elfi_s_ben-1

23
Studi Awal Pemisahan Amilosa dan Amilopektin Pati Singkong Dengan Fraksinasi Butanol – Air Auzal Halim, Elfi Sahlan Ben dan Zulianis Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Andalas Padang Abstract A Pleminary study on separation of amylose and amylopectin from cassava starch using fractination methode with butanol – water (1 : 7) has been done. 3.3 gram (11%) amylose (hydro fraction) and 4.25 gram (14%) amylopectin (butanol fraction) were obtained from 30 gram cassava starch. Each fraction was checked for their physicochemical properties such as velocity of gelatination, iodine reaction, infrared spectrofotometer, water absorption and swelling time. Cassava starch, acid starch and soluble starch were used as refference. The evaluation showed that the amylose fraction (hydro fraction) had a lowest velocity of gelatination and swelling, high water adsorption compared to amylopectin fraction (butanol fraction) and the other. The iodine test of amylose fraction (hydro fraction) showed a blue color and for amylopectin fraction (butanol fraction), cassava starch, acid starch and soluble starch showed red color. Pendahuluan Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati. Flora Indonesia diperkirakan memiliki 30.000 – 40.000 spesies tumbuhan berbunga. Dari jumlah tersebut baru 1.100 spesies yang telah dapat digunakan sebagai obat, baik sebagai obat berkhasiat maupun sebagai bahan pembantu (Rusdi, 1988). Salah satu diantaranya adalah tanaman singkong (Manihot utilissima Pohl) termasuk famili Euphorbiaceae, berupa tanaman menahun. Singkong berasal dari Amerika Selatan yang hidup

description

......

Transcript of elfi_s_ben-1

Studi Awal Pemisahan Amilosa dan Amilopektin Pati Singkong

Studi Awal Pemisahan Amilosa dan Amilopektin Pati SingkongDengan Fraksinasi Butanol Air

Auzal Halim, Elfi Sahlan Ben dan ZulianisJurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Andalas Padang

Abstract

A Pleminary study on separation of amylose and amylopectin from cassava starch using fractination methode with butanol water (1 : 7) has been done. 3.3 gram (11%) amylose (hydro fraction) and 4.25 gram (14%) amylopectin (butanol fraction) were obtained from 30 gram cassava starch. Each fraction was checked for their physicochemical properties such as velocity of gelatination, iodine reaction, infrared spectrofotometer, water absorption and swelling time. Cassava starch, acid starch and soluble starch were used as refference.

The evaluation showed that the amylose fraction (hydro fraction) had a lowest velocity of gelatination and swelling, high water adsorption compared to amylopectin fraction (butanol fraction) and the other. The iodine test of amylose fraction (hydro fraction) showed a blue color and for amylopectin fraction (butanol fraction), cassava starch, acid starch and soluble starch showed red color.

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati. Flora Indonesia diperkirakan memiliki 30.000 40.000 spesies tumbuhan berbunga. Dari jumlah tersebut baru 1.100 spesies yang telah dapat digunakan sebagai obat, baik sebagai obat berkhasiat maupun sebagai bahan pembantu (Rusdi, 1988).

Salah satu diantaranya adalah tanaman singkong (Manihot utilissima Pohl) termasuk famili Euphorbiaceae, berupa tanaman menahun. Singkong berasal dari Amerika Selatan yang hidup subur pada daerah tropis dan subtropis. Singkong merupakan tanaman pangan yang sangat penting diantara tanaman pertanian lainnya karena dalam pemeliharaannya mudah dan produktif. Bagian dari tanaman singkong yang dapat dimanfaatkan adalah daun dan akar-akar yang menebal membentuk umbi. Bagian umbi ini banyak mengandung zat tepung atau pati (Thomas, 1989; Winarno, 1986).

Pati merupakan karbohidrat yang tersebar dalam tanaman terutama tanaman berklorofil. Bagi tanaman, pati merupakan cadangan makanan yang terdapat pada biji, batang dan pada bagian umbi tanaman.Banyaknya kandungan pati pada tanaman tergantung pada asal pati tersebut, misalnya pati yang berasal dari biji beras mengandung pati 50 60% dan pati yang berasal dari umbi singkong mengandung pati 80% (Winarno, 1986).

