Emeilia Dwita
-
Upload
emeilia-dwita -
Category
Documents
-
view
112 -
download
21
description
Transcript of Emeilia Dwita
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN
Aggregatibacter actinomycetemcomitans SECARA IN VITRO
SKRIPSI
EMEILIA DWITA
1007101070033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
APRIL 2014
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) TERHADAP PERTUMBUHAN
Aggregatibacter actinomycetemcomitans SECARA IN VITRO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran gigi
EMEILIA DWITA
1007101070033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
APRIL 2014
ii Universitas Syiah Kuala
iii Universitas Syiah Kuala
iv Universitas Syiah Kuala
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Gigi pada Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Syiah Kuala. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
(1) drg. Zaki Mubarak, MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Syiah Kuala yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh
pendidikan pada di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala dan
telah memberikan arahan selama pendidikan;
(2) drh. Santi Chismirina, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan memberi
pengarahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini;
(1) drg. Ridha Andayani, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing dan memberi banyak saran, petunjuk, serta perbaikan untuk
kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini;
(2) drh. Basri A. Gani, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran
dan kritikan yang bermanfaat sehingga penyusunan skripsi ini menjadi lebih
baik;
(3) Afrina S.Ked, M.Si selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan
kritikan yang bermanfaat sehingga penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik;
(4) drg. Poppy Andriani, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Pendidikan Universitas Syiah Kuala yang telah memberi kesempatan kepada
penulis dalam memperoleh sampel yang dibutuhkan untuk penelitian;
(5) Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala yang
telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan;
v Universitas Syiah Kuala
(6) Seluruh staf administrasi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengurus segala keperluan
administrasi dalam penyusunan skripsi ini;
(7) Drh. Fakhrurrazi, MP selaku kepala laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala yang telah memberi izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian, Maryulia Dewi, S.KM selaku laboran
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas kedokteran Hewan Universitas Syiah
Kuala yang telah banyak membimbing dan membantu sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini;
(8) Orangtua penulis, Edi Wandrius dan Sri Afni yang selalu menjadi inspirasi
serta memberikan doa, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil
kepada penulis selama menjalani pendidikan hingga menyelesaikan skripsi ini;
(9) Abang penulis tercinta Surya Fridayatma, S.Hi yang selalu menghibur dan
memberi semangat dalam menyusun skripsi ini;
(10) Teman-teman FKG 2010, teman-teman seperjuangan di bidang Biologi Oral
Puji Tia Mariska, S.KG, Ratna Ramadhani, Ichwanul Muslim, S.KG, Wira
Stary Rukmana, S.KG, Cut Aisa Qamari, Nazla Chairini dan Mahdalena, serta
sahabat-sahabat yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu;
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Banda Aceh, April 2014
Penulis
vi Universitas Syiah Kuala
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
Sebagai sivitis akademik Universitas Syiah Kuala, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Emeilia Dwita
NIM : 1007101070033
Program Studi : Kedokteran Gigi
Departemen : Mikrobiologi
Fakultas : Kedokteran Gigi
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universits Syiah Kuala Hak Bebas Royalti (Non-exclusive Royalti-Free Right) atas
karya ilmiah penulis yang berjudul: Efek Antibakteri Ekstrak Daun Pandan
Wangi Terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara
In Vitro. Dengan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif ini Universitas Syiah Kuala
berhak menyimpan, mengalihmediakan/ formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan karya ilmiah/skripsi saya
untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama saya dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya secara sadar tanpa paksaan
dari pihak manapun,
Dibuat di : Banda Aceh
Pada Tanggal : 1 April 2014
Yang menyatakan
(Emeilia Dwita)
vii Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK
Nama : Emeilia Dwita
Fakultas : Kedokteran Gigi
Judul : Efek Antibakteri Ekstrak Daun Pandan Wangi Terhadap
Pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara
In Vitro
Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) merupakan
flora normal rongga mulut yang dapat menyebabkan periodontitis agresif. Daun
pandan wangi merupakan tanaman yang telah lama dikenal oleh masyarakat
Indonesia dan diketahui memiliki kandungan aktif yang bersifat antibakteri. Zat aktif
yang terkandung tersebut adalah alkaloid, flavonoid, tanin, polifenol, dan saponin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun pandan
wangi terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans secara in vitro. Penelitian
eksperimental laboratoris ini menggunakan sampel A. actinomycetemcomitans isolat
klinis dan daun pandan wangi yang diekstraksi menggunakan metode maserasi.
Ekstrak daun pandan wangi diuji aktifitas antibakterinya terhadap pertumbuhan A.
actinomycetemcomitans dengan metode Standard Plate Count (SPC). Hasil analisis
statistik one way ANOVA menunjukkan nilai p=0,00 yang berarti ekstrak daun
pandan wangi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan A.
actinomycetemcomitans. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan ekstrak daun
pandan wangi memiliki aktifitas antibakteri terhadap pertumbuhan A.
actinomycetemcomitans dengan Konsentrasi Hambat Minimum adalah pada
konsentrasi 10%. Konsentrasi Bunuh Minimum tidak terlihat pada penelitian ini
sampai konsentrasi ekstrak 50%.
Kata kunci : antibakteri, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, daun pandan
wangi
viii Universitas Syiah Kuala
ABSTRACT
Name : Emeilia Dwita
Faculty : Dentistry
Title : Antibacterial Effect of Pandanus Leaves (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) on In Vitro Growth of Aggregatibacter
actinomycetemcomitans
Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) is oral normal
flora which may caused aggressive periodontitis. Pandanus leaves is well known
plant by Indonesian society and it’s chemical compounds have known for their
antibacterial activity. The chemical compound of pandanus leaves are alkaloid,
flavonoid, tannin, polyphenol, and saponin. The purpose of this study was to known
antibacterial effect of pandanus leaves againts in vitro growth of A.
actinomycetemcomitans. This experimental laboratory study used clinical isolate of
A. actinomycetemcomitans and pandanus leaves that used maseration method for
extraction as the sample. Pandanus extract was determined their antibacterial activity
using Standard Plate Count Method. One way ANOVA analysis result show the
value of p=0,00, means pandanus leaves extract have significant effect against A.
actinomycetemcomitans growth. Based on this study can be concluded that pandanus
leaves have antibacterial activitity against A. actinomycetemcomitas growth, which
Minimum Inhibitory Consentration is 10%. Minimum Bactericidal Consentration
wasn’t seen in this study until consentration extract 50%.
Keyword : antibacterial, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, pandanus leaves
ix Universitas Syiah Kuala
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAA PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI ......... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 2
1.4.1. Bagi Peneliti .......................................................................... 2
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan ....................................................... 3
1.4.3. Bagi Masyarakat .................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
2.1. Aggregatibacter actinomycetemcomitans ........................................ 4
2.1.1. Tinjauan Umum Aggregatibacter
actinomycetemcomitans ........................................................ 4
2.1.2. Taksonomi Aggregatibacter actinomycetemcomitans ........... 5
2.1.3. Faktor Virulensi Aggregatibacter actinomycetemcomitans .. 5
2.2. Periodontitis .................................................................................... 7
2.2.1. Gambaran Umum Periodontitis ............................................ 7
2.2.2. Prevalensi Periodontitis ........................................................ 9
2.3. Pandan Wangi ................................................................................. 9
2.3.1. Deskripsi Pandan Wangi dan Taksonomi ............................. 9
2.3.2. Manfaat Pandan Wangi ......................................................... 10
2.3.3. Peran Daun Pandan Wangi Sebagai Antibakteri .................. 11
2.4. Metode Pembuatan Ekstrak Tumbuhan .......................................... 12
2.4.1. Metode Maserasi ................................................................... 12
2.4.2. Metode Perkolasi .................................................................. 13
2.4.3. Metode Refluks ..................................................................... 13
2.4.4. Metode Sokhlet ..................................................................... 14
2.5. Metode Isolasi Bakteri .................................................................... 14
2.6. Metode Identifikasi Bakteri Berdasarkan Identifikasi Biokimia .... 15
2.6.1. Identifikasi Berdasarkan Karakteristik Fisik ........................ 15
2.6.2. Identifikasi Berdasarkan Karakteristik Biokimia ................. 16
2.7. Jenis-Jenis Mikroskop ..................................................................... 18
2.8. Uji Laboratorium Sensitivitas Bakteri ............................................ 19
x Universitas Syiah Kuala
2.8.1. Metode Dilusi ..................................................................... 19
2.8.2. Metode Difusi .................................................................... 29
2.8.3. Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi
Bunuh Minimum ................................................................. 20
2.8.4. Standard Plate Count (SPC) .............................................. 20
2.9. Kerangka Teori ............................................................................... 21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .............. 22
3.1. Kerangka Konsep ............................................................................ 22
3.2. Definisi Operasional ....................................................................... 22
3.3. Hipotesis ......................................................................................... 23
BAB 4 METODE PENELITIAN ...................................................................... 24
4.1. Desain Penelitian ............................................................................ 24
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 24
4.3. Sampel Penelitian ............................................................................ 24
4.4. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 24
4.5. Cara Kerja Penelitian ...................................................................... 27
4.5.1. Sterilisasi Alat ..................................................................... 27
4.5.2. Pembuatan Media Buffered Peptone Water ........................ 27
4.5.3. Pembuatan Aggregatibacter
actinomycetemcomitans Growth Medium ........................... 27
4.5.4. Pengambilan Sampel ........................................................... 27
4.5.5. Kultur dan Isolasi Aggregatibacter
actinomycetemcomitans ...................................................... 28
4.5.6. Identifikasi Aggregatibacter actinomycetemcomitans ........ 28
4.5.7. Ekstraksi Daun Pandan Wangi Dengan
Metode Maserasi ................................................................. 30
4.5.8. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi ....................... 30
4.5.9. Pembuatan Konsentrasi Bahan Uji ..................................... 30
4.5.10. Pembuatan Suspensi Aggregatibacter
Actinomycetemcomitans ...................................................... 31
4.5.11. Pengenceran Aggregatibacter actinomycetemcomitans
dengan Metode Serial Dilution .......................................... 32
4.5.12. Uji Antibakteri (Penentuan KHM dan KBM) ..................... 32
4.6. Analisis Data ................................................................................... 33
4.7. Alur Penelitian ................................................................................ 34
BAB 5 HASIL PENELITIAN ........................................................................... 35
5.1. Hasil Isolasi dan Identifikasi Aggregatibacter
actinomycetemcomitans ................................................................... 35
5.1.1. Morfologi Koloni .................................................................. 35
5.1.2. Pewarnaan Gram ................................................................... 36
5.2. Hasil Uji Biokimia .......................................................................... 36
5.3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) .................................................... 38
5.4. Jumlah Koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Hasil Pengenceran Bertingkat ......................................................... 38
xi Universitas Syiah Kuala
5.5. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pandan Wangi
dengan Metode Dilusi ..................................................................... 39
BAB 6 PEMBAHASAN ..................................................................................... 41
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 48
7.1. Kesimpulan ..................................................................................... 48
7.2. Saran ............................................................................................... 48\
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 49
LAMPIRAN ........................................................................................................ 55
xii Universitas Syiah Kuala
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Definisi Operasional ........................................................................... 22
Tabel 5.1. Tabel Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi .................... 38
Tabel 5.2. Tabel Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans Hasil
Pengenceran Bertingkat ..................................................................... 39
Tabel 5.3. Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans Setelah Diuji
dengan Ekstrak Daun Pandan Wangi .................................................. 39
Tabel 5.4. Tabel Uji Least Significant Different (LSD) ........................................ 40
xiii Universitas Syiah Kuala
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perbedaan Koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Isolat Klinis dan Strain Laboratorium ............................................ 5
Gambar 2.2. Daun Pandan Wangi ........................................................................ 10
Gambar 2.3. Mikroskop Elektron ......................................................................... 19
Gambar 2.4. Kerangka Teori ................................................................................ 21
Gambar 3.1. Variabel Penelitian .......................................................................... 22
Gambar 4.1. Alur Penelitian ................................................................................. 34
Gambar 5.1. Hasil Kultur Bakteri A. actinomycetemcomitans pada
Media AaGM ................................................................................... 35
Gambar 5.2. Gambaran Struktur Internal Koloni Bakteri
A. actinomycetemcomitans .............................................................. 35
Gambar 5.3. Hasil Pewarnaan Gram .................................................................... 36
Gambar 5.4. Hasil Motilitas, Gula-Gula, dan TSIA ............................................ 36
Gambar 5.5. Hasil Uji Katalase ............................................................................ 37
Gambar 5.6. Hasil Uji Produksi Indol dan MRVP .............................................. 37
Gambar 5.7. Grafik Jumlah Koloni Bakteri per ml (106) dengan Perlakuan
Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) ...................................................................... 40
xiv Universitas Syiah Kuala
DAFTAR ISTILAH
Aerob
Mikroorganisme yang dapat hidup dan bertumbuh dengan adanya oksigen
bebas.
Anaerob Fakultatif
Mikroorganisme yang hidup pada lingkungan tanpa oksigen, akan tetapi
juga dapat bertahan hidup apabila terdapat oksigen.
Antibiotik
Zat antimikroba yang berasal dari mikroorganisme atau diproduksi secara
semi sintesis digunakan untuk terapi infeksi.
Apoptosis
Kematian sel secara terprogram.
Bedah Flap Periodontal
Proses pemisahan mukosa gingiva dari jaringan dibawahnya untuk
memberikan jarak penglihatan dan akses ke tulang dan permukaan akar.
Chemotactic Inhibitor Factor
Faktor virulensi bakteri yang dapat menghambat kemotaksis PMN ke
daerah infeksi.
Cytolethal distensing toxin (Cdt)
Toksin yang dihasilkan oleh bakteri Gram negatif yang menyebabkan
melemahnya sistem imun host akibat antibodi tidak dapat menetralisir
efek toksik tersebut.
Deoxyribonucleic Acid (DNA)
Material genetik yang terdapat pada setiap inti sel.
Di atas permukaan laut (dpl)
Posisi vertikal (ketinggian) suatu objek dari suatu titik tertentu (datum).
Datum yang biasa digunakan adalah permukaan laut.
Difusi
Proses bergeraknya partikel di dalam cairan dari daerah dengan
konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah pada cairan.
xv Universitas Syiah Kuala
Disinfeksi
Proses membunuh mikroorganisme pada suatu benda atau instrumen
menggunakan zat kimia.
Endotoksin
aToksin yang terdapat di dalam dinding sel beberapa mikroorganisme,
terutama bakteri Gram negatif.
Inflamasi
Respon perlindungan tubuh terhadap iritasi atau cidera.
Invasi
Proses bakteri masuk ke dalam sel inang/jaringan dan menyebar ke
seluruh tubuh; akses yang lebih mendalam dari bakteri agar dapat
memulai proses infeksi.
Interleukin
Istilah dasar untuk sekelompok sitokin multifungsi sebagai respon
terhadap rangsangan antigen.
Lipopolisakarida (LPS)
Kompleks senyawa lipid dan polisakarida yang banyak ditemukan pada
lapisan membran terluar bakteri Gram negatif.
Mc Farland
Standar yang digunakan untuk menyetarakan suspensi bakteri sehingga
jumlah bakteri dalam suatu cairan dapat diketahui.
Scalling dan Root planing
Proses menghilangkan plak dan kalkulus yang dapat menyebabkan
inflamasi pada jaringan periodontal.
Scanning Electron Microscop (SEM)
Mikroskop yang mampu melakukan pembesaran objek sampai dua juta
kali, memiliki kemampuan pembesaran objek dan resolusi yang jauh lebih
bagus dari pada mikroskop cahaya.
Serotip
Variasi antigen dan antibodi yang dikeluarkan oleh bakteri.
xvi Universitas Syiah Kuala
Polimorfonuklear (PMN)
Bagian sel darah putih dari kelompok granulosit yang memfagositosis dan
menghancurkan antigen.
Tumor Necrosis Factor (TNF)
Protein yang banyak disekresi oleh makrofag, memiliki peran
metabolisme seperti proliferasi sel, diferensiasi, apoptosis, metabolisme
lipid, dan koagulasi.
.
1 Universitas Syiah Kuala
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) adalah
bakteri Gram negatif fakultatif anaerob yang bersifat non-motile dengan ukuran 0,4-
0,5 µm x 1,0-1,5 µm.1,2
Bakteri tersebut merupakan penyebab periodontitis agresif
sehingga dominan ditemukan pada penderita periodontitis agresif.3 Faktor virulensi
utama A. actinomycetemcomitans adalah leukotoksin yang dapat membunuh sel
leukosit. Selain leukotoksin A. actinomycetemcomitans juga memiliki faktor
virulensi lain, seperti Cytolethal Distending Toxin (CDT), chemotactic inhibitor
factor, lipopolisakarida, dan kolagenase yang berperan dalam kerusakan jaringan dan
resorpsi tulang pada periodontitis agresif.1-6
Periodontitis agresif merupakan jenis periodontitis yang sering terjadi pada
usia remaja dan anak-anak.7 Penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan gigi yang
cepat jika tidak diberikan perawatan yang tepat.7 Perawatan periodontitis agresif saat
ini meliputi tindakan peningkatan oral hygiene, scalling dan root planning, bedah
flap periodontal, dan pemberian antibiotik.7,8,9
Antibiotik yang sering digunakan
untuk perawatan periodontitis agresif meliputi pemberian tetrasiklin, metronidazol,
dan amoksisilin.9,10,11
Beberapa studi menyebutkan adanya peningkatan resistensi A.
actinomycetemcomitans terhadap obat-obat antibiotik tersebut sehingga perawatan
yang diinginkan tidak dapat tercapai.
