Etika pengobatan

21
BAB II PEMBAHASAN Etika Pengobatan Secara etimologis, Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. (Zubair, 1980:13). Dalam Bahasa Indonesia (1991), etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Secara terminologis, para ahli memberi pengertian etika dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Ahmad Amin (1983) misalnya mende nisikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Etika pengobatan dalam literatur dikenal sebagai adab. Adab alam literatur awal pasca islam berarti cara yang layak “etika yang baik”. Alghazali mengatakan bahwa kesalehan bukanlah syarat untuk menjadi utnuk menjadi seorang ahli yang kompeten karena profesi ini menurutnya pekerjaan intelektual, kesalehan dan akhlak.

description

fdfgsrt

Transcript of Etika pengobatan

BAB IIPEMBAHASAN

Etika PengobatanSecara etimologis, Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. (Zubair, 1980:13). Dalam Bahasa Indonesia (1991), etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Secara terminologis, para ahli memberi pengertian etika dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Ahmad Amin (1983) misalnya mendenisikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.Etika pengobatan dalam literatur dikenal sebagai adab. Adab alam literatur awal pasca islam berarti cara yang layak etika yang baik. Alghazali mengatakan bahwa kesalehan bukanlah syarat untuk menjadi utnuk menjadi seorang ahli yang kompeten karena profesi ini menurutnya pekerjaan intelektual, kesalehan dan akhlak. Yang baik menerima dalam penerimaan secara umum pendapat ahli hukum tersebut.sedangkan akhlak buruk akan mengurangi nilainya.Kesalehan dan keikhlasan seorang dokter ditekankan oleh kalangan pengobatan yunani, yang dianggap sebagai sebagai penjaga tubuh dan jiwa. Di Mesir, Iran dan India kuno pengobatan merupakan bagian dari atau sangat erat kaitannya dengan agama.ihwal etika medis dalam islam, terdapat dua pengaruh langsung yaitu dari orang orang yunani dan iran. Yang pertama jauh lebih tekstual dan lebih terlihat secara konkret. Bolehkah seorang dokter memna bayaran dalam jumlah besar, merupakan masalah yang terus diperdebatkan dalam islam. Bhakan di sebagian kalangan tetap mengharamkan meminta bayaran dalam pengajaran alquran.Masalah boleh atau tidaknya seorang dokter meminta bayaran, merupakan masalah yang masih terus diperdebatkan dalam islam. Dewasa ini sebagian kalangan tetap mengharamkan meminta bayaran dalam pengajaran Al-Quran dan penyebarluasan ilmu keagamaan. Menurut sebuah hadist Nabi, diperbolehkan membayar seorang dokter untuk pelayanan medisnya. Al-dzahabi mengisahkan suatu hari kelompok shabat muslim tiba di sebuah suku tertentu, yang memperlakukan merka dengan ramah. Tiba tiba seorang anggota tersebut di gigit oleh ular, dan para pengemara itu diminai tolong utk menyembukan. Penyembuhan ini dilakukan dengan membacakan surat alfatihah.. dan yang jelas orang yang tergigit ular menjadi sembuh. Dan suku itu membayarnya dengan sejumlah kambing. Dari sinilah legalitas meminta bayaran atas perawatan kesehatan itu bermula. Namun banyak kalangan yang tidak setuju untuk mencari nafkah dari orang sakit. Tentang hal ini, Dokter Abd Al-Wadud ibn Abd Al-Malik menulis sebuah risalah berjudul tentang Pengaduan Orang yang Mencari Nafkah dari Praktik Penyembuhan Penyakit.Diantara karya paling awal dan paling menyeluruh mengenai etika pengobatan adalah adab Al-Thabib, karya Ishaq ibn Ali