Etiologi penyakit

26
Pendahuluan Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti. Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada 1779. Wabah besar global dimulai di Asia Tenggara pada 1950-an dan hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab kematian utama di antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut. Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid).

description

sickness

Transcript of Etiologi penyakit

Page 1: Etiologi penyakit

Pendahuluan

Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febril akut

yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria.

Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili

Flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah

yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Demam berdarah

disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti.

Wabah pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika, dan Amerika

Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada 1779. Wabah besar global dimulai di

Asia Tenggara pada 1950-an dan hingga 1975 demam berdarah ini telah menjadi penyebab

kematian utama di antaranya yang terjadi pada anak-anak di daerah tersebut.

Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika

termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000

meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seringkali salah dalam

penegakkan diagnosa, karena kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain

seperti Flu dan Tipes (Typhoid).

Sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini obat untuk membasmi virus dan vaksin untuk

mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue belum tersedia. Cara yang tepat guna untuk

menanggulangi penyakit ini secara tuntas adalah memberantas vektor/nyamuk penular.

Vektor Demam Berdarah Dengue mempunyai tempat perkembangbiakan yakni di lingkungan

tempat tinggal manusia terutama di dalam stan diluar rumah. Nyamuk Aedes aegypti

berkembangbiak di tempat penampungan air seperti bak mandi, drum, tempayan dan barang-

barang yang memungkinkan air tergenang seperti kaleng bekas, tempurung kelapa , dan lain-

lain yang dibuang sembarangan. Pemberantasan vektor Demam Berdarah Dengue

dilaksanakan dengan memberantas sarang nyamuk untuk membasmi jentik nyamuk Aedes

aegypti. Mengingat nyamuk Aedes aegypti tersebar luas diseluruh tanah air baik dirumah

maupun tempat-tempat umum, maka untuk memberantasnya diperlukan peran serta seluruh

masyarakat.

Page 2: Etiologi penyakit

Anamnesa

Anamnesis yang dilakukan antara lain identitas pasien, keluhan utama, riwayat

penyakit. Identitas pasien pada kasus yaitu seorang pria berumur 28 tahun

dengan keluhan utama, demam sejak 5 hari yang lalu, mual, nyeri otot seluruh badan,

mimisan kira-kira 1 sendok makan. Riwayat penyakit pasien penurunan kesadaran sejak 1

jam SMRS, kesadaran somnolen, suhu 35oC, tekanan darah 60mmHg per palpasi, denyut nati

lemah dan cepat, fremitus taktil pada paru kanan melemah dan terdengar redup saat

diperkusi, suara napas vesikulasi paru kanan juga melemah, akral lembab dan dingin, Hb =

16g/dL, Ht = 54%, Leukosit = 4.000/ul, Trombosit = 40.000/ul.

Diagnosa demam berdarah dengue.

Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7

b. Manitestasi Perdarahan

c.Tombositoperiia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3, biasanya

ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.

d.Mokonsentrasi yaitu meningkatnya hematokrit, merupakan indikator yang

peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan

berulang secara periodik. Kenaikan Ht 20% menunjang diagnosa klinis Demam

Berdarah Dengue.1

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal

dibawah ini dipenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

- Uji bendung positif

- Ptekie, ekimosis, atau purpura

- Perdarahan mukosa 9tersering epitaksis atau perdarahan dari tempat

lain.

- Hematemesis atau melena.

Page 3: Etiologi penyakit

3. Trombositopenia (jumlah trombosit<100.000/µl).

4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma

sebagai berikut: peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar

sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

5. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

6. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites dan hipoproteinemia. 2

Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa

secara klinis dapat dibagi atas (WHO 75).

1. Derajat I (ringan): Demam mendadak 2 – 7 hari disertai gejala klinis

lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif

2. Derajat II (sedang): Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat

karena ditemukan perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain.

3. Derajat III (berat): Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi

yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmhg) atau

hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.

4. Derajat IV (berat): Penderita shock berat dengan tensi yang tak dapat

diukur dan nadi yang tak dapat diraba. 1

Diagnosis banding

-Malaria

Penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala

utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang - kadang dengan

gejala klinis lain sebagai berikut :

• Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.

