Eutrofikasi Akibat Limbah Detergen
description
Transcript of Eutrofikasi Akibat Limbah Detergen
Makalah Kimia Lingkungan
Eutrofikasi Akibat Limbah Detergen
Disusun Sebagai Syarat Kelulusan
Mata Kulih Pre Requisite Kimia Lingkungan
Oleh:
Ana Nurkaromah 25312021
PROGRAM MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................i
DAFTAR TABEL.........................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ................iii
BAB I. Pendahuluan.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Maksud dan Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II. Tinjauan Pustaka.............................................................................................................3
A. Pencemaran Air.................................................................................................................3
B. Detergen............................................................................................................................5
C. Eutrofikasi.........................................................................................................................7
D. Jenis Eutrofikasi................................................................................................................8
BAB III. Pembahasan...................................................................................................................9
A. Studi Kasus.......................................................................................................................11
B. Dampak yang ditimbulkan................................................................................................13
C. Penyelesaian dan Analisis.................................................................................................15
BAB IV Kesimpulan.....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21
i
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan Limbah Cucian...............................................................................................6
Tabel 2. Rata-rata konsentrasi fosfat, deterjen dan parameter lingkungan di perairan pesisir
dan laut sekitar Cirebon, 2007
.........................................................................................................................................
12
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Aliran Sumber Pencemaran Air...................................................................................5
iii
BAB I
Pendahuluan
A, Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang paling penting bagi semua organisme yang ada di dunia
dan tidak terkecuali juga manusia. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern
dan meningkatnya jumlah penduduk di dunia ditambah lagi pengaruh perubahan iklim (climate
change), telah banyak menyebabkan pencemaran di lingkungan perairan.
Air dikatakan tercemar apabila ada pengaruh atau kontaminasi zat organik maupun
anorganik ke dalam air. Hubungan ini terkadang tidak seimbang karena setiap kebutuhan
organisme berbeda beda, ada yang diuntungkan karena menyuburkan sehingga dapat
berkembang dengan cepat sementara organisme lain terdesak. perkembangan organisme perairan
secara berlebihan merupakan gangguan dan dapat dikategorikan sebagai pencemaran, yang
merugikan organisme akuatik lainnya maupun manusia secara tidak langsung. Pencemaran yang
berupa penyuburan organisme tertentu disebut eutrofikasi yang banyak di jumpai khususnya di
perairan darat.
Pada awal abab ke-20 manusia mulai menyadari adanya gejala eutrofikasi pada badan
perairan akibat pengkayaan unsur hara yang masuk ke perairan. Mengingat bahwa eutrofikasi
merupakan ancaman yang serius bagi kualitas air di perairan, maka kita harus memahami
prosesnya, penyebab, dan dampak dari eutrofikasi sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat
untuk mencegah dan mengatasi masalah ini. Walaupun eutrofikasi pada umumnya merupakan
proses alami, namun pada masa kini eutrofikasi antropogenik yaitu eutrofikasi yang disebabkan
oleh aktifitas manusia, salah satunya yaitu penggunaan detergen yang berlebihan.
1
Senyawa fosfat yang berfungsi sebagai bahan pengisi deterjen, mengalir kedalam
perairan pesisir dan laut sekitar Cirebon dari beberapa sungai di sekitamya. Bertambahnya
pasokan deterjen akan menyebabkan bertambahnya konsentrasi fosfat dalam perairan, dan akan
berdampak terhadap kualitas airya. Untuk mengetahui penyebaran fosfat sebagai dampak dari
keberadaan deterjen dan menganalisis pengaruhnya terhadap perairan dilakukan penelitian di
perairan Cirebon pada bulan Februari dan Juli 2007 oleh Tjutju Susana dan Suyarso dari Pusat
Penelitian Oseanografi - LIP1. Konsentrasi fosfat dan deterjen dianalisis secara kolorimetri,
beberapa parameter lingkungan yang terkait dengan kualitas air juga diamati. Konsentrasi fosfat
dalam perairan Cirebon bervariasi antara 0,011 mg/L - 0,11 mg/L, dan deterjen antara 0,0002
mg/L - 0,005 mg/L. Kondisi lingkungan menunjukkan kualitas air salah satu sungai sudah
berkurang. Deterjen dalam perairan pesisir dan laut sekitar Cirebon berasal dari sumber tak tentu
(non point source) yang terbawa dalam aliran sungai dan menyebabkan bertambahnya
konsentrasi fosfat dalam perairan. Penyebaran fosfat terjadi mulai dari aliran sungai yang
berkonsentrasi lebih tinggi, seiring dengan deterjen yang konsentrasinya lebih tinggi pula,
menyebar ke arah muara kemudian laut dengan konsenhasi yang semakin berkurang.
