EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

21
1 EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan formal dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik. Konselor memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera. Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif suka rela, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan. Namun Dalam kaitan dengan ekspektasi kinerja, konselor tidak sama dengan kinerja guru. Konselor bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks dengan mengajar yang layaknya dilakukan oleh guru sebagai bahan pembelajaran studi melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. Espektasi konselor yang semakin rancu dengan espektasi guru di sekolah dimana seperti diketahui ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, dengan ekspektasi kinerja guru yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, yang sudah terjadi sejak tahun 1995 melalui penerbitan Seri Pemandu Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (1995) dengan mengacu kepada berbagai peraturan termasuk Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Untuk itu penulis mencoba mengkaji mengenai ekspektasi kinerja konselor di pendidikan formal sehingga dapat menjadi referensi dalam melaksanakan tugas konselor di jenjang pendidikan formal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

Transcript of EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

Page 1: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

1

EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan formal dinyatakan sebagai

salah satu kualifikasi pendidik. Konselor memiliki keunikan konteks tugas dan

ekspektasi kinerja. Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang

bertujuan mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan

keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera.

Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli bimbingan

dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif suka rela, sikap empatik,

menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli dengan selalu

mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan. Namun

Dalam kaitan dengan ekspektasi kinerja, konselor tidak sama dengan kinerja

guru. Konselor bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks dengan mengajar

yang layaknya dilakukan oleh guru sebagai bahan pembelajaran studi melainkan

layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik.

Espektasi konselor yang semakin rancu dengan espektasi guru di sekolah

dimana seperti diketahui ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan

materi pembelajaran sebagai konteks layanan, dengan ekspektasi kinerja guru

yang menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, yang sudah

terjadi sejak tahun 1995 melalui penerbitan Seri Pemandu Pelaksanaan Layanan

Bimbingan dan Konseling di Sekolah (1995) dengan mengacu kepada berbagai

peraturan termasuk Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Untuk itu penulis mencoba mengkaji mengenai ekspektasi kinerja konselor di

pendidikan formal sehingga dapat menjadi referensi dalam melaksanakan tugas

konselor di jenjang pendidikan formal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka

masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

Page 2: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

2

1. Apa perbedaan kinerja konselor di setiap jenjang pendidikan formal?

2. Bagaimana ekspektasi kinerja konselor dalam jalur pendidikan formal

berdasarkan pada ketetapan ABKIN?

3. Apa Kualifikasi Akademik Konselor itu?

4. Sebutkan macam-macam kompetensi konselor profesional di jenjang

pendidikan formal?

C. Tujuan

Berdasarkan uraian pada rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas,

maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan kinerja konselor di setiap jenjang pendidikan

formal.

2. Untuk mengetahui ekspektasi kinerja konselor dalam jalur pendidikan

formal berdasarkan pada ketetapan ABKIN.

3. Untuk mengetahui kualifikasi konselor di pendidikan formal.

4. Untuk mengetahui macam-macam kompetensi konselor profesional di

jenjang pendidikan formal.

Page 3: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Kinerja Konselor Di Jenjang Pendidikan Formal.

Ada banyak definisi yang dibuat oleh para ahli tentang pengertian

penyuluhan ( wawancara penyuluhan atau konseling) salah satunya dari bernard

dan fullmer (1965) dalam buku dasar-dasar bimbingan dan konseling bahwa

konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan

kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan

membantu individu yang bersangkutan untuk mengepresiasikan ketiga hal

tersebut, sehingga dapat diberikan pengertian tentang penyuluhan sebagai berikut:

penyuluhan atau konseling adalah pertemuan langsung antara dua individu,

dimana individu tersebut dibantu dalam mengatasi masalah yang ia dihadapi

dengan potensinya seoptimal mungkin. Tujuan akhir dari konseling di sekolah

adalah dalam rangka bimbingan, artinya agar siswa tersebut mampu mencapai

tujuan pendidikan seoptimal mungkin. Ada dua cara dalam memecahkan masalah

yaitu dengan:

1. Menyesuaikan diri dengan situasi. (wawancara konseling untuk penyesuaian).

2. Memilih atau mengambil keputusan (wawancara konseling untuk mengambil

suatu keputusan).

Konselor sekolah adalah penyelenggara kegiatan BK di sekolah Istilah

konselor secara resmi digunakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003

dengan menyatakan “konselor adalah pendidik”. Pendidik merupakan tenaga

professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta

melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik

pada perguruan tinggi. Semua pendidik, termasuk di dalamnya konselor

melakukan kegiatan pembelajaran, penilaian, pembimbingan. Sebagaimana telah

diutarakan di atas, sebagai seorang pendidik konselor adalah tenaga profesional

yang bertugas:

1. merencanakan menyelenggarakan proses pembelajaran.