Al-Ruhavi yang di perkirakan hidup pada paro kedua abad ke 9. Ruhawi berpendapat seorang dokter wajib menghhubungkan kesehatan spiritual dan kesehatan jasmani. Dia menceritakan sebuah kisah yang bersumber dari Galen dan disebut-sebut Hippocrates dalam bukunya, On Belief, Bahwa seorang calon dokter sebaiknya menjalani tes ujian jasmani maupun ujian kejiwaan. Seorang dokter baiknya dapat berkumpul dengan orang orang yang berbudi baik atau terpelajar. Lebih baik lagi dia seharusnya tidak membeli tanah dan banguna agar tetap terfokus pada menuntut ilmu di bidang kedokteran saja. Dan jangan juga terlalu aktif berdagang karna akan mempengaruhi ilmunya. Ihwal bayaran seorang dokter, Al-Ruhavi berpendapat bahwa seorang dokter harus memperoleh pendapatan yang layak untuk meringankan kebutuhan kehidupannya dan melakukan hal-hal lain. Baik dalam teori maupun praktek pengobatan islam karier pengobatan lebih di pandang sebagai pengabdian sosial dari pada sebagai profesi. Oleh sebab itu, Al-Ruhavi mengusulkan agar orang kaya membayar biaya dokter dengan sangat mahal agar dapat melayani kebutuhan pengobatan pada orang miskin dapat di gratiskan. Dokter Ishaq, seorang yahudi dikenal melalui karyanya yang berisi lima puluh prinsip, pada prinsip ke-18 berbunyi Mengunjungi dan menyembuhkan pasien miskin adalah kewajiban utama anda karena anda tidak bisa melakukan yang lebih baik dari pada itu. Ishaq menunjukan hubungan erat antara agama dan pengobatan sejak permulaan sejarah Islam.Bagaimanapun juga Abu Bakar Al-Razi berpendapat baik pasien maupun dokter harus mematuhi etika. Dia menganjurkan pasien agar mengikuti dengan ketat perintah dokter, menghormati dokter, menganggap dokter sebagai sahabat terbaiknya. Pasien harus berhubungan langsung dengan dokter dan tidak boleh merahasiakan penyakit yang dideritanya. Tentu saja akan lebih baik jika orang meminta nasihat dokter tentang cara menjaga kesehatan sebelum membutuhkan pengobatan. Bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan merupakan sebuah prinsip yang dianjurkan oleh semua dokter termasuk dokter muslim. Namun Al-Razi menekankan bahwa orang harus berkonsultasi dengan dokter mengenai cara terbaik menjaga kesehatan. Al-Razi juga memiliki beberapa nasihat bagi para dokter diantaranya dokter harus berbudi luhur dan dapat di percaya oleh pasien, dan memupuk keyakinan profesional. Lebih jauh, seorang harus mencoba bersikap mandiri dan orsinil karena pengetahuan yang diwarisi secara turun-temurun dari buku-buku masih jauh dari memadai. Al-Razi juga melarang para dokter membedakan antra pasien yang kaya maupun pasien yang miskin. Seorang dokter harus hidup seimbang. Tidak berlebih lebihan, dan tidak membuang buang waktu secara percuma. Sebagian besar waktunya harus dicurahkan kepada pasien. Seorang dokter harus lebih banyak mendengar daripada berbicara. Al-Razi menganjurkan para dokter agar tidak berkecil hati dan harus merasa bangga akan profesinya karena semua agama menghormati profesi dokter. Orang biasa ataupun raja tidak dapat menyembuhkan penyakit tanpa bantuan seorang dokter, sehingga dokter harus membuat pasiennya bergembira. Oleh karena itu aspek moral dan spiritual profesi seorang dokter sangat berharga.Dalam Islam, etika dan penyembuhan spiritual merupakan dua gagasan yang kompleks. Dalam Al-Thibb Al-Ruhani, dia membeberkan cara cara menyembuhkan penyakit etika, kedua keterkaitan besar alrazi terhadap etika pengobatan. Pertama, menyangkut tanggung jawab