Atas dasar kasus tersebut, maka perlu dilakukan kajian secara global dari efek
penggunaan deterjen yang dapat menimbulkan dampak eutrofikasi.
B. Maksud dan Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah memberikan informasi tentang permasalahan eutrofikasi
yang sering terjadi pada danau dan waduk yang berasal dari limbah domestik dari penggunaan
detergen yang berlebihan secara global.
2
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Pencemaran Air
Pencemaran air ialah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti
danau, sungai, laut dan air tanah akibat aktivitas manusia. Pencemaran air dapat disebabkan oleh
berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Meningkatnya kandungan nutrien
dapat mengarah pada eutrofikasi. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air
limbahnya seperti logam berat, toksin organik, petrol, nutrien dan padatan. Air tersebut memiliki
efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pengeluar tenaga elektrik, yang dapat juga
mengurangi oksigen dalam air.
Istilah pencemaran air atau polusi air dapat dipersepsikan berbeda oleh satu orang dengan
orang lainnya mengingat banyak pustaka acuan yang merumuskan definisi istilah tersebut, baik
dalam kamus atau buku teks ilmiah. Pengertian pencemaran air juga didefinisikan dalam
Peraturan Pemerintah, sebagai turunan dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang
didefinisikan dalam undang-undang. Dalam praktek operasionalnya, pencemaran lingkungan
hidup tidak pernah ditunjukkan secara utuh, melainkan sebagai pencemaraan dari komponen-
komponen lingkungan hidup, seperti pencemaran air, pencemaran air laut, pencemaran air tanah
dan pencemaran udara. Dengan demikian, definisi pencemaran air mengacu pada definisi
lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU tentang lingkungan hidup yaitu UU No. 23/1997.
Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air
didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan
3
peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai
makna pokoknya menjadi 3 (tga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau pelaku dan
aspek akibat (Setiawan, 2001).
Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa
masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan
kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar, yang pada
prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair.
Aspek pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia. Pencemaran yang
disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi Pemerintah tetap harus
menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek akibat dapat dilihat berdasarkan
penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu. Pengertian tingkat tertentu dalam definisi
tersebut adalah tingkat kualitas air yang menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas
air belum sampai batas) dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati
batas). Ada standar baku mutu tertentu untuk peruntukan air. Sebagai contoh adalah pada UU
Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3 terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi
masyarakat, harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, yang persyaratan kualitas
tettuang dalam Peraturan Mentri Kesehatan No. 146 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air. Sedangkan parameter kualitas air minum/air bersih yang terdiri dari
parameter kimiawi, fisik, radioaktif dan mikrobiologi, ditetapkan dalam PERMENKES
416/1990 (Achmadi, 2001).
4
Gambar 1. Aliran Sumber Pencemaran Air
Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan
menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung
meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya.
Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah
atau atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah
tangga (pemukiman) dan pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas pertanian
misalnya pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari aktifitas manusia yaitu
pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam
B. Detergen
Detergen merupakan suatu senyawa sintetis zat aktif muka (surface active agent) yang
dipakai sebagai zat pencuci yang baik untuk keperluan rumah tangga, industri tekstil, kosmetik,
obat-obatan, logam, kertas, dan karet. Detergen memiliki sifat pendispersi, pencucian dan
pengemulsi. Penyusun utama senyawa ini adalah Dodecyl Benzena Sulfonat (DBS) yang
memiliki kemampuan untuk menghasilkan busa (Ginting, 2007).
5
Limbah yang dihasilkan oleh detergen mengandung pospat yang tinggi. Pospat ini berasal
dari Sodium Tripolyphospate (STPP) yang merupakan salah satu bahan yang kadarnya besar
dalam detergen (HERA, 2003). Dalam detergen, STPP ini berfungsi sebagai builder yang
merupakan unsur terpenting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya menonaktifkan
mineral kesadahan dalam air sehingga detergen dapat bekerja secara optimal. STPP ini akan
terhidrolisa menjadi PO4 dan P2O7 yang selanjutnya juga terhidrolisa menjasi PO4 (HERA,
2003). Reaksinya adalahsebagai berikut
P3 O105−¿+H 2 O→ PO4
3−¿+P2O 74−¿+2 H
+ ¿¿¿¿ ¿
P2O74−¿+H 2 O→ 2 PO4
3−¿+2H +¿¿¿ ¿
Pemutih, air sorftener, surfaktan merupakan bahan terpenting pada detergen (Jakobi dan
Lohr, 1987). Kandungan limbah cucian yang sangat kotor mengandung mineral oil, logam berat,
dan senyawa berbahaya di mana harga COD mencapai 1200 sampai 20.000 mg O2/L. Limbah
cucian dari hotel, harga COD mencapai 600-2500 mg O2/L (Gosolits dkk, 1999). Kandungan
limbah cucian dapat dilihat pada tabel 1 (Sostar-Turk, 2004) :
Tabel 1. Kandungan Limbah Cucian
6
C. Eutrofikasi
Definisi dasar dari eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya
nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air.
Eutrofikasi merupakan problem lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat
(PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total
phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan
sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih
produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi
eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak
disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja.
Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka
Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom. Contoh danau yang mengalami
eutrofikasi adalah Chesapake Bay di Amerika Serikat.
Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti
akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfor merupakan elemen kunci di antara nutrient utama
tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P)) di dalam proses eutrofikasi. Sebuah
percobaan berskala besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA
Lake 226) di Amerika Serikat membuktikan bahwa bagian danau yang hanya ditambahkan
karbon dan nitrogen tidak mengalami fenomena alga bloom selama delapan tahun pengamatan.
Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa fosfat)-di
samping karbon dan nitrogen-terbukti nyata mengalami alga bloom.
7
E. Jenis Eutrofikasi
Menurut Goldmen dan Horne (1938), eutrofikasi perairan danau dapat terjadi secara :
1. Cultural Eutrophication
Yang dimaksud dengan cultural eutrophication adalah eutrofikasi yang disebabkan
karena terjadinya proses peningkatan unsur hara di perairan oleh aktivitas manusia. Aktivitas
manusia yang menyebabkan eutrofikasi banyak sekali macamnya. Menurut Morse et al (The
Economic and Environment Impact of Phosporus Removal from Wastewater in the European
Community, 1993) 10 persen berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri
(background source), 7 persen dari industri, 11 persen dari detergen 17 persen dari pupuk
pertanian, 23 persen dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 persen, dari limbah peternakan.