Berbeda dengan obat-obatan sintetik, antimikroba yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan relatif aman, tidak dihubungkan dengan efek samping yang berarti dan
memiliki potensi terapeutik yang besar. Berbagai tumbuh-tumbuhan telah diteliti
efek terapeutiknya, salah satunya daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb.). Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki potensi
antibakteri yang besar karena adanya kandungan senyawa-senyawa aktif yang
bersifat antibakteri. Zat antibakteri yang terdapat pada pandan wangi adalah alkaloid,
saponin, flavonoid, polifenol, steroid dan tanin. Zat-zat tersebut berperan dalam
merusak komponen-komponen sel bakteri.12-15
Aktivitas antibakteri ekstrak daun pandan wangi juga telah diteliti memiliki
kemampuan untuk menghambat dan membunuh bakteri Gram negatif lainnya seperti
Universitas Syiah Kuala
Pseudomonas aeruginosa dan Eschericia coli secara in vitro.12,13,14
Penelitian yang
dilakukan oleh Chandra dkk (2010) menyebutkan nilai Konsentrasi Hambat
Minimum ekstrak daun pandan wangi terhadap Pseudomonas aeruginosa adalah
16% sedangkan Konsentrasi Bunuh Minimum 18%.14
Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Oliver dkk (2010) menyebutkan daya hambat pandan wangi berkisar
pada konsentrasi 20-40%.13
Berdasarkan hasil penelitian tersebut perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.) terhadap A. actinomycetemcomitans secara in vitro dengan
mengetahui nilai Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh
Minimunnya.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ekstrak daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan A.
actinomycetemcomitans, dan berapakah nilai Konsentrasi Hambat Minimum dan
Konsentrasi Bunuh Minimumnya terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun
pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan A.
actinomycetemcomitans dengan menentukan nilai Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM).
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam
melakukan penelitian melalui penelitian tentang efek antibakteri ektrak daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan A.
actinomycetemcomitans.
Universitas Syiah Kuala
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi tambahan untuk
penelitian lebih lanjut dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang
kedokteran gigi mengenai efek antibakteri daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.)
1.4.3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai peran tumbuh-
tumbuhan sebagai sumber antibakteri alami yang relatif murah dan mudah yang
berfungsi sebagai antibiotik terhadap bakteri penyebab periodontitis khususnya efek
antibakteri ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.).
4 Universitas Syiah Kuala
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aggregatibacter actinomycetemcomitans
2.1.1 Tinjauan Umum Aggregatibacter actinomycetemcomitan
Klinger pada tahun 1912 pertama kali mengisolasi dan mengidentifikasi
bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Bakteri tersebut dinamakan
demikian karena dihubungkan dengan Actinomyces israelii pada infeksi
aktinomikotik. Tahun 1921, Lieske mereklasifikasi penamaan bakteri tersebut
menjadi Bacterium comitans. Topley dan Wilson tahun 1929 mengganti nama genus
dengan Actinobacilus. Tahun 1962 King dan Tatum menyebutkan kemiripan yang
dekat fenotip Actinobacilus actinomycetemcomitans dengan Haemophilus
aphrophilus. Pada tahun 1985 Potts dkk menyusun kembali penamaan genusnya
menjadi Haemophilus actinomycetemcomitans. Norskov-Lauritsen dan Killan tahun
2006 mengusulkan penamaan terbaru untuk bakteri ini yaitu, Aggregatibacter
actinomycetemcomitans.2,16
Aggregatibacter actinomycetemcomitans adalah bakteri fakultatif anaerob
dengan ukuran 0,4-0,5 µm x 1,0-1,5 µm.1 Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada
lingkungan anaerob atau pada kondisi dengan kadar CO2 5% diudara pada suhu 37oC
dan pH 7-8,5.1,2,6
Pertumbuhan koloninya berkembang baik setelah 24-48 jam.
Spesies ini direpresentasikan dengan 6 serotip (a-f).1,2,6,16,17
Serotip b lebih sering
ditemukan dan dideteksi dalam jumlah yang besar pada lesi periodontitis.1,16,17
Sementara serotip a dan c memiliki hubungan yang kuat dengan periodontal yang
sehat.1,17
Serotip b ditemukan lebih signifikan pada periodontitis agresif dibanding
periodontitis kronis.17
Umumnya distribusi serotip A. actinomycetemcomitans tidak
homogen, menunjukkan adanya hubungan serotip dan status periodontal bergantung
pada ras dan etnik tertentu.1,2,6,16,17
Terdapat perbedaan gambaran morfologi bakteri A. actinomycetemcomitans
isolat klinis dan strain laboratorium.2,6,16,18
Morfologi koloni isolat klinis A.
actinomycetemcomitans memperlihatkan tampilan yang cembung, kasar, berwarna
krem dengan diameter 1-2 mm dan memiliki karakteristik adanya bentuk bintang jika
dilihat menggunakan mikroskop cahaya (Gambar 2.1.a.).2,16,18
Jika dilihat
menggunakan Scanning Electron Microscop (SEM) memperlihatkan adanya fibril
5
Universitas Syiah Kuala
yang padat (Gambar 2.1.b.c.). Fibril ini dapat meluas dari satu sel ke sel lain. Pada
strain laboratorium tidak memperlihatkan adanya bentuk bintang pada permukaanya,
dan hanya terdapat fibril yang lebih sedikit (Gambar 2.1.d,e,f).18
Gambar 2.1. Perbedaan Morfologi A. actinomycetemcomitans Isolat klinis (a,b,c)
dan Strain Laboratorium (d,e,f)18
2.1.2. Taksonomi Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Secara taksonomi, bakteri A. actinomycetemcomitans diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Pasteurellales
Famili : Pasteurellaceae
Genus : Aggregatibacter
Spesies : Aggregatibacter actinomycetemcomitans2,16
2.1.3. Faktor Virulensi Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Istilah virulensi secara umum didefinisikan sebagai kemampuan suatu
mikroorganisme dalam menyebabkan terjadinya infeksi.19
Faktor virulensi yang
dimiliki A.actinomycetemcomitans antara lain fimbria, adesin, leukotoksin, CDT,
chemotactic inhibitor factor, lipopolisakarida, dan juga kolagenase.1-7,19,20
Kolonisasi
awal A. actinomycetemcomitans diperantarai oleh fimbria dan adesin. Fimbria
memberikan bentuk morfologi yang kasar pada permukaan bakteri.19,20
Adesin
6
Universitas Syiah Kuala
merupakan merupakan protein yang memediasi ikatan antara bakteri dan reseptor
spesifik pada sel epitel. Mekanisme kerjanya dihubungkan dengan membran terluar
bakteri dan dan melepaskan adesin dalam bentuk vesikel.2
Setelah berkolonisasi A. actinomycetemcomitas mengeluarkan faktor
virulensi utama yaitu leukotoksin. Leukotoksin merupakan anggota dari pore-
forming toxin. Leukotoksin paling banyak terlihat pada membran ektraselular sel
bakteri. Kemampuan strain A. actinomycetemcomitans bervariasi dalam
memproduksi leukotoksin. Strain ini dapat diklasifikasikan menjadi leukotoxin
producing – strains dan nonleukotoxin-producing strains.1,2,4,19
Mekanisme
leukotoksisitas leukotoksin meliputi aktifitas membranolitik yang menghasilkan
lubang pada sel target sehingga menyebabkan terjadi osmolisis akibat influk air
kedalam sel.1,4
Mekanisme bakteri dalam mengganggu sistem pertahanan host juga
diperankan oleh Cytolethal Distending Toxin (CDT). Cytolethal Distending Toxin
(CDT) adalah toksin subunit trimerik yang dihasilkan oleh bakteri Gram negatif pada
mukosa. Toksin CDT menyebabkan melemahnya sistem imun host, sehingga
antibodi tidak dapat menetralisir efek toksik dari toksin tersebut. Cytolethal
Distending Toxin (CDT) menginduksi distensi (penggelembungan) sel, menyebabkan
berhentinya siklus sel, dan kematian sel host. Cytolethal Distending Toxin pada A.
actinomycetemcomitan (AaCDT) dapat menginduksi berhentinya siklus G2 sel dan
apoptosis sel termasuk sel limfosit.1,2,5,19
Oleh sebab itu, toksin ini berperan penting
pada patogenitas bakteri melalui sistem imun. Kemampuan untuk menginduksi
kematian sel host dapat memicu kerusakan jaringan dan terlambatnya proses
penyembuhan. Pada kasus periodontitis, hal ini dapat menyebabkan hilangnya
gigi.5,19
Upaya lain yang dilakukan A. actinomycetemcomitans bertahan dari serangan
host yaitu dengan memproduksi Chemotactitic inhibitor factor yang dapat
menghambat kemotaksis PMN. Faktor ini dapat mengurangi jumlah PMN yang
mampu memfagositosis dan membunuh bakteri pada lesi lokal. Hal tersebut
menyebabkan pertahanan pertama Host dalam menyerang bakteri dengan pengerahan
sel-sel fagosit pada area invasi dapat terganggu. Kemampuan untuk mengganggu
7
Universitas Syiah Kuala
kemotaksis sel-sel tersebut menyebabkan bakteri mampu bertahan dari serangan
host.19
Kerusakan jaringan merupakan kunci dari penyakit periodontal.
Aggregatibacter actinomycetemcomitans memproduksi lipopolisakarida yang
memiliki potensi menyebabkan kerusakan susunan sel dan jaringan host.
Lipopolisakarida (LPS) A. actinomycetemcomitans memiliki spektrum imunologik
yang luas pada aktivitas endotoksik. Lipopolisakarida pada A.
actinomycetemcomitans dapat menstimulasi makrofag untuk menghasilkan
interleukin (interleukin-1a, interleukin-1b), Tumor Necrosis Factor (TNF), dan
sitokin yang terlibat pada inflamasi jaringan dan resorbsi tulang. Aktivitas resorpsi
tulang oleh LPS terjadi akibat stimulasi PGE2 yang dilepaskan oleh osteoblas dan sel
lain. Aggregatibacter actinomycetemcomitans diketahui mengaktifkan komplemen
cascade melalui jalan alternatif. Mekanisme ini menyebabkan tersebarnya
prostaglandin dan memungkinkan resorpsi tulang pada kasus periodontitis. Selain
LPS kerusakan jaringan pada periodontitis juga diperankan oleh kolagenase.
Kolagenase merupakan komponen matrik ekstraselular bakteri. Aggregatibacter
actinomycetemcomitans memproduksi kolagenase yang dapat menyerang serat-serat
kolagen sehingga menyebakan degradasi kolagen pada jaringan periodontal.2,19
2.2. Periodontitis
2.2.1. Gambaran Umum Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai inflamasi yang menyerang jaringan
pendukung gigi. Inisiasi dan progresi penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu faktor mikrobiologi, faktor imunologik, faktor genetik, dan lingkungan. Secara
patologis penyakit periodontal diawali dengan akumulasi bakteri dan produk
metabolitnya sehingga epitel penghubung akan berproliferasi. Hal tersebut
menyebabkan bermigrasinya epitel penghubung ke arah apikal sehingga terjadi
pendalaman celah gingiva, hilangnya perlekatan dan terbentuknya poket
periodontal.21,22
American Academy of Periodontitis (AAP) telah mengklasifikasikan
periodontitis menjadi periodontitis agresif, periodontitis kronis, dan periodontitis
sebagai manifestasi dari penyakit sistemik. Periodontitis yang paling umum terjadi
8
Universitas Syiah Kuala
adalah periodontitis kronis. Periodontitis kronis dihubungkan dengan akumulasi plak
dan kalkulus. Umumnya penyakit ini terjadi pada orang dewasa, namun dapat juga
terjadi disetiap kelompok umur. Progresi penyakit ini biasanya lambat, namun dapat
meningkat disebabkan oleh faktor lokal, sistemik atau lingkungan. Periodontitis
kronis dapat berupa penyakit yang terlokalisir, jika hilangnya perlekatan dan
kerusakan tulang alveolar yang terjadi kurang dari 30%, dan dapat menjadi penyakit
yang lebih general jika hilangnya perlekatan dan kerusakan tulang lebih dari
30%.21,23
Perbedaan periodontitis kronis dengan periodontitis agresif adalah pada
progresi penyakit yang cepat pada individu yang secara sistemik sehat dengan
akumulasi plak dan kalkulus yang sedikit. Secara umum penyakit ini memiliki
predileksi ras dan jenis kelamin dengan angka prevalensi lebih sedikit dibanding
periodontitis kronis. Penyebab periodontitis agresif juga meliputi faktor
mikrobiologi, faktor genetik, faktor imunologik, dan faktor lingkungan/kebiasaan.
Bakteri patogen pada plak terutama Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan
Porphyromonas gingivalis berperan penting menyebabkan respon host yang buruk.
Hal ini juga ditentukan oleh faktor genetik dan imunologik pasien yang dimodifikasi
oleh faktor lingkungan.8,7
Gejala yang paling umum pada penderita periodontitis agresif adalah adanya
spasi pada gigi anterior dan pendarahan pada gingiva. Pasien juga memiliki keluhan
halitosis, sensitivitas terhadap stimulus termal, nyeri pada saat mastikasi dan gigi
goyang, namun tidak semua pasien periodontitis agresif memiliki gejala yang
demikian. Beberapa pasien memperlihatkan progresi hilangnya perlekatan dan
kerusakan tulang dapat bersifat self-arresting. Pasien yang memiliki kebiasaan
merokok dan pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk memperlihatkan
kerusakan yang lebih parah.7,9,22
Perawatan periodontitis agresif meliputi tindakan scaling dan root planing
untuk mengeliminasi faktor etiologi lokal yang diikuti dengan pemberian disinfeksi
(chlorhexidine 1%). Beberapa referensi menyebutkan adanya kecenderungan
pemberian kombinasi antibiotik amoksilin 250 mg dan metronidazol 250 mg tiga kali
sehari selama 8 hari. Kriteria pemilihan antibiotik untuk periodontitis agresif belum
begitu jelas. Pemilihannya bergantung pada kasus, faktor-faktor yang berhubungan
9
Universitas Syiah Kuala
dengan penyakit, riwayat alergi pasien serta potensi efek samping dari antibiotik
yang diberikan. Tindakan bedah flap dapat juga dilakukan dengan tujuan
memperoleh akses dan visibilitas instrumentasi dan debridement di daerah akar dan
furkasi.7-9
2.2.2. Prevalensi Periodontitis
Prevalensi suatu penyakit diartikan sebagai perbandingan antara jumlah
populasi dengan jumlah penyakit pada waktu tertentu. Di Indonesia penyakit
periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di
masyarakat. Survei nasional di Amerika Serikat menunjukkan 50% populasi dewasa
mengalami inflamasi gingiva.24,25
Studi prevalensi dan faktor resiko gingivitis dan
periodontitis di Jordan oleh Khansa dkk (2012) memperlihatkan 76% populasi
mengalami gingivitis, 2,2% menderita periodontitis agresif, 5,5% diantaranya
mengalami periodontitis kronis. Perkiraan prevalensi global periodontitis agresif
pada populasi umum menunjukkan Afrika memiliki angka prevalensi yang tinggi
(0,5-5%), diikuti dengan Asia (0,4-1%), Amerika selatan (0,3-1%), Amerika Utara
(0,4-0,8%), dan Eropa Barat (0,1-0,5%). Prevalensi penyakit ini juga berbeda
berdasarkan pada kelompok ras dan etnik tertentu.25
2.3. Pandan Wangi
2.3.1. Deskripsi Pandan Wangi dan Taksonomi
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) adalah jenis tumbuhan
monokotil dari famili Pandanaceae yang tumbuh di daerah tropis memiliki daun
beraroma wangi. Tumbuhan ini dapat dijumpai di daerah pantai berpasir daerah
dataran tinggi dengan ketinggian 3500 dpl.26
Daun pandan wangi memiliki tinggi
0,5-1 m dengan diameter 3-4 cm dan memiliki akar tunggang.27
Pandan wangi memiliki aroma yang khas. Aroma ini dihasilkan oleh berbagai
komponen dari volatile oil, terutama 2-acetyl-1pyrroline.28,29
Sistematika taksonomi
untuk daun pandan wangi adalah sebagai berikut:13
Kingdom :Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida/monokotil
10
Universitas Syiah Kuala
Ordo : Pandanales
Famili : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb.
