merasa bahwa pasien akan mengerti apabila membaca informasi terkait
penggunaan obat, hal ini menyebabkan apoteker selalu mengingatkan pasien
untuk membaca brosur yang terdapat di dalam kemasan obat.
Dalam memberikan sediaan cair, apoteker selalu menggunakan bahasa
‘sendor takar’ atau ‘tutup botol yang paling atas’ untuk menggambarkan cup ukur,
bukannya mengatakan sendok makan/sendok teh. Hal ini dilakukan oleh apoteker
untuk menghindari terjadi kesalahpahaman pasien. Dalam memberikan informasi
mengenai cara penuangan volume obat cair, apoteker juga tidak lupa memberikan
tanda dengan spidol pada cup ukur/ sendok takar yang diberikan pada pasien. Hal
ini dilakukan agar pasien dapat menuangkan sesuai dosis yang dianjurkan.
Pemberian tanda pada alat bantu penakar oleh tenaga kefarmasian terbukti dapat
51
meningkatkan keakuratan dosis menjadi 37-100% (McMahon, Rimza, dan Bay,
1997). Pemberian tanda pada alat bantu takar untuk menunjukkan dosis yang
direkomendasikan tentunya sangat membantu masyarakat dalam mewujudkan
pengobatan yang rasional.
Pasien mengalami kebingungan apabila diharuskan menuang volume
obat cair untuk ukuran 1 sendok makan. Untuk menuangnya, pasien harus
mengulangi sebanyak 3 kali dengan menggunakan sendok takar berukuran 5 ml.
Untuk mengatasi hal ini, apoteker tidak jarang mengganti sendok takar dengan
cup ukur, sehingga untuk mendapatkan volume 15 ml pasien tidak perlu
mengukur sebanyak 3 kali. Apoteker menganggap pemakaian cup ukur untuk
menuang volume obat cair sebanyak 15 ml lebih praktis daripada menggunakan
sendok takar.
Dalam memberikan informasi obat, apoteker melihat terlebih dahulu
apakah pasien yang menebus obat merupakan pasien rawat jalan atau pasien rawat
inap. Pemberian informasi untuk pasien rawat inap tidak terlalu difokuskan karena
dalam pemberiannya, akan dibantu oleh perawat yang bertugas
2. Sumber informasi yang digunakan apoteker dalam memberikan informasi obat
Dalam pemberian informasi kepada apoteker, tidak terdapat prosedur
tetap tersendiri dari Kimia Farma. Apoteker dibebaskan untuk mencari sumber-
sumber mengenai informasi obat secara mandiri.
Dari hasil wawancara kepada 2 apoteker yang dilakukan secara
bersamaan, diketahui bahwa apoteker membaca-baca brosur yang terdapat dalam
kemasan obat. Apoteker meyakini bahwa informasi yang terdapat di dalam brosur
52
tersebut sudah merupakan standar dari pabrik farmasi. Kedua apoteker juga
mencari sumber informasi dari pustaka-pustaka lain yang lengkap mengenai obat.
Apoteker lain yang diwawancarai secara terpisah menyebutkan bahwa
untuk mendapatkan informasi, apoteker membaca buku penunjang seperti MIMS
dan juga mencari-cari dari internet. Dari internet, apoteker mendapatkan panduan
kefarmasian dari website Dinas Kesehatan yang berisi cara pemberian obat serta
peringatan-peringatan dalam pemberian obat. Selain itu, sumber informasi juga
didapatkan dari brosur obat dan dari pengalaman yang diceritakan oleh pasien.
Dari hasil wawancara terlihat bahwa apoteker telah berupaya mencari berbagai
sumber informasi untuk dapat memberikan informasi sejelas mungkin kepada
masyarakat.
3. Teknik pemberian informasi
Dalam memberikan informasi mengenai obat apoteker berperan dengan
teknik aktif menjelaskan mengenai informasi umum, khususnya cara penggunaan
obat. Apoteker menjelaskan informasi obat dengan cara verbal dan visual.
Pemberian informasi secara visual dilakukan khususnya dalam memberikan
informasi mengenai pemakaian cup ukur agar pasien dapat lebih mengerti
informasi yang dimaksudkan oleh apoteker.
Di samping itu, teknik pasif diterapkan bagi pasien yang aktif bertanya
mengenai cara penggunaan obat. Adanya keseimbangan teknik aktif-pasif ini
menandakan bahwa telah terdapat interaksi yang baik antara apoteker dengan
pasien.
53
4. Kendala yang sering terjadi dalam memberikan informasi
Dalam memberikan informasi kepada pasien, tak jarang apoteker
mengalami berbagai kendala/kesulitan. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan, kendala yang terjadi adalah kendala bahasa, kendala waktu dan tempat
serta kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi. Kendala bahasa dialami
oleh salah seorang apoteker yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Jawa.
Apoteker tersebut sangat sulit memberikan informasi kepada masyarakat yang
terbiasa menggunakan bahasa Jawa, khususnya bagi kaum orang tua yang sama
sekali tidak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan sehari-hari.
Kendala waktu dan tempat juga menjadi masalah karena Apotek KF loket UGD
merupakan loket yang sangat penuh dan selalu padat pengunjung. Untuk
memenuhi kebutuhan semua pasien, maka pelayanan yang dilakukan harus cepat.
loket Unit Gawat Darurat tidak menyediakan ruang khusus untuk pemberian
informasi obat, sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman karena terdapat kaca
pemisah antara pasien dengan apoteker serta pasien dan apoteker harus berdiri
dalam penyerahan obat. Adanya ruang khusus untuk melaksanakan konseling
akan memudahkan interaksi antara apoteker dengan pasien dalam melakukan
pemberian informasi obat (Andayani, dkk, 2004). Kebersediaan pasien juga
menjadi kendala karena tak jarang pasien dalam keadaan tergesa-gesa sehingga
tidak bersedia meluangkan waktunya untuk mendengarkan penjelasan dari
apoteker terkait informasi obat. Ketidakbersediaan pasien menandakan bahwa
pasien belum mengerti benar akan hak-haknya sebagai konsumen untuk
54
mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait obat yang sudah dibeli
(Andayani, dkk, 2004).
C. Cara Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral oleh Responden Berdasarkan Hasil Kuisioner dan Wawancara
Untuk memahami cara penggunan cup ukur sediaan cair oral oleh
responden, perlu dipahami karakteristik pengguna/responden terlebih dahulu.
1. Karakteristik responden
Karakteristik responden merupakan kondisi dalam diri responden yang
kemungkinan akan mempengaruhi penggunaan suatu sediaan obat. Pada
penelitian ini, karakteristik responden yang akan dikaji adalah usia, jenis kelamin,
pekerjaan responden, serta pengalaman pasien dalam menggunakan sediaan cair
oral, pengalaman dalam melakukan konsultasi dan pembelian di Apotek KF,
RSUP Dr. Sardjito.
1. Usia
Usia responden merupakan salah satu faktor inklusi dalam penelitian ini.
Usia responden yang dijadikan kriteria inklusi minimal 17 tahun pada saat
penelitian berlangsung. Peneliti mengambil kriteria inklusi usia minimal 17 tahun
karena responden di anggap telah cukup dewasa dan mampu bekerjasama dengan
peneliti. Peneliti juga beranggapan bahwa responden sudah mengerti dan
memahami cara penggunaan cup ukur sediaan cair oral sehingga responden dapat
memberikan keterangan dengan jelas melalui pengisian lembar kuisioner maupun
wawancara.
55
Usia responden kemudian dikelompokkan berdasarkan rumus distribusi
frekuensi Strurgess. Pehitungan interval dihitung berdasarkan usia termuda (17
tahun) dan usia tertua (70 tahun). Interval yang didapatkan sesuai perhitungan
adalah 7 dengan batas bawah kelas pertama adalah usia termuda. Pengelompokan
usia dilanjutkan dengan perhitungan distribusi frekuensi yang dihitung
menggunakan turus.
Tabel VI. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Kelompok Umur Jumlah Responden % Responden
18-24 tahun 14 28,0
25-31 tahun 11 22,0
32-38 tahun 7 14,0
39-45 tahun 8 16,0
46-52 tahun 6 12,0
53-59 tahun 2 4,0
60-66 tahun 1 2,0
67-73 tahun 1 2,0
Pada usia dewasa muda atau di bawah usia 55 tahun sering dilaporkan
keluhan luka kecil, batuk, masalah sinus, jerawat, serta masalah mulut dan gigi
(Holt dan Hall, 1990). Dari tabel dapat dilihat bahwa persentase terbesar
pemakaian cup ukur sediaan cair oral adalah pada rentang usia 18-24 tahun. Pada
penelitian ini, peneliti tidak dapat menghubungkan secara langsung pengaruh usia
terhadap penggunaan cup ukur sediaan cair oral.
Persentase responden yang terbanyak (18-24 tahun) termasuk usia
dewasa sehingga dapat mengambil dan bertanggung jawab atas keputusan dalam
pencarian tindakan pengobatan untuk mengatasi gejala atau keluhan yang dialami.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pada usia 18-24 tahun,
penggunaan sediaan cair sebagian besar ditujukan untuk mengobati keluhan
penyakit ringan seperti batuk yang dialami oleh responden.
56
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin pada penelitian ini dikelompokkan menjadi pria dan
wanita. Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa responden yang paling banyak
menggunakan cup ukur sediaan cair oral adalah responden wanita (62,0%). Wanita
lebih banyak membuat keputusan kesehatan untuk bertemu dengan tenaga
kesehatan profesional ataupun dengan menggunakan produk tanpa resep (Holt dan
Hall, 1990). Sebuah penelitian di Yogyakarta juga menemukan bahwa sebanyak
74,5% wanita melakukan swamedikasi menggunakan obat demam untuk
mengatasi demam pada anak (Rinukti dan Widayati, 2005). Ibu merupakan orang
yang paling dekat dan umumnya sering bersama dengan anak. Hal ini
menyebabkan ibu lebih memahami kondisi kesehatan anak dan sangat berperan
dalam memilih pengobatan.
Gambar 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa responden wanita lebih
antusias dalam melakukan pengisian kuisioner, tak jarang responden wanita
menceritakan pengalaman dalam menggunakan obat cair. Responden wanita lebih
peduli terhadap kesehatan sehingga menyebabkan konsumsi obat menjadi lebih
banyak daripada responden pria. Sebagian besar responden wanita adalah ibu
57
rumah tangga. Responden ibu rumah tangga membelikan obat cair oral untuk
mengobati penyakit-penyakit ringan yang dialami anak mereka seperti demam,
batuk ataupun pilek.
3. Tingkat pendidikan
Karakeristik tingkat pendidikan responden dibagi menjadi 5 kelompok
yaitu responden yang telah menempuh pendidikan SD (Sekolah Dasar), SLTP
(Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), Diploma,
dan Sarjana. Dari hasil pengelompokan didapatkan data bahwa responden yang
menggunaan cup ukur sediaan cair yang terbanyak berasal dari kelompok
pendidikan SLTA dan sederajat yaitu 46,0%, sedangkan kelompok responden
yang paling sedikit berasal dari kelompok pendidikan SD dan SLTP (6,0%). Pada
penelitian ini, peneliti tidak dapat menghubungkan secara langsung pengaruh
pendidikan terhadap penggunaan cup ukur sediaan cair oral.
Tabel VII. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
SD SLTP SLTA dan
sederajat
Diploma Sarjana
Jumlah Responden
3 3 23 7 14
% Responden 6,0 6,0 46,0 14,0 28,0
Pendidikan mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan
kesehatan (Notoadmodjo, 2002). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
semakin rasional dan berhati-hati dalam memilih obat untuk pengobatan sendiri
(Dharmasari, 2003). Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka pengetahuan
akan pemeliharaan kesehatannya juga semakin tinggi. Hal ini menyebabkan
kecenderungan untuk menjaga kesehatan seperti melakukan kunjungan ke sarana
58
dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit akan semakin tinggi pula. Teori ini
sesuai dengan hasil penelitian di atas, bahwa tingkat pendidikan SLTA memiliki
persentase tertinggi responden yang mengunakan cup ukur sediaan cair oral dan
tingkat pendidikan SD dan SLTP merupakan persentase terendah.
4. Pekerjaan
Pekerjaan responden dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 6
kelompok, yaitu tidak bekerja/pensiunan, ibu rumah tangga, pegawai negeri
sipil/TNI, wiraswasta, swasta, dan pelajar/mahasiswa. Persentase responden yang
paling banyak menggunakan cup ukur sediaan cair oral adalah responden dengan
pekerjaan swasta, yaitu sebesar 40,0%.
Tabel VIII. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Tidak bekerja/
pensiunan
Ibu Rmh Tangga
PNS/TNI
Wira Swasta
swasta Pelajar/ Maha siswa
Jumlah Responden
5 9 6 1 20 9
% Responden
10,0 18,0 12,0 2,0 40,0 18,0
Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan kesehatan. Kemampuan yang dimaksud dalam hal ini
adalah faktor biaya. Jenis pekerjaan seseorang dapat dihubungkan dengan jumlah
penghasilannya. Semakin baik pekerjaan seseorang maka kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan dalam hal frekuensi penggunaan pelayanan
kesehatan akan semakin tinggi pula. Sebaliknya, kurangnya pemanfaatan
pelayanan kesehatan yang ada kemungkinan disebabkan karena tidak mempunyai
cukup dana untuk membeli obat, memeriksakan diri ke pusat pelayanan
59
kesehatan, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan data dimana kelompok terbesar
yang menggunakan cup ukur sediaan cair oral adalah responden dengan pekerjaan
swasta. Hasil wawancara menunjukkan bahwa ibu rumah tangga sangat
kooperative dalam memberikan informasi. Ibu rumah tangga menganggap bahwa
pemberian informasi mengenai cara penggunaan obat sangat penting untuk
kesembuhan penyakit anak mereka.
