esofagitis referat

23
BAB I PENDAHULUAN Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh luka bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat, dan zat organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia yang bersifat korosif ini akan menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap oleh darah. 1 Sebanyak 70% dari kasus esofagitis korosif disebabkan oleh basa kuat, 20% oleh asam kuat karena sifat dari basa kuat yang tidak berasa di lidah, sedangkan asam mempunyai rasa yang pahit dan menyebabkan lidah rasa terbakar. Hasil statistik di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat 5.000 sampai 10.000 kasus tertelan zat-zat kaustik pertahun, baik disebabkan asam kuat, basa kuat maupun zat korosif lainnya. Sekitar 80% kasus ini terjadi pada anak-anak, dan 50% di antaranya terjadi pada anak usia kurang dari 4 tahun. Kasus ini juga terjadipada orang dewasa yang mencoba bunuh diri dengan cara meminum zat- zat korosif dan biasanya tingkat kerusakan yang ditimbulkan lebih serius karena adanya unsur kesengajaan, jumlah zat yang masuk lebih banyak dan jenisnya lebih berbahaya. 2,3 Basa kuat adalah zat-zat yang mempunyai pH lebih dari 12 seperti natrium karbonat, natrium metasilikat, amonia, sodium hidroksida, dan potassium hidroksida, zat ini dapat dijumpai sehari-hari diantaranya pada sabun

Transcript of esofagitis referat

BAB I

PENDAHULUAN

Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh

luka bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat,

basa kuat, dan zat organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif.

Zat kimia yang bersifat korosif ini akan menimbulkan gejala keracunan bila telah

diserap oleh darah.1

Sebanyak 70% dari kasus esofagitis korosif disebabkan oleh basa kuat, 20%

oleh asam kuat karena sifat dari basa kuat yang tidak berasa di lidah, sedangkan asam

mempunyai rasa yang pahit dan menyebabkan lidah rasa terbakar. Hasil statistik di

Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat 5.000 sampai 10.000 kasus tertelan

zat-zat kaustik pertahun, baik disebabkan asam kuat, basa kuat maupun zat korosif

lainnya. Sekitar 80% kasus ini terjadi pada anak-anak, dan 50% di antaranya terjadi

pada anak usia kurang dari 4 tahun. Kasus ini juga terjadipada orang dewasa yang

mencoba bunuh diri dengan cara meminum zat- zat korosif dan biasanya tingkat

kerusakan yang ditimbulkan lebih serius karena adanya unsur kesengajaan, jumlah zat

yang masuk lebih banyak dan jenisnya lebih berbahaya.2,3

Basa kuat adalah zat-zat yang mempunyai pH lebih dari 12 seperti natrium

karbonat, natrium metasilikat, amonia, sodium hidroksida, dan potassium hidroksida,

zat ini dapat dijumpai sehari-hari diantaranya pada sabun pencuci piring, sabun

pencuci kain, dan pembersih lantai. Asam kuat adalah zat-zat yang mempunyai pH

kurang dari 2, seperti asam nitrat, asam hidroklorat, merkuri, asam sulfat, perak nitrat,

fenol, natrium hipoklorit zat-zat tersebut terdapat pada pemutih pakaian, pembersih

toilet, pembersih saluran air, pembersih karat, kaporit, dan sebagainya.4

Esofagitis korosif mempunyai keluhan gejala atau timbulnya manifestasi klinis

sangat tergantung pada jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif,

lama kontaknya dengan dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak dan

dimuntahkan atau tidak. Akibatnya esofagitis korosif ini bisa menimbulkan beberapa

keadaan, seperti pada fase akut, fase laten dan fase kronis. Pada fase akut, esofagitis

akut mudah dikenali karena berlangsung cepat dan biasanya penyebabnya lebih

mudah dikenali. Sedangkan pada fase laten dan fase kronis yang membutuhkan waktu

yang lebih lama juga lebih sulit dikenali dan biasanya sudah menimbulkan

komplikasi. Akibatnya penanganan esofagitis korosif padafase laten dan kronis juga