Gambar 2.2. Daun Pandan Wangi13
2.3.2. Manfaat Pandan wangi
Pandanus adalah kelompok tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Pemanfaatannya antara lain digunakan sebagai bahan makanan,
pewangi, zat pewarna, bahan anyaman, obat-obatan, tanaman hias dan lain-lain.
Daun pandan wangi merupakan komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia
dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Selain dibidang masakan, masyarakat juga
memanfaatkan daun pandan wangi sebagai obat alternatif untuk menghilangkan
ketombe, menghitamkan rambut, obat penenang, penambah nafsu makan, serta untuk
obat rematik dan pegalinu.26-30
Berbagai penelitian juga dilakukan untuk mengetahui manfaat medis dari
daun pandan wangi. Penelitian yang dilakukan oleh Sukandar (2007) menunjukkan
ekstrak daun pandan wangi memiliki efek toksisitas terhadap larva. Hueh Zan Chong
dkk pada tahun 2012 juga berhasil menunjukkan aktivitas antikanker daun pandan
wangi dengan cara menginduksi apoptosis dan dan mempengaruhi regulasi sel
kanker.31
11
Universitas Syiah Kuala
2.3.3. Peran Daun Pandan Sebagai Antibakteri
Telah diketahui pandan wangi memiliki berbagai senyawa antibakteri.
Senyawa antibakteri tersebut adalah alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol,
essential oil, dan steroid.13,14,28-30
Aktivitas antibakteri ekstrak daun pandan wangi
telah diteliti memiliki kemampuan untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Eschericia coli dan Streptococcus
mutans secara in vitro.12-14
Senyawa alkaloid yang terdapat pada pandan wangi merupakan metabolit
sekunder tumbuhan yang menunjukkan aktivitas farmakologis. Alkaloid dikaitkan
dengan kemampuan menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara menghambat
aktivasi enzim yang berperan pada proses pengarahan nukleotida pada pita DNA
tunggal induk sebagai cetakannya. Adanya gangguan replikasi DNA menyebabkan
tergangunya pembelahan sel. Selain itu sintesa protein untuk metabolisme bakteri
maupun untuk sintesa dinding sel akan terhambat. Pada akhirnya pertumbuhan
bakteri akan terhambat.14,32
Kandungan lain pandan wangi adalah Saponin. Saponin merupakan senyawa
aktif permukaan yang kuat yang dapat menimbulkan busa jika dikocok. Senyawa
tersebut mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat merusak
membran sel serta merusak protein sel bakteri. Hal ini didasarkan pada sifat
sitotoksik dari saponin dan kemampuannya dalam mempengaruhi permeabilitas
membran sitoplasma sehingga dapat melisis sel mikroba.14,32
Senyawa aktif pandan wangi lainnya adalah flavonoid yang merupakan
metabolit sekunder dari tumbuh-tumbuhan dan berupa subtansi fenol. Beberapa studi
menyebutkan flavonoid memperlihatkan aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, dan
antimikroba. Sifat antibakteri tersebut dikaitkan karena senyawa tersebut merupakan
metabolit sekunder yang disintesis oleh tumbuh-tumbuhan sebagai respon terhadap
infeksi mikroba. Kerja antimikroba flavonoid yaitu dengan membentuk kompleks
dengan protein ekstraselular sehingga akan merusak membran sel bakteri. Ekstrak
tumbuhan yang mengandung flavonoid mengindikasikan adanya aktivitas
antimikroba yang secara signifikan dapat menyerang berbagai strain bakteri.14,33-35
Senyawa lain yang berperan sebagai antibakteri pada pandan wangi adalah
tannin. Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman, seperti daun,
12
Universitas Syiah Kuala
buah yang belum matang, batang dan kulit kayu. Tanin juga memiliki potensi
antimikroba dengan mekanisme kerja mengendapkan protein bakteri sehingga terjadi
inaktivasi enzim yang diproduksi bakteri dan menginaktivasi transport protein
dinding sel bakteri sehingga merusak dinding sel bakteri tersebut.14,35
Polifenol merupakan komponen yang merupakan pigmen alami pada
tumbuhan maupun buah-buahan yang berwarna. Fenol pada tumbuhan umumnya
disintesis dari fenilalanin dengan aktivisi Phenylalanine Ammonia Lyase (PAL). Zat
ini sangat penting bagi tumbuhan dan memiliki fungsi yang berbeda. Peran utamnya
yaitu untuk mengontrol infeksi patogen.14,33-35
Essential oil adalah produk yang beraroma dan mudah menguap pada
tanaman. Essential oil memiliki kecenderungan menguap jika terpapar dengan udara,
sehingga sering disebut volatile oil atau ethereal oil.29
Steroid juga merupakan senyawa metabolit sekunder yang telah dikenal
berfungsi sebagai penolak serangga dan serangan mikroba. Steroid dapat berinteraksi
dengan membran fosfolipid sel yang bersifat impermeabel terhadap senyawa-
senyawa lipofilik sehingga menyebabkan integritas membran menurun, morfologi
membran sel berubah, dan akhirnya dapat menyebabkan membran sel rapuh dan
lisis.14,32
2.4. Metode Pembuatan Ekstrak Tumbuhan
2.4.1. Metode Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Metode maserasi digunakan untuk
menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam
cairan pelarut, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Prinsip ekstraksi teknik
ini dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan pelarut yang sesuai pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan pelarut akan masuk ke dalam
sel melewati dinding sel. Kandungan sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pelarut dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan
13
Universitas Syiah Kuala
dari teknik ini adalah alat yang digunakan sederhana, namun waktu yang diperlukan
untuk mengekstraksi sampel cukup lama serta cairan pelarut yang digunakan lebih
banyak. Metode maserasi juga tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang
mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.14,36,37
2.4.2. Metode Perkolasi
Metode perkolasi merupakan estraksi dengan pelarut yang selalu baru.
Umumnya teknik ini dilakukan pada suhu kamar. Prinsip ekstraksi perkolasi
dilakukan dengan cara melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia
dalam suatu perkolator. Hal ini bertujuannya agar senyawa aktif tertarik seluruhnya.
Teknik ini biasanya digunakan untuk senyawa yang tahan maupun tidak tahan
pemanasan. Keuntungan dari teknik perkolasi adalah tidak terjadinya kejenuhan dan
pengaliran pelarut dapat meningkatkan proses difusi dan sehingga zat antibakteri
terdorong keluar sel. kekurangan teknik ini adalah memerlukan cairan pelarut yang
lebih banyak dan adanya resiko cemaran mikroba untuk pelarut dari air karena
dilakukan secara terbuka. 36,37
2.4.3. Metode Refluks
Metode ekstraksi tumbuhan dengan teknik refluks menggunakan pelarut pada
temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk
mengektraksi bahan-bahan yang tahan terhadap pemanasan. Prinsip refluks adalah
penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke
dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan pelarutnya, lalu dipanaskan. Uap-
uap cairan pelarut terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul
cairan pelarut yang akan turun kembali menuju labu alas bulat. Pelarut tersebut akan
menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai pelarutan sempurna. Penggantian
pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan
dan dipekatkan. Keuntungan teknik ini dapat digunakan untuk mengekstraksi sampel
yang memiliki tekstur kasar, sedangkan kerugiannya membutuhkan volume total
pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi operator.36
14
Universitas Syiah Kuala
2.4.4. Metode Sokhlet
Sokhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan
jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungannya
dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap
pemanasan secara langsung. Selain itu teknik ini menggunakan pelarut yang lebih
sedikit, dan pemanasannya dapat diatur. Kerugiannya dapat menyebabkan reaksi
peruraian karena panas pelarut didaur ulang. Hal ini menyebabkan jumlah total
senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut
tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut
yang lebih banyak untuk melarutkannya. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin
tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi.36,37
2.5. Metode Isolasi Bakteri
Proses isolasi yaitu memisahkan mikroba tertentu dengan mikroba lain yang
berasal dari campuran berbagai mikroba. Isolasi dilakukan pada media padat karena
pada media padat mikroba dapat tumbuh dalam koloni yang tetap pada tempatnya.
Isolasi diawali dengan melakukan pengenceran untuk memperoleh kepadatan sel
(konsentrasi) yang rendah. Selanjutnya suspensi tersebut dicampur dengan media
agar yang akan beku namun masih cair dan dituangkan pada petri steril. Sel bakteri
akan tumbuh menjadi koloni-koloni yang terpisah pada permukaan media. Isolasi
yang demikian disebut sebagai pour plate methode.38,39
Isolasi juga dapat dilakukan penggoresan (streak) jarum ose yang
sebelumnya dicelupkan (dipping) pada permukaan media padat. Pada awal
penggoresan akan diperoleh koloni yang padat dengan bentuk seperti alur goresan,
sedangkan pada akhir goresan akan diperoleh koloni-koloni yang terpisah. Satu
koloni yang terpisah dipastikan sebagai perkembangan dari satu sel. Isolasi demikian
disebut sebagai streak plate method. Selanjutnya koloni-koloni yang terpisah
dipindahkan pada media lain dengan melakukan inokulasi penanaman sehingga
diperoleh koloni yang benar-benar murni, terpisah dari substratnya dan mikroba lain.
Inokulasi dilakukan dengan cara mengambil koloni yang terbentuk melalui jarum ose
kemudian digoreskan pada media lain.38,39
15
Universitas Syiah Kuala
2.6. Metode Identifikasi Bakteri Berdasarkan Uji Biokimia
2.6.1. Karakteristik Fisik
a. Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram merupakan uji awal untuk identifikasi bakteri. Tahapan ini
diawali membuat preparat ulas dengan fiksasi koloni bakteri dengan 2.5% NaCl.
Preparat tersebut kemudian ditambahkan pewarna crystal violet ditunggu satu menit
dan dilakukan pencucian pada air mengalir. Preparat ditambahkan iodin selama 1
menit dan dilakukan pencucian. Tahap berikutnya adalah dekolorisasi dengan
penambahan alkohol 96%. Tahap akhir preparat diberikan safranin, ditunggu 45
detik dan dilakukan pencucian dengan air mengalir. Lakukan pengamatan preparat di
bawah mikroskop. A. actinomycetemcomitans merupakan Gram negatif yang
ditandai dengan warna merah muda dan berbentuk coccobacillus.40,41
b. Morfologi Koloni
Bentuk, ukuran, warna, elevasi dan margin dari koloni yang terlihat diamati
pada media kultur lalu hasil pengamatan dicatat. 40,41
c. Morfologi Sel
Sel yang telah dilakukan pewarnaan Gram diamati di bawah mikroskop
cahaya dengan pembesaran 100 x untuk menentukan karakteristik morfologi dari sel
tersebut.40,41
d. Uji Motilitas
Uji motilitas dilakukan untuk menguji kemampuan bakteri untuk bermigrasi
dari garis inokulasi. Cara melakukan uji motilitas yaitu dengan menginokulasi
bakteri pada media motilitas seperti agar manitol dengan menggunakan jarum dan
dikultur pada satu garis lurus. Lalu diamati setelah 24-48 jam. Jika bakteri yang diuji
bermigrasi dari garis inokulasi, maka bakteri terebut bersifat motil. 40,41
2.6.2. Karakteristik biokimia
a. Uji Katalase
Katalase merupakan enzim pada bakteri yang mampu untuk menghilangkan
H2O2 yang terakumulasi pada lingkungannya sebagai hasil dari reduksi oksigen.
Bakteri yang mampu menghasilkan katalase disebut katalase positif, sedangkan yang
tidak mampu disebut katalase negatif. Bahan yang digunakan untuk melakukan uji
16
Universitas Syiah Kuala
katalase adalah 3% hidrogen peroksida, dan 15% reagen peroksida untuk bakteri
anaerob. Jika pada uji tersebut terbentuk gelembung-gelembung, maka disebut
katalase positif, jika tidak terbentuk disebut katalase negatif. Gelembung yang
terbentuk merupakan gelembung O2.40,41
b. Uji Urase
Uji urase dilakukan untuk menentukan apakah isolat bakteri memproduksi
enzim urase. Enzim urase pada bakteri dapat menghidrolisis urea menjadi ammonia
dan karbon dioksida. Adanya ammonia menyebabkan meningkatnya pH pada media
uji. Bahan yang digunakan untuk uji urase adalah Stuart urea broth dan Christensen
urea agar, keduanya mengandung fenol merah sebagai indikator pH. Jika hasil uji
yang dilakukan memperlihatkan adanya warna merah pada stuart broth menunjukkan
hasil tes positif. Hasil tes negatif jika media tersebut tetap berwarna kuning. Jika
menggunakan cristensen agar, warna merah pada medium menunjukkan hasil tes
postif. Hasil tes negatif jika medium tetap berwarna kuning.40,41
c. Uji Reduksi Nitrat
Uji reduksi nitrat digunakan untuk menentukan apakah isolat bakteri mampu
untuk mereduksi nitrat. Uji reduksi nitrat dapat dilakukan dengan inkolusai medium
nitrat dengan mikroorganisme yang akan diuji. Lalu ditambahkan 1 ml reagen A ( α-
naphthy-lamine), dan reagen B (sulfanilic acid). Jika terbentuk warna merah setelah
30 detik, mengindikasikan adanya nitrit dan hasil tes positif.40,41
d. Uji Faktor X dan V
Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah bakteri uji membutuhkan faktor
X (hemin/hematin), dan atau faktor V (nicotinamide adenine dinucleotide).
Selanjutnya kertas saring direndam pada media yang mengandung faktor X dan
Faktor V lalu inokulasi bakteri tersebut pada media yang tidak mengandung faktor X
dan V. Jika pada hasil uji terlihat organisme tersebut tumbuh hanya dikeliling strip X
atau strip Y, maka mikroorganisme tersebut membuhkan faktor X dan Y.40,41
e. Uji Oksidase
Uji oksidase digunakan untuk mengidentifikasi bakteri Gram negatif
berbentuk batang. Beberapa bakteri tersebut dapat memproduksi enzim oksidase
seperti Neissesia spp dan Pseudomonas aeruginosa, namun terdapat juga bakteri
Gram negatif yang tidak mampu memproduksi enzim oksidase, seperti Escherichia
17
Universitas Syiah Kuala
coli. Bakteri yang memperoduksi oksidase disebut oksidase positif. Pereaksinya yang
digunakan adalah tetramethyl-para-phenylenediamine dihydrochloride, dikarenakan
namanya yang panjang biasanya reagen ini dinamakan reagen oksidase. Uji oksidase
dilakukan dengan cara merendam kertas saring menggunakan reagen oksidase. Lalu
koloni bakteri diambil menggunakan jarum inokulum steril. amati apakah
terbentuknya warna biru gelap maupun warna ungu setelah 10 detik. Hasil tes positif
jika terlihat warna biru tua atau warna ungu. 40,41
f. Uji Produksi Indol
Uji ini untuk menentukan apakah bakteri tersebut dapat menghasilkan indol
atau tidak. Reagennya menggunakan 1% tryptophan broth. Prosedur ,uji indol
dilakukan dengan inokulasi bakteri pada tryptophan broth. Setelah itu dilakukan
inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35oC. Jika terlihat adanya warna merah yang
terang, mengindikasikan adanya indol dan hasil tes positif. Jika tidak terbentuk
warna merah maka hasil tes negatif. 40,41
g. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Uji TSIA terutama digunakan untuk mengidentifikasikan bakteri Gram
negatif. Media uji TSIA mengandung 3 macam gula yaitu glukosa, laktosa dan
sukrosa. Indikator merah fenol dan FeSO4 ditambahkan untuk memperlihatkan
pembentukan H2S yang ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna hitam.
Endapan hitam terbentuk akibat H2S bereaksi dengan Fe menjadi FeS yang berwarna
hitam. Reaksi yang dapat timbul adalah warna kuning pada butt (dasar) dan merah
pada slant (permukaan miring), yang menunjukkan adanya fermentasi glukosa. Jika
terbentuk warna Kuning pada butt dan slant, menunjukkan adanya fermentasi laktosa
dan/atau sukrosa. Pembentukan gas, yang ditandai dengan pembentukan ruang udara
dibawah medium sehingga medium terangkat ke atas. Pembentukan gas (H2S),
terlihat dari pembentukan warna hitam pada medium. Jika warna yang terbentuk
merah pada butt dan slant, menunjukkan tidak adanya fermentasi gula dan
pembentukan gas atau pembentukan H2S. 39,40,42
2.7. Jenis-Jenis Mikroskop
Mikroskop merupakan alat optik yang digunakan untuk mengobservasi objek
dengan ukuran sangat kecil, yang tidak dapat dilihat secara lansung dengan mata
18
Universitas Syiah Kuala
manusia tanpa menggunakan alat bantu. Secara umum terdapat tiga jenis mikroskop,
yaitu simple microscope, compound microscope, dan electron microscope.40,41
Simple microscope merupakan mikroskop yang hanya memiliki satu lensa
pembesar. Gambaran yang dihasilkan umumnya 3-20 kali lebih besar dari ukuran
objek sebenarnya. Simple microscope lebih mirip kaca pembesar dibanding dengan
mikroskop modern.40,41
Compound microscope merupakan mikroskop yang memiliki lebih dari satu
lensa pembesar dan dapat memperbesar benda 1000 kali. Total pembesaran yang
terjadi dihitung dengan mengalikan magnifying power dari lensa okular dengan
magnifying power objective yang digunakan.40,41
Mikroskop Elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu melakukan
pembesaran objek sampai dua juta kali, dengan menggunakan elektro statik dan
elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki
kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus dari pada
mikroskop cahaya. Terdapat dua jenis mikroskop elektron, yaitu Scanning Electron
Microscope (SEM) (Gambar 2.3.1) dan Transmission Electron Microscope (TEM)
(Gambar 2.3.2). Scanning Electron Microscope (SEM) memberikan gambaran yang
detail permukaan spesimen, sedangkan TEM memberikan gambaran yang detail
mengenai struktur internal sel.40,41
Gambar 2.3. Mikroskop Electron SEM (1) dan TEM (2) 43,44
2.8. Uji Laboratorium Sensitivitas Antibakteri
2.8.1. Metode Dilusi
Metode ini digunakan untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan
membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan
1 2
19
Universitas Syiah Kuala
dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat
jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan bakteri uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-24 jam.
Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. Jika
yang digunakan media padat, satu konsentrasi agen antibakteri yang diuji dapat
digunakan untuk menguji beberapa bakteri uji.34,41,45,46
2.8.2. Metode Difusi
Metode difusi merupakan metode kualitatif untuk menentukan apakah suatu
bakteri resisten, intermediately resistance atau susceptible. Metode difusi dapat
digunakan untuk menentukan nilai Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi
Bunuh Minimum. Metodenya, setelah agar plate diinokulasi dengan bakteri, paper
strip dengan agen antimikriba diletakkan pada permukaannya. Selama masa
inkubasi, agen antimikroba akan berdifusi pada agar dan menghambat pertumbuhan
bakteri yang susceptible.34,41,45,46
2.8.3. Konsentrasi Hambat Minimum dan Konsentrasi Bunuh Minimum
Konsentrasi Hambat Minimum merupakan konsentrasi terendah dari agen
antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Konsentrasi terendah dari ekstrak pada media kultur dimana pada media tersebut
tidak terdapat pertumbuhan koloni bakteri ditetapkan sebagai Konsentrasi Bunuh
Minimum (KBM). Terdapat dua cara yang umum digunakan untuk menghitung
jumlah bakteri secara kuantitatif, yaitu dengan metode Standard Plate Count (SPC)
dan dengan analisa spektrofotometer. Metode SPC memberikan informasi pada
jumlah yang bakteri hidup dengan koloni akhir yang tumbuh pada plate harus
berkisar antara 30-300 koloni, sedangkan analisa spektrofotometer memberikan
analisa berdasarkan kekeruhannya dengan menghitung keseluruhan jumlah bakteri.
Kadar minimum yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut sebagai
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Selanjutnya tabung yang tidak memiliki
pertumbuhan dikultur kembali pada media agar untuk menentukan kadar minimum
agen antimikroba untuk membunuh mikroorganisme (KBM).12,15,47
20
Universitas Syiah Kuala
2.8.4. Standard Plate Count (SPC)
Penghitungan bakteri menggunakan metode Standard Plate Count (SPC)
dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan cawan dengan jumlah koloni antara
30-300. Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari satu mikroorganisme karena
beberapa mikroorganisme tertentu cenderung membentuk kelompok atau berantai.
Berdasarkan hal tersebut digunakan istilah Colony Forming Unit per ml (CFU/ml).
Koloni yang tumbuh berasal dari suspensi yang diperoleh mengunakan pengenceran
bertingkat dari sebuah sampel yang ingin diketahui jumlah mikroorganismenya.
Syarat penghitungan menggunakan colony counter yaitu, jika bakteri terlihat terpisah
sebagai satu koloni, dua koloni yang bertumpuk, atau koloni yang berhubungan
dihitung sebagai satu koloni. Jika dua koloni yang berhimpit dan masih dapat
dibedakan, maka dihitung sebagai dua koloni, jika koloni bakteri tumbuh lebih dari
setengah cawan, maka tidak dihitung, dan jika koloni bakteri tumbuh kurang dari
setengah cawan, maka dihitung sebagai satu koloni.38
21
Universitas Syiah Kuala
2.9. Kerangka Teori
Gambar 2.4. Kerangka Teori
Daun pandan
wangi
Senyawa-
senyawa
aktif
antibakteri
Alkaloid
Flavonoid
Tanin
Saponin
Menghambat replikasi
DNAmelalui inaktivasi
enzim bakteri pada
proses pencetakan
DNA
Membentuk kompleks
dengan protein
ekstraselular yang
dapat merusak
membran sel
Mengikat dan
mengendapkan protein
Menurunkan tegangan
permukaan sel yang
dapat merusak
membran dan protein
pada sel bakteri
Aggregatibacter
actinomycetemcomit
ans merupakan flora
normal rongga
mulut
Kolonisasi
dan
Persistensi
Melemahnya
sistem imun
Kerusakan jaringan
dan resorbsi tulang
Periodontitis
agresif
Fimbria, Adesin
Leukotoksin,
Cdt,
Chemotactic
Inhibitor
Factors
Lipopolisakarida,
Kolagenase
Polifenol
Steroid
Menurunkan
tegangan permukaan
sel yang dapat
merusak membran
dan protein pada sel
bakteri
Mengontrol infeksi
patogen
22 Universitas Syiah Kuala
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil
Ukur
Skala
Ekstrak pandan
wangi (Pandanus
amaryllifolius
Roxb) dengan
konsentrasi 10%,
20%, 30%, 40%
dan 50%
Estrak daun pandan wangi yang
didapat dari teknik maserasi dengan
etanol 96% dan diencerkan dengan
akuades untuk mendapatkan
konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan
50%
Gelas ukur Milimeter
(mm)
Rasio
Pertumbuhan A.
actinomycetemco
mitans
Agrregatibacter
actinomycetemcomitans yang tumbuh
pada media MHA yang telah diuji
pengaruh ekstrak daun pandan wangi
Colony counter
CFU/ml Rasio
Konsentrasi
Hambat
Minimum (KHM)
Konsentrasi terendah antibakteri
ekstrak pandan yang dapat
menghambat pertumbuhan A.
actinomycetemcomitans
Colony counter Media MHA
yang
memiliki
jumlah
koloni yang
paling
terkecil
Rasio
Konsentrasi
Bunuh Minimum
(KBM)
Konsentrasi terendah antibakteri
ekstrak pandan wangi yang dapat
membunuh A. actinomycetemcomitans
Colony counter Tidak ada
koloni yang
tumbuh
media MHA
Rasio
Ekstrak Pandanus
amaryllifolius Roxb.
Konsentrasi 10%,
20%, 30%, 40%, dan
50%
Pertumbuhan
Aggregatibacter
actinomycetemcomitans
KHM terhadap
pertumbuhan
Aggregatibacter
actinomycetemcomitans KBM terhadap
pertumbuhan
Aggregatibacter
actinomycetemcomitans
23
Universitas Suiah Kuala
3.3. Hipotesis
Ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) dapat
menghambat pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemomitans dengan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) 20% dan Konsentrasi Bunuh Minimum
(KBM) 40%.
24 Universitas Syiah Kuala
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan eksperimental laboratoris dengan desain post-test
only control grup.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2014 di Rumah Sakit
Gigi dan Mulut Universitas Syiah Kuala untuk pengambilan data awal berupa isolat
A. actinomycetemcomitans. Proses ekstraksi daun pandan wangi dan uji fitokimia
dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP)
Unsyiah, sedangkan proses isolasi dan identifikasi bakteri, serta pengujian efek
antibakteri ekstrak daun pandan wangi terhadap A. actinomycetemcomitans
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH)
Unsyiah Banda Aceh.
4.3. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah isolat A. actinomycetemcomitans yang
diisolasi dari cairan sulkus penderita periodontitis agresif di Rumah Sakit Gigi dan
Mulut Universitas Syiah Kuala.
4.4. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Candle jar
- Autoklaf
- Hot plate dan magnetic stirrer
- Timbangan analitik
- Colony counter
- Mikroskop elektrik
- Labu erlemenyer
- Jarum ose
- Batang L/batang sebar
25
Universitas Syiah Kuala
- Rak tabung reaksi
- Gelas ukur
- Kertas label dan alat tulis
- Spidol
- Inkubator
- Sterilisator (Hot Air Oven)
- Water bath
- Spektrofotometer
- Rotary evaporator
- Cawan petri
- Pipet eppendorf dan ujung tip
- Pipet tetes
- Kaca preparat
- Tabung reaksi
- Lampu spiritus
- Handschoen
- Masker
- Ice box
Bahan yang digunakan terdiri dari:
- Biakan A. actinomycetemcomitans
- Aa growth medium (AaGM) agar dengan formula:
Trypticase Soy Broth (TSB) 30 gram/liter
Yeast extract 6 gram/liter
Sodium bicarbonate 4 gram/liter
Dextrose 8 gram/liter
Agar 15 gram/liter
- Aa growth medium (AaGM) broth dengan formula
Trypticase Soy Broth (TSB) 30 gram/liter
Yeast extract 6 gram/liter
Sodium bicarbonate 4 gram/liter
Dextrose 8 gram/liter
26
Universitas Syiah Kuala
- Buffered Peptone Water dengan formula:
Pepton 10 gram/liter
Sodium chloride 5 gram/liter
Disodium phosphate 3,5 gram/liter
Monopotassium phosphate 1,5 gram/liter
- Mc. Farland 1 (NaOH 1%, BaCl2 1 %, BaSO4)
- Akuades
- Daun pandan wangi 1 kg
- Ciprofloxacin 10 µg
- Counterstain (safranin)
- Etanol 70% dan etanol 96%
- Gentian violet
- Lugol (iodin Gram)
- Mueller hinton agar (MHA) dengan formula:
Beef ekstract 150 gram/500 ml
Asam amino 17, 5 gram/ liter
Amilum 1,5 gram/ liter
Bacto agar 17 gram/ liter
- Tripticase Soy Broth (TSB)
- Alkohol 70%
- Spiritus
- Tissue
- Paper point
- Aluminium foil
- Natrium klorida (NaCl) 0,9%
- Kloroform
- H2SO4
- Feri klorida 5%
- Reagen peroksida 15%
- Tryptophan broth 1%
- Agar manitol
- Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
27
Universitas Syiah Kuala
4.5. Cara Kerja
4.5.1. Sterilisasi Alat
Sebelum memulai praktikum tangan dan meja terlebih dahulu disemprot
menggunakan alkohol 70%, agar cemaran mikroba dapat minimal. Seluruh alat yang
tahan panas, seperti prob periodontal, kaca mulut, pinset, gelas ukur, jarum ose,
batang L, cawan petri, tabung reaksi, dan labu erlemenyer dicuci bersih dan
dikeringkan. Alat-alat tersebut kemudian dibungkus menggunakan kertas
pembungkus aluminium foil kecuali probe periodontal, kaca mulut dan pinset yang
dimasukkan ke dalam baki. Sterilisasi dilakukan dalam autoklaf pada suhu 121oC
selama 15 menit dengan tekanan 2 atm.38
4.5.2. Pembuatan Media Buffered Pepton Water (BPW)
Pembuatan media BPW dilakukan dengan cara melarutkan 2,55 gram bubuk
BPW ke dalam 100 ml akuades, dihomogenkan dan dipanaskan di atas hot plate
sampai mendidih. Kemudian dilakukan sterilisasi media di dalam autoklaf pada suhu
121oC selama 15 menit. Media tersebut lalu dimasukkan ke dalam vacucum tube
setelah agak dingin secara asepsis yang kemudian akan digunakan sebagai media
transpor sampel.38,48
4.5.3. Pembuatan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Growth Medium
(AaGM)
Pembuatan media AaGM (agar dan cair) dilakukan dengan cara melarutkan
Trypticase Soy Broth (TSB) 30 gram, yeast extract 6 gram, sodium bicarbonate 4
gram, dextrose 8 gram dan agar 15 gram dengan 1 liter akuades di dalam labu
Erlenmeyer. AaGM cair, tidak menggunakan agar pada komposisi pembuatan
medianya. Media tersebut kemudian dihomogenkan dan dipanaskan pada hot plate
hingga mendidih. Lalu dilakukan sterilisasi media pada autoklaf dengan suhu 121oC
selama 15 menit.38
4.5.4. Pengambilan Sampel
Sebelum dilakukan pengambilan sampel, subjek penelitian terlebih dahulu
diberikan informed consent untuk diisi. Setelah disetujui, dilakukan pengambilan
28
Universitas Syiah Kuala
sampel A. actinomycetemcomitans dengan menggunakan paper point pada
kedalaman poket 5 mm dan ditunggu selama 10 detik. Sampel kemudian dimasukkan
ke dalam vacum tube steril yang berisi cairan transpor (BPW). Kemudian vacum tube
dimasukkan ke dalam ice box dengan suhu 4oC dan di bawa ke Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala untuk proses
pengkulturan.1,18
4.5.5. Kultur dan Isolasi Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Sampel yang telah diambil kemudian dikultur pada media AaGM agar
dengan cara mengambil sampel pada vacuum tube menggunakan jarum ose, lalu
digoreskan pada permukaan AaGM dengan teknik goresan T. Cawan dibagi menjadi
3 bagian menggunakan spidol marker. Bakteri diinokulasikan pada daerah 1 dengan
streak zig-zag. Jarum inokulum dipanaskan dan ditunggu hingga dingin, kemudian
lanjutkan streak zig-zag pada daerah 2. Cawan diputar untuk memperoleh goresan
yang sempurna. Hal yang sama juga dilakukan pada daerah 3. Setelah itu cawan petri
ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam candle jar. Kemudian dilakukan inkubasi
selama 48 jam pada suhu 37o C .
38,41
4.5.6. Identifikasi Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Pada proses identifikasi yang pertama kali dilakukan adalah pengamatan
morfologi bakteri pada media AaGM agar menggunakan mikroskop cahaya. 40
Selanjutnya dilakukan pewarnaan Gram dengan membuat preparat ulasan
(smear) yang telah difiksasi dengan A. actinomycetemcomitans, kemudian ditetesi
kristal violet sebagai pewarna utama dan tunggu selama lebih kurang 1 menit.
Kemudian preparat dicuci dengan akuades mengalir, lalu preparat ditetesi lugol
(iodin Gram), tunggu sekitar 1 menit, dicuci kembali dengan akuades mengalir.
Kemudian etanol 96 % ditetesi setetes demi setetes hingga etanol yang jatuh
berwarna jernih, dicuci dengan akuades mengalir, ditetesi safranin dan tunggu sekitar
45 detik, dan dicuci dengan akuades mengalir. Preparat yang telah kering ditetesi
minyak emersi lalu diamati di bawah mikroskop. Aggregatibacter
actinomycetemcomitans akan tampak berwarna merah muda.40,41
29
Universitas Syiah Kuala
Setelah dilakukan pewarnaan Gram, proses selanjutnya adalah pengamatan
koloni bakteri yang dikultur pada media AaGM cair dan diinkubasi di dalam
inkubator selama 2-3 hari pada suhu 37oC. Setelah itu dilakukan pengamatan koloni
bakteri yang tumbuh. Aggregatibacter actinomycetemcomitans akan melekat pada
dinding tabung, sementara medium tetap berwarna kuning jernih.2
Tahap selanjutnya adalah pengujian biokimia dengan melakukan uji motilitas,
uji gula-gula, uji TSIA, uji katalase, uji indol,dan uji MRVP.
Uji motilitas, Kedalam tabung yang berisi bakteri dimasukan kawat ose tegak
lurus terhadap tabung lalu diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35oC. Jika pada
garis lurus maka hasil menunjukan non motil sedangkan kalau pada kawat bakterinya
menyebar maka hal ini menunjukan bakteri bersifat motil.1,2,40,41
Uji gula-gula dilakukan dengan cara menginokulasi bakteri ke dalam media
uji gula-gula menggunakan jarum ose, lalu inkubasi selama 18-24 jam pada suhu
35oC.