Paparan statistik diatas (meskipun tidak persis mewakili data di Tanah Air) menunjukkan
bagaimana berbagai aktivitas masyarakat di era modern dan semakin besarnya jumlah populasi
manusia menjadi penyumbang yang sangat besarbagi lepasnya fosfor ke lingkungan air. Dari
data statistik di atas juga dapat diketahui bahwa 90 % penyebab eutrofikasi adalah berasal dari
aktivitas manusia. Hal ini menunjukkan bahwa eutrofikasi cultural lebih banyak terjadi daripada
eutrofikasi alami. Akhirnya, yang harus dimengerti dan disadari adalah bahwa karena Indonesia
merupakan negara tropis yang mendapatkan cahaya Matahari sepanjang tahun, maka blooming
(dalam arti biomasa alga tinggi) dapat terjadi sepanjang tahun. Artinya kapan saja (asal tidak
mendung/hujan) dan dari manapun asalnya kalau konsentrasi nutrien dalam badan air meningkat
maka akan meningkat pula aktifitas fotosintesa fitoplankton yang ada, dan jika peningkatan
nutrien cukup besar atau lama akan terjadi blooming. Fenomena itulah yang menyebabkan
badan-badan air (waduk, danau dan pantai) di Indonesia yang telah menjadi hijau warnanya tidak
8
pernah atau jarang sekali menjadi jernih kembali; tidak seperti di negeri 4 musim seperti Kanada
dan Jepang yang blooming hanya terjadi di akhir musim semi dan panas.
2. Natural Eutrophication
Yang dimaksud oleh natural eutrophication adalah eutrofikasi alami yaitu peningkatan
unsur hara di dalam perairan bukan karena aktivitas manusia melainkan oleh aktivitas alami.
menyatakan bahwa proses masuknya unsure hara ke badan perairan dapat melaui dua cara, yaitu:
Penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman terlarut dari tanah
Lewat erosi permukaan tanah atau gerakan partikel tanah halus masuk ke system
drainase
Proses terjadinya pengkayaan perairan danau oleh unsur hara berlangsung dalam waktu
yang cukup lama, kecuali proses tersebut dipercepat oleh berbagai aktivitas manusia di sekitar
perairan danau.
Eutrofikasi mempunyai dampak yang buruk bagi ekosistem air, diantaranya sebagai
berikut :
Anoxia (tidak tersedianya oksigen) yang dapat membunuh ikan dan invertrebata lain yang
juga dapat memicu terlepasnya gas-gas berbahaya yang tidak diinginkan
Algal blooms dan tidak terkontrolnya pertumbuhan dari tumbuhan akutaik yang lain
Produksi substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae
Konsentrasi tinggi bahan-bahan organic yang jika dicegah dengan menggunakan klorin
akan dapat menyebabkan terciptanya bahan-bahan karsinogen yang dapat menyebabkan
kanker
Pengurangan nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya kejernihan air
9
Terbatasnya akses untuk memancing dan aktivitas berekreasi disebabkan terakumulasinya
tumbuhan air di danau atau waduk
Berkurangnya jumlah spesies dan keanekaragaman tumbuhan dan hewan (biodiversity)
Berubahnya komposisi dari banyaknya spesies ikan yang ada menjadi sedikit spesies ikan
(dalam hubungannnya dengan ekonomi dan kandungan protein)
Deplesi oksigen terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau waduk
Berkurangnya hasil perikanan dikarenakan deplesi oksigen yang signifikan di badan air
10
BAB III
Pembahasan
A. Studi Kasus
Perairan Cirebon pada umumnya merupakan perairan laut dangkal, kedalamannya antara
0,5 meter (di sekitar garis pantai) hingga 12 meter (pada jarak 7,5 km dari garis pantai) pada saat
surut, sehingga lereng dasar perairan sangat landai. Letak geografis seperti itu memungkinkan
senyawa kimia yang berasal dari daratan melalui aliran sungai akan mudah terakumulasi di
dalamnya.
