Evaluasi Kepatuhan Pasien Terhadap Kadar Obat Dalam Tubuh

download Evaluasi Kepatuhan Pasien Terhadap Kadar Obat Dalam Tubuh

of 6

description

farmasi klinis

Transcript of Evaluasi Kepatuhan Pasien Terhadap Kadar Obat Dalam Tubuh

Evaluasi Kepatuhan Pasien terhadap Kadar Obat dalam Tubuh

Sarafino dalam Smet (1994: 250) mendefinisikan kepatuhan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain. Sacket dalam Niven (2002: 192) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi kepatuhan :1. Karakteristik individu Karakteristik individu meliputi usia, pendidikan, kepribadian, ciri kesakitan serta ciri pengobatan. Karakteristik individu ini berpengaruh pada kepatuhan penderita penyakit kronis dikarenakan perilaku ketaatan umumnya lebih rendah untuk penyakit kronis, karena penderita tidak dapat langsung merasakan akibat dari penyakit yang diderita. Dunbar dan Wazack dalam Smet (1994: 225) menjelaskan bahwa tingkat ketaatan rata-rata minum obat untuk menyembuhkan kesakitan akut dengan pengobatan jangka pendek adalah sekitar 78%, sedangkan untuk kesakitan kronis dengan cara pengobatan jangka panjang menurun sampai 54%.

2. Persepsi dan pengharapan pasienTheory of Reasoned Action (TRA), menjelaskan bahwa sikap dan norma subjektif terhadap suatu penyakit mempengaruhi perilaku kepatuhan dan perilaku tersebut. Decision theory menurut Janis dalam Smet (1994: 256) menganggap pasien sebagai seorang pengambil keputusan, pasien sendirilah yang memutuskan apa yang akan dilakukanya dalam usaha pengobatan. Hal ini berkaitan dengan komunikasi yang terjalin antara pasien dengan profesional kesehatan.

3. Bentuk SediaanBentuk sediaan lepas lambat (Sustained release) banyak mendapatkan perhatian dalam pengembangan sistem penghantaran obat karena dibandingkan bentuk sediaan konvensional, bentuk lepas lambat memiliki beberapa kelebihan. Antara lain sediaan lepas lambat dapat mengurangi efek samping, mengurangi/menjarangkan jumlah penggunaan, mengurangi fluktuasi obat dan secara umum dapat meningkatkan kenyamanan bagi pasien (Welling, 1997).

4. Komunikasi antara pasien dengan dokterBerbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter mempengaruhi tingkat ketidakpatuhan, misalnya kurangnya informasi dengan pengawasan, ketidakpuasan terhadap pengobatan yang diberikan, frekuensi pengawasan yang minim.

5. Dukungan SosialSarafino dalam Smet (1994: 256) menyatakan bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam kepatuhan seseorang.

Bentuk sediaan obat dapat mempengaruhi kepatuhan pasien. Pada sediaan konvensional, fluktuasi kadar obat dalam darah dapat diatasi dengan pemberian obat leboh sering dengan tujuan agar kadar obat dalam darah dapat dipertahankan. Akan tetapi, masalah ketidakpatuhan pasien dalam mengikuti aturan penggunaan obat merupakan penyebab kegagalan terapi, oleh karena kadar obat dalam darah tidak tercapai. Pada sediaan lepas lambat, frekuensi pemberian obat dapat dikurangi dengan harapan kepatuhan pasien dapat ditingkatkan (Wijaya, 1994).

Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al., 2005).

Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan frekuensi yang benar maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma dapat dicapai secara cepat dan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan bentuk sediaan konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan konvensional peroral (Collett and Moreton, 2002).

Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah melepaskan secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapetik obat. Obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi (Collett and Moreton, 2002).

Tablet konvensional atau kapsul hanya memberikan kadar puncak tunggal dan sementara (transient). Efek farmakologi kelihatan sepanjang jumlah obat dalam interval terapeutik. Masalah muncul ketika konsentrasi puncak di bawah atau di atas interval terapeutik, khususnya untuk obat dengan jendela terapeutik sempit. Pelepasan orde satu yang lambat yang dihasilkan oleh sediaan lepas lambat dicapai dengan memperlambat pelepasan dari bentuk sediaan obat. Pada beberapa kasus, hal ini dapat diperoleh melalui proses pelepasan yang kontinyu (Jantzen and Robinson, 1996).

Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional adalah sebagai berikut (Ansel et al., 2005):a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.b. Mengurangi frekuensi pemberian.c. Meningkatkan kepuasan dan kenyamanan pasien.d. Mengurangi efek samping yang merugikan.e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.

Kelemahan sediaan lepas lambat diantaranya adalah :1) Kemungkinan terjadinya kegagalan sistem lepas lambat sehingga bahan aktif yang relatif tinggi dilepas sekaligus (dose dumping).2) Lebih sulit penanganan penderita apabila terjadi kasus keracunan atau alergi obat, karena kandungan bahan aktif yang relatif lebih tinggi.3) Harga obat biasanya lebih mahal karena biaya pengembangan dan produksiyang relatif lebih tinggi.

Pada umumnya dalam pengobatan beberapa penyakit, sebelum tersedia formula sediaan lepas lambat, digunakan formula sediaan biasa. Pada formula biasa, kadar puncak dalam plasma cepat tercapai, tetapi kadar ini kadang-kadang terlalu tinggi sehingga dapat menimbulkan efek samping. Hal ini terutama harus diperhatikan pada obat dengan kadar terapi sempit. Alternatif lain yaitu dengan memberikan obat dengan frekuensi yang lebih sering, sehingga kadar obat tidak terlalu berfluktuasi. Akan tetapi, sering terjadi akumulasi obat, karena eliminasi yang tidak seimbang dengan akumulasi yang terjadi. Suatu saat akumulasi ini akan melampaui kadar toksik dan hal ini akan merugikan pasien. Untungnya pada kebanyakan obat pada pemberian dosis berulang menunjukkan akumulasi pada orde pertama (Wijaya, 1994).

Beberapa hal yang tidak diinginkan dapat timbul pada pemberian formula biasa (Jantzen and Robinson, 1996), yaitu :1. Interval dosis yang diberikan relatif pendek (bergantung pada t1/2 obat). Kadar puncak dan lembah yang dihasilkan relatif sangat berfluktuasi, sehingga kemungkinan untuk melampaui batas kadar terapi cukup besar2. Keberhasilan pengobatan sangat bergantung pada kepatuhan pasien dan dosis yang diberikan. Beberapa penelitian menunjukkan kekurangpatuhan pasien dapat menyebabkan kegagalan terapi3. Untuk obat dengan t1/2 singkat, maka pemberian obat yang lebih sering diperlukan untuk memelihara kadar obat dalam darah agar relatif konstan.

Untuk mengatasi kelemahan yang terjadi pada pemberian obat bentuk formula biasa, maka telah dikembangkan beberapa formula obat dalam bentuk lepas lambat. Tujuan dari pembuatan formula ini adalah agar kecepatan pelepasan obat yang diinginkan tercapai dan efisiensi yang diperoleh juga akan lebih tinggi.

BA

Gambar 1. Konsentrasi obat dalam plasma vs waktu (Shargel, 2005)Ket : A = sediaan konvensional B = sediaan lepas lambat

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta: UI Press. Collett, J. & Moreton, C. 2002. Modified-release Peroral Dosage Form, Pharmaceutics: The Science Of Dosage Form Design, Edisi II, Churchill Livingstone, Edinburg-London-New York-Philadelphia-St Louis Sydney-Toronto, 289 305 Jantzen, G.M. & Robinson, J.R. 1996. Sustained and Controlled-Release Drug Delivery Systems, dalam Banker, G.S., Rhodes, C.T. (eds), Modern Pharmaceutics, Edisi III, Marcel Dekker Inc., New York-Basel-Hongkong, 575 609Niven & Neil. 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta : ECG.Shargel, L., Wu-Pong, & Yu, A. B. C. 2005. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, Edisi V. Mc-Graw-Hill : Airlangga University Press. Smet & Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT.Grasindo.Welling P.G., 1997. Pharmacokinetics: Processes, Mathematics, and Applications. 2nd edition. Washington DC. p. 83 Wijaya, E. 1994. Perbandingan Kadar Teofilin dalam Plasma antara Tablet Teofilin Lepas Lambat Uniphyllin Continus 300-400 mg dengan Sediaan Biasa 150 mg. Jakarta : Universitas Indonesia.