lebih sulit.1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Esofagus

Esofagus merupakan lapisan otot yang berbentuk seperti tabung yang

memanjang, mulai dari vertebra servikal 6 sampai torakal 11, atau dari hipofaring

sampai ke lambung, dengan panjang lebih kurang 23 sampai 25 cm. Dalam keadaan

normal, lumen esofagus kolaps, dan berbentuk pipih. Secara umum esofagus dapat

dibagi dalam 3 lokasi anatomi yaitu: 2,3

1. Pada daerah leher esofagus berada pada garis tengah leher, di belakang laring dan

trakea, pembuluh darah di daerah ini adalah percabangan arteri tiroid inferior dan

vena tiroid inferior, aliran limfe pada daerah ini adalah kelenjar limfe paraesofagus

servikal dan jugularis inferior.

2. Daerah torakal bagian atas esofagus lewat di belakang percabangan trakea, bronkus

kiri, lalu ke belakang atrium kiri selanjutnya masuk ke daerah abdomen melalui hiatus

esofagus pada diafragma, pembuluh darah di daerah ini adalah percabangan aorta

torakalis, vena azygos dan vena hemiazygos, aliran limfenya terdiri dari kelenjar

limfe mediastinum superior, parabronkial, hilus, dan paraesofagus.

3. Bagian esofagus abdominal yang panjangnya hanya 1,25 cm, berada pada

permukaan posterior lobus kiri hati, permukaan kiri dan depan esofagus abdominal

diliputi oleh peritonium, pembuluh darah pada daerah ini adalah cabang arteri

gastrikus kiri, arteri frenikus inferior, dan vena gastrikus kiri, aliran limfenya terdiri

dari kelenjar limfe gaster kiri, retrokardia, dan celiaca. 

Persarafan esofagus berasal dari nervus vagus (parasimpatis) dan ganglion

simpatis, esofagus bagian servikal disarafi oleh nervus laringeus rekuren, dibagian

torakal nervus vagus membentuk fleksus esofagial kemudian bercabang dua

membentuk bagian kiri depan dan kanan belakang.4

Secara histologi esofagus tidak memiliki lapisan serosa, 3 lapisan esofagus

dari luar ke dalam yaitu : 5

1. Lapisan paling luar terdiri dari 2 lapisan otot; yang terluar lapisan otot longitudinal,

dan pada bagian dalam lapisan otot sirkuler.

2. Lapisan submukosa yang terdiri dari serat elastis dan fibrous, lapisan ini merupakan

lapisan yang terkuat dari esofagus.

3. Lapisan paling dalam (lapisan mukosa) yang merupakan sel-sel epitel squamosa,

terbagi atas lamina propia dan muskularis mukosa. Lapisan otot pada bagian sepertiga

atas dari esofagus merupakan lapisan otot lurik, sedangkan dua pertiga bawah adalah

lapisan otot polos.

2.2 Fisiologi Esofagus

Aktivitas yang terkoordinasi dari sfingter esofagus atas (upper esophageal

sphingter), badan esofagus, dan sfingter esofagus bawah (lower esophageal sphingter)

penting untuk fungsi motorik esofagus dalam mengantarkan makanan masuk ke

lambung.6

1. Sfingter esofagus atas. Bagian ini dipersarafi langsung oleh saraf motorik dari otak.

Dalam keadaan istirahat, sfingter esofagus atas tetap dalam keadaan berkontraksi

dengan tekanan 60-100 mmHg, hal ini mencegah masuknya udara dari faring ke

esofagus dan mencegah terjadinya refluks dari esofagus ke faring. Pada saat menelan,

bolus makanan didorong oleh lidah masuk ke faring, terjadi relaksasi otot sfingter

atas, setelah makanan lewat otot ini kembali pada keadaan normal.