5. Frekuensi penggunaan cup ukur sediaan cair oral
Frekuensi penggunaan cup ukur dalam sediaan cair oral merupakan
karaketeristik yang perlu diketahui untuk melihat seberapa sering responden
benar-benar menggunakan cup ukur dalam kemasan obat. Semakin sering
responden menggunakan cup ukur sediaan cair maka pengalaman menggunakan
obat cair akan semakin banyak dan informasi yang didapatkan akan semakin jelas.
Gambar 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Penggunaan Cup
Ukur Sediaan Cair Oral
Dari hasil penelitian diketahui bahwa 6,0% responden baru satu kali
(pertama kali) menggunakan cup ukur sediaan cair oral sedangkan 94,0%
responden mengaku telah berulang kali menggunakan cup ukur sediaan cair oral.
Hasil ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden telah menyadari
60
keberadaan cup ukur dalam kemasan dan tidak hanya menganggap cup sebagai
pelindung obat cair dari kotoran namun telah menggunakannya sebagai alat bantu
dalam pengukuran volume obat cair.
6. Frekuensi pembelian obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito
Untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya, 25% penduduk Indonesia
mendatangi dokter dan lebih dari 65% jumlah penduduk melakukan pengobatan
mandiri (Sartono,1993). Pada penelitian ini, responden dikelompokkan menjadi
kelompok responden yang merupakan pelanggan dan responden yang pertama kali
membeli obat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
Gambar 15. Karakteristik Responden berdasarkan Frekuensi Pembelian obat
di Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
Dari hasil pengelompokan diketahui sebesar 56,0% responden
merupakan pelanggan Apotek KF, RSUP Dr.Sardjito. Dari hasil ini dapat
diketahui bahwa Apotek KF telah mampu memberikan pelayanan yang cukup
baik karena terbukti dari pengunjung apotek yang bersedia menjadi pelanggan
tetap di Apotek KF. Dari hasil wawancara didapatkan beberapa alasan mengapa
responden memilih Apotek KF, yaitu karena letaknya yang berdekatan dengan
61
rumah responden, kelengkapan obat dan juga karena dapat langsung membeli obat
setelah penegakan diagosis oleh dokter. Sebuah penelitian mendapatkan bahwa
semakin jauh letak sarana dan prasarana kesehatan, masyarakat semakin enggan
berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan tersebut (Holt dan Hall, 1990).
7. Frekuensi konsultasi obat
Responden dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok, yaitu yang tidak
pernah melakukan konsultasi obat dan yang pernah melakukan konsultasi obat.
Dari hasil pengelompokan didapatkan bahwa sebanyak 84,0% responden tidak
pernah melakukan konsultasi obat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
Gambar 16. Karakteristik Responden Berdasarkan Konsultasi obat
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat beberapa alasan
mengapa responden tidak melakukan konsultasi obat yaitu karena responden
sering datang dalam keadaan tergesa-gesa ataupun karena kondisi yang tidak
memungkinkan. Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito merupakan apotek yang sangat
padat pengunjung sehigga kondisi ini tidak memungkinkan untuk melakukan
konsultasi obat. Responden yang pernah melakukan konsultasi obat mengaku
62
terkadang bertanya secara mandiri tentang suatu obat ataupun cara pengobatan
mandiri kepada apoteker.
Dari sisi apoteker, apoteker mengaku bahwa kondisi tempat yang tidak
menyediakan ruangan khusus untuk melayani konsultasi obat menjadi kendala
terbesar. Walaupun jarang memberikan konsultasi obat, namun apoteker sangat
berperan dalam pemberian Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien pada
saat penyerahan obat.
2. Penggunaan cup ukur sediaan cair oral oleh responden
Perilaku pencarian kesehatan dipengaruhi oleh 3 aspek, yaitu aspek
pengetahuan, sikap dan tindakan. Untuk mengetahui cara penggunaan cup ukur
dan penggunaan sediaan cair oral, dilakukan penyebaran lembar kuisioner dan
wawancara. Pernyataan yang terdapat dalam kuisioner meliputi ketiga aspek
pengetahuan, sikap dan tindakan dengan masing-masing aspek terkandung dalam
10 pernyataan. Cup ukur dan sediaan cair oral tidak harus yang dibeli dari apotek
tempat pelaksaan penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang
lebih variatif dalam penelitian ini.
1. Aspek pengetahuan
Sebuah penelitian menemukan bahwa pengetahuan berhubungan dengan
pengobatan sendiri yang aman, tepat, dan rasional (Dharmasari, 2003).
Pernyataan-pernyataan pada bagian pertama ini berisi pengetahuan umum
mengenai cara penggunaan sediaan cair oral dan cup ukur dan terdiri dari 3
pernyataan favourable dan 7 pernyataan unfavourable.
63
Tabel IX . Hasil Pengisian Kuisioner Aspek Pengetahuan Responden
No. Pernyataan Kuisioner Persentase jawaban
Benar (%)
Persentase jawaban
Salah (%)
1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. *) 66,0 34,0
2 Cara penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi
kesembuhan penyakit. 84,0 16,0
3 Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat yang
kering, dan terlindung cahaya. 92,0 8,0
4 Penggunaan obat cair tidak boleh menggunakan sendok
makan/sendok teh di rumah. 32,0 68,0
5 Semua obat cair yang diminum berbentuk sirup. *) 28,0 72,0
6 Walaupun rasa, warna, bau dan kejernihan dari larutan
obat sudah berubah, obat masih dapat digunakan kembali. *)
100,0 0,0
7 Pengukuran volume obat cair dengan cup ukur harus
sejajar dengan mata 50,0 50,0
8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi
risiko yang tidak dikehendaki 92,0 8,0
9 Sebelum meminum obat cair sebaiknya dikocok terlebih
dahulu. 88,0 12,0
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan
obat cair 100,0 0,0
Rata-rata 73,2 26,8
Keterangan : *) pernyataan unfavourable
Pada pernyataan pertama, dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner
sebagian besar responden (66,0%) menjawab dengan benar. Beberapa responden
bahkan mengetahui bahwa terdapat golongan antibiotik yang harus diminum
sampai habis, namun penggunaan obat selain antibiotik tidak perlu sampai habis.
Informasi mengenai golongan antibiotik dan non antibiotik didapatkan responden
dari apoteker, dokter maupun majalah-majalah kesehatan. Penggunaan obat selain
antibiotik hanya sampai gejala atau penyakit mereda saja. Responden merasa
untuk penggunaan obat seperti obat batuk cukup sampai gejala mereda, hal ini
responden lakukan karena responden takut menjadi ketergantungan pada obat
tertentu. Salah satu responden mengatakan bahwa dalam penggunaan obat, apabila
dalam 3 hari tidak terjadi kesembuhan, maka responden akan berkonsultasi
kembali kepada dokter. Alasan lain adalah responden selalu mengikuti petunjuk
64
dokter. Apabila dokter mengatakan pemakaian sampai habis maka responden akan
mematuhinya, begitu pula sebaliknya. Perlu adanya usaha untuk menambah
pengetahuan responden mengenai cara pemakaian obat agar responden dapat lebih
bertanggung jawab mengenai cara penggunaan obat dan bukan hanya menurut
pada apa kata tenaga profesional kesehatan.
Sebanyak 84% responden menyatakan bahwa cara penggunaan obat yang
benar akan mempengaruhi kesembuhan penyakit. Responden mengganggap
bahwa dengan menggunakan obat secara benar, maka kesembuhan akan semakin
cepat didapat. Sebanyak 16,0% responden lainnya merasa bahwa kesembuhan
tidak akan dipengaruhi oleh cara penggunaan obat. Responden menganggap
bahwa kesembuhan yang terjadi hanya dipengaruhi oleh sugesti responden
sendiri. Selain karena sugesti, kesembuhan juga dipengaruhi oleh banyaknya
istirahat dan juga semangat pasien untuk sembuh. Alasan-alasan seperti inilah
yang terkadang membuat responden tidak menaati aturan pemakaian obat.
Mengenai cara penyimpanan obat, terdapat 92,0% responden yang
menjawab dengan benar bahwa obat harus disimpan di suhu kamar tempat yang
kering dan terlindung dari cahaya. Dalam penyimpanan obat responden memilih
ruang kamar, kotak plastik, lemari/meja, ruang tamu, meja makan, meja dalam
kamar, almari, rak, kotak obat, buffet dan freezer. Alasan responden memilih
tempat penyimpanan adalah agar mudah terlihat dan mudah terjangkau, jauh dari
jangkauan anak-anak, agar terhindar dari tikus dan agar tidak terkena cahaya yang
dapat mengubah komposisi obat. Walaupun menjawab dengan benar, namun pada
prakteknya, beberapa responden masih salah dalam melakukan penyimpanan obat
65
cair oral. Responden menganggap bahwa penyimpanan obat cair seharusnya di
dalam lemari es. Responden menyimpan obat di lemari es dengan alasan agar obat
awet, fresh dan dingin ketika diminum.
Dalam Farmakope Indonesia IV disebutkan bahwa suhu penyimpanan
sejuk adalah suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan dalam lemari pendingin.
Suhu kamar adalah suhu antara 15° dan 30° (Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan RI, 1995). Penyimpanan obat cair oral tidak harus selalu di
lemari es, penyimpanan obat cair tergantung pada petunjuk yang terdapat pada
kemasan obat cair.
Walaupun demikian terdapat perbedaan antar petunjuk-petunjuk yang
terdapat pada sediaan cair. Perbedaan-perbedaan petunjuk mengenai penyimpanan
tentunya akan membingungkan responden dalam penyimpanan obat cair. Untuk
mengatasi hal ini, diperlukan bantuan dari apoteker untuk mengatasi
kesalahpahaman responden dengan menyediakan informasi yang tepat dan jelas.
Tabel X. Beberapa petunjuk penyimpanan obat cair yang tertera pada kemasan
Petunjuk dalam kemasan Aturan suhu
Sejuk
Di bawah 15°C Rentang suhu 15-30°C Tidak dicantumkan aturan suhu
Suhu kamar
suhu 25-30°C Tidak lebih dari 25°C Tidak dicantumkan aturan suhu
Tidak dicantumkan aturan penyimpanan, langsung diberikan petunjuk simpan pada suhu 2-30 tidak lebih dari °C Simpan di tempat yang terlindung cahaya matahari
Penyimpanan suspensi antibiotik merupakan salah satu masalah dalam
penggunaan obat cair, hal ini karena beberapa sediaan membutuhkan lemari es
untuk menjaga keefektifan khasiat obat (McMahon, dkk, 1997). Beberapa
66
suspensi antibiotik mempunyai kestabilan yang sangat terbatas, sehingga apabila
tidak disimpan dalam lemari es dapat menyebabkan terjadinya degradasi
komponen obat. Beberapa suspensi antibiotik mencantumkan bahwa
penyimpannya harus di dalam lemari es dengan suhu 2-8°C. Suspensi antibiotik
juga hanya dapat dipakai selama 7 hari. Hal ini menjadi masalah karena
berdasarkan wawancara, tidak semua responden memiliki lemari es.
Pada kenyataannya, penyimpanan antibiotik harus memperhatikan sifat
fisikokimia dari zat aktif. Tidak semua suspensi antibiotik harus disimpan dalam
lemari es, seperti pada antibiotik trimetoprim-sulfametoksasol. Penyimpanan
antibiotik trimetoprim-sulfametoksasol dalam lemari es dapat meningkatkan
kekentalan larutan sehingga kemungkinan menempel dalam dinding cup ukur
meningkat, selain itu dapat pula menyebabkan kemampuan dituang semakin
menurun (Dusdieker, Murph, dan Milavetz, 2000). Pemakaian antibiotika yang
tidak tepat seperti dosis yang tidak tepat, pemakaian dalam jangka waktu yang
lama, sudah rusak, kadaluarsa memungkinkan terjadinya resistensi ataupun
superinfeksi (Jamal, Suhardi, dan Wiryodagdo, 1999).
Pada pernyataan 4, sebanyak 64,0% responden menganggap penggunaan
obat cair boleh menggunakan sendok makan/sendok teh. Responden menganggap
bahwa penggunaan sendok makan/sendok teh sudah benar. Hal ini karena cara
penggunaan yang tertera pada kemasan, etiket, maupun brosur obat menyebutkan
penggunaan takaran sendok makan dan sendok teh. Dalam pembelian di apotek,
tak jarang petugas juga menganjurkan penggunaan sendok makan/sendok teh yang
terdapat di rumah. Responden tidak mengetahui bahwa takaran sendok makan
67
yang dimaksudkan adalah sebesar 15ml dan sendok teh sebesar 5ml (Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Sebanyak 36,0% responden
lainya menyatakan bahwa ukuran sendok makan/sendok teh di rumah berbeda-
beda sehingga pengukuran dosis menggunakan cup ukur sudah tepat karena
ukuran yang didapat lebih pasti. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bayor, dkk pada tahun 2010 yang mendapatkan bahwa 750%
pasien menggunakan sendok makan/sendok teh dalam menggunakan obat cair
oral.
Sebanyak 28,0% responden menyatakan bahwa semua obat cair yang
beredar berbentuk sirup. Hal ini wajar terjadi karena tidak semua orang
mengetahui bentuk-bentuk sediaan cair seperti emulsi, suspensi ataupun bentuk
lainnya. Responden mengatakan bahwa tidak semua obat cair berbentuk sirup.
Terdapat beberapa responden yang mengetahui bentuk selain sirup dan terdapat
beberapa responden yang tidak mengetahuinya dan hanya menyebutkan obat cair
yang kental dan rasanya tidak teralu manis. Pengetahuan mengenai jenis obat cair,
tentunya akan meningkatkan pemakaian obat cair yang rasional.
Pada pernyataan nomor 6 sebanyak 100,0% responden menjawab bahwa
apabila obat sudah mulai berubah sifat-sifat fisiknya seperti rasa, bau dan warna
maka obat tidak dapat dipakai kembali.