1,2,40,41
Uji TSIA dilakukan dengan cara menginokulasi media menggunakan jarum
inokulasi dan ditusukkan pada butt. Kemudian tarik jarum tersebut keluar, lalu
digoreskan pada slant. Setelah itu diinkubasi pada suhu 35oC selama 18-24 jam. Pada
uji ini, reaksi yang dapat timbul adalah warna kuning pada butt (dasar) dan merah
pada slant (permukaan miring), yang menunjukkan adanya fermentasi glukosa. Jika
terbentuk warna kuning pada butt dan slant, menunjukkan adanya fermentasi laktosa
dan/atau sukrosa. Bakteri A. actinomycetemcomitans mampu memfermentasi
glukosa, galaktosa, dan maltosa, namun tidak mampu memfermentasi laktosa dan
sukrosa.1,2,40,41
Uji katalase dilakukan dengan menggambil koloni menggunakan jarum
inokulum dan diinokulasikan pada kaca preparat. Selanjutnya diteteskan sebanyak
satu tetes hidrogen peroksida (H2O2) 15%. Diamati pembentukan gelembung pada
inokulum bakteri. Pembentukan gelembung menunjukkan uji katalase postif. Uji
katalase A. actinomycetemcomitans akan menunjukkan hasil positif.1,2,40,41
Uji indol dilakukan dengan inokulasi tryptophan broth dengan bakteri yang
akan diuji. Inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35oC. Jika terlihat adanya warna
merah yang terang, mengindikasikan adanya indol dan hasil tes menunjukkan hasil
positif. Jika tidak terbentuk warna merah maka hasil tes negatif.1,2,40,41
30
Universitas Syiah Kuala
Uji Methyl Red dan Voges-Proskueur dilakukan dengan cara menginokulasi
bakteri ke dalam media uji tersebut dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 18-24
jam. 40,41
4.5.7. Ekstraksi Daun Pandan Wangi dengan Metode Maserasi
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa
komponen zat ke dalam pelarut. Sebelum melakukan proses ekstraksi, sebanyak 1 Kg
daun pandan wangi yang telah terkumpul dibersihkan dari kotoran, lalu dipotong
kecil-kecil dan diangin-anginkan diudara terbuka. Daun pandan wangi yang telah
kering digiling menjadi serbuk, kemudian ditimbang sebanyak 500 gram. Serbuk
daun pandan wangi dimasukkan kedalam botol steril tertutup rapat dan ditambahkan
pelarut etanol 96% sebanyak 1,5 liter lalu direndam (maserasi) selama 24 jam.
Setelah 24 jam ekstrak pandan wangi dikeluarkan dan ditampung kemudian
dilakukan remaserasi selama 24 jam. Selanjutnya ekstrak tersebut disaring dengan
kertas saring lalu dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak
pekat dan tidak mengandung etanol. Ekstrak kemudian dimasukkan ke dalam botol
steril bertutup rapat.14,15
4.5.8. Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi
Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 1 ml
ekstrak ditambah 5 tetes kloroform dan beberapa tetes pereaksi mayer. Tebentuknya
endapan putih menunjukkan adanya kandungan alkaloid.12,13,49
Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan mengambil 5 ml ekstrak daun
pandan wangi lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 mL HCL pekat. Larutan
kemudian dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna
merah, kuning atau jingga.12,13,49
Kandungan saponin diuji dengan mengambil 10 ml larutan ekstrak lalu
dikocok dengan kuat selama 10 detik untuk memperoleh busa yang matap tidak
kurang dari 10 detik setinggi 1-10 cm. Masukkan 1 tetes larutan asam klorida
kedalam larutannya. Jika buih hilang maka menunjukkan adanya saponin pada
ekstrak tersebut. 12,13,49
31
Universitas Syiah Kuala
Pemeriksaan tanin dilakukan dengan mengambil 2 ml larutan ekstra lalu
tambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Ekstrak tersebut mengandung
tanin jika terjadi warna biru atau warna hijau kehitaman.12,13,49
Uji steroid dilakukan dengan menambahkan 2 ml kloloform lalu
dihomogenkan dan disaring. Kemudian ditambahkan 2 tetes H2SO4 pekat, lalu amati
perubahan warna. bila bereaksi positif akan menghasilkan larutan berwarna biru,
hijau, merah, atau jingga. Hasil negatif jika larutannya berwarna hijau bening.12,13,49
Uji fitokimia polifenol dilakukan dengan mengambil 1,0 mL larutan sampel
ditambah dengan beberapa tetes larutan feri klorida 5%, bila bereaksi positif akan
menghasilkan endapan coklat.12,13,49
4.5.9. Pembuatan Konsentrasi Bahan Uji
Ekstrak daun pandan wangi diencerkan dengan campuran akuades untuk
mendapatkan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Konsentrasi 0% (akuades
tanpa dicampur ekstrak daun pandan wangi) digunakan sebagi kontrol negatif dan
ciprofloxacin 10 µg digunakan sebagi kontrol positif.50
Pengenceran dilakukan
dengan rumus:
C1.V1=C2.V2
C1 = konsentrasi awal bahan uji
V1 = Volume awal bahan uji
C2-=konsentrasi bahan uji yang mau dibuat
V2= volume bahan uji yang ingin dibuat.
Sedangkan untuk volume bahan pengencer yang ingin ditambahkan dihitung
menggunakan rumus :
V2=V1+Vpengencer
4.5.10. Pembuatan Suspensi A. actinomycetemcomitans
Pembuatan suspensi A. actinomycetemcomitans dengan cara mengambil
sebanyak 1-2 ose koloni bakteri, dan disuspensikan dalam larutan NaCl 0,9 %
sebanyak 5 ml. Suspensi bakteri kemudian divorteks hingga homogen sampai
diperoleh kekeruhan sesuai standar Mc Farland 1 (3 x 108 CFU/ml).
15
32
Universitas Syiah Kuala
4.5.11. Pengenceran Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcommitans dengan
Metode Serial Dilution
Tujuan dari pengenceran A. actinomycetemcomitans dengan metode serial
dilution yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam
cairan. Digunakan perbandingan 1:9 untuk sampel dan pengenceran pertama. Lalu
siapkan 7 tabung reaksi yang sudah diisi dengan 9 mL NaCl. Kemudian dari tabung
yang sudah diukur dengan spektofotometer diambil 1 mL suspensi A.
actinomycetemcomitans lalu dicampurkan dengan tabung pengenceran 1 (10-1
) dan
dihomogenkan. Kemudian dari tabung 1 diambil 1 mL dengan pipet eppendorf
kemudian dipindahkan ke tabung 2 (10-2
) dan dihomogenkan. Dari tabung 2 diambil
1 mL dengan pipet eppendorf kemudian dipindahkan ke tabung pengenceran 3 (10-3
)
lalu dihomogenkan. Dan seterusnya sehingga tabung terakhir dari seri pengenceran
(seri dilusi). Setelah itu ambil 0,1 ml suspensi A. actinomycetemcomitans
menggunakan pipet eppendorf dari tabung pengenceran terakhir kemudian diteteskan
pada cawan petri yang berisi media AaGM dengan metode spread plate. Lalu
diinkubasi selama 2 – 3 hari dengan suhu 37o C pada suasana anaerob. Pengamatan
dilakukan setelah 2 – 3 hari dengan melakukan penghitungan koloni A.
actinomycetemcomitans menggunakan colony counter dengan syarat jumlah koloni
yang tumbuh pada media adalah 30-300 CFU/ml.38,40
4.5.12. Uji Antibakteri (Penentuan KHM dan KBM)
Tujuh tabung reaksi disiapkan dan ditandai sesuai konsentrasi yang
digunakan. Tabung 1 diisi dengan ciprofloxacin 10 µg (kontrol positif), tabung 2
diisi akuades steril (kontrol negatif), tabung 3 diisi ekstrak pandan wangi konsentrasi
10%, tabung 4 diisi ekstrak konsentrasi 20%, tabung 5 diisi ekstrak konsentrasi 30%,
tabung 6 diisi ekstrak konsentrasi 40% dan tabung 7 diisi ekstrak konsentrasi 50%.
Kemudian setiap tabung diisi 0,1 mL suspensi A. actinomycetemcomitans yang sudah
dilakukan pengenceran dengan metode serial dilution menggunakan pipet eppendorf
dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung lalu dihomogenkan menggunakan
vortex.38
Selanjutnya dari masing-masing tabung diambil 0,1 ml suspensi A.
actinomycetemcomitans menggunakan pipet Eppendorf dan diteteskan pada cawan
33
Universitas Syiah Kuala
petri untuk diinokulasi pada media MHA dengan metode spread plate. Cawan petri
diberi label sesuai dengan label pada tabung dan diteteskan ke cawan petri untuk
ditanam di media MHA dengan metode spread plate menggunaan batang L. Lalu
diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37oC dengan suasana anaerob.
Pengamatan efek antibateri dilakukan setelah 24 jam dengan cara menghitung koloni
A. actinomycetemcomitans yang tumbuh pada media dengan colony counter. 38
4.6. Analisis Data
Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan metode Anova satu arah
untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh atau tidak pada tiap kategori perlakuan.
Jika terdapat pengaruh maka dilanjutkan dengan uji lanjut Least Significant
Difference (LSD) untuk mengetahui kelompok yang memiliki perbedaan yang
bermakna.51-53
34
Universitas Syiah Kuala
4.7 Alur Penelitian
Gambar 4.1 Alur Penelitian
Surat izin penelitian dari Komisi Etik
Fakultas Kedokteran Unsyiah
Pengambilan sampel Aa dari cairan sulkus
gingiva menggunakan paper point
dimasukkan ke dalam media BPW
Kultur dan isolasi Aa pada media AaGM
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
37oC dalam suasana anaerob
Identifikasi Aa dengan pengamatan
morfologi dan koloni, pewarnaan Gram, uji
gula-gula, uji TSIA, uji katalase, uji indol,
dan uji MRVP
Pembuatan suspensi Aa dalam NaCl dan
penentuan kekeruhan suspensi Aa
disetarakan dengan kekeruhan larutan
standar Mc Farland 1
Pengenceran A. actinomycetemcomitans
dengan metode serial dilution
Ekstrak pandan wangi
dengan etanol 96% dan
metode maserasi
Uji fitokimia
Pembuatan konsentrasi 10%, 20%,
30%, 40%, 50%
Uji antibakteri Ekstrak etanol 96% Pandan wangi
terhadap pertumbuhan A. actinomicetemcomitans
Kelompok kontrol positif:
0,1 ml suspensi A.
actinomicetemcomitans+
ciprofloxacin 1 ml
(10µg/ml),
Kelompok perlakuan:0,1 ml
suspensi A. actinomicetemcomitans
+1 ml ekstrak pandan dengan
konsentrasi
10%,20%,30%,40%,50%
Kelompok kontrol
negatif: 0,1 ml suspensi
A.
actinomicetemcomitans
+ akuades 1 ml
Inokulasi pada media MHA dengan metode spread plate dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dalam suasana
anaerob
Penentuan nilai KHM dan KBM dengan
menghitung jumlah koloni
Analisis Data
35 Universitas Syiah Kuala
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Hasil Isolasi dan Identifikasi Aggregatibacter actinomycetemcomitans
5.1.1. Morfologi Koloni
Hasil Kultur bakteri A. actinomycetemcomitans yang diisolasi dari pasien
periodontitis agresif pada media AaGM agar, menunjukkan morfologi koloni
berbentuk bulat cembung, permukaan kasar, dan berwarna krem, (Gambar 5.1.).
Koloni A. actinomycetemcomitans juga memperlihatkan gambaran stuktur internal
yang berbentuk bintang (Gambar 5.2.).
Gambar 5.1 Hasil Kultur Bakteri A. actinomycetemcomitans pada Media AaGM
Gambar 5.2. Gambaran Struktur Internal Koloni A. actinomycetemcomitans
Hasil kultur bakteri A. actinomycetemcomitans pada media AaGM broth
memperlihatkan koloni bakteri yang melekat pada dinding tabung (Lampiran 11).
36
Universitas Syiah Kuala
5.1.2. Pewarnaan Gram
Hasil pewarnaan Gram setelah ditetesi dengan minyak emersi yang dilihat
mengunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 10x100, menunjukkan
morfologi A. actinomycetemcomitans berbentuk kokobasilus dengan warna merah
muda (Gambar 5.3.).
Gambar 5.3. Hasil Pewarnaan Gram
5.2. Hasil Uji Biokimia
Hasil uji motilitas A. actinomycetemcomitans menunjukkan bakteri A.
actinomycetemcomitans tidak bermigrasi dari garis inokulasi yang ditunjukkan oleh
tanda panah (Gambar 5.4.a.). Hasil uji biokimia pada media gula-gula berupa
glukosa, manitol, dan sukrosa menunjukkan adanya perubahan warna dari ungu
menjadi kuning, sementara tidak terjadi perubahan warna pada uji laktosa (Gambar
5.4.b). Hasil uji TSIA memperlihatkan timbulnya warna kuning pada butt (dasar)
dan tidak terjadi perubahan warna pada slant (permukaan miring) (Gambar 5.4.c).
Gambar 5.4. Hasil Uji Motilitas (a), Uji Gula-gula (b), dan Uji TSIA (c)
a
.
b
. c
37
Universitas Syiah Kuala
Uji katalase menunjukkan hasil positif ditandai dengan terbentuknya
gelembung gas pada media uji yang ditunjukkan oleh tanda panah (Gambar 5.5).
Gambar 5.5. Hasil Uji Katalase
Hasil uji poduksi indol menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak
berubahnya warna media uji menjadi merah muda (Gambar 5.6.a.). Hasil uji Methyl
Red (MR) A. actinomycetemcomitans adalah positif, ditandai dengan berubahnya
warna media uji menjadi merah. Uji Voges-Proskueur (VP) menunjukkan hasil
negatif, karena tidak terjadi perubahan warna pada media uji (Gambar 5.6.b).
Gambar 5.6. Hasil Uji (a) Indol dan (b) MRVP
38
Universitas Syiah Kuala
5.3. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb.)
Hasil uji fitokimia ekstrak daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb.) menunjukkan ekstrak memiliki kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, steroid,
triterpenoid dan polifenol. Adanya kandungan senyawa yang bersifat antibakteri
tersebut ditandai dengan perubahan warna yang terjadi pada bahan uji yang dapat
dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pandan Wangi
No Uji Perubahan Reaksi Hasil
1.
Alkaloid
a. Pereaksi Mayer Terbentuk endapan +
b. Pereaksi
Dragendorf
Terbentuk endapan +
c. Pereaksi Hager Tidak terbentuk endapan -
2. Saponin Tidak berbuih -
3. Tanin Biru kehitaman +
4. Polifenol Biru kehitaman +
5. Flavonoid Merah keunguan +
6. Kuinon Warna merah -
7. Steroid Hijau kebiruan pekat +
8. Triterpenoid Merah keunguan +
5.4. Jumlah Koloni Aggragatibacter actinomycetemcomitans Hasil Pengenceran
bertingkat
Pengenceran bertingkat dilakukan setelah pembuatan suspensi bakteri A.
actinomycetemcomitans yang kekeruhannya disetarakan dengan Mc Farland (3x108
CFU/ml). Hasil pengenceran bertingkat dari tabung 1-7 dikultur pada media MHA
(Lampiran 13). Jumlah koloni hasil Pengenceran bertingkat dapat dilihat pada Tabel
5.2.
39
Universitas Syiah Kuala
Tabel 5.2 Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans Hasil Pengenceran Bertingkat
Tingkat Pengencetan Rata-rata Pertumbuhan Koloni
Koloni/cawan
10-1
TBUD
10-2
TBUD
10-3
TBUD
10-4
TBUD
10-5
253
10-6
40
10-7
9 Keterangan : TBUD = Terlalu Banyak Untuk Dihitung
Berdasarkan data di atas, tingkat pengenceran ke 5 (10-5
) dan ke 6 (10-6)
memiliki jumlah koloni 253 dan 40. Kedua tingkat pengenceran tersebut layak
dipilih untuk pengujian sampel karena memenuhi syarat koloni 30-300 CFU/cawan,
dan data yang dilaporkan adalah hasil rata-ratanya.
5.5. Hasil Uji Aktifitas Antibakteri Daun Pandan Wangi dengan Metode
Dilusi
Hasil uji aktifitas antibakteri daun pandan wangi terhadap pertumbuhan A.
actinomycetemcomitans dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dapat dilihat pada
Tabel 5.3 dan Gambar 5.8. Jumlah rata-rata koloni A. actinomycetemcomitans setelah
dilakukan pengujian menunjukkan pertumbuhan koloni yang paling banyak pada
konsentrasi 10% (245x106CFU/ml) dan paling sedikit adalah pada konsentrasi 50%
(62x106CFU/ml). Jumlah rata-rata koloni bakteri juga telihat menurun pada setiap
kenaikan konsentrasi.