etis seorang dokter terhadap pasien yang memilik dua dimensi dalam islam. (1) hubungan antra dokter dengan pasien. Keramahan, kesabaran serta perhatian terhadap pasien. (2) keyakinan kuat bahwa dokter itu bukan orang baik dan etis maka pengobatan tersebut tidak akan berjalan dengan efektif, dengan mengabaikan pertimabahngan bahwa dokter tidak etis. Tentu saja akan bereputasi jelek sehingga tidak akan berhasi. Kedua, dalam etika Islam kesehatan adalah suatu unsur kesehatan yang utuh, artinya jika orang tidak bermoral baik, positif, dan seimbang ia juga tidak bisa merawat kesehatan secara utuh. Jadi perspektif ini baik kesehatan moral baik kesehatan fisikmenjadi perhatian medis secara langsung.Al-Razi menyebut empat belas penyakit moral, yang pertama adalah cinta. Dalam berbagai karya pengobatan islam, cinta berperan sangat besar dalam menimbulkan penyakit moral mental. Cara ibnu sina mendiagnosis penyakit cinta dengan meraba-raba detak jantung pasien dan mengamati ekspresi wajah sembari menanyakan tempat tinggal orang yang dicintainya, menyebutkan beberapa nama perempuan yang tinggal diseputar tempat itu, atau memintanya untuk menggambarkan geografi berbagai wilayah. Dalam sejumlah kasus, Al-Razi berkisah bahwa orang-orang yang memiliki tujuan dan hasrat yang tinggi dalam kehidupan pada umumnya tidak jatuh cinta, dan kalaoupun itu terjadi, mereka berusaha menyingkirkan dengan cepat karena dianggap memalukan dan menurunkan kehormatan dan bahwa hanya orang-orang kasar dan tak beradab semacam orang badui yang menjadi korban penyakit ini. Penyembuhan yang dianjurkan oleh Al-Razi adalah jangan terlalu sering melihat orang yang dicintainya sebelum bisa menahan diri secara utut serta selalu ingat bahwa pada orang yang dicintainya itu pun akan mati.Al-Razi menganjurkan perlunya pembedaan metode pengobatan penyakit moral antara orang yang meyakini akhirat dan yang tidak meyakininya. Ihwal penyakit cinta, mereka yang tidak meyakini akhirat harus mengingat bahwa kecintaan duniawi ini suatu ketika akan terputus oleh kematian, dan karenanya seseorang harus berusaha mencari sesuatu yang memiliki nilai nyata. Sementara itu, mereka yang meyakini hari akhirat harus ingat bahwa objek kecintaan yang harus dikejar adalah sesuatu yang akan menhasilkan kehidupan yang lebih berharga di akhirat. Berkenaan dengan hawa nafsu yang rendah serta cara mengatasinya sesuai dengan teori plato yang mengungkapkan bahwa langkah yang paling penting dalam pelatihan moral adalah hal yang diterima oleh seorang anak kecil di masa kecilnya. Dasar moral yang lebih rasional dalam pelatihan moral adalah kesadaran bahwa jika orang terus memperturut hawa nafsunya cenderung tidak bisa atau tidak ingin menghentikannya karena hal itu telah menjadi kecanduan yang melekat sehingga kalau tidak dilakuakn akan menimbulkan rasa sakit.Prinsip ini diterapkan dengan cara yang mungkin paling spektakuler dalam pembahasan Al-Razi mengenai cara melawan rasa takut akan kematian. Dia mengatakan bahwa penyakit ini bisa disembuhkan dengan meyakinkan psaien bahwa kondisi yang bakal dihadapi jiwa setelah kematian bisa jadi lebih baik dibandingkan dengan kehidupan dunia ini. Bagi mereka yang tidak mempercayai akhirat, Al-Razi mengajukan dua argumen. Pertama, kesenangan merupakan pelarian diri dari rasa sakit, yang hanya dapat dialami setelah mati. Kedua, jika disadari bahwa kematian itu tidak terelakan sehingga tak ada gunanya bersedih hati memikirkannya dan lebih baik