2. Badan esofagus. Setelah makanan melewati otot sfingter atas, badan esofagus

berkontraksi mulai dari bagian paling atas dengan kecepatan 3-4 cm/detik dan tekanan

kontraksi 60-140 mmHg.

3. Sfingter esofagus bawah. Panjang sfingter esofagus bawah sekitar 3-4 cm dengan

tekanan kontraksi pada saat istirahat adalah 15-24 mmHg. Pada saat menelan, otot

sfingter ini relaksasi sekitar 5-10 detik agar makanan bisa masuk ke dalam lambung.

2.3 Definisi Esofagitis Korosif 

Esofagitis korosif adalah peradangan esofagus yang disebabkan oleh luka

bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asam kuat, basa kuat dan zat

organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia yang

bersifat korosif akan menimbulkan kerusakan pada saluran yang dilaluinya sedangkan

zat kimia yang bersifat toksik hanya menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap

oleh darah. Esofagitis ini disebut juga esofagitis kaustik karena disebabkan oleh zat

kimia kaustik.1

2.4 Epidemiologi Esofagitis Korosif 

Angka kejadian esofagitis korosif tertelan asam kuat, basa kuat, cairan

pemutih diperkirakan sekitar 3-5 % dari kasus kecelakaan dan bunuh diri atau sekitar

5.000-10.000 kasus pertahun di Amerika Serikat. Anak di bawah 5 tahun dilaporkan

sering tertelan zat yang bersifat korosif akibat ketidaksengajaan dan kelalaian.

Sedangkan pada remaja dan dewasa dilaporkan kasus cukup sering pada remaja

sebagai percobaan bunuh diri. Tidak ada perbedaan jenis kelamin dan ras yang

mempengaruhi terjadinya esofagitis korosif.2

2.5 Etiologi Esofagitis Korosif 

Esofagitis korosif paling sering ditimbulkan oleh tertelannya zat pembersih

rumah tangga, biasanya oleh anak-anak. Zat yang paling merusak adalah natrium

hidroksida, atau yang menyebabkan lisisnya jaringan serta seringkali menembus

dinding esofagus. Cairan pembersih saluran dapat merusak esofagus atau

menimbulkan lesi. Zat kimia khususnya yang menyebabkan esofagitis korosif berat

adalah larutan pembersih atau disinfektan. Faktor yang berkontribusi pada

perkembangan refluks esofagitis adalah refluksat kaustik, ketidakmampuan

membersihkan refluksat dari esofagus, volume isi gaster, dan fungsi protektif mukosa

lokal. Jenis dan jumlah zat kimia yang tertelan menentukan derajat keparahan dan

lokasi kerusakan. Zat kimia tersebut dapat merusak sebatas mukosa, submukosa,

bahkan seluruh lapisan esofagus. Gejala diperburuk oleh penggunaan alcohol,

merokok, gaya hidup yang kurang baik dan obesitas. 5

2.6 Patofisiologi Esofagitis Korosif 

Zat-zat kaustik seperti asam kuat dan basa kuat merusak jaringan tubuh

dengan merubah struktur ion dan struktur molekul serta mengganggu ikatan kovalen

pada sel.4 

1. Basa kuat. Tertelan basa kuat menyebabkan jaringan nekrosis mencair

(liquefactumnecrosis), sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan

melarutkan protein. Kematian sel disebabkan oleh emulsifikasi dan perusakan struktur

membran sel. Ion hidroksi (OH-) yang berasal dari zat basa bereaksi dengan jaringan

kolagen sehingga menyebabkan terjadinya bengkak dan pemendekan jaringan

(kontraktur), trombosis pada pembuluh darah kapiler, dan produksi panas oleh

jaringan.4,5

Jaringan yang paling sering terkena pada kontak pertama oleh basa kuat

adalah lapisan epitel squamosa orofaring, hipofaring, dan esofagus. Esofagus

merupakan organ yang paling sering terkena dan paling parah tingkat kerusakannya

saat tertelan basa kuat dibandingkan dengan lambung. Dalam 48 jam terjadi udem

jaringan yang bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas, selanjutnya dalam 2-4 minggu

