EROSI PANTAI KAWASAN PESISIR BALI SELATAN DAN …konteks.id/p/04-017.pdf · 70,33 km dari panjang...
Transcript of EROSI PANTAI KAWASAN PESISIR BALI SELATAN DAN …konteks.id/p/04-017.pdf · 70,33 km dari panjang...
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 159
EROSI PANTAI KAWASAN PESISIR BALI SELATAN DAN UPAYA
REKAYASA MITIGASINYA
IGB. Sila Dharma
Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana
Email: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Bali memiliki panjang pantai ± 430 km, dimana sekitar 18% merupakan pantai karang dengan pasir
putih. Selebihnya di sepanjang pantai mempunyai pasir vulkanik yang berwarna hitam. Industri
pariwisata terpusat di daerah timur dengan pantai karang yaitu Sanur, Nusa Dua dan Kuta yang
mencapai 6% dari total garis pantai di Bali. Pariwisata di Bali merupakan kontribusi utama bagi
perekonomian nasional yang memberikan kontribusi lebih dari 15% untuk GDP. Sekitar 16 % atau
70,33 km dari panjang pantai telah mengalami erosi akibat faktor alam maupun manusia. Aktivitas
manusia diperkirakan mempercepat proses kerusakan pantai antara lain terjadinya penambangan
terumbu karang, pengambilan/penambangan batu kali ataupun pasir sungai, penambangan pasir laut
untuk bahan bangunan dan reklamasi, dan pembuatan bangunan-bangunan pantai yang bersifat
lokal/setempat-setempat ataupun berskala besar. Perlindungan pantai sepanjang pesisir pulau Bali,
terutama kawasan Bali Selatan sudah lama ada hanya saja kasus perlindungan pantai hanya sebatas
kepentingan-kepentingan individu, dengan kata lain hanya sebatas melindungi kawasan pantai yang
berada di depan masing-masing hotel. Pelaksanaan konstruksi rehabilitasi pantai baru dilaksanakan
tahun 2000 dengan sumber dana dari bantuan lunak Jepang (JBIC/OECF). Pelaksanaan pekerjaan
untuk kawasan pantai Sanur baru dimulai pada tahun 2001, untuk pantai Nusa Dua baru dimulai
bulan September 2001 dan untuk untuk pantai Tanah Lot dimulai pada bulan Juni 2000. Kegiatan
rehabilitasi pantai di ketiga kawasan tersebut diselesaikan pada tahun 2003 mencakup pembuatan
bangunan pantai berupa groin dan breakwater serta pengisian pasir. Hasil monitoring menunjukkan
bahwa secara teknis pengisian pasir merupakan metoda yang sangat layak diterapkan dalam
menangani erosi pantai. Satu konsekuensi dari kegiatan pengisian pasir ini adalah apabila pasir yang
diisikan tersebut cocok dan tahan lama, material ini akan tetap bertahan di tempat baru seperti pasir
asalnya sehingga memberikan manfaat lebih bagi pantai sekitarnya. Kehawatiran lainnya adalah
bagaimana memperkirakan usia atau lamanya sediment pasir bertahan di sepanjang pantai ini dan
manfaat rekreasi dan perlindungan dari gelombang..
Keywords: beach nourishment, mitigasi pantai, groin
1. PENDAHULUAN
Bali memiliki panjang pantai ± 430 km, dimana sekitar 18% merupakan pantai karang dengan pasir putih.
Selebihnya di sepanjang pantai mempunyai pasir vulkanik yang berwarna hitang. Terumbu karang membentang
sepanjang 18% dari seluruh garis pantai. Industri pariwisata terpusat di daerah timur dengan pantai karang yaitu
Sanur, Nusa Dua dan Kuta yang mencapai 6% dari total garis pantai di Bali. Pariwisata di Bali merupakan
kontribusi utama bagi perekonomian nasional yang memberikan kontribusi lebih dari 15% untuk GDP. Sekitar 16 %
atau 70,33 km dari panjang pantai telah mengalami erosi akibat faktor alam maupun manusia. Dari pengamatan
lapangan, beberapa aktivitas manusia yang diperkirakan mempercepat proses kerusakan pantai antara lain terjadinya
penambangan terumbu karang, pengambilan/penambangan batu kali ataupun pasir sungai, penambangan pasir laut
untuk bahan bangunan dan reklamasi, dan pembuatan bangunan-bangunan pantai yang bersifat lokal/setempat-
setempat ataupun berskala besar. Lokasi pantai yang tererosi pada saat ini tersebar di 33 kawasan yang mencakup
hampir semua kabupaten di Bali. Erosi pantai telah menyebabkan rusaknya infrastruktur dan lingkungan pantai
tersebut.
Perlindungan pantai sepanjang pesisir pulau Bali, terutama kawasan Bali Selatan sudah lama ada hanya saja kasus
perlindungan pantai hanya sebatas kepentingan-kepentingan individu, dengan kata lain hanya sebatas melindungi
kawasan pantai yang berada di depan masing-masing hotel. Akibat dari pembangunan yang tidak terencana dengan
IGB. Sila Dharma
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 160
baik, erosi pantai pada bagian tertentu justru semakin bertambah. Akhir tahun 1970, Lembaga Riset Sumber Daya
Air, Departemen Pekerjaan Umum melakukan survey di beberapa ruas pantai di Bali yaitu pantai Sanur, Kuta,
Tanah Lot dan Nusa Dua (Gambar 1). Kegiatan survey dilakukan sampai tahun 1980. Studi kelayakan telah
dilaksanakan tahun 1988 dengan bantuan hibah Jepang (JICA) yang dilanjutkan dengan detail desain dan studi
amdal tahun 1992 yang dilaksanakan oleh Nippon Koei bekerja sama dengan konsultan nasional dengan dana dari
Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) Pemerintah Jepang. OECF melanjutkan dukungannya pada
pelaksanaan proyek ini setelah tahun 1996.