Dalam menuangkan sediaan cair, cup ukur harus diletakkan di atas
permukaan yang rata terlebih dahulu, lalu dilihat dengan menempatkan mata
sejajar dengan cup ukur (MAT Independent Study, 2008). Pada pengukuran
volume obat, sebanyak 50,0% responden menyatakan bahwa pengukuran obat
68
tidak harus sejajar dengan mata. Menurut responden, asalkan angka pada cup ukur
sudah terlihat tidak menjadi masalah. Pada responden yang sudah mengalami
penurunan penglihatan, penuangan volume obat tidak dapat dilakukan sejajar
dengan mata karena agar dapat terlihat, cup ukur harus diletakkan dengan jarak
yang agak jauh dari mata. Responden yang menyatakan bahwa pengukuran
volume obat harus sejajar dengan mata menyatakan bahwa hal ini perlu dilakukan
agar ukuran (volume) yang didapatkan lebih pas. Untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik, responden meletakkan cup ukur di meja yang mempunyai permukaan
rata terlebih dahulu. Pengukuran cup ukur sejajar dengan mata penting untuk
memastikan dosis yang dituang sesuai dengan dosis pada aturan pakai.
Untuk menambah informasi, tak jarang responden membaca brosur yang
terdapat pada kemasan obat. Hal ini responden lakukan untuk mengetahui
indikasi, kontraindikasi dan menambah pengetahuan terkait masalah obat. Hal ini
juga akan membuat responden lebih berhati-hati dalam pemakaian obat.
Sebanyak 92,0% responden menyatakan bahwa dengan membaca brosur obat,
maka resiko pemakaian obat akan berkurang.
Sediaan cair merupakan sistem yang terdiri dari 2 fase, yaitu solut dan
solvent untuk larutan, fase minyak dan fase air untuk emulsi serta padatan dan
fase pembawa pada suspensi. Dalam penggunaannya, homogenitas sediaan cair
sangat penting untuk menjamin dosis yang didapatkan selalu seragam. Hal ini
dapat dicapai dengan mengocok sediaan cair sebelum menggunakannya.
Salah satu kelemahan pada penggunaan suspensi adalah ketidakstabilan
secara fisik. Suspensi dapat membentuk endapan dan menyebabkan dosis menjadi
69
tidak seragam (Griebmann, Breitkreutz, Schubert-Zsilavecz, dan Abdel-Tawab,
2007). Kelemahan ini dapat diatasi dengan mengocok suspensi dahulu untuk
meredispersikannya kembali. Suspensi yang tidak dikocok terlebih dahulu akan
menyebabkan vikositas sediaan menjadi berubah. Suspensi yang viskositasnya
menjadi rendah akan membentuk sedimen dalam beberapa jam dan menyebabkan
konsentrasi sediaan tidak mencapai 8% dari konsentrasi yang tertera pada label
obat. Suspensi yang viskositasnya menjadi lebih tinggi dapat menyebabkan
terjadinya segregasi tak kasat mata yang menyebabkan konsentrasi hanya menjadi
5,7% setelah 24 jam (Griebmann, dkk, 2007).
Sebanyak 88,0% responden menyatakan akan mengocok sediaan cair
sebelum meminumnya. Responden menganggap dengan mengocok botol obat cair
terlebih dahulu, maka tidak akan terdapat endapan. Sebanyak 12,0% lainnya
menyatakan akan mendengarkan aturan cara pakai yang diberikan oleh
apoteker/dokter, selain itu responden juga melihat aturan pada kemasan terlebih
dahulu.
Pada kenyataannya, tidak semua kemasan obat mencantumkan petunjuk
agar obat dikocok sebelum digunakan. Hal ini dapat menyebabkan
ketidakseragaman dosis yang didapatkan apabila menggunakan obat cair dan akan
sangat berbahaya apabila menggunakan antibiotik dan obat dengan jendela terapi
yang sempit. Dosis yang terlalu rendah dalam penggunaan antibiotik dapat
menyebabkan kegagalan outcome terapi. Kekeliruan dosis dapat memicu
terjadinya kegagalan terapi antibiotik sehingga terapi yang diberikan tidak dapat
menghilangkan gejala ataupun infeksi dapat kambuh kembali setelah terapi
70
dihentikan (Wattimena, Sugiarso, Widianto, Sukandar, Soemardji, dan Setiadi,
1991). Untuk dapat mencegah hal ini, apoteker dapat mencantumkan tulisan
‘kocok dahulu’ dalam etiket obat dan mengingatkan pasien pada saat penyerahan
obat.
Dalam menggunakan obat cair sebanyak 100,0% responden menyatakan
bahwa kebersihan adalah hal yang penting.
Berdasarkan data kuisioner didapatkan hasil rata-rata responden
menjawab benar sebanyak 73,2%. Pada pernyataan nomor 6 dan nomor 10
responden menjawab 100,0% benar. Adanya pernyataan nonfavourable dan
pernyataan favourable tidak mempengaruhi persentase tingkat pengetahuan
responden. Tingkat pengetahuan responden tergolong sedang (cukup baik).
2. Aspek sikap
Sikap berhubungan dengan pengobatan sendiri yang aman, tepat dan
rasional. Pernyataan-pernyataan pada bagian kedua ini berisi sikap mengenai cara
penggunaan sediaan cair oral dan cup ukur. Terdapat 3 pernyataan favourable dan
7 pernyataan unfavourable.
Sebuah penelitian di Ghana menyatakan bahwa untuk mengukur volume
obat cair 5-20 ml alat bantu ukur yang dianjurkan adalah cup ukur (Bayor,dkk.,
2010). Pada penelitian ini diketahui bahwa hanya 72,0% responden yang merasa
harus menggunakan cup ukur yang terdapat pada kemasan obat cair. Responden
merasa bahwa penggunaan cup ukur tidak praktis. Cup ukur umumnya terbuat
dari plastik sehingga membuatnya menjadi tidak sehat dan kotor. Hal inilah yang
membuat responden menggunakan sendok makan/sendok teh yang terdapat di
71
rumah. Terdapat salah satu responden yang mengatakan bahwa responden selalu
meminum obat cair langsung dari botolnya tanpa menggunakan alat bantu ukur
apapun. Responden juga terkadang menggunakan tutup segel berwarna putih yang
seharusnya hanya digunakan untuk menjaga agar obat tertutup rapat. Untuk
mendapatkan dosis 1 sendok makan/sendok teh seperti tertera pada kemasan,
responden hanya kira-kira saja. Perilaku penggunaan obat cair yang seenaknya
dapat memicu tingginya angka kesalahan pemakaian obat, oleh karena itu
diperlukan usaha dari segenap tenaga profesional kesehatan untuk mengusahakan
penyebaran informasi yang jelas untuk meningkatkan penggunaan obat cair yang
rasional.
Tabel XI. Hasil Pengisian Kuisioner Apek Sikap Responden
No Pernyataan Persentase jawaban
Benar
Persentase jawaban
Salah
1 Saya merasa harus menggunakan cup ukur yang tersedia di
dalam kemasan obat. 72,0 28,0
2 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara penggunaan
obat. 84,0 16,0
3 Saya memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara
penggunaan obat. 56,0 44,0
4 Saya yakin obat cair setelah dibuka masih dapat digunakan
kembali asal belum lewat tanggal kadaluarsa.*) 36,0 64,0
5 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat harus memperhatikan rasa,warna, bau, kejernihan dari obat
meskipun belum kadaluwarsa. 78,0 22,0
6 Saya merasa pengukuran volume obat dengan menggunakan
sendok makan/sendok teh di rumah sudah tepat. *) 56,0 44,0
7 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
menggunakan obat cair. 74,0 26,0
8 Saya merasa penggunaan obat cair dengan cup ukur dengan
benar akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki. 78,0 22,0
9 Saya merasa informasi penggunaan cup ukur akan
mempengaruhi kesembuhan saya. 72,0 28,0
10 Saya merasa ukuran sendok makan/sendok teh di rumah
sama dengan cup ukur di kemasan obat. *) 64,0 36,0
Rata-rata 67,0 33,0
Keterangan : *) pernyataan unfavorable
72
Sebanyak 84,0% responden merasa harus bertanya kepada petugas
apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara penggunaan obat cair.
Hal ini dilakukan oleh responden agar tidak terjadi kesalahan dalam pemakaian
obat. Walaupun demikian, 16,0% responden merasa tidak perlu menanyakan
kembali karena merasa telah cukup mendapat informasi dari dokter dan dapat
mencari informasi sendiri dari brosur obat maupun dari majalah kesehatan.
Sebanyak 56,0% responden memilih petugas apotek sebagai sumber
informasi obat. Alasan responden adalah pembelian obat dilakukan di apotek,
sehingga petugas apotek lebih dekat dan praktis untuk ditanyai mengenai
informasi obat. Apoteker bertugas untuk membaca resep sehingga apoteker dapat
memberikan informasi yang mendetail juga dapat menerangkan dengan jelas
kepada responden.
Sebanyak 44,0% responden lainnya merasa bahwa informasi obat
sebaiknya ditanyakan kepada dokter yang lebih mengerti mengenai penyakit, tak
jarang responden mempunyai keluarga yang berprofesi sebagai dokter. Seorang
responden bahkan memilih teman yang tidak mempunyai kompetensi sebagai
sumber informasi tentang obat. Sebanyak 21 responden mengaku dalam
wawancara bahwa untuk menanyakan mengenai informasi obat, dokter menjadi
pilihan utama respoden. Responden merasa bahwa dokter adalah orang yang
mengetahui segala sesuatu mengenai penyakit dan obat. Sebanyak 14 responden
merasa bahwa apoteker tidak melayani dalam apotek. Responden merasa bahwa
apoteker selalu berada di dalam apotek di balik rak-rak obat, sedangkan yang
melayani pembelian obat adalah asisten apoteker ataupun karyawan biasa bagian
73
administrasi. Terdapat satu orang responden yang bahkan sama sekali tidak
mengetahui apa dan siapa itu apoteker. Hal ini tentunya menjadi perhatian untuk
semakin memacu peran nyata apoteker dalam masyarakat sehingga pada masa
mendatang, apoteker dapat menjadi figur penting dalam membantu memenuhi
kebutuhan kesehatan masyarakat, khususnya dalam pemenuhan informasi terkait
obat.
Tabel XII. Tugas Apoteker di Apotek Menurut Responden Berdasarkan Hasil Wawancara
No. Jawaban responden % responden 1. Mengatur obat-obatan 6,3
2. Meracik obat sesuai resep dokter 43,8
3. Menyediakan obat bagi pasien 18,8
4. Menyerahkan obat dan memberitahu informasi obat 12,5
5. Melayani kebutuhan obat 6,3
6. Memantau kerja anak buah 6,3
7. Memantau apakah obat yang diberi dokter sudah cocok dengan kondisi pasien atau belum.
6,3
n (jumlah responden yang menjawab) = 16
Sebanyak 3,6% responden mengaku tidak pernah diberi informasi apapun
ketika membeli obat di apotek. Sebanyak 27 responden menyatakan mendapatkan
informasi ketika membeli obat di apotek. Informasi yang sering diberikan oleh
apoteker pada saat pemberian obat cair kepada responden adalah cara pakai,
indikasi, dosis, dan jangka waktu pemakaian obat. Sebagian besar responden tidak
pernah diberitahu mengenai cara penggunaan cup ukur. Responden mengetahui
cara pemakaian dengan membaca brosur obat.
Berdasarkan data kuisioner 36,0% responden merasa obat cair yang telah
dibuka masih dapat digunakan kembali asal belum lewat tanggal kadaluarsa.
64,0% responden lainnya merasa bahwa hal itu tergantung dari penyimpanan obat.
74
Apabila obat disimpan dengan rapat, tidak menjadi masalah namun apabila obat
disimpan dengan tidak rapat maka obat tidak boleh digunakan kembali.
Tabel XIII. Manfaat yang Dirasakan Responden Setelah Mendapat Informasi dari Apoteker
No. Jawaban responden % responden 1. Lebih mengetahui cara penggunaan obat 32,1
2. Lebih berhati-hati sehingga dapat mengambil dosis yang tepat 21,4
3. Dapat membantu kesembuhan responden 14,3
4. Responden merasa lebih mantap dalam pemakaian obat 17,9
5. Responden merasa harus lebih teratur menggunakan obat 3,6
6. Responden puas karena merasa diperhatikan dan dilayani oleh apoteker
3,6
7. Mengingatkan cara penggunaan obat 3,6
8. Tidak ada manfaat yanng dirasakan 3,6
n (jumlah responden yang menjawab) = 28
Responden menyimpan obat cair dalam jangka waktu yang berbeda-beda.
Sebanyak 7,9% responden langsung membuang obat cair begitu mengalami
kesembuhan. Terdapat seorang responden yang langsung membuang obat cair
setelah lewat 3 hari penggunaan. Sebanyak 2,6% responden menyimpan selama 3
minggu lalu langsung membuangnya. Responden beranggapan bahwa setelah obat
dibuka, maka akan terkontaminasi oleh udara dan angin sehingga obat berubah
menjadi racun. Sebanyak 13,2% responden menyimpan obat cair sampai jangka
waktu 2-3 bulan dan 2,6% responden menyimpan sampai 1 tahun. Sebagian besar
responden menyimpan obat cair dengan berpatokan pada tanggal kadaluarsa.
Responden merasa tanggal kadaluarsa dapat dipakai karena sudah merupakan
petunjuk dari pabrik pembuat obat. Terdapat kesalahpaman masyarakat terkait
masalah penyimpanan obat. Penyimpanan obat cair yang tidak benar akan
menyebabkan obat terdegradasi, dimasuki serangga ataupun ditumbuhi jamur dan
dapat menyebabkan keefektifan obat berkurang ataupun hilang.
75
Pada pernyataan nomor 5, sebanyak 78,0% responden merasa bahwa
setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat cair harus memperhatikan rasa,
warna, bau dan kejernihan dari obat meskipun belum kadaluarsa. Hal ini
dilakukan responden untuk menjamin obat yang diminum masih dalam keadaan
baik. 12,0% responden mengaku tidak pernah melihat tanda-tanda fisik obat dan
menganggap tanggal kadaluarasa sebagai patokan apakah obat masih dapat
digunakan atau tidak. Tanggal kadaluarasa adalah patokan untuk melihat apakah
obat masih baik ketika obat masih dalam keadaan tersegel dan belum dibuka.
