Estrogen Berhubungan Dengan Terjadinya CA Servix
-
Upload
m-rizki-fadlan -
Category
Documents
-
view
58 -
download
0
Transcript of Estrogen Berhubungan Dengan Terjadinya CA Servix
Estrogen berhubungan dengan terjadinya Ca. Servix, hal ini sesuai dengan penelitian Sang-Hyuk
Chung (2010) yang menyatakan bahwa penggunaan estrogen akan menyebabkan meningkatnya
rangsangan terhadap ekspresi HPV onkogen, menyebabkan proliferasi dari ca.cervix dan
mencegah terjadinya apoptosis. Estrogen berikatan dengan reseptornya sitosol / nuklir (ERα dan
ERβ) dan reseptor membran GPR30 untuk dapat berfungsi. Estrogen mengikat ERs dalam
sitoplasma dan menginduksi homo atau hetero-ER dimerisasi. Estrogen terikat ERs kemudian
terjadi translokasi di nukleus, di mana estrogen akan mengaktifkan atau memepengaruhi gen
target oleh dua mekanisme yang berbeda. jalur klasik: ER mengikat ERE dan memodulasi gen
target.Jalur non klasik ER mengikat AP1 atau Sp1yang merupakan faktor transkripsi terkait
dengan modifikasi fungsi estrogen. Estrogen juga berikatan ke reseptor membran GPR30
merupakan reseptor G-Protein, dan menyebabkan terjadinya transduksi berbagai jalur sinyal
tidak terbatas pada fosfatidil inositol 3-kinase (PI3K) tetapi juga mitogen-activated protein
kinase (MAPK), dan sinyal Ca2 + (jalur non-genomik).Hal ini akan dapat mengaktivasi
multipoint reserve cell. Multipoten reserve sel yang ada pada squamocollumnar junction serviks
adalah jenis sel progenitor untuk kanker serviks. Infeksi HPV (SDM-HPV), seperti HPV-16,
menginfeksi dan bertahan dalam sel-sel, dan menyebabkan terjadinya differensiasi menyimpang
dari servix, yang mengarah ke metaplasia skuamosa atipikal (ASM). ASM dapat berkembang
menjadi neoplasia intraepitel servikal (CIN) kelas 1-3 dan akhirnya kanker serviks. Proses
penyakit progresif neoplastik biasanya butuh waktu lebih dari satu dekade setelah infeksi HPV
awal sebelum mencapai puncaknya pada kanker. Infeksi HPV juga berhubungan dengan aktivasi
protoonkogen E6 dan E7 yang berhubungan dengan hambatan aktivasi tumor supressor gen
seperti P53 dan PRb. Kesimpulannya terdapat sinergi antara HPV dan estrogen pada kanker
serviks. Tiga HPV onkogen E5, E6, dan E7 memberikan kontribusi untuk berbagai tingkat
berkembangnya kanker serviks melalui kemampuan mereka untuk menginduksi proliferasi sel,
menghambat kematian sel, respon DNA terhadapan keruskan transkripsi, dan menginduksi
ketidakstabilan genom. Estrogen menyebabkan kanker serviks setidaknya sebagian melalui ERα
yang akan meng induksi proliferasi sel. Produk HPV gen dapat meningkatkan atau stimulasi
transkripsi estrogen ERα. Interaksi antara HPV dan estrogen dapat berkontribusi pada kegiatan
sinergis dari faktor-faktor virus dan seluler dalam menyebabkan kanker serviks.