mengalihkan perhatian ke hal-hal lain yang lebih bermanfaat. Kedua argumen ini menyangkut penaklukan naluri oleh kekuasaan akal, kata Al-Razi seraya mengingatkan bahwa hewan yang tidak berfikir tampak lebih baikdari pada manusia semacam itu karena hewan tidak memiliki kemampuan mengenai kematian yang tak terelakan. Bagi mereka yang meyakini akhirat, alternatif terbaik adalah mengalihkan pikiran dari kematian karena orang yang memikirkan kematian tanpa meyakini akhirat, akan tak berdaya setiap kali ia memikirkannya.Bagi mereka yang berpendapat bahwa ada kehidupan setelah mati, tidak ada alasan untuk merasa takut akan kematian. Jika benar-benar yakin pada kehidupan setelah mati, mereka akan menjalani kehidupan yang baik serta melakukan yang terbaik dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama yang menjamin keberhasilan, perdamaian dan kebahagiaan abadi di akhirat. Akan tetapi, jika beberapa orang meragukan kebenaran agama dan tidak dapat menegakan kebenaran dalam diri mereka sendri, maka mereka tidak dapat melakukan hal yang lebih baik melainkan menyelidiki maslah ini sesuai dengan kemampuan terbaik mereka. Jikamereka melakukan upaya yang tepat untuk menemukan kebenaran, mereka tidak akan mungkin kehilangan kebenaran. Namun, jika mereka kehilangan kepercayaan_yang menurut kami tidak mungkin terjadi_Allah pastikan akan mengampuni karena Allah tidak pernah membebani orang diluar kemampuannya (QS Al-Baqarah [2]; 286; Al-Anam [6]:152; Al-Araf [7]:42)_tentu saj tuntutannya_Nya lebih rendah dari pada kapasitas manusia.Karya Al-Razi mengenai pengobatan spiritual moral dikritik oleh seorang dai dan intelektual Ismailiyah, Hamid Al-Din Al-Kirmani (w.1020). Dasar kritiknya adalah bahwa Al-Razi menganggap beberapa penyakit sebagai mental-moral, padahal kenyataannya merupakan penyakit fisik semata, misalnya dorongan seks yang berlebihan. Akan tetapi, kritik paling keras Al-Kirmani terhadap Al-Razi adalah Al-Razi percaya bahwa penyakit moral itu dapat diobati dengan usaha sendiri. Kita telah menyaksikan Al-Razi mengatakan bahwa orang yang hendak meningkatkan kualitas moral harus mendapat bantuan dari seorang sahabat yang simpatik dan kritis. Namun, Al-Kirmani menuntut lebih jauh bahwa setiap orang harus mempercayai dan menyerahkan diri dari pesan-pesan langit yang diabadikan didalam dokrin esoterik Ismailiyah dan bahwa tidak ada obat selain itu, dengan demikian, orang tidak bisa bersandar pada kepandaiannya sendiri. Tak pelak lagi, di sini Al-Kirmani telah memainkan perannya sebagai seorang dai Ismailiyah.Sepanjang sejarah islam, ada sejumlah laporan bahwa Al-Razi tidak mempercayai agama manapun dan menyangkal kenabian dan wahyu. Laporan mengenai sikapnya yang tidak beragama ini juga termuat dalam karya-karya muslim mengenai sejarah pengobatan. Namun, bukti-bukti dari karyanya berlawanan dengan laporan tersebut. Kita telah mengutip ucapannya diatas bahwa orang yang menjalankan perintah hukum agama dengan benar tidak perlu merasa takut. Dalam buku Thibb Al-Ruhani, dia juga mengatakan bahwa sejumlah sastrawan dan penyair jatuh sakit karena kecintaan mereka kepada Rasulullah. Al-Razi yang terlibat dalam sejumlah kontroversi dengan sebagian rekan sezamannya, menyulut kemarahan orang-orang Ismailiyah akibat perdebatannya dengan Abu Hatim Al-Razi (w. 934), tokoh intelektual Ismailiyah terkemuka di zamannya ( sekota dengan Al-Razi ). Satu-satunya laporan mengenai perdebatan ini adalah dari dai Ismailiyah.