Page 4: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

4

2. menilai hasil pembelajaraan.

3. Melakukan pembimbingan dan pelatihan. Arah pelaksanaan pembelajaran

yang dimaksud adalah melaksanakan pelayanan BK berupa berbagai jenis

layanan dan kegiatan pendukung serta berbagai keterkaitannya.

Konselor sekolah adalah konselor yang mempunyai tugas, tanggung

jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan BK terhadap sejumlah

peserta didik. Pelayanan BK di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu

siswa dalam upaya menemukan dirinya, penyesuaian terhadap lingkungan serta

dapat merencanakan masa depannya. Prayitno (1997) menyebutkan bahwa pada

hakikatnya pelaksanaan BK di sekolah untuk mencapai tri sukses, yaitu: sukses

bidang akdemik, sukses dalam persiapan karir dan sukses dalam hubungan

kemasyarakatan. Tugas konselor sekolah adalah mengenal siswa dengan berbagai

karakteristiknya, melaksanakan konseling perorangan, bimbingan dan konseling

kelompok, melaksanakan bimbingan karir termasuk informasi pendidikan dan

karir, penempatan, tindak lanjut dan konsultasi dengan konselor, semua personil

sekolah, orang tua, siswa, kelompok dan masyarakat.

Secara umum tugas konselor sekolah adalah bertanggung jawab

untuk membimbing peserta didik secara individual sehingga memiliki kepribadian

yang matang dan mengenal potensi dirinya secara menyeluruh. Dengan demikian

diharapkan siswa tersebut mampu membuat keputusan terbaik untuk dirinya, baik

dalam memecahkan masalah mereka sendiri maupun dalam menetapkan karir

mereka dimasa yang akan datang ketika individu tersebut terjun di masyarakat.

a. Teori Konseling Kognitif

Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh persepsi seseorang dalam

memahami situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar. Salah satu teori yang

penting yaitu menggunakan teori belajar kognitif. Teori belajar kognitif

merupakan perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk

tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur sehingga keterlibatan peserta

didik yang aktif sangat dipentingkan dalam proses belajar.

Dengan mengamati keaktifan peserta didik , pendidik sebagai pengelola

proses belajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam

Page 5: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

5

proses berpikirnya. Anak usia dini akan belajar dengan baik, jika menggunakan

benda-benda kongkrit untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar.

Pada akhirnya, belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar

menghafal. Agar lebih bermakna, informasi yang masih baru harus disesuaikan

dan dihubungkan dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik sebelumnya.

Mengingat pentingnya tujuan belajar dalam suatu proses pembelajaran,

maka pendidik harus mampu memilih dan menentukan teori yang tepat untuk

diterapkan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Teori yang dipilih

harus sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam berpikir dan

pengembangan kreatifitas. Teori kognitif dirancang agar dapat mengimbangkan

daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia.

Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss

yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam

lapangan psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan

konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat

merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep

yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan

diperolehnya schemata skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi

lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh

cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Menurut teori ini,

belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan

pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan

pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk

struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi

pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah

dimiliki oleh siswa.

Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada

perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu

apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu

2. Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks

Page 6: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

6

3. Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya

menghafal tanpa pengertian penyajian

anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-

benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, memperhatian perbedaan

individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.

Diantara para pakar kognitif terdapat 3 pakar terkenal yaitu Piaget, Bruner

dan Ausubel. Ketiga tokoh aliran kognitif diatas secara umum memiliki

pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam

belajar.

Menurut piaget kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap

perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimililasi,

akomodasi dan equilibrasi.

Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara

seseorang mengatur pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses

belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

Sementara itu ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika

seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan

pengetahuan baru. Proses ini akan terjadi melaluui tahap-tahap memperhatikan

stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi

yang sudah dipahami.

Dari pemahaman diatas maka langkah-langkah pembelajaran yang

dikemukakan oleh masing-masing tokoh berbeda. Secara garis besar langkah-

langkah pembelajaran yang dimaksud adalah dalam kegiatan pembelajaran, dan

keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan

meningkatkan pretense belajar perlu mengkaitkan pengetahuan baru dengan

struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.

b. Teori Konseling Client Centered

Teori ini muncul sebagai serangan terhadap konsep yang dikembangkan

oleh pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud dan teori Behavioral yang

memandang manusia lebih bersifat patalisme dan mekanisme. Tokoh utama teori

Client-Centered ini adalah Carl Rogers. Teori ini memandang bahwa manusia

Page 7: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

7

memiliki pengalaman subjektifnya sendiri dan harus bersandar pada pengalaman

yang realistis.