Pelaksanaan konstruksi rehabilitasi pantai baru dilaksanakan tahun 2000 dengan sumber dana dari bantuan lunak
Jepang (JBIC/OECF) sebesar 95% dan pemerintah Indonesia sebesar 5%. Pelaksanaan pekerjaan untuk kawasan
pantai Sanur baru dimulai pada tahun 2001, untuk pantai Nusa Dua baru dimulai bulan September 2001 dan untuk
untuk pantai Tanah Lot dimulai pada bulan Juni 2000. Kegiatan rehabilitasi pantai di ketiga kawasan tersebut
diselesaikan pada tahun 2003. Pelaksanaan rehabilitasi pantai Kuta baru diselesaikan sekitar tahun 2008 karena
sebelumnya ada penolakan dari masyarakat sekitar terhadap rancangan/desain yang dibuat oleh konsultan. Kawasan
pantai Kuta yang merupakan kawasan pariwisata internasional ditakutkan akan tidak diminati lagi oleh para turis
dengan dibangunnya konstruksi yang melintang pantai (groin) yang mengganggu pemanfaatan pantai. Dinas
Pekerjaan Umum Propinsi Bali melalui Proyek Pengamanan Pantai Bali telah melakukan revisi desain dan
pelaksanaan pekerjaan dimulai tahun 2006.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya mitigasi erosi pantai ini antara lain pengamanan sistem alamiah
dengan mengadakan suatu daerah penyangga (buffer coastal erosion) dengan meningkatkan kemampuan daerah
penyangga seperti beach nourishment dan memodifikasi proses alamiah pantai (engineering modification).
Pendekatan ini lebih mengarah ke campur tangan manusia untuk mengurangi problem erosi dengan memodifikasi
proses alamiah pantai dengan penanganan struktural (hard structures). Struktur-struktur ini didesain dan dibangun
untuk melindungi infrastruktur di belakang pantai dari ancaman erosi. Beberapa tipe struktur yang dibangun antara
lain groin, breakwater (pantai Sanur dan Nusa Dua) dan submerged breakwater (Tanah lot).
Gambar 1. Lokasi proyek konservasi pantai Bali
2. KARAKTERISTIK PANTAI-PANTAI DI BALI
Secara umum, karakteristik pantai-pantai di Bali merupakan pantai berpasir dengan sebagian merupakan tebing
curam (cliff), seperti Tanah Lot dan Uluwatu. Pasir pantai terutama berasal dari abrasi terumbu karang (biogenic
sediment) dan dari daratan (clastic and volcanic sediments). Formasi karang di damping pantai dengan lebar yang
bervariasi disebagian pantai selatan pulau Bali menyebabkan sebagian pantai selatan ini berpasir putih seperti pantai
Sanur, Nusa Dua, Kuta dan Legian. Sedangkan pantai di sebelah utara pantai Sanur seperti pantai Padang Galak,
Gumicik dan Lebih, sekitar 90% nya berupa bahan sedimen klastik yang berasal dari aktifitas gunung berapi (JICA,
1989). Sedangkan pantai utara dan pantai lainnya sumber sedimen dominan berasal dari daratan yang dinominasi
oleh pasir hitam. Gaya utama yang mengangkut sedimen pantai adalah gelombang angin. Gelombang besar dominan
berasal dari arah Selatan, dan akibat adanya proses refraksi, di beberapa daerah pantai bagian Selatan gelombang
yang datang ke pantai menjadi lebih besar. Dengan demikian daerah tersebut menjadi rentan terhadap hantaman
gelombang.
Erosi Pantai Kawasan Pesisir Bali Selatan Dan Upaya Rekayasa Mitigasinya
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 161
Pantai pulau Bali dicirikan oleh serangkaian teluk dan bagian yang lurus. Terdapat dua tanjung alami (headland) di
daerah Nusa Dua yang awalnya terpisah dari pulau Bali yang membatasi suplai angkutan sedimen ke arah utara. Hal
ini dapat dibuktikan dari distribusi gradasi butiran yang semakin halus ke arah utara. Gradasi butiran pantai Nusa
Dua relatif lebih kasar (0.28 – 1.28 mm) dibandingkan dengan pantai Sanur (0.21-0.40 mm) ataupun pantai Kuta
(0.13-0.99 mm). Batimetri pantai relatif sejajar. Gelombang di bagian selatan pulau Bali dominan dari arah Barat
Daya. Refraksi gelombang akan mengakibatkan arah gelombang cenderung menyebar di daerah teluk dan memusat
di daerah headland, atau tinggi gelombang rendah di daerah teluk dan tinggi di bagian headland.
Menurut Wright (1984), secara morfodinamik keadaan pantai dapat dibedakan menjadi dissipative, reflective, dan
intermediate. Keadaan morfodinamik ini antara lain dapat dicirikan berdasar keadaan pantai, sedimen, dan
gelombang. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan morfodinamika pantai adalah
parameter skala pantai (surf scaling parameter,ε), yang dipengaruhi oleh amplitudo gelombang pecah, periode
gelombang datang, percepatan gravitasi dan kemiringan pantai. Bila nilai ε < 2 maka pantai cenderung reflective,
yang ditandai oleh terjadinya gelombang berdiri (standing wave), gelombang pecah tipe surging dan resonansi yang
cukup kuat. Bila ε > 20 maka pantai cenderung dissipative.
Dari hasil pengukuran JICA (1989) terlihat bahwa landai pantai P. Bali terutama bagian selatan berkisar antara 0.03
hingga 0.1. Amplitudo gelombang berkisar antara 0,5 hingga 1,0 m dan periode gelombang antara 7 hingga 12 detik.