dapat terbentuk striktur.4

 2. Asam kuat. Kerusakan jaringan akibat tertelan asam kuat bersifat nekrosis

menggumpal (coagulation necrosis), terjadi proses denaturasi protein superfisial yang

akan menimbulkan bekuan, krusta atau keropeng yang dapat melindungi jaringan di

bawahnya dari kerusakan. Lambung merupakan organ yang palingsering terkena pada

kasus tertelan asam kuat, pada 20% kasus usus kecil juga dapat terkena. Keropeng

dan bekuan protein yang terbentuk mengelupas dalam 3-4 hari digantikan oleh

jaringan granulasi, perforasi jaringan dapat terjadi pada proses ini. Komplikasi akut

yang terjadi adalah, muntah akibat dari spasme pylorik, perforasi dan perdarahan

saluran cerna. Jika zat asam terserap oleh darah menyebabkan asidosis metabolik,

hemolisis, gagal ginjal akut, dan kematian. 1,4

2.7 Gambaran Klinis Esofagitis Korosif 

Esofagitis korosif menurut derajat luka bakar yang ditimbulkan dapat dibagi

menjadi bentuk klinis yaitu :1

1. Esofagitis korosif tanpa ulserasi. Pasien mengalami gangguan menelan ringan.

Pada esofagoskopi tampak mukosa hiperemis tanpa ulserasi.

2. Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan. Pasien mengeluh disfagia ringan, pada

esofagoskopi tampak ulkus yang tidak dalam, terbatas pada lapisan mukosa saja.

3. Esofagitis korosif ulseratif sedang. Ulkus sudah mengenai lapisan otot, biasanya

ditemukan satu ulkus atau multipel.

4. Esofagitis korosif ulserasi berat tanpa komplikasi. Terdapat pengelupasan mukosa

serta nekrosis yang letaknya dalam, dan telah mengenai seluruh lapisan esofagus.

Keadaan ini jika dibiarkan akan menimbulkan striktur esofagus.

5. Esofagitis korosif ulseratif berat dengan komplikasi. Terdapat perforasi esofagus

yang dapat menimbulkan mediastinitis dan peritonitis. Kadang-kadang ditemui tanda-

tanda obstruksi saluran pernafasan atas dan gangguan keseimbangan asam basa.

Ada juga yang membaginya menjadi 3 derajat yaitu : 2,3

1. Derajat pertama mengenai lapisan mukosa saja sehingga terbentuk udem dan

eritem. Lapisan mukosa ini selanjutnya akan mengelupas dan sembuh tanpa striktur

dan jaringan parut.

2. Derajat kedua kerusakan menembus lapisan mukosa, submukosa dan muskularis

yang dalam 1-2 minggu akan membentuk jaringan granulasi dan ulserasi. Reaksi

fibroblas dimulai pada minggu ke-3 dan dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan akan terjadi penciutan kolagen dan pembentukan striktur.

3. Derajat tiga terjadi perforasi seluruh dinding esofagus.

Berdasarkan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam 3 fase :1, 3, 4 

1. Fase akut. Keadaan ini berlangsung selama 1-3 hari, pada anamnesa ditemukan

dispnea, disfagia, rasa nyeri dan terbakar pada rongga mulut, odinofagia, nyeri dada

dan perut, mual dan muntah, dan hematemesis. Pada pemeriksaan fisik

dapatditemukan : 1) Luka bakar pada daerah mulut, bibir, dan faring yang kadang-

kadang disertai perdarahan. 2) Tanda-tanda akan terjadinya obstruksi jalan nafas

seperti: stidor, suara serak, disfoni atau afonia, takipnu, hiperpnu, batuk. 3) Tanda-

tanda lain seperti demam, drooling, adanya membran putih pada palatum, udem

laring, spasme laring, tanda-tanda peritonitis.