Setelah obat dibuka, penyimpanan menjadi faktor yang sangat penting, sehingga
pemeriksaan organoleptis terhadap tanda-tanda fisik sebelum obat digunakan
kembali dapat dijadikan patokan untuk melihat apakah obat masih dapat
digunakan atau tidak.
Pada pernyataan tentang pencucian tangan sebelum menggunakan obat
cair, sebanyak 74,0% merasa bahwa hal tersebut perlu dilakukan. Walaupun telah
menjawab demikian responden menyatakan bahwa hal tersebut terkadang tidak
dilakukan karena lupa ataupun malas. Sebanyak 36,0% responden merasa cup
yang digunakan sudah bersih dan responden hanya memegang botolnya saja tidak
langsung menyentuh seperti pada saat penggunaan kapsul ataupun tablet. Hal
inilah yang mendasari responden untuk tidak mencuci tangan sebelum
menggunakan obat cair. Besarnya jumlah responden yang menyatakan bahwa
pencucian tangan perlu dilakukan menandakan bahwa responden telah menyadari
pentingnya kebersihan dalam penggunaan sediaan cair.
76
Sebanyak 56,0% responden merasa bahwa pengukuran volume obat
dengan menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah belum tepat. Suatu
penelitian menemukan bahwa range volume sendok makan yang terdapat di
Ghana adalah 2,5–7,8ml (Bayor,dkk., 2010). Akibat dari penggunaan sendok
teh/sendok makan dalam mengukur volume sediaan cair, dosis yang didapatkan
hanya 65% dari dosis yang direkomendasikan (Bica dan Farinha, 2005).
Responden menyatakan bahwa walaupun merasa kurang tepat namun responden
masih sering menggunakan sendok makan/sendok teh.
Gambar 17. Bermacam-macam Ukuran Sendok yang Terdapat di Indonesia
Berdasarkan hasil pengisian kuisioner, sebanyak 64% responden merasa
bahwa ukuran sendok makan berbeda dengan ukuran cup ukur. Terdapat beberapa
responden yang merasa bahwa ukuran sendok makan lebih besar daripada ukuran
cup ukur, dan sebaliknya. Beberapa responden merasa bahwa hanya terdapat
selisih sedikit antara cup ukur dengan sendok makan sehingga tidak menjadi
masalah.
Tabel XIV. Data Hasil Pengukuran Sendok Makan dan Sendok Teh Sendok teh Sendok makan
n = 15 Rata-rata = 4,27
SD =1,37 Range = 2,9 -5,64
Volume yang seharusnya terambil = 5 ml (100%)
Yang terambil = 58% - 112,8%
n = 15 Rata-rata = 9,19
SD = 0,82 Range = 8,37 - 10,1
Volume yang seharusnya terambil = 15 ml (100 %)
Yang terambil = 55,8 – 67%
77
Untuk mengetahui range ukuran sendok makan yang terdapat di
Indonesia, peneliti melakukan pengambilan sampel 15 jenis sendok makan dan 15
jenis sendok teh. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa range volume sendok teh
yang terdapat di Indonesia adalah 2,9- 5,64ml. Hal ini menyebabkan range dosis
yang terambil adalah 58-112,8% dari dosis yang direkomendasikan. Pada sendok
makan, range volumenya adalah 8,37-10,1ml dan range dosis yang terambil
adalah 55,8 – 67% dari dosis yang direkomendasikan.
Dalam Farmakope Indonesia III disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan ukuran sendok makan adalah 15ml sedangkan yang dimaksud dengan
ukuran sendok teh adalah 5ml (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan RI, 1979). Adanya kesalahpahaman dalam menggunakan sendok
makan/sendok teh di rumah dapat menyebabkan responden mengalami
kekurangan atau kelebihan dosis obat. Sendok makan telah dinyatakan sebagai
penyebab utama kesalahan dosis dan keracunan pada anak-anak (Wansink dan
van Ittersum, 2010). Untuk itu perlu adanya anjuran yang jelas mengenai
penggunaan cup ukur di masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan
kampanye ataupun penyebaran leaflet mengenai pentingnya penggunaan cup ukur
atau alat bantu ukur lainnya dalam menggunakan sediaan cair oral.
Pada pernyataan nomor 9, sebanyak 72,0% responden merasa bahwa
informasi mengenai penggunaan cup ukur akan mempengaruhi kesembuhan. Cup
ukur akan sangat membantu dalam pengambilan dosis yang akurat apabila
digunakan secara benar. Penggunaan cup ukur menyebabkan 85% masyarakat
dapat memberikan dosis dengan benar (Sobhani, Christopherson, Ambrose, dan
78
Corelli, 2008). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat bermacam-
macam asumsi mengenai volume sendok makan dan sendok teh. Hal ini akan
mempengaruhi penuangan volume obat cair ke dalam cup ukur.
Salah satu masalah dalam penggunaan cup adalah adanya asumsi bahwa
volume satu cup ukur penuh dianggap sebagai dosis yang direkomendasikan
(Sobhani, dkk, 2008). Volume 1 cup ukur penuh sangat besar, sehingga
penggunaan seperti itu dapat menyebabkan pengambilan dosis yang sangat
berlebihan. Informasi mengenai penggunaan cup ukur di masyarakat masih
kurang tepat, sehingga diperlukan penjelasan yang lebih ketika apoteker
menyerahkan obat kepada pasien.
Tabel XV. Volume Takaran Obat Cair Menurut Responden Aturan pakai Jawaban responden % responden
1 sendok teh 2,5ml 73,7
5ml 21,1 Tidak tahu 5,3
1 sendok makan 5ml 57,9
7,5ml 15,8 10ml 15,8 15ml 5,3
1 cup ukur penuh 5,3
n (jumlah responden yang menjawab) = 19
Berdasarkan data kuisioner didapatkan hasil rata-rata responden
menjawab benar sebanyak 67,0%. Pada pernyataan nomor 2, jawaban benar
mencapai 84,0% dan persentase jawaban benar yang paling rendah (36,0%)
terdapat pada pernyataan nomor 4. Tingkat aspek sikap pasien tergolong sedang
(cukup baik). Pada pengisian aspek sikap, belum tentu terwujud pada aspek
perilaku. Untuk dapat mendorong terwujudnya sikap menjadi perilaku diperlukan
faktor pendukung seperti ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan.
79
3. Aspek Tindakan/Perilaku
Perilaku/tindakan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap.
Pernyataan-pernyataan pada bagian ketiga ini berisi perilaku responden dalam
menggunakan sediaan cair oral dan cup ukur. Terdapat 4 pernyataan favourable
dan 6 pernyataan unfavourable.
Tabel XVI. Hasil Pengisian Kuisioner Aspek Tindakan Responden No Pernyataan Kuisioner Persentase
jawaban Benar
Persentase jawaban
Salah 1 Saya selalu membersihkan cup ukur setelah selesai
digunakan 78,0 22,0
2 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak mengerti cara penggunaan obat cair.
84,0 16,0
3 Saya akan langsung menutup rapat tutup botol obat setelah menggunakan obat cair.
100,0 0,0
4 Apabila tidak terdapat cup ukur dalam kemasan obat, saya
akan menggunakan sendok teh/sendok makan di rumah. *) 22,0 78,0
5 Sebelum meminum obat cair saya akan mengocok botolnya terlebih dahulu.
96,0 4,0
6 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang
tercantum pada obat cair. *) 92,0 8,0
7 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum pada obat cair meskipun sudah diberi informasi obat
88,0 12,0
8 Saya lebih memilih menggunakan sendok makan/sendok teh
di rumah dalam meminum obat cair. *) 78,0 22,0
9 Saya selalu menggunakan obat cair tanpa harus mematuhi
aturan penggunaanya. *)
44,0 56,0
10 Saya menuangkan isi cairan obat cair pada sendok cup ukur obat sejajar dengan mata
44,0 56,0
Rata-rata 72,6 27,4
Keterangan : *) pernyataan unfavorable
Setelah menggunakan cup ukur, 78,0% responden selalu
membersihkannya terlebih dahulu. Alasan responden mencuci cup ukur adalah
supaya sisa-sisa obat cair yang masih tertinggal dalam cup ukur tidak membentuk
endapan. Sebanyak 12,0% responden langsung menutupkan cup ukur tanpa
dibersihkan, responden merasa hal tersebut sudah cukup untuk menghindari dari
kemasukan debu. Pencucian cup ukur oleh responden menandakan bahwa
80
masyarakat telah semakin waspada dalam penggunaan obat dan juga masyarakat
telah mengerti arti pentingnya kebersihan dalam penggunaan sediaan cair oral.
Tabel XVII. Cara Responden Membersihkan Cup Ukur Jawaban responden % responden
a. Menggojog menggunakan air panas, air hangat atau air dingin 53,3
b. Dibersihkan dengan air mengalir dan sabun, dan apabila ingin dipakai kembali dibilas menggunakan air hangat
23,3
c. Dibersihkan dengan air mengalir tanpa sabun 13,3
d. Menggunakan alkohol dan langsung ditutup 3,3
e. Dibilas menggunakan air lalu dikeringkan dengan tissue 6,7
n (jumlah responden yang menjawab) = 30
Masalah pencucian, dikeluhkan respoden sebagai kesulitan menggunakan
cup ukur. Responden merasa penggunaan cup tidak praktis sehingga hal
tersebutlah yang menyebabkan responden malas menggunakan cup ukur. Terdapat
beberapa kesulitan lain dalam penggunaan cup ukur, yaitu :
Tabel XVIII. Kesulitan Responden dalam Menggunakan Cup Ukur No. Jawaban responden % responden 1. Cup ukur dibuat transparan, hal ini menyebabkan tulisan dalam cup
ukur kurang terbaca 4,7
2. Penggunaan susah dan apabila sedikit miring maka volume yang didapatkan sudah berbeda
14,0
3. Dalam penggunaan cup ukur, terdapat sisa yang menempel pada dinding cup ukur yang akan membuat dosis yang terambil berbeda dan sisa tidak dapat dijilat
16,3
4. Cup ukur yang tidak dicuci apabila ditutupkan akan membuat tutup botol menjadi kotor
2,3
5. Cup ukur mudah jatuh apabila tersenggol 2,3 6. Susah untuk meminumkan pada anak 7,0 7. Tidak praktis 18,6 8. Tidak ada kesulitan 34,9
n (jumlah responden yang menjawab) = 43
Terdapat beberapa macam cup ukur yang tersedia di pasaran. Beberapa
cup ukur hanya mencantumkan ukuran mililiter dalam cup, 2,5ml; 5ml; 7,5ml;
10ml dan 15ml. Beberapa cup mencantumkan keterangan yang lebih jelas, pada
81
satu sisi mencantumkan ukuran mililiter dan satu sisi yang lain mencantumkan
konversi seperti satu sendok makan atau satu sendok teh.
Gambar 18 . Contoh Cup Ukur yang Menyertakan Satuan Volume dan Konversinya
Umumnya responden tidak mengetahui berapa volume yang seharusnya
diambil untuk aturan pakai ‘satu sendok teh’ maupun ‘satu sendok makan’. Hal
ini menjadi semakin sulit ketika dalam kemasan maupun brosur obat tidak
dicantumkan berapa volume yang harus dituang oleh responden. Adanya cup ukur
yang mencantumkan konversi dan juga volume dalam satuan mililiter sangat
membantu pasien dalam penggunaan sediaan cair. Cup ukur dengan tulisan
keterangan lebih besar juga lebih membantu pasien dalam penggunaan obat cair
oral.
Gambar 19. Macam-macam Cup Ukur yang Tersedia di Pasaran
Beberapa responden sangat menyukai penggunaan cup ukur karena lebih
mudah dan efisien, dan lebih enak digunakan. Responden mengatakan bahwa
penggunaan cup ukur tidak mudah tumpah seperti pada penggunaan sendok takar.
Side A
15 ml
1 sdt
1 sdm
Side B
5ml
82
Setelah menggunakan obat cair, sebanyak 100,0% responden mengatakan
akan langsung menutup rapat tutup obat cair. Alasan responden melakukannya
adalah agar obat cair tidak dimasuki oleh serangga ataupun debu. Dengan
menutup rapat sediaan cair, maka sediaan cair juga dapat terhindar dari
tumbuhnya jamur. Hal ini perlu dilakukan sebagai usaha untuk menjaga
keefektifan sediaan cair.
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa 71,0% orangtua
menggunakan sendok teh untuk mengukur volume obat cair ketika tidak diberikan
alat bantu ukur dalam kemasan (McMahon, dkk, 1997). Dalam penelitian ini juga
didapatkan bahwa apabila di dalam kemasan obat cair tidak terdapat cup ukur,
88,0% responden akan menggunakan sendok makan/sendok teh yang terdapat di
rumah. Alasan lain yang membuat responden menggunakan sendok makan/sendok
teh adalah cup ukur yang kotor, hilang ataupun karena responden lebih suka
menggunakan sendok makan. Sebanyak 12,0% responden menyatakan bahwa
apabila tidak terdapat alat penakar seperti cup ukur di dalam kemasan, responden
akan meminta cup ukur atau meminta diganti obat cair lain yang didalamnya
terdapat cup ukur. Sebanyak 6,7% responden menyimpan cup ukur atau sedok
takar bekas obat yang akan dipakai sewaktu-waktu responden mendapatkan obat
cair yang tidak menyertakan alat bantu takar di dalam kemasannya. Perilaku
responden meminta cup ukur menandakan bahwa responden telah mengerti benar
bahwa dalam menggunakan obat cair ketepatan dosis adalah hal yang penting.
