EKONOMI NASIONAL - ftp.unpad.ac.id · tungan di tengah makroekonomi Indonesia yang tengah berada...

1
18 JUMAT, 14 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIA E KONOMI NASIONAL MI/PANCA SYURKANI PERTUMBUHAN populasi penduduk dan tingkat kese- jahteraan akan diiringi dengan pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Dampaknya, kebutuhan serat rayon viscose sebagai bahan baku TPT akan terus naik sekitar 133% hingga 2020 mendatang. Presiden Direktur PT South Pacic Viscose (SPV), Wolfram Kalt, mengemukakan itu di Jakarta, kemarin. Menurut dia, proyeksi terse- but harus direspons dengan investasi produksi serat rayon yang dimulai dari sekarang. Pihaknya juga telah menyiap- kan investasi senilai US$130 juta (sekitar Rp1,1 triliun). “Dana investasi itu untuk menambah kapasitas produksi sekitar 80 ribu ton dari 245 ribu ton menjadi 325 ribu ton. Ini akan dicapai dengan pem- bangunan pabrik yang kelima kami di Purwakarta, Jawa Barat. Untuk ekspor juga,” ujar Kalt. Menurut dia, SPV berkomit- men mengalokasikan hingga 80% dari total produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kini pun, porsi bagi do- mestik sudah mencapai 60%. “Ini juga berarti menjadikan SPV sebagai produsen serat viscose terbesar dunia,” papar Kalt yang memperkirakan da- pat menyerap 1.000 tenaga kerja lokal dengan keberadaan pabrik kelima. Saat ini dengan kapasitas 245 ribu ton, SPV telah menjadi produsen serat viscose terbesar di Asia. Direktur Jenderal Industri Berbasis Manufaktur Kemente- rian Perindustrian, Panggah Susanto, menyatakan realisasi investasi ini menunjukkan sek- tor TPT masih sangat potensial untuk berkembang. Salah satu kendalanya adalah ketergantungan terhadap bahan baku impor. “Kita berharap produsen se- perti SPV juga bersedia untuk mengembangkan sektor hulu perkebunan kayu untuk meng- hasilkan bubur kayu (pulp) sebagai bahan baku serat rayon viscose. (Jaz/E-1) Serat Rayon Pacu Produksi Tekstil PERMINTAAN SEMEN: Asap putih mengepul dari Pabrik Indocement di Citeureup, Bogor, kemarin. Pertumbuhan properti akan mendorong permintaan semen pada 2011. Penjualan semen pada 2011 diperkirakan mencapai 42,4 juta ton atau naik 6% jika dibandingkan dengan 2010. IRANA SHALINDRA D EPOSITO sebagai sarana investasi tam- paknya bakal kurang menguntungkan pa- da 2011. Investasi dalam bentuk sekuritas dan barang akan men- jadi primadona peraup keun- tungan di tengah makroekonomi Indonesia yang tengah berada dalam kondisi terbaiknya dalam satu dekade terakhir. “Terjadinya ekses likuiditas di masyarakat terus mende- sak turun tingkat suku bunga deposito,” ungkap Direktur PT Bahana TCW Investment Mana- gement Budi Hikmat di Jakarta, beberapa waktu lalu. Penurunan tersebut, sambung dia, diperparah krisis keuangan global 2008. Alhasil, bunga de- posito tidak dapat diandalkan melawan inasi, terutama yang Dalam konteks investasi, deposito boleh jadi hanya cocok untuk orang yang sangat kaya. Deposito tidak lagi Bikin Untung terkait dengan komoditas ma- kanan dan pendidikan. Pada 2010, inasi melampaui target dengan mencapai 6,96%. Bank Indonesia (BI) mencatat suku bunga deposito tahun lalu menurun rata-rata 1 basis poin (bps) setiap bulannya. Saat ini, rata-rata bunga deposito satu bulan perbankan sekitar 6,5%. Lebih rendah daripada angka inasi. Adapun jumlah deposito per November 2010 mencapai Rp1.041 triliun atau nyaris sepa- ruh dari total dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Dengan bunga deposito yang cenderung dalam tren turun, lanjutnya, sukar untuk tidak menyimpulkan deposito tidak menjamin kesejahteraan. “De- posito boleh jadi hanya cocok untuk orang yang sangat kaya, yang tidak peduli nilainya terge- rus oleh inasi,” kata dia. Menurutnya, ada dua alasan mengapa deposito kian sulit diandalkan untuk menjamin kemakmuran. Pertama, krisis keuangan global 2008 ternyata semakin meningkatkan daya tarik obligasi negara di mata investor asing. Minat asing ter- hadap instrumen saham dan Sertikat Bank Indonesia (SBI) pun meningkat. Kedua, selama saldo SBI masih tinggi, bank relatif kurang mem- butuhkan dana masyarakat. “Kelebihan likuiditas itu mem- buat bank enggan menaikkan bunga deposito,” imbuh Budi. Suka