2. Fase laten. Berlangsung selama 2-6 minggu, pada fase ini keluhan pasien

berkurang, suhu badan menurun, pasien merasa telah sembuh, sudah dapat menelan

dengan baik, akan tetapi sebenarnya proses masih berjalan dengan membentuk

jaringan parut (sikatriks).

3. Fase kronis. Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk

jaringan parut, sehingga terjadi striktur esofagus. Gejala lain yang bisa timbul adalah

fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan peningkatan resiko kanker saluran cerna.

Hal-hal lain yang menjadi masalah penting dan perlu diperhatikan pada kasus

esofagitis korosif antara lain :4

1. Akibat dari udem, perdarahan, dan pembentukan jaringan nekrosis dapat

menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas atas, oleh karena itu perlu dijaga agar

jalan nafas tetap baik.

2. Perforasi tidak hanya mengenai esofagus, tetapi dapat juga mengenai lambung,

usus, saluran pernafasan, dan pembuluh darah.

3. Kehilangan cairan dari muntah, adanya rongga ketiga (third space), dan perdarahan

saluran cerna dapat menyebabkan terjadinya syok dan hipovolemia.

4. Pada kasus tertelan asam kuat yang cukup banyak dapat menyebabkan terjadinya

asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut dan kegagalan fungsi multiorgan.

5. Walaupun pasien dapat selamat dari fase akut, namun pada fase kronis dapat terjadi

fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan kanker saluran cerna.

2.8. Penegakan Diagnosis Esofagitis Korosif 

2.8.1 Anamnesis

Berdasarkan anamnesis ditegakkan dengan adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat

organik, serta ditunjukkan dengan keluhan utama pasien rasa terbakar pada daerah

kerongkongan, rasa nyeri yang hebat, serta bisa juga mengeluhkan susah menelan.1,3

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Selain penegakan diagnosis dari autoanamnesis atau alloanamnesis yang cermat serta

diperlukan bukti-bukti yang diperoleh ditempat kejadian. Masuknya zat korosif

melalui mulut dapat diketahui dengan bau mulut ataupun muntahan. Adanya luka

bakar keputihan pada mukosa mulut atau keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan

akibat bahan kaustik atau korosif baik yang bersifat asam kuat maupun basa kuat.

Perbedaaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis koagulatif akibat paparan asam

kuat sedangkan basa kuat mengakibatkan nekrosis likuifaktif. Kerusakan korosif

hebat akibat alkali (basa) kuat pada esofagus lebih berat dibandingkan akibat asam

kuat, kerusakan terbesar bila PH > 12, akan tetapi tergantung juga konsentrasi bahan

tersebut.3

2.8.3 Pemeriksaan penunjang

Untuk menegakkan diagnosis, selain berdasarkan hasil anamnesis serta gambaran

keluhan dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan pemeriksaan

penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium, radiologik, esofagoskopi.1

1. Pemeriksaan radiologi 3

a. Foto torak dan abdomen. Pada fase akut, foto polos dengan posisi leteral dan

postero-anterior dapat memperlihatkan adanya perforasi seperti udara pada

mediastinum, pneumotorak, cairan pada pleura, atau gambaran udara bebas di bawah

diafragma. Pemeriksaan esofagogram dapat membantu untuk melihat adanya striktur

maupun perforasi. Gambaran adanya striktur esofagus biasanya lumen yang

menyempit, pinggir yang tidak rata, tapi bisa juga rata, tampak kaku, dan pada

umumnya terjadi pada bagian dekat arkus aorta.

b. CT-Scan. Pemeriksaan dengan CT-Scan lebih sensitif dan lebih dini dalam

mendeteksi adanya perforasi, striktur serta kemungkinan adanya kelainan pada organ

lain sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan lebih dini.