Pada dasarnya mnusia bersifat kooperatif dan konstruktif sehingga tidak

perlu diadakan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya. Manusia

mampu mengetahui semua apa yang baik untuk dirinya tanpa pengaruh dari luar.

Konsep-konsep kunci dalam teori ini yaitu:

a. Client-centered didasari oleh munculnya konsep diri (self-concept), aktualisasi

diri (self-actualization) teori kepribadian dan hakikat kecemasan,

b. Klien mempunyai potensi untuk menyadari terhadap masalah dan memahami

cara untuk mengatasinya serta mempunyai kapasitas untuk mengarahkan

dirinya sendiri (self-direction)

c. Kesehatan mental (mental-health) merupakan kesesuaian (congruensi) dari jati

diri yang ideal (ideal-self) dengan jati diri yang nyata (actual-self)

tujuan teori ini adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif dan

menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi diri, bagi usaha

membantu siswa untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Untuk

mencapai tujuan tersebut, terapis perlu mengusahakan agar siswa dapat

memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya, yaitu:

a. Menciptakan kondisi yang konektif untuk dapat memaksimalkan kesadaran

diri (self- awarness) dan pertumbuhan.

b. Mereduksi berbagai hambatan terhdap aktualisasi potensi diri serta membantu

klien untuk menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan

kesadaran diri yang harus juga membantunya agar bebas dan

bertanggungjawab atas arah dan kehidupannya.

Teori client centered ini telah banyak memberikan kontribusi signifikan

terhadap perkembangan teori-teori selanjutnya yang sangat menghargai dan

memahami berbagai dimensi kemanusiaan. Teori yang dikembangkan Carl

Rogers ini secara historis merupakan teori pertama yang menyentuh dimensi

emosional dan rasional manusia. Karena orientasinya yang sangat komprehensif,

berkaitan dengan dimensi emosional, rasional dan afektif. Sejalan dengan teori

client-centered yang menekankan bahwa dalam menyelesaikan masalah-masalah

yang dihadapi siswa sangat ditentukan oleh siswa yang bersangkutan, sedang

Page 8: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

8

seorang konselor hanya bersifat fasilitator dan dapat dijadikan dasar/ pedoman

dalam menanggulangi gejala-gejala penyimpangan remaja tersebut.

c. Teori Konseling Behavioral

Teori konseling behavioral lebih memusatkan diri pada pengubahan

perilaku nyata. Perilaku manusia yang tidak tepat dapat dilatih dan dikontrol serta

dimanipulasi sesuai harapan. Tokoh utama teori ini adalah D. Krumboltz,

Hosford, Bandura dan Wolpe.

Dalam pandangan teori ini, manusia adalah yang memprodusir dan produk

dari lungkungannya (Bandura, 1986). Sedang Surya (1988) menyatakan bahwa

teori ini memandang bahwa lingkungan memberi pengaruh cukup kuat pada diri

individu dan sangat sedikit berperan dalam menentukan dirinya. Teori ini

menolak pendapat bahwa perilaku manusia merupkan dorongan dasar (seperti

yang telah dijelaskan Freud). Karena menurut teori konseling behavioral, perilaku

manusia adalah hasil belajar sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan

mengkreasi kondisi-kondisi belajar.

Konsep teori behavioral menurut Moh. Surya (1988) yaitu:

a. Perilaku manusia dapat dipahami karena dapat diubah, dan masalah klien

dianggap masalah belajar dalam proses belajar yang salah.

b. Perubahan spesifik terhadap lingkungan pribadi dapat menolong perubahan

perilaku yang relevan.

c. Prosedur konseling dapat dikembangkan melalui prinsip-prinsip belajar

(missal: reinforcemen dan social-modeling).

d. Perubahan perilaku siswa diluar wawancara adalah indikator keefektifan

(hasil konseling).

e. Pada hakikatnya, konseling behavioral proses logis berdasarkan prinsip-

prinsip belajar.

f. Prosedur konseling tidak statis, tetapi secara khusus dirancang untuk

membantu klien mengatasi masalahnya.

tujuan teori konseling ini pada hakikatnya tidak sama untuk setiap siswa,

tetapi disesuaikan dengan masalah yang dihadapinya. Secara umum, tujuan

Page 9: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

9

konseling behavioral adalah untuk membantu siswa memperbaiki pola perilaku

salah, belajar membuat keputusan, dan mencegah timbulnya berbagai masalah.

Proses dan langkah-langkah yang dapat ditempuh teori behavioristik ini yaitu:

1). Menganalis dan merumuskan masalah siswa dalam bentuk unit tingkah laku

yang mengganggu

2). Merumuskan tujuan-tujuan khusus dalam rangka mengubah perilaku dengan

menerapkan teknik yang tepat

Konseling behavioristik merupakan proses pembelajaran siswa untuk

memperoleh pola-pola perilaku poitif dalam memecahkan berbagai masalah

interpersonal, emosional, maupun psikologis. serta dalam mengambil keputusan-

keputusan tertentu, harus ada peranan antara klien dan konselor serta menyadari

situasi belajar yang dijalaninya.

Adapun teknik-teknik konseling (Surya, 1988) yang biasa dilakukan antara

lain: desentisasi model, restrukturing kognitif, penghentian pikiran, latihan

ketegasan, latihan keterampilan social, program manajemen diri, pengulangan

perilaku, latihan khusus, teknik terapi multimodal, dan tugas-tugas pekerjaan

rumah.

Dalam proses konselingnya, Konseling Behavioristik lebih mudah

diaplikasikan karena lebih rinci dan sisitematis, hasil mudah diukur dan

dirumuskan dalam perilaku nyata, serta memiliki beragam variasi teknik sehingga

banyak alternatif untuk berbagai masalah yang dihadapinya.

Salah satu prinsip behavioral yaitu menekankan proses tingkah laku

individu yang dimanipulasi melalui belajar. Untuk itu, seorang konselor harus

menempatkannya ke dalam posisi perilaku yang dapat diubah melalui penciptaan

kondisi seseorang yang kondusif (factor lingkungan sangat berpengaruh). Namun,

pandangan optimistik terhadap lingkungan, tidak sealu dianggap sebagai satu-

satunya cara penyelesaian masalah, karena pada kenyataanya, faktor lingkungan

memiliki keterbatasan yaitu hanya mengantarkan konselor dalam kondisi

pemecahan masalah yang bersifat instrumen (suplementer).

Demi berhasilnya proses konseling, pihak konselor harus memiliki sikap

dasar konseling, sikap peka, sikap sabar, sikap mau mentaati kode etik bimbingan,

Page 10: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

10

disamping itu diharapkan seorang konselor di sekolah memiliki pengetahuan yang

luas dan terampil dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal.

Kinerja konselor tidak sama dengan kinerja guru, yang keduanya

merupakan pendidik yang diperjelas dengan pengertian pendidik berdasarkan

dalam Pasal 1 Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun

2003, yang menyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang

berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,

instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta

berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Terkait dengan penjelasan

diatas maka, SK Mendikbud No. 25/O/1995 yang merujuk kepada SK Menpan

No. 84/1993 menegaskan adanya empat jenis guru, yaitu:

1. Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang

dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar seluruh mata pelajaran di

kelas tertentu di TK, SD, SDLB dan SLB tingkat dasar, kecuali mata pelajaran

pendidikan jasmani dan kesehatan serta agama.

2. Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab,

wewenang dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada satu mata

pelajaran tertentu di sekolah.

3. Guru praktik adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang

dan hak secara penuh dalam proses belajar mengajar pada kegiatan praktek di

sekolah kejuruan atau balai latihan pendidikan teknik.

4. Guru pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab,

wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling

terhadap sejumlah peserta didik.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa guru merupakan pengajar dan

pendidik yang mempunyai tugas dan metode- metode untuk mendidik siswanya

agar dapat memahami mata pelajaran yang di sampaikan oleh guru tersebut.

Perbedaan rentang usia peserta didik pada setiap jenjang pendidikan bisa

memicu timbulnya kebutuhan pelayanan bimbingan dan konseling yang berbeda-

beda. Sebagaimana ditegaskan Van Riper (1971) dalam buku pengantar konseling

dan psikiater, bahwa para siswa setaraf SMP menganggap konselor membantu

para siswa dalam perencanaan pendidikan dan sedikit banyak juga masalah lain

Page 11: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

11

yang dihadapi siswa di sekolah. Dari penjelasan tersebut kami bisa menyimpulkan

bahwa bimbingan atau guidance adalah Proses pemberian bantuan (process of

helping) kepada individu agar mampu memahami dan menerima diri dan

lingkungannya, mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan

konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan ( agama dan budaya) sehingga

mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun

sosial). Dengan kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan

suatu wilayah. perbedaan yang lebih signifikan juga tampak pada sisi lain, seperti

misalnya di Taman Kanak-kanak sebagian besar tugas konselor ditangani oleh

guru kelas taman kanak-kanak tersebut. Sedangkan di jenjang sekolah dasar

meskipun memang ada permasalahan, namun belum terlalu perlu adanya seorang

konselor. sebagaimana yang diperlukan di jenjang sekolah menengah. Berikut ini

digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi kinerja konselor di

setiap jenjang pendidikan.

a. Satuan Pendidikan Di Taman Kanak-kanak (TK)

Kesulitan belajar menurut Clement dalam Weiner (2003) adalah kondisi

dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata- rata atau diatas rata – rata

namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan

dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori serta

pemusatan perhatian, penguasaan diri dan fungsi integrasi sensori motorik.

Jadi dari yang dijelaskan di atas maka kami bisa menyimpulkan apabila

belajar adalah kebutuhan hidup yang dengannya manusia bisa menjadi manusia

mandiri, karena itulah orang seharusnya bisa belajar dimanapun mereka

menemukan sesuatu yang pantas, yang menarik atau yang yang berguna untuk

dipelajari , jadi untuk mencapai suatu prestasi diperlukan semangat untuk belajar.

Kemampuan untuk belajar calistung berkembang bersama dengan proses

pematangan kepribadian dan kecerdasan secara keseluruhan. Kesulitan belajar

sering terjadi karena anak tidak/ belum memiliki taraf kematangan yang

diperlukan untuk sipa belajar.

Anak yang terlalu kecil (TK) masih belum mampu untuk menerima pelajaran

seperti di SD. Mereka tidak dapat duduk tenang terlalu lama (konsentrasi) dan

Page 12: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

12

melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas, baginya tugas yang monoton

sangat menjemukan dan tidak menarik. Sebenarnya melalui perkembangan yang

wajar anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut..Ada anak yang lebih

cepat sampai pada taraf siap belajar, ada anak yang lambat (seharusnya guru TK

memahami tentang kecerdasan majemuk/ multiple intelegensi) batas usia mereka

antara 4 – 6 tahun.

Bila pelajaran disekolah (TK) terlalu dipaksa pada anak yang belum siap,

mereka akan mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan berkenaan dengan

belajar, untuk mencegah hal ini jangan mengajari anak dengan secara paksa, anak

bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar mengajar , metode yang

diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/ metode, jangan hanya

mengejar target prestasi sekolah (dianggap sebagai sekolah unggulan karena

semua muridnya sudah bisa membaca, menulis dan berhitung) tetapi pikirkan juga

target prestasi yang mampu dicapai anak didik.

Untuk menghindari atau meminimalkan terjadinya kesulitan belajar pada

anak, maka para orang tua perlu memperhatikan sekolah/ TK ketika akan

memasukkan anaknya untuk sekolah, pilihlah sekolah /TK yang sistem

pengajarannya memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :

1. TK yang pembelajarannya harus berorientasi ada perkembangan anak.

2. TK yang pembelajarannya berorientasi pada kebutuhan anak

3. Tk yang mempunyai prinsip bermain sambil belajar, belajar seraya bermain

4. Stimulasi terpadu

5. Mengembangkan kecakapan Hidup (Life Skill)

6. Menggunakan berbagai media/ sumber belajar

7. Lingkungan TK yang kondusif, lingkungan pembelajaran harus diciptakan

sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak betah dalam lingkungan

sekolah baik didalam/ di luar kelas.

8.Pembelajaran Aktif , Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan

b. Satuan pendidikan Di SD/MI/SDLB

1. Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling di SD/MI/SDLB adalah

konselor atau guru bimbingan dan konseling.

Page 13: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

13

2. Pada satu SD/MI/SDLB atau gugus/sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat

konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk menyelenggarakan

layanan bimbingan dan konseling.

3. Konselor atau guru bimbingan dan konseling dapat bekerja sama dengan

guru kelas dalam membantu tercapainya perkembangan peserta

didik/konseli dalam bidang layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir secara

utuh dan optimal.

c. Satuan pendidikan Di SMP/Mts/SMPLB

1. Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling di SMP/Mts/SMPLB

adalah Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling.

2. Setiap satuan pendidikan di SMP/Mts/SMPLB diangkat sejumlah Konselor

atau Guru Bimbingan dan Konseling dengan rasio 1:(150-160) (satu

konselor atau guru bimbingan dan konseling melayani 150-160 orang

peserta didik/konseli).

3. Setiap SMP/MTs/SMPLB diangkat koordinator bimbingan dan konseling

yang berlatar belakang Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan

dan konseling dan telah lulus pendidikan profesi Guru Bimbingan dan

Konseling/Konselor.

d. Satuan pendidikan Di SMA/MA/SMALB, SMK/MAK

1. Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling di MA/MA/SMALB/SMK

/MAK adalah konselor atau guru bimbingan dan konseling.

2. Setiap satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK diangkat sejumlah

konselor atau guru bimbingan dan konseling dengan rasio 1:(150-160) (satu

konselor atau guru bimbingan dan konseling melayani 150-160 orang

peserta didik/konseli).

3. Setiap Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK, diangkat

koordinator bimbingan dan konseling yang berlatar belakang minimal

Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah

lulus pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling/konselor; atau

minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling.

Page 14: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

14

e. Setiap satuan pendidikan Di Perguruan Tinggi

Meskipun secara struktural posisi konselor Perguruan Tinggi belum

tercantum dalam sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling

dalam rangka men-support perkembangan personal, sosial akademik, dan karier

mahasiswa dibutuhkan. Sama dengan konselor pada jenjang pendidikan Taman

Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah untuk mengembangkan dan

mengimplementasikan kurikulum pelayanan dasar bimbingan dan konseling,

individual student planning, responsive services, serta system support. Namun,

alokasi waktu konselor perguruan tinggi lebih banyak pada pemberian bantuan

individual student career planning dan penyelenggaraan responsive services.

Sesetiap perguruan tinggi menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling

melalui suatu unit yang ditetapkan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan.

Konselor sekolah di semua tingkat membantu siswa untuk memahami dan

menangani masalah-masalah sosial, perilaku, dan pribadi. konselor menekankan

pencegahan dan pengembangan untuk meningkatkan pertumbuhan pribadi, sosial,

dan akademis siswa serta untuk melengkapi siswa dengan kecakapan hidup yang

diperlukan untuk menangani masalah. Konselor menyediakan layanan khusus,

termasuk program pencegahan alkohol dan obat-obatan dan resolusi

konflik. Konselor juga mencoba untuk mengidentifikasi kasus-kasus kekerasan

rumah tangga dan masalah keluarga lainnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan siswa.

Konselor berinteraksi dengan siswa secara individu, dalam kelompok kecil,

atau sebagai seluruh kelas. Mereka berkonsultasi dan bekerja sama dengan orang

tua, guru, administrator sekolah, psikolog sekolah, profesional medis, dan pekerja

sosial untuk mengembangkan dan menerapkan strategi untuk membantu siswa

berhasil.

B. Ekspektasi Kinerja Konselor Dalam Jalur Pendidikan Formal Menurut

ABKIN

Ekspektasi kinerja lulusan program pendidikan profesional termasuk

lulusan Program Pendidikan Profesional Konselor, Dengan kata lain,

profesionalisasi suatu bidang layanan ahli termasuk layanan ahli di bidang

Page 15: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

15

bimbingan dan konseling menandakan adanya pengakuan dari masyarakat dan

pemerintah bahwa kegiatannya merupakan layanan unik yang didasarkan atas

keahlian yang perlu dipelajari secara sistematis dan bersungguh-sungguh serta

memakan waktu yang cukup panjang, sehingga konselornya diberikan

penghargaan yang layak, dan untuk melindungi kepentingan pemakai layanan,

otoritas publik dan organisasi profesi, dengan dibantu oleh masyarakat khususnya

pemakai layanan, wajib menjaga agar hanya konselor layanan ahli yang kompeten

yang mengedepankan kepentingan pemakai layanan, yang diizinkan

menyelenggarakan layanan ahli kepada masyarakat (ABKIN: 2008).

Pada gilirannya ini, berarti secara konseptual terapan layanan ahli

termasuk layanan ahli bimbingan dan konseling itu selalu merupakan seni yang

berpijak pada landasan akademik yang kokoh (Gage,1978). Pernyataan tersebut

menunjukkan bahwa penggunaan kerangka pikir seni yang berbasis penguasaan

akademik yang kokoh atau seni yang berbasis saintifik ini penting digaris bawahi

karena dalam penyelenggaraan layanan ahli di setiap bidang perbantuan atau

pemfasilitasian. Seorang konselor layanan ahli, tidak terkecuali konselor, selalu

berpikir dan bertindak dalam bingkai filosofik yang khas yang dibangunnya

sendiri dengan mengintegrasikan apa yang diketahui dari hasil penelitian dan

pendapat ahli dalam kawasaan keahliannya itu dengan apa yang dikehendaki oleh

dirinya yang bisa sejalan akan tetapi juga bisa tidak sejalan dengan yang

dikehendaki oleh masyarakat (pilihan nilai). Bingkai filosofik ini akan

membentuk suatu wawasan yang selalu mewarnai cara seorang konselor melihat

dirinya, melihat tugasnya, melihat konseli yang hendak dilayaninya, pendeknya

cara seorang konselor melihat dunianya (Corey, 2001). Akan tetapi disamping

kesamaannya itu, juga terdapat ciri khas dari setiap tahapan kontekstual setiap

bidang layanan ahli tersebut sehingga, meskipun sebagai kemampuan, sosoknya

sama yaitu mengedepankan kepentingan pengguna layanan, akan tetapi berbeda

dari segi rujukan normatif yang digunakan sehingga bersifat khas untuk setiap

konteks layanan ahli. Sebagai perbandingan, karena mengemban misi yang

berbeda, kiprah seorang konselor yang melayani konseli normal dan sehat,

menggunakan rujukan “layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan”,

sesuai dengan tuntutan realisasi diri (self realization) konseli melalui fasilitasi