Pada umumnya konsentrasi fosfat dan deterjen dalam sungai-sungai yang diamati lebih
tinggi dibandingkan dengan di pantai dan laut (Tabel 2). Di perairan pantai dan laut Cirebon
diperoleh variasi konsentrasi fosfat antara 0,011 mg/L- 0,11 mg/L, dan deterjen antara 0,0002
mg/L - 0,005 mg/L sebagaimana tampak dalam Tabel 2. Namun demikian, konsentrasinya
berbeda-beda di antara keempat sungai yang diamati, karena komposisi kimia dari buangan yang
mengalir ke dalam masing-masing sungai berbeda jenis dan sumbemya. Aliran limbah yang
berasal dari daerah pertanian misalnya, umumnya banyak mengandung pestisida dan pupuk yang
mengandung fosfat, sedangkan dari daerah domestik dan perkotaan lebih banyak mengandung
senyawa organik (Haslam,1995). Konsentrasi fosfat dan deterjen di Sungai Sukalilo paling tinggi
dibandinglcan sungai-sungai lainnya, rata-rata 0,59 mg/L dan 0,016 mg/L masing-masing untuk
fosfat dan detergen. Dibandingkan dengan dimuara-muara sungai Teluk Jakarta dan Sungai
Porong maka konsentrasi fosfat di sungai ini lebih tinggi (Susana & Suseno 1994).
11
Dampak keberadaan deterjen dalam sungai tampaknya berpengmh terhadap kualitas air
di dalamnya. Kondisi ini tampak di Sungai Sukahlo yang dicirikan dengan air sungai yang
berwarna kehitaman dan bau menusuk yang ditimbulkan oleh gas hidrogen sulfida (H2S) dan
fosfor. Timbulnya gas ini sebagai akibat rendahnya konsentrasi oksigen di dalamnya, atau
bahkan sudah habis, sehingga bakteri aerob akan mati semua. Tingginya konsentrasi fosfat rata-
rata di sungai ini dibandingkan dengan sungai-sungai lainnya memang tidak langsung berbahaya
bagi organisme air di dalamnya, namun penambahan fosfat yang berasal dari deterjen bersama-
sama dengan nitrogen dan fosfat yang berasal dari bahan buangan domestic lainnya akan
merangsang pertumbuhan tumbuhan air dan alga untuk berkembang secara pesat. Sejalan dengan
itu maka kebutuhan akan oksigen pun menjadi bertambah untuk digunakan dalam proses
respirasi organisme di dalamnya, sehingga mengakibatkan rendahnya k onsentrasi oksigen dalam
sungai ini. Kondisi demikian bisa menyebabkan kematian organisme air secara masal sebagai
akibat kekurangan oksigen, terutama pada waktu malam hari karena produksi oksigen tidak ada
sedangkan respirasi terus berlangsung.
12
Walaupun tidak tampak banyak busa yang ditimbulkan oleh deterjen, tampaknya
konsentrasi deterjen sebesar 0,016 mg/L dalam Sungai Sukalilo sudah menyebabkan perubahan
kualitas air di dalamnya. Penelitian Chazanah (2002) dalam Sungai Bojongsoang lebih tinggi
lagi konsentrasinya, yaitu antara 2 - 5 mg/L, demikian juga Irianto & Machbub (2001) yang
melakukan penelitian beberapa zat pencemar dalam aliran Sungai Citarum, mendapatkan
konsentrasi deterjen antara 0 - 2,25 mg/L.
.
B. Dampak yang ditimbulkan
Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum,
meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan ekosistem sungai dan danau,
pengrusakan hutan akibat hujan asam dan sebagainya. Di badan air, sungai dan danau, nitrogen
dan fosfat dari kegiatan pertanian telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang di luar
kendali yang disebut eutrofikasi (eutrofication). Ledakan pertumbuhan tersebut menyebabkan
oksigen yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi
berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisinya menyedot lebih banyak oksigen.
Akibatnya ikan akan mati dan aktivitas bakteri akan menurun.