2. Pemeriksaan laboratorium.4

Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat tanda-

tanda gangguan elektrolit. Beberapa pemeriksaaan yang dapat dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, ureum dan kreatinin

untuk melihat tanda-tanda keracunan sistemik.

b. Pemeriksaan jumlah urin dan urinalisis untuk membantu menjaga keseimbangan

cairan.

3. Pemeriksaan endoskopi dengan esofagoskopi. 1,4

  Pemeriksaan esofagoskopi dilakukan pada hari ketiga setelah kejadian

atau jika luka pada bibir, mulut, dan faring sudah tenang. Jika pada waktu melakukan

esofagoskopi ditemukan ulkus, maka esofagoskop tidak boleh dipaksa melalui ulkus

tersebut karena ditakutkan terjadi perforasi. Esofagoskopi juga tidak boleh dilakukan

pada pasien dengan tanda-tanda perforasi saluran cerna yang jelas, udem atau nekrosis

saluran nafas yang hebat, dan pasien dengan hemodinamik tidak stabil, dengan alasan

meningkatkan resiko terjadinya cedera yang lebih parah. Derajat luka bakar pada esofagus

yang ditemukan pada esofagoskopi dapat dibagi menjadi : 3

Derajat I : eritema dan udem mukosa.·

Derajat IIA : perdarahan, erosi, lepuhan, ulkus, eksudat.·

Derajat IIB : lesi yang mengelilingi lumen esofagus (circumferential lesions).·

Derajat III : ulkus yang dalam, multipel, dan bewarna hitam kecoklatan atau

abu-abu.·

Derajat IV : perforasi.

4. Pemeriksaan endoscopic ultrasonography. 4 

Pemeriksaan ini lebih akurat dalam menilai tingkat kedalaman dari luka bakar

dibandingkan esofagoskopi.

2.9 Tatalaksana Esofagitis Korosif 

Tujuan terapi dari penatalaksanaan esofagitis korosif adalah mencegah perforasi

dan mencegah timbulnya striktur pada esofagus dan lambung.1

Menurut Kardon (2008), terapi pada esofagitis korosif dibagi : 4

1. Perawatan prehospital, terdiri dari :

a. Mengidentifikasi produk, konsentrasi dari komposisi aktif, dan berapa jumlah zat

yang tertelan.

b. Jangan menetralisir dengan cara meminumkan asam atau basa lemah karena akan

menghasilkan reaksi eksotermik yang akan memperparah luka bakar dan menginduksi

muntah.

c. Pada kasus tertelah basa kuat tipe bubuk atau padat, pemberian susu atau air dalam

jumlah yang sedikit sebelum waktu 30 menit akan membantu untuk menghilangkan

zat-zat yang masih menempel pada mukosa mulut atau esofagus. Sedangkan pada

kasus asam kuat atau basa kuat cair pemberian susu atau air ditakutkan akan

merangsang muntah sehingga dapat menyebabkan perforasi dinding esofagus.

2. Perawatan instalasi gawat darurat.

a. Monitoring tanda-tanda vital, jalan nafas, jantung, dan pemasangan IVFD,

pemberian CaCl2 pada pasien yang tertelan zat hidrogen florida dapat mencegah

cardiac arrest oleh karena hipokalsemia

b. Pengendalian jalan nafas, karena dapat terjadi udem pada jalan nafas, maka

monitoring harus sesegera mungkin, peralatan untuk intubasi maupun trakeostomi

harus siap.

c. Pengosongan lambung dan dekontaminasi. Jangan merangsang timbulnya muntah

karena akan menyebabkan terjadinya paparan ulang zat kaustik ke mukosa esofagus

yang bisa memperparah derajat luka bakar. Metode bilas lambung dengan cara-cara

tradisional yang menggunakan pipa orogastrik dengan kaliber yang besar seperti

menggunakan Edwal’s orogastric tube dikontraindikasikan untuk kasus tertelan asam

kuat maupun basa kuat karena resiko perforasi dan aspirasi trakea yang tinggi.