menabung Situasi tersebut diiringi tren melemahnya nilai mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan prospek cerah perekonomian Indonesia yang didukung pen- duduk usia produktif sebanyak 37%, membuat investasi dalam bentuk sekuritas dan barang jauh lebih menguntungkan. Hal itu disebabkan kelompok usia produktif lebih mungkin aktif bermain di pasar modal. “Sayangnya, masyarakat kita lebih suka menabung. Padahal, jika membeli sekuritas, misalnya surat utang negara, untung yang diperoleh akan jauh lebih besar,” ujar jebolan FEUI itu. Budi mengingatkan risiko ob- ligasi negara sangat kecil karena dijamin pemerintah. Sayangnya, lebih banyak investor asing yang mencuri kesempatan itu. Menurut catatan pihaknya, statistik menunjukkan mero- nanya performa ekonomi In- donesia sepanjang 2010. Indeks harga saham gabungan (IHSG) melonjak 39% dalam rupiah atau 46% dalam dolar AS sejak awal tahun. Itu adalah kenaikan tertinggi di Asia Tenggara setelah Thailand. Di sektor riil, penjualan mobil dan motor hingga Oktober 2010 masing-masing melonjak hingga 60,5% dan 30,5% ketimbang 2009. Selain itu, indeks penjualan ritel per September 2010 mencapai angka tertinggi, 263, ketimbang tahun sebelumnya, yakni 217. Menurutnya, investasi melalui saham, terutama di sektor ritel, masih akan menggeliat pada 2011. Investasi pada barang pun, misalnya properti, juga ditaksir melanjutkan kejayaan 2010, saat pemesanan properti memecah- kan rekor dengan tumbuh 70%. (*/E-5) [email protected] Bank Dunia Ingatkan soal Ancaman Krisis Pangan KUNJUNGI MEDIA: Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong (kiri) memandu Dirut Bank BNI Syariah Rizqullah saat mengunjungi Kantor Media Group di Jakarta, kemarin. PT Bank BNI Syariah memperkirakan asetnya pada 2011 mencapai Rp9 triliun. BNI Syariah menargetkan pertumbuhan secara umum sebesar 50%. BANK Dunia meminta negara- negara berkembang mewaspa- dai adanya kenaikan harga pa- ngan akibat gangguan iklim dan kuatnya permintaan pada 2011. Setiap negara harus menjamin keberlangsungan perdagangan komoditas dan menyiapkan cadangan pangan dalam negeri agar harga tidak melonjak. “Kami sangat prihatin dengan kenaikan harga-harga pangan, dan ini berlangsung di seluruh dunia. Kami melihat beberapa kesamaan dengan situasi dua tahun lalu pada 2008, hanya sesaat sebelum krisis,” ujar Direktur Prospek Pembangun- an Bank Dunia Hans Timmer dalam telekonferensi di Jakarta, kemarin. Sementara itu, ekonom senior Bank Dunia untuk Indonesia Enrique Blanco Armas menam- bahkan, kenaikan harga beras di MI/ROMMY PUJIANTO Indonesia disebabkan kurang- nya pasokan. Dengan begitu, untuk menstabilkan harga, pe- merintah perlu melakukan operasi pasar secara intensif sebelum panen pada Februari. “Operasi pasar yang dilaku- kan pemerintah harus diintensif- kan sebelum masa panen untuk menjamin kepastian harga.” Pemerintah, menurutnya, per- lu memberikan insentif kepada petani untuk mening katkan produktivitas serta menjamin kelancaran distribusi. Bank Du- nia mencatat gangguan cuaca te- lah mendongkrak inasi menjadi 6,9% (yoy) pada Desember dan 6,3% (yoy) pada November 2010. Harga beras meningkat 25% (yoy) atau tertinggi sejak krisis bahan pangan pada 2006. Sementara itu, peneliti Institut Pertanian Bogor Rizaldi Boer memprediksi cuaca ekstrem akan mengakibatkan gagal pa- nen cabai. Ia memperkirakan musim hujan di Jawa dan Bali akan sedikit tertunda. Hal itu me nyebabkan hujan, ketika turun, akan berlangsung de- ngan intensitas yang cenderung tinggi sehingga berpotensi me- ngakibatkan banjir. “Dampak langsung dari pe- rubahan iklim terhadap hol- tikultura adalah gagal panen, terutama cabai karena produk ini sangat rentan gangguan cuaca.” Prediksi itu bertentangan de- ngan versi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geosika yang menyatakan curah hujan sedang akan mengguyur Indonesia pa- da Januari hingga Februari 2011. Meski pada Maret, Indonesia mengalami peralihan musim hujan ke kemarau, peralihan itu akan menjadi kemarau basah. (HA/Ant/E-5) PE pe jah pe da ne se ba 13 Pa Ka Jak bu in ya Pi ka (se m se rib In ba ka Un m 80 m ne m SP vis Ka pa lok ke 24 pr di Be ria Su in to un ke ba pe m pe ha se vis S P P T