Dampak pencemaran air pada umumnya dibagi dalam 4 kategori :
1. dampak terhadap kehidupan biota air
2. dampak terhadap kualitas air tanah
3. dampak terhadap kesehatan
4. dampak terhadap estetika lingkungan
Berikut penjelsan singkat tentang 4 kategori dampak pencemaran air tersebut :
1. Dampak terhadap kehidupan biota air
13
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar
oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air yang
membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu kematian
dapat pula disebabkan adanya zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman
dan tumbuhan air. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara
alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi
sulit terurai. Panas dari industri juga akan membawa dampak bagi kematian organisme,
apabila air limbah tidak didinginkan dahulu.
2. Dampak terhadap kualitas air tanah
Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan faecal coliform telah
terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survey sumur dangkal di
Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya pencemaran tersebut.
3. Dampak terhadap kesehatan
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-borne diseases, atau
penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah.
Penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam
sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri, protozoa dan metazoa.
4. Dampak terhadap estetika lingkungan
Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan perairan, maka
perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang
menyengat disamping tumpukan yang dapat mengurangi estetika lingkungan. Masalah
limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika. Selain bau, limbah tersebut juga
14
menyebabkan tempat sekitarnya menjadi licin. Sedangkan limbah detergen atau sabun akan
menyebabkan penumpukan busa yang sangat banyak. Inipun dapat mengurangi estetika.
C. Penyelesaian dan Analisis
Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran
Air. Secara umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah
satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran air adalah
melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini merupakan upaya untuk menurunkan
beban limbah cair khususnya yang berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta
dilakukan secara bwertahap untuk mengendalikan beban pencemaran dari sumber-sumber
lainnya. Program ini juga berusaha untuk menata pemukiman di bantaran sungai dengan
melibatkan masyarakat setempat (KLH, 2004).
Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu
penanggulangan secara non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non-teknis yaitu
suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan
perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk
kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini
hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan
dilaksanakan, misalnya meliputi AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan
menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada
perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses,
mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran.
15
Sebenarnya penanggulangan pencemaran air dapat dimulai dari diri kita sendiri. Dalam
keseharian, kita dapat mengurangi pencemaran air dengan cara mengurangi produksi sampah
(minimize) yang kita hasilkan setiap hari. Selain itu, kita dapat pula mendaur ulang (recycle) dan
mendaur pakai (reuse) sampah tersebut.
Kitapun perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita. Karena saat
ini kita telah menjadi masyarakat kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam
keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, memupuk tanaman, dan
sebagainya. Kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah seperti makanan dalam
kemasan kaleng, minuman dalam botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada
kemasannya dan kemudian terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan
pilihan kita untuk bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu
hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air alam.
Menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana.
Sebagai contoh, kritis terhadap barang yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi sumber
bencana yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun atau degradable (dapat didegradasi
alam)? Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni manusia, hewan, dan
tumbuhan aman bagi makhluk hidup dan lingkungan ?
Teknologi dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air
bersih, instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu
menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar. Dari segi kebijakan atau peraturanpun
mengenai pencemaran air ini telah ada. Bila kita ingin benar-benar hal tersebut dapat
dilaksanakan, maka penegakan hukumnya harus dilaksanakan pula. Pada akhirnya, banyak
pilihan baik secara pribadi ataupun social (kolektif) yang harus ditetapkan, secara sadar maupun
16
tidak, yang akan mempengaruhi tingkat pencemaran dimanapun kita berada. Walaupun
demikian, langkah pencegahan lebih efektif dan bijaksana.
Melalui penanggulangan pencemaran ini diharapkan bahwa pencemaran akan berkurang
dan kualitas hidup manusia akan lebih ditingkatkan, sehingga akan didapat sumber air yang
aman, bersih dan sehat.