Martabat ManusiaPada akhir kisah qabil dan nabil,alquran menyatakan, oleh karena itu kami tetapkan bagi bani israil bahwa barang siapa membunuh seorang manusia karena orang itu orang lain, atau bukan kerana membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memeliahara kehidupan seorang manusia maka seolah olah dia telah telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan keterangan keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh melampaui batas dalam membuat kerusakan dimuka bumi. Sementara membolehkan berperang bagi orang orang muslim yang terpaksa meninggalkan mekkah karena penindasan untuk kembali kerumah dan kampung halaman mereka- pernyataan pertama mengenai jihad- alquran memberi alasan dibalik jihad : dan sekitarnya allah tiada menolak keganasan sebagai manusia atas sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, sinagong-sinagong, dan masjid-masjid di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar mahakuat lagi mahaperkasa.Paragraf ini memperlihatkan bahwa kehidupan manusia tidak tergantikan, setiap manusia adalah unik, kebebasan beragama dan kesadaran merupakan landasan kehidupan manusia, legitimasi berjihad adalah penindasan terhadap keyakinan atau kesadaran. Konsep kehormatan pribadi merupakan salah satu prinsip hidup terpenting di kalangan suku-suku Arab pra-islam.Dengan latar belakang inilah para ahli fiqih islam merumuskan teori tentang lima hak asasi manusia yang wajib dilindungi oleh setiap negara, yaitu hak perlindungan atas hidup, harta keyakinan, kehormatan dan akal. Pada hakikatnya hak kehormatan mendukung keempat hak yang lain karena ancaman terhadap hidup, harta, agama, dan akal tentulah mengancam kehormatan seseorang. Dalam rumusan yang lebih tepat, menjaga kehormatan, menurut seorang ahli fiqih, berarti melindungi kehormatan pribadi dan kehormatan keluarga sehingga sesorang bebas menjalankan perniagaan atau profesinya. Perlindungan akal berarti bahwa integritas mental manusia harus di jaga,mengingat akallah yang membedakan manusia dengan seluruh makhluk lain sehingga jika seseorang hilang akalnya, kemanusiaannya pun akan lenyap.

Islam Dan Pelayanan KesehatanPelayanan kesehatan dalam Islam hendaklah memenuhi keriteria sebagai berikut :1. ProfesionalismeMenurut Islam pelayanan kesehatan tidak boleh dilakukan oleh orangyang bukan ahli atau bukan profesinya. Islam mengancam denganhukuman berat kepada orang yang membuka praktek pengobatantanpa ada ijasah. Rasulullah SAW. Bersabda : Barang siapa menjaditabib (dokter) tetapi ia tidak pernah belajar ilmu kedokteransebelumnya maka ia akan menanggung risikonya (ditakhrij AbuDaud dan Nasai) Apa yang diungkapkan dalam hadis di atas merupakan apa yang olehmasyarakat kita sekarang disebut dengan syahadah (ijasah)kedokteran, artinya jika seseorang mengobati pasien sedang ia tidakmemahami ilmu kedokteran maka ia harus menanggung di depan Undang-Undang atas kesalahan pengobatan yang dilakukannya.2. PertanggungjawabanHadis di atas juga memberikan pengertian lain yang tidak kalah pentingya dengan diktum pertama, yaitu pertanggungjawaban terhadap kesalahan pelayanan pengobatan. Undang-Undang juga melindungi kesalahan dokter jika kesalahan itu tidak terbukti ada unsur kesengajaannya atau keteledorannya. Hadis di atas hanya membatasi pertanggungjawaban atas orang yang melakukan praktek tanpa izin praktek sebelumnya.3. Setiap penyakit ada obatnya Apabila ada penyakit yang hingga sekarang belum bisa disembuhkan oleh ilmu medis, oleh karena memang keterbatasan ilmu kita. Oleh karena itu Islam menganjurkan agar kita senantiasa berupaya melakukan penelitian sehingga menemukan obat yang dapat menyembuhkannya. Rasulullah SAW. Bersabda: Sesungungnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan menurunkan obatnya. Maka jika didapatkan obat maka sembuhlah ia dengan izni Allah.4. SpesialisasiIslam mendorong spesialisasi (keahlian khusus) dalam pelayanan kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar setiap dokter benar-benar ahli dalam bidang yang ditekuninya. Itulah sebabnya maka setiap kali Rasulullah melihat beberapa dokter yang merawat pasien beliau bertanya: Siapakah di antara kalian yang lebih menguasai spesialisasi tentang penyakit ini. Apabila beliau melihat seorang di antara mereka yang lebih mengetahui (ahli), maka beliau mendahulukan di antara yang lainnya.5. Tidak mengobati sebelum meneliti secara cermatDilarang mengobati sebelum meneliti pasien dengan tepat sehingga akan tahu jenis penyakit dan sebab-sebabnya. Syabardal, seorang tabib Bani Najran datang kepada Rasulullah SAW. Berkata: Demi Bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ini adalah seorang dokter dan tukan tenung kaumku pada masa jahiliyah, apa yang baik bagiku. Maka Rasulullah SAW bersabda: janganlah kamu mengobati seseorang sehingga kamu yakin benar penyakitnya.

Islam Sumber Etika TertinggiKebiasaan membuktikan bahwa ajaran etika yang semata-mata hanya bersumber dari manusia akan mudah dilanggar bagaimanapun indah rumusannya, termasuk Sumpah Hipocrates tidak akan ada artinya bila tidak disertai dengan iman kepada Allah swt. Karena rumusan-rumusan etika itu dapat saja dilanggar tanpa ada sangsi, bahkan dapat dihindarkan dengan berbagai dalih dan alasan sehingga yang berwajib tidak bisa berbuat apa-apa andaikata tidak ada pengaduan dari pasien atau masyarakat.Untuk itulah Allah swt. Pencipta alam semesta menurunkan agama kepada manusia dan beberapa kitab suci untuk dipedomani dan diutus Rasul-Rasul untuk menjadi contoh tauladan dalam melaksanakan dan mempraktekkan ajaran etika yang dikehendaki oleh Allah swt.Perlu diketahui bahwa salah satu misi Rasulullah yang amat penting ialah untuk meningkatkan akhlak ummat manusia. Hal itu dijelaskan sendiri oleh Rasulullah: Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (H.R. Malik). Sebagai utusan Allah, beliau menunjukkan dalam praktek hidup dan kehidupannya sehari-hari contoh-contoh akhlak yang baik, sehingga Allah memuji seperti yang dinyatakan Tuhan dalam Al-Quran: Dan engkau sesungguhnya memunyai akhlak yang tinggi. (QS: Al-Qalam: 4).Sesungguhnya akhlak yang dibawa dan dikembangkan oleh Rasulullah saw adalah banyak, meliputi segala segi dan sector kehidupan manusia. Saad bin Hisyam, seorang sahabat pernah bertanya kepada Aisyah, apakah isi akhlak Rasulullah itu? Aisyah menjawab dengan mengajukan pertanyaan: Bukankah anda sudah membacaAl-Quran? Isi Al-Quran itulah yang menjadi inti sari akhlak beliau.Setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan niat untuk mencari keridhaan Tuhan, maka perbuatan itu akan menjadi ibadah di sisi Allah swt. Dengan adanya sanksi (pahala dan dosa) atas setiap perbuatan manusia, maka mereka yang secara konsisten melakukan segala jenis kebajikan dengan dasar keimanan dan keikhlasan, ia pasti merasa puas dan bahagia serta memeroleh kemantapan dan ketenangan dalam jiwanya. Jiwa yang puas, tenang dan bahagia akan sulit berbuat pelanggaran dan penyelewengan, karena justru perbuatan yang demikian itu, akan mengganggu ketentraman jiwanya, karena ia merasa diri berdosa. Dan bagi seorang yang telah memiliki penghayatan dan ketaatan yang baik dalam melaksanakan ajaran agamanya, maka berbuat dosa, walau sekecil apapun, jiwanya pasti tidak bisa tentram kecuali setelah ia bertobat dengan sungguh-sungguh kepada Allah swt. Dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan benar-benar selanjutnya berbuat kebajikan. Karena itu, seorang dokter yang taat beragama, ia tidak hanya semata-mata melihat perbuatannya itu sekedar menunaikan kewajiban, tetapi juga sekaligus menilai perbuatannya itu sebagai ibadah kepada Allah swt.Seorang dokter yang telah bersumpah akan membaktikan hidupnya demi kepentingan perikemanusiaan, menjalankan tugasnya dengan cara yang terhormat dan bersusila, kesehatan penderita senantiassa diutamakan, menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan, tidak mempergunakan pengetahuan kedokterannya untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan, begitu pula seperti yang tercantum dalam kode Etik Kedokteran Indonesia. Semua itu dilakukan bukan semata-mata sekedar