• Nafsu makan menurun.

• Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.

• Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan

plasmodium Falciparum.

• Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.

• Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.

Page 4: Etiologi penyakit

• Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang

menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia)

serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.

Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3

stadium yang berurutan yaitu :

1. Stadium dingin (cold stage).

2. Stadium demam (Hot stage).

3. Stadium berkeringat (sweating stage).

Ketiga gejala klinis tersebut diatas ditemukan pada penderita berasal dari daerah

non endemis yang mendapat penularan didaerah endemis atau yang pertama kali

menderita penyakit malaria.

Di daerah endemis malaria ketiga stadium gejala klinis di atas tidak berutan dan

bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita sehingga definisi malaria

klinis seperti dijelaskan sebelumnya dipakai untuk pedoman penemuan penderita

di daerah endemisitas. Khususnya di daerah yang tidak mempunyai fasilitas

laboratorium serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi

(intrisik). Masa inkubasi ini bervariasi antara 9 -30 hari tergantung pada species

parasit, paling pendek pada plasmodium Falciparum dan paling panjang pada

plasmodium malaria. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi,

pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita.

Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi.

Penularan bukan alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa

inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan

tingkat imunitas penerima arah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa

inkubasi bagi plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah transfusi,

plasmodium vivax setelah 16 hari dan plasmodium maJariae setelah 40 hari

lebih.

Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing species

parasit adalah sebagai berikut :

Page 5: Etiologi penyakit

• Plasmodium Falciparum 12 hari.

• Plasmodium vivax dan Plasmodium Ovate 13 -17 hari.

• Plasmodium maJariae 28 -30 hari.

Beberapa strain dari Plasmodium vivax mempunyai masa inkubasi yang jauh

lebih panjang yakni sampai 9 bulan. Strain ini terutama dijumpai didaerah Utara

dan Rusia nama yang diusulkan untuk strain ini adalaJl plasmodium vivax

hibernans.

-Typhoid

Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

typhi. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di beberapa Negara

berkembang, dimana sanitasi lingkungan kurang dijaga dengan baik. 3

Bakteri tifoid ditemukan di dalam tinja dan air kemih penderita. Penyebaran

bakteri ke dalam makanan atau minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan

yang kurang bersih setelah buang air besar maupun setelah berkemih, Lalat juga

bisa menyebarkan bakteri secara langsung dari tinja ke makanan. Bakteri

Salmonella typhi masuk ke dalam saluran pencernaan dan bisa masuk ke dalam

peredaran darah. Hal ini akan diikuti oleh terjadinya peradangan pada usus halus

dan usus besar.

Pada kasus yang berat, yang bisa berakibat fatal, jaringan yang terkena bisa

mengalami perdarahan dan perforasi (perlubangan). Sekitar 3% penderita yang

terinfeksi oleh Salmonella typhi dan belum mendapatkan pengobatan, di dalam

tinjanya akan ditemukan bakteri ini selama lebih dari 1 tahun. Beberapa dari

pembawa bakteri ini tidak menunjukkan gejala-gejala dari demam tifoid. 3

Sembilan puluh persen kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun,

kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam

tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya. Untuk

memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi.

Page 6: Etiologi penyakit

Biasanya gejala mulai timbul secara bertahap dalam waktu 8-14 hari setelah

terinfeksi. Gejalanya bisa berupa demam, sakit kepala, nyeri sendi, sakit

tenggorokan, sembelit, penurunan nafsu makan dan nyeri perut. Kadang

penderita merasakan nyeri ketika berkemih dan terjadi batuk sertaperdarahan dari

hidung. 3

Jika pengobatan tidak dimulai, maka suhu tubuh secara perlahan akan meningkat

dalam waktu 2-3 hari, yaitu mencapai 39,4-40°C selama 10-14 hari. Panas mulai

turun secara bertahap pada akhir minggu ketiga dan kembali normal pada minggu

keempat. Demam seringkali disertai oleh denyut jantung yang lambat dan

kelelahan yang luar biasa. Pada kasus yang berat bisa terjadi delirium, stupor

atau koma. Pada sekitar 10% penderita timbul sekelompok bintik-bintik kecil

berwarna merah muda di dada dan perut pada minggu kedua dan berlangsung

selama 2-5 hari.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan biakan darah, tinja, air kemih atau

jaringan tubuh lainnya guna menemukan bakteri penyebabnya. 3

Pemeriksaan fisik DBD

Demam: demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua

sampai tujuh hari turun secara cepat.