Dalam banyak hal, cara yang paling efektif untuk menangani eutrofikasi yang disebabkan
oleh kelebihan phospat adalah dengan memakai pendekatan yang terintegrasi untuk mengatur
dan mengontrol semua masukan nutrien, sehingga konsentrasi nutrien dapat direduksi menjadi
cukup rendah sehingga tidak menyebabkan alga bloom. Pendekatan yang sama akan bermanfaat
juga untuk mengatasi masalah eutrofikasi yang disebabkan oleh nitrogen. Oleh karena itu kontrol
tersebut harus juga mengurangi kehilangan P dan N, dengan demikian dari sudut ekologi juga
akan mendatangkan keuntungan. Jika meningkatnya jumlah P yang lepas/hilang berhubungan
erat dengan erosi dn hilangnya sedimen secara besar-besaran, maka dengan kontrol erosi
diharapkan dapat dicapai peningkatan kualitas melalui pengurangan dampak negatif sedimen di
sistem akuatik.
Perlakuan-perlakuan yang cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi adalah dengan
melakukan perombakan phospat pada buangan kotoran, pengontrolan phospat yang tersifusi dari
pertanian, perombakan phospat dari deterjen, pengalihan tempat pembuangan kotoran. Cara yang
sukses untukk mengontrol P akan membawa keuntungan bagi lingkungan. Salah satu cara yang
paling efisien untuk mengurangi dan mengontrol konsentrasi P di perairan adalah dengan
membatasi atau mengurangi beban nutrien dari sumber utama dan meningkatkan teknologi
perombakan nutrien dari buangan kotoran (sewage). Jika pertanian adalah P yang signifikan,
maka pengurangan buangan P dipandang dari sudut kepraktisannya dan biayanya tidak efisien
17
dari tanah pertanian dan sangat sulit untuk menentukan faktor yang mempengaruhinya. Faktor
yang berpengaruh bervariasi dari sistem pertaniannya, tipe tanah dan kondisi wilayahnya.
Namun kehilangan P pada hakekatnya dapat dikembalikan ke sistem pertanian, sedangkan yang
lainnya dapat dikontrol oleh petani sendiri misalnya dengan menyebar pupuk tiak pada musim
hujan.
Untuk mencegah dan mengeliminasi aliran nitrogen sangat sulit. Sejumlah artificial
wetland dapat dibuat sepanjang aliran air dan sungai di areal pertanian untuk menangkap
kandungan nitrogen dalam air yang akan mengalir ke laut. Selain itu upaya lain yang perlu
dilakukan adalah meningkatkan sistem pengolahan limbah domestik. Pada saat ini, pengolahan
limbah domestik di pesisir pantai dan kota besar harus melibatkan proses pengurangan nitrogen
secara biologi, karena perlakuan secara kimiawi hanya mengurangi sejumlah kecil kandungan
nitrogen dalam limbah cair. Pada hakekatnya mengaurangi konsentrasi nutrien pada sumbernya
meruapak upaya yang sangat penting karena mengurangi input nutrien ke dalam lautan seperti
yang kita harapkan sangat sulit untuk dicapai.