Pati telah lama digunakan orang baik sebagai bahan makanan maupun bahan tambahan dalam sediaan farmasi. Penggunaan pati dalam bidang farmasi terutama pada formula sediaan tablet, baik sebagai bahan pengisi, penghancur maupun sebagai bahan pengikat. Namun dalam pembuatan tablet cetak langsung, Pati tidak dapat dipakai karena pati berupa serbuk halus dan dalam keadaan aslinya pati tidak mempunyai sifat alir dan daya kompresibilitas yang baik. Hal ini tidak lepas dari pengaruh komponen-komponen yang menyusun pati terutama pengaruh amilosa dan amilopektin. Kedua komponen ini dapat dikatakan homogen secara kimia tetapi masih heterogen dalam ukuran molekul, derajat percabangan, rantai, susunan dan keacakan rantai cabang (Winarno, 1986; Halim, 1990; Ikhsan, 1996).

Amilosa merupakan komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air. Umumnya amilosa menyusun pati 17 21%, terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan (-(1,4) D-glukosa. Amilosa juga mempunyai sifat alir dan daya kompresibilitas yang baik, sehingga dalam formulasi tablet cetak langsung dapat digunakan sebagai bahan pengisi, lubrikan dan akan memberikan waktu hancur yang lebih efektif. Sementara amilopektin merupakan komponen pati yang mempunyai rantai cabang, terdiri dari satuan glukosa yang bergabung melalui ikatan (-(1,4) D-glukosa dan (-(1,6) D-glukosa. Amilopektin tidak larut dalam air tetapi larut dalam butanol dan bersifat kohesif sehingga sifat alir dan daya kompresibilitasnya kurang baik. Karena itu amilopektin tidak dapat dipakai dalam formulasi tablet cetak langsung (Ikhsan, 1996; Schwartd and Zelinskie, 1978; Cowd, 1982).Berdasarkan hal di atas, maka dalam penelitian ini dicoba memisahkan amilosa dan amilopektin dari pati singkong dengan cara fraksinasi berulang menggunakan pelarut butanol air kemudian hasil fraksinasi dibandingkan dengan pati singkong yang dimodifikasi menggunakan metoda pengasaman dan pati yang dapat larut selanjutnya dilakukan pemeriksaan spektroskopi infra merah.

Metodologi Penelitian

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital (Metler PM 2000), autoklaf, tap volumeter, alat pengukur luas permukaan (Fisher Model 95 Sub Sieve Sizer), mikroskop elektrik yang dilengkapi dengan mikrometer okuler (Griffin Carton), oven vakum, eksikator, alat Enslin, Spektrofotometer IR (Perkin Elmer 753B), mikroskop foto (Trinoculer Merk Carton), Viskometer Stormer (Attur H. Thomas Co Serial 79025), Pascal Engineering Machine No. 22740, dan alat-alat gelas yang biasa digunakan dilaboratorium.Bahan-bahan yang dipakai adalah pati singkong (PT. Incasi Raya), soluble starch (Fison Laboratory Reagent), butanol, metanol, iodium, asam sulfat, etanol, parafin dan aquadest.

Fraksinasi pati singkong

Sebanyak 30 g pati singkong ditambahkan 840 ml aquadest dan 120 ml butanol lalu diautoklaf selama 2 jam. Selagi panas difraksinasi (F1) dengan butanol air (1:7) sehingga didapatkan fraksi air (Fa1) dan fraksi butanol (Fb1). Bagian (Fa1) difraksinasi lagi dengan butanol air (1:7) (F2), didapatkan fraksi air (Fba2) dan fraksi butanol (Fb2). Fa2 difraksinasi lagi dengan butanol air (1:7) (F3) sehingga didapatkan fraksi air (Fa3 dan fraksi butanol (Fb3). Selanjutnya (Fa3) difraksinasi dengan 600 ml air panas dan 60 ml butanol (F3x) sehingga diperoleh fraksi air (Fa3x) dan fraksi butanol (Fb3x). Fa3x didehidrasi dengan metanol lalu dikeringkan sampai didapat serbuk. Sedangkan Fb2 difraksinasi lagi dengan butanol air (1:7) (F2x) sehingga diperoleh 2 fraksi, fraksi air (Fa2x) dan fraksi butanol (Fb2x). Selanjutnya Fb2x diflokulasi dengan metanol berlebih lalu dikeringkan sapai didapat serbuk (Schoch and Jensen, 1940).

Proses pengasaman pati singkong

Pati singkong ditimbang sebanyak 300 g dan ditambahkan 3 L asam sulfat 16 N, etanol 30% dan aquadest sebanyak 5 L kemudian disimpan pada suhu 450C selama waktu tertentu dan diaduk tiap hari (Schoch and Jensen, 1940).