Page 16: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

16

perkembangan kapasitasnya secara maksimal, sedangkan seorang guru yang

menggunakan mata pelajaran sebagai konteks terapan layanannya, menggunakan

rujukan normatif “pembelajaran yang mendidik” yang terfokus pada layanan

pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan peserta didik dalam proses

pembudayaan sepanjang hayat dalam suasana pendidikan yang bermakna,

menyenangkan, dialogis, dan dinamis menuju pencapaian tujuan utuh pendidikan.

C. Kualifikasi Akademik Konselor

Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas dalam bidang bimbingan dan

konseling, yaitu unjuk kerja konselor secara baik para (calon) konselor dituntut

memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai. Pengetahuan,

keterampilan, dan sikap tersebut diperoleh melalui pendidikan khusus. Untuk

pelayanan professional bimbingan dan konseling yang didasarkan pada jenjang

dan jenis pendidikan tertentu, maka pengetahuan, sikap, dan keterampilan

konselor yang akan ditugaskan pada sekolah tertentu itu perlu disesuaikan dengan

berbagai tuntutan dan kondisi sasaran layanan, termasuk umur, tingkat

pendidikan, dan tahap perkembangan anak.

Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008,

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, telah membahas

persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kualitas seorang pembimbing atau

konselor di sekolah. Keberadaan konselor dalam system pendidikan nasional

dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi

guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU

No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6). Masing-masing kualifikasi pendidik,

termasuk konselor, memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja.

Standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dikembangkan dan

dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan

ekspektasi kinerja konselor.

Secara umum dikenal dua tipe petugas bimbingan dan konseling di

sekolah dan madrasah; yaitu tipe professional dan nonprofessional. Petugas

bimbingan dan konseling professional adalah mereka yang direkrut atau diangkat

atas dasar kepemilikan ijazah atau latar belakang pendidikan profesi dan

Page 17: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

17

melaksanakan tugas khusus sebagai guru BK (tidak mengajar). Petugas bimbingan

dan konseling professional rekrut atau diangkat sesuai klasifikasi keilmuannya

dan latar belakang pendidikan seperti diploma II, III atau Sarjana Starata Satu

(S1), S2 dan S3 jurusan bimbingan dan konseling. Petugas bimbingan

professional mencurahkan sepenuh waktunya pada pelayanan bimbingan dan

konseling (tidak mengajarkamn materi pelajaran). Sedangkan tugas BK

nonprofessional mereka yang dipilih dan diangkat tidak berdasarkan keilmuan

atau latar belakang pendidikan profesi.

Konteks tugas konselor berada dalam kawasan pelayanan yang bertujuan

mengembangkan potensi dan memandirikan konseli dalam pengambilan

keputusan dan pilihan untuk mewujudkan kehidupan yang produktif, sejahtera,

dan peduli kemaslahatan umum. Pelayanan dimaksud adalah pelayanan

bimbingan dan konseling. Konselor adalah pengampu pelayanan ahli bimbingan

dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal dan non formal.

Konselor adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan

pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling

dan program Pendidikan Profesi Konselor dari perguruan tinggi penyelenggara

program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan bagi

individu yang menerima pelayanan profesi bimbingan dan konseling disebut

konseli, dan pelayanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal dan

nonformal diselenggarakan oleh konselor. Kualifikasi akademik konselor dalam

satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal adalah:

a. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.

b. Berpendidikan profesi konselor.

D. Kompetensi Konselor

Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan

dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan

ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam empat kompetensi

pendidik sebagaimana tertuang dalam PP 19/2005, maka rumusan kompetensi

akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam

kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional

Page 18: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

18

1. Kompetensi Pedagogik

a. Menguasai ilmu pendidikan dan landasan keilmuannya

b. Mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan dan proses pembelajaran

c. Menguasai landasan budaya dalam praksis pendidikan

2. Kompetensi Kepribadian

a. Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa,

jujur, sabar, ramah, dan konsisten)

b. Menampilkan emosi yang stabil.

c. Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan.

d. Menampilkan toleransi tinggi terhadap individu yang menghadapi stres dan

frustasi.

3. Kompetensi Profesional

a. Menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen untuk keperluan

bimbingan dan konseling.

b. Menguasai dan mampu mengaplikasikan dalam praktik format pelayanan

bimbingan dan konseling.

c. Menganalisis kebutuhan peserta didik.