Perdarahan: perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit

(trombositopeni) serta gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat

metamorfosis trombosit.

Hepatomegali:

- Biasanya dijumpai pada awal penyakit

- Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit

- Nyeri tekan pada daerah ulu hati

- Tanpa diikuti dengan ikterus

- Pembesaran ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue

Syok: Yang dikenal dengan DSS, disebabkan oleh karena perdarahan dan

kebocoran plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak.

Sedangkan tanda-tanda syok adalah:

Page 7: Etiologi penyakit

- Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki

- Gelisah dan Sianosis disekitar mulut

-  Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba

- Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang

dari80 mmHg)

- Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)

Gejala-gejala lain:

- Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.

- Penurunan kesadaran.4

Pemeriksaan penunjang DBD

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue

adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan

darah tepiu untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diagnosis pasti didapatkan dari hasil solasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi

antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase polymerase Chain

reaction)., namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi

adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG lebih

banyak.

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

- Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui

limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma

biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.

- Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

- Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit >20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3

demam.

- Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer, atau

FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi pendarahan atau kelainan pembekuan

darah.

- Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma

- SGOT/GPT dapat meningkat.

- Ureum,kreatinin:bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Page 8: Etiologi penyakit

- Elektrolit ; sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

- Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila darah akan diberikan

transfusi darah atau komponen darah

- Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM

terdeteksi mulai hari ke 3-5 meningkat sampai minggu ke-3, menghilang

setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-

14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

- Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari

perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

- NS 1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari

ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan spesifitas

100% sama tingginya dengan spesifitas gold standard kultur virus. Hasil negatif

antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue. 2

Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk

dalam virus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30

nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat

menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di

Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara

serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encephalitis dan west

nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,

kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Ssurvei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan

antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, babi, sapi. Penelitian pada ertropoda

menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes (Stegomyis) dan

Toxorhynchites. 2

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tegnggara, Pasifik Barat dan karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis denagn sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden

DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.00 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah

Page 9: Etiologi penyakit

meningkat tajam saat kejadian luar biasa hinga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,

sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus aedes (terutama

A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang

berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu:

1. Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasann menggigit, dan kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektordari suatu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan

terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.

3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk. 2

Patogenesis

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis

berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi

virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitoksisitas yang dimediasi antibodi.

Antibodi teradap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada

monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement.

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan t-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun

seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi

interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6

dan IL-10.

c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.

Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi

sitokin oleh makrofag.

Page 10: Etiologi penyakit

d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a

dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang

menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe

yang berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan

konsentrasi kompleks imun yang tinggi. 2

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat healstead dan penelitian lain:

menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang

memfagositosis kompleks virus–antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di

makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper

dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan

mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1,

PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin mengakibatkan terjadinya disfungsi sel

endotel dan terjadinya kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi

oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi ,elalui mekanisme:

1. Supresi sumsum tulang

2. Dekstruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukan keadaan hiposelular

dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses

hematopoiesis termasuk pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal

ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap

keadaan trombositopenia. Dekstruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,

terrdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di

perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,

peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi

trombosit. 2

Koagulapati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan

disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada

demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah

Page 11: Etiologi penyakit

dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga

berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tiadk tidak melalui aktivasi kontak. 2

Patofisiologis.

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah

dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permabilitas dinding pembuluh darah,

menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik.

Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa

renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler

yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai

hematokrit. 5

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah dengue

hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the secondary

heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila

seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus

dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan

sampai 5 tahun.

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan

kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi ananmestik yang akan terjardi

dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan

menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Disamping itu replikasi virus dengue

terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya

akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan

mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5

menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya

plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume

plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24 -48 jam.

Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekwat akan menimbulkan anoksiajaringan,

asidosis metabolik dan kematian. 5

Page 12: Etiologi penyakit

Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat yang

biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia

merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai

trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa

renjatan. Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal

biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit.

Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan pada penderita

DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.

Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya

oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem

koagulasi. 5

Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada

penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan saling mempengaruhi

sehingga penyakit akan memasuki renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya

organ-organ vital dan berakhir dengan kematian.

Pencegahan

Pencegahan penyakit demam berdarah (DBD) sangat tergantung dengan pengendalian

pada vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis, maupun secara

kimiawi, seperti :

1. Lingkungan

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik

atau mencegah agaar nyamuk tidak dapat lagi berkembang biak. Pada dasarnya PSN ini dapat

dilakukan dengan :

Menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu

sekali. Dikarenakan perkembangan telur nyamuk menetas sekitar 7-10 hari.

Menutup rapat tempat penampungan air. Supaya agar nyamu tidak menggunakannya

sebagai tempat berkembang biak.

Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya semunggu sekali.

Page 13: Etiologi penyakit

Membersihkan perkarangan atau halaman rumah dari barang-barang yang dapat

menampung air hujan. Karena berpotensi sebagai tempat berkembangnya jentik-jentik

nyamuk.

Menutup lubang-lubang pada pohon, terutama pohon bambu ditutup dengan

menggunakan tanah.

Membersihkan air yang tergenang diatap rumah juga dapat mencegah berkembangnya

nyamuk tersebut.

Pembersihan selokan disekitar rumah supaya air tidak tergenang.6

2. Biologis

Pengendalian secara bioligis merupakan pengendalian perkembangan nyamuk dan

jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. Seperti pemeliharaan ikan cupang

pada kola/ sumur yang sudah tak terpakai atau menggunakan dengan bakteri Bt H-14.6

3. Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi adalah cara pengendalian serta pembasmian nyamuk

dan jentik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Diantaranya adalah :

Pengasapan/togging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna

untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti dengan batas tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat yang sering menjadi tempat

penampungan air.6

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan tindakan untuk memutus mata rantai

perkembangan nyamuk. Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antaranya dengan 3M.

Yaitu : Menguras, Menutup, dan Mengubur tempat-tempat yang sering dijadikan

perkembangbiakan nyamuk. Semoga dengan beberapa cara tersebut dapat membantu anda

dalam pencegahan demam berdarah serta pemberantasan sarang nyamuk.6

Manifestasi klinik

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan

muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan

muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings

hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya

ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi

dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.

Page 14: Etiologi penyakit

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit

mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan

darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila,

wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan

perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan

pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm

di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat

ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu

yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-

ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan

sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

Suhu dapat kembali normal sebelum atau selama fase syok. Bradikardi dan ekstrasistol

ventrikel lazim selama konvalesen. Jarang, ada cedera otak sisa yang disebabkan oleh syok

lama atau kadang-kadang karena perdarahan intracranial. Strain virus dengue 3 yang

bersikulasi di daerah utama Asia Tenggara sejak tahun 1983 disertai dengan terutama

sindrom klinis berat, yang ditandai oleh ensefatopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang

mencolok dan kadang-kadang ikterus.7

Penatalaksanaan

1. Tirah baring

2. Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang.

3. Infus Ringer Lactate atau Ringer Acetate atau NaCl 0,9% dengan tetesan 20 cc / Kg BB /

Jam diguyur, atau secara praktis : 1 – 1,5 liter di guyur (cor), selanjutnya 5 cc / Kg BB / Jam

atau 50 cc / Kg BB / 24 jam, atau secara praktis 40 tetes/menit, sebagai kebutuhan cairan

rumatan. Cairan oral sebanyak mungkin. Larutan Oralit lebih baik

4. Keadaan klinis di monitor : TD, Nadi, Pernafasan tiap 30 menit, Suhu ( minimal 2 kali

sehari, pagi dan sore dan dicatat pada grafik suhu pada status), jumlah urine perjam

(sebaiknya ≥ 50 cc / jam).

Page 15: Etiologi penyakit

5. Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar diperlukan, seperti parasetamol

atau Xylomidon/Novalgin injeksi bila suhu tubuh ≥ 38,50C dan Metoklopramide bila terjadi

muntah-muntah.