Penentuan temperatur gelatinasi

Sebanyak 5% b/v serbuk di atas disuspensikan dalam air, kemudian dipanaskan diatas penangas air pada suhu masing-masing 30, 40, 45, 50, 55, 60, 65, 70 dan 750C. Suspensi pada berbagai temperatur tersebut dibiarkan selama 5 menit sambil diaduk, viskositas diukur dengan viskometer stormer, kemudian dibuat kurva hubungan antara viskositas suspensi terhadap suhu pemanasan. Temperatur gelatinasi merupakan titik potong antara dua garis dengan memakai persamaan garis lurus (Winarno, 1986; Ikhsan, 1996).Pemeriksaan distribusi ukuran partikelDistribusi ukuran partikel ditentukan dengan metode mikroskop polarisasi dilengkapi dengan alat mikrometer dan alat Automatic Point Counter. Sejumlah serbuk didispersikan dalam air, diteteskan pada gelas objek, ditutup dengan kaca penutup. Amati dibawah mikroskop sebanyak 1000 partikel. Partikel dikelompokkan pada ukuran-ukuran tertentu, kemudian masing-masing kelompok ditentukan jumlahnya. Sebelum perhitungan, mikrometer dikalibrasi menggunakan kertas grafik dengan menentukan satu skala pada kertas grafik ( 1 mm) sama dengan 100 skala pada mikrometer sehingga skala pada mikrometer sama dengan 10 m (Beynum and Roels 1985). Diameter rata-rata (d) partikel ditentukan dengan persamaan :

nd

d = -------

ndimana :

n = jumlah partikel

d = diameter partikel

Pemeriksaan sudut angkat

Zat uji dimasukkan ke dalam silinder kaca dengan tinggi dan diameter tertentu dan diletakkan diatas bidang datar yang telah dialasi kertas grafik, zat uji diratakan, silinder kaca diangkat secara perlahan-lahan dan tegak lurus sampai semua zat uji tertinggal, kemudian diukur tinggi puncak timbunan dan diameternya. Sudut angkat (() dihitung dengan persamaan (Beynum and Roels 1985).

Tinggi puncak tumpukan

Tg (() = ---------------------------------

Jari-jari tumpukan

Bobot jenis nyata

Zat uji dikeringkan hingga beratnya konstan, ditimbang sebanyak 100 g serbuk (W), dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 ml yang terpasang pada tap volumeter, permukaan zat uji diratakan, dicatat volume serbuk (V). Bobot jenis nyata dihitung dengan persamaan (Wallis, 1995).

W

Bj nyata = -----

V

Bobot jenis benar

Penentuan bobot jenis benar dilakukan menggunakan piknometer dan pelarut yang tidak melarutkan serbuk tersebut. Piknometer kosong yang telah diketahui volumenya (a) ditimbang beratnya (b) kemudian diisi air dan ditimbang lagi (c) (Wallis, 1995). Bobot jenis air dihitung dengan persamaan :

c - b

(air = --------

a

Serbuk sebanyak 2 g yang telah dikeringkan hingga berat konstan dimasukkan ke dalam piknometer, kemudian ditimbang (d), lalu ditambahkan air ke dalam piknometer sampai penuh, dan ditimbang kembali beratnya (e) (Wallis, 1995). Bobot jenis dihitung dengan persamaan :

(d b)

Bj benar = ---------------------- x (

(d b) + ( c e)

Bobot jenis mampat

Zat uji dikeringkan hingga berat konstan sebanyak 100 g serbuk (W) dimasukkan ke dalam gelar ukur 200 ml, permukaan zat uji diratakan kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 1250 kali. Catat volumenya (Vt) kemudian ulangi lagi hentakkan sebanyak 1250 kali, cata volume (Vtl). Jika selisih Vtl dan Vt lebih dari 2 ml maka dipakai Vt (Wallis, 1995). Bobot jenis mampat dihitung dengan persamaan :

W

Bj mampat (g/ml) = ---------

Vt

Porositas

Porositas (E) dihitung dengan persamaan (Wallis, 1995) :

1 Bj nyata

E = ----------------- x 100%

Bj benar

Penentuan faktor Hausner (FH) (Wallis, 1995)

Merupakan perbandingan bobot jenis mampat dengan bobot jenis nyata :