4. Kompetensi Sosial

a. Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di dalam tempat bekerja (seperti

guru, orang tua, tenaga administrasi).

b. Menaati Kode Etik profesi bimbingan dan konseling.

c. Memahami peran organisasi profesi lain dan memanfaatkannya untuk

suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling.

Page 19: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

19

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ekspektasi kinerja konselor tidak sama dengan kinerja guru, walaupun

keduanya merupakan pendidik yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang

tentang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003. Perbedaan yang paling

dominan adalah dimana Konselor tidak menggunakan materi pembelajaran

sebagai konteks layanan bimbingan dan koseling yang memandirikan, sedangkan

Guru menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan Pembelajaran

yang mendidik.

Ekspektasi kinerja konselor juga dibedakan atas jenjang pendidikan yang

dilayani pada pendidikan formal, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah

Dasar, Sekolah Menengah, sampai pada Perguruan Tinggi yang masing-masing

memiliki kebutuhannya tersendiri.

Dalam membantu perkembangan siswa atau peserta didik untuk

mencapai pribadi yang utuh, produktif, dan berguna bagi manusia lain, merupakan

tugas utama dari seorang pendidik, termasuk didalamnya merupakan tugas

seorang konselor sekolah. Konselor mampu bekerja sama dengan rekan kerja,

unsur-unsur sekolah lainnya, tenaga professional lainnya, serta orang tua dalam

menangani siswa, dan mampu mengevaluasi program bimbingan dan konseling

sehingga memperoleh umpan balik yang mendukung pengembangan kearah yang

lebih baik sehingga menjadi manusia yang tahu keberadaan dan tujuan hidupnya.

B. SARAN

Penegasan ekspektasi kinerja konselor akan terwujud jika ada kesadaran

untuk melaksanakan ketentuan tentang kualifikasi akademik dan kompetensi

konselor sehingga layak dinamakan konselor profesional.

Page 20: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

20

DAFTAR RUJUKAN

Mappiare, Andi. 1992. Pengantar Konseling Dan Psikiaterapi. Jakarta: Rajawali

Pers.

Prayitno dan Amti, Erman. 1994. Dasar – Dasar Bimbingan dan Konseling.

jakarta : Rineka Cipta.

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. 2007. Penataan Pendidikan

Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur

Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Bandung: ABKIN.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Gage, NL. 1978. The Scientific Basis of the Art of Teaching. NewYork: Teachers

College Press.

Arjanto, Paul. 2011. Ekspektasi Kinerja Konselor Tidak Sama Dengan Guru.

(online) http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/konteks-tugasKonselor.

html/ , diakses tanggal 08 Oktober 2014.

Globespot. 2012. Pengertian Tindakan Preventif Represif Kuratif Beserta contoh

kasusnya. (online) http://globespotes.blogspot.com/2012/08/pengertian-

tindakan-preventif-represif.html. Diakses 09 Oktober 2014.

Phierda. 2012.layanan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah dasar (SD).

(Online) http://phierda.wordpress.com/2012/11/03/layanan-bk-di-sekolah-

dasar/. Diakses tanggal 09 Oktober 2014

Rambu-rambu penyelenggarakan pendidikan profesional konselor. 2012. Rambu-

rambu pendidikan konselor. (online) https:// www. scribd.Com/

doc/20001614. Diakses tanggal 10 Oktober 2014

Page 21: EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

21

Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan. 2014. Lampiran Permendikbud no. 111

Tahun 2014. Tentang Penyelenggara layanan bimbingan dan konseling

dan pihak yang dilibatkan. Jakarta: Departemen pendidikan dan

kebudayaan.

Prayitno. 2008. Mengatasi Krisis Identitas Profesi Konselor. Padang: Tidak

Diterbitkan

Buku Naskah Akademik, Penataan pendidikan profesional Konselor dan layanan

bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan Formal, hal.136.

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2007.

Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam

Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akademik). Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Ruslan, Iyas. 2013. Pendekatan Dan Teknik Dalam Bimbingan Dan Konseling.

(online) http://iyus-ruslan.blogspot.com/2013/07/normal-0-false-false-

false-en-us-x-none. Diakses tanggal 28 November 2014

Listanti. 2011. Kualifikasi Pembimbing atau Konselor dan Kompetensi yang

Diharapkan Peserta Didik. (online) http://makalah-

listanti.blogspot.com/2011/12/kualifikasi-pembimbing-atau-konselor.

Diakses tanggal 28 November 2014

Susanto, Eko.2008. Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Konselor.

(online) https://eko13.wordpress.com/2008/03/18/standar-kualifikasi-

akademik. Diakses tanggal 28 November 2014