Tabel 5.3. Jumlah Koloni A. actinomycetemcomitans Setelah Diuji dengan Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Konsentrasi Bahan
Uji
Jumlah Koloni A.
actinomycetemcomitans Setelah
Diuji dengan Ekstrak Daun
Pandan Wangi (Per Pengulangan )
Rata-rata
Jumlah Koloni
(CFU/ml)
1 2 3
10% 293x106 257 x10
6 185 x10
6 245 x10
6
20% 233x106 254 x10
6 171 x10
6 219 x10
6
30% 183x106 175 x10
6 126 x10
6 161 x10
6
40% 77x106 130 x10
6 105 x10
6 104 x10
6
50% 20x106 73 x10
6 94 x10
6 62 x10
6
Akuades 304x106 279 x10
6 216 x10
6 266 x10
6
Ciprofloxacin 1µg/ml 17 x106 10 x10
6 20 x10
6 15,7 x10
6
40
Universitas Syiah Kuala
Gambar 5.7. Grafik Jumlah Koloni Bakteri per ml (106) dengan Perlakuan Konsentrasi
Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Hasil uji normalitas menunjukkan distribusi dan homegenitas varian data
penelitian adalah normal dengan nilai p>0,05. Hasil uji ANOVA menunjukkan nilai
p<0,05, membuktikan terdapatnya pengaruh dari kelompok uji terhadap
pertumbuhan A. actinomycetemcomitans. Hasil uji lanjut Least Significant Difference
(LSD) 30%, 40%, dan 50% dengan kontrol negatif menunjukkan nilai p<0,05,
sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan yang bermakna dari konsentrasi
ekstrak tersebut dengan kontrol negatif (akuades). Hasil uji lanjut LSD ditunjukkan
pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Tabel Uji Least Significant Difference (LSD)
Kelompok
Perlakuan
10% 20% 30% 40% 50% Akuades Cipro
10% - 0,421 0,017* 0,000* 0,000* 0,502 0,000*
20% 0,421 - 0,082 0,002* 0,002* 0,152 0,000*
30% 0,017* 0,082 - 0,085 0,006* 0,006* 0,000*
40% 0,000* 0,002* 0,085 - 0,200 0,000* 0,013*
50% 0,000* 0,000* 0,006* 0,200* - 0,000* 0,154
Akuades 0,502 0,152 0,004* 0,000* 0,000* - 0,000*
Cipro 0,000* 0,000* 0,000* 0,013* 0,154 0,000* -
* = p<0,05, terdapat perbedaan bermakna
0
50
100
150
200
250
300
350
10% 20% 30% 40% 50% akuades cipro
Pengulangan 1
Pengulangan 2
Pengulangan 3
41 Universitas Syiah Kuala
BAB 6
PEMBAHASAN
Aggregatibacter actinomycetemcomitans merupakan bakteri yang memiliki 6
tipe serotip (a-f). Jenis serotip yang paling banyak diisolasi dari lesi periodontitis
agresif adalah serotip b, terutama pada periodontitis agresif lokalisata.1,2,54,55
Menurut
Paju (2000) A actinomycetemcomitans yang diisolasi langsung dari pasien
periodontitis agresif 62 % berserotip b.55
Serotip tersebut juga lebih sering
ditemukan pada periodontitis agresif dibanding periodontitis kronis.1,2
Johansson
(2011) menyebutkan aktifitas leukotoksin serotip b lebih tinggi dibanding serotip
lainnya.4 Penelitian ini menggunakan bakteri A. actinomycetemcomitans yang
diisolasi langsung dari pasien periodontitis agresif lokalisata, namun tidak dilakukan
identifikasi serotip terhadap bakteri tersebut.
Pada penelitian ini A. actinomycetemcomitans yang telah diisolasi
dimasukkan ke dalam Buffered Pepton Water (BPW). Buffer Peptone Water (BPW)
merupakan media enrichment yang mengandung komponen dasar yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan bakteri dan ditambah dengan komponen kompleks, seperti darah,
kuning telur, dan serum.
Senyawa penyusun BPW dapat mempertahankan
keseimbangan osmotik cairan dan memiliki kapasitas buffer yang berguna bagi
bakteri yang sensitif terhadap perubahan tekanan dan pH.38,48
Sampel yang telah diisolasi kemudian dikultur pada media selektif bakteri A.
actinomycetemcomitans yaitu Aggregatibacter actinomycetemcomitans Growth
Medium (AaGM). Media selektif merupakan media yang selain mengandung nutrisi
untuk pertumbuhan bakteri juga ditambahkan zat tertentu pada media tersebut,
sehingga dapat menekan pertumbuhan bakteri lain, dan merangsang pertumbuhan
bakteri yang diinginkan. Media AaGM diketahui dapat merangsang pertumbuhan
bakteri genus Aggregatibacter.50
Tahap identifikasi bakteri pada penelitian ini dilakukan berdasarkan
karakteristik fisik dan biokimia bakteri.43-45
Langkah pertama dari proses identifikasi
adalah pemeriksaan karakteristik morfologi A. actinomycetemcomitans yang tumbuh
pada media AaGM. Morfologi koloni bakteri yang dikultur pada media AaGM
berbentuk bulat cembung, permukaan kasar, dan berwarna krem, serta terdapatnya
gambaran struktur internal berbentuk bintang, namun pada penelitian ini tidak
42
Universitas Syiah Kuala
terlihat jelas karena tidak dilihat menggunaan mikroskop elektron. Identifikasi
dilanjutkan dengan pengamatan koloni A. actinomycetemcomitans pada media
AaGM broth. Koloni bakteri pada media AaGM broth memperlihatkan koloni yang
melekat pada dinding dan dasar tabung. Karakteristik pertumbuhan koloni pada
media AaGM agar dan AaGM broth tersebut sesuai dengan ciri khas bakteri A.
actinomycetemcomitans isolat klinis yang dilaporkan oleh Mythireyi dan
Krishnababa (2012).2
Hasil pewarnaan Gram yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan
bentuk koloni bakteri kokobasilus dan berwarna merah muda sehingga dapat
disimpulkan A. actinomycetemcomitans merupakan bakteri Gram negatif yang
berbentuk kokobasilus. Bakteri Gram negatif memiki kandungan lipid yang lebih
banyak pada dinding selnya, sementara bakteri Gram positif memiliki dinding sel
dengan lapisan peptidoglikan yang lebih tebal . Akibat perbedaan tersebut, bakteri
yang ditetesi kristal violet dan iodin memiliki ketahanan yang berbeda. Bakteri Gram
positif cenderung dapat mempertahankan kompleks kristal violet dan iodin setelah
ditetesi etanol 96%, akibat kandungan peptidoglikan yang lebih tebal pada dinding
selnya. Kompleks kristal violet dan iodin juga dapat meningkatkan afinitas
pengikatan suatu zat warna oleh bakteri, sehingga pada saat ditetesi dengan safranin,
bakteri Gram positif tetap memperlihatkan tampilan berwarna ungu. Bakteri Gram
negatif tidak dapat mempertahankan kompleks tersebut karena dinding selnya
mengandung lipid yang lebih banyak. Senyawa lipid akan larut setelah ditetesi
etanol, sehingga dapat menyebabkan permukaan dinding sel bakteri akan membentuk
pori. Terbentuknya pori tersebut mengakibatkan tidak dapat ditahannya komplek
kristal violet dari permukaan dinding sel bakteri setelah ditetesi etanol, sehingga
bakteri Gram negatif dapat menyerap warna safranin, dan tampilan koloni bakteri
Gram negatif akan terlihat berwarna merah muda.40,41
Uji katalase yang dilakukan, menunjukkan bakteri A. actinomycetemcomitans
bersifat katalase positif. Katalase merupakan enzim yang dapat memecah hidrogen
peroksida (H2O2) menjadi H2O dan O2. Hidrogen peroksida merupakan bioproduk
dari respirasi dan bersifat letal jika terakumulasi pada sel. Bakteri yang
membutuhkan O2 atau dapat hidup dengan adanya O2 harus memiliki mekanisme
43
Universitas Syiah Kuala
untuk menetralkan hidrogen peroksida tersebut, yaitu dengan cara memproduksi
enzim katalase.1,2,40
Uji motilitas dilakukan untuk mengetahui suatu bakteri bersifat motil (dapat
bergerak) atau tidak. Uji yang dilakukan menunjukkan tidak ada pergerakan bakteri
A. actinomycetemcomitans dari garis inokulasi, hal ini sesuai dengan sifat bakteri A.
actinomycetemcomitans yang bersifat non-motil karena tidak memiliki alat gerak
(flagel).
Flagel dapat membantu bakteri bergerak pada media liKuid maupun
permukaan media padat ke area yang lebih menguntungkan bagi bakteri.1,2,40
Uji gula-gula dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan bakteri
dalam memfermentasi karbohidrat. Reaksi fermentasi dapat dideteksi melalui
perubahan warna pada indikator pH media uji seiring dengan terbentuknya asam.
Bioproduk lain yang dapat terbentuk adalah gas yang dapat berupa gas hidrogen
maupun karbondioksida. Karbohidrat yang difermentasi dapat berupa monosakarida
(glukosa), disakarida (laktosa), maupun polisakarida (kanji). Secara umum bakteri
dapat mengeluarkan enzim yang dibutuhkan untuk memfermentasi glukosa, namun
hanya beberapa bakteri yang dapat memfermentasi disakarida maupun polisakarida.
Hal ini disebabkan proses fermentasi karbohidrat tersebut membutuhkan enzim
tertentu. 1,2,40
Perubahan warna media uji menjadi kuning pada uji glukosa menunjukkan
kemampuan A. actinomycetemcomitans dalam memfermentasi glukosa. Perubahan
warna media menjadi kuning pada uji sukrosa menunjukkan A.
actinomycetemcomitans mengandung enzim sukrase yang dapat memecah sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa. Tidak terjadinya perubahan warna pada uji laktosa
menunjukkan bakteri A. actinomycetemcomitans tidak memiliki enzim laktase (beta-
galaktosidase) untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. 1,2,40
Uji TSIA yang dilakukan juga dapat digunakan untuk menentukan
kemampuan bakteri dalam memfermentasi glukosa dan laktosa. Identifikasi uji ini
didasarkan pada perubahan warna pada regio slant dan butt. Perubahan warna pada
daerah butt menandakan adanya fermentasi glukosa, sehingga menyebabkan
turunnya pH media tersebut dan indikator fenol red akan berubah menjadi kuning.
Jika organisme organisme yang diuji dapat memfermentai laktosa, maka seluruh
44
Universitas Syiah Kuala
media akan berubah menjadi kuning. Perbedaan kemampuan fermentasi ini dapat
digunakan untuk membedakan spesies bakteri.1,2,40
Uji indol dilakukan untuk menentukan ada tidaknya enzim tryptophanase
pada bakteri uji. Enzim ini bekerja memecah asam amino tritopan menjadi
komponen indol. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapatnya penumpukan
senyawa amino yang tidak larut dalam air dan membentuk warna merah pada
permukaan medium. Hal ini menunjukkan A. actinomycetemcomitans tidak memiliki
enzim tryptophanase yang dapat memecah asam amino tersebut, dan bersifat bersifat
indol negatif, sehingga tidak terjadi penumpukan senyawa amino pada media uji.34,40
Uji Methyl-Red (MR) dilakukan untuk identifikasi bakteri berdasarkan pola
metabolisme glukosa. Umumnya bakteri memproduksi asam pirufik dari
metabolisme glukosa, namun beberapa bakteri dapat melakukan fermentasi
campuran untuk memetabolisme asam pirufik tersebut menjadi asam organik yang
lebih sederhana. Indikator MR akan mendeteksi besar konsentrasi asam yang
dihasilkan. Uji yang dilakukan menunjukkan A. actinomycetemcomitans terlihat
bersifat metil positif, ditandai dengan perubahan warna media menjadi merah. Hal ini
menunjukan A. actinomycetemcomitans memiliki kemampuan melakukan fermentasi
campuran.34,40
Uji Voges-Proskueur digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan
mikroorganisme melakukan fermentasi dengan hasil akhir 2,3 butanadiol. Bila
bakteri memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3 butanadiol sebagai produk
utama, akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media sehingga warna media
berubah menjadi merah muda. Aggregatibacter actinomycetemcomitans terlihat tidak
mampu memfermantasi karbohidrat menjadi 2,3 butanadiol sehingga tidak terjadi
perubahan warna pada media uji akibat penumpukan 2,3 butanadiol.34,40
Penelitian ini menggunakan teknik maserasi untuk proses ekstraksi
komponen zat aktif. Metode ini dipilih karena relatif sederhana dan mudah, dan tidak
memerlukan proses pemanasan yang dapat merusak komponen aktif dari
simplisia.33,36,37
Proses maserasi dilakukan menggunakan pelarut etanol. Pelarut
etanol digunakan karena memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan aktif yang
bersifat polar, semi polar, ataupun nonpolar. Selain itu, pelarut etanol diketahui tidak
bersifat toksik. Berbagai peneliti menyebutkan kelebihan pelarut etanol untuk
45
Universitas Syiah Kuala
mengekstraksi senyawa aktif tumbuhan, baik yang bersifat antioksidan maupun yang
bersifat sebagai antibakteri.33,57-59
Setelah proses maserasi, dilakukan uji fitokimia
untuk mengetahui zat aktif yang terkandung pada daun pandan wangi.49
Senyawa aktif yang bersifat antibakteri pada daun pandan wangi setelah
dilakukan maserasi dan uji fitokimia adalah alkaloid, tanin, polifenol, steroid, dan
flavonoid. Alkaloid dikaitkan dengan kemampuannya dalam menghambatan
replikasi DNA dengan cara dengan menghambat aktivasi enzim yang berperan pada
proses pengarahan nukleotida pada pita DNA. Adanya gangguan replikasi DNA juga
dapat menyebabkan gangguan pembelahan sel.14,15,32
Senyawa tanin diketahui mampu menghambat enzim DNA-topoisomerase
yang mengakibatkan terhambatnya proses replikasi bakteri. Tanin juga mempunyai
mekanisme mempresipitasi protein bakteri sehingga terjadi inaktivasi enzim yang
diproduksi bakteri dan menginaktivasi protein transpor pada dinding sel bakteri,
sehingga akan merusak dinding sel bakteri.14,15,35,56
Polifenol mempunyai aktivitas
denaturasi protein dengan cara berikatan dengan protein melalui ikatan hidrogen
sehingga struktur protein sel bakteri menjadi rusak. Hal tersebut akan mengganggu
fungsi fisiologis bakteri yang lambat laun akan menyebabkan kematian sel
bakteri.14,15,35
Flavonoid mempunyai mekanisme membentuk kompleks dengan protein
ekstraselular dan dinding sel bakteri, menyebabkan berhentinya aktifitas
metabolisme bakteri, dan kematian sel.14,32,33,35
Triterpenoid merupakan senyawa
yang dapat memberikan bau atau aroma khas pada tanaman. Walaupun mekanisme
kerja triterpenoid sebagai bahan antibakteri belum diketahui dengan baik, akan tetapi
senyawa tersebut diduga terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa
lipofilik, sedangkan steroid diketahui bersifat toksik terhadap mikroorganisme.14,32
Hasil uji aktivitas antibakteri daun pandan wangi menunjukkan pengaruh
yang signifikan terhadap pertumbuhan A. actinomycetemcomitans. Hal ini terlihat
dengan adanya penurunan jumlah koloni bakteri pada konsentrasi ekstrak yang
diberikan. Konsentrasi Hambat Minimum pada penelitian ini adalah konsentrasi
10%. Secara statistik, pertumbuhan koloni pada konsentrasi 10% tidak berbeda
bermakna dengan kontrol negatif (akuades). Hal ini disebabkan jumlah jumlah rerata
koloni yang tumbuh antar kelompok tersebut hampir sama. Perbedaan jumlah koloni
46
Universitas Syiah Kuala
yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol negatif (akuades)
terlihat pada konsentrasi 30%, 40%, dan 50%. Konsentrasi Bunuh Minimum pada
penelitian ini tidak dapat diamati. Hal ini diduga karena konsentrasi yang digunakan
hanya sampai pada konsentrasi 50%. Konsentrasi ekstrak 10%, 20%, 30%, dan 50%
yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan 2 penelitian yang dilakukan dalam
menguji aktifitas antibakteri daun pandan wangi terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Penelitian pertama yang dilakukan oleh
Chandra dkk. (2010) konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk menguji bakteri
Pseudomonas aeruginosa adalah 0%, 10%, 12%, 14%, 16%, dan 18%. Pada
penelitian tersebut KHM terlihat pada konsentrasi 16%, sedangkan KBM terlihat
pada konsentrasi 18%.14
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Oliver dkk. (2010)
menunjukkan daya hambat bakteri Staphylococcus aureus terlihat pada konsentrasi
40%.13
Perbedaan konsentrasi daya hambat antara 2 penelitian tersebut, sehingga
penelitian ini menggunakan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% ekstrak
daun pandan wangi sebagai konsentrasi bahan uji.