Berdasar keadaan tersebut maka surf scale parameter pantai di Bali bagian selatan berkisar antara 10 hingga 50
dengan rerata 30. Dengan demikian keadaan morfodinamika pantai Bali selatan merupakan daerah pantai
dissipative. Pantai dissipative dicirikan oleh pantai yang landai di daerah surf zone. Gelombang pecah sebagai
spilling breaker dan lebar daerah surf zone berkisar antara 100 - 500 m. Mobilitas pantai dissipative relatif kecil.
Faktor dominan transportasi sedimen di daerah pantai semacam ini adalah surf beat (osilasi) yang terjadi karena
gelombang infragravity. Proses erosi di pantai demikian terjadi karena gelombang tinggi yang menumpang pada
surf beat menggerus sisi belakang pantai dan mengangkut sedimen hasil gerusan ke arah lepas pantai. Namun
demikian erosi di pantai dissipative pada umumnya tidak begitu cepat prosesnya (laju erosi lambat). Namun apabila
daerah belakang pantai mengalami perusakan dan pelapukan yang tinggi, maka erosi dapat berlangsung dengan
cepat.
3. PENYEBAB EROSI PANTAI-PANTAI KAWASAN BALI SELATAN
Dari hasil survey dan pengamatan kondisi pantai yang pernah dilakukan, disimpulkan bahwa pantai Bali telah
mengalami erosi yang cukup besar. Hampir sebagian besar pantai-pantai di Bali telah mengalami erosi (perubahan
morfologi pantai). Perubahan-perubahan ini selain disebabkan oleh alam juga disebabkan oleh kegiatan manusia.
Dari pengamatan lapangan, beberapa aktivitas manusia yang diperkirakan mempercepat proses kerusakan pantai
adalah sebagai berikut ini.
• Penambangan terumbu karang yang dijual sebagai bahan bangunan dll. Kehidupan masyarakat sekitar pantai yang
sulit sebelum kepariwisataan Bali berkembang menyebabkan mereka melakukan hal tsb. Meskipun sekarang telah
dilarang, namun terumbu karang yang ada sebagian besar telah rusak dan tidak efektif lagi menghancurkan energi
gelombang yang menghempas pantai. Eksploitasi terumbu karang di areal sekitar Sanur, Nusa Dua dan Kuta
beberapa waktu yang lalu, menyebabkan berkurangnya suplai sedimen ke pantai sehingga terjadi
ketidakseimbangan budget sedimen. Selain itu juga menyebabkan energy gelombang yang datang ke pantai
menjadi lebih besar karena bertambahnya kedalaman muka air di dataran karang.
• Pengambilan/penambangan batu kali ataupun pasir sungai. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya sumber
sedimen dan akan mempengaruhi perimbangan pantai yang ada.
• Penambangan pasir laut untuk bahan bangunan dan reklamasi. Beberapa kegiatan reklamasi dan juga penambahan
pasir pantai dengan melakukan penambangan pasir lepas pantai dapat menyebabkan terjadinya perubahan transpor
sedimen di pantai. Angkutan sedimen akan terperangkap di lubang galian yang menyebabkan berkurangnya
sedimen yang menuju pantai yang pada akhirnya menyebabkan perubahan keseimbangan budget sedimen. Pada
pantai yang didominasi oleh transpor tegak lurus pantai, adanya galian di lepas pantai menyebakan
terperangkapnya material pantai di lobang galian. Selain itu perlu diwaspadai adanya fenomena “blue tide” seperti
yang terjadi di Jepang (Shibayama, 1992), dimana air laut dengan kadar oksigen rendah atau tanpa oksigen akan
muncul secara periodik dari arah lubang galian dan akibat adanya efek perbedaan temperatur air laut, akan
berpindah ke tempat lain yang akan membahayakan biota laut. Kegiatan pengerukan pasir sebenarnya tidak
berdampak terhadap pesisir kalau dilakukan secara tepat dengan memilih lokasi dan metode yang benar.
• Pembuatan bangunan-bangunan pantai yang bersifat lokal/setempat-setempat ataupun berskala besar. Banyak
bangunan pengaman pantai yang kurang memenuhi syarat teknis maupun fungsional, sehingga justru dapat
memperparah kerusakan pantai, baik kerusakan pantai yang bersifat lokal (di lokasi bangunan itu sendiri) ataupun
menyebabkan kerusakan di daerah sekitarnya.
IGB. Sila Dharma
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 162
4. MITIGASI EROSI PANTAI PESISIR PULAU BALI
Dengan adanya pengembangan pantai untuk berbagai kepentingan manusia, maka perimbangan dan perlindungan
alami yang ada dapat terusik atau rusak. Akibatnya pantai menjadi terbuka dan rentan terhadap erosi. Proses erosi
pantai pada dasarnya dapat terjadi apabila angkutan sedimen pada suatu pantai lebih besar daripada suplai, atau
apabila tebing pantai tersebut tidak mampu menahan gempuran gelombang. Dalam hal ini maka perlu dilakukan
penanganan terhadap masalah tersebut baik secara teknis maupun non-teknis, yang tercakup dalam suatu sistem
manajemen kawasan pantai yang terintegrasi. Beberapa cara yang dapat dipakai untuk menghilangkan atau
mengurangi permasalahan erosi pantai antara lain:
a. Preventif
o Pengelolaan tata guna lahan dan pembangunan di areal pantai yang beresiko besar terjadi erosi.
o Regulasi pengembangan
b. Pengamanan (protection) non struktural
o Pengamanan sistem alamiah dengan mengadakan suatu daerah penyangga (buffer coastal erosion).
o Relokasi
o Menerima dan hidup berdampingan dengan permasalahan erosi.
c. Pengamanan (protection) struktural
o Memodifikasi proses alamiah pantai (engineering modification) seperti membangun revetment dan seawall;
beach nourishment; groin; artificial headland dan detached breakwater.
Dua opsi pertama di atas terfokus pada perilaku masyarakat sedangkan yang terakhir difokuskan pada pengelolaan
aspek teknis dengan memperhatikan proses alamiah pantai.
Uraian Singkat Pelaksanaan Mitigasi Erosi di beberapa Kawasan Pesisir Pantai Bali
1) Pengamanan pantai Nusa Dua
Lingkup pelaksanaan Pantai Nusa Dua terletak di bagian Selatan pulau Bali ± 40 km dari kota Denpasar. Lokasi pekerjaan tepatnya
berada di Kelurahan Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kabupaten Badung. Rencana pengamanan pantai meliputi bentang
pantai yang tererosi sepanjang 2 km, dari Nusa Dua Beach Hotel sampai Puri Tanjung Hotel (lihat Gambar 2), yang
terdiri dari modifikasi konstruksi 8 buah bangunan groin yang sudah ada, konstruksi 2 buah groin baru, pengisian
pasir pantai dengan lebar rata-rata 30-50m dan volume ± 233.337 m3, pertamanan, dan walkway.
Gambar 2. Pelaksanaan sistem pengamanan pantai Nusa Dua
Erosi Pantai Kawasan Pesisir Bali Selatan Dan Upaya Rekayasa Mitigasinya
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 163
(a) (b)
Gambar 3. Pantai di depan Club Med Nusa Dua sebelum (a) dan sesudah (b) penanganan
2). Pengamanan pantai Sanur Lingkup pelaksanaan Pantai Sanur di bagian Timur kota Denpasar ± 5 km dari kota Denpasar. Lokasi pekerjaan tepatnya berada di
Kelurahan Sanur, Kodya Denpasar. Rencana pengamanan pantai meliputi bentang pantai yang tererosi sepanjang ±
6 km, dari pantai Mertasari sampai Bali Beach hotel, yang terdiri dari modifikasi konstruksi groin yang sudah ada,
konstruksi groin baru, konstruksi pemecah gelombang (offshore breakwater), pengisian pasir pantai dengan volume
± 19.000 m3, pertamanan, dan walkway.
Gambar 4. Pelaksanaan sistem pengamanan pantai Sanur
3). Pengamanan pura Tanah Lot
Lingkup pelaksanaan Pura Tanah Lot terletak di Kabupaten Tabanan, sekitar ± 30 km dari kota Denpasar ke arah barat. Lingkup kerja
perlindungan Pura Tanah Lot terdiri dari:
• Konstruksi bangunan pemecah gelombang bawah air menggunakan tetrapod dengan berat rata-rata 6.3 ton dan 16
ton. Ukuran pemcah gelombang dengan panjang 182 m, lebar 70 m dan elevasi puncak pada LWL – 0,5m. Jumlah
tetrapod yang diperlukan sekitar 2.682 buah untuk berat 16 ton dan 3.681 untuk berat 6,3 ton.
• Perlindungan dengan metode perkuatan dinding karang buatan dengan luas 2.136 m2
IGB. Sila Dharma
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 164
Gambar 5. Penanganan Kawasan Pantai Tanah Lot
4). Pengamanan pantai Kuta Lingkup pelaksanaan
Rencana penanganan meliputi bentang pantai yang tererosi sepanjang ± 7 km, yaitu dari landasan pacu bandara
Ngurah Rai yang terletak di desa Tuban sampai desa Legian di bagian utara. Pekerjaan yang direncanakan adalah
pembuatan offshore breakwater, pembuatan revetment, pengisian pasir dan penataan kawasan pantai.
ACKNOWLEDGED BY
CHIEF OF TEMPORARY TASK UNIT OF
BALI BEACH CONSERVATION WORKS
Ir. I Nyoman Ray Yusha, MMNIP. 110 028 818
PK 38
CORAL REEF RESTORATION
LEGEND :
BEACH FILL
Length = 823 Lin. m
Length = 404 Lin.m
DRAINAGE OUTLET
OFFSHORE BREAKWATER (BWN3)
OFFSHORE BREAKWATER (BWN2)
OFFSHORE BREAKWATER (BWN1)CORAL REEF FLAT RESTORATION
CORAL REEF FLAT RESTORATION
CORAL REEF FLAT RESTORATION
DIRECTORATE GENERAL OF WATER RESOURCES
DIRECTORATE WATER RESOURCES FOR EASTERN REGION
MINISTRY OF PUBLIC WORKS
GENERAL LAYOUT & SETTINGOUT DETAILS
FOR MAIN STRUCTURES
BALI BEACH CONSERVATION PROJECTSHORE PROTECTION WORKS
FOR KUTA BEACH
PU4
BM.02
BM.01
REEF EDGE LINE
GD-4
GD-3
GD-2
GD-1
GC-4
GC-3
GC-1
GC-2
GB-3
GB-2
GB-1
GB-4
GA-4 GA-3
GA-2GA-1
BWN-3B
BWN-3C
BWN-3A
BWN-2B
BWN-2C
BWN-2A
BWN-1C
BWN-1B
BWN-1A
RB.9
RB.8
RB.7
RB.6
RB.5
RB.5RB.4
RB.3
RB.2RB.1
RA.5
RA.4
RA.3RA.2RA.1
GROUP B
REVETMENT TYPE ( 2 )
WALKWAY
REVETMENT TYPE ( 1 )
26
27
Gambar 6. Penanganan Kawasan Pantai Kuta
5. KONSEP PERENCANAAN MITIGASI EROSI PANTAI
Konsep Perencanaan Pengisian Pasir Garis pantai setelah pengisian pasir dirancang sesuai dengan arah dating gelombang dominan untuk meminimalkan
perubahan garis pantai eksisting. Analisis numeric dilakukan dengan metode multi-line shoreline model untuk
memprediksi perubahan garis pantai. Selain itu prediksi perubahan garis pantai yang disebabkan oleh adanya
bangunan pantai seperti groin, headland dan breakwater juga mempergunakan formula yang dikembangkan oleh
Erosi Pantai Kawasan Pesisir Bali Selatan Dan Upaya Rekayasa Mitigasinya
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 165
Hsu dan Evan (1989) (Nipon Koei, 1996). Dari hasil simulasi ditetapkan lebar pengisian pasir rata-rata sebesar 20 m
untuk mencapai kondisi pantai seperti tahun 1970an.
Pertimbangan utama dalam menentukan profil pantai melintang adalah kemiringan pantai dan elevasi berm pantai.
Parameter-parameter ini sangat tergantung dari karakteristik gelombang dating dan ukuran material. Sumber
material isian pasir pengisi disesuaikan dengan karakteristik material eksisting, dengan diameter nominal (D50)
sekitar 0,6 mm. Kemiringan pantai diambil sesuai dengan kemiringan pantai eksisting, yaitu antara 1/8 – 1/10,
sedangkan elevasi berm pantai diambil sama dengan kondisi pantai yang lama, berkisar +4,0 – 4,2 m.
Konsep Perencanaan Groin dan Headland Perencanaan groin dan headland mempertimbangkan aspek operasi dan pemeliharaan yang seminimal mungkin.
Untuk itu dipilih metode static equilibrium dengan kombinasi bangunan pantai seperti groin dan headland. Secara
umum, penempatan antar groin dengan jarak yang relative pendek atau lengan groin lebih panjang akan
menghasilkan kondisi pantai yang stabil, tetapi juga akan menyebabkan terganggunya fungsi pantai dan
mempengaruhi estetika. Masyarakat di sekitar pantai dan nelayan mengharapkan groin yang dibangun sependek
mungkin. Atas dasar pertimbangan ini panjang groin ditetapkan menjorok sepanjang 10 m dari garis dasar pengisian
pasir. Elevasi puncak groin selain ditetapkan berdasarkan kondisi gelombang dan pasang surut juga berdasarkan
pertimbangan utilitas, sehingga puncak groin ditetapkan pada elevasi + 3,6 m (1 m di atas HWL).
Kinerja Fungsional dan Kinerja Struktur Bangunan Pantai Pembangunan pengaman pantai dan pengisian pasir yang telah dilaksanakan oleh Proyek Pengamanan Pantai Bali
yaitu pantai Sanur, Nusa Dua dan Tanah Lot memerlukan adanya kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan secara
kontinyu dan berkesinambungan. Monitoring yang periodic pada umumnya diperlukan dimana frekuensi kegiatan
tergantung dari tipe proyek, kondisi fisik lingkungan di lokasi proyek dan lingkup/besarnya proyek dimaksud.
Berkenaan dengan hal tersebut, kegiatan monitoring dilaksanakan secara rutin sehingga kerusakan maupun
perubahan yang terjadi pada konstruksi dapat segera diketahui dan selanjutnya diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya. Kegiatan monitoring dilakukan pada seluruh bangunan, baik terhadap bangunan-bangunan pantai, garis
pantai, jalan setapak, pertamanan maupun lingkungan yang ada di sepanjang pantai. Monitoring ini dimaksudkan
untuk mengumpulkan informasi serta data yang diperlukan dalam rangka membuat rencana kegiatan pemeliharaan
maupun membuat program perbaikan serta pembangunan pantai Sanur, Nusa Dua dan Tanah Lot di masa yang akan
datang. Monitoring kinerja fungsional dari bangunan stabilisasi pantai bertujuan untuk mengidentifikasi kekurangan
dari kinerja fungsi bangunan tersebut sehingga modifikasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerjanya, atau
mengevaluasi kecukupan desain yang digunakan dan, bila diperlukan, dapat dilakukan peningkatan desain (research
monitoring). Kinerja struktur dan kinerja fungsional sebenarnya sangat erat kaitannya. Apabila suatu bangunan
gagal secara struktur, bangunan tersebut juga akan kehilangan fungsinya. Perkecualian terhadap pemecah
gelombang tumpukan batu yang mengalami kerusakan yang cukup berarti masih tetap dapat berfungsi walaupun
tidak sempurna. Berikut ini akan dibahas kinerja pengamanan pantai Sanur dan Nusa Dua setelah empat tahun
diselesaikan berdasarkan data monitoring tahun 2004-2008.
a. Pantai Sanur Berdasarkan analisis data hasil monitoring, secara umum garis pantai mengalami kemunduran dan kehilangan
material isian dari kondisi saat sebelum penyerahan proyek dibandingkan hasil-hasil monitoring sampai dengan
bulan Juni 2007. Kehilangan material isian dibandingkan dengan tahun 2004 (sebelum penyerahan proyek) rata-rata
sebesar 15,52% pada bulan November 2006, 15,70% pada bulan Februari 2007 dan 13,62% pada bulan Juni 2007,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Sedangkan kemunduran garis pantai terjadi rata-rata 2 m. Kemunduran garis
pantai terbesar terjadi di areal L84-G32 dengan kemunduran 7 m dari garis pantai saat proyek diselesaikan (2004).
Kemunduran ini diperkirakan adanya angkutan material ke arah laut disebabkan adanya trough di depan bangunan
pantai tersebut. Persentase kehilangan ini bila dibandingkan dengan proyek pasir dunia, jauh lebih kecil dan masih
dalam batas toleransi (Tabel 2). Pada bulan pertama setelah pengisian pasir warna dan kecerahan pasir isian nampak
lebih gelap dari pada pasir lokal (native), namun setelah melewati masa dua belas bulan pasca pengisian, warna
pasir isian nampak menyerupai pasir lokal. Keadaan ini lebih nampak pada lokasi pantai sekitar Hotel La Taverna
dan Hotel Santrian yang setiap pagi dan sore dilakukan pemeliharaan dengan penyisiran dan penyiraman.
Secara umum garis pantai yang terbentuk antara dua groin di sepanjang pantai ini telah menunjukkan
keseimbangannya.Groin tegak lurus pantai yang berfungsi sebagai tanjung buatan telah bekerja dengan baik yang
ditunjukkan oleh terbentuknya kantong pantai yang menggambarkan garis pantai stabil. Bentuk garis pantai stabil
berupa lengkungan diantara dua tanjung tersebut dikenal dengan bentuk parabolic (Hsu et al, 1987). Rumus empiris
IGB. Sila Dharma
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 166
lengkung parabolic yang menggambarkan bentuk garis pantai berpasir yang stabil ini (Gambar 7) dapat dinyatakan
dengan persamaan:
R/Ro= 0.81 β0.83
/ θ 0.77
(1)
dimana R adalah radius dari titik difraksi, Ro adalah garis kontrol, β adalah sudut antara garis kontrol dan garis
puncak gelombang, dan θ adalah sudut yang dibentuk garis puncak gelombang dengan garis R.
Bentuk garis pantai antara dua groin setelah pengisian pasir berlangsung telah menunjukkan pola garis pantai
berbentuk parabolik atau kantung pantai. Kantung pantai yang terbentuk merupakan wujud dari tercapainya
keseimbangan pantai yang stabil statis, dimana dinamika gerakan sedimen pasir hanya terjadi di dalam
kompartemen yang terbentuk antara dua tanjung buatan yang berbentuk groin tersebut. Angkutan pasir sejajar pantai
dibuat nol karena ketinggian puncak dibuat 1 meter tidak dapat melewatinya. Peran groin di sebelah updrift sangat
penting sebagai pengendali arah gelombang dalam membentuk garis pantai.
Gambar 7. Lengkug Stabil Teoretis
Lengkung parabolik yang terbentuk antara dua groin dapat ditemui hampir di sepanjang pantai Sanur terutama pada
segmen pantai yang relatif pendek seperti pada Groin G3 dan G4 (Gambar 8). Pada segmen pantai antara Groin G4
dan G5, yang merupakan bangunan helipad, kondisi pantai yang terbentuk berdasarkan beberapa kali pengamatan
menunjukkan kemiringan pantai yang belum stabil. Pada lokasi di utara G5 selalu terjadi bentuk pantai yang curam
yang berbeda dengan garis pantai ke arah G4 yang pada umumnya membentuk lengkung parabolik. Posisi letak G5
yang terlalu mengarah ke kanan/Selatan sangat mempengaruhi bentukan pantai di sebelah utaranya. Bentuk garis
pantai yang agak lain terjadi di pantai Werdhapura antara groin GN4 dan G16, peran groin BWN1 yang merupakan
groin sejajar pantai, sangat berpengaruh dalam membentuk garis pantai di belakangnya (Gambar 9). Adanya groin
sejajar pantai ini menghasilkan garis pantai yang maju ke arah laut (salient). Garis pantai hasil bentukan tiga jenis
groin ini menyerupai huruf omega (Ω), dimana pada ujung utara dan selatan lengkung pantainya terbentuk oleh
cekukan groin berbentuk T dan L. Tabel 1 memperlihatkan perbandingan garis pantai hasil pengukuran dan
berdasarkan persamaan (1) pada beberapa segmen.
Gambar 8. Perubahan garis pantai
segmen G3– G4 pada HWL + 2.60
m periode Januari 2004 – Juni 2007
Arah Gelombang
Y max
Groin Groin
Garis Pantai
Garis Puncak Gelombang
β
θ
Θmax
Ro
R
Erosi Pantai Kawasan Pesisir Bali Selatan Dan Upaya Rekayasa Mitigasinya
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 167
Gambar 9. Perubahan garis pantai segmen GN4 – G16 pada HWL + 2.60 m periode Januari 2004 – Juni 2007
Tabel 1. Perbandingan garis pantai hasil pengukuran dan perhitungan pada beberapa segmen
Segmen G3-G4
β = 23o Ro = 92.2 m
θ Rc/R0 Rc Rn
40 0.638 58.87 64.9
60 0.467 43.08 46.11
75 0.393 36.28 36.19
90 0.342 31.53 30.34
117 0.279 25.76 24.94
Segmen G4-G5
β =30o Ro = 175.1 m
60 0.982 172.10 173.4
75 0.719 125.90 133.4
90 0.606 106.08 103.2
110 0.526 92.18 87.5
130 0.394 69.00 64.2
b. Pantai Nusa Dua Material pasir yang membentuk pantai Nusa Dua pada umumnya berasal dari hasil pelapukan karang pantai
(biogenic sediment). Pasir dan pecahan karang diproduksi oleh dataran karang (coral reef) disebarkan sepanjang
pantai oleh gelombang dan membentuk berbagai variasi sedimentasi dan sebagian lagi hanyut atau mengendap
diperairan yang lebih dalam. Berdasarkan pengamatan lapangan, tidak ada sumber-sumber sediment lain yang
signifikan memberikan kontribusi terhadap pembentukan pantai. Pergerakan sediment didominasi oleh pergerakan
ke arah utara. Dengan terbentuknya tombolo di Nusa Besar dan Nusa Kecil, pergerakan sediment ke arah utara
cenderung berkurang yang disebabkan oleh adanya halangan oleh tombolo tersebut dan menyebabkan terjadinya
erosi di ruas pantai bagian utara. Pola perubahan garis pantai sepanjang pantai Nusa Dua dapat dilihat pada Gambar
10.
Berdasarkan data monitoring, rata-rata garis pantai mengalami kemunduran dan kehilangan material isian dari
kondisi saat sebelum penyerahan proyek dibandingkan hasil monitoring pada bulan Juni 2008. Kehilangan material
isian rata-rata sebesar 13,03% (48,500 m3) dibandingkan dengan tahun 2004 (sebelum penyerahan proyek), seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 2. Kemunduran garis pantai terbesar terjadi di areal GA1 ~ GA2 dengan kemunduran
rata-rata 19,19 m dari garis pantai saat proyek diselesaikan (Desember 2003). Kemunduran ini diperkirakan adanya
angkutan material ke arah laut disebabkan adanya trough di depan bangunan pantai tersebut. Tabel 3
memperlihatkan tingkat laju perubahan garis pantai per tahun yang untuk sementara ini memakai data tahun 2004-
2008. Dari tabel dapat dilihat bahwa tingkat perubahan garis pantai mencapai 2,40 m setiap tahunnya. Tabel 4
memperlihatkan tingkat kehilangan pasir isian pada beberapa proyek pengisian pasir di beberapa Negara. Dari table
tersebut dapat dilihat bahwa terlihat bahwa tingkat kehilangan pasir isian berkisar mulai dari jumlah terabaikan
(kecil sekali) sampai tingkat kehilangan yang tinggi yaitu 29 % untuk Virginia Key (Dean, 1985) yang merupakan
IGB. Sila Dharma
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 168
suatu proyek pengisian pasir yang berdekatan dengan inlet dengan arus sejajar pantai yang sangat kuat. Informasi
yang bisa diperoleh dari table diatas adalah sebagian besar proyek pengisian pasir dengan panjang pantai lebih dari
1.6 km dan tinggi gelombang sedang akan mengalami kehilangan pasir tahunan kurang dari 10%. Oleh karena itu
dapat disimpulkan makin besar butiran pasir dan makin panjang pantai pengisian pasir, makin kecil tingkat
kehilangan pasir tahunan yang akan terjadi.
Table 2. Tingkat kehilangan pasir isian pantai Nusa Dua
volume pasir isian (m3) Segmen
Dec. 2003 Oct. 2006 March 2007 June 2008
G12-GN2 29,521.18 23,941.50 23,817.16 23,345.13
GN2~UG1 31,261.09 27,200.47 33,928.14 33,032.92
UG1-G10 12,296.71 8,830.13 8,623.59 7,950.61
G10-G9 43,612.73 41,058.57 40,996.20 38,702.40
G9-GN1 50,446.97 47,654.80 46,946.09 45,161.25
GN1-G5 23,187.88 20,812.19 20,520.45 20,742.66
G5-G4 24,069.06 21,339.10 21,933.49 21,409.36
G4~G1 26,348.42 24,932.43 25,579.70 26,160.91
G1~G0 12,773.08 10,878.98 11,574.58 11,859.34
G0~GA8 12,725.69 11,666.68 10,872.58 11,013.73
GA8~GA3 47,185.11 45,868.11 40,686.12 44,453.76
GA3~GA2 48,660.58 42,959.88 43,730.82 39,876.37
GA2~GA1 10,223.62 412.17 595.17 103.03
Total 372,312.11 327,555.01 329,804.09 323,811.49
% hilang 12.02 11.42 13.03
Table 3. Perubahan garis pantai Nusa Dua (Des. 2003 – Juni 2008 kondisi HWL + 2.60m)
Erosi Pantai Kawasan Pesisir Bali Selatan Dan Upaya Rekayasa Mitigasinya
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 169
Tabel 4. Perbandingan Tingkat Kehilangan Pasir Isian pada beberapa negara
Gambar 10. Perubahan garis pantai Nusa Dua interval tahun 2003-Juni 2008
Panjang Jumlah Isian Jumlah
Pantai( km) x 106 m3 Hilang (m3)
1 Cape Canaveral Beach 6/74 - 3/75 3.38 1.76 205,677 12 mo (11.7%)
2 Fort Pierce - St.Lucie 5/70 - 5/71 2.09 0.55
3 Jupiter Island 6/73 - 8/73 8.05 1.84 Negligible 6/74 - 8/74
4 Delray Beach 6/7 - 7/73 4.51 1.22 Negligible 5 Pompano Beach 5/70 - 10/70 5.15 0.79
6 Hallandale Beach 7/71 - 9/71 1.29 0.28
7 Virginia Key 1969 2.09 0.14 46,641 (35%) 14 mo 1973 2.09 0.08
8 Key Biscayne 1969 1.93 0.15 0 14 mo 9 Key West 3/69 - 4/60 0.97 0.05 19,115 (37%) 6 yr
10 Captiva Island 7/81 - 10/81 3.06 0.57 52,757(9.3%) 11 Lido Key Beach 1.13 0.27
12 Treasure Island Juli 1969 2.74 0.58 0.15 14 mo 23% 21 mo 32%
13 Sanur Beach *) 1/04 - 7/04 6.2 0.30 39,385.00 7 mo (13.07%)
14 Nusa Dua Beach *) 12/03-6/04 5.6 0.34 36,233.44 7 mo (10.58%)
15 Sanur Beach *) 1/04 - 4/05 6.2 0.30 32,406.66 15 mo (10.76%)
16 Sanur Beach **) 1/04-9/06 6.2 0.30 30.439.17 32 mo (10.11%)
17 Nusa Dua Beach *) 12/03- 5/05 5.6 0.34 23,414.75 16 mo (6.84%)
18 Nusa Dua Beach **) 12/03- 10/06 5.6 0.34 15,007.50 32 mo (4.38%)
Sumber: CRC Handbook of Coastal Processes and Erosion, 1985 *) Sumber: Proyek Pengamanan Daerah Pantai Bali Selatan, 2005 **) Sumber: Loka Penerapan Teknologi Pantai, 2006
No Lokasi Periode Durasi Hilang
IGB. Sila Dharma
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 170
6. PENUTUP
Saat ini banyak ruas pantai yang keadaannya sudah menjurus ke arah rawan, baik rawan secara fisik maupun rawan
tata guna lahan. Keadaan rawan tersebut dapat dilihat dari berbagai kenampakan yang ada, seperti (i) daerah pantai
menjadi daerah perumahan/perhotelan atau berkembang menjadi daerah industri tanpa memperhatikan sempadan
garis pantai dan kelestarian lingkungan, (ii) banyak daerah pantai yang tererosi akibat penambangan pasir dan
karang, penebangan pohon bakau, dan pembuatan bangunan pantai yang kurang tepat, (iii) pengembangan daerah
pantai yang tidak sesuai dengan potensi sumber daya yang ada di daerah tersebut.
Mengatasi keadaan di atas kiranya diperlukan pantai dikelola dengan baik. Untuk keperluan pengelolaan daerah
pantai diperlukan data pendukung, diantaranya adalah data potensi pantai, kerusakan pantai, tata guna lahan, angin,
gelombang, dan data hidro-oceanografi lainnya. Data tersebut saat ini belum tersedia dengan baik sehingga untuk
keperluan perencanaan masih banyak menggunakan data seadanya, terutama yang berkaitan dengan data hidro-
oceanografi. Penentuan tinggi gelombang rencana biasanya dilakukan dengan peramalan yang didasarkan pada data
angin. Data angin yang tersedia sebenarnya bukan untuk keperluan tersebut, sehingga dapat diperkirakan tingkat
ketelitian hasil ramalan tersebut masih rendah.
Untuk merencanakan suatu sistem mitigasi pantai, perlulah dipahami sifat pantai itu sendiri. Seperti dikemukakan di
depan, pantai selalu mengalami perubahan. Jangka waktu perubahan ini perlu dicermati karena seringkali pantai
mengalami perubahan siklik yakni perubahan dengan periode ulang jangka panjang, sehingga pantai mungkin
mengalami erosi selama beberapa tahun diikuti oleh akresi selama tahun-tahun berikutnya. Namun demikian
seringkali memang keharusan untuk mengubah tata pantai bagi kepentingan manusia tidak dapat dihindarkan.
Dalam hal yang demikian diperlukan pendekatan-pendekatan yang menyeluruh dan berjangkauan panjang.
Koordinasi antar disiplin ilmu diperlukan untuk lebih memahami bagaimana pantai terbentuk dan berevolusi.
Pemahaman yang baik tentang bagaimana lingkungan pantai terbentuk dan perubahan-perubahan alamiah yang
terjadi sebelumnya merupakan keharusan dalam memprediksi karakter pantai selanjutnya.
Beach nourishment merupakan salah satu mekanisme pengamanan pantai yang belakangan ini banyak dipilh
disebabkan dengan kombinasi bangunan pantai lain dengan pertimbangan lebih ramah lingkungan dan tidak
merusak keindahan pantai. Dalam suatu jangka waktu tertentu, pasir timbunan akan tersebar ke segala arah
membentuk suatu profil yang baru yang cenderung cekung ataupun agak cembung. Karena system pengisian pasir
akan membentuk profil baru secara alamiah, system ini merupakan alternative yang paling ramah lingkungan
dibandingkan dengan system lain. Bangunan-bangunan pantai yang digabungkan dengan beach nourishment dapat
meningkatkan lama tinggal material dalam area pantai yang diproteksi. Apabila periode pengisian kembali pasir
cukup lama sehingga mengurangi biaya pemeliharaan dan memperkecil biaya dari bangunan secara keseluruhan,
system ini dapat dipertimbangkan untuk dipakai.
Pendekatan apapun yang dipilih, monitoring merupakan hal yang sangat perlu dilakukan untuk melihat efektivitas
sistem tersebut serta mencegah pengaruh buruk yang mungkin terjadi secara dini. Pengamatan dan pengumpulan
data secara kontinyu perlu dilakukan. Selain itu pengalaman dari keberhasilan dan terutama kegagalan suatu sistem
akan sangat bermanfaat untuk pengembangan lebih lanjut daerah pantai tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
CUR, 1997, Beach Nourishment and Shore Parallel Structures, CUR Rep. 97-2, CUR, Gouda.
Horikawa, K., 1988, Coastal Processes, Tokyo University Press.
JICA, 1989, The Feasibility Study on The Urgent Bali Beach Conservation Project, Final Report.
Jim Dahm, 1999, Coastal Erosion Risk Mitigation Strategy for the Waikato Region, Environment Waikato,
Hamilton East.
Kamphuis, J.W., 2000, Introduction to Coastal Engineering and Management, World Scientific, Singapore.
Komar, P.D., 1984, CRC Handbook of Coastal Processes and Erosion, Coastal Research Center, Florida.
Shibayama, T., 1992, Coastal Processes in Asian Region, Yokohama National University, Yokohama, Japan.
Siladharma, IGB, 2003, Strategi Mitigasi dan Pengamanan Erosi Pantai, 2003, Lokakarya Mitigasi Bencana di
Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil Sebagai Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu, Dept.
Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Bali, 8 Juli 2003.
Silvester, R. and Hsu, J.R.C., 1997, Coastal Stabilization, Advanced Series on Ocean Engineering, Vol. 14, World
Scientific Publishing, Singapore.
Sullivan, J.D. and Davidson-Arnott, R.G.D., 1995, Hazard and Regulatory Standards: Great Lakes-St. Lawrence
River System Shorelines, Proc. Canadian Coastal Conference, CCSEA, Halifax.