Bj mampatfH = ---------------- x 100%

Bj benar

Kompresibiltas

Kompresibiltas zat uji dihitung dengan persamaan (Wallis, 1995) :

Bj mampat Bj nyata

Kompresibilitas = ------------------------------ x 100%

Bj nyata

Penentuan adsorpsi isoterm

Pati dikeringkan sampai beratnya konstan dan ditimbang sebanyak 1 g, disimpan dalam kelembaban relatif tertentu pada suhu konstan selama 5 hari. Untuk mendapatkan kelembaban realtif yang diinginkan, digunakan metode eksikator dengan memakai asam sulfat pada konsentrasi tertentu. Jumlah uap air yang diserap dapat ditentukan dari pertambahan berat pati setelah penyimopanan (Voight, 1994).

Tabel 1. Hubungan konsentrasi asam sulfat dengan kelembaban relatif

NoKelembaban relatif (%)Konsentrasi H2SO4 (% v/v)

11064,45

22057,76

33052,45

44047,71

55043,10

66038,35

77033,09

88026,79

99017,91

101000

Penentuan daya penyerapan air

Penentuan daya penyerapan air menggunakan alat Enslin yang telah dimodifikasi (Halim, 1990). Pati ditimbang sebanyak 1 g dan diletakkan diatas corong hirsch, kemudian dicatat jumlah air yang diserap tiap selang waktu tertentu dengan membaca skala pada alat. Dibuat kurva jumlah air yang diserap terhadap waktu.

Penentuan luas permukaan spesifik

Zat uji ditimbang dengan berat tertentu, sesuai dengan bobot jenis benar lalu dimasukkan ke dalam tabung sampel Rack and Pinion Control, diputar sehingga menekan serbuk yang ada dalam tabung sampel dan diperoleh porositas dari serbuk (dapat dibaca langsung pada grafik). Tabung sampel dipindahkan ke kanan Clam Assembly Control diputar sehingga menekan serbuk di dalam tabung sampel, aliran udara akan melewati serbuk yang ada dalam tabung sampel. Aliran udara yang telah melewati serbuk diukur tekanannya dengan menggunakan manometer, dimana tinggi cairan pada manometer sebanding dengan diameter rata0rata serbuk (dapat dibaca langsung pada grafik). Luas permukaan spesifik dihitung dengan persamaan (Halim, 1990; Ikhsan, 1996) : 6. 104LPS = -----------

( . dm

dimana :

LPS = luas permukaan spesifik (cm2/g)

( = bobot jenis benar serbuk (g/ml)

Pemeriksaan mikroskopis dengan mikroskop foto (Trinoculer Merk Carton)

Serbuk didispersikan dalam air, diteteskan pada kaca objek, lalu ditutup dengan cover glass dan diletakkan dibawah mikroskop, kemudian diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh bentuk pati yang jelas, selanjutnya difoto dengan mikroskop foto dengan pembesaran 10 x 10.

Pemeriksaan daya pengembang serbuk (Halim, 1990; Ikhsan, 1996)Daya pengembangan serbuk dilakukan dengan cara : serbuk ditimbang masing-masing 1 g lalu dimasukkan dalam dua tabung reaksi dan dilarutkan dengan dua macam pelarut (etanol dan aquadest), kemudian dikocok dan dibiarkan selama satu jam, lalu disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit setelah itu dilihat kenaikan daya pengembangan pada tabung reaksi. Persen daya pengembangan dihitung dengan cara :

TSA - TSE

% daya pengembangan = ----------------- x 100%

TSE

TSA = serbuk yang disuspensikan dengan aquadest

TSE = serbuk yang disuspensikan dengan etanol

Penentuan kadar air (Halim, 1990)Masing-masing serbuk ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam krus, lalu dioven vacum selama 3 jam pada suhu 1050C (3).

Berat awal berat akhir

% kadar air = -------------------------------- x 100%

berat akhir

Karakterisasi fraksi amilosa, fraksi amilopektin, pati yang dapat larut, pati singkong dan pati pengasaman Karakterisasi dilakukan antara lain analisa kualitatif, pemeriksaan fisikokimia (spektrum IR) dan pemeriksaan mikroskopis (memakai mikroskop foto dengan perbesaran 10 x 10).