Sebagian besar P terlarut dengan segera dipakai oleh kegiatan biologis. P sedimen tidak
segera tersedia tetapi menjadi sumber P untuk jangka waktu yang lama bagi biota aquatik
(Ekholm 1994). Untuk mereduksi lepasnya P dari areal pertanian kedalam air, langkah yang
harus dilakukan adalah meningkatkan efisiensi penggunaan P dengan cara menyeimbangkan
masukan P (P input) dalam pakan dan pupuk deagn luaran P (P output) dalam produksi tanaman
dan hewan dan mengatur level P dalam tanah. Untuk mereduksi lepasan P dalam aliran pertanian
dapat dilakukan dengan cara mengontrol sumber dan transportasinya. Lepasan P dari tanah
pertanian yang terbawa melalui aliran air permukaan dan erosi mungkin lebih mudah untuk
direduksi dan pada umumnya telah berhasil dilakukan, namun demikian perhatian masih sangat
18
kurang terhadap pengaturan sumber P di tanah. Seperti kita ketahui bahwa sumber P tanah
terutama berasal dari pemupukan (pupuk kimia, organik, kompos, pupuk kandang) maka
pengaturan sistem pertanian yang ramah lingkuanga harus segera dikembangkan. Untuk
mengatur pengurangan dampak P terhadap lingkungan, setidaknya ada dua faktor yang harus
dipertimbangkan, yaitu sumber Pdan transportasinya. Timbulnya dampak P terhadap lingkungan
tentunya karena ada sumber P (tanah dengan konsentrasi P tinggi, penggunaan kompos, pupuk
kandang dan pupuk kimia) dan ada transportasi atau perpindahan P ke lokasi yang rawan (rawan
terhadap leaching, pengaliran, erosi). Masalah akan muncul jika ada interaksi dari kedua faktor
tersebut. Sumber yang tinggi dengan kecilnya kemungkinan untuk perpindahan, mungkin tidak
akan berpengaruh bagi lingkungan. Demikian juga sebaliknya jika kemungkinan terjadinya
perpindahan tinggi namun sumbernya kecil maka juga tidak akan berpengaruh buruk terhadap
lingkungan. Oleh karena itu pengaturan harus difokuskan pada area dimana kedua kondisi
tersebut bertemu. Area tersebut dikenal sebagai “critical source area”. Penentuan titik titik rawan
tersebut menjadi sangat penting dan harus segera dilakukan di kawasan Bopunjur sehingga
eutrofikasi dapat dicegah. Langkah lain yang juga sangat penting untuk mencegah terjadinya
kurasakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah kerusakan
lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah dengan mengurangi
konsentrasi pencemar dalam limbah cair industri, dan limbah domestik sampai ke tingkatan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, sebelum limbah tersebut memasuki perairan umum. Untuk itu
maka teknologi pengolahan limbah yang efisien, dan secara ekonomi dan ekologi
menguntungkan sangat dibutuhkan.
19
BAB IV
Kesimpulan
Dari tinjauan pustaka dan penjelasan di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Fosfor dan nitrogen merupakan elemen kunci di dalam proses eutrofikasi, di antara nutrient
utama yang terkandung dalam suatu perairan.
2. Eutrofikasi dapat menyebabkan Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik
yang akan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi manusia dan
merusak industri perikanan.
3. Perlakuan-perlakuan yang cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi adalah dengan
melakukan perombakan phospat pada buangan kotoran, pengontrolan phospat yang tersifusi
dari pertanian, perombakan phospat dari deterjen, pengalihan tempat pembuangan kotoran.
20
DAFTAR PUSTAKA
Chazanah, M. (2002). Biodegradasi surfaktan linear alkyl bensen sulfonat yang tekandung dalam deterjen pada reactor batch aerob. Tesis. Program magister teknik lingkungan program pasca sarjana Institut Teknolgi Bandung.
Haslam, S.M. (1995). River Pollution and Ecological Perspective. John Wileyand Sons, Chichester, U.K : 253 pp
Irianto dan Machbub. (2001). Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar Zat Pencemar DalarnAir Sungai (Studi kasus : Sub DPS Citarum hulu). http: //www.pusair.pu.go.id.
Kementerian Lingkungan Hidup, (2003). Keputusan Men LH Nomor 114/2003 tentang Pedoman Pengkajian untuk Menetapkan Kelas Air
---------------------------------------, (2009). Peraturan Meneter Lingkungan Hidup Nomor : 8/2009Tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau dan Waduk
Nurhayati dan Suyarso. Vaniabilitas lingkungan oseanografi di perairanpantai Cirebon. Manuscript.
Susana, T dan Suyarso, (2008). Penyebaran Fosfat dan Deterjen di Perairan Pesisir dan Laut Sekitar Cirebon, Jawa Barat, Jurnal Oseanologi dm Limnologi diIndonesia. 34: 117-131.
-------------------------------(1994)_. Deterjen dan fosfat di perairan muara Kali Porong. Makalah Penunjang Seminar Pemantauan Pencemaran Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta : 47 - 57.
21