Kemampuan daun pandan wangi dalam menghambat pertumbuhan bakteri A.
actinomycetemcomitans juga dipengaruhi oleh dinding sel bakteri A.
actinomycetemcomitans.47
Bakteri Gram negatif, selnya dikelilingi oleh membran
tambahan (outer membrane), sehingga permukaan bakteri menjadi hidrofilik. Hal ini
dapat berfungsi sebagai permeability barrier untuk agen eksternal lainnya. Efek ini
juga dapat disebabkan oleh adanya molekul LPS pada outer membrane tersebut,
sehingga bakteri Gram negatif akan resisten terhadap antibiotik yang bersifat
hidrofobik. Peneliti juga menyebutkan Outer Membrane Vesicle (OMV) yang
terdapat pada bakteri A. actinomycetemcomitans memperlihatkan kemampuan untuk
membawa berbagai protein, termasuk CDT kedalam sel host. Cytolethal Distension
Toxin (CDT) yang dihubungkan dengan OMV juga terlihat pada isolat A.
actinomycetemcomitans serotip b dan c. Peneliti lainnya juga menyebutkna OMV
tidak hanya berperan dalam mengeluarkan CDT, namun juga faktor virulensi lain
dari bakteri.60
Pola resistensi bakteri Gram negatif juga diketahui dapat terjadi akibat
penutupan celah / pori (loss of porion) pada dinding sel bakteri, sehingga
menurunkan jumlah agen antimikroba yang melintasi membran sel. Bakteri Gram
47
Universitas Syiah Kuala
negatif juga memperlihatkan peningkatan aktivitas pompa keluar (efflux pumps),
sehingga agen antimikroba tidak dapat berinteraksi dengan tempat target.60-62
48 Universitas Syiah Kuala
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan
Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Konsentrasi Hambat Minimum ekstrak
daun pandan wangi adalah pada konsentrasi 10%. Tidak terdapat Konsentrasi Bunuh
Minimum (KBM) ekstrak daun pandan wangi terhadap pertumbuhan
Aggregatibacter actinomycetemcomitans sampai dengan konsentrasi ekstrak 50%.
7.2 Saran
Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui Konsentrasi Bunuh
Minimum (KBM) ekstrak daun pandan wangi dengan menaikkan nilai konsentrasi
ekstrak.
49 Universitas Syiah Kuala
DAFTAR PUSTAKA
1. Henderson B, Ward JM, Ready D. Aggregatibacter (Actinobacillus)
actinomycetemcomitans: a triple A* periodontophatogen?.
PERIODONTOLOGY 2010;54:78-105
2. Mythireyi D, Krishnababa MG. Aggregatibacter actinomycetemcomitans, an
aggressive oral bacteria: A review. IJHSR 2012;2(5):105-17
3. Fine DH, Markuwitz K, Furgang D, Fairlie K, ferrandiz J, Cabile nasri, et.al.
Aggregatibacter actinomycetemcomitans and its relationship to initiation of
localized aggressive periodontitis:longitudinal cohort study of initially
healthy adolescent. J. Clin. Microbiol 2007;45(12):3859-3869
4. Johanssson A. Aggregatibacter actinomycetemcomitans leukotoxin: a
powerful tool with capacity to cause imbalance in host inflammatory
response. Toxin 2011;3:242-259
5. Matangkasombut O, Wattanawaraporn R, Tsuruda K, Ohara M, Sugai M,
Mongkolsuk S. Cytolethal distending toxin from Aggregatibacter
actinomycetemcomitans induce DNA damage, S/G2 cell arrest, and caspase-
independent death in a Saccharomyces cerevisiae model. ASM
2009;78(2):783-92
6. Henderson B, Wilson M, Sharp L, Ward JM. Actinobacillus
actinomicetemcomitans. J.Med.Microbiol 2002;51:1013-20
7. Roshna T, Nandakumar K. generalized aggressive periodontitis and its
treatment options: case report and review of literature. Case report in
medicine 2012.1-17
8. Mi Hwa Jung, Jin Woo Park, Jo Young, Jae Mok Lee. Clinical case report on
treatment of generalized aggressive periodontitis. J Periodontal Implant Scl
2010:40:249-53
9. Krismariono A. immunoglobulin-G level on aggressive periodontitis patients
treated with clindamycin. Dental Journal 2009;22(3):118-22
10. Barak OO, Stuart G, Dashper, Deanne V, Catmull, AdamsGG, et.al.
Antibiotic suspectibility of Aggregatibacter actinomycetemcomitans JP2 in a
biofilm. Journal of Microbiology 2013;5:1-8
11. Ardila CM, Lopez MA, Guzman IC. High resistance against clindamycin,
metronidazole, and amoxicillin in Porphyromonas gingivalis and
Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Med Oral Patol Oral Cir Bucal
2010;1(15):947-51
50
Universitas Syiah Kuala
12. Kumar D, Kumar S, Kumar S, singh J, Sharma C, Aneja KR. Antimicrobial
and preliminary phytochemical screening of crude leaf extrac of Pandanus
odoratissimus L. Pharmacologyonline 2010;2:600-10
13. Oliver SR, Alaras LB, Sarah, Depadua AA, Pulmones CJ. In vitro activity of
pandan (Pandanus amaryllifolius ) leaves crude extract against selected
bacterial isolates. JPAIR 2010;4:102-23
14. Noorhamdi, Nurdiana, Aditiarso C. Ekstrak etanol daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) sebagai antibakteri terhadap Pseudomonas
aeruginosa secara in vitro. Mikrobiologi FK UNBRAW 2010:1-9
15. Winarsih S, Andini KR, Primivanny K. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Pandan Wangi ( Pandanus Amaryllifolius Roxb.) Terhadap
Streptococcus mutans Strain 2302-UNR Secara In Vitro. Universitas
Brawijaya 2011:1-7
16. Lauritsen NN, Killan M. Reclassification of Actinobacillus
actinomycetemcomitans, Haemophilus aphrophilus, haemophilus
paraphrophilus and Haemophilus segnis as Aggregatibacter
actinomycetemcomitans gen. nov., comb. Nov., Aggregatibacter aphrophilus
comb. Nov., and emended description of Aggregatibacter
actinomycetemcomitans to include V factor-dependent and V-factor
independent isolates. International Journal of Systematic and Evalutionary
Microbiology 2006;56:2135-2146
17. Umeda JE, Longo L, Simiaonato MRL, Mayer MPA. Different transcription
of virulence genes in Aggregatibacter actinomycetemcomitans serotype.
Journal of Microbiology 2013;5:1-8
18. Fine DH, Furgang D, Schreiner HC, Goncharoff P, Charlesworth J, Ghzwan
G, et.al. Phenotypic variation in Actinobacillus actinmycetemcomitans during
laboratory growth: implication for virulence. Microbiology 1999;145:1335-47
19. Kler S, Malik R. An update on the virulence factor of Actinobacillus
actinomycetemcomitans: a systematic review. A Journal of Dentistry
2010;1(1):1-10
20. Wahasugui TC, Nakano V, Piazza RM, Campos MJ. Phenotypic and
genotypic features of Aggregatibacter actinomycetemcomitans isolated from
patients with periodontal disease. J.Diamicrobio 2012;75:366-372
21. Khattab NM. Exploring periodontitis among pediatric dental patients in
MINA, Egypt. Cairo Dental Journal 2009;25(2):295-304
22. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Clinical
Periodontology. 10th
ed. USA: Elsevier, 2006: 105;160;506
51
Universitas Syiah Kuala
23. Bascones MA, FFiguero RE. periodontal disease as bacteria infection.
AVANCES 2005;17(3):111-8
24. Wahyukundari MA. Perbedaan kadar matrix metalloproteinase-8 setelah
scalling dan pemberian tetrasiklin pada penderita periodontitis kronis. Jurnal
PDGI 2009;58(1):1-6
25. Ababneh KT, Abu AM, Khader YS. Prevalence and risk indicators of
gingivitis and periodontitis in a multi-centre study in North Jordan: a cross
sectional study. BMC Oral Health 2012;12(1):1-8
26. Rahayu M, Sunarti S, Keim AP. Kajian etnobotani pandan samak (Pandanus
odoratissimus L.f.):pemanfaatan dan peranannya dalam usaha menunjang
penghasilan keluarga di ujung kulon, Banten. BIODIVERSITA 2008;9(4):310-
4
27. Rahayu SE, Handayani S. Keanekaragaman morfologi dan anatomi Pandanus
(pandanacea) di Jawa Barat. VIS VITALIS 2008;1(2):1-8
28. Sukandar D, Hermanto S, Lestari E. uji toksisitas ekstrak daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) dengan metode Brine Shrimp Lethality test
(BSLT). Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 1-4. 2007
29. Fazruaini SN. Extraction and characterization of Malaysia pandan leaves by
soxhlet method. Pahang: Universiti Malaysia Pahang, 2011.1,7,8. Thesis
30. Murhadi, Suharyona AS, Susilawati. Aktivitas Antibakteri ekstrak daun
salam (Syzygium polyanta) dan daun pandan (Pandanus amaryllifolius
Roxb.). Jurnal.teknol.dan Industri pangan 2007;18(1)1-4
31. Hueh Zan Chong, Swee Keong Yeap, Rahmat A, Akim AM, Alitheen NB,
Othman F, et.al. In Vitro evaluation of Pandanus amaryllifolius ethanol
extract for induction of cell deat on non-hormone dependent human breast
adenocarcinoma MDA-MB-231 cell apoptosis. BioMed central 2012;2:1-8
32. Siregar AF, Sabdono A, Pringgenies D. potensi Antibakteri Ekstrak Rumput
Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus epidermidis, dan, Micrococcus luteus. Journal of Marine
Research 2012;1(2):152-160
33. Dent M, Uzelac VD, Penic M, Brncic M. The effect of extraction solvent,
temperature, and time on the compotition and mass fraction of polyphenol in
dalmation wild sage (Salvia officinalis L.) extract. Biotechnol 2013;51(1)84-
91
52
Universitas Syiah Kuala
34. Prihantoro T, Indra R, Sumarno. Efek antibakteri ekstrak kulit buah delima
(Punica granatum) terhadap Shigella dysentriae secara in vitro. Jurnal
Kedokteran Brawijaya 2006;22(2)102-6
35. Mirkarimi M, Marashi-Amin SM, Bargrizan M, Abtahi A, Fooladi AAI. The
antimicrobial activity of grape seed extract against two important oral
pathogens. Zahedan J Res med Sci 2013;15(1)43-6
36. Anonymous. Metode Ekstraksi. ffarmasi.unand, Available at
ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/Metoda_ekstraksi.pdf. Accesed on September
2013
37. Rakesh DD, Longo G, Khanuja SPS, Handa SS. Ekstraction Technologies for
medicinal and Aromatic Plants. International Centre For Science And High
Technology, Trieste 2008. P:22;23
38. Tim Mikrobiologi. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar. Purwokerto:
Fakultas Biologi. Unsoed 2008
39. Kismiyati, Subekti S, Yusuf, WR, Kusdarwati R. Isolasi dan identifikasi
bakteri Gram negatif pada luka ikan maskoki (Carassius auratus) akibat
infeksi ektoparasit Argulus sp. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan
2009;1(2):1-6
40. Paul G Engelkirk, janet duben-engelkirk. Laboratory diagnosis of infectious
disease. LWW Balrimore.2008:126-132
41. Robert W. Bauman. Microbiology with disease by taxonomy. 3rd
ed. Pearson
San Francisco 2011:97-105
42. Haryani Y, Chainulfiah, dan Rustiana. Fermentasi karbohidrat oleh iolat
Salmonela spp. dari jajanan pinggir jalan. J.ind.Che.Acta 2012;3(1):1-2
43. Anonymous. Scanning Electron Microscope. Available at
http://www.csir.co.za/nano/Scanning_Electron_Microscope.html. Accesed
on September 2013
44. Anonymous. Transmission Electron Microscope
http://www.phy.cuhk.edu.hk/centrallaboratory/TecnaiF20/TecnaiF20.html.
Accesed on September 2013
45. European Committee For Antimicrobial Suspectibolity Testing (EUCAT).
Determination of minimum inhibitory concentration (MIC) of antibacterial
agents by agar dilution. Clinical microbiology and infection 2000;6(9)1-8
53
Universitas Syiah Kuala
46. Antibiotic Susceptibility Testing, Sridhar RPN: Assistant Professor Dept. of
Microbiology, www.microrao.com, September 2013
47. Ferdiyan Y, Kusnadi J. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Gambir
Cubadak (Uncaria gambir var Cubadak) Metode Microwave Assisted
Extraction terhadap Bakteri Patogen ( Kajian Daya Microwave dan
Extraction Time). Universitas Brawijaya malang.teknologi hasil pertanian.
2012 1-7
48. Rathnayaka RMU. Effect of sample pre-enrichment and character of food
sample on the examination for the Salmonella by plate count method and
fluorescent in situ hybridization technique. Am. J. Food. Technol
2011;6(9)851-3
49. Marlinda M, Sangi MS, Wuntu AD. Analisis senyawa metabolit sekunder dan
uji toksisitas ekstrak etanol biji buah alpukat (Persea Americana Mill.) Jurnal
MIPA UNSTRAT 2012;1(1):24-8
50. Sartika. Uji Potensi Antibakteri Susu Segar dan Susu pasteurisasi Sapi Perah
Peranakan Friesian Holstein (PFH) terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter
actinomycetemcomitans. PSKG FK Unsyiah 2012. 39
51. Sugiharto T. Analisis Varians. Jakarta: Universitas Gunadarma. 2009:Hal 2-3
52. Besral departemen biostatistika. Pengolahan dan Analisis data-1
Menggunakan SPSS. FKM UI. 2010: hal 58-64
53. Sopiyudin. Statistik Untuk Kedikteran dan Kesehatan. Salemba Medikaedisi
5. 11-12. 2011 Jakarta
54. Takada M, Saito M, Tsuzukibashi O, kawashima Y, Ishida S, Hirasaw M.
Characterization of a new serotype g isolate of Aggregatibacter
actinomycetemcomitans. Molecular Oral Microbiology 2010;25:200-6
55. Paju S. Virulence-assosiated characteristics of iactinobacillus
actinomycetemcomitans, an oral and nonoral pathogen. Faculty of medicine
University of Helsinki. 2000.p 41
56. Akiyama H, Fujii K, Yamasaki O, oono T, Iwatsuki K. Antibacterial action of
several tannins against Staphylococcus aureus. JAC 2001;48:487-491
57. Sultana B, Anwar F, Ashraf M. Effect of extraction solvent/technique on the
antioxidant activity of selected medicinal plant extracts. Molecules
2009;14:2167-80
54
Universitas Syiah Kuala
58. Pasaribu F, sitorus P, Bahri S. Uji Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia
mangostana L) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah. Journal of
Pharmaceutics and Pharmacology 2012;1(1):1-8
59. Marnoto T, haryono G, Gustinah D, putra FA. Ekstraksi tanin sebagai bahan
pewarna alami dari tananan putri malu (Mimosa pudica) menggunakan
pelarut organik. Reaktor 2012;12(1)39-45
60. Rompikuntal PK. Outer membrane vesicle-mediated export of virulence
factors from Gram-negative bacteria. Department of molecular biology.
University medical . dissertation. 1-13,21-24.2012
61. Noer SF. Pola Bakteri dan Resistensinya terhadap Antibiotik yang Ditemukan
pada Air dan Udara Ruang Instalasi Rawat Khusus RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makasar. Majalah Farmasi dan Farmakologi 2012;16(2):73-
78
62. Bookstael K, Aerschot. Antimicrobial resistance in bacteria. Review Article
2006. 1-16
55
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 1: Surat Kelaikan Etik
56
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 2: Surat Izin Penelitian
57
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 3: Surat Izin Pengambilan Sampel
58
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 4: Surat Keterangan Selesai Penelitian
59
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 5: Surat Hasil Uji Fitokimia
60
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 6. Informed consent
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara/i……..
di
Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bernama Emeilia Dwita mahasiswi Program Studi Kedokteran
Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh akan melakukan
penelitian yang berjudul:
Efek Antibakteri Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara In
Vitro
Aggregatibacter actinomycetemcomitans merupakan flora normal rongga mulut yang
dapat menyebabkan periodontitis agresif. Penyakit ini dapat menyebabkan
kehilangan gigi yang cepat jika tidak diberikan perawatan yang tepat. Salah satu
perawatan untuk periodontitis agresif adalah pemberian antibiotik. Antibiotik yang
sering digunakan untuk perawatan periodontitis agresif meliputi pemberian
tetrasiklin, metrodinazol, dan amoksisilin. Beberapa studi menyebutkan adanya
peningkatan resistensi Aggregatibacter actynomycetemcomitan terhadap obat-obat
antibiotik tersebut seingga perawatan yang diinginkan tidak dapat tercapai. Berbeda
dengan obat-obat sintetik, antimikroba yang berasal dari tumbuh-tumbuhan relatif
aman, tidak dihubungkan dengan efek samping yang berarti dan memiliki potensi
terapeutik yang besar. Berbagai tumbuh-tumbuhan telah diteliti efek terapeutiknya,
salah satunya daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.). Daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) memiliki potensi antibakteri yang besar
karena adanya kandungan senyawa-senyawa aktif yang bersifat antibakteri.
Apa tujuan dan manfaat penelitian ini?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun
pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) terhadap pertumbuhan
Aggregatibacter actinomycetemcomitan. Manfaat penelitian ini adalah dapat
61
Universitas Syiah Kuala
memberikan informasi mengenai peran tumbuh-tumbuhan sebagai sumber
antibakteri alami yang relatif murah dan mudah yang berfungsi sebagai antibiotik.
Bagaimana prosedur pemeriksaan dilakukan?