Hasil dan pembahasan

Pemeriksaan pati singkong dilakukan seperti pemeriksaan pati singkong menurut Farmakope Indonesia Edisi III. Pemeriksaan meliputi bentuk, warna, rasa dan bau, kelarutan, identifikasi, susut pengeringan, sisa pemijaran dan mikroskopis, dimana hasilnya memenuhi persyaratan.Dari 30 gram pati singkong yang difraksinasi didapat fraksi air (fraksi amilosa) 3,3 gram (11%) dan fraksi butanol (fraksi amilopektin) 4,25 gram (14%). Hasil ini kurang dari standar literatur, dimana fraksi air (fraksi amilosa) yang menyusun pati 17% 21%, fraksi butanol (fraksi amilopektin) sekitar 75% 85%. Hal ini terjadi karena pada pelaksanaan fraksinasi terdapat fraksi sisa dan mungkin saja fraksi dan fraksi butanol masih terdapat pada fraksi sisa tersebut.

Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisik serbuk dari pati singkong, pati yang dapat larut, pati pengasaman, fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) relatif berbeda (Tabel 2). Ini berarti pengasaman dan proses fraksinasi yang dilakukan terhadap pati singkong, pati yang dapat larut menyebabkan perubahan pada partikel pati. Bobot jenis benar pati singkong dan pati pengasaman tidak jauh berbeda, begitu juga dengan fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol). Hal ini menjelaskan bahwa bobot jenis benar suatu zat tergantung pada zat itu sendiri tanpa rongga antar partikel dan pori dalam partikel (Beynum and Roels, 1985).

Tabel 2. Hasil Evaluasi Sifat-sifat fisik serbuk pati singkong, pati yang dapat larut, pati pengasaman, fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol).

NoEvaluasiPati singkongPati yang dapat larutPati pengasamanFraksi amilosaFraksi amilopektin

1Bobot jenis benar (g/ml)1,4251,4231,4901,6741,662

2Bobot jenis nyata (g/ml)0,4610,4400.4900,5450,545

3Bobot jenis mampat (g/ml)0,600,590,600,650,66

4Faktor Hausner (%)1,301,341,221,191,21

5Kompresibilitas (%)23,3325,4218,3316,1617,42

6Porositas (%)67,7169,0766,8967,4467,20

7Sudut Angkat (0)6970655761

8Luas permukaan spesifik (cm2/g)5398,115621,924737,463676,132702,67

9Daya pengembangan (%)1,08--152,77167,95

10Kadar air (%)13,889,814,5510,4810,39

Faktor Housner dari pati singkong, pati yang dapat larut, pati pengasaman, fraksi amilosa dan fraksi amilopektin berturut-turut adalah 1,30%; 1,34%; 1,22%; 1,19% dan 1,21%. Indeks Faktor Housner yang mendekati satu menunjukkan bahwa partikel tersebut mempunyai aliran yang baik (Voight, 1994Hasil pemeriksaan sudut istirahat dari masing-masing serbuk tidak dapat ditentukan dengan menggunakan metoda corong karena gaya gesekan antara partikel dengan dinding corong lebih besar dari gaya gesekan antar partikel sehingga serbuk bergerak turun hanya pada bagian daerah tengah, pada bagian pinggir akan membentuk suatu lapisan yang disebut lapisan inti. Maka untuk menentukan sudut istirahat digunakan metoda silinder yang akan menghasilkan sudut angkat yang secara prinsip sama dengan sudut istirahat. Dari pengukuran sudut angkat, diperoleh sudut angkat pati singkong 69o, pati yang dapat larut 70o, pati pengasaman 650, fraksi amilosa 570, fraksi amilopektin 610. Besar sudut angkat yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan USP XXIV, serbuk yang sifat alirnya baik mempunyai sudut angkat berkisar 25 400. Kondisi ini disebabkan oleh karena dari masing-masing serbuk ada yang bersifat kohesif, kandungan airnya cukup tinggi dan ukuran serbuk yang halus (Voight, 1994).Hasil pengukuran kompresibilitas, diperoleh persen kompresibilitas pati singkong 23,33%; pati yang dapat larut 25,42%; pati pengasaman 18,33%; fraksi amilosa (fraksi air) 16,15%; fraksi amilopektin (fraksi butanol) 17,43%. Persen kompresibilitas yang baik adalah 12 16% dan persen kompresibilitas 18 21% termasuk sedang. Dapat dilihat bahwa pati singkong dan pati yang dapat larut memperlihatkan nilai persen kompresibilitas yang kurang baik, sementara fraksi amilosa (fraksi air), fraksi amilopektin (fraksi butanol) dan pati pengasaman menunjukkan nilai kompresibilitas yang memenuhi persyaratan di atas (Schoch and Jensen, 1940)Dari hasil pengukuran terhadap luas permukaan spesifik di dapat bahwa pati singkong dan pati yang dapat larut mempunyai luas permukaan spesifik yang paling besar dibanding fraksi amilosa (fraksi air), fraksi amilopektin (fraksi butanol) dan pati pengasaman yang luas permukaan spesifiknya lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh ukuran diameter partikel fraksi amilosa (fraksi air), fraksi amilopektin (fraksi butanol) dan pati pengasaman lebih besar. Luas permukaan spesifik tergantung pada ukuran diameter partikel yaitu semakin halus ukuran partikel maka semakin besar luas permukaan spesifik.

Fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) menyerap air lebih besar dari pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman. Hal ini disebabkan oleh fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) yang pada proses fraksinasi mengalami kerusakan partikel sehingga jika berkontak dengan air maka air akan mudah diserap oleh partikel fraksi air dan partikel fraksi butanol dan terjadilah pertambahan volume. Sedangkan pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman partikelnya masih utuh, hanya mengisi ruang kosong antar partikel, sehingga daya penyerapan airnya lebih kecil (Wallis, 1995).Dari hasil pemeriksaan distribusi frekwensi partikel dengan metoda mikroskop dapat dilihat pada Tabel 3, 4, 5, 6 dan 7. Dari kurva dapat dilihat bahwa pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman lebih homogen dari fraksi mailosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol). Fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) ukuran partikelnya lebih menyebar. Ini dapat dilihat dari kurva distribusi frekwensinya lebih luas dibanding kurva distribusi pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman. Dilihat dari kemiringan kurva distribusi frekwensai kumulatif pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman dimana kurvanya lebih tegak ke arah sumbu Y (Wallis, 1995).

Gambar 1. Hasil pemeriksaan daya penyerapan air pati singkong, pati yang dapat larut, pati pengasaman, fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol)Tabel 3. Hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel pati singkong

NoUkuran partikel (m)Diameter partikel (m)Jumlah partikel (n)n.dn.d2Frekwensi (%)Frekwensi kumulatif (%)

10 6.53.25205666.252165.3120.520.5

26.5 139.753703607.525173.1237.057.5

313 19.516.252794533.7573673.4327.985.4

419.5 2622.751252843.7564695.3112.597.9

526 32.529.2517497.2514544.561.799.6

632.5 3935.753107.253834.180.399.9

739 45.542.25142.251788.060.1100

Jumlah100012298193697.31

Tabel 4. Hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel pati yang dapat larut

NoUkuran partikel (m)Diameter partikel (m)Jumlah partikel (n)n.dn.d2Frekwensi (%)Frekwensi kumulatif (%)

10 6.53.252648582788.526.426.4

26.5 139.753503412.533271.8735.061.4

313 19.516.25216351057037.521.683

419.5 2622.751623685.583845.1216.299.2

526 32.529.2541173422.250.499.6

632.5 3935.753107.25381.180.399.9

739 45.542.25142.251785.060.1100

Jumlah100011732.5183531.5

Tabel 5. Hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel pati yang dapat larut

NoUkuran partikel (m)Diameter partikel (m)Jumlah partikel (n)n.dn.d2Frekwensi (%)Frekwensi kumulatif (%)

10 6.53.25253822.252672.3125.325.3

26.5 139.75372362735363.237.262.5

313 19.516.252103412.555453.221.083.5

419.5 2622.7516036408281016.099.5

526 32.529.25387.752566.680.399.8

632.5 3935.75271.52556.120.2100

739 45.542.250000.0100

Jumlah11661181421.5

Tabel 6. Hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel fraksi amilosa (fraksi air)

NoUkuran partikel (m)Diameter partikel (m)Jumlah partikel (n)n.dn.d2Frekwensi (%)Frekwensi kumulatif (%)

10 6.53.251239126.71.21.2

26.5 139.7531302.252946.93.14.3

313 19.516.2543698.751144.84.38.6

419.5 2622.75491114.7525360.54.913.5

526 32.529.2560175551333.76.019.5

632.5 3935.75732609.7593298.57.326.8

739 54.542.25793337.75141019.97.934.7

854.5 5248.75854143.75202007.88.543.2

952 58.555.251659116.25503672.816.559.7

1058.5 6561.7519311917.75735921.119.379

1165 71.568.2514810101689393.214.897.4

1271.5 7874.7510747555875.61.098.4

1378 84.581.25865052812.50.899.2

1484.5 9187.755438.7538500.30.599.7

1591 97.594.253282.7526649.10.3100

Jumlah10005163352620063.8

Tabel 7. Hasil pemeriksaan distribusi ukuran partikel fraksi amilopektin (fraksi butanol)