Penggunaan naso-gastric tube (NGT) sangat baik pada kasus tertelan asam kuat

karena dapat mencegah masuknya zat kaustik ke usus kecil.

d. Pembedahan segera dilakukan jika terdapat perforasi, mediastinitis atau

peritonitis.4,7

3. Terapi medikamentosaa.

a. Antibiotik golongan sefalosporin seperti ceftriakson mempunyai spektrum

antibakteri yang luas terhadap gram positif dan gram negatif

b. Preparat penghambat pompa proton seperti omeprazol dan pantoprazol dapat

mengurangi paparan zat asam lambung ke esofagus yang dapat mengurangi resiko

terjadinya striktur.

c. Penggunaan kortikosteroid sebaiknya dipertimbangkan karena penelitian

menunjukkan bahwa pembentukan striktur terjadi berdasarkan derajat kerusakan

jaringan. Menurut literatur lainnya, penatalaksanaan esofogitis korosif dilakukan

dalam 24 jam pertama setelah tertelan zat kaustik, pasien harus diberi cairan

parenteral dan diobservasi akan kemungkinan mediastinitis, fistel trakea-esofagus,

perforasi lambung, peritonitis, pneumonia, dan udem laring. Kurang lebih 24 jam

setelah kejadian dilakukan esofagoskopi dengan anastesia umum endotrakea untuk

menentukan apakah ada luka bakar di esofagus. Jika terdapat luka bakar esofagoskopi

dihentikan, esofagoskop tidak boleh dilanjutkan melalui daerah luka bakar untuk

menghindari terjadinya perforasi esofagus. Jika pada esofagoskopi tidak ditemukan

luka bakar, pasien dapat dipulangkan dari rumah sakit dalam 2-3 hari setelah luka

bakar pada daerah mulut dan orofaring cukup membaik dan dapat minum peroral

secukupnya. Bila pada esofagoskopi terdapat luka bakar harus dipasang pipa

nasogaster polietilen yang kecil untuk pemberian makanan dan mempertahankan

lumen esofagus. Terapi kortikosteroid harus dimulai dan diteruskan sampai 6 minggu,

biasanya hari pertama 200-300 mg sampai hari ke-3, setelah itu diturunkan bertahap

setiap 2 hari dengan dosis maintenance 2x50 mg perhari. Antibiotik spektrum luas

diberikan sampai pemeriksaan radiologi esofagus dengan kontras menunjukkan

penyembuhan mukosa, biasanya selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam.

Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Segera setelah pasien dapat

menelan cairan, biasanya 3-4 hari setelah kejadian, diberikan antibiotik peroral untuk

mendapatkan efek topikal pada jaringan granulasi. Pemberian makanan yang

mengandung partikel yang dapat berkumpul di jaringan granulasi jangan diberikan

dulu sampai ada bukti penyembuhan mukosa secara radiografi dengan kontras.1,6 

Esofagogram dibuat pada minggu ke 3 dan pada minggu ke 6, jika terbukti ada

pembentukan striktur setelah terapi kortikosteroid dihentikan, businasi dimulai. Pada

luka bakar berat, pipa untuk pemberian makanan tidak dikeluarkan sampai resiko

pembentukan striktur terlampaui. Pipa makanan atau tali harus tetap terpasang pada

pasien dengan pembentukan striktur untuk mencegah hilangnya lumen secara total. 1,7

Indikasi pembedahan antara lain :3

1. Stenosis komplit lumen esofagus yang gagal dilakukan usaha dilatasi.

2. Terdapat gambaran ireguler dan seperti membentuk kantong pada dinding esofagus

dengan pemeriksaan kontras barium.