6. Bila TD sistolik menurun ≥ 20 mmHg, atau Nadi ≥ 110 x / menit, atau tekanan nadi (TD

sistol – TD diastol ≤ 20 mmHg), atau jumlah urine ≤ 40 cc / jam, pertanda adanya kebocoran

plasma (plasma leakage) → tambahkan cairan infus guyur 5 cc / KgBB / Jam sampai keadaan

kembali stabil. Setelah Tekanan darah dan nadi stabil, kembali ke tetesan rumatan

7. Monitor Laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi penurunan TD, peningkatan

Nadi, atau penurunan volume urine yang berlanjut, atau terjadi perdarahan masif, atau

penurunan kesadaran, perlu di periksa Hb, Ht, Trombosit. Penurunan jumlah trombosit perlu

dipantau secara laboratorium dan kondisi klinis. Dan bila diperlukan periksa Haemorrhagic

test.

8. Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis makin memberat atau respons

pemberian cairan minimal, maka penderita dinyatakan untuk dirujuk (bila dirawat di

Puskesmas atau klinik atau rumah sakit daerah) atau dilakukan tindakan yang lebih intensif,

kalau perlu di rawat di ICU.

9. Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah trombosit yang menyolok disertai

dengan tanda-tanda perdarahan masif. Bila terjadi perdarahan yang masif dengan penurun

kadar Hb dan Ht, segera beri tansfusi Whole blood.

10. Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan yang cukup sesuai

perhitungan, tanda-tanda perdarahan tidak nyata, dan pemantauan laboratorium tidak

menunjukkan perbaikan, maka pilihan kita adalah pemberian FFP (Fresh Frozen Plasma) atau

Plasma biasa.

11. Bila keadaan klinis stabil, pemeriksaan ulangan laboratorium pada fase penyembuhan.8

Prognosis

Pasien didiagnosis terkena DBD stadium 2 (sedang). Jika dilakukan perawatan secara intensif

dan benar, maka keadaan pasien akan membaik dan tidak akan terjadi kematian. Prognosis

pada pasien di atas baik.

Kesimpulan

Page 16: Etiologi penyakit

Pasien berumur 28 tahun dengan keluhan utama, demam sejak 5 hari yang lalu, mual,

nyeri otot seluruh badan, mimisan kira-kira 1 sendok makan serta dengan riwayat penyakit

pasien penurunan kesadaran sejak 1 jam SMRS, kesadaran somnolen, suhu 35oC, tekanan

darah 60mmHg per palpasi, denyut nati lemah dan cepat, fremitus taktil pada paru kanan

melemah dan terdengar redup saat diperkusi, suara napas vesikulasi paru kanan juga

melemah, akral lembab dan dingin, Hb = 16g/dL, Ht = 54%, Leukosit = 4.000/ul, Trombosit

= 40.000/ul menderita demam berdarah dengue.

Page 17: Etiologi penyakit

Daftar Pustaka

1. Thomas Suroso, Hadinegoro SR, Wuryadi. Pencegahan dan penanggulangan penyakit

demam dengue dan demam berdarah dengue, Depkes R. Jakarta.2003.

2. WS Aru, S Bambang, A Idrus, S Siti, SK Marcellus. Ilmu penyakit dalam edisi ke 5.

Interna publishing. Jakarta;2009.hal 2773-80

3. G Abdul. Demam tifoid.2009. Diunduh dari

http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/demam-tifoid.pdf, 19 November 2011.

4. Hastuti O. Demam berdarah dengue. Yogyakarta: Karnisius; 2008. Hal 9-10.

5. T Suoros. Review program pemberantasan demam berdarah dengue di Indonesia. Depkes RI, Jakarta.

6. Satari H I. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara; 2008. Hal 29-30

7. Wahab A S. Ilmu kesehatan anak. Trjh. Arvin B K. Nelson textbook of pediatrics.

Edisi 15. Jakarta: EGC; 2007. Hal 1134-5

8. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Thomas Suroso. Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia, Depkes RI, Dirjen P2MPL.Jakarta.2001.

Page 18: Etiologi penyakit

Demam Berdarah Dengue

Lius Gerald

102010043

Kelompok A3

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat