Epaper dinperindagjateng januari 2012
-
Upload
dinperindag-prov-jateng -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
description
Transcript of Epaper dinperindagjateng januari 2012
E-PAPER DINPERINDAG Provinsi Jateng
EDISI JANUARI 2012
“ONE TEAM, ONE SPIRIT, ONE GOAL”
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah Jl. Pahlawan No. 4 Telp. 8311705, 8311708, Fax.8311707, 8451700 Semarang 50241
website : http://dinperindag.jatengprov.go.id
EDISI JANUARI 2012
TIM PENYUSUN E-PAPER INFO INDAG Penanggung Jawab : Kepala Dinas
Pengarah : 1. Sekretaris Dinas 2. Para Kepala Bidang/Balai
Ketua Umum : Sigid Adi Brata Sekretaris : Siti Chiswati
Ketua Redaksi : Nina Veronika Marthahima Redaksi : 1. Hadi Pangestu
: 2. Sigid Adi Brata : 3. Teguh Prihadi : 4. Listyati PR
: 5. Kumarsi : 6. Subandi : 7. Faria Suryani
Publikasi TI : 1. Nandhi Nur Ardisasmito 2. Febriyan Nurul Santoso
Sekretariat Operasional
:
1. Hery Sutantyo K
2. Rebo Sukimin 3. Nugroho 4. Ludyantoro Sri Marsetyo
5. Budi Prasetyo
Sekapur Sirih
BERKEMBANGNYA INDUSTRI
FASHION DI JAWA TENGAH
ASSALAMU’ALAIKUM WR WB.
Industri kreatif
merupakan salah satu
kegiatan industri oleh
masyarakat dengan
memanfaatkan
kreativitas, ketrampilan
dan bakat individu serta didukung oleh daya
kreasi dan daya cipta sehingga mampu
menghasilkan atau menciptakan produk yang
diminati pasar dan memberikan nilai tambah
bagi individu yang mempuyai ide dan kreatifitas
tersebut, secara nasional share industri kreatif
terhadap PDB masih sangat kecil, industri
kreatif baru menyumbang 1,9 persen. Kedepan
industri kreatif diharapkan mampu memberikan
kontribusi terhadap PDB sebesar 10 persen.
Bulan ini kita kembali membahas
tentang industry kreatif, utamanya industri
kreatif yang dikembangkan di Jawa Tengah
seperti industri IT, industri kerajinan dan
industri fashion. Yang paling menonjol
perkembangannya adalah industri fashion,
karena sumber daya lokalnya sangat
mendukung adanya industri batik dan kain lurik
serta bordir semakin memperkuat industri
fashion tumbuh menjadi industri andalan. Yang
lebih menarik industri batik, kain lurik dan
bordir di Jawa Tengah didominasi oleh UKM /
EDISI JANUARI 2012
IKM yang secara ekonomis lebih tahan banting
dibandingkan industri besar yang rentan oleh
badai krisis.
Potensi industri fashion masih sangat
terbuka untuk dikembangkan karena pasar
industri ini masih sangat terbuka, baik pasar
dalam negeri maupun ekspor, jumlah penduduk
Indonesia kurang lebih 230 juta merupakan
pasar yang sangat potensial, sedangkan pasar
ekspor produk fashion Jawa Tengah khusus
untuk pakaian jadi nilai ekspor selama tahun
2011 mencapai US$ 904.119.732 dengan
volume sebesar 52.538.950 kg dan untuk
produk alas kaki ( sepatu, sandal) mencapai
USD 19.602.515 dengan volume 962.657 ton.
Sedangkan Negara tujuan ekspor antara lain
Amerika Serikat, Inggris dan Jerman serta
Jepang.
Pada sisi penyerapan tenaga kerja dan
lapangan usaha, industri fashion mampu
mendominasi jumlah penyerapan tenaga kerja
bila dibandingkan dengan kegiatan industri
kreatif lainnya. Kebanyakan industri fashion (
pakaian jadi dan alas kaki ) mempekerjakan
tenaga kerja dalam jumlah besar terutama di
industri garment.
Walaupun perkembangan industri
kreatif khususnya fashion tidak diragukan lagi
tetapi masih terdapat kendala terutama dari
industri yang masih kecil dan menengah,
kendala tersebut antara lain yang permodalan,
pengurusan perijianan dan hak cipta, serta
pembuatan desain / model pakaian / sepatu.
Mengadakan lomba busana dan
mendatangkan desainer ternama untuk melatih
UKM garmen agar mampu membuat/
menciptakan mode pakaian sendiri adalah
salah upaya untuk memperbaiki kemampuan
SDM UKM, disamping mendorong UKM fashion
untuk memanfaatkan teknologi informasi
melalui E-Commerce, sebagai salah satu upaya
membuka pasar.
Diperlukan kepedulian dari berbagai
pihak untuk membangun industri fashion di
Jawa Tengah sehingga nantinya Jawa Tengah
bisa menjadi basic industri Fashion dan dapat
menguasai pasar lokal maupun ekspor.
WASSALAMU’ALAIKUM WR WB.
Semarang, Januari 2012
Ir.IHWAN SUDRAJAT,MM
EDISI JANUARI 2012
Tajuk Rencana
Perkembangan industri kreatif di
Indonesia semakin meningkat seiring dengan
keluarnya blue print arah pengembangan
industri kreatif, dimana ada 14 komoditi yang
diakui sebagai industri kreatif termasuk
didalamnya industri fashion , Jawa Tengah yang
industrinya berbasis pada UKM dan IKM
mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan industri kreatif sekaligus
menumbuhkan UKM dan IKM yang
memproduksi / bergerak pada produk garment,
sepatu dan asesoris pakaian. Industri fashion
dengan bahan batik dan lurik merupakan
andalan karena bahan baku lurik dan batik
banyak diproduksi oleh UKM dan IKM di
Pekalongan dan Solo dan hampir semua
kabupaten / kota di Jawa Tengah telah
mempunyai produk batik dengan ciri khas
daerah masing –masing, sedangkan lurik
berkembang pesar di Kabupaten klaten dan
Jepara yang terkenal dengan nama kain troso.
Tentang batik barang kali sudah tidak
asing lagi bahwa UNESCO telah mengakui batik
sebagai budaya Indonesia yang memberikan
legimitasi bahwa batik adalah milik Indonesia,
hampir semua masyarakat Indonesia memiliki
dan mengenakan busana batik tidak hanya pada
event tertentu tetapi batik adalah pakaian
sehari –hari, hal ini terbukti berapapun
besarnya produksi batik pasti terserap di pasar
dan disain pakaian batik sudah mendunia,
perancang-perancang ternama sekaliber Anne
Avantie merancang batik yang tadinya pakaian
tradisional formal menjadi pakaian modern
yang disukai sehingga dapat digunakan oleh
semua kalangan baik tua, muda maupun anak-
anak di segala suasana.
Satu lagi produk tekstil sebagai bahan
pembuat pakaian / fashion adalah lurik yang
merupakan produk lokal Jawa Tengah yang
perlu dikembangkan agar mampu sejajar
dengan ketenaran batik, membutuhkan waktu
dan ide kreatif untuk mengembangkan kain
lurik, pada bulan Juli tahun 2010 Gubernur Jawa
Tengah mewajibkan PNS di lingkungan Pemda
Provinsi Jawa Tengah menggunakan pakaian
lurik setiap hari rabu dan diikuti oleh beberapa
Kabupaten / kota di Jawa Tengah, kebijakan ini
kembali mengangkat kembali kejayaan lurik
industri rumah tangga di Kabupaten Klaten dan
Jepara mendapat angin segar dan kembali
bergairah memproduksi kain lurik.
Sebelum lebih jauh membahas
pengembangan kain lurik kita perlu mengenal
lebih dalam apa itu lurik, kata lurik sendiri
berasal dari bahasa Jawa, lorek yang berarti
garis-garis, yang merupakan lambang
kesederhanaan. Sederhana dalam penampilan
maupun dalam pembuatan namun sarat dengan
makna. Selain berfungsi untuk menutup dan
EDISI JANUARI 2012
melindungi tubuh, lurik juga memiliki fungsi
sebagai status simbol dan fungsi ritual
keagamaan. Motif lurik yang dipakai oleh
golongan bangsawan berbeda dengan yang
digunakan oleh rakyat biasa, begitu pula lurik
yang dipakai dalam upacara adat disesuaikan
dengan waktu serta tujuannya.
Dan berbagai definisi yang telah
disebutkan di atas, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa lurik merupakan kain yang
diperoleh melalui proses penenunan dari seutas
benang (lawe) yang diolah sedemikian rupa
menjadi selembar kain katun. Proses yang
dimaksud yaitu diawali dari pembuatan benang
tukel, tahap pencelupan yaitu pencucian dan
pewarnaan, pengelosan dan pemaletan,
penghanian, pencucuk-an, penyetelan, dan
penenunan. Motif atau corak yang dihasilkan
berupa garis-garis vertikal maupun horisontal
yang dijalin sedemikian rupa sesuai warna yang
dikehendaki dengan berbagai variasinya.
Upaya mengangkat kembali tekstil
dengan bahan dasar lurik dilakukan dengan
menjadikan lurik menjadi bahan produk-produk
modern, yang tidak hanya terbatas untuk
pakian saja, tetapi lurik dijadikan sebagai bahan
tas, dompet, map, dan lain sebagainya. Untuk
busana telah dikembangkan beberapa fashion
seperti gaun panjang, kemeja pria, rok, jaket,
dan sebagainya.
Diperlukan pembinaan yang
berkesinambungan mulai dari proses produksi,
dan desain kain lurik, serta strategi pemasaran
yang tepat. Memadukan lurik dan batik dalam
satu kain merupakan ide pengembangan desain
kain lurik agar tidak monoton dengan motif
garis – garis dan kotak kotak , mengikut
sertakan IKM / UKM produsen kain lurik pada
event pameran nasional merupakan upaya
mengenalkan kain lurik kepada masyarakat
agar masyarakat peduli dengan produk local
dan mau menggenakan kain lurik dengan
bangga.
Batik dan lurik merupakan warisan
leluhur yang harus dilestarikan, bukan hanya
menjadi tugas pegrajin batik dan lurik saja
tetapi tugas kita semua. Pemerintah bertugas
melakukan pembinaan terhadap industri batik
dan lurik melalui langkah – langkah yang
terrencana dan komprehensif sedangkan
masyarakat mempunyai fungsi sebagai pelestari
batik dan lurik dengan tetap menggunakan
batik dan lurik sebagai fashion / busana sehari-
hari.
EDISI JANUARI 2012
LURIK, DARI MASA KE MASA
Indonesia dikaruniai keragaman suku
bangsa dengan budayanya masing-masing. Hal
ini terlihat pada cara berpakaian yang tidak
sama antara satu suku bangsa dengan suku
bangsa lainnya, baik dalam hal gaya, bentuk
maupun bahan yang digunakan. Demikian
halnya dengan masyarakat Jawa di Jawa Tengah
dan Yogyakarta yang memiliki pakaian
tradisional khas, salah satunya lurik. Lurik
merupakan nama kain. Kata “lurik” sendiri
berasal dari bahasa Jawa “lorek” yang berarti
garis-garis, yang merupakan lambang
kesederhanaan. Sederhana dalam penampilan
maupun dalam pembuatan, tetapi sarat makna
(Djoemena, 2000).
Selain berfungsi menutup dan
melindungi tubuh, lurik juga memiliki fungsi
sebagai status simbol dan fungsi ritual
keagamaan. Motif lurik yang dipakai oleh
golongan bangsawan berbeda dengan yang
digunakan oleh rakyat biasa. Begitu pula lurik
yang dipakai dalam upacara adat, disesuaikan
dengan waktu dan tujuannya.
Nama motif lurik diperoleh dari nama
flora, fauna, atau dari benda yang dianggap
sakral. Motif lurik tradisional memiliki makna
yang mengandung petuah, cita-cita, dan
harapan kepada pemakainya. Namun, saat ini
pengguna lurik semakin sedikit dibandingkan
beberapa puluh tahun yang lalu. Perajinnya pun
dari waktu ke waktu mulai menghilang. Lurik
menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997)
adalah suatu kain hasil tenunan benang yang
berasal dari daerah Jawa Tengah dengan motif
dasar garis-garis atau kotak-kotak dengan
warna-warna suram yang pada umumnya
diselingi aneka warna benang. Kata “lurik”
berasal dari akar kata “rik” yang artinya garis
atau parit yang dimaknai sebagai pagar atau
pelindung bagi pemakainya.
Dari berbagai definisi yang telah
disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
lurik merupakan kain yang diperoleh melalui
proses penenunan dari seutas benang (lawe)
yang diolah sedemikian rupa menjadi selembar
kain katun. Proses itu diawali dari pembuatan
benang tukel, tahap pencelupan berupa
pencucian dan pewarnaan, pengelosan dan
pemaletan, penghanian, pencucuk-an,
penyetelan, dan penenunan. Motif atau corak
yang dihasilkan berupa garis-garis vertikal
maupun horisontal yang dijalin sedemikian rupa
sesuai warna yang dikehendaki dengan
berbagai variasinya.
Tidak banyak ditemui tulisan mengenai
kain tenun lurik. Buku yang ditulis Nian S
Djoemena yang berjudul Lurik, Garis-garis
Bertuah menjelaskan proses pembuatan kain
lurik beserta alat yang digunakan. Selain itu,
diuraikan pula macam-macam motif lurik,
EDISI JANUARI 2012
makna, waktu pemakaian, dan fungsinya secara
garis besar, terutama dalam acara ritual
keagamaan dan perkawinan.
Lurik yang diuraikan dalam buku
tersebut tidak hanya terbatas pada motif lurik
Yogyakarta, tetapi juga motif Jawa Tengah dan
Tuban. Ada pula motif mirip lurik yang terdapat
di luar Jawa maupun luar Indonesia. Namun,
buku ini belum menjelaskan lebih lanjut
mengenai perkembangan lurik saat ini dan
usaha pelestariannya.
Motif kain lurik ternyata tidak hanya
berupa garis-garis membujur, tetapi juga dalam
perkembangannya muncul motif kotak-kotak
sebagai hasil kombinasi antara garis melintang
dan garis membujur.
Motif ini juga berkembang menjadi kain
polos dengan berbagai warna, seperti merah
dan hijau atau dikenal dengan nama lurik
polosan. Seperti apa yang diungkapkan Dibyo,
“Sifat lurik yaitu bahannya dari katun, gambar
garis, tetapi kadang kotak-kotak ataupun polos.
Meskipun polos, namanya tetap lurik.”
Nilai Kehidupan
Salah satu keunggulan manusia adalah bahwa ia
memiliki daya kreatif untuk membuat dan
membentuk apa yang ada di sekelilingnya,
kemudian diolah menjadi sesuatu yang
bermanfaat. Daya kreativitas tersebut
merupakan bagian yang penting dalam proses
berkarya seni. Seni merupakan kegiatan kreatif
imajinasi manusia untuk menerangkan,
memahami, dan menikmati kehidupan
(Haviland, 1993). Dengan daya kreatif yang
dimilikinya, manusia berusaha menciptakan
pakaian yang dibuat dari kapas atau bahan lain,
kemudian ditenun menjadi kain. Kain dijahit
menjadi pakaian.
Seni juga memiliki tujuan praktis, yakni
manfaat yang diperoleh secara langsung bagi
penggunanya. Tujuan praktis dari pakaian yaitu
untuk melindungi tubuh dari hawa dingin,
gigitan serangga, terik matahari dan berbagai
gangguan lainnya. Selain itu seni memiliki fungsi
sebagai norma perilaku yang teratur,
meneruskan adat kebiasaan dan nilai-nilai
budaya. Dalam adat berpakaian, seperti dalam
penggunaan kain lurik, terdapat nilai budaya
yang akan disampaikan dan untuk diteruskan
kepada generasi selanjutnya.
Pada suatu masyarakat tradisional,
selain memiliki fungsi manfaat, pakaian
seringkali memiliki fungsi lain, seperti status,
simbol, maupun ritual keagamaan. Orang yang
memiliki kedudukan sosial tinggi berbeda
pakaiannya dengan orang yang status sosialnya
lebih rendah. Begitu pula pakaian yang dipakai
untuk upacara, tertentu berbeda dengan yang
dipakai pada hari biasa.
Sesuai dengan keanekaragaman umat
manusia, pakaian yang digunakan juga
bermacam-macam dan bervariasi. Pada
masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-
nilai tradisinya seperti yang terdapat pada
EDISI JANUARI 2012
kelompok-kelompok suku bangsa di Indonesia,
pakaian yang digunakan menunjukkan identitas
dari suatu suku bangsa. Dalam hal ini pakaian
bukanlah semata-mata sebagai suatu benda
materi yang hanya dipakai tanpa memiliki arti
apapun. Kain lurik misalnya, merupakan suatu
simbol karena ia memiliki makna. Simbol
merupakan tanda yang dapat ditafsirkan
(Geertz, 1992:17) atau dijelaskan. Makna-
makna tersebut merupakan sesuatu yang tidak
tampak, tetapi dapat dilihat melalui penafsiran,
pemahaman yang kemudian ditata sedemikian
rupa. Simbol adalah segala sesuatu (benda,
peristiwa, tindakan, ucapan, dan sebagainya)
yang telah dilekati arti tertentu. Simbol bukan
milik individu, melainkan milik suatu kelompok
masyarakat. Kelompok masyarakat tersebut
terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki
sistem pengetahuan, gagasan, ide, adat
kebiasaan serta norma perilaku yang sama,
yang diungkapkan dalam tata cara kehidupan
manusia yang terwujud dalam benda-benda
budaya.
Kain tenun lurik merupakan salah satu
benda budaya karena dimiliki oleh suatu
masyarakat tertentu. Benda ini merupakan
wujud fisik dari ide, nilai, maupun norma yang
mengatur dan memberi arah bagi masyarakat
pada suatu kebudayaan tertentu. Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Koentjaraningrat (2000)
bahwa terdapat tiga wujud kebudayaan, yaitu
norma sebagai tata kelakuan yang mengatur
dan memberi arah, aktivitas yang berpola, dan
benda hasil karya manusia sebagai wujud
fisiknya.
Sejarah Lurik
Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997)
disebutkan bahwa lurik diperkirakan berasal
dari daerah pedesaan di Jawa, tetapi kemudian
berkembang, tidak hanya menjadi milik rakyat,
tetapi juga dipakai di lingkungan keraton. Pada
mulanya, lurik dibuat dalam bentuk sehelai
selendang yang berfungsi sebagai kemben
(penutup dada bagi wanita) dan sebagai alat
untuk menggendong sesuatu dengan cara
mengikatkannya pada tubuh, sehingga
kemudian lahirlah sebutan lurik gendong.
Dari beberapa situs peninggalan
sejarah, dapat diketahui bahwa pada masa
Kerajaan Majapahit, lurik sudah dikenal sebagai
karya tenun. Bahwa lurik sudah menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat lampau, dapat
dilihat dari cerita Wayang Beber yang
menggambarkan seorang ksatria melamar
seorang putri raja dengan alat tenun gendong
sebagai mas kawinnya. Keberadaan tenun lurik
ini tampak pula pada salah satu relief Candi
Borobudur yang menggambarkan orang yang
sedang menenun dengan alat tenun gendong.
Selain itu adanya temuan lain, yaitu prasasti
Raja Erlangga dari Jawa Timur pada tahun 1.033
yang menyebut kain Tuluh Watu sebagai salah
satu nama kain lurik (Djoemena, 2000).
EDISI JANUARI 2012
Pada awalnya, motif lurik masih sangat
sederhana, dibuat dalam warna yang terbatas,
yaitu hitam, putih atau kombinasal antar
keduanya. Pada zaman dahulu proses
pembuatan tenun lurik ini dimulai dari
menyiapkan bahan yaitu benang. Benang ini
berasal dari tumbuhan perdu dengan warna
dominan hitam dan putih. Selanjutnya, benang
tadi diberi warna dengan menggunakan
pewarna tradisional, yaitu yang bernama tarum
dan dari kulit batang mahoni. Rendaman daun
pohon tarum menghasilkan warna nila, biru tua,
dan hitam, sedangkan kulit batang mahoni
menghasilkan warna coklat.
Sebelum ditenun, benang dicuci berkali-
kali, kemudian dipukul-pukul hingga lunak
(dikemplong), setelah itu dijemur, lalu dibaluri
nasi dengan menggunakan kuas yang terbuat
dari sabut kelapa. Setelah bahan atau benang
ini kaku, kemudian diberi warna. Setelah itu
dijemur kembali dan benang siap untuk
ditenun.
Dahulu, alat yang digunakan untuk
menenun dikenal dua macam alat, yaitu alat
tenun bendho dan alat tenun gendong. Alat
tenun bendho terbuat dari bambu atau batang
kayu, yang biasanya digunakan dalam
pembuatan stagen, yakni ikat pinggang dari
tenunan benang yang sangat panjang dan
digunakan untuk pengikat kain (jarik) oleh
perempuan Jawa. Alat tenun ini digunakan
dengan posisi berdiri. Disebut sebagai alat
tenun bendho karena alat yang digunakan
untuk merapatkan benang pakan berbentuk
bendho (golok).
Adapun alat tenun gendong digunakan
untuk membuat bahan pakaian, selendang
lebar, maupun jarik (kain panjang). Disebut
demikian karena salah satu bagiannya
diletakkan di belakang pinggang, sehingga
tampak seperti digendong. Dalam proses
pembuatan kainnya, penenun dalam posisi
duduk memangku alat tenun tersebut
Kain lurik dulu dipakai hampir oleh
semua orang, sebagai busana sehari-hari. Untuk
perempuan dibuat kebaya ataupun kain untuk
bawahan (tapih/nyamping/jarik). Untuk laki-
laki, lurik dipakai sebagai bahan baju, yakni
beskap di Solo dan surjan di Yogyakarta. Selain
itu, lurik juga dibuat selendang (jarik gendong)
yang biasanya dipakai oleh bakul (pedagang) di
pasar untuk menggendong tenggok (wadah
yang terbuat dari anyaman bambu), terutama di
daerah Solo dan Klaten.
Selain dibuat untuk bahan pakaian
ataupun selendang, kain lurik dahulu digunakan
dalam upacara yang berkaitan dengan
kepercayaan, misalnya labuhan ruwatan,
siraman, atau mitoni.
Beberapa Macam Corak Lurik
Meskipun motif lurik ini hanya berupa garis-
garis, variasinya sangat banyak. Terdapat
banyak ragam motif kain lurik tradisional.
Djoemena menyebutkan beragam nama corak
EDISI JANUARI 2012
lurik, yaitu klenting kuning, sodo sakler, lasem,
tuluh watu, lompong keli, kinanti, kembang
telo, kembang mindi, melati secontong, ketan
ireng, ketan salak, dom ndlesep, loro-pat,
kembang bayam, jaran dawuk, kijing miring,
kunang sekebon.
Dalam Ensiklopedi Indonesia (1997) di-
sebutkan pula beberapa motif, seperti ketan
ireng, gadung mlati, tumenggungan, dan bribil.
Dalam perkembangannya muncul motif- motif
lurik baru, di antaranya motif yuyu, sekandang,
sulur ringin, lintang kumelap, polos abang, dan
polos putih. Motif yang paling mutahir adalah
motif hujan gerimis, tenun ikat, dam mimi, dan
galer.
Dahulu macam ragam corak lurik sangat
banyak, tetapi sekarang banyak yang sudah
terlupakan. Tidak semua orang termasuk para
perajin lurik yang ada sekarang ini tahu dan
ingat motif apa saja yang pernah ada.
Perusahaan tenun lurik Kurnia misalnya, tidak
membuat motif lurik seperti yang disebutkan di
atas karena peminatnya tidak ada lagi.
Motif-motif lurik yang sekarang dibuat
perusahaan milik Dibyo Sumarto itu sekarang
lebih bervariasi, disesuaikan dengan warna-
warna yang sedang disukai atau sedang tren.
Jadi, motif atau corak lurik yang dibuat
cenderung berubah dan makin berkembang.
Beberapa motif disesuaikan dengan yang
dikehendaki pembeli.
Begitu pula dengan perusahaan tenun
lurik yang dikelola oleh Nur. Perusahaannya
bahkan tidak banyak membuat motif tenun jika
tidak ada pesanan. Beberapa kain lurik ia buat
untuk seragam sekolah dan selendang. Selain
itu pembelinya kebanyakan dari siswa sekolah
yang sedang praktik tata busana.
Namun demikian, perusahaan tenun ini
masih membuat beberapa kain lurik tradisional
yang masih dipakai sejak zaman dulu, yaitu yang
dipakai di lingkungan keratin, seperti yang
dikenakan oleh para abdi dalem dan para
prajuritnya. Motif yang dipakai para abdi dalem
kerajaan tersebut dinamakan corak telu-pat
atau tiga empat dalam bahasa Indonesia.
Pakaian dengan motif ini dinamakan baju
peranakan. Baju ini dikenakan oleh mereka
ketika sowan atau caos (menghadap raja).
Ada pula motif lurik lain yang juga
hanya digunakan oleh orang-orang tertentu
pada waktu tertentu pula, yaitu yang dikenakan
oleh abdi dalem dan para punggawa keraton.
Ketika menghadiri pisowanan (menghadap
raja), para abdi dalem memakai baju peranakan
dengan motif telu pat, sedangkan para prajurit
keraton masing-masing juga memakai motif
lurik yang telah ditentukan. Prajurit Jogokaryan
memakai motif jogokaryo, prajurit Mantrijeron
memakai motif mantrijero, begitu pula dengan
prajurit Patangpuluhan memakai motif
patangpuluh. Motif lurik untuk prajurit keraton
EDISI JANUARI 2012
lainnya adalah motif ketanggung, yaitu yang
dikenakan oleh prajurit Ketanggungan.
Motif-motif itu semula hanya dipakai oleh
kalangan keraton, tidak bisa dipakai umum.
Namun sebagaimana dituturkan Dibyo,
sekarang pembeli bebas memilih motif mana
yang dikehendaki. Pembeli boleh memakai kain
lurik dengan berbagai macam corak, entah itu
yang semestinya dipakai untuk sowan ataupun
yang digunakan untuk prajurit keraton.
Untuk saat ini, biasanya motif lurik yang
tidak boleh dikenakan atau dijual untuk umum
adalah yang dipakai untuk seragam sekolah
karena motif tersebut sudah merupakan
identitas atau ciri khas kalangan pendidikan. .
Lurik Masa Kini
Menurut beberapa orang, berbagai macam
motif yang dulu pernah dibuat sekarang sudah
tidak dibuat lagi karena peminatnya pun sudah
tidak ada. Banyak perajin di perusahaan tenun
tradisional yang sudah berusia lanjut, tetapi
tidak ada regenerasi perajin untuk meneruskan
keahliannya.
Saat ini orang lebih memilih pekerjaan
lain daripada menenun. Dahulu ketika seorang
perajin menenun, ketika ada waktu senggang ia
minta anaknya untuk ikut menenun. Si anak
diberi pelajaran sedikit demi sedikit, sehingga
lama kelamaan bisa meneruskan pekerjaan
orang tuanya. Tetapi saat ini hal itu sulit
dilakukan. Generasi muda tidak lagi mau
menenun karena lebih memilih pekerjaan
lainnya.
Kondisi ini mendorong mendorong
beberapa desainer membentuk kelompok Lawe,
PPPPTK Seni dan Budaya untuk
mengembangkan produk tekstil dengan bahan
dasar lurik. Kelompok ini bertujuan mengangkat
kembali lurik menjadi produk-produk modern
yang tidak hanya terbatas untuk pakaian, tetapi
juga bahan tas, dompet, dan map. Untuk
busana, desainer Ninik Darmawan telah
mengembangkan gaun panjang, kemeja pria,
rok, dan jaket. Beberapa pakaian merupakan
gabungan motif lurik dengan kain batik.
Ninik mengembangkan kain tenun lurik
itu karena kain yang bercorak garis-garis ini
memiliki nilai kesederhanaan. Kain yang terbuat
dari bahan katun tersebut sebenarnya juga
cocok dengan iklim di Indonesia meskipun
kesan lurik sebagai pakaian rakyat cukup kental.
Melalui desainnya, Ninik hendak
menyampaikan pesan bahwa motif
luriksebenarnya dapat dikembangkan dan dapat
dikenakan di berbagai tempat dan waktu.
Menurutnya, dengan sentuhan desain, kain
tersebut dapat diolah, dikembangkan, dijadikan
busana masa kini, tanpa mengubah arti atau
makna yang terkandung di dalamnya.
Produk-produk tekstil dari bahan lurik
dengan desain baru yang indah, tidak kalah
menarik apabila dibandingkan dengan busana-
busana dari bahan batik atau bahan lainnya.
EDISI JANUARI 2012
Apa yang dilakukan Ninik Darmawan, Lawe, dan
PPPPTK Seni dan Budaya merupakan bentuk
transformasi budaya yang mengangkat budaya
lama Indonesia menjadi suatu budaya baru
dengan tidak meninggalkan kekayaan yang
diwariskan generasi sebelumnya.
Tradisi bukanlah suatu barang yang
mati, tetapi berkembang dan menjelma menjadi
wujud baru mengikuti perubahan zaman.
Tradisi melayani kebutuhan kehidupan manusia
sehingga harus sesuai dengan jiwa zamannya.
Tradisi yang tidak berubah akan menghambat
perkembangan dan akan menjadi nilai atau
produk yang basi. Dengan demikian, seni tradisi
seperti lurik harus dapat melayani kehidupan
manusia masa kini sehingga lurik akan lebih
bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan dari
masa ke masa.
Artikel diambil dari “Lurik, Dari Masa ke
Masa”, Majalah ARTISTA No. 1 & 2 Vol. 10 Thn.
2007, dengan pengeditan seperlunya
Ditulis oleh: Feti Anggraeni, S.Ant, Instruktur,
pemerhati, dan pengkaji tekstil, Technoart Park
PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta
sumber: http://www.houseoflawe.com/id/jelajah/sejarah-
lurik.html
EDISI JANUARI 2012
HARGA KEPOKMAS BULAN DESEMBER 2011
Beras
Perkembangan harga beras khususnya Cisadane II dan IR64 selama bulan Desember 2011
terjadi kenaikan harga memasuki Minggu III sampai Minggu IV Desember 2011 dikarenakan
terjadinya hujan yang cukup besar diikuti angin puting beliung sehingga pedagang besar beras
mengalami kesulitan menggiling padi menjadi beras, persediaan/stock di tingkat pedagang
besar Jateng semakin menipis, beras yang beredar di Jateng sebagian kecil berasal dari
beberapa Kab di Jateng sedangkan sebagian besar lainnya berasal dari Jabar (Karawang,
Cirebon) dan Jatim (Bojonegoro, Magetan), permintaan konsumsi beras masyarakat masih
cukup tinggi disebabkan musim penghujan dan masuknya masa liburan sekolah.
EDISI JANUARI 2012
PERKEMBANGAN EKSPOR - IMPOR NON MIGAS JAWA TENGAH TAHUN 2011
Neraca perdagangan nonmigas Jawa Tengah
pada 2011 menunjukkan surplus. Peningkatan
nilai ekspor nonmigas sebesar 19,39% dari
tahun sebelumnya menunjukkan kinerja ekspor
yang lebih baik setelah pada 2010 dikejutkan
dengan lonjakan impor produk China yang
mengakibatkan neraca perdagangan nonmigas
defisit.
Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan
ekspor utama Jateng, dengan ekspor mencapai
US$1.258,43 juta atau meningkat 13,8% dari
2010 dan share 26,26% dari total ekspor
nonmigas Jawa Tengah ke seluruh dunia.
Komoditas utama ekspor nonmigas ke negara
itu, antara lain tekstil dan produk tekstil,
perabot penerangan rumah, bulu unggas, kayu
dan barang dari kayu, ikan dan udang,
mesin/peralatan listrik, keramik, kopi, teh,
rempah-rempah, daging, ikan olahan dan
tembakau.
Ekspor Nonmigas Jateng
Pada 2011, nilai ekspor Jateng mengalami
peningkatan dengan capaian US$4.897,28 juta
US$ ke berbagai negara di seluruh dunia.
Dibandingkan dengan nilai ekspor 2010, ekspor
2011 mengalami kenaikan US$795,51 juta atau
naik 19,39% (lihat grafik pada gambar 1).
Negara tujuan utama ekspor Jateng adalah
Amerika Serikat dengan nilai ekspor ke negara
itu mencapai US$1.258,43 juta atau naik 13,8%
dibanding nilai ekspor 2010. Urutan kedua
ditempati Jepang dengan nilai ekspor
US$379,24 juta atau naik 58,64% dibanding nilai
ekspor 2010, disusul Jerman dengan nilai ekspor
US$295,38 juta naik 2,17% dibanding 2010.
Total ekspor Jateng ke sepuluh negara tujuan
utama selama 2011 mencapai US$3.083,52 juta
atau naik 20,5% dari 2010. Total ekspor dari
sepuluh negara tujuan utama pada 2011
mampu memberikan market share hingga
62,96% terhadap total ekspor Jateng (lihat tabel
1).
Tabel 1
NILAI EKSPOR NON MIGAS JAWA TENGAH MENURUT
NEGARA TUJUAN UTAMA
PERIODE : 2010 - 2011
Nilai : juta US$
No. Negara Tujuan 2010 2011 (+/-)% Share %
th. '10-"11 2011
1 Amerika 1,105.79 1,258.43 13.80 25.70
EDISI JANUARI 2012
Serikat
2 Jepang 239.06 379.24 58.64 7.74
3 Jerman 289.10 295.38 2.17 6.03
4 R.R.C 134.98 254.63 88.64 5.20
5 Korea Selatan 165.84 197.26 18.95 4.03
6 Negara bagian
Amerika 185.27 196.99 6.32 4.02
7 Australia 142.22 186.80 31.35 3.81
8 Malaysia 169.27 172.37 1.83 3.52
9 Belanda 127.48 142.42 11.71 2.91
10 Inggris 140.65 142.05 0.99 2.90
- Ekspor Utama 2,559.01 3,083.52 20.50 62.96
- Tujuan lain 1,542.76 1,813.77 17.57 37.04
- Total Ekspor
Jateng 4,101.77 4,897.28 19.39 100.00
Sumber : Bank Indonesia ( data diolah Dinperindag -Prov. Jateng )
1.1 Ekspor Non Migas Menurut Kelompok Komoditas
Menurut kelompok komoditas, tiga
kelompok komoditas yang mempunyai
peran tertinggi terhadap total nilai ekspor
nonmigas Jateng selama 2011 adalah tekstil
dan produk dari tekstil (US$2,301,81 juta),
kayu dan barang dari kayu (US$657,45 juta)
serta perabot, penerangan rumah
(US$575,95 juta).
Share kelompok komoditas tersebut masing-
masing 47%, 13,42% dan 11,76%, Dibanding
2010, tekstil dan produk dari tekstil mengalami
kenaikan 19,58%, kayu dan barang dari kayu
29,87% serta perabot, penerangan rumah
meskipun menduduki peringkat ketiga
kelompok komoditi tertinggi, nilai ekspornya
turun 7,3% (lihat tabel 2).
EDISI JANUARI 2012
Tabel 2
NILAI EKSPOR NON MIGAS JAWA TENGAH
MENURUT KOMODITI UTAMA
PERIODE : TAHUN 2010 - 2011
Nilai : Juta US$
No. Komoditi 2010 2011
(+/-)% Share %
th.' 10-
'11 2011
1 TPT 1,924.97 2,301.81 19.58 47.00
2 Kayu, Barang dari Kayu 506.24 657.45 29.87 13.42
3 Perabot, Penerangan Rumah 621.32 575.95 (7.30) 11.76
4 Mesin / Peralatan Listik 102.14 137.04 34.17 2.80
5 Bulu Unggas 87.72 121.08 38.03 2.47
6 Ikan dan Udang 102.11 120.24 17.75 2.46
7 Lemak & Minyak Hewan / Nabati 59.08 81.68 38.26 1.67
8 Karet dan Barang dari Karet 45.97 81.12 76.45 1.66
9 Berbagai Produk Kimia 66.71 81.02 21.45 1.65
10 Berbagai Makanan Olahan 58.06 64.24 10.65 1.31
11 Mesin-mesin / Pesawat Mekanik 31.20 57.41 84.00 1.17
12 Plastik dan Barang dari Plastik 50.48 55.81 10.56 1.14
13 Kopi, Teh, Rempah-rempah 36.13 53.98 49.41 1.10
14 Bijih, Kerak dan Abu Logam 10.73 48.88 355.41 1.00
15 Tembakau 42.92 48.00 11.84 0.98
- Ekspor Utama 3,745.78 4,485.70 19.75 91.60
- Komoditi lain 355.99 411.59 15.62 8.40
- Total Ekspor Jateng 4,101.77 4,897.28 19.39 100.00
Sumber : Bank Indonesia ( data diolah Dinperindag Prov. Jateng )
EDISI JANUARI 2012
2. Impor Non Migas Jawa Tengah
Nilai impor Jateng pada 2011 meningkat 4,65% dari impor pada 2010 menjadi US$4.539,63 juta
(lihat gambar 1). Negara pemasok barang impor terbesar adalah Republik Rakyat China (RRC). Nilai
impor Jateng dari negara itu selama 2011 mencapai US$1,576,41 juta atau naik 28,62% dari tahun
sebelumnya. Di urutan kedua, terdapat Amerika Serikat dengan nilai impor mencapai US$ 425,91
juta atau naik 70,07%, disusul Australia senilai US$327,04 juta atau naik 2,97% (lihat table 3).
Tabel 3
NILAI IMPOR NON MIGAS JAWA TENGAH MENURUT NEGARA ASAL UTAMA
PERIODE : 2010 - 2011
Nilai : juta US$
No. Negara Asal 2010 2011 (+/-)% Share %
th. 10-11 2011
1 R.R.C 1,225.63 1,576.41 28.62 34.73
2 Amerika Serikat 250.43 425.91 70.07 9.38
3 Australia 317.63 327.04 2.97 7.20
4 Hongkong 206.66 218.01 5.49 4.80
5 Thailand 176.75 211.50 19.66 4.66
6 Amerika Selatan 133.80 208.38 55.74 4.59
7 Korea Selatan 183.12 197.93 8.09 4.36
8 Jepang 656.02 180.99 (72.41) 3.99
9 Taiwan 160.22 179.24 11.87 3.95
10 India 104.61 139.92 33.75 3.08
- Impor Negara Asal Utama 3,414.87 3,665.35 7.33 80.74
- negara lainnya 922.90 874.28 (5.27) 19.26
- Total Impor 4,337.77 4,539.63 4.65 100.00
Sumber : Bank Indonesia ( data diolah Dinperindag Prov. Jateng )
EDISI JANUARI 2012
Impor Menurut Kelompok Komoditi
Kelompok komoditas dengan nilai impor terbesar selama 2011, yakni kelompok tekstil dan produk
tekstil yang mencapai US$1.263,56 juta dengan share sebesar 27,83% dari total impor nonmigas
Jateng. Dibanding 2010, nilai impor komoditas ini naik 29,61%.
Di urutan kedua, ada komoditas mesin-mesin/pesawat mekanik dengan nilai impor US$575,27 juta
dan share 12,67% dari total impor. Dibanding 2010, nilai impor komoditas ini menurun 33,2%. Di
urutan ketiga, peranan diberikan oleh komoditas mesin/peralatan listrik sebesar 9,99% atau setara
US$453,59 juta. Nilai impor komoditas ini menurun 0,76% dibanding tahun sebelumnya (lihat tabel
4).
Tabel 4
NILAI IMPOR NON MIGAS JAWA TENGAH MENURUT KOMODITI UTAMA
PERIODE : 2010 - 2011
Nilai : juta US$
No. Komoditi 2010 2011 (+/-)% Share %
th. '10 - '11 2011
1 TPT 974.92 1,263.56 29.61 27.83
2 Mesin-mesin / Pesawat Mekanik 861.15 575.27 (33.20) 12.67
3 Mesin / Peralatan Listik 457.08 453.59 (0.76) 9.99
4 Plastik dan Barang dari Plastik 227.94 321.85 41.20 7.09
5 Gandum-ganduman 149.74 218.02 45.60 4.80
6 Gula dan Kembang Gula 207.45 213.29 2.82 4.70
7 Biji-bijian berminyak 112.92 200.33 77.41 4.41
8 Susu, Mentega, Telur 99.11 128.46 29.61 2.83
9 Besi dan Baja 69.58 100.17 43.95 2.21
10 Bahan Kimia Organik 82.03 97.35 18.66 2.14
11 Kendaraan dan Bagiannya 57.64 75.08 30.25 1.65
12 Kertas / Karton 46.41 67.60 45.64 1.49
13 Benda-benda dari Besi dan Baja 175.72 59.06 (66.39) 1.30
14 Tembakau 17.43 54.30 211.50 1.20
15 Kayu, Barang dari Kayu 46.14 47.43 2.80 1.04
- Impor Komoditi Utama 3,585.29 3,875.37 8.09 85.37
- Komoditi lainnya 752.48 664.26 (11.72) 14.63
EDISI JANUARI 2012
- Total Impor Komoditi Jateng 4,337.77 4,539.63 4.65 100.00
Sumber : Bank Indonesia( data diolah Dinperindag Prov. Jateng )
3. Neraca Perdagangan Ekspor Impor Non Migas
Neraca perdagangan ekspor impor nonmigas Jateng pada 2011 menunjukkan surplus US$357,66
juta, dengan nilai ekspor mencapai US$4.897,28 juta dan nilai impor nonmigas US$4.539,63 juta.
Sebagaimana diketahui, pada 2010 neraca perdagangan nonmigas provinsi ini defisit US$236 juta,
dengan nilai ekspor US$4.101,77 juta dan nilai impor US$4.357,77 juta (lihat tabel 5).
Tabel 5
NERACA PERDAGANGAN NON MIGAS JAWA TENGAH
PERIODE : 2006 - 2011
Nilai : Juta US$
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011
trend % (+/-)%
th.'07-
'11
th.'10-
'11
Ekspor Non Migas 3,156.66 3,473.05 3,738.10 3,290.36 4,101.77 4,897.28 8.11 19.39
Impor Non Migas 1,660.21 2,107.56 2,707.85 2,484.13 4,337.77 4,539.63 22.21 4.65
Neraca
Perdagangan 1,496.46 1,365.48 1,030.25 806.22 (236.00) 357.66 - -
Surplus / ( Defisit )
Sumber : BI ( data diolah Dinperindag Prov. Jateng )
EDISI JANUARI 2012
POTENSI DAN PELUANG ETHIOPIA SEBAGAI PASAR NON TRADISIONAL
BAGI PRODUK JAWA TENGAH
Kemajuan perekonomian Ethiopia saat ini cukup
mencengangkan. Jangan bayangkan sebuah
negara yang tersungkur dengan potret
kemiskinan dimana-mana. Bahkan musisi Iwan
Fals pun mengabadikannya dalam salah satu
syair lagunya. Mungkin itu dulu tetapi begitu
banyak perubahan politik dan ekonomi terjadi
sepanjang kepemimpinan Perdana Menteri
Meles Zenawi.
Seiring demokrasi Ethiopia yang berjalan di
negara tersebut yang membawa dampak
kemajuan luar biasa sebagai negara moderen
yang sedang giat membangun. Sebagai
gambaran, Ethiopia merupakan sebuah negara
yang berada di kawasan tanduk Afrika (The
Horn of Afrika) dengan luas wilayah 1,1 juta
km2 atau dua kali pulau Kalimantan
berpenduduk 83 juta jiwa yang merupakan
penduduk terbesar di kawasan Afrika setelah
Nigeria dan Mesir.
Pertumbuhan ekonomi negara tersebut
mencapai 11 persen dalam 5 tahun terakhir.
Sejak reformasi kebijakan perdagangan dan
investasi tahun 2002, Ethiopia membuka kran
bagi kemudahan investasi ke negara tersebut,
membuka pasar bebas bagi masuknya produk
impor bahkan ketergantungan pada impor yang
sangat besar seiring pembangunan yang terus
berjalan di negara tersebut.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
Republik Indonesia untuk Ethiopia dan Uni
Afrika di Addis Ababa, Ramli Saud memaparkan
semua hal tentang Ethiopia dalam acara
semiloka peluang bisnis Indonesia–Ethiopia di
Hotel Ciputra Semarang akhir Februari lalu.
Acara ini dihadiri kalangan dunia usaha
khususnya IKM Jawa Tengah dan unsur
pemerintahan. Begitu besar potensi dan
peluang Ethiopia sebagai pasar non-tradisional
bagi produk ekspor Indonesia khususnya Jawa
Tengah yang selama ini telah terjalin. Hubungan
ini bisa lebih ditingkatkan lagi dengan
memperkenalkan produk-produk Jateng ke
Afrika khususnya Ethiopia dengan mengikuti
kegiatan promosi melalui Trade Fair yang ada di
Addis Ababa dan Jakarta.
Peluang bisinis yang cukup luas di Ethiopia
antara lain bagi produk minyak goreng, bahan
bangunan, obat dan alat kesehatan, alat-alat
pertanian, furnitur, jasa tenaga kerja untuk
sector konstruksi, jalan raya, perumahan
(mempersyaratkan joint venture dengan
pengusaha Ethiopia). Upaya dan semangat
Dubes Ramli Saud untuk membantu pengusaha
dan IKM Jateng ini dilandasi dengan keyakinan
setelah melihat potensi dan sumber daya
manusia yang melimpah yang dapat diekspor ke
Ethiopia.
EDISI JANUARI 2012
Dia juga berjanji akan membantu dan
menfasilitasi pengusaha dan IKM yang serius
untuk melakukan kegiatan bisnis baik investasi
maupun perdagangan ke Ethiopia maupun Uni
Afrika. Perlu diketahui ekspor non-migas Jawa
Tengah ke Afrika tahun 2011 sebesar 114,41
juta USD naik 34,74 persen dari tahun 2010
(84,91 juta USD) sedangkan impornya tahun
2011 sebesar 94,00 juta USD turun 5,60 persen
dari tahun 2010 (99,58 juta USD). Sedangkan
ekspor non-migas Jawa Tengah ke Ethiopia
tahun 2011 sebesar 5.496,27 ribu USD turun
4,35 persen dari ekspor tahun 2010 (5.746,49
ribu USD).
Komoditi ekspor Jateng ke Ethiopia antara lain
serat stafel buatan, kapas, filamen buatan, lak
getah dan dammar, perabot penerangan
rumah, sabun dan preparat pembersih serta
alas kaki dan impornya sebesar 1.226,62 ribu
USD naik 260,33 persen dari impor tahun 2010
(sebesar 340,42 ribu USD). Sedangkan komoditi
impor dari Ethiopia antara lain jangat dan kulit
mentah, biji-bijian berminyak dan kapas.
Berikut tips dari Dubes Ramli Saud bagi mereka
yang ingin berbisnis di Ethiopia, diantaranya :
• Ubah mind-set lama tentang Ethiopia dan
Afrika. Kini Ethiopia sudah menjadi negara
modern yang sedang giat membangun
• Manfaatkan peluang bisnis di Ethiopia
karena pasarnya tidak hanya Ethiopia tapi juga
negara- negara sekitarnya
• Hubungi KBRI Addis Ababa bilamana akan
melakukan bisnis dengan Ethiopia maupun Uni
Afrika
• Ikuti kegiatan promosi melalui Trade Fair
yang ada di Addis Ababa dan Jakarta
• KBRI Addis Ababa siap membantu
penyebaran informasi tentang produk usaha
Indonesia yang diminati di Ethiopia dan Uni
Afrika
• Memahami karakter atau perilaku
konsumen), metode kontrak, dan sistem
pembayaran di Ethiopia maupun Uni Afrika..
EDISI JANUARI 2012
COKROKEMBANG, PASAR PERCONTOHAN DALAM BINGKAI TRADISIONAL
Apa yang tinggal dalam benak kita saat
mengunjungi pasar-pasar tradisional di berbagai
daerah di Indonesia? Sebagian besar
pemandangan kumuh, kotor dengan aliran
penataan pedagang yang semrawut hampir
pasti kita dapati saat berbelanja di sana. Tak
bisa dimungkiri, proses transaksi jual beli di
pasar tradisional menjadi sebuah pemandangan
yang khas. Sebuah hal yang barangkali sulit
ditemui ketika kita mencari barang kebutuhan
di supermarket atau hipermarket.
Keberadaan pasar tradisional ini lama
kelamaan juga mulai tergeser oleh maraknya
pembangunan minimarket (waralaba/non-
waralaba) yang hampir ada di setiap sudut kota
bahkan menyisir perumahan atau
perkampungan di wilayah pinggiran. Tapi tentu
saja pemerintah menilai keberadaan pasar
tradisional patut untuk tetap dipertahankan.
Paling tidak dengan kucuran dana untuk
mewujudkan pasar percontohan nasional di
berbagai daerah se-Indonesia ini menjadi bukti
kepedulian dari pemerintah. Inilah jawaban bagi
masyarakat kecil yang semakin terdesak oleh
konglomerat berkantong tebal dalam
mendirikan pertokoan retail di setiap tempat-
tempat strategis
Tidak hanya menjadi pusat
perdagangan, Pasar Cokrokembang juga
didorong untuk bisa menjadi pasar wisata bagi
masyarakat di Jawa Tengah. Ini karena
Cokrokembang terletak di dekat wisata umbul
Ingas.,sehingga keberadaannya bisa
disinergikan dengan obyek wisata tersebut.
Cokrokembang direvitalisasi sejak Juni 2011
dan menghabiskan biaya Rp 8,4 miliar. Pasar
yang dibangun di atas lahan seluas 8.928 m2 ini
mampu menampung 542 pedagang dengan
fasilitas berupa los, kantor pengelola, mushola,
toilet, pos jaga, water treatment serta area
parkir yang memadai. Diresmikan pada 20
Januari 2012 oleh Menteri Perdagangan Gita
Wirjawan, pasar yang nyaman ini diharapkan
juga mampu meningkatkan omzet pedagang
seiring perubahannya menjadi pasar harian.
Semula pasar tradisional yang berdiri
sejak 1960 hanya buka setiap pasaran Legi dan
Pon dengan omzet Rp.150 juta hingga 200 juta
per hari pasaran. Dengan banyak fasilitas ini,
para pedagang tentu bisa menaikkan
omzetnya dua atau tiga kali lipat. Pemerintah
Provinsi Jateng berupaya agar pengelola pasar,
pedagang dan pemerintah daerah setempat
bisa bersinergi agar kegiatan ekonomi terus
berlangsung hingga 24 jam, sehingga mampu
menaikan transaksi. Dengan perekonomian
yang sedang tumbuh, lokasi pasar ini juga bisa
diarahkan sebagai tempat pemasaran produk
bagi masyarakat kecamatan Tulung dan
sekitarnya. Tulung merupakan daerah yang
sedang perekonomiannya banyak ditopang dari
sentra lumbung padi.
Kendati demikian, ada banyak harapan
dari masyarakat salah satunya adalah
tersedianya angkutan umum sehingga
mempermudah masyarakat Klaten menuju
Pasar Cokrokembang. Apalagi dengan
kedekatannya di salah satu obyek wisata Umbul
Ingas, paling tidak ada fasilitasi bukan sekadar
angkutan tetapi bagaimana Dinas Pariwisata
berupaya melakukan terobosan agar wisatawan
bisa mampir ke pasar Cokrokembang yang juga
digadang-gadang sebagai pasar wisata. Berbagai
acara bisa digelar mulai dari festival kuliner,
lomba burung berkicau, atau pameran produk
industry kecil dan menengah misalnya, akan
menjadikan pasar percontohan dalam bingkai
tradisional ini akan menjadi lebih hidup.
EDISI JANUARI 2012
BATIK SEMARANG YANG MULAI POPULER
Pada awal abad ke 20, ada perusahaan
batik Batikkerij Tan Kong Tien yang cukup
ternama. Kemudian pada 1980-an, muncul
perusahaan batik Sri Retno yang memegang
peran penting bagi industri batik di Kota
Semarang.
Namun, keduanya tak bisa bertahan
melawan arus zaman.
Batik Semarang seakan
lenyap karena terdesak
batik cetak (printing).
Corak dan motif
yang terdapat pada batik
Semarang cukup unik dan
tidak kalah dengan batik-
batik yang sudah popular
selama ini. Selain itu,
warna yang tersemburat
dari batik Semarang juga
lebih monokromatik
sehingga tampil sangat
menawan setelah diolah.
Umumnya orang Semarang tempo
doeloe membatik dengan motif naturalis,
seperti ikan, kupu-kupu, bunga, pohon, bukit,
dan rumah. Ini berbeda dengan batik-batik dari
daerah Surakarta dan Yogyakarta yang
cenderung simbolis.
Motif naturalis menjadi ciri khas batik yang
diproduksi oleh masyarakat pesisir Utara Jawa.
Ciri itu dapat dimaknai sebagai karakter
masyarakat yang lebih terbuka dan ekspresionis
dibandingkan masyarakat Surakarta dan
Yogyakarta yang dilingkupi sIstem simbol,
norma, dan aturan, di bawah kekuasaan raja.
Pada umumnya batik
Semarang berwarna
oranye kemerah-
merahan karena
mendapat pengaruh dari
China yang banyak
menampilkan motif fauna
daripada flora, misalnya
kupu-kupu, merak, dan
cendrawasih.
Adapun motif
Semarang yang
menonjolkan ikon Kota
Semarang banyak
menggunakan motif Tugu Muda, Lawang Sewu,
Gereja Blenduk, burung kuntul, bukit dan laut.
Hal ini disikapi benar oleh Umi S. Adi
Susilo yang mendirikan Batik Semarang 16 pada
2005. Inspirasi nama sanggar berasal dari
tempat produksi dan 16 berasal dari surat ke 16
dalam Al-Qur’an, yaitu surat An-Nahl yang
berarti lebah madu, yang pada saat itu menjadi
salah satu inspirasi motif batik.
EDISI JANUARI 2012
Semua berasal dari kecintaannya
terhadap batik dan semangat tingginya untuk
melestarikan karya adiluhung bangsa ini. Dia
sempat belajar membatik kepada beberapa
pakar batik. Saat ini dia juga menjadi instruktur
pada pelatihan batik di sekolah-sekolah, mulai
SD, SMA, hingga kalangan umum.
Demi mewujudkan cita-citanya pula, dia
mendirikan sebuah tempat kursus batik
bernama Semar 16 Batik Course dan Umizie
Batik Course.
Selama masa itu Umi sudah aktif
membuat batik dengan pewarna alami, seperti
jalawe, tingi, tegeran, nila, dan kapur.
Pemasaran Batik Semarang 16 masih di
sekitar Kota Semarang. Saat ini dia menjalin
kerja sama dengan Club Merby, Puri Fashion,
Puri Batik, Hotel Dafam, dan Sambara Resto.
Walaupun pemasarannya masih di Kota
Semarang, banyak pula pejabat dari daerah lain
yang sering mampir di workshop milik Umi,
yang terletak di Dusun Sumberejo, Kelurahan
Meteseh, Kecamatan Tembalang. Mereka yang
berkunjung, antara lain berasal dari Bengkulu,
Sulawesi, juga turis dari Jerman, London,
Australia dan Jepang yang senang dengan motif
batik semarangan. Kebanyakan dari mereka
menyukai motif asem, wewe gombel, Lawang
Sewu, dan Tugu muda.
Kapasitas produksi Batik Semarang 16
mencapai 1.000 lembar per bulan untuk batik
cap dan 25 lembar per bulan untuk batik tulis.
Dengan jumlah karyawan sebanyak 50 orang,
Uni berhasil meraup omzet rata-rata Rp 65 juta
per bulan.
Umi ingin terus mengembangkan
usahanya dengan mengekspor batiknya ke luar
negeri. Sejauh ini, Umi bekerjasama dengan
rekannya di Australia dan anak keduanya yang
saat ini menimba ilmu di Amerika Serikat.
EDISI JANUARI 2012
PIKK LOPAIT TUNTANG
HIDUP SEGAN , MATI TAK MAU
(PERLU TEROBOSAN ALIH KONSEP PENGELOLAAN)
Pusat Industri Kecil Kerajinan (PIKK)
“Lopait” Tuntan di Kabupaten Semarang
menjadi salah satu asset Pemerintah yang
dikelola oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (Dinperindag) Jateng. Seperti
tertulis di judul ini, kondisi PIKK Lopait yang
telah berumur kurang lebih 11 tahun masih
sangat stagnan dan belum dapat berkembang
secara maksimal. Meski berbagai inovasi
kegiatan yang diadakan di PIKK Lopait telah
digelar namun keberadaannya sampai sekarang
belum memiliki nilai jual yang cukup berarti
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah
(PAD) Jateng.
Keberadaan kios-kios di PIKK Lopait
sebenarnya cukup baik sebagai salah satu
tujuan konsumen untuk membeli aneka batik
dan kerajinan dari Jateng. Diversifikasi dan
penataan barang maupun kios telah dilakukan
termasuk inovasi ‘’Resto Tahu’’. Ide ini
merupakan salah satu terobosan untuk
mengenalkan resto yang berorientasi pada
aspek kesehatan, dikarenakan produk tahu yang
dibuat dari bahan baku kedele merupakan
sumber protein dan sangat baik untuk
kesehatan.
Kondisi PIKK pada akhir penghujung
tahun 2011 lalu, masih berada pada posisi yang
sama dengan tahun 2010. Belum ada
pemasukan yang cukup berarti untuk
penambahan PAD, bahkan cenderung
mengalami penurunan minat konsumen untuk
berkunjung dan memanfaatkan fasilitas yang
ada di dalamnya. Beberapa permasalahan
kurang berkembangnya PIKK Lopait hendaknya
menjadi pemikiran kita bersama. Selama ini,
pengelolaan PIKK Lopait memang belum
profesional. Tenaga kerja yang berada di PIKK
Lopait memang direkrut hanya sebagai tenaga
kesekretariatan baik untuk administrasi,
keamanan dan kebersihan. Pengelolaan yang
EDISI JANUARI 2012
belum profesional inilah yang menjadikan salah
satu hal penting yang harus segera dibenahi.
Rekrutmen manajer PIKK Lopait sudah
sangat diperlukan, untuk menghindari
keterpurukan PIKK lebih lanjut. Bahkan
diharapkan, PIKK Lopait bisa menjadi salah satu
bagian UPTD Dinperindag yang mempunyai
kewenangan pengelolaan dan pelaksanaan
kegiatan tersendiri sehingga segala kegiatan
yang berlangsung dapat dimonitor oleh
pengelola UPTD yang berdomisili di PIKK Lopait
setiap waktu dan setiap saat. Tentunya hal ini
akan sangat berbeda jika selama ini yang terjadi
pada PIKK Lopait hanya diawasi dan dikelola
oleh aparat yang berdomisili di Kota Semarang.
Mapping pengembangan PIKK Lopait
juga pernah dilakukan, yaitu dengan rencana
renovasi maupun penambahan fasilitas di PIKK,
termasuk rencana perluasan area yang
dilengkapi dengan sarana prasarana untuk
wisata dan rest area. Mapping ini sebenarnya
bisa menjadi salah satu upaya untuk
menawarkan pengelolaan PIKK pada calon
investor.
Alih Konsep Pengelolaan
Menemukan investor yang berminta
mengelola PIKK ini bukanlah hal yang mudah,
kendati demikian hendaknya penawaran ini
dapat dilakukan secara terbuka lewat
mekanisme aturan kerjasama sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Memperhatikan kondisi PIKK Lopait yang
berada pada jalur cepat Semarang-Solo dan
bahkan apabila jalur tol Semarang-Solo sudah
berfungsi, kemungkinan besar PIKK Lopait tidak
dapat berkembang dengan konsep ruang publik
untuk pemasaran produk-produk industri kecil
dan kerajinan. Hal ini mengingat jalur Tuntang
ini tidak akan dilalui oleh mobil-mobil pribadi
yang memiliki kecenderungan untuk
beristirahat sekaligus berbelanja di PIKK Lopait.
Oleh karena itu diperlukan masukan
dan dukungan berbagai pihak untuk menyusun
lebih lanjut rencana pengembangan PIKK Lopait
dengan perubahan konsep “alih usaha pasar“
menjadi konsep lain yang tentunya tidak
bersinggungan dengan konsumen yang akan
berbelanja. Perubahan konsep tersebut
tentunya dibarengi dengan konsekuensi untuk
penataan ruang dan sarana prasarana yang
sudah ada di PIKK Lopait sampai saat ini.
Mampukah PIKK Lopait beralih konsep
pengelolaan? Jenis usaha apa yang layak
dikembangkan di PIKK Lopait selanjutnya? Inilah
PR kita saat ini. Sebagai aparat Dinperindag
Provinsi Jateng, hendaknya tidak boleh
berpangku tangan dengan kondisi PIKK Lopait
ini. Kita juga jangan mencemooh PIKK Lopait
yang sampai saat ini belum dapat berkembang
dengan maksimal, namun mendorong
munculnya ide-ide cemerlang dari segenap staf
di Dinperindag Provinsi Jateng untuk mampu
EDISI JANUARI 2012
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Jawa Tengah
Jl.Pahlawan No.4 Semarang, Jawa Tengah.
Indonesia
Phone ( 024 ) 8419826 / 8417601
Fax ( 024 ) 8311710.
”One Team, One Spirit, One Goal”
Find Us on Web:
http://dinperindag.jatengprov.go.id
menjawab tantangan guna mengoptimalkan
asset PIKK Lopait.
Penulis yakin, apabila segenap
pimpinan dan staf di Dinperindag Jateng
bekerjasama membangun ide untuk
berkembangnya PIKK Lopait, tempat ini akan
menjadi salah satu asset andalan pemerintah
Jateng. Namun demikian, sampai saat ini
memang belum terlihat adanya kebersamaan
dalam mengoptimalkan keberadaan PIKK
Lopait, bahkan ada kecenderungan upaya
menghindari dan keengganan segenap
pimpinan maupun staf untuk mencarikan solusi
segala permasalahan PIKK Lopait. Semoga
tahun 2012 ini, muncul pencerahan di PIKK
Lopait untuk berkembang lebih baik daripada
tahun yang sebelumnya. (*)