3. Pembentukan fistula

4. Tidak bisa mempertahankan lumen setelan dilakukan businasi sebanyak 40 French.

5. Pasien yang menolak atau tidak bisa dilakukan businasi dalam jangka waktulama.

6. Timbulnya komplikasi seperti perforasi, mediastinitis atau peritonitis.

2.10. Komplikasi Esofagitis Korosif 

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain : 1, 4

1. Udem dan obstruksi jalan nafas.

2. Perforasi gastroesofageal.

3. Mediastinitis, perikarditis, pleuritis, fistel trakeoesofageal, fistel esofagealaorta, dan

peritonitis.

4. Pembentukan striktur dalam 2-4 minggu.

5. Obstruksi saluran lambung ke duodenum.

6. Pardarahan saluran cerna.

7. Gejala keracunan sistemik akibat terserapnya zat ke dalam darah.

8.Cardiac arrest oleh karena hipokalsimia akibat hidrogen florida.

9. Karsinoma sel skuamosa, dapat terjadi dalam 40 tahun setelah paparan.

2.11 Prognosis Esofagitis Korosif 

Prognosa tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis

zat yang tertelan, lama paparan, Ph, volume, konsentrasi, kemampuannya menembus

jaringan, serta jumlah kerusakan jaringan yang diperlukan untuk menetralisir zat yang

masuk.1,3

Angka kematian berkisar 1-4% karena teknik pembedahan, anastesi,

antibiotik, dan nutrisi yang efektif, kematian pada umunya disebabkan oleh

mediastinitis, peritonitis, sepsis, malnutrisi, aspirasi, dan kegagalan fungsi

multiorgan.3

BAB III

KESIMPULAN

Esofagitis korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar

karena zat kimia bersifat korosif. Penyebab esofagitis korosif adalah asam kuat, basa kuat dan

zat organik. Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada jenis

zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan dinding

esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak.

Diagnosis ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik,

pemeriksaan fisik, bukti-buki yang diperoleh ditempat kejadian, pemeriksaan radiologik,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan esofagoskopi.

Penatalaksanaan esofagitis korosif bertujuan untuk mencegah pembentukan striktur.

Terapi esofagitis korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronik. Pada fase akut, dilakukan

perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan esofagoskopi. Fase kronik telah

terjadi striktur, sehingga dilakukan dilatasi dengan bantuan esofagoskop. Komplikasi

esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring, pneumonia aspirasi, perforasi

esofagus, mediastinitis, dan kematian.

Prognosis tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis zat yang

tertelan, lama paparan, pH, volume, konsentrasi, kemampuannya menembus jaringan, serta

jumlah kerusakan jaringan yang diperlukan untuk menetralisir zat yang masuk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadjat, Fachri. Esofagitis Korosif. Dalam Soepardi EA, Iskandar H (Ed.). Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Fakultas Kedokeran

Universitas Indonesia. 2007. hal: 293-295

2. Lionte, Catalina, et all. Unusual Presentation and Complication of Caustic Ingestion; Case

Report. J Gastrointestine Liver Disease. March vol.16. No.1. 2007. p. 109-112

3. Alijenad, A. Caustic Injury to the Upper Gastrointestinal Tract. Shiraz E medical Journal.

2003; 4(1). p. 135-144

4. Kardon, EM. Caustic Ingestion. Updates on the Evaluation and Management of Caustic

Injuries. Emerg Med J. May 2007. 25(2); p.459-476

5. Siegel LG. Penyakit Jalan Nafas Bagian Bawah, Esofagus, dan Mediastinum. Dalam :

Buku Ajar Penyakit THT BOIES. Edisi ke- 6. Jakarta. EGC. 1997; hal. 457-459

6. Laluani, AK. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery.

United State of America : The McGraw-Hill Companies Inc. 2008. p.486-487

7. Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Edisi3. Jakarta. EGC.

2010. Hal. 212-215