Penelitian ini mendukung penelitian Paul F. Lambert (2009), yang menyatakan
bahwa pada model tikus dengan infeksi HPV dengan Ca.Servix, estrogen menyebabkan
berkembangnya kanker vagina maupun cervix. Reseptor estrogen α (ERα) juga diperlukan pada
tikus untuk menyebabkan terjadnya kanker. Data-data penelitian tersebut umumnya konsisten
dengan observasi pada wanita yang jangka panjang menggunakan kontrasepsi oral atau
kehamilan kembar yang secara signifikan meningkatkan risiko untuk terjadinya kanker serviks
pada HPV positif. Penelitian tersebut juga menguji apakah obat yang mengganggu fungsi ERα
efektif dapat mengobati dan / atau mencegah kanker serviks pada tikus. Hasil penelitian
didaptkan bahwa ER antagonis lengkap, ICI 182.780 (ICI), serta ER modulator selektif,
raloxifene, cukup efekif mencegah terjadinya karsinoma pada servix mauun pada vagina.
Temuan ini menunjukkan nilai potensial antagonis ER dalam mengendalikan penyakit
ginekologi dalam saluran reproduksi wanita.
Penelitian ini juga mendukung penelitian Anny Shai (2008), yang menyatakan bahwa
estrogen secara signifikan berpengaruh terhadap perkembangan karsinoma pada cervix maupun
paudara. Hal ini berhubungan dengan efek sinergi anara paparan estrogen terhadap erjadinya
insufisiensi P53 (tumor suppressor gen) yang dapat menyebabkan terjadinya ca. servix.
Penelitian iu juga menyebutkan estrogen sebagai kofaktor yang sangat penting dalam
menyebabkan terjadinya keganasan pada cervix maupun payudara.
Penelitian ini mendukung penelitian Jose Diaz-Chavez (2009), yang menyatakan
bahwa erdapa sinergi antara estrogen dan HPV (E7) dalam menyebabkan erjadinya ca. servix,
dianaranya dengan efek sinergis kedua faktor tersebut dalam menyebabkan terjadinya perubahan
modulasi signal transduksi TGF-β yang akan mempengaruhi siklus MRNA yang dapa
menyebabkan terjadinya peningkaan proliferasi dari epitel squamus baik pada cervix maupun
pada vagina. TGF-β merupakan mediator yang efektif dalam penghambaan pertumbuhan sel.
TGF-beta memainkan berbagai peran dalam proses perkembangan kanker. Hal ini dikarenakan
TGF-beta adalah inhibitor poten pertumbuhan sel normal stroma, hematopoietik, dan epitel.
Namun, di beberapa titik selama perkembangan kanker sebagian besar sel baik sebagian atau
seluruhnya berubah menjadi resisten terhadap penghambatan pertumbuhan TGF-beta. Ada bukti
yang berkembang bahwa pada tahap akhir perkembangan kanker TGF-beta secara aktif disekresi
oleh sel tumor dan tidak hanya disekresikan akan tetapi mengalami perubahan fungsi
memberikan kontribusi untuk pertumbuhan sel, invasi, dan metastasis.
Penelitian ini menemukan fakta bahwa estrogen, tidak hanya menimbulkan
terjadinya ca. servix akan tetapi juga menyebabkan progresi keganasan dari ca. servix. Temuan
klinis ini penting, dikarenakan sejauh ini belum ada evaluasi mengenai ketergantungan Ca.
Servix terhadap adanya estrogen.
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa estrogen mungkin merupakan sasaran
terapi penting dalam kanker serviks manusia, asalkan mukosa cervix manusia berespon sama
dengan tikus coba. Sayangnya, masih terdapat keterbaasan informasi, apakah senyawa
antiestrogenik mempengaruhi penyakit serviks pada wanita. Beberapa uji klinis yang terbatas
telah dilakukan pemantauan pengaruh tamoxifen pada penyakit serviks. Variasi dalam dosis
antara studi dan pendeknya pengobatan (pengobatan terpanjang adalah 10 hari) kemungkinan
memberikan kontribusi pada variabilitas dalam temuan klinis. Sampai saat ini masih belum jelas
apakah tamoxifen bertindak sebagai agonis reseptor estrogen atau antagonis dalam konteks epitel
serviks (35, 36). Jelas, penelitian tambahan diperlukan untuk menilai relevansi biologis temuan
mengenai peran estrogen pada kanker serviks yang dijelaskan di penelitian ini.