sebagai sumpah melainkan lebih daripada itu, ia justru melakukan itu karena dipandang dan dirasakan sebagai ibadah dan perintah dari Allah swt. Bahkan sebagai amanah yang apabila dilaksanakan dengan baik pasti ia akan memeroleh pahala di sisi Tuhan dan kalau tidak ia akan memeroleh murka dari pada-Nya.Karena itu mengucapkan sumpah seperti yang biasa dilakukan pada penyumpahan dokter, adalah bukan suatu ucapan yang boleh diremehkan atau dilalaikan begitu saja, karena orang yang bersumpah itu pada hakikatnya adalah orang yang mengucapkan suatu janji di hadapan Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai sanksi dengan menyebut nama-Nya atau sifat-Nya secara langsung dalam janjinya itu.Sumpah memunyai arti menguatkan sesuatu dengan mengucapkan nama Allah seperti: Demi Allah (wallahi, wabillahi, watallahi) dan seterusnya. Seorang dokter yang telah berjanji dengan mengucapkan sumpah kedokteran kemudian diperkuat dengan sumpah menurut agama, maka ia sungguh-sungguh telah terikat dengan ikrarnya itu. Sumpah di sini artinya keterikatan tetapi dilakukan dengan penuh kesadaran, kesengajaan, kerelaan, bukan karena paksaan, dan karena itulah seorang dokter dengan sumpahnya itu ia berani dengan sungguh-sungguh mempertaruhkan kehormatan dan jiwanya.Karenanya para dokter yang sungguh-sungguh menghayati sumpahnya tidak mengherankan apabila mereka selalu siap dalam tempo 24 jam untuk menunaikan tugas baktinya memberikan pertolongan kepada penderita dengan tekad bahwa kesehatan penderita senantiasa ia utamakan dalam rangka membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanusiaan.Seorang dokter yang telah bersumpah menurut agama yang diyakininya, pasti akan berusaha menjadi seorang dokter yang baik, menunaikan tugas profesinya dengan penuh rasa tanggung jawab di hadapan Tuhan yang maha Kuasa. Dan kalau ia sudah taat kepada agamanya pasti akan senantiasa sadar bahwa dirinya selalu dalam kontrol dan pengawasan Tuhannya. Ia yakin akan rman tuhan yang artinya: apakah ia tidak mengetahui bahwa Allah senantiasa memerhatikan dia. Di ayat lain, dikatakan: Dan Allah itu selalu beserta kamu dimana saja kamu berada. Dan rman Tuhan: Dan kami lebih dekat dari padanya dari urat lehernya sendiri.Seorang dokter yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, tidak memerhatikan etika, pasti akan melakukan berbagai tindakan yang sangat merugikan pasien, bahkan bukan tidak mungkin melakukan pemerasan terhadap pasien demi memenuhi kesenangan hawa nafsunya yang tidak pernah puas itu, sehingga dokter bukan lagi pemberi ketenangan, kesembuhan dan kebahagiaan kepada pasien, melinkan penderitaan lahir batin. Sebagai contoh dapat dilihat dalam hubungan dokter dengan pasien. Pasien membutuhkan dokter untuk pengobatan, demi kesembuhan mereka dari penyakit yang mereka derita. Dalam hal ini dokter membutuhkan pula uang dari pasien. Maka sebagai orang sakit tentu dia bersedia untuk memberikan apapun asal dia dapat disembuhkan dari penyakitnya. Ia bersedia memberikan pengorbanan apapun demi keselamatan dan kesehatan dirinya. Dalam suasana seperti ini, bila dokter tidak dibekali dengan etika dan agama, maka iapun dapat menghendaki sebanyak mungkin lagi dari penderita, apatahlagi apabila dokter ini tidak beriman da bertaqwa kepada Allah swt.