Sebanyak 22,0% responden lebih memilih menggunakan sendok
makan/sendok teh dalam meminum obat cair. Responden menyatakan hal ini
83
karena sendok makan yang lebih praktis dibandingkan dengan penggunaan cup
ukur. Responden melakukan hal tersebut karena belum paham betul mengenai
pentingnya penggunaan cup ukur dalam mengunakan sediaan cair oral, juga
karena merasa bahwa cup ukur sama saja dengan sendok teh/sendok makan.
Responden dengan tigkat pendidikan SD/SMP merasa takut menggunakan sendok
makan/sendok teh karena merasa obat akan berinteraksi dengan sendok
makan/sendok teh yang terbuat logam racun. Responden merasa interaksi kimia
antara obat dengan logam, akan mengubah obat menjadi racun.
Sebanyak 96,0% responden menyatakan selalu mengocok botol obat cair
sebelum menggunakannya. Sebanyak 92,0% responden juga menyatakan selalu
memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada obat cair. Hal ini
dilakukan responden karena responden merasa bahwa dalam penggunaan obat,
responden harus serba hati-hati agar pemakaiannya tidak salah.
Kesalahan yang terjadi dalam pemakiaan obat disebabkan masyarakat
tidak menyediakan waktu yang cukup untuk memproses informasi pada etiket
maupun label obat (Bailey, Pandit, Shonna Yin, Federman dan Davis, 2009). Pada
penelitian ini, terdapat 88,0% responden yang tetap memperhatikan label
penggunaan yang tercantum pada obat cair meskipun sudah diberi informasi obat.
Hal ini dilakukan responden untuk memastikan bahwa cara penggunaan obat
memang sudah benar. Pembacaan label obat tentunya sangat bermanfaat untuk
pasien agar lebih waspada dan dapat mencerna segala informasi terkait obat yang
digunakan.
84
Sebanyak 44,0% responden menyatakan selalu mematuhi aturan
penggunaan obat. Hal ini dilakukan oleh responden yang sangat berhati-hati
dalam menggunakan obat. Beberapa responden telah mengetahui bahwa obat
sejatinya adalah racun. Responden lainnya (56,0%) mengaku terkadang membuat
aturan sendiri dalam penggunaan obat. Alasan responden adalah karena responden
sudah putus asa dan ingin cepat sembuh. Responden merasa bahwa dengan
melipatgandakan dosis maka kesembuhan akan semakin cepat didapatkan. Salah
seorang responden mengaku pernah melipatgandakan dosis lalu merasa sakit pada
bagian dada dan jantungnya menjadi berdebar kencang sekali. Dengan adanya
pengalaman seperti itu, responden tidak berani lagi membuat aturan sendiri.
Berdasarkan data kuisioner didapatkan hasil rata-rata responden
menjawab benar sebanyak 72,6%. Pada pernyataan nomor 4 responden menjawab
100,0% benar. Tingkat perilaku responden tergolong sedang (cukup baik).
D. Rangkuman Pembahasan
Terdapat 50 responden yang ikut serta dalam penelitian. Kelompok umur
terbanyak terdapat pada kelompok umur responden 18-24tahun. Jenis kelamin
responden yang terbanyak adalah wanita. Pendidikan responden paling banyak
adalah SLTA dan sederajat dan responden yang mata pencahariannya terbanyak
adalah kelompok swasta. Sebagian besar responden telah menggunakan cup ukur
berulang kali, tidak pernah melakukan konsultasi obat dan sudah berulangkali
membeli obat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.
85
Jenis obat cair yang terbanyak adalah sirup dan logo obat keras
merupakan logo yang paling banyak terdapat pada sediaan cair di Apotek KF.
Obat dengan nomor registrasi SD (suplemen makanan produk dalam negeri
sebesar) merupakan nomor registrasi terbanyak yaitu sebesar 72,5%. Kelas terapi
terbesar adalah obat sistem pernapasan dengan sub kelas terapi yang paling besar
adalah obat batuk dan pilek. Terdapat 12,5% obat cair yang disertai cup ukur
dalam kemasan.
Pemberian informasi obat oleh apoteker kepada pasien berkisar antara 1
menit dan tidak mencapai 2 menit. Sumber informasi yang digunakan berasal dari
brosur obat, pustaka terkait seperti MIMS dan dari internet. Teknik yang
digunakan dalam melakukan pemberian informasi obat adalah aktif maupun
pasien dan kendala yang dialami selama memberikan informasi obat adalah
kendala bahasa, kendala waktu dan tempat serta kebersediaan pasien untuk
mendengarkan informasi.
Rata-rata aspek pengetahuan (73,2%), sikap (67,0%) dan perilaku
(72,6%) responden sudah tergolong sedang (cukup baik).
86
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ‘Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku
Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral pada Pengunjung Apotek Pelengkap
Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010’ dapat disimpulkan :
1. persentase ketersediaan obat cair oral oral yang menyediakan cup ukur dalam
kemasan sebesar 12,5%
2. pemberian informasi oleh apoteker berkisar antara 1 menit dan tidak mencapai
2 menit. Sumber informasi yang digunakan berasal dari brosur obat, pustaka
terkait seperti MIMS dan dari internet. Teknik yang digunakan dalam
melakukan pemberian informasi obat adalah aktif maupun pasif, dan kendala
yang dialami selama memberikan informasi obat adalah kendala bahasa,
kendala waktu dan tempat serta kebersediaan pasien untuk mendengarkan
informasi
3. penggunaan cup ukur dan sediaan cair oral pada pengunjung Apotek
Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.Sardjito berdasarkan hasil kuisioner adalah
responden dapat menjawab dengan benar aspek pengetahuan 73,2%, sikap
67,0%, tindakan 72,6% dan tergolong sedang (cukup baik).
87
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah :
1. untuk penelitian lebih lanjut, perlu adanya penelitian dengan subjek uji yang
benar-benar membeli di apotek yang bersangkutan sehingga dapat dilihat
korelasi antara pemberian informasi oleh petugas dan perilaku penggunaan
oleh masyarakat
2. untuk Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito, perlu
dipertimbangkan agar penyerahan obat hanya dapat dilakukan oleh apoteker
dan untuk memperpanjang waktu dalam penyerahan obat oleh apoteker
kepada pasien agar dapat menjamin peningkatan pemahaman pasien terkait
informasi obat
3. untuk pemerintah, perlu adanya anjuran maupun kampanye yang dilakukan
oleh Departemen Kesehatan untuk menggalakkan penggunaan alat bantu ukur
dalam penggunaan sediaan cair oral.
88
DAFTAR PUSTAKA Andayani, T.M., Satibi, Handayani, R.D., 2004, Evaluasi Pelayanan Informasi
Obat di Apotek-Apotek Besar di Kota Yogyakarta, Seminar Ilmiah Nasional Hasil Penelitian Farmasi, 54-63.
Azwar, S., 1995, Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya, Edisi 2, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik, 1998b, Statistik Kesejahteraan rakyat (Welfare Statistics)
1998, Badan Pusat Statistik, Jakarta, pp. 7-9. Bailey, S.C., Pandit, A.U., Shonna Yin, Federman, A., Davis, T.C., Parker, R.M.,
dkk, 2009, Predictors of Misunderstanding Pediatric Liquid Medication Instrustions, Clinical research and Methods, Vol.41, No. 10, 715-721, http://www.stfm.org/fmhub/fm2009/November/Stacy715.pdf, diakses tanggal 17 Maret 2010.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004, Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Bayor, M. T., Kipo, S.L., Ofori-Kwakye, K., 2010, The Accuracy And Quality Of
Household Spoons And Enclosed Dosing Devices Used In The Administration Of Oral Liquid Medications In Ghana, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol.2, 150-152, http://www.ijppsjournal.com/Vol2Suppl1/439.pdf, diakses tanggal 13 Maret 2010.
Bica, A. dan Farinha, A., 2005, Inaccurate Dosage; Result From The FIP-LPS
Collaborative Study, International Pharmacy Journal, Vol. 19, No.1, 17-19, http://www.fip.org/files/fip/LMCS/Aug%202006/ipj%20article.pdf, diakses tanggal 14 Maret 2010.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, 2nd Ed, McGraw-Hill, New York. Cousins, D., Clarkson, A., Conroy, S., Choonara, I., 2005, Medication Errors in
Children-an Eight Year Review Using Press Report, Paediatric and Perinatal Drug Therapy, 5 (2), 52-58, http://group.bmj.com/docs/pdf/5_2_s2.pdf, diaskes tanggal 1 Agustus 2010.
89
Covington, T.R., 2000, Self-Care and Nonprescription Pharmacotherapy, in Allen, L.V., Berardi, R.R., DeSimone, E.M., Engle,J.P., Popovich, N.G., Rosenthal, W.M., Tietze, K.J., (Eds), Handbook of Nonprescription Drug, 12th, AphA, Washington D.C, pp. 4-10.
Dharmasari, S., 2003, Faktor-Faktor Yanng Berhubungan Dengan Perilaku
Pengobatan Sendiri Yang Aman, Tepat dan Rasional pada Masyarakat Kota Bandar Lampung Tahun 2003, Tesis (Online), Universitas Indonesia, Jakarta,http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=73786&lokasi=lokal, diakses tanggal 1 Agustus 2010.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik
Indonesia, 1997a, Undang-Undang RI No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2008, Profil Kesehatan Indonesia 2008,
www.depkes.go.id/.../Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202008.pdf diakses 7 September 2010.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik
Indonesia, 1997b, Undang-Undang RI No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik
Indonesia, 2004, KepMenKes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik Indonesia,
2006, Pedoman penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007, Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979, Farmakope
Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope
Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Djuanda, A., Sani, A., Azwar, A., Handaya, Almatsier, M., Setiabudy, R., dkk.
(Eds.), 2009c, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9 2009/2010, CMP Medica Asia Pte Ltd.
90
Dusdieker, L.B., Murph, J.R, and Milavetz, G., 2000, How Much Antibiotic Suspension Is Enough?, American Academy of Pediatrics, 106, e10, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/106/1/e10, diakses tanggal 17 Maret 2010.
FDA Consumer Health Infrormation, 2008, Using Over-the-Counter Cough and
Cold Products in Children, http://www.fda.gov/downloads/forconsumers/consumerupdates/ucm048524.pdf, diakses tanggal 2 Agustus 2010.
FDA Center for Drug Evaluation and Research (CDER), 2009 Anonim, 2009a,
Guidance for Industry : Dosage Delivery Device for OTC Liquid Drug Product, http://www.fda.gov/download/Drugs/GuidanceCompliance Regulatory Informastion/Guidances/UCM188992.pdf, diakses tanggal 1 Agustus 2010.
Ganie, M. W., 2009, Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan tentang 3M
(Mengubur Barang Bekas, Menutup, dan Menguras Tempat Penampungan Air) pada Keluarga di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009, 34-35, Skripsi (Online), Universitas Sumatera Utara, Medan, http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/14262/1/09E12923.pdf, diakses tanggal 7 September 2010.
Griebmann, K., Breitkreutz, J., Schubert-Zsilavecz, M., Abdel-Tawab, M., 2007, Dosing Accuracy of Measuring Devices Provided with Antibiotic Oral Suspensions, Paediatric and Perinatal Drug Therapy, 8 (2), 61-70, http://group.bmj.com/docs/pdf/8_2_s4.pdf, diakses tanggal 2 Agustus 2010.
Grigoryan, L., Burgerhof, J.G.M., Haaijer-Ruskamp, F.M., Degener, J.E.,
Deschepper, R., Monnnet, D.M., dkk, 2006, Is Self-Medication with Antibiotics in Europe Driven by Prescribed use, Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 59, 152-156, http://share.eldoc.ub.rug.nl/FILES/root2/2007/Issewia/Grigoryan_2007_JAntomicrobial_Chemother.pdf, diakses tanggal 29 Juli 2010.
Handayani, R,S., Gitawati,R., Muktiningsih, S.R., Raharni, 2006, Eksplorasi
Pelayanan Informasi yang Dibutuhkan Konsumen Apotek dan Kesiapan Apoteker Memberi Informasi Terutama untuk Penyakit Kronik dan Degeneratif, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol III, No.1, 38-46, http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/05_Rinisasanti_Layout.pdf, diakses tanggal 3 Agustus 2010.
Harianto, Supardi, S., Khasanah, N., 2004, Penebusan Resep Oleh Pasien Rawat
Jalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n03/Harianto010302.pdf?PHPS
91
ESSID=318eefab886c0beef5840621254d64f5, diakses tanggal 8 April 2010.
Hartini, Y.S., dan Sulasmono, 2007, Apotek Edisi Revisi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta. Holt, G.A., and Hall, E.L., 1990, The Self Care Movement in Feldmann, E.G.,
(Ed.), Handbook of Non Prescription Drug, 9th, APHA, New York, pp. 1-10.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009, Informasi Spesialite Obat (ISO)
Indonesia, Volume 44, 2009/2010, PT ISFI, Jakarta. Jamal, S., Suhardi, Wiryowidagdo, 1999, Penggunaan Obat oleh Anggota Rumah
Tangga di Jawa dan Bali (SKRT 1995), Cermin Dunia Kedokteran, 125, 15-18.
Jones, R.M., 2008, Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis Dalam Perawatan
Pasien, http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pengkajian-pasien-dan-peran-farmasis-dalam-perawatan-pasien.pdf, diakses tanggal 7 Mei 2010.
Khurana, C.M., 1995, Issues Concerning Antibiotic Use in Child Care Settings,
The Pediatrics Infectious Disease Journal, Vol.14, No.4, 34-36, http://journals.lww.com/pidj/Abstract/1995/04002/Issues_concerning_antibiotic_use_in_child_care.3.aspx, diakses tanggal 9 Agustus 2010.
Kristina, S.A., Prabandari, Y.S., dan Sudjaswadi, R., 2008, Perilaku Pengobatan
Sendiri yang Rasional pada Masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman, Majalah Farmasi Indonesia, 19(1), 32-40.
MAT Independent Study, 2008, Oral Medication Admistration : Liquids Medicine
Cup, http://e5/Handout_54_Adm_Oral_Liquid_Med_Cup.pdf, diakses tanggal 9 Maret 2010.
McMahon, S.R., Rimza, M.E., dan Bay, R.C., 1997, Parents Can Dose Liquid
Medication Accurately, American Academy of Pediatrics, 100, 330-333, http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/3/330, diakses tanggal 17 Maret 2010.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990, Kepmenkes RI Nomor
347/MENKES/PER/V/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
92
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a, Permenkes 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993b, Permenkes
No:922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, Departemen Kesehata Republik Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Permenkes RI
No:949/MENKES/VI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Notoadmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rhineka Cipta,
Jakarta. Notoadmodjo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, 133-146, PT.
Rhineka Cipta, Jakarta. Pal, S., Self-care and Nonprescription Pharmacotherapy, in : Berardi, R.R.,
Handbook of Nonprescription Drug, 13th edition, AphA, Washington, pp. 4-20.
Pfizer Inc., 2008, Medication Safety for Children: A Guide for Parents and
Caregivers,http://media.pfizer.com/files/health/medicine_safety/45_Med_Safety_for_Children.pdf, diakses tanggal 2 Agustus 2010.
Pratiknya, A.W., 1993, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta.
Pratiwiningsih, H.D, 2008, Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap
Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Apotek di Kecamatan Kartasura Sukoharjo, Skripsi, 10, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Purwanti, A., Harianto, Supardi, S., 2004, Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Apotek Dki Jakarta Tahun 2003, Majalah Kefarmasian Indonesia, Vol.I, No.2, 102-115, http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n02/angki010205.pdf, diakses tanggal 13 februari 2010.
Riduwan, 2008, Dasar-Dasar Statistika, 20-21, Penerbit Alfa Beta, Bandung. Rinukti dan Widayati, 2005, Hubungan Antara Motivasi Dan Pengetahuan Orang
Tua Dengan Tindakan Penggunaan Produk Obat Demam Tanpa Resep Untuk Anak – Anak RW V Di Kelurahan Terban Tahun 2004, Sigma Jurnal Sains dan Teknologi, Vol.8, No. 1, 25-33.
Sartono, 1993, Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas dan
Bebas Terbatas, Gramedia, Jakarta, pp. 1.
93
Seto S., Nita, Y., Triana, L., 2004, Manajemen Farmasi, Airlangga University Press, Surabaya, pp. 259.
Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P., Uriarte, G.G., 1993,
Pengantar Metode Penelitian, UI Press, Jakarta. Shankar, PR., Pharta, P., Shenoy N., 2002, Self-Medication and Non-Doctor
Prescription Practices in Pokhara Valley, Western Nepal : A Questionnaire-Based Study, BMC Family Practice, 3:17, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC130019/pdf/1471-2296-3-17.pdf, diakses tanggal 1 Agustus 2010.
Siregar, C.J.P., dan Kumolosasi, E., 2006, Farmasi Klinik Teori dan Penerapan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Sobhani, P., Christopherson, J., Ambrose, P.J., Corelli, R.L., 2008, Accuracy of
Oral Liquid Measuring Devices: Comparing of Dosing Cup and Dosing Syringe, http://www.medscape.com/viewarticle/571811, diakses tanggal 29 Juni 2010.
Sugiyono, 2006, Statistika untuk Penelitian, Penerbit CV.Alfabeta, Bandung, pp.
27. Supardi, S., 1997, Pengobatan sendiri di Masyarakat dan Masalahnya, Cermin
Dunia Kedokteran, 118, 48-49. Supardi, S., dan Notosiswoyo, W., 2005, Pengobatan Sendiri Sakit Kepala,
Demam, Batuk dan Pilek pada Masyarakat di Desa Ciwalen, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.II, No.3, 134-144, http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2005/vo2n03/sudibyo0203%5B1%5D.pdf, diakses tanggal 1 Agustus 2010.
Supardi, S., Azis, S., Sukasdiati, N., 1999, Pola Penggunaan Obat dan Obat
Tradisional dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Pedesaan, Cermin Dunia Kedokteran, 125, 5.
Tindall N.W., Beardsley S. R, Kimberlin, L.C., 1994, Communication Skills in
Pharmacy Practice, 3 rd edition, Williams and Wilkins, USA, pp. 3.
Umar, H., 2003, Metode Riset Perilaku Kesehatan Konsumen Jasa, cetakan 1, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, pp. 74.
Vries,dkk., 1994, Guide to Good Prescribing, World Health Organization,
diterjemahkan oleh dr. Zunilda S. Bustami, MS., 1998, Pedoman Penulisan Resep, Penerbit ITB, Bandung.
94
Wansink, B. dan van Ittersum, K., 2010, Spoon Systematically Bias Dosing of Liquid Medicine, Annals of Internal Medicine, 152, 66-67, http://www.annals.org/content/152/1/66.full.pdf+html, diakses tanggal 3 Maret 2010.
Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., Soemardji,
A.A., Setiadi, A.R., 1991, Farmakodinamika dan Terapi Antibiotika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 47-48.
95
LAMPIRAN
96
Lampiran 1. Informed Consent
KERJASAMA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA DENGAN APOTEK KIMIA FARMA RSUP Dr. Sardjito
Judul Penelitian : Evaluasi Ketersediaan dan Penggunaan Cup Ukur Sediaan Obat
Cair Oral pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.
Responden yang terhormat, kami Tim peneliti dari Fakultas Farmasi Sanata
Dharma bekerja sama dengan Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit
Sardjito melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana respon pengunjung
apotek terhadap penggunaan cup ukur sediaan obat cair oral, ingin meminta
kesediaan anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Responden dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat atau termasuk
sebagai pasien rawat jalan RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010. Usia
responden adalah minimal 17 tahun. Dalam partisipasi Anda selama penelitian ini,
kami membutuhkan kesediaan Anda untuk meluangkan waktu. Peneliti akan
menemui anda dengan maksud:
1) meminta anda membaca dan menandatangani surat pernyataan kesediaan
sebagai responden penelitian;
2) meminta anda untuk mengisi kuisioner yang telah disediakan;
3) melakukan wawancara lanjutan untuk melengkapi informasi.
Penelitian ini mengharapkan ketulusan anda untuk berpartisipasi. Penelitian
ini nantinya diharapkan bermanfaat untuk dapat memberi sumbangan ilmu
pengetahuan dan sebagai sumber referensi di bidang kesehatan, klinik dan
komunitas sebagai sumber kajian mengenai cup ukur dan informasi cara
penggunaan bentuk sediaan obat cair oral yang tepat di masyarakat.
Penelitian ini tidak memiliki risiko yang akan membahayakan Anda secara
fisik. Kerahasiaan anda akan kami jaga. Kami tidak akan menyebutkan nama
anda. Kami hanya akan memberikan nama samaran. Semua informasi yang anda
berikan akan kami jaga kerahasiaannya sehingga identitas anda tetap kami
lindungi. Wawancara akan direkam dan kemudian diketik. Semua informasi
menjadi rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebagai skripsi.
97
Anda dengan sepenuh hati berpartisipasi dalam penelitian ini. Sewaktu-waktu,
anda bisa menarik diri untuk terlibat dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan,
anda tidak perlu sungkan atau ragu untuk bertanya. Jika anda menyetujui
kerjasama ini, dimohon kesediaannya untuk melengkapi surat pernyataan
kesediaan sebagai bukti kesediaan responden.
Atas kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.
Peneliti
98
Surat Pernyataan Kesediaan Sebagai Responden Penelitian
Bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Saya (baru pertama kali/sudah berulang kali)* menggunakan cup ukur sediaan
cair oral
Saya (pertama kali/berlangganan membeli obat)* di Apotek Kimia Farma Sardjito
Saya (pernah/tidak pernah)* berkonsultasi obat di Apotek Kimia Farma Sardjito
*(coret yang tidak perlu)
Menyatakan kesanggupan sebagai responden dalam penelitian yang berjudul
"EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PENGGUNAAN CUP UKUR
SEDIAAN OBAT CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK
PELENGKAP KIMIA FARMA RSUP Dr. SARDJITO". Semua penjelasan
diatas telah disampaikan kepada saya. Saya mengerti bahwa bila masih
memerlukan penjelasan, saya akan mendapat jawaban dari tim peneliti.
Demikian surat pernyataan kesanggupan saya sebagai responden dalam penelitian
ini.
Yogyakarta,
Responden/pasien
( )
99
Lampiran 2. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan untuk penelitian Cup Ukur Sediaan Obat Cair
Oral Pilihlah jawaban dari pernyataan-pernyataan di bawah ini di tempat yang telah disediakan dengan memberi tanda silang ( X ). Keterangan : Benar : Bila saya cederung menganggap penyataan yang diajukan adalah benar Salah : Bila saya cenderung menganggap pernyataan yang diajukan adalah salah
Aspek Pengetahuan
No. Pernyataan Jawaban 1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Benar Salah 2 Cara penggunaan obat yang benar akan
mempengaruhi kesembuhan penyakit. Benar Salah
3 Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.
Benar Salah
4 Penggunaan obat cair tidak boleh menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah.
Benar Salah
5 Semua obat cair yang diminum berbentuk sirup. Benar Salah 6 Walaupun rasa, warna, bau dan kejernihan dari
larutan obat sudah berubah, obat masih dapat digunakan kembali.
Benar Salah
7 Pengukuran volume obat cair dengan cup ukur harus sejajar dengan mata
Benar Salah
8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi risiko yang tidak dikehendaki
Benar Salah
9 Sebelum meminum obat cair sebaiknya dikocok terlebih dahulu.
Benar Salah
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat cair
Benar Salah
Aspek Sikap
No Pernyataan Jawaban 11 Saya merasa harus menggunakan cup ukur yang
tersedia di dalam kemasan obat. Benar Salah
12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara
Benar Salah
100
penggunaan obat. 13 Saya memilih petugas apotek sebagai sumber
informasi cara penggunaan obat. Benar Salah
14 Saya yakin obat cair setelah dibuka masih dapat digunakan kembali asal belum lewat tanggal kadaluarsa.
Benar Salah
15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat harus memperhatikan rasa,warna, bau, kejernihan dari obat meskipun belum kadaluwarsa.
Benar Salah
16 Saya merasa pengukuran volume obat dengan menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah sudah tepat
Benar Salah
17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.
Benar Salah
18 Saya merasa penggunaan obat cair dengan cup ukur dengan benar akan mengurangi kesalahan dosis.
Benar Salah
19 Saya merasa informasi penggunaan cup ukur akan mempengaruhi kesembuhan saya.
Benar Salah
20 Saya merasa ukuran sendok makan/sendok teh di rumah sama dengan cup ukur di kemasan obat.
Benar Salah
Aspek Perilaku
No Pernyataan Jawaban 21 Saya selalu membersihkan cup ukur setelah selesai
digunakan Benar Salah
22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak mengerti cara penggunaan obat cair.
Benar Salah
23 Saya akan langsung menutup rapat tutup botol obat setelah menggunakan obat cair.
Benar Salah
24 Apabila tidak terdapat cup ukur dalam kemasan obat, saya akan menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah
Benar Salah
25 Sebelum meminum obat cair saya akan mengocoknya botolnya terlebih dahulu.
Benar Salah
26 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada obat cair.
Benar Salah
27 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum pada obat cair meskipun sudah diberi informasi obat
Benar Salah
28 Saya lebih memilih menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah dalam meminum obat cair.
Benar Salah
29 Saya selalu menggunakan obat cair tanpa harus Benar Salah
101
mematuhi aturan penggunaannya. 30 Saya menuangkan isi cairan obat cair pada cup ukur
obat sejajar dengan mata Benar Salah
Pengukuran pengetahuan ( 1-10), sikap (11-20), perilaku (21-30) Pertanyaan favorable : 2,3,4,7,8,9,10,11,12,13,15,17,18,19,21,22,23,24,25,27,30 Pertanyaan unfavorable : 1,5,6,14,16,20,26,28,29.
Lampiran 3. Panduan wawancara
Evaluasi Tentang Penggunaan Sendok Takar/Cup Ukur Sediaan Obat Cair
Oral:
1. Bagaimana cara anda menuangkan obat cair ke dalam sendok takar atau
cup ukur ?
2. Bagaimana cara anda menyimpan obat cair setelah dibuka (di lemari
es/lemari obat/tempat terlindung cahaya) ?
3. Apakah anda menggunakan sendok makan/sendok teh sebagai ukuran
dalam menuangkan obat cair? Mengapa ?
4. Apa yang menjadi kesulitan dalam menggunakan cup ukur atau sendok
takar dalam menuangkan obat cair?
5. Manfaat apa yang bisa anda dapat dari informasi yang diberikan oleh
Apoteker?
6. Bagaimana cara menyimpan obat?
7. Apa itu apoteker?Menurut anda, apa saja tugas apoteker?
Wawancara terstruktur untuk apoteker 1. Berapa lama durasi pemberian informasi obat kepada pasien ?
2. Sumber informasi apa yang sering digunakan dalam pemberian informasi
kepada pasien?
3. Bagaimana teknik konseling/pemberian informasi yang dilakukan oleh
apoteker pada pasien?
4. Kendala apakah yang sering terjadi dalam memberikan informasi kepada
pasien?
102
Lampiran 4. Surat Pengantar dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
103
Lampiran 5. Surat Ijin dari Apotek Kimia Farma, RSUP Dr.Sardjito
104
Lampiran 6. Gambaran Karakteristik Responden A. Kajian umur
Interval data yang digunakan I = (R/K) Data min = 18 th Data max = 70 th N = 50
R = 70 – 18 = 52 K = 1 + 3,3 log N = 1 + 3,3 log 50 = 1 + 5,606 = 6,606 I = 52/6,606 = 7,4 ≈ 7 Interval data yang digunakan = 7
Kelompok Umur Jumlah Responden % Responden 18-24 tahun 14 28 25-31 tahun 11 22 32-38 tahun 7 14 39-45 tahun 8 16 46-52 tahun 6 12 53-59 tahun 2 4 60-66 tahun 1 2 67-73 tahun 1 2
B. Kajian Jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Responden % Responden Pria 19 38
Wanita 31 62
C. Kajian Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
SD SLTP SLTA dan sederajat Diploma Sarjana Jumlah
Responden 3 3 23 7 14
% Responden
6 6 46 14 28
D. Kajian Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Tidak
bekerja/ pensiunan
Ibu Rmh
Tangga
PNS/TNI
Wira swasta
swasta Pelajar/ Maha siswa
TNI
Jumlah Responden
5 9 5 1 20 9 1
% Responden 10 18 10 2 40 18
2
105
E. Data Responden Terhadap Penggunaan Sediaan Obat Cair Oral Jumlah Responden % Responden
Baru pertama kali 3 6 Sudah berulang kali 47 94
F. Data Responden yang membeli obat di Loket Apotek Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito Jumlah Responden % Responden
Pertama kali membeli obat di Loket Apotek Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito
22 44
Sering membeli obat di loket Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito
28 56
G. Data Responden yang pernah berkonsultasi obat di Loket Apotek Kimia Farma
RSUP Dr. Sardjito Jumlah Responden % Responden
Pernah berkonsultasi 8 16 Tidak pernah berkonsultasi 42 84
Lampiran 7. Daftar Obat Cair Oral Pada Bulan Juni-Juli di Apotek Kimia Farma RSUP
Dr. Sardjito
A. Antibiotik (Golongan Obat Keras)
No Nama Generik Nama Merek Obat Sub Kelas
Terapi
Keterangan
Cup Sendok Takar
Tanpa cup /
Sendok takar
1 Amoxicilin
Amoxsan® dry syrup Antiinfeksi golongan penisilin
+ 2 Amoxsan forte ®dry sirup + 3 Kalmoxillin® dry syr 4
Amoxicilin, Clavulanic acid
Aclam® dry sirup
Antiinfeksi golongan penisilin
+ 5 Clabat® syrup + 6 Clabat forte® syrup +
7 Claneksi forte® dry
syrup +
8 Claneksi® dry syrup + 9
Cefadroxil
Cefat ®dry syrup Antiinfeksi golongan
sefalosporin
+ 10 Cefat forte ® dry syrup + 11 Doxef® dry sirup + 12 Ethicef ® dry syr + 13 Renasistin® dry syr + 14
Cefixime
Cefila® dry syrup
Antiinfeksi golongan
sefalosporin
+ 15 Cefspan ® dry syrup + 16 Ceptik ®oral suspension + 17 Comsporin® dry syrup + 18 Fixiphar® dry syr + 19 Sporetik® syr +
20 Chlorampheni-col Colsancetine® syr Antiinfeksi golongan
Chloramphenicol +
106
21 Clraithromycin Abbotic® suspensi oral Antiinfeksi golongan makrolida
+
22 Cotrimoxazol Sanprima® syr
Antiinfeksi golongan
Antibakteria kombinasi
+
23
Eritromisin
Erysanbe® dry syrup
Antiinfeksi golongan makrolida
+
24 Isoniazid,Vit B6
Pyravit® syr Anti Tuberkulosis
+ 25 TB ®vit 6 syr + 26 Metronidazol Flagyl® oral suspension Antiamoeba +
27 Thiampenicol Thyamycin® oral
suspension
Antiinfeksi golongan
Chloramphenicol +
B. Obat Keras Lainnya (Non Antibiotik)
No Nama Generik Nama Merek Obat Sub Kelas
Terapi
Keterangan
Cup Sendok Takar
Tanpa cup /
Sendok takar
1 Betamethasone,Dexchlorpheniramin
maleat
Celestamine® sirup
Antihistamin
+
2 Nilacelin® syr +
3 Dexamethasone,De
chlorpheniramin maleate
Dextamine sirup +
4 Loratadine
Claritin® syr + 5 Rihest® syr + 6
Cetirizine HCl Histrine® syr +
7 Ozen® syr + 8 Ryvel® Syr +
9 Oxomemazine,
glyceryl guaiacolate Comtusi® syr
Obat batuk dan pilek
+
10
Ambroxol HCl
Epexol® sirup + 11 Mirapect ®syr + 12 Mucopect® syr +
13 Transbroncho®
syrup +
14
Pipazethate, isothipendyl HCl,ekstrak liquorice,
Glyceril guaiacolate
Transpulmin® exp syrup
+
15 isothipendhil HCl,
asetaminofen,phenylephrine HCl
Nipe ®syr +
16 pseudoefedrin,terfe
nadine Rhinofed® suspensi +
17 Levodro propizine Levopront® syr +
18 Erdosteine Vectrine ®dry syrup +
19 N-Acetylsistein Fluimucil® dry
syrup
Obat Batuk (mukolitik dan ekspektoran)
+
20 Valproic acid Depakene® syrup Anti +
107
konvulsan 21
Domperidone Dom® suspensi
Antiemetik +
22 Primperan® syr + 23 Vometa® suspensi +
24 Salbutamol,
Gliseril guaiakolat
Fartolin® exp sirup
Antiasma dan PPOK
Antiasma dan PPOK
+
25 Lasal® sirup exp + 26 Ventolin® exp syr +
27 Salbutamol sulfat,
guafenesin Salbuven® exp syr +
28 Procaterol HCL
Ataroc® syr + 29 Meptin® syr +
30 Ketotifen Profilas ®syr
+
31
Salbutamol Sulfat
Lasal® sirup + 32 Salbuven® syrup + 33 Salbron® syr + 34 Ventolin® syr + 35
Sucralfate
Inpepsa® susp Antasid,
antirefluks, antiulserasi
+
36 Profat sucral forte®
suspensi +
37 Ulsafat® suspensi + 38 Ulsicral®suspensi + 39
Piracetam
Latropil® syr Nootropik& Neurotonik
+ 40 Nootropil® syr + 41 Noocephal® syr + 42 Neurotam®syr +
43 Metampiron Novalgin® syr Analgesik (non
Opiat) +
C. OTC (Obat Bebas dan Bebas Terbatas)
No Nama Generik Nama Merek Obat Sub Kelas
Terapi Golongan
Keterangan
Cup Sendok Takar
Tanpa cup /
Sendok takar
1 Pseudoefedrin
HCl,triprolidine HCl
Actifed pilek ® syr
Obat batuk dan pilek
BT + 2 Lapifed® sirup BT + 3 Nichofed® syr BT + 4 Tremenza® sirup BT + 5 Trifed ®syr BT + 6 Pseudoefedrin
HCl,triprolidine HCl,Dextrometorp
han HBr
Actifed DM® syr BT +
7 Lapifed DM® sirup BT +
8 Pseudoefedrin
HCl,triprolidine HCl,guafenesin
Actifed Expectorant ® syr
BT +
9 Lapifed® exp syr BT + 10 Pseudoefedrin Triaminic ®pilek syr BT +
11 Pseudoefedrin,
Guafenesin Triaminic ®exp syr BT +
12 Pseudoefedrin, klorfeniramin
maleate Rhinos junior® syr BT +
13 Gliseril guaiakolat OBH Combi®dahak
syr B +
108
14 OBH Combi® rasa
jahe syr B +
15 Dextromethorpan
Triaminic ®batuk syr BT + 16 Vicks formula 44® syr BT + 17 Alco plus® syrup BT +
18 Dextromethorpan, gliseril guaiakolat
Vicks formula® (dahak+kering)syr
BT +
19 Dexthromethorpan HBr, Dephenhidra-
mine Woods antitusive® syr BT +
20
DextrometorphanHBr, Ammonium
Chloride,Chlorpheniramine
maletae,Na citrate,efedrin HCl
Eryslan® syr BT +
21
Glyceryl guaicolate,diphenhi
dramine HCL, phenylpropanolami
ne HCl,alcohol
Allerin® exp sirup
Obat batuk dan pilek
BT +
22 difenhidramin HCl, Ammonium
Chlorida,guaicolsulfonate,Na
citrte,menthol
Benadryl ®DMP syr BT + 23 Sanadryl exp® 60 syr BT +
24 Sanadryl exp® 120 syr BT +
25
difenhidramin HCl, guaicolsulfonate,de
xtrometorphan HBr,
phenylephrine HCl, Ammonium
Chloride, Na citrate
Ikadryl® sirup BT +
26
parasetamol, phenylefrin,Dextro
methorpan HBr, Gliseril
guaikolat,dexchlorpheniramine
maleate
Intunal® syrup BT +
27
parasetamol, pseudoefedrine
HCl, succus liquid, Noscapine,
glyceryl guaicolate,chlorpheniramine maleate,
Paratusin® syr BT +
28
Parasetamol,guafenesin,noscapin,chlorpeniramin maleate, phenylpropanolami
ne HCl
Flucodin® syrup B +
29 Parasetamol,
gliseril guaikolat,Klorfenir
amin maleat,fenilpropan
olamin HCl
OBH Combi® batuk flu anak syr
BT +
30 OBH Combi® batuk
flu syr B +
109
31
glyceryl guaicolate, dextrometorphan
HBr,dephenhydramine HCl,
phenylpropanolamine, na citrate,
menthol,Ammonium Chloride
Lapisiv® syr
Obat batuk dan pilek
BT +
32
Dextrometorphan,difenhidramin HCl,
Ammonium Chlorida,guaicolsul
fonate,Na citrte,menthol
Sanadryl DMP ®syr BT +
33 Chlorpheniramin
Maleate Cohistan® syr BT +
34
Bromheksin HCl
Bisolvon® eliksir B + 35 Bisolvon kids® sirup B + 36 Mucosolvan® syrup BT + 37 Mucohexin® syrup BT +
38 Bromheksin HCl, Gliseril guaiakolat
Woods exp® syr
BT +
39
Bromheksin HCl,parasetamol,chlorpenira-mine
maleat,phenylephrine HCl
Bisolvon® flu sirup B +
40
Ammonium klorida,klorfeniramin maleate,efedrin
HCl,succus liquiritae,parasetam
ol,oleum mentae piperita
Nellco special OBH® 100 ml syr
BT +
41 Amonium klorida, succus liquiritae
New’s baby cough® syr
B +
42
Asetaminofen,fenilefrin
HCl,klorfeniramin maleat,kalium sulfoguaikolat
Coldrexin® syr
BT +
43
Guafenesin, Ekstrak thyme,
Ekstrak primulae, Ekstrak
althaea,ekstrak drosae,ekstrak
serphuli,eucalyptus oil, anise oil
Silex® syr
Obat Batuk
(Herba)
BT +
44 Herba Ivy ekstrak Prospan® cough syr B +
45
sari akar manis,minyak permen,daun Hibiscus,herba Euphorbiahirta, jahe, cengkeh,daun
sirih,daun saga,buah
kardamon, Mentho
Laserin® asma + batuk syr
B +
110
arvensis
46
Mg(OH)2, gel kering Al(OH)3,
simethicone
Acytral® syr
Antasid, antirefluks, antiulserasi
B + 47 Dexanta® suspensi B +
48 Farmacrol forte®
suspensi B +
49 Lagesil® suspensi
syrup BT +
50 Magasida® suspensi B + 51 Mylanta® 50 susp B + 52 Mylanta® 150 susp B + 53 Plantacid® suspension B +
54 Plantacid forte®
suspension B +
55 Magaldrate, simethicone
Magalat ®suspensi B +
56 Mg(OH)2, gel
kering Al(OH)3, metilpolisiloksan
Polycrol® suspensi B +
57 Mg trisilikat, gel kering Al(OH)3,
dimethicone Sanmag® suspensi B +
58
Lactulose
Dulcolactol® syr
Laksatif, Pencahar
BT + 59 Lactulax® BT + 60 Laxadilac® syr B + 61 Pralax lactulose® syr B +
62 Phenolptalein,
Liquid parafin,gliserin
Laxadine ®emulsi BT +
63
Kaolin-Pektin
Kaopectate® suspensi
Antidiare
B +
64
Neokaolana® syr
B +
65
Parasetamol
Biogesic® anak syr
Analgesik (non opiat) Antipiretik
B + 66 Dumin® syr B + 67 Panadol® syr B + 68 Praxion Forte® susp BT + 69 Sanmol® syr B + 70 Tempra forte ® syr B + 71
Ibuprofen
Bufect® suspensi Antiinflama
si Non Steroid
BT + 72 Bufect forte ®suspensi BT + 73 Proris® suspensi BT + 74 Proris forte® suspensi BT +
75 Teofilin Bronsolvan® sirup
Antiasma dan PPOK
BT +
Keterangan : B = golongan obat bebas BT = golongan obat bebas terbatas
111
D.Suplemen
No Nama Merek Obat Sub Kelas
Terapi No. Registrasi
Keterangan
Cup Sendok takar
Tanpa cup/
sendok takar
1 Actavol® multivitamin syr
Vitamin&Mineral pediatrik
DBL 7417802937 A1 + 2 Apyalis® syrup POM SD 041618881 + 3 Becombion plus ® syrup POM SI 044617021 + 4 Becombion grow® syr DBL 8819908337AI + 5 Biolysin® multivit syr POM SD 051620051 + 6 Biostrum® sirup POM SD 021602851 + 7 Curmunos® syr suplemen POM SD 051623441 + 8 Ferlin® suplemen syr POM SD 051624691 + 9 Ferokid® suplemen
Vitamin&Mineral pediatric
POM SD 061629731 + 10 Forvit® suplemen syr DBL 0432709933AI + 11 Likurmin® syr POM SD 041616021 + 12 Zamel® sirup POM SD 021603091 + 13 Becombion ®syrup Vitamin B
kompleks dengan
Vitamin C
POM SD 04161883 + 14 Becefort® multivit sirup DBL 0432709933AI + 15 Enervon-C® syrup POM SD 011601021 + 16 Sanvita® syrup DBL 9122211237AI +
17 Calcidin® multivitamin sirup Kalsium dengan Vitamin
DepKes RI BMD 862710059189
+
18 Calcidol® multivit syr SD 021602381 +
19 Calsource junior® Kalsium
sirup POM SD 051619591 +
20 Calnic® suplemen susp POM SL 091637201 + 21 Osteocare® syr vitamin SD 021601471 +
22 Curcuma plus ®
multivitamin (jeruk dan strawberry) syr
Suplemen dan Terapi Penunjang
SD 041618351 +
23 Curcuma plus® syrup POM SD 041618351 + 24 Curvit® emulsion POM SD 061625021 + 25 Ezygard®suplemen syrup POM SD 061628411 + 26 Glimunos® syr POM SD 071630621 + 27 Imbost® syrup POM SD 071632241 + 28 Imbost force® syrup POM SD 031609591 + 29 Matovit®syrup POM SD 051624141 + 30 Vistrum® syr POM SD 051623851 + 31 Curliv® sirup Perangsang
nafsu makan
POM SD 021604471 + 32 Curvit® sirup POM SD 06162526 + 33 Vitacur® vitamin syr POM SD 021602471 + 34 Dhavit® suplemen syr
Vitamin dan
Mineral
POM SD 041616781 + 35 Elkana® vitamin suspensi POM SD 031607711 + 36 Elkana ®vitamin syr POM SD 031607711 + 37 Imunos® syrup POM SD 021602631 + 38 Lycalvit ®syr POM SD 02021687 + 39 Lysmin® syr POM SD 021604681 + 40 Maltiron ®sirup suplemen POM SD 041617871 + 41 Neoboost® syr POM SD 061628871 + 42 Sakatonik® syr POM SD 031605051 + 43 Tonikum bayer® syr POM SD 041617151 + 44 Zinc pro® syr DTL 0904131137AI + 45 Feroglobin ®syrup suplemen Vitamin
dan Mineral
untuk masa
POM SL 091600481 + 46 Ferriz® syr POM SL 071630321 + 47 Maltover® syr DBL 0204128137 A1 + 48 Sangobion® syr DBL 8315800237 AI +
112
hamil/ Antianemia
49 Scot’s emulsion®
multivitamin Emulsi Vitamin
A,D dan E POM SD 021601771 +
50 Glostrum® suplemen dry syr Produk nutrisi
POM SI 045618021 + 51 Igastrum ®suplemen sirup POM SD 051623861 +
Keterangan : 1. DBL = golongan obat bebas dengan nama dagang (Paten) dalam negeri atau lisensi
2. DTL = Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (Paten) produksi dalam negeri
atau lisensi.
3. SD = Suplemen makanan produksi dalam negeri
4. SL = Suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi.
5. SI = Suplemen makanan produksi luar negeri atau impor.
6. BMD = produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat, produksi dalam
negeri atau lisensi.
E. OTC Obat Tradisional
No Nama Obat Sub Kelas Terapi Golonga
n
Keterangan
cup Sendok takar
Tanpa cup/sendok
takar 1 Batugin® elixir Obat saluran kemih Jamu + 2 Laserin madu® syr Obat batuk (herba)
Jamu +
3 OB Herbal ®syr Jamu +
4 Stimuno ® syr Suplemen dan terapi
penunjang FF +
Keteragan : FF = Fitofarmaka F. Generik NO Nama obat Golongan Sub Kelas Terapi
1 Ambroxol syr K Batuk dan pilek 2 Amoxixilin syr kering K Antiinfeksi golongan penisilin 3 Ampicillin dry syr K Antiinfeksi golongan penisilin 4 Antasida doen suspensi B Antasida,antirefluks,antiulserasi 5 Chloramphenicol suspensi K Antiinfeksi golongan Chloramphenicol 6 Dextromethorpan syr BT Batuk 7 Cefadroxil dry syr K Antiinfeksi golongan
Sefalosporin 8 Cotrimoxzazol susp K Antiinfeksi golongan kombinasi
antibacterial 9 Cefixime dry syr K Antiinfeksi golongan sefalosporin
10 Parasetamol syr B Analgesik non opiat dan Antipiretik 11 Eritromisin syr K Antiinfeksi golongan makrolida 12 Eritromisin syr kering K Antiinfeksi golongan makrolida
**) untuk setiap obat generik, dalam kemasannya tidak disertai sendok takar atau cup ukur namun saat penyerahan obat semuanya diberikan sendok takar / cup ukur oleh Apoteker.
113
Lampiran 8. Wawancara dengan apoteker
Berapa lama durasi pemberian informasi obat kepada pasien ?
Dalam pemberian informasi obat pada pasien, apoteker menyediakan waktu kurang dari 2
menit. Pemberian informasi obat tidak selalu kurang dari 2 menit, tergantung dari jenis obat
yang diberikan.
Informasi yang dberikan kepada pasien berupa:
- Informasi pemakaian obat (berapa kali harus digunakan dalam sehari.
- Penyampaian informasi tentang penyimpanan jarang diberikan, kecuali apabila pasien
bertanya terlebih dahulu
- Dalam pemeberian antibiotik, apoteker selalu menyampaikan bahwa obat harus diminum
sampai habis. Apoteker mengatakan penyimpanan paling lama 7-10 hari setelah antibiotik
dibuka. Selain itu, apoteker juga menyarankan untuk membaca brosur yang terdapat di dalam
kemasan obat.
Alur pemberian informasi obat adalah :
Dimulai dengan berapa macam obat, lalu bagaiman cara pakai obat tersebut, lalu indikasi
obat tersebut (namun, masih banyak dokter yang tidak setuju dengan pemberian informasi ini
karena terkadang dokter memberikan obat dengan menginginkan efek sampingnya saja.
Sumber informasi yang digunakan dalam pemberian informasi kepada pasien ?
Dalam memberikan infomasi, apoteker membaca brosur-brosur yang terdapat pada kemasan
obat (hal ini dilakukan karena menurut apoteker, informasi yang terdapat pada brosur tersebut
sudah sesuai dengan standar pabrik farmasi), selain itu dari pustaka seperti MIMS dan dari
internet, khususnya website Dinas Kesehatan.
Dari kimia farma tidak diberikan prosedur tersendiri mengenai cara pemberian obat kepada
pasien.
Tempat pemberian informasi : di loket Apotek Kimia Farma Rsup Dr. Sardjito
Kendala yang terjadi : Kendala yang terjadi adalah kendala bahasa, kendala tempat dan
kebersediaan pasien dalam mendengarkan informasi
114
Lampiran 9. Rak obat yang terdapat di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP
Dr. Sardjito
115
Lampiran 10. Data Hasil Pengukuran Sendok makan dan Sendok teh
Sendok teh Sendok makan Replikasi 1
(ml) Replikasi 2
(ml) Replikasi 3
(ml) Rata-rata Replikasi 1
(ml) Replikasi 2
(ml) Replikasi 3
(ml) Rata-rata
3,0 2,6 2,9 2,8 8,5 10,2 8,7 9,1 4,3 4,0 3,8 4,0 10,5 10,2 10,0 10,2 3,3 3,3 3,4 3,3 9,7 9,7 9,4 9,6 2,7 2,4 2,9 2,7 10,0 11,0 11,5 10,8 3,6 4,2 3,7 3,8 9,8 9,5 9,5 9,6 4,4 5,5 6,0 5,3 9,8 9,0 9,0 9,3 4,8 5,7 5,8 5,4 10,0 9,0 9,0 9,3 2,7 2,8 2,9 2,8 10,0 9,0 10,0 9,7 2,4 2,4 2,4 2,4 8,3 7,5 8,5 8,1 3,8 3,9 3,9 3,9 9,4 8,5 8,5 8,8 3,7 4,1 4,1 4,0 9,0 8,5 9,3 8,9 5,3 5,5 6,0 5,6 9,8 10,0 10,0 9,9 7,0 6,9 7,0 7,0 7,5 8,0 8,4 8,0 5,2 5,5 5,5 5,4 7,4 8,5 8,7 8,2 5,5 5,7 5,5 5,6 8,5 8,4 8,0 8,3
Rata-rata = 4,27 SD =1,37
Range = 2,9 -5,64 Volume yang seharusnya terambil = 5 ml (100%)
Yang terambil = 58% - 112,8%
Rata-rata = 9,19 SD = 0,82
Range = 8,37 - 10,1 Volume yang seharusnya terambil = 15 ml (100 %)
Yang terambil = 55,8 – 0,67%
116
No Aspek perilaku Aspek sikap Aspek perilaku
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 B B B B B S B B B B B S S B S S B B B B B S B S B S B S S B 2 S B B S B S S B B B S B B S S B B S S B S B B B B S S B B S 3 S B B B B S B B B B B B B B B B B B B S B B B B B S B S S B 4 B B B S S S S B B B B B B S B S B B B S B B B B B S B S S S 5 S B B S S S S B B B B S S B B S B B S B B S B B B S B S B S 6 S B B B B S B B B B S B B B B S B B B S B B B S B S B S B B 7 B B B S B S B B B B B S B B B B B B S B S S B B B S B S B B 8 S B B S S S B B B B S S S B B S S B B S S S B B B S S B B B 9 B B B B B S B B B B B B B B B S S B B S B B B S B S B S S S
10 B B S S B S B B B B S B B B B B S S S B B B B S B S S B B B 11 S B B S S B B B B S B B B B B B S S B B B B B B S B B B B 12 B B B S B S B B B B B B S S B B B S S S B B B B B S B S B B 13 S B B S S S B B B B B B S S B S B B B S B B B B B S B S S B 14 B B B S B S S B B B S S S S B B S B B S B S B B B S S B B S 15 S B B S B S S S S B B B B S B S B B B S B B B B B B B S B B 16 S B B S B S S S B B B B S S S S S B S B B S B B B S B S S S 17 S B B S B S S B B B S B S B B B S B B S S B B S B S B S B S 18 B B B S S S S B B B B B S S B B B B S B B B B B B S B S S S 19 S B S S S S S B B B B B S S B B B B S B S B B S B B B S S S 20 S S B B S S B B B B S B S S B S B S S B B B B B B S B S B S 21 S S B S S S B B B B B B S S S S B B S S B B B S B S B S B B 22 S B B S B S B B B B B B B B B B S B B B B B B B B S B B S B 23 B B B S B S B B B B B B B B B B B B B S B B B B B B B B B B 24 S B B S B S S B B B S B B B S B S B S S S B B B B S B B B S 25 B B B S B S S B S B B B B B B B B S B B B B B B B S B S B S 26 S B B B B S S B S B B B S B B S B B B S B B B B B S B S B S 27 B B S B B S B B B B B B B B B S B B B S B B B B B S B S S B 28 S B B S B S S B B B B B B B S B B B B B B B B B B S B S B S 29 S B B S S S S B B B B B S B B S B B B S S B B B B S B S S S 30 S B B B B S B B B B B B B B S S B B B S B B B S B S B S S S 31 B B B B S S S B B B S B S B B B B S B B B B B B B B B S B S 32 S B B B B S B B B B B S S B B S B B B S B S B S B S B S S B 33 S B B B B S S B B B B B S B B S B B S S B B B B B S B S B S 34 S B B S B S S S B B B B B B B B B B B S B B B B B S B S B S 35 S B B S B S S B B B S B B S B B B B B B B B B B B S B S S S 36 S B B S B S B B S B B B B B B B S B B B B B B B B S B S B S 37 S B B S B S S B S B B B S B B B S S B S B B B B S S B S S S
Lampiran 11. Rekap kuisioner
117
No Aspek pengetahuan Aspek sikap Aspek perilaku
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
38 B B B S S S B B B B B B S B S S B B B S B B B B B S B S S B
39 B B B S B S B B B B B B B B B B B B B B B B B B B S B B S B
40 S B B S B S S B B B S B B S S B S B S S S B B B S S B B B S
41 S B B B S S B B S B B S S B B S B B B S B B B S B S B S S B
42 B B B S B S B B B B B B B B B B B S B S B B B B B S B S S B
43 S B B S B S S B B B B B S S S S B B B B B B B B B S B S S S
44 S B B B B S B B B B B B B S B S B B B S B B B S B S B S S B
45 S B S S B S S B B B S B B B S S S B B B S B B B B S S B B S
46 S B B S B S B S B B B B S S B S B B B S B B B B B S B S S B
47 B B B S S S B B B B B B B B B S B B B S B B B B B S B S B B
48 S B B B B S S B B B S B B B B S B S S S S B B B B S B S B S
49 B B B B B S S B B B B S B S B S S S B S S S B B B S S S B S
50 S B B B B S S B B B B B S S B S B B B S B B B B B S B S B S
B 17 42 46 16 36 0 25 46 44 50 36 42 28 32 39 22 37 39 36 18 39 42 50 39 48 4 44 11 28 22
S 33 8 4 34 14 50 25 4 6 0 14 8 22 18 11 28 13 11 14 32 11 8 0 11 2 46 6 39 22 28
nf f f f nf nf f f f f f f f nf f nf f f f nf f f f nf f nf f nf nf f
%b 66 84 92 32 28 100 50 92 88 100 72 84 56 36 78 56 74 78 72 64 78 84 100 22 96 92 88 78 44 44
%s 34 16 8 68 72 0 50 8 12 0 28 16 44 64 22 44 26 22 28 36 22 16 0 78 4 8 12 22 56 56
118
BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Fransisca Ayuningtyas Wiranti.
Penulis lahir pada tanggal 2 April 1989 dan merupakan anak
ke-tiga dari empat bersaudara pasangan Robertus Bambang
Sutoyo dan Christina Yuni Hastuti. Pendidikan awal
dimulai di Taman Kanak-Kanak Tarakanita Bumijo (1993-
1995), dilanjutkan di Sekolah Dasar Tarakanita Bumijo
(1995-2001). Pendidikan dilanjutkan di Sekolah Menengah
Pertama negeri 1 Yogyakarta (2001-2004) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah
Umum Stella Duce 1 Yogyakarta (2004-2007). Selanjutnya pada tahun 2007
melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama menempuh bangku kuliah, penulis aktif sebagai anggota Pos Kesehatan
Kotabaru, anggota Paduan Suara Fakultas Farmasi ‘Veronica’ dan asisten manager
Unit Kegiatan Fakultas Sepak Bola Farmasi Suadra Viola.