NoUkuran partikel (m)Diameter partikel (m)Jumlah partikel (n)n.dn.d2Frekwensi (%)Frekwensi kumulatif (%)

10 6.53.251032.5105.61.01.0

26.5 139.7527263.252566.62.73.7

313 19.516.2539633.7510298.43.97.6

419.5 2622.7542955.521737.64.211.8

526 32.529.25511491.7543633.65.116.9

632.5 3935.75642288817966.423.3

739 54.542.258032801428058.031.3

854.5 5248.75954631.2522573.49.540.8

952 58.555.251831000110.7558618.918.359.1

1058.5 6561.7520112411.7766425.520.179.2

1165 71.568.2516110988.25749948.116.195.3

1271.5 7874.75261943.5145276.62.697.9

1378 84.581.251297579218.71.299.1

1484.5 9187.757614.2553900.40.799.8

1591 97.594.252188.517766.10.2100

Jumlah10002899876.9

Hasil pemeriksaan terhadap adsorpsi isoterm pati singkong, pati yang dapat larut, pati pengasaman, fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) menunjukkan kurva tipe II menurut BET yang berbentuk sigmoid. Pada kelembapan relatif (RH) yang rendah terjadi proses adsorpsi monolayer antara molekul air dengan permukaan bahan. Pada kelembaban relatif (RH) yang cukup tinggi (70%) beberapa ikatan antara rantai polimer akan rusak dan digantikan oleh air yang terserap, akibatnya anyaman serbuk rusak dan berlubang, selanjutnya air akan lebih banyak diserap. Pada kelembaban relatif yang lebih tinggi lagi akan terjadi penyerapan molekul air secara multilayer dan diikuti dengan terjadinya kondensasi kapiler, ini dilihat pada kurva yang menaik (Beynum and Roels, 1985; Voight, 1994).

Secara mikroskopis terlihat bahwa jumlah partikel besar pada fraksi amilosa (fraksi air), fraksi amilopektin (fraksi butanol) lebih banyak dibandingkan dengan pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman. Begitu juga dengan bentuk partikel dimana bentuk partikel fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) tidak jauh berbeda yaitu ada yang berbentuk persegi panjang, bulat dan elips. Bentuk partikel pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman agak bulat dan elips (Sudarmadji, Bambang dan Suhardi, 1996).

Hasil pemeriksaan daya pengembangan menunjukkan bahwa fraksi amilosa (fraksi air dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) mempunyai daya pengembangan yang lebih tinggi dari pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman, ini disebabkan karena partikel masing-masing fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) sudah mengalami kerusakan pada proses pembuatannya sehingga ukuran pori-pori pertikelnya menjadi besar, memudahkan air masuk dalam partikel dan menyebabkan terjadinya kenaikan volume partikel.

Dari hasil pemeriksaan karakteristik kimia didapat bahwa fraksi amilosa (fraksi air) ditetesi dengan iodin akan memberikan warna biru tua, sementara fraksi amilopektin (fraksi butanol) ditetesi dengan iodin memberikan warna ungu kebiruan. Sedangkan pati singkong, pati yang dapat larut dan pati pengasaman ditetesi dengan iodin memberikan warna ungu pekat. Dilihat dari identifikasi spektrum Infra Merah fraksi amilosa (fraksi air), fraksi amilopektin (fraksi butanol), pati yang dapat larut, pati pengasaman dan pati singkong, didapat bahwa masing-masing serbuk memberikan puncak-puncak yang tidak jelas. Hal ini disebabkan karena kandungan air masing-masing serbuk terlalu tinggi (Winarno, 1986; Cowd, 1982; Fessenden and Fessenden, 1991).Gambar 2. Mikroskopis pati singkong dengan pembesaran 10 x 10

Gambar 3. Mikroskopis pati yang dapat larut dengan perbesaran 10 x 10

Gambar 4. Mikroskopis pati pengasaman dengan perbesaran 10 x 10

Gambar 5. Mikroskopis fraksi amilosa (fraksi air) dengan perbesaran 10 x 10

Gambar 6. Mikroskopis fraksi amilopektin (fraksi butanol) dengan perbesaran 10 x 10