Transcript of EKONOMI NASIONAL - ftp.unpad.ac.id · tungan di tengah makroekonomi Indonesia yang tengah berada...

Page 1: EKONOMI NASIONAL - ftp.unpad.ac.id · tungan di tengah makroekonomi Indonesia yang tengah berada ... soal Ancaman Krisis Pangan KUNJUNGI MEDIA: Deputi Direktur Pemberitaan Media Indonesia

18 JUMAT, 14 JANUARI 2011 | MEDIA INDONESIAEKONOMI NASIONAL

MI/PANCA SYURKANI

PERTUMBUHAN populasi penduduk dan tingkat kese-jahteraan akan diiringi dengan pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Dampaknya, kebutuhan serat rayon viscose sebagai bahan baku TPT akan terus naik sekitar 133% hingga 2020 mendatang.

Presiden Direktur PT South Pacifi c Viscose (SPV), Wolfram Kalt, mengemukakan itu di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, proyeksi terse-but harus direspons dengan investasi produksi serat rayon yang dimulai dari sekarang. Pihaknya juga telah menyiap-kan investasi senilai US$130 juta (sekitar Rp1,1 triliun).

“Dana investasi itu untuk menambah kapasitas produksi sekitar 80 ribu ton dari 245 ribu ton menjadi 325 ribu ton. Ini akan dicapai dengan pem-bangunan pabrik yang kelima kami di Purwakarta, Jawa Barat. Untuk ekspor juga,” ujar Kalt.

Menurut dia, SPV berkomit-men mengalokasikan hingga 80% dari total produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kini pun, porsi bagi do-mestik sudah mencapai 60%.

“Ini juga berarti menjadikan SPV sebagai produsen serat viscose terbesar dunia,” papar Kalt yang memperkirakan da-pat menyerap 1.000 tenaga kerja lokal dengan keberadaan pabrik kelima.

Saat ini dengan kapasitas 245 ribu ton, SPV telah menjadi produsen serat viscose terbesar di Asia.

Direktur Jenderal Industri Berbasis Manufaktur Kemente-rian Perindustrian, Panggah Susanto, menyatakan realisasi investasi ini menunjukkan sek-tor TPT masih sangat potensial untuk berkembang.

Salah satu kendalanya adalah ketergantungan terhadap bahan baku impor.

“Kita berharap produsen se-perti SPV juga bersedia untuk mengembangkan sektor hulu perkebunan kayu untuk meng-hasilkan bubur kayu (pulp) sebagai bahan baku serat rayon viscose. (Jaz/E-1)

Serat RayonPacu Produksi Tekstil

PERMINTAAN SEMEN: Asap putih mengepul dari Pabrik Indocement di Citeureup, Bogor, kemarin. Pertumbuhan properti akan mendorong permintaan semen pada 2011. Penjualan semen pada 2011 diperkirakan mencapai 42,4 juta ton atau naik 6% jika dibandingkan dengan 2010.

IRANA SHALINDRA

DEPOSITO sebagai sa rana investasi tam-paknya bakal kurang menguntungkan pa-

da 2011. Investasi dalam bentuk sekuritas dan barang akan men-jadi primadona peraup keun-tungan di tengah makroekonomi Indonesia yang tengah berada dalam kondisi terbaiknya dalam satu dekade terakhir.

“Terjadinya ekses likuiditas di masyarakat terus mende-sak turun tingkat suku bunga deposito,” ungkap Direktur PT Bahana TCW Investment Mana-gement Budi Hikmat di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Penurunan tersebut, sambung dia, diperparah krisis keuangan global 2008. Alhasil, bunga de-posito tidak dapat diandalkan melawan infl asi, terutama yang

Dalam konteks investasi, deposito boleh jadi hanya cocok untuk orang yang sangat kaya.

Deposito tidak lagi Bikin Untung

terkait dengan komoditas ma-kanan dan pendidikan. Pada 2010, infl asi melampaui target dengan mencapai 6,96%.

Bank Indonesia (BI) mencatat suku bunga deposito tahun lalu menurun rata-rata 1 basis poin (bps) setiap bulannya. Saat ini, rata-rata bunga deposito satu bulan perbankan sekitar 6,5%.Lebih rendah daripada angka infl asi. Adapun jumlah deposito per November 2010 mencapai Rp1.041 triliun atau nyaris sepa-ruh dari total dana pihak ketiga (DPK) perbankan.

Dengan bunga deposito yang cenderung dalam tren turun, lanjutnya, sukar untuk tidak menyimpulkan deposito tidak menjamin kesejahteraan. “De-posito boleh jadi hanya cocok untuk orang yang sangat kaya, yang tidak peduli nilainya terge-rus oleh infl asi,” kata dia.

Menurutnya, ada dua alasan mengapa deposito kian sulit diandalkan untuk menjamin kemakmuran. Pertama, krisis keuangan global 2008 ternyata semakin meningkatkan daya tarik obligasi negara di mata investor asing. Minat asing ter-hadap instrumen saham dan Sertifi kat Bank Indonesia (SBI) pun meningkat.

Kedua, selama saldo SBI masih tinggi, bank relatif kurang mem-butuhkan dana masyarakat.

“Kelebihan likuiditas itu mem-buat bank enggan menaikkan bunga deposito,” imbuh Budi.

Suka menabungSituasi tersebut diiringi tren

melemahnya nilai mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan prospek cerah perekonomian Indonesia yang didukung pen-duduk usia produktif sebanyak 37%, membuat investasi dalam bentuk sekuritas dan barang jauh lebih menguntungkan. Hal

itu disebabkan kelompok usia produktif lebih mungkin aktif bermain di pasar modal.

“Sayangnya, masyarakat kita lebih suka menabung. Padahal, jika membeli sekuritas, misalnya surat utang negara, untung yang diperoleh akan jauh lebih besar,” ujar jebolan FEUI itu.

Budi mengingatkan risiko ob-ligasi negara sangat kecil karena dijamin pemerintah. Sayangnya, lebih banyak investor asing yang mencuri kesempatan itu.

Menurut catatan pihaknya, statistik menunjukkan mero-nanya performa ekonomi In-donesia sepanjang 2010. Indeks harga saham gabungan (IHSG) melonjak 39% dalam rupiah atau 46% dalam dolar AS sejak awal tahun. Itu adalah kenaikan tertinggi di Asia Tenggara setelah Thailand.

Di sektor riil, penjualan mobil dan motor hingga Oktober 2010 masing-masing melonjak hingga 60,5% dan 30,5% ketimbang 2009. Selain itu, indeks penjualan ritel per September 2010 mencapai angka tertinggi, 263, ketimbang tahun sebelumnya, yakni 217.

Menurutnya, investasi melalui saham, terutama di sektor ritel, masih akan menggeliat pada 2011. Investasi pada barang pun, misalnya properti, juga ditaksir melanjutkan kejayaan 2010, saat pemesanan properti memecah-kan rekor dengan tumbuh 70%. (*/E-5)

[email protected]

Bank Dunia Ingatkansoal Ancaman Krisis Pangan

KUNJUNGI MEDIA: Deputi Direktur

Pemberitaan Media

Indonesia Usman Kansong (kiri)

memandu Dirut Bank BNI Syariah

Rizqullah saat mengunjungi Kantor

Media Group di Jakarta, kemarin.

PT Bank BNI Syariah memperkirakan

asetnya pada 2011 mencapai Rp9

triliun. BNI Syariah menargetkan

pertumbuhan secara umum sebesar 50%.

BANK Dunia meminta negara-negara berkembang mewaspa-dai adanya kenaikan harga pa-ngan akibat gangguan iklim dan kuatnya permintaan pada 2011. Setiap negara harus menjamin keberlangsungan perdagangan komoditas dan menyiapkan cadangan pangan dalam negeri agar harga tidak melonjak.

“Kami sangat prihatin dengan kenaikan harga-harga pangan, dan ini berlangsung di seluruh dunia. Kami melihat beberapa kesamaan dengan situasi dua tahun lalu pada 2008, hanya sesaat sebelum krisis,” ujar Direktur Prospek Pembangun-an Bank Dunia Hans Timmer dalam telekonferensi di Jakarta, kemarin.

Sementara itu, ekonom senior Bank Dunia untuk Indonesia Enrique Blanco Armas menam-bahkan, kenaikan harga beras di

MI/ROMMY PUJIANTO

Indonesia disebabkan kurang-nya pasokan. Dengan begitu, untuk menstabilkan harga, pe-merintah perlu melakukan ope rasi pasar secara intensif se belum panen pada Februari.

“Operasi pasar yang dilaku-kan pemerintah harus diintensif-kan sebelum masa panen untuk menjamin kepastian harga.”

Pemerintah, menurutnya, per-lu memberikan insentif ke pada petani untuk mening katkan produktivitas serta menja min kelancaran distribusi. Bank Du-nia mencatat gangguan cuaca te-lah mendongkrak infl asi menjadi 6,9% (yoy) pada Desember dan 6,3% (yoy) pada November 2010. Harga beras meningkat 25% (yoy) atau tertinggi sejak krisis bahan pangan pada 2006.

Sementara itu, peneliti Institut Per tanian Bogor Rizaldi Boer memprediksi cuaca ekstrem

akan mengakibatkan gagal pa-nen cabai. Ia memperkirakan mu sim hujan di Jawa dan Bali akan sedikit tertunda. Hal itu me nyebabkan hujan, ketika tu run, akan berlangsung de-ngan intensitas yang cenderung tinggi sehingga berpotensi me-ngakibatkan banjir.

“Dampak langsung dari pe-rubahan iklim terhadap hol-tikultura adalah gagal panen, terutama cabai karena produk ini sangat rentan gangguan cua ca.”

Prediksi itu bertentangan de-ngan versi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofi sika yang menyatakan curah hujan sedang akan mengguyur Indonesia pa-da Januari hingga Februari 2011. Meski pada Maret, Indonesia mengalami peralihan musim hujan ke kemarau, peralihan itu akan menjadi kemarau basah. (HA/Ant/E-5)

PEpejahpedaneseba13

PaKaJak

buinyaPika(se

mseribInbakaUn

m80mnem

SPvisKapalokke

24prdi

BeriaSuintoun

keba

pempehasevis

SPPT