Prosedur yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah pertama dengan
pemberian informed consent subjek penelitian yang merupakan pasien periodontitis
agresif lokalisata di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM). Pengambilan sampel
dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari subjek penelitian, dengan
memasukkan paper point ke dalam sulkus gingiva selama 10 detik. Kemudian
sampel dimasukkan ke dalam kontainer dan dibawa ke laboratorium untuk proses
pengkulturan dan uji efek antibakteri daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb.) terhadap bakteri Aggregatibakter anctinomycetemcomintans.
Apa risiko penelitian ini?
Penelitian ini tidak memberikan resiko yang membahayakan bagi subjek
penelitian. Namun subjek akan merasa sedikit ketidaknyamanan dan adanya
kemungkinan gusi subjek berdarah pada saat dimasukkan paper point ke dalam
sulkus gingiva.
Antisipasi terhadap risiko yang mungkin timbul
Antisipasi terhadap risiko yang mungkin timbul yaitu dengan
menginstruksikan subjek menekan daerah yang berdarah dengan kapas untuk
menghentikan perdarahan. Apabila rasa ketidaknyaman tersebut kembali timbul pada
saat pulang ke rumah maka dapat menghubungi peneliti (Emeilia Dwita) dengan
nomor Hp. 085275788039
Bagaimana mengenai biaya?
Bapak/Ibu/Saudara/i tidak dikenakan biaya.
Bagaimana jaminan kerahasiaan data?
Identitas subjek penelitian dan data terkait hasil penelitian akan disimpan
secara rahasia, sehingga hanya diketahui oleh saya sebagai peneliti dan
62
Universitas Syiah Kuala
Bapak/Ibu/Saudara/i sebagai subjek penelitian. Hasil penelitian ini akan
dipublikasikan sebagai skripsi.
Hak untuk berpartisipasi atau mengundurkan diri?
Bapak/Ibu/Saudara/i tanpa paksaan bersedia berpartisipasi atau
mengundurkan diri dalam penelitian ini.
Demikian keterangan yang dapat saya berikan. Atas partisipasi
Bapak/Ibu/Saudara/i menjadi subjek penelitian ini saya ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Peneliti/Peserta Program Studi Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh, …/Januari/2014
(Emeilia Dwita)
63
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 7: Lembar Persetujuan
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN
Setelah membaca semua keterangan tentang manfaat, prosedur pemeriksaan,
risiko, antisipasi dan hak-hak saya sebagai subjek penelitian ini. Saya yang bertanda
tangan dibawah ini:
Nama : ..........................................................................................
Umur : ..........................................................................................
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
Alamat lengkap : ..........................................................................................
..........................................................................................
..........................................................................................
..........................................................................................
No. Hp/Telp : ..........................................................................................
Saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian
yang berjudul:
Efek Antibakteri Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
Terhadap Pertumbuhan Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara In
Vitro
Maka dengan surat ini menyatakan setuju menjadi subjek penelitian ini:
Banda aceh, …../Januari/2014
Peneliti
(Emeilia Dwita)
Menyetujui,
Subjek Penelitian
(………………….……)
64
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 8: Pembuatan Konsentrasi Bahan Uji dan Kontrol Positif
1. Pembuatan konsentrasi 10% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb):
100%.V1 = 10%.1mL
V1 = 0,1 mL
Vpengencer = V2-V1
Vpengencer =1mL- 0,1 mL
= 0,9 mL
2. Pembuatan konsentrasi 20% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb):
100%.V1= 20%.1mL
V1 = 0,2 mL
Vpengencer =1 mL-0,2 mL
= 0,8 mL
3. Pembuatan konsentrasi 30% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb):
100%.V1 = 30%.1mL
V1 = 0,3 mL
V pengencer = 1 mL – 0,3 mL
= 0,7 mL
4. Pembuatan konsentrasi 40% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb):
100%.V1 = 40%.1mL
V1 = 0,4 mL
V pengencer = 1 mL- 0,4 mL
= 0,6 mL
5. Pembuatan konsentrasi 50% ekstrak daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb.):
100%.V1 = 50%.1mL
V1 = 0,5 mL
65
Universitas Syiah Kuala
V pengencer = 1 mL- 0,5 mL
= 0,5 mL
6. Pembuatan konsentrasi Ciprofloxacin
C1 = Sedian ciprofloxacin (200 mg/100 ml= 2.000 µg/ml
V1 = Volume pelarut yang ditambahkan
C2 = Konsentrasi ciprofloxacin yang diperlukan (10µg/ml)
C2 = Volume ciprofloxacin yang diperlukan (20 ml)
2.000 µg/ml.V1=10 µg/ml.20 ml
V1=200/2.000 ml
V1=0,1 ml
Volume pelarut yang digunakan = 19,9 ml akuades steril
66
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 9: Perhitungan Jumlah Koloni (CFU/ml)
1. Konsentrasi akuades
a. Pengulangan 1
Koloni = 279x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 27 900 000 CFU/0,1 mL
Speade plate = 0,1 mL = 279 000 000 CFU/mL
= 279x106
CFU/ml
b. Pengulangan 2
Koloni =304x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
=30 400 000 CFU/0,1 mL
Spreade plate=0,1 ml =304 000 000 CFU/mL
= 304x106
c. Pengulangan 3
Koloni =216x10-5
/0,1 mL
Faktor pengenceran=1/10-5
=21 600 000 CFU/0,1 mL
Spread plate=0,1 ml =216 000 000 CFU/mL
=216x106
Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
= 279x106 CFU/mL + 304x10
6 CFU/mL+216x10
6CFU/mL
=266,3 x106
CFU/mL
2. Konsentrasi Ciprofloxacin
a. Pengulangan 1
Koloni = 17x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 1 700 000 CFU/0,1 mL
Speade plate = 0,1 mL = 17 000 000 CFU/mL
= 17x106 CFU/ml
b. Pengulangan 2
Koloni = 10x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 1 00 000 CFU/0,1 mL
Spreade plate=0,1 ml = 10 000 000 CFU/ mL
= 10x106 CFU/mL
67
Universitas Syiah Kuala
c. Pengulangan 3
Koloni =20x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran=1/10-5
= 20 000 000 CFU/01, mL
Spread plate=0,1 ml = 20 000 000 CFU/mL
= 20x106
CFU/mL
Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
= 17x106 CFU/mL + 10x10
6 CFU/mL+20x10
6CFU/mL
= 15,7 x106
CFU/mL
3. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 10%
a. Pengulangan 1
Koloni = 293x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 29 300 000 CFU/0,1 mL
Speade plate = 0,1 mL = 293 000 000 CFU/mL
= 293x106 CFU/ml
b. Pengulangan 2
Koloni = 257x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 25 700 000 CFU/0,1 mL
Spreade plate=0,1 ml = 257 000 000 CFU/mL
= 257x106 CFU/mL
c. Pengulangan 3
Koloni = 185x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran=1/10-5
= 18 500 000 CFU/0,1 mL
Spread plate=0,1 ml = 185 000 000 CFU/mL
= 185x106 CFU/mL
Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
= 293x106 CFU/mL + 257x10
6 CFU/mL+185x10
6CFU/mL
= 245 x106 CFU/mL
4. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 20%
a. Pengulangan 1
Koloni = 233x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 23 300 000 CFU/0,1 mL
Speade plate = 0,1 mL = 233 000 000 CFU/mL
68
Universitas Syiah Kuala
= 233x106 CFU/ml
b. Pengulangan 2
Koloni = 254x10-5 CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 25 400 000 CFU/0,1 mL
Spreade plate=0,1 mL = 254 000 000 CFU/mL
= 254x106 CFU/mL
c. Pengulangan 3
Koloni = 171x10-5 CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran 1/10-5
= 17 100 000 CFU/0,1 mL
Spread plate=0,1 ml = 171 000 000 CFU/mL
= 171x106 CFU/mL
Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
= 233x106 CFU/mL + 254x10
6 CFU/mL+171x10
6CFU/mL
= 219x106 CFU/mL
5. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 30%
a. Pengulangan 1
Koloni = 183x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 18 300 000 CFU/0,1 mL
Speade plate = 0,1 mL = 183 000 000 CFU/mL
= 183x106 CFU/ml
b. Pengulangan 2
Koloni =175x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
=17 500 000 CFU/0,1 mL
Spreade plate=0,1 ml =175 000 000 CFU/mL
=175x106 CFU/mL
c. Pengulangan 3
Koloni =126x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 12 600 000 CFU/0,1 mL
Spread plate=0,1 ml = 126 000 000
= 126x106 CFU/mL
Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
= 183x106 CFU/mL + 175x10
6 CFU/mL+126x10
6CFU/mL
69
Universitas Syiah Kuala
= 161 x106
CFU/mL
6. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 40%
a. Pengulangan 1
Koloni = 770x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 7 700 000 CFU/0,1 mL
Speade plate = 0,1 mL = 77 000 000 CFU/mL
= 77x106
CFU/ml
b. Pengulangan 2
Koloni =130x10-5
CFU/0,1mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
=13 000 000 CFU/0,1 mL
Spreade plate=0,1 ml =130 000 000
= 130x106 CFU/mL
c. Pengulangan 3
Koloni =105x10-5
Faktor pengenceran =1/10-5
= 10 500 000 CFU/0,1 mL
Spread plate=0,1 ml = 105 000 000 CFU/mL
= 105x106 CFU/mL
Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
= 77x106 CFU/mL + 130x10
6 CFU/mL+105x10
6CFU/mL
=104 x106
CFU/mL
7. Konsentrasi Ekstrak Daun Pandan Wangi 50%
a. Pengulangan 1
Koloni =200 x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 20 000 000 CFU/0,1 mL
Speade plate = 0,1 mL = 200 000 000 CFU/mL
= 20x106 CFU/ml
b. Pengulangan 2
Koloni =730x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
=7 300 0000 CFU/0,1 mL
Spreade plate =0,1 ml =73 000 000 CFU/mL
=73x106
CFU/mL
70
Universitas Syiah Kuala
c. Pengulangan 3
Koloni =940x10-5
CFU/0,1 mL
Faktor pengenceran = 1/10-5
= 94 000 000 CFU/0,1 mL
Spread plate =0,1 ml = 940 000 000 CFU/mL
=94x106 CFU/mL
Rata-rata jumlah koloni Aggregatibacter actinomycetemcomitans
= 20x106 CFU/mL + 73x10
6 CFU/mL+94x10
6CFU/mL
= 62 x106
CFU/mL
71
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 10: Hasil Analisis Statistik
1. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pertumbuhan 10% .253 3 . .964 3 .637
20% .291 3 . .925 3 .469
30% .338 3 . .853 3 .248
40% .182 3 . .999 3 .938
50% .277 3 . .941 3 .533
Akuades .277 3 . .941 3 .533
Ciprofloxacin .269 3 . .949 3 .567
a. Lilliefors Significance Correction
2. Hasil Uji Homogenitas Varian Data
Test of Homogeneity of Variances
pertumbuhan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.585 6 14 .223
Descriptives
Pertumbuhan
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
10% 3 245.0000 54.99091 31.74902 108.3950 381.6050 185.00 293.00
20% 3 219.3333 43.15476 24.91541 112.1310 326.5357 171.00 254.00
30% 3 161.3333 30.85990 17.81697 84.6731 237.9936 126.00 183.00
40% 3 104.0000 26.51415 15.30795 38.1352 169.8648 77.00 130.00
50% 3 62.3333 38.13572 22.01767 -32.4011 157.0677 20.00 94.00
Akuades 3 266.3333 45.34681 26.18099 153.6856 378.9811 216.00 304.00
Ciprofloxacin 3 15.6667 5.13160 2.96273 2.9191 28.4143 10.00 20.00
Total 21 153.4286 96.41917 21.04039 109.5391 197.3181 10.00 304.00
72
Universitas Syiah Kuala
3. Hasil Uji One Way ANOVA dan Post Hoc
ANOVA
Pertumbuhan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 165775.810 6 27629.302 19.190 .000
Within Groups 20157.333 14 1439.810
Total 185933.143 20
Multiple Comparisons
pertumbuhan LSD
(I) kelompok (J) kelompok Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
10% 20% 25.66667 30.98182 .421 -40.7827 92.1161
30% 83.66667* 30.98182 .017 17.2173 150.1161
40% 141.00000* 30.98182 .000 74.5506 207.4494
50% 182.66667* 30.98182 .000 116.2173 249.1161
Akuades -21.33333 30.98182 .502 -87.7827 45.1161
Ciprofloxacin 229.33333* 30.98182 .000 162.8839 295.7827
20% 10% -25.66667 30.98182 .421 -92.1161 40.7827
30% 58.00000 30.98182 .082 -8.4494 124.4494
40% 115.33333* 30.98182 .002 48.8839 181.7827
50% 157.00000* 30.98182 .000 90.5506 223.4494
Akuades -47.00000 30.98182 .152 -113.4494 19.4494
Ciprofloxacin 203.66667* 30.98182 .000 137.2173 270.1161
30% 10% -83.66667* 30.98182 .017 -150.1161 -17.2173
20% -58.00000 30.98182 .082 -124.4494 8.4494
40% 57.33333 30.98182 .085 -9.1161 123.7827
50% 99.00000* 30.98182 .006 32.5506 165.4494
Akuades -105.00000* 30.98182 .004 -171.4494 -38.5506
Ciprofloxacin 145.66667* 30.98182 .000 79.2173 212.1161
40% 10% -141.00000* 30.98182 .000 -207.4494 -74.5506
20% -115.33333* 30.98182 .002 -181.7827 -48.8839
30% -57.33333 30.98182 .085 -123.7827 9.1161
50% 41.66667 30.98182 .200 -24.7827 108.1161
Akuades -162.33333* 30.98182 .000 -228.7827 -95.8839
Ciprofloxacin 88.33333* 30.98182 .013 21.8839 154.7827
50% 10% -182.66667* 30.98182 .000 -249.1161 -116.2173
20% -157.00000* 30.98182 .000 -223.4494 -90.5506
30% -99.00000* 30.98182 .006 -165.4494 -32.5506
40% -41.66667 30.98182 .200 -108.1161 24.7827
Akuades -204.00000* 30.98182 .000 -270.4494 -137.5506
Ciprofloxacin 46.66667 30.98182 .154 -19.7827 113.1161
73
Universitas Syiah Kuala
Akuades 10% 21.33333 30.98182 .502 -45.1161 87.7827
20% 47.00000 30.98182 .152 -19.4494 113.4494
30% 105.00000* 30.98182 .004 38.5506 171.4494
40% 162.33333* 30.98182 .000 95.8839 228.7827
50% 204.00000* 30.98182 .000 137.5506 270.4494
Ciprofloxacin 250.66667* 30.98182 .000 184.2173 317.1161
Ciprofloxacin 10% -229.33333* 30.98182 .000 -295.7827 -162.8839
20% -203.66667* 30.98182 .000 -270.1161 -137.2173
30% -145.66667* 30.98182 .000 -212.1161 -79.2173
40% -88.33333* 30.98182 .013 -154.7827 -21.8839
50% -46.66667 30.98182 .154 -113.1161 19.7827
Akuades -250.66667* 30.98182 .000 -317.1161 -184.2173
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
74
Universitas Syiah Kuala
Lampiran 11. Foto Penelitian
Gambar 1. Pembuatan Media
AaGM
Gambar 2. Proses Homo-
genisasi Larutan
Gambar 3. Proses Sterilisasi
Media
N
Gambar 4. Isolasi Sampel Gambar 5. Kultur Sampel Gambar 6. Hasil Kultur
Bakteri pada Media AaGm
Broth
Gambar 6. Bahan Pewarnaan
Gram
Gambar 7. Pengamatan
Hasil Pewarnaan Gram
Gambar 8. Maserasi dan
Penyaringan
75
Universitas Syiah Kuala
Gambar 9. Proses Evaporasi Gambar 10. Pembuatan
Konsentrasi Bahan Uji
Gambar 11. Pengenceran
Bertingkat
Gambar 12. Penyetaraan
Suspensi Bakteri Dengan Mc
Farland 1
Gambar 13. Candle Jar
Gambar 14. Penghitungan
jumlah Koloni Menggu-
nakan Colony Counter
76
Universitas Syiah Kuala
Gambar 12. Pertumbuhan Koloni
Pertumbuhan Koloni
Konsentrasi 10%
Pertumbuhan Koloni
Konsentrasi 20%
Pertumbuhan Koloni
Konsentrasi 30%
Pertumbuah Koloni
Konsentrasi 40%
Pertumbuhan Koloni
Konsentrasi 50%
Pertumbuhan Koloni Kontrol
Positif (Cipro)
Pertumbuhan Koloni Kontrol
Negatif (Akuades)
77
Universitas Syiah Kuala
Gambar 13. Hasil Kultu Pengenceran Bertingkat
Pengenceran 2(10-2
) Pengenceran 3(10-3
) Pengencerean 4(10-4
)
Pengenceran 5(10-5
) Pengenceran 6 (10-6
) Pengenceran 7 (10-7
)