Hasil pemeriksaan terhadap viskositas masing-masing serbuk (Gambar 7 11) dapat dilihat temperatur gelatinasi dari pati singkong 57,430C; pati yang dapat larut 57,600C; pati pengasaman 51,810C; fraksi amilosa (fraksi air) 52,900C dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) 55,580C. Dapat dilihat bahwa fraksi amilosa (fraksi air) dan pati pengasaman mempunyai temperatur gelatinasi yang lebih rendah dari pati singkong, pati yang dapat larut dan fraksi amilopektin (fraksi butanol). Hal ini terjadi karena pengaruh kadar amilosa yang terkandung pada masing-masing serbuk, dimana temperatur gelatinasi akan meningkat dengan turunnya kadar amilosa. Penurunan kadar amilosa juga menyebabkan pembengkakan granul menjadi lebih rendah karena asosiasi molekul jadi lemah, sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai titik viskositas yang maksimum (Winarno, 1986).

Gambar 7. Kurva temperatur gelatinasi pati singkong

Gambar 8. Kurva temperatur gelatinasi pati yang dapat larut

Gambar 9. Kurva temperatur gelatinasi pati pengasaman

Gambar 10. Kurva temperatur gelatinasi fraksi amilopektin (fraksi butanol)

Gambar 11. Kurva temperatur gelatinasi fraksi amilosa (fraksi air)

Kesimpulan dan SaranKesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Dari 30 gram pati singkong yang difraksinasi dengan menggunakan pelarut butanol dan aquadest (1 : 7) didapat fraks amilosa (fraksi air 3,3 gram (11%) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) 4,25 gram (14%).

2. Hasil pemeriksaan sifat fisikokimia antara lain kecepatan gelatinasi, reaksi iodin, spektrum infra merah, daya pengembangan dan daya penyerapan air, fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) mempunyai kecepatan gelatinasi yang lebih baik, daya penyerapan air yang lebih besar, daya kompresibilitas yang baik dan daya pengembangan yang kuat dari pati singkong, pati pengasaman dan pati yang dapat larut.

SaranDisarankan pada peneliti selanjutnya untuk mencoba meneliti fraksi amilosa (fraksi air) dan fraksi amilopektin (fraksi butanol) dengan metoda X-ray Diffraction, HPLC, GC, SDC dan SEM

Daftar Pustaka

Cowd, M.A., Kimia Polimer, Penerbit ITB Bandung, 1982.

Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S., Kimia Organik, diterjemahkan oleh Aloysius, H.P., Edisi ke 3, Jilid I, Jakarta, Erlangga, 1991.Halim, A., Tepung sebagai Bahan Pembantu Pembuatan Sediaan Obat, Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Edisi Khusus Kesehatan dan Pengetahuan Alam, No. 3/Januari/Th 11, Penerbit Universitas Andalas, Padang 1990.

Ikhsan, M., Pemakaian Amilum Termodifikasi sebagai Sediaan Bahan Pembantu Pembuatan Tablet Asam Askorbat secara Cetak Langsung, Skripsi Sarjana Farmasi FMIPA Universitas Andalas, Padang, 1996.Rusdi, Tetumbuhan sebagai Sumber Bahan Obat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Universitas Andalas Padang, 1988.Schwartd, B.J. and A.J. Zelinskie, The Binding and Disintegrant Properties of the Corn Starch Fractions Amylose and Amylopectin, Pharmaceutical Research Laboratories West Point, Pensylvania, 1978, 463 483.

Schoch and Jensen, Fractination of Starch by Selective Precifitation with Butanol, Ind. Eng. Chem., Ed. 12, 531, 1940.

Sudarmadji, S., Bambang, H. dan Suhardi, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Penerbit Liberty, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 1996.

Thomas, A.N.S., Tanaman Obat Tradisional, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1989.

United State Pharmacopeia XXIV, The United State Pharmacopeia Convention Inc., Rosckville, 1985.

Van Beynum, G.M.A., and J.A. Roels, Starch Conversion Technology, Marcel Decker Inc., New York and Basel, 1985.

Voight, R., Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, diterjemahkan oleh Dr. Soedani Nugroho, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994.

Wallis, T.E., Text Book of Pharmacognosy, 3rd Ed., Churchill Ltd., Coy Glancester Place, London, 1995.

Winarno, F.G., Kimia